suci safitriani jambi 3se2
DESCRIPTION
industrialisasiTRANSCRIPT
FENOMENA DEINDUSTRIALISASI DI PROVINSI JAMBI
PERIODE 1983-2010 DAN 1990-2010
Oleh:
Nama : Suci Safitriani
NIM : 09.6147
Kelas : 3SE2
SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK
JAKARTA
2012
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Fenomena Dindustrialisasi di Provinsi Jambi”. Tujuan
penelitain ini adalah untuk Mendeskripsikan fenomena deindustrialisasi yang
terjadi di Provinsi Jambi dan mengetahui pengaruh pembentukan modal tetap
bruto (PMTB), tingkat keterbukan dan indeks harga konsumen (IHK) terhadap
deindustrialisasi di Provinsi Jambi. Jenis data yang digunakan adalah data makro
Provinsi Jambi yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik. Model yang terbentuk
akan terdiri atas dua, yakni untuk model pertama dengan variabel dependent rasio
PDRB sektor Industri terhadap total PDRB dan model kedua dengan variabel
dependent rasio total pekerja sektor industry terhadap total pekerja. Masing-
masing variabel dependent tersebut dipasangkan dengan tiga variabel independent
. berupa variabel Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang di logatritma
naturalkan, tingkat keterbukaan dan Indeks Harga Konsumen (IHK) yang
dilogaritma naturalkan. dengan series waktu mengikuti variabel dependentnya.
Model pertama menggunakan series waktu 1982-2010 dan model kedua
menggunakan series waktu 1990-2010. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Regresi Linear Berganda Untuk Time Series dan Error Correction
Model (ECM), dan diolah dengan bantuan software Eviews 6 dan SPSS 17. Hasil
peneltian ini menunjukkan bahwa untuk model pertama, dengan menggunakan
analisis regresi berganda hanya konstanta dan variabel tingkat keterbukaan yang
berpengaruh masing-masing secara positif dan negative dan signifikan terhadap
variabel rasio PDRB. Sedangkan untuk model kedua dengan model ECM, untuk
model jangka pendek hanya speed of adjustment yang berpengaruh signifikan dan
bernilai negative, sedangkan tiga variabel bebas lainnya tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap rasio tenaga kerja. Sedangkan untuk model jangka panjang,
model dinyatakan tidak fit.
LATAR BELAKANG
Pertumbuhan ekonomi adalah suatu indikator yang menunjukkan
perkembangan kegiatan perekonomian di suatu negara. Masalah pertumbuhan
ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makro ekonomi dalam jangka panjang.
Pertumbuhan ekonomi diharapkan mengalami kenaikan dari tahun ke tahun
karena pertumbuhan yang terus mengalami kenaikan akan sangat mempengaruhi
pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Dilihat dari segi pertumbuhan ekonomi, Indonesia mengalami
pertumbuhan yang tidak seimbang karena perekonomiannya mayoritas bertumpu
pada sektor jasa atau sektor non-tradeable yang tidak bisa dipasarkan dengan
leluasa secara internasional. Sedangkan untuk sektor yang berkaitan dengan
produksi dan manufaktur (tradeable) cenderung mengalami penurunan dan
cenderung di bawah pertumbuhan non-tradeable. Selama periode 2000-2009, rata-
rata pertumbuhan sektor non-tradeable sebesar 6,92 persen dan rata-rata
pertumbuhan ekonomi sebesar 5,87 persen. Sedangkan rata-rata pertumbuhan
sektor radeable sebesar 3,46 persen jauh dibawah rata-rata pertumbuhan sektor
non tradeable dan pertumbuhan ekonomi (Basri, 2009 dalam Susi Metinara
2011).
Sektor manufaktur atau sektor industry merupakan salah satu sektor yang
cukup mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara atau wilayah. Hal
tersebut didukung oleh teori pertumbuhan wilayah yang dikemukakan oleh Kaldor
(1966) yang menyebutkan bahwa sektor manufaktur sebagai sektor sekunder
merupakan mesin pertumbuhan (engine of growth) dalam sistem perekonomian
bagi suatu negara atau wilayah (Dasgupta dan Singh, 2006 dalam Susi Metinara
2011). Hal tersebut yang mendorong banyak negara berlomba-lomba memicu
pertumbuhan ekonominya melalui penerapaan industrialisasi khususnya industry
manufaktur. Namun belakangan ini , isu terjadinya deindustrialisasi kian marak
diperbincangkan melanda beberapa negara. Indonesia pun tidak luput dari isu
tersebut.
Apabila kontribusi industri manufaktur kian meningkat PDB (Produk
Domestik Bruto), maka suatu negara bisa dikatakan mengalami industrialisasi.
Dengan demikian, industrialisasi memiliki kinerja yang sangat konkret.
Konsekuensinya, tidak ada industrialisasi ketika industri manufaktur tak memiliki
kontribusi secara signifikan terhadap PDB. Sebaliknya, jika ternyata kontribusi
industri manufaktur terhadap PDB mengalami penurunan secara relatif
dibandingkan sektor perekonomian yang lain, ini menunjukkan industrialisasi
memasuki fase titik balik. Ini berarti, perekonomian sebuah negara memasuki fase
deindustrialisasi. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa Indonesia sedang
mengalai fase deindustrialisasi.
Menurut Rucky, 2008 (dalam Diah Ananta Dewi tahun 2010) menjelaskan
bahwa deindustrialisasi yang terjadi di Indonesia diikuti dengan tingkat
penyerapan tenaga kerja yang rendah, penurunan nilai tambah sektor manufaktur,
penruruan tingkat investasi, proporsi nilai tambah sektor pertanian terhdap PDB
semakin menurun, dan juga lemahnya hubungan antara sektor pertambangan dan
penggalian dengan industry pengolahannya. Deindustrialisasi seperti ini
memebrikan dampak buruk terhadap perekonomian.
Provinsi Jambi yang merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang
tercakup dalam kawasan KESR-IMS GT. KESR adalah singkatan dari Kerjasama
ekonimi sub regional. Dimana IMS GT menekankan pengembangan kerjasama
pad sektor perdagangan dan industry, penambangan dan energy, pertanian dan
perternakan, pariwisata dan transportasi, serta pendidikan dan pelatihan sebagai
wahana untuk transfer teknologi. Oleh karena itu peningkatan sektor industry
khususnya yang berbasis manufaktur di provinsi Jambi harus terus ditingkatkan.
Grafik 1. Kontribusi Sektor Industri, Sektor Perdagangan dan Sektor Pertanian
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jambi 1995-2010.
Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa kontribusi sektor
industry terhadap pertumbuhan ekonomi masih di bawah sektor perdagangan dan
pertanian serta cenderung mengalami penurunan setelah tahun 2000. Peningkatan
terbesar terjadi pada tahun 2000.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa terjadinya deindustrialisasi di
Indonesia dalam skala nasional nasional tidak akan luput dari deindustrialisasi
yang terjadi di level provinsi. Sehingga perlu untuk dikaji lebih mendetail
bagaiman fenomena deindustrialisasi juga terjadi pada level provinsi. Pada
penelitian ini, peneliti tertarik untuk meneliti fenomena deindustrialisasi yang
terjadi di provinsi Jambi dan faktor-faktor apa saja yang memengaruhinya.
TUJUAN
1. Mendeskripsikan fenomena deindustrialisasi yang terjadi di Provinsi Jambi
2. Mengetahui pengaruh pembentukan modal tetap bruto (PMTB), tingkat
keterbukan dan indeks harga konsumen (IHK) terhadap deindustrialisasi di
Provinsi Jambi ?
LANDASAN TEORI
1. Konsep Deindustrialisasi
Secara umum deindustrialisasi dapat diartikan sebagai penurunan
kontribusi output sektor manufaktur dalam pendapatan nasional maupun
penurunan pangsa (share) pekerja sektor manufaktur terhadap total pekerja.Dalam
penelitian ini, deindustrialisasi mengacu pada penurunan pangsa (share) pekerja
sektor manufaktur terhadap total pekerja seluruh sektor. Apabila produktivitas
tenaga kerja meningkat dengan cepat, deindustrialisasi dapat terjadi meskipun
output sektor manufaktur meningkat atau konstan (Susi Metinara 2011).
Blackaby (1979) diacu dalam Jalilian dan Weiss (2000) mendefinisikan
Deindustrialisasi sebagai penurunan nilai tambah riil sektor manufaktur atau
penuruan kontribusi sektor manufaktur dalam pendapatan nasional. Singh (1982)
diacul dalam Jalilian dan weiss (2000) menyatakan deindustrialisasi sebagai
ketidakmampuan sektor manufaktur menghasilkan nilai ekspor yang mencukupi
dalam membiayai impornya untuk mencapai kondisi full employment dalam
perekonomian.
Rowthorn dan Wells (1987) diacu dalam IMF (1997) menyatakan
penurunan proporsi jumlah pekerja sektor manufaktur terhadap total pekerja
sebagai deindustrialisasi. Pendapat serupa juga dinyatakan oleh Bazen dan
Thirwall (1989) yang diacu dalam Jalilian dan Weiss (2000) menyatakan
deindustrialisasi sebagai penurunan jumlah pekerja sektor manufaktur baik secara
absolute maupun relative terhadap total pekerja.
2. Pembentukan Modal Tetap Bruto
Yang dimaksud dengan PMTB adalah pengeluaran untuk barang modal
yang mempunyai umur pemakaian lebih dari satu tahun dan bukan merupakan
barang konsumsi. PMTB mencakup bangunan tempat tinggal dan bukan tempat
tinggal, bangunan lain seperti jalan, dan bandara, serta mesin peralatan.
Pengeluaran barang modal dan bangunan untuk keperluan militer tidak tercakup
di sini tetapi digolongkan sebagai konsumsi pemerintah. (Neraca Arus Dana
Indonesia Tahunan 2003-2008)
Secara rinci, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) terdiri dari
a. Penambahan bersih (baru atau bekas) oleh produsen, aset berwujud yang dapat
diproduksi kembali yang mempunyai umur satu tahun atau lebih dan
digunakan bukan utuk keperluan militer.
b. Pengeluaran atas peningkatan dan perubahan barang-barang modal yang
diharapkan memperpanjang umur barang tersebut atau dapat meningkatkan
produktivitasnya.
c. Pengeluaran atas reklamasi tanah dan perbaikannya, perkembangan dan
perluasan perkebunan, pertambangan, hutan, lahan pertanian dan perikanan.
d. Penambahan ternak yang dipelihara untuk diambil tenaga, susu, bulu dan
pembibitan langsug ternak potong.
PMTB menjadi motor penggerak bagi pertumbuhan perekonomian daerah.
Untuk meningkatkan pertumbuhan daerah dan memberikan kesempatan kerja bagi
masyarakat luas maka penentuan target investasi (PMTB) menjadi hal yang sangat
penting karena dengan diketahuinya seberapa besar investasi yang dibutuhkan
maka akan dapat diketahui perkiraan pertumbuhan ekonomi daerah. Penghitungan
target investasi pada dasarnya sama dengan mencari berapa investasi yang
dibutuhkan untuk dapat mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang telah
ditargetkan. Kaitan antara investasi dan laju pertumbuha ini merupakan inti pokok
dari suatu perencanaan pembangunan, dan perencanaan kebutuhan investasi
merupakan masalah yang cukup rumit dalam kegiatan perencanaan tersebut.
Penetapan sasaran laju pertumbuhan ekonomi mengandung implikasi yang cukup
besar dalam memperkirakan kebutuhan investasi yang diperlukan untuk mencapai
sasaran pertumbuhan ekonomi tersebut. Semakin tinggi sasaran laju pertumbuhan
ekonomi, semakin besar pula kebutuhan investasi di masa mendatang.
3. Tingkat Keterbukaan (Degree of Openess)
Tingkat keterbukaan (Degree of Openness)1suatu negara merupakan
ukuran seberapa besar ekonomi negara tersebut bergantung kepada perdagangan
luar negerinya (ekspor dan impor). Tingkat keterbukaan (Openness) dihitung
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
4. Indeks Harga Konsumen (IHK)
Reisman (2002) menemukan bahwa inflasi turut berkontribusi dalam
terjadinya deindustrialisasi. Inflasi menyebabkan investasi menjadi lebih mahal
dan profit yang diharapkan menjadi berkurang.(Susi Metinara 2011).
Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-
harga secara umum dan terus-menerus (kontinu). Inflasi merupakan salah satu
indikator penting yang dapat memberikan informasi tentang dinamika
perkembangan harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Inflasi
dihitung dengan menggunakan indeks harga konsumen, dimana indeks harga
konsumen adalah nomor indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang dan
jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga (household). IHK sering digunakan
untuk mengukur tingkat inflasi suatu negara dan juga sebagai pertimbangan untuk
penyesuaian gaji, upah, uang pensiun, dan kontrak lainnya. Untuk memperkirakan
nilai IHK pada masa depan, ekonom menggunakan indeks harga produsen, yaitu
harga rata-rata bahan mentah yang dibutuhkan produsen untuk membuat
produknya.
Rumus IHK (modifikasi Laspeyres):
In = Indeks periode ke-n
Pni = Harga jenis barang i, periode ke-n
P(n-1)i = Harga jenis barang i, periode ke-(n-1)
100
1
1
)1(
)1(
k
i
oioi
k
i
oiin
in
ni
n
QP
QPP
P
I
P(n-1)i Qoi = Nilai konsumsi jenis barang i, periode ke-(n-1)
Poi Qoi = Nilai konsumsi jenis barang i pada tahun dasar
k = Jumlah jenis barang paket komoditas
Fenomena mengenai deindustrialisasi sudah sering diteliti oleh peneliti
baik itu dari dalam negeri amupun dari luar negeri. Rowthorn dan Ramaswamy
(1997), "Deindustrialization:Causes and Implication" menggunakan data set 21
Negara OECD dari 23 Negara OECD (tidak termasuk Luxemberg dan Iceland).
Tahun 1963, 1970, 1975, 1980, 1985, 1990 dan 1994. Dengan variabel Dependen:
proporsi pekerja sektor manufaktur terhadap total pekerja (persentase).
Independen: pendapatan per kapita, persentase pangsa neraca perdagangan
(ekspor dikurangi impor) terhadap PDB, pangsa investasi dalam PDB dan
pengangguran. Data tersebut diolah dengan menggunakan metode regresi data
panel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Terdapat hubungan yang non linear
antara pendapatan per kapita dan share pekerja manufaktur sehingga pertumbuhan
ekonomi yang terus meningkat justru menyebabkan proporsi pekerja di sektor
manufaktur menurun. Deindustrialisasi memberikan implikasi terhadap
pertumbuhan dan industri dalam kelangsungan ekonomi. Proses deindustrialisasi
yang terus berlanjut, akan mempengaruhi produktivitas total dimana produktivitas
total akan tumbuh berdasarkan pertumbuhan sektor jasa. Keadaan ini
menyebabkan peningkatan standar hidup selanjutnya akan dipengaruhi oleh
pertumbuhan produktivitas sektor jasa. Implikasi lain dari deindustrialisasi adalah
peranan serikat perdagangan (trade union) dapat berubah pada perekonomian yang
telah maju. Perubahan peranan tersebut terjadi dalam hal penentuan standar upah
pekerja.(Dalam Susi Metinara 2011)
Sedangkan Dasgupta dan Singh (2006), melalui penelitiannya yang
berjudul "Manufacturing,Services, and Premature Deindustrialization in
Developing Countries: A Kaldorian Analysis" di 14 negara berkembang, tahun
1986-2000 dengan menggunakan variabel Dependen: kontribusi pekerja sektor
manufaktur terhadap total pekerja (persen) Independen: pendapatan per kapita,
proporsi gross fixed capital terhadap PDB, tingkat keterbukaan perdagangan,
dummy negara Amerika Latin dan China memperoleh hasil bahwa Negara-negara
berkembang dengan pendapatan perkapita pada level rendah dan menengah
mempunyai income elasticity of demand terhadap barang-barang manufaktur tetap
tinggi. Negara yang mengalami pathological deindustrialization seharusnya
mengevaluasi kebijakan industrinya agar pertumbuhan ekonominya lebih terarah
dan tepat sasaran. Sebaliknya negara yang mengalami deindustrialisasi positif,
kebijakan industri yang ada tidak perlu direvisi kembali. Analisis deindustrialisasi
dengan pendekatan Kaldorian pada negara berkembang memberikan fakta bahwa
terdapat dua tipe deindustrialisasi yaitu deindustrialisasi positif terjadi karena
sektor manufakturnya berkembang ke arah sektor yang bersifat informal sehingga
tidak membawa dampak buruk pada perekonomian dan deindustrialisasi negatif
lebih disebabkan arah pengembangan sektor manufaktur yang salah atau proses
industrialisasinya mengalami kegagalan sehingga tidak mampu memberikan
pertumbuhan ekonomi yang sustain. (Dalam Susi Metinara 2011)
Selain penelitian yang dilakukan di luar Indonesia, Susi Metinara 2011
melakukan penelitian terkait deindustrialisasi melalu thesis yang berjudul :
“Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Deindustrialisasi di Indonesia Tahun 2000-
2009”. Variabel yang digunakan untuk menggambarkan deindustrialisasi dalam
penelitian ini (dependent variable) adalah proporsi pekerja sektor manufaktur
terhadap total pekerja, pendapatan per kapita dan pertumbuhan produktivitas.
Sementara variabel yang digunakan untuk menjelaskan faktorfaktor yang
memengaruhi deindustrialisasi (independent variable) adalah pendapatan per
kapita, pertumbuhan produktivitas, keterbukaan ekonomi (openness), penanaman
modal asing (PMA), jumlah tenaga kerja terampil (human capital), dan tingkat
pengangguran. Estimasi model menggunakan pendekatan metode Fixed Effect-
General Least Square (FE-GLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-
faktor domestik (pendapatan per kapita dan pertumbuhan produktivitas) serta
globalisasi ekonomi (keterbukaan ekonomi dan penanaman modal asing)
berpengaruh terhadap deindustrialisasi di Indonesia baik secara langsung maupun
tidak. Selain itu, human capital (jumlah tenaga kerja terampil) turut berpengaruh
terhadap deindustrialisasi alaupun tidak menunjukkan hubungan yang signifikan.
Berdasarkan hasil penelitian, memperlihatkan bahwa deindustrialisasi yang terjadi
di Indonesia sejak beberapa tahun terakhir merupakan deindustrialisasi negatif.
Deindustrialisasi yang terjadi bukanlah dampak alamiah dari proses pembangunan
melainkan akibat sejumlah guncangan (shock) dalam sistem perekonomian.
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Diah Ananta Dewi tahun 2010,
melalui thesisnya yang berjudul : Deindustrialisasi di Indonesai 1983-2008 :
Analisis Dengan Pendekatan Kaldorian. Variabel yang digunakan adalah proporsi
pekerja sektor manufaktur dalam total pekerja yang menggambarkan
deindustrialisasi. Hasil penelitan ini menujukkan bahwa sektor manufaktur
menjadi mesin pertumbuhan ekonomi di Indonesia selama tahap industrialisasi
berdasarkan analisis dengan pendekatan Kaldorian. Pertumbuhan sektor
manufaktur memicu pertumbuhan sektor selain manufaktur sehingga pada
akhirnya pertumbuhan PDB akan tumbuh lebih pesat. Proses Deindustrialisasi
yang terjadi di Indonesia sejak tahun 2002 cenderung menuju ke arah yang
negative. Deindustrialisasi negative ini salah satunya ditandai dengan rendahnya
trade balance. Deindustrialisasi yang terjadi bukanlah dampak alamiah dari proses
pembangunan yang sangat maju melainkan lebih disebabkan oleh guncangan
(shock) terhadap perekonomian Indonesia.
METODOLOGI
Data yang digunakan dalam paper ini adalah data sekunder yang diperoleh
dari Badan Pusat Statistik . Data yang dikumpulkan berupa data makro provinsi
Jambi dengan series tahun 1983-2010 berupa total PDRB dan PDRB sektor
industry, PMTB, IHK, dan jumlah ekspor dan impor. Sedangkan untuk jumlah
pekerja dan pekerja industry, series yang digunakan adalah tahun 1990-2010
Perbedaan series waktu tersebut disebabkan oleh keterbatasan data yang
diperoleh. Data PDRB, PMTB , ekspor dan impor menggunakan tahun dasar 2000
dan data IHK dengan tahun dasar 2007. Adapun variabel yang digunakan terdiri
atas dua jenis yaitu dua variabel dependent yang mewakili deindustrialisasi berupa
variabel rasio jumlah PDRB sektor Industri terhadap Total PDRB dan rasio
jumlah pekerja sektor industry terhadap total pekerja serta tiga variabel
independent berupa variabel Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang di
logatritma naturalkan, tingkat keterbukaan dan Indeks Harga Konsumen (IHK)
yang dilogaritma naturalkan. Dalam penelitian ini, kan dihasilkan dua model
yaitu:
1. Model pertama
Variabel Dependen : rasio jumlah PDRB sektor Industri terhadap Total
PDRB Provinsi Jambi tahun 1983-2010.
Variabel Independent : Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), tingkat
keterbukaan dan Indeks Harga Konsumen (IHK) provinsi Jambi tahun
1983-2010
2. Model kedua
Variabel Dependen : pekerja sektor industry terhadap total pekerja
Provinsi Jambi tahun 1990-2010.
Variabel Independent : Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), tingkat
keterbukaan dan Indeks Harga Konsumen (IHK) provinsi Jambi tahun
1990-2010
Metode analisis yang digunakan adalah analisis deksriptif dan analisis
inferensia. Analisis deskriptif digunakan untuk melihat pola pertumbuhan
variabel-variabel dari tahun ke tahun yaitu variabel rasio PDRB sektor industry
terhadap PDRB total, rasio pekerja sekotr industry terhadap total pekerja, PMTB,
tingkat keterbukaan dan indesk harga konsumen. Sedangkan analisis inferensia
yang digunakan adalah metode analisis regresi berganda untuk data Time Series
untuk model pertama dan error correction model untuk model kedua.
1. Analisis Regresi digunakan untuk mengukur besarnya pengaruh variabel
bebas terhadap variabel tergantung dan memprediksi variabel tergantung
dengan menggunakan variabel bebas. Gujarati (2006) mendefinisikan analisis
regresi sebagai kajian terhadap hubungan satu variabel yang disebut sebagai
variabel yang diterangkan (the explained variabel) dengan satu atau dua
variabel yang menerangkan (the explanatory). Variabel pertama disebut juga
sebagai variabel tergantung dan variabel kedua disebut juga sebagai variabel
bebas. Jika variabel bebas lebih dari satu, maka analisis regresi disebut regresi
linear berganda. Disebut berganda karena pengaruh beberapa variabel bebas
akan dikenakan kepada variabel tergantung. Sebelum megestimasi parameter,
terlebih dahulu kita harus menguji stasioneritas dari semua variabel, jika sudah
stasioner maka lakukan estimasi parameter, namun jika tidak maka harus
melalui proses diffrencing pada orde tertentu. Kemudian menentukan model
yang akan digunakan, sesuai dengan data yang hanya mengandung satu
variabel dependen dan satu variabel independen. Jadi, model yang digunakan
adalah sebagai berikut:
2. Error correction model atau yang dikenal dengan model koreksi kesalahan
adalah suatu model yang digunakan untuk melihat pengaruh jangka panjang
dan jangka pendek dari masing-masing peubah bebas terhadap peubah terikat.
(Satria, 2004). Menurut Sargan, Engle dan Granger, error correction model
adalah teknik untuk mengoreksi ketidakseimbangan jangka pendek menuju
keseimbangn jangka panjang, serta dapat menjelaskan hubungan antara
peubah terikat dengan peubah bebas pada waktu sekarang dan waktu lampau.
Dalam penelitian ini akan terbentuk dua model ecm masing-masing untuk
rasio jumlah PDRB sektor industry terhadap total PDRB dan rasio jumlah
pekerja sektor industry terhadap total pekerja. Pengolahannya dilakukan
dengan bantuan software Eviews 6 dan SPSS 17.
Error correction model atau yang dikenal dengan model koreksi kesalahan
adalah suatu model yang digunakan untuk melihat pengaruh jangka panjang dan
jangka pendek dari masing-masing peubah bebas terhadap peubah terikat (Satria,
2004). Menurut Sargan, Engle dan Granger, error correction model adalah teknik
untuk mengoreksi ketidakseimbangan jangka pendek menuju keseimbangan
jangka panjang, serta dapat menjelaskan hubungan antara peubah terikat dengan
peubah bebas pada waktu sekarang dan waktu lampau.
Dalam menentukan model regresi linear dengan pendekatan ECM,
terdapat beberapa asumsi yang harus dipenuhi sebagai berikut :
3. Uji Kestasioneran
Salah satu permasalah yang sering dihadapi oleh data time series adalah
adanya autokorelasi yang menyebabkan data runtun waktu tidak stasioner. Oleh
karena itu dalam membuat model –model ekonometrika dari data runtun waktu
diharuskan menggunakan data yang stasioner. Apabila data yang digunakan tidak
stasioner artinya data mempunyai autokorelasi atau heterokedastisitas maka akan
mengakibatkan kurang baiknya model yang diestimasi dan akan menghasilkan
model yang dikenal dengan regresi spurious. Bila regresi sprious diinterpretasikan
maka hasil analisisnya akan salah dan dapat berakibat salahnya keputusan yang
diambil shingga kebijakan yang dibuatpun akan salah.Salah satu uji yang biasa
digunakan untuk menguji kestasioneran data adalah Uji ‘Uji Root Test’. Uji ini
dikenalkan oleh Dickey dan Fuller. Adapun modelnya adalah sebagai berikut :
Dengan hipotesis sebagai berikut :
Dengan Statistik Uji
Kriteria pengujian :
Terima H0 jika r > nilai statistic DF (Dickey-Fuller) artinya akar unit atau
data tidak stasioner.
Tolak H0 jika r < nilai statistic DF artinya tidak ada akar unit atau data
stasioner.
4. Uji Derajat Integrasi
Uji derajat integrasi dilakukan apabila data tidak stasioner pada saat uji
kestasioneran. Uji derajat integrasi dimaksudkan untuk mengetahui pada derajat
berapa data akan stasioner. Dalam kasus dimana data yang digunakan tidak
stasioner, Granger dan Newbold (Nachrowi, 2006) berpendapat bahwa regresi
yang menggunakan data tersebut biasanya memiliki R2 yang relative tinggi
namun memiliki nilai statistic durbin Watson yang rendah. Ini memberikan
indikasi bahwa regresi yang dihasilkan adalah spurious regression. Secara umum
apabila suatu data memerlukan diferensiasi sampai ke d agar stasioner, maka
dapat dinyatakan sebagai I(d).
5. Uji Kointegrasi
Uji Kointegrasi merupakan kelanjutan dari uji akar unit dan uji derajat
integrasi. Uji ini dimaksudkan untuk menguji apakah residual dari dihasilkan dari
persamaan regresi stasioner pada data atau tidak (Engle dan Granger, 1987).
Apabila terjadi satu atau lebih peubah mempunyai derajat integrasi yang berbeda,
maka peubah tersebut tidak dapat berkointegrasi (Engle dan Granger, 1987). Ada
dua cara pengujian kointegrasi yang dikenal, antara lain:
a) Uji Engle-Granger (Augmented Engle-Granger)
Uji Engle-Granger dilakukan dengan memanfaatkan uji DF-ADF. Adapun
tahapannya adalah :
Estimasi model regresi
Hitung residualnya
Jika residualnya stasioner, berarti regresi tersebut merupakan regresi
kointegrasi.
b) Uji kointegrasi Durbin-Watson Cointegrating Regression Durbin-Watson)
Tahapan pengujiannya sebagai berikut :
1. Hitung statistic Durbin-Watson (d), dengan d = , pada saat
bernilai 1, maka d akan bernilai 0. Oleh karena itu hipotesis yang
digunakan :
2. Bandingkan nilai d hitung dengan d tabel
Jika d hitung lebih besar dari d tabel ( d hitung > d tabel), dengan d tabel
adalah nilai yang diperoleh dari tabel Durbin Watson dengan
maka hipotesis H0 ditolak artinya data stasioner dan terjadi kointegrasi
antar peubah.
4. Pemodelan Error Correction Model (ECM)
Model ECM dapat dibentuk apabila terjadi kointegrasi antara peubah bebas
dan peubah terikat yang menunjukan adanya hubungan jangka panjang atau
equilibrium antara peubah bebas dan peubah terikat yang mungkin dalam
jangka pendek terjadi ketidakseimbangan atau keduanya tidak mencapai
keseimbangan. ECM digunakan untuk menguji spesifikasi model dan menguji
apakah pengumpulan data yang dilakukan sesuai. Apabila parameter ECT
(Error Correction Term) signifikan secara statistik, maka spesifikasi model
dan cara pengumpulan data sudah sesuai.
Langkah-langkah dalam melakukan pemodelan ECM adalah :
a. Pengumpulan Data
Setelah data terkumpul maka harus diketahui dahulu apakah tiap peubah
tersebut dapat digunakan atau tidak untuk menunjang peubah terikat karena itu
tiap peubah harus diperiksa terlebih dahulu, jika peubah tersebut memenuhi
syarat maka peubah tersebut digunakan, jika peubah tersebut tidak memenuhi
syarat maka peubah tersebut tidak dipakai dalam pemodelan. Untuk
mengetahui berpengaruh atau tidaknya peubah bebas terhadap peubah terikat
maka digunakan uji keberartian koefisien dengan menggunakan uji-t.
b. Linearitas Model
Misalkan dari data diperoleh fungsi sebagai berikut :
Y = f(X1, X2, X3)………………………(1)
Dengan model linearnya dapat dituliskan sebagi berikut :
………(2)
Kemudian model (3.5) dibentuk menjadi model dinamis yang menyertakan
kelambanan atau lag yang biasa dikenal dengan Error Correction Model yang
didefinisikan sebagai berikut :
Dimana :
D = Difference pertama
B = kelambanan kebelakang (backward lag operator)
Model pertama dapat dinyatakan sebagai berikut :
Bentuk umum dari persamaan ECM jangka pendek adalah sebagai berikut :
Model persamaan (3.8) merupakan model persamaan jangka pendek.
Sedangkan untuk model persamaan jangka panjang (Sasana, 2006)
didefinisikan sebagai berikut :
ECM mempunyai ciri khas dengan dimasukkannya unsur Error Correction
Term (ECT) dalam model. Apabila koefisien ECT signifikan secara statistik
yaitu nilai probabilitas kurang dari 10%, maka spesifikasi model yang
digunakan adalah sahih atau valid.
Regresi Linear Berganda dan Model ECM dipilih sebagai metode analisis
dalam peneltian karena setelah melakukan sekumpulan uji trial and error
dalam pemilihan model terbaik, model Regresi Linear Berganda untuk model
pertama dan model ECM untuk model kedua adalah yang menurut peneliti
paling sesuai dan cocok untuk diterapkan.
5. Uji Asumsi
a. Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang
lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda maka disebut
heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang terdapat
homokedastisitas atau tidak tejadi heterokedastisitas (Ghozali, 2005 dalam
Rusniasari, 2008). Cara untuk mengetahui ada tidaknya heterokedastisitas
adalah dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat
(ZPRED) dan residualnya (SRESID). Deteksi terhadap heterokedastisitas
dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik
scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y dan sumbu X yang
telah diprediksi, sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang
telah di-studentized. Dasar analisisnya adalah sebagai berikut :
1. Jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu
yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka
mengindikasikan telah terjadi heterokedastisitas.
2. Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik yang menyebar di atas dan di
bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas
(Ghozali, 2005 dalam Rusniasari 2008).
Hipotesis yang berlaku dalam uji homoskedatisitas ragam error
adalah:
Tolak Ho jika nilai Sig. < α, yang artinya variabel bebas signifikan
mempengaruhi residual (mengalami masalah heteroskedastisitas).
b. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,variabel
pengganggu / residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji
t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal.
Jika asumsi ini dilanggar maka uji statistik dianggap tidak valid (Ghozali,
2005 dalam Rusniasari, 2008). Model regresi yang baik adalah memiliki
distribusi normal atau mendekati normal. Adapun hipotesisnya adalah :
ApabilanilaiAsimp.sig(2-tailed)atauprobabilitasnyadiatas 0.05, maka
hipotesis nol diterima dan data telah memenuhi asumsi normalitas.
Cara untuk mengetahui normalitas residual adalah dengan melihat normal
probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dan distribusi
normal. Distribusi normal akan membentuk suatu garis lurus diagonal, dan
plotting data akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data
adalah normal maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan
mengikuti garis diagonalnya (Ghozali, 2005 dalam Rusniasari, 2008).
c. Uji Autokolerasi
Uji autokorelasi adalah untuk melihat apakah terjadi korelasi antara suatu
periode t dengan periode sebelumnya (t -1). Secara sederhana adalah bahwa
analisis regresi adalah untuk melihat pengaruh antara variabel bebas terhadap
variabel terikat, jadi tidak boleh ada korelasi antara observasi dengan data
observasi sebelumnya. Sebagai contoh adalah pengaruh antara tingkat inflasi
bulanan terhadap nilai tukar rupiah terhadap dollar. Data tingkat inflasi pada
bulan tertentu, katakanlah bulan Februari, akan dipengaruhi oleh tingkat
inflasi bulan Januari. Berarti terdapat gangguan autokorelasi pada model
tersebut. Contoh lain, pengeluaran rutin dalam suatu rumah tangga. Ketika
pada bulan Januari suatu keluarga mengeluarkan belanja bulanan yang relatif
tinggi, maka tanpa ada pengaruh dari apapun, pengeluaran pada bulan
Februari akan rendah.
MenurutGhozali (2005), dengan software SPSS, pengujian dapat
dilakukan melalui nilai Tolerance danVariance Inflation Factor (VIF).Jika
nilaiTolerance < 0.10 dan nilai VIF > 10 mengindikasikan adanya
multikolinieritas yang serius diantara variabel bebas.
Pengambilan keputusan ada atau tidaknya autokorelasi :
Tabel 1. Tabel pengambilankeputusan adatidaknya autokorelasi
Hipotesis Nol Keputusan Jika
Tidak ada autokorelasi
positif
Tolak 0<dw<dl
Tidak ada autokorelasi
positif
No Decision dl<dw<du
Tidak ada autokorelasi Tolak 4-dl<dw<4
negative
Tidak ada autokorelasi
negative
No Decision 4-du<dw<dl
Tidak ada autokorelasi,
positif atau negative
TidakDitolak du<dw<4-du
Uji autokorelasi hanya dilakukan pada data time series (runtut waktu) dan
tidak perlu dilakukan pada data cross section seperti pada kuesioner di mana
pengukuran semua variabel dilakukan secara serempak pada saat yang
bersamaan. Model regresi pada penelitian di Bursa Efek Indonesia di mana
periodenya lebih dari satu tahun biasanya memerlukan uji autokorelasi.
Beberapa uji statistik yang sering dipergunakan adalah uji Durbin-Watson, uji
dengan Run Test dan jika data observasi di atas 100 data sebaiknya
menggunakan uji Lagrange Multiplier. Beberapa cara untuk menanggulangi
masalah autokorelasi adalah dengan mentransformasikan data atau bisa juga
dengan mengubah model regresi ke dalam bentuk persamaan beda umum
(generalized difference equation). Selain itu juga dapat dilakukan dengan
memasukkan variabel lag dari variabel terikatnya menjadi salah satu variabel
bebas, sehingga data observasi menjadi berkurang 1.
D. Multikolinearitas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Asumsi multikolinieritas
menyatakan bahwa variabel independen harus terbebas dari gejala
multikolinieritas. Gejala multikolinieritas adalah gejala korelasi antar variabel
independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antara
variabel independen. Deteksi ada tidaknya multikolinieritas yaitu dengan
melihat nilai VIF (Variable Inflation Factor) dan tolerance. Model regresi
dikatakan bebas dari multikolinieritas apabila nilai VIF < 10, dan tolerance >
0,1 (10%) (Ghozali, 2001).
E. Uji Linearitas
Uji linieritas dilakukan untuk membuktikan bahwa masing-masing variabel
bebas mempunyai hubungan yang linier dengan variabel dependent.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Deindustrialisasi di Provinsi Jambi Tahun 1990-2010.
Penelitian-penelitian sebelumnya banyak yang mengungkapkan bahwa
deindustrialisasi sudah mulai melanda Indonesia. Ada yang mengatakan bahwa
deindustrialisasi merupakan kebalikan dari industrialisasi. Jika industri
manufaktur kian meningkat kontribusinya terhadap PDB (Produk Domestik
Bruto), maka suatu negara bisa dikatakan mengalami industrialisasi. Dengan
demikian, industrialisasi memiliki kinerja yang sangat konkret. Konsekuensinya,
tak ada industrialisasi manakala industri manufaktur tak memiliki kontribusi
secara signifikan terhadap PDB. Sebaliknya, jika ternyata kontribusi industri
manufaktur terhadap PDB mengalami penurunan secara relatif dibandingkan
sektor perekonomian yang lain, serta-merta industrialisasi memasuki fase titik
balik. Ini berarti, perekonomian sebuah negara memasuki fase deindustrialisasi.
Oleh karena itu, dapat diambil kesimpulan bahwa Indonesia saat ini sedang
mengalami deindustrialisasi.
Salah satu dampak dari terjadinya industrialisasi adalah terkait penyerapan
tenaga kerja. Secara logika, penurunan jumlah industri, baik kecil maupun besar,
membawa dampak pada menurunnya peluang kerja bagi masyarakat. Industri
manufaktur merupakan penyerap tenaga kerja formal terbesar. Deindustrialisasi
mengakibatkan pekerja sektor formal semakin terdesak.
Grafik 2. Rasio PDRB Sektor Industri Terhadap Total PDRB dan Rasio Pekerja
Sektro Industri Terhadap Total Pekerja di Provinsi Jambi Tahun 1983-2010.
Berdasarkan gambar dapat terlihat bahwa rasio PDRB sektor industri
terhadap total PDRB di Provinsi Jambi cenderung mengalami fluktuatif dari
tahun ke tahun. Terjadi peningkatan pada tahun 1983 sampai tahun 1987
kemudian turun pada tahun 1988 dan naik kembali pada tahun 1989. Rasio
tertinggi terjadi pada tahun 1997 yakni sebesar 0,174 kemudian cenderung
mengalami penurunan sampai pada tahun 2010. Terjadinya penurunan setelah
tahun 1997 mungkin disebabkan oleh krisi moneter yang terjadi pada tahun
1998 dan diikuti oleh krisis global pada tahun 2008.
Demikian juga denga rasio jumlah pekerja sektor industri terhadap total
pekerja di Provinsi Jambi tahun 1990-2006 mengalami perkembangan yang
fluktuatif. Rasio tertinggi terjadi pada tahun 1996 yakni mencapai 0,095.
Setelah tahun 2006, rasionya cenderung menunjukkan penurunan secara
perlahan, dan mencapai titik terendah pada tahun 2010 dengan rasio sebesar
0,032.
0
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
0.14
0.16
0.18
0.2
19
83
19
84
1
98
5
19
86
19
87
19
88
1
98
9
19
90
19
91
1
99
2
19
93
19
94
1
99
5
19
96
19
97
1
99
8
19
99
20
00
2
00
1
20
02
20
03
20
04
2
00
5
20
06
20
07
2
00
8
20
09
20
10
Rasio tenaga Kerja Rasio PDRB
Berdasarkan paparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pergerakan
antara kedua variabel cenderung saama. Gejala deindustrialisasi ternyata tidak
hanya terjadi pada skala nasional tetapi juga terjadi pada Provinsi Jambi, hal
tersebut dapat terlihat dari grafik, bahwa terjadi trend yang menurun pada rasio
PDRB sektor industry dan pekerja sektor industry pada periode tahun 1996-
2010. Terlebih lagi terjadinya krisis moneter dan krisi global yang melanda
Indonesia pada selang periode tersebut menyebabkan semakin menurunya
kontribusi sektor industry terhadap perekonomian Jambi. Sehingga dapat
dikatakan bahwa provinsi Jambi juga mengalami Deindustrialisasi.
Gambaran Umum Variabel Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB),
Tingkat Keterbukaan dan Indeks Harga Konsumen Provinsi Jambi Tahun
1983-2010
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
5.0
1985 1990 1995 2000 2005 2010
LNIHK
13.8
14.0
14.2
14.4
14.6
14.8
15.0
1985 1990 1995 2000 2005 2010
LNPMTB
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1985 1990 1995 2000 2005 2010
TINGKAT_KETERBUKAAN
Grafik 3. Perkembangan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), Tingkat
Keterbukaan dan Indeks Harga Konsumen Provinsi Jambi Tahun 1983-2010.
Berdasarkan gambar di atas dapat kita lihat bahwa PMTB Provinsi Jambi
pada periode 1983 sampai dengan 1997 cenderung mengalami kenaikan namun
mengalami penurunan drastis pada tahun 1998 dan 1999. Hal tersebut juga
disebabkan karena krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1998.
Setelah tahun 1999, PMTB terus mengalami kenaikan kecuali pada tahun 2005
yang mengalami sedikit penurunan. Ini menunjukkan bahwa perkembangan
investasi Indonesia juga cenderung mengalami perkembangan yang fluktuatif.
Berdasarkan grafik tersebut datat dilihat bahwa tingkat keterbukaan
Provinsi Jambi memilik trend naik pada periode tahun 1983-2010. Walaupun
kenaikan yang terjadi tidak begitu signifikan serta terjadi beberapa kasus
penurunan kecil yang terjadi pada beberapa periode. Hal ini menunjukkan
bahwa jumlah komoditas ekspor dan impor Provinsi Jambi cenderung
mengalami kenaikan dari tahun ke tahun selama periode tersebut. Pada periode
1983-2005, tingkat keterbukaan Provinsi Jambi masih di bawah 1, namun sejak
tahun 2006-2010, tingkat keterbukaannya naik menjadi 1 ke atas. Kenaikan
tersebut mungkin disebabkan oleh semaking berkembangannya globalisasi dan
perdagangan bebas. Sehingga menyebabkan keluar masuknya barang dari dan
keluar negeri begitu mudah terjadi. Hal tersebut berdampak pada semakin
naiknya komoditas ekspor dan impor setiap tahunnya.
Dilihat dari segi perkembangannya, dari tahun ke tahun nilai indeks harga
konsumen di Indonesia cenderung mengalami kenaikan sepanjang periode
1983-2010. Ini memperlihatkan di Indonesia, kecenderungan harga untuk
mengalami kenaikan lebih besar daripada penurunan. Indeks harga konsumen
mengalami kenaikan yang cukup signifkan terjadi pada tahun 1998. Hal ini
mungkin saja terjadi mengingat pada tahun itu terjadi krisis moneter yang
melanda perekonomian Indonesia sehingga berdampak kepada lonjakan harga-
harga barang secara signifikan. Terlebih lagi krisis global yang kemudian
melanda perekonomian Indonesia semakin memperbesar peluang harga untuk
terus mengalami kenaikan daripada penurunan.
Analisis Inferensia
1. Hasil Uji Kestasioneran
Uji stasioneritas diperlukan dalam data time series. Bila menggunakan data
yang tidak stasioner, maka akan menghasilkan persamaan purious regression”
yaitu persamaan regresi lancung atau persamaan regresi yang tidak memiliki
arti ekonomi. Adapun ringkasan hasil uji unit root tanpa intercept dan trend
adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Ringkasan Tabel Hasil Pengujian Unit Root
Variabel Data Level Data Difference 1
Model 1
Rasio PDRB sektor industry terhadap total
PDRB
LNPMTB
Tingkat Keterbukaan
LNIHK
0,304
1,588
2,278
6,096
-4,802
-3.334
-3.952
-2.241
Model 2
Rasio pekerja sektor industry terhadap total
pekerja
LNPMTB
Tingkat Keterbukaan
LNIHK
-0,380
1,072
2,632
1,000
-8.388
-2.759
-1.936
-1.956
Keterangan :
Model 1 :
Nilai kritis pada level 10% data level = -1.6095
Nilai kritis pada level 10% data difference 1 = -1.6093
Model 2 :
Nilai kritis pada level 10% data level = -1,607456
Nilai kritis pada level 10% data difference 1 = -1.607051
Tabel di atas didasarkan pada hasil uji unit root dengan menggunakan Uji
ADF tanpa intercept dan trend. Berdasarkan tabel 1, dapat dilihat bahwa pada
level 10%, untuk data level tidak ada satupun variabel yang stasioner. Hal ini
ditunjukkan dari nilai t statistic ADF lebih besar dari nilai kritis pada tingkat
kepercayaan 90%. Sehingga keputusannya menerima terima H0, yaitu terdapat
unit root.
Karena belum ada data yang stasioner, maka salah satu langkah yang
diambil adalah dengan melakukan differencing. Terlihat pada tabel bahwa
setelah diffrencing pertama, semua variabel sudah stasioner pada tingkat
kepercayaan 90%.
Pemodelan RLB Untuk Model Pertama :
Dependent Variable: D_RASIO_PDRB
Method: Least Squares
Date: 08/06/12 Time: 21:24
Sample (adjusted): 1984 2010
Included observations: 27 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D_LNPMTB -0.021656 0.025329 -0.854998 0.4014
D_TINGKAT_KETERBUKAAN -0.048266 0.022396 -2.155144 0.0419
D_LNIHK -0.059087 0.038016 -1.554247 0.1338
C 0.009399 0.004628 2.030961 0.0540 R-squared 0.265053 Mean dependent var 0.001282
Adjusted R-squared 0.169191 S.D. dependent var 0.010160
S.E. of regression 0.009261 Akaike info criterion -6.390073
Sum squared resid 0.001973 Schwarz criterion -6.198097
Log likelihood 90.26598 Hannan-Quinn criter. -6.332988
F-statistic 2.764927 Durbin-Watson stat 1.725251
Prob(F-statistic) 0.064908
Berdasarkan persamaan di atas dapat diketahui bahwa secara simultan
model RLB dinyatakn Fit dilihat dari F probabilitynya yang kurang dari
alpha=10%. Selain itu, secara parsial konstanta dan D_tingkat keterbukaan
atau perubahan tingkat keterbukaan mempengaruhi perubahan rasio PDRB
sektor industry terhadap total PDRB (deindustrialisasi) secara signifikan
untuk tingkat kepercayaan 90%. Setiap kenaikan perubahan tingkat
keterbukaan satu satuan akan meneyebabkan penurunan perubahan rasio
PDRB sektor industry terhadap total PDRB (deindustrialisasi) sebesar
. Tingkat keterbukaan diukur dengan melihat proporsi
penjumlahan ekspor dan impor Provinsi Jambi terhadap total PDRB
provinsi tersebut. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa adanya
hubungan negatif antara tingkat keterbukaan dengan proporsi PDRB sektor
industry di Provinsi Jambi. Ini mungkin saja terjadi apabila ternyata jumlah
impor Jambi lebih besar dari jumlah ekspornya, yang mengindikasikan
rendahnya produktivitas industrynya sehingga menyebabkan rendahnya
kontribusi PDRB sektor industry Provinsi Jambi terhadap total PDRB
Provinsi Jambi. Namun, pada dasarnya secara teori suatu daerah yang lebih
terbuka dalam perekonomiaannya akan lebih baik dibandingkan
perekonomian yang tertutup. Semakin meningkat keterbukaan ekonomi
(openness) suatu daerah atau negara mengindikasikan bahwa kinerja
perdagangan daerah atau negara tersebut meningkat. Dengan meningkatnya
kinerja perdagangan terutama ekspor manufaktur, secara tidak langsung
mengindikasikan bahwa produk-produk manufaktur lokal dapat bersaing.
Hal ini secara tidak langsung menyebabkan proporsi kontribusi PDRB
sektor industri manufaktur semakin meningkat seiring dengan
meningkatnya demand produk industri manufaktur. Namun dengan asumsi
komoditas ekspornya melebih komoditas impornya.
Sedangkan dua variabel yaitu perubahan pertumbuhan investasi atau PMTB
dan perubahan pertumbuhan IHK atau perubahan inflasi secara parsial tidak
berpengaruh signifikan terhadap deindustrialisasi. Setelah melakukan uji
asumsi, hanya asumsi heterokedastis yang terlanggar.
Error Corection Model Untuk Model Kedua
Uji Derajat Integrasi
Berdasarkan hasil uji Stasioneritas dapat dilihat bahwa semua data stasioner
pada difference pertama untuk alpha 10%. Hal ini menunjukkan bahwa
semua variabel stasioner pada derajat integrasi yang sama yaitu difference
pertama atau yang sering disimbolkan dengan I(I). Oleh karena itu langkah
selanjutnya dalam melakukan pemodelan ECM dapat dilanjutkan.
Uji Kointegrasi
Uji ini dimaksudkan untuk menguji apakah residual dari dihasilkan dari
persamaan regresi stasioner pada data atau tidak (Engle dan Granger,
1987). Apabila terjadi satu atau lebih peubah mempunyai derajat integrasi
yang berbeda, maka peubah tersebut tidak dapat berkointegrasi (Engle dan
Granger, 1987). Dalam penelitian ini, untuk menguji kointegrasi digunakan
Uji Engle Granger. Berdasarkan hasil pengujian residual dari persamaan
regresi untuk model pertama dan model kedua yang menggunakan data
level dihasilkan output sebagai berikut :
Null Hypothesis: RESID01 has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.174494 0.0031
Test critical values: 1% level -2.685718
5% level -1.959071
10% level -1.607456 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Berdasarkan output di atas dapat dilihat bahwa, untuk kedua model,
residualnya sudah stasioner pada level, sehingga dapat dikatakan bahwa
kedua model tersebut merupakan regresi yang berkointegrasi atau memiliki
hubungan jangka panjang.
Pemodelan Error Model Correction
Model ECM dapat dibentuk apabila terjadi kointegrasi antara peubah bebas
dan peubah terikat yang menunjukan adanya hubungan jangka panjang atau
equilibrium antara peubah bebas dan peubah terikat yang mungkin dalam
jangka pendek terjadi ketidakseimbangan atau keduanya tidak mencapai
keseimbangan.
Berdasarkan hasi pengolahan variabel menggunakan Eviews 6, diperoleh
hasil sebagai berikut :
Persamaan Jangka Pendek
Dependent Variable: D_RASIO_TENAGAKERJA
Method: Least Squares
Date: 08/04/12 Time: 12:32
Sample (adjusted): 1991 2010
Included observations: 20 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -0.007096 0.007117 -0.996921 0.3346
D_LNPMTB 0.064308 0.038118 1.687087 0.1123 D_TINGKAT_KETERBUKAA
N -0.050066 0.041580 -1.204080 0.2472
D_LNIHK 0.072299 0.057039 1.267539 0.2243
RESID01(-1) -0.749918 0.212469 -3.529532 0.0030 R-squared 0.520654 Mean dependent var -0.000439
Adjusted R-squared 0.392828 S.D. dependent var 0.015457
S.E. of regression 0.012044 Akaike info criterion -5.788197
Sum squared resid 0.002176 Schwarz criterion -5.539264
Log likelihood 62.88197 Hannan-Quinn criter. -5.739603
F-statistic 4.073152 Durbin-Watson stat 2.276975
Prob(F-statistic) 0.019747
Berdasarkan output tersebut persamaan jangka pendek yang bisa dibentuk
adalah :
Berdasarkan persamaan di atas dapat diketahui bahwa dengan tingkat
kepercayaan 90%, dalam jangka pendek, speed of adjustment untuk model
kedua adalah sebesar dan signifikan, artinya kecepatan variabel-
variabel untuk menuju keseimbangan yang sama adalah sebesar -0,7499.
Meskipun model dinyatakan fit secara simultan, namun tidak ada variabel
baik itu perubahan pertumbuhan PMTB atau investasi, perubahan
pertumbuhan Tingkat Keterbukaan maupun perubahan pertumbuhan IHK
atau perubahan inflasi yang mempengaruhi deindustrialisasi secara
signifikan untuk model kedua. Hal tersebut mungkin disebabkan karena
series waktu yang digunakan dalam pemodelan kedua ini sangat terbatas
yakni 20 series. Padahal secara teori, syarat data yang diperlukan dalam
analisis data time series adalah 50 series waktu. Mungkin hal ini lah
menyebabkan tidak adanya variabel yang dinyatakan berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel proporsi tenaga kerja sektor Industri yang
mewakili deindustrialisasi. Meskipun berdasarkan teori-teori yang ada
disebutkan adanya pengaruh variabel-variable tersebut terhadap
deindustrialisasi.
Persamaan Jangka Panjang
Dependent Variable: RASIO_TENAGAKERJA
Method: Least Squares
Date: 08/04/12 Time: 12:30
Sample: 1990 2010
Included observations: 21 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.216369 0.310850 0.696055 0.4958
LNPMTB -0.009195 0.022375 -0.410969 0.6862
TINGKAT_KETERBUKAAN 0.035718 0.041712 0.856296 0.4037
LNIHK -0.016827 0.009628 -1.747637 0.0986 R-squared 0.215528 Mean dependent var 0.052218
Adjusted R-squared 0.077092 S.D. dependent var 0.015350
S.E. of regression 0.014746 Akaike info criterion -5.426044
Sum squared resid 0.003697 Schwarz criterion -5.227088
Log likelihood 60.97346 Hannan-Quinn criter. -5.382865
F-statistic 1.556880 Durbin-Watson stat 1.282849
Prob(F-statistic) 0.236421
Dalam jangka panjang, variabel LNIHK yang mempengaruhi
deindustrialisasi secara sginifikan pada tingkat kepercayaan 90%. Ini
ditunjukkan dengan nilai nilai probability (t- Statistik) yang kurang dari 0,1,
yang artinya secara parsial LNIHK berpengaruh terhadap deindustrialisasi
Namun secara simultan, model tidak fit. .
Setelah dilakukan pembentukkan model kedua, dilanjutkan dengan
pengujian asumsi untuk model ECM. Setelah dilakukan pengujian asumsi
diperoleh hasil bahwa untuk model kedua asumsi normal tidak terpenuhi,
residual bersifat homoskedastis, terjadi autokorelasi, tidak ditemukannya
multikolinearitas dan bersifat linear.
Berdasarkan hasil model pertama dan kedua, tidak diperoleh model yang
baik secara simultan dan parsial berpengaruh signifikan dan memenuhi uji
asumsi, sehingga tidak dapat dilakukan forecasting.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Berdasarkan paparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa gejala
deindustrialisasi ternyata juga terjadi pada Provinsi Jambi, hal tersebut dapat
terlihat dari grafik, bahwa pergerakan antara kedua variabel deindustrialisasi
cenderung sama dan terjadi trend yang menurun pada rasio PDRB sektor
industry dan pekerja sektor industry pada periode tahun 1996-2010. Selain
itu, variabel-variabel yang diduga mempengaruhi deindustrialisasi yaitu
Tingkat Keterbukaan dan IHK, kedua variabel ini memiliki kecenderungan
trend yang terus naik dari tahun ke tahun selama periode 1983-2010. Untuk
PMTB sebenarnya tidak jauh berbeda, hanya saja terjadi penurunan drastic
pada tahun 1998-2000, yang disebabkan oleh krisisi moneter yang melanda
Indonesia pada tahun 1998, sehingga berpengaruh pada penurunan investasi
Indonesia.
2. Untuk model pertama, dengan menggunakan analisis regresi linear berganda
dengan tingkat kepercayaan 90% diperoleh hasil bahwa hanya tingkat
keterbukaan dan konstanta yang mempengaruhi deindustrialisasi secara
signifikan meskipun secara simultan model dinyatakan fit. Sedangkan untuk
dua variabel lain yaitu perubahan pertumbuhan investasi atauPMTB dan
perubahan pertumbuhan harga konsumen tidak mempengaruhi secara
signifikan terhadap deindustrialisasi model pertama. Sedangkan untuk model
kedua dengan model ECM, dalam jangka pedek hanya speed of adjustment
yang berpengaruh secara signifikan terhadap deindustrialisasi, meskipun
secara simultan model juga dinyatakan fit. Untuk model jangka panjang,
dengan tingkat kepercayaan 90%, model jangka panjang tidak dinyatakan fit
secara simultan. Namun dari hasil pengujian parsial untuk model kedua,
variabel pertumbuhan IHK berpengaruh secara signifikan terhadap
deindutrialisasi. Berdasarkan hasil uji asumsi juga diperoleh hasil baik model
pertama maupun model kedua tidak ada yang memenuhi semua asumsi. Oleh
karena itu, untuk kedua model tidak dilakukan forecasting. Kurang
maksimalnya hasil yang diperoleh mungkin disebabkan oleh keterbatasan data
yang digunakan, yakni 28 series untuk model pertama dan 21 series untuk
model kedua. Padahal syarat analisis time series adalah series data yang
digunalan minimal 50 series.
Saran
1. Diharapkan upaya dari pemerintah Provinsi Jambi, untuk mencegah semakin
luasnya dampak buruk deindustrialisasi di provinsi tersebut. Oleh karena itu
dibutuhkan peningkatan daya saing produksi, misalnya dengan meningkatkan
kualitas produk dan mendorong kreatifitas pelaku industry di provinsi Jambi.
2. Pemerintah Provinsi Jambi pada khususnya dan Indonesia pada umumnya
melalui kebijakan moneter, diharapkan mampu menjaga iklim investasi
Indonesia agar tetap stabil, sehingga diharapkan ke depannya investasi
Indonesia dapat terus mengalami kenaikan pertumbuhan. Kenaikan investasi
ini penting, karena investasi merupakan salah satu factor yang memacu
pertumbuhan ekonomi suatu negara.
3. Pemerintah Provinsi Jambi pada khususnya dan Indonesia pada umumnya
diharapkan mampu membuat suatu kebijakan untuk menumbuhkan kembali
gairah sektro industry untuk terus meningkatkan produktivitasnya. Salah
satunya mungkin dapat dilakukan dengan menerapkan kebijakan mengurangi
impor barang dari luar negeri dan upaya meningkatkan produksi dalam negeri.
4. Penyerapan tenaga kerja sektor industry juga harus terus ditingkatkan, karena
salah satu dampak dari deindustrialisasi adalah semakin menurunnya tingkat
penyerapan tenaga kerja pada sektor industry. Sedangkan sebagaimana yang
kita ketahui bahwa sektor industri merupakan salah satu sektor dengan
penyerapan tenaga kerja terbesar. Bisa dibayangkan apabila kinerja sektor
industri semakin menurun, maka akan sangat berpengaruh pada meningkatnya
angka pengangguran.
DAFTAR PUSTAKA
Metinara, Susi. 2010. Faktor – Faktor Yang Memengaruhi Deindustrialisasi Di
Indonesia Tahun 2000 – 2009. Bogor(Thesis) : Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor 2011
Dewi, Diah Ananta. 2010. Deindustrialisasi di Indonesia 1983-2008 : Analisis
Dengan Pendekatan Kaldorian. Bogor(Thesis) : Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor 2011
Neraca Arus Dana Indonesia Tahunan 2003-2008 : Badan Pusat Statistik Republik
Indoensia
Wikipedia : www.wikipedia.co.id
Kementerian Kajian Strategis Kabinet KM-ITB 2010/2011
http://www.jambiprov.go.id/pages/jaip/draft_laporan_akhir_fs_jaip/draft_akhir_b
ab_2.pdf
Umiati, Etik. 2010. Kajian Terhadap Sektor Industri dan Pertumbuhan Ekonomi
Provinsi Jambi. Jambi(Jurnal) : Jurnal paradigm Ekonomika Universitas Jambi.
Sustriana, Matilda Eva. 2011 ; Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Inflasi Di Indonesia Melalui Pendekatan Error Correction Model (Ecm).
Bandung : Universitas Pendidikan Nasional Jurusan Matematika.
http://juliana201171098psikologi.blog.esaunggul.ac.id/2012/05/02/jurnal-tentang-
uji-linearitas/
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. Data Yang Digunakan Tahun 1983-2010
PDRB
INDUSTRI
(juta rupiah)
Ekspor
(juta
rupiah)
Import
(juta
rupiah)
PDRB
(juta
rupiah)
IHK
PMTB
(juta
rupiah)
257376.0961 719688.5 513207.9 2933167 9.672927 1069846
316832.3518 592551.3 338187.9 3094016 10.55947 1083271
436604.8069 697006.5 413389.7 3315632 10.74161 1123444
462390.4722 744909.2 439793.2 3237338 11.38212 1155533
508903.3104 763814 470621.8 3475249 13.19361 1211860
623762.7047 1625725 1352719 4850873 14.87173 1205585
809011.0215 1738901 1341311 5294436 15.8515 1230018
831963.931 1866572 1603976 5902920 16.55224 1492237
865122.3491 1994242 1760946 6183225 17.77469 1515188
914436.3274 2125647 1829605 6546267 18.79341 1538138
956933.9871 2741948 2728243 7027885 20.42038 1646441
1083636.023 3271667 3373052 7602062 22.46524 1964845
1273206.223 3652146 3617545 8246752 23.84831 2095401
1430998.142 3930467 3858641 8973525 25.27897 2268638
1503160.919 4428793 4327910 9324753 27.16173 2302384
1362452.503 4445560 4099847 8819993 41.76086 1552699
1378755.171 4366228 3960822 9076152 50.0195 1255684
1408195.813 4462739 4115027 9569242 51.25058 1344184
1459246.793 4752212 4660670 10205591 56.53389 1589490
1606509.016 4756191 4678683 10803423 63.21512 1630347
1644399.934 4716332 5194274 11343280 67.10555 1765344
1702804.449 5001641 5685342 11953885 72.45085 1948487
1769220.83 5651929 6720492 12619972 79.90391 1875859
1847833.485 6440305 7643490 13363621 90.59359 2157873
1948460.26 7683996 9074018 14275161 100 2320286
2066344.399 7969692 9827287 15297771 110.7 2521709
2058000 8840741 10604275 16274908 115.84 2603276
2137000 11496697 13190388 17465253 123.4 2792081
Total Pekerja (jiwa)
Total Pekerja Industri (jiwa)
743611 32246
696505 25132
724494 38223
781135 36919
799068 57000
783571 43518
848740 80270
963060 65152
1063185 67107
1082416 56712
996425 58321
997606 69904
1077336 56637
1093894 66869
1132107 48017
1101557 42567
1082553 46038
1125384 46385
1206752 45598
1239061 40923
1429115 45317
Sumber data : Badan Pusat Statistik
Data yang diolah :
Tahun Tingkat
Keterbukaan Rasio PDRB
Industri LNIHK LNPMTB
Rasio Pekerja Industri
1983 0.420329404 0.094833021 2.269331 13.88303
1984 0.300819108 0.11067133 2.357023 13.8955
1985 0.334897295 0.142314907 2.374125 13.93191
1986 0.365949615 0.154365087 2.432044 13.96007
1987 0.355207918 0.158262338 2.579733 14.00767
1988 0.614001482 0.138972125 2.699462 14.00248
1989 0.581782854 0.165144052 2.763264 14.02254
1990 0.587937366 0.152323099 2.806521 14.21579 0.043364
1991 0.607318701 0.151213537 2.877776 14.23105 0.036083
1992 0.604199624 0.150969065 2.933506 14.24608 0.052758
1993 0.778355127 0.147158548 3.016533 14.31413 0.047263
1994 0.874067982 0.154056562 3.111969 14.49092 0.071333
1995 0.881521763 0.166856836 3.171713 14.55526 0.055538
1996 0.868009749 0.172347171 3.229973 14.63469 0.094575
1997 0.939081589 0.174219325 3.301809 14.64946 0.067651
1998 0.968867796 0.16694803 3.73196 14.2555 0.063119
1999 0.917464726 0.164177471 3.912413 14.04319 0.052394
2000 0.896389337 0.164177471 3.936727 14.1113 0.05853
2001 0.922325964 0.142985029 4.03484 14.27892 0.070072
2002 0.873322608 0.1487037 4.146544 14.3043 0.052571
2003 0.873698483 0.144966888 4.206267 14.38386 0.061129
2004 0.894017578 0.14244778 4.282908 14.48256 0.042414
2005 0.9803842 0.140192134 4.380825 14.44458 0.038643
2006 1.053890629 0.138273416 4.506383 14.58463 0.042527
2007 1.173928168 0.136493047 4.60517 14.6572 0.041217
2008 1.163370748 0.135074872 4.706824 14.74045 0.037786
2009 1.194784987 0.12645233 4.75221 14.77228 0.033027
2010 1.413497083 0.122357228 4.815431 14.8423 0.03171
Sumber : Badan Pusat Statistik diolah
LAMPIRAN 2 Model Pertama
A. Uji Kestasioneran
1. Rasio PDRB sektor industry terhadap PDRB total
Null Hypothesis: RASIO_PDRB has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=6)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic 0.303893 0.7663
Test critical values: 1% level -2.653401
5% level -1.953858
10% level -1.609571
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(RASIO_PDRB)
Method: Least Squares
Date: 08/04/12 Time: 22:16
Sample (adjusted): 1984 2010
Included observations: 27 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
RASIO_PDRB(-1) 0.004251 0.013988 0.303893 0.7636
R-squared -0.012932 Mean dependent var 0.001282
Adjusted R-squared -0.012932 S.D. dependent var 0.010160
S.E. of regression 0.010226 Akaike info criterion -6.291489
Sum squared resid 0.002719 Schwarz criterion -6.243495
Log likelihood 85.93510 Hannan-Quinn criter. -6.277218
Durbin-Watson stat 1.773519
Null Hypothesis: D(RASIO_PDRB) has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=6)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.802318 0.0000
Test critical values: 1% level -2.656915
5% level -1.954414
10% level -1.609329
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(RASIO_PDRB,2)
Method: Least Squares
Date: 08/04/12 Time: 11:57
Sample (adjusted): 1985 2010
Included observations: 26 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
D(RASIO_PDRB(-
1)) -0.921668 0.191921 -4.802318 0.0001
R-squared 0.478372 Mean dependent var -0.000721
Adjusted R-squared 0.478372 S.D. dependent var 0.013837
S.E. of regression 0.009994 Akaike info criterion -6.335981
Sum squared resid 0.002497 Schwarz criterion -6.287593
Log likelihood 83.36776 Hannan-Quinn criter. -6.322047
Durbin-Watson stat 2.031530
2. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Di LN kan
Null Hypothesis: LNPMTB has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=6)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic 1.587768 0.9691
Test critical values: 1% level -2.653401
5% level -1.953858
10% level -1.609571
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(LNPMTB)
Method: Least Squares
Date: 08/04/12 Time: 22:17
Sample (adjusted): 1984 2010
Included observations: 27 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
LNPMTB(-1) 0.002460 0.001550 1.587768 0.1244
R-squared -0.001888 Mean dependent var 0.035529
Adjusted R-squared -0.001888 S.D. dependent var 0.115049
S.E. of regression 0.115158 Akaike info criterion -1.448697
Sum squared resid 0.344793 Schwarz criterion -1.400703
Log likelihood 20.55741 Hannan-Quinn criter. -1.434426
Durbin-Watson stat 1.363793
Null Hypothesis: D(LNPMTB) has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=6)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.334184 0.0018
Test critical values: 1% level -2.656915
5% level -1.954414
10% level -1.609329
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(LNPMTB,2)
Method: Least Squares
Date: 08/04/12 Time: 11:58
Sample (adjusted): 1985 2010
Included observations: 26 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
D(LNPMTB(-1)) -0.621895 0.186521 -3.334184 0.0027
R-squared 0.307613 Mean dependent var 0.002213
Adjusted R-squared 0.307613 S.D. dependent var 0.136960
S.E. of regression 0.113965 Akaike info criterion -1.468157
Sum squared resid 0.324698 Schwarz criterion -1.419768
Log likelihood 20.08604 Hannan-Quinn criter. -1.454223
Durbin-Watson stat 1.812462
3. Tingkat Keterbukaan
Null Hypothesis: TINGKAT_KETERBUKAAN has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=6)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic 2.277675 0.9929
Test critical values: 1% level -2.653401
5% level -1.953858
10% level -1.609571
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(TINGKAT_KETERBUKAAN)
Method: Least Squares
Date: 08/04/12 Time: 22:18
Sample (adjusted): 1984 2010
Included observations: 27 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
TINGKAT_KETERBUK
AAN(-1) 0.044155 0.019386 2.277675 0.0312
R-squared -0.005850 Mean dependent var 0.036784
Adjusted R-squared -0.005850 S.D. dependent var 0.082479
S.E. of regression 0.082720 Akaike info criterion -2.110380
Sum squared resid 0.177907 Schwarz criterion -2.062386
Log likelihood 29.49013 Hannan-Quinn criter. -2.096109
Durbin-Watson stat 1.861434
Null Hypothesis: D(TINGKAT_KETERBUKAAN) has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=6)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.952561 0.0003
Test critical values: 1% level -2.656915
5% level -1.954414
10% level -1.609329
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(TINGKAT_KETERBUKAAN,2)
Method: Least Squares
Date: 08/04/12 Time: 11:58
Sample (adjusted): 1985 2010
Included observations: 26 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
D(TINGKAT_KETERBUK
AAN(-1)) -0.859804 0.217531 -3.952561 0.0006
R-squared 0.375954 Mean dependent var 0.013009
Adjusted R-squared 0.375954 S.D. dependent var 0.112048
S.E. of regression 0.088514 Akaike info criterion -1.973611
Sum squared resid 0.195868 Schwarz criterion -1.925223
Log likelihood 26.65694 Hannan-Quinn criter. -1.959677
Durbin-Watson stat 1.709164
4. Indeks Harga Konsumen (IHK) di LN kan
Null Hypothesis: LNIHK has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=6)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic 6.096353 1.0000
Test critical values: 1% level -2.653401
5% level -1.953858
10% level -1.609571
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(LNIHK)
Method: Least Squares
Date: 08/04/12 Time: 22:19
Sample (adjusted): 1984 2010
Included observations: 27 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
LNIHK(-1) 0.026070 0.004276 6.096353 0.0000
R-squared -0.066682 Mean dependent var 0.094300
Adjusted R-squared -0.066682 S.D. dependent var 0.076175
S.E. of regression 0.078674 Akaike info criterion -2.210685
Sum squared resid 0.160928 Schwarz criterion -2.162692
Log likelihood 30.84425 Hannan-Quinn criter. -2.196414
Durbin-Watson stat 1.606335
Null Hypothesis: D(LNIHK) has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=6)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.241511 0.0267
Test critical values: 1% level -2.656915
5% level -1.954414
10% level -1.609329
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(LNIHK,2)
Method: Least Squares
Date: 08/04/12 Time: 11:59
Sample (adjusted): 1985 2010
Included observations: 26 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
D(LNIHK(-1)) -0.329845 0.147153 -2.241511 0.0341
R-squared 0.167267 Mean dependent var -0.000941
Adjusted R-squared 0.167267 S.D. dependent var 0.100312
S.E. of regression 0.091539 Akaike info criterion -1.906402
Sum squared resid 0.209485 Schwarz criterion -1.858013
Log likelihood 25.78322 Hannan-Quinn criter. -1.892468
Durbin-Watson stat 2.095133
B. Pemodel Regresi Linear Berganda
Dependent Variable: D_RASIO_PDRB
Method: Least Squares
Date: 08/06/12 Time: 21:24
Sample (adjusted): 1984 2010
C. U
ji
Asumsi
1. Normalitas
2. Homoskedastis
Heteroskedasticity Test: White F-statistic 2.734485 Prob. F(9,17) 0.0354
Obs*R-squared 15.96910 Prob. Chi-Square(9) 0.0675
Scaled explained SS 15.09787 Prob. Chi-Square(9) 0.0883
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 08/06/12 Time: 21:28
Sample: 1984 2010
Included observations: 27 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.000664 0.000143 4.634503 0.0002
D_LNPMTB -0.004621 0.001527 -3.027345 0.0076
D_LNPMTB^2 0.011802 0.004276 2.759654 0.0134
0
2
4
6
8
10
12
-0.01 0.00 0.01 0.02
Series: Residuals
Sample 1984 2010
Observations 27
Mean -3.69e-19
Median 0.000328
Maximum 0.023324
Minimum -0.014224
Std. Dev. 0.008710
Skewness 0.675812
Kurtosis 3.605776
Jarque-Bera 2.468083
Probability 0.291114
Included observations: 27 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D_LNPMTB -0.021656 0.025329 -0.854998 0.4014
D_TINGKAT_KETERBUKAAN -0.048266 0.022396 -2.155144 0.0419
D_LNIHK -0.059087 0.038016 -1.554247 0.1338
C 0.009399 0.004628 2.030961 0.0540 R-squared 0.265053 Mean dependent var 0.001282
Adjusted R-squared 0.169191 S.D. dependent var 0.010160
S.E. of regression 0.009261 Akaike info criterion -6.390073
Sum squared resid 0.001973 Schwarz criterion -6.198097
Log likelihood 90.26598 Hannan-Quinn criter. -6.332988
F-statistic 2.764927 Durbin-Watson stat 1.725251
Prob(F-statistic) 0.064908
D_LNPMTB*D_TINGKAT_KETERBUKAAN -0.003347 0.006954 -0.481349 0.6364
D_LNPMTB*D_LNIHK 0.035625 0.012771 2.789518 0.0126
D_TINGKAT_KETERBUKAAN -8.69E-05 0.001293 -0.067254 0.9472
D_TINGKAT_KETERBUKAAN^2 0.002777 0.002420 1.147535 0.2671
D_TINGKAT_KETERBUKAAN*D_LNIHK -0.002348 0.012532 -0.187333 0.8536
D_LNIHK -0.010163 0.002688 -3.780285 0.0015
D_LNIHK^2 0.032947 0.011321 2.910269 0.0097 R-squared 0.591448 Mean dependent var 7.31E-05
Adjusted R-squared 0.375156 S.D. dependent var 0.000120
S.E. of regression 9.50E-05 Akaike info criterion -15.40728
Sum squared resid 1.53E-07 Schwarz criterion -14.92734
Log likelihood 217.9983 Hannan-Quinn criter. -15.26457
F-statistic 2.734485 Durbin-Watson stat 1.847023
Prob(F-statistic) 0.035433
3. Multikolinearitas
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardize
d
Coefficients
t Sig.
Collinearity
Statistics
B Std. Error Beta
Toleranc
e VIF
1 (Constant) .009 .005 2.031 .054
D_LNIHK -.059 .038 -.443 -1.554 .134 .393 2.542
D_LNPMTB -.022 .025 -.245 -.855 .401 .388 2.574
D_Rasio_Kete
rbukaan
-.048 .022 -.392 -2.155 .042 .967 1.034
a. Dependent Variable: D_Rasio_PDRB
4. Autokorelasi (Korelasi)
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 0.213184 Prob. F(2,21) 0.8097
Obs*R-squared 0.537279 Prob. Chi-Square(2) 0.7644
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 08/06/12 Time: 21:29
Sample: 1984 2010
Included observations: 27
Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D_LNPMTB 4.55E-05 0.026569 0.001711 0.9987
D_TINGKAT_KETERBUKAAN 0.002111 0.023445 0.090051 0.9291
D_LNIHK -0.000160 0.039566 -0.004042 0.9968
C -7.56E-05 0.004829 -0.015657 0.9877
RESID(-1) 0.124812 0.221369 0.563817 0.5789
RESID(-2) 0.055181 0.232429 0.237412 0.8146 R-squared 0.019899 Mean dependent var -3.69E-19
Adjusted R-squared -0.213458 S.D. dependent var 0.008710
S.E. of regression 0.009595 Akaike info criterion -6.262024
Sum squared resid 0.001933 Schwarz criterion -5.974061
Log likelihood 90.53733 Hannan-Quinn criter. -6.176398
F-statistic 0.085274 Durbin-Watson stat 1.978251
Prob(F-statistic) 0.993794
5. Linearitas
Ramsey RESET Test: F-statistic 0.148370 Prob. F(1,22) 0.7038
Log likelihood ratio 0.181479 Prob. Chi-Square(1) 0.6701
Test Equation:
Dependent Variable: D_RASIO_PDRB
Method: Least Squares
Date: 08/06/12 Time: 21:30
Sample: 1984 2010
Included observations: 27 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D_LNPMTB -0.017685 0.027794 -0.636305 0.5311
D_TINGKAT_KETERBUKAAN -0.049903 0.023214 -2.149644 0.0428
D_LNIHK -0.057886 0.038865 -1.489414 0.1506
C 0.008369 0.005420 1.544004 0.1369
FITTED^2 29.84438 77.47994 0.385188 0.7038 R-squared 0.269977 Mean dependent var 0.001282
Adjusted R-squared 0.137245 S.D. dependent var 0.010160
S.E. of regression 0.009437 Akaike info criterion -6.322720
Sum squared resid 0.001959 Schwarz criterion -6.082750
Log likelihood 90.35672 Hannan-Quinn criter. -6.251364
F-statistic 2.034005 Durbin-Watson stat 1.810431
Prob(F-statistic) 0.124585
LAMPIRAN 3 Model Kedua
A. Uji Kestasioneran
1. Rasio Tenaga Kerja Sektor Industri Terhadap total tenaga kerja
Null Hypothesis: RASIO_TENAGAKERJA has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -0.380116 0.5336
Test critical values: 1% level -2.692358
5% level -1.960171
10% level -1.607051
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Warning: Probabilities and critical values calculated for 20 observations
and may not be accurate for a sample size of 19
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(RASIO_TENAGAKERJA)
Method: Least Squares
Date: 08/04/12 Time: 22:26
Sample (adjusted): 1992 2010
Included observations: 19 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
RASIO_TENAGAKERJ
A(-1) -0.020597 0.054185 -0.380116 0.7086
D(RASIO_TENAGAKE
RJA(-1)) -0.578455 0.195150 -2.964160 0.0087
R-squared 0.353881 Mean dependent var -7.89E-05
Adjusted R-squared 0.315874 S.D. dependent var 0.015794
S.E. of regression 0.013063 Akaike info criterion -5.738734
Sum squared resid 0.002901 Schwarz criterion -5.639319
Log likelihood 56.51797 Hannan-Quinn criter. -5.721909
Durbin-Watson stat 1.678445
Null Hypothesis: D_RASIO_TENAGAKERJA has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -8.387793 0.0000
Test critical values: 1% level -2.692358
5% level -1.960171
10% level -1.607051
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Warning: Probabilities and critical values calculated for 20 observations
and may not be accurate for a sample size of 19
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(D_RASIO_TENAGAKERJA)
Method: Least Squares
Date: 08/04/12 Time: 12:25
Sample (adjusted): 1992 2010
Included observations: 19 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
D_RASIO_TENAGAKE -1.586963 0.189199 -8.387793 0.0000
RJA(-1)
R-squared 0.796218 Mean dependent var 0.000465
Adjusted R-squared 0.796218 S.D. dependent var 0.028242
S.E. of regression 0.012749 Akaike info criterion -5.835533
Sum squared resid 0.002926 Schwarz criterion -5.785826
Log likelihood 56.43757 Hannan-Quinn criter. -5.827121
Durbin-Watson stat 1.684658
2. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) di LN kan
Null Hypothesis: LNPMTB has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic 1.072997 0.9197
Test critical values: 1% level -2.685718
5% level -1.959071
10% level -1.607456
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(LNPMTB)
Method: Least Squares
Date: 08/04/12 Time: 22:28
Sample (adjusted): 1991 2010
Included observations: 20 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
LNPMTB(-1) 0.002148 0.002002 1.072997 0.2967
R-squared -0.001372 Mean dependent var 0.031326
Adjusted R-squared -0.001372 S.D. dependent var 0.129022
S.E. of regression 0.129110 Akaike info criterion -1.207597
Sum squared resid 0.316719 Schwarz criterion -1.157810
Log likelihood 13.07597 Hannan-Quinn criter. -1.197878
Durbin-Watson stat 1.275024
Null Hypothesis: D_LNPMTB has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.759852 0.0085
Test critical values: 1% level -2.692358
5% level -1.960171
10% level -1.607051
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Warning: Probabilities and critical values calculated for 20
observations
and may not be accurate for a sample size of 19
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(D_LNPMTB)
Method: Least Squares
Date: 08/04/12 Time: 12:26
Sample (adjusted): 1992 2010
Included observations: 19 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
D_LNPMTB(-1) -0.601643 0.217998 -2.759852 0.0129
R-squared 0.297060 Mean dependent var 0.002882
Adjusted R-squared 0.297060 S.D. dependent var 0.149594
S.E. of regression 0.125422 Akaike info criterion -1.263076
Sum squared resid 0.283150 Schwarz criterion -1.213369
Log likelihood 12.99922 Hannan-Quinn criter. -1.254664
Durbin-Watson stat 1.763951
3. Tingkat Keterbukaan
Null Hypothesis: TINGKAT_KETERBUKAAN has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic 2.632447 0.9963
Test critical values: 1% level -2.685718
5% level -1.959071
10% level -1.607456
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(TINGKAT_KETERBUKAAN)
Method: Least Squares
Date: 08/04/12 Time: 22:28
Sample (adjusted): 1991 2010
Included observations: 20 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
TINGKAT_KETERBUK
AAN(-1) 0.045200 0.017170 2.632447 0.0164
R-squared 0.003724 Mean dependent var 0.041278
Adjusted R-squared 0.003724 S.D. dependent var 0.070619
S.E. of regression 0.070487 Akaike info criterion -2.418060
Sum squared resid 0.094401 Schwarz criterion -2.368274
Log likelihood 25.18060 Hannan-Quinn criter. -2.408342
Durbin-Watson stat 1.461977
Null Hypothesis: D_TINGKAT_KETERBUKAAN has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.935991 0.0525
Test critical values: 1% level -2.692358
5% level -1.960171
10% level -1.607051
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Warning: Probabilities and critical values calculated for 20 observations
and may not be accurate for a sample size of 19
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(D_TINGKAT_KETERBUKAAN)
Method: Least Squares
Date: 08/04/12 Time: 12:27
Sample (adjusted): 1992 2010
Included observations: 19 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
D_TINGKAT_KETERBU
KAAN(-1) -0.533841 0.275746 -1.935991 0.0687
R-squared 0.159213 Mean dependent var 0.010491
Adjusted R-squared 0.159213 S.D. dependent var 0.085585
S.E. of regression 0.078477 Akaike info criterion -2.200833
Sum squared resid 0.110855 Schwarz criterion -2.151126
Log likelihood 21.90792 Hannan-Quinn criter. -2.192421
Durbin-Watson stat 1.583624
5. Indeks Harga Konsumen (IHK) di LN kan
Null Hypothesis: LNIHK has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic 4.954403 1.0000
Test critical values: 1% level -2.685718
5% level -1.959071
10% level -1.607456
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(LNIHK)
Method: Least Squares
Date: 08/04/12 Time: 22:29
Sample (adjusted): 1991 2010
Included observations: 20 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
LNIHK(-1) 0.025412 0.005129 4.954403 0.0001
R-squared -0.084872 Mean dependent var 0.100445
Adjusted R-squared -0.084872 S.D. dependent var 0.084527
S.E. of regression 0.088041 Akaike info criterion -1.973311
Sum squared resid 0.147275 Schwarz criterion -1.923525
Log likelihood 20.73311 Hannan-Quinn criter. -1.963592
Durbin-Watson stat 1.615316
Null Hypothesis: D_LNIHK has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.956293 0.0504
Test critical values: 1% level -2.692358
5% level -1.960171
10% level -1.607051
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Warning: Probabilities and critical values calculated for 20
observations
and may not be accurate for a sample size of 19
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(D_LNIHK)
Method: Least Squares
Date: 08/04/12 Time: 12:27
Sample (adjusted): 1992 2010
Included observations: 19 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
D_LNIHK(-1) -0.349046 0.178422 -1.956293 0.0661
R-squared 0.175324 Mean dependent var -0.000423
Adjusted R-squared 0.175324 S.D. dependent var 0.113470
S.E. of regression 0.103044 Akaike info criterion -1.656120
Sum squared resid 0.191126 Schwarz criterion -1.606413
Log likelihood 16.73314 Hannan-Quinn criter. -1.647708
Durbin-Watson stat 2.128098
B. Uji Kointegrasi
Null Hypothesis: RESID01 has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.174494 0.0031
Test critical values: 1% level -2.685718
5% level -1.959071
10% level -1.607456
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(RESID01)
Method: Least Squares
Date: 08/04/12 Time: 12:31
Sample (adjusted): 1991 2010
Included observations: 20 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
RESID01(-1) -0.687345 0.216521 -3.174494 0.0050
R-squared 0.346560 Mean dependent var 6.49E-05
Adjusted R-squared 0.346560 S.D. dependent var 0.015798
S.E. of regression 0.012771 Akaike info criterion -5.834646
Sum squared resid 0.003099 Schwarz criterion -5.784859
Log likelihood 59.34646 Hannan-Quinn criter. -5.824927
Durbin-Watson stat 2.256421
D. Uji Asumsi
1. Normalitas
2. Homoskedastisitas
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic 0.326727 Prob. F(14,5) 0.9550
Obs*R-squared 9.555240 Prob. Chi- 0.7939
0
1
2
3
4
5
6
7
-0.02 -0.01 0.00 0.01 0.02 0.03
Series: Residuals
Sample 1991 2010
Observations 20
Mean -1.58e-18
Median 0.000263
Maximum 0.032309
Minimum -0.017391
Std. Dev. 0.010701
Skewness 1.115567
Kurtosis 5.319556
Jarque-Bera 8.631920
Probability 0.013354
Square(14)
Scaled explained SS 11.60842
Prob. Chi-
Square(14) 0.6377
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 08/04/12 Time: 12:33
Sample: 1991 2010
Included observations: 20
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -0.000951 0.000934 -1.018391 0.3552
D_LNPMTB 0.011708 0.008628 1.357016 0.2328
D_LNPMTB^2 -0.014221 0.022880 -0.621541 0.5615
D_LNPMTB*D_TINGKAT_KETE
RBUKAAN -0.023792 0.039952 -0.595511 0.5774
D_LNPMTB*D_LNIHK -0.082628 0.069690 -1.185650 0.2890
D_LNPMTB*RESID01(-1) -0.183944 0.203090 -0.905725 0.4066
D_TINGKAT_KETERBUKAAN -3.82E-05 0.011843 -0.003226 0.9976
D_TINGKAT_KETERBUKAAN^2 0.006884 0.031691 0.217233 0.8366
D_TINGKAT_KETERBUKAAN*
D_LNIHK -0.010837 0.103661 -0.104539 0.9208
D_TINGKAT_KETERBUKAAN*R
ESID01(-1) 0.172090 0.249604 0.689453 0.5212
D_LNIHK 0.019962 0.016634 1.200113 0.2839
D_LNIHK^2 -0.086481 0.078333 -1.104022 0.3199
D_LNIHK*RESID01(-1) 0.169011 0.668750 0.252727 0.8105
RESID01(-1) -0.016897 0.047870 -0.352973 0.7385
RESID01(-1)^2 -0.184704 0.558060 -0.330975 0.7541
R-squared 0.477762 Mean dependent var 0.00010
9
Adjusted R-squared -0.984504 S.D. dependent var
0.00023
2
S.E. of regression 0.000327
Akaike info
criterion
-
13.1007
5
Sum squared resid 5.34E-07 Schwarz criterion
-
12.3539
5
Log likelihood 146.0075
Hannan-Quinn
criter.
-
12.9549
7
F-statistic 0.326727 Durbin-Watson stat
1.98569
4
Prob(F-statistic) 0.954952
3. Correlation Test
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 2.850956 Prob. F(2,13) 0.0941
Obs*R-squared 6.097677 Prob. Chi-Square(2) 0.0474
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 08/04/12 Time: 12:33
Sample: 1991 2010
Included observations: 20
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.001552 0.007104 0.218451 0.8305
D_LNPMTB 0.020915 0.035261 0.593138 0.5633
D_TINGKAT_KETERB
UKAAN 0.046677 0.043091 1.083209 0.2984
D_LNIHK -0.043726 0.062744 -0.696893 0.4981
RESID01(-1) 0.179662 0.365791 0.491162 0.6315
RESID(-1) -0.120624 0.520890 -0.231573 0.8205
RESID(-2) 0.837607 0.478874 1.749118 0.1038
R-squared 0.304884 Mean dependent var -1.58E-18
Adjusted R-squared -0.015939 S.D. dependent var 0.010701
S.E. of regression 0.010786 Akaike info criterion -5.951874
Sum squared resid 0.001512 Schwarz criterion -5.603368
Log likelihood 66.51874 Hannan-Quinn criter. -5.883842
F-statistic 0.950319 Durbin-Watson stat 1.893577
Prob(F-statistic) 0.493544
4. Multikolienaritas
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardiz
ed
Coefficient
s
t Sig.
Collinearity
Statistics
B
Std.
Error Beta
Toleran
ce VIF
1 (Constant) -.008 .009 -.810 .430
d_LNPMTB .069 .050 .572 1.373 .189 .316 3.165
d_TIngkat_ket
erbukaan
-.022 .053 -.099 -.407 .689 .920 1.087
d_LNIHK .058 .075 .319 .783 .445 .330 3.030
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardiz
ed
Coefficient
s
t Sig.
Collinearity
Statistics
B
Std.
Error Beta
Toleran
ce VIF
1 (Constant) -.008 .009 -.810 .430
d_LNPMTB .069 .050 .572 1.373 .189 .316 3.165
d_TIngkat_ket
erbukaan
-.022 .053 -.099 -.407 .689 .920 1.087
d_LNIHK .058 .075 .319 .783 .445 .330 3.030
a. Dependent Variable: d_rasio_tenagakerja
5. Linearitas
Ramsey RESET Test: F-statistic 0.086014 Prob. F(1,14) 0.7736
Log likelihood ratio 0.122502 Prob. Chi-Square(1) 0.7263
Test Equation:
Dependent Variable: D_RASIO_TENAGAKERJA
Method: Least Squares
Date: 08/05/12 Time: 13:23
Sample: 1991 2010
Included observations: 20 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -0.007738 0.007664 -1.009596 0.3298
D_LNPMTB 0.065058 0.039418 1.650459 0.1211 D_TINGKAT_KETERBUKAA
N -0.052238 0.043543 -1.199701 0.2502
D_LNIHK 0.074481 0.059329 1.255398 0.2299
RESID01(-1) -0.786699 0.252588 -3.114554 0.0076
FITTED^2 4.362716 14.87549 0.293282 0.7736 R-squared 0.523581 Mean dependent var -0.000439
Adjusted R-squared 0.353431 S.D. dependent var 0.015457
S.E. of regression 0.012429 Akaike info criterion -5.694323
Sum squared resid 0.002163 Schwarz criterion -5.395603
Log likelihood 62.94323 Hannan-Quinn criter. -5.636009
F-statistic 3.077175 Durbin-Watson stat 2.295033
Prob(F-statistic) 0.044302