studi pengaruh suhu penganilan serbuk timbal zirkonat ...repository.ub.ac.id/4348/1/bina ria lumban...
TRANSCRIPT
Studi Pengaruh Suhu Penganilan Serbuk Timbal Zirkonat
Titanat (PZT) dengan Penstabil Metoksietanol dan PEG
600 Menggunakan Metode Sol-Gel Terhadap
Struktur Kristalnya
SKRIPSI
Oleh:
BINA RIA LUMBAN GAOL
135090201111016
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
i
Studi Pengaruh Suhu Penganilan Serbuk Timbal Zirkonat
Titanat (PZT) dengan Penstabil Metoksietanol dan PEG
600 Menggunakan Metode Sol-Gel Terhadap
Struktur Kristalnya
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
dalam bidang Kimia
Oleh:
BINA RIA LUMBAN GAOL
135090201111016
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Bina ria Lumban Gaol
NIM : 135090201111016
Jurusan : Kimia
Penulis skripsi berjudul:
Studi Pengaruh Suhu Penganilan Serbuk Timbal Zirkonat
Titanat (PZT) dengan Penstabil Metoksietanol dan PEG 600
Menggunakan Metode Sol-Gel Terhadap Struktur Kristalnya
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Isi dari skripsi yang saya buat adalah benar-benar karya sendiri
dan tidak menjiplak karya orang lain, selain nama-nama yang
termaktub di isi dan tertulis di daftar pustaka dalam skripsi ini.
2. Apabila di kemudian hari ternyata skripsi yang saya tulis terbukti
hasil jiplakan, maka saya akan bersedia menanggung segala
resiko yang akan saya terima.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.
Malang, 3 Agustus 2017
Yang menyatakan,
Bina Ria Lumban Gaol
NIM. 135090201111016
iv
Studi Pengaruh Suhu Penganilan Serbuk Timbal Zirkonat
Titanat (PZT) dengan Penstabil Metoksietanol dan PEG
600 Menggunakan Metode Sol-Gel Terhadap
Struktur Kristalnya
ABSTRAK
Sintesis timbal zirkonat titanat (PZT) dilakukan menggunakan
pelarut 2-metoksietanol dan penstabil PEG 600 dengan metode
sol-gel. Preparasi prekursor PZT dilakukan dengan perbandingan
rasio Pb:Zr:Ti yaitu 1:0,55:0,45. Proses penganilan serbuk PZT
dilakukan yaitu pada suhu 600 oC dan 650
oC selama dua jam.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penstabil
PEG 600 dan suhu penganilan terhadap struktur kristal PZT. Sintesis
menggunakan PEG 600 menghasilkan serbuk PZT1 yang lebih murni
dibandingkan dengan serbuk PZT2 tanpa PEG 600. Suhu penganilan
yang tinggi menghasilkan serbuk PZT dengan ukuran butir yang
besar. Serbuk PZT dikarakterisasi menggunakan instrumen XRD dan
FTIR. Spektrum yang dihasilkan serbuk PZT menunjukkan adanya
vibrasi gugus O-H, C-O. Hal ini menunjukkan bahwa serbuk PZT
yang dihasilkan masih mengandung senyawa organik. Identifikasi
serbuk PZT menggunakan instrumen XRD menunjukkan bahwa
kristal PZT yang dihasilkan berupa polikristalin. Kristal PZT yang
dihasilkan sesuai dengan data standar JCPDS nomor 33-784. Serbuk
PZT1 menghasilkan struktur kristal perovskit lebih murni
dibandingakan kristal PZT2. Pada kristal PZT2 yang masih
menunjukkan adanya puncak zirkonium oksida dan titanium oksida.
Ukuran kristal PZT yang dihasilkan sebesar 89,03 nm.
Kata kunci: PZT, metode sol-gel, PEG 600, Penganilan, Spektra
FTIR, Difraksi sinar-X.
v
The Study Annealing Temperature Effect of Lead Zirconate
Titanate (PZT) Powder with Methoxyethanol Stabilizer and PEG
600 using Sol-Gel Method on Its Crystal Structure
ABSTRACT
The lead zirconate titanate (PZT) synthesis was performed using
2-methoxyethanol and PEG 600 stabilizer by sol-gel method.
Preparation of PZT precursors was performed by comparison of Pb:
Zr: Ti ratio of 1: 0.55: 0.45. PZT powder annealing process that
carried out at a temperature of 600 °C and 650 °C for two hours. The
aim of this research is to know the effect of PEG 600 stabilizer and
temperature of PZT crystal structure. Synthesis using PEG 600
produced a pure PZT1 powder compared with PZT2 powder without
PEG 600. High temperature produced PZT powders with large grain
sizes. PZT powder has been characterized using XRD and FTIR
instruments. FTIR spectra of the PZT powder indicates the vibration
of the O-H, C-O group. This indicates that PZT powder still contains
organic compounds. The identification of the PZT powder using the
XRD instrument depicted that PZT crystals are polycrystalline. PZT
crystals are in accordance with JCPDS standard data 33-784. PZT1
powder produced a purer perovskite crystal structure than PZT2
crystals. In PZT2 crystals that still indicate the presence of zirconium
oxide and titanium oxide peaks. The size of the resulting PZT
crystals was 89.03 nm.
Keywords: PZT, Sol-Gel Method, PEG 600, Annealing, FTIR
Spectra, X-Ray Difraction
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmatNya, sehingga penyusunan skripsi yang
berjudul Studi Pengaruh Suhu Penganilan Serbuk Timbal
Zirkonat Titanat (PZT) dengan Penstabil Metoksietanol dan
PEG 600 Menggunakan Metode Sol-Gel Terhadap Struktur
Kristalnya dapat terselesaikan dengan baik, sebagai salah satu syarat
kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains dalam bidang
Kimia di Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya, Malang.
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan
dukungan dari beberapa pihak, oleh karena itu penulis
menyampaikan terimakasih kepada:
1. Dr.rer.nat. Rachmat Triandi T., S.Si., M.Si., selaku dosen
pembimbing utama tugas akhir yang selalu mendengarkan
keluh kesah penulis selama tugas akhir, selalu bijaksana,
memberikan ilmu, semangat, bimbingan, perhatian, nasihat
dan waktunya selama penelitan dan penulisan skripsi ini.
2. Masruroh, S.Si., M.Si., D.Eng selaku dosen pembimbing
pendamping atas semangat, bimbingan, ilmu, saran,
kesabaran, dan perhatian yang diberikan selama penelitian
dan penulisan skripsi ini.
3. Kepada kedua orang tua penulis yaitu Bapak Monang
Lumban Gaol dan Monika Sirait, saudara penulis, Erick
Sandi, S.T., Obet Tafyani, S.Pd., David Lumban Gaol serta
Santi Berliana, Amd atas nasehat, materiil, cinta kasih yang
tulus dan dukungan doa yang telah diberikan kepada penulis.
4. Drs. Suratmo, M.Sc selaku dosen penasehat akademik atas
bimbingan, semangat, pengarahan, perhatian, saran,
kesabaran yang diberikan selama proses perkuliahan.
5. Masruri, S.Si., M.Si., Ph.D, selaku ketua Jurusan Kimia
Universitas Brawijaya, Staf pengajar, dan semua karyawan
Jurusan Kimia atas segala fasilitas dan bantuan yang
diberikan kepada penulis selama proses perkuliahan.
6. Ilsi Prasetyaningsih selaku teman seperjuangan dalam sinteis
PZT dengan semangat tinggi, tidak pernah mengeluh dan
selalu memberikan dorongan serta semangat pada saat
penelitian dan penulisan skripsi ini.
vii
7. Rekan-rekan satu bimbingan Endah, Adi, Syaiful, Maulana,
Masita dan Malisa atas kerjasama selama penelitian di
Laboratorium Anorganik dan semangatnya sehingga
penelitian terselesaikan dengan baik.
8. Sahabat-sahabat penulis, Willy sanjaya, Rahayu, Jordy,
Joses, Dorisma, Imelda, Larasati, Nurma, Gita, Hanugrah,
Andra, Teresia, Ezra, Bella, Nhora, Kapti, Dio, Sylvi, Anis,
dan Patricia sebagai salah satu kebahagiaan penulis selana
masa perkulihan di kota rantau.
9. Teman-teman PMK PHILADELPHIA yang selalu
memberikan dukungan, doa, semangat kepada penulis yang
tidak bisa disebutkan satu persatu.
10. Teman-teman penelitian di Laboratorium Anorganik atas
kerjasama dan dukungan yang diberikan kepada penulis.
11. Kakak-kakak dan adik-adik di Kimia UB yang secara tulus
memberikan dukungan dan semangatnya untuk
menyelesaikan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun. Akhir kata penulis mengharapkan
semoga skripsi ini dapat bermanfaat serta menambah pengetahuan
bagi pihak yang membacanya.
Malang, 3 Agustus 2017
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ii
LEMBAR PERNYATAAN iii
ABSTRAK iv
ABSTRACT v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI viii
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 3
1.3 Batasan Masalah 3
1.4 Tujuan Penelitian 3
1.5 Manfaat Penelitian 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Material PZT 4
2.2 Metode Sol-Gel 4
2.2.1 Kimia Sol-Gel 7
2.2.2 Reaksi Sol-Gel 8
2.3 Proses Penganilan 9
2.4 Karakterisasi kristal PZT dengan Instrumen XRD 10
2.5 Karakterisasi Morfologi dengan Mikroskop Optik 12
2.6 Karakterisasi Spektrum dengan Spektrofotometri
FTIR
14
2.7 Reaksi Sintesis PZT dengan Metode Sol-Gel 15
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 18
3.2 Alat dan Bahan Penelitian 18
3.2.1 Bahan Penelitian 18
3.2.2 Alat Penelitian 19
3.3 Tahapan Penelitian 19
3.4 Prosedur Penelitian 19
3.4.1 Sintesis PZT1 menggunakan metode Sol-Gel 20
3.4.2 Sintesis PZT2 menggunakan metode Sol-Gel 20
ix
3.4.3 Pengukuran Sudut Kontak 21
3.4.4 Proses Penganilan Menggunakan Tanur 21
3.4.5 Karakterisasi kristal PZT Menggunakan XRD 21
3.4.6 Karakterisasi Morfologi Menggunakan
Mikroskop Optik
22
3.4.7 Karakterisasi spektra serbuk PZT
Menggunakan FTIR
22
3.4.8 Analisa Data 22
3.4.8.1 Analisa Data XRD 22
3.4.8.2 Analisa Data Mikroskop Optik 22
3.4.8.3 Analisa Data FTIR 23
3.4.8.4 Perhitungan Ukuran Kristal 23
3.4.8.5 Perhtungan persentase Rhomohedral dan
Tetragonal
23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Sintesis PZT dengan Metode Sol-gel 24
4.2 Analisis Pengukuran Sudut Kontak PZT 26
4.3 Proses Penganilan serbuk PZT 27
4.4 Analisis Gugus Fungsi Serbuk PZT menggunakan
FTIR 28
4.5 Analisis Struktur Kristal PZT menggunakan XRD 30
4.6 Analisa Ukuran kristal 35
4.7 Analisis Morfologi Serbuk PZT 43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 45
5.2 Saran 45
DAFTAR PUSTAKA 46
LAMPIRAN 51
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.1 Struktur perovskit kristal PZT 4
Gambar 2.1.2 Konversi efek piezoelektrik 5
Gambar 2.1.3 Diagram MPB 6
Gambar 2.2.1 Skema umum proses pembuatan sol-gel 7
Gambar 2.2.2 Tahap pembuatan sol-gel 8
Gambar 2.3.1 Perubahan struktur mikro pada saat
sintering
9
Gambar 2.4.1 Difraksi sinar-X 10
Gambar 2.5.1 Komponen Mikroskop Optik 12
Gambar 2.5.2 Skema Mikroskop Optik 13
Gambar 2.6.1 Spektra FTIR PZT 15
Gambar 2.7.1 Reaksi Hidrolisis 16
Gambar 2.7.2 Reaksi Kondensasi 17
Gambar 4.1.1 Larutan prekursor PZT 25
Gambar 4.2.1 Sudut kontak prekursor PZT 26
Gambar 4.3.1 Serbuk PZT 27
Gambar 4.4.1 Spektra FTIR PZT1 dan PZT2 29
Gambar 4.5.1 Difraktogram serbuk PZT1 31
Gambar 4.5.2 Difraktogram serbuk PZT2 33
Gambar 4.6.1 Grafik ukuran kristal PZT1 suhu 600 oC 37
Gambar 4.6.2 Grafik ukuran kristal PZT1 suhu 650 oC 38
Gambar 4.6.3 Grafik ukuran kristal PZT2 suhu 600 oC 40
Gambar 4.6.4 Grafik ukuran kristal PZT2 suhu 650 oC 42
Gambar 4.7.1 Hasil mikroskop optik serbuk PZT 44
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.4.1 Data vibrasi gugus fungsi serbuk PZT1 dan
PZT2
30
Tabel 4.5.1 Data difraksi bidang kristal serbuk PZT1 32
Tabel 4.5.2 Data difraksi bidang kristal serbuk PZT2 34
Tabel 4.6.1 Perhitungan ukuran kristal PZT1 suhu
penganilan 600 oC
35
Tabel 4.6.2 Perhitungan ukuran kristal PZT1 dengan suhu
penganilan 650 oC
37
Tabel 4.6.3 Perhitungan ukuran kristal PZT2 suhu
penganilan 600 oC
39
Tabel 4.6.4 Perhitungan ukuran kristal PZT2 suhu
penganilan 650 oC
41
Tabel 4.6.5 Ukuran kristal serbuk PZT1 dan PZT2
dengan suhu penganilan 600oC dan 650
oC
43
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Perhitungan 51
Lampiran B Tahapan Penelitian 53
Lampiran C Data JCPDS 57
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Keramik adalah senyawa yang mengandung unsur logam dan
non-logam. Pengertian proses keramik adalah rangkaian perlakuan-
perlakuan secara sistematik sehingga menghasilkan perubahan-
perubahan dalam aspek fisika dan kimia [1]. Salah satu keramik yang
memiliki sifat piezoelektrik yaitu timbal zirkonat titanat atau sering
disebut dengan PZT. Keramik ini memiliki rumus empiris
[(Pb(ZrxTi1-x)O3)] [2]. Keramik PZT telah banyak digunakan di
bidang elektronik seperti transducer, sensor dan aktuator [3].
Pada tahun 1960 keramik PZT diketahui memiliki sifat
piezoelektrik yang baik, sifat ini pertama kali diselidiki oleh Jaffe
dkk dan merupakan bahan piezoelektrik yang memiliki struktur
perovskit [4]. Perovskit merupakan oksida logam yang berbentuk
sistem kristal kubus sederhama yang memiliki struktur umum ABO3,
dimana A adalah ion-ion logam blok d yang berukuran besar seperti
Pb2+
sedangkan B merupakan ion-ion logam transisi seperti Zr4+
dan
Ti4+
dengan posisi Zr4+
dan Ti4+
dapat dipertukarkan dan O adalah
atom oksigen [5,6].
Sintesis bahan keramik piezoelektrik dapat dilakukan dengan
menggunakan dua metode yaitu metode kimia dan metode fisika [7].
Metode kimia yang biasa digunakan untuk sintesis bahan
piezoelektrik yaitu sol-gel dan hidrotermal sedangkan metode fisika
yaitu reaksi padatan (solid state reaction) [8, 9, 10]. Diantara
beberapa metode sintesis PZT metode sol-gel merupakan metode
yang sering mendapat perhatian karena menggunakan suhu sintesis
yang rendah dan prosedur yang mudah. Keuntungan dari
menggunakan metode sol-gel adalah homogenitasnya lebih baik,
hemat energi, pencemarannya rendah, fase pemisahan cepat [8, 11].
Metode sol gel untuk sintesis PZT umumnya menggunakan
pelarut yang berperan sebagai penstabil yaitu 2-metoksietanol dan
penstabil polietilenglikol [12,13]. Pelarut 2-metoksietanol bersifat
teratogenik dan memiliki reaktifitas yang tinggi terhadap
kelembaban udara. Namun, penstabil 2-metoksietanol paling banyak
digunakan dalam sintesis PZT dengan metode sol-gel sehingga
mampu mengontrol pada saat proses hidrolisis dan kondensasi
sehingga tingkat keberhasilannya saat sintesis PZT sangat baik.
Polietilenglikol menunjukan bahwa bekerja sebagai stabilisator yang
mencegah terjadinya segregasi dengan mengontrol secara akurat
distribusi ukuran dan bentuk partikel dalam ukuran nano.
Polietilenglikol juga mampu menjaga perbedaan tingkat
keelektronegatifan dari masing-masing prekursor selama proses
hidrolisis sehingga akan didapatkan larutan yang stabil [14, 15, 16].
Sintesis PZT yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan
metode sol-gel yang memiliki kelebihan dalam hal suhu sintesis yang
rendah dan prosedur yang mudah. Prekursor yang digunakan dalam
penelitian ini adalah timbal(II) asetat trihidrat trihidrat
[Pb(CH3COO)2.3H2O], zirkonium(IV) nitrat pentahidrat
[Zr(NO3)4.5H2O] dan titanium(IV) propoksida [Ti(OCH3CH2CH2)4].
Pelarut dan penstabil yang digunakan adalah 2-metoksietanol dan
polietilenglikol 600.
Sintesis PZT menggunakan penstabil 2-metoksietanol telah
dilakukan pada penelitian sebelumnya, menggunakan perbandingan
rasio Pb:Zr:Ti yaitu 1:0,53:0,47 dengan suhu penganilan 450 oC dan
700 oC menghasilkan kristal PZT. Sintesis PZT menggunakan
penstabil polietilenglikol (PEG) dan 2-metoksietanol telah dilakukan
pada penelitian sebelumnya, menggunakan perbandingan rasio
Pb:Zr:Ti yaitu 1:0,52:0,48 dengan suhu penganilan 600 oC dan
650 oC menghasilkan kristal PZT nano partikel [13, 17]. Sehingga
dalam penelitian ini dilakukan sintesis PZT dengan perbandingan
rasio Pb:Zr:Ti yaitu 1:0,55:0,45 dengan variasi suhu penganilan yaitu
600 oC dan 650
oC.
Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh suhu penganilan serbuk PZT dengan penstabil
2-metoksietanol dan PEG 600 menggunakan metode sol-gel terhadap
struktur kristalnya.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana prosedur sintesis pembuatan PZT dengan penstabil
2-metoksietanol dan pencampuran 2-metoksietanol dengan
polietilenglikol (PEG 600) menggunakan metode sol gel?
2. Bagaimana pengaruh PEG 600 terhadap pembentukan struktur
kristal serbuk PZT?
3. Bagaimana pengaruh suhu penganilan serbuk PZT dengan PEG
600 dan tanpa PEG 600 terhadap struktur kristal dan
morfologinya?
1.3 Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Perbandingan rasio mol Zr/Ti (55/45).
2. Proses penganilan dilakukan selama dua jam.
3. Prekursor yang digunakan sebagai sumber Zr adalah
zirkonium(IV) nitrat pentahidrat [(Zr(NO3)4.5H2O. Sumber Ti
adalah Titanium Propoksida [Ti(OC3H7)4].
4. Pelarut dan penstabilan yang digunakan yaitu 2-metoksietanol
dan PEG 600.
1.4 Tujuan Penelitian 1. Mempelajari prosedur sintesis pembuatan PZT dengan penstabil
2-metoksietanol dan pencampuran 2-metoksietanol dengan
polietilenglikol (PEG 600) menggunakan metode sol gel.
2. Mengetahui pengaruh PEG 600 terhadap pembentukan struktur
kristal serbuk PZT.
3. Mengetahui pengaruh suhu penganilan serbuk PZT dengan
PEG 600 dan tanpa PEG 600 terhadap struktur kristal dan
morfologinya.
1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah menghasilkan serbuk PZT
yang murni.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Material PZT
Kristal piezoelektrik adalah bahan yang dapat terpolarisasi
elektrik atau polarisasinya dapat berubah ketika diberikan tekanan.
Bila kristal piezoelektrik diberikan regangan maka akan
menghasilkan medan listrik didalam zat. Pengaruh baliknya adalah
pemakaian medan listrik mengakibatkan adanya regangan [3].
Gambar 2.1.1 Struktur perovskit kristal PZT. Gambar diambil dari
literatur [18].
Bahan piezoelektrik memiliki struktur perovskit dengan rumus
kimia Pb(ZrxTi1-x)O3 seperti yang ditunjukan oleh gambar 2.1.1 sisi
sudut unit cell perovskit PZT ditempati oleh timbal (Pb2+
), pusat
permukaan bidang diisi oleh oksigen (O2-
), dan zirkonium (Zr4+
) atau
titanium (Ti4+
) menempati unit cell yang dapat terpolarisasi akibat
pengaruh medan listrik [18].
Berdasarkan jenis perubahan atau konversinya efek
piezoelektrik pada Gambar 1.1.2 terbagi menjadi dua yaitu (a) direct
piezoelektrik dan (b) reverse piezoelektrik. Direct piezoelektrik
diartikan sebagai kemampuan material untuk mengubah tekanan
mekanis menjadi muatan listrik, sedangkan reverse piezoelektrik
merupakan kemampuan untuk mengkonversi potensial listrik
menjadi energi regangan mekanis. Efek reverse piezoelektrik
berfungsi sebagai aktuator sedangkan direct piezoelektrik berfungsi
sebagai sensor. Material piezoelektrik yang secara alami berada di
alam adalah kuarsa yang dapat memproduksi listrik dalam jumlah
kecil. Namun dibandingkan dengan kuarsa, material piezoelektrik
buatan seperti timbal zirkonat titanat (PZT) lebih menguntungkan
karena dapat menghasilkan listrik dalam jumlah yang lebih besar
[19].
(a) (b)
Gambar 2.1.2 Konversi efek piezoelektrik. (a) Direct piezoelektrik
(b) reverse piezoelektrik Gambar diambil dari literatur [19].
Morphotropic Phase Boundary (MPB) merupakan suatu daerah
dimana dapat terjadi perubahan fasa, yaitu dari fasa rhombohedral ke
fasa tetragonal atau sebaliknya. MPB dapat diperoleh dari batas
komposisi antara dua fasa yang berbeda yang mempunyai struktur
perovskit [20]. Menurut Gambar 2.1.4 menjelaskan bahwa sumbu
vertikal (Y) menunjukan temperatur, sedangkan sumbu horizontal
(X) menunjukkan komposisi. Komposisi fasa PZT yang kaya dengan
PbTiO3 adalah struktur tetragonal sedangkan, komposisi PZT yang
kaya dengan PbZr O3 adalah struktur rhombohedral [21].
+ + + +
P
- +
++ ++
P
-
+
Gambar 2.1.3 Diagram Morphotropic Phase Boundary (MPB).
Gambar diambil dari literatur [21].
2.2 Metode Sol-Gel
Prekursor atau bahan awal dalam pembuatannya adalah
alkoksida logam dan klorida logam, yang kemudian mengalami
reaksi hidrolisis dan reaksi polikondensasi untuk membentuk koloid,
yaitu suatu sistem yang terdiri dari partikel-partikel padat (ukuran
partikel antara 1nm sampai 1µm) yang terdispersi dalam suatu
pelarut [11]. Selain klorida logam dapat juga digunakan senyawa
asetato logam seperti Pb(II) asetat trihidrat.
Dari bebrapa tahapan proses sol-gel, terdapat dua tahapan
umum yaitu hidrolisis dan polikondensasi seperti terlihat pada
Gambar 2.2.1 berikut ini. Pada tahap hidrolisis terjadi substitusi
molekul air.
Gambar 2.2.1 Skema umum proses pembuatan sol-gel. Gambar
diambil dari literatur [11].
2.2.1 Kimia Sol-Gel
Kimia sol-gel adalah didasarkan pada hidrolisis dan kondensasi
dari prekursors. Pada umumnya prekursor yang digunakan adalah
senyawa logam alkoksida. Alkoksida yang digunakan terlarut dalam
bermacam-macam pelarut khususnya alkohol. Keuntungan
menggunakan alkoksida adalah mudah untuk mengontrol hidrolisis
dan kondensasi. Dengana alkoksida sebagai prekursor, kimia sol gel
dapat disederhanakan dengan persamaan reaksi berikut.
Larutan Sol
Prekursor
Partikel koloid+cair Makromolekul polimer
Gel koloid Gel polimer
Aging Aging
Pengeringan Pengeringan
Bubuk Serat Film monolith
2.2.2 Reaksi Sol Gel
Ada dua tahapan reaksi dalam sol-gel
(1) Reaksi Hidrolisis
Mx(OR)y (l) + H2O(aq) Mx(OH)y(aq) + ROH(aq)
(2) Reaksi Polikondensasi
M-(OH) (aq) + (OX)-M- -M-O-M- + XOH
Pada tahap hidrolisis terjadi substitusi molekul air sedangkan
polimerisasi sol-gel terjadi dalam tiga tahap [11].
a. Polimersasi monomer-monomer membentuk partikel
b. Penumbuhan partikel
c. Pengikatan partikel membentuk rantai, kemudian jaringan yang
terbentuk diperpanjang dalam medium cairan, mengental
menjadi suatu gel, sperti ditunjukan pada Gambar 2.2.2 berikut.
Gambar 2.2.2 (a) Tahapan pembentukan sol (b) Tahapan
pembentukan gel. Gambar diambil dari literatur [11].
Keuntungan menggunakan metode sol-gel yaitu
homogenitasnya lebih baik, hemat energi, pencemarannya rendah,
fase pemisahan cepat, pembentuk fase kristal baru dari bahan non
kristasl baru. Sedangkan kerugian menggunakan metode sol gel
material prekursor metal oksida yang digunakan cukup mahal dan
waktu proses yang cukup lama [22].
Sumber logam untuk sintesis PZT umumnya menggunakan
logam alkoksida. Prekursor yang biasa digunakan sebagai sumber Zr
Pelarut Reaktan
Partikel Koloid
Katalis
Waktu
Cairan
Pembentukan gel
Koloid 3-dimensi jaringan
(b)
Pembentukan sol
(a)
adalah zirkonium n-butoksida dan zirkonium isoproksida. Namun
zirkonium nitrat dan zirkonium oksinitrat lebih dipilih daripada
zirkonium alkoksida untuk sintesis PZT. Zirkonium nitrat(IV)
pentahidrat digunakan sebagai prekursor karena lebih ramah
lingkungan dan hasil hidrolisis lebih stabil [23].
2.3 Proses Penganilan
Penganilan adalah proses pemanasan dengan suhu tinggi pada
material keramik yang bertujuan untuk menurunkan energi bebas,
dan menaikan kohesi antar-partikel penyusun material sehingga
terjadi pemadatan melalui eliminasi porositas serta terjadi perubahan
ukuran butir. Pada dasarnya aniling merupakan peristiwa
penghilangan pori-pori antara partikel bahan, pada saat yang sama
terjadi penyusunan komponen, dan diikuti oleh pertumbuhan butir
serta peningkatan ikatan antar partikel berdekatan, sehingga
menghasilkan bahan yang lebih mampat/kompak [24]. Peristiwa
sintering dapat dilukiskan pada Gambar 2.3.1 sebagai berikut.
Gambar 2.3.1 Perubahan struktur mikro pada saat sintering. Gambar
diambil dari literatur [25].
Penganilan dengan variasi suhu dimaksudkan agar PZT yang
dihasilkan terbentuk menuju kristal dan meningkatkan homogenitas
serta kerapatan butiran kristal. [26]. Pada penelitian ini suhu
penganilan yang digunakan adalah 600 oC dan 650
oC karena
merupakan suhu optimum dalam pembentukan kristal.
2.4 Karakterisasi Struktur dengan Instrumen XRD
X-Ray Diffraction (XRD) merupakan alat karakterisasi yang
memanfaatkan sinar-X untuk mengidentifikasi struktur kristal [27].
Sinar-X merupakan gelombang antara 0,5-2,5 Å. Sinar-X yang
berinteraksi dengan materi akan mengalami fenomena optik seperti
hamburan, difraksi, pantulan, maupun transisi. Apabila materi
berstruktur kristal, maka sinar-X yang mengenai bidang-bidang
kristal akan difraksikan atau dihamburkan pada sudut tertentu. Dari
informasi sudut (2θ) dan apabila panjang sinar-X telah diketahui
jarak antar atom, selanjutnya dapat digunakan untuk menghitung
indeks Miller dari bidang-bidang atom maupun orientasi
pertumbuhan kristal serta parameter kisinya. Hukum Bragg
menyatakan hubungan antara jarak antar bidang (d) pada kristal
dengan panjang gelombang sinar-X (λ) dituliskan dengan persamaan
sebagai berikut [28].
2dhkl (1)
Dimana: dhkl atom yang berhubungan (Å)
sudut hamburan (o)
= orde fraksi
panjang gelombang (Å)
Skema terjadinya difraksi dapat dilihat pada Gambar 2.4.1
Gambar 2.4.1 Difraksi Sinar-X. Gambar diambil dari literatur [29].
Penentuan ukuran kristal merujuk pada puncak-puncak utama
pola difraktogram melalui pendekatan persamaan Debye Scherrer
yang dirumuskan:
D =
(2)
Hasil modifikasi persamaan Debye Scherrer digunakan untuk
menentukan suatu nilai ukuran kristal [30]. Persamaan modifikasi
Debye Scherrer adalah:
(3)
Keterangan:
D= ukuran kristal (nm)
K= faktor bentuk dari kristal (0,9-1)
= panjang gelombang dari sinar-X (1,54056 Å)
= ( )( )
= sudut difraksi (derajat)
2.5 Karakterisasi Morfologi dengan Mikroskop Optik
Mikroskop alat yang sering digunakan peneliti untuk melihat
benda yang berukuran kecil atau struktur dari material. Model
mikroskop yang bermacam menjadikan cara penggunaannya yang
berbeda pula. Salah satu contoh mikroskop yang sering digunakan
adalah mikroskop optik [31] seperti pada Gambar 2.5.1
Gambar 2.5.1 Komponen Mikroskop Optik. Gambar diambil dari
literatur [32].
Mikroskop cahaya dapat memiliki perbesaran hingga 1000 kali.
Mikroskop memiliki kaki yang berat dan kokoh agar berdiri dengan
stabil. Mikroskop cahaya memiliki tiga dimensi lensa yaitu lensa
objektif, lensa okuler dan lensa kondensor. Lensa objektif terletak
diantara kedua ujung tabung mikroskop. Lensa okuler pada
mikroskop bias membentuk bayangan tuggal (monokuler) atau ganda
(binikuler). Pada ujung bawah mikroskop terdapat dudukan lensa
objektif yang biasa dipasangi tiga lensa atau lebih. Dibawah tabung
mikroskop terdapat meja mikroskop yang merupakan tempat
preparat. Sistem lensa yang ketiga adalah kondensor. Kondensor
berperan untuk menerangi objek dan lensa mikroskop lain [31].
Mikroskop optik mempunyai bagian-bagian seperti pada
Gambar 2.5.2
Gambar 2.5.2 Skema Mikroskop Optik. Gambar diambil dari
Sliteratur [33].
Cara kerja dari mikroskop optik adalah dari cahaya lampu yang
dibiaskan oleh lensa kondensor, setelah melewati lensa kondensor
sinar mengenai spesimen dan diteruskan oleh lensa objektif. Lensa
objektif ini merupakan bagian yang paling penting dari mikroskop
karena dari lensa ini dapat diketahui perbesaran yang dilakukan
mikroskop. Sinar yang diteruskan oleh lensa objektif ditangkap oleh
lensa okuler dan diteruskan ke mata atau kamera. Mikroskop ini
mempunyai perbesaran dari 400 X sampai 1400 X [31].
2.6 Karakterisasi Sperktrum dengan Spektrofotometer
FTIR
FT-IR atau fourier transform infrared spectrophotometry
merupakan suatu metode analisa materi dalam bentuk padatan,
cairan, dan gas berdasarkan pengamatan interaksi molekul dengan
radiasi elektromagnetik [34]. Spekrtroskopi inframerah dapat
dilengkapi dengan transformasi fourier untuk deteksi dan analisis
hasil spektrumnya. Spektroskopi inframerah berguna untuk
identifikasi senyawa organik karena spektrumnya sangat kompleks
yang terdiri dari banyak vibrasi. Selain itu, masing-masing kelompok
fungsional menyerap sinar inframerah pada frekuensi yang unik [35].
Daerah radiasi IR terbagi dalam daerah IR dekat (12800 sampai 4000
cm-1
), IR pertengahan (4000 sampai 200 cm-1
), dan IR jauh (200
sampai 10 cm-1
). FT-IR adalah teknik analisis yang seringkali
menggunakan daerah pertengahan [36]. FTIR memiliki beberapa
keuntungan diantaranya non-destruktif, dapat menganalisis
multikomponen secara cepat, tidak perlu penyiapan contoh, dan
gangguan dapat diminimumkan selama penentuan suatu senyawa
[36].
Fungsi spektrofotometri FT-IR adalah untuk mengindentifikasi
material yang belum diketahui, menentukan kualitas atau konsistensi
sampel, dan menentukan intensitas suatu komponen dalam sebuah
campuran. Ukuran puncak (peak) data spektrofotometri FT-IR
menggambarkan jumlah atau intensitas senyawa yang terdapat dalam
sampel. Spektra FT-IR menghasilkan data berupa grafik intensitas
dan frekuensi. Intensitas menunjukan tingkatan jumlah senyawa,
sedangkan frekuensi menunjukkan jenis senyawa yang terdapat
dalam sampel [31].
Spektra inframerah muncul sebagai hasil interaksi antara logam
alkoksida dengan radiasi elektromagnetik (foton) pada bilangan
gelombang 280-700 cm-1
tampak seperti Gambar 2.6.1. Interakasi
yang terjadi meliputi eksitasi vibrasi atau rotasi molekul pada
keadaan dasar dan pembentukan streching ikatan interatom [17].
Gambar 2.6.1 Spektra FTIR PZT menggunakan PEG dan PZT
menggunakan 2-Metoksietanol pada suhu penganilan 600 oC dan
650 oC. Gambar diambil dari literatur [17].
2.7 Reaksi Sintesis PZT dengan Metode Sol-Gel
Reaksi yang terjadi selama proses sintesis prekursor PZT
dengan metode sol-gel adalah hidrolisis dan kondensasi. Reaksi
hidrolisis dan kondensasi terjadi saat proses refluks. Reaksi hidrolisis
yang terjadi ditunjukan seperti Gambar 2.7.1
(a)
(b)
Gambar 2.7.1 Reaksi hidrolisis: (a) Timbal(II) asetat, (b) M(IV)
asetat, M=Zr/Ti. Gambar diambil dari literatur [37].
Alkanol yang diperoleh hasil reaksi dari prekursor. Alkanol
adalah senyawa yang diperlukan pada saat hidrolisis. Reaksi
hidrolisis adalah reaksi yang membutuhkan air. Air yang dibutuhkan
berasal dari reaksi antara 2-metoksietanol dengan prekursor
alkoksida logam. Molekul air yang dihasilkan berfungsi untuk reaksi
menambah laju hidrolisis [38].
Reaksi kondensasi dapat terjadi melalui dua proses yaitu
oksolasi dan alkoksolasi. Reaksi oksolasi adalah reaksi yang terjadi
antar-molekul yang dihasilkan dari proses hidrolisis. Sedangkan
reaksi alkoksolasi terjadi antara molekul hasil reaksi hidrolisis [39].
Reaksi kondensasi yang terjadi ditunjukan seperti Gambar 2.7.2
(a)
(b)
Gambar 2.7.2 Reaksi kondensasi: (a) kondensasi alkoksolasi, (b)
kondensasi oksolasi. Gambar diambil dari literatur [39].
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2017 hingga Juni
2017. Tempat penilitian sintesis prekursor PZT dilakukan di
Laboratorium Kimia Anorganik Jurusan Kimia, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya Malang.
Pengukuran sudut kontak dilakukan di Laboratorium Instrumentasi,
Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Brawijaya, Malang. Karakterisasi morfolgi serbuk PZT
menggunakan mikroskop optik dilakukan di Laboratorium Material,
Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Brawijaya, Malang. Sedangkan karakterisasi spektrum
menggunakan FTIR dilakukan di Laboratorium Instrumentasi,
Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Brawijaya, Malang. Karakterisasi kristal serbuk PZT
menggunakan XRD dilakukan di Laboratorium Mineral dan
Material, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1 Bahan penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
timbal (II) asetat trihidrat [Pb(CH3COO)2.3H2O] dalam bentuk
padatan/serbuk (Merck), zirkonium(IV) nitrat pentahidrat
[Zr(NO3)4.5H2O] dalam bentuk padatan/serbuk (kemurnian 33%),
titanium(IV) propoksida [Ti(OC3H7)4] dalam bentuk larutan (Sigma-
Aldrich, kemurnian 98%), 2-metoksietanol (CH3OC2H4OH) (Sigma-
Aldrich, kemurnian 99,8%), PEG-600 (Merck KGaA), Substrat
silikon dan akuades.
3.2.2 Alat penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: satu set
komponen refluks (labu alas bulat leher 3 100 mL, kondensor,
termometer 250 oC, penutup labu, pompa air), gelas kimia 50 mL,
gelas ukur 10 mL, pipet tetes, bola hisap, gelas arloji, spatula, corong
kaca, cawan porselin, hot plate stirrer digital cimarec, batang
magnet 2 cm, mikropipet Scorex 100 µL dan penangas minyak.
Instrumen yang digunakan neraca analitik Ohaus Precision
Advanced 214, oven Memmert UL 30, tanur furnaces 6000 (tungku
pemanas), bak ultrasonik Branson 2210, mikroskop optik Olympus
BX51 dan kamera Olympus DP73, XRD (X-Ray diffractuion) Philips
type X’pert, Spektrofotometer Infra Red 8400S Shimadzu dan
Contact Angel Measurement.
3.3 Tahapan Penelitian Tahapan penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:
a) Sintesis PZT menggunakan metode sol-gel
b) Pengukuran sudut kontak
c) Proses penganilan menggunakan tanur pada temperatur 600 oC
selama dua jam dan 650 oC selama dua jam.
d) Karekterisasi struktur kristal menggunakan instrument XRD
e) Karakterisasi gugus fungsi menggunakan spektrofotometer
FTIR
f) Karekterisasi morfologi menggunakan instrumen Mikroskop
Optik
g) Analisis data
3.4 Prosedur Penelitian Sintesis PZT membutuhkan 0,341 gram prekursor timbal (II)
asetat trihidrat [Pb(CH3COO)2.3H2O] (Merck), 0,645 gram
zirkonium(IV) nitrat pentahidrat [Zr(NO3)4.5H2O] (kemurnian 33%),
0,11 mL titanium(IV) propoksida [Ti(OC3H7)4] (Sigma-Aldrich,
kemurnian 98%), pelarut yang digunakan 2-metoksietanol
(CH3OC2H4OH) (Sigma-Aldrich, kemurnian 99,8%), PEG-600
(kemurnian 99,8%), substrat silikon. Tahapan Sintesis PZT
mengunakana metode sol-gel di lakukan berdasarkan literatur [13]
dengan perbandingan komposisi mol Pb:Zr:Ti (1:0,55:0,45). Massa
dan volume prekursor pada sintesis PZT 1 dan PZT2 adalah sama.
Perhitungan bahan sintesis dapat dilihat pada lampiran A.1.
3.4.1 Sintesis PZT dengan PEG 600 menggunakan metode
sol- gel Sintesis PZT membutuhkan timbal(II) asetat trihidrat sebanyak
0,341 gram dilarutkan dalam 2 mL 2-metoksietanol di dalam labu
alas bulat dengan cara diaduk dan direfluks pada suhu 100 oC selama
30 menit. Kemudian, ditambahkan PEG 600 sebanyak 3 mL dan
direfluks selama 30 menit pada suhu 100 oC maka akan didapatkan
campuran I. Secara bersamaan zirkonium(IV) nitrat pentahidrat
sebanyak 0,645 gram dilarutkan dalam 2 mL 2-metoksietanol di
dalam gelas kimia dan diaduk selama 60 menit pada suhu 25 oC
maka akan didapatkan campuran II. Setelah itu campuran I dan
campuran II dicampur didalam labu alas bulat, kemudian direfluks
pada suhu 90 oC selama 60 menit maka akan diperoleh campuran III.
Kemudian campuran III didinginkan hingga mencapai suhu 25 oC.
Selanjutnya, ditambahkan 0,111 mL titanium(IV) propoksida dan
direfluks pada suhu 90 oC selama 60 menit. Tahapan selanjutnya
didiamkan selama 3 hari sehingga dihasilkan gel PZT.
3.4.2 Sintesis PZT tanpa PEG 600 menggunakan metode
sol- gel Sintesis PZT membutuhkan timbal(II) asetat trihidrat sebanyak
0,341 gram dilarutkan dalam 3 mL 2-metoksietanol di dalam labu
alas bulat dengan cara distrirer dan direfluks pada suhu 100 oC
selama 60 menit maka akan didapatkan campuran I. Secara
bersamaan zirkonium(IV) nitrat pentahidrat sebanyak 0,645 gram
dilarutkan dalam 4 mL 2-metoksietanol di dalam gelas kimia dengan
cara distirer (diaduk) selama 60 menit pada suhu 25 oC maka akan
didapatkan campuran II. Setelah itu, campuran I dan campuran II
dicampur didalam labu alas bulat, kemudian direfluks pada suhu 90 oC selama 60 menit sehingga diperoleh campuran III. Kemudian
campuran III didinginkan hingga mencapai suhu 25 oC. Setelah itu
ditambahkan 0,111 mL titanium(IV) propoksida dan direfluks pada
suhu 90 oC selama 60 menit. Tahapan selanjutnya didiamkan selama
3 hari sehingga dihasilkan gel PZT.
3.4.3 Pengukuran Sudut Kontak Prekursor PZT yang telah diperoleh dari hasil sintesis diukur
sudut kontaknya dengan cara meneteskan prekursor PZT diatas
substrat silokon sehingga akan diperoleh sudut kontak yang terukur
menggunakan alat pengukur sudut kontak (Contact Angel
Measurement).
3.4.4 Proses Penganilan Menggunakan Tanur Proses penganilan prekursor PZT menggunakan perbedaan suhu
yaitu 600 oC dan 650
oC dengan proses penganilan dilakukan
didalam tanur. Proses penganilan dilakukan pada suhu 600 oC
selama dua jam. Pada satu jam pertama, suhu dinaikkan bertahap dari
suhu ruang hingga 600 oC. Proses penganilan pada suhu 650
oC
dilakukan selama dua jam. Pada satu jam pertama, suhu dinaikan
bertahap dari suhu ruang hingga 650 oC. Selama dua jam berikutnya
suhu dibuat tetap, kemudian suhu diturunkan perlahan hingga
mencapai suhu ruang. Hasil serbuk PZT yang telah ditanur disimpan
pada tempat yang tertutup.
3.4.5 Karaterisasi Struktur Kristal Serbuk PZT
Menggunakan Instrumen XRD Karakterisasi struktur kristal serbuk PZT hasil sintesis dilakukan
menggunakan instrumen XRD pada sudut 2θ dengan sudut putar 15o
sampai 60o
dengan laju 1o
per menit dengan sumber sinar-X dari
logam tembaga (Cu) dengan panjang gelombang (λ) Kα1 sebesar
1,54056 Å. Hasil XRD diperoleh difragtogram dibandingkan dengan
difagtogram PZT standar dari JCPDS No 33-784.
3.4.6 Karaterisasi Morfologi serbuk PZT Menggunakan
Instrumen Mikroskop Optik Sampel berupa serbuk PZT diletakkan di atas slide preparat
kemudian diletakkan diatas meja preparat. Pembesaran lensa objektif
dilakukan pada pembesaran paling rendah 20x. Pengamatan
dilakukan dengan mengatur fokus terhadap benda yang diamati.
Tombol pengatu r kasar (makrometer) diputar hingga diperoleh
bayangan benda yang jelas yang terlihat oleh mata. Siku penahan
preparat digeser untuk mengamati berbagai sisi dari sampel tersebut.
Bayangan yang telah diperoleh dari fokus pembesaran lensa dapat
dilihat dilayar komputer yang terhubung dengan mikroskop optik
dimana gambar yang teramati disimpan dalam bentuk file (.jpeg).
3.4.7 Karaterisasi Spektra serbuk PZT Menggunakan
Instrumen FTIR Karakterisasi serbuk PZT menggunakan instrumen FTIR untuk
menunjukkan spektrum yang muncul berupa puncak-puncak vibrasi.
Puncak yang dihasilkan menunjukkan vibrasi logam dan vibrasi
senyawa organik pada panjang gelombang atau bilangan gelombang
tertentu.
3.4.8 Analisa Data
3.4.8.1 Analisa Data XRD Analisa data XRD dilakukan dengan mengamati puncak difraksi
kristal yang mewakili orientasi bidang kristal. Bidang kristal yang
diperoleh dibandingkan dengan data JCPDS 33-784 untuk data PZT.
Data untuk setiap bidang kristal yang telah diperoleh dibandingkan
dengan literatur satu per satu dan dianalisis.
3.4.8.2 Analisa Mikroskop Optik
Analisa mikroskop optik dilakukan dengan mengamati
morfologi serbuk PZT. Hasil pengamatan serbuk PZT di bawah
mikroskop optik berupa morfologi dan warna.
3.4.8.3 Analisa Data FTIR
Analisa data gugus fungsi serbuk PZT dilakukan menggunakan
instrumen spektrofotometri FTIR pada panjang gelombang 4000-280
cm-1
. Sepkrtum tersebut digunakan untuk mengetahui vibrasi yang
dihasilkan oleh serbuk PZT. Vibrasi yang muncul digunakan untuk
dibandingkan dengan literatur satu per satu dan dianalisis.
3.4.8.4 Perhitungan Ukuran Kristal (Crystallite Size)
Penentuan kristal merujuk pada puncak-puncak utama pola
difragtogram melalui hasil modifikasi pendekataan persamaan Deybe
Scherrer yang digunakan untuk menentukan satu nilai ukuran kristal.
Dibuat grafik hubungan antara ln(1/cosθ) sebagai sumbu x dengan
lnβ sebagai sumbu y sehingga diperoleh intersep yang nilainya sama
dengan ln(Kλ/L) dan ukuran kristal (D)= (Kλ/e(nilai intersep)
).
3.4.8.5 Perhitungan Persentase Rhombohedral dan Tetragonal
Persentase relatif rhombohedral dan tetragonal diketahui dengan
mengamati puncak intensitas pada sudut 2θ dengan rentang 44-46o,
yang merupakan orientasi bidang kristal spesifik PZT (200). Apabila
terdapat puncak khas pada sudut 44-46o, maka puncak pada sudut
44o menunjukkan orientasi bidang kristal (002) untuk fase tetragonal
(T), puncak pada sudut 45o menunjukkan orientasi bidang kristal
(200) untuk fase rhombohedral (R), dan puncak pada sudut 46o
menunjukkan orientasi bidang kristal (200) untuk fase tetragonal (T).
Persentase relatif fase rhombohedral dan tetragonal diperoleh
melalui persamaan berikut.
PR=
x 100%
PR adalah persentase fase rhombohedral, IR(200) adalah intensitas
bidang kristal (200) yang menunjukkan fase rhombohedral, IT(200)
dan IT(002) merupakan intensitas bidang kristal (200) dan (002) yang
menunjukkan fase tetragonal.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Sintesis PZT dengan Metode Sol-Gel
Sintesis prekursor PZT yang dilakukan pada penelitian ini
adalah dengan metode sol-gel. Sintesis dilakukan dengan
menggunakan pelarut yaitu 2-metoksietanol dan penstabil PEG 600.
Prekursor yang digunakan pada saat proses sintesis PZT adalah
Timbal(II) asetat trihidrat, zirkonium(IV) nitrat pentahidrat,
titanium(IV) propoksida. Perbandingan mol prekursor Pb:Zr:Ti
adalah 1: 0,55: 0,45. Proses sintesis PZT dilakukan dengan satu
prosedur yang sama tetapi menggunakan penstabil yang berbeda.
Perbedaan dari sintesis PZT1 yaitu menggunakan PEG 600 dan
sintesis PZT2 tanpa PEG 600.
Sintesis PZT1 dan PZT2 dilakukan dengan cara serbuk
timbal(II) asetat trihidrat dilarutkan dengan pelarut 2-metoksietanol
yang disebut campuran I. Campuran I direfluks dan diaduk sehingga
menghsilkan larutan bening (tidak berwarna). Hal tersebut
menunjukkan bahwa timbal(II) asetat larut dengan baik (homogen).
Kemudian pada PZT1 ditambahkan PEG 600 sedangkan PZT2 tanpa
PEG 600 dan direfluks kembali sambil diaduk sehingga
menghasilkan larutan bening (tidak berwarna). PEG 600 berfungsi
sebagai penstabil saat proses sol-gel sehingga mencegah terjadinya
segregasi. Di waktu yang bersamaan zirkonium(IV) nitrat pentahidrat
dilarutkan dengan 2-metoksietanol disebut dengan campuran II.
Campuran II diaduk sehingga menghasilkan larutan tidak berwarna.
Pengadukan dengan stirer berfungsi untuk meningkatkan tumbukan
antar molekul sehingga dihasilkan larutan dengan homegenitas yang
tinggi. Kemudian campuran I dan campuran II dicampur dan
direfluks selama satu jam dan didauk sehingga menghasilkan larutan
tidak berwarna (campuran III). Fungsi dari refluks adalah untuk
menghindari penguapan dari bahan-bahan yang digunakan serta
menghindarkan larutan dari kontaminasi udara bebas. Kemudian
campuran III didinginkan hingga suhu ruang dan menghasilkan
larutan tidak berwarna. Selanjutnya, campuran III ditambahi dengan
titanium(IV) propoksida dan direfluks kembali disertai pengadukan.
Ketika titanium(IV) propoksida masuk campuran III terjadi proses
hidrolisis dan kondensasi. Propanol berasal dari produk samping
titanium(IV) propoksida pada saat bereaksi dengan campuran III.
Propanol yang dihasilkan dugunakan untuk proses hidrolisis.
Sehingga propanol teruapkan saat proses pembentukan gel dan
penganilan. Selanjutnya, campuran III didiamkan selama 72 jam
agar diperoleh prekursor PZT terpolimerisasi dan menghasilkan
struktur polimer yang kuat. Hasil perlakuan tersebut diperoleh PZT1
larutan berwarna kuning jernih sedangkan pada PZT2 didapatkan
larutan tidak berwarna sebagaimana tampak seperti Gambar 4.1.1
(a) (b)
Gambar 4.1.1 Larutan prekursor PZT: (a) PZT1: menggunakan
PEG 600, (b) PZT2: tanpa PEG 600
4.2 Analisis Data Prekursor PZT Pengukuran Sudut
Kontak
Pengukuran sudut kontak bertujuan untuk melihat sifat
hidrofobik dari prekursor PZT. Pada penilitian ini PZT1 dan PZT2
diteteskan pada substratsilikon, kemudian diukur dengan alat sudut
kontak sehingga sudut sebesar <20o tampak seperti Gambar 4.2.2
(a) (b)
Gambar 4.2.1 Sudut kontak prekursor PZT: (a) PZT1 menggunakan
PEG 600, (b) PZT2 tanpa PEG 600
Substrat silikon memilki sifat hidrofobik. Air yang diteteskan
pada substrat silikon menghasilkan sudut kontak sebesar 119,7o.
Sudut yang terukur lebih dari 90o menunjukkan bahwa substrat
silikon bersifat hidrofobik. Teori ini dipakai untuk menentukan sifat
dari prekursor PZT. Hasil pengukuran sudut kontak prekursor PZT1
pada posisi kanan sebesar 15o dan posisi kanan sebesar 17,5
o
sedangkan prekursor PZT2 pada posisi kanan sebesar 16o dan posisi
kiri sebesar 17o. Sudut kontak yang diperoleh sangat kecil (kurang
dari 90o) menunjukkan bahwa prekursor PZT1 dan PZT2 memiliki
sifat hidrofobik dan dapat menempel dengan baik diatas substrat
silikon sehingga dapat digunakan untuk proses lapis tipis.
4.3 Proses Penganilan Serbuk PZT
Substrat silikon Substrat silikon
Prekursor PZT1 Prekursor PZT2r
Suhu penganilan prekursor PZT sangat mempengaruhi ukuran
struktur kristal dan ukuran butiran serbuk yang dihasilkan. Kristal
PZT terbentuk pada suhu 600 oC dan 650
oC [17]. Tahap awal yang
terjadi pada proses penganilan adalah menguapkan pelarut organik
pada suhu 95o sehingga diperoleh prekursor PZT kering. Tahap
selanjutnya adalah dilakukan proses penganilan pada suhu 600 oC
dan 650 oC selama dua jam sehingga diperoleh hasil serbuk PZT
tampak seperti Gambar 4.3.1.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 4.3.1 Serbuk PZT: (a) PZT1 suhu 600 oC, (b) PZT2 suhu
600 oC, (c) PZT1 suhu 650
oC dan (d) PZT2 suhu 650
oC.
Tampak seperti Gambar 4.3.1 pada PZT1 dengan suhu 600 oC
dan 650 oCmenghasilkan serbuk berwarna kuning sedangkan pada
PZT2 dengan suhu 600 oC dan 650
oC menghasilkan serbuk
berwarna jingga. Serbuk PZT1 dan PZT2 pada suhu penganilan
600 o
C menghasilkan bentuk serbuk yang ukuran butir kecil dan
didapatkan serbuk yang bertekstur kasar. Serbuk PZT1 dan PZT2
pada suhu penganilan 650 oC menghasilkan serbuk dengan ukuran
butir yang besar dan didapatkan serbuk yang bertekstur halus. Hal
tersebut terjadi karena semakin tinggi suhu penganilan maka
semakin besar ukuran butir sehingga ikatan antar-partikel semakin
dekat dan kerapatan antar partikel yang diikuti oleh pertumbuhan
kristal. Selama proses kristalisasi atom-atom penyusun PZT saling
berikatan membentuk klaster yang stabil dan teratur sehingga
menghasilkan matriks kristal.
4.4 Analisis Gugus Fungsi Serbuk PZT menggunkan FTIR
Serbuk PZT yang dihasilkan dari proses penganilan
dikarakterisasi menggunakan FTIR. Hal tersebut bertujuan untuk
menentukan vibrasi yang dihasilkan serbuk PZT1 dan PZT2. Selain
itu bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa organik yang masih
terdapat pada serbuk PZT1 dan PZT2 setelah proses penganilan.
Serbuk PZT yang dikarakterisasi dengan FTIR menghasilkan
spektra. Serbuk PZT menghasilkan data berupa grafik intensitas dan
frekuensi tampak seperti Gambar 4.4.1. Daerah radiasi IR yang
dihasilkan serbuk PZT yaitu pada daerah pertengahan dengan nilai
bilangan gelombang antara 4000 cm-1
sampai 200 cm-1
.
M-O-M
M-O-M
M-O-M
M-O-M (a)
(b)
(c)
(d)
C-O
C-O
C-O
C-O
O-H
O-H
Gambar 4.4.1 Spektra FTIR PZT1: (a) PEG 650 oC , b) PEG
600 oC dan PZT 2: (c) Metoksi 650
oC, (d) Metoksi 600
oC
Keempat serbuk PZT yang diperoleh dari hasil penganilan
diukur dengan spektrofometer FTIR. Spektra yang dihasilkan
ditampilkan dalam Gambar 4.4.1. Vibrasi yang muncul dirangkum
dalam Tabel 4.4.1. Serbuk PZT1 masih menunjukkan vibrasi O-H
dan C-O sedangkan serbuk PZT2 tidak menunjukkan vibrasi O-H
tetapi menunjukkan vibrasi C-O. Vibrasin O-H dan C-O
menunjukkan bahwa adanya senyawa organik yang terjebak pada
kristal PZT sehingga dihasilkan kristal PZT yang tidak murni.
Spektrum FTIR dalam Gambar 4.4.1 menunjukkan gugus fungsi
yang dapat diintrepretasikan sebagaimana Tabel 4.4.1
No. Bilangan gelombang (cm-1
) Interpretasi
PZT1 PZT2
600oC 650
oC 600
oC 650
oC
1. 3387,53 3441,53 - - Vibrasi ulur
O-H
2. - - 2336,40 - Vibrasi C-H
3. 1645,93 1638,21 - - Vibrasi ulur
C=O 4. 1553,35 1539,85 - -
5. 1427,99 1420,27 1402,92 1400,99 C-O
6. - - 1048,04 -
7. - - 733,66 - M-O-M
8. - - 683,52 -
9. 556,22 558,15 511,86 521,51
Tabel 4.4.1: Data vibrasi gugus fungsi serbuk PZT1 dan PZT2
4.5 Analisis Struktur Kristal PZT menggunkan XRD
Karakterisasi XRD bertujuan untuk mendapatkan hubungan
antara sudut (2θ) dengan intensitas difraksi. Tiap puncak difraksi
yang muncul pada pola XRD mewakili satu bidang tertentu. Sudut
yang diukur adalah antara 15-60o. Puncak yang didapatkan dari
pengukuran ini kemudian dicocokkan dengan standar data JCPDS
No.33-784 sebagai pembanding utama. Difraktogram dan orientasi
bidang kristal yang dihasilkan pada serbuk PZT1 tampak seperti
Gambar 4.5.1.
Gambar 4.5.1 Difragtogram serbuk PZT1: (a) suhu penganilan
600 oC dan (b) suhu penganilan 650
oC.
Puncak-puncak difraksi menunjukkan bahwa serbuk PZT1
dengan suhu penganilan 600 oC maupun 650
oC merupakan
polikristalin. Difraksi yang dihasilkan serbuk PZT1 ditampilkan
(001)
(a)
(b)
(101)
(002) (112)
(001)
(101)
(002) (112) (111)
(111) (201)
(102)
(111) (ZrO)
(ZrO)
(ZrO)
dalam Gambar 4.5.1. Bidang kristal yang muncul dirangkum dalam
Tabel 4.5.1.
2θ Nilai hkl
PZT1
Suhu
penganilan
600oC
Suhu penganilan
650oC
21,5720 001 √ √
30,5744 111
(ZrO2) √ -
30,6306 101 - √
30,7838 101 √ √
34,3660 111
(ZrO2) √ √
43,8580 002 √ √
49,3524 102 √ -
50,3240 201 - √
54,423 112 √ √
54,6109 112 - √
Tabel 4.5.1 Data difraksi bidang kristal serbuk PZT1
Difraksi sinar-X yang tampak pada Tabel 4.5.1 menunjukkan
bahwa serbuk PZT1 menghasilkan struktur kristal perovksit PZT.
Serbuk PZT1 pada suhu 600 oC dan 650
oC menghasilkan puncak
difraksi dengan intensitas kristal PZT 100%. Kristal PZT1 dengan
600 oC ditemukan juga difraksi zirkonium oksida (ZrO2) dengan
intensitas tinggi yaitu 93,18% sedangkan kristal PZT1 dengan suhu
650 oC ditemukan difraksi (ZrO2) dengan intensitas yang rendah
yaitu 4,73%. Hal ini menunjukkan bahwa kristal PZT1 dengan suhu
650 oC lebih murni dibandingkan dengan PZT1 dengan suhu 600
oC.
Zirkonium oksida yang dihasilkan menunjukkan bahwa PZT yang
dihasilkan tidak murni kristal PZT karena ZrO2 tidak ikut dalam
pembentukan struktur kristal perovskit.
Puncak-puncak difraksi yang dihasilkan serbuk PZT2 pada
suhu penganilan 600 oC dan 650
oC tampak seperti Gambar 4.5.2.
Gambar 4.5.2 Difragtogram serbuk PZT2: (a) suhu penganilan
600 oC dan (b) suhu penganilan 650
oC
(a)
(b)
(ZrO
2)
(ZrO
2)
(00
1)
(ZrO
2)
(TiO
2)
(111
) (Z
rO
2)
(TiO
2)
(20
0)
(11
1)
(ZrO
2)
(22
0)
(ZrO
2)
(11
3)
(TiO
2)
(10
5)
(ZrO
2)
(11
0)
(00
1)
(ZrO
2)
(TiO
2)
(10
3)
(00
2)
(20
1)
(11
2)
(10
2)
Difraksi yang dihasilkan serbuk PZT1 ditampilkan dalam
Gambar 4.5.2. Bidang kristal yang muncul dirangkum dalam Tabel
4.5.2
2θ Nilai hkl
PZT2
Suhu
penganilan
600oC
Suhu penganilan
650oC
20,8907 001 √ -
21,5938 001 - √
24,9072 101(TiO2) √ -
30,3762 111(ZrO2) √ √
30,7111 101 - √
31,9731 110 √ √
34,3033 002(ZrO2) √ √
35,6612 200(ZrO2) √ -
37,8065 103(TiO2) - √
43,9827 002 √ √
48,6605 200(TiO2) √ -
49,2593 102 - √
50,2253 201 - √
53,9026 105(TiO2) √ -
54,7290 112 - √
59,2183 113(ZrO2) √ -
Tabel 4.5.2 Data difraksi bidang kristal serbuk PZT2
Serbuk PZT2 pada suhu 600 oC dan 650
oC menghasilkan kristal
PZT yang tidak murni. Munculnya puncak difraksi zirkonium oksida
dengan intensitas 100%. Kristal PZT1 dengan 600 oC ditemukan juga
difraksi titanium oksida (TiO2) dengan intensitas yaitu 21,23%
sedangkan kristal PZT1 dengan suhu 650 oC ditemukan difraksi
(TiO2) dengan intensitas yang rendah yaitu 15,25%. Zirkonium
oksida (ZrO2) dan titanium oksida (TiO2) yang dihasilkan
menunjukkan bahwa PZT yang dihasilkan tidak murni kristal PZT
karena ZrO, ZrO2,TiO2 tidak ikut dalam pembentukan struktur kristal
perovskit.
4.6 Analisa Ukuran Kristal
Serbuk PZT yang dihasilkan dari proses penganilan memiliki
ukuran kristal yang berbeda-beda. Hal tersebut disebabkan karena
pada proses penganilan menggunakan suhu yang berbeda yaitu
600 oC dan 650
oC. Hasil karakterisasai serbuk PZT menggunakan
XRD menghasilkan nilai panjang gelombang, intensitas, 2θ, dan
lebar puncak difraksi (FWHM). Ukuran kristal PZT dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan (D)= (Kλ/e(nilai intersep)
) sehingga
diperoleh ukuran kristal yang ditunjukkan pada Tabel 4.6.5. Hasil
perhitungan kristal PZT1 dan PZT2 ditunjukkan sebagai berikut:
Perhitungan Ukuran Kristal Serbuk PZT1 dengan suhu
penganilan 600o
No.
2θ
Orient
asi
bidan
g
kristal
1/C
os
θ
FWHM
(β)
Derajat
FWHM
(β)
Radian
ln
1/C
os
θ
(x)
ln β
(y)
1. 21,5
720
001 1,0
204
0.2007 0,0035 0,0
201
-
5,6549
2. 30,5
744
ZrO2
(111)
1,0
373
0.1428 0,0025 0,0
366
-
5,9914
3. 30,7
088
101 1,0
373
0.0836 0,0014 0,0
366
-
6,5712
4. 43,8
580
002 1,0
706
0.2007 0,0035 0,0
682
-
5,6549
5. 54,4
236
112 1,1
2
0.4349 0,0076 0,1
133
-
4,8796
Tabel 4.6.1 Perhitungan ukuran kristal PZT1 suhu penganilan
600 oC
Berdasarkan Tabel 4.6.1 maka didapatkan persamaan Grafik ln
β sebagai sumbu Y dan ln 1/Cos θ sebagai sumbu X
Gambar 4.6.1 Grafik ukuran kristal PZT1 suhu 600
oC
Diketahui: Intersep = -6,3165
K= 0,89
λ= 0,154060
y = 0,1887x - 6,3165 R² = 0,2361
-7,0000
-6,0000
-5,0000
-4,0000
-3,0000
-2,0000
-1,0000
0,0000
0 1 2 3 4 5 6
ln β
ln 1/cosθ
D (Ukuran Kristal) =
=
=
= 65,30 nm
Dari hasil perhitungan didapatkan ukuran kristal PZT1 dengan
suhu penganilan 600 oC yaitu sebesar 65.30 nm.
Perhitungan ukuran kristal serbuk PZT1 dengan suhu
penganilan 650 oC. berikut ini adalah Tabel 4.6.2
No 2θ
Orient
asi
bidan
g
Krista
l
1/Co
s θ
FW
HM
(β)
Dera
jat
FW
HM
(β)
Radi
an
ln
1/Cos
θ
(x)
ln β
(y)
1. 21,6
351
001 1,01
81
0,10
04
0,00
175
0,0018 -6,3481
2. 30,6
306
101 1,03
73
0,10
20
0,00
178
0,0366 -6,3311
3. 30,7
838
101 1,03
72
0,06
12
0,00
107
0,0365 -6,8400
4. 43,8
430
002 1,07
87
0,32
64
0,00
571
0,0757 -5,1655
5. 54,4
505
112 1,12
48
0,12
24
0,00
214
0,1176 -6,1469
6. 54,6
109
112 1,12
61
0,16
32
0,00
285
0,1187 -5,8604
Tabel 4.6.2 Perhitungan ukuran kristal PZT1 dengan suhu
penganilan 650 oC
Berdasarkan Tabel 4.6.2 maka didapatkan persamaan Grafik ln
β sebagai sumbu Y dan ln 1/Cos θ sebagai sumbu X
Gambar 4.6.2 Grafik ukuran kristal PZT1 suhu 650
oC
Diketahui: Intersep = -6,4763
K= 0,89
λ= 0,154060
D (Ukuran Kristal) =
y = 5,5979x - 6,4763 R² = 0,2236
-8,0000
-7,0000
-6,0000
-5,0000
-4,0000
-3,0000
-2,0000
-1,0000
0,0000
0 0,05 0,1 0,15
ln β
ln 1/cosθ
=
=
= 89,03 nm
Dari hasil perhitungan didapatkan ukuran kristal PZT1 dengan
suhu penganilan 650 oC yaitu sebesar 89,03 nm.
Perhitungan ukuran kristal serbuk PZT2 dengan suhu
penganilan 600oC. Perhitungan ukuran kristal serbuk PZT2 dengan
suhu penganilan 600oC. berikut ini adalah Tabel 4.6.3
No 2θ
Orienta
si
bidang
kristal
1/Co
s θ
FWH
M (β)
Deraja
t
FW
HM
(β)
Radi
an
ln
1/Cos
θ
(x)
ln β
(y)
1. 30.3
762
101
(ZrO2)
1,036
2
0,2342 0,004
09
0,003
55
-5,4992
2. 31.9
731
110 1,040
5
0,1506 0,002
63
0,039
70
-5,9407
3. 34.3
033
002
(ZrO2)
1,047
1
0,2342 0,004
09
0,004
60
-5,4992
4. 35.6
612
200
(ZrO2)
1,051
5
0,4684 0,008
19
0,050
21
-4,8048
5. 50.3
585
201 1,106
2
0,3346 0,005
85
0,100
93
-5,1413
6. 54,9
026
112 1,127
4
0,4684 0,008
19
0,119
91
-4,8048
Tabel 4.6.3 Perhitungan ukuran kristal PZT2 suhu penganilan
600 oC
Berdasarkan Tabel 4.6.3 maka didapatkan persamaan Grafik ln
β sebagai sumbu Y dan ln 1/Cos θ sebagai sumbu X
Gambar 4.6.3 Grafik Grafik ukuran kristal PZT2 suhu 600 oC
Diketahui: Intersep = -5,5864
K= 0,89
λ= 0,154060
D (Ukuran Kristal) =
=
y = 5,734x - 5,5864 R² = 0,3849
-7,0000
-6,0000
-5,0000
-4,0000
-3,0000
-2,0000
-1,0000
0,0000
0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 0,12 0,14
ln β
ln 1/cosθ
=
= 36,66 nm
Dari hasil perhitungan didapatkan ukuran kristal PZT2 dengan
suhu penganilan 600 oC yaitu sebesar 36,66 nm.
Perhitungan ukuran kristal serbuk PZT2 dengan suhu
penganilan 650oC. Berikut ini adalah Tabel 4.6.4
No
2θ
Orienta
si
bidang
kristal
1/Cos
θ
FWHM
(β)
Derajat
FWH
M (β)
Radi
an
ln
1/Co
s θ
(x)
ln β
(y)
1. 30.3
352
111
(ZrO2)
1,0362 0,2007 0,003
512
0,00
3556
-5,6515
2. 30.7
111
101 1,0373 0,2342 0,004
098
0,00
3662
-5,4972
3. 37,8
065
103 (Ti
O2)
1,0570 0,1338 0,002
341
0,00
5543
-6,0571
4. 50.2
253
201 1,1049 0,3346 0,005
855
0,09
9754
-5,1404
5. 50.8
269
220
(ZrO2)
1,1074 0,2676 0,004
683
0,10
2014
-5,3681
6. 54,7
290
112 1,1261 0,2007 0,003
512
0,11
8760
-5,6515
Tabel 4.6.4 Perhitungan ukuran kristal PZT2 suhu penganilan
650 oC
Berdasarkan Tabel 4.6.4 maka didapatkan persamaan Grafik ln
β sebagai sumbu Y dan ln 1/Cos θ sebagai sumbu X.
Gambar 4.6.4 Grafik ukuran kristal PZT2 suhu 650 oC
Diketahui: Intersep = -5,7277
K= 0,89
λ= 0,154060
D (Ukuran Kristal) =
=
=
= 42,18 nm
Dari hasil perhitungan didapatkan ukuran kristal PZT2 dengan
suhu penganilan 650 oC yaitu sebesar 42,18 nm.
y = 3,0015x - 5,7277 R² = 0,3
-6,2000
-6,0000
-5,8000
-5,6000
-5,4000
-5,2000
-5,0000
0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 0,12 0,14
ln β
ln 1/cosθ
Dari ukuran kristal PZT1 dan PZT2 dengan suhu penganilan
600 oC dan 650
oC maka diperoleh data ukuran kristal sebagai
berikut yang ditampilkan pada Tabel 4.6.5
Jenis PZT Suhu Penganilan (oC) D (nm)
PZT1
600 65,30
650 89,03
PZT2 600 36,66
650 42,18
Tabel 4.6.5: Ukuran kristal serbuk PZT1 dan PZT2 dengan suhu
penganilan 600oC dan 650
oC
Ukuran kristal serbuk PZT yang dihasilkan pada suhu
penganilan 650oC memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan
dengan ukuran kristal pada suhu penganilan 600oC serperti yang
tampak pada Tabel 4.6.5. Hal ini menunjukkan bahwa suhu
penganilan berbanding lurus dengan ukuran kristal. Semakin tinggi
suhu penganilan maka semakin besar ukuran kristal yang dihasilkan.
Suhu yang tinggi mampu menurunkan energi bebas dan menaikan
kohesi antar partikel penyusun-penyusun kristal PZT.
4.7 Analisis Morfologi Serbuk PZT menggunakan Mikroskop
Optik
Serbuk PZT yang dihasilkan dari proses penganilan pada
suhu 600oC dan 650
oC dikarekterisasi menggunakan mikroskop
optik. Hal ini bertujuan untuk melihat morfologi permukaan kristal
PZT. Pengamatan kristal PZT dilakukan dengan perbesaran 200x.
Hasil pengamatan dibawah mikroskop tampak seperti Gambar 4.7.1
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 4.7.1 Hasil mikroskop optik serbuk PZT: Serbuk PZT1: (a)
suhu penganilan 600oC, (b) suhu penganilan 650
oC dan Serbuk
PZT2: (c) suhu penganilan 600 oC, (d) suhu penganilan 650
oC
Serbuk PZT1 dan PZT2 dengan suhu penganilan 600oC
memperlihatkan ukuran butir PZT yang kecil sedangkan pada suhu
penganilan 650oC memperlihatkan ukuran butir yang besar.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa:
1. Prosedur sintesis PZT1 dan PZT2 dengan metode sol-gel
menggunakan prosedur yang sama menghasilkan larutan
prekursor PZT yang berbeda. Larutan prekursor PZT1 berwarna
kuning jernih sedangkan larutan prekursor PZT2 tidak berwarna.
2. PEG 600 sangat berpengaruh terhadap pembentukan struktur
kristal PZT. PZT1 menghasilkan kristal PZT yang berbentuk
struktur perovskit sedangkan PZT2 menghasilkan kristal PZT
yang masih terbentuk titanium oksida dan zirkonium oksida
dengan intensitas yang tinggi.
3. Suhu penganilan yang tinggi menghasilkan ukuran kristal yang
besar yaitu PZT1 89,03nm dan PZT2 42,18nm sedangkan pada
suhu rendah menghasilkan ukuran kristal yang kecil yaitu PZT1
65,30 dan PZT2 36,66. Morfologi yang dihasilkan pada suhu
tinggi memilki ukuran butir yang besar sedangkan pada suhu
yang rendah menghasilkan ukuran butir yang kecil.
4. Kristal PZT1 dan PZT2 tidak menghasilkan 2 bentuk kristal yaitu
tetrahedral dan rhombohedral. Hal ini disebabkan karena tidak
ditemukan puncak difraksi pada sudut 44-46o
5.2 Saran
Untuk penelitian lebih lanjut disarankan untuk menggunakan
parameter yang lebih banyak seperti variasi volume PEG 600,
penggunaan suhu tinggi pada saat pengadukan zirkoinium dan
ditambahi dengan karakterisasi serbuk PZT menggunakan SEM.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Huda, M., E., Hastuti, 2012, Pengaruh temperatur
pembakaran dan penambahan abu terhadap kualitas
batu bata, Jurnal Neutrino, vol.4, hal. 142–152.
[2] Candra, Prakash T. C., Goel., Pandey, S.K., James, A.R.,
Chattejee, S.N., Goyal, Anshu., 2005, Structural ,
ferroelectric and optical properties of PZT thin films,
Elsevier, vol. 369, hal. 135–142, 2005.
[3] Hikmah, Nahariatul, Suasmoro, 2014, Sintesis (Ba0,5Ca0,5)
(Zr0,5Ti0,5)O3 dengan Metode Reaksi Padat, Jurnal Sains
dan Seni Pomits, vol. 3, no. 2, hal. 27–29.
[4] Umiati, N. A. K., Irzaman, Budiman, M., Barmawi, M., 2001,
Efek Annealing Pada Penumbuhan Film Tipis
Ferroelektrik PbZr0,625Ti0,375O3 (PZT), Kontribusi Fisika
Indonesia, vol. 12, no. 4, hal 2-6.
[5] Idayati, Elys, 2008, Perbandingan Hasil Sintesis Oksida
Perovskit La1-xSrxCoO3-6 dari Tiga Variasi Metode (Sol-
Gel. Solid-State, Kopresipitasi), Skripsi, Fakultas MIPA,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
[6] Moret, M. P. F., 2002, Preparation and Properties of
Pb(Zr,Ti)O3, Tesis, University Of Nijmegen, Netherlands.
[7] Mardiyanto, A, Syahfandi, 2013, Metode Sol Gel Untuk
Sintesis Piezoelektrik Ramah Lingkungan Bismut Bahan
Natrium Titanat, Jurnal Sains Materi Indonesia, vol. 14, no.
2, hal. 142–146.
[8] Andintya, N., Umamy, M., Tjahjanto, R.T., Masruroh, 2011,
Penggunaan Metode Sel-Gel dalam Pembuatan Prekursor
(Pb(Zr0,6Ti0,4)O3), vol. 46, no. 9, hal 2–5.
[9] Morita, T., 2010, Piezoelectric Materials Synthesized by the
Hydrothermal Method and Their Applications, Materials
(Basel), vol. 3, no. 12, hal. 5236–5245.
[10] Ahda, Syahfandi, dan Mardiyanto, 2009, Pola Difraksi Sinar-
X Produk Sintesis Bahan Piezoelektrik PbZrxTi1-xO3
dengan Metode Solid State Reaction, Jurnal Sains Materi
Indonesia, Hal 127-130, ISSN: 1411-1098.
[11] Widodo, S., 2010, Teknologi Sol Gel Pada Pembuatan Nano
Kristalin Metal Oksida Untuk Aplikasi Sensor Gas,
Seminar Rekayasa Kimia dan Proses, E-20-1 – E-20-8.
[12] Wang, G., Meng, X J., Yun, J., Lai, Z., Guo, S., & Chu, J.,
2001, Effect Of Lead Zirconate Titanate and Strontium
Bismuth Tantalate Thin Films, Dissertation, Zur Erlangung
des akademischen Grades, Genehmight Durch Die Fakultӓt
fϋr Elektrochnik und Informationstechnik.
[13] Bhaskar, Ankam, Chang, T. H., Chang, H.Y., Cheng, S.Y.,
2007, Low-Temperature Crystallization of Sol-Gel-
Derived Lead Zirconate Titanate Thin Films Using 2.45
GHz Microwaves, Elsevier, vol. 515, hal. 2891-2896.
[14] Lapailaka, T., Tjahjanto, R. T., Masruroh., 2011, Studi
Pengaruh Penambahan Timah Hitam Terhadap Kristal
Lapisan Tipis Pzt Di Daerah Morphotropic Phase
Boundary ( MPB ), Jurnal, Fakultas Mipa, Universitas
Brawijaya, Malang.
[15] Schwartz, R. W., 1997, Chemical Solution Deposition of
Perovskite Thin Films, Chem Mater, vol. 4756, no. 97, hal.
2325–2340.
[16] Arifani, M., Baqiya, M. A., Darminto,. 2012, “Sintesis
Multiferoik BiFeO3 Berbasis Pasir Besi dengan Metode
Sol Gel, Jurnal Sains dan Seni ITS, vol. 1, no. 1, hal. 1–4.
[17] Zak, A. K., Majid, W. H. A., 2011, Effect of solvent on
structure and optical properties of PZT nanoparticles
prepared by sol-gel method, in infrared region, Ceramics
International, vol. 37, no. 3, hal.753–758.
[18] Muhlis., Fathoni, I., Iswarin, S. J., Triandi, R., dan Masruroh,
2013, Studi Penumbuhan Lapisan Tipis PZT dengan
Metode Spin Coating, Physics student Journal, Fakultas
Mipa, Universitas Brawijaya, Malang.
[19] Pramathesh, T., Ankur, S., 2013, Piezoelectric Crystals :
Future Source of Electricity, International Journal of
Sciencetific Engineering and Technology , vol. 2, no. 4, hal.
260–262.
[20] Ibrahim, A. M. A., Murgan, R., Mara, U. T. G., College, A.,
and S. Peter, 2008, Morphotropic Phase Boundary in
Ferroelectric Materials, School of Physics and Material
Sciences, faculty of Applied Science, University Technolog
MARA, Selangor.
[21] Yang, Sen, Bao, Huixin, Chao Zhou, Yu, Xiabing, Yoshitanaja
Matshushita, 2010, Large Magnetostriction from
Morphotropic Phase Boundary in Ferromagnets, Xi’an
Jiaotong University, China.
[22] Wulandari, Rosgiani., Munawarti, N.D, Permatasari, D., Aini,
Z., Wari, W.S., Wardhani, S., 2015, Sintesis Alumina dari
Limbah Anodisasi dengan Metode Sol-Gel. Kajian :
Waktu Luang, Prosiding Seminar Nasional Kimia, Fakultas
MIPA, Universitas Brawijaya, Malang.
[23] Bao, D., Yao, Xi., Shinozaki, K. dan Mizutani, N, 2003,
Growth And Electrical Properties Of Pb( Zr , Ti )O3 Thin
Films by a Chemical Solution Deposition Method Using
Zirconyl Heptanoate as Zirconium Source, Journal of
Crystal Growth, vol. 259, hal. 352-357.
[24] Richerson, David W., 1982, Modern Ceramic Engineering,
Marcel Dekker, Inc, USA.
[25] Ramlan, Bama, A. A., 2011, Pengaruh Suhu dan Waktu
Sintering terhadap Sifat Bahan Porselen untuk Bahan
Elektrolit Padat (Komponen Elektronik), Jurnal Penelitian
Sains, vol. 14, no. 3B, hal. 22–25.
[26] Umiati, N. A. K., Irzaman, Budiman, Maman., Barmawi, B.,
2001, Efek Annealing Penumbuhan Film Tipis
Ferroelektrik PbZr0,625Ti0,375O3 (PZT), Kontribusi Fisika
Indonesia, vol. 12, no. 4, hal. 2–6.
[27]Fernando,V., 2013, Sintesis Bahan Piezoelektrik
Ba0,5Na0,5TiO3 dan Penambahan Gd2O3 dengan Metode
Solid State Reaction, Skripsi, Fakultas MIPA, Institut
Pertanian Bogor.
[28] Christopher, H., 2009, The Basics of Crystallography and
Diffraction, Institute for Materials Research University of
Leeds, New York.
[29] Callister, D., Willian, 2001, Fundamental of Material Science
and Engineering, John Willey & Sons, Inc.
[30] Monshi, A., Foroughi, M.R., dan Monshi, M.R., 2012,
Modified Scherrer Equation to Estimate More
Accurately Nano-Crystallite Size Using XRD, World
Journal of Nano Science and Engineering, Vol. 2, pp. 154-
160.
[31] Respati, S. M. B., 2008, MACAM-MACAM MIKROSKOP,
Momentum, vol. 4, no. 2, hal. 42–44.
[32] Pustekkom Depdiknas ,2009, Alat Optik Mikroskop,
http://belajarkemdikbud.go.id/SumberBelajar/tampilajar.php
ve=11&idamateri=297&mnu=Materi5&kl=7,diakses pada
tanggal 6 Maret 2017.
[33] Davidson, M. W., dan Abramowitz, M., 2002, Optical
Microscopy, In Homiak, J. P (Ed.), Encylopedia of Imaging
Science and Technology, vol. 2, hal 1106-1141, Wiley and
Sons, New York.
[34] Joni, I.M., 2007, Pengantar Biospektroskopi, Diktat
Spektroskopi, Jurusan Fakultas MIPA, Universitas
Padjadjaran, Bandung.
[35] Silviyah, S., Widodo, C. S., Masruroh, Penggunaan Metode
FT-IR (Fourier Transform Infra Red) Untuk
Mengidentifikasi Gugus Fungsi Pada Proses Pembaluran
Penderita Mioma, Jurnal Fisika, Fakultas MIPA, Universitas
Brawijaya, Malang.
[36] Widiastuty, W., 2006, Teknik Spektoskopi Inframerah
Transformasi Fourier Untuk Penentuan Profil Kadar
Xantorizol dan Aktivitas Antioksidab Temulawak, Skripsi,
Fakultas MIPA, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
[37] Titus, L., 2013, Pengaruh Penambahan Pb dan Komposisi
Zr/Ti Terhadap Struktur, Komposisi Fase, dan
Morfologi Kristal Lapisan Tipis PZT dengan Metode Sol Gel Menggunakan Penstabil Asetil Aseton, Tesis, Universitas Brawijaya Malang.
[38] Naat, J.N., 2014, Sintesis dan Karakterisasi Lapisan Tipis
Timbal Zirkonat Titanat (PZT) dengan Variasi Penambahan Pelarut dan Kecepatan Putar Deposisi, Tesis, Fakultas Mipa Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang
[39] Abimanyu, T., 2015, Sintesis Lapis Tipis Timbal Zirkonat
Pb(ZrTi1-x)O3 Menggunakan Prekursor Zirkonium
Nitrat dengan Variasi suhu Annealing, Tesis, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Brawijaya, Malang.