studi parametrik perubahan parameter tanah pada peristiwa

20
Studi Parametrik Perubahan Parameter Tanah pada Peristiwa Longsor yang Terjadi pada Periode Hujan dengan Menggunakan Program Plaxis 2D Febrinal 1 *, Erly Bahsan 2 1. Program Studi Teknik Sipil, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia 2. Program Studi Teknik Sipil, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia *E-mail: [email protected] Abstrak Hujan merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya longsor. Infiltrasi air hujan dapat mempengaruhi kestabilan hingga menyebabkan lereng longsor. Untuk itu perlu diketahui besar perubahan parameter tanah pada saat hujan hingga dapat menyebabkan lereng longsor. Dalam tulisan ini dilakukan penelitian melalui studi parametrik dengan menggunakan program Plaxis 2D berbasis metode elemen hingga. Kondisi awal lereng ditentukan dengan analisis balik menggunakan data sekunder, kemudian dibuat simulasi perubahan kondisi tanah pada lereng sebagai dampak dari hujan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan unit weight sekitar 11.5 %, naiknya muka air tanah, turunnya kohesi 1-5 kN/m 2 serta turunnya sudut geser sekitar 1 o dapat menurunkan stabilitas lereng hingga menyebabkan lereng longsor pada saat hujan. Selain itu ditinjau penggunaan tension crack pada pemodelan dengan Plaxis 2D. Hasil menunjukkan bahwa pembuatan interface sebagai bentuk tension crack pada Plaxis sama-sama memberikan penurunan SF yang sangat kecil sekali baik pada analisis drained maupun undrained dan hasil serupa juga didapat dari pemodelan tension crack bentuk celah pada kondisi drained. Untuk pemodelan tension crack bentuk celah pada kondisi undrained memberikan hasil yang lebih baik karena penurunan nilai SF lebih konsisten pada pemodelan yg berbeda dan terdapat penurunan nilai SF cukup besar jika dibandingkan dengan lereng tanpa tension crack. Kata kunci: Hujan, Longsor, Metode Elemen Hingga, Parameter tanah, Tension Crack. Parametric Sudy of Soil Parameter Alteration on Landslide Phenomenon which Happens at Rainy Season Period Using Plaxis 2D Rainfall is one of the triggers that can cause slope failure. Infiltration of rain water will influence the stability of the slope. Therefore, it is necessary to find the alteration of soil parameters that can cause the slope failure at rainy season. In this paper, parametric study is conducted by using finite element software with plaxis 2D. Initial condition of the slope is determined with back analysis by using secondary data. Then, the alteration of soil is simulated as the effect of rainfall. The result shows that the increase of unit weight about 11.5%, the increase of soil water surface, the decrease of cohesion about 1-5 kN/m 2 , and the decrease of friction angle around 1 o , can reduce the slope stability and cause the failure at rainy season. Beside that, tension crack also was introduced on the slope model to observe the effect on Plaxis 2D modelling. The result shows that the use of interface as tension crack in plaxis gives the same lower SF either for the drained or undrained analysis. The same result also shown in virtual crack model on drained analysis. For the use of virtual crack as tension crack for modelling in 2D analysis, virtual crack model shows better result because the decrease of SF is consistent among the models. There are also significant decrease of safety factor compared with model without tension crack. Keyword : Landslide, Finite Element Method, Rain, Soil Parameter, Tension Crack. Studi Parametrik ..., Febrinal, FT UI, 2016

Upload: others

Post on 02-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Studi Parametrik Perubahan Parameter Tanah pada Peristiwa

Studi Parametrik Perubahan Parameter Tanah pada Peristiwa Longsor yang Terjadi pada Periode Hujan dengan Menggunakan Program Plaxis

2D

Febrinal1*, Erly Bahsan2

1. Program Studi Teknik Sipil, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

2. Program Studi Teknik Sipil, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

*E-mail: [email protected]

Abstrak

Hujan merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya longsor. Infiltrasi air hujan dapat mempengaruhi kestabilan hingga menyebabkan lereng longsor. Untuk itu perlu diketahui besar perubahan parameter tanah pada saat hujan hingga dapat menyebabkan lereng longsor. Dalam tulisan ini dilakukan penelitian melalui studi parametrik dengan menggunakan program Plaxis 2D berbasis metode elemen hingga. Kondisi awal lereng ditentukan dengan analisis balik menggunakan data sekunder, kemudian dibuat simulasi perubahan kondisi tanah pada lereng sebagai dampak dari hujan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan unit weight sekitar 11.5 %, naiknya muka air tanah, turunnya kohesi 1-5 kN/m2 serta turunnya sudut geser sekitar 1o dapat menurunkan stabilitas lereng hingga menyebabkan lereng longsor pada saat hujan. Selain itu ditinjau penggunaan tension crack pada pemodelan dengan Plaxis 2D. Hasil menunjukkan bahwa pembuatan interface sebagai bentuk tension crack pada Plaxis sama-sama memberikan penurunan SF yang sangat kecil sekali baik pada analisis drained maupun undrained dan hasil serupa juga didapat dari pemodelan tension crack bentuk celah pada kondisi drained. Untuk pemodelan tension crack bentuk celah pada kondisi undrained memberikan hasil yang lebih baik karena penurunan nilai SF lebih konsisten pada pemodelan yg berbeda dan terdapat penurunan nilai SF cukup besar jika dibandingkan dengan lereng tanpa tension crack.

Kata kunci: Hujan, Longsor, Metode Elemen Hingga, Parameter tanah, Tension Crack.

Parametric Sudy of Soil Parameter Alteration on Landslide Phenomenon which Happens at Rainy Season Period Using Plaxis 2D

Rainfall is one of the triggers that can cause slope failure. Infiltration of rain water will influence the stability of the slope. Therefore, it is necessary to find the alteration of soil parameters that can cause the slope failure at rainy season. In this paper, parametric study is conducted by using finite element software with plaxis 2D. Initial condition of the slope is determined with back analysis by using secondary data. Then, the alteration of soil is simulated as the effect of rainfall. The result shows that the increase of unit weight about 11.5%, the increase of soil water surface, the decrease of cohesion about 1-5 kN/m2, and the decrease of friction angle around 1o, can reduce the slope stability and cause the failure at rainy season. Beside that, tension crack also was introduced on the slope model to observe the effect on Plaxis 2D modelling. The result shows that the use of interface as tension crack in plaxis gives the same lower SF either for the drained or undrained analysis. The same result also shown in virtual crack model on drained analysis. For the use of virtual crack as tension crack for modelling in 2D analysis, virtual crack model shows better result because the decrease of SF is consistent among the models. There are also significant decrease of safety factor compared with model without tension crack. Keyword : Landslide, Finite Element Method, Rain, Soil Parameter, Tension Crack.

Studi Parametrik ..., Febrinal, FT UI, 2016

Page 2: Studi Parametrik Perubahan Parameter Tanah pada Peristiwa

Pendahuluan

Longsor merupakan salah satu bentuk bencana alam yang bisa membahayakan

manusia. Beberapa aspek geologi yang dapat memicu terjadinya peristiwa longsor di

antaranya bentuk geometri lereng dan sekitarnya, jenis tanah/batuan penyusun serta faktor

eksternal dari air permukaan dan air tanah. Faktor air permukaan dan air tanah ini sangat erat

hubungannya dengan peristiwa hujan. Akibat adanya hujan akan terjadi infiltrasi air pada

permukaan tanah. Infiltrasi air ini akan berpengaruh terhadap kondisi muka air tanah dan

tingkat kejenuhan tanah. Perubahan aspek tersebut akan berdampak pada sifat-sifat tanah lain

seperti kohesi, sudut geser, dan berat isi tanah. Perubahan kondisi tersebut sulit untuk diamati

secara langsung dilapangan, sehingga dalam tulisan ini dilakukan penelitian melalui studi

parametrik untuk mengetahui perubahan perilaku tanah pada lereng yang longsor pada saat

hujan. Dari penelitian ini akan dapat diketahui perubahan kondisi tanah (Unit weight, muka

air tanah dan parameter kuat geser) tepat saat lereng longsor.

Selain itu dalam penelitian ini lereng yang dibahas akan dibuat tension crack sebagai

salah satu faktor pemicu longsor ketika hujan. Tujuannya adalah untuk mengetahui besar

pengaruh tension crack pada pemodelan lereng dengan Plaxis 2D berbasis metode elemen

hingga.

Tinjauan Teoritis

Gambaran Umum Keruntuhan Lereng. Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana

Geologi (2005) mendefinisikan tanah longsor sebagai massa tanah atau material campuran

lempung, kerikil, pasir, serta bongkah dan lumpur, yang bergerak sepanjang lereng atau

keluar lereng karena faktor gravitasi bumi (Saroso, 2002). Arsyad (1989) mengemukakan

bahwa tanah longsor ditandai dengan bergeraknya sejumlah massa tanah secara bersama-sama

dan terjadi sebagai akibat meluncurnya suatu volume tanah di atas suatu lapisan agak kedap

air yang jenuh air. Kondisi tanah menjadi jenuh disebabkan oleh peningkatan kadar air yang

bisa disebabkan oleh hujan. Hujan dapat memicu tanah longsor melalui penambahan beban

lereng. Apabila terjadi penambahan beban pada lereng tanah yang berada pada kondisi jenuh

air, maka beban tersebut akan segera ditahan oleh air dan terjadi peningkatan tekanan air

positif. Mengacu pada prinsip tekanan efektif, maka kekuatan tanah pada kondisi ini dapat

dirumuskan dengan persamaan:

! ,=  σ  –  μ     (1)

Studi Parametrik ..., Febrinal, FT UI, 2016

Page 3: Studi Parametrik Perubahan Parameter Tanah pada Peristiwa

Dari persamaan diatas, terlihat bahwa peningkatan tekanan air pori positif akan menghasilkan

pengurangan tekanan efektif sampai pada kondisi di mana kesetimbangan terlampaui. Dari

sini dapat dilihat bahwa keruntuhan terjadi pada kondisi di mana tekanan total konstan

sedangkan tekanan air pori meningkat.

Hujan Sebagai Pemicu Terjadinya Longsor. Faktor air hujan sebagai pemicu kelongsoran

disini berkaitan dengan aliran air permukaan (run off) dan aliran air tanah (ground water

flow). Aliran air permukaan dapat menyebabkan terjadinya longsor karena faktor kecepatan

dan volume air permukaan tersebut. Peranan air tanah (groud water) dalam kelongsoran

adalah sebagai parameter yang mengurangi kemantapan lereng ketika terjadi perubahan

tinggi muka air tanah yang signifikan yang dapat mengurangi kesatabilan lereng. Penyebab

kelongsoran pada umumnya terjadinya karena rendahnya kuat geser tanah, adanya

peningkatan beban luar dan tingginya kadar air khususnya untuk tanah lempung ( Turnbull

dan Hvorslev, 1967). Air memberikan kontribusi terhadap perubahan kondisi tersebut. Air

masuk kedalam tanah melalui infiltrasi air permukaan, rembesan air dalam tanah dan

terjadinya peningkatan muka air tanah pada lereng. Peristiwa tersebut dapat menyebabkan

kondisi tak jenuh menjadi jenuh pada sebagian lapisan tanah.Akibat perubahan kondisi jenuh

tanah ini, lapisan tanah mengalami pengurangan nilai kohesi akibat genangan dan hujan pada

periode yang cukup panjang untuk memicu terjadinya kelongsoran.

Hujan yang tidak terlalu lebat, tetapi berjalan berkepanjangan lebih dari 1 atau 2 hari, akan

berpeluang untuk menimbulkan tanah longsor (Soedrajat, 2007). Selanjutnya, (Litbang

Departemen Pertanian, 2006) hujan dengan curahan dan intensitas tinggi, misalnya 50 mm

yang berlangsung lama (>6 jam) berpotensi menyebabkan longsor, karena pada kondisi

tersebut dapat terjadi penjenuhan tanah oleh air yang meningkatkan massa tanah. Pada saat

musim hujan banyak lempung dalam keadaan jenuh sampai beberapa meter bahkan puluhan

meter diatas muka air tanah, hanya pada kedalaman satu atau dua meter dibawah permukaan

tanah, kejenuhan tersebut berkurang (Wesley, 2010). Turunnya derajat kejenuhan tersebut

terjadi bukan karena air mengalir kebawah melainkan akibat penguapan pada permukaan.

Kondisi berbeda akan terjadi pada tanah berbutir kasar di mana tanah ini dapat menjadi tidak

jenuh sampai kedalaman puluhan meter.

Hunt (1986) menjelaskan hampir semua peristiwa longsor pada lereng-lereng alam terjadi

setelah hujan deras pada musim hujan, salah satu penyebabnya adalah naiknya muka air

tanah. Faktor air hujan sebagai pemicu kelongsoran disini adalah berkaitan dengan aliran air

Studi Parametrik ..., Febrinal, FT UI, 2016

Page 4: Studi Parametrik Perubahan Parameter Tanah pada Peristiwa

permukaan (run off) dan aliran air tanah (ground water flow). Aliran air permukaan dapat

menyebabkan terjadinya lonsoran karena faktor kecepatan dan volume air permukaan

tersebut. Peranan air tanah (ground water) dalam kelongsoran adalah sebagai parameter yang

mengurangi kemantapan lereng ketika terjadi perubahan tinggi muka air tanah yang

signifikan yang dapat mengurangi kesatabilan lereng. Air masuk kedalam tanah melalui

infiltrasi air permukaan dan rembesan air dalam tanah sehingga terjadinya peningkatan muka

air tanah pada lereng. Ketika jarak antara permukaan tanah ke muka air tanah meningkat

maka total air hujan yang masuk kedalam tanah akan meningkat. Hal tersebut berlaku

sebaliknya di mana ketika jarak antara permukaan tanah ke muka air tanah semakin kecil

maka total air hujan yang masuk kedalam tanah juga semakin sedikit (Tatiana, 2001). Ketika

jarak antara permukaan tanah ke muka air tanah besar dari 5 m, jumlah air hujan yang masuk

ke tanah adalah sebesar 78.67% dan ketika jarak ke muka air tanah kurang dari 2 m maka

besar air hujan yang masuk kedalam tanah sebesar 77.21%.

Rahardjo (2010) dalam publikasinya “Effect of Groundwater Table Position and Soil

Properties on Stability of Slope During Rainfall” membuat sebuah pengamatan besarnya

tinggi muka air tanah pada beberapa lereng alam di Singapura pada periode musim kering dan

musim hujan. Pengamatan dilakukan dengan meletakkan pizometer untuk memantau posisi

muka air tanah pada Juni 2006 hingga September 2008. Karena dari semua lereng yang dibahas

tidak ada data mengenai besar peningkatan muka air tanah maka penulis melakukan peningkatan garis

freatik menurut perubahan posisi muka air tanah yang diperoleh dari penelitian Rahardjo et al (2010).

Jenis tanah pada lokasi penelitian tersebut merupaka n jenis tanah residual dan menurut wesley

(2010) jenis tanah dipulau jawa merupakan tanah residu vulkanis. Sehingga persamaan linear yang

diberikan (Gambar 1) akan digunakan sebagai acuan perubahan posisi muka air tanah pada peralihan

musim. Berikut variasi muka air tanah untuk tanah residu di Bukit Timah Singapura.

Gambar 1. Variasi muka air tanah untuk jenis tanah residu Bukit Timah

Sumber : Rahardjo, et al (2010)

Studi Parametrik ..., Febrinal, FT UI, 2016

Page 5: Studi Parametrik Perubahan Parameter Tanah pada Peristiwa

Konsep Faktor Keamanan pada Lereng. Faktor keamanan umumnya didefinisikan sebagai

rasio beban runtuh terhadap beban kerja. Dalam analisis kesetimbangan batas, perhitungan

tegangan geser yang diperlukan disepanjang bidang keruntuhan potensial hanya cukup untuk

mempertahankan kesetimbangan dan harus dibandingkan dengan kekuatan geser yang ada.

Angka keamanan diasumsikan konstan untuk seluruh bidang keruntuhan. Sehingga kekuatan

geser yang dirata-ratakan dengan proporsi yang sama pada setiap titik di bidang keruntuhan

untuk menahan gaya yang meruntuhkan. Untuk longsor rotasi, faktor keamanan didefinisikan

sebagai:

!" = !"#$%  !"#$!!"!"#$%  !"#$%&%#'

(2)

Dalam metode elemen hingga, faktor keamanan lereng dapat ditentukan dengan mencari

bidang lemah pada struktur lapisan tanah. Faktor keamanan dapat dicari dengan mengurangi

nilai kohesi (c) dan sudut geser dalam tanah (ϕ) secara bertahap hingga tanah/lereng

mengalami keruntuhan.

Kriteria keamanan lereng menurut Duncan (2005) adalah 1.5 di mana nilai ini bahkan masih

aman ketika kuat geser rencana 33% lebih rendah dari nilai aktual dilapangan. Adapun

kriteria keamanan nilai SF lereng menurut Bowles (1989) dalam M.Arif dan A.Widodo

(2010) sebagai berikut :

Tabel 1. Kriteria nilai SF pada lereng menurut Bowles (1989)

Nilai SF Stabilisasi Keterangan

FS < 1.07 Lereng labil Longsor sering terjadi 1.07 > FS < 1.25 Lereng relatif labil Longsor pernah terjadi

FS > 1.25 Lereng stabil Longsor jarang terjadi

Untuk lereng galian dan timbunan (cut and fill) menurut Sowers (1979) dalam M.Arif dan

A.Widodo (2010), kriteria keamanan lereng adalah sebagai berikut :

Tabel Error! No text of specified style in document.. Kriteria nilai SF pada lereng

menurut Sowers (1979)

Nilai SF Stabilitas FS < 1 Tidak aman

1 < FS < 1.2 Stabilitas meragukan FS > 1.2 Aman

Studi Parametrik ..., Febrinal, FT UI, 2016

Page 6: Studi Parametrik Perubahan Parameter Tanah pada Peristiwa

Secara teoritis, sebuah lereng dengan safety factor (SF) lebih kecil dari 1.0 akan mengalami

kelongsoran dan lereng dengan SF lebih besar dari 1.0 tidak mengalami kelongsoran. Namun

karena dalam pemodelan lereng alam dipengaruhi oleh banyak faktor yang tidak pasti, maka

nilai SF yang digunakan dalam pemodelan ini adalah 1.5 (Duncan, 2005) untuk

mendefinisikan lereng yang stabil dan nilai yang lebih kecil mendifinisikan lereng tidak stabil

dan memungkinkan terjadinya longsor.

Tension Crack pada Lereng. Retakan pada tanah sering ditemukan pada tanah kohesif dan

lereng batuan. Menurut Duncan (2005) dalam beberapa kasus stabilitas lereng, tension crack

memberikan efek yang kecil pada perubahan nilai safety factor lereng namun penting untuk

dipertimbangkan pada lereng dengan jenis tanah kohesif. Li dan Zhang (2007)

mengemukakan bahwa retakan pada tanah akan dapat menurunkan stabilitas lereng ketika

adanya infiltrasi air hujan (Suryo, 2013, p. 28). Adanya retakan (tension crack) pada arah

memanjang sejajar lereng akan menjadi pemicu terjadinya longsor (Kusuma Yudha dan

Koesnaryo, 2000). Menurut Zhan (2003), retakan pada tanah dapat merusak struktur normal

massa tanah dan merusak lekatan antar butiran tanah (Suryo, 2013, p. 31). Air hujan akan

merembes pada tanah yang beronggga dan retak. Bidang ini akan menjadi bidang lemah yang

selanjutnya dapat menjadi bidang gelincir jika terjadi gerakan tanah.

Perhitungan tension crack pada lereng dapat dilakukan dengan membuat permukaan

tergelincir. Kedalaman tension crack dapat diperkirakan dari persamaan 3 dengan

menggunakan parameter kekuatan geser c dan ϕ.

! !"#!$ = !!

!" !"#(!"!! !) (3)

Gambar Error! No text of specified style in document.. Kedalaman tension crack Sumber : Duncan (2005)

Studi Parametrik ..., Febrinal, FT UI, 2016

Page 7: Studi Parametrik Perubahan Parameter Tanah pada Peristiwa

Metode Penelitian Pada penelitian ini terdapat lima lereng yang akan dibahas dan semua lereng sudah

mengalami longsor pada saat musim hujan. Bentuk Geometri lereng dan data parameter tanah

menggunakan data penelitian terdahulu (Permana 2012) untuk kemudian akan dilakukan

analisis balik untuk mendapatkan paramater tanah kondisi lereng sebelum longsor. Berikut

langkah langkah yang dilakukan dalam penelitian ini.

Menentukan kondisi lereng sebelum longsor dengan analisis balik. Hal pertama yang

dilakukan adalah mengumpulkan data peristiwa lereng yang longsor pada saat musim hujan.

Data tanah yang akan digunakan berupa data sekunder dari studi literatur dan penelitian

terdahulu dari Permana (2012). Data tanah tersebut akan diuji kembali dengan program Plaxis

dengan cara mengecek apakah nilai SF lereng yang dihasilkan sudah sesuai dengan nilai yang

ditentukan yaitu SF > 1.5 ( Kisaran 1.6-1.7). Jika nilai SF yang dihasilkan tidak sesuai dengan

nilai yang telah ditetapkan, berarti paramater tanah tersebut belum bisa dijadikan sebagai data

awal kondisi lereng sebelum longsor. Maka dari itu selanjutnya akan dilakukan perubahan

parameter tanah secara berulang dengan menyesuaikan pada kisaran nilai paramater sesuai

jenis tanah setempat hingga didapat nilai SF sesuai nilai yang telah ditentukan (Kisaran 1.6-

1.7) dan parameter tanah tersebut akan dijadikan sebagai data awal kondisi lereng sebelum

longsor. Pada penelitian ini nilai safety factor lereng sebelum longsor diasumsikan tidak

terlalu jauh dari nilai SFcrtitical lereng yaitu sebesar 1.6 - 1.7. Pembatasan nilai safety factor ini

dilakukan mengingat kondisi lereng yang tiba-tiba longsor ketika terjadi hujan yang

menandakan lereng berada dalam kondisi labil. Setelah kondisi awal lereng ditentukan

kemudian dibuat simulasi perubahan kondisi tanah sebagai dampak dari hujan.

Simulasi Kondisi 1 (Unit weight meningkat). Setelah kondisi lereng sebelum longsor

ditetapkan kemudian dibuat simulasi pengaruh hujan dengan melakukan peningkatan nilai

unit weight pada lapisan diatas muka air tanah hingga kedalam 1-2 m dibawah permukaan

tanah. Pada kondisi 1 parameter tanah yang diubah hanyalah nilai unit weight saja, sedangkan

parameter tanah lain diaggap tetap.

Simulasi Kondisi 2 (Unit weight dan muka air tanah meningkat). Pada simulasi kondisi

pertama telah dilakukan peningkatan nilai unit weight tanah, jika hasil pemodelan

menghasilkan nilai SF > 1.5 yang berarti bahwa kondisi lereng masih dalam keadaan stabil

maka selanjutnya dilakukan simulasi kondisi 2. Pada kondisi 2 dilakukan peningkatan nilai

Studi Parametrik ..., Febrinal, FT UI, 2016

Page 8: Studi Parametrik Perubahan Parameter Tanah pada Peristiwa

unit weight tanah seperti pada kondisi 1 dan diikuti dengan peningkatan level muka air tanah.

Persamaan linear yang diberikan (Gambar 1) akan digunakan sebagai acuan besar

peningkatan muka air tanah maksimum ketika terjadi hujan. Jadi pada kondisi 2 parameter

tanah yang diubah hanyalah nilai unit weight dan muka air tanah saja, sedangkan parameter

tanah lain dianggap tetap.

Simulasi Kondisi 3 (Kondisi kritis). Pada simulasi kondisi 2 telah dilakukan peningkatan

nilai unit weight tanah dan muka air tanah, jika hasil pemodelan menghasilkan nilai SF > 1.5

yang berarti bahwa kondisi lereng masih dalam keadaan stabil maka selanjutnya dilakukan

simulasi kondisi 3. Pada simulasi kondisi 3 ini dilakukan peningkatan nilai unit weight dan

level muka air tanah seperti pada kondisi sebelumnya dan diikuti oleh penurunan nilai kohesi

dan sudut geser tiap lapisan tanah hingga didapat nilai SFcritical (1.5). Dari kondisi 3 ini akan

didapat parameter kuat geser tanah tepat saat lereng longsor. Sehingga dengan

membandingkan parameter tanah saat longsor dan sebelum longsor maka akan dapat

diketahui besar perubahan masing-masing parameter sebagai dampak dari hujan. Parameter

tanah yang didapat pada kondisi kritis ini selanjutnya akan digunakan sebagai input parameter

pada program Slope/W untuk selanjutnya dilakukan studi perbandingan.

Pemodelan tension crack pada plaxis. Pada Penelitian ini akan dibuat 2 bentuk pemodelan

lereng yaitu pertama kondisi lereng tanpa tension crack dan yang kedua pemodelan lereng

dengan tension crack. Pemodelan tension crack dibuat setelah kondisi awal lereng ditetapkan

dengan analisis balik. Kemudian dilakukan pengecekan nilai SF, jika SF yang dihasilkan

setelah pembuatan tension crack lebih besar dari 1.5 yang menandakan bahwa lereng masih

dalam keadaaan stabil maka selanjutnya dibuat simulasi kondisi seperti urutan pada

penjelasan diatas.

Pemodelan lereng dengan tension crack pada Plaxis dibuat dalam dua jenis material tanah,

yaitu jenis material drained dan jenis material undrained. Pemodelan lereng dengan tension

crack jenis material drained dibuat karena sebelumnya lereng tanpa tension crack hanya

dibuat pada kondisi drained karena lereng yang dibahas merupakan jenis lereng alam yang

berada dalam kondisi stabil selama puluhan tahun sehingga yang akan di analisis adalah efek

jangka panjang (Longterm Analysis) dan lebih cocok dikondisikan sebagai drained.

Sedangkan pemodelan tension crack pada material tipe undrained dibuat karena biasanya

peristiwa tension crack lebih berpengaruh pada pada jenis tanah lempung dengan

Studi Parametrik ..., Febrinal, FT UI, 2016

Page 9: Studi Parametrik Perubahan Parameter Tanah pada Peristiwa

permeabilitas rendah yang memungkinkan adanya genangan pada area retakan karena air

tidak terdisipasi sehingga lebih cocok jika dikondisikan sebagai undrained.

Untuk membuat tension crack pada program plaxis dilakukan dengan dua cara seperti yang

telah dilakukan oleh Jiang (2015) dan Hammouri et al.(2008). Metode pertama adalah

dengan membuat interface pada lapisan tanah atas. Interface dibuat sebagai faktor reduksi

kekuatan antar muka dengan kekuatan tanah sehingga memungkinkan adanya deformasi pada

area tersebut. Metode kedua adalah dengan membuat retakan pada lapisan tanah. Lebar

retakan adalah sebesar 5-20 cm, nilai ini digunakan mengacu pada penelitian Suryo (2015)

tentang lebar retakan pada permukaan tanah, sedangkan kedalaman retakan ditentukan

melalui persamaan !!!

di mana c dan γ merupakan nilai kohesi dan unit weight tanah lapisan

atas.

Hasil Penelitian dan Pembahasan Pengaruh Peningkatan Unit Weight pada Kestabilan Lereng. Pada simulasi kondisi

pertama dilakukan peningkatan unit weight sebagai dampak dari hujan. Besar peningkatan

nilai unit weight adalah sebesar 2 kN/m2 atau sekitar 11.5% pada lapisan diatas muka air

tanah. Dari hasil pemodelan diketahui bahwa peningkatan nilai unit weight dapat menurunkan

nilai safety factor lereng sebesar 0.05 - 0.09 atau turun sekitar 2.72 % - 3.19 %. Peningkatan

nilai unit weight sebagai akibat penjenuhan karena proses infiltasi air hujan dapat menurunkan

nilai safety factor lereng, namun nilai SF lereng masih jauh diatas kondisi kritis yang

menandakan bahwa lereng masih dalam keadaan stabil dan belum menyebabkan lereng

longsor. Penurunan nilai safety factor pada kondisi saat unit weight meningkat dapat dilihat

pada gambar 3.

Gambar 3. Perbandingan nilai SF lereng kondisi sebelum longsor dengan SF lereng setelah

unit weight ditingkatkan

1.50 1.55 1.60 1.65 1.70 1.75

Jember Citatah Karanganyar Bogor Kulon Progo

Safe

ty F

acto

r

Kondisi Awal Kondisi 1

Studi Parametrik ..., Febrinal, FT UI, 2016

Page 10: Studi Parametrik Perubahan Parameter Tanah pada Peristiwa

Pengaruh Peningkatan Unit Weight dan Muka Air Tanah pada Kestabilan Lereng. Pada

kondisi kedua dilakukan peningkatan unit weight diikuti oleh peningkatan muka air tanah.

Muka air tanah ditingkatkan sesuai prediksi peningkatan muka air tanah maksimum pada

masing-masing lereng. Untuk kelima kasus yang ditinjau, peningkatan nilai unit weight dan

MAT sebagai dampak dari hujan dapat menurunkan nilai safety factor lereng sebesar 0.10 -

0.16 atau turun sekitar 5.56 % - 9.33 %. Peningkatan nilai unit weight dan MAT sebagai

simulasi dampak dari hujan berdampak cukup besar pada penurunan nilai safety factor lereng.

Jika melihat kondisi pemodelan sebelumnya, dengan peningkatan nilai unit weight saja

didapat penurunan SF hingga 3.19 % dan setelah dilakukan peningkatan peningkatan muka

air tanah nilai SF turun hingga 9.33%. Namun nilai safety factor lereng masih lebih besar dari

pada kondisi kritis yang menandakan bahwa lereng masih dalam keadaan stabil dan

perubahan kedua faktor ini belum menyebabkan lereng longsor. Penurunan nilai safety factor

pada kondisi saat unit weight dan MAT meningkat dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Perbandingan nilai SF lereng kondisi sebelum longsor dengan SF lereng setelah

unit weight dan MAT ditingkatkan

Besar Perubahan Parameter Kuat Geser Tanah pada Saat Lereng Longsor. Pada kondisi

sebelumnya telah dilakukan peningkatan nilai unit weight dan muka air tanah sebagai simulasi

dampak dari hujan dan dari hasil pemodelan didapat nilai safety factor lereng masih diatas

1.5, dengan kata lain lereng masih dalam keadaan stabil dan kedua faktor tersebut belum

menyebabkan lereng longsor. Namun kenyataannya dilapangan semua lereng yang dibahas

dalam penelitian ini telah mengalami longsor sehingga perlu diketahui faktor lain yang dapat

menurunkan stabilitas lereng selain peningkatan unit weight dan muka air tanah sebagai

dampak dari hujan.

1.50

1.55

1.60

1.65

1.70

1.75

Jember Citatah Karanganyar Bogor Kulon Progo

Safe

ty F

acto

r

Kondisi Awal Kondisi 2

Studi Parametrik ..., Febrinal, FT UI, 2016

Page 11: Studi Parametrik Perubahan Parameter Tanah pada Peristiwa

Dari simulasi kondisi ke-3 dilakukan peningkatan nilai unit weight dan muka air tanah diikuti

penurunan nilai kohesi dan sudut geser hingga didapat nilai SF mendekati 1.5. sehingga dari

simulasi kondisi ketiga ini akan dapat diketahui besarnya penurunan nilai kohesi dan sudut

geser tanah sebagai dampak dari hujan dengan membandingkan parameter kuat geser tanah

awal sebelum longsor dengan parameter kuat geser saat lereng longsor. Dari hasil simulasi

kondisi ke-3 didapat penurunan nilai kohesi tanah ketika hujan sebesar 1-5 kN/m3 atau turun

sekitar 2.5% hingga 11% dan diikuti penurunan sudut geser sebesar 1o atau turun sekitar 2 %

hingga 5 %. Hasil penurunan parameter kuat geser tanah sebagai dampak dari hujan dapat

dilihat pada gambar 5 dan 6.

Gambar 5. Besar penurunan nilai kohesi saat kondisi kritis

Gambar 6. Besar penurunan nilai sudut geser saat kondisi kritis

Besar penurunan nilai kohesi bervariasi tergantung keadaan lereng seperti tinggi lereng dan

kondisi lapisan tanah. Seperti pada pemodelan lereng Karanganyar dengan tinggi lereng 30 m

dan 3 lapisan tanah penyusun, penurunan nilai kohesi cukup besar yaitu 5 kN/m3 pada lapisan

tanah atas. Penurunan kohesi juga besar pada lereng dengan hanya satu layer seperti pada

lereng Kulon Progo di mana penurunan kohesi sekitar 3 kN/m3. Untuk Lereng Jember-

Citatah-Bogor dengan ketinggian lereng 10 m - 15 m dan lebih dari 2 lapisan tanah, penurun

nilai kohesi tidak terlalu besar hanya 1 kN/m3 pada lapisan tanah atas dan semakin kecil pada

lapisan dibawahnya. Penurunan nilai sudut geser lebih kecil dibandingkan penurunan nilai

1.0 1.1

5.0

1.0

3.0

1.0 0.5

4.0

0.5

0.0

2.0

4.0

6.0

Jember Citatah Karanganyar Bogor Kulon Progo

Penu

runa

n K

ohes

i (k

N/m

2 )

Layer 1 Leyer 2 Layer 3

1.0 1.0 1.0

0.5

1.0 1.0

0.5

1.0

0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

Jember Citatah Karangnyar Bogor Kulon Progo

Penu

runa

n Su

dut

Ges

er (o )

Layer 1 Leyer 2 Layer 3

Studi Parametrik ..., Febrinal, FT UI, 2016

Page 12: Studi Parametrik Perubahan Parameter Tanah pada Peristiwa

kohesi karena sebagian besar tanah pada setiap lereng yang dibahas merupakan jenis tanah

berbutir halus dan bersifat kohesif.

Analisis Pengaruh Tension Crack pada Kestabilan Lereng (Material Drained). Setelah

dibuat interface pada lereng sebagai bentuk pemodelan tension crack, penurunan nilai safety

factor hanya sedikit sekali sekitar 0.04 % hingga 0.6 % sedangkan pemodelan tension crack

dengan membuat celah memberikan nilai penurunan safety factor sekitar 0.02% hingga 1%.

Kemudian dibuat simulasi berbagai variasi kondisi sebagai dampak dari hujan sama seperti

pemodelan lereng tanpa tension crack. Dari hasil pemodelan tension crack dengan pembuatan

interface, setelah dilakukan peningkatan nilai unit weight dan muka air tanah (kondisi 2),

memberikan hasil keluaran nilai SF lereng yang lebih kecil dari pemodelan lereng tanpa

tension crack pada kondisi yang sama (kondisi 2). Sedangkan pemodelan tension crack

dengan pembuatan celah, setelah dilakukan peningkatan nilai unit weight dan muka air tanah

(kondisi 2), memberikan hasil keluaran nilai SF lereng yang lebih besar dari pemodelan

lereng tanpa tension crack pada kondisi yang sama (kondisi 2). Jadi di sini dapat dilihat

bahwa pembuatan celah sebagai bentuk tension crack pada jenis material drained tidak

memberi perubahan yang kosisten terhadap penurunan nilai SF.

Besar perubahan nilai SF lereng dengan tension crack (Drained) setelah dilakukan variasi

kondisi sebagai dampak dari hujan dan perbandingannya terhadap nilai SF lereng tanpa

tension crack dapat dilihat pada gambar 7 sampai 9 dibawah ini.

Gambar 7. Perbedaan nilai SF pada pemodelan lereng tanpa tension crack dan dengan tension

crack kondisi awal (material drained)

1.50

1.55

1.60

1.65

1.70

1.75

Jember Citatah Karanganyar Bogor Kulon Progo

Safe

ty F

acto

r

Tanpa Tension Crack Tension Crack-Interface Tension crack-Celah

Studi Parametrik ..., Febrinal, FT UI, 2016

Page 13: Studi Parametrik Perubahan Parameter Tanah pada Peristiwa

Gambar 8. Perbedaan nilai SF pada pemodelan lereng tanpa tension crack dan dengan tension

crack kondisi 1(material drained)

Gambar 9. Perbedaan nilai SF pada pemodelan lereng tanpa tension crack dan dengan tension

crack kondisi 2 (material drained)

Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa kondisi tension crack bisa saja tidak efektif jika

dimodelkan dengan program Plaxis kondisi drained. Secara teoritis adanya retakan pada

lereng akan mempengaruhi kestabilan lereng ketika terjadinya hujan di mana air akan masuk

melalui bagian tanah yang mengalami retakan dan akan terakumulasi di bagian lereng

sehingga menimbulkan gerakan lateral dan akan mengganggu kestabilan lereng. Sedangkan

setelah dimodelkan tension crack pada lereng, kedua metode yang telah digunakan tidak

memberikan efek yang besar terhadap penurunan nilai safety factor lereng di mana penurunan

nilai SF hanya 0.02% - 1%. Dan juga setelah dibuat simulasi variasi kondisi sebagai dampak

dari hujan kedua metode yang digunakan juga tidak memberikan perubahan nilai safety factor

yang besar

1.50

1.55

1.60

1.65

1.70

1.75

Jember Citatah Karanganyar Bogor Kulon Progo

Safe

ty F

acto

r

Tanpa Tension Crack Tension Crack-Interface Tension crack-Celah

1.50

1.55

1.60

1.65

1.70

1.75

Jember Citatah Karanganyar Bogor Kulon Progo

Safe

ty F

acto

r

Tanpa Tension Crack Tension Crack-Interface Tension crack-Celah

Studi Parametrik ..., Febrinal, FT UI, 2016

Page 14: Studi Parametrik Perubahan Parameter Tanah pada Peristiwa

Perbandingan Hasil Pemodelan Tension Crack Material Drained dan Undrained pada

Pemodelan dengan Plaxis. Pemodelan lereng dengan tension crack-Interface pada jenis

material drained dan undrained memberikan pengaruh yang sama pada penurunan nilai SF,

di mana dengan pembuatan interface pada lapisan tanah atas sebagai bentuk tension crack

diperoleh penurunan SF sangat kecil sekali yaitu sekitar 0.65%. Hasil yang serupa juga

didapat dengan pemodelan tension crack-celah pada kondisi drained seperti yang dijelas kan

pada sub-bab sebelumnya bahwa pembuatan celah pada lereng kondisi drained tidak

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan nilai SF lereng dan ketika dibuat

simulasi perubahan kondisi akibat hujan, model ini memberikan nilai SF yang lebih besar jika

dibandingkan model lereng tanpa tension crack yang seharusnya secara teoritis menghasilkan

nilai SF yang lebih kecil.

Hasil pemodelan berbeda ketika celah sebagai bentuk tension crack dibuat pada jenis material

undrained. Setelah kondisi awal lereng ditentukan dan kemudian dibuat celah sebagai bentuk

tension crack diperoleh penurunan SF yang cukup besar hingga 8.63%. setelah disimulasikan

variasi kondisi sebagai dampak dari hujan, nilai SF terus mengalami penurunan yang cukup

besar. Lereng jember dan Karanganyar longsor setelah dilakukan simulasi 1 (peningkatan unit

weight). Dan lereng Bogor mendekati kondisi kritis ketika diberlakukan kondisi 2 (unit weight

dan MAT meningkat).

Pemodelan tension crack dengan pembuatan celah pada jenis material undrained memberikan

pengaruh yang sangat besar terhadap penurunan SF jika dibandingkan dengan tension crack

kondisi lain. Menurut Duncan (2005) dalam beberapa kasus stabilitas lereng, tension crack

memberikan efek yang kecil pada perubahan nilai safety factor lereng namun penting untuk

dipertimbangkan pada lereng dengan jenis tanah kohesif. Li dan Zhang (2007)

mengemukakan bahwa retakan pada tanah akan dapat menurunkan stabilitas lereng ketika

adanya infiltrasi air hujan. Suryo (2013) dalam penelitiannya mengemukakan tension crack

yang dalam dapat menurunkan nilai safety factor hingga 4.6 % ketika terjadi hujan.

Jadi pada beberapa kasus pemodelan tension crack dengan pembuatan celah pada jenis

material undrained, pengaruh tension crack agak sedikit overestimated karena sebelum dibuat

simulasi hujan, nilai safety factor lereng sudah berkurang jauh dari nilai awalnya dan lereng

sudah longsor ketika unit weight ditingkatkan (Lereng Jember-Karanganyar-Bogor). Berikut

grafik persentase perubahan nilai SF pada pemodelan tension crack material drained dan

undrained untuk berbagi kondisi variasi.

Studi Parametrik ..., Febrinal, FT UI, 2016

Page 15: Studi Parametrik Perubahan Parameter Tanah pada Peristiwa

Gambar 10. Persentase penurunan nilai SF pemodelan lereng tension crack pada tipe material

drained dan undrained kondisi awal

Gambar 11. Persentase penurunan nilai SF pemodelan lereng tension crack pada tipe material

drained dan undrained (kondisi 1)

0.6 0.2 0.2 0.2 0.1 0.3 0.9

0.1 0.1 0.2 0.3 0.5 0.4 0.1 0.0

8.6

6.3

4.7

6.1

1.1

0

2

4

6

8

10

12

14

16

Jember Citatah Karanganyar Bogor Kulon Progo

Penu

runa

n SF

(%)

Tension Crack-Interface (Drained) Tension Crack-Celah (Drained) Tension Crack-Interface(Undrained) Tension Crack-Celah (Undrained)

3.6 3.2

5.4 4.3

3.0 3.0 3.5

5.2

3.9 3.5

5.2 4.8

7.4

5.3

3.4

14.5

10.5

11.8 11.7

4.0

0

2

4

6

8

10

12

14

16

Jember Citatah Karanganyar Bogor Kulon Progo

Penu

runa

n SF

(%)

Tension Crack-Interface (Drained) Tension Crack-Celah (Drained) Tension Crack-Interface(Undrained) Tension Crack-Celah (Undrained)

Studi Parametrik ..., Febrinal, FT UI, 2016

Page 16: Studi Parametrik Perubahan Parameter Tanah pada Peristiwa

Gambar 12. Persentase penurunan nilai SF pemodelan lereng tension crack pada tipe material

drained dan undrained (kondisi 2)

Setelah melakukan beberapa percobaan pemodelan tension crack pada Plaxis, dapat

disimpulkan bahwa pemodelan tension crack tidak begitu efektif jika dimodelkan dengan

program Plaxis untuk kondisi drained karena nilai safety factor yang dihasilkan tidak terlalu

jauh berbeda dengan keadaan lereng tanpa tension crack. Selain itu ketika dibuat simulasi

kondisi akibat hujan, penurunan nilai SF yang dihasilkan tidak begitu konsisten karena dalam

beberapa pemodelan didapat nilai SF yang lebih besar dari keadaan tanpa lereng tension

crack. Untuk pemodelan tension crack pada kondisi undrained memberikan hasil yang sedikit

lebih baik dari pada kondisi drained karena penurunan nilai SF lebih konsisten dan ada

perbedaan nilai SF jika dibandingkan dengan lereng tanpa tension crack, walaupun nilai

penurunan SF yang dihasilkan cukup besar.

Analisa Perbandingan Hasil dengan Program Geostudio SLOPE/W. Parameter tanah

hasil studi parametrik lereng pada kondisi (kondisi 3) untuk setiap kasus kelongsoran yang

dimodelkan dengan program Plaxis (drained) dijadikan sebagai input parameter dengan

program Geostudio Slope/W. Hal ini dilakukan untuk membandingkan hasil keluaran kedua

program apakah akan menghasilkan nilai safety factor yang sama

9.8 8.7

7.2 8.3 7.7 8.1

7.4 6.3

7.4

6.0 5.2 5.0

7.5

5.4

3.5

14.5

10.5 11.8

10.6

4.7

0

2

4

6

8

10

12

14

16

Jember Citatah Karanganyar Bogor Kulon Progo

Penu

runa

n SF

(%)

Tension Crack-Interface (Drained) Tension Crack-Celah (Drained) Tension Crack-Interface(Undrained) Tension Crack-Celah (Undrained)

Studi Parametrik ..., Febrinal, FT UI, 2016

Page 17: Studi Parametrik Perubahan Parameter Tanah pada Peristiwa

Gambar 1. Perbandingan nilai SF program Plaxis dengan Slope/W

Nilai safety factor yang diperoleh dari program Slope/W memiliki nilai lebih besar

dibandingkan safety factor yang diperoleh dari program Plaxis. Perbedaan nilai safety factor

ini dapat terjadi karena terdapat perbedaan metode perhitungan dalam kedua program ini,

yaitu Limit Equilibrium-LEM (Slope/W) dan Finite Element-FEM (Plaxis). Hal yang paling

mendasar yang membedakan antara metode LEM dan FEM adalah dalam metode LEM

banyak asumsi yang harus dibuat seperti bentuk dan lokasi keruntuhan sedangkan pada FEM

penentuan kegagalan lereng dilakukan dengan mereduksi faktor kuat geser tanah dan

mekanisme keruntuhan dapat dilihat secara otomatis yang digambarkan pada zona di mana

kekuatan geser tanah tidak mampu menahan tegangan geser yang terjadi (Griffiths et al.,

1999). Selain itu perbedaan nilai ini juga dapat terjadi karena dalam pemodelan Plaxis tanah

dapat dimodelkan dalam kondisi drained dan undrained sesuai dengan kodisi tanah

dilapangan serta Plaxis juga membedakan unit weight tanah antara kondisi saturated dan

unsaturated, sehingga karena alasan perbedaan tersebut program Plaxis (FEM) dapat

melakukan perhitungan secara lebih rinci.

Nilai SF pada pemodelan dengan Slope/W sendiri juga mengalami perbedaan untuk setiap

jenis perhitungan yang dipilih. Penggunaan metode perhitungan Bishop menghasilkan

perbedaan nilai SF paling tinggi dibadingkan tiga metode perhitungan limit equilibrium

lainnya (Janbu, Bishop, Ordinary) yaitu sekitar 11.76%. Penggunaan motode perhitungan

Janbu pada Slope/W memberikan perbedaan nilai SF yang paling kecil dan mendekati dengan

program Plaxis yaitu sekitar 4.55%. Perbedaan nilai SF program Slope/W pada berbagai jenis

1.4

1.5

1.6

1.7

1.8

Jember Citatah Karanganyar Bogor Kulon Progo

Safe

ty F

acto

r

Plaxis Janbu Bishop Ordinary MP

Studi Parametrik ..., Febrinal, FT UI, 2016

Page 18: Studi Parametrik Perubahan Parameter Tanah pada Peristiwa

perhitungan ini bisa terjadi karena metode-metode tersebut mengunakan pendekatan

perhitungan yang berbeda. Perhitungan LEM bisa dikelompokkan dalam 2 dua kategori yaitu

pertama simplified yang hanya memperhitungkan keseimbangan gaya atau keseimbangan

momen saja dan kedua rigous yang lebih kompleks dengan memperhitungkan keseimbangan

gaya dan keseimbangan momen. Di antara semua metode irisan yang paling umum adalah

metode Morgenstern-Price dan dan Metode Janbu.

Kesimpulan Dari seluruh rangkaian pemodelan yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut:

1. Peningkatan unit weight tanah sebagai dampak dari infiltrasi air hujan (Kondisi 1) tidak

memberikan pengaruh terlalu besar pada penurunan nilai safety factor lereng. Dari hasil

simulasi peningkatan unit weight pada ke-5 lereng yang ditinjau menunjukkan semua

lereng masih dalam keadaan stabil dan nilai SF masih jauh diatas nilai SFcritical. Dengan

peningkatan nilai unit weight sebesar 11.5% pada lapisan diatas muka air tanah, terjadi

penurun SF sebesar 2.72% - 3.19%.

2. Peningkatan nilai unit weight dan diikuti oleh peningkatan muka air tanah sebagai

simulasi dampak dari hujan (Kondisi 2) memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap

penurunan nilai safety factor lereng namun kombinasi ini masih belum menyebabkan

lereng longsor atau dengan kata lain lereng masih dalam keadaan stabil. Dengan

meningkatnya unit weight dan naiknya muka air tanah pada lereng dapat menurunkan nilai

SF sebesar 5.56% - 9.33%.

3. Setelah dilakukan simulasi kondisi 2 semua lereng yang ditinjau masih stabil namun

kenyataannya dilapangan semua lereng yang dibahas dalam penelitian ini telah mengalami

longsor sehingga perlu diketahui faktor lain yang dapat menurunkan stabilitas lereng

selain peningkatan unit weight dan muka air tanah sebagai dampak dari hujan. Sehingga

pada kondisi 3 dilakukan peningkatan unit weight dan muka air tanah serta penurunan

parameter kuat geser hingga kondisi kritis. Dari kondisi 3 ini diketahui besar penurunan

nilai kohesi saat lereng akan longsor adalah sekitar 1-5 kN/m3 dan diikuti penurunan sudut

Studi Parametrik ..., Febrinal, FT UI, 2016

Page 19: Studi Parametrik Perubahan Parameter Tanah pada Peristiwa

geser sekitar 1o dengan persentase 2% - 11% penurunan kohesi dan 2% - 5% penurunan

sudut geser.

4. Pembuatan interface sebagai bentuk tension crack sama-sama memberikan penurunan SF

yang sangat kecil sekali baik pada analisis drained maupun undrained. Pemodelan tension

crack dengan bentuk celah pada jenis material drained nilai penurunan SF yang dihasilkan

juga sangat kecil dan cenderung tidak konsisten ketika dilakukan perubahan parameter

tanah sebagai dampak dari hujan. Namun ketika tension crack dengan bentuk celah dibuat

pada jenis material undrained hasil penuruanan SF cukup besar hingga mencapai 8 %. Hal

ini menunjukkan bahwa pemodelan tension crack lebih cocok dibuat pada material

undrained karena biasanya peristiwa tension crack sering terjadi pada tanah lempungan

dengan permeabilitas rendah yang lebih cocok dikondisikan sebagai undrained.

5. Nilai safety factor hasil keluaran program Plaxis lebih kecil dibandingkan nilai SF hasil

keluaran program Slope/W. Nilai SF yang didapatkan dengan program Plaxis bernilai

lebih kecil sejauh 0.8% - 10% jika dibandingkan dengan hasil SF pada program Slope/W

(Janbu) dan lebih kecil 6.67% - 16.2% jika dibandingakan dengan Slope/W (Bishop).

Daftar Pustaka

Arif, M., Widodo, A. (2010). Analisis Balik Kelongsoran (Studi Kasus Jember), Skripsi. Surabaya: ITS.

Craig, R.F (1989). Mekanika Tanah Edisi ke 4 (Budi Susilo Soepanjdi, Penerjemah). Jakarta: Erlangga.

Duncan, J.M., Wright, S.G., (2005). Soil Strength and Slope Stability. New Jersey: John Wiley & Sons,Inc.

Hammouri, N. A. et al. (2008). Stability Analysis of Slope Using the Finite Element Method and Limit Equilibrium Approach. Springer-Verlag .

Hernandez, Tatiana X. (2001). Rainfall Runoff Modelling in Humid Shallow Water Table Environment, Tesis. Florida: University of South Florida.

Jiang, Hao. (2015). Stablity Chart Revisiting Using FEM, Tesis. Norwegia: Norwegian University of Science and Tecnology.

Studi Parametrik ..., Febrinal, FT UI, 2016

Page 20: Studi Parametrik Perubahan Parameter Tanah pada Peristiwa

Mudjihardjo, D. (2002). Pengaruh Tekanan Air Pori Berlebihan Terhadap Kestabillan Lereng Tanah. Seminar nasional Slope, Bandung.

Permana, E. (2012). Pengaruh Intensitas Hujan dan Lama Waktu Hujan Terhadap Kelongsoran Tanah Ditinjau dari Sisi Geoteknik, Skripsi. Depok: Universitas Indonesia

Rahardjo, H. et al. (2010). Effect of Groundwater Table Position and Soil Properties on Stability of Slope during Rainfall. Journal of Geotechnical and Geoenvironmental Engineering, 36, 1555-1564.

Suradi, Muhammad. (2015). Rainfall Induced Failure of Natural Slope in Tropical Regions, Disertasi. Australia: University of Western Australia.

Suryo, E.A. (2013). Real Time Prediction of Rainfall Induced Instability of Residual Soil Slope Assosiated With Deep Cracks, Disertasi. Australia: Queensland University of Tecnology.

Qing, Xu. et al (2011). Effect of Rainfall on Soil Moisture and Water Movement in a Subalpine Dark Coniferous Forest in Southwestern China. John Wiley & Sons, Ltd .

Studi Parametrik ..., Febrinal, FT UI, 2016