studi kasus perilaku negara pengklaim di laut cina selatan terkait ancaman cina: uji teori balance...

94
Universitas Indonesia UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PERILAKU NEGARA PENGKLAIM DI LAUT CINA SELATAN TERKAIT ANCAMAN CINA: UJI TEORI BALANCE OF POWER (1991-2011) SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional DIAN ADITYA NING LESTARI 0906492663 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL DEPOK DESEMBER 2013

Upload: dian-aditya-ning-lestari

Post on 19-Aug-2015

22 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Penelitian ini menguji relevansi Teori Balance of Power milik Kenneth Waltz dengan metode studi kasus. Fenomena yang diteliti adalah stabilnya kawasan Laut Cina Selatan yang dikelilingi Negara-negara bersengketa dengan besaran power yang tidak berimbang. Hasil penelitian ini adalah bahwa Teori Balance of Power relevan dalam menjelaskan perilaku Brunei dan Filipina yang melakukan external balancing dengan Britania Raya dan Amerika Serikat, sehingga tercipta bipolaritas ganda. Teori ini irelevan dalam menjelaskan perilaku Malaysia dan Vietnam, dimana keduanya tidak melakukan internal balancing maupun external balancing, namun stabilitas tetap terjaga diantara mereka. Malaysia tidak menganggap Cina sebagai ancaman utama, sedangkan Vietnam memiliki pengalaman memenangi perang melawan negara besar. Menjelaskan perilaku Vietnam, penulis ini menawarkan konsep asymmetric balancing, yang membutuhkan penelitian lebih lanjut agar dapat mengembangkannya sebagai teori dalam ranah Ilmu Hubungan Internasional.

TRANSCRIPT

Universitas Indonesia UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PERILAKU NEGARAPENGKLAIM DI LAUT CINA SELATAN TERKAIT ANCAMAN CINA: UJI TEORI BALANCE OF POWER(1991-2011) SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional DIAN ADITYA NING LESTARI 0906492663 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL DEPOK DESEMBER 2013 Universitas Indonesia UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KASUS PERILAKU NEGARA PENGKLAIM DI LAUT CINA SELATAN TERKAIT ANCAMAN CINA: UJI TEORI BALANCE OF POWER(1991-2011) SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional DIAN ADITYA NING LESTARI 0906492663 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL DEPOK DESEMBER 2013 Universitas Indonesia Universitas Indonesia Universitas Indonesia HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademika Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Dian Aditya Ning Lestari NPM : 0906492663 Program Studi : Ilmu Hubungan Internasional Departemen : Ilmu Hubungan Internasional Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jenis Karya : Skripsi demipengembanganilmupengetahuan,menyetujuiuntukmemberikankepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif ( Non-exclusive Royalty-Free Right ) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Studi Kasus Perilaku Negara Pengklaim di Laut Cina Selatan terkait Ancaman Cina: Uji Teori Balance of Power (1991-2011) beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif iniUniversitasIndonesiaberhakmenyimpan,mengalihmedia/formatkan,mengelola dalambentukpangkalandata(database),merawatdanmemublikasikantugasakhir sayaselamatetapmencantumkannamasayasebagaipenulis/penciptadansebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal: 22 Januari 2014. Yang menyatakan, (Dian Aditya Ning Lestari) Universitas Indonesia KATA PENGANTAR Dunia Abad ke-21, dunia yang telah berubah dan membutuhkan perspektif dan analisisbarudalamIlmuHubunganInternasional.Mulaidaritidakmunculnyalagi balancingterhadapkekuatanhegemonidunia(AmerikaSerikat)sampaibertambah relevannya signifikansi kawasan dalam isu-isu keamanan, seperti maraknya sengketa wilayahyangdapatmemicukonflik,menjadifenomenayangmenghiasiduniadi masasekarang,sehinggarelevansiteoriharusdidoronguntukbisamenjawab kebutuhannya. Penulisberangkatuntukmenelitirelevansiteoribalanceofpowerdengan studikasusperilakunegarayangterlibatdalamsalahsatusengketawilayahyang berbahayadikawasan,yaituSengketaWilayahLautCinaSelatan,untukmenjawab tantangandiatas.Teoriklasikdanparsimonisepertibalanceofpowerseharusnya relevandisemuakasus.Puntidak,relevansiteoritersebutharustetapdicariuntuk memberikandunia,peneliti,pembuatkebijakan,danpraktisiilmuhubungan internasionallainnya,penjelasanmengenaiketerbatasanteoriini.Puninduksiteori perludilakukanapabilakekhususansebuahfenomenatidakmampudijelaskanoleh teori ini. Fenomena perilaku negara terkait Sengketa Wilayah Laut Cina Selatan inipun merupakan sebuah anomali, karena ternyata hukum-hukum variabel balance of power tidakterjadididalamnya.Ketikaseharusnyaimbalanceofpowermenciptakan instabilitas,bahkanperangbesar,dilautaniniterjadistabilitas.Selainitu,perilaku balancingdanbandwagoningnegara-negaralebihlemahyangterlibat(Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Brunei) terkait ancaman Cina pun tidak sesuai dengan hukum yang diterapkan Kenneth Waltz. Adaapadibaliknegara-negarayangterlibatSengketaWilayahLautCina Selataninisehinggaanomaliitutercipta?Seberaparelevankahteoribalanceof power? Dapatkan teori baru diinduksi terhadap balance of power untuk meningkatkan relevansinya?Penulismajuuntukmenelitiperilakunegaraterkaitfenomenayang komparabeldenganfenomenadiEropapadamasaPerangDuniainidemi mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan diatas. Dian Aditya Ning Lestari Universitas Indonesia UCAPAN TERIMA KASIH Dengansegenaphatipenulismengucapkanterimakasihkepadaindividu-individu dibawahiniyang,tanpadukungannya,baikdukunganmoralmaupunsubstansial, tidak akan pernah bisa skripsi ini diselesaikan oleh penulis: 1.AndiWidjajantoS.Sos.,M.Sc.,Ph.D.,sebagaidosenpembimbingpenulis, yangtanpapersetujuannyatidakakanpernahpenulismajusidang.Bantuan akademiksertacontohnyayangbaiksebagaipenelitiyangbaikakanselalu menjadi inspirasi bagi penulis; 2.MakmurKeliatPh.D,orangyangjugamembuatskripsitentangLautCina Selatan, yang telah bersedia menjadi penguji ahli dalam sidang skripsi ini; 3.Nurul Isnaeni MA dan Andrew Mantong M.Sc., sebagai Ketua Program S1 danSekretarisProgramS1yangtanpabantuannyadisiplinbirokrasidi Departemen tidak akan ditegakkan dan kelengkapan persuratan skripsi penulis tidak akan terselesaikan; 4.Dra.EviFitrianiMA,MIAdanDwiArdhanariswariSundrijo,S.Sos., MA,yangmenjadipanutanpenulis,jugaYeremiaLalisangS.Sos.,M.Sc. yangsedangmenempuhstudiS3,ketiganyaadalahcontohbagipenulis tentang bagaimana kita harus selalu menjaga idealisme di dunia kerja; 5.SoepraptoBudisantosoM.ScdanDewiYuliaNurhayatisebagaiorangtua penulis; tujuan penulis menyelesaikan skripsi ini adalah mereka, sebab semua orang tua tentu ingin anaknya menjadi sarjana, entah mengapa; 6.Andhyta Firselly Utami, sebagai teman penulis, Rizki Yuniarini yang ceria, danHanifahAhmadyangterdepandalamprofesionalitas,ketiganya merupakan contoh yang baik bagi penulis selama berada di masa kuliah; 7.Sahabat-sahabat di HI 2009, 2007, 2008, 2010, 2011, dan 2012, terima kasih segalapelajarandancandatawanya,danuntukHI2013selamatdatangdikeluarga besar HI UI yang kucinta! 8.SegenappanitiaIndonesiaMUN2013,GlobalFestival2011,segenap pengurusIndonesianFutureLeaders,sertaseluruhpengurusHMHI; teman-temanditimUIforHNMUN2011,2012,murid-muridditim HNMUN 2014, terima kasih atas pengalaman yang mendewasakan; Universitas Indonesia 9.SemuasahabatpenulissemenjakTKhinggasekarang,yangtelah mewarnai hidup penulis dan menemani petualangan penulis; dan 10. Terakhir,untukSindhuPartomo,penuliskehilangankata-kata,terimakasih atassegalanya;selesaikankuliahmu,aku,Alex,Nikki,Dachs,Deutschdan Kaiser,sertaseluruhduniayangtaksabaringinkitabenarkansalahnya, menunggu. Tertanda, Dian Aditya Ning Lestari Universitas Indonesia ABSTRAK Nama: Dian Aditya Ning Lestari Program Studi: Ilmu Hubungan Internasional Judul:Studi Kasus Perilaku Negara Pengklaim di Laut Cina Selatan terkait Ancaman Cina: Uji Teori Balance of Power (1991-2011) Penelitian ini menguji relevansi Teori Balance of Power milik Kenneth Waltz denganmetodestudikasus.FenomenayangditelitiadalahstabilnyakawasanLaut Cina Selatan yang dikelilingi Negara-negara bersengketa dengan besaran power yang tidakberimbang.HasilpenelitianiniadalahbahwaTeoriBalance of Powerrelevan dalammenjelaskanperilakuBruneidanFilipinayangmelakukanexternal balancing dengan Britania Raya dan Amerika Serikat, sehingga tercipta bipolaritas ganda. Teori iniirelevandalammenjelaskanperilakuMalaysiadanVietnam,dimanakeduanya tidakmelakukaninternalbalancingmaupunexternalbalancing,namunstabilitas tetapterjagadiantaramereka.MalaysiatidakmenganggapCinasebagaiancaman utama, sedangkan Vietnam memiliki pengalaman memenangi perang melawan negara besar.MenjelaskanperilakuVietnam,penulisinimenawarkankonsepasymmetric balancing, yang membutuhkan penelitian lebih lanjut agar dapat mengembangkannya sebagai teori dalam ranah Ilmu Hubungan Internasional. Kata kunci: Balance of Power, studi kasus, Brunei, Filipina, Malaysia, Vietnam, Laut Cina Selatan. Universitas Indonesia ABSTRACT Name : Dian Aditya Ning LestariStudy Program: International RelationsTitle : CaseStudyofClaimantStatesBehavioratTheSouthChina SearelatedtotheThreatofChina:TestingtheBalanceof Power Theory (1991-2011) This research tests the relevance of Kenneth Waltzs Balance of Power Theory using thecasestudymethod.ItstudiesthecurrentlystableSouthChinaSea,whichis surrounded by claimant states highly diverse in term of power magnitude. The result isthatBalanceofPowerTheoryisrelevantinexplainingBruneisandPhilippines externalbalancingwithUnitedStatesandUnitedKingdom,thuscreatingadual bipolarity.ThetheoryisirrelevantinexplainingMalaysiaandVietnamsbehavior wheretheydidnotdoneitherinternalnorexternalbalancing,yetthestabilityhas beenthere.MalaysiadidnotperceiveChinaasthemainthreat;meanwhileVietnam has had an experience of winning asymmetric war against greater power. Explaining the behavior of Vietnam, this research proposes the concept of asymmetric balancing, whichneedfurtherresearchinordertomakeitatheoryinthefieldofInternational Relations. Keywords:BalanceofPower,casestudy,Brunei,Malaysia,Philippines,Vietnam, South China Sea Universitas Indonesia DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMISv KATA PENGANTAR....................................................................................... vi UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................. vii ABSTRAK .......................................................................................................... ix ABSTRACT .......................................................................................................... x DAFTAR ISI...................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xv 1.PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1 1.2. Permasalahan .......................................................................................... 4 1.3. Kerangka Pemikiran ................................................................................ 6 1.3.1 Teori Balance of Power................................................................. 6 1.3.2 Permasalahan pada Teori Balance of Power................................. 7 1.4. Metode Penelitian .................................................................................... 9 1.5.Tujuan dan Signifikansi Penelitian ......................................................... 12 1.6.Tinjauan Pustaka . 13 1.6.1 Soft Balancing..13 1.6.2 Kritik terhadap Soft Balancing..17 1.6.3 Indirect Balancing dan Complex Balancing...19 1.7. Rencana Pembabakan Penelitian ............................................................. 21 2.STUDI KASUS ............................................................................................. 22 2.1. Sengketa Wilayah di Laut Cina Selatan .................................................. 22 2.1.1.Sejarah Sengketa .......................................................................... 23 2.1.2. Negara-Negara yang Bersengketa ................................................. 25 2.2. Imbalance of Power di Laut Cina Selatan .............................................. 27 2.3. Stabilitas di Laut Cina Selatan ................................................................ 33 2.4. Insentif Konflik di Laut Cina Selatan..... ................................................ 35 2.4.1.Historical Enmity ......................................................................... 36 2.4.1.1.Vietnam dan Cina ........................................................ 36 2.4.1.2.Filipina dan Cina ......................................................... 38 2.4.1.3.Malaysia Cina - Vietnam ......................................... 39 2.4.1.4.Brunei - Malaysia ........................................................ 40 2.4.2.Nilai Strategis Laut Cina Selatan ................................................. 41 2.4.2.1.Nilai Strategis Fisik ....................................................... 41 2.4.2.2.Nilai Geostrategis.......................................................... 42 2.4.2.3.Potensi Energi Laut Cina Selatan .................................. 42 2.4.2.4.Inefektivitas Rezim/Institusi ......................................... 43 3. ANALISIS................ ...................................................................................... 49 Universitas Indonesia 3.1 Relevansi Teori Balance of Power di Laut Cina Selatan ......................... 49 3.1.1. Kekhususan Asia Tenggara ........................................................... 51 3.1.2. Kasus Filipina ............................................................................... 53 3.1.3. Kasus Brunei ................................................................................. 55 3.1.4. Struktur di Laut Cina Selatan ........................................................ 57 3.2. Irelevansi Teori Balance of Power .......................................................... 58 3.2.1. Kasus Malaysia ............................................................................. 59 3.2.2. Kasus Vietnam: Assymetric Balancing ......................................... 61 4. PENUTUP ...................................................................................................... 704.1. Kesimpulan ......................................................................................................... 70 4.2. Rekomendasi ........................................................................................... 72 4.3. Refleksi terhadap Indonesia .................................................................... 73 4.4. Sumbangsih terhadap Ilmu Hubungan Internasional .............................. 74 DAFTAR REFERENSI .................................................................................... 75 Universitas Indonesia DAFTAR TABEL Tabel 1.1: Kapabilitas Militer yang Mengitari Laut Cina Selatan tahun 1991, 2003 dan 2011 ................................................................................... 3 Tabel 2.1: Balance of Force yang Mengitari Laut Cina Selatan 1991-2011 ...... 28 Tabel 2.2: Lini Waktu Peristiwa di Laut Cina Selatan ....................................... 33 Tabel 3.1: Perbandingan Kapabilitas AS-Vietnam dalam Perang Vietnam ....... 63 Tabel 3.2: Distribusi Jumlah Kapabilitas Cina sebagai Konsekuensi ForceDeployment dalam Skenario Invasi Penyerangan Cina di Laut Cina Selatan ............................................................................................................ 67 Universitas Indonesia DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1: Langkah-Langkah Metodis Studi Kasus................................12 Gambar 2.1: Kontestasi Klaim di Laut Cina Selatan .......................................... 23 Gambar 3.1: Proses Terciptanya Stabilitas di Laut Cina Selatan jika Teori Balance of Power Sepenuhnya Relevan...................................................... 49 Gambar 3.2: Proses yang Diindikasi terjadi dari Studi Kasus ............................ 50 Gambar 3.3: Bipolaritas Ganda di Laut Cina Selatan ......................................... 58 Gambar 3.4: Skenario Force Deployment Cina Jika Menginvasi Laut CinaSelatan ........................................................................................... 66 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang DalamstudiHubunganInternasional,khususnyakajiankeamanan,terdapat berbagaimazhabmenjelaskanbagaimanastrukturdalamsisteminternasional mempengaruhiperilakuaktor.SalahsatunyaadalahRealismeStruktural (Neorealisme).RealismeStrukturalpercayabahwaperilakuaktordipengaruhi keseimbangan kekuatan (balance of power) pada sistem internasional.1 Keseimbangan kekuatantersebutdipercayasebagaipembawastabilitaspadasisteminternasional, sepertiapayangterjadidimasaPerangDingin,dimanadistribusikekuatanyang seimbangantaraAmerikaSerikatdanUniSovietmenciptakanduniaglobalyang stabil.2

Walau demikian, anomali terjadi di tingkat regional, salah satunya di Kawasan AsiaPasifik.Berbagaipenulissetujubahwadikawasaniniterjaditigahal.Yang pertama adalah adanya historical enmity. Mulai dari T.V Paul. Michael Leifer. sampai EvelynGoh,merekasetujubahwaadakebencianhistorisyangadakarena kolonialismeyangsatuterhadapyanglain.3 Yangkedua,kawasaninimasihmelihat ancamanEropaAbad17-18,yaituperebutanwilayahdalambentuksengketa perbatasan.4 Mulai dari Senkaku-Tiaoyu sampai Laut Cina Selatan, sengketa wilayah

1 Inti dari Kenneth Waltz, Theory of International Politics, (Masscachussets: Addison-Wesley Publishing Company, 1979). 2 Tentang hal ini, pendapat terbagi antara penganut unipolar stability, bipolar stability dan multipolar stability, berdasarkan jumlah negara yang lebih kuat dari yang lain dalam sistem tersebut. Kenneth Waltz berargumen bahwa bipolar stability -lah yang bekerja, dimana adanya dua kekuatan yang saling bersaing, sebagai hasil dari respon negara akan ancaman (balancing/bandwagoning), akan menjaga stabilitas. (Baca: Ibid). 3Evelyn Goh, Great Powers and Hierarchical Order in Southeast Asia: Analyzing Regional Security Strategies, dalam International Security 32, No. 3 (Winter 2007/08), hal. 132-148; Michael Leifer, Stalemate in the South China Sea, Publikasi Asia Research Center, London School Economics and Political Sciences, diunduh dari http://community.middlebury.edu/~scs/docs/leifer.pdf; dan AmitavAcharya, Constructing Security Community in Southeast Asia: ASEAN and the Problem of Regional Order, (London: Routledge, 2001), Bab 5: Managing Intra-Regional Relations.4 Kawasan Asia Tenggara didominasi konflik-konflik bilateral (seperti konflik Indonesia-Malaysia, Thailand-Kamboja, etc)yang umumnya terjadi karena spillover effect dari konflik-konflik dalam negeri, seperti konflik etnis dan konflik perbatasan (baca: Acharya, 2001). Konflik perbatasan ini menjadi isu keamanan yang lazim di Asia Tenggara dan menjadi bagus berbagai usaha CBM yang dilakukan institusi keamanan, seperti ASEAN.Kawasan Asia Timur juga masih memiliki berbagai konflik perbatasan yang tidak dapat diselesaikan karena berbagai hambatan. Kompleksitas keamanan di Asia Timur masih didominasi oleh persaingan yang merupakan warisan historis pasca Perang Dunia II dan Perang Dingin, sehingga kawasan masih didominasi oleh hubungan enmity (baca: Barry Buzan dan Ole Weaver, Regions and Powers: The Structure of International Security, (Cambridge: Cambridge University Press: 2003), Bab 5: Northeast and Southeast Asian RSCs during the Cold War, dan Bab Universitas Indonesia terjadi sejak dua dekade lalu dan tidak pernah selesai. Yang ketiga, yaitu imbalance of poweraliasketidakseimbangankekuatan,yangterjadiantaranegaraterbesardi kawasan,Cina,dengannegara-negaradisekitarnya.Tigahaliniseharusnyamemicu instabilitas, namun dua dekade terakhir tidak terjadi perang besar di kawasan ini.KitaambilcontohSengketaWilayahLautCinaSelatansebagaisalahsatu sengketawilayahberbahaya.AmitavAcharyamenyebutkanLautCinaSelatan sebagai flashpoint of conflict 5 dan Kaplan menyebutkan bahwa the South China Sea is the future of conflict, karena banyaknya kepentingan dan ketegangan disana, yang seharusnya memicu konflik.6

Selainberbahaya,sengketawilayahinijugamenjadisaksihistoricalenmity yangmendalam.KebencianmasyarakatVietnamterhadapCinabertahanhingga sekarang7 sebagairesponatasseranganmilitertahun1977atasKepulauanParacel,8 dan konfrontasi 1987-1988 di Johnson Reef dan Fiery Cross Reef.910

6: The 1990s and beyond: an emergent East Asian complex.). Kondisi ini tentunya mempersulit berbagai usaha-usaha penyelesaian konflik perbatasan, yang merupakan isu yang sensitif bagi semua negara. Salah satu konflik yang melibatkan bukan hanya negara-negara di Asia Timur tapi juga Asia Tenggara, adalah Konflik Laut Cina Selatan.5Kesimpulan tersebut dibuatnya setelah mengamati potensi konflik yang ada di Laut Cina Selatan, sebagai akibat dari inevektivitas rezim dan banyaknya kepentingan yang bertabrakan disana, inti Bab 5Managing Intra-Regional Relations, dari: Amitav Acharya, Constructing Security Community in Southeast Asia: ASEAN and the Problem of Regional Order, (London: Routledge, 2001). 6Robert D. Kaplan, the South China Sea is the Future Conflict, Foreign Policy, terakhir kali dimodifikasi tanggal 15 Agustus 2011,diakses dari http://www.foreignpolicy.com/articles/2011/08/15/the_south_china_sea_is_the_future_of_conflict?page=full7South China Sea: Vietnamese hold anti-Chinese protest, Reuters, BBC.co.uk, terakhir dimodifikasi tanggal 5 Juni 2011, diakses dari http://www.bbc.co.uk/news/world-asia-pacific-136617798 Laut Cina Selatan telah menjadi rebutan sejak akhir masa kolonial dan berlanjut di masa Perang Dingin hingga sekarang. Cina merupakan negara paling asertif dalam usaha perebutannya. Salah satu contoh tindak asertifnya adalah operasi militer tahun 1974 atas Kepulauan Paracel. Dalam serangan tersebut, pasukan Vietnam Selatan dikalahkan dan mundur dari Kepulauan Paracel. Pasukan Vietnam Selatan kewalahan oleh pasukan Cina yang lebih superior dan dikalahkan dalam waktu dua hari. Sumber militer di Vietnam Selatan mengatakan bahwa 14 kapal perang Cina, termasuk empat guided missile destroyers, dikerahkan dalam misi itu berbarengan dengan empat MiG-21 dan MiG-23. Sumber: Lo Chu-kin, Chinas Policy Towards Territorial Dispute: The Case of the South China Sea Islands, (London: Routledge 1989), hal. 56.9 Pada awal yahun 1978, sesungguhnya terjadi gencatan senjata antara dua negara, namun seiring memburuknya hubungan pada akhr 1978 gencatan senjata ini berakhir.(Lo, Chi-kin Hal. 105) Pada saat itulah kemudian sengketa yang masih berada dalam ranah sengketa diplomatik itumenjadi isu yang resmi dan publik. Bermagai manuver diplomatik kemudian berganti menjadi aksi-aksi propaganda dan konfrontasi-konfrontasi militer (Ibid, hal.111); aksi-aksi propaganda tersebut terus berlanjut hingga tahun 1980an, diiringi oleh peningkatan kapabilitas militer yang didukung oleh pembangunan basis dukungan militer di pesisir dan di masing-masing daerah yang diduduki di kepulatan tersebut (Ibid., hal. 120); pada Februari dan Maret 1987, angkatan laut Vietnam dan Cina melakukan aksi saling tembak di area kepulauan Nansha (Spratlys), yang menimbulkan korban bagi kedua belah pihak. Pada Maret 1988 aksi saling tembak it akhirnya berubah menjadi konfrontasi militer yang seriusantara kedua negara. Sumber: Ibid, hal. 100-120. 10 Konfrontasi tersebut terjadi di sekitar Chigua Jiao atoll (Johnson Reef) dan di Yongshu Jiao reef (Fiery Cross Reef), merupakan salah satu konflik yangpaling menciptakan kebencian historis Universitas Indonesia Imbalanceofpowerpunjelasmengitarinya.Tabelberikutmenunjukkan ketidakseimbangan distribusi kekuatan tersebut: Tabel 1.1: Kapabilitas Militer yang Mengitari Laut Cina Selatan tahun 1991, 2003 dan 2011. 11 1991 kapablllLas negara ClnavleLnamllllplnaMalaysla8runel AL 558N10000 5obmotloes930000 uesttoyets190000 ltlqotes377140 cotvettes00000 Au llqbtets4600123900 8ombets6300000 CtoooJ Attock60060000 2003 AL 558N10000 5obmotloes682000 uesttoyets210000 ltlqotes426140 cotvettes01060 Au llqbtets123212414170 8ombets2480000 CtoooJ Attock738630370 2011 AL 558N30000 5obmotloes622020 uesttoyets130000 ltlqotes630180 cotvettes07040 Au llqbtets1070013310 8ombets1320000 CtoooJ Attock4212190260 Sumber: East Asia and Australasia, The Military Balance, (Institute for International and Strategic Studies: 1991, 2003, 2011)

masyarakat Vietnam terhadap Cina. Sumber: Jianming Shen, China's Sovereignty over the South China Sea Islands: A Historical Perspective, Oxford Journals, hal. 96, diunduh dari http://chinesejil.oxfordjournals.org/11 1991: tahun dimana Cina pertama kali memformalisasikan klaimnya, hal ini komparatif terhadap pengumuman perang di Eropa masa perang dunia yang menjadi awal mula Perang, misalnya Perang Russo-Perancis dan Perang Besar Jerman; 2003: pertengahan antara dua tahun; 2011: tahun dimana penelitian ini mulai dilakukan. Universitas Indonesia Dari tabel tersebut jelas bahwa selama dua dekade, kekuatan Cina jauh di atas dualainnya.BahkanketikakitahanyamembandingkankapabilitasAngkatanLaut (AL) dan Angkatan Udara (AU) Cina di Laut Cina Selatan dengan seluruh kapabilitas militerALdanAUVietnamdanFilipina.Karenanyajelaslahbahwaseharusnyadi kawasan terjadi instabilitas, paling tidak karena Sengketa Wilayah Laut Cina Selatan. MelihatbahwainternalbalancingtidakterjadidiLautCinaSelatan,kita mengekspektasiadanyaexternalbalancingataubahkanbandwagoning.12 Namun tidakadaaliansiyangterbentukantaranegara-negaraAsiaTenggarayangterancam, yangadajustruperpecahandanketidaksatuansuaradalammenyikapiCina13 dan tidakadapulabandwagoningdenganCina.14 IrelevansiteoriKennethWaltzmulai terlihat dari data statistik pada tabel diatas dan kepentingan untuk mengujinya terkait fenomenaperilakunegarayangperebutanklaimdiLautCinaSelatanyang memperlihatkan anomali terhadap teori tersebut. 1.2. Permasalahan MenurutTeoriBalanceofPower,seharusnyapadaakhirnyastrukturbipolar terjadiataskonsekuensiperilakunegarayangmempertahankandiridengan melakukanbalancingataubandwagoning,sehinggaterciptasistemyangseimbangyangmenciptakanstabilitas.Begitulahprosesyangseharusnyaterjadimenurutteori Balance of Power, jikatidakadavariabelpenentulainyangmempengaruhiperilaku negara,ataujikavariabelpenentulainitumemangtidaksignifikan,sepertiyang dikatakan oleh Waltz.MenempatkandiridalamteoriWaltz,seharusnyastrukturbipolartercipta diantara negara yang terancam dan mengancam. Internal balancing atau peningkatan kapabilitasmiliteryangmengimbangiancamanterjadisebagaikonsekuensi imbalance,namuntabelsebelumnyatidakmenunjukkanadanyapengimbangan tersebut.Jikaitutidakterjadi,harusnyaexternal balancinglahyangterjadi,dimana negarayangterancampunkekuatannyauntukmempertahankansurvival-nya,namun negara-negara Asia Tenggara yang terancam tidak melakukan yang demikian.

12Definisi internal dan external Balancing dijelaskan di bagian kerangka pemikiran. 13 Dijelaskan di bagian pembahasan. 14 Selain cultural competence kita mengkofirmasi hal ini, memang tidak ada traktat aliansi diantara negara-negara yang bersengketa. Lagipula, dalam konteks skripsi ini yang dibahas adalah potensi instabilitas terkait sengketa wilayah, sulit untuk memikirkan adanya negara yang akan melakukan bandwagoning dengan negara yang mengancam bukan hanya karena kapabilitas, tapi karena intensinya mengambil kedaulatan yang diklaim. Universitas Indonesia Jika itupun tidak terjadi, harusnya negara-negara bandwagoning dengan Cina, namuntidakdemikianfaktanya.Dengandemikian,teoriinijelasirelevan.Namun untukmemastikanrelevansitersebut,kitaharusmajuuntukmenelitiSengketa WilayahLautCinaSelataninidenganasumsi-asumsiKennethWaltz,lalumencari terkaitasumsimanafenomenatidakberlakusama,sehinggaterkaitasumsiitulah induksiteoriperludilakukan.Namunsebelumnya,kitaperlumengetahuikondisi-kondisi dimana balancing versi Kenneth Waltz semestinya terjadi. T.V.PaulmenjelaskanbahwabalancingversiKennethWaltzyangsering disebuthardbalancingituakanterjadiketika(1)terdapatancamanmiliteryang intens terhadap keamanan negara; (2) adanya ancaman kepunahan akibat peningkatan kekuatanrisingpowerdan(3)negaraterjebakdalampersainganjangkapanjang dengannegaralain. 15 KetiganyaterjadidiLautCinaSelatan,namun:(1)tidakada internalbalancingmaupunexternalbalancingsebagaisyaratterciptanyabipolaritas dan(2)walaupundemikian,kawasanperairaninitetapstabildantidakmelihat adanya perang besar dalam 20 tahun terakhir.Dengandemikian,cukupalasanuntukmengujiteoriKennethWaltz, mengingatberbagaiindikasidiatasmenantangasersiTeoriBalanceofPowerdan asumsinya, tentang bagaimana negara akan berperilaku dalam merespon perimbangan kekuatandalamsistemdantentangbagaimanasemestinyaperilakutersebutakan mendatangkanbipolaritas,sebagaipenyebabdaristabilitasatauketiadaanperang besar. Merespon permasalahan tersebut, skripsi ini berniat menjawab pertanyaan: SeberaparelevankahTeoriBalanceofPowerKennethWaltzdalammenjelaskan perilaku negara Asia Tenggara yang mengklaim wilayah di Laut Cina Selatan terkait kehadiran ancaman Cina? (1991-2011) SengketaWilayahLautCinaSelatanyangseharusnyakonfliktualmenjadi studi kasus yang dipilih. Variabel-variabel dalam teori yang dipertanyakan itu sendiri akandigunakandalampembahasandalampenelitian,sebelumpadaakhirnyaakan dianalisisterkaitfenomenadansub-fenomenaapasajakahteoriyangdiujioleh penelitian ini relevan atau tidak.

15Michel Fortmann, T. V. Paul, and James J. Wirtz, Conclusions: Balance of Power at the Turn of the New Century, dalam Balance of Power: Theory and Practice in the 21st Century ed. T. V. Paul, James J. Wirtz, and Michel Fortmann, (Stanford: Stanford University Press, 2004), hal. 365. Universitas Indonesia 1.3. Kerangka Pemikiran Penelitian ini akan menguji Teori Balance of Power, sesuai dengan pertanyaan penelitiannya. Skripsiiniakanmengaturkerangkapemikirannyauntukpercayapada asumsi-asumsidasarrealisme,padaawalnya,untukkepentinganmengujiteoriyang diciptakan oleh Kenneth Waltz ini. 1.3.1. Teori Balance of Power BalanceofPowermerupakanteoridibawahmazhabrealismestruktural (neorealisme),yangtundukpadaasumsialirantersebutbahwasisteminternasional bersifatanarki,aktorkuncidalamhubunganinternasionaladalahnegara,tujuan negaraadalahmemaksimalisasikekuatansertakeamanannyadannegaraberperilaku rasionaldalamupayanyamewujudkantujuannya.16 Secaraistilahiapertamakali digunakanolehRousseaudanHume,sebelumdikembangkankonteksnyakedalam hubungan internasional oleh Morgenthau dibawah mazhab realisme klasik dan Waltz, dibawah mazhab neorealisme.17

TeoriBalance of Power mengargumentasikanhubunganduavariabel:sistem sebagaivariabelindependenyangmempengaruhiperilakunegarasebagaivariabel dependen. Sistem yang dimaksud adalah struktur perimbangan kekuatan dalam sistem internasional. Perilaku negara yang dimaksud adalah balancing mengacu kepada aksi mandiriataubersama-samanegarauntukmenggabungkankekuatannyamenandingi kekuatanbesar18 danbandwagoningmengacukepadabergabungnyanegaradengan kekuatan besar untuk menjamin keamanannya.19

Balancingterdiriatasdua,yaituinternal balancingdanexternal balancing.20

Internal balancingmengacukepadaaksinegarameningkatkankekuatanmiliterdan ekonominyauntukmenandingikekuatanbesar.Namununtukmenjagarelevansinya, skripsiiniakanberdiridipihakpalingtradisionaldanhanyamenghitungkekuatan militer.Externalbalancingmengacukepadaaksinegaramenggabungkankekuatan dengannegara-negarayangsama-samamerasaterancamuntukmelawanancaman.

16 Baca Bab 6 dari Kenneth Waltz, Theory of International Politics, (Masscachussets: Addison-Wesley Publishing Company, 1979). 17 Ibid. 18 Baca Keith L. Shimko, International Relations: Perspectives and Controversies, (Boston: Wadsworth, 2010),hal. 69-71, kesimpulan dari penjelasan Waltz. 19 Kenneth Waltz, Theory of International Politics, (Masscachussets: Addison-Wesley Publishing Company, 1979), hal. 118-130. 20 Ibid. Universitas Indonesia Ada bermacam-macam cara menggabungkan kekuatan, tapi dengan alasan yang sama skripsiiniakanberdiridipihakpalingtradisionaldanhanyamempertimbangkan aliansi21 sebagaibuktiaksiini.Alasanskripsiinimengambilpengertianpaling tradisionaldariteoriiniadalahkarenabalanceofpowerdalaminterpretasipaling tradisionalnya itulah yang ingin diuji skripsi ini.Terkaithubunganantarvariabel,teoriinipercayabahwaperimbangan kekuatandalamsistemakanmempengaruhiperilaku/strateginegarayangmencari keseimbangankekuatandalamsistem.Menurutteoriini,dengandemikian,struktur polaritas22 yangakanterjadipadaakhirnyaadalahbipolar,23 yangkemudianakan menciptakanstabilitas,aliaskondisibertahannyasistemtanpaperubahanbesar, sepertiperang.Alurlogikainilahyangakandiklarifikasiolehpenelitianinijika ditemukan irelevan. 1.3.2. Permasalahan pada Teori Balance of Power MengartikanBalanceofPowermerupakansebuahtantangan,utamanya karenaabsennyasatupengertianyangbaku.Sebagaikonsepiabisamengacupada strategi, proses, maupun kondisi, maupun hasil .2425 Sebagai strategi, hasil yang ideal, maupunproses,balanceofpowerterjadikarenakompetisiantarnegarauntuk mempertahankan survival atau keberlangsungannya dalam kondisi anarki.Kondisi anarki merupakan kondisi dimana tidak ada otoritas lebih besar yang bisamamaksakanagenda.Karenanya,negara-negaraharusmenolongdirimereka sendiri jika keberlangsungannya terancam sehingga, tercipta self-help system.26 Untuk memahamiteoriiniuntukkepentinganmengujinya,harusdipahamihubunganantar variabel yang diargumentasikan teori.

21 Aliansi yang diperhitngkan harusmemiliki perjanjian yang mengharuskan negara lain untuk membantu negara yang terancam jika diserang, yaitu dengan bantuan serangan balik.22 Pembangian kekuatan dalam sistem internasional, bipolar: dua kekuatan, multipolar: lebih dari dua kekuatan. 23 Dua kekuatan besar berkuasa, baik great power secara individu maupun aliansi, maupun empire negara besar yang berkuasa atas negara lemah. 24 Jacob G. Hariri, When Do States Balance Power? Refining, Not Refuting, Structural Realist Balance of Power Theory, makalah yang disiapkan untuk panel Realism and Foreign Policy: Structural and Neoclassical Realist Perspectives pada SGIR ke-7 Pan-European International Relations Conference, Stockholm, Swedia, 9-11 September 2010, hal 29, diunduh dari stockholm.sgir.eu/uploads/HaririWivelSGIR.pdf 25 Jack. S. Levy, What Do Great Powers Balance Against and When? dalam Balance of Power: Theory and Practice in the 21st Century ed. T. V. Paul, James J. Wirtz, and Michel Fortmann, (Stanford: Stanford University Press, 2004), hal. 29. 26 Kenneth Waltz, Theory of International Politics, (Masscachussets: Addison-Wesley Publishing Company, 1979), hal. 118. Universitas Indonesia Jack.S.Levymemberiperhatianpadamasalahinidanmajuuntuk mengemukakanbagaimanabeberapateorismenggunakanistilahbalanceofpower untuk mengacu kepada distribusi kekuatan actual dan oleh beberapa lainnya mengacu kepadadistribusikekuatanideal.27 Penulissendiriakanmenggunakannyauntuk mengacukepadakeduanyadalampenelitianini,terkaitalasandiatas,untuk menghindari kerancuan. Karena yang menjadi fokus skripsi ini bukan klarifikasi atas kerancuankonsep,tapiataspenyebabdarikerancuankonseptersebut,yaituterlalu luasnya teori.Terlaluluasnyateoriinimenguntungkankarenakesederhanaanyang ditawarkannyadansifatnyayangparsimoni.Keduasifatitumembuatnyadapat dijustifikasiuntukdigunakandalamhampirsemuakasus,selamaaktornyaadalah negara dan isu yang dibahas adalah keamanan tradisional. Hanya saja, masalah timbul ketikatidakklarifikasiakanrelevansitidakdiisiolehsiapapun,sehinggarelevansi teori ini diterima begitu saja, tanpa mengindahkan konteks waktu atau tempat dimana teoritersebutbisaatautidakbisaberlaku.Karenanya,ujiteoriuntukmenemukan relevansi menjadi penting untuk dilakukan. Terkaitklarifikasi,Waltzsendirisudahmenegaskanbahwateoriinihanya berlaku bagi great powers. Tetapi, penggunaan data kawasan Eropa pada masa Perang DuniaolehWalzsendiri,justifikasiuntukmengabaikaneksklusivitaskeberlakuan teori ini dengan mudah dapat dibantah. Tentu saja, kebebasan akademik memberikan kesempatan untuk mengindahkan atau tidak mengindahkan penegasan apapun, namun jikakesimpulanditariktanpaadanyakesadaranakanbatasanrelevansi,haltersebut bisamenjadimasalahdandapatmenciptakanbiasyangberasaldaripemaksaan penggunaanteoriyangberlakupadakawasanlaintapibelumtentuberlakuterkait fenomena di kawasan tertentu, karena kekhususan yang dimiliki kawasan tersebut. Skripsi ini memiliki kepentingan untuk mencegah penggunaan teori ini dengan serampangantanpamenyadaribatasanaktordankonteksdalamteoritersebut, karenanyateoritersebutharusdiuji.Selainitu,untukyangluasdanterlaluabstrak seperti ini, uji teori, utamanya untuk memetakan dan mengidentifikasi batas relevansi diperlukandemikepentinganpragmatis,sepertikemudahandalampembuatan kebijakan yang berdasar atas teori ini.

27 Jack. S. Levy, What Do Great Powers Balance Against and When? dalam Balance of Power: Theory and Practice in the 21st Century ed. T. V. Paul, James J. Wirtz, and Michel Fortmann, (Stanford: Stanford University Press, 2004), hal. 29. Universitas Indonesia Dengandemikian,pentingbagikeistimewaankawasanAsiaTenggaradan Asia Timur terkait kasus yang ini untuk dipertimbangkan. Jika pada akhirnya tipologi teori akan dihasilkan dari pertimbangan akan hal-hal khusus dalam kasus yang diteliti skripsiini(dansub-kasusnya),tipologiteoritersebutakandiargumentasikandan dikembangkan.Diharapkan,tipologiteoritersebutakanbergunabagipembuatan kebijakan 28 dan kepentingan lainnya, seperti lahirnya teori yang dapat diklaim murni berasal dari pemikiran Asia, khususnya Asia Tenggara dan Asia Timur.Perludiketahuibahwadalamskripsiini,ketikapenulismenyebutBalance of Power denganawalankapital,penulismengacukepadateoriBalance of Powerdan ketika menyebut balance of power dengan huruf kecil, penulis mengacu pada konsep balanceofpoweryangmengacupadakondisi(statusquo)dalamstruktursistem internasional.Ketikamengacupadahasilideal,penulisakanmenuliskannyasebagai balance of power sebagai hasil ideal. 1.4. Metode Penelitian29 SkripsiyangbertujuanmengujiteoriKennethWaltziniakanmenggunakan metodecasestudyataustudikasus,30 yangmerupakansalahsatumetodeuntuk mengembangkanteorisesuaidenganpendapatGeorgedanBennetdalambukunya, "#$% "#$%& '(% )*+,-& .+/+0,12+(# 3( #*+ ",43'0 "43+(4+567Casestudyataustudikasusmerupakanmetodedimanapenelitimengambil satuataulebihkasusuntukmengembangkanteori.'#()*+*,-#.Georgedan Bennetmenjelaskanbagaimanametodecasestudydapatmembantupenelitidalam pengembanganteorikarenamemberiruangbagipenelitiuntukmenggalidetil fenomenauntukkemudiandicocokkandenganvariabeldanhubunganantarvariabel teori,sehinggapadaakhirnyadiketahuiseberaparelevansebuahteoribekerjapada sebuahkasus,seberapaterbatasteoritersebutterkaitsebuahkontekskhususdalam fenomenatersebut.Casestudymemilikikelemahan,tapidalammenginduksiteori, case study merupakan salah satu metode paling ideal.Dalamcase study, pemilihankasusharusdilakukandengandetildancermat, denganalasan-alasanyangjelas,seperti:kasusmengindikasikananomaliterhadap teori,berpotensimemberikantambahanvariabelbagiteori,meningkatkanrelevansi

28 Berdasarkan penjelasan George dan Bennet dalam Alexander L. George dan Andrew Bennet, Case Study and Theory Development in the Social Sciences,(Cambridge, Massachussets: MIT Press, 2005). 29 Buku rujukan dari metode penelitian ini adalah Ibid. 30 Baca Bab I: Study and Theory Development, dari Ibid. Universitas Indonesia teori,menjelaskanbatasanteori,ataukarenaberbagaialasanlainnya.Dengan demikian, sebuah kasus valid menjadi bahan penelitian dalam mengembangkan teori, bukansemata-matakarenakasustersebutpentingataumenarik.Terdapatduacara melakukancase study, yaitusingle-case study (studikasussatuan)ataumultiple case study(lebihdarisatu)yangbiasanyabersifatkomparatif.Perludiketahuibahwa tinjauansejarahpentingbagicasestudysehinggatinjauansejarahakanmenjadi bagian dari penelitian ini.Kasus perilaku negara-negara Asia Tenggara yang menjadi pengklaim di Laut CinaSelatanterkaitkehadiranancamanCinaakandipiliholehpenelitianiniterkait indikasianomaliyangdiperlihatkannya.Selainitu,kasusinijugadiambilkarena potensinyauntukmeningkatkanrelevansiteoridanmenjelaskanbatasanrelevansi teori dalam kasus, serta potensi kekhususan dalam kasus untuk mengembangkan teori tipologi. Kasus yang diteliti penulis merupakan case of state behaviour, sebuah kasus perilakunegara,yangmerupakanvariabeldependendariteoriBalanceofPower. Struktur sistem international (Balance of Power) yang imbalance telah terjadi, namun perilakuyangdiindikasiterjadidikawasanLautCinaSelatantidaksepertiapayang diramalkan Kenneth Waltz.KarenainginmengujirelevansiteoriBalance of Power padasebuahanomali khususyangditemukan,skripsiiniakanmenggunakansinglecasestudy,karena mencaripoladariduakasusyangsamauntukmengembangkanteoribukanlahyang diinginkannya.Yangdiinginkannyaadalahmencarikekhususandalamsebuah fenomena dan melihat apakah kekhususan tersebut berpotensi untuk mengembangkan tipologiteori.Jikapadaakhirnyaditemukankekhususandalamsebuahfenomena yangberpotensimengembangkantipologiteori,makateoritersebutakan dikembangkan dengan menggunakan analytical explanation. Dari sisi ontologi, metode ini menguji teori terhadap suatu kasus dan/atau sub-kasus.31 SkripsiinimengujiteoriterhadapperilakunegaraterkaitSengketaWilayah Laut Cina Selatan, berdasarkan kesimpulan teori itu sendiri tentang bagaimana negara akanberlaku,dalamkondisiyangdidefinisikanolehteoriitusendiri.Sub-kasus sub-kasusterkaitjugaakandigunakandalamanalisisjikadiperlukandandilihat keterkaitan sub-kasus tersebut dengan relevan-tidaknya teori.

31 Sub-kasus adalah kasus-kasus lebih kecil yang menjadi bagian dari kasus yang lebih besar. Dalam sebuah penelitian studi kasus, harus jelas apakah yang sedang diteliti penulis adalah kasus atau sub-kasus. Pada akhirnya, harus jelas pula apakah teori yang diuji berlaku atau tidak berlaku pada kasus atau sub-kasus. Universitas Indonesia Terkait justifikasi epistemologis pengembangan teori, skripsi ini percaya pada logic of discovery danbahwalogic of discovery dapatdigunakanbersamaandengan logic of confirmation, bahkankeduanyadapatmelengkapisatusamalain.Keduanya dibutuhkandalampengembangansebuahilmudanalangkahbaiknyajikarelevansi teori difalsifikasi berlakunya dalam kasus atau sub-kasus tertentu, sebelum teori yang mampumenjelaskankasusatausub-kasustertentudikembangkan.Itulahyang dilakukan oleh penelitian ini. Penelitian ini sendiri melihat bahwa masih ada harapan bagi relevansi Balance of Power dikawasandaninginmengembangkanIlmuHubunganInternasionallebih lanjutdenganmencarirelevansiitu.Namun,penelitianinisadarbahwaterkait kekhususankasus-kasustertentu,teoriiniterancamuntuktidakberlaku,utamanya setelahmelihatindikasiyangdijelaskandalambagianlatarbelakang.Sehingga, dalam konteks dimana teori yang menjadi fokus penelitian tidak berlaku, diperkukan induksi teori tipologi baru.Seperti yang dikatakan oleh Karl Popper, 32yang juga diargumentasikan oleh George dan Bennet dalam bukunya, tidak masalah memilih logika yang mana, selama kita mengikuti langkah-langkah saintifik yang tepat dan teratur dalam mengumpulkan data. Karenanya, skripsi ini maju dengan jelas untuk mencapai tujuan uji teori, dengan langkah-langkah metodis seperti yang tertergambar dalam diagram: Gambar 1.1: Langkah-Langkah Metodis Studi Kasus

32 Jack. S. Levy, What Do Great Powers Balance Against and When? dalam Balance of Power: Theory and Practice in the 21st Century ed. T. V. Paul, James J. Wirtz, and Michel Fortmann, (Stanford: Stanford University Press, 2004), hal. 44. / 0 1%,%,2*+#, 2*3*#,. 4%$#5,. 4#, $26*+2*6 7%,%'525#, 8 0 1%'#+$#,#+#, $2*45 +#$*$ 9 1%,:;*)*,:+#, 4#2# 2%(*#, 4%,:#, 2*3*#,7%,%'525#, Universitas Indonesia Ketigalangkahsepertiyangterlihatpadagambarakantersiratdalam penelitianini.LangkahpertamadalamBabIdanlangkahkeduasertaketigadibab-babselanjutnya.Perludiketahuibahwadatayangdigunakandalampenelitiancase studyjugaharusfokus.Data-datayangakanpentingbagipenulisadalah:tinjauan umumperistiwayangmelatarbelakangikasus,tinjauansejarah,kondisibalanceof powerdiLautCinaSelatan,insentifkonflikyangada,kondisistabilitasdan pembahasan tentang kondisi masing-masing negara yang terlibat. Semua data tersebut akan dibahas di Bab II: Studi Kasus. Sementara di Bab III, analisis terhadap perilaku negara akan dibahas, bersamaan dengan analisis relevansi dan pencarian celah untuk induksi teori yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan penelitian. 1.5. Tujuan dan Signifikansi Penelitian PenelitianinibertujuanmempertanyakanseberaparelevanteoriBalanceof PowerKennethWaltz,utamanyadalamkonteksAsiaTenggaradanAsiaTimur.Teoriinibegituparsimonidansederhana,sehinggadigunakanolehberbagaipeneliti begitusaja tanpamempertanyakanvaliditasnyapadafenomenayangditelitinyadan turunandarifenomenatersebut.Skripsiiniakanmenjawabpertanyaantentang relevansiteoritersebutdenganmempertimbangkankekhususankontekswilayahdan waktu dari kasus yang dipilih. Kasus tersebut adalah perilaku negara pengklaim Laut Cina Selatan terkait kehadiran ancaman Cina. Perlu diketahui bahwa perilaku negara merupakan variabel dependen menurut Teori Balance of Power Waltz. Siginifikansipenelitianiniantaralainadalahmengambilperandalamusaha meningkatkanrelevansiteoriBalanceofPowerdengankondisisekarang, meningkatkanrelevansimazhabrealismeyangmasihdibutuhkanselamanegara masih memiliki senjata, memberi penjelasan baru bagi fenomena-fenomena keamanan internasionalutamanyadiAsiaTenggara,mencariteoriyanglebihsesuaidengan kondisi di Asia Tenggara dengan segala keunikannya dalam fenomena. Jack S. Levy mengatakanbahwaadawesternbiasdalaminduksiteori-teoribarat,utamanya BalanceofPower.33 Halinimenjadialasanterakhirdanterutamadarimengapa skripsiiniinginmelakukanpreskripsiteori,menjadipenantangatasteori-teoriBarat yang sudah ada.

33 Jack. S. Levy, What Do Great Powers Balance Against and When? dalam Balance of Power: Theory and Practice in the 21st Century ed. T. V. Paul, James J. Wirtz, and Michel Fortmann, (Stanford: Stanford University Press, 2004), hal. 38-39. Universitas Indonesia 1.6. Tinjauan Pustaka DiskusikontemporertentangTeoriBalanceofPowerkebanyakanterjadi dalamranahpengembanganteorialternatifmaupuntipologiteori.Dalam pengembangan teori alternatif, terdapat berbagai macam inovasi dari teori Balance of Power,antaralainBalanceofThreat(StephenWalt),BalanceofInterest(Randall Schweller),BalanceofInfluence(EvelynGoh),Offense-DefenseBalance(Jervis, StephenVanEvera,SeanLynn-JonesdanCharlesGlaser)danSecurityDilemma theory(ThomasChristensen,RobertRoss,andWilliamRose). Namunkarenaingin menginduksiteoritipologi,penelitianiniakanmemfokuskantinjauanpustakanyake pengembangan Teori Balance of Power yang fokus pada tipologi teori. Pengembanganteoritersebutantaralainadalahpengembanganteorisoft balancing,yangmenciptakanperbedaansoft balancingdenganhard balancing, yang menjaditerminologiuntukmenyebutbalancingversiWaltziandalamdunia kontemporer.Selainitu,adapulaindirect balancing danregional complex balancing yangdikembangkanolehEvelyinGoh,dibawahteoribalanceofinfluence-nya. Sebenarnyaterdapatbebagaipengembangantipologiteorilain,yaituoffshore balancing,balancingmelaluikekuatanlaut(Levy)danlain-lain,namunpenulis memilihuntukfokuspadasoftbalancing,indirectbalancingdanregionalcomplex balancing karena ketiga teori inilah yang diinduksi dengan secara spefisik mengamati kawasan Asia Tenggara, seperti apa yang dilakukan oleh penulis.Bagiantinjauan pustakainiakanmembahastipologiteorimereka,agarjelasbahwayang dikembangkanpenulisbenar-benarbarusecaraasersidanmetodologiyangberbeda dari apa yang digunakan oleh mereka, walaupun meneliti kawasan yang sama. 1.6.1. Soft Balancing Jika hard balancing mengacu kepada pengertian tradisional tentang balancing sepertiyangtelahdijelaskansebelumnya,softbalancingmengacukepadaaktivitas-aktivitasnonaliansi(dengandemikian,tanpasuatumenargetkannegaratertentu sebagaiancamanyangjelas)dannon-militeryangdilakukanolehnegara-negara lemah dalam menandingi kekuatan besar.Menurutteoriiniaktivitas-aktivitassepertiarms build-up terbatas,kerjasama militerad-hocdankerjasamainstitusionaldalamkawasanmaupunsecaraglobal dapatdikategorikansebagaiaktivitassoft balancing. Dalamkondisi-kondisitertentu Universitas Indonesia dimanakeberadaanancamanmenjadimakinnyatadantidakbisadihindarilagi, aktivitas-aktivitas soft balancing ini dapat menjadi hard balancing.34

TeoriinipertamakalidikembangkanolehdikembangkanolehPaul(2005)danPape(2005)35 yangkemudianmemunculkanberbagaimacamperdebatan diantaraparateorisBalanceofPower.Paulsecaraumummenggunakanteoriini untukmenjelaskanmengapapascaPerangDingintidakditemukanlagiadanya aktivitasbalancingterhadapkekuatanbesarolehsecond-tiermajorpowers(seperti Cina,Rusia,India,dll)terhadapAmerikaSerikatyangsenantiasamenghadirkan kekuatannyadisetiapsudutdikawasan. 36 Kemudianiamenjelaskanbahwanegara-negarabukannyatidakmelakukanbalancing,tapimelakukansoftbalancingyang melibatkanpembentukankoalisidiplomatikterbatasatauententes,sepertyang mereka lakukan didalam PBB.Ententesinimemilikitargetancamanyangimplisitdanmemilikitujuan meningkatkanaliansimerekajikaAmerikaSerikatbertindaklebihdariyang seharusnya,37 seperti,yangdicontohkanolehPaul,yangdilakukannegara-negara middlepowerstersebutterhadapaksiAmerikapadakasusKosovotahun1999dan perangIraqtahun2002-2003.Salahsatualasanmengapanegara-negarainitidak melakukanhardbalancing,menurutPaul,adalahkarenaAmerikaSerikatzaman sekarangtidakpernahsecaraeksplisitmengambilkebijakanyangmengancam kedaulatan mereka. Jika ya, dipastikan aksi hard balancingmelawannya akan segera muncul.Namunkarenakeberadaankebijakanitutidakpernahada,ditambahdengan kerjasama ekonomi dengan AS yang terlalu berharga untuk diperjuangkan, maka yang dilakukan oleh negara-negara second-tier power adalah soft balancing.Sementara Pape, yang setuju dengan penjelasan Paul akan bagaimana second-tier-powermelakukanbalancingterhadapkekuatanbesarpascaPerangDingin, menambahkanpenjelasankearahbagaimanasoftbalancingdapatterjadikerena tindakanunilateralisgreat power danumumnyaterjadidalamkondisidimanadunia sedangberadadibawahsistemunipolar.SepertiyangjugadipercayaPaul,dalam

34 Stephen G. Brooks and William C. Wohlforth Hard Times for Soft Balancing dalam International Security, Vol. 30, No. 1 (Summer, 2005), hal. 73.35 Robert A. Pape, Soft Balancing against the United States, dalam International Security, Vol. 30, No. 1 (Summer, 2005), hal. 7-45. 36 Ibid. 37 T.V. Paul, Soft Balancing in the Age of U.S. Primacy, dalam International Security, Vol. 30, No. 1 (Summer, 2005), hal. 46-71. Universitas Indonesia kondisidimanaaksi-aksinegarahegemonidalamsistemunipolarinimendatangkan ancaman nyata, soft balancingdapat berubah menjadi hard balancing.Dalam sistem perimbangan kekuatan, Pape mencatat beberapa hal yang perlu diwaspadainegaramiddlepowers/second-tierpowers:(1)ancamanserangandari kekuatanbesarlain;(2)ancamanbahayatidaklangsung,dimanaaksi-aksimiliter kekuatanbesarlaindapatmengancamkeamanannegaratertentu,walaupunsecara tidakdisengaja;dan(3)kemungkinanbahwasuatukekuatanbesardapatmenjadi hegemoni global, yang berarti ia akan dapat melakukan berbagai aksi yang berbahaya, sepertimenulisulangaturan-aturaninternasionaldemikeuntunganjangka panjangnya,mengeksploitasisumberdayaekonomiduniauntukrelativegain-nya, memaksakanimperialismepadasecond-tierpowers,ataubahkanmelakukan penaklukanpadasuatunegaradalamsistem.38 Ancaman-ancamaninilahyangmasih adawalaupunnegarastatus-quopowertidaklagimelakukanaksiyangsecara langsungmembahayakankedaulatan,sehinggamenjadiinsentifuntuknegara-negara kekuatan-menengah melakukan soft balancing. Soft balancing, dalam pelaksanaannya, tidak serta merta langsung menantang keunggulankekuatanmiliternegaraunipolar,tetapiiadapatmenunda,memperumit, sertameningkatkankerugiandaripenggunaankekuatantersebut.Instrumen-instrumennon-militersepertiinstitusiinternasional,economicstatecraftdan interpretasibakuterhadapnetralitasdapatmemberikanefekyangnyata,ataupaling tidaktidaklangsung,kepadaprospekpenggunaankekuatanmiliterpemimpin unipolar.Dengandemikianlogikabalancingterhadapsuperpowerunipolaradalah koordinasi ekspektasi aksi-aksi kolektif antara negara-negara kekuatan menengah.39 MenurutPape,tentangbagaimanasoft balancing bekerja,adabeberapaset of actionyangdapatdilakukanstates dalammelakukansoft balancing, yangsemuanya bertujuan menghambat misi unilateral great powers. Aksi-aksi tersebut antara lain40: Territorial Denial Aksidimananegara-negarakekuatanmenengahmempersulitakses kekuatanbesarterhadapkawasandimananegarakekuatanmenengah berdaulat. Hal ini dapat menghambat aksi unilateral kekuatan besar.

38 Robert A. Pape, Soft Balancing against the United States, dalam International Security, Vol. 30, No. 1 (Summer, 2005), hal. 7-45. 39Ibid, hal. 17. 40 Ibid, hal. 36-37. Universitas Indonesia Entangling Diplomacy Aliassistemdiplomasiyangmembingungkanataumemperumit kegiatanyangingindilakukankekuatanbesaryangmengancam.Dengan demikianaksi-aksisepertiperangatauseranganolehkekuatanbesardapat dicegah. Economic strenghtening Denganmemperkuatekonominya,negara-negarakekuatanmenengah dapatmemperkuatdirinyasecarainternalyangmanakemudianiaakan meningkatkanposisitawarnyadanrekan-rekankekuatanmenengahnyademi mencegah kebijakan mengancam negara hegemoni. Signals to Resolve Balance Negara-negaramenengah,denganberkumpulbersama-samadan mengambillangkahdemimencegah,mengurangi,memperumitdan meningkatkan kerugian bagi negara kekuatan besar dalam melaksanakan aksi unilateralnya,telahmensinyalirkeinginanmerekauntukbersama-sama melakukanbalancing(hard)apabilamerekamenilaiaksi-aksinegara kekuatanbesartelahmemperlihatkanancamannyatayangmengancam kedaulatannya. SecaragamblangdapatdikatakanbahwadiAsiaTenggaradanAsiaTimur, softbalancingterjadi.Hal-halsepertiterbentuknyaberbagaimacamkerjasama keamananad hoc,pembentukaninstitusikeamanansepertiASEANRegionalForum dan pembentukan norma-norma yang mengatur perilaku di Laut Cina Selatan seperti Declaration of Code of Conduct in the South China Sea tahun 2002 itu sendiri.YuenFoongKhoongmerupakanpenelitidarikawasanyangmendukung pendapattentangberlakunyasoftbalancingdalammenjelaskankekhususandiAsia Tenggara dan Asia Timur terkait balancing. Dalam karyanya yang berjudul Coping withStrategicUncertainty:TheRoleofInstitutionandSoftBalancinginSoutheast AsiasPostColdWarStrategy,iamengatakanbahwasetofactionsnegara-negara AsiaTenggaradalammenghadapipengaruhCinadapatdikatakansebagaisoft balancing.41 Karenanya,iamenganggapteoriinibergunauntukmenjelaskan

41 Baca Yuen Foong Khoong, Coping with Strategic Uncertainty: The Role of Institution and Soft Balancing in Southeast Asias Post Cold War Strategy dalam Peter Katzenstein, Allen Carlson and JJ Suh (eds.), Rethinking Security in East Asia, (Stanford: Stanford University Press: 2004). Universitas Indonesia hubunganAsiaTenggaradanCinadalamkonteksperimbangankekuatan,spesifik dalam hubungannya dengan perilaku Cina di Laut Cina Selatan.KebebasanakademikmemberijustifikasibagiYuenFoongKhoonguntuk berargumentasi demikian, namun penulis ingin berkontribusi dalam diskursus balance ofpowerdiAsiaTenggaradenganmelakukanpenelitianyangterlebihdahulu mengujiteoriyangmenjaditeorisentralkedalamfenomenadikawasan,sebelum membuat kesimpulan dengan teori lain tanpa memfalsifikasi teori yang lama. Dengan demikian penulis maju untuk melaksanakan penelitian ini.Dalam sub-babberikutnya, kritik terhadapsoft balancingakanpenulisbahas, untukmemperlihatkanbagaimanatipologiteoriyangsudahadabelumcukupkuat, sehinggadibutuhkanpenjelasanbaru,yangdapatdatangdaripengembanganteori baru,sepertiyangditargetkandiakhirpenelitianpenulis.Dengandemikian,jelas bahwateoritipologiyangakandihasilkanolehpenelitianiniakanmemilikiruang signifikansi dalam Ilmu Hubungan Internasional, utamanya dalam kajian kawasan. 1.6.2. Kritik terhadap Soft Balancing Teorisoftbalancingyangberkembangbarudewasainidikritikolehpara penelitikarenadianggaptidakmengindahkankemungkinanadanyapenjelasan-penjelasan lain perihal absennya aktivitas-aktivitas hard balancing terhadap kekuatan besar, misalnya terhadap Amerika Serikat yang senantiasa memastikan kehadirannya ditiapkawasan.SalahsatuyangmenyuarakankritiknyaterkerasadalahStephen Brooks. Dalam tulisannya, Hard Times for Soft Balancing (2005) mengatakan bahwa, selainkarenatidakmengindahkankemungkinan-kemungkinanpenjelasanlain,teori ini tidak menggunakan analisis empiris yang berhati-hati tentang fenomena.42 Perludiketahuibahwaumumnya,soft balancing terjadiketikanegara-negara yangbekerjasamatidakmengembangkanpemahamankeamananyangsetaradan memadai antara satu dan yang lain tentang bagaimana mengimbangi negara lain yang mengancam. Dengan kondisi demikian, sulit mengatakan negara-negara yang terlibat perebutan klaim memiliki intensi melakukan soft balancing yang sama.Jikamemangsekarangnegara-negaraberadadalamkondisimelakukansoft balancing karena dominasi Amerika, itu berarti keberadaan perilaku balancing dalam sistemadalahimperatif,yangberartibahwajikabenarsoftbalancingmengalami

42 Stephen G. Brooks and William C. Wohlforth Hard Times for Soft Balancing dalam International Security, Vol. 30, No. 1 (Summer, 2005), hal. 75. Universitas Indonesia kesuksesan,kedepannyaperananAmerikaSerikatdalamduniaakansecarabertahap menurun. Namun terhadap hal ini penulis berpendapat, benar adanya dalam realisme strukturalpararealisberpendapatbahwakemunculanperilakubalancing, walaudari masakemasamenimbulkanvariankarenateoritentunyamenyesuaikandiridengan fenomenayangberkembang,adalahhalyangdianggapwajar,rasionaldandengan demikian,pasti,dalamsisteminternasional.Begitupuladengankeberadaansoft balancing ini.Tentangkeberadaanpenjelasan-penjelasanlain,Brooksmenjelaskanbahwa keberadaanteorisoftbalancinggagalmenjelaskanapayangsesungguhnyaterjadi karenatidakmemberikaninstrumenkonseptualyangmembedakanaksisoft balancingdenganapayangdisebutnyaunipolarpoliticsasusual.43 Dengan demikian,sulitdibedakanapakahsuatuaksimerupakansuatuaksimerupakan penjelasan lain dari perilaku negara atau adalah suatu aksi soft balancing. Karena itu, sebagai efeknya, siapa saja dapat mengidentifikasi perilaku apa saja yang mempersulit pelaksanaanpolitikluarnegeriASsebagaisoftbalancing.Halinimerupakan kesalahanmetodisyangfatal,mengingatkekuranganyangadapadateoriinidapat menciptakan bias.Untukmenghilangkanbiasitu,Brooksmemberikanempatpenjelasan alternatiftentangmengapanegaratidakmengembangkanperilakuhardbalancing terhadapAmerikaSerikat,yaitukeberadaankepentinganekonominegara, kepentingankeamananregional,ketidaksetujuanakansuatukebijakanspesifikAS ataukeinginanmeningkatkanbargainingpositiondankeberadaaninsentifpolitik domestik.Keempathalini,dapatmenjadipendorongmengapaakhirnyanegara melakukan suatu aksi yang kemudian menghambat manifestasi politik luar negeri AS, bukan serta merta karena negara-negara tersebut ingin manuver AS.44 Lieber dan Alexander juga mengkritik soft balancing dan mengatakan bahwa, keempataksi-aksinegarayangdisebutPapesebagaihal-halyangdapatdilakukan negaradalammelaksanakansoftbalancing(territorialdenial,economic strenghtening,entanglingdiplomacy,etc)tidakdisusunberdasarkanlogikayang benarkarenatidakmengindahkanberbagaifakta.Terhadappenggunaaninstitusi internasionaluntukmenghambatkinerjaAS,sulituntukdiargumentasikankarena

43 Stephen G. Brooks and William C. Wohlforth Hard Times for Soft Balancing dalam International Security, Vol. 30, No. 1 (Summer, 2005), hal. 79. 44 Ibid, hal. 79-80. Universitas Indonesia justrunegarahegemonisepertiASlahyangpalingberkuasadalaminstitusi internasionalsepertiPerserikatanBangsa-Bangsa(PBB).Terhadapusaha mengenyahkankekuatanASdarikawasandenganterritorial denial, dapatdikatakan bahwajustrunegara-negaratertentumenginginkankehadiranASsebagaipenjamin keamanannya di kawasan.45 TerhadappenjelasanBrooks,penulissetujubahwakeberadaanteorisoft balancingmemanggagalmemberikaninstrumenkonseptualyangmembuatnya mampumembedakandiridaripenjelasan-penjelasanlain.Adamethodological flaws sejakawalpadateoriini.TerhadappenjelasanLieberdanAlexanderpenulispun setuju.Karenaitupenulisinginmembawateoritersebutkearahsistematikabalance ofpowerregional,dimanabukannegarabesarsepertiAmerikaSerikatyangpaling berkuasa,dimananegarabesarterintegrasikedalamsebuahkompleksitaskeamanan yang sama dengan kawasan tempat negara-negara kecil yang signifikan perannya.46

Penelitianiniberharapagarditemukanpotensivarian-varianbarudariteori balancing,yangdapatberkontribusibagipengembanganteoriini,sekaligusuntuk mengoreksiteorisoftbalancing.Dengandemikian,diharapkanperilakunegara-negarapengklaimterkaitkeberadaanCinayangmenurutTeoriBalanceofPower seharusnyamengancamnegara-negaraAsiaTenggaradapatdenganlebihtepat dijelaskan oleh teori lain selain soft balancing. 1.6.3. Indirect Balancing dan Complex Balancing Indirectbalancingdan(regional)complexbalancingmerupakanduavarian teoriyangdikembangkanolehEvelynGohdalamkaryanya,GreatPowersand HierarchicalOrderinSoutheastAsia:AnalyzingRegionalSecurity Strategies,47yangberadadibawahranahteoribalanceofinfluence48 yang dikembangannya.

45 Lieber dan Alexander juga memberikan berbagai contoh lain mengapa bukan hanya hard balancing, tapi soft balancing juga tidak bekerja di dunia abad21. Lebih lanjut baca Keir A. Lieber dan Gerard Alexander, Waiting for Balancing: Why the World Is Not Pushing Back, dalam International Security, Vol. 30, No. 1 (Summer, 2005), hal. 109-139. 46 Lihat Barry Buzan, Ole Weaver, Regions and Powers: The Structure of International Security, (Cambridge: Cambidge University Press, 2003), hal.62. 4747 Baca Evelyn Goh, Great Powers and Hierarchical Order in Southeast Asia: Analyzing Regional Security Strategies dalam International Security 32:3. hal. 132-148. 48 Bagaimana negara mengatur dan mengelola pengaruh kekuatan di kawasannya demi menghadapi ancaman dari kekuatan lain dapat dibaca dalam Ibid. Universitas Indonesia Gohmerupakansalahsatuakademisiyangpalingkerasmengatakanbahwa varianteorisoftbalancingtidaklahtepatdiaplikasikanpadaAsiaTenggarakarena berpendapatbahwaAsiaTenggaratidaktermasukkedalamnegara-negarayang dikategorikanPauldanPapesebagainegarayangakanmelakukansoftbalancing. Gohmenganggapbahwanegara-negarayangmelakukansoft balancing, sepertiyang dicontohkanolehPauldanPape,merupakannegara-negarayangtidakbisa melakukanhardbalancingaliasmenciptakanhubunganaliansimiliter.Sementara, negara-negaraAsiaTenggaraadalahnegara-negarayangmampumelakukanhard balancing karena kehadiran AS di kawasan.Gohsendirimunculdengantawaranindirect balancing danregional complex balancing yangmenurutnyadilakukannegara-negaraAsiaTenggaradenganbalance ofinfluencekekuatan-kekuataneksternalyangmemilikikepentingandidalam kawasan.49 Indirectbalancingmengacukepadaaksinegarayangsecaratidak langsung menggunakan negara lain untuk memanajemen ancaman membuat aksi-aksi lainyangmananegaratidakmenggunakanpihakketigadalammemanajemen ancamandanmenghadapinyasecaralangsungdisebutdirectbalancing.Karenaitu, disimpulkanolehGohbahwayangdilakukannegara-negaraAsiaTenggaraadalah indirectbalancing,yangdilakukannyadenganmengelolabalanceofinfluence,50 dengan menghadirkan kekuatan besar lain di kawasan dalam ikatan kerjasama militer tidaklangsung(tanpatargetyangjelas).KarenaitulahGohmengkontestasikansoft balancingdenganpilihanvarianindirectbalancingdancomplexbalancingyang dilakukannyanegara-negaraAsiaTenggaradenganmengelolabalanceofinfluence kekuatan-kekuatan eksternal yang memiliki kepentingan di dalam kawasan.51 Dengan demikian, poin yang ingin disampaikan Goh adalah, bahwasanya negara-negara Asia Tenggara menggunakan pihak ketiga dalam melaksanakan strategi balancingnya.TerkaittipologiteoriolehGohini,penulismasihbisamengklaimbahwa metodologinya berbeda dan kasus yang ditelitinya pun berbeda. Goh meneliti ASEAN secarainstitusionaldanmelihatkerjasamainstitusionalantarnegara-negaradidalam kawasandengannegara-negaradiluarkawasan,sehinggakeluardengankesimpulan teori tipologinya.

49 Evelyn Goh, Great Powers and Hierarchical Order in Southeast Asia: Analyzing Regional Security Strategies dalam International Security 32:3, hal. 132-148. 50 Ibid. 51 Ibid. Universitas Indonesia Penulis,berbedadenganGoh,majuuntukmenelitiperilakunegaradiLaut Cina Selatan terkait kehadiran ancaman Cina, dengan menggunakan asumsi neorealis untukmengujiteoriBalanceofPowerdanmengukurseberaparelevankahteori tersebutdalamsengketawilayahyangseharusnyakonfliktual.Karenanyapenulis percayabahwatipologiteoriyangakandihasilkanGohdanyangdihasilkanoleh penelitian ini akan berbeda.Tujuandaritinjauanpustakainiadalahmemperbesarkepercayaanpembaca bahwapenulismajuuntukmenelitihalyangbaru,tidakmengulangiapayangsudah ada.Selainitu,tinjauanpustakainijugabertujuanmemperlihatkanbahwa kemungkinan hasil induksi teori yang sama akan minimal. Dengan demikian, tinjauan pustakainitelahmembahasbeberapainduksitipologiteorilainyangberbedadari desain penelitian penulis. 1.7. Rencana Pembabakan Penelitian Skripsiiniterbagiatasempatbab:BabI:Pendahuluan,yangberisitujuan, strukturdandisainriset;BabII:StudiKasus,yangberisipembahasankasusyang didalamiolehpenelitian;BabIII:Analisis,yangberisipenghubungandatayang didapatkan dari studi kasus dengan tujuan penelitian serta induksi teori; dan Bab IV: Penutup,yangberisikesimpulan,rekomendasi,refleksibagiIndonesiadan pembahasanmenganaipotensipenelitianinimemberisumbangsihpadaIlmu Hubungan Internasional. Universitas Indonesia BAB 2 STUDI KASUS 2.1. Sengketa Wilayah di Laut Cina Selatan SengketawilayahLautCinaSelatanmerupakanpersainganklaimatas perairandankepulauandiLautCinaSelatanyangmelibatkannegara-negaradiAsia Tenggara seperti Vietnam, Filipina, Malaysia dan Brunei dan Asia Timur seperti Cina dan Vietnam.52

Sengketainimengacukepadakontestasiklaimantaranegara-negaradiatas terhadap kepulauan Spratly dan Paracels, sekaligus wilayah perairan 12 mil laut lepas garispantaidisekitarnya--sesuai denganperaturanUNCLOS(United Nation Convention on the Law of the Sea).53 Adanyasengketaini menyebabkannegara-negaradiatas terlibatberbagaikemelutdiplomatik hinggakonflikbersenjata. Keberadaanyangsatukemudian menjadiancamanbagiyanglain, apalagidengankeberadaanCina sebagai negara terbesar di kawasan. LautCinaSelatansebagai lokasidimanakontestasiklaimini terjadidijulukithetroubled waters,54 julukanyangdiberikan

52 Negara-negara yang berkonflik memperebutkan yurisdiksi terhadap lautan ini antara lain adalah Vietnam, Filipina, Brunei Darussalam, Malaysia dan Cina. Saat Malaysia dan Brunei mengkhawatirkan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan Batas Landas Kontinen mereka, Vietnam, Cina, Taiwan dan Filipina terlibat dalam aksi saling klaim terhadap dua kepulauan terbesar di Laut Cina Selatan: Spratlys dan Paracels. Terjadinya aksi saling klaim ini wajar saja terjadi, mengingat dasar laut Laut Cina Selatan diperkirakan memiliki kandungan hidrokarbon dan minyak bumi dalam jumlah yang besar. Lebih lengkapnya baca Hasjim Djalal, Indonesia and The Law of The Sea, (Jakarta: Centre for Strategic and International Studies, 1995), hal. 365-366. Di skripsi ini, Taiwan tidak akan dibahas. 53 12 mil nautik Laut Wilayah, belum termasuk 200 mil nautik batas landas kontinen dan Zona Ekonomi Eksklusif. Baca naskah UNCLOS di http://www.un.org/Depts/los/convention_agreements/texts/unclos/unclos_e.pdf54 Julukan untuk Laut Cina Selatan dari berbagai media seperti VOA, China Daily dan dari berbagai referensi akademik seperti ISEAS, US-China (USC) Institute dan lain-lain. Pernah menjadi judul dari Gambar 2.1 : Kontestasi Klaim di Laut Cina SelatanSumber: http://www.un.org/Depts/los/convention_ agreements/texts/unclos/unclos_e.pdf Universitas Indonesia karenapotensikonflikyangdimilikinya.Potensikonfliktersebutmerupakanbagian dari takdir yang harus diterimanya sebagai perairan dengan lokasi strategis yang tidak layakhuni,sehinggamemberikankesempatanbaginegaramanapununtuk mengklaimnya. Laut ini didefinisikan oleh International Hydrogaphic Bureau sebagai kawasan perairan yang berbatasan di titik 3 Lintang Selatan dengan selat Karimata55 di Selatan dan dengan Selat Taiwan sampai ke Pantai Fukien di Cina di Utara. Sengketa wilayah Laut Cina Selatan merupakan salah satu sengketa berbahaya di kawasan, dalam konteks bagaimana ia dapat menghadirkan instabilitas di kawasan. Dalamtulisannya,KaplanmengatakanbahwatheSouthChinaSeaisthefutureof conflict,yangsekaligusmenjadijudulartikelnya.Argumentasinyadalamartikel tersebutdibangun berdasarkan fakta bahwa perang, kedepannya, kemungkinan besar akanterjadidilautandanLautCinaSelatanadalahlautanyangpalingdengan pertentatngan kepentingan yang paling sensitif ini.56

2.1.1. Sejarah Sengketa Sengketa wilayah Laut Cina Selatan sebenarnya menjadi isu sejak tahun 1885, ketikaCinamengumumkanklaimnyauntukpertamakaliatassalahsatukepulauan terbesardiperairantersebut,yaituSpratlys.57 Namun,barupadatahun1991,ketika CinamemformalisasikanklaimnyaataskeseluruhanLautCinaSelatandengan mengeluarkantheLawonTerritorialWatersandTheirContiguousAreassengketa inimenjadisengketaperbatasanformalantaranegara-negarayangberadadi sekeliling perairan tersebut: Vietnam, Filipina, Brunei Darussalam, Malaysia, Taiwan dan Cina.58 Namun, sebelum formalisasi klaim tersebut, telah terjadi beberapa konflik

film dokumenter oleh USC Institute, yang dapat diakses dari http://china.usc.edu/ShowArticle.aspx?articleID=2145&AspxAutoDetectCookieSupport=1 55 Selat diantara Pulau Sumatera dan Kalimantan, Indonesia 56 Robert D. Kaplan, the South China Sea is the Future Conflict dalam Foreign Policy, terakhir kali dimodifikasi 15 Agustus 2011, diakses dari http://www.foreignpolicy.com/articles/2011/08/15/the_south_china_sea_is_the_future_of_conflict?page=full 57Setelah itu terdapat berbagai macam dinamika dalam dunia internasional yang mempengaruhi status kepulauan ini, salah satunya adalah pendudukan Jepang pada Masa Perang Dunia II. Jepang yang kalah kemudian melepaskan kepulauan Spratlys untuk kembali diklaim oleh Cina. Isu ini kembali memanas ketika Cina melakukan pendudukan militer terhadap Kepulauan Paracel yang saat telah diklaim oleh Vietnam pada tahun 1974. Hal ini dilihat penulis sebagai kali pertama Cina berperilaku asertif di Laut Cina Selata. Baca Timeline: Disputes in the South China Sea, Singapore Institute of International Affairs,terakhir dimodifikasi 1 Juli 2011, diakses dari http://www.siiaonline.org/?q=research/timeline-disputes-south-china-sea, 26/03/2012 58 Hasjim Djalal, Indonesia and The Law of The Sea, (Jakarta: Centre for Strategic and International Studies, 1995), hal. 365. Universitas Indonesia di kawasan perairan ini yang berarti telah terjadi inefektivitas dalam pencegahannya, atau justru tidak ada upaya pencegahan sama sekali. MenelusuriakardarisengketawilayahLautCinaSelatan,kitaakankembali padaAsiaTenggarapadamasadekolonialisasi.Negarayangpernahberdaulatatas perairantersebutadalahPerancisdanJepang,59 danmerekagagalmendefinisikan batas-batasyurisdiksiyangjelasatasperairantersebut. 60 Akibatnya,dalamproses dekolonialisasihinggasekarang,pulau-pulaudiperairantersebuttidakpernah menjadi subjek dari transfer kedaulatan yang jelas.ProsestransferkedaulatanformalyangpernahterjadidiLautCinaSelatan antaralainadalahJapanesePeaceTreatytahun1951,61 danSanFransiscoPeace Conference yang mendahuluinya. Keduanya tidak menghasilkan keputusan mengikat-hukum apapun tentang perairan tersebut. Lo Chi-kin mensinyalir bahwa saat itu nilai strategiskepulauandiperairaninibelumdisadari,karenaitu,pemerintahkolonial tidak melakukan transfer kedaulatan yang serius. SejakduluCinadanVietnamsebenarnyatelahmengeluarkanbarbagai pernyataan politik perihal kepemilikan mereka atas kepulauan-kepulauan ini. Diduga, merekasudahmenyadaripentingnyakepulauan-kepulauanini. 62 Namunkarenasaat

59 Perancis pernah mengambil alih kedaulatan atas Spratlys dengan ditandatanganinya perjanjian dengan Dinasti Nguyen pada abad ke-17 yang membuatnya menjadi perwakilan kedaulatan Dinasti tersebut di kancah internasional. Dengan ditandatanganinya perjanjian tersebut Dinasti Nguyen menyerahkan hak atas representasi internasionalnya kepada Perancis, membuat kedaulatan bagi kepulauan kekuasaannya termasuk Spratlys menjadi milik Perancis.Sedangkan Jepang pernah menduduki kepulauan tersebut dalam misinya menaklukkan Asia Tenggara di masa Perang Dunia II Sumber: Lo Chi-kin, Chinas Policy Towards Territorial Dispute: The Case of the South China Sea Islands, (London: Routledge, 1989), hal. 27. 60 Kegagalan tersebut terjadi karena keterbatasan mereka dari sisi teknologi. Pendefinisian batas darat dapat secara sederhana dilakukan, tetapi pendefinisian batas laut tentunya membutuhkan teknologi spesifik yang saat itu belum ada. Dalam pengukuran batas-batas dalam laut, serta tidak adanya urgensi. Kepulauan di Laut Cina Selatan banyak terdiri atas pulau-pulau kecil yang dapat dihuni serta karang-karangan yang saat itu dianggap tidak memiliki nilai. Karenanya dalam proses transfer kedaulatan dahulu, kepulauan-kepulauan tersebut tidak begitu diperhatikan karena belum dianggap penting, seperti sekarang, sehingga pada akhirnya pulau-pulau dalam perairan ini dibiarkan begitu saja. 61 Tidak satupun klausa mengacu secara spesifik kepada pulau-pulau disana. Sumber: Michael Leifer, Stalemate in the South China Sea, Publikasi Asia Research Center, London School Economics and Political Sciences, diunduh dari http://community.middlebury.edu/~scs/docs/leifer.pdf 62 Pernyataan resmi pertama pemerintah Republik Rakyat Cina tentang kedaulatan atas Kepulauan Spratly dan Paracel pertama kali dikeluarkan dalam San Francisco Peace Conference ini, tercatat dalam U.S.-British Draft Treaty with Japan. Dikatakan oleh Zhou Enlai (Chou En-lai), dalam kapasistasnya sebagai Menteri Luar Negeri Cina: ..the Draft Treaty stipulated that Japan should renounce all rights to Nan Wai (Spratly) Island and Si Sha Islands (Paracels), but again deliberately makes no mention of the problem of restoring sovereignty over them. As a matter of fact, just like all the Nan Sha Islands (Spratlys), Chung Sha Islands (Macclesfield Bank) and Tung Sha Islands (Pratas), Si Sha Islands and Nan Wei Island have always been Chinas territory. Dikutip dari Supplement to Peoples China, 1 September 1951:16, dikutip dalam Lo Chi-kin, Chinas Policy Towards Territorial Dispute: The Case of the South China Sea Islands,(London: Routledge 1989). Pernyataan dengan Universitas Indonesia iturepresentasimerekamasihlemahdiduniainternasionaldansuaramerekatidak begitudiakui(dandiwakiliolehpemerintahkolonialmereka),tidaksatupundari pernyataantersebutyangbenar-benarditindaklanjutimenjadikeputusanmengikat-hukum.63 Pasca Perang Dunia II kemelut yang berbeda mengitari kepulauan di perairan ini. Kolonialisme dan imperialisme digantikan oleh persaingan antara kubu barat dan kubu Soviet a la Perang Dingin. Kemelut tersebut akhirnya menjembatani perairan ini kepadatakdirkonfliktualyangdimilikinyadandinamikapersainganklaimantara aktor-aktor yang terlibat berkembang menjadi konfrontasi bersenjata. 2.1.2. Negara-Negara yang BersengketaNegara-negarayangbersengketadiLautaniniantaralainadalahCina, Taiwan, Vietnam, Filipina, Brunei dan Malaysia. Brunei, tidak seperti negara-negara laintidakmemilikiklaimataskepulauanyangbesar,tidakmelakukanpendudukan dantidakmenciptakanbentengdibebatuanpulau,tetapiiamemilikiklaimterhadap duaareaterpisahyaituLouisaReefdanRiflemanBank.KlaimBruneiatasLouisa Reefsebenarnyalemahkarnastatusnyayanginhabitasi,sementaraRiflemanBank juga diklaim oleh Malaysia.64

Malaysiamengklaimtotal12pulaudiLautCinaSelatan.Enamdianaranya adalahArdasier Reef, Dallas Reef, Louisa Reef, Mariveles Reef, Royal Charlotte Reef danSwallowReefyangsecarafisikdidudukiolehpasukanMalaysia.Tigalagi adalah Erica, Investigator dan Luconia diklaim tapi tidak diduduki. Satu lagi, adalah

tujuan yang sama juga dikeluarkan oleh delegasi Vietnam, yang saat itu diwakili oleh pemerintahan Bao Dai. Merekapun mengklaim Kepulauan Spratly dan Paracel secara publik melalui konferensi di atas. Sumber: Marwyn S. Samuels, Contest for the South China Sea, (New York dan London: Methuen, 1982) hal.79, dikutip dalam buku yang sama. 63 Perlu diketahui bahwa saat itu delegasi Cina tidak diundang ke konferensi ini. Saat itu, suara Cina diwakili oleh Uni Soviet, utamanya perihal daerah-daerah yang harus dikembalikan padanya sebagai korban Jepang dalam Perang Dunia II. Yang ditegaskan oleh Uni Soviet saat itu adalah: The right of the Chinese Peoples Republic over Manchuria, the Island of Taiwan (Formosa) with all islands adjacent to it, the Pen(g) huletao Islands (the Pescadores), the Tun(g) shatsuntao (the Pratas Islands), as well as over the islands of Sishatsuntao and Chun(g) shatsuntao (the Paracel Islands, the group of the Amphitrites, and the shoal of Maxfield {sic}), and Nanshatsuntao including the Spratly. (Sumber: Ibid) Menurut Lo Chi-kin, peneliti yang meneliti klaim Cina terhadap Spratlys dan Paracels dengan meneliti berbagai pernyataan publik yang dikeluarkan Cina dan negara-negara bersangkutan perihal klaimnya, jelas dari pernyataan di atas bahwa delegasi Soviet agaknya bingung dan tidak benar-benar memahami tata nama dari grup-grup kepulauan di Laut Cina Selatan. Pada akhirnya yang terjadi kemudian adalah pernyataan tersebut ditolak oleh konferensi. Sumber: Lo Chi-kin, Chinas Policy Towards Territorial Dispute: The Case of the South China Sea Islands,(London: Routledge 1989). 64 Joshua P. Rowan, The U.S-Japan Security Alliance, ASEAN, and the South China Sea Dispute, dalam Asian Survey, Vol. 45, Issue 3, hal. 414-436. Universitas Indonesia Commodore Reef,yangjugadiklaimolehFilipina.Terakhir,AmboynaCaydanthe Braque Canada Reefs yang diklaim oleh Malaysia dan Vietnam. 65 Filipinamengklaimdelapanpulau-pulaukecildiSpratlysberdasarkanklaim sejarah.Kalayaan(Freedomland)yangdiberikanThomasClomapadatahun1974 kepada Filipina adalah pulau-pulau ini. Cloma mengklaim diri menemukan kepulauan yangdisebutnyasebagaikumpuluanpulau,pulaupasir,ambangpasir,karang-karangandanareapenangkapanikan,dengantotalwilayah64.976kuadratmil laut.66Filipinaseringkaliterlibatkonflik,utamanyadenganCina,dalam mempertahankanpulau-pulauini.Ditahun1990.Tahun1995Cinamenduduki MischiefReefsyangberadadalamZEEFilipina1000mildaridaratanCina.Sejak tahun2003,saatCinadanFilipinamelakukankerjasamaenergi,konflikinidapat diminimalisir.67 VietnammempertahankanklaimnyaataskeseluruhanParacels,walaupada tahun 1976 Cina telah mengakuisisinya secara total. Hanoi mempertahankan 22 lokasi diLautCinaselatan,termasukWest London Reef, Amboyna Cay, Pearson Reef, Sin Crowe Island,Namyit Island, Sand Cay, Barque Canada Reef dan Southwest Cay di kepulauanSpratlys.Vietnammemilikisekitar350pasukanyangsiagadikepulauan ini dan diperkirakan kini telah menjadi 1000 pasukan di tahun 1992. 68

Terakhir,Cina.Cinamerupakannegarapenuntutyangpalingasertif.Ia mengklaimkeseluruhanSpratlysdanParacelssebagaimiliknyadenganklaimsejarahyangmundursejauhribuantahunyanglalusejaktahun110diDinastiHan, jugaatasekspedisiDinastiMingdiabadke18.Cinasaatinimendudukibeberapa kepulauan kecil di Spratlys dan Paracels, tidak mengindahkan negara penuntut yang lain. 69

Cina merupakan negara dengan klaim terbesar secara kekuatan maupun secara luaswilayahkarenamengklaimhampirkeseluruhanLautCinaSelatansebagai

65 Joshua P. Rowan, The U.S-Japan Security Alliance, ASEAN, and the South China Sea Dispute, dalam Asian Survey, Vol. 45, Issue 3, hal. 414-436. 66 Atas hak yang diklaimnya atas penemuannya, ia menamai kepulauan tersebut Kalayaan alias Freedomland. Dalam Peta Freedomland yang diciptakan Cloma, pulau-pulau utama seperti Kepulauan Spratly , Itu Aba, Nam Yit dan Thitu dimasukkan dalam peta tersebut. Cloma juga menyadari bahwa terdapat persaingain klaim atas kepulauan ini. Ia mengakhiri suratnya dengan menyarankan pemerintah Filipina untuk membawa klaim ini kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sumber: Lo Chi-kin, Chinas Policy Towards Territorial Dispute: The Case of the South China Sea Islands,(London: Routledge 1989), hal. 141-142. 67 Joshua P. Rowan, The U.S-Japan Security Alliance, ASEAN, and the South China Sea Dispute, dalam Asian Survey, Vol. 45, Issue 3, hal 414-436. 68 Ibid. 69 Ibid. Universitas Indonesia miliknya.denganjustifikasibahwaKepulauanSpratlys-dinamakanCinadengan kepulauan Nanshadan Paracels miliknya sejak zaman Cina Kuno. Salah satu bukti sejarahyangdicobauntukdiperjuangkannyaadalahdokumenNanZhouYiWuZhi (RecordsofStrangeThingsintheSouth)dariMasaTigaKerajaan(220-265M).70 Padatahun1991saatCinamengeluarkantheLawonTerritorialWatersandTheir ContiguousAreas,yangsecaraformalmengklaimkeseluruhanLautCinaSelatan sebagai miliknya.71 Dengan kekuatannya yang relatif besar, Cina merupakan ancaman terbesar bagi negara-negara pengklaim lain. 2.2. Imbalance of power di Laut Cina Selatan ImbalanceofpoweradalahapayangditemukanpenelitidalamkasusLaut CinaSelatanini.MenurutKennethWaltz,halyangtermasukinsentifsistemikini seharusnyamenciptakanperilakubalancing,ataubandwagoning.Jikatidak,balance ofpowersebagaikondisiideal(yangmenurutWaltzdapatmenciptakanstabilitas) tidakakantercipta.Masalahnya,LautCinaSelatan,dalamwaktu20tahunterakhir, tidakmelihataksibalancingyangmenciptakanstrukturbipolardalamkasus,tidak melihataksibandwagoningyangjelasterhadapCinayangsecaraumumdilihat sebagaiancaman.Selainitu,kawasanpuntidakmelihatperangterjadidilautanini, yang seharusnya bisa dipancing oleh imbalance ini.Menjawabanomalidiatasmengharuskankitauntukmengamatibalanceof force di sekeliling kawasan. Penulis memilih untuk mengamati balance of force tahun 1991, ketika sengketa Laut Cina Selatan pertama kali secara formal dimulai dengan diformalisasikannyaklaimCina,sampaitahun2011ketikapenelitianinimulai dilakukan.Kapabilitasyangakandihitungdalamtabelbalanceofforcedibawah adalahalutsista-alutsistayangakansignifikanuntukbertahandanmenyerang,jika diasumsikanperangterjadidiLautCinaSelatandanalutsistayangdiasumsikan berguna untuk melakukan ekspansi alias pendudukan terhadap wilayah yang diklaim.

70 Monique Chemillier-Gendreau, Sovereignty over the Paracel and Spratly Island, (The Hague: Kluwer Law International: 1996), hal. 59. 71 Bukan hanya kepulauan, dengan hukum ini, Cina juga menyatakan dalam hukum dalam negeri yang dianggap formal tersebut bahwa dalam jarak 12 mil dari kepulauan-kepulauan tersebut, adalah laut wilayahnya dan 24 mil dari kepulauan tersebut, adalah lautan dengan hak ekonominya. Baca dokumen the Law on Territorial Waters and Their Contiguous Areas of the Peoples Republic of China, diakses dari http://www.asianlii.org/cn/legis/cen/laws/tsatcz392,pada 11/04/2012. Universitas Indonesia Berikutadalahtabelbalance of forceyangmenunjukkanimbalance of power tersebut: Tabel 2.1: Balance of Force yang Mengitari Laut Cina Selatan 1991-201172 1991 kapablllLas negara ClnavleLnamllllplnaMalaysla8runel AL558N10000 5obmotloes930000 uesttoyets190000 ltlqotes377140 cotvettes00000 Aullqbtets4600123900 8ombets6300000 CtoooJ Attock60060000 1992 kapablllLas negara ClnavleLnamllllplnaMalaysla8runel AL558N10000 5obmotloes430000 uesttoyets170000 ltlqotes377140 cotvettes00000 Aullqbtets46001239130 8ombets6300000 CtoooJ Attock600600330 1993 kapablllLas negara ClnavleLnamllllplnaMalaysla8runel AL558N10000 5obmotloes460000 uesttoyets180000 ltlqotes387140 cotvettes00000 Aullqbtets46001237130 8ombets6300000 CtoooJ Attock600630330 1994 kapablllLas negara ClnavleLnamllllplnaMalaysla8runel AL558N10000

72 Kapabilitas yang dihitung adalah kapabilitas yang signifikan untuk kepentingan ofensif dan defensif dalam perang maritim di Laut Cina Selatan. Kapal-kapal untuk pendudukan (setelah kemenangan) tidak dihitung, dengan asumsi bahwa penjagaan akan tetap dilakukan dengan kapal-kapal besar di perairan. Universitas Indonesia 5obmotloes490000 uesttoyets180000 ltlqotes377140 cotvettes00000 Aullqbtets46001237130 8ombets6230000 CtoooJ Attock600630330 1993 kapablllLas negara ClnavleLnamllllplnaMalaysla8runel AL558N10000 5obmotloes310000 uesttoyets180000 ltlqotes327140 cotvettes00000 Aullqbtets46001237290 8ombets4800000 CtoooJ Attock300630630 1996 kapablllLas negara ClnavleLnamllllplnaMalaysla8runel AL558N10000 5obmotloes620000 uesttoyets180000 ltlqotes368160 cotvettes00000 Aullqbtets44481237330 8ombets3660000 CtoooJ Attock440710270 1997 kapablllLas negara ClnavleLnamllllplnaMalaysla8runel AL558N10000 5obmotloes600000 uesttoyets180000 ltlqotes367140 cotvettes00000 Aullqbtets31391243230 8ombets3760000 CtoooJ Attock440710330 1998 kapablllLas negara ClnavleLnamllllplnaMalaysla8runel AL558N10000 5obmotloes622000 uesttoyets180000 ltlqotes337160 cotvettes00020 Aullqbtets29471246330 Universitas Indonesia 8ombets4020000 CtoooJ Attock440770440 1999 kapablllLas negara ClnavleLnamllllplnaMalaysla8runel AL558N10000 5obmotloes702000 uesttoyets180000 ltlqotes336140 cotvettes01060 Aullqbtets33331246320 8ombets4020000 CtoooJ Attock440630320 2000 kapablllLas negara ClnavleLnamllllplnaMalaysla8runel AL558N10000 5obmotloes632000 uesttoyets200000 ltlqotes406140 cotvettes00060 Aullqbtets130712411220 8ombets1970000 CtoooJ Attock1930630420 2001 kapablllLas negara ClnavleLnamllllplnaMalaysla8runel AL558N10000 5obmotloes682000 uesttoyets210000 ltlqotes416140 cotvettes00060 Aullqbtets130712411220 8ombets1970000 CtoooJ Attock1930630420 2002 kapablllLas negara ClnavleLnamllllplnaMalaysla8runel AL558N10000 5obmotloes682000 uesttoyets210000 ltlqotes426140 cotvettes01060 Aullqbtets112612414170 8ombets2230000 CtoooJ Attock1860630370 2003 kapablllLas negara ClnavleLnamllllplnaMalaysla8runel AL558N10000 Universitas Indonesia 5obmotloes682000 uesttoyets210000 ltlqotes426140 cotvettes01060 Aullqbtets123212414170 8ombets2480000 CtoooJ Attock738630370 2004 kapablllLas negara ClnavleLnamllllplnaMalaysla8runel AL558N10000 5obmotloes682000 uesttoyets210000 ltlqotes426140 cotvettes01060 Aullqbtets121012421170 8ombets2480000 CtoooJ Attock776710370 2003 kapablllLas negara ClnavleLnamllllplnaMalaysla8runel AL558N10000 5obmotloes682000 uesttoyets210000 ltlqotes426140 cotvettes03060 Aullqbtets132614021170 8ombets2900000 CtoooJ Attock1443710480 2006 kapablllLas negara ClnavleLnamllllplnaMalaysla8runel AL558N10000 5obmotloes372000 uesttoyets270000 ltlqotes446140 cotvettes03060 Aullqbtets13981403180 8ombets3320000 CtoooJ Attock1463640660 2007 kapablllLas negara ClnavleLnamllllplnaMalaysla8runel AL558N10000 5obmotloes372000 uesttoyets280000 ltlqotes486140 cotvettes03060 Aullqbtets13231403180 Universitas Indonesia 8ombets3320000 CtoooJ Attock1338640320 2008 kapablllLas negara ClnavleLnamllllplnaMalaysla8runel AL558N30000 5obmotloes392000 uesttoyets290000 ltlqotes466140 cotvettes00060 Aullqbtets132312414170 8ombets2120000 CtoooJ Attock847630680 2009 kapablllLas negara ClnavleLnamllllplnaMalaysla8runel AL558N30000 5obmotloes622010 uesttoyets280000 ltlqotes303130 cotvettes06080 Aullqbtets132314013180 8ombets1320000 CtoooJ Attock421640640 2010 kapablllLas negara ClnavleLnamllllplnaMalaysla8runel AL558N30000 5obmotloes622020 uesttoyets280000 ltlqotes323120 cotvettes060100 Aullqbtets118414013290 8ombets1320000 CtoooJ Attock421640280 2011 kapablllLas negara ClnavleLnamllllplnaMalaysla8runel AL558N30000 5obmotloes622020 uesttoyets130000 ltlqotes630180 cotvettes07040 Aullqbtets1070013310 8ombets1320000 CtoooJ Attock4212190260 Sumber: East Asia and Australasia, The Military Balance, (Institute for International and Strategic Studies), 1991-2011 Universitas Indonesia Tabel2.1.sebelumnyajelasmenunjukkanperilakunegara-negarayang seharusnyaterancamolehCina:merekatidakmelakukaninternalbalancingyang signifikan.Seharusnya,konflikterjadi.Tapipadakenyataannyasejaktahun1991 ketika formalisasi klaim (yang seharusnya mengancam) dilakukan Cina hingga tahun 2011 kawasan ini melihat stabilitas. 2.3. Stabilitas di Laut Cina Selatan UntukmenunjukkankondisistabildiLautCinaSelatan,sub-babini menampilkan lini waktu peristiwa-peristiwa penting dalam 20 tahun terakhir ini. Dari tabeltersebut,kitaakanmelihatbahwa1)perangtidakpernahterjadi,2)ekskalasi akanlangsungdirespondenganresolusidamai(padahalinstitusitidakterlibatdalam menjembataninya,artinyainimerupakaninisiasinegarasendiri)dan3)dalam20 tahunterakhirkawasandidominasikondisidamai.Berikutadalahtabelyang memperlihatkan lini waktu peristiwa tersebut: Tabel 2.2: Lini Waktu Peristiwa di Laut Cina Selatan 1ahunPal 1991 Clna mengesahkan hukum lauL wllayah, mencakup LauL Clna SelaLan (LCS). negara pengklalm menyaLakan berkomlLmen menyelesalkan masalah secara damal. 1992 Clna menglrlm pasukan ke ua 8a uau keef, dekaL 5lo cowe keef yang dlklalm vleLnam. Menlmbulkan perLempuran mlllLer kecll. Clna menawarkan negoslasl perlhal 5ptotlys, menegaskan ulang komlLmennya unLuk men[aga perdamalan. 1993wotksbop LCS dllan[uLkan dl ASLAn. 1994 Clna mendlsLrlbuslkan peLa formal negaranya yang mencakup LCS. A5AN keqloool lotom (Akl) LerbenLuk. 1993 Clna menduduk Mlscblef keef dl ZLL llllplna. Clna dan llllplna berkonfllk dl Mlscblef keef. Clna dan llllplna berkomlLmen damal (AgusLus). Clna dan vleLnam berkomlLmen damal (november). 1996 Clna mendlsLrlbuslkan peLa boselloe yang dlklalmnya. Clna menawarkan pembuaLan A5AN-cbloo jolot-coJe of cooJoct (CCC)1997-1998Workshop penyelesalan konfllk melalul Akl. 1999llllplna mendorong penclpLaan utoft coJe of cooJoct. 2000-2001Clna dan llllplna menyaLakan komlLmennya unLuk penyelesalan uCC. Universitas Indonesia 2002 ueclototloo oo tbe cOc dladopsl. Panya sekedar deklarasl, belum leqolly-bloJloq (menglkaL secara hukum). 2003 Clna mempubllkaslkan pelarangan akLlvlLas pemanclngan dl LCS, menyuluL kemarahan vleLnam. 20045totos poo, wotksbop penyelesalan konfllk melalul A8l. 2003 erusahaan mlnyak darl vleLnam, Clna, llllplna, menandaLanganl konLrak jolot-explototloo. 2006-20085totos poo, wotksbop penyelesalan konfllk melalul A8l. 2009 Clna - AS berLlkal dl LauL Clna SelaLan, Clna Lldak menglnglnkan AS dl daerah "kedaulaLan"nya. 2010 Clna Lerslnggung aLas dlangkaLnya lsu LCS dl A8l. ost Asla SummlL dl Panol, Lldak ada hasll apapun LenLang LCS. AuMM+ dlluncurkan, belum menghasllkan per[an[lan apapun LenLang LCS. 2011 llllplna memulal laLlhan mlllLer dengan AS. kapal erang llllplna menabrak kapal nelayan vleLnam. ermlnLaan maaf darl AL llllplna. Clna-vleLnam menandaLanganl per[an[lan keLerbukaan. vleLnam-AS meluncurkan serangkalan laLlhan perang. vleLnam berlaLlh Lembakan rudal. kapal aLroll Clna memo