studi pembuatan produk biji melinjo utuh goreng …
TRANSCRIPT
STUDI PEMBUATAN PRODUKBIJI MELINJO UTUH GORENG RENYAH
RIDWAN WIJAYA
G 611 06 033
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGANJURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2013
STUDI PEMBUATAN PRODUKBIJI MELINJO UTUH GORENG RENYAH
Oleh
RIDWAN WIJAYA
G 611 06 033
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat MemperolehGelar Sarjana Teknologi Pertanian
PadaJurusan Teknologi Pertanian
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGANJURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2013
STUDI PEMBUATAN PRODUKBIJI MELINJO UTUH GORENG RENYAH
Oleh
RIDWAN WIJAYA
G 611 06 033
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat MemperolehGelar Sarjana Teknologi Pertanian
PadaJurusan Teknologi Pertanian
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGANJURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2013
STUDI PEMBUATAN PRODUKBIJI MELINJO UTUH GORENG RENYAH
Oleh
RIDWAN WIJAYA
G 611 06 033
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat MemperolehGelar Sarjana Teknologi Pertanian
PadaJurusan Teknologi Pertanian
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGANJURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2013
HALAMAN PENGESAHAN
JUDUL : STUDI PEMBUATAN PRODUK BIJI MELINJOUTUH GORENG RENYAH
NAMA : RIDWAN WIJAYA
STAMBUK : G 611 06 033
PROGRAM STUDI : ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
JURUSAN : TEKNOLOGI PERTANIAN
Disetujui,
1. Tim Pembimbing
Ir. Nandi K. Sukendar, M.App, ScNIP. 19430717 196903 2 001
Dr. A. Nur Faidah Rahman, STP, M.SiNIP. 19430717 196903 2 001
Mengetahui,
2. Ketua Jurusan 3. Ketua Panitia Ujian Sarjana
Prof.Dr.Ir.Hj. Mulyati M.Tahir,MSNIP. 19570923 198912 2 001
Ir. Nandi K. Sukendar, M.App, ScNIP. 19430717 196903 2 001
Tanggal : Agustus 2013
HALAMAN PENGESAHAN
JUDUL : STUDI PEMBUATAN PRODUK BIJI MELINJOUTUH GORENG RENYAH
NAMA : RIDWAN WIJAYA
STAMBUK : G 611 06 033
PROGRAM STUDI : ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
JURUSAN : TEKNOLOGI PERTANIAN
Disetujui,
1. Tim Pembimbing
Ir. Nandi K. Sukendar, M.App, ScNIP. 19430717 196903 2 001
Dr. A. Nur Faidah Rahman, STP, M.SiNIP. 19430717 196903 2 001
Mengetahui,
2. Ketua Jurusan 3. Ketua Panitia Ujian Sarjana
Prof.Dr.Ir.Hj. Mulyati M.Tahir,MSNIP. 19570923 198912 2 001
Ir. Nandi K. Sukendar, M.App, ScNIP. 19430717 196903 2 001
Tanggal : Agustus 2013
HALAMAN PENGESAHAN
JUDUL : STUDI PEMBUATAN PRODUK BIJI MELINJOUTUH GORENG RENYAH
NAMA : RIDWAN WIJAYA
STAMBUK : G 611 06 033
PROGRAM STUDI : ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
JURUSAN : TEKNOLOGI PERTANIAN
Disetujui,
1. Tim Pembimbing
Ir. Nandi K. Sukendar, M.App, ScNIP. 19430717 196903 2 001
Dr. A. Nur Faidah Rahman, STP, M.SiNIP. 19430717 196903 2 001
Mengetahui,
2. Ketua Jurusan 3. Ketua Panitia Ujian Sarjana
Prof.Dr.Ir.Hj. Mulyati M.Tahir,MSNIP. 19570923 198912 2 001
Ir. Nandi K. Sukendar, M.App, ScNIP. 19430717 196903 2 001
Tanggal : Agustus 2013
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa pelaksanaan penelitian hingga
penyusunan skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dan dorongan
dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih
dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua orang tua yang sangat penulis cintai, Ayahanda Muhammad
Jamir dan Ibunda Andryani yang telah membesarkan, mendidik, dan
memberi dukungan serta doa sehingga penulis dapat menghasilkan
sebuah karya inovasi yang tertuang pada skripsi ini.
2. Ir. Nandi Kuswandi Sukerdar, M.App, Sc dan Dr. Andi Nur Faidah
Rahman, STP, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberi
arahan, bimbingan dan masukan sehingga penyusunan skripsi ini dapat
terselesaikan.
3. Rahmat Adi Putra, STP selaku teman angkatan penulis yang telah
memberi banyak masukan dan sumbangsih pemikiran terhadap
penyusunan skripsi ini.
4. Teman-teman 2009, terutama Tariq, Bulla, Amma, Uphy, Icha, Achi’,
Munirah, Hikmah, Ramadana, dan Yuyun yang telah banyak
membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian.
5. Teman-teman 2010, terutama Andi, Ardi, Azward, Arman, Agus,
Faisal, Aldi, Raja, Sammy, Mariska, Milda, Tari, Ijha, Anggy, Lisa,
dan Titin yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan
penelitian dan memudahkan penyusunan skripsi ini.
6. Saudara-saudari 2006, terutama kepada Muhammad Husni STP,
Satryadi STP, Edy Mizwar STP, Sumianto STP, Fitra Ariansyah STP,
Nur Azis STP, Syahril Arianto, Irvan Fachriawan STP, Sarwinni STP,
Khairun Muthia STP, dan Yulianti STP M.SI yang telah memberi
semangat dan motivasi kepada penulis sehingga penyusunan skripsi ini
dapat terselesaikan.
7. Kakak-kakak dan Adik di KMJ TP UH, terutama Kak Agung, Kak Deny,
Kak Fachry, Kak Dessa, Kak Opie’, Kak Ani’, Kak Mumu’, dan Tasrif
yang telah memberi semangat, motivasi, dan sumbangsih materi serta
inmateri sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
8. Fitrah Syahrif, SS yang telah memberi banyak motivasi dan inspirasi
kepada penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa laporan tugas akhir ini masih jauh dari
kesempurnaan, saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan. Semoga laporan ini bermanfaat untuk penulisan selanjutnya.
Makassar, 20 Agustus 2013
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Ridwan WIjaya dilahirkan di Jakarta pada tanggal 3 November 1988.
Merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Muhammad
Jamir dan Andryani.
Penulis menjalani pendidikan formal di
SD Inpres Benteng II, Selayar (1994 - 2000)
SMP Negeri 1, Selayar (2000 - 2003)
SMK Negeri 7, Makassar (2003 – 2006)
Diterima di Universitas Hasanuddin pada tahun 2006 melalui Seleksi
Peneriman Mahasiswa Baru (SPMB) dan terdaftar sebagai mahasiswa
Jurusan Teknologi Pertanian pada Program Studi Teknologi Hasil
Pertanian (sekarang berganti nama menjadi Ilmu dan Teknologi Pangan).
Dalam menyelesaikan tugas akhir, penulis melaksanakan penelitian
berjudul “Studi Pembuatan Produk Biji Melinjo Utuh Goreng Renyah”,
di bawah bimbingan bapak Ir. Nandi Kuswandi Sukendar, M.App, Sc dan
ibu Dr. Andi Nur Faidah Rahman, STP, M.Si.
Ridwan Wijaya (G 611 06 033) Studi Proses Pembuatan Produk BijiMelinjo Utuh Goreng Renyah. Dibawah bimbingan Nandi K. Sukendardan Andi Nur Faidah Rahman
ABSTRAK
Telah di lakukan proses pembuatan biji melinjo utuh goreng renyahdengan berbagai perlakuan. Teknik preparasi, gelatinisasi dan prosespembekuan adalah 3 hal penting yang dapat berpengaruh terhadap sifatfisik produk tersebut. Preparasi biji melinjo dilakukan dengan carapengupasan kulit buah, penjemuran dan pemecahan cangkang bijisebelum proses perebusan pada tekanan sekitar 1,5 atm (terukur)selama 90 menit. Selanjutnya dilakukan pemisahan cangkang biji sebelumdilakukan proses pembekuan sebanyak 1 kali maupun 2 kali dengan totalwaktu perebusan yang sama. Biji melinjo beku dari masing-masing hasilpembekuan tersebut selanjutnya di goreng pada suhu sekitar 1700 C(terukur) selama 10 menit. Kemudian kedua produk sampel tersebut di ujimutunya berdasarkan sifat tekstur produk biji melinjo utuh goreng, baiksecara organoleptik, tekstur analyzer maupun kadar airnya. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa teknik pembekuan 2 kali denganpemberian waktu jeda (60 dan 30 menit) saat proses perebusan,menghasilkan produk yang bertekstur lebih renyah. Deskripsi data hasilpeneliitian menunjukkan perlakuan terbaik hasil uji organoleptik dari segiaroma dan tekstur biji melinjo utuh goreng menunjukkan disukai olehpanelis serta untuk uji beda segitiga menunjukkan 7 dari 10 panelismenyatakan benar adanya perbedaan untuk tingkat kerenyahan,sedangkan hasil analisa tekstur menunjukkan daya patah yang di perolehsebesar 129,42 mN/s dan kadar air sebesar 5,28 %.
Kata Kunci : Biji Melinjo, Utuh, Goreng, Renyah
Ridwan Wijaya (G 611 06 033) Study in Process Manufacturing ofProduct Melinjo Seed Whole Crispy Fried. Guidance by Nandi K.Sukendar dan Andi Nur Faidah Rahman
ABSTRAC
The research has been done in the process of making fried crispywhole grain Melinjo with various treatments. Preparation techniques,gelatinization and clotting are three important things that can affect to thephysical nature of the product. Melinjo seed preparation is conducted bystripping the skin of fruit, grain drying and splitting shell before boilingprocess at a pressure of about 1.5 atm (measurable) for 90 minutes. Nextstep is the separation of shell beans prior to freezing process as much as1 times or 2 times with the same total boiling time. Melinjo frozen seedsfrom each of the subsequent freezing results in fried at a temperature ofabout 1700 C (measurable) for 10 minutes. Then both of the products inthe test sample of quality based on texture properties of fried whole grainproducts melinjo, both organoleptic, analyzer texture and water content.The results of research showed that the freezing technique 2 times bygiving pause time (60 and 30 min) during the boiling process, whichproduces a crisper texture. Data description of the results showed that thebest results in terms of organoleptic flavor and texture of whole grains friedmelinjo preferred by the panelists, as well as to test different trianglesshow 7 out of 10 panelists expressed was the difference in the level ofcrispness, while the results of texture analysis shows the fracture powerthat was obtained was 129.42 mN / s and water content of 5.28%.
Keywords: Melinjo Seed, Whole, Fried, Crispy
DAFTAR ISI
Halaman
Daftar Tabel ...................................................................................... xi
Daftar Gambar .................................................................................. xii
Daftar Lampiran ............................................................................... xiii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................. 2
C. Tujuan dan Kegunaan ............................................................ 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Melinjo (Gnetum Gnenom L.) ................................................. 3
B. Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Produk Olahan Melinjo ......... 6
C. Pengeringan........................................................................... 8
D. Pembekuan ............................................................................ 8
E. Minyak Goreng....................................................................... 9
F. Penggorengan........................................................................ 12
G. Tekstur / Kerenyahan Produk Gorengan ................................ 21
H. Struktur Produk Gorengan ..................................................... 22
I. Kandungan Air Bahan ............................................................ 24
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat penelitian ................................................. 25
B. Alat dan Bahan Penelitian ...................................................... 25
C. Prosedur Penelitian................................................................ 25
D. Parameter Pengamatan ......................................................... 28
E. Pengolahan data .................................................................... 30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penelitian Pendahuluan ......................................................... 34
B. Penelitian Utama.................................................................... 36
1. Analisa Kimia .................................................................... 37
a. Kadar Air...................................................................... 37
2. Uji Organoleptik (Uji Hedonik)........................................... 38
a. Warna.......................................................................... 38
b. Rasa ............................................................................ 40
c. Aroma.......................................................................... 41
d. Tekstur......................................................................... 42
3. Uji Organoleptik (Uji Beda Segitiga).................................. 44
4. Uji Tekstur (Tekstur Analyzer)............................................ 46
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................ 48
B. Saran...................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 49
LAMPIRAN ........................................................................................ 52
DAFTAR TABEL
NO JUDUL HALAMAN
1.2.3.
4.
Kandungan Gizi Biji Melinjo .....................................................Komposisi Kimia Buah Melinjo.................................................Hasil Uji Beda Segitiga Terhadap Biji Melinjo Utuh Goreng(Penelitian Pendahuluan) ........................................................Hasil Uji Beda Segitiga Terhadap Biji Melinjo Utuh Goreng(Penelitian Utama) ...................................................................
67
35
45
DAFTAR GAMBAR
NO JUDUL HALAMAN
1.2.
3.4.5.6.
7.8.9.
10.11.12.
Proses Penggorengan Secara “Deep-Fat Frying”....................Skema Penggorengan Deep-Fat Frying pada TekananAtmosfir ...................................................................................Struktur Bahan Pangan yang Di Goreng .................................Diagram Alir Penelitian Pendahuluan ......................................Diagram Alir Penelitian Utama.................................................Uji Hedonik Biji Melinjo utuh Goreng pada PenelitianPendahuluan............................................................................Analisa Kimia terhadap Kadar Air Biji Melinjo Goreng .............Uji Organoleptik terhadap Warna Biji Melinjo Goreng..............Uji Organoleptik terhadap Rasa Biji Melinjo Goreng................Uji Organoleptik terhadap Aroma Biji Melinjo Goreng..............Uji Organoleptik terhadap Tekstur Biji Melinjo Goreng.............Uji Tekstur terhadap Daya Patah Biji Melinjo Goreng ..............
13
17233132
35373940414346
DAFTAR LAMPIRAN
NO JUDUL HALAMAN
1.2.
3.
4.
5.
6.
Hasil Uji Organoleptik Pada Penelitian Pendahuluan ..............a. Hasil Uji Beda Segitiga Penelitian Pendahuluan .................b. Tabel Hasil Uji Beda Segitiga ..............................................Hasil Analisa Kimia terhadap Kadar Air Biji Melinjo UtuhGoreng ....................................................................................a. Hasil Uji Organoleptik terhadap Warna Biji Melinjo Utuh
Goreng ................................................................................b. Hasil Uji Organoleptik terhadap Rasa Biji Melinjo Utuh
Goreng ................................................................................c. Hasil Uji Organoleptik terhadap Aroma Biji Melinjo Utuh
Goreng ................................................................................d. Hasil Uji Organoleptik terhadap Tekstur Biji Melinjo Utuh
Goreng ................................................................................a. Hasil Uji Beda Segitiga terhadap Biji Melinjo Utuh
Goreng ................................................................................b. Tabel Hasil Uji Beda Segitiga terhadap Biji Melinjo Utuh
Goreng ................................................................................Hasil Tekstur Analyzer terhadap Daya Patah Biji MelinjoUtuh Goreng ............................................................................
525253
53
53
54
54
55
55
56
56
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Melinjo (Gnetum Gnemon L.) merupakan salah satu komoditas
perkebunan cukup melimpah. Melinjo tumbuh pada ketinggian tempat
0-1.200 m dpl. Panen melinjo dilakukan setelah berumur 5-6 tahun.
Panen dilakukan dua kali setahun, panen besar sekitar bulan Mei-Juli,
sedangkan panen kecil sekitar bulan Oktober-Desember. Sedangkan
pemungutan bunga dan daun muda dapat dilakukan kapan saja. Hasil
melinjo per-pohon untuk tanaman melinjo yang sudah dewasa
bervariasi antara 15.000-20.000 biji. Tanaman ini bersifat potensial
karena seluruh bagian dari tanaman melinjo memiliki nilai ekonomis
cukup tinggi ; khususnya buah melinjo dapat dijadikan sebagai bahan
baku dalam pengembangan produk.
Hasil olahan buah Melinjo tua pada umumnya di kenal dalam
bentuk emping melinjo, sedangkan bagian bunga jantan kulit buah
melinjo tua dan melinjo muda di manfaatkan dalam bentuk masakan
sayuran. Sampai saat ini hasil olahan biji melinjo goreng yang
bertekstur relatif renyah belum dijumpai di masyarakat. Oleh karena
itu rencana penelitian ini bermaksud untuk mempelajari teknik
preparasi biji melinjo sebelum penggorengan, agar dapat di hasilkan
biji melinjo utuh goreng yang renyah.
Teknik pemasakan/pemanasan pada suhu tinggi yang
bertekanan serta perlakuan pembekuan banyak di terapkan pada
penelitian ini sebagai upaya untuk memperbaiki sifat tekstur maupun
rehidrasi suatu produk pangan. Berdasarkan hal tersebut, aplikasi
teknik pemanasan bertekanan dan perlakuan pembekuan pada proses
pengolahan melinjo utuh/bulat akan di teliti untuk menghasilkan
melinjo utuh goreng yang relatif renyah.
B. Rumusan Masalah
Tingkat kerenyahan merupakan salah satu faktor penting yang
menentukan kualitas melinjo goreng. Apakah Preparasi biji melinjo
secara pemasakan/pemanasan bertekanan dan atau pembekuan
akan memberikan sifat renyah pada produk yang berbeda?
C. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dilakukan penelitian ini yaitu :
1. Untuk mengetahui karakteristik fisik maupun kimia dari hasil
preparasi biji melinjo, gelatinisasi dan proses pembekuan
terhadap tingkat kerenyahan produk yang di hasilkan.
2. Untuk mengetahui mutu organoleptik biji melinjo utuh goreng dari
berbagai perlakuan yang diberikan terhadap tingkat kesukaan
maupun kerenyahan produk yang di hasilkan.
Kegunaan penelitian ini diharapkan mampu memberikan
konstribusi kepada masyarakat tentang produk olahan buah melinjo
berupa melinjo goreng yang relatif renyah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Melinjo (Gnetum Gnemon L.)
Melinjo (Gnetum gnemon L.) merupakan tumbuhan tahunan
berbiji terbuka, berbentuk pohon yang berumah dua (dioecious, ada
individu jantan dan betina). Bijinya tidak terbungkus daging tetapi
terbungkus kulit luar. Batangnya kokoh dan bias dimanfaatkan sebagai
bahan bangunan. Daunnya tunggal berbentuk oval dengan ujung
tumpul. Melinjo tidak menghasilkan bunga dan buah sejati karena
bukan termasuk tumbuhan berbunga yang dianggap sebagai buah
sebenarnya adalah biji yang terbungkus oleh selapis aril yang
berdaging (Anonim, 2012a).
Melinjo merupakan tanaman yang tumbuh tersebar dimana-
mana, banyak ditemukan di tanah-tanah pekarangan rumah penduduk
pedesaan dan halaman-halaman penduduk di Indonesia. Tanaman
melinjo (Gnetum gnemon L) termasuk tumbuhan berbiji terbuka
(Gymnospermae), tidak terbungkus daging tetapi terbungkus kulit luar.
Bila tidak dipangkas, tanaman melinjo bisa mencapai ketinggian 25 m
dari permukaan tanah. Tanaman melinjo dapat tumbuh pada tanah-
tanah liat atau lempung, berpasir dan berkapur, tetapi tidak tahan
terhadap tanah yang tergenang air atau yang berkadar asam tinggi
dan dapat tumbuh dari ketinggian 0 - 1.200 mdpl. Lahan yang akan
ditanami melinjo harus terkena sinar matahari (Anonim 2012b).
Melinjo sebagai tanaman serba guna dan hampir seluruh
bagian tanaman ini dapat dimanfaatkan. Bijinya dapat diolah menjadi
emping dan sangat digemari oleh masyarakat luas. Tanaman ini
sangat ekonomis, karena apabila sudah dewasa setiap pohon dapat
menghasilkan 20 – 25 Kg buah melinjo. Mengingat prospeknya yang
cukup cerah, maka usaha pengembangan tanaman melinjo banyak
dilakukan baik secara vegetatif maupun generatif. Pengembangan
tanaman secara vegetatif antara lain dapat dilakukan dengan cara
cangkok, stek, dan sambung pucuk. Sedangkan untuk pengembangan
secara generatif dapat dilakukan melalui biji yang dihasilkan
(Soekarman, 2002).
Buah melinjo berbentuk oval, pada saat masih muda kulit buah
berwarna hijau, dan seiring dengan pertambahan usia kulit buah
melinjo berubah menjadi kuning, oranye, dan merah setelah tua. Kulit
biji buah melinjo yang sudah tua berwarna cokelat kehitam-hitaman,
sedangkan bijinya berwarna kuning gading. Panjang biji melinjo
berkisar antara 1 cm – 2,5 cm tergantung dari varietas melinjo
(Haryoto, 1998).
Melinjo merupakan salah satu komoditas perkebunan yang
prospektif dikembangkan, karena buahnya digunakan sebagai bahan
baku pengolahan emping melinjo yang mempunyai nilai ekonomi
tinggi. Disamping buahnya pemanfaatan melinjo meliputi; batang
(sebagai bahan bangunan) daun dan bunga untuk sayuran dan
berbagai produk olahan lainnya (Risfaheri, 1990). Kegunaan lain yang
tidak kalah penting yaitu melinjo sebagai salah satu tanaman Multi
Purpose Tree Species (MPTS) yang cukup resisten terhadap bahaya
kebakaran, karena percabangan pohonnya panjang serta kandungan
air batang yang cukup tinggi, sehingga melinjo dianjurkan ditanam
untuk mencegah kebakaran hutan (Otsuka et al., 2002).
Dalam upaya mendapatkan produk yang memenuhi standar
mutu, kendali mutu harus dimulai dari penanganan pasca panen,
proses pengolahan dan penyimpanan serta kemasan. Buah melinjo
setelah dipanen biasanya tidak langsung digunakan, tetapi disimpan
sebagai persediaan bahan baku. Penyimpanan yang terlalu lama akan
mengakibatkan penurunan mutu buah melinjo. Oleh sebab itu
diperlukan penanganan dan teknologi yang tepat agar buah tahan
disimpan lebih lama tanpa mengalami penurunan mutu yang berarti.
Salah satu alternatif untuk itu adalah dengan mengolah melinjo
menjadi tepung melinjo yang relatif lebih tahan disimpan dan juga
dapat digunakan dalam berbagai jenis makanan sebagi substitusi
tepung terigu ataupun penambah cita rasa (Hasnelly, 2002).
Untuk memperbaiki proses pengolahan antara lain dapat
dilakukan dengan menggunakan teknologi pengolahan alat semi
mekanis (Hanafi, 1997). Keuntungan pengolahan secara semi
mekanis atau mekanis antar lain dapat menjaga keseragaman produk
dan kestabilan mutunya. Disamping itu juga untuk meningkatkan nilai
tambah, cita rasa serta keragaman produk agar dapat bersaing di
pasaran dilakukan penganekargaman produk olahan melinjo.
Beberapa produk olahan selain emping yang prospektif dikembangkan
antara lain emping stik, kerupuk melinjo dan chips melinjo serta
porduk lainnya yang bernilai ekonomi (Yanti, 2002).
B. Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Produk Olahan Melinjo
Melinjo merupakan tanaman yang tumbuh tersebar pada
banyak daerah di indonesia. Melinjo banyak di manfaatkan sebagai
bahan sayuran yang cukup populer di kalangan masyarakat. Buah
melinjo yang sudah tua merupakan bahan baku pembuatan emping
melinjo yang mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi, sedangkan
untuk kulitnya juga dapat di olah menjadi keripik. Semua bahan
makanan yang berasal dari tanaman melinjo mempunyai kandungan
gizi yang cukup tinggi (Sunanto, 1997). Berikut ini adalah macam-
macam zat gizi yang terkandung di dalam biji melinjo:
Tabel 1. Kandungan Gizi Biji MelinjoNo. Kandungan Biji Melinjo (100 gr)1. Kalori 66,00 Kalori2. Protein 5,00 gr3. Lemak 0,70 gr4. Karbohidrat 13,30 gr5. Kalsium 163,00 mg6. Fosfor 75,00 mg7. Besi 2,80 mg8. Vitamin A 1000,00 SI9. Vitamin B1 0,10 mg
10. Vitamin C 100,00 mg11. Air 15,00 gr
Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (Haryoto, 1998)
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa di dalam biji
melinjo maupun yang sudah diolah dalam bentuk emping terdapat
kandungan karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral yang
cukup tinggi. Di mana zat-zat gizi tersebut sangat diperlukan oleh
tubuh. Kandungan zat gizi tertinggi tiap 100 gr emping melinjo adalah
karbohidrat sebesar 71,50 gr (Haryoto, 1998).
Pada buah melinjo tua kandungan serat kasarnya cenderung
meningkat, bisa mencapai 2.67%, sedangkan pada buah melinjo
muda hanya sekitar 1.02%. Kandungan zat gizi lainnya seperti kadar
air, abu, protein, lemak dan karbohidrat cenderung menurun sesuai
yang di tunjukkan pada (Tabel 2).
Tabel 2. Komposisi kimia buah melinjo
BagianMelinjo
Komposisi Kimia (%)
Air Abu Protein Lemak SeratKasar Karbohidrat
Daging Buahmuda 11.36 2.35 17.73 3.73 1.02 63.81
Daging Buahsetengahmuda
11.94 1.88 15.43 3.09 1.59 66.07
Daging Buahtua 12.04 2.01 17.39 2.66 2.67 63.23
Sumber : Basrah et al., (1993)
Dilihat dari kandungan gizinya, produk olahan biji melinjo
disamping menambah cita rasa pada produk hasil olahan, juga
memberi keragaman terhadap bahan pangan tradisional sebagai
wujud kontribusi dari nilai gizi untuk dapat dikonsumsi.
C. Pengeringan
Salah satu tahap dalam proses pembuatan biji melinjo utuh
goreng adalah dengan pengeringan. Pengeringan salah satu cara
pengawetan pangan yang paling tua dan juga yang paling luas
digunakan. Buah-buahan lebih banyak yang diawetkan dengan
pengeringan daripada dengan cara pengawetan pangan yang lain.
Pengeringan bahan pangan dengan matahari dapat menghasilkan
bahan pangan dengan kepekatan yang tinggi dan dengan kualitas
yang lebih tahan (Desrosier, 1988).
Pengeringan bahan keripik pada dasarnya mempunyai tiga
tujuan utama. Pertama, menurunkan kadar air sampai cukup
rendah, sehingga produk dapat disimpan lebih lama sebelum
digoreng. Kedua, mendapatkan kadar air tertentu untuk proses
pengolahan pada tahap penggorengan. Ketiga, mengurangi
penyerapan minyak pada tahap penggorengan. Semakin tinggi kadar
air suatu bahan pada saat digoreng, semakin banyak minyak yang
dapat diserap. Kandungan minyak yang tinggi membuat produk
menjadi mudah berbau tengik dan berpenampilan kurang baik
(Khomsan dan Anwar, 2008).
D. Pembekuan
Menurut Tambunan (1999), pembekuan berarti pemindahan
panas dari bahan yang disertai dengan perubahan fase dari cair ke
padat, dan merupakan salah satu proses pengawetan yang umum
dilakukan untuk penanganan bahan pangan. Pada proses
pembekuan, penurunan suhu akan menurunkan aktifitas
mikroorganisma dan sistem enzim, sehingga mencegah kerusakan
bahan pangan. Selain itu, kristalisasi air akibat pembekuan akan
mengurangi kadar air bahan dalam fase cair di dalam bahan pangan
tersebut sehingga menghambat pertumbuhan mikroba atau aktivitas
sekunder enzim.
Dengan membekunya sebagian kandungan air bahan atau
dengan terbentuknya es (ketersediaan air menurun), maka kegiatan
enzim dan jasad renik dapat dihambat atau dihentikan sehingga dapat
mempertahankan mutu bahan pangan. Mutu hasil pembekuan masih
mendekati buah segar walaupun tidak dapat dibandingkan dengan
mutu hasil pendinginan. Pembekuan dapat mempertahankan rasa dan
nilai gizi bahan pangan yang lebih baik daripada metoda lain, karena
pengawetan dengan suhu rendah (pembekuan) dapat menghambat
aktivitas mikroba mencegah terjadinya reaksi-reaksi kimia dan
aktivitas enzim yang dapat merusak kandungan gizi bahan pangan.
E. Minyak
Minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga
kesehatan tubuh manusia.Selain itu minyak juga merupakan sumber
energi yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat dan protein. Satu
gram minyak dapat menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan
protein hanya menghasilkan 4 kkal/gram. Minyak, khususnya minyak
nabati, mengandung asam-asam lemak esensial seperti asam linoleat,
lenolenat, dan arakidonat yang dapat mencegah penyempitan
pembuluh darah akibat penumpukan kolesterol. Minyak juga berfungsi
sebagai sumber dan pelarut bagi vitamin-vitamin A, D, E dan K.
(Ketaren, 2008).
Minyak goreng adalah minyak yang telah mengalami proses
pemurnian yang meliputi degumming, netralisasi, pemucatan dan
deodorisasi. Secara umum komponen utama minyak yang sangat
menentukan mutu minyak adalah asam lemaknya karena asam lemak
menentukan sifat kimia dan stabilitas minyak (Djatmiko 1994).
Jenis produk minyak atau lemak dapat berasal dari nabati dan
hewani. Contoh minyak nabati adalah minyak jagung, minyak kedelai,
minyak kacang tanah, minyak kelapa dan minyak kelapa sawit
(Winarno 1999). Contoh minyak hewani adalah mentega, minyak
samin, lemak sapi (tallow) dan minyak babi (lard). Sedangkan menurut
Djatmiko (1994) jenis minyak yang dipergunakan untuk menggoreng
umumnya adalah minyak nabati. Menurut (Swern 1986 dalam
Djatmiko 1994) minyak nabati yang dipergunakan untuk menggoreng
biasanya mengandung banyak asam lemak tidak jenuh, yaiu asam
oleat dan linoleat. Minyak yang tergolong dalam “oleic-linoleicacid”
ialah minyak jagung, minyak kacang tanah, minyak wijen, minyak
bunga matahari, minyak sawit, cotton seed oil dan safflower oil.
Kandungan asam lemak tidak jenuh dalam minyak tersebut ialah
sekitar 80%. Secara umum terdapat tiga jenis asam lemak yaitu asam
lemak jenuh, tak jenuh tunggal (monounsaturated) dan tak jenuh
jamak (polyunsaturated). Lemak jenuh memiliki asam lemak jenuh
tinggi, lemak monounsaturated tergolong netral sedangkan lemak tak
jenuh jamak adalah lemak yang baik bagi tubuh diantaranya adalah
asam linoleat dan linolenat.
Minyak yang banyak dipakai di Indonesia untuk menggoreng
makanan ialah minyak kelapa (Djatmiko, 1985). Minyak kelapa
mengandung 40-50% asam laurat, asam lemak tidak jenuh di dalam
minyak kelapa yaitu asam oleat, linoleat dan palmitoleat sekitar 8%
(Swern 1964 dalam Djatmiko 1985). Menurut Winarno (1999), minyak
kelapa adalah minyak yang diperoleh dari kopra (daging kelapa yang
dikeringkan sampai kadar air sekitar 2.5%-6%). Minyak kelapa
mempunyai karakteristik bau yang spesifik, warna putih jernih atau
kekuningan berbentuk cair pada suhu 24-260C dan mempunyai titik
leleh 22-260C. Minyak kelapa tahan terhadap oksidasi dan ketengikan
serta mempunyai sifat kilau yang tinggi. Minyak nabati lain yang sering
digunakan di Indonesia adalah minyak sawit. Minyak sawit berasal
dari daging buah kelapa sawit bagian mesocarp. Winarno (1999) juga
menjelaskan minyak sawit mempunyai titik leleh 25-500C,
mengandung asam lemak dominan yaitu asam palmitat ( lemak jenuh)
50.46% dan asam oleat (lemak tak jenuh) sebesar 40.35%.
Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu
pemanasan minyak sampai terbentuk akreolein yang tidak diinginkan
dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan hidrasi gliserol
akan membentuk aldehida tidak jenuh atau akrelein tersebut. Makin
tinggi titik asap, makin baik mutu minyak goreng itu. Titik asap suatu
minyak goreng tergantung dari kadar gliserol bebas. Lemak yang telah
digunakan untuk menggoreng titik asapnya akan turun, karena telah
terjadi hidrolisis molekul lemak. Oleh karena itu untuk menekan
terjadinya hidrolisis, pemanasan lemak atau minyak sebaiknya
dilakukan pada suhu yang tidak terlalu tinggi dari seharusnya
(Winarno, 2004).
F. Penggorengan
Proses menggoreng adalah salah satu cara memasak bahan
makanan mentah (raw food) menjadi makanan matang menggunakan
minyak goreng (Sartika, 2009). Sedangkan menurut Muchtadi (2008)
penggorengan adalah suatu proses pemanasan bahan pangan
menggunakan medium minyak goreng sebagai penghantar panas.
Pada umumnya proses penggorengan dibedakan menjadi dua
macam yaitu pan frying dan deep frying. Ciri dari pan frying adalah
bahan pangan yang digoreng tidak sampai terendam di dalam minyak,
sedangkan pada sistem deep frying dibutuhkan banyak minyak karena
bahan pangan yang digoreng harus terendam seluruhnya. Deep fat
frying didefinisikan sebagai proses dimana makanan dimasak dengan
cara direndam dalam minyak nabati atau lemak dipanaskan di atas
titik didih air. Proses ini dilakukan secara tradisional dalam kondisi
atmosfer dan suhu penggorengan biasanya mendekati 1800C
(Mariscal, 2008).
Prinsip penggorengan menurut Djatmiko (1985) dapat dilihat
pada Gambar 1. Di sini yang menjadi input dari ketel penggorengan
adalah minyak, bahan makanan yang digoreng dan panas, sedangkan
yang menjadi output adalah makan yang telah digoreng, uap panas,
minyak “by-products” berminyak dan potongan-potongan bahan
makanan yang dapat disaring.
Steam Steam eat rainet fat and fatty
Prepare Raw Food Finished
Frying Fat
Head Filtered Crumb
Gambar 1. Proses penggorengan secara “deep-fat frying” (Djatmiko, 1985)
Menurut Djatmiko (1985) penggorengan adalah proses untuk
mempersiapkan makanan dengan jalan memanaskan makanan dalam
ketel yang berisi minyak. Selama proses penggorengan minyak akan
mengalami pemanasan pada suhu tinggi. Pemanasan akan
mengakibatkan terjadi perubahan sifat fisiko kimia minyak sehingga
akan berpengaruh terhadap mutu bahan makanan yang digoreng.
Penggorengan pada bahan pangan menyebabkan terjadi
perubahan-perubahan fisikokimiawi baik pada bahan pangan yang
digoreng, maupun minyak gorengnya. Apabila suhu penggorengannya
lebih tinggi dari suhu normal (168-1960C) maka akan menyebabkan
degradasi minyak goreng berlangsung dengan cepat (antara lain titik
asap menurun). Titik asap minyak goreng tergantung pada kadar
gliserol bebas. Titik asap adalah saat terbentuknya akrolein yang tidak
diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan.
Penggorengan dengan suhu tinggi sehingga makanan menjadi sangat
matang memicu terjadinya reaksi browning (pencoklatan) dan
akhirnya muncul senyawa amina-amina heterosiklis penyebab kanker.
Penggorengan juga mengakibatkan penurunan kandungan zat-
zat gizi karena rusak. Kesalahan teknik menggoreng juga bisa
berdampak buruk lainnya. Apabila minyak belum siap untuk
menggoreng, kadang-kadang bahan makanan akan menyerap minyak
lebih banyak. Penting diketahui bahwa meski sebagian zat gizi akan
rusak selama penggorengan, makanan yang digoreng rasanya lebih
gurih dan mengandung kalori lebih banyak. Cita rasa makanan
gorengan ini sering lebih enak dibandingkan dengan makanan
rebusan. Faktor –faktor yang harus diperhatikan dalam penggorengan
adalah ketel penggorengan dan minyak goreng. Syarat ketel
penggorengan ialah maempunyai konstruksi yang baik, “coeficient of
oil renewal” besar, peralatan ketel harus terbuat dari metal yang tahan
oksidasi dan ketel harus sering dibersihkan. Sedangkan minyak yang
dipakai harus baik mutunya dimana kandungan asam lemak bebasnya
rendah, ketidak jenuhannya tinggi, smoke point tinggi dan titik cair
rendah. Dalam proses penggorengan suhu tidak boleh terlalu tinggi,
kontak minyak dengan udara harus kecil dan minyak harus sering
dibersihkan dari kotoran-kotoran. Minyak yang telah dipakai dapat
dimurnikan kembali, akan tetapi kemurniannya tidak akan seperti
semula. Pemakaian minyak ini harus dicampur dengan minyak segar
(Djatmiko, 1985).
Menurut Muchtadi (2008), Pada penggorengan deep frying
(Gambar 2) saat bahan makanan dimasukkan ke dalam minyak suhu
permukaan bahan akan segera meningkat dan air menguap,
permukaan bahan pangan akan mengering, terjadi penguapan lebih
lanjut dan berbentuk kerak (crust). Suhu permukaan bahan akan
meningkat hingga suhu minyak panas, sedangkan suhu bagian dalam
bahan pangan akan meningkat secara perlahan hingga suhu 1000C.
Suhu proses penggorengan pada tekanan atmosfer terjadi pada suhu
titik didih minyak sekitar 900C - 1750C. Pada saat bahan pangan
digoreng, akan terjadi pindah panas dari sumber panas penggoreng
ke bahan pangan, melalui media pindah panas minyak goreng. Akibat
proses pemanasan tersebut, bahan pangan akan melepaskan uap air
yang dikandungnya.
Permukaan bahan pangan memiliki struktur yang poros, yang
memiliki kapiler-kapiler dengan berbagai ukuran. Selama tahap
penggorengan, air dan uap air akan dikeluarkan melalui kapiler-kapiler
yang lebih besar dahulu, dan digantikan oleh minyak panas. Uap air
yang keluar dari bahan pangan pada saat penggorengan akan
dilepaskan ke udara bebas.
Penguapan air menyebabkan kadar air pada permukaan bahan
pangan yang digoreng menjadi rendah, yang menyebabkan tekstur
yang renyah. Minyak juga akan melepaskan hasil degradasi minyak
yang bersifat volatil ke udara. Bahan pangan sendiri akan melepaskan
remah-remah hasil penggorengan ke dalam minyak, demikian juga
berbagai komponen yang terlarut minyak akan berada pada minyak
goreng. Suhu tinggi akan menyebabkan waktu penggorengan lebih
singkat. Namun suhu tinggi juga dapat mempercepat terjadinya
kerusakan pada minyak akibat pembentukan asam lemak bebas, yang
dapat mengakibatkan perubahan kekentalan, flavor, dan warna
minyak goreng.
Pemanasan yang berlebihan pada bahan pangan
mengakibatkan minyak lebih banyak terperangkap dalam produk
gorengan. Produk yang diibginkan memiliki kerak yang kering dengan
bagian dalam basah , harus digoreng pada suhu tinggi. Terbentuknya
kerak pada permukaan bahan pangan akan menghambat laju pindah
panas ke bagian dalam bahan pangan. Pemanasan pada tekanan
atmosfer memungkinkan terjadinya kontak antara minyak goreng
dengan udara yang memungkinkan terjadinya oksidasi pada minyak.
Gambar 2. Skema penggorengan deep frying pada tekanan atmosfer
Menurut Muchtadi (2008) berdasarkan kondisi prosesnya,
penggorengan juga dapat dilakukan pada kondisi tekanan atmosferik,
bertekanan lebih tingggi dari tekanan atmosfer, dan pada kondisi
vakum. Penggorengan pada kondisi tekanan atmosfer terjadi pada
penggorengan konvensional dimana proses penggorengan dilakukan
secara terbuka pada tekanan normal atmosfer. Suhu proses
penggorengan pada tekanan atmosfer terjadi pada suhu titik didih
minyak yaitu sekitar 90 - 1750C. Uap air yang keluar dari bahan
pangan akan dilepaskan ke udara bebas. Proses penggorengan pada
kondisi bertekanan, dilakukan pada tekanan yang lebih tinggi dari
Udara UdaraUap Air, Hasil Degradasi Minyak
Remah,Minyak Komponen
Terlarut
T tinggi Titik didih air 1000C
Panas
Bahan yang diGoreng
tekanan atmosfer. Untuk keperluan tersebut dibutuhkan peralatan
penggorengan khusus dengan sistem tertutup yang mampu menahan
tekanan tinggi. Wajan penggorengan berupa wadah tertutup yang
diberi tekanan tinggi yang akan mengakibatkan proses penggorengan
terjadi pada suhu yang juga lebih tinggi. Proses penggorengan pada
kondisi vakum adalah proses yang terjadi pada tekanan lebih rendah
dari tekanan atmosfer, hingga tekanan lebih kecil dari 0 atau kondisi
hampa udara. Proses penggorengan pada tekanan yang lebih rendah
akan menyebabkan titik didih minyak goreng juga lebih rendah,
misalnya dapat mencapai 900C. Proses penggorengan yang terjadi
pada suhu yang rendah ini menyebabkan proses ini sangat sesuai
digunakan untuk menggoreng bahan pangan yang tidak tahan suhu
tinggi. Bahan pangan seperti sayuran dan buah segar, apabila
digoreng pada tekanan atmosfer akan segera mengalami kecoklatan
dan gosong, teksturnya juga lembek dan liat karena tidak banyak
melepaskan air yang dikandungnya.
Pindah panas dalam proses penggorengan merupakan pindah
panas secara konduksi, yang terjadi di bagian dalam bahan dan
pindah panas secara konveksi yang banyak terjadi pada minyak dan
dari minyak ke bahan. Pindah massa dalam proses penggorengan
ditandai dengan hilangnya sejumlah kandungan air bahan yang terjadi
karena menguapnya air dari bagian renyahan (Hallstrom, 1986 dan
Paramita, 1999). Proses penggorengan terdiri dari 4 tahap. Tahap
pertama disebut tahap pemanasan awal. Pindah panas yang terjadi
antara minyak dan bahan adalah konveksi dan belum ada penguapan
dari bahan. Tahap kedua terjadi dimana lapisan luar bahan pangan
mulai mendidih. Pada tahap ini penguapan air bahan mulai terjadi
sehingga terbentuk renyahan.Tahap ketiga disebut Falling Rate,
ditandai dengan lebih banyak air keluar dari bahan pangan, suhu
permukaan bahan diatas 1000C, temperatur lapisan inti (Core) mulai
mencapai titik didih, lapisan renyahan terus terbentuk. Tahap keempat
disebut Bubble End Point, terjadi jika bahan pangan digoreng untuk
waktu yang lama sehingga laju penguapan air berkurang dan tidak
ada gelembung terlihat di lapisan permukaan bahan.
Pindah massa selama penggorengan tidak hanya dicirikan oleh
perpindahan air dalam bentuk uap dari bahan ke minyak keluar dari
sistem, tetapi juga perpindahan minyak ke dalam bahan. Penyerapan
minyak goreng selama proses penggorengan meningkat dengan
bertambah lamanya waktu penggorengan dan bertambah tingginya
suhu penggorengan. Selama uap dibebaskan secara cepat dari irisan
yang dimasak, tingkat penyerapan minyak akan berbeda pada tingkat
yang paling rendah. Pada tahap akhir penggorengan, lapisan uap air
pada permukaan bahan dilepaskan, sehingga perannya sebagai
lapisan pelindung akan hilang, akibatnya minyak akan masuk dan
mengisi rongga-rongga dalam jaringan yang telah mengering
(Block,1964). Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu dan
semakin tinggi suhu penggorengan maka akan semakin tebal
renyahan yang terbentuk, sehingga semakin banyak ruang-ruang
kosong yang secara otomatis akan diisi dengan penyerapan minyak.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan minyak
oleh bahan selama proses penggorengan adalah kualitas dan
komposisi minyak, temperatur dan lama waktu penggorengan, bentuk
dan kandungan air bahan, komposisi bahan, perlakuan terhadap
bahan sebelum digoreng, perlakuan terhadap lapisan permukaan
bahan, porositas bahan, ketebalan lapisan renyahan pada bahan
(Djatmiko dan enie, 1985 ). Sedangkan menurut Block (1964, dalam
Wijayanti, 2011) faktor yang mempengaruhi penyerapan minyak
dikelompokkan menjadi dua group, (a) faktor material, terdiri atas
komposisi dan karakteristik permukaan bahan , dan (b) faktor proses
terdiri atas komposisi atau kondisi minyak.
Selama penggorengan, minyak dalam kondisi suhu tinggi serta
adanya udara dan air dari bahan menyebabkan minyak mengalami
kerusakan. Bentuk kerusakan fisika-kimia yang sering diamati adalah
titik asap, kekentalan, warna, pembuihan, ketengikan, angka
penyabunan dan angka asam. Kerusakan minyak yang berlanjut dan
melewati angka yang ditetapkan akan menyebabkan menurunnya
efisiensi penggorengan dan kualitas produk akhir (Blumenthal and
Stier, Jurnal 2007). Suhu penggorengan harus lebih tinggi dari titik
didih air, tetapi tidak boleh tinggi karena akan mempercepat kerusakan
minyak. Biasanya suhu penggorengan yang dipakai adalah 177-2210C
(Winarno, 1992), atau 163-1960C (Block, 1964 dalam Wijayanti, 2011),
tergantung bahan pangan yang akan digoreng.
G. Tekstur / Kerenyahan Produk Gorengan
Tekstur makanan dapat didefinisikan sebagai cara berbagai
unsur komponen dan unsur struktur ditata dan digabungkan
menjadi mikro dan makrostruktur dan pernyataan struktur ini keluar
dalam segi aliran dan deformasi. Tekstur makanan dapat dievaluasi
dengan uji mekanika (metode instrumen) atau dengan analisis secara
pengindraan. Tekstur merupakan segi penting dari mutu makanan,
tekstur paling penting pada makanan lunak dan makanan renyah. Ciri
yang paling sering diacu adalah kekerasan, kekohesifan, dan
kandungan air. Terdapat tiga golongan ciri tekstur, yaitu ciri mekanis,
geometris dan ciri lain yang berkaitan terutama dengan air dan lemak
(Deman, 1997).
Tekstur pada jenis makanan keripik merupakan faktor utama
dalam menentukan keripik tersebut baik untuk dikonsumsi atau tidak.
Pengukuran tekstur telah menjadi salah satu faktor terpenting dalam
industri pangan, khususnya sebagai indikator dari aspek non-visual.
Kemampuan dalam menguji dan mengukur tekstur, memberikan
keleluasaan bagi pihak industri untuk menetapkan standar kualitas
baik dari segi pengepakan atau pengemasan maupun penyimpanan.
Suatu pendekatan sistematik yang mengarah ke analisa tingkat
kerapuhan bahan pangan dapat dilihat berdasarkan faktor mekanik,
geometris, dan faktor-faktor lain. Faktor mekanik mencakup
parameter-parameter dasar seperti kekerasan, kekenyalan, dan daya
lengket suatu bahan pangan. Parameter sekunder meliputi tingkat
kerapuhan dan kerusakan (Abbott dan Harker, 2005).
Alat uji yang umum digunakan dalam pengukuran tingkat
kerapuhan meliputi mesin instron dan texture analyser. Texture
analyser seperti TA-XT Plus merupakan sebuah mesin ulir tunggal
yang dikembangkan secara khusus untuk bahan pangan dan obat-
obatan. Pada pengujian tingkat kerapuhan dengan sistem tekan atau
kompresi, bahan pangan yang akan di uji tekan dengan menggunakan
lengan penekan dengan diameter yang telah ditetapkan. Gaya tekan
yang dibutuhkan menunjukkan derajat kekerasan (firmness) dari
bahan pangan tersebut. Tekanan, stress, adalah faktor intensitas gaya
dan dinyatakan sebagai gaya per satuan luas, tekanan ini serupa
dengan pressure. Tekanan yang seporos dinyatakan dengan lambang
σ (sigma) dengan satuan N/m2 (Deman, 1997).
H. Struktur Produk Gorengan
Adapun Struktur dasar pangan gorengan terdiri dari “inerzone”
atau inti, “outerzone” atau kerak dan “outer zone surface” atau
permukaan kerak (Robertson, 1967 di Subekti, 1993). Inti adalah
bagian yang masih mengandung air. Pada pangan tipis seperti keripik,
bagian inti ini hampir tidak ada yang tertinggal hanya bagian kerak.
Core (inner zone)
Lapisan luar (outer zone)
Permukaan Luar (outer
zone surface)
Gambar 3. Struktur Bahan Pangan yang digoreng
Kerak “outerzone” adalah bagian luar pangan gorengan yang
mengalami dehidrasi, semakin tebal bagian ini maka makin banyak
minyak yang terserap. Kerak akan terbentuk pada kadar air 3% atau
kurang, dimana bahan pangan bisa dikatakan matang. “Outerzone
surface” adalah bagian paling luar dari bahan pangan gorengan yang
berwarna coklat kekuningan. Warna coklat umumnya merupakan hasil
reaksi “Maillard” yang dipengaruhi oleh komposisi makanan, suhu dan
lama penggorengan.
Ada dua cara untuk menggolongkan produk hasil gorengan.
Yang pertama dikemukakan oleh Azkenazi, et al (1984) serta
Blumenthal (1991) dimana mereka membagi produk gorengan
menjadi (a) produk gorengan tanpa kerak contohnya ayam goreng,
(b) produk dengan kerak contohnya “French fries” dan (c) produk yang
keseluruhannya berupa kerak seperti keripik kentang. Adapun
beberapa perubahan yang terjadi pada bahan pangan yang
mengalami proses penggorengan, antara lain: pembentukan crust,
perubahan cita rasa, aroma, tekstur, warna, pengurangan air,
penyerapan minyak, kerusakan vitamin, galatinasi pati, denaturasi
atau koagulasi protein (Muchtadi, 2008).
I. Perubahan Kandungan Air Bahan
Pindah massa selama proses penggorengan terutama ditandai
dengan hilangnya sejumlah kandungan air bahan yang terjadi karena
menguapnya air dari bagian kerak dan menurunnya kapasitas
pengikatan air (water holding capacity) bahan pada saat kenaikan
suhu (Hallstrom, 1980 dan Wijayanti, 2011). Peningkatan waktu
penggorengan akan meningkatkan persentase kehilangan air kacang
mete yang digorengkan pada suhu 160, 170, dan 1800C. Kehilangan
air paling banyak terjadi pada menit pertama dan jumlahnya semakin
bertambah dengan meningkatnya suhu penggorengan (Irawan, 1992).
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April – Juni 2013 pada
Laboratorium Pengolahan Pangan, Program Studi Teknologi Hasil
Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Hasanuddin, Makassar.
B. Alat dan Bahan Penelitian
Alat utama yang di gunakan pada penelitian ini adalah autoklaf,
deep frying, lemari pendingin dan freezer. Adapun alat-alat pendukung
lainnya adalah timbangan analitik, toples, pisau, erlenmeyer, baskom,
dan aluminium foil.
Bahan utama yang di gunakan pada penelitian ini adalah buah
melinjo, dan minyak goreng. Adapun bahan pendukung lainnya dalah
air dan tissue roll.
C. Prosedur Penelitian
1. Preparasi Buah (Biji Melinjo)
1.1 Penyiapan Bahan Utama Penelitian (Biji Melinjo)
Buah melinjo yang sering digunakan dalam pengolahan
suatu produk adalah buah melinjo tua. Buah melinjo tua di
siapkan sebanyak 1 – 2 kg yang di peroleh dari kabupaten
selayar dengan jenis dan tingkat kesegaran yang sama.
1.2 Pengeringan Buah Melinjo Segar
Pengeringan dilakukan dengan cara di jemur pada
matahari selama 5 jam. Hal tersebut dimaksudkan untuk
mempermudah proses pengupasan kulit luar buah melinjo dan
pemecahan cangkang biji melinjo.
1.3 Pengupasan Kulit Luar Buah Melinjo
Melinjo di kupas dengan menggunakan pisau. Sesuai
yang dikemukakan (Yanti, 2000) bahwa pengupasan kulit
melinjo ditingkat petani pada umumnya masih menggunakan
cara manual yaitu dengan menggunakan pisau. Cara
pengupasan lain yang juga bersifat tradisional yaitu
pembusukan dengan merendam dalam lumpur atau tanah
lembab selama 3 – 4 hari. Kelemahan dengan cara ini yaitu
memakan waktu yang lebih lama dan kapasitas rendah,
sdangkan dengan pembusukan akan menurunkan kualitas
dan tidak tahan disimpan lama (Sumangat et al., 1996).
1.4 Pemecahan Cangkang Biji Melinjo
Pemecahan kulit cangkang di lakukan dengan
penumbukkan pada biji melinjo sampai kulit cangkang
tersebut pecah namun tidak merusak bagian inti dari melinjo
(endosperm). Pemecahan di lakukan untuk memudahkan
proses peresapan air pada saat persebusan.
2. Penelitian Pendahuluan
Pada tahap ini dilakukan proses pemasakan biji melinjo
utuh tanpa pemecahan cangkang dengan dua cara yaitu dengan
pemasakan bertekanan menggunakan autoklaf dan pemasakan
pada suhu atmosfir dengan menggunakan kompor. Pemasakan biji
melinjo utuh bertekanan dengan menggunakan autoklaf dilakukan
selama 2 jam, suhu 1210C dan tekanan 1 atm, sedangkan
pemasakan biji melinjo pada suhu atmosfir dengan menggunakan
kompor dilakukan selama 4 jam proses pemasakan.
3. Penelitian Utama
Dari hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa
kedua perlakuan yang diberikan kepada produk tidak berbeda jauh
untuk tingkat kerenyahannya, oleh karena itu dibutuhkan penelitian
lanjutan dari perlakuan terbaik pada penelitian pendahuluan. Pada
penelitian utama ini dimaksudkan untuk meningkatkan tingkat
kerenyahan dan memperbaiki kualitas produk olahan dari hasil
penelitian pendahuluan.
Rehidrasi dan Gelatinisasi Biji Melinjo
Pada tahap ini, biji melinjo yang telah melalui proses
pemecahan cangkang biji melinjo selanjutnya di lakukan proses
pemasakan atau direbus pada (tekanan/suhu ~ 1,5atm/1300C)
selama total waktu 90 menit.
a. Sampel pertama ; S(A1)
Pada sampel ini bahan direbus selama total waktu 90 menit
b. Sampel kedua ; S(A2)
Pada sampel ini di perlakukan waktu jeda dalam keadaan beku
(Pembekuan ; T -320C, t 8 jam) sebelum proses pemasakan
lanjut hingga total waktu mencapai (90 menit), yang dimana
telah dilakukan proses Perebusan awal selama 60 menit.
4. Pembekuan
Pada tahap pembekuan, setelah kedua sampel tersebut
direbus dengan masing-masing perlakuan dengan total waktu
pemasakan selaman 90 menit, selanjutnya dilakukan proses
pembekuan (T -320C / t 8 jam) sebelum penggorengan.
5. Penggorengan
Pada tahap akhir, bahan di goreng dengan menggunakan
deep frying dengan suhu 1700C selama 10 menit.
D. Parameter Pengamatan
Parameter pengamatan pada penelitian ini meliputi analisa kimia
(Kadar Air), dan analisa fisik (Uji Hedonik, Uji Beda Segitiga, dan
Tekstur Analyzer).
1. Kadar Air
Kadar air dihitung dengan cara menimbang bahan yang
telah dioven sebanyak 5 gram dengan timbangan analitik dan
membandingkan dengan bobot awal sebelum penyimpanan.
Pertama-tama cawan kosong dikeringkan dalam oven dan
didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sejumlah
sampel ditimbang dalam cawan, cawan dimasukkan kedalam
oven bersuhu 105oC selam 6 jam. Cawan dan sampel didinginkan
dalam desikator dan ditimbang setelah dingin. Cawan dan sampel
dimasukkan kembali ke dalam oven, dikeringkan lagi sampai
diperoleh berat yang tetap.
Kadar air dihitung :
Kadar Air (%) = Berat Awal (gr) − Berat Akhir (gr)Berat Awal (gr) X 100 %2. Uji Organoleptik
1. Uji Hedonik
Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui tingkat
kesukaan dari beberapa panelis terhadap sifat produk. Dalam
uji ini, panelis diminta tanggapannya tentang kesukaan atau
ketidaksukaannya. Pengujian ini menggunakan skor pada
5 skala kesukaan yaitu 5 (Amat sangat suka), 4 (sangat suka),
3 (suka), 2 (agak suka) dan 1 (tidak suka). Parameter yang
diuji secara organoleptik dari melinjo goreng meliputi rasa,
warna, aroma, dan tekstur.
2. Uji Beda Segitiga
Uji beda segitiga dilakukan untuk mendeteksi perbedaan
yang kecil dari sampel yang akan di ujikan. Pada uji segitiga,
di sediakan tiga sampel yang berkode secara acak. Dua dari
tiga sampel adalah sampel yang sama diantara sampel yang
lain dan sampel yang lain berbeda dengan sampel yang
serupa. Panelis di minta memilih satu diantara ketiga sampel
yang berbeda dengan mencicipi atau mengamatinya.
3. Daya Patah
Alat tekstur analyzer disiapkan dengan memasang plat
silinder dengan diameter 6 mm. Sampel disiapkan , kemudian
tempatkan sampel pada alat uji tekstur analyzer dengan posisi
horizontal. Lakukan proses pengujian dengan alat tekstur
analyzer. Pengujian dilakukan dengan tiga kali ulangan.
Daya Patah di hitung:
Daya Patah = (mN/s)
Keterangan :
F : Force (kg)
D : Distance
S : Time
E. Pengolahan Data
Data yang di peroleh dari penelitian ini disajikan secara
deskriptif kuantitatif dan kualitatif.
DIAGRAM ALIR PEMBUATAN MELINJO (Gnetum Gnemon) GORENGPADA PENELITIAN PENDAHULUAN
Biji Melinjo (Gnetum Gnemon L.)
Kulit Buah
Kulit Cangkang
Biji Melinjo Goreng S(A1) dan S(A2)
Gambar 4. Diagram Alir Proses Pembuatan Melinjo Goreng
Pengupasan Kulit Luar/Kulit Buah
PenggorenganT 1700 C
t : 10 Menit
Pemecahan Kulit Cangkang
Uji Organoleptik (Uji Hedonik & Uji Beda Segitiga)
PembekuanT -320C, t 20 jam
PengupasanCangkang
Penjemuran pada panasmatahari selama 8 jam
PemasakanSuhu KomporS(A1) : t 4 Jam
Pemasakan (Autoklaf)T 1210C, P 1 AtmS(A2) : t 30 Menit
DIAGRAM ALIR PEMBUATAN MELINJO (Gnetum Gnemon) GORENG
Gambar 5. Diagram Alir Proses Pembuatan Melinjo Goreng
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kerenyahan merupakan karakteristik utama dari produk goreng-
gorengan, terutama pada biji melinjo utuh goreng. Kerenyahan di peroleh
dari penurunan kadar air dalam buah atau biji yang di lakukan secara
berangsur-angsur. Hal ini sesuai dengan evawanti (1997) bahwa
kerenyahan suatu produk berkaitan erat dengan kadar air yang dikandung
pada bahan. Adanya sejumlah air dalam rongga-rongga antara sel akan
dapat menurunkan kerenyahan pada produk. Didukung oleh maltz (1984)
yang menyatakan komposisi dari produk dalam hal ini kadar air, sangat
menentukan sifat kerenyahan suatu produk. Semakin rendah kadar air
yang di hasilkan makan akan semakin renyah produk olahan tersebut.
Dengan kondisi tekstur tergolong sangat tebal yang terdapat pada
biji melinjo dan kadar air yang tergolong rendah ± 12 % menjadikan biji
melinjo ini sangat keras untuk di konsumsi. Hal ini mengakibatkan ketika
biji melinjo hendak diolah menjadi keripik ataupun biji-bijian goreng di
perlukan berbagai perlakuan untuk melunakkan biji melinjo sehingga
dapat di peroleh biji melinjo olahan yang mudah dikonsumsi dan ketika
dijadikan produk gorengan akan menghasilkan produk yang renyah.
Sampai saat ini hasil olahan biji melinjo goreng yang bertekstur
relatif renyah belum dijumpai di masyarakat. Oleh karena itu penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui teknik preparasi biji melinjo sebelum
penggorengan, agar dapat di hasilkan biji melinjo utuh goreng yang
renyah. Teknik pengeringan, pemasakan/pemanasan pada suhu tinggi
yang bertekanan serta perlakuan pembekuan banyak di terapkan pada
penelitian ini sebagai upaya untuk memperbaiki sifat tekstur maupun
rehidrasi suatu produk pangan. Berdasarkan hal tersebut, aplikasi teknik
pemanasan bertekanan dan perlakuan pembekuan pada proses
pengolahan melinjo utuh/bulat di lakukan pada penelitian untuk
menghasilkan melinjo utuh goreng yang relatif renyah.
A. Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan di lakukan untuk mengetahui prinsip
utama dalam membuat biji melinjo utuh goreng yang renyah. Berdasarkan
ketebalan tekstur yang terdapat pada biji melinjo menjadikan biji melinjo ini
sangat keras untuk dikonsumsi sehingga di perlukan perlakuan
pemasakan untuk melunakkan biji melinjo mentah sebelum proses
menjadikan biji melinjo utuh goreng renyah. Pada penelitian pendahuluan
ini di beri 2 perlakuan yakni A1 pemasakan dengan menggunakan suhu
kompor selama ± 5 jam dan perlakuan A2 dengan menggunakan autoklaf
dengan suhu 1210 C dan tekanan 1 atm selama 2 jam. Setelah proses
pemasakan di lakukan selajutnya dilakukan proses pembekuan sebelum
proses penggorengan.
Hasil uji organoleptik dalam hal ini uji beda segitiga untuk
mengetahui sejauh mana tingkat kerenyahan dari 2 perlakuan yang
berbeda terhadap biji melinjo utuh goreng, serta hasil uji hedonik untuk
mengetahui sejauh mana tingkat kesukaan panelis dari 2 perlakuan yang
diberikan, tergambarkan pada tabel dan grafik di bawah ini.
12
012345
Kompor Autoklaf
Skal
aPa
nelis
Perlakuan terhadap Biji Melinjo Utuh Goreng
Uji Hedonik
Tabel 3. Hasil Uji Beda Segitiga Terhadap Biji Melinjo Utuh Goreng
PANELIS UJI BEDA SEGITIGABENAR SALAH
P01 √P02 √P03 √P04 √P05 √P06 √P07 √P08 √
JUMLAH 5 3Sumber: Data Primer Penelitian, 2013
Pada tabel 3 di atas, dari 2 perlakuan yang berbeda terhadap
persentase panelis menunjukkan bahwa 5 dari 8 panelis dapat
menyebutkan secara benar bahwa kedua sampel berbeda. Berdasarkan
hal tersebut dapat disimpulkan bahwa proses pemasakan bertekanan
dengan menggunakan autoklaf menghasilkan tingkat kerenyahan yang
berbeda dibandingkan dengan proses pemasakan yang hanya
mengunakan tekanan atmosfir atau suhu kompor.
Gambar 6. Grafik Uji Hedonik untuk Biji Melinjo Utuh Goreng dengan berbagaiPerlakuan
Pada gambar 6 di atas, hasil uji hedonik berdasarkan tingkat
kesukaan panelis terhadap tekstur/kerenyahan pada berbagai perlakuan
berkisar 1 - 2. Persentase tertinggi pada perlakuan A2 yakni 2 dengan
menggunakan autoklaf pada proses pemasakannya, sedangkan
persentase terendah pada perlakuan A1 yakni hanya 1 dengan
menggunakan tekanan atmosfir pada proses pemasakannya. Hasil uji
organoleptik menunjukkan bahwa tingkat kerenyahan tertinggi dari biji
melinjo utuh goreng masih tergolong agak tidak di sukai oleh panelis, oleh
karna itu di butuhkan penelitian lanjutan pada perlakuan terbaik untuk
menemukan tingkat kerenyahan pada biji melinjo utuh goreng renyah.
B. Penelitian Utama
Penelitian utama adalah lanjutan dari penelitian pendahuluan,
dimana hasil perlakukan terbaiknya akan dilanjutkan kepenelitian
selanjutnya. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan bahwa proses
pemasakan bertekanan dengan menggunakan autoklaf masih tergolong
agak tidak disukai oleh panelis, oleh karena itu teknik rehidrasi dan
geltinisasi, pemasakan pada suhu tinggi yang bertekanan serta tambahan
perlakuan pembekuan pada waktu jeda dan atau setelah proses
pemasakan diharapkan mampu memperbaiki sifat tekstur maupun
rehidrasi dari biji melinjo utuh goreng. Dan mengacu dari hasil penelitian
terbaik pada penelitian pendahuluan akan dikembangkan proses
pengolahannya untuk mendapatkan tingkat kerenyahan terbaik pada
pembuatan biji melinjo utuh goreng.
02468
10
Pemasakan tanpapembekuan (A1)
Kad
ar A
ir (%
)
Biji Melenjo Utuh Goreng dengan Berbagai Perlakuan
1. Analisa Kimia
a. Kadar Air
Air merupakan komponen yang penting dalam bahan pangan.
Air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur serta cita rasa
makanan. Air juga akan mempengaruhi daya tahan bahan pangan
(Winarno, 2004). Kandungan air dapat mempengaruhi mutu terutama
karena berhubungan erat dengan daya awet bahan selama
penyimpanan (Rampengan dkk., 1985). Kadar air bahan pangan
sangat mempengaruhi mutu dari bahan pangan tersebut, dimana
semakin tinggi kadar air produk pangan maka daya awetnya akan
menurun, begitupun juga sebaliknya. Biji melinjo mentah memiliki
kadar air sekitar 12%-15%, dan setelah diberi perlakuan pengeringan,
perebusan, pembekuan, penggorengan dan di olah dalam bentuk biji
melinjo utuh goreng memiliki kadar air sekitar 5,28% sampai 9,74%.
Gambar 7. Analisa kimia terhadap Kadar Air pada biji melinjo utuh goreng
Pemasakan tanpapembekuan (A1)
Pemasakan denganpembekuan (A2)
9,74
5,28
Biji Melenjo Utuh Goreng dengan Berbagai Perlakuan
Kadar Air
1. Analisa Kimia
a. Kadar Air
Air merupakan komponen yang penting dalam bahan pangan.
Air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur serta cita rasa
makanan. Air juga akan mempengaruhi daya tahan bahan pangan
(Winarno, 2004). Kandungan air dapat mempengaruhi mutu terutama
karena berhubungan erat dengan daya awet bahan selama
penyimpanan (Rampengan dkk., 1985). Kadar air bahan pangan
sangat mempengaruhi mutu dari bahan pangan tersebut, dimana
semakin tinggi kadar air produk pangan maka daya awetnya akan
menurun, begitupun juga sebaliknya. Biji melinjo mentah memiliki
kadar air sekitar 12%-15%, dan setelah diberi perlakuan pengeringan,
perebusan, pembekuan, penggorengan dan di olah dalam bentuk biji
melinjo utuh goreng memiliki kadar air sekitar 5,28% sampai 9,74%.
Gambar 7. Analisa kimia terhadap Kadar Air pada biji melinjo utuh goreng
Biji Melenjo Utuh Goreng dengan Berbagai Perlakuan
1. Analisa Kimia
a. Kadar Air
Air merupakan komponen yang penting dalam bahan pangan.
Air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur serta cita rasa
makanan. Air juga akan mempengaruhi daya tahan bahan pangan
(Winarno, 2004). Kandungan air dapat mempengaruhi mutu terutama
karena berhubungan erat dengan daya awet bahan selama
penyimpanan (Rampengan dkk., 1985). Kadar air bahan pangan
sangat mempengaruhi mutu dari bahan pangan tersebut, dimana
semakin tinggi kadar air produk pangan maka daya awetnya akan
menurun, begitupun juga sebaliknya. Biji melinjo mentah memiliki
kadar air sekitar 12%-15%, dan setelah diberi perlakuan pengeringan,
perebusan, pembekuan, penggorengan dan di olah dalam bentuk biji
melinjo utuh goreng memiliki kadar air sekitar 5,28% sampai 9,74%.
Gambar 7. Analisa kimia terhadap Kadar Air pada biji melinjo utuh goreng
Hasil pengukuran kadar air dari berbagai perlakuan pada biji
melinjo utuh goreng yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar 7
diatas. Hasil analisa kadar air menunjukkan bahwa jumlah kadar air
tertinggi terdapat pada perlakuan A1 yaitu sebesar 9,74 % dan kadar
air terendah terdapat pada perlakuan A2 yaitu sebesar 5,28%.
Pemberian perlakuan penggorengan mengakibatkan penurunan kadar
air pada biji melinjo utuh goreng. Hal ini sesuai yang di kemukakan
Irawan (1992) bahwa Peningkatan waktu penggorengan akan
meningkatkan persentase kehilangan air terhadap produk olahan yang
digorengkan pada suhu 160, 170, dan 1800C. Kehilangan air paling
banyak terjadi pada menit pertama dan jumlahnya semakin bertambah
dengan meningkatnya suhu penggorengan. Ditambah lagi pemberian
perlakuan pembekuan pada waktu jeda terhadap perlakuan A2
mengakibatkan perbedaan kadar air yang nyata dengan perlakuan A1.
Hal ini di kemukakan Tambunan (1999) bahwa kristalisasi air akibat
pembekuan akan mengurangi kadar air pada suatu bahan pangan.
2. Uji organoleptik (Uji Hedonik)
a. Warna
Warna merupakan komponen yang sangat penting untuk
menentukan kualitas atau derajat penerimaan suatu bahan pangan.
Penentuan mutu suatu bahan pangan pada umumnya tergantung
pada warna. Suatu bahan pangan meskipun dinilai enak dan
teksturnya sangat baik, tetapi memiliki warna yang tidak menarik atau
012345
Pemasakan tanpapembekuan (A1)
War
na
Biji Melinjo Utuh Goreng dengan Perbandingan Waktu Jeda
Uji Organoleptik Terhadap Warna
memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya, maka
seharusnya tidak akan dikonsumsi (Winarno, 2004). Hasil uji
organoleptik terhadap warna biji melinjo utuh goreng dengan berbagai
perlakuan berkisar antara 2,2 sampai 2,7.
Gambar 8. Uji Organoleptik terhadap Warna pada Biji Melinjo Utuh Goreng
Berdasarkan data hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa
warna biji melinjo utuh goreng yang di hasilkan setelah proses
pengolahan berwarna coklat. Hal ini di karenakan pengaruh
penggorengan pada suhu tinggi menjadikan warna pada biji melinjo
utuh goreng berubah dari warna awalnya yang berwarna putih pucat.
Penilaian panelis terhadap warna biji melinjo utuh goreng tidak jauh
berbeda dari kedua perlakuan yang di berikan, penilaian tertinggi
terdapat pada perlakuan A1 yakni 2,7 dan penilaian terendah terdapat
pada perlakuan A2 yakni 2,2 dengan pemberian perlakuan
pembekuan pada waktu jeda.
Pemasakan tanpapembekuan (A1)
Pemasakan denganpembekuan (A2)
2,72,2
Biji Melinjo Utuh Goreng dengan Perbandingan Waktu Jeda
Uji Organoleptik Terhadap Warna
memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya, maka
seharusnya tidak akan dikonsumsi (Winarno, 2004). Hasil uji
organoleptik terhadap warna biji melinjo utuh goreng dengan berbagai
perlakuan berkisar antara 2,2 sampai 2,7.
Gambar 8. Uji Organoleptik terhadap Warna pada Biji Melinjo Utuh Goreng
Berdasarkan data hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa
warna biji melinjo utuh goreng yang di hasilkan setelah proses
pengolahan berwarna coklat. Hal ini di karenakan pengaruh
penggorengan pada suhu tinggi menjadikan warna pada biji melinjo
utuh goreng berubah dari warna awalnya yang berwarna putih pucat.
Penilaian panelis terhadap warna biji melinjo utuh goreng tidak jauh
berbeda dari kedua perlakuan yang di berikan, penilaian tertinggi
terdapat pada perlakuan A1 yakni 2,7 dan penilaian terendah terdapat
pada perlakuan A2 yakni 2,2 dengan pemberian perlakuan
pembekuan pada waktu jeda.
Biji Melinjo Utuh Goreng dengan Perbandingan Waktu Jeda
Uji Organoleptik Terhadap Warna
memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya, maka
seharusnya tidak akan dikonsumsi (Winarno, 2004). Hasil uji
organoleptik terhadap warna biji melinjo utuh goreng dengan berbagai
perlakuan berkisar antara 2,2 sampai 2,7.
Gambar 8. Uji Organoleptik terhadap Warna pada Biji Melinjo Utuh Goreng
Berdasarkan data hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa
warna biji melinjo utuh goreng yang di hasilkan setelah proses
pengolahan berwarna coklat. Hal ini di karenakan pengaruh
penggorengan pada suhu tinggi menjadikan warna pada biji melinjo
utuh goreng berubah dari warna awalnya yang berwarna putih pucat.
Penilaian panelis terhadap warna biji melinjo utuh goreng tidak jauh
berbeda dari kedua perlakuan yang di berikan, penilaian tertinggi
terdapat pada perlakuan A1 yakni 2,7 dan penilaian terendah terdapat
pada perlakuan A2 yakni 2,2 dengan pemberian perlakuan
pembekuan pada waktu jeda.
012345
Pemasakan tanpapembekuan (A1)
Ras
a
Biji Melinjo Utuh Goreng dengan Perbandingan Waktu Jeda
Uji Organoleptik terhadap Rasa
b. Rasa
Rasa atau cita rasa sangat sulit dimengerti secara ilmiah
karena selera manusia yang sangat beragam. Secara umum rasa
dapat dibedakan menjadi asin, manis, pahit dan pedas. Rasa
merupakan salah satu dalam menentukan mutu bahan makanan
(Winarno 2004). Hasil uji organoleptik terhadap rasa biji melinjo utuh
goreng dengan berbagai perlakuan berkisar antara 2,1 sampai 2,5.
Adapun hasil uji organoleptik terhadap rasa dapat di lihat pada
gambar di bawah ini.
Gambar 9. Uji Organoleptik terhadap Rasa pada Biji Melinjo Utuh Goreng
Berdasarkan data hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa
rasa biji melinjo utuh goreng yang di hasilkan tergolong agak tidak di
sukai oleh panelis. Hal ini di karenakan melinjo memiliki rasa khas
yang agak pahit yang dimana sebagian besar panelis tidak menyukai
rasa pahit tersebut. Penilaian panelis terhadap rasa biji melinjo utuh
Pemasakan tanpapembekuan (A1)
Pemasakan denganpembekuan (A2)
2,1 2,5
Biji Melinjo Utuh Goreng dengan Perbandingan Waktu Jeda
Uji Organoleptik terhadap Rasa
b. Rasa
Rasa atau cita rasa sangat sulit dimengerti secara ilmiah
karena selera manusia yang sangat beragam. Secara umum rasa
dapat dibedakan menjadi asin, manis, pahit dan pedas. Rasa
merupakan salah satu dalam menentukan mutu bahan makanan
(Winarno 2004). Hasil uji organoleptik terhadap rasa biji melinjo utuh
goreng dengan berbagai perlakuan berkisar antara 2,1 sampai 2,5.
Adapun hasil uji organoleptik terhadap rasa dapat di lihat pada
gambar di bawah ini.
Gambar 9. Uji Organoleptik terhadap Rasa pada Biji Melinjo Utuh Goreng
Berdasarkan data hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa
rasa biji melinjo utuh goreng yang di hasilkan tergolong agak tidak di
sukai oleh panelis. Hal ini di karenakan melinjo memiliki rasa khas
yang agak pahit yang dimana sebagian besar panelis tidak menyukai
rasa pahit tersebut. Penilaian panelis terhadap rasa biji melinjo utuh
Biji Melinjo Utuh Goreng dengan Perbandingan Waktu Jeda
Uji Organoleptik terhadap Rasa
b. Rasa
Rasa atau cita rasa sangat sulit dimengerti secara ilmiah
karena selera manusia yang sangat beragam. Secara umum rasa
dapat dibedakan menjadi asin, manis, pahit dan pedas. Rasa
merupakan salah satu dalam menentukan mutu bahan makanan
(Winarno 2004). Hasil uji organoleptik terhadap rasa biji melinjo utuh
goreng dengan berbagai perlakuan berkisar antara 2,1 sampai 2,5.
Adapun hasil uji organoleptik terhadap rasa dapat di lihat pada
gambar di bawah ini.
Gambar 9. Uji Organoleptik terhadap Rasa pada Biji Melinjo Utuh Goreng
Berdasarkan data hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa
rasa biji melinjo utuh goreng yang di hasilkan tergolong agak tidak di
sukai oleh panelis. Hal ini di karenakan melinjo memiliki rasa khas
yang agak pahit yang dimana sebagian besar panelis tidak menyukai
rasa pahit tersebut. Penilaian panelis terhadap rasa biji melinjo utuh
012345
Pemasakan tanpapembekuan (A1)
Arom
a
Biji Melinjo Utuh Goreng dengan Perbandingan Waktu Jeda
Uji Organoleptik terhadap Aroma
goreng tidak jauh berbeda dari kedua perlakuan yang di berikan,
penilaian tertinggi terdapat pada perlakuan A2 yakni 2,5 dengan
pemberian perlakuan pembekuan pada waktu jeda dan penilaian
terendah terdapat pada perlakuan A1 yakni 2,1 dengan perlakuan
tanpa pembekuan pada waktu jeda.
c. Aroma
Aroma merupakan faktor yang sangat penting untuk
menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk,
sebab sebelum dimakan biasanya konsumen terlebih dahulu mencium
aroma dari produk tersebut untuk menilai layak tidaknya produk
tersebut dimakan. Aroma enak dapat menarik perhatian konsumen
lebih cenderung menyukai makanan dari aroma (Winarno, 2004).
Hasil uji organoleptik terhadap aroma biji melinjo utuh goreng dengan
berbagai perlakuan berkisar antara 3 sampai 3,2.
Gambar 10. Uji Organoleptik terhadap Aroma pada Biji Melinjo Utuh Goreng
Pemasakan tanpapembekuan (A1)
Pemasakan denganpembekuan (A2)
3,2 3,0
Biji Melinjo Utuh Goreng dengan Perbandingan Waktu Jeda
Uji Organoleptik terhadap Aroma
goreng tidak jauh berbeda dari kedua perlakuan yang di berikan,
penilaian tertinggi terdapat pada perlakuan A2 yakni 2,5 dengan
pemberian perlakuan pembekuan pada waktu jeda dan penilaian
terendah terdapat pada perlakuan A1 yakni 2,1 dengan perlakuan
tanpa pembekuan pada waktu jeda.
c. Aroma
Aroma merupakan faktor yang sangat penting untuk
menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk,
sebab sebelum dimakan biasanya konsumen terlebih dahulu mencium
aroma dari produk tersebut untuk menilai layak tidaknya produk
tersebut dimakan. Aroma enak dapat menarik perhatian konsumen
lebih cenderung menyukai makanan dari aroma (Winarno, 2004).
Hasil uji organoleptik terhadap aroma biji melinjo utuh goreng dengan
berbagai perlakuan berkisar antara 3 sampai 3,2.
Gambar 10. Uji Organoleptik terhadap Aroma pada Biji Melinjo Utuh Goreng
Biji Melinjo Utuh Goreng dengan Perbandingan Waktu Jeda
Uji Organoleptik terhadap Aroma
goreng tidak jauh berbeda dari kedua perlakuan yang di berikan,
penilaian tertinggi terdapat pada perlakuan A2 yakni 2,5 dengan
pemberian perlakuan pembekuan pada waktu jeda dan penilaian
terendah terdapat pada perlakuan A1 yakni 2,1 dengan perlakuan
tanpa pembekuan pada waktu jeda.
c. Aroma
Aroma merupakan faktor yang sangat penting untuk
menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk,
sebab sebelum dimakan biasanya konsumen terlebih dahulu mencium
aroma dari produk tersebut untuk menilai layak tidaknya produk
tersebut dimakan. Aroma enak dapat menarik perhatian konsumen
lebih cenderung menyukai makanan dari aroma (Winarno, 2004).
Hasil uji organoleptik terhadap aroma biji melinjo utuh goreng dengan
berbagai perlakuan berkisar antara 3 sampai 3,2.
Gambar 10. Uji Organoleptik terhadap Aroma pada Biji Melinjo Utuh Goreng
Berdasarkan data hasil uji organoleptik pada gambar 10 diatas
menunjukkan bahwa aroma biji melinjo utuh goreng yang di hasilkan
dari kedua perlakuan yang diberikan tergolong di sukai oleh panelis.
Hal ini di karenakan pengaruh penggorengan pada biji melinjo utuh
goreng membuat aroma yang terdapat pada produk ini seperti aroma
gorengan pada umumnya dalam hal keripik maupun biji-bijian goreng.
Sesuai yang dikemukakan oleh djatmiko (1985) bahwa Selama proses
penggorengan bahan pangan dapat terjadi perubahan fisikokimiawi,
cita rasa makanan gorengan lebih beraroma khas dibandingkan
dengan makanan rebusan. Penilaian panelis terhadap aroma biji
melinjo utuh goreng tidak jauh berbeda dari kedua perlakuan yang di
berikan, penilaian tertinggi terdapat pada perlakuan A1 yakni 3,2 dan
penilaian terendah terdapat pada perlakuan A2 yakni 3.
d. Tekstur/Kerenyahan
Tekstur merupakan keseluruhan penilaian terhadap bahan
makanan yang dirasakan oleh mulut. Tekstur memiliki pengaruh
penting terhadap makanan misalnya tingkat kerenyahan, tipe
permukaan, kekerasan dan lain-lain yang menentukan apakah
makanan tersebut layak disukai (tranggono dan Sutardi, 1990). Oleh
karena itu, tekstur memiliki peranan dalam penilaian produk gorengan.
Hasil uji organoleptik terhadap tekstur biji melinjo utuh goreng dengan
berbagai perlakuan berkisar antara 1,6 sampai 3,5. Adapun hasil uji
organoleptik terhadap tekstur dapat di lihat pada gambar di bawah ini.
012345
Pemasakan tanpapembekuan (A1)
Teks
tur
Biji Melinjo Utuh Goreng dengan Perbandingan Waktu Jeda
Uji Organoleptik terhadap Tekstur
Gambar 11. Uji Organoleptik terhadap Tekstur pada Biji Melinjo Utuh Goreng
Berdasarkan hasil organoleptik terhadap tekstur biji melinjo
utuh goreng menunjukkan bahwa perlakuan pembekuan pada waktu
jeda membuat perbedaan yang cukup nyata terhadap tekstur atau
kerenyahan biji melinjo utuh goreng. Hal ini di karenakan pengaruh
perlakuan pembekuan setelah proses perebusan pertama membuat
pori-pori air bahan yg di rebus akan tetap terjaga dan membentuk
kristas-kristal es pada pori-pori air bahan sehingga pada proses
perebusan selanjutnya mempermudah masuknya air pada bahan yang
akan diolah. Untuk mendapatkan tekstur yang renyah pada biji melinjo
goreng sebelum proses penggorengan diperlukan pengolahan untuk
melunakkan bahan tersebut. Dengan melunaknya bahan sebelum
penggorengan akan mempermudah mendapatkan tekstur yang renyah
pada biji melinjo utuh goreng. Di tambah lagi proses penggorengan
Pemasakan tanpapembekuan (A1)
Pemasakan denganpembekuan (A2)
1,6
3,5
Biji Melinjo Utuh Goreng dengan Perbandingan Waktu Jeda
Uji Organoleptik terhadap Tekstur
Gambar 11. Uji Organoleptik terhadap Tekstur pada Biji Melinjo Utuh Goreng
Berdasarkan hasil organoleptik terhadap tekstur biji melinjo
utuh goreng menunjukkan bahwa perlakuan pembekuan pada waktu
jeda membuat perbedaan yang cukup nyata terhadap tekstur atau
kerenyahan biji melinjo utuh goreng. Hal ini di karenakan pengaruh
perlakuan pembekuan setelah proses perebusan pertama membuat
pori-pori air bahan yg di rebus akan tetap terjaga dan membentuk
kristas-kristal es pada pori-pori air bahan sehingga pada proses
perebusan selanjutnya mempermudah masuknya air pada bahan yang
akan diolah. Untuk mendapatkan tekstur yang renyah pada biji melinjo
goreng sebelum proses penggorengan diperlukan pengolahan untuk
melunakkan bahan tersebut. Dengan melunaknya bahan sebelum
penggorengan akan mempermudah mendapatkan tekstur yang renyah
pada biji melinjo utuh goreng. Di tambah lagi proses penggorengan
Biji Melinjo Utuh Goreng dengan Perbandingan Waktu Jeda
Uji Organoleptik terhadap Tekstur
Gambar 11. Uji Organoleptik terhadap Tekstur pada Biji Melinjo Utuh Goreng
Berdasarkan hasil organoleptik terhadap tekstur biji melinjo
utuh goreng menunjukkan bahwa perlakuan pembekuan pada waktu
jeda membuat perbedaan yang cukup nyata terhadap tekstur atau
kerenyahan biji melinjo utuh goreng. Hal ini di karenakan pengaruh
perlakuan pembekuan setelah proses perebusan pertama membuat
pori-pori air bahan yg di rebus akan tetap terjaga dan membentuk
kristas-kristal es pada pori-pori air bahan sehingga pada proses
perebusan selanjutnya mempermudah masuknya air pada bahan yang
akan diolah. Untuk mendapatkan tekstur yang renyah pada biji melinjo
goreng sebelum proses penggorengan diperlukan pengolahan untuk
melunakkan bahan tersebut. Dengan melunaknya bahan sebelum
penggorengan akan mempermudah mendapatkan tekstur yang renyah
pada biji melinjo utuh goreng. Di tambah lagi proses penggorengan
pada suhu tinggi dengan menggunakan deep frying akan
menyebabkan air menguap dengan cepat dan menghasilkan pori-pori
halus pada permukaan. Struktur berpori tersebut akan di isi oleh
minyak sehingga akan menghasilkan biji melinjo utuh goreng dengan
tekstur renyah. Menurut ketaren (1981) fungsi dari minyak adalah
untuk mengempukkan “crust” dan membasahi makanan goreng
tersebut. Penilaian panelis terhadap tekstur atau kerenyahan biji
melinjo utuh goreng menunjukkan adanya perbedaan yang cukup
nyata dari kedua perlakuan yang di berikan, penilaian terendah
terdapat pada perlakuan A1 yakni 1,6 dan penilaian tertinggi terdapat
pada perlakuan A2 yakni 3,5 dengan pemberian perlakuan
pembekuan pada waktu jeda.
3. Uji Organoleptik (Uji beda segitiga)
Kerenyahan merupakan syarat utama dari produk goreng-
gorengan yang menentukan apakah makanan tersebut layak tidaknya
di konsumsi. Menurut tranggono dan sutardi (1990) tekstur atau
kerenyahan merupakan keseluruhan penilaian terhadap bahan
makanan yang dirasakan oleh mulut. Tekstur memiliki pengaruh
penting terhadap makanan misalnya tingkat kerenyahan, tipe
permukaan, kekerasan dan lain-lain yang menentukan apakah
makanan tersebut layak disukai. Tingkat kerenyahan pada produk
dapat diketahui secara uji organoleptik melalui uji beda segitiga.
Pengujian tingkat kerenyahan ini bertujuan untuk mengetahui apakah
panelis mampu membedakan dua sampel berbeda yang disajikan
yaitu sampel dengan perlakuan A1 (Pemasakan tanpa pembekuan
waktu jeda) dan perlakuan A2 (Pemasakan dengan pembekuan pada
waktu jeda). Pada pengujian segitiga disajikan tiga sampel berkode di
mana dua di antaranya berasal dari sampel yang sama. Panelis
diminta untuk menentukan sampel mana diantaranya yang berbeda.
Tabel 4. Hasil Uji Beda Segitiga Terhadap Biji Melinjo Utuh Goreng
PANELIS UJI BEDA SEGITIGABENAR SALAH
P01 √P02 √P03 √P04 √P05 √P06 √P07 √P08 √P09 √P10 √
JUMLAH 7 3Sumber: Data Primer Penelitian, 2013
Berdasarkan tabel 4, dapat dilihat bahwa kedua sampel yang
diujikan dapat dibedakan secara nyata, karena 7 dari 10 panelis
menjawab benar. Berdasarkan hal tersebut dapat ditarik kesimpulan
bahwa sampel perlakuan A2 lebih renyah dari sampel perlakuan A1.
Hal tersebut dikarenakan perlakuan pembekuan pada waktu jeda
menjadikan biji melinjo goreng lebih renyah di bandingkan dengan
yang tidak menggunakan perlakuan pembekuan pada waktu jeda.
Tingkat kerenyahan suatu produk seperti biji melinjo utuh goreng juga
sangat di pengaruhi pada proses pembekuannya. Pembekuan yang
0306090
120150
Day
a Pa
tah
(mN
/s)
Biji Melinjo Utuh Goreng dengan Perbandingan Waktu Jeda
dilakukan dapat mengurangi kadar air masukan sehingga mampu
menghasilkan produk gorengan yang lebih renyah. Semakin rendah
kadar air suatu bahan makan akan semakin renyah bahan yang di
goreng tersebut. Sesuai yang di kemukakan subekti (1993) bahwa
blansir yang dilakukan sebelum proses penggorengan dapat
mengurangi kadar air bahan masukan sehingga menghasilkan produk
gorengan dengan kadar air yang rendah.
4. Uji Tekstur (Tekstur Analyzer)
Daya patah merupakan salah satu faktor yang penting dalam
menentukan mutu Biji melinjo utuh goreng, karena dengan
membandingkan daya patah pada biji melinjo goreng maka akan
diketahui tingkat kerenyahan dari produk goreng-gorengan.
Berdasarkan hasil penelitian, rerata tekstur biji melinjo goreng yang
dihasilkan berkisar antara 129,42 mN/s sampai 141,12 mN/s.
Gambar 12. Uji Tekstur terhadap Daya Patah pada Biji Melinjo Utuh Goreng
Pemasakan tanpapembekuan (A1)
Pemasakan denganpembekuan (A2)
141,12 129,42
Biji Melinjo Utuh Goreng dengan Perbandingan Waktu Jeda
Tekstur Analyzer
dilakukan dapat mengurangi kadar air masukan sehingga mampu
menghasilkan produk gorengan yang lebih renyah. Semakin rendah
kadar air suatu bahan makan akan semakin renyah bahan yang di
goreng tersebut. Sesuai yang di kemukakan subekti (1993) bahwa
blansir yang dilakukan sebelum proses penggorengan dapat
mengurangi kadar air bahan masukan sehingga menghasilkan produk
gorengan dengan kadar air yang rendah.
4. Uji Tekstur (Tekstur Analyzer)
Daya patah merupakan salah satu faktor yang penting dalam
menentukan mutu Biji melinjo utuh goreng, karena dengan
membandingkan daya patah pada biji melinjo goreng maka akan
diketahui tingkat kerenyahan dari produk goreng-gorengan.
Berdasarkan hasil penelitian, rerata tekstur biji melinjo goreng yang
dihasilkan berkisar antara 129,42 mN/s sampai 141,12 mN/s.
Gambar 12. Uji Tekstur terhadap Daya Patah pada Biji Melinjo Utuh Goreng
Pemasakan denganpembekuan (A2)
Biji Melinjo Utuh Goreng dengan Perbandingan Waktu Jeda
dilakukan dapat mengurangi kadar air masukan sehingga mampu
menghasilkan produk gorengan yang lebih renyah. Semakin rendah
kadar air suatu bahan makan akan semakin renyah bahan yang di
goreng tersebut. Sesuai yang di kemukakan subekti (1993) bahwa
blansir yang dilakukan sebelum proses penggorengan dapat
mengurangi kadar air bahan masukan sehingga menghasilkan produk
gorengan dengan kadar air yang rendah.
4. Uji Tekstur (Tekstur Analyzer)
Daya patah merupakan salah satu faktor yang penting dalam
menentukan mutu Biji melinjo utuh goreng, karena dengan
membandingkan daya patah pada biji melinjo goreng maka akan
diketahui tingkat kerenyahan dari produk goreng-gorengan.
Berdasarkan hasil penelitian, rerata tekstur biji melinjo goreng yang
dihasilkan berkisar antara 129,42 mN/s sampai 141,12 mN/s.
Gambar 12. Uji Tekstur terhadap Daya Patah pada Biji Melinjo Utuh Goreng
Berdasarkan gambar 12, hasil uji tekstur untuk mengetahui
tingkat kerenyahan dari biji melinjo utuh goreng dari berbagai
perlakuan menunjukkan bahwa daya patah yang paling tinggi terdapat
pada perlakuan A1 yakni 141,12 mN/s dan yang paling rendah
terdapat pada perlakuan A2 dengan daya patah 129,42 mN/s. Tinggi
rendahnya nilai tekstur dan daya patah dipengaruhi oleh jenis bahan
baku dari produk dan cara pengolahannya. Daya patah suatu produk
berhubungan erat dengan kernyahan, semakin rendah daya patah
dari suatu produk maka gaya untuk memecahkan produk tersebut
akan semakin kecil dan produk semakin renyah (Aguiler, et al 1997).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat di peroleh pada penelitian ini adalah
sebagai berikut ;
1. Pemasakan biji melinjo segar pada suhu bertekanan (1,5 atm)
dengan menggunakan autoklaf memberikan tingkat kerenyahan yang
lebih baik daripada pemasakan yang hanya menggunakan suhu
beratmosfir atau kompor.
2. Perlakuan pembekuan waktu jeda pada proses pemasakan
bertekanan (1,5 atm) menghasilkan produk melinjo goreng dengan
tingkat tingkat kerenyahan yang lebih baik daripada pembekuan
tanpa waktu jeda dengan total waktu pemasakan yang sama.
3. Hasil analisa kimia dan fisik terhadap biji melinjo goreng dari
perlakuan terbaik yaitu pembekuan pada waktu jeda adalah kadar
air 5,83 %, daya patah 129,42 mN/s, dan untuk uji organoleptik dari
segi tekstur dan aroma menunjukkan paling disukai panelis.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dari hasil uji
organoleptik meliputi warna dan rasa, tergolong agak tidak disukai oleh
panelis. Oleh karena itu penelitian selanjutnya diperlakukan pemberian
bahan tambahan pada biji melinjo utuh goreng sebagai upaya untuk
memperbaiki cita rasa dan warna dari biji melinjo utuh goreng renyah.
DAFTAR PUSTAKA
Abbot, Judih A and F. Roger Harker, 2005. Texture. The Horticultureand Food Research Instead Of New Zaeland
Anonim. 2009. Tabel produksi buah-buahan Indonesia.http://www.bps.go.id. [14 Juli 2010].
Anonim 2012a, Karakteristik Buah Melinjo, http://www.wikipedia.co.id[29 Maret 2013].
Anonim 2012b, Sifat-Sifat Buah Melinjo, http://www.wordpress.com[29 Maret 2013]
Anonim, 2004. Buletin Teknopro Holtikultura Edisi 72, BalaiBesar Penelitan dan Pengembangan Pascapanen PertanianBadan Penelitan dan Pengembangan Pertanian Kota.
Anonim, 2007, Teori dasar Warna, pada situs :http://www.indoforum.org/t38722, Diakses tanggal 8November 2011.
Antarlina, S.S., Y. Rina, S. Umar dan Rukayah. 2004. PengolahanBuah Dalam Mendukung Pengembangan Agroindustri DiKalimantan. Dalam Prosiding Seminar Nasional KlinikTeknologi Pertanian Sebagai Basis Pertumbuhan UsahaAgribisnis Menuju Petani Nelayan Mandiri. Puslitbang SosekPertanian : 724-746
Blumethal, M.M. 1996. Frying technology. Di dalam: Bailey’sIndustrial Oil andFat Technology; Edible Oil and Fat Product:Product and ApplicationTechnology.
Buckle, K.A, dkk, 2010. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta. Cahyadi, Wisnu, 2008. Analisis danAspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. BumiAksara, Jakarta.
Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wootton M. 1988. Ilmu Pangan.Diterjemahkan oleh: Hari
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Indikator Ekonomi KabupatenKepulauan Mentawai 2009.
Deman, Jhon M, 1997. Kimia Makanan. Institut Teknologi Bandung,Bandung. Desrosier, Ph.D, Norman W., 1988.Teknologi Pengawetan Pangan Universitas Indonesia-Press. Jakarta.
Djatmiko B, dan AB Enie. 1994. Proses Penggorengan danPengaruhnya Terhadap Sifat Fisiko-Kimia Minyak dan Lemak.Agro Industri press. Jurusan Teknologi Industri Pertanian,Fateta. IPB, Bogor.
Estiasih, Teti dan Kgs Ahmadi, 2009. Teknologi PengolahanPangan. Bumi Aksara. Jakarta.
Haryoto F. 1998. Pengaruh Suhu dan Waktu Penggorengan HampaTerhadap Sifat Fisik dan mutu produk pangan.
Khomsan dan Anwar, 2 0 0 8 . Ilmu dan Teknologi Pangan. BadanKerjasama Perguruan Tinggi Negri Indonesia Bagian Timur.Khomsan, Ali dan Faisal Anwar, 2008. Sehat Itu Mudah.Hikmah. Jakarta.
Ketaren S. 1989. Pengantar Teknologi minyak dan Lemak Pangan.Jakarta: UI Press.
Muchtadi, Tien R. Dan Sugiyono, 1992. Ilmu PengetahuanBahan Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Muchtadi TR. 2008. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. 3rd ed.Bogor: Institut Pertanian, Bogor.
Pantastico, ER. B., 1986. Fisiologi Pasca Panen (Penanganandan Pemanfaatan Buah-Buahan dan Sayur-SayuranTropika dan Subropika). Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.
Singh, R. Paul and Dennis R. Heldman, 2009.Introduction to Food Engineering. Academic Press,Elsevier.
Soekarman. 2002, Karakteristik tanaman pangan, Bogor : InstitutePertanian Bogor
Sultany, Rubianty dan Berty Kaseger, 1985. Kimia Pangan. BadanKerjasama Perguruan Tinggi Negri Indonesia Bagian Timur
Sulusi Prabawati, Suyanti dan Dondy A Setyabudi, 2008,Teknologi Pasca Panen dan Teknik Pengolahan Buah, BalaiBesar Penelitan dan Pengembangan Pascapanen PertanianBadan Penelitan dan Pengembangan.
Tim Peneliti Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. 1990. PerubahanSifat Fisikokimia Dan Penggorengan Vakum [skripsi]. FakultasTeknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Winarno, F.G., 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT.Gramedia Utama,Jakarta.
Winarno FG. 1999. Minyak Goreng dalam Menu Masyarakat.Jakarta: Balai Pustaka.
Winarti A. 2000. Pengaruh Suhu dan Waktu Penggorengan HampaTerhadap Mutu Keripik
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Uji Organoleptik Pada Penelitian Pedahuluan
NO PANELIS SAMPELA1 A2
1 P01 1 22 P02 1 23 P03 1 24 P04 1 15 P05 1 36 P06 1 27 P07 1 18 P08 1 3RATA-RATA 1 2
Lampiran 2a. Hasil Uji Beda Segitiga Pada Penelitian Pendahuluan
No Panelis Sampel118 258 333
1 P01 0 1 02 P02 0 1 03 P03 0 1 04 P04 0 0 15 P05 0 1 06 P06 1 0 07 P07 0 1 08 P08 1 0 0
Jumlah 2 5 1
Lampiran 2b. Tabel Hasil Uji Beda Segitiga Terhadap Biji Melinjo UtuhGoreng
PANELIS UJI BEDA SEGITIGABENAR SALAH
P01 √P02 √P03 √P04 √P05 √P06 √P07 √P08 √
JUMLAH 5 3Sumber: Data Primer Penelitian, 2013
Lampiran 3. Hasil Analisa Kimia terhadap Kadar Air Biji Melinjo UtuhGoreng
SAMPEL ULANGAN RATA-RATAI II IIIA1 4,1175 6,0217 5,7134 5,2842A2 8,9742 10,345 9,8954 9,7382
Lampiran 4a. Hasil Uji Organoleptik terhadap Warna Biji Melinjo UtuhGoreng
NO PANELIS SAMPELA1 A2
1 P01 3 32 P02 3 23 P03 2 14 P04 3 25 P05 2 36 P06 4 17 P07 3 28 P08 1 39 P09 3 3
10 P10 3 2RATA-RATA 2,7 2,2
Lampiran 4b. Hasil Uji Organoleptik terhadap Rasa Biji Melinjo UtuhGoreng
NO PANELIS SAMPELA1 A2
1 P01 3 32 P02 1 33 P03 3 24 P04 2 35 P05 2 26 P06 1 17 P07 2 38 P08 3 39 P09 2 2
10 P10 2 3RATA-RATA 2,1 2,5
Lampiran 4c. Hasil Uji Organoleptik terhadap Aroma Biji Melinjo UtuhGoreng
NO PANELIS SAMPELA1 A2
1 P01 3 32 P02 3 23 P03 3 34 P04 3 25 P05 4 36 P06 4 47 P07 4 48 P08 3 49 P09 3 3
10 P10 2 2RATA-RATA 3,2 3,0
Lampiran 4d. Hasil Uji Organoleptik terhadap Tekstur Biji Melinjo UtuhGoreng
NO PANELIS SAMPELA1 A2
1 P01 2 42 P02 1 43 P03 2 44 P04 1 35 P05 1 36 P06 3 47 P07 1 38 P08 2 49 P09 2 3
10 P10 1 3RATA-RATA 1,6 3,5
Lampiran 5a. Hasil Uji Beda Segitiga terhadap Biji Melinjo Utuh Goreng
No Panelis Sampel384 274 496
1 P01 1 0 02 P02 1 0 03 P03 0 0 14 P04 0 0 15 P05 0 0 16 P06 0 0 17 P07 0 1 08 P08 0 0 19 P09 0 0 1
10 P10 0 0 1Jumlah 2 1 7
Lampiran 5b. Tabel Hasil Uji Beda Segitiga Terhadap Biji Melinjo UtuhGoreng
PANELIS UJI BEDA SEGITIGABENAR SALAH
P01 √P02 √P03 √P04 √P05 √P06 √P07 √P08 √P09 √P10 √
JUMLAH 7 3Sumber: Data Primer Penelitian, 2013
Lampiran 6. Hasil Tekstur Analyzer terhadap Daya Patah Biji Melinjo UtuhGoreng
SampelFxD/s (N/m)
Total Rata-Rataulangan
1ulangan
2ulangan
3A1 123,93 155,54 143,90 423,37 141,12A2 103,63 202,11 82,50 388,24 129,41