studi karakteristik curah hujan pemicu … · analisis data curah hujan menunjukkan bahwa gerakan...
TRANSCRIPT
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)
Vol. 21 No. 1 April 2011: 1 – 12
1
STUDI KARAKTERISTIK CURAH HUJAN PEMICU GERAKAN TANAH
DI DAERAH CIBEBER, CIANJUR SELATAN JAWA BARAT
Dwi Sarah dan Eko Soebowo
Pusat Penelitian Geoteknologi – LIPI
Jl. Sangkuriang, Kompleks LIPI, Bandung.40135
Sari
Pengetahuan tentang karakter curah hujan pemicu gerakan tanah sangat diperlukan dalam pengembangan
sistem mitigasi bencana gerakan tanah. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakter curah hujan
pemicu gerakan tanah di daerah Cibeber, Cianjur Selatan. Investigasi geoteknik, serta pemetaan geologi dan
topografi dilakukan pada lokasi gerakan tanah. Hasil investigasi geoteknik menunjukkan bahwa gerakan tanah
tipe luncuran terjadi pada bidang gelincir tufa lanauan pada kedalaman dangkal antara 2,5- 4,5 m. Analisis
kestabilan lereng menerus menunjukkan bahwa curah hujan sebesar 291 mm diperlukan untuk menghasilkan
kenaikan tekanan air pori pemicu ketidakstabilan lereng. Analisis data curah hujan menunjukkan bahwa
gerakan tanah pada lereng disebabkan oleh total curah hujan menerus selama 22 hari. Dengan demikian, total
curah hujan menerus merupakan faktor penyebab terjadinya longsoran lereng.
Kata kunci: mitigasi gerakan tanah, curah hujan, tekanan air pori.
Abstract
Knowledge of the characteristic of landslide triggering rainfall is required to develop landslide mitigation
system. The aim of this research is to determine the characteristic of landslide triggering rainfall in Cibeber
area, South Cianjur. Geotechnical investigation, geological and topographical mapping were conducted in
the landslide locations. Geotechnical investigation indicated that sliding surface occurred at silty tuff stratum
at shallow depth of 2.5 – 4.5 m. Infinite slope stability analysis showed that rainfall of 291mm is needed to
increase critical pore water pressure which triggered landslide. Rainfall datum analysis points that landslide
occurred due to cumulative 22 days continuous rainfall. Therefore, cumulative continuous rainfall was the
cause of landslide in this area.
Keywords: landslide mitigation, rainfall, pore water pressure.
PENDAHULUAN
Wilayah Jawa Barat adalah salah satu
kawasan di Indonesia yang rentan terhadap
bencana gerakan tanah. Kerentanan ini
disebabkan oleh faktor kondisi batuan yang lemah
akibat pelapukan, adanya jalur patahan, kondisi
morfologi perbukitan dengan lereng-lereng yang
relatif curam (kemiringan lebih dari 25o),
penggunaan lahan yang di luar kontrol dan curah
hujan yang tinggi pada bulan-bulan basah
(mencapai 100mm/hari) (Tohari drr., 2004).
Kerawanan bahaya gerakan tanah di daerah ini
semakin meningkat beberapa tahun belakangan ini
seiring dengan pertumbuhan penduduk yang
semakin pesat, pembangunan sarana pemukiman,
transportasi, dan sarana-sarana lainnya di daerah-
daerah perbukitan rawan longsor.
Penelitian-penelitian sebelumnya mengenai
gerakan tanah di Indonesia memfokuskan pada
pemahaman mekanisme proses gerakan tanah
(Anwar drr., 2003; Soebowo drr., 2003) dan
pemetaan daerah rawan gerakan tanah (Sampurno,
1976; Suranta dan Djaja, 2002). Karakter curah
hujan sebagai salah satu faktor pemicu gerakan
tanah belum dikaji secara komprehensif.
Penentuan karakter curah hujan pemicu gerakan
tanah ini penting sebagai masukan pengembangan
sistem peringatan dini bahaya gerakan tanah
dalam upaya mitigasi bencana gerakan tanah.
Penelitian- penelitian terdahulu di negara
subtropis menunjukkan bahwa penentuan karakter
hujan pemicu gerakan tanah memerlukan
pengetahuan terpadu mengenai kondisi geologi,
iklim, topografi, hidrologi, sifat tanah, dan
ketebalan tanah (Wieczorek, 1987; Keefer drr.,
1987; Reneau dan Dietrich, 1987, Sammori drr.,
1996). Karakter curah hujan pemicu gerakan tanah
juga sangat spesifik untuk setiap lokasi,
bergantung kepada respon hidrologi lereng
(Johnson dan Sitar, 1990; Tohari, 2002), dan
kondisi tekanan air pori serta kadar air tanah
sebelum hujan dengan intensitas lebat terjadi
(Tsaparas drr., 2000; Tohari, 2002).
Daerah Cianjur Selatan adalah salah satu
daerah di Jawa Barat yang sering mengalami
Studi Karakteristik Curah Hujan Pemicu Gerakan Tanah Di Daerah Cibeber, Cianjur Selatan Jawa Barat
(Dwi Sarah dan Eko Soebowo)
2
bencana gerakan tanah dan memiliki tingkat
kerentanan gerakan tanah menengah sampai tinggi
(Sampurno, 1976; Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana, 2006). Tulisan ini menyajikan penelitian
gerakan tanah yang terjadi di ruas jalan raya
Cianjur – Sindangbarang, Km 18 dan 21, Dusun
Selagedang dan Dusun Cicadas, Cibeber, Cianjur
Selatan. Gerakan tanah ini terjadi pada bulan
Desember 2004 yang menyebabkan terputusnya
jalur transportasi jalan Cianjur – Sindangbarang
selama 3 hari. Penelitian bertujuan untuk
menentukan karakter curah hujan pemicu gerakan
tanah di daerah Cianjur Selatan sebagai basis data
dalam pengembangan sistem peringatan dini
bahaya gerakan tanah di Jawa Barat. Kejadian
gerakan tanah pada tanggal 22 Desember 2004
diambil sebagai tipikal kejadian gerakan tanah di
daerah studi. Pemetaan geologi lokal, investigasi
geoteknik, analisis tekanan air pori kritikal dan
analisis infiltrasi air hujan dilakukan untuk
menentukan karakter curah hujan pemicu gerakan
tanah di daerah penelitian.
GEOLOGI DAN HIDROLOGI
Geologi Daerah Cibeber
Tataan fisiografi daerah Cibeber, Cianjur
Selatan dan sekitarnya merupakan daerah transisi
Zona Bogor dan Pegunungan Selatan (van
Bemmelen, 1949, Sampurno, 1976). Zona ini
mempunyai ciri geologi dengan seri mulai batuan
endapan marin Tersier, endapan produk vulkanik,
hingga endapan aluvium. Daerah ini sebagian
besar telah mengalami perlipatan agak kuat
dengan kemiringan sudut perlapisan mencapai
lebih > 250, dan di beberapa tempat terpotong oleh
patahan mendatar, naik, dan normal/turun.
Stratigrafi daerah Cibeber, Cianjur Selatan,
dimulai dari Formasi Citarum yang terdiri atas
batupasir, tufa pasiran, napal, breksi, dan di
beberapa tempat dijumpai perulangan batupasir,
batulempung dan napal. Di atasnya diendapkan
secara tidak selaras batugamping dari Formasi
Rajamandala. Pada daerah ini di beberapa lokasi
dijumpai intrusi andesit yang menerobos batuan
sedimen dan adanya aliran lava. Selanjutnya
sedimen Kuarter menindih tidak selaras endapan
permukaan atau aluvium yang terdiri atas
lempung, lanau, pasir, kerikil, dan kerakal yang
dijumpai pada lembah-lembah sungai
(Sudjatmiko, 1992 dan Koesmono drr., 1996,
Gambar 1). Daerah endapan vulkanik muda ini
mempunyai sifat koheren, berpori, dan lulus air.
Kondisi Hidrologi Daerah Cibeber
Berdasarkan data pengamatan curah hujan
di stasiun Bendungan Cipadang selama 16 tahun
(1989- 2004), jumlah rata-rata curah hujan
tahunan adalah sebesar 1937 mm.
Curah hujan tinggi cenderung terjadi
selama bulan Oktober hingga April (Gambar 2).
Intensitas hujan bulanan berkisar antara 135 – 236
mm/bulan dengan rata- rata hujan 12 - 15
mm/hari.
Gambar 1. Peta geologi daerah Cibeber Cianjur Selatan, Jawa Barat.
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)
Vol. 21 No. 1 April 2011: 1 – 12
3
0
100
200
300
400
500
600
700
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan
To
tal
Hu
jan
(m
m)
1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2001 2002 2003 2004
Gambar 2. Curah hujan bulanan selama periode 1989-2004 berdasarkan data stasiun Bendungan
Cipadang, Cibeber.
METODOLOGI
Investigasi geoteknik dilakukan untuk
memperoleh data karakteristik fisik dan
keteknikan tanah bawah permukaan yang
diperlukan dalam analisis kestabilan lereng dan
infiltrasi. Investigasi geoteknik terdiri atas
pemetaan geologi lokal, pemboran teknik, uji
sondir, uji infiltrasi, dan pengujian laboratorium
percontoh - percontoh tanah. Investigasi dilakukan
di dua lokasi longsoran, yaitu KM18, Dusun
Selagedang dan KM 21, Dusun Cicadas. Dari
pemetaan geologi dan topografi lokal, pemboran
teknik, dan uji sondir didapatkan profil
penampang geoteknik gerakan tanah. Uji infiltrasi
lapangan dilakukan menggunakan alat double ring
infiltrometer untuk mengestimasi nilai
konduktivitas hidrolik tanah dekat permukaan.
Nilai konduktivitas hidrolik lapangan (Kfs)
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
2
i
ifs
r
QK
(1)
Qi adalah laju infiltrasi pada keadaan tetap
(m/detik) dan ri adalah adalah jari- jari cincin
dalam infiltrometer (m).
Pengujian laboratorium bertujuan untuk
mendapatkan data tentang jenis, sifat fisik dan
keteknikan tanah yang didapat dari percontoh
tanah terganggu dan tak terganggu. Untuk
mengetahui karakteristik hujan pemicu gerakan
tanah, dilakukan analisis sebagai berikut:
1. Analisis Tekanan Air Pori Kritikal
Analisis ini dilakukan dengan pendekatan analisis
kestabilan lereng menerus untuk menentukan nilai
tekanan air pori kritikal (uwc) yang dibutuhkan
untuk menyebabkan ketidakstabilan lereng
berdasarkan rumus sebagai berikut (Keefer drr.,
1987):
'
''
tan
sintancoscos
Zcuwc
(2)
c’ adalah kohesi efektif (kPa), adalah
kemiringan lereng (o), ’ adalah sudut geser
dalam efektif (o), Z adalah ketebalan tanah (m),
dan adalah berat isi asli (kN/m3)
2. Analisis Volume Air Hujan Kritikal
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui volume
air kritikal, Qc, yang dapat disimpan dalam tanah
sehingga mencapai kejenuhan total sebelum
tekanan air pori tanah naik ke uwc. Volume air
kritikal, Qc, dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut (Keefer drr., 1987):
Qc = (Uwc x neff ) / γw (3)
dimana neff adalah porositas efektif dan γw adalah
berat isi air (kN/m3). Porositas efektif merupakan
perbedaan antara porositas total n dan kapasitas
lapangan volumetrik max sebagai berikut:
max nneff (4)
Studi Karakteristik Curah Hujan Pemicu Gerakan Tanah Di Daerah Cibeber, Cianjur Selatan Jawa Barat
(Dwi Sarah dan Eko Soebowo)
4
3. Analisis Hubungan Intensitas dan Durasi Hujan
Pemicu Gerakan Tanah
Untuk mengetahui intensitas dan durasi
hujan pemicu gerakan tanah maka dilakukan pula
analisis menggunakan pula metode Pradel dan
Raad (1993) yang didasarkan pada model infiltrasi
Green-Ampt (1911). Metode ini mensyaratkan
bahwa penjenuhan lereng tanah hingga kedalaman
kritikal (Z) dipenuhi oleh hujan dengan intensitas
yang lebih besar dari laju infiltrasi tanah (vi) dan
durasi yang lama. Berdasarkan metode ini, durasi
hujan yang diperlukan untuk menjenuhkan tanah
(Tw) dan laju infiltrasi air hujan (vi) dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
S
ZSSZ
K
nT
fs
eff
w ln
(5)
Z
ZSKv fsi
(6)
S adalah tekanan air pori negatif tanah (soil
suction)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Gerakan Tanah
Pengamatan geologi menunjukkan bahwa
gerakan tanah terjadi pada lapisan tufa lanauan
yang di bagian dasarnya berupa breksi vulkanik
tufaan dari Formasi Citarum (Gambar 3). Batuan
breksi vulkanik ini berwarna coklat kekuningan,
butiran terdiri atas fragmen batuan beku, pasir,
kuarsa sedikit, tertanam dalam massa dasar/matrik
pasir tufaan, berukuran mulai 2 mm hingga > 5
mm, bentuk butiran menyudut tanggung hingga
menyudut, terpilah sedang dan agak kompak
hingga lepas-lepas atau kurang kompak.
Pada bagian lereng zona gerakan tanah ini
tampak rekahan-rekahan yang akan meluncur
mengikuti kemiringan lereng membentuk tapal
kuda dan di beberapa tempat muncul rembesan air.
Hasil penyelidikan terhadap muka air tanah dan
rembesan air menunjukkan bahwa sebaran air
tanah dijumpai pada kedalaman bervariasi mulai
dari kedalaman 0,8 - 2 m, juga ditemukan jejak
rembesan air, terutama di bagian tebing hingga
badan jalan yang melewati rekahan-rekahan.
Gerakan tanah ini mempunyai luas kurang lebih
0,5 hingga 1 ha, yang menunjukkan jenis
luncuran. Gerakan tanah memotong badan jalan
hingga ke lembah sungai. Pola aliran sungai yang
ada pada lembah gerakan tanah ini
memperlihatkan orde ke-3 dari induknya Sungai
Cisokan dan Citarum.
Faktor hidrologi lereng mempunyai
peranan dalam mengontrol jumlah air hujan yang
meresap ke dalam tanah dan kenaikan tekanan air
pori di dalam lereng. Pada daerah-daerah lereng
yang terbentuk dari materi lulus air, curah hujan
dengan intensitas yang tinggi diperlukan untuk
menaikkan tekanan air pori tanah, sedangkan pada
lereng tanah kurang lulus air, diperlukan curah
hujan dengan durasi yang cukup lama untuk
meningkatkan tekanan air pori tanah.
Profil Gerakan Tanah di KM 18 Dusun
Selagedang
Pola topografi gerakan tanah di lokasi ini pada
bagian bagian puncak dan mahkota longsoran di
sisi bagian timur kemiringan lereng mencapai
kurang lebih 40o menerus hingga memotong badan
jalan hingga lembah sungai. Arah luncuran zona
gerakan tanah U 285o – 290
o T dengan
kemiringan lereng antara 25o – 40
o. Dimensi
zona gerakan tanah ini dicirikan dengan lebar
kurang lebih 40 m, panjang 80 m dan tinggi
mencapai kurang lebih 30 m (Gambar 4).
Zona gelinciran gerakan tanah berada pada
zona transisi lapisan tufa pasiran dan tufa lanauan
yang bagian dasarnya berupa breksi vulkanik.
Zona gelinciran berada pada kedalaman mulai –
2,6 hingga – 4,5 m dengan kemiringan lereng
sekitar 38o (Gambar 5).
Profil Gerakan Tanah di KM 21 Dusun
Cicadas
Morfologi daerah gerakan tanah ini berupa
perbukitan tinggi yang memperlihatkan bentuk
lereng agak curam di bagian puncak hingga bagian
kaki lereng. Lokasi gerakan tanah berada pada
ketinggian antara 880 hingga 920 m dari
permukaan laut. Pola topografi gerakan tanah di
bagian puncak sisi timur jalan mempunyai
kemiringan lereng antara 30o – 35
o. Arah zona
longsoran berkisar U 240o – 245
o T dengan
kemiringan lereng mulai 30o – 40
o. Dimensi zona
longsoran dicirikan dengan lebar ± 40 m, panjang
± 80 m, dan tinggi ± 30 m (Gambar 6).
Zona gelinciran gerakan tanah di daerah ini
pada zona transisi lempung, lanau pasiran yang
bagian dasarnya berupa breksi vulkanik. Zona
gelinciran berada pada kedalaman mulai – 2,5
hingga – 4,5 m dengan kemiringan lereng sekitar
24o (Gambar 7).
Hasil Pengujian Infiltrasi Lapangan
Grafik hasil uji infiltrasi pada dua titik di
lokasi Dusun Selagedang dan Dusun Cicadas
disajikan pada Gambar 8 dan 9.
Nilai konduktivitas hidrolik lapangan tanah
dekat permukaan pada lokasi gerakan tanah dapat
dilihat pada Tabel 1.
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)
Vol. 21 No. 1 April 2011: 1 – 12
5
Gambar 3. Lapukan batuan breksi vulkanik pada longsoran di Dusun Selagedang, Cibeber
Gambar 4. Peta Topografi lokal daerah gerakan tanah km 18 Dusun Selagedang.
Tabel 1.Konduktivitas hidrolik lapangan
No. Lokasi Konduktivitas hidrolik lapangan
(cm/detik)
1. Dusun Selagedang 1,8x10-4
2. Dusun Cicadas 2,08x10-5
Studi Karakteristik Curah Hujan Pemicu Gerakan Tanah Di Daerah Cibeber, Cianjur Selatan Jawa Barat
(Dwi Sarah dan Eko Soebowo)
6
Gambar 5. Penampang geologi gerakan tanah KM 18 Dusun Selagedang berdasarkan data bor tangan dan uji
sondir.
Gambar 6. Peta Topografi lokasi daerah gerakan tanah km. 21 Dusun Cicadas.
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)
Vol. 21 No. 1 April 2011: 1 – 12
7
Gambar 7. Penampang geologi gerakan tanah Km.21 Dusun Cicadas berdasarkan data bor dan uji sondir.
0
0.001
0.002
0.003
0.004
0.005
0.006
0.007
0.008
0.009
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
Waktu (detik)
Laju
In
filt
rasi (c
m/d
eti
k)
Gambar 8. Laju infiltrasi tanah pada lokasi sumur
uji Selagedang
0
0.0001
0.0002
0.0003
0.0004
0.0005
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
Waktu (detik)
La
ju in
filt
ras
i (c
m/d
eti
k)
Gambar 9. Laju infiltrasi tanah pada lokasi sumur
uji Cicadas
Nilai-nilai konduktivitas hidrolik lapangan
di Tabel 1 menunjukkan bahwa lapisan tanah di
Dusun Selagedang lebih lulus air dari pada lapisan
tanah di Dusun Cicadas. Hal tersebut di atas
mengindikasikan bahwa lapisan tanah di
Selagedang cenderung lebih mudah longsor.
Hasil Pengujian Laboratorium
Pengujian laboratorium dilakukan pada
beberapa percontoh tanah dari pemboran teknik
dan percontoh tabung pada lokasi gerakan tanah
untuk menentukan karakteristik sifat keteknikan
tanah tersebut. Uji laboratorium meliputi
pengujian kadar air, batas- batas Atterberg, gradasi
partikel tanah, dan kuat geser triaksial
terkonsolidasi tak teralirkan.
Hasil pengujian laboratorium dapat dilihat
pada Tabel 2. Kadar air tanah asli di dekat
permukaan (kedalaman 1- 3 m) pada semua lokasi
bor memperlihatkan kisaran harga antara 32%
hingga 65%. Hal ini mengindikasikan bahwa
terdapat sumber-sumber soil moisture pada
kedalaman lapisan tanah tersebut. Analisis besar
butir dan batas-batas Atterberg memperlihatkan
bahwa distribusi fraksi lempung-lanau adalah 11 --
35 %, dan batas cair berkisar antara 40 –110 %.
Studi Karakteristik Curah Hujan Pemicu Gerakan Tanah Di Daerah Cibeber, Cianjur Selatan Jawa Barat
(Dwi Sarah dan Eko Soebowo)
8
Tabel 2. Hasil pengujian laboratorium percontoh – percontoh tanah daerah Cibeber Cianjur Selatan
Sumber : Laboratorium Mekanika Tanah dan Batuan Geoteknologi LIPI
Tit
ik B
or
Ked
ala
man
(m
)
Kad
ar A
ir (
%)
Berat
Jen
is
Ukuran Butir (%) Batas-Batas Atterberg (%)
Bata
s S
usu
t
(%)
Berat
Isi T
ota
l,
t ,
(kg
/m3 )
Berat
Isi
Ker
ing
t ,
(kg
/m3 )
Porosi
tas
( n
) ,(%
)
Deraja
t K
eje
nu
han
Sr
(%)
Kad
ar a
ir V
olu
metr
ik
Koh
esi
Efe
kti
f
c',
(k
g/c
m2)
Su
du
t G
ese
r
Dala
m E
fek
tif
(' o
)
Kerik
il
Pasi
r
Lan
au
Lem
pu
ng
Bata
s C
air
(%)
Bata
s P
last
is
(%)
Ind
ek
s
Pla
stis
itas
(%)
Selagedang
CBR 01-01 0-40 46,83 2,85 22 28 39 11 63,770 42,015 21,685 29,659 1,147 0,771 72,810 51,831 0,373
CBR 01-01 80-120 65,76 2,83 2 28 54 16 106,10 55,210 50,895 34,648 -
CBR 01-01 200-240 40,21 2,65 16 34 42 8
CBR 01-02 0-40 50,33 2,6575 - - - - 79,022 41,14 37,88 20,503
CBR 01-02 80-120 54,61 2,616 2 30 54 14 68,100 39,973 28,125 27,404 1,439 0,921 66,822 77,577 0,528
CBR 01-02 240-280 47,73 2,6078 3 48 38 11 56,780 44,874 11,906 37,552 0,0386 43,042
CBR 01-02 400-440 57,02 2,8777 - - - - 67,950 44,170 23,780 30,590
CBR 01-03 0-40 36,22 2,8421 - - - - 53,970 35,790 18,175 33,619 1,518 0,999 64,390 80,643 0,514
CBR 01-03 120-160 35,7 2,9089 - - - - 51,550 33,326 18,224 25,983 0,1425 30
CBR 01-03 320-360 24,71 2,8526 44 26 24 6 43,800 22,095 21,705 23,918
Cicadas
CCD 02-01 0-40 48,08 2,8786 39 17 35 9 60,960 48,268 12,674 29,754 1,520 0,983 65,613 81,794 0,537
CCD 02-01 40-80 40,89 2,6795 21 31 40 8 62,500 40,866 21,634 29,304
CCD 02-01 80-120 31,91 2,7521 - - - -
CCD 02-01 200-240 42,26 2,2564 - - - - 63,350 42,877 20,473 33,932 0,049 45,92
CCD 02-01 240-280 40,39 2,7868 6 23 52 9 47,980 39,830 8,150 34,683
CCD 02-02 0-40 61,39 2,7803 - - - - 77,900 51,671 26,299 28,119 1,228 0,862 68,928 58,391 0,402
CCD 02-02 80-120 61,88 2,7977 - - - - 67,750 43,382 24,384 34,827 0,0291 24,77
CCD 02-02 280-320 36,77 2,6756 - - - - 53,980 39,831 14,149 30,782
CCD 02-02 320-360 40,8 2,7737 - - - - 73,150 39,640 33,510 21,146
CCD 02-02 360-400 37,97 2,6266 16 15 74 11 71,200 39,967 31,233 35,634
CCD 02-03 0-40 63,53 2,7303 - - - - 112,1 59,549 52,555 30,307 1,236 0,765 72,223 65,157 0,470
CCD 02-03 120-160 56,06 2,7675 - - - - 94,3 57,387 36,913 53,441
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)
Vol. 21 No. 1 April 2011: 1 – 12
9
Dengan demikian, satuan lempung-lanau dapat
dikelompokkan sebagai lempung dengan
plastisitas tinggi. Sementara hasil pengujian kuat
geser triaksial pada percontoh tanah - tanah
lapukan menunjukkan bahwa tanah tufa lanauan
memiliki nilai kohesi efektif (c’) tanah yang kecil
dan sudut geser efektif (φ’) yang cukup besar.
Analisis Curah Hujan Pemicu Gerakan Tanah
Analisis curah hujan pemicu gerakan tanah
dilakukan menggunakan metode Pradel dan Raad
(1993) untuk mendapatkan:
1. tekanan air pori kritikal, uwc dengan
menggunakan rumus (2)
2. volume air kritikal, Qc dengan menggunakan
rumus (3).
3. nilai laju infiltrasi air hujan, vi dan durasi
hujan yang diperlukan untuk menjenuhkan
tanah Tw dengan menggunakan rumus (6).
Pada analisis ini diasumsikan bahwa lapisan
tanah tufa pasiran atau tufa lanauan homogen dan
isotropik, dan lapisan tanah tufa lanauan teguh
bertindak sebagai lapisan tidak lulus air. Untuk
keperluan analisis ini, digunakan data geoteknik
untuk setiap penampang lereng sebagaimana
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Data untuk Analisis Hujan Pemicu
Gerakan Tanah di lokasi Penelitian.
Parameter Lereng
Selagedang
Lereng
Cicadas
Z (m) 3,80 2,50
Kf (m/jam) 6,48 x 10-2 7,49 x 10-3
S (kPa) 20 20
c’ (kPa) 4,22 2,91
’ (o) 30 30
(kPa) 15,18 15,20
(o) 38 24
s 0,38 0,40
o 0,35 0,38
neff 0,15 0,25
Tabel 4 menyajikan hasil analisis untuk setiap
penampang lereng. Analisis empirik tekanan air
pori kritis menunjukkan bahwa tekanan air pori
sebesar 11,52 kPa menyebabkan keruntuhan tanah
setebal 3,8 m untuk penampang lereng Selagedang
dan tekanan air pori 7,42 kPa menyebabkan
keruntuhan tanah setebal 2,5 m pada penampang
lereng Cicadas.
Analisis hujan pemicu gerakan tanah
menunjukkan bahwa laju infiltrasi air hujan yang
dapat menjenuhkan lereng Selagedang adalah
40,59 mm/jam dengan durasi 7,43 jam, dan untuk
lereng Cicadas 6,74 mm/jam dengan durasi 48,18
jam. Untuk dapat memicu gerakan tanah,
intensitas curah hujan harus lebih besar atau sama
dengan laju infiltrasi air hujan (vi), dan curah
hujan harus berdurasi lebih atau sama dengan nilai
Tw. Tanah lapukan pada lereng Selagedang lebih
lulus air dibandingkan lereng Cicadas, sehingga
intensitas hujan yang tinggi dengan durasi lebih
singkat dapat memicu gerakan tanah. Sementara
diperlukan durasi hujan yang lebih lama dengan
intensitas lebih kecil untuk memicu gerakan tanah
di Dusun Cicadas yang kurang lulus air.
Perbandingan antara data curah hujan
harian yang menyebabkan gerakan tanah pada
lereng – lereng tanah di Cibeber (Gambar 11)
dengan hasil analisis (Tabel 4) menunjukkan
bahwa hasil analisis memberikan nilai intensitas
hujan yang lebih besar dari intensitas harian di
lokasi penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa
gerakan tanah pada lereng tidak terasosiasi oleh
curah hujan tunggal pada kejadian longsoran
tanggal 22 Desember 2004, tetapi lebih cenderung
disebabkan oleh total air hujan selama 22 hari (1
Desember 2004-22 Desember 2004) yang
mencapai 291 mm (Gambar 10).
Tabel 4. Hasil Analisis Hujan Pemicu Gerakan Tanah pada Lereng di Lokasi Penelitian
Penampang
lereng
uwc (kPa) Qc (mm) Tw (jam) vi (mm/jam)
Selagedang 11,52 176,43 7,43 40,59
Cicadas 7,42 189,28 48.18 6,74
Studi Karakteristik Curah Hujan Pemicu Gerakan Tanah Di Daerah Cibeber, Cianjur Selatan Jawa Barat
(Dwi Sarah dan Eko Soebowo)
10
Gambar 10. Curah hujan harian pada bulan Desember 2004 sebagai pemicu gerakan tanah di daerah
Cibeber (Stasiun Bendungan Cipadang, Cibeber).
Selain itu, karakteristik curah hujan pemicu
gerakan tanah di lokasi penelitian dicirikan oleh
hujan dengan intensitas ringan hingga sedang yang
turun selama beberapa hari dan kemudian diikuti
oleh hujan dengan intensitas lebat. Curah hujan
dengan intensitas ringan ini berkontribusi terhadap
kenaikan tekanan air pori saat hujan turun dengan
intensitas lebat.
Hasil penelitian tentang curah hujan
pemicu gerakan tanah oleh Tohari drr., (2005)
pada kejadian gerakan tanah di Cikijing,
Majalengka pada tanggal 3 Januari 2004 pada
lereng tanah lapukan breksi vulkanik
menunjukkan bahwa hujan pemicu gerakan tanah
di lokasi penelitian memiliki nilai kritikal
minimum intensitas sebesar 22 mm/jam dengan
durasi minimum sebesar 22 jam, yang dicirikan
oleh total hujan sebesar 428,56 mm yang dapat
dihasilkan oleh hujan selama 23 hari. Sementara
pada kejadian gerakan tanah pada tanggal 20
Januari 2004 pada lereng tufa pasiran dan lapukan
breksi di Cikadu, Purwakarta, hasil penelitian
Soebowo drr., (2005) menunjukkan bahwa
kejadian tersebut dicirikan oleh nilai kritikal
minimum intensitas hujan sebesar 125,69
mm/jam dengan durasi 3 jam 18 menit. Nilai- nilai
kritikal hujan pemicu gerakan tanah yang berbeda
di berbagai tempat menunjukkan bahwa
karakteristik hujan pemicu gerakan tanah sangat
variatif dan spesifik untuk masing- masing lokasi.
Geometri lereng, geologi daerah setempat, sifat
fisik dan mekanik tanah, serta respons hidrologis
tanah sangat mempengaruhi karakter curah hujan
pemicu gerakan tanah.
KESIMPULAN
Gerakan tanah di daerah Cibeber ini terjadi
pada lapisan tufa lanauan yang bagian dasarnya
ditempati oleh breksi vulkanik. Sering nampak
zona rekahan-rekahan disertai rembesan air.
Gerakan tanah merupakan tipe luncuran dengan
zona gelinciran yang dangkal < 4,5 m yang
terletak pada zona transisi tufa lanau dengan
lapukan breksi vulkanik. Curah hujan pemicu
gerakan tanah di lokasi penelitian dicirikan oleh
total hujan sebesar 291 mm yang dapat dihasilkan
oleh hujan selama 22 hari. Hasil analisis
menunjukkan bahwa hujan pemicu gerakan tanah
di lokasi penelitian memiliki nilai kritikal
minimum intensitas sebesar 40,59 mm/jam dengan
durasi minimum sebesar 7,43 jam untuk lokasi
Selagedang dan intensitas 6,74 mm/jam selama
48,18 jam untuk daerah Cicadas.
Total hujan =291 mm
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)
Vol. 21 No. 1 April 2011: 1 – 12
11
Ucapan Terima Kasih : ditujukan kepada Kepala
Pusat Sumber Daya Geologi yang telah memberi
kesempatan kepada kami dari LIPI untuk mengisi
BGTL pada edisi ini.
ACUAN
-----------------, 2006. Prakiraan Potensi Longsor di
Jawa Barat, Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi,
(www.portal.vsi.esdm.go.id).
Anwar, H.Z., Sutanto, E.S., Praptisih dan
Rukmana, I. 2003. Model mitigasi
Bencana Gerakan Tanah di Daerah
Tropis: studi kasus di daerah
Sambeng, Kebumen. (Laporan
Penelitian) Pusat Penelitian
Geoteknologi, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia.
Green, W.H., Ampt, G.A., 1911. Studies on soil
physics: 1. The flow of air and water
through soils. Journal of Agricultural
Sciences 4 (1), 1– 24.
Johnson, K.A.dan Sitar, N., 1990. Hydrologic
Condition Leading to Debris-Flow
Inititation, Canadian Geotechnical
Journal 27 : 789-801
Keefer, D. K., Wilson, R.C., Mark,R.K,
Brabb,E.E., Brown,W.M.III, Ellen,S.D.,
Harp,E.L., Wieczorek,G.F., Alger,C.S.,
and Zatkin,R.S., 1987. Real-Time
Landslide Warning During Heavy
Rainfall, Science 238: 921-925.
Koesmono,M, Kusnama, Suwarna, N, 1996. Peta
geologi lembar Sindangbarang dan
Bandarwaru, Jawa Barat, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Departemen Pertambangan dan Energi,
Bandung.
Pradel, D. and Raad, G., 1993. Effect of
Permeability on Surficial Stability of
Homogenous Slopes, Journal of
Geotechnical Engineering, 119 ( 2): 315-
332.
Reneau, S.L., and Dietrich, W.E., 1987. The
Importance of Hollows in Debris Flow
Studies: Examples from Marin County,
California, Debris Flows/ Avalanches:
Process, Recognition, and Mitigation,
Review in Engineering Geology VII: 165-
180.
Sammori, T., Okura, Y., Ochiai, H., and Kitahara,
H., 1996. Seepage Process in Sloping
Sand Layers and Mechanism of
Landslide-Effects of soil thickness on
landslide initiation by laboratory and
numerical. Proc. 7th Intern. Symp. On
Landslides, Balkema, Rotterdam, The
Netherlands, 1351-1356.
Sampurno, 1976. Geologi Daerah Longsor Jawa
Barat, Geologi Indonesia 3(1): 45-52
Suranta dan Djaja, 2002. Analisis Kerentanan
Gerakan Tanah dengan Menggunakan
Remote Sensing dan Geographic
Information System Daerah Ampelgading
Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Prosiding Seminar Nasional SLOPE
2002, Bandung, 27 April 2002, 49-57.
Sudjatmiko, 1992. Peta geologi lembar Cianjur,
Jawa, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Departemen
Pertambangan dan Energi, Bandung.
Soebowo, E., Anwar, H.Z., Siswandi, U dan
Rukmana, I. 2003. Model mitigasi
Bencana Gerakan Tanah di Daerah
Tropis: studi kasus di daerah
Kedungrong, Kulon Progo. (Laporan
Penelitian) Pusat Penelitian
Geoteknologi, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia.
Soebowo, E., Wibowo,S., Sutanto, E.S., Sukaca
danWidodo. 2005. Mitigasi Bahaya
Gerakan Tanah di Daerah Tropis:
Analisis Empirik Karakter Hujan Pemicu
Longsoran di Daerah Cikadu, Sukatani,
Purwakarta. (Laporan Penelitian) Pusat
Penelitian Geoteknologi, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia.
Tohari, A., 2002. Shear strength behaviour and
hydrologic response of residual soil slope
to rainfall. (Doctorate Dissertation).
Faculty of Civil Engineering, Okayama
University.
Tohari, A., Wibowo, S. dan Sudaryanto. 2004.
Model Mitigasi Gerakan Tanah di
Daerah Tropis: Penentuan Empirik
Karakter Curah Hujan Pemicu Gerakan
Tanah di Daerah Malangbong,
Studi Karakteristik Curah Hujan Pemicu Gerakan Tanah Di Daerah Cibeber, Cianjur Selatan Jawa Barat
(Dwi Sarah dan Eko Soebowo)
12
Kabupaten Garut. (Laporan Penelitian)
Pusat Penelitian Geoteknologi, Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Tohari, A.,Sarah, D. dan Sumarnadi, E.T. 2005.
Mitigasi Bahaya Gerakan Tanah di
Daerah Tropis: Penelitian Karakter
Curah Hujan Pemicu Gerakan Tanah di
Daerah Cikijing, Kabupaten Majalengka.
. (Laporan Penelitian) Pusat Penelitian
Geoteknologi, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia.
Tsaparas, I,. Toll, D.G., dan Rahardjo, H., 2000.
Influence of rainfall sequences on the
seepage conditions within a slope: A
parametric study. Proceedings The Asian
Conference on Unsaturated Soils,
UNSAT-ASIA 2000. Singapore, 18-19
May 2000.
Wiezoreck, G.F., 1987. Effect of Rainfall Intensity
and Duration on Debris Flows in Central
Santa Cruz Mountains, California, Debris
Flows/ Avalanches: Process, Recognition,
and Mitigation, Review in Engineering
Geology VII: 93-104
Van Bemmelen, 1949. The Geology of Indonesia,
Vol.1A, Second Edition, Martinus
Nijhoff, The Hague, Netherlands, page
545-658.