struktur komunitas dan valuasi ekonomi ekosistem padang...
TRANSCRIPT
1
Struktur Komunitas dan Valuasi Ekonomi Ekosistem Padang Lamun di Kawasan
Konservasi Perairan Daerah Desa Pengudang Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten
Bintan
Dewi Susanti
Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]
Linda Waty Zen
Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]
Febrianti Lestari
Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas dan valuasi ekonomi ekosistem
padang lamun di Desa Pengudang. Adapun metode penelitian menggunakan metode survey.
Pengamatan struktur komunitas menggunakan metode petak contoh berjumlah 100 plot pada ketiga
stasiun penelitian. Penilaian valuasi ekonomi ekosistem padang lamun dengan pendekatan kuisioner
atau melakukan wawancara kepada responden.
Hasil pengamatan stuktur komunitas padang lamun di Desa Pengudang ditemukan 8 jenis
lamun yakni Halodule uninervis, Halodule pinifolia, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata,
Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium, Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii. Diperoleh
kerapatan jenis tertinggi yakni jenis Halophila ovalis sebanyak 204 tegakan/m2. Total penutupan jenis
tertinggi ialah jenis Enhalus acoroides sebesar 11,91%, dengan total penutupan per stasiun tertinggi
pada stasiun 3 yaitu sebesar 40.61%. Nilai indeks keanekaragaman (H’) sebesar 2,48 dengan kategori
sedang artinya jenis yang dijumpai sangat beragam. Nilai indeks dominansi (D) ditemukan jenis yang
mendominansi yaitu Syringodium isoetifolium pada stasiun 1 dan 3, sedangkan pada stasiun 2
didominansi oleh jenis lamun Thalassia hemprichii.
Penilaian manfaat ekonomi ekosistem padang lamun di Desa Pengudang yakni diperoleh nilai
ekonomi total sebesar Rp 6,434,202,861,-/tahun dengan nilai manfaat langsung sebesar Rp
2,506,302,000,-/tahun atau (38,95%), nilai manfaat tidak langsung sebesar Rp 3,462,309,091,-/tahun
mencapai (53,81%), nilai manfaat pilihan sebesar Rp 138,735,206.25,-/tahun atau (2,16%), nilai
manfaat keberadaan diperoleh sebesar Rp 76,226,364,-/tahun atau (1,18%) dan nilai manfaat warisan
yaitu sebesar Rp 250,630,200,-/tahun dengan persentase (3,90%).
Kata kunci :Lamun, Desa Pengudang, Struktur Komunitas, Valuasi Ekonomi
2
Community Structure and Economic Valuation of Ecosystems Seagrass in the Regional
of Rural Water Conservation in Pengudang Village, District of Teluk Sebong, Bintan
Regency
Dewi Susanti
Aquatic Resource Management student, FIKP UMRAH, [email protected]
Linda Waty Zen
Aquatic Resource Management Lecturer, FIKP UMRAH, [email protected]
Febrianti Lestari
Aquatic Resource Management Lecturer, FIKPUMRAH, [email protected]
ABSTRACT
This studyims to determine the community of structure and economic valuation of ecosystem
seagrass in Pengudang village. There search method is used survey method. Observations community
structure using the method of sample plots totaling 100 plots in the third research station. Economic
valuation assessment seagrass ecosystems approach question naires or conduct interviews to
respondents.
The observation of the community structure of seagrass found in Pengudang village 8
seagrass species, these species Halodule uninervis, Halodule pinifolia, Cymodocea rotundata,
Cymodocea serrulata, Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium, Enhalus acoroides and Thalassia
hemprichii. Obtained the highest density of the type that as many as 204 types of Halophila ovalis
stand/m2. The highest total closure typeis the type Enhalus acoroides by11.91%, with total closure per
the highest station on the station 3 is equal to 40.61%. The value of diversity index (H') of 2.48 with
category means very diverse species encountered. Value dominance index (D) found that dominated
types namely Syringodium isoetifolium at stations 1 and 3, while these cond station dominated by
Thalassia hemprichii seagrass species.
Economic benefit assessment seagrass ecosystems in Pengudang village obtained total
economic value of Rp 6,434,202,861, -/year with a value of direct benefit samounting to Rp
2,506,302,000, -/year, or (38.95%), the value of in direct benefit samounting to Rp 3,462,309,091, -
/year to reach (53.81%), the value of the benefit optionRp138,735,206.25, -/year or(2.16%), the value
of the benefits obtained by the presence of Rp76,226,364, -/year or(1.18%) and the value of benefits
that heritage Rp250,630,200, -/year with the percentage(3.90%).
Keywords: Seagrass, Pengudang Village, Community Structure, Economic Valuation
3
I. PENDAHULUAN
Desa Pengudang termasuk pada
Kawasan Konservasi Perairan Daerah dan
Daerah Perlindungan Padang Lamun (DPPL).
Kawasan ini merupakan suatu area dengan
luas tertentu di padang lamun, yang disepakati
untuk dijadikan sebagai daerah perlindungan
berupa daerah bebas tangkap (Nontji, 2010).
Menurut Kordi, 2011 Padang lamun memiliki
fungsi yang sangat penting bagi biota perairan
yaitu sebagai daerah spawning ground, nursey
ground, dan feeding ground.
Mayoritas mata pencaharian
penduduk setempat adalah sebagai nelayan
dengan jumlah 191 nelayan (Monografi Desa
Pengudang, 2014). Pemanfaatan ekosistem
dan sumberdaya lamun di Desa Pengudang
dilakukan oleh masyarakat sebagai daerah
penangkapan biota ikan maupun non ikan.
Namun, Nelayan tidak menggunakan benda-
benda tajam untuk menangkap biota tetapi jika
menangkap biota saat air surut maka mereka
melakukan dengan cara jalan kaki/ mengarung
di sekitar lamun.
Aktifitas tersebut dianggap secara
langsung maupun tidak langsung berdampak
pada keanekaragaman hayati lamun tentunya
akan merusak habitat bagi kerang-kerangan,
teripang, ranga, dan ikan. Dilihat dari aktivitas
pemanfaatan yang ada, hal ini berpotensi
menganggu kelestarian ekosistem dan
sumberdaya lamun, sehingga menimbulkan
kekhawatiran terhadap ancaman langsung
yakni terjadinya degradasi habitat dan
keanekaragaman hayati lamun, jika hal ini
terjadi tentunya dapat menimbulkan
permasalahan ekologi-sosial-ekonomi.
Penggunaan sumberdaya alam yang
demikian akan memberikan pengaruh terhadap
ekosistem lamun di Desa Pengudang yang
nantinya akan berkaitan juga dengan nilai
ekonomi ekosistem lamun. Tujuan penelitian
ini, yaitu :
1. Mengetahui struktur komunitas padang
lamun di perairan Desa Pengudang.
2. Mengetahui nilai ekonomi ekosistem
padang lamun di Desa Pengudang.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Memberi data dan informasi mengenai
struktur komunitas padang lamun di Desa
Pengudang.
2. Memberikan data valuasi ekonomi
ekosistem padang lamun di Desa
Pengudang.
3. Sebagai sumber informasi dan referensi
bagi pemerintah maupun masyarakat dan
juga instansi tertentu untuk mengelola
sumberdaya padang lamun.
4. serta untuk menjadikan acuan penelitian
selanjutnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Padang lamun merupakan habitat bagi
beberapa organisme laut. Padang lamun
merupakan ekosistem di wilayah pesisir yang
memiliki keanekaragaman-hayati yang tinggi
dan penyumbang nutrisi yang sangat potensial
bagi kesuburan perairan di sekitarnya. Selain
itu, padang lamun mempunyai fungsi lain
4
yaitu fungsi ekologis, fungsi sosial dan fungsi
ekonomis (Soemarwoto, 2004 dalam
Sakaruddin, 2011).Mengingat valuasi ekonomi
dapat digunakan untuk menunjukkan
keterkaitan antara konservasi dan
pembangunan ekonomi, maka valuasi ekonomi
dapat menjadi suatu nilai penting dalam
peningkatan penghargaan dan kesadaran
masyarakat terhadap barang dan jasa yang
dihasilkan oleh sumberdaya alam (Garrod dan
Willis, 1999 dalam Agustina, 2014). Irmadi
(2004) juga mengatakan bahwa salah satu cara
untuk melakukan valuasi ekonomi adalah
dengan menghitung Nilai Ekonomi Total
(NET). Nilai Ekonomi Total adalah nilai-nilai
ekonomi yang terkandung dalam suatu
sumberdaya alam, baik nilai guna maupun
nilai fungsional. Konservasi sumberdaya alam
adalah suatu upaya pengelolaan SDA secara
bijaksana dengan berpedoman pada azas
pelestarian. Menurut UU No 5 Tahun 1990
dalam Supriharyono, 2009 mengatakan
tentang pengelolaan sumberdaya hayati yang
pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana
untuk menjamin kesinambungan dan
ketersediaannya tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas keanekaragaman dan
nilainya.
III. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan November 2014 sampai April 2015 yang
berlokasi di Perairan Desa Pengudang,
Kecamatan Teluk Sebong, Kabupaten Bintan,
Kepulauan Riau.
Adapun alat dan bahan yang
digunakan pada penelitian ini dapat dilihat
pada tabel 1 berikut :
Tabel 1. Alat dan Bahan yang
Digunakan Alat dan Bahan Kegunaan
Sampling Lamun
1 Kuadran petakan 1x1 Untuk kuadran
transek lamun
2 GPS Menentukan titik
koordinat stasiun
penelitian
3 Rol Meter Mengukur jarak
setiap transek
4 Buku identifikasi Identifikasi jenis
lamun
5 Kertas label Label sampel lamun
6 Kantong plastic Untuk wadah
sampel lamun
Valuasi ekonomi
7
8
9
Lembaran kuisioner
Alat tulis
Kamera
Untuk mengetahui
dan
mengidentifikasi
pemanfaatan lamun
yang dilakukan
masyarakat sekitar
Mencatat hasil data
yang diperoleh
Dokumentasi
5
Tabel 2. Stasiun penelitian N
o
Stas
iun
Titik Koordinat Kategori
1 FG I N:0101’36.0” dan
E:104032’05.8”
Pulau Sumpat
termasuk zona
pemanfaatan
2 FG
II
N:01010’35.9”
dan
E: 104030’06.5”
DPPL
merupakan zona
inti.
3 FG
III
N: 01010’18.0”
dan
E: 104028’04.2”
Daerah
Dermaga dan
Resort termasuk
zona
pemanfaatan.
Penentuan responden menggunakan
metode (random sampling). Pengumpulan data
hasil wawancara terhadap responden yang
telah ditentukan. Metode pengambilan sampel
menggunakan teknik garis transek (line
transect technique). Dengan plot berukuran 1
× 1 meter sebanyak 100 dengan sub plot
10x10cm dari ketiga stasiun tersebut. Letak
plot dimulai dari lamun yang dijumpai pada
saat surut ke arah laut (Fachrul, 2007).
a. Identifikasi lamun dilakukan dengan
mencocokkan data-data lamun yang
ditemui di lapangan dengan Kepmen LH
Nomor 200 Tahun 2004.
b. Kerapatan jenis lamun merupakan jumlah
total individu jenis lamun dalam unit area
yang diukur. Kerapatan masing-masing
jenis lamun pada setiap stasiun dihitung
dengan rumus English et.al., (1997) dalam
Sakaruddin (2011).
∑ ( )
Keterangan : Ki = kerapatan jenis ke–i
(ind/m2) ni = jumlah individu dalam
transek ke-i (ind)A = luasan total
pengambilan sampel (m2)
c. Penutupan lamun menyatakan luasan area
yang tertutup oleh vegetasi lamun.
Persentase penutupan lamun ditentukan
berdasarkan rumus English et.al (1997)
dalam Sakaruddin (2011). Dengan rumus
berikut :
∑( )
Keterangan :C=Persentase penutupan jenis
lamun i (%); Mi= Nilai titik tengah dari kelas
kehadiran jenis lamun i; Fi= Frekuensi
munculnya kelas penutupan jenis I; f= jumlah
total frekuensi seluruh penutupan jenis
Tabel 3. Kelas berdasarkan persen tutupan
Kls Luas area
penutupan
%
penutupan
area % Titik
Tengah
(M)
5 ½ - penuh 50 – 100 75
4 ¼ - ½ 25 – 50 37,5
3 1/8 - ¼ 12,5 – 25 18,75
2 1/16 - 1/8 6,25 – 12,5 9,38
1 < 1/16 < 6,25 3,13
0 Tidak ada 0 0
d. Indeks keanekaragaman
Indeks keanekaragaman yaitu menghitung
kelimpahan komunitas berdasarkan jumlah
jenis dan jumlah tegakan pada suatu area,
menggunakan rumus dari Shannon-wienner
dalam Sakaruddin,2012:
∑ ( )
6
Dimana: H’ = Indeks keanekaragaman; ni =
jumlah individu jenis ke-i; N = Jumlah
individu total; Pi = proporsi frekuensi jenis ke-
i terhadap jumlah total
Adapun kisaran indeks
keanekaragaman Shannon dikategorikan
dengan nilai sebagai berikut :
0 < H’ < 1 = Keanekaragaman rendah ;
1 ≤ H’ ≤ 3 = Keanekaragaman sedang;
H’ > 3 = Keanekaragaman tinggi
e. Indeks Dominansi
Menghitung indeks dominansi ini
berfungsi untuk menggambarkan jenis lamun
yang paling banyak ditemui di kawasan
penelitian tersebut. Indeks dominansi dihitung
dengan menggunakan rumus simpson dalam
Fachrul, (2007) sebagai berikut:
∑ ( )
Dimana :
D = Indeks dominansi ; Pi = proporsi jumlah
ke –i terhadap jumlah total; n = jumlah taksa
Valuasi Ekonomi merupakan suatu
cara untuk memberikan nilai kuantitatif
terhadap barang dan jasa yang dihasilkan
sumber daya alam dan lingkungan terlepas
baik nilai pasar (market value) atau non pasar
(non market value).
a. Nilai Manfaat Langsung (direct
use value)
Nilai manfaat langsung adalah nilai yang
dihasilkan dari pemanfaatan sumberdaya
secara langsung. Sehingga dapat dihitung
dengan persamaan (Suzana et al,.2011 dalam
Agustina, 2014) yakni sebagai berikut:
∑ ( )
Dimana :
DUV =Direct Use Value
DUV1 = manfaat penangkapan ikan
DUV2 = manfaat penangkapan teripang
DUV3 = manfaat penangkapan ranga
DUV4 = manfaat penangkapan kerang bulu
DUV5 = manfaat penangkapan sotong
DUV6 = manfaat penangkapan kepiting
Nilai pemanfaatan langsung pada padang
lamun, dapat diperoleh dengan rumus sebagai
berikut (Widiastuti, 2011):
b. Nilai Manfaat Tidak Langsung
(indirect use value)
Nilai manfaat tidak langsung merupakan
nilai suatu ekosistem padang lamun sebagai
daerah asuhan, pemijahan dan mencari makan
bagi biota lainnya. Penilaian menggunakan
pendekatan CVM dengan teknik survey, yang
mana keinginan untuk menerima (willingness
to accept) jika terjadi kerusakan atas
sumberdaya ( Fauzi, 2006). Ada beberapa
tahapan yang harus dilakukan antara lain :
1. Membuat hipotesis pasar sumberdaya
yang akan dievaluasikan
Nilai ekonomi perikanan
= rente ekonomi (ikan, teripang, ranga, sotong,
kerang, kepiting) x jumlah RTP
= (Penerimaan – (laba layak-laba kotor/biaya
operasional) x jumlah RTP
7
2. Mendapatkan nilai lelang melalui
teknik permainan lelang
3. Menghitung rataan WTA
4. Memperkirakan kurva lelang
5. Mengagretkan data dengan
mengalikan rataan WTA dengan
jumlah RTP
c. Nilai Manfaat Pilihan (option value)
Nilai manfaat pilihan yaitu nilai
ekonomi yang diperoleh dari potensi
pemanfaatan langsung maupun tidak langsung
dari sumberdaya. Dalam hal ini untuk padang
lamun menggunakan metode benefit transfer,
yaitu dengan cara menilai perkiraan benefit
dari tempat lain lalu benefit ini ditransfer
untuk memperoleh perkiraan yang kasar
mengenai manfaat dari lingkungan
(Agustina,2014). Kemudian untuk mengetahui
nilai manfaat pilihan ini diperoleh dengan
persamaan (Widiastuti, 2011):
d. Nilai Manfaat Keberadaan (existence
value)
Nilai keberadaan merupakan nilai
yang diukur dari manfaat yang dirasakan
masyarakat dari keberadaan ekosistem setelah
manfaat lain dihilangkan dari analisis. Nilai
ekonomi keberadaan menggunakan metode
Willingness to Pay (Kesediaan Membayar
Masyarakat) yang diperoleh berdasarkan
pendekatan CVM (Contingent Value Method).
Manfaat tersebut merupakan nilai ekonomi
keberadaan (fisik) dari ekosistem yang
dirumuskan sebagai berikut (Ruitenbeek, 1991
dalam Marhayana, 2012):
∑( )
Keterangan :
MEi = Manfaat ekosistem dari responden ke-i;
n = Jumlah responden
e. Nilai Warisan (Bequest Value)
Nilai warisan ekosistem padang
lamun yang dimiliki tidak dapat dinilai dengan
pendekatan nilai pasar. Oleh karena itu, nilai
warisan dapat dihitung dengan pendekatan
perkiraan. Sehubungan dengan hal tersebut
maka diperkirakan bahwa nilai warisan tidak
kurang 10% dari manfaat langsung
(Ruitenbeek, 1991 dalam Marhayana, 2012).
Dengan rumus sebagai berikut :
f. Nilai Ekonomi Total (Total Economic
Value)
Nilai Ekonomi Total adalah NET atau
Total Economic Value (TEV) Total nilai
ekonomi yang dimiliki suatu
sumberdaya.Dapat ditulis dengan persamaan
matematis sebagai berikut (CSERGE, 1994
dalam Irmadi, 2004) :
Dimana :
TEV = Nilai ekonomi total
DUV = Nilai manfaat langsung
IUV = Nilai manfaat tidak langsung
Option Value = luas padang lamun (Ha) x
nilai keanekaragaman hayati
BV= 10% x Total Nilai Manfaat Langsung
TEV = (DUV +IUV + OV) + (EV+ BV)
8
OV = Nilai pilihan
EV = Nilai Keberadaan
BV = Nilai warisan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Struktur Komunitas Padang
Lamun
1. Identifikasi Jenis Lamun
Hasil penelitian lamun pada 3 stasiun
pengamatan di perairan Desa Pengudang bisa
dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Jumlah jenis lamun di perairan Desa
Pengudang
No Jenis dijumpai
Jumlah
Jenis
ke-i
Persen
tase
(%)
1 Halodule uninervis 2834 6.6
2 Halodule pinifolia 5102 11.88
3 Cymodocea serrulata 1129 2.63
4 Cymodocea rotundata 3858 8.98
5 Halophila ovalis 2618 6.1
6 S. isotifolium 11610 27.03
7 Enhalus acoroides 7021 16.35
8 Thalassia hemprichii 8774 20.43
Total 42946 100
Sumber : Data primer
Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa
jenis yang paling tinggi yaitu S. isoetifolium
dengan jumlah individu sebanyak 11610
dengan jumlah persentase sebesar 27,03%.
Adapun yang terendah pada jenis C. serrulata
dengan jumlah individu sebanyak 1129 dengan
jumlah persentase sebesar 2,63%.
2. Kerapatan Jenis
Kerapatan jenis merupakan banyaknya
jumlah individu atau tegakan suatu spesies
lamun pada luasan tertentu. Didapat nilai
kerapatan jenis setiap stasiun sangat jauh
berbeda.
Tabel 6. Kerapatan jenis lamun di Desa
Pengudang tahun 2015
No Jenis yang
dijumpai
Kerapatan Jenis
(ind/m2) Total
St I StII StIII
1 H. uninervis 13 36 36 85
2 H. pinifolia 16 10 128 154
3 S. isotifolium 15 15 29 59
4 C.rotundata 2 86 3 91
5 C. serrulata 61 16 1 78
6 H. ovalis 71 74 204 349
7 E. acoroides 48 57 16 121
8 T. hemprichii 48 104 112 264
Jumlah 274 398 529
Sumber : Data primer
Ditinjau dari topografi terdapat
perbedaan dimana st 1 dan 2 berada pada
topografi yang agak tinggi sehingga jika
terjadi surut vegetasi lamun pada stasiun ini
akan mudah terpapar matahari secara
langsung, sedangkan kondisi topografi pada st
3 rendah sehingga vegetasi lamun akan tetap
terendam air laut dan tidak terpapar sinar
matahari secara langsung. Ghufran dan kordi
(2011) mengatakan jenis lamun Enhalus
acoroides, Thalassia hemprichi, Halophila
ovalis dan Syringodium isoetifolium dapat
tumbuh dan bertahan hidup pada substrat
lumpur, pasir dan puing-puing karang.
3. Persentase Penutupan Jenis
Total persentase penutupan terendah
terdapat pada st 1 yaitu 28.52%, nilai tertinggi
9
E. acoroides yakni 11.91%, Nilai terendah
pada st 1 yaitu C. rotundata senilai 0.02%.
Berdasarkan penentuan status padang lamun
menurut KEPMEN LH no 200 tahun 2004,
status padang lamun pada stasiun 1 tergolong
pada kondisi yang miskin. Untuk lebih jelas
bisa dilihat pada tabel 7:
Tabel 7. Persentase penutupan jenis lamun
No Jenis lamun persen tutupan (%)
St 1 St 2 St 3
1 H. uninervis 0.29 1.84 2.78
2 H. pinifolia 0.83 2.99 7.34
3 S. isotifolium 3.67 2.79 7.52
4 C. rotundata 0.02 5.68 3.75
5 C. serrulata 2.09 0.66 1.71
6 H. ovalis 3.2 4.12 0.01
7 E. acoroides 11.91 5.92 7.07
8 T. hemprichii 6.51 6.63 10.43
jumlah per
stasiun 28.52 30.63 40.61
Sumber: Data primer
Sedangkan pada st 2 memiliki total
persentase penutupan senilai 30.63 %, untuk
penentuan status padang lamun juga tergolong
pada kondisi kurang kaya. Jenis lamun
tertinggi yaitu T. hemprichii dengan nilai
6.63% jenis lamun terendah yakni C. serrulata
sebesar 0.66 Sedangkan total persentase
penutupan pada st 3 berada pada tingkat paling
tinggi dengan nilai 40.61%. Berdasarkan
penentuan status padang lamun stasiun ini
tergolong pada kondisi kurang kaya.
Dilihat dari jenis lamun maka didapat
hasil persentase paling tinggi yaitu T.
hemprichii sebesar 10.43% , sementara itu
untuk jenis lamun dengan hasil persentase
paling rendah yaitu H. ovalis dengan nilai
0.01% memiliki bentuk morfologi dengan
baik. H. ovalis merupakan jenis lamun baru
yang ditemukan pada penelitian ini, karena
penelitian terdahulu belum ditemukan
meskipun penelitian ini dilakukan pada lokasi
yang sama. Ketiga stasiun pengamatan
tersebut membuktikan bahwa status padang
lamun Desa Pengudang berada dalam kondisi
yang rusak. Berdasarkan KEPMEN LH no 200
tahun 2004 konsep penentuan status padang
lamun dengan kategori persentase penutupan
jenis lamun yang telah dikelompokkan sebagai
berikut:
Tabel 8. Penentuan status padang lamun
KEPMEN LH 200 tahun 2004
Kondisi
Penutupan
(%)
Baik Kaya/sehat ≥60
Rusak
Kurang
kaya/kurang sehat 30-59,9
Miskin ≤29,9
4. Indeks Keanekaragaman
Berdasarkan hasil penelitian didapat
nilai indeks total keanekaragaman pada
kisaran 2.19-2.65 dengan ini maka dapat
diketahui bahwa keanekaragaman hayati
lamun di Desa Pengudang termasuk dalam
kategori H<3, ini artinya bahwa
ketiga stasiun ini memiliki keanekaragaman
yang sedang.
5. Indeks Dominansi
Nilai dominansi yang didapat pada st
1 dan 3 menunjukkan jenis S. isoetifolium
10
merupakan jenis yang paling mendominansi.
Sedangkan pada St 2 jenis lamun yang paling
mendominansi ialah T. hemprichii.
C. Valuasi Ekonomi Ekosistem
Padang Lamun
1. Direct Use Value (Nilai Manfaat
Langsung) Berdasarkan hasil identifikasi,
manfaat langsung ekosistem lamun dapat
dilihat dari hasil tangkapan yang dilakukan
oleh nelayan Desa Pengudang antara lain
ikan, kepiting, sotong, kerang bulu, ranga dan
teripang. Jenis hasil tangkapan dan nilai
manfaat langsung.
Nilai manfaat langsung di desa pengudang
dalam persentase dapat dilihat pada gambar
diagram di bawah ini:
Gambar 11. Nilai persentase manfaat
langsung
a. Manfaat langsung ikan
Hasil perhitungan pendapatan rata-
rata manfaat langsung ikan di Desa Pengudang
saat ini ikan lingkis adalah sebesar Rp
128,352,000,-/tahun (5.12%), ikan jampong
sebesar Rp 45,840,000,-/tahun atau (1.83%),
ikan lambai sebesar Rp 73,344,000,-/tahun
atau (2.93%), ikan lebam sebesar
Rp183,360,000,-/tahun atau 7.32%, ikan
pinang-pinang diperoleh Rp 68,760,000,-
/tahun dengan 2.74%. Ikan todak diperoleh
pendapatan rata-rata sebesar Rp 37,818,000,-
/tahun yakni 1.51%. Sedangkan Ikan ungar
diperoleh pendapatan rata-rata sebesar Rp
309,420,000,-/tahun persentase 12.35%.
b. Manfaat langsung kepiting
Perangkap atau bubu rajungan yang
bersifat ramah lingkungan, Kepiting rajungan
lebih banyak dimanfaatkan nelayan Desa
Pengudang. Hasil manfaat langsung rajungan
diperoleh pendapatan rata-rata sebesar Rp
284,208,000,-/tahun dengan persentase
11.34%.
c. Manfaat langsung kerang bulu dan
ranga
Kerang bulu diambil dengan besi
pengait dan dikumpul dengan tangan, adapun
pendapatan rata-rata dari pemanfaatan kerang
dan ranga yaitu sebesar Rp 217,740,000,-
/tahun atau (8.69 %) dan Rp286,500,000,-
/tahun (11.43%).
d. Manfaat langsung sotong
Penangkapan sotong dilakukan
dengan pancing udang-udangan dan seser.
Didapat nilai rata-rata dari pemanfaatan sotong
Desa Pengudang saat ini adalah sebesar Rp
297,960,000,-/tahun dengan persentase sebesar
11.89%.
e. Manfaat langsung teripang
Teripang dimanfaatkan nelayan
dengan budidaya namun bibit dari alam dan
I. lingkis
5.12%
I. jmpng
1.83% I. lambai
2.93% ikan lebam
7.32% I. pinang-
pinang
2.74% I. todak
1.51% ikan ungar
12.35%
kepiting
11.34%
kerang
bulu
8.69%
ranga
11.43%
sotong
11.89%
teripang
22.86%
11
masa panen selama enam bulan. Hasil
perhitungan pendapatan rata-rata sebesar
Rp573,000,000,-/tahun (22,86%) untuk hasil
teripang di Desa Pengudang.
Nilai manfaat langsung tertinggi Rp
573,000,000,-/tahun yaitu hasil teripang.
Harga teripang Rp 700.000,-/kg karena
teripang dijual dalam keadaan yang bersih dan
kering. Sedangkan terendah yaitu ikan todak
sebesar Rp 37.818.000,-/tahun, dijual dengan
harga Rp 7000,-/ kg. Adapun nilai total
manfaat langsung ekosistem lamun di Desa
Pengudang diperoleh hasil sebesar
Rp2,506,302,000,-/tahun.
2. Indirect Use Value (Nilai Manfaat
Tidak Langsung)
Nilai manfaat tidak langsung dihitung
dari nilai manfaat padang lamun itu sendiri
sebagai daerah pemijahan (spawning ground),
daerah pengasuhan (nursey ground) dan
daerah mencari makan (feeding ground).
Berdasarkan 66 responden yang
memanfaatkan ekosistem padang lamun
didapat nelayan ingin menerima biaya
kompensasi (ganti rugi) jika terjadi kerusakan
dengan rata-rata Rp 18,127,273,-/orang/tahun
diperoleh hasil total sebesar Rp
3,462,309,091,-/tahun.
3. Option Value (Nilai Manfaat Pilihan)
Hasil analisis luasan area padang
lamun Desa Pengudang yaitu 718.37 ha ini
diperoleh dari metode digitasi yaitu pemetaan
menggunakan software arcview 3.3 dan citra
spot Pulau Bintan, kemudian melakukan
cross check di lapangan menggunakan Global
Possition system (GPS) agar tidak terjadi
error/bias yang terlalu jauh.
Menurut Ruitenbeek (1991) dan
Kusumastanto (1998) dalam Agustina (2014)
mengatakan bahwa besar nilai cadangan
keanekaragaman hayati sebesar US$
15/ha/tahun. Sementara itu nilai US$ 1 dollar
pada 18 April 2015 sebesar Rp 12.875,-. Maka
dapat dihitung nilai manfaat pilihan dari
ekosistem padang lamun yaitu Rp
138,735,206.25,-/tahun dan diperkirakan
memperoleh hasil senilai Rp 193,130.38,-
/ha/tahun.
4. Existence Value (Nilai Keberadaan)
Nilai manfaat keberadaan Desa
Pengudang diestimasi menggunakan teknis
Contingent Valuation Method (CVM). Guna
mengetahui seberapa besar keinginan
masyarakat untuk membayar (willingness to
pay) dari barang dan jasa yang dihasilkan
oleh ekosistem padang lamun tersebut.
Keinginan membayar dari 66
responden yang memanfaatkan ekosistem
padang lamun bersedia membayar rata-rata
Rp 399,091,-/orang/tahun. Hasil ini dikalikan
dengan jumlah seluruh RTP (Rumah Tangga
Perikanan) di Desa Pengudang yaitu 191 jiwa.
Dari perhitungan diketahui nilai manfaat
keberadaan ekosistem padang lamun sebesar
Rp76.226.364,-/tahun.
5. Bequest Value (Nilai Warisan)
Menurut Marhayana (2012), nilai
warisan tidak dapat diukur dari nilai pasar
sehingga dihitung dengan pendekatan
12
perkiraan bahwa nilai warisan tidak kurang
10% dari nilai manfaat langsung yang
diperoleh suatu ekosistem. Sehingga didapat
nilai warisan ekosistem padang lamun Desa
Pengudang sebesar Rp 250,630,200,-/tahun.
6. Total Economic Value (Nilai Ekonomi
Total)
Nilai pemanfaatan keseluruhan
dijumlahkan sehingga diperoleh hasil nilai
total ekonomi.
Gambar 12. Nilai Total Ekonomi Desa
Pengudang
Hasil penelitian menunjukkan Nilai
Ekonomi Total (NET) sebesar Rp
6,434,202,861,-/tahun. Persentase tertinggi
yaitu nilai manfaat tidak langsung (indirect
value) sebesar 53.81%. Hal ini dikarenakan
fungsi ekositem padang lamun sangat penting
yaitu tempat pemijahan, pengasuhan, mencari
makan dan juga tempat bermain beragam biota
perairan. Sebagaimana sesuai dengan surat
keputusan Bupati Bintan tahun 2010, bahwa
Desa Pengudang adalah salah satu Desa yang
dijadikan kawasan konservasi padang lamun
dimana kawasan ini merupakan kawasan yang
telah diatur peruntukkannya.
Dilakukan perbandingan hasil
penelitian Agustina (2014) nilai ekonomi total
Desa Berakit sebesar Rp 6,486,049,675,-
/tahun sedangkan nilai ekonomi total Desa
Pengudang sebesar Rp 6,434,202,861,-/tahun.
Diperoleh selisih nilai ekonomi total hanya
sebesar Rp 51,846,813.84,-/tahun. Akan tetapi
jika dihitung dari nilai sumberdaya ekosistem
padang lamun Desa Pengudang didapat senilai
Rp 8,956,669.76,-/ha/tahun dengan luasan
padang lamun 718.37ha. Nilai sumberdaya
ekosistem padang lamun Desa Berakit didapat
sebesar Rp 6,734,554.74,-/ha/tahun dengan
memiliki luasan padang lamun 963.1 ha.
Sedangkan nilai WTA dan WTP,
dipengaruhi dari jumlah RTP. Diketahui
bahwa jumlah RTP Desa Pengudang sebanyak
191 orang sedangkan di Desa Berakit 377
orang. Karena nilai WTP dan WTA akan
semakin besar jika semakin banyak RTP di
begitu juga sebaliknya, jika dilihat nilai (WTP)
atau kesediaan membayar masyarakat nelayan
terhadap tingkat kepedulian atas sumberdaya
yang ada. Apabila diperoleh nilai RTP masih
kecil, hal ini menunjukkan bahwa masih
rendahnya kesadaran masyarakat mengenai
pentingnya fungsi ekosistem padang lamun.
Meskipun terdapat perbedaan luasan padang
lamun serta RTP yang sedikit, Desa
Pengudang bisa dikatakan lebih unggul.
Alasannya, dengan memiliki luasan padang
lamun yang lebih kecil serta RTP jauh lebih
sedikit dari Desa Berakit, Desa Pengudang
hampir bisa menyamai nilai ekonomi total
Desa Berakit.
38.95%
53.81%
2.16%
1.18%
3.90% Total Economic Value
Manfaat
LangsungManfaat Tidak
LangsungManfaat Pilihan
Manfaat
KeberadaanManfaat Warisan
13
V. PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian struktur
komunitas dan valuasi ekonomi ekosistem
padang lamun di Desa Pengudang dapat
disimpulkan bahwa :
1. Struktur komunitas lamun berdasarkan data
identifikasi jenis dijumpai 8 jenis lamun
yang ada di perairan tersebut yaitu H.
uninervis, H. pinifolia, C. rotundata, C.
serrulata,S.isoetifolium,E.acoroide, H.
ovalis dan T. hemprichii. Kerapatan jenis
masing-masing st 1,2 dan 3 mengalami
perbedaan yang jauh dengan nilai st 1
sebesar 274 ind/m2, nilai st 2 sebesar 398
ind/m2, dan nilai st 3 sebesar 529 ind/m
2.
Persentase tutupan lamun tertinggi pada st
3 senilai 40.61%, st 2 senilai 30.63%.
Sedangkan terendah senilai 28.52%.
Adapun indeks keanekaragaman (H’)
lamun berada pada kondisi H<3, artinya
keanekaragaman lamun Desa Pengudang
dalam kondisi sedang. Indeks dominansi
(D) pada st 1 dan 3 didominansi lamun
jenis S. isoetifolium, st 2 jenis yang
mendominansi T. hemprichii.
2. Valuasi ekonomi ekosistem padang lamun
di Desa Pengudang telah didapat nilai
ekonomi total yakni sebesar Rp
6,434,202,861,-/tahun dengan nilai
manfaat langsung Rp 2,506,302,000,-
/tahun atau (38,95%), nilai manfaat tidak
langsung Rp 3,462,309,091,-/tahun atau
(53,81%), nilai manfaat pilihan sebesar Rp
138,735,206.25,-/tahun atau (2,16%), dan
nilai manfaat keberadaan Rp 76,226,364,-
/tahun atau (1,18%) sedangkan nilai
manfaat warisan sebesar Rp 250,630,200,-
/tahun atau (3,90%).
Saran dari penelitian ini adalah setelah
nilai ekonomi total didapat dari sumberdaya
ekosistem padang lamun di Desa Pengudang
diharapkan akan tercipta pemanfaatan
sumberdaya yang lebih efisien lagi. Hal ini
dikarenakan, ekosistem padang lamun
memiliki manfaat dan fungsi yang sangat
penting baik sumberdaya ekonomi maupun
sumberdaya ekologi. Demi kelangsungan
hidup masyarakat nelayan diharapkan adanya
kesadaran masyarakat yang lebih tinggi untuk
menjaga dan melestarikan kawasan padang
lamun agar sesuai fungsinya yakni sebagai
kawasan konservasi perairan daerah di wilayah
Desa Pengudang. Perlu adanya penelitian lebih
lanjut mengenai potensi wisata alam yang ada
Desa Pengudang.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih penulis ucapkan kepada
semua pihak yang telah sudi memberi bantuan,
dukungan, saran, doa dan bimbingan kepada
penulis yakni dosen pembimbing I Ir. Linda
Waty Zen, M.Sc dan Dr. Febrianti Lestari,
M.Si. serta keluarga tercinta dan teman-teman
seperjuangan.
14
VI. DAFTAR PUSTAKA
Agustina, L. 2014. Struktus Komunitas dan
Valuasi Ekonomi Ekosistem Padang
Lamun Di Perairan Kawasan
Konservasi Laut Daerah Desa
Berakit Bintan. Skripsi. UMRAH.
Tanjungpinang.
Fachrul, F.M. (2007). Metode sampling
bioekologi. Bumi aksara. Jakarta.
Fauzi,akhmad,2006. Ekonomi sumberdaya
alam. PT. Gramedia pustaka. Utama,
Jakarta.
Irmadi, Nahib 2004. Neraca dan valuasi
ekonomi sumberdaya hutan
mangrove.
http://perpustakaan.big.go.id/lib/carip
ustaka.php?kategori=4&jenis=11&ka
ta kunci=irmadi%20Nahib/ diakses
08 november 2014.
Marhayana, 2012. Manfaat Ekonomi
Ekosistem Mangrove Di Taman
Wisata Perairan Padaido Kabupaten
Biaknumfor,Papua. Skripsi. Unhas
makassar.
Menteri Negara lingkungan hidup. 2004.
Keputusan menteri Negara
lingkungan hidup no 200 tahun 2004
tentang kriteria baku kerusakan dan
pedoman penentuan status padang
lamun.
Kordi, K.M. Ghufran, 2011. Ekosistem lamun
(seagrass). PT: Rineka cipta. Jakarta
Kurnia, Windiyati, 2010. Struktur
Komunitas Lamun(Seagrass) di
Perairan Lamun Pantai Pulau Bintan
Provinsi Kepulauan Riau. SKRIPSI.
UNRI. PEKANBARU.
Kurnia, Windiyati, 2010. Struktur Komunitas
Lamun(Seagrass) di Perairan Lamun
Pantai Pulau Bintan Provinsi
Kepulauan Riau. SKRIPSI. UNRI.
PEKANBARU.
Nontji. A. 2010. Pengelolaan padang lamun
pembelajaran di proyek
trismades.www.sidik.litbang.kkp.go.i
d. // diakses 04 september 2014.
Profil monografi Desa Pengudang tahun 2013
dan 2014
Sakaruddin, M. I. 2011. Komposisi jenis,
kerapatan, persentase tutupan dan
luasan penutupan lamun diperairan
pulau panjang tahun 1990-2010.
Skripsi. IPB. Bogor.
Supriharyono. 2009. Konservasi ekosistem
sumberdaya hayati. Pustaka pelajar.
Yogyakarta.
Widiastuti, A. 2011. Kajian nilai ekonomi
produk dan jasa ekosistem lamun
sebagai pertimbangan dalam
pengelolaannya. Tesis:Universitas
Indonesia