studi kematangan gonad bulu babi (tripneustes …
TRANSCRIPT
i
STUDI KEMATANGAN GONAD BULU BABI (Tripneustes gratilla Linnaeus, 1758) DI PULAU KAPOPOSANG, KABUPATEN PANGKAJENE KEPULAUAN,
SULAWESI SELATAN
SKRIPSI
NURSHIFA ANISSA L211 13 303
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN DEPARTEMEN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2018
ii
STUDI KEMATANGAN GONAD BULU BABI (Tripneustes gratilla Linnaeus, 1758) DI PULAU KAPOPOSANG, KABUPATEN PANGKAJENE KEPULAUAN,
SULAWESI SELATAN
SKRIPSI
NURSHIFA ANISSA L211 13 303
Laporan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Di Jurusan Perikanan
Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan Universitas Hasanuddin
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
DEPARTEMEN PERIKANAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2018
iii
ABSTRAK
Nurshifa Anissa. L211 13 303. Studi Kematangan Gonad Bulu Babi (Tripneustes gratilla Linnaeus, 1758) di Pulau Kapoposang, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh Suwarni selaku Pembimbing Utama dan Sharifuddin Bin Andy Omar selaku Pembimbing Anggota. Penelitian ini dilaksanakan mulai awal bulan Februari 2018 sampai dengan akhir bulan Maret 2018 di perairan Pulau Kapoposang, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Sulawesi Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui biologi reproduksi bulu babi (Tripneustes gratilla Linnaeus, 1758) di antaranya nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad (TKG), indeks kematangan gonad (IKG), dan ukuran pertama kali matang gonad. Sampel bulu babi yang diperoleh sebanyak 221 ekor terdiri atas 97 ekor jantan dan 124 ekor betina. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nisbah kelamin bulu babi jantan dan betina adalah 1,00 : 1,00. Tingkat kematangan gonad yang diperoleh terdiri atas : TKG I (fase recovering), TKG II (fase growing), TKG III (fase pre-mature), TKG IV (fase mature) dan TKG V (fase spent). Jumlah bulu babi matang gonad yang diperoleh lebih banyak dibandingkan yang belum matang gonad. Nilai indeks kematangan gonad jantan berkisar 0,6462 – 5,8347% dan betina berkisar 0,1720 – 3,6003%. Ukuran pertama kali matang gonad bulu babi jantan 34,51 mm dan bulu babi betina 37,16 mm. Kata kunci : Tripneustes gratilla, nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad, indeks kematangan gonad, ukuran pertama kali matang gonad
ABSTRACT
Nurshifa Anissa. L211 13 303. Maturity Study of Sea Urchin Gonad (Tripneustes gratilla Linnaeus, 1758) in Kapoposang Island, Pangkajene Islands Regency, South Sulawesi. Guided By Suwarni as the lead supervisor and Sharifuddin Bin Andy Omar as member supervisor. This research was conducted from February 2018 until the end of March 2018 in the waters of Kapoposang Island, Pangkajene Islands Regency, South Sulawesi. The aim of this research is to know the reproductive biology of sea urchins (Tripneustes gratilla Linnaeus, 1758) among them sex ratio, maturity level of gonad (TKG), gonad maturity index (IKG), and size of first ripe gonad. The 221 sea urchins obtained were 97 male and 124 female. The results showed that the sex ratio of male urchins (Tripneustes gartilla Linnaeus, 1758) male and female was 1.00: 1.00. The gonad maturity level was obtained to consists of: TKG I (recovering phase), TKG II (growing phase), TKG III (pre-mature phase), TKG IV (mature phase) and TKG V (spent phase). Number of mature gonad obtained more than the immature gonads. The maturity index value of male gonads ranged from 0.6462 - 5.8347% and female gonads ranged from 0.1720 to 3,6003%. The first size of ripe gonad 34.51 mm male sea urchin is smaller than the 37.16 mm female sea urchin. Keywords: Tripneustes gratilla, Sex Ratio, Maturity Level of Gonad (TKG), Gonad Maturity Index (IKG), Size of First Ripe Gonad
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 02 Maret 1995 di
Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan. Penulis
merupakan anak pertama dari 3 bersaudara dari
pasangan Ir. Safiuddin T. dan Rosnani.
Penulis menyelesaikan pendidikan formalnya
pada tahun 2007 penulis lulus Sekolah Dasar di SD
Negeri 04 Maddukkelleng, pada tahun 2010 lulus
Sekolah Menengah Pertama di Pesantren IMMIM Putri
Minasatene Pangkep dan pada tahun 2013 lulus
Sekolah Menengah Atas pada SMA Negeri 2 Sengkang. Pada tahun yang sama
penulis berhasil lulus seleksi dan diterima sebagai mahasiswa Universitas
Hasanuddin melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SBMPTN) pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP),
Departemen Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan.
Selama berstatus mahasiswa di Universitas Hasanuddin penulis aktif pada
beberapa lembaga kemahasiswaan, diantaranya Keluarga Mahasiswa Profesi
Manajemen Sumberdaya Perairan Keluarga Mahasiswa Perikanan Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin (KMP MSP KEMAPI FIKP UH),
dan Fisheries Diving Club Universitas Hasanuddin (FDC UNHAS).
Penulis menyelesaikan rangkaian tugas akhir yaitu Kuliah Kerja Nyata
Kebangsaan (KKNK IV) di Desa Malang Rapat, Kabupaten Bintan, Kepulauan
Riau pada tahun 2016. Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Pangkalan Pendaratan
Ikan (PPI) Paotere Kota Makassar dengan judul “Jumlah dan Ukuran Ikan Kaneke
(Plectorhinchus chaetodonoides) yang didaratkan di Pangkalan Pendaratan Ikan
(PPI) Paotere Makassar, Sulawesi Selatan” pada tahun 2017. Penelitian di Pulau
Kapoposang, Desa Mattiro Ujung, Kecamatan Liukang Tuppabiring Selatan,
Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan dengan judul “Studi Kematangan Gonad
Bulu Babi Tripneustes gratilla di Pulau Kapoposang, Kabupaten Pangkajene
Kepulauan, Sulawesi Selatan” pada tahun 2018.
iv
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT, karena atas karunia
yang diberikan sehingga penulis masih diberi kesempatan, kesehatan,
kesabaran, dan ketabahan dalam menyelesaikan proposal penelitian ini sebagai
salah satu syarat tugas akhir pada jenjang studi Strata Satu (S1) pada Fakultas
Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin.
Secara khusus penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada
kedua orang tua tercinta, ayahanda Ir. Safiuddin dan ibunda Rosnani, serta
keluarga besar saya yang telah banyak memberikan kasih sayang, dukungan
baik moril maupun materil, dan doa yang senantiasa selalu dipanjatkan menuju
keberhasilan.
Dengan segala hormat penulis juga mengucapkan terima kasih yang tulus
dan sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Ir. Suwarni, M.Si selaku dosen Pembimbing Utama dan Prof. Dr. Ir.
Sharifuddin Bin Andy Omar, M.Sc selaku Pembimbing Anggota yang telah
meluangkan waktu membimbing penulis dari awal hingga selesainya tugas
akhir ini.
2. Prof. Dr. Ir. Joeharnani Tresnati, DEA, Prof. Dr. Ir. Farida G. Sitepu, M.Si,
dan Dr. Ir. Sri Wahyuni Rahim, ST. M.Si selaku dosen penguji yang telah
memberi masukan dan saran kepada penulis.
3. Seluruh dosen dan civitas akademik Departemen Perikanan, Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan yang telah mengajar dan membantu penulis dalam
mengurus administrasi.
4. Rudi Rahmat yang telah banyak membantu serta senantiasa selalu
memberikan semangat dan dukungan terhadap segala aktivitas penulis
selama ini.
v
5. Satriani saudara sepenelitian yang telah setia membantu dan menemani
penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
6. Kakanda Yeni Safitri Andi Lawi, kakanda Ari, dan kakanda Rauf atas
bantuannya selama penelitian yang telah memudahkan dan memfasilitasi
penulis sampai selesainya penelitian ini.
7. Kepada saudara – saudara saya Idha, Icha, Melinda, Nia dan anggota
MSP #13 lainnya, anggota Fisheries Diving Club (FDC) Universitas
Hasanuddin, serta seluruh mahasiswa KMP MSP KEMAPI FIKP UNHAS
atas segala bantuannya.
Skripsi ini dapat terwujud berkat kerja sama dan bantuan dari berbagai
pihak baik instansi pemerintah maupun swasta. Kepada semua pihak yang turut
andil dalam membantu penulis selama menempuh pendidikan dan yang tidak
sempat disebutkan satu-persatu, semoga Allah SWT senantiasa memberikan
rahmat dan karuniaNya kepada kalian.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini tidak terlepas dari segala
kekurangan sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan. Semoga kelak laporan ini bisa bermanfaat bagi penulis dan
pembacanya.
Makassar, Mei 2018
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. viiI
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ ix
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1 B. Tujuan dan Kegunaan ............................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi dan Ciri Morfologi ..................................................................... 3 B. Habitat Bulu babi ....................................................................................... 5 C. Nisbah Kelamin Bulu babi ......................................................................... 6 D. Tingkat Kematangan Gonad Bulu babi ..................................................... 8 E. Indeks Kematangan Gonad Bulu babi ...................................................... 9 F. Ukuran Pertama Kali Matang Gonad Bulu babi ...................................... 10
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................. 12 B. Alat dan Bahan ........................................................................................ 13 C. Metode Pengambilan Bulu Babi Contoh ................................................. 13 D. Analisis Data ............................................................................................ 15
1. Nisbah Kelamin ................................................................................. 15 2. Tingkat Kematangan Gonad ............................................................. 15 3. Indeks Kematangan Gonad .............................................................. 15 4. Ukuran Pertama Kali Matang Gonad ................................................ 16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Nisbah kelamin ................................................................................. 19 B. Tingkat Kematangan Gonad ............................................................. 20 C. Indeks Kematangan Gonad .............................................................. 28 D. Ukuran Pertama Kali Matang Gonad ................................................ 29
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ....................................................................................... 31 B. Saran ................................................................................................ 31
DAFTAR PUSTAKA
vii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1 Bulu babi (Tripneustes gratilla Linnaeus, 1758) yang terdapat di Pulau Kapoposang ...............................................
3
2 Morfologi Bulu babi ............................................................... 5
3 Bentuk papila genitalia bulu babi jenis Tripneustes gratilla. A menunjukkan jantan dan B menunjukkan betina .................. 8
4 Peta lokasi penelitian ............................................................. 14
5 Pengukuran (a) diameter dan (b) tinggi cangkang bulu babi Tripneustes gratilla ................................................................ 16
6 Morfologi gonad jantan (A,C,E,G,I) dan betina (B,D,F,H,J) pada setiap TKG I – V ........................................................... 18
7 Tingkat kematangan gonad bulu babi Tripneustes gratilla (a) jantan dan (b) betina yang ada di Pulau Kapoposang ........... 21
8 Tingkat kematangan gonad (TKG) I bulu babi Tripneustes gratilla (a) jantan (b) betina ................................................... 22
9 Tingkat kematangan gonad (TKG) II bulu babi Tripneustes gratilla (a) jantan (b) betina ................................................... 23
10 Tingkat kematangan gonad (TKG) III bulu babi Tripneustes gratilla (a) jantan (b) betina ................................................... 23
11 Tingkat kematangan gonad (TKG) IV bulu babi Tripneustes gratilla (a) jantan (b) betina ................................................... 24
12 Tingkat kematangan gonad (TKG) V bulu babi Tripneustes gratilla (a) jantan (b) betina ................................................... 24
13 Distribusi frekuensi (%) pada setiap tingkat kematangan gonad berdasarkan waktu pengambilan sampel bulu babi Tripneustes gratilla jantan di Pulau Kapoposang .................. 25
14 Distribusi frekuensi (%) pada setiap tingkat kematangan gonad berdasarkan waktu pengambilan sampel bulu babi Tripneustes gratilla betina di Pulau Kapoposang .................. 25
15 Distribusi frekuensi (%) matang gonad dan belum matang gonad berdasarkan waktu pengambilan sampel bulu babi Tripneustes gratilla jantan di Pulau Kapoposang .................. 27
16 Distribusi frekuensi (%) matang gonad dan belum matang gonad berdasarkan waktu pengambilan sampel bulu babi Tripneustes gratilla betina di Pulau Kapoposang .................. 27
viii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1 Tingkat kematangan gonad (TKG) bulu babi jantan dan betina secara morfologi ......................................................... 10
2 Nisbah kelamin bulu babi Tripneustes gratilla jantan dan betina yang diperoleh pada setiap waktu pengambilan sampel selama penelitian di Pulau Kapoposang, Pangkep .. 19
3 Nisbah kelamin bulu babi Tripneustes gratilla jantan dan betina yang diperoleh berdasarkan tingkat kematangan gonad selama penelitian di Pulau Kapoposang, Pangkep .... 19
4 Distribusi indeks kematangan gonad bulu babi Tripneustes gratilla jantan dan betina di Pulau Kapoposang .................... 28
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 Uji chi-square bulu babi Tripneustes gratilla jantan dan betina berdasarkan waktu pengambilan sampel di Pulau Kapoposang ........................................................................... 35
2 Uji chi-square bulu babi Tripneustes gratilla jantan dan betina berdasarkan tingkat kematangan gonad di Pulau Kapoposang ........................................................................... 36
3 Persentase komposisi bulu babi Tripneustes gratilla jantan dan betina berdasarkan tingkat kematangan gonad di Pulau Kapoposang ........................................................................... 38
4 Persentase jumlah bulu babi Tripneustes gratilla jantan matang gonad (TKG III, IV, dan V) dan belum matang gonad (TKG I dan II) di Pulau Kapoposang ........................... 39
5 Persentase jumlah bulu babi Tripneustes gratilla betina matang gonad (TKG III, IV, dan V) dan belum matang gonad (TKG I dan II) di Pulau Kapoposang ........................... 40
6 Ukuran pertama kali matang gonad bulu babi Tripneustes gratilla jantan di Pulau Kapoposang ....................................... 41
7 Ukuran pertama kali matang gonad bulu babi Tripneustes gratilla betina di Pulau Kapoposang ....................................... 43
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pulau Kapoposang merupakan salah satu Daerah Perlindungan Laut
(DPL) yang berada dalam gugusan Kepulauan Spermonde. Pulau Kapoposang
termasuk dalam wilayah pemerintahan Desa Mattiro Ujung, Kecamatan Liukang
Tuppabiring Selatan, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep). Pulau
ini sering menjadi tempat pilihan para wisatawan untuk berlibur, melihat
keindahan terumbu karang melalui kegiatan snorkling ataupun diving. Selain
terumbu karang, juga terdapat hamparan lamun dengan biotanya yang bisa
dilihat hanya dengan melakukan snorkling.
Pada ekosistem lamun terdapat beberapa biota yang menarik, seperti
ikan, teripang, bulu babi, dan lainnya. Bulu babi merupakan hewan dengan kulit
berduri yang sering menjadi pengganggu bagi pengunjung ataupun penduduk
pulau. Namun, bagi penduduk P. Kapoposang bulu babi menjadi bahan makanan
alternatif. Mereka mengonsumsi gonad bulu babi yang telah dimasak ataupun
dengan memakannya secara langsung dalam kondisi segar.
Gonad bulu babi dapat dijadikan sebagai sumber pangan karena
mengandung 28 macam asam amino, vitamin B kompleks, vitamin A, mineral,
asam lemak tak jenuh omega-3, dan omega-6 (Aziz, 1993). Selain dikonsumsi,
bulu babi sudah banyak diperjualbelikan dan diekspor ke luar negeri dengan
harga yang cukup tinggi. Harga jual bulu babi di Jepang berkisar antara 50
sampai 500 US dollar per kilogramnya (ITPC Osaka, 2014). Salah satu jenis bulu
babi yang sering dikonsumsi dan diperjualbelikan adalah Tripneustes gratilla.
Jika kegiatan penangkapan bulu babi terus dilakukan di P. Kapoposang,
diduga akan terjadi pengurangan populasi. Untuk menjaga agar kelestarian
populasi bulu babi ini tetap terjamin, maka perlu dilakukan pengelolaan. Usaha
2
pengelolaan memerlukan informasi ilmu pengetahuan tentang reproduksi.
Penelitian tentang bulu babi T. gratilla di P. Kapoposang telah dilakukan oleh
Tuwo (1996) yang meliputi hubungan panjang berat, pertumbuhan, kemampuan
reproduksi, dan awal kematangan gonad. Oleh karena itu, di dalam penelitian ini
dikaji tentang nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad (TKG), indeks
kematangan gonad (IKG), dan ukuran pertama kali matang gonad (UPKMG).
B. Tujuan dan Kegunaan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui biologi reproduksi bulu babi T.
gratilla yang terdapat di perairan Pulau Kapoposang, Kabupaten Pangkep,
Sulawesi Selatan. Pengamatan dilakukan terhadap nisbah kelamin, TKG, IKG,
dan ukuran pertama kali matang gonad.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
keseimbangan populasi jantan dan betina, bulu babi yang matang gonad dan
belum matang gonad, waktu pemijahan dan ukuran bulu babi yang sudah dapat
bereproduksi, serta sebagai informasi dasar pengelolaan sumber daya bulu babi
secara berkelanjutan.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi dan Ciri Morfologi Bulu Babi
Klasifikasi dari bulu babi Tripneustes gratilla (Gambar 1) menurut
Littlewood dan Smith (1995), Lawrence dan Agatsuma (2007), serta Pawson
(2007) adalah: Kelas Echinoidea; Subkelas Euechinoidea Bronn, 1860;
Infrakelas Acroechinoidea; Kohort Echinacea Claus, 1876; Superordo
Camarodonta Jackson, 1912; Ordo Echinoida Claus, 1876; Famili
Echinometridae Gray, 1825; Subfamili Toxopneustidae Troschel, 1872; Genus
Tripneustes, Spesies Tripneustes gratilla (Linnaeus, 1758).
Gambar 1. Bulu babi (Tripneustes gratilla Linnaeus, 1758) yang terdapat di Pulau Kapoposang
Landak laut (sea urchin) adalah hewan anggota kelas Echinoidea yang
berbentuk bulat (radial pentamerous). Secara morfologi, kelas Echinoidea dibagi
dalam dua subkelas utama yaitu subkelas Euechinoidea dan subkelas
Perischoechinoidea. Euechinoidea merupakan bulu babi yang beraturan
bentuknya (regular sea urchin), sedangkan Perischoechinoidea merupakan bulu
babi yang tidak beraturan bentuknya (irregular sea urchin).
4
Bentuk tubuh bulu babi regular adalah simetri pentaradial hampir
berbentuk bola dan dilengkapi dengan duri yang bergerak relatif panjang. Tubuh
bulu babi terbagi atas bagian aboral dan oral. Pada bagian permukaan tubuh
yang berbentuk bulat terbagi atas sepuluh bagian radial yang memanjang pada
oral dan aboral. Lima bagian yang memiliki podia (kaki tabung) disebut daerah
ambulakral dan lima bagian yang tidak memiliki kaki tabung disebut daerah
interambulakral (Barnes, 1974).
Tripneustes gratilla memiliki ciri pada umumnya berwarna gelap,
permukaan atas tubuh sedikit melengkung dan bagian tubuh bawah datar.
Struktur cangkang yang keras berkapur dan dipenuhi duri-duri putih bercampur
oranye, pedikel berwarna putih dengan dasar gelap atau hitam (Umagap, 2013).
Jenis T. gratilla mempunyai warna cangkang yang sangat bervariasi, namun
pada umumnya berwarna merah keunguan sampai ungu keputihan. Durinya
dapat berwarna putih, coklat muda, oranye, abu-abu kemerahan, atau kadang-
kadang hitam (Tuwo, 1995). Di P. Kapoposang dijumpai dua warna yang sangat
berbeda, yaitu cangkang berwarna merah keunguan dengan duri berwarna putih
dan cangkang berwarna ungu keputihan dengan duri berwarna putih (Tuwo,
1995).
Mulut bulu babi terletak di daerah oral, dilengkapi dengan lima gigi tajam
dan kuat untuk mengunyah, dikenal sebagai lentera Aristoteles. Anus, lubang
genital, dan madreporit terletak di sisi aboral (Gambar 2) (Andi Lawi, 2017). Tidak
seperti beberapa jenis bulu babi lainnya, gonad T. gratilla terletak di bagian
dalam permukaan aboral, sistem apical bertipe hemisiklik, tipe gigi lentera
Aristoteles adalah camarondota. Spesies ini memiliki 13 - 14 pasang pori dengan
tidak beraturan (Umagap, 2013).
5
Gambar 2. Morfologi bulu babi (Hegner and Stiles, 1959)
Bulu babi memakan alga yang melekat pada terumbu karang, hewan
sessile atau hewan yang menempel pada substrat, dan sisa-sisa hewan. Bulu
babi yang hidup di kedalaman yang sangat dalam kemungkinan adalah pemakan
detritus, yang memakan partikel organik yang berada di dasar perairan (Barnes,
1974).
B. Habitat Bulu Babi
Habitatnya bulu babi adalah di laut dengan daerah persebaran yang luas
sehingga dapat ditemukan di pantai-pantai yang memiliki substrat berbatu dan
berpasir di berbagai belahan dunia. Landak laut memiliki dua fase dalam
hidupnya yaitu fase larva (berbentuk simetri bilateral) disebut dengan fluteus dan
fase dewasa (simetri meruji) karena tubuhnya dipenuhi duri. Larva landak laut
bersifat planktonik. Larva akan berenang mengikuti massa air sehingga daerah
persebarannya menjadi sangat luas. Jenis T. gratilla biasanya hidup di daerah
lamun dan terumbu karang, memakan ganggang, perifiton, dan lamun (Umagab,
2013).
Pada ekosistem terumbu karang, bulu babi tersebar di zona pertumbuhan
alga dan zona lamun. Bulu babi ini dapat ditemui mulai dari daerah intertidal
6
sampai ke kedalaman 10 m (Azis, 1993). Pada daerah lamun, bulu babi kerap
kali ditemukan di daerah padang lamun campuran. Kondisi ini disebabkan karena
bulu babi tergantung kepada berbagai jenis lamun, seperti lamun dari marga
Thalassia, Syringodium, Thalassodendron, dan Cymodocea. Selain itu, bulu babi
juga lebih menyukai substrat yang keras, terutama substrat lamun bercampur
pasir dan pecahan karang (Andi Lawi, 2017).
Tripneustes gratilla menjadikan daerah padang lamun sebagai habitat
paling baik untuk berkembang dan berlindung dari hempasan ombak, serangan
predator dan sengatan terik matahari, dengan berusaha melapisi dirinya dengan
potongan alga, lamun atau dengan pecahan karang (Aziz, 1994, 1996; Radjab,
2004).
C. Nisbah Kelamin Bulu Babi
Nisbah kelamin adalah perbandingan dalam jumlah antara individu jantan
dan individu betina di dalam satu populasi. Pemahaman nisbah kelamin pada
biota di bulan dan musim yang berbeda adalah sangat penting untuk
mendapatkan informasi tentang perbedaan jenis kelamin secara musiman dan
kelimpahan relatifnya di musim pemijahan (Pulungan, 2015).
Menurut Nikolsky (1969) dalam Andi Lawi (2017), nisbah 1 : 1 cenderung
berubah, apabila jumlah telur yang dihasilkan oleh induk betina rendah, atau
apabila induk jantan dapat mengeluarkan spermanya beberapa kali, maka
perbandingan kelaminnya akan lebih banyak induk betina. Secara alamiah, di
suatu perairan yang normal diperkirakan perbandingan betina dan jantan adalah
1 : 1.
Adanya variasi dalam perbandingan kelamin sering terjadi karena tiga
faktor yaitu perbedaan tingkah laku seks, kondisi lingkungan, dan penangkapan.
Apabila nisbah kelamin biota di alam ditemukan tidak seimbang maka hal ini
7
sebagai pertanda bahwa kondisi lingkungan perairan tersebut telah terganggu
(Pulungan, 2015).
Secara morfologi jenis kelamin bulu babi susah dibedakan walaupun ada
beberapa teori yang telah mengemukakan perbedaan tersebut. Tahara et al.
(1958 dalam Darsono, 1986) mengemukan hasil pengamatan yang telah
dilakukan terhadap enam jenis bulu babi di Jepang, yaitu Mespilia globulus,
Toxoneustes pileolus, Tripneustes gratilla, Echinostrephus aciculatus, Diadema
setosum, dan Echinometra mathaei, untuk membedaan jenis kelamin. Jenis
kelamin dibedakan atas dua tipe golongan berdasarkan bentuk papila genitalia
yaitu:
a. Tipe Mespilia: papila genitalia pada hewan jantan adalah pendek sedikit
menonjol berbentuk kerucut (conical protuberances), sedangkan pada
betina adalah rata/mendatar atau masuk tenggelam di bawah permukaan
dinding cangkang. Jenis-jenis yang termasuk tipe ini ialah M. globulus, T.
pileolus, Temnopleurus toreumaticus, Hemicentrotus pulcherimus,
Pseudocentrotus depressus.
b. Tipe Tripneustes: papila genitalia pada hewan jantan ditandai dengan
bentuk tabung memanjang, sedang pada yang betina berbentuk tonjolan
tumpul (stumpy protuberances). Jenis-jenis yang termasuk tipe ini ialah T.
gratillat
E. mathaei, Echinostrephus aciculatus, D. setosum, dan
Echinocardium cordatum.
Berdasarkan klasifikasi seperti tersebut di atas, pada Gambar 3
ditampilkan bentuk papila genitalia pada T. gratilla dari hasil pengamatan yang
telah dilakukan oleh Tahara et al. (1958 dalam Darsono, 1986).
8
Gambar 3. Bentuk papilla genitalia bulu babi jenis Tripneustes gratilla. A menunjukkan jantan dan B menunjukkan betina (Tahara et al., 1958 dalam Darsono, 1986)
Struktur gonad bulu babi menempel pada lapisan "perisvisceral
epithelium lempeng interambulakral" yang mengisi lebih dari separuh rongga
badan pada sisi apikal. Gonad tersebut terdiri atas lima lobi yang tersusun secara
radial. Bila diperhatikan, organ gonad terlihat 13 - 15 pasangan percabangan
"racemose" pada sisi-sisi gonaduct. Percabangan tersebut disebut "acini",
masing-masing berbentuk Y (Y-shaped). Tidak ada perbedaan penting struktur
kasar antara gonad jantan dan betina pada spesimen dengan ukuran diameter
cangkang sampai 40 mm. Ovari yang matang (mature) berwarna merah
kecoklatan (reddish brown), sedangkan testes matang berwarna putih
kekuningan (Darsono, 1986).
Pengamatan warna gamet menunjukkan bahwa ada dua warna yang
dominan pada seluruh T. gratilla yaitu kuning muda dan jingga muda. Bulu babi
yang memiliki gonad berwarna kuning muda adalan jantan dan gonad berwarna
jingga muda merupakan betina (Lewis, 1958; Toha et al., 2012).
D. Tingkat Kematangan Gonad Bulu Babi
Tingkat kematangan gonad (TKG) merupakan pengelompokan
kematangan gonad berdasarkan perubahan-perubahan yang terjadi pada gonad.
Papila genitalia
Papila genitalia
9
Perkembangan gonad yang semakin matang merupakan bagian dari reproduksi
sebelum terjadi pemijahan. Selama itu, sebagian besar hasil metabolisme tertuju
kepada perkembangan gonad (Yudasmara, 2014).
Beberapa faktor yang memengaruhi saat biota pertama kali mencapai
matang gonad antara lain adalah perbedaan spesies, umur, dan ukuran, serta
sifat-sifat fisiologi individu. Faktor luar yang memengaruhi antara lain suhu, arus,
adanya individu yang berbeda jenis kelamin, dan tempat berpijah yang sesuai
(Andy Omar, 2013).
Kondisi umum variasi warna gonad meliputi warna kuning muda, kuning,
coklat, dan coklat kehitaman, yang nampaknya tidak berkaitan dengan jenis
kelamin. Tekstur gonad tiap individu juga berbeda-beda seperti ada yang padat
berbutir, lunak, dan lunak berlendir. Tekstur gonad nampaknya berkaitan dengan
tingkat kematangan gonad (Andi Lawi, 2017).
Tingkat kematangan gonad (TKG) bulu babi Diadema setosum menurut
Burhanuddin (2012) terdiri atas TKG 0 yang merupakan fase netral, TKG I yang
merupakan fase awal, TKG II yang merupakan fase tumbuh, TKG III yang
merupakan fase matang awal, TKG IV yang merupakan fase matang, dan TKG V
yang merupakan fase pijah.
E. Indeks Kematangan Gonad Bulu Babi
Indeks kematangan gonad (IKG) adalah suatu nilai dalam persen yang
merupakan perbandingan antara bobot gonad dan bobot tubuh organisme
(termasuk gonad) dikalikan 100% (Andy Omar, 2013).
Berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan Andi Lawi (2017) pada
ekosistem lamun ditemukan distribusi IKG bulubabi pada TKG I jantan sebesar
0.7558 - 1.8178% dan betina sebesar 1.6542 - 1.9631%. Pada TKG II jantan
sebesar 1.1812 - 4.8542% dan betina sebesar 1.3276 - 5.5556%. Pada TKG III
10
jantan sebesar 1.3946 - 10.7886% dan betina sebesar 1.6381 - 7.8931%. Pada
TKG IV jantan sebesar 2.2698 - 14.3917% dan betina sebesar 1.6230 -
19.0549%. Selanjutnya, pada TKG V jantan sebesar 0.9896 - 12.3259% dan
betina sebesar 0.0083 - 8.8194%.
Andi Lawi (2017) menemukan IKG bulu babi di daerah berpasir bahwa
pada TKG I jantan sebesar 0.0559 - 1.1218% dan betina sebesar 0.0166 -
1.8209%. Pada TKG II jantan sebesar 2.1943 - 5.6097% dan betina sebesar
1.1719 - 5.3997%. Pada TKG III jantan sebesar 2.3014 - 8.7007% dan betina
sebesar 2.0359 - 7.9105%. Pada TKG IV jantan sebesar 2.0533 - 11.7821% dan
betina sebesar 2.1829 - 15.9086%. Pada TKG V jantan sebesar 2.1375 -
4.4799% dan betina sebesar 0.7625 - 5.6040%. Indeks kematangan gonad
tertinggi pada kedua ekosistem yaitu pada bulubabi jantan sebesar 2.2698-
14.3917% dan betina sebesar 1.6230-19.0549% pada ekosistem lamun
sedangkan pada ekosistem berpasir jantan sebesar 2.0533-11.7821% dan betina
sebesar 2.1829-15.9086%.
F. Ukuran Pertama Kali Matang Gonad Bulu Babi
Ukuran pertama kali matang gonad adalah ukuran gonad yang
didapatkan pada proses tingkat kematangan pertama gonad.
Pengamatan kematangan gonad dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
secara histologi dan secara morfologi. Cara histologi dilakukan di laboratorium,
sedangkan cara morfologi dilakukan di laboratorium dan di lapangan.
Pengamatan secara histologi membutuhkan prosedur pelaksanaan yang teliti
dan membutuhkan watu yang lama, dengan hasil yang sangat jelas dan
mendetail. Secara morfologi ini didasarkan kepada bentuk, panjang, bobot,
warna, serta perkembangan isi gonad yang terlihat (Andy Omar, 2013).
11
Hasil penelitian dari Darsono dan Sukarno (1993) dalam Burhanuddin
(2012) menyatakan bahwa bulu babi jenis T. gratilla yang berdiameter lebih dari
40 mm, gonadnya tampak jelas dan bervariasi ketebalannya dengan kisaran
berat 1,0 – 26,5 g. Berdasarkan kenyataan ini maka ukuran diameter cangkang
40 mm diduga merupakan ukuran kedewasaan pertama (size at first maturity)
dari bulu babi jenis T. gratilla.
Bulu babi jenis T. gratilla apabila mencapai tingkat kematangan awal
mempunyai ukuran diameter cangkang 60 - 70 mm dan bobot 160 - 170 g. Bulu
babi jenis yang satu ini mempunyai kematangan gonad yang siap pijah
sepanjang tahun. Pada genus Tripneustes, setiap bulan ditemukan TKG IV dan
V, walupun dalam persentase yang kecil. Puncaknya tercapai pada bulan
Agustus dan September dengan diameter cangkang berkisar antara 75,01 -
80,00 mm dan bobot 165,30 - 185,50 g (Radjab, 1998).
12
III. BAHAN DAN METODE
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini berlangsung selama dua bulan dari bulan Januari sampai
dengan Februari 2018 di P. Kapoposang, Desa Mattiro Ujung, Kecamatan
Liukang Tuppabiring Selatan, Kabupaten Pangkep (Gambar 5). Analisis sampel
dilakukan di tempat pengambilan sampel (in situ).
Gambar 4. Peta lokasi penelitian
13
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu GPS (Global Positioning System) untuk
menentukan titik pengambilan sampel, alat selam (masker dan snorkel) untuk
membantu melihat di dalam air pada saat pengambilan sampel, keranjang plastik
tempat pengumpulan sampel di dalam air, cool box untuk menyimpan sampel,
kaliper dengan ketelitian 0,1 mm untuk mengukur diameter cangkang, timbangan
digital dengan ketelitian 0,01 g untuk menimbang bobot tubuh dan gonad bulu
babi, pisau, pinset dan gunting bedah, baki plastik sebagai papan preparat, alat
tulis menulis untuk mencatat hasil pengamatan, dan kamera untuk
mendokumentasikan hasil pengamatan.
Bahan yang digunakan yaitu sampel bulu babi T. gratilla yang
dikumpulkan selama pengambilan sampel, kertas label untuk penandaan
sampel, aluminium foil untuk meletakkan gonad sampel, dan tissue untuk
membersihkan peralatan penelitian.
C. Metode Pengambilan Bulu Babi Contoh
Pengambilan sampel dilakukan di satu titik yang merupakan tempat
penyebaran bulu babi T. gratilla yang sudah ditentukan dengan titik koordinat
S : 04º 41’ 42.98” E : 118º 56’ 58.39. Pengambilan bulu babi T. gratilla dilakukan
dengan metode simple random sampling yaitu pengambilan sampel dengan
teknik acak sederhana. Bulu babi contoh yang ditemukan di sekitar lamun diambil
secara acak dan dikumpulkan dalam keranjang plastik, kemudian dipindahkan ke
dalam cool box yang telah diisi dengan air laut agar sampel tetap segar.
Bulu babi contoh yang diperoleh diletakkan di atas papan preparat dan
dilakukan penandaan sampel dengan kertas label yang bertuliskan nomor
sampel. Setelah itu diameter dan tinggi cangkang diukur dengan menggunakan
kaliper berketelitian 0,1 mm. Diameter cangkang diukur mulai dari samping kiri
14
sampai samping kanan (Gambar 6a) dan untuk tinggi cangkang diukur mulai dari
bagian atas sampai ke bagian bawah (Gambar 6b) tubuh bulu babi. Untuk
mengetahui bobot tubuh, bulu babi contoh kemudian ditimbang menggunakan
timbangan digital berketelitian 0,01 g.
Setelah itu dilakukan pembedahan di bagian oral pada cangkang bulu
babi, cangkang terbelah menjadi dua bagian dan dibersihkan kotoran yang
menutupi gonad sehingga gonad dapat diamati dan diidentifikasi jenis kelamin
serta tingkat kematangan gonadnya menurut klasifikasi Burhanuddin (2012).
Gonad dipisahkan dari cangkangnya menggunakan pinset dan diletakkan ke
alumunium foil, gonad kemudian ditimbang bobotnya untuk mengetahui bobot
gonad.
Gambar 5. Pengukuran (a) diameter dan (b) tinggi cangkang bulu babi Tripneustes gratilla
a b
15
D. Analisis Data
1. Nisbah Kelamin
Nisbah kelamin didasarkan pada jumlah sampel bulu babi jantan dan
betina. Nisbah kelamin antarbulan diuji dengan uji chi-square yang disusun
dalam bentuk tabel kontingensi (Andy Omar, 2013) dengan rumus sebagai
berikut:
Keterangan : Eij = frekuensi teoritik yang diharapkan terjadi, nio = jumlah baris
ke-i, noj = jumlah kolom ke-j, n = jumlah frekuensi dari nilai
pengamatan
Nilai X2 dapat dihitung menggunakan rumus :
Nilai X2 tabel dicari pada Distribusi X2 dengan derajat bebas (B – 1)(K – 1), B =
kategori faktor II (baris), K = kategori faktor I (kolom)
2. Tingkat Kematangan Gonad
Secara morfologi, tingkat kematangan gonad dilihat secara visual.
Klasifikasi tingkat kematangan gonad berdasarkan pengamatan warna gonad
merujuk kepada Burhanuddin (2012) seperti tercantum pada Tabel 1 dan
Gambar 4.
3. Indeks Kematangan Gonad
Indeks kematangan gonad ditentukan dengan analisis menggunakan
rumus (Vatilingon et al., 2005) sebagai berikut :
100%
16
Keterangan : IKG = indeks kematangan gonad (%), Bg = bobot gonad (g), BT =
bobot tubuh (g).
4. Ukuran Pertama Kali Matang Gonad
Ukuran pertama kali matang gonad dapat diduga dengan menggunakan
metode Spearman – Karber pada (Udupa, 1986 dalam Andy Omar, 2013). Untuk
menggunakan metode ini, sampel harus meliputi seluruh ukuran, baik yang
belum matang maupun yang sudah matang. Dengan rumus :
2
Jika α = 0,05 maka batas-batas kepercayaan 95% dari m, maka :
1,961
Keterangan : m = logaritma panjang bulu babi pada saat pertama kali matang
gonad, = logaritma nilai tengah kelas panjang pada saat semua
bulu babi (100%) sudah matang gonad, X = selisih logaritma nilai
tengah, pi = proporsi bulu babi matang gonad pada kelas ke-i (pi =
ri/ni, ri = jumlah bulu babi matang gonad pada kelas ke-i, ni =
jumlah bulu babi pada kelas ke-i, qi = 1 – pi.
17
Tabel 1. Tingkat kematangan gonad (TKG) bulu babi jantan dan betina secara morfologi (Burhanuddin, 2012).
TKG Morfologi Jantan Morfologi Betina
0 - Tidak ditemukan gonad pada permukaan lobus
- tidak ditemukan gonad pada permukaan lobus
I - Terjadi pertumbuhan sel-sel gamet
- Volume gonad masih sedikit, ditandai permukaan lobus yang masih kosong
- Gonad berwarna coklat keputihan (coklat muda) (Gambar 4A)
- Sel telur mulai berkembang - Volume gonad masih sedikit,
ditandai dengan lobus yang masih kosong
- Gonad berwarna coklat keputihan (coklat muda) (Gambar 7B)
II - Secara visual gonadnya juga tidak berbeda jauh dengan fase I
- Volume gonad pada lobus sedikit mulai bertambah
- Warna gonad coklat kemerahan (Gambar 7C)
- Secara visual pun tidak berubah - Volume gonad pada lobus mulai
bertambah - Warna gonad coklat kemerahan
(Gambar 7D)
III - Dimensi gonadnya mulai bertambah besar dibanding fase II
- Permukaan lobus mulai terisi oleh sel sperma
- Tidak terjadi perubahan warna gonad masih coklat kemerahan (Gambar 7E)
- Dimensi gonadnya mulai bertambah besar dibanding dengan fase II
- Permukaan lobus mulai terisi oleh sel telur (ovum)
- Terjadi perubahan warna gonad menjadi warna kuning muda (krem) (Gambar 7F)
IV - Gonad telah mencapai perkembangan dalam ukuran dan volume yang maksimum
- Seluruh lobus terisi sel sperma - Warna gonad coklat tua pekat
(Gambar 7G)
- Gonad telah mencapai perkembangan dalam ukuran dan volume maksimum
- Seluruh lous terisi oleh sel ovum - Warna gonad kuning tua atau
oranye (Gambar 7H) V - Ukuran dan volume gonad mulai
berkurang, ditandai dengan permukaan lobus mulai kosong
- Warna gonad coklat muram - Perubahan ini akibat sel telurnya
terserap oleh nutrisi fagosit (Gambar 7I)
- Kenampakan gonad mulai mengecil dalam hal ukuran dan volume sudah, ini ditandai dengan perlahan-lahan permukaan lobus kosong
- Perubahan warna gonad dari oranye menjadi putih susu
- Perubahan ini akibat sel telurnya terserap oleh sel nutrisi fagosit (Gambar 7J)
18
Jantan Betina
Gambar 6. Morfologi gonad jantan (A,C,E,G,I) dan betina (B,D,F,H,J) pada setiap TKG I – V (Burhanuddin, 2012).
A
F E
D C
B
G H
J I
Gonad
Gonad
Gonad
Gonad
Gonad
TKG I
TKG II
TKG III
TKG IV
TKG V
19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Nisbah Kelamin
Selama penelitian jumlah bulu babi yang diperoleh sebanyak 221 ekor
terdiri atas 97 ekor jantan dan 124 ekor betina. Nisbah kelamin bulu babi T.
gratilla berdasarkan waktu pengambilan sampel dapat dilihat pada Tabel 2 dan
berdasarkan tingkat kematangan gonad pada Tabel 3.
Tabel 2. Nisbah kelamin bulu babi Tripneustes gratilla jantan dan betina yang
diperoleh pada setiap waktu pengambilan sampel selama penelitian di Pulau Kapoposang, Pangkajene Kepulauan.
Waktu pengambilan sampel Jumlah bulu babi (ekor) Nisbah kelamin
Jantan Betina Jantan Betina 12 Februari 2018 20 34 1.00 1.70
27 Februari 2018 19 36 1.00 1.90
12 Maret 2018 29 26 1.12 1.00
27 Maret 2018 29 28 1.04 1.00
Jumlah 97 124 1.00 1.28
Tabel 3. Nisbah kelamin bulu babi Tripneustes gratilla jantan dan betina yang diperoleh berdasarkan tingkat kematangan gonad selama penelitian di Pulau Kapoposang, Pangkajene Kepulauan.
Tingkat Kematangan Gonad Jumlah bulu babi (ekor) Nisbah kelamin
Jantan Betina Jantan Betina I 1 2 0.50 1.00
II 3 3 1.00 1.00
III 5 9 1.00 1.80
IV 11 12 0.92 1.00
V 77 98 1.00 1,27
Jumlah 97 124 1.00 1.28
Berdasarkan Tabel 2 dan 3 menunjukkan nisbah kelamin bulu babi
jantan dan betina adalah 1,00 : 1,28. Hasil uji chi-square nisbah kelamin bulu
babi jantan dan betina berdasarkan waktu pengambilan sampel (Lampiran 1)
20
diperoleh nilai X2hitung = 5,854 lebih kecil daripada nilai X2
tabel = 7,8147,
sedangkan hasil uji chi-square nisbah kelamin bulu babi jantan dan betina
berdasarkan tingkat kematangan gonad (Lampiran 2) diperoleh nilai X2hitung =
0,7522 lebih kecil daripada nilai X2tabel = 9,4877. Baik nilai hasil uji chi-square
berdasarkan waktu pengambilan sampel maupun berdasarkan tingkat
kematangan gonad, memperlihatkan nilai X2tabel lebih besar daripada nilai X2
hitung
yang menunjukkan bahwa nisbah kelamin bulu babi jantan dan betina di P.
Kapoposang tidak berbeda nyata atau nisbah kelamin sama dengan 1,0 : 1,0.
Hal ini berarti bahwa proses reproduksi antara bulu babi jantan dan betina dapat
berlangsung setiap waktu karena nisbah kelaminnya ideal.
Hasil penelitian yang diperoleh di P. Kapoposang tidak berbeda dengan
temuan Burhanuddin (2012) di P. Barrang Lompo. Burhanuddin (2012)
menemukan nisbah kelamin bulu babi (D. setosum) jantan dan betina tidak
berbeda nyata di dua habitat, yaitu habitat lamun dan karang.
B. Tingkat Kematangan Gonad
Selama penelitian, tingkat kematangan gonad antara bulu babi jantan dan
betina dapat dibedakan dengan melihat warna dan tekstur gonad. Warna gonad
bulu babi T. gratilla yang ditemukan pada penelitian ini bervariasi dari kuning
muda (transparan), jingga muda (transparan), kuning muda (krem), jingga muda,
kuning tua, jingga tua, kuning kehijauan, coklat kemerahan. Selain warna, tekstur
pada gonad bulu babi ditemukan berbeda mulai dari padat berbutir, lunak, dan
lunak berlendir. Hal ini terjadi diduga berkaitan dengan jenis kelamin dan tingkat
perkembangan gonad. Selama proses pengamatan yang dilakukan secara
morfologi, diperoleh TKG I - V (Gambar 7).
21
Gambar 7. Tingkat kematangan bulu babi Tripneustes gratilla (a) jantan dan (b) betina yang ada di Pulau Kapoposang
Gonad
Gonad
Gonad
Gonad
Gonad
TKG I
TKG II
TKG III
TKG IV
TKG V
22
Tingkat kematangan gonad (TKG) I merupakan fase awal (fase pulih).
Pada bulu babi jantan gonad berwarna kuning muda (transparan) atau bening,
sedangkan bulu babi betina gonad berwarna jingga muda (transparan). Tekstur
gonad lunak dengan butiran yang belum jelas terlihat, ukuran dan volume gonad
masih sedikit terlihat dari permukaan lobus yang baru mulai terisi (Gambar 8).
Pada fase ini sisa gamet yang tidak sempat dipijahkan, gonad mulai pulih dan
siap melakukan kegiatan reproduksi untuk musim pemijahan berikutnya (Tuwo,
1996).
Gambar 8. Tingkat kematangan gonad (TKG) I bulu babi Tripneustes gratilla (a) jantan (b) betina
Tingkat kematangan gonad (TKG) II merupakan fase tumbuh dari fase
pemulihan yang telah dialami. Pada fase ini, gonad sudah mulai berkembang
dengan tekstur gonad yang sudah mulai padat dengan butiran gonad yang juga
sudah mulai jelas terlihat, ukuran dan volume gonad mulai bertambah ditandai
dengan permukaan lobus yang sudah terisi namun belum memenuhi permukaan
lobus. Pada fase ini untuk membedakan bulu babi jantan dan betina dapat dilihat
pada warna gonad karena pada umumnya tekstur dan volume gonad sama,
dimana pada bulu babi jantan berwarna kuning muda sedangkan pada bulu babi
betina berwarna jingga muda (Gambar 9).
Gonad
23
Gambar 9. Tingkat kematangan gonad (TKG) II bulu babi Tripneustes gratilla (a) jantan (b) betina
Tingkat kematangan gonad (TKG) III merupakan fase matang awal (Pre-
mature). Pada fase ini gonad jantan maupun betina semakin tumbuh dan
bertambah besar dari fase II, struktur gonad terlihat padat dan berbutir, volume
gonad bertambah dan memenuhi permukaan lobus. Perbedaan warna dari
gonad jantan dan betina semakin jelas, gonad jantan berwarna kuning
sedangkan gonad betina berwarna jingga (Gambar 10).
Gambar 10. Tingkat kematangan gonad (TKG) III bulu babi Tripneustes gratilla (a) jantan (b) betina
Tingkat kematangan gonad (TKG) IV merupakan fase matang (mature),
fase dimana gonad telah mencapai puncak matang yang sempurna dan siap
dipijahkan. Pada fase ini gonad jantan maupun gonad betina mencapai puncak
perkembangan kedewasaannya dengan ukuran dan volume gonad berada di
Gonad
Gonad
24
titik maksimum yang ditandai dengan terisinya semua ruang pada lobus oleh
gonad dengan tekstur padat dan berbutir. Warna dari gonad jantan kuning tua
sedangkan pada gonad betina berwarna jingga tua (Gambar 11).
Gambar 11. Tingkat kematangan gonad (TKG) IV bulu babi Tripneustes gratilla (a) jantan (b) betina
Tingkat kematangan gonad (TKG) V merupakan fase pijah (spent). Pada
fase ini gonad telah dikatakan memijah ditandai dengan tekstur gonad
mengempis atau mengecil dan terkadang berlendir, volume gonad berkurang
dengan permukaan lobus yang perlahan mulai kosong. Pada gonad jantan
berwarna kuning kehijauan sedangkan pada gonad betina berwarna coklat
kemerahan (Gambar 12).
Gambar 12. Tingkat kematangan gonad (TKG) V bulu babi Tripneustes gratilla jantan (a) betina (b)
Gonad
Gonad
25
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
12 Februari 27 Februari 12 Maret 27 Maret
Fre
kuen
si (
%)
Waktu pengambilan sampel
TKG V
TKG IV
TKG III
TKG II
TKG I
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
12 Februari 27 Februari 12 Maret 27 Maret
Fre
kuen
si (
%)
Waktu pengambilan sampel
TKG V
TKG IV
TKG III
TKG II
TKG I
Distribusi frekuensi bulu babi T. gratilla jantan dan betina pada setiap
waktu pengambilan sampel untuk TKG I sampai V dapat dilihat pada Gambar
13 (untuk jantan) dan Gambar 14 (untuk betina) serta Lampiran 3.
Gambar 13. Distribusi frekuensi (%) pada setiap tingkat kematangan gonad berdasarkan waktu pengambilan sampel bulu babi Tripneustes gratilla jantan di Pulau Kapoposang
Gambar 14. Distribusi frekuensi (%) pada setiap tingkat kematangan gonad berdasarkan waktu pengambilan sampel bulu babi Tripneustes gratilla betina di Pulau Kapoposang
26
Gambar 13 menunjukkan bahwa pada bulu babi jantan, TKG dengan
jumlah frekuensi paling besar yang diperoleh pada setiap waktu pengambilan
sampel adalah TKG V pada pengambilan sampel ketiga 12 Maret. TKG IV
diperoleh hampir disetiap waktu pengambilan sampel kecuali pada pengambilan
sampel pertama 12 Februari. TKG III diperoleh hanya pada pengambilan sampel
pertama 12 Februari dan kedua 27 Februari. TKG II diperoleh hanya pada
pengambilan sampel kedua 27 Februari dan keempat 27 Maret. TKG I dengan
jumlah frekuensi paling kecil hanya diperoleh pada pengambilan sampel kedua
27 Februari.
Gambar 14 menunjukkan bahwa pada bulu babi betina, TKG dengan
jumlah frekuensi paling besar yang diperoleh pada setiap waktu pengambilan
sampel adalah TKG V pada pengambilan sampel ketiga 12 Maret. TKG IV
diperoleh pada setiap waktu pengambilan sampel dengan jumlah frekuensi
terbesar pada pengambilan sampel ketiga 12 Maret. TKG III juga diperoleh pada
setiap waktu pengambilan sampel dengan jumlah frekuensi yang hampir sama.
TKG II diperoleh hanya pada pengambilan sampel pertama 12 Februari dan
kedua 27 Februari. TKG I dengan jumlah frekuensi paling kecil hanya diperoleh
pada pengambilan sampel kedua 27 Februari.
Frekuensi jumlah bulu babi T. gratilla matang gonad dan belum matang
gonad berdasarkan waktu pengambilan sampel tercantum pada Gambar 15
(untuk jantan) dan Gambar 16 (untuk betina) serta Lampiran 4 dan 5.
Berdasarkan Gambar 15 dan 16 frekuensi jumlah bulu babi jantan yang diperoleh
pada saat penelitian yang matang gonad (TKG III, IV, dan V) lebih sedikit
dibandingkan dengan bulu babi betina. Jumlah bulu babi jantan yang belum
matang gonad (TKG I dan II) sebanyak 4,12 % dan yang matang gonad (TKG III,
IV, dan V) sebanyak 95,86 %, sedangkan jumlah bulu babi betina yang belum
27
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
12 Februari 27 Februari 12 Maret 27 Maret
Fre
kuen
si (
%)
Waktu pengambilan sampel
Matang Gonad
Belum Matang gonad
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
12 Februari 27 Februari 12 Maret 27 Maret
Fre
kuen
si (
%)
Waktu pengambilan sampel
Matang Gonad
Belum Matang gonad
matang gonad (TKG I dan II) sebanyak 4,03 % dan yang matang gonad (TKG III,
IV, dan V) sebanyak 95,97 %.
Gambar 15. Distribusi frekuensi (%) matang gonad dan belum matang gonad berdasarkan waktu pengambilan sampel bulu babi Tripneustes gratilla jantan di Pulau Kapoposang
Gambar 16. Distribusi frekuensi (%) matang gonad dan belum matang gonad berdasarkan waktu pengambilan sampel bulu babi Tripneustes gratilla betina di Pulau Kapoposang
Jumlah bulu babi jantan dan betina yang didominasi oleh gonad yang
telah matang pada setiap waktu pengambilan sampel dikarenakan bulu babi
yang diperoleh selama penelitian diduga sedang berada pada masa pemijahan
atau telah berlangsung pemijahan.
28
Andi Lawi (2012) menemukan bulu babi D. setosum pada pengambilan
sampel bulan Juli – Desember di dua ekosistem di P. Barrang Lompo didapatkan
gonad yang telah matang atau yang sedang memijah hampir setiap waktu
pengambilan sampel. Hal ini menunjukkan bahwa bulu babi pada kedua
ekosistem memiliki tipe pemijahan secara parsial dan pemijahan terjadi
sepanjang tahun.
C. Indeks Kematangan Gonad
Indeks kematangan gonad (IKG) merupakan salah satu aspek dalam
biologi perikanan yang digunakan untuk memprediksi waktu pemijahan. IKG bulu
babi T. gratilla jantan dan betina di P. Kapoposang dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Distribusi indeks kematangan gonad bulu babi Tripneustes gratilla jantan dan betina di Pulau Kapoposang
TKG Jantan
n (ekor)
Betina n
(ekor)
Kisaran Rata-rata
Kisaran Rata-rata
I 0,6462 0,6462 1 0,1720 – 0,7327 0,4523 2
II 1,0793 – 2,3107 1,5205 3 1,2040 – 1,9567 1,4698 3
III 1,5439 – 4,2628 2,3116 5 1,1030 – 2,0317 1,5777 9
IV 0,8275 – 5,8347 2,8305 11 0,9692 – 3,6003 2,1180 12
V 0,8257 – 4,4656 1,9485 77 0,3599 – 2,5953 1,1474 98
Jumlah 97 124
Berdasarkan Tabel 4 memperlihatkan nilai IKG yang diperoleh, baik pada
bulu babi jantan maupun betina, meningkat mengikuti fase perkembangan
gonad. Pada TKG I gonad masih dalam tahap pemulihan, pada TKG II fase
berkembang kisaran nilai indeks kematangan gonadnya meningkat sampai
dengan TKG III pada fase pra matang dan memuncak pada fase perkembangan
gonad matang atau pada TKG IV, kemudian kisaran nilai indeks menurun pada
TKG V yaitu fase pemijahan. Hal ini diduga karena pada TKG IV bulu babi jantan
maupun betina telah memijah.
29
Nilai kisaran indeks kematangan gonad (IKG) yang diperoleh bulu babi
jantan 0,6462 – 2,8305% lebih besar daripada bulu babi betina 0,4523 –
2,1180%. Andi Lawi (2017) memperoleh hasil Indeks kematangan gonad
tertinggi pada kedua ekosistem yaitu pada bulubabi jantan sebesar 2.2698 -
14.3917% dan betina sebesar 1.6230 - 19.0549%. Sebaliknya, pada ekosistem
lamun dan ekosistem berpasir jantan sebesar 2.0533 - 11.7821% dan betina
sebesar 2.1829 - 15.9086%. Kisaran nilai indeks kematangan gonad bulubabi
betina yang lebih tinggi daripada bulubabi jantan, hal ini diduga karena sedang
berlangsungnya proses vitellogenesis sehingga gonad yang yang ada pada
bulubabi betina lebih besar daripada bulubabi jantan.
D. Ukuran Pertama Kali Matang Gonad
Ukuran pertama kali matang gonad yang diperoleh (Lampiran 6 dan 7)
pada bulu babi jantan adalah 34,51 mm atau berkisar pada ukuran 31,53 – 37,77
mm. Pada bulu babi betina didapatkan ukuran pertama kali matang gonad pada
ukuran 37,16 mm atau berkisar 35,52 – 38,88 mm.
Berdasarkan hasil perhitungan ukuran pertama kali matang gonad
didapatkan hasil ukuran diameter bulu babi jantan (34,51 mm) lebih kecil dari
ukuran bulu babi betina (37,18 mm). Hal ini diduga disebabkan oleh perbedaan
ukuran dimana pada bulu babi betina lebih besar daripada bulu babi jantan dan
pemijahan yang dialami bulu babi jantan lebih cepat daripada betina.
Ukuran pertama kali matang gonad pada bulu babi T. gratilla yang
didapatkan pada hasil penelitian ini relatif lebih kecil dibanding dengan hasil yang
dinyatakan Tuwo (1998) pada penelitiannya, bahwa awal kematangan gonad
pada bulu babi T. gratilla dicapai pada ukuran cangkang 42,5 mm.
Burhanuddin (2012) menemukan pada habitat karang, ukuran pertama
kali matang gonad bulu babi D. setosum jantan 36,70 mm lebih besar dibanding
30
betina 33,60. Pada habitat lamun, ukuran pertama kali matang gonad bulu babi
jantan 39,90 mm lebih besar dari bulu babi betina 34,30 mm.
Andi Lawi (2017) pada penelitiannya memperoleh ukuran pertama kali
matang gonad pada bulu babi T. gratilla jantan pada ekosistem lamun 53,6162
mm dan ekosistem berpasir 52,0201 mm lebih kecil dari bulu babi betina pada
ekosistem lamun 57,9453 mm dan ekosistem berpasir 57,3778 mm.
Beberapa faktor yang memengaruhi saat biota pertama kali mencapai
matang gonad antara lain adalah perbedaan spesies, umur, dan ukuran, serta
sifat-sifat fisiologi individu. Faktor luar yang memengaruhi antara lain suhu, arus,
adanya individu yang berbeda jenis kelamin, dan tempat berpijah yang sesuai
(Andy Omar, 2013). Dan pada penelitian ini yang mempengaruhi ukuran pertama
kali matang gonad adalah ukuran dari bulu babi T. gratilla yang ditemukan relatif
kecil.
31
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Nisbah kelamin antara bulu babi T. gratilla jantan dan betina berdasarkan
waktu pengambilan sampel dan tingkat kematangan gonad tidak berbeda
nyata.
2. Bulu babi T. gratilla matang gonad yang diperoleh jauh lebih banyak
dibandingkan yang belum matang gonad, baik pada jantan maupun pada
betina.
3. Nilai indeks kematangan gonad (IKG) meningkat mengikuti fase
perkembangan gonadnya, nilai IKG memuncak pada TKG IV dan menurun
pada TKG V.
4. Bulu babi T. gratilla jantan pertama kali matang gonad pada ukuran yang
lebih kecil daripada bulu babi betina.
B. Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian yang lebih lanjut terhadap biologi
reproduksi, khususnya tentang diameter telur, fekunditas, dan potensi reproduksi,
bulu babi T. gratilla di P. Kapoposang dalam waktu yang berbeda dan jangka
waktu yang lebih lama sehingga aspek reproduksi bulu babi T. gratilla dapat
diketahui secara menyeluruh.
32
DAFTAR PUSTAKA
Andi Lawi, Y.S. 2017. Biologi Reproduksi Bulubabi Tripneustes gratilla (Linnaeus 1758) pada Ekosistem Lamun dan Ekosistem Berpasir di Pulau Barrang Lompo, Sulawesi Selatan. Sekolah Pascasarjana. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Andy Omar, S. Bin. 2013. Biologi Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin. Makassar.
Azis, A. 1993. Beberapa catatan tentang perikanan bulu babi. Oseana 18(2): 65-75.
Azis, A. 1994. Tingkah laku bulu babi di padang lamun. Oseana 21(4): 34-43.
Azis 1996
Barnes, R. D. 1974. Invertebrate Zoology. Third Edition. W. B. Saunders Company. Philadelphia, London, Toronto.
Burhanuddin, A. 2012. Kajian Biologi Reproduksi Bulubabi (Diadema setosum) pada Habitat yang Berbeda di Perairan Teluk Kayeli, Kecamatan Namlea, Kabupaten Buru, Maluku. Sekolah Pascasarjana. Universitas Hasanuddin.
Darsono. P. 1986. Gonad bulu babi. Oseana 11(4): 151-162.
Hegner, R. W. and Stiles, K. A. 1959. College Zoology. New York: Macmilan.
ITPC Osaka. 2014. Market brief: bulu babi (Uni). Jakarta.
Johnson, J. E. 1971. Maturity and fecundity of threadfin shad, Dorosoma Petenense (Gunther), in Central Arizona reservoirs. Trans. Am. Fish. Soc.100(1) : 74-85.
Lawrence, J.M and Agatsuma, Y. 2007. Ecology of Tripneustes, pp. 499-520 in John M. Lawrence. Edible Sea Urchin: Biology and Ecology. Second edition. Elsevier Scinece. Development in Aquaculture and Fisheries Science.
Lewis, J.B. 1958. The biology of the tropical sea urchin Tripneustes esculentus Leske in Barbados, British West Indies. Canadian Journal of Zoology, 36: 607–621.
Littlewood, D.T.J. & A.B. Smith. 1995. A Combined Morphological and Molecular Phylogeny For Sea Urchins (Echinoidea: Echinodermata). Phil. Trans. R. Soc. Lond. 347B:213-234.
Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Pawson, D.L. 2007. Phylum Echinodermata. Zootaxa. 1668: 749-764.
Pulungan, C.P. 2015. Nisbah Kelamin dan Nilai Kemontokan Ikan Tabingal (Puntioplites bulu Blkr) dari Sungai Siak, Riau. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau, Pekanbaru.
33
Radjab, A.W. 1998. Pertumbuhan dan reproduksi bulu babi Tripneustes gratilla (L) di perairan Tamedan, Pulau Dullah, Maluku Tenggara. Prosiding Seminar Kelautan LIPI - UNHAS Ke 1. Balitbang Sumberdaya Laut, Puslitbang Oseanologi - LIPI: 149 - 156.
Radjab, A.W. 2004. Sebaran dan kepadatan bulu babi di perairan Kepulauan Padaido, Biak Irian Jaya. Dalam: Setyawan, W.B., Y. Witasari, Z. Arifin, O.S.R. Ongkosongo, S. Birowo. Pros. Sem. Laut Nasional III, Jakarta.
Toha, A.H.A., A. Pramana, S.B. Sumitro, L. Hakim, dan Widodo. 2012. Penentuan jenis kelamin bulu babi Tripneustes gratilla secara morfologi. Berk. Penel. Hayati: 17: 211–215.
Tuwo, A.1995. Aspek biologi reproduksi bulu babi Tripneustes gratilla di Pulau Kapoposan, Dati II Pangkep, Sulawesi Selatan. Oseana. 20 (1) : 21-29.
Tuwo, A. 1996. Studi pendahuluan biologi reproduksi bulu babi Tripneustes gratilla. Seminar Kelautan LIPI UNHAS : 1-4.
Umagap, W. A. 2013. Keragaman spesies landak laut (Echinoidea) filum Echinodermata berdasar morfologi di perairan Dofa Kabupaten Kepulauan Sula. Jurnal Bioedukasi 1(2): 94-100.
Vaïtilingon, D. R. Rasolofonirina and M. Jangoux, 2005. Reproductive Cycle of Edible Echinoderms from the Southwestern Indian Ocean, Western Indian Ocean J. Mar. Sci. Vol. 4, No. 1, pp. 47–60.
Yudasmara, G. A. 2014. Biologi Perikanan. Plantaxia. Yogyakarta.
34
LAMPIRAN
Lampiran 1. Uji chi-square bulu babi Tripneustes gratilla jantan dan betina berdasarkan waktu pengambilan sampel di Pulau Kapoposang.
Waktu pengambilan sampel
Jumlah sampel yang diamati (ekor) Jumlah
Jantan Betina 12 Februari 2018 20 34 54 23,70 30,3027 Februari 2018 19 36 55 24,14 30,8612 Maret 2018 29 26 55 24,14 30,8627 Maret 2018 29 28 57 25,02 31,98Jumlah 97 124 221
Jantan
12 Februari 2018 : 97 x 54 / 221 = 23,70
27 Februari 2018 : 97 x 55 / 221 = 24,14
12 Maret 2018 : 97 x 55 / 221 = 24,14
27 Maret 2018 : 97 x 57 / 221 = 25,02
Betina
12 Februari 2018 : 124 x 54 / 221 = 30,30
27 Februari 2018 : 124 x 55 / 221 = 30,86
12 Maret 2018 : 124 x 55 / 221 = 30,86
27 Maret 2018 : 124 x 57 / 221 = 31,98
X2 = (20 – 23,70)2 + (34 – 30,30) 2 + (19 – 24,14)2 + (36 – 30,86)2 + (23,70) (30,30) (24,14) (30,86)
(29 – 24,14)2 + (26 – 30,86)2 + (29 – 25,02)2 + (28 – 31,98)2 (24,14) (30,86) (25,02) (31,98)
= 0,5776 + 0,4518 + 1,0944 + 0,8561 + 0,9784 + 0,7654 + 0,6331 + 0,4953
= 5,8521
Jadi X2 hitung = 5,8521
X2 tabel (0,05)(3) = 7,8147
Lampiran 2. Uji chi-square bulu babi Tripneustes gratilla jantan dan betina berdasarkan tingkat kematangan gonad di Pulau Kapoposang.
Tingkat kematangan gonad
Jumlah sampel yang diamati (ekor) Jumlah
Jantan Betina I 1 2 3 1,32 1,68II 3 3 6 2,63 3,37III 5 9 14 6,14 7,86IV 11 12 23 10,10 12,90V 77 98 175 76,81 98,19Jumlah 97 124 221
Jantan
TKG I : 97 x 3 / 221 = 1,32
TKG II : 97 x 6 / 221 = 2,63
TKG III : 97 x 14 / 221 = 6,14
TKG IV : 97 x 23 / 221 = 10,10
TKG V : 97 x 175 / 221 = 76,81
Betina
TKG I : 124 x 3 / 221 = 1,68
TKG II : 124 x 6 / 221 = 3,37
TKG III : 124 x 14 / 221 = 7,86
TKG IV : 124 x 23 / 221 = 12,90
TKG V : 124 x 175 / 221 = 98,19
X2 = (1 – 1,32)2 + (2 – 1,68) 2 + (3 – 2,63)2 + (3 – 3,37)2 + (1,32) (1,68) (2,63) (3,37)
(5 – 6,14)2 + (9 – 7,86)2 + (11 – 10,10)2 + (12 – 12,90)2 + (6,14) (7,86) (10,10) (12,90)
(77 – 76,81)2 + (98 – 98,19)2 (76,81) (98,19)
X2 = 0,0776 + 0,0610 + 0,0521 + 0,0406 + 0,2117 + 0,1653 + 0,0802 + 0,0628 + 0,0005 + 0,0004
= 0,7522
Jadi X2 hitung = 0,7522
X2 tabel (0,05)(4) = 9,4877
Lampiran 3. Persentase komposisi bulu babi Tripneustes gratilla jantan dan betina berdasarkan tingkat kematangan gonad di Pulau Kapoposang
Waktu pengambilan sampel
TKGJantan Betina
n (ekor)Frekuensi
(%) n (ekor)
Frekuensi (%)
12 Februari 2018 I 0 0,00 0 0,00 II 0 0,00 2 1,61 III 4 4,12 2 1,61 IV 0 0,00 3 2,42 V 16 16,49 27 21,77
27 Februari 2018 I 1 1,03 2 1,61 II 1 1,03 1 0,81 III 1 1,03 3 2,42 IV 5 5,15 1 0,81 V 11 11,34 29 23,39
12 Maret 2018 I 0 0,00 0 0,00 II 0 0,00 0 0,00 III 0 0,00 2 1,61 IV 2 2,06 1 0,81 V 27 27,84 23 18,55
27 Maret 2018 I 0 0,00 0 0,00 II 2 2,06 0 0,00 III 0 0,00 2 1,61 IV 4 4,12 7 5,65 V 23 23,71 19 15,32
Lampiran 4. Persentase jumlah bulu babi Tripneustes gratilla jantan matang gonad (TKG III, IV, dan V) dan belum matang gonad (TKG I dan II) di Pulau Kapoposang
Kategori TKG Persentase (%) berdasarkan waktu
pengambilan sampel Total (%) 12 Feb 27 Feb 12 Maret 27 Maret
Belum matang gonad
I 0,00 1,03 0,00 0,00 4,12
II 0,00 1,03 0,00 2,06
Matang gonad III 4,12 1,03 0,00 0,00
95,86 IV 0,00 5,15 2,06 4,12 V 16,49 11,34 27,84 23,71
Lampiran 5. Persentase jumlah bulu babi Tripneustes gratilla jantan matang gonad (TKG III, IV, dan V) dan belum matang gonad (TKG I dan II) di Pulau Kapoposang
Kategori TKG Persentase (%) berdasarkan waktu
pengambilan sampel Total (%) 12 Feb 27 Feb 12 Maret 27 Maret
Belum matang gonad
I 0,00 1,61 0,00 0,00 4,03
II 1,61 0,81 0,00 0,00
Matang gonad III 1,61 2,42 1,61 1,61
95,97 IV 2,42 0,81 0,81 5,65 V 21,77 23,39 18,55 15,32
Lampiran 6. Ukuran pertama kali matang gonad bulu babi Tripneustes gratilla jantan di Pulau Kapoposang
Panjang kelas (mm)
Tengah kelas (mm)
Log tengah kelas (Xi)
Jumlah sampel (ni)
Jumlah sampel blm
matang
Jumlah sampel
matang (ri)
Proporsi sampel
matang (pi)
Xi+1 – Xi = X
qi = 1 - pi Pi x qi/ ni-1
32,3 – 35,2 33,8 1,5283 4 0 4 1,0000 0,0388 0,0000 0,0000 35,3 - 38,5 36,9 1,5670 10 0 10 1,0000 0,0383 0,0000 0,0000 38,6 - 42,0 40,3 1,6053 6 1 5 0,8333 0,0381 0,1667 0,0278 42,1 - 45,9 44,0 1,6435 2 1 1 0,5000 0,0387 0,5000 0,2500 46,0 - 50,2 48,1 1,6821 1 0 1 1,0000 0,0388 0,0000 0,0000 50,3 - 54,8 52,6 1,7210 1 0 1 1,0000 0,0379 0,0000 0,0000 54,9 - 59,9 57,4 1,7589 11 1 10 0,9091 0,0390 0,0909 0,0083 60,0 - 65,5 62,8 1,7980 37 1 36 0,9730 0,0384 0,0270 0,0007 65,6 - 71,6 68,6 1,8363 18 0 18 1,0000 0,0387 0,0000 0,0000 71,7 - 78,3 75,0 1,8751 7 0 7 1,0000 0,0000 0,0000
97 4 93 9,2154 0,2868
2
= 1,8751 + ,
0,0387 9,2154
= 1,8751 + 0,0194 – 0,3566
= 1,5379
m = antilog 1,5379 = 34,51
dengan selang kepercayaan 95%, maka :
M = 1,96 ∑
= antilog [ 1,5379 1,96 0,0387 0,2868 ]
= antilog [ 1,5379 1,96 x 0,0200 ]
= antilog 1,5379 0,0392
Jadi, batas atas adalah
Antilog = 1,5379 + 0,0392 = 37,77 mm
Jadi, batas bawah adalah
Antilog = 1,5379 – 0,0392 = 31,53 mm
Lampiran 7. Ukuran pertama kali matang gonad bulu babi Tripneustes gratilla betina di Pulau Kapoposang
Panjang kelas (mm)
Tengah kelas (mm)
Log tengah kelas (Xi)
Jumlah sampel (ni)
Jumlah sampel blm
matang
Jumlah sampel
matang (ri)
Proporsi sampel
matang (pi)
Xi+1 – Xi = X
qi = 1 - pi Pi x qi/ ni-1
32,3 ‐ 35,5 33,9 1,5302 6 0 6 1,0000 0,0415 0,0000 0,0000 35,6 ‐ 39,0 37,3 1 ,5717 7 0 7 1,0000 0,0421 0,0000 0,0000 39,1 ‐ 43,0 41,1 1,6138 8 0 8 1,0000 0,0423 0,0000 0,0000 43,1 ‐ 47,4 45,3 1,6561 1 0 1 1,0000 0,0411 0,0000 0,0000 47,5 ‐ 52,1 49,8 1,6972 1 1 0 0,0000 0,0416 1,0000 0,0000 52,2 ‐ 57,4 54,8 1,7388 10 3 7 0,7000 0,0423 0,3000 0,0233 57,5 ‐ 63,2 60,4 1,7810 35 4 31 0,8857 0,0418 0,1143 0,0030 63,3 ‐ 69,6 66,5 1,8228 48 0 48 1,0000 0,0417 0,0000 0,0000 69,7 ‐ 76,7 73,2 1,8645 7 1 6 0,8571 0,0424 0,1429 0,0204 76,8 ‐ 84,5 80,7 1,9069 1 0 1 1,0000 0,0000 0,0000
124 9 115 8,4429 0,0467
2
= 1,9069 + ,
0,0424 8,4429
= 1,9069 + 0,0212 – 0,3580
= 1,5701
m = antilog 1,5701 = 37,16
dengan selang kepercayaan 95%, maka :
M = 1,96 ∑
= antilog [ 1,5701 1,96 0,0424 0,0467 ]
= antilog [ 1,5701 1,96 x 0,0100 ]
= antilog 1,5701 0,0196
Jadi, batas atas adalah
Antilog = 1,5701 + 0,0196 = 38,88 mm
Jadi, batas bawah adalah
Antilog = 1,5701 – 0,0196 = 35,52 mm