studi efek heel pada film radiografi -...
TRANSCRIPT
Skripsi Fisika Medik
STUDI EFEK HEEL PADA FILM RADIOGRAFI
Oleh :
ALFIATI
H21110602
KONSENTRASI FISIKA MEDIK JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
STUDI EFEK HEEL PADA FILM RADIOGRAFI
Skripsi untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat
untuk mencapai gelar sarjana
OLEH :
A L F I A T I
H211 10 602
KONSENTRASI FISIKA MEDIK JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
STUDI EFEK HEEL PADA FILM RADIOGRAFI
Oleh :
A L F I A T I
H211 10 602
Disetujui Oleh :
Pembimbing Utama
Dr. Dahlang Tahir, M.Si
NIP. 19750907 200003 1 001
Pembimbing Pertama
Sri Dewi Astuty Ilyas, S.Si, M.Si
NIP. 19750513 199903 2 001
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang, Studi Efek Heel Pada Film Radiografi,
dengan tujuan menentukan kontras film pada perbedaan posisi peletakan obyek
terhadap tabung pesawat sinar-X serta menentukan distribusi efek heel terhadap
densitas radiografi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata – rata nilai densitas yang paling
tinggi adalah kea rah katoda sebab distribusi intensitas radiasi lebih besar ke arah
katoda dari pada ke arah anoda sehingga penempatan posisi tabung pesawat sinar-
X yang tepat dapat meningkatkan densitas dan kontras film.
Kata Kunci : Efek Heel, Densitas, Kontras, Anoda, Katoda
ABSTRACT
The research on study of determining distribution of the Heel Effect on
Radiographic film, the aim is to determine the film contrast at the difference
position of an object on x-tube and also to determine distribution of heel effect ton
radiographic density.
The results of this study indicate that the average value of the hinghest
density is in the cathode because distribution radiation intensity is greater to the
cathode than to anode so that the right position ofvthe x-ray tube devices can
increase the density and contrast of the film.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Shalawat serta salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW
beserta seluruh keluarga dan sahabatnya yang selalu membantu perjuangan
beliau dalam menegakkan dinullah di muka bumi ini.
Penyusunan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk mencapai
gelar sarjana di Jurusan Konsentrasi Fisika Medik, Program Studi Fisika,
FMIPA Universitas Hasanuddin. Dalam penulisan skripsi ini, tentunya
banyak pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil,
untuk itu saya ucapkan terima kasih khususnya keluarga penulis. Penulis
juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tiada hingganya
kepada :
1. Bapak Dr. Dahlang Tahir, M.Si dan Ibu Sri Dewi Astuty Ilyas, S.Si,
M.Si selaku pembimbing dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Prof. Dr. H. Halmar Halide, M.Sc, selaku ketua jurusan fisika.
3. Ibu Dra.Nurlaela Rauf, M.Sc, Bapak Prof.DR.rer.nat Wira Bahari
Nurdin dan Bapak Dr. Tasrief Surungan, selaku dosen dan penguji
skripsi.
4. Bapak dan ibu dosen serta seluruh staf akademik jurusan fisika.
5. Rekan-rekan fisika medik angkatan V 2010.
6. Sdr. Mulyadin, S.Si, sdr. Muh. Qadri, SKM dan sdr(i) Jumriah, S.Si
Serta Seluruh staf BPFK Makassar.
7. Rekan-rekan kerja di RSUD H. Padjonga Dg. Nagalle Takalar.
8. Terkhusus kepada Ibunda dan suami serta anak – anak tercinta
(Sakti, Aim dan Fakhira) yang telah memberikan dukungan dan
motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka
saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan demi
penyempurnaan selanjutnya. Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita kembalikan
semua urusan dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak,
khususnya bagi penulis dan para pembaca pada umumnya, semoga Allah SWT
meridhoi dan dicatat sebagai ibadah disisi-Nya, amin.
Makassar, Mei 2013
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………… i
ABSTRAK …………………………………………………………………….. . ii
ABSTRACT ……………………………………………………………….….....iii
KATA PENGANTAR ……………………….. ……………………………….. iv
DAFTAR ISI …………………………………………………………………... vi
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………….. viii
DAFTAR TABEL……………………………………………………………... x
BAB 1 PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang………………………………………………..……. 1
I.2. Ruang Lingkup ……………………………………………..……… 2
I.3. Tujuan Penelitian…………………………………………..……….. 2
BAB II DASAR TEORI
II.1 Proses Terjadinyan Sinar-X…………………………………….... 3
II.2 Sifat – sifat Sinar – X……………………………………………. 6
II.3 Tabung Sinar-X ………………………………………………… 7
II.4 Intensitas Sinar-X ………………………………………………. 9
II.5 Pengaruh Attenuasi Terhadap Radiograf ………………………. 9
II.6 Kemiringan Anoda…………………………………………….... 10
II.7 Efek Heel…………………………………………………………11
BAB III METODE PENELITIAN
III.1 Waktu dan Tempat Penelitian ……… …………………………. 16
III.2 Alat dan Bahan……………………………….…………………..16
III.3 Prosedur Penelitian ……………………………………………... 17
III.4 Alur Penelitian …………………………………………………. 24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Pengukuran Densitas Film Radiografi 25
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan ……………………………………………… …… 42
V.2 Saran- saran …………………………………………………… 43
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Gambar II.1. Proses terjadinya sinar – X Bremstrahlung …………………... 4
2. Gambar II.2. Proses terjadinya sinar – X Karakteristik …………………….. 5
3. Gambar II.3. Diagram Tabung Roentgen …………………………………... 8
4. Gambar II.4. Distribusi intensitas radiasi …………………………………... 9
5. Gambar II.5. Distribusi sinar-X akibat efek absorbsi ……… ……………... 10
6. Gambar II.6. Distribusi sinar-X akibat efek jarak ……… ………………… 11
7. Gambar II.7. Ilustrasi proyaksi fokal spot …….…………………………... 12
8. Gambar III.1a Posisi obyek tebal searah denga anoda… …..…………….. 19
9. Gambar III.1b Posisi obyek tebal searah dengan katoda …………... …….. 19
10. Gambar III.2 Posisi katoda anoda melintang terhadap obyek ……………. 20
11. Gambar III.3 Posisi anoda katoda sejajar obyek ………………………….. 21
12. Gambar III.4 Posisi katoda anoda melintang terhadap obyek……….…….. 22
13. Gambar III.5 Posisi anoda katoda sejajar dengan film ……………………. 22
14. Gambar III.6 Posisi katoda anoda melintang terhadap film ……………… 23
15. Gambar IV.1 Grafik hubungan step wedge dan nilai densitas untuk obyek
tebal searah ………………………………………………………………… 28
16. Gambar IV.2 Grafik hubungan step wedge dan nilai densitas unrtuk obyek
tebal searah katoda ………………………………………………………… 29
17. Gambar IV .3 Grafik hubungan step wedge dan nilai densitas unrtuk obyek
melintang terhadap tabung sinar-X ……………………………………….. 30
18. Gambar IV.4 Grafik hubungan step wedge dan nilai densitas untuk obyek
sejajar dengan tabung sinar-X …………………………………………….. 33
19. Gambar IV.5 Grafik hubungan step wedge dan nilai densitas unrtuk obyek
melintang terhadap tabung sinar-X ……………………………………..… 33
20. Gambar IV.6. Metode Pembagian Sel Dalam Pengukuran Nilai Densitas
Pada Film Radiografi ……………………………………………………... 34
21. Gambar IV.7. Titik – titik pengukuran pada sel yang telah ditentukan sesuai
gambar IV.6 ………………………………………………………………. 35
22. Gambar IV.8. Grafik hubungan step wedge dan nilai densitas unrtuk
obyek / film sejajar dengan tabung sinar-X ………..…………………….. 37
23. Gambar IV.7 Grafik hubungan step wedge dan nilai densitas unrtuk
obyek / film melintang terhadap tabung sinar-X ……………………….. 38
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Tabel 4.1 Nilai densitas untuk obyek yang mempunyai ketebalan yang
berbeda ………………………………..……………………………………. 26
2. Tabel IV.2 Nilai densitas untuk obyek yang mempunyai ketebalan yang
sama ………………………………………………………………………… 31
3. TabelIV4.3 Nilai densitas untuk obyek yang menggunakan film ………... 35
4. Tabel IV.4 Selisih nilai densitas untuk obyek sejajar dengan tabun
sinar-X ……………………………………………………………………... 39
5. Tabel IV.5 Selisih nilai densitas untuk obyek sejajar dengan tabung
sinar-X ............................................................................................................ 40
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang.
Sejak ditemukannya sinar X oleh Wilhem Conrad Rontgen pada tahun 1895,
dunia kedokteran mengalami perubahan yang sangat besar. Berbagai penyakit
yang semula hanya dapat diamati dari gejala – gejalanya saja kemudian dapat
diamati langsung secara fisik dengan bantuan sinar X. Di bidang kedokteran,
khususnya pada bidang radiologi pemanfaatan sinar X bertujuan untuk
mencitrakan organ tubuh dalam mendiagnosa suatu penyakit.
Sejalan dengan perkembangan teknologi kedokteran yang semakin maju, serta
semakin banyaknya pelayanan yang harus diberikan baik dari segi kualitas
maupun dari segi kuantitas, maka dalam bidang radiologi juga dituntut suatu
penerapan ilmu pengetahuan yang praktis yang bukan hanya berisi teori – teori
sebagai perwujudan nyata dari keberadaan ilmu tersebut.
Untuk menghasilkan citra radiodiagnostik yang optimal, maka diperlukan
teknik pencitraan yang tepat, sehingga radiograf yang dihasilkan dapat
memberikan informasi yang akurat. Untuk mendapatkan kualitas radiograf
tersebut memerlukan perangkat pendukung yang baik meliputi posisi pasien,
faktor eksposi, proses pencucian dan karakteristik tabung sinar X yang digunakan.
Salah satu karakteristik tabung sinar X yang digunakan adalah kemiringan anoda
yang dirancang untuk mengarahkan berkas sinar-X, tetapi kemiringan anoda akan
mengakibatkan fluktuasi paparan intensitas sinar-X. Penyebaran intensitas sinar-X
yang tidak merata akan berpengaruh pada kualitas radiograf yang dihasilkan, hal
ini menimbulkan kerugian karena terjadi fluktuasi densitas pada radiograf meski
obyek mempunyai ketebalan yang sama. Hal tersebut dinamakan efek heel.
Seiring dengan itu pula sering di jumpai dalam praktek sehari – hari, berdasarkan
pengalaman yang penulis dapatkan sering dilakukan pemeriksaan tanpa
memperhatikan letak pengaturan tabung rontgen dalam hal ini penempatan anoda
katoda dalam usaha mendapatkan densitas radiograf yang merata.
I.2. Ruang Lingkup.
Penelitian ini dibatasi pada pengamatan pengaruh efek heel terhadap densitas
film radiografi akibat posisi diastribusi intensitas radiasi dari arah anoda dan
katoda. Metode penelitian yang digunakan adalah membandingkan distribusi
densitas pada peletakan posisi anoda dan katoda yang berbeda.
I.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menentukan kontras film pada perbedaan posisi peletakan obyek terhadap
tabung pesawat sinar-X.
2. Menentukan efek heel terhadap densitas film radiograf.
BAB II
DASAR TEORI
II.1. Proses Terjadinya Sinar-X
Sinar -X adalah gelombang elektromagnetik yang mempunyai panjang
gelombang 0,01 – 10A°. Dengan panjang gelombang yang pendek ini
mengakibatkan sinar-X mampu menembus materi yang dilaluinya. Sinar-X dapat
terjadi jika suatu elektron dipercepat melalui suatu beda potensial dalam tabung
sinar-X kemudian membentur sasaran. Ketika membentur sasaran tersebut,
elektron diperlambat sehingga terjadi bremstrahlung yang meradiasikan sinar-X
dengan energi :
E = ��
� (2.1)
Dengan E adalah energi, h adalah ketetapan planck, c adalah laju cahaya dan λ
adalah panjang gelombang.
Apabila filamen diberi daya listrik hingga mencapai panas lebih dari 2000º
celcius maka filamen akan berpijar. Elektron akan terlepas dari atom – atom
filamen sehingga membentuk awan elektron. Produksi elektron akan terjadi bila
antara anoda dan katoda diberikan beda potensial yang tinggi sehingga elektron
dalam filamen akan bergerak dan dipercepat menuju anoda dengan kecepatan
yang sangat tinggi. Elektron yang dipercepat ini akan dipusatkan menuju bidang
permukaan anoda dan menumbuk target sehingga energi gerak elektron berubah
menjadi sinar-X dan panas dengan perbandingan 1% : 99% (Hoxter,1973)
Ada dua tipe kejadian yang terjadi di dalam proses menghasilkan foton sinar-
X yaitu, sinar-X Bremstrahlung dan sinar-X Karakteristik. Dimana interaksi itu
terjadi saat elektron proyektil menumbuk target ( Carlton ,1992:165 )
Sinar-X Bremstrahlung
Sinar-X bremstrahlung terjadi ketika elektron dengan energi kinetik yang
terjadi berinteraksi dengan medan energi pada inti atom. Karena inti atom ini
mempunyai energi positif dan elektron mempunyai energi negatif, maka terjadi
hubungan tarik menarik antara inti atom dengan elektron. Proses terjadinya sinar-
X bremsrtahlung dapat dilihat pada gambar II.1
Gambar II.1. Proses terjadinya sinar-X Bremstrahlung
Ketika elektron ini cukup dekat dengan inti atom dan inti atom mempunyai
medan energi yang cukup besar untuk ditembus oleh elektron proyektil, maka
medan energi pada inti atom ini akan melambatkan gerak dari elektron proyektil.
Melambatnya gerak dari elektron proyektil ini akan mengakibatkan elektron
proyektil kehilangan energi dan berubah arah. Energi yang hilang dari elektron
proyektil ini dikenal dengan photon sinar – X bremstrahlung.
Sinar-X Karakteristik
Sinar-X karakteristik terjadi ketika elektron proyektil dengan energi kinetik
yang tinggi berinterkasi dengan elektron dari tiap-tiap kulit atom. Elektron
proyektil ini harus mempunyai energi kinetik yang cukup tinggi untuk melepaskan
elektron pada kulit atom tertentu dari orbitnya. Saat elektron dari kulit atom ini
terlepas dari orbitnya maka akan terjadi transisi dari orbit luar ke orbit yang lebih
dalam. Proses terjadinya sinar-X karakteristik ini dapat dilihat pada gambar II.2.
Gambar II.2. Proses terjadinya sinar-X Karakteristik
Energi yang dilepaskan saat terjadi transisi ini dikenal dengan photon sinar-X
karakteristik. Energi photon sinar-X karakteristik ini bergantung pada besarnya
energi elektron proyektil yang digunakan untuk melepaskan elektron dari kulit
atom tertentu dan bergantung pada selisih energi ikat dari elektron transisi dengan
energi ikat elektron yang terlepas tersebut. (gudangmateri.com]
II.2. Sifat – Sifat Sinar-X
Bidang radiodiagnostik secara khusus memanfaatkan sinar-X untuk
mendiagnosa suatu penyakit. Pemanfaatan ini didasarkan atas sifat – sifat yang
dimiliki yaitu dapat menembus bahan, mengalami attenuasi (perlemahan) setelah
menembus bahan, menimbulkan radiasi sekunder pada semua bahan yang
ditembusnya dan menghitamkan emulsi film (Sjahriar, 1998)
Sinar-X dapat menembus bahan yang, yang besarnya tergantung dari
besarnya energi sinar-X.Makin tinggi tegangan tabung, semakin besar daya
tembus sinar-X.Sinar-X mengalami atenuasi setelah menembus bahan.Atenuasi
adalah berkurangnya jumlah intensitas radiasi yang disebabkan oleh kerapatan,
ketebalan dan nomor atom bahan yang dilalui. Adanya atenuasi sinar-X yang
berbeda pada masing – masing organ akan menimbulkan perbedaan kehitaman
pada film yang dikenal dengan kontras radiografi.
Sinar-X dapat menimbulkan radiasi sekunder pada semua bahan yang
dilaluinya.Sinar-X dapat menghitamkan emulsi film. Dengan menggunakan bahan
perekam yang terbuat dari emulsi film, maka dapat diperoleh gambaran perbedaan
kehitaman ( kopntras ) yang berbeda sebagai akibat organ yang mempunyai
kerapatan atom yang berbeda. Inilah yang digunakan dalam dunia kedokteran
untuk menegakkan diagnosa suatu penyakit (Hoxter,1973)
II.3. Tabung Sinar-X
Untuk pembuatan sinar –X diperlukan sebuah tabung rontgen hampa udara di
mana terdapat elektron – elektron yang diarahkan dengan kecepatan tinggi pada
suatu sasaran ( target ). Dari proses tersebut di atas terjadi suatu keadaan dimana
energi elektron sebagian besar diubah menjadi panas ( 99% ) dan sebagian kecil
(1%) dirubah menjadi sinar-X. Suatu pesawat sinar rontgen mempunyai beberapa
persyaratan yaitu : mempunyai sumber elektron, gaya yang mempercepat gerakan
elektron, lintasan elektron yang bebas dalam ruang hampa udara, alat pemusat
berkas elektron ( focusing cup ) dan penghenti gerakan elektron.
1). Sumber elektron.
Sumber elektron adalah kawat fijar atau filamen ( katoda ) di dalam tabung
sinar rontgen. Pemenasan filamen dilakukan dengan suatu transformator
khusus.
2). Gaya yang mempercepat gerakan elektron.
Gaya tersebut tergantung pada tegangan yang dipasang pada tabung rontgen.
3). Lintasan bebas untuk elektron – elektron.
Lintasan yang berguna untuk mempercepat elektron yang berupa ruangan
yang praktis hampa udara ( kira – kira 10�� sampai 10� mm Hg ) antara
katoda dan anoda.
4). Alat pemusat berkas elektron.
Alat pemusat elektron ini menyebabkan elektron – elektron, tetapi terarah ke
bidang focus.
5). Benda penghenti ele
Benda penghenti elektron ini berupa keeping wolfram yang ditanamkan di
dalam tembaga pada tabung rontgen anoda diam dan piring wolfram
campuran alloy wolfram /rhenium pada tabung biangulix
molybdenum pada tabung rontgen anoda
terdapat rotor motor listrik. Wolfram adalah bahan focus yang mempunyai
titik lebur yang sangat tinggi yaitu mencapai 3400ºC dan mempunyai nomor
atom 74 (Sjahriar, 1998)
mencapai 3000 rpm ( revolution per minute ) atau lebih.
Diagram tabung sinar
1. Katoda 6. Selubung dari kaca keras
2. Filamen
3. Bidang focus 8. Diafragma primer
4. Keping wolfram
5. Ruang hampa
Gambar II
5). Benda penghenti elektron.
Benda penghenti elektron ini berupa keeping wolfram yang ditanamkan di
dalam tembaga pada tabung rontgen anoda diam dan piring wolfram
campuran alloy wolfram /rhenium pada tabung biangulix-rapid di atas tangkai
ada tabung rontgen anoda putar.Pada ujung tangkai ini
terdapat rotor motor listrik. Wolfram adalah bahan focus yang mempunyai
titik lebur yang sangat tinggi yaitu mencapai 3400ºC dan mempunyai nomor
(Sjahriar, 1998). Anoda putar ini berputar dengan kecepatan
rpm ( revolution per minute ) atau lebih.
Diagram tabung sinar-X dapat dilihat pada gambar II.3 di bawah ini
1. Katoda 6. Selubung dari kaca keras
2. Filamen 7. Anoda
3. Bidang focus 8. Diafragma primer
m 9. Berkas kerucut sinar guna (diarsir)
5. Ruang hampa
r II.3 Diagram tabung rontgen (Hoxter,1973)
Benda penghenti elektron ini berupa keeping wolfram yang ditanamkan di
dalam tembaga pada tabung rontgen anoda diam dan piring wolfram
rapid di atas tangkai
Pada ujung tangkai ini
terdapat rotor motor listrik. Wolfram adalah bahan focus yang mempunyai
titik lebur yang sangat tinggi yaitu mencapai 3400ºC dan mempunyai nomor
. Anoda putar ini berputar dengan kecepatan
rpm ( revolution per minute ) atau lebih.
di bawah ini
1. Katoda 6. Selubung dari kaca keras
9. Berkas kerucut sinar guna (diarsir)
oxter,1973)
II.4. Intensitas Sinar-X.
Intensitas sinar-X dapat diartikan sebagai besarnya energi sinar-X yang
mengalir melalui penampang seluas 1 cm² persatuan waktu.Intensitas sinar-X
dipengaruhi oleh tegangan tabung dan kuat arus tabung. Tegangan tabung
merupakan beda potensial antara katoda dan anoda di dalam tabung yang
diperlukan untuk memindahkan satu satuan muatan, yaitu untuk menarik elektron
dari filamen ke permukaan target yang tertanam dalam anoda. Intersitas sinar-X
kira – kira sebanding dengan kuadrat beda potensial, sehingga bila beda potensial
dinaikkan dua kali lipat, maka intensitas sinar-X akan bertambah empat kali lebih
banyak intensitas sinar-X sebelumnya. Semakin tinggi tegangan tabung yang
digunakan maka sinar-X yang dihasilkan akan mempunyai panjang gelombang
yang semakin pendek sehingga sinar-X tersebut mempunyai daya tembus yang
lebih besar. Penambahan tegangan tabung juga akan menambah jumlah pancaran
radiasi dari target atau meningkatkan intensitas radiasi dari target atau
meningkatkan intensitas radiasi yang dipancarkan. Kuat arus tabung
(milliampere) didefenisikan sebagai muatan listrik yang mengalir persatuan waktu
melalui penampang.Pada tabung sinar-X kuat arus merupakan arus yang mengalir
dari anoda ke katoda, arus ini menyatakan jumlah elektron.
II. 5. Pengaruh Attenuasi Terhadap Radiograf.
Attenuasi adalah berkurangnya intensitas radiasi sinar-X setelah menembus
bahan. Jika radiasi sinar –X menembus medium maka hubungan antara intensitas
sinar-X yang datang dengan intensitas sinar yang diteruskan yaitu
� = �e-µx
Dengan � adalah intensitas setelah menembus medium ( watt/m² ), � adalah
intensitas mula – mula ( watt/m² ), µ adalah koefisien attenuasi medium ( m¹) dan
x adalah ketebalan medium.
Intensitas radiasi sinar-X tergantung pada kuantitas ( jumlah foton ) dan
kualitas ( daya tembus / energi ) sinar-X. Pada radiasi monokromatik kualitas
sinar-X tidak berubah setelah menembus obyek sedangkan kuantitasnya akan
berkurang. Proses ini terjadi akibat interaksi foton sinar-X dan obyek yang berupa
efek fotolistrik dan efek Compton.
II. 6. Kemiringan Anoda
Kemiringan anoda biasanya berkisar antara 7º sampai 20º, dan dengan
adanya perbedaan sudut dari anoda ini akan mengakibatkan :
a. Semakin besar sudut anoda akan mengakibatkan semakin besarnya luas
lapangan yang terjadi. Semakin kecil sudut anoda akan semakin kecil luas
lapangan yang terjadi pada FFD yang sama.
b. Semakin besar sudut anoda semakin besar effektif focus yang dihasilkan.
Semakin kecil sudut anoda semakin kecil effektif focus yang dihasilkan.
c. Dengan adanya kemiringan dari anoda tersebut akan menghasilkan
perbedaan intensitas radiasi sepanjang garis pusat yang disebut Efek Heel.
(2.2)
II.7. Efek Heel.
Efek heel didefenisikan sebagai bentuk penyebaran intensitas sinar-X yang
tidak merata dari sisi anoda ke sisi katoda yang disebabkan oleh kemiringan
permukaan anoda.Hal ini menyebabkan intensitas sinar-X yang menujun kearah
anoda lebih sedikit dibandingkan dengan intensitas sinar-X yang menuju kearah
katoda. Ini dapat dilihat pada gambar II. 4
Heel
CR
a (Anoda) b c (Katoda)
75% 80% 90% 100% 105% 110% 120%
Gambar II.4. Distribusi intensitas radiasi
Ada beberapa sebab mengapa intensitas radiasi tidak sama sepanjang garis pusat
antara lain :
- Titik a dan c terletak lebih jauh dari target ( sasaran ) dibanding titik b,
sehingga intensitasnya lebih kecil pada titik a dan c.
- Radiasi yang melalui titik seperti a dan c telah melalui penyerapan
yang berbeda – beda seperti penyerapan oleh dinding tabung rontgen,
minyak isolasi, filter dan lain – lain pada saat terjadi sinar-X, hal ini
akan menyebabkan penurunan intensitas radiasi pada daerah yang
lebih jauh dari pusat sinar.
- Sinar-X tidak diemisikan kesegala arah dari target, tapi intensitasnya
agak diarahkan ke titik a(anoda) dan cenderung lebih besar diarahkan
kearah titik c (katoda) dan lebih besar lagi kearah titik b.
- Sinar-X yang diemisikan kearah antara a dan b cenderung akan lebih
diserap oleh target daripada yang diemisikan kearah c dan b, yang
menyebabkan intensitas pada titik a akan menjadi lebih berkurang
dibanding dengan titik b dan c.
Sedangkan efek heel dipengaruhi oleh 3 buah faktor yaitu : efek absorbsi, faktor
jarak dan efek focal spot.
a). Efek Absorbsi.
Faktor absorbsi ini terjadi setelah elektron menumbuk target sebagian
akan diserap oleh target dan sebagian lagi akan dihamburkan sehingga
menghasilkan intensitas sinar-X yang berbeda.
Ilustrasi ini dapat dilihat p
Gambar II.5. D
Pada gambar II.5
arah yang mendekati atau tegak lurus permukaan anoda akan sedikit atau
tidak mengalami perlemahan. Sedangkan sinar
dengan arah yang mendekat
akan mengalami penyerapan lebih besar atau terserap sama sekali oleh bahan
anoda seluruhnya. Dari peristiwa
menuju kearah katoda akan mempunyai intensitas yang lebih be
banding intensitas sinar
Ilustrasi ini dapat dilihat pada gambar II. 5
X(m)
Distribusi sinar-X akibat efek absorbsi (Meredith,1977)
II.5 menunjukkan sinar-X yang menuju titik c ( R3 ) dengan
arah yang mendekati atau tegak lurus permukaan anoda akan sedikit atau
tidak mengalami perlemahan. Sedangkan sinar-X yang menuju titik a ( R1 )
dengan arah yang mendekati atau sejajar dengan bidang kemiringan anoda
akan mengalami penyerapan lebih besar atau terserap sama sekali oleh bahan
anoda seluruhnya. Dari peristiwa tersebut maka intensitas sinar
menuju kearah katoda akan mempunyai intensitas yang lebih be
banding intensitas sinar-X yang menuju kearah anoda.
(Meredith,1977)
X yang menuju titik c ( R3 ) dengan
arah yang mendekati atau tegak lurus permukaan anoda akan sedikit atau
X yang menuju titik a ( R1 )
i atau sejajar dengan bidang kemiringan anoda
akan mengalami penyerapan lebih besar atau terserap sama sekali oleh bahan
tersebut maka intensitas sinar-X yang
menuju kearah katoda akan mempunyai intensitas yang lebih besar di
b). Faktor jarak.
Jarak fokus dengan film dan posisi film yang mendatar, akan
menyebabkan efek perlemahan sinar
Ilustrasi ini dapat dilihat pada gambar
Gambar II.6. D
Pada gambar
berjalan miring
(R2). Sesuai dengan hu
berkurang bila menjauhi fokus. Hasilnya pengurangan intensitas di titik a dan
c lebih banyak dari pada di titik b.
fokus dengan film dan posisi film yang mendatar, akan
menyebabkan efek perlemahan sinar –X yang tidak merata.
Ilustrasi ini dapat dilihat pada gambar II. 6.
X(m)
. Distribusi sinar-X akibat efek jarak (Meredith,1977)
ambar II.6 menunjukkan bahwa radiasi di titik a (R1) dan c (R3)
berjalan miring sehingga jaraknya lebih jauh dibanding yang me
Sesuai dengan hukum kuadrat terbalik bahwa intensitas sinar
berkurang bila menjauhi fokus. Hasilnya pengurangan intensitas di titik a dan
c lebih banyak dari pada di titik b.
fokus dengan film dan posisi film yang mendatar, akan
X(m)
(Meredith,1977)
radiasi di titik a (R1) dan c (R3)
banding yang menuju ke b
terbalik bahwa intensitas sinar-X akan
berkurang bila menjauhi fokus. Hasilnya pengurangan intensitas di titik a dan
c). Efek Focal Spot.
Sudut kemiringan anoda menyebabkan proyeksi
beda. Ilustrasi ini dapat dilihat pada gambar
Gambar II
Pada gambar
berbagai sudut yang diproyeksikan dari target. Proyeksi fokal spot yang
mendekati atau tegak lurus permukaan target paling besar (4) . Proyeksi focal
spot dibelakangnya (3) akan lebih kecil. Proyeksi focal spot di sumbu s
akan lebih kecil dibanding di (3) dan proyeksi focal spot yang paling kecil ada
di (1). Proyeksi focal spot yang besar menyebabkan intensitas sinar
besar.Hasilnya proyeksi focal spot yang mendekati atau tegak lurus
permukaan target (4) i
Focal Spot.
Sudut kemiringan anoda menyebabkan proyeksi focal spot yang berbeda
beda. Ilustrasi ini dapat dilihat pada gambar II.7 berikut:
Gambar II.7. Ilustrasi proyeksi fokal spot
ambar II.7. menunjukkan ukuran proyeksi focal spot dengan
berbagai sudut yang diproyeksikan dari target. Proyeksi fokal spot yang
mendekati atau tegak lurus permukaan target paling besar (4) . Proyeksi focal
spot dibelakangnya (3) akan lebih kecil. Proyeksi focal spot di sumbu s
akan lebih kecil dibanding di (3) dan proyeksi focal spot yang paling kecil ada
di (1). Proyeksi focal spot yang besar menyebabkan intensitas sinar
besar.Hasilnya proyeksi focal spot yang mendekati atau tegak lurus
permukaan target (4) intensitasnya paling besar.
focal spot yang berbeda–
ukuran proyeksi focal spot dengan
berbagai sudut yang diproyeksikan dari target. Proyeksi fokal spot yang
mendekati atau tegak lurus permukaan target paling besar (4) . Proyeksi focal
spot dibelakangnya (3) akan lebih kecil. Proyeksi focal spot di sumbu sinar (2)
akan lebih kecil dibanding di (3) dan proyeksi focal spot yang paling kecil ada
di (1). Proyeksi focal spot yang besar menyebabkan intensitas sinar-X menjadi
besar.Hasilnya proyeksi focal spot yang mendekati atau tegak lurus
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan pada bulan oktober 2012 di bagian Radiologi RSUD
H. Padjonga Dg Ngalle Kab.Takalar.
III.2. Alat dan Bahan.
Alat dan bahan yang digunakan dalam melakukan penelitian ini terdiri dari :
1. Satu unit pesawat sinar-X
a. Pesawat sinar-X general purpose
Merk : HYUNDAI MEDICAL X-RAY
Model : HDMC-5125R
No Seri : 2k75017
b. Spesifikasi tabung sinar-X
Merk tabung : Tosiba Rotanode
Model : E7239X
No. Seri : 7A0359
Insert Model : E7239
Max Voltage : 129 kV
Focal Spot : 2,0 / 1,0mm
Permanent Filtration : 0,9 Al / 75
2. Kaset yang dilengkapi dengan Intensifying Screen
3. Film radiografi
4. Satu unit alat pencuci film otomatis
5. Densitometer digital
6. Obyek Penelitian berupa phantom
7. Stepwedge
III.3. Prosedur Penelitian
Penentuan distribusi efek heel dilakukan dengan menggunakan obyek yang
mempunyai ketebalan yang berbeda dan obyek yang mempunyai ketebalan yang
homogen. Pengujian ini dilakukan dengan posisi penempatan obyek terhadap
tabung pesawat sinar-X yang berbeda, meliputi 3 tahapan :
1. Obyek dengan ketebalan yang berbeda dengan posisi :
a. Posisi I : obyek tebal searah dengan anoda
b. Posisi II : obyek tebal searah dengan katoda
c. Posisi III : obyek melintang terhadap tabung sinar-X
2. Obyek dengan ketebalan yang sama dengan posisi :
a. Posisi I : obyek sejajar dengan anoda – katoda
b. Posisi II : Obyek melintang terhadap anoda – katoda
3. Obyek yang berupa film Rontgen
a. Posisi I : obyek / film sejajar dengan anoda – katoda
b. Posisi II ; obyek / film melintang terhadap anoda – katoda
Adapun prosedur yang dilakukan adalah :
1. Pengaturan terhadap setiap posisi yang telah ditentukan
2. Penyinaran terhadap setiap posisi yang telah ditentukan
3. Pencucian film dengan menggunakan Automatic Processing
4. Pengukuran densitas film radigrafi dengan menggunakan densitometer
5. Penetapan posisi yang optimal berdasarkan ketebalan obyek
6. Menentukan hubungan densitas film terhadap urutan stepwedge
Dalam penelitian ini tiap lembar foto yang dihasilkan dari tiap – tiap percobaan
menghasilkan satu deretan angka – angka yang menunjukkan nilai densitas
masing–masing step yang ada. Dengan demikian tiap deretan terdiri dari sebelas
angka pada bagian anoda dan sebelas angka pada bagian katoda.
Sedangkan cara pengukuran densitas yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Menentukan lokasi yang diukur.
Pada percobaan ini dilakukan mengukur densitas pada daerah step wedge
yang tergambar pada foto rontgen.
b. Alat.
Alat yang digunakan untuk mengukur densitas pada percobaan ini adalah
densitometer.
c. Cara pengukuran densitas.
Setelah gambaran step wedge yang akan diukur diletakkan di atas
densitometer, maka alat pada densitometer ditekan sehingga nantinya akan
keluar angka. Angka yang tertera pada densitometer tersebut bukan
merupakan hasil akhir densitas, karena harus dikurangi dengan fog level
yang terdapat pada film tersebut. Setelah dikurangi dengan fog level, maka
baru terdapat angka densitas yang sebenarnya.
Posisi – posisi yang dilakukan pada penelitian ini :
Percobaan I : Untuk obyek yang mempunyai ketebalan yang berbeda
Posisi I : Anoda (A) Katoda (K) sejajar dengan obyek
Tabung Sinar-X
Katoda (K) Anoda (A)
Berkas Sinar-X
(a)
Film
Obyek
(b) Film
Obyek
Gambar III. 1a. Obyek tebal searah dengan Anoda dan gambar III.
1b. Obyek tebal searah dengan Katoda (K) untuk obyek yang
mempunyai ketebalan yang berbeda
Posisi II : Obyek melintang terhadap tabung sinar - X
Anoda (A)
Tabung Sinar-X
Katoda (K)
Berkas sinar-X
Film
Obyek
Gambar III.2. Katoda – Anoda melintang terhadap obyek untuk obyek yang
mempunyai ketebalan yang berbeda
Percobaan II : Untuk obyek yang mempunyai ketebalan yang sama
Posisi I : Anoda (A) Katoda (K) sejajar dengan obyek
Anoda (A)
Tabung Sinar-X Katoda (K)
Berkas Sinar-X
Film
Obyek
Gambar III.3. Anoda – Katoda sejajar obyek untuk obyek yang mempunyai
ketebalan yang sama
Posisi II : Obyek melintang terhadap tabung sinar - X
Anoda (A)
Tabung Sinar-X
Katoda (K)
Berkas sinar-X
Film
Obyek
Gambar III.4. Katoda – Anoda melintang terhadap obyek untuk obyek yang
mempunyai ketebalan yang sama
Percobaan III : Untuk obyek yang berupa film Rontgen
Posisi I : Anoda (A) Katoda (K) sejajar dengan obyek
Anoda (A)
Tabung Sinar-X Katoda (K)
Berkas Sinar-X
Film
Gambar III.5. Anoda – Katoda sejajar obyek untuk obyek yang berupa film
Posisi II : Obyek melintang terhadap tabung sinar -X
Anoda (A)
Tabung Sinar-X
Katoda (K)
Berkas sinar-X
Film
Gambar III.6. Katoda – Anoda melintang terhadap obyek untuk obyek yang
berupa film
III.4. Alur Penelitian.
Berikut merupakan alur penelitian
Mulai
Persiapan alat dan bahan
Pengaturan posisi obyek –
tabung sinar-X
Obyek dengan
ketebalan
berbeda
Obyek dengan
ketebalan
homogen
Pengukuran
densitas film
radigraf
Analisis
Selesai
Penyinaran film radiografi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. 1.Hasil Pengukuran Densitas Film Radiografi
Dalam penelitian ini pengamatan dilakukan pada setiap posisi obyek terhadap
penempatan arah anoda – katoda tabung sinar-X dengan menggunakan obyek
yang mempunyai ketebalan berbeda dan obyek yang mempunyai ketebalan sama (
homogen ). Sedangkan pengukuran rata – rata densitas dilakukan pada tiap
lembar foto yang dihasilkan dari tiap – tiap percobaan yang menghasilkan satu
deretan angka – angka yang menunjukkan nilai densitas masing–masing step yang
ada. Dengan demikian tiap deretan terdiri dari sebelas angka pada bagian katoda
dan sebelas angka pada bagian anoda. Data selengkapnya dapat dilihat pada
halaman lampiran.Dan hasil pengukuran densitas tersebut dapat dilihat pada tabel
berikut :
IV.1.1. Hasil pengukuran densitas Untuk obyek yang mempunyai ketebalan
yang berbeda.
Tabel IV.1. Nilai densitas untuk obyek yang mempunyai ketebalan
yang berbeda
Daerah
Pengukuran
Step
wedge
Obyek tebal
searah anoda
(A)
Obyek tebal
searah katoda
(K)
Obyek
melintang
terhadap
tabung
Nilai densitas Nilai densitas Nilai densitas
Arah
Katoda
( A )
11 0,16 0,16 0,16
10 0,18 0,17 0,17
9 0,19 0,19 0,18
8 0,30 0,26 0,24
7 0,52 0,46 0,38
6 0,90 0,83 0,67
5 1,45 1,38 1,18
4 1,47 1,92 1,77
3 2,31 2,30 2,21
2 2,49 2,49 2,46
1 2,59 2,59 2,55
Arah
Anoda
( B )
1 2,54 2,53 2,56
2 2,44 2,44 2,49
3 2,20 2,19 2,33
4 1,77 1,77 1,98
5 1,23 1,20 1,45
6 0,68 0,68 0,89
7 0,37 0,38 0,48
8 0,22 0,23 0,28
9 0,16 0,17 0,19
10 0,16 0,16 0,17
11 0,15 0,15 0,15
Pada tabel IV.1 diperoleh hasil pengukuran densitas yaitu :
Pada penempatan obyek tebal searah anoda.
Untuk daerah pengukuran arah katoda nilai densitas tertinggi sebesar
2,59 dan nilai densitas terendah sebesar 0,16, arah anoda nilai densitas
tertinggi sebesar 2,54 dan nilai densitas terendah sebesar 0,15. Sedangkan
kontras film masing masing bagian yang iukur dapat diambil dari nilai
densitas tertinggi di kurangi dengan nilai densitas terendah yaitu pada arah
katoda sebesar 2,43, arah anoda sebesar 2,39.
Pada penempatan obyek tebal searah katoda.
Untuk daerah pengukuran arah katoda nilai densitas tertinggi sebesar
2,59 dan nilai densitas terendah sebesar 0,16, arah katoda nilai densitas
tertinggi sebesar 2,53 dan nilai densitas terendah sebesar 0,15 Sedangkan
kontras film masing masing bagian yang diukur dapat diambil dari nilai
densitas tertinggi di kurangi dengan nilai densitas terendah yaitu pada arah
katoda sebesar 2,43, arah anoda sebesar 2,38.
Pada penempatan obyek melintang terhadap tabung sinar-X.
Untuk daerah pengukuran arah katoda nilai densitas tertinggi sebesar
2,55 dan nilai densitas terendah sebesar 0,16, arah katoda nilai densitas
tertinggi sebesar 2,56 dan nilai densitas terendah sebesar 0,15. Sedangkan
kontras film masing masing bagian yang diukur dapat diambil dari nilai
densitas tertinggi di kurangi dengan nilai densitas terendah yaitu pada arah
katoda sebesar 2,39, arah anoda sebesar 2,41.
Jadi pada percobaan inikita bisa melihat bahwa nilai densitas minimum untuk
arah katoda (K) mempunyai nilai yang sama yaitu sebesar 0,16 dan arah anoda
(A) sebesar 0,15, dengan demikian perbedaan densitas minimum antara daerah
katoda (K) dan daerah anoda (A) untuk tiap – tiap penelitian sebesar 0,01.
Sedangkan nilai densitas maksimum untuk daerah katoda (K) sebesar 2,59 dan
nilai densitas maksimum daerah anoda (A) berbeda – beda yaitu sebesar 2,54 dan
2,53 dengan demikian perbedaan nilai densitas maksimum pada daerah katoda (K)
dan daerah anoda (A) pada percobaan ini sebesar 0,01 dan 0,02.
Pada percobaan ini juga terlihat bahwa distribusi intensitas radiasi hampir
merata antara daerah katoda (K) dan daerah anoda (A) tetapi cenderung lebih
besar ke arah katoda (K).
Hasil pengukuran densitas dapat digambarkan pada grafik di bawah ini :
Gambar IV. 1 Grafik Hubungan Stepwedge dan Nilai Densitas untuk obyek
tebal searah anoda
Pada gambar IV.1 grafik nilai densitas untuk obyek tebal searah anoda
menggambarkan bahwa grafik yang berwarna biru, menunjukkan densitas
maksimum daerah katoda (K) sedikit lebih tinggi dari daerah anoda (A) yang
digambarkan dengan grafik berwarna merah.
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
Katoda
Anoda
Gambar IV. 2 Grafik Hubungan Stepwedge dan Nilai Densitas untuk obyek
tebal searah katoda
Pada gambar IV.2 grafik nilai densitas untuk obyek tebal searah anoda
menggambarkan bahwa grafik yang berwarna biru, menunjukkan densitas
maksimum daerah katoda (K) sedikit lebih tinggi dari daerah anoda (A) yang
digambarkan dengan grafik berwarna merah.
/
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
Katoda (K)
Anoda (A)
Gambar IV. 3 Grafik Hubungan Stepwedge dan Nilai Densitas untuk obyek
melintang terhadap tabung sinar-X
Gambar IV.3 menggambarkan bahwa grafik berwarna merah menunjukkan
bahwa densitas maksimum daerah anoda (A) sedikit lebih tinggi dari daerah
katoda (K) yang digambarkan dengan grafik berwarna biru.
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
Katoda (K)
Anoda (A)
IV.1.2. Hasil Pengukuran Densitas Untuk Obyek Yang Mempunyai
Ketebalan Yang Sama
Tabel. IV. 2. Nilai densitas untuk obyek yang mempunyai ketebalan yang
sama
Daerah
Pengukuran
Step
wedge
Obyek sejajar
dengan Katoda
(K) – Anoda (A)
Obyek
melintang
terhadap tabung
Nilai densitas Nilai densitas
Arah
Katoda
( A )
11 0,48 0,18
10 0,50 0,19
9 0,53 0,19
8 0,66 0,31
7 0,90 0,56
6 1,24 0,97
5 1,70 1,51
4 2,11 2,03
3 2,37 2,31
2 2,49 2,49
1 2,55 2,55
Arah Anoda
( B )
1 2,54 2,54
2 2,49 2,48
3 2,35 2,35
4 2,06 2,00
5 1,60 1,49
6 1,05 0,95
7 0,58 0,55
8 0,33 0,31
9 0,21 0,21
10 0,18 0,18
11 0,17 0,16
Pada tabel IV. 2 diperoleh hasil pengukuran densitas yaitu :
Pada penempatan obyek searah tabung sinar-X.
Untuk daerah pengukuran arah katoda nilai densitas tertinggi sebesar
2,55 dan nilai densitas terendah sebesar 0,48, arah anoda nilai densitas
tertinggi sebesar 2,54 dan nilai densitas terendah sebesar 0,17. Sedangkan
kontras film masing masing bagian yang diukur dapat diambil dari nilai
densitas tertinggi di kurangi dengan nilai densitas terendah yaitu pada arah
katoda sebesar 2,07, arah anoda sebesar 2,37.
Pada penempatan obyek melintang terhadap tabung sinar-X.
Untuk daerah pengukuran arah katoda nilai densitas tertinggi sebesar
2,55 dan nilai densitas terendah sebesar 0,18, arah anoda nilai densitas
tertinggi sebesar 2,54 dan nilai densitas terendah sebesar 0,16. Sedangkan
kontras film masing masing bagian yang diukur dapat diambil dari nilai
densitas tertinggi di kurangi dengan nilai densitas terendah yaitu pada arah
katoda sebesar 2,37, arah anoda sebesar 2,38.
Pada percobaan ini terlihat bahwa nilai densitas maksimum pada daerah
katoda (K) yaitu sebesar 2,55 sedangkan nilai densitas maksimum pada daerah
anoda (A) sebesar 2,54 sehingga perbedaan nilai densitas maksimum antara
daerah katoda (K) dan daerah anoda (A) adalah sebesar 0,01. Sedangkan nilai
densitas minimum untuk arah katoda (K) mempunyai nilai sebesar 0,48 dan arah
anoda (A) sebesar 0,17, dengan demikian perbedaan densitas minimum antara
daerah katoda (K) dan daerah anoda (A) sebesar 0,31.
Pada percobaan ini juga terlihat bahwa distribusi intensitas radiasi
juga hampir merata antara daerah katoda (K) dan daerah anoda (A) tetapi
cenderung lebih besar ke arah katoda (K).
Hasil pengukuran nilai densitas dapat digambarkan pada grafik di bawah ini :
Gambar IV. 4 Grafik Hubungan Stepwedge dan Nilai Densitas untuk obyek
sejajar Anoda - Katoda
Pada gambar IV.4 grafik nilai densitas untuk obyek sejajar anoda -
katoda menunjukkan bahwa baik grafik yang berwarna biru menunjukkan
densitas maksimum pada daerah katoda (K) lebih tinggi dari daerah anoda (A)
yang digambarkan dengan grafik berwarna merah.
Gambar IV. 5 Grafik Hubungan Stepwedge dan Nilai Densitas untuk obyek
yang melintang terhadap tabung sinar-X
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
Katoda (K)
Anoda (A)
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
Katoda (K
Anoda (A)
Gambar IV.5 menggambarkan bahwa grafik berwarna merah menunjukkan
bahwa densitas maksimum daerah anoda (A) sedikit lebih tinggi dari daerah
katoda (K) yang digambarkan dengan grafik berwarna biru.
IV.1.3. Hasil pengukuran densitas untuk obyek yang berupa film
1 5 9 13
2 6 10 14
3 7 11 15
4 8 12 16
Arah Katoda (K) Arah Anoda (A)
Gambar IV.6. Metode pembagian sel dalam pengukuran nilai densitas pada
film radiografi
Gambar IV.6 merupakan gambar pengukuran nilai densitas yang langsung ke
film radigrafi, gambar ini terdiri dari 16 kotak di mana pada setiap kotak
dilakukan pengukuran nilai densitas sebanyak tiga ( 3 ) kali yaitu pada sisi depan,
sisi tengah dan sisi belakang kotak, kemudian penulis membagi kembali dari 16
kotak menjadi 6 kotak sehingga nilai densitas dapat penulis sajikan pada tabel
IV.3 di bawah ini, sedangkan hasil pengukurannya dapat dilihat pada halaman
lampiran..
6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6
Arah Katoda (K) Arah Anoda (A)
Gambar IV.7. Tititk – titik pengukuran pada sel yang telah ditentukan
sesuai gambar 4.10
Tabel. IV. 3. Nilai densitas untuk obyek yang menggunakan film
Pada tabel IV. 3 diperoleh hasil pengukuran densitas yaitu :
Pada penempatan obyek searah tabung sinar-X.
Untuk daerah pengukuran arah katoda nilai densitas tertinggi sebesar
2,30 dan nilai densitas terendah sebesar 2,24, arah anoda nilai densitas
Daerah
Pengukuran
Obyek searah
tabung sinar-X
Obyek melintang
terhadap tabung
Kotak Nilai
Densitas Kotak
Nilai
Densitas
Arah Katoda
6 2,30 6 2,32
5 2,28 5 2,30
4 2,27 4 2,28
3 2,27 3 2,28
2 2,26 2 2,27
1 2,24 1 2,23
Arah Anoda
1 2,22 1 2,23
2 2,20 2 2,21
3 2,19 3 2,18
4 2,13 4 2,06
5 2,09 5 2,02
6 2,00 6 1,96
tertinggi sebesar 2,22 dan nilai densitas terendah sebesar 2,00. Sedangkan
kontras film masing masing bagian yang diukur dapat diambil dari nilai
densitas tertinggi di kurangi dengan nilai densitas terendah yaitu pada arah
katoda sebesar 0,06, arah anoda sebesar 0,22.
Pada penempatan obyek melintang terhadap tabung sinar-X.
Untuk daerah pengukuran arah katoda nilai densitas tertinggi sebesar
2,32 nilai densitas terendah sebesar 2,23, arah anoda nilai densitas tertinggi
sebesar 2,23 dan nilai densitas terendah sebesar 1,96. Sedangkan kontras film
masing masing bagian yang diukur dapat diambil dari nilai densitas tertinggi
di kurangi dengan nilai densitas terendah yaitu pada arah katoda sebesar
0,09, arah anoda sebesar 0,27.
Pada percobaan ini nilai densitas maksimum untuk arah katoda sebesar 2,32
dan arah anoda sebesar 2,23, dengan demikian perbedaan nilai densitas
maksimum antara arah katoda (K) dan arah anoda (A) adalah sebesar 0,09
sedangkan nilai densitas minimum untuk arah katoda (K) sebesar 2,23, arah
anoda (A) sebesar 1,96 sehingga perbedaarn nilai densitas minimum antara arah
katoda (K) dan arah anoda (A) sebesar 0,27. Pada percobaan ini juga mempunyai
pola distribusi intensitas radiasi hampir merata antara daerah katoda (K) dan
daerah anoda (A) tetapi cenderung lebih besar ke arah katoda (K).
Hasil pengukuran nilai densitas dapat digambarkan pada grafik di bawah ini :
Gambar IV. 8 Grafik Hubungan Stepwedge dan Nilai Densitas untuk obyek
sejajar dengan tabung sinar-X
Pada gambar IV.8 grafik hubungan stepwedge dan nilai densitas untuk obyek
sejajar dengan tabung sinar-X yang menggambarkan bahwa pada grafik yang
berwarna biru menunjukkan bahwa densitas maksimum daerah katoda (K) lebih
tinggi dari pada densitas maksimum daerah anoda (A) yang digambarkan dengan
grafik berwarna merah..
1,85
1,9
1,95
2
2,05
2,1
2,15
2,2
2,25
2,3
2,35
1 2 3 4 5 6
Katoda (K
Anoda (A)
Gambar IV. 9. Grafik Hubungan Stepwedge dan Nilai Densitas untuk obyek
melintang terhadap tabung sinar-X
Pada gambar IV.9 grafik nilai densitas yang menggambarkan bahwa pada grafik
yang berwarna biru menunjukkan bahwa densitas maksimum daerah katoda (K)
lebih tinggi dari pada densitas maksimum daerah anoda (A) yang digambarkan
dengan grafik berwarna merah.
IV.1.4. Hasil pengukuran selisih nilai densitas antara teori dengan percobaan
Hasil selisih pengukuran secara teoritis dengan percobaan didapatkan dengan
cara pengurangan antara nilai densitas secara teoritis dengan nilai densitas secara
pengukuran dimana nilai densitas secara teoritis didapatkan dengan cara
% Densitas Teori х Densitas titik 1
Densitas Teoritis =
100
1,7
1,8
1,9
2
2,1
2,2
2,3
2,4
1 2 3 4 5 6
Katoda
Anoda
Tabel IV.4. Selisih nilai densitas untuk obyek sejajar dengan tabung sinar-X
Daerah
Pengukuran
Titik
ke
Pengukuran Teori Selisih
densitas Densitas % % Densitas
Katoda
1 2.3 102.7 125 2.80 22.3
2 2.28 101.8 120 2.69 18.2
3 2.27 101.3 115 2.58 13.7
4 2.27 101.3 110 2.46 8.7
5 2.26 100.9 105 2.35 4.1
6 2.24 100.0 100 2.24 0.0
Anoda
1 2.22 100.0 100 2.22 0.0
2 2.2 99.1 95 2.11 -4.1
3 2.19 98.6 90 2.00 -8.6
4 2.13 95.9 85 1.89 -10.9
5 2.09 94.1 80 1.78 -14.1
6 2 90.1 75 1.67 -15.1
Tabel IV.5. Selisih nilai densitas untuk obyek melintangterhadap tabung
sinar-X
Daerah
Pengukuran
Titik
ke
Pengukuran Teori Selisih
densitas Densitas % % Densitas
Katoda
6 2.32 104.0 125 2.79 21.0
5 2.3 103.1 120 2.68 16.9
4 2.28 102.2 115 2.56 12.8
3 2.28 102.2 110 2.45 7.8
2 2.27 101.8 105 2.34 3.2
1 2.23 100.0 100 2.23 0.0
Anoda
1 2.23 100.0 100 2.23 0.0
2 2.21 99.1 95 2.12 -4.1
3 2.18 97.8 90 2.01 -7.8
4 2.06 92.4 85 1.90 -7.4
5 2.02 90.6 80 1.78 -10.6
6 1.96 87.9 75 1.67 -12.9
Dari tabel IV.4 dan tabel IV.5 dapat dilihat bahwa persentase nilai densitas
berdasarkan pengukuran berbeda dengan persentase nilai densitas berdasarkan
teori. Hal ini tidak konsisten dengan teori disebabkan karena pesawat yang
dipakai pada saat penelitian telah mengalami beberapa kali perbaikan sehingga
distribusi intensitas sinar-X yang dihasilkan telah berbeda dengan distribusi
intensitas sinarX yang sebenarnya. Akan tetapi distribusi intensitas sinar-X tetap
sesuai dengan teoritis yaitu distribusi intensitas sinar-X lebih besar kearah katoda
dibandingkan kearah anoda.
Berdasarkan data – data tersebut di atas, grafik pada tiap – tiap percobaan
menunjukkan hasil yang sesuai dengan teori tentang efek heel di mana intensitas
radiasi ke arah katoda (K) lebih besar dibandingkan intensitas radiasi ke arah
anoda (A).Dan hal ini juga sesuai dengan teori pemanfaatan efek heel, yaitu untuk
mendapatkan hasil densitas antara bagian proksimal dan bagian distal relative
lebih merata dengan menempatkan arah katoda (K) pada daerah yang mempunyai
ketebalan obyek yang lebih tebal.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa :
Perbedaan nilai densitas yang terjadi pada daerah katoda lebih besar
dibandingkan pada daerah anoda. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan
bahwa intensitas radiasi pada daerah katoda lebih besar dibandingkan pada daerah
anoda. Ini dikarenakan terjadi sebagai akibat dari variasi atau perbedaan dari fokal
spot, di mana perbedaan ini timbul sebagai akibat perbedaan view point.
Dengan adanya perbedaan intensitas radiasi tersebut, maka densitas yang
terjadi pada sebuah foto rontgen juga akan berbeda sebanding dengan perbedaan
intensitas yang terjadi.
Karena perbedaan intensitas lebih banyak terjadi pada daerah katoda, maka
supaya sejalan dengan prinsip pemanfaatan efek heel dianjurkan untuk
meletakkan arah katoda pada bagian yang mempunyai ketebalan obyeknya lebih
tebal sehingga nantinya densitas yang dihasilkan lebih merata.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Sebagai penutup dari skripsi ini penulis memberikan kesimpulan yang
merupakan rangkuman secara keseluruhan dari skripsi ini, antara lain :
1. Perbedaan letak arah katoda dan arah anoda akan mengakibatkan
terjadi perubahan nilai kontras. Nilai kontras tertinggi untuk obyek
yang mempunyai ketebalan yang berbeda sebesar 2,43, untuk obyek
yang mempunyai ketebalan yang sama sebesar 2,38 , dan untuk obyek
yang berupa film sebesar 0,20 pada arah katoda.
2. Nilai densitas berdasarkan teori berbeda dengan nilai densitas
berdasarkan pengukuran, untuk obyak sejajar dengan tabung sinar-X
selisih nilai densitas maksimum sebesar 22,3% dan selisih nilai
densitas minimum sebesar -15,1% dan untuk obyek yang melintang
terhadap tabung sinar-X selisih densitas maksimum sebesar 21,0%dan
selisih nilai densitas minimum sebesar -12,9%.
B. Saran – saran.
Sesuai dengan tujuan radiografi yaitu membuat foto dengan kualitas yang
optimum, maka penulis menyarankan agar dalam pembuatan foto rontgen
hendaknya selalu memperhatikan hal – hal berikut :
1. Untuk pembuatan satu foto rontgen, untuk obyek yang mempunyai
ketebalan yang berbeda hendaknya arah katoda diletakkan pada
bagian obyek yang lebih tebal dan arah anoda diletakkan pada bagian
obyek yang tipis.
2. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya penentuan luas pengukuran
harus sesuai dengan kolimasi yang dibuat.
DAFTAR PUSTAKA
Hoxter, E.A, 1989, Teknik Memotret Rontgen, diindonesiakan oleh S. Sombu,
Siemens, Jakarta.
// yosainto.files.wordpress.com/ 2011/11/3.jpg
Meredith, W J. Massey, J.B., 1977, Fundamental Physic of Radiology, Third
Edition, John Wright and Sons Ltd, Bristol
Sjahriar R., 1998, Radiologi Diagnostik, Penerbit Gaya Baru, Jakarta
Plaats, V.D., 1969, Medical X-ray Technique, The MamillkanPress, Third
Edition, Netherlands
Yuwono, L., 1990, Perlindungan Bagi Pasien Dan Dokter Gigi, Widya Medika,
Jakarta
Curry III, T.S. Dowdey, J.E and Murry, J.R, 1990, Cristensen’s Physich Of
Diagnostic Radiology, 4rd Edition , Lea and Febiger, Philadelphia
Gudang Materi.com, Proses terjadinya sinar X Bremsrtahlung Dan Karakteristik
LAMPIRAN
Hasil Pengukuran Densitas Percobaan I ( Obyek menpunyai Ketebalan Yang
Berbeda
1. POSISI OBYEK : Obyek tebal searah Anoda (B)
a. Arah Katoda (A) b. Arah Anoda (B)
Step
Hasi Pengukuran
Densitas
Rata
–
Rata
Step Hasil Pengukuran
Densitas
Rata
-
Rata I II III I II III
1 0,36 0,33 0,35 0,36 1 0,34 0,34 0,33 0,34
2 0,38 0,37 0,36 0,37 2 0,35 0,35 0,35 0,35
3 0,39 0,38 0,38 0,38 3 0,37 0,35 0,35 0,36
4 0,50 0,49 0,49 0,49 4 0,41 0,40 0,41 0,41
5 0,71 0,70 0,72 0,71 5 0,55 0,55 0,58 0,56
6 1,07 1,09 1,13 1,09 6 0,86 0,86 0,88 0,87
7 1,60 1,64 1,67 1,64 7 1,41 1,42 1,42 1,42
8 2,15 2,16 2,17 2,16 8 1,92 1,97 2,00 1,96
9 2,48 2,50 2,53 2,50 9 2,35 2,41 2,43 2,39
10 2,66 2,68 2,69 2,68 10 2,62 2,63 2,64 2,63
11 2,78 2,78 2,79 2,78 11 2,72 2,73 2,73 2,73
POSISI OBYEK : Obyek Tebal Searah Katoda (A)
A. Arah Katoda ( A) b. Arah Anoda (B)
Step
Hasi Pengukuran
Densitas
Rata
–
Rata
Step Hasil Pengukuran
Densitas
Rata
-
Rata I II III I II III
1 0,36 0,35 0,35 0,35 1 0,33 0,34 0,34 0,34
2 0,35 0,36 0,37 0,36 2 0,35 0,35 0,35 0,35
3 0,38 0,38 0,38 0,38 3 0,37 0,35 0,35 0,36
4 0,45 0,45 0,46 0,45 4 0,42 0,41 0,42 0,42
5 0,65 0,63 0,66 0,65 5 0,56 0,55 0,59 0,57
6 1,03 1,00 1,02 1,02 6 0,86 0,88 0,88 0,87
7 1,55 1,58 1,57 1,57 7 1,36 1,40 1,43 1,39
8 2,10 2,10 2,12 2,11 8 1,90 1,97 2,01 1,96
9 2,47 2,49 2,50 2,49 9 2,35 2,40 2,41 2,38
10 2,66 2,68 2,69 2,68 10 2,61 2,63 2,65 2,63
11 2,77 2,77 2,78 2,77 11 2,71 2,72 2,72 2,72
2. POSISI OBYEK : Obyek melintang terhadap tabung
a. Arah Katoda (A) b. Arah Anoda (B)
Step
Hasi Pengukuran
Densitas
Rata
–
Rata
Step Hasil Pengukuran
Densitas
Rata
-
Rata I II III I II III
1 0,35 0,35 0,35 0,35 1 0,35 0,34 0,34 0,34
2 0,36 0,36 0,35 0,36 2 0,36 0,36 0,35 0,36
3 0,37 0,37 0,37 0,37 3 0,38 0,37 0,38 0,38
4 0,44 0,43 0,43 0,43 4 0,48 0,45 0,47 0,47
5 0,56 0,58 0,57 0,57 5 0,69 0,65 0,67 0,67
6 0,84 0,88 0,86 0,86 6 1,07 1,07 1,11 1,08
7 1,31 1,39 1,40 1,37 7 1,61 1,64 1,67 1,64
8 1,92 1,97 1,98 1,96 8 2,17 2,17 2,20 2.18
9 2,34 2,43 2,43 2,40 9 2,50 2,51 2,54 2,52
10 2,62 2,66 2,66 2,65 10 2,68 2,68 2,69 2,68
11 2,74 2,74 2,74 2,74 11 2,75 2,75 2,74 2,75
Hasil Pengukuran Densitas Percobaan II ( Obyek mempunyai Ketebalan
Yang Sama )
1. Posisi Obyek : Obyek Searah Tabung
a. Arah Katoda (A) b. Arah Anoda (B)
Step
Hasi Pengukuran
Densitas
Rata
–
Rata
Step Hasil Pengukuran
Densitas
Rata
–
Rata I II III I II III
1 0,66 0,68 0,67 0,67 1 0,36 0,36 0,36 0,36
2 0,69 0,69 0.70 0,69 2 0,36 0,37 0,37 0,37
3 0,72 0,72 0,72 0,72 3 0,40 0,40 0,41 0,40
4 0,82 0,86 0,87 0,85 4 0,53 0,51 0,53 0,52
5 1,06 1,10 1,11 1,09 5 0,76 0,71 0,83 0,77
6 1,39 1,45 1,46 1,43 6 1,18 1,26 1,28 1,24
7 1,84 1,90 1,93 1,89 7 1,75 1,79 1,82 2,79
8 2,27 2,31 2,32 2,3 8 2,22 2,26 2,27 2,25
9 2,54 2,56 2,57 2,56 9 2,52 2,55 2,55 2,54
10 2,67 2,68 2,70 2,68 10 2,67 2,69 2,69 2,68
11 2,73 2,74 2,74 2,74 11 2,72 2,74 2,73 2,73
2. POSISI OBYEK : Obyek Melintang Terhadap Tabung
a. Arah Katoda (A) b. Arah Anoda (B)
Step
Hasi Pengukuran
Densitas
Rata
–
Rata
Step Hasil Pengukuran
Densitas
Rata
-
Rata I II III I II III
1 0,38 0,36 0,36 0,37 1 0,35 0,35 0,35 0,35
2 0,38 0,39 0,38 0,38 2 0,38 0,37 0,37 0,37
3 0.39 0,38 0,38 0,38 3 0,40 0,39 0,41 0,40
4 0,50 0,50 0,51 0,50 4 0,50 0,50 0,49 0,49
5 0,72 0,75 0,77 0,75 5 0,72 0,71 0,79 0,74
6 1,14 1,15 1,18 1,16 6 1,13 1,14 1,16 1,14
7 1,70 1,71 1,70 1,70 7 1,66 1,70 1,67 1,68
8 2,21 2,22 2,22 2,22 8 2,17 2,20 2,21 2,19
9 2,43 2,52 2,55 2,50 9 2,52 2,54 2,56 2,54
10 2,68 2,68 2,69 2,68 10 2,67 2,68 2,68 2,67
11 2,74 2,74 2,75 2,75 11 2,72 2,74 2,73 2,73
Hasil Pengukuran Densitas Percobaan III ( Obyek Berupa Film Radiografi )
1. Posisi Obyek : Obyek Searah Tabung 2. Obyek melintang
terhadap tabung
Kotak
Hasil Pengukuran
Densitas Rata
-
Rata
Kotak
Hasil Pengukuran
Densitas Rata
-
Rata I II III I II III
1 2,49 2,44 2,46 2,46 1 2,52 2,48 2,33 2,44
2 2,43 2,47 2,43 2,44 2 2,53 2,51 2,52 2,52
3 2,42 2,38 2,32 2,37 3 2,51 2,50 2,50 2,50
4 2,22 2,15 1,99 2,12 4 2,52 2,50 2,50 2,51
5 2,53 2,50 2,45 2,49 5 2,50 2,43 2,26 2,39
6 2,50 2,49 2,48 2,49 6 2,49 2,48 2,48 2,48
7 2,38 2,42 2,44 2,41 7 2,48 2,49 2,41 2,46
8 2,27 2,20 1,92 2,13 8 2,49 2,49 2,47 2,48
9 2,51 2,50 2,43 2,48 9 2,41 2,33 2,23 2,33
10 2,49 2,48 2,46 2,48 10 2,42 2,40 2,41 2,41
11 2,45 2,40 2,40 2,42 11 2,42 2,42 2,42 2,42
12 2,38 2,35 2,37 2,37 12 2,46 2,45 2,45 2,45
13 2,45 2,45 2,40 2,43 13 2,14 2,06 1,96 2,05
14 2,43 2,42 2,46 2,44 14 2,18 2,11 2,08 2,12
15 2,38 2,39 2,38 2,38 15 2,32 2,28 2,25 2,28
16 2,40 2,42 2,46 2,43 16 2.40 2,37 2,34 2,37
1. Posisi Obyek : Obyek Searah Tabung
a. Arah Katoda (K) b. Arah Anoda (A)
Kotak
Hasil Pengukuran
Densitas
Rata
–
Rata
Kotak
Hasil Pengukuran
Densitas
Rata
-
Rata I II III IV I II III IV
1 2,46 2,45 2,43 2,40 2,43 1 1,99 1,92 2,37 2,46 2,19
2 2,43 2,48 2,46 2,46 2,45 2 2,15 2,20 2,35 2,42 2,28
3 2,47 2,49 2,48 2,42 2,46 3 2,22 2,27 2,38 2,40 2,32
4 2,43 2,50 2,49 2,43 2,46 4 2,32 2,44 2,40 2,38 2,39
5 2,44 2,50 2,50 2,45 2,47 5 2,38 2,42 2,40 2,39 2,40
6 2,49 2,53 2,51 2,45 2,49 6 2,42 2,38 2,45 2,38 2,41
2. Posisi Obyek : Obyek melintang terhadap tabung
a. Arah Katoda (K) b. Arah Anoda (A)
Kotak
Hasil Pengukuran
Densitas
Rata
–
Rata
Kotak
Hasil Pengukuran
Densitas
Rata
-
Rata I II III IV I II III IV
1 2,26 2,48 2,48 2,49 2,42 1 1,96 2,08 2,25 2,34 2,15
2 2,50 2,49 2,41 2,47 2,46 2 2,06 2,11 2,28 2,40 2,21
3 2,43 2,48 2,49 2,49 2,47 3 2,14 2,18 2,32 2,37 2,25
4 2,33 2,53 2,50 2,52 2,47 4 2,23 2,41 2,42 2,45 2,37
5 2,48 2,51 2,50 2,50 2,49 5 2,35 2,40 2,42 2,45 2,40
6 2,52 2,52 2,51 2,50 2,51 6 2,41 2,42 2,42 2,46 2,42
Nilai Fog Level Film
Kotak
Hasil Pengukuran Densitas Rata
-
Rata I II III IV V VI VII VIII IX
1 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19