studi pendanaan pltn kelas 1000 mwe …digilib.batan.go.id/ppin/katalog/file/1979-1208...rencana...
TRANSCRIPT
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 46
STUDI PENDANAAN PLTN KELAS 1000 MWe
MENGGUNAKAN PROGRAM FINPLAN
Elok S. Amitayani, Suparman, Moch. Nasrullah, Rizki Firmansyah Setya Budi
Pusat Pengembangan Energi Nuklir (PPEN) – BATAN
Jl. Kuningan Barat, Mampang Prapatan, Jakarta 12710
Telp/Fax: 021-5204243, Email: [email protected]
ABSTRAK STUDI PENDANAAN PLTN KELAS 1000 MWe MENGGUNAKAN PROGRAM FINPLAN.
Salah satu masalah dalam pembangunan PLTN di Indonesia adalah investasi, dan Investor perlu
diyakinkan mau berinvestasi dalam proyek PLTN. Tujuan studi melakukan analisis kelayakan
rencana investasi PLTN dengan menghitung tiga parameter nilai kelayakan investasi (internal rate of
return (IRR) atau tingkat pengembalian modal, net present value (NPV) atau nilai bersih sekarang
dan payback period (PB) atau masa pengembalian modal) menggunakan program Finplan dari IAEA.
Perhitungan harga dan biaya didasarkan pada data tahun 2008. Beberapa masukan program untuk
kasus dasar antara lain: biaya modal sesaat sebesar $2600/kW, kapasitas netto pembangkit 1000 MWe,
faktor kapasitas 85%, masa konstruksi 6 tahun (2019-2024), biaya operasi dan perawatan $53,7
juta/tahun, biaya bahan bakar $45,1 juta/tahun, biaya dekomisioning 15% dari biaya modal sesaat,
discount rate 10%, inflasi mata uang asing (dipakai dolar Amerika) sebesar 2% dan inflasi rupiah
sebesar 6%. Pendanaan PLTN akan menggunakan skema konvensional (campuran antara modal
sendiri dan hutang), Equity adalah gabungan modal para pemegang saham PLTN, sedangkan loan
berasal dari kredit ekspor pertama dan kredit ekspor kedua. Rasio equity:hutang=25:75(%). Harga jual
listrik tahun 2008 adalah Rp 700/kWh dengan kenaikan tetap 2% per tahun. Hasil skenario dasar
didapat nilai IRR = 14,81%, NPV = Rp 4901,33 miliar, dan PB 12 tahun. Studi ini diharapkan dapat
memberikan pandangan kelayakan proyek PLTN di Indonesia.
Kata kunci: pendanaan PLTN, NPV, IRR, payback period, Finplan
ABSTRACT FINANCING STUDY ON NPP OF CLASS 1000 MW USING FINPLAN PROGRAM. One of
the problem in developing a nuclear power plant (NPP) is financing matter, and investors needs to be
assured to invest in an NPP project. The purpose of the study to analyze the feasibility of NPP
investment plans by calculating the value of three parameters of investment feasibility value (internal
rate of return (IRR) or the rate of return, net present value (NPV) or net present value and payback
period (PB) or payback period) using Finplan Program from IAEA. The value of the three are
indicators of the feasibility of a project finacially. The calculation of prices and costs based on data in
2008. Some input programs for the base case are: overnight cost of $2600/kW, plant nett capacity of
1000 MW, capacity factor of 85%, construction time of 6 years (2019-2024), annual operation and
maintenance cost of $53,7 million, annual fuel cost of $45,1 million, decommisioning cost 15% of
overnight cost, discount rate 10%, foreign currency (US$ is used) inflation of 2% and rupiah
inflation of 6%. Funding NPP will use the conventional scheme (mixture of own capital and loan),
Equityis the combined capital of NPP shareholders plant, while the loan comes from two (2) sources of
the first and the second export credit. The ratio of equity:loan is 25:75(%). Electricity selling price in
2008 years is Rp 700/kWh with constant increase per annum 2%. Results from the base case are IRR
= 14,81%, NPV = Rp 4901,33 billion, and PB 12 years. This study is expected to provide the
feasibility of nuclear power plant project in Indonesia.
Kata kunci: NPP financing, NPV, IRR, payback period, Finplan
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 47
1. PENDAHULUAN Salah satu masalah yang mencuat seputar rencana pembangunan Pembangkit Listrik
Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia adalah masalah pendanaan. Pendanaan proyek PLTN
dikenal capital intensive atau padat modal. Beberapa contoh proyek dan nilainya antara lain,
Bruce Power Alberta 2 × 1100 MW ACR bernilai USD 6,2 miliar (USD 2800/kW), FPL Turkey
Point 2 × 1100 MW AP1000 senilai USD 3582/kW, KHNP Shin Kori 3&4, 1350 MW APR-1400
senilai USD 5 miliar (USD 1850/kW), ENEC UAE 4 × 1400 MW senilai USD 20,4 miliar (USD
3643/kW)[1]. Angka tersebut adalah untuk bare plant cost atau biaya Engineering, Procurement
and Construction (EPC) saja, belum mencakup owner’s cost, financing cost dan tanpa
memperhitungkan faktor eskalasi.
Besarnya modal yang dibutuhkan ini membuat investor sering ragu akan tingkat
keuntungan proyek dan tentunya, availability dari modal itu sendiri. Oleh karena itu investor
perlu diyakinkan bahwa investasi mereka dalam PLTN cukup layak sehingga mereka
bersedia menanamkan modal di sana ketimbang di tempat lain.
Untuk mengetahui kelayakan atau daya tarik atau keuntungan suatu usaha/investasi
yang akan dilakukan, digunakan parameter-parameter finansial seperti nilai kini bersih atau
Net Present Value (NPV), tingkat pengembalian internal atau Internal Rate of Return (IRR),
maupun masa pengembalian modal atau Payback Period (PB). Ketiga parameter tersebut
adalah parameter yang sering digunakan untuk mengevaluasi suatu rencana investasi, dan
karenanya disebut pula dengan parameter kelayakan investasi. Nilai parameter-paramater
tersebut merupakan indikator awal apakah suatu rencana investasi dapat dilanjutkan atau
tidak. Dikatakan indikator awal karena nilainya sangat bergantung pada asumsi-asumsi
keuangan yang diberikan, termasuk arus kas masuk dan keluar yang seluruhnya masih
proyeksi.
Kajian ini membahas tentang kelayakan rencana investasi PLTN tipe PWR
berkapasitas 1000 MW dengan mempertimbangkan parameter kelayakan, yakni IRR, NPV
dan PB. Perhitungan dilakukan menggunakan program Finplan. Setelah perhitungan untuk
kasus dasar dilakukan, uji sensitivitas akan dilakukan atas beberapa parameter input seperti
faktor kapasitas, rasio equity: hutang, kenaikan harga listrik, nilai discount rate, dan biaya
investasi sesaat, untuk mengetahui pengaruhnya terhadap nilai parameter kelayakan.
Nilai parameter kelayakan yang disajikan oleh Finplan adalah nilai dari sudut
pandang para shareholder (pemegang saham). Sehingga IRR, NPV, dan PB dalam Finplan
dapat dipakai untuk meyakinkan para calon pemegang saham atau investor untuk ikut
berinvestasi dalam proyek PLTN.
2. METODOLOGI 2.1. Program Finplan
Finplan adalah program berbasis spreadsheet yang dikembangkan oleh International
Atomic Energy Agency (IAEA) dan khusus dibuat untuk perhitungan finansial perusahaan
pembangkitan listrik yang memiliki satu atau lebih mesin pembangkit dari berbagai jenis
teknologi dan bahan bakar. Parameter-parameter input dan opsi-opsi yang dapat dipilih
user dalam program ini dibuat untuk mendekati keadaan di lapangan.
Input atau masukan program antara lain perkiraan tahun awal konstruksi, lama
konstruksi, umur hidup pembangkit, jumlah energi yang dibangkitkan per tahun dalam
GWh, biaya investasi sesaat (overnight cost) yang dialokasikan per tahun selama masa
konstruksi, serta biaya-biaya selama masa operasi, seperti biaya operasi dan perawatan
(O/M), biaya bahan bakar, dan biaya dekomisioning. Pengaturan parameter ekonomi untuk
sistem kajian juga dilakukan dengan memasukkan nilai-nilai untuk tingkat inflasi atas mata
uang asing (USD) dan lokal (Rp), nilai tukar mata uang, asumsi harga listrik, pembagian
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 48
penjualan listrik hingga 3 kelas konsumen berikut tarif per kelas (misalnya konsumen
dibedakan menjadi 3 tipe, rumah tangga, komersial, dan industri), model depresiasi, dan
discount rate. Selain itu masih ada pengaturan untuk parameter finansial seperti porsi
pendanaan dari luar, berapa persen yang berasal dari kredit ekspor atau Export Credit
Agency (ECA) dan berapa persen yang berasal dari bank komersial luar negeri. Untuk
sumber pendanaan dalam negeri juga diatur pula berapa modal atau equity yang
ditanggung oleh pemegang saham (shareholder) dan berapa pinjaman yang berasal dari bank
komersial dalam negeri. Selain itu, penerbitan bond atau obligasi juga diijinkan dalam
program ini.
Output Finplan adalah nilai-nilai parameter kelayakan investasi pembangkit listrik,
yakni berupa IRR atau tingkat pengembalian internal, NPV atau nilai kini bersih dan PB
(masa pengembalian modal).
2.2. Parameter Kelayakan
Parameter kelayakan yang akan dibahas dalam kajian ini mencakup NPV, IRR dan PB.
Di dalam Finplan, ketiganya adalah parameter yang melekat pada modal yang ditanam oleh
para shareholder (equity) sehingga nilai-nilainya menjadi sangat penting bagi mereka.
Sedangkan modal yang didapat dari hutang bank tidak dinilai dengan parameter kelayakan
ini karena bank telah mendapat tingkat pengembalian investasi mereka melalui mekanisme
bunga.
Ketiga parameter tersebut dapat menjadi indikator tunggal atau digunakan secara
bersama-sama. Tentunya, dengan lebih banyak parameter yang bernilai “baik”, akan lebih
memberikan gambaran bahwa investasi tersebut adalah investasi yang menjanjikan, dan
investor akan lebih mudah diyakinkan untuk menanamkan modalnya.
a. Net Present Value (NPV)
NPV atau nilai kini bersih adalah parameter untuk melihat nilai tambah dari suatu
investasi, dilihat dari nilai uang kini (present value). Untuk mencari present value (PV), perlu
didefinisikan istilah sebaliknya yakni future value (FV). Jika investasi pada tahun 0
berkembang dengan tingkat pertumbuhan r per tahun, maka pada tahun n nilainya akan
menjadi: nrPVFV )1( (1)
dengan:
FV = future value atau nilai masa depan
PV = present value atau nilai kini
n = jumlah tahun berinvestasi
r = tingkat pertumbuhan uang/investasi
Dari persamaan (1) dengan mudah didapat PV dari nilai investasi di masa depan. nrFVPV )1( (2)
dengan:
n = jumlah tahun berinvestasi. Tanda (-) dapat diartikan bahwa nilai masa
depan dibawa ‘mundur’ ke masa kini.
r = tingkat penyusutan uang . Dari sudut pandang ini, r tidak lagi disebut
tingkat pertumbuhan uang.
NPV adalah jumlahan seluruh PV dari arus kas keluar dan seluruh PV dari arus kas
masuk. Arus kas keluar adalah seluruh biaya-biaya (costs) dan arus kas masuk adalah
seluruh pendapatan (revenues). Biaya bernotasi negatif dan pendapatan bernotasi positif,
maka:
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 49
NPV = PV revenues – PV costs (3)
n
t
tt
n
t
tt rCrRNPV
11
11 (4)
dengan:
Rt = Revenue atau pendapatan di tahun t
Ct = Cost atau biaya yang dikeluarkan di tahun t
n = jumlah tahun berinvestasi atau umur ekonomi proyek, dihitung dari awal
pembangunan
Dari persamaan 3 didapatlah kriteria sebagai berikut:
NPV = 0 investasi impas
NPV < 0 investasi tidak memiliki nilai tambah
NPV > 0 investasi memiliki nilai tambah
Aturan umum atau rule of thumb untuk NPV adalah: semakin besar NPV, semakin baik
suatu investasi.
b. Internal Rate of Return (IRR)
Substansi dari istilah internal rate of return adalah rate of return itu sendiri. Rate of return
atau laju pengembalian modal mengukur kecepatan kembalinya suatu investasi, dengan
memperhitungkan nilai waktu uang. Ilustrasi sederhana mengenai rate of return adalah
sebagai berikut: jika kita menginvestasikan uang sebesar 100 juta dan menerima revenue
konstan sebesar 3 juta per tahun untuk selamanya, maka rate of return kita adalah 3/100 x
100% atau 3% per tahun.
Pada kasus dimana revenue tidak konstan dan/atau tidak berlangsung selamanya,
misalnya revenue hanya terjadi sebanyak 4 kali pada tahun ke-3 sampai tahun ke-6 masing-
masing sebesar 30 juta, maka rate of return investasi tidak dapat langsung ditentukan seperti
kasus sebelumnya. Rate of return kini menjadi sedikit 'tersembunyi' atau internal, karena
itulah disebut internal rate of return.
Kembalinya modal atau investasi terjadi ketika revenues = costs atau revenues - costs = 0.
Namun karena IRR memperhitungkan nilai waktu uang, relasi akan menjadi:
PV revenues - PV costs = 0 (5)
01111
n
t
tt
n
t
tt rCrR (6)
sehingga IRR adalah harga r yang memenuhi persamaan (6) dan dicari dengan metode coba-
coba atau trial and error. Hasil dapat diperoleh dengan cepat menggunakan formula dalam
spreadsheet seperti Excel. Secara umum investor akan membandingkan IRR dengan tingkat
pengembalian investasi lain misalnya bunga bank, sehingga bagi investor:
IRR = tingkat pengembalian lain memilih investasi dengan resiko lebih kecil
IRR < tingkat pengembalian lain investasi tidak diterima
IRR > tingkat pengembalian lain investasi dapat diterima
Rule of thumb untuk IRR adalah: semakin besar IRR, semakin baik suatu investasi.
c. Payback period (PB)
PB atau tahun impas merupakan lama pengembalian investasi tanpa
memperhitungkan nilai waktu uang. PB dicari dengan menjumlahkan seluruh revenues yang
diterima dari tahun pertama hingga akumulasinya di suatu tahun menyamai seluruh biaya
yang dikeluarkan atau[2]:
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 50
n
tt
PB
tt CR
11
(7)
dengan:
PB = payback period atau tahun impas dihitung sejak awal pembangunan
Rt = Revenue atau pendapatan di tahun t
Ct = Cost atau biaya yang dikeluarkan di tahun t
n = umur ekonomi proyek, dihitung dari awal pembangunan
Rule of thumb untuk PB adalah: semakin cepat PB, semakin baik suatu investasi.
Untuk diingat bahwa Finplan memberikan hasil dari sudut pandang shareholder,
sehingga revenues di sini berarti deviden atau penghasilan apapun dari proyek PLTN dan
costs adalah investasi yang ditanamkan (equity).
2.3. Langkah Penelitian
Studi dilakukan melalui langkah-langkah berikut:
- mencari nilai parameter tekno-ekonomi PLTN studi,
- memasukkan nilai parameter dan asumsi-asumsi ke dalam program,
- mendapatkan hasil berupa nilai atas parameter kelayakan IRR, NPV, dan PB,
- melakukan uji sensitivitas atas parameter faktor kapasitas, rasio equity:hutang, kenaikan
harga listrik, nilai discount rate, dan biaya investasi sesaat,
- menganalisa hasil.
2.4. Parameter Tekno-ekonomi PLTN
PLTN yang akan dianalisis dalam studi ini memiliki parameter teknis dan ekonomi
seperti disajikan dalam Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Nilai Parameter Tekno-ekonomi untuk Kasus Dasar
No Besaran Satuan Nilai
1. Kapasitas netto MWe 1000
2. Biaya investasi $/kWe 2600 (2008)
3. Tahun konstruksi - 2019
4. Lama konstruksi th 6
5. Umur hidup th 30
6. Faktor kapasitas % 85
7. Discount rate %/th 10
8. Overnight coast $/kW 3300
9. Interest rate kredit ekspor 1 & 2 %/th 6,2
10. Inflasi %/th 2% (USD), 6% (Rp)
11. Biaya bahan bakar M $/th 45,12
12. Biaya O&M (fixed+var) M $/th 54,55
13. Pajak perusahaan % p.a 25
2.5. Sumber Pendanaan
Dalam studi ini, investasi dibiayai oleh 2 sumber pendanaan yakni equity dan loan
(hutang). Equity atau modal sendiri adalah bagian investasi yang disediakan oleh
perusahaan PLTN (dalam hal ini para shareholder). Sisa biaya investasi didanai lewat hutang
yang diambil dari kredit ekspor negara vendor PLTN. Bunga kredit ekspor dilihat dari
dokumen “Prevailing Minimun Interest Rate” untuk proyek nuklir dari OECD[3].
Berdasarkan dokumen yang diperbarui setiap tanggal 15 tersebut, untuk kredit ekspor
dengan mata uang US$ bunga minimum yang berlaku hingga tanggal 14 Juli 2012 adalah
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 51
sebesar 3,08%. Dalam prakteknya, bunga minimun tersebut akan ditambah dengan suatu
“spread” yang didalamnya menampung resiko investasi di negara berkembang seperti
Indonesia. Dalam studi ini bunga kredit ekspor adalah 6,2% tetap dengan masa
pengembalian hutang 15 tahun dan dicicil ketika PLTN mulai beroperasi.
Sebagai akibat dari pinjaman ini, muncullah IDC dalam masa konstruksi yang tidak
dapat dibayar segera karena pembangkit belum menghasilkan pendapatan (revenue). Oleh
karena itu khusus untuk PLTN, Finplan memfasilitasi adanya kredit ekspor kedua, yang
berfungsi memberi pinjaman untuk membayar IDC akibat kredit ekspor pertama. Kredit
ekspor kedua juga menawarkan bunga tetap sebesar 6,2% per tahun dan masa pembayaran
15 tahun.
2.6. Harga Jual Listrik
Di dalam Finplan kita dapat membedakan harga jual listrik hingga 3 jenis untuk 3 tipe
pelanggan. Namun dalam studi ini PLTN hanya akan menjual pada satu jenis pelanggan.
Harga listrik pada tahun dasar ditetapkan Rp 700/kWh. Dalam studi ini kenaikan harga jual
listrik diasumsikan tetap, yakni 2% per tahun, atau 4% dibawah laju inflasi. Sehingga harga
jual listrik PLTN akan menjadi Rp 960/kWh di tahun pertama beroperasinya PLTN (tahun
2025). Harga secara bertahap meningkat hingga Rp 1599/kWh di akhir umur hidup (tahun
2054). Tingkat kenaikan harga listrik akan divariasi pada uji sensitivitas.
2.7. Inflasi Mata Uang Rupiah (Rp) Dan Dolar Amerika ($)
Dalam Finplan resiko inflasi ini diantisipasi dengan memasukkan nilai inflasi mata
uang Rp dan $, masing-masing sebesar 6% dan 2%. Nilai inflasi ini dianggap sama rata
hingga akhir umur hidup PLTN. Karena inflasi maka overnight cost PLTN yang pada tahun
2008 bernilai $2600/kW menjadi $3232,77/kW pada awal tahun 2019.
2.8. Nilai Tukar Rupiah
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dianggap konstan selama periode studi,
yakni $ 1 = Rp 9000.
2.9. Umur Hidup PLTN
Umur hidup PLTN adalah 30 tahun. Hal ini disebabkan karena keterbatasan input
pada program Finplan, yang hanya mengakomodasi periode studi hingga pembangkit
berumur 30 tahun. Ekstensi manual terhadap lembar kerja dapat menyebabkan perubahan
pada makros program. Jika PLTN dapat memberikan perhitungan yang menarik selama 30
tahun operasi, maka kita dapat menganggap hal yang sama untuk masa-masa selebihnya.
2.10. Pajak Pendapatan
Pajak pendapatan ditetapkan sebesar 25%. Setelah pajak, seluruh pendapatan bersih
akan dibagikan kepada shareholder sebagai deviden.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN PLTN mulai beroperasi pada tahun 2025 setelah menyelesaikan konstruksi selama 6
tahun. Revenue utama PLTN berasal dari penjualan listrik. Dengan faktor kapasitas sebesar
85% pada kasus dasar, pembangkit dapat menghasilkan listrik hingga 7446 GWh per tahun.
Faktor kapasitas 85% merupakan asumsi yang moderat, cukup untuk mengantisipasi outage
akibat perawatan dan gangguan tak terduga lainnya.
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 52
Hasil perhitungan Finplan untuk kasus dasar dan uji sensitivitas ditampilkan dalam
Tabel 2. Uji sensitivitas dimaksudkan untuk melihat batas-batas kritis bagi sebuah
parameter input.
Tabel 2. Hasil Perhitungan Finplan untuk Kasus Dasar (Cetak Tebal) dan Uji Sensitivitas
Uji Sensitivitas.
Variasi Parameter:
Nilai parameter kelayakan
NPV (M Rp) IRR (%) PB (th)
Faktor kapasitas ---------------- -------------------------- -------------------------- --------------------------
72 % 0 10 15
80 % 3.027 13,11 13
85 % 4.901 14,81 12
90 % 6.791 16,42 12
Kenaikan harga listrik p.a. -- -------------------------- -------------------------- --------------------------
0,37% 0 10 15
2 % 4.901 14,81 12
3 % 8.303 17,61 11
4 % 12.011 20,34 10
Rasio equity:loan -------------- -------------------------- -------------------------- --------------------------
1:99 5.836 41,5 10
5:95 7.479 29,1 10
15:85 6.209 18,5 11
25:75 4.901 14,81 12
30:70 4.240 13,7 13
59:41 0 10 15
Overnight cost per 2008 ------ -------------------------- -------------------------- --------------------------
2.000 $/kWe 8.916 20,36 10
2.600 $/kWe 4.901 14,81 12
3.000 $/kWe 2.250 12,01 14
3.500 $/kWe -1.032 9,16 17
Discount rate -------------------- -------------------------- -------------------------- --------------------------
6% 15.396 14,81 12
8% 8.975 14,81 12
10% 4.901 14,81 12
12% 2.263 14,81 12
14,81% 0 14,81 12
3.1. Variasi Faktor Kapasitas
Faktor kapasitas terkait langsung dengan energi yang dibangkitkan, sehingga makin
tinggi nilai parameter ini akan makin tinggi angka penjualan listrik, dan akan terjadi
peningkatan dalam IRR dan NPV, serta PB yang semakin cepat. Berdasarkan publikasi IAEA
tahun 2011, rata-rata dunia untuk Energy Availability Factor (EAF) sepanjang tahun 1995-2011
adalah 80%[4]. Angka ini merupakan perpaduan dari berbagai negara operator PLTN dengan
EAF di bawah 65% sampai di atas 90%.
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 53
Pertumbuhan permintaan tenaga listrik yang masih akan meningkat, sesuai tipikal
negara berkembang, PLTN akan memiliki pangsa pasar yang baik di Indonesia. Jika
perawatan dan pemeliharaan diperkirakan memakan waktu hingga 1 bulan atau 30 hari
dalam setahun, maka faktor kapasitas optimal bisa mencapai 92%. Berdasarkan simulasi uji
sensitivitas, PLTN sebaiknya tidak beroperasi di bawah 72% mengingat batas kritis untuk
faktor kapasitas PLTN berada di nilai 72%. Batas ini akan naik menjadi lebih dari 72% untuk
PLTN dengan overnight cost yang lebih tinggi dari $2600/kW, dan sebaliknya.
3.2. Variasi Kenaikan Harga Listrik
Harga jual listrik yang semakin baik akan meningkatkan pendapatan (revenue)
pembangkit. Ini terlihat dari IRR dan NPV yang meningkat seiring tingkat kenaikan harga,
serta PB yang semakin cepat. Tarif listrik di tahun 2008 ditentukan sebesar Rp 700. Dengan
kenaikan 2% per tahun untuk kasus dasar, harga listrik akan menjadi Rp 980 di tahun
pertama operasi (2025). Batas kritis untuk kenaikan harga listrik ini adalah pada kenaikan
0,37% per tahun. Pada kondisi ini shareholder memperoleh NPV = 0 dan IRR = 10% Jika tarif
listrik PLTN akan dibuat konstan sepanjang umur hidupnya, maka hasil yang sama (NPV =
0, IRR = 10%) akan diperoleh dengan tarif listrik di tahun dasar sebesar Rp 726. Di atas
batas-batas kritis untuk masalah tarif ini, PLTN memiliki nilai tambah investasi dan tingkat
pengembalian yang menguntungkan.
3.3. Variasi Rasio Equity:Loan
Semakin kecil porsi equity, justru semakin besar IRR dan NPV serta semakin cepat PB.
Namun, perlu diingat bahwa Finplan menampilkan hasil parameter kelayakan dari sisi
shareholder. Para shareholder adalah pemilik perusahaan yang saling berbagi keuntungan
maupun kerugian. Pengembalian modal mereka terjadi dengan akumulasi deviden. Baik
IRR maupun NPV bergantung pada aliran arus kas bersih (arus kas masuk – arus kas keluar)
dari awal masa konstruksi hingga akhir umur hidup pembangkit. Equity dikeluarkan di
masa konstruksi, tersebar mengikuti distribusi biaya kapital. Bagi shareholder, arus kas
selama masa konstruksi adalah murni arus kas keluar, karena belum ada pendapatan
apapun dari pembangkit. Formula IRR dan NPV memakai present value atau nilai kini,
sehingga sesuai sifat dari nilai kini, nilai uang yang terbaik adalah nilai uang di masa kini
atau di tahun-tahun yang tidak terlalu jauh dari masa kini. Artinya, pengeluaran di tahun-
tahun awal akan menyumbang lebih banyak pada nilai kini arus kas keluar ketimbang
pengeluaran di tahun-tahun selanjutnya. Bagi shareholder akan lebih baik untuk sesedikit
mungkin menyumbang equity.
Gambar 1. Energy Availability Factor 1995 – 2011 for Nuclear Power Plants[4]
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 54
Melalui simulasi terlihat bahwa porsi equity memiliki 2 batas kritis yakni batas bawah
1% dan batas atas 59%. Menuju batas atas, semakin besar porsi equity semakin kecil nilai IRR
dan NPV. Jika equity melebihi 59% maka investasi justru memiliki nilai tambah (NPV) negatif.
Namun menuju batas bawah, terjadi titik balik pada nilai NPV yakni pada nilai equity 1%.
Ketika porsi equity ≤ 1% maka semakin kecil equity, semakin kecil nilai NPV. Ini disebabkan
karena PLTN mempunyai beban hutang yang semakin besar sehingga bunga yang harus
dibayarkan sedemikian besar sehingga mengurangi deviden yang diterima shareholder.
Untuk IRR, kecenderungannya tetap, yakni semakin kecil equity semakin besar IRR,
walaupun pada equity ≤ 1%. Padahal, pada saat equity ≤ 1%, NPV mengecil. Ini menunjukkan
bahwa tingkat pengembalian yang tinggi tidak selalu mengindikasikan keuntungan yang
lebih besar sebelum kita dapat menunjukkan nilai NPV dari suatu investasi. Tingkat
pengembalian yang tinggi dapat terjadi karena arus kas keluar yang terlalu kecil dibanding
arus kas masuk. Namun tingkat pengembalian belum menunjukkan nilai bersih dari selisih
kedua arus kas itu, sebagaimana ditunjukkan oleh NPV. Itulah mengapa meskipun setiap
parameter kelayakan dapat berdiri sendiri-sendiri, akan lebih baik bila mereka dinilai secara
bersama untuk mengevaluasi suatu investasi.
3.4. Variasi Overnight Cost di Tahun 2008
Dengan memvariasi overnight cost per tahun dasar, dapat diperkirakan sampai sejauh
apa kita dapat mengambil harga sebuah pembangkit agar secara finansial masih menarik
bagi investor. Tahun dasar overnight cost adalah 2008. Dengan overnight cost $3500/kW,
proyek tidak mendapatkan nilai tambah alias NPV nya negatif begitu pula dengan nilai IRR
yang hanya 9,16%, masih dibawah discount rate yang ditetapkan yakni 10%. Batas kritis
untuk overnight cost adalah sekitar $3300/kW dimana NPV proyek bernilai nol dan IRR 10%.
Overnight cost PLTN di dunia sangat bervariasi tergantung pada banyak faktor. Sebagai
contoh, China mampu menekan overnight cost hingga di bawah $2000/kW karena tingkat
kandungan lokal yang tinggi dan harga pekerja konstruksi yang di bawah kawasan Eropa
maupun Amerika Utara[1].
3.5. Variasi Discount Rate
Discount rate adalah laju diskon/penyusutan nilai uang di masa depan. Sebagai contoh
nilai Rp 1000 juta setahun yang akan datang, jika didiskon dengan discount rate 10% bernilai
Rp 909,09 juta sekarang. Namun, bila discount rate 15% akan bernilai bernilai Rp 867,57 juta.
Untuk kasus yang terakhir, jika kita menginvestasikan Rp 867,57 juta saat ini, maka setahun
kemudian uang tersebut akan menjadi Rp 1000 juta. Dengan kata lain, untuk mencapai Rp
1000 juta, dengan discount rate yang lebih besar, dibutuhkan investasi awal yang lebih kecil.
Jadi, dari arah yang berlawanan, discount rate adalah tingkat pengembalian investasi yang
diharapkan. Ini berarti investor mengharapkan tingkat pengembalian yang tinggi dengan
memasang discount rate yang tinggi
Berdasarkan uji sensitivitas, IRR ternyata tidak terpengaruh oleh discount rate, ini
karena IRR sebenarnya adalah suatu nilai dscount rate yg menyebabkan NPV bernilai nol.
Discount rate juga tidak berpengaruh pada PB, karena PB ditentukan oleh akumulasi arus
kas bersih tanpa memperhitungkan nilai waktu uang yang berarti tanpa memperhitungkan
discount rate. Jika nilai NPV vs. discount rate diplot ke dalam grafik maka akan didapat grafik
pada Gambar 2. Dari grafik di atas terlihat bahwa IRR yang tinggi untuk sebuah proyek
akan lebih memberikan keleluasaan pada pelaku proyek untuk memilih harga discount rate.
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 55
Gambar 2. Grafik NPV vs discount rate
Bagi pelaku proyek, harga discount rate dapat diambil sampai sekecil harga WACC
(Weighted Average Cost of Capital). WACC adalah biaya modal rata-rata tertimbang. Setiap
modal yang dipakai dalam sebuah investasi memiliki “biaya penggunaan”nya untuk modal
hutang, dan biaya ini berupa bunga, sedang untuk equity biayanya adalah tingkat
pengembalian minimum. Contoh apabila shareholder dalam kasus dasar meminta
pengembalian minimal 15%, WACC proyek adalah[5]:
7,25%
%)251(%25,6100
75%15
100
25
)1(
TRLE
LR
LE
EWACC le
dengan
E = porsi equity
L = porsi hutang
Re = tingkat pengembalian equity
Rl = tingkat pengembalian hutang
T = tingkat pajak
Nilai discount rate sebesar WACC dibutuhkan untuk menjamin terjadinya arus kas masuk
yang dapat memenuhi pengembalian minimum kepada shareholder maupun kreditor/bank.
Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa selain tingkat pengembalian minimum, di
dalam discount rate juga diantisipasi masalah resiko investasi dalam suatu pasar[6].
Bagi shareholder, grafik NPV vs discount rate akan lebih memberikan informasi apabila
dibandingkan dengan grafik yang sama untuk investasi lain. Pada gambar berikut disajikan
perbandingan antara investasi PLTN dengan suatu investasi lain.
15.396
8.975
4.901
2.263
0
17.396
10.975
6.901
4.263
2.000
0-
2.000
4.000 6.000
8.000
10.000
12.000
14.000 16.000
18.000
20.000
6% 8% 10% 12% 15% 17%d.rate
NPV
(M
Rp)
PLTN
investasi lain
15.396
8.975
4.901
2.263
0
13.396
6.975
2.901
0-
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
16.000
18.000
6% 8% 10% 12% 15%d.rate
NPV
(M
Rp)
PLTN
investasi lain
(a) (b)
d. rate
NPV (M Rp)
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 56
15.396
8.975
4.901
2.263
0
13.396
8.000
4.901
3.000 1.300
0-
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
16.000
18.000
6% 8% 10% 12% 15% 17%d.rate
NPV
(M
Rp)
PLTN
investasi lain
(c)
Gambar 3. Grafik NPV vs discount rate PLTN dan investasi lainnya
Gambar 3a menunjukkan seluruh nilai discount rate, dan investasi lain memberikan
nilai NPV yang lebih besar. Bila ditunjang dengan IRR yang lebih baik, kasus pada Gambar
3a untuk investasi lainnya akan lebih dipilih. Gambar 3b menyatakan hal berlawanan
dengan Gambar 3a, yaitu investasi PLTN akan lebih dipilih karena untuk semua discount
rate nilai NPV PLTN lebih baik dibandingkan investasi lain. Gambar 3c merupakan contoh
bila hanya parameter IRR nya saja, dan investasi lain akan tampak lebih baik dari PLTN. IRR
untuk PLTN adalah 14,81% sedangkan untuk investasi lain 17%. Titik setimbang terjadi
pada discount rate 10%, dimana kedua investasi memiliki harga NPV yang sama. Namun, di
bawah discount rate 10%, PLTN lebih menguntungkan dibanding investasi lain, sedang di
atas 10%, sebaliknya. Dengan cara ini investor dapat melihat kapan saat yang tepat untuk
memilih suatu investasi. Sebagai contoh, karena dalam discount rate juga tercakup resiko
suatu investasi[6], maka jika investor yakin bahwa tingkat resiko investasi di suatu pasar
dapat diterima, maka dapat diambil discount rate yang moderat antara 7-10%. Discount rate
dalam rentang tersebut, PLTN memberikan nilai tambah (NPV) yang lebih baik, sehingga
PLTN dapat dipilih. Sebagai catatan, resiko pasar untuk PLTN di Indonesia cukup kecil
karena pasar listrik Indonesia adalah pasar yang sedang tumbuh. Resiko investasi PLTN
sering kali berkaitan dengan hal-hal non teknis seperti situasi politik dan kebijakan yang
kontra PLTN.
4. KESIMPULAN Berdasarkan analisis data dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Parameter kelayakan seperti NPV, IRR, dan PB dapat digunakan untuk menganalisis
kelayakan sebuah investasi. Penggunaan ke tiga parameter tersebut dilakukan secara
bersamaan agar dapat menilai suatu investasi secara lebih menyeluruh. Penggunaan
parameter secara sendiri-sendiri akan diperoleh hasil yang menyesatkan. Sebagai
contoh, jika hanya menggunakan PB, maka investasi dianggap baik jika nilai PB nya
secepat mungkin. Selain itu, penggunaan parameter ini saja tidak akan memberikan
gambaran arus kas setelah waktu PB.
2. PLTN diharapkan mempunyai faktor kapasitas yang tinggi untuk menunjang
pendapatannya, sehingga investasi PLTN akan makin menguntungkan bagi
shareholder. Berdasarkan data dan asumsi dalam studi ini maka faktor kapasitas PLTN
sebaiknya tidak di bawah 72%.
3. Kenaikan harga listrik minimum untuk mengembalikan investasi shareholder adalah
0,37% per tahun atau jika harga listrik konstan maka tarif listrik minimum adalah Rp
726/kWh. Di atas nilai-nilai tersebut maka investasi mendapatkan nilai tambah yakni
NPV > 0.
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 57
4. Dari sisi shareholder, porsi equity yang semakin kecil hingga batas bawah tertentu,
justru akan menambah tingkat keuntungan. Jika porsi equity ditekan lebih jauh di
bawah batas bawah, maka NPV justru akan turun karena bunga hutang akan
mengurangi deviden cukup besar. Dalam studi ini batas bawah porsi equity adalah 1%.
5. Investasi PLTN dalam studi ini dianggap menguntungkan bagi shareholder jika harga
overnight cost tidak melebihi $3300/kW,
6. Pada studi ini, discount rate dapat diambil sampai nilai IRRnya 14,8%, dan di atas nilai
tersebut menyebabkan NPV investasi akan negatif.
DAFTAR PUSTAKA [1]. WNA, “The Economics of Nuclear Power”, World Nuclear Association, London,
Desember 2011,
[2]. BIRMANO, M. D., DAN I. BASTORI, “Perhitungan Ekonomi dan Pendanaan PLTN dan
Pembangkit Konvensional Menggunakan Spreadsheet Inovasi”, Jurnal Pengembangan
Energi Nuklir Vol. 10, No. 2, Pusat Pengembangan Energi Nuklir – BATAN,
Desember 2008.
[3]. OECD, “The Arrangement For Officially Supported Export Credit”, Annex II: Nuclear
Power Plant, Organisation for Economic Co-operation and Development, Paris, 2012,
[4]. IAEA, “Energy Availability Factor Trend”, Power Reactor nformation System (PRIS),
International Atomic Energy Agency, Vienna, 2012.
[5]. INVESTOPEDIA, “Weighted Average Cost Of Capital – WACC”,
http://www.investopedia.com/terms/w/wacc.asp, Diakses April 2012
[6]. WLCF, “Choice of Discount Rate”, Whole Life Cost Forum”,
http://www.wlcf.org.uk/page32.html. Diakses April 2012