surat kematian
DESCRIPTION
contoh surat kematianTRANSCRIPT
PEMBAHASAN
Definisi Kematian
Kematian menurut Simpson, 1985
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang
melalui pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan itu akan
terjadi dari mulai terhentinya suplai oksigen. Manifestasinya akan dapat dilihat setelah
beberapa menit, jam, dan seterusnya.
Kematian Menurut pernyataan IDI 1988, seseorang dinyatakan mati bila :
- Fungsi spontan pernafasan dan jantung telah berhenti secara pasti
- Telah terbukti terjadi mati batang otak.
Klasifikasi Kematian
Kematian dapat diklasifikasikan berdasarkan :
Mati somatis (mati klinis)
Terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan, yaitu susunan saraf
pusat, sistem kardiovaskular, dan sistem pernapasan, yang menetap (irreversible).
Mati suri (suspended animation, apparent death)
Adalah terhentinya ketiga sistem kehidupan di atas yang ditentukan dengan alat
kedokteran sederhana. Dengan peralatan kedokteran canggih masih dapat dibuktikan
bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi.
Mati seluler (mati molekuler)
Adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian
somatis
Mati serebral
Adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible kecuali batang otak dan
serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan kardiovaskular
masih berfungsi dengan alat bantuan.
Mati Otak (Mati Batang Otak)
Ialah bila telah terjadi kerusakan seluruh isi neronal intrakranial yang irreversible,
termasuk batang otak dan serebelum.
1
Tanda Pasti Kematian
Seseorang dikatakan meninggal apabila faal system pernapasan dan system peredaran
darah berhenti secara lengkap dan permanen.
Terdapat dua stadium mati
1. Somatic Death
Ditandai dengan berhentinya fungsi pernapasan dan peredaran darah sehingga terjadi
anoxia yang lengkap dan menyeluruh dalam jaringan. Akibatnya proses aerobik dalam sel-
sel berhenti, sedangkan proses anaerobic masih berlangsung.
Tanda-tanda kematian yang dapat diperiksa dalam stadium somatic death :
- Hilangnya pergerakan dan sensibilitas.
- Berhentinya pernapasan.
- Berhentinya denyut jantung dan peredaran darah.
2. Cellular Death
Dalam keadaan ragu-ragu apakah seseorang sudah meninggal atau belum, maka
dokter harus menganggap korban itu masih hidup, dan harus diberi pertolongan sampai
menunjukkan tanda-tanda hidup atau sampai timbul tanda-tanda kematian yang pasti.
Tanda-tanda cellular death antara lain :
a. Menurunnya suhu mayat (Algor Mortis ).
b. Timbulnya lebam mayat (Livor Mortis).
c. Terjadinya kaku mayat (Rigor Mortis)
d. Perubahan pada kulit
e. Perubahan pada mata
f. Proses pembusukan dan kadang-kadang ada proses mummifikasi dan adipocere
Definisi Surat Keterangan Kematian
“Death certificate is official, legal document and vital record, signed by a licensed
physician or other designated authority, that includes cause of death, decedent's name,
gender, place of residence, date of death; other information, birth date, birth place, occupation
may be included; the immediate cause of death is recorded on the first line of the certificate,
followed by the condition(s) giving rise to this, with the underlying cause on the last line; the
underlying cause is coded and tabulated in official publications of mortality“
2
(Stedman's, part of Lippincott Williams & Wilkins, provide a comprehensive line of
health-science publications for healthcare professionals and medical students)
Surat kematian menurut Stedman’s didefinisikan sebagai dokumen yang resmi, legal
dan rekaman penting, ditanda tangani oleh dokter atau pihak yang berwenang, yang meliputi
sebab kematian, nama jenazah, usia, jenis kelamin, alamat, tanggal kematian, dan informasi
lainnya seperti tanggal lahir, tempat lahir, pekerjaan. Penyebab kematian utama dituliskan di
baris pertama surat kematian, diikuti dengan penyebab penyerta.
Jenis Surat Keterangan Kematian
A. Formulir A
Surat keterangan pemeriksaan Jenazah
Diberikan kepada keluarga Jenazah
Dipakai sebagai izin pemakaman bagi penduduk asli Indonesia
Dibuat oleh dokter dengan mengingat sumpah atau janji waktu menerima jabatan dan
dibuat berdasarkan ordonasi surat kematian yang tercantum dalam staadblad van
nederlands indie th. 1916 no. 612
Berisi identitas jenazah, tanggal dan tempat jenazah diperiksa, identitas dokter yang
memeriksa yang disertai tanda tangan dokter.
B. Formulir B
Dikirim ke DKK (dinas kepegawaian dan kependudukan) setempat
Dibuat oleh dokter dengan mengingat sumpah atau janji waktu menerima jabatan dan
dibuat berdasarkan ordonasi surat kematian yang tercantum dalam staadblad van
nederlands indie th. 1916 no. 612
Berisi : Identitas jenazah, Jam dan tanggal pelaporan kematian, Tempat pemeriksaan
jenazah, Persangkaan sebab kematian, Tanggal dan jam pemeriksaan kematian,
Identitas dokter pemeriksa dan tanda tangan.
C. Formulir M
Diberikan kepada keluarga korban, terutama bila jenazahnya akan dikubur keluar kota.
Berisi : identitas jenazah, keterangan meninggal karena penyakit menular atau tidak
karena penyakit menular, identitas dokter, tanda tangan dokter.
3
D. Formulir I
Formulir yang digunakan dunia internasional setelah disahkan oleh WHO pada tahun
1948
Hanya dibuat atau diisi pada peristiwa kematian yang terjadi di rumah sakit
Berisi tentang rangkaian peristiwa sakit serta penyakit yang menjadi pokok pangkal
rangkaian peristiwa tersebut
Di isi dan ditandatangani oleh dokter kemudian dikirim ke Kan-wil kemudian
diteruskan ke Kemenkes.
E. Formulir CS
Formulir pelaporan kematian untuk Catatan Sipil (Formulir CS)
Dibuat berdasarkan reglemen catatan sipil pasal 71 bagi golongan Eropa dan pasal 79
bagi golongan Cina dan pasal 68 bagi golongan Kristen dan pasal 47 bagi golongan
Asli Indonesia yang terkena reglemen catatan sipil
Berisi : Identitas jenazah (nama, jenis kelamin dan umur), Alamat serta pekerjaan
jenazah, Identitas suami / isteri, Alamat dan pekerjaan suami / isteri, Nama, alamat,
pekerjaan ayah dan ibu, Nama dan tanda tangan dokter yang merawat, Nama dan tanda
tangan direktur rumah sakit.
F. Formulir KIP
Formulir izin pemakaman
Formulir ini dibuat atas dasar reglemen catatan sipil dan berlaku untuk golongan Eropa
dan golongan Cina.
Formulir ini hanya dibuat oleh RS Pemerintah dan Kantor Catatan Sipil
Pembuatan Surat Keterangan Kematian
Surat keterangan kematian merupakan suatu keterangan tentang kematian yang dibuat
oleh dokter. Hal ini penting sehingga dokter harus bertanggungjawab sepenuhnya terhadap
hal-hal yang berhubungan dengan surat keterangan kematian. Setelah dilakukan pemeriksaan,
maka dokter pemeriksa dapat menerbitkan surat kematian jenazah tersebut. Kewenangan
penerbitan surat keterangan kematian ini adalah dokter yang telah diambil sumpahnya dan
memenuhi syarat administratif untuk menjalankan praktik kedokteran. Surat keterangan
4
kematian dibuat untuk kepentingan berbagai kalangan seperti pihak ahli waris (asuransi),
statistik/sensus penduduk dan instansi tempat korban bekerja, serta untuk penguburan.
Peran dokter dalam hal ini adalah:
Menentukan seseorang telah meninggal dunia (berhenti secara permanen: sirkulasi,
respirasi dan neurologi)
Melengkapi surat keterangan kematian bagian medis (menuliskan sebab kematian, jika
diperlukan otopsi)
Jika jenazah tidak dikenal, membantu identifikasi.
Fungsi Surat Keterangan Kematian dan Akta Kematian
Banyak kegunaan mengapa surat keterangan kematian ini perlu untuk diterbitkan/dibuat
yaitu diantaranya adalah :
Salah satu cara pengumpulan data statistik penentuan tren penyakit dan tren penyebab
kematian pada masyarakat, digunakan untuk menentukan tindakan dan intervensi apa yang
bisa dilakukan dan dipakai sebagai upaya monitoring jalannya suatu program sekaligus
sebagai bahan evaluasi program yang telah berjalan. Dalam hal penelitian, data ini dapat
menjadi sumber data untuk penelitian biomedis maupun sosiomedis
Bukti orang tersebut sudah benar-benar meninggal
Untuk statistik penyebab dari suatu kematian
Kewajiban pengisian surat kematian untuk kasus kasus kematian yang tidak wajar
Mengurus ijin pemakaman Jenazah
Sebagai salah satu syarat pembuatan akta kematian
Dimana fungsi dari akta kematian adalah :
Untuk kepentingan pemakaman jenazah
Kepentingan pengurusan asuransi
Kepentingan pengurusan warisan
Pengurusan pensiunan janda/duda
Persyaratan menikah lagi
Pengurusan hutang piutang
Untuk tujuan hukum, pengembangan kasus kematian tidak wajar
Kepentingan statistik
5
Dasar Hukum Surat Keterangan Kematian
1. Pasal 7 KODEKI
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa
sendiri kebenarannya.
Macam-macam surat keterangan antara lain:
Cuti sakit
Kelahiran dan kematian
Cacat
Penyakit menular
Visum et Repertum
Kesehatan untuk: asuransi jiwa, lamaran kerja, nikah dsb.
2. UU Kesehatan No. 23 tahun 1992
Hak pasien: hak memperoleh surat keterangan dokter bagi kepentingan pasien yang
bersifat non yustisial, misalnya surat keterangan sakit, surat keterangan untuk kepentingan
asuransi, surat kematian, dsb.
3. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan No. 15 tahun 2010, No
162/MENKES/PB/I/2010 tentang Pelaporan Kematian dan Penyebab Kematian:
a. Pasal 1
1) Pencatatan Kematian adalah pencatatan kejadian kematian yang dialami oleh seseorang
dalam register pada Instansi Pelaksana untuk pengelolaan data kependudukan.
2) Pencatatan Penyebab Kematian adalah pencatatan beberapa penyakit atau kondisi yang
merupakan suatu rangkaian perjalanan penyakit menuju kematian atau keadaan
kecelakaan atau kekerasan yang menyebabkan cedera dan berakhir dengan kematian.
3) Autopsi Verbal adalah suatu penelusuran rangkaian peristiwa, keadaan, gejala, dan
tanda penyakit yang mengarah pada kematian melalui wawancara dengan keluarga atau
pihak lain yang mengetahui kondisi sakit dari almarhum.
b. Pasal 2
1) Pelaporan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melampirkan
persyaratan:
6
o Surat pengantar dari RT dan RW untuk mendapatkan surat keterangan kepala
desa/lurah; dan/atau
o KK dan/atau KTP yang bersangkutan;
o Surat keterangan kematian dari dokter yang berwenang dari fasilitas pelayanan
kesehatan terdekat.
2) Dalam hal tidak ada dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (2), surat keterangan
kematian dapat diberikan oleh perawat atau bidan.
c. Pasal 6
1) Setiap kematian yang terjadi diluar fasilitas pelayanan kesehatan harus dilakukan
penelusuran penyebab kematian.
2) Penelusuran penyebab kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
metode autopsi verbal.
3) Autopsi verbal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh dokter.
4) Dalam hal tidak ada dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (3) autopsi verbal dapat
dilakukan oleh bidan atau perawat yang terlatih.
5) Autopsi verbal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4) dilakukan melalui
wawancara dengan keluarga terdekat dari almarhum atau pihak lain yang mengetahui
peristiwa kematian.
6) Pelaksanaan autopsi verbal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikoordinasikan oleh
fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah setempat.
d. Pasal 7
1) Setiap penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan harus melaporkan data peristiwa
kematian dan penyebab kematian wajar maupun tidak wajar kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat setiap bulan sekali, dengan tembusan disampaikan kepada
Instansi Pelaksana.
2) Rumah sakit melalui Unit/bagian/departemen forensik atau instalasi kamar jenazah
melaporkan data peristiwa kematian dan penyebab kematian tidak wajar kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
3) Unit/bagian/departemen forensik atau instalasi kamar jenazah di Rumah Sakit
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berkoordinasi dengan Instansi Kepolisian
setempat.
7
Surat Keterangan Kematian Standar Internasional
Surat kematian merupakan sumber utama data statistik kematian. Surat kematian yang
baik dan lengkap adalah dengan menerangkan dengan jelas mengapa dan bagaimana
kematian terjadi, selain itu surat juga harus berisi poin-poin karakteristik personal dari orang
yang meninggal tersebut. Dalam melengkapi surat kematian, dokter seharusnya melaporkan
setiap penyakit, abnormalitas, perlukaan atau penyebab dari luar yang diyakini berkaitan
dengan kematian.
Setiap kelahiran dan kematian pada suatu tempat harus tercatat dengan sebaik-baiknya
agar fungsi dari pencatan sipil dan sistem statistik di suatu tempat dapat baik pula. Standar
yang ideal adalah pembuatan suatu pencatatan sipil yang komplit dengan memperhatikan
statistik penyebab kematian dimana setiap penyebab kematian ditetapkan oleh dokter yang
memiliki kualifikasi medik dan penyebab kematian dikode oleh seseorang yang mengetahui
dengan baik peraturan dan prinsip ICD ( International classification of diseases and related
health problems ) yang saat ini digunakan adalah ICD-10. Di beberapa negara, koding
penyebab kematian dilakukan oleh tenaga medis yang menyatakan kematian. Selain itu,
terdapat pula negara dimana koding dilakukan oleh petugas administratif dan statistik yang
terlatih untuk menentukan kode penyebab kematian. Sekitar 70 negara anggota WHO
membuat data sistem pencatatan sipil dan statistik penyebab kematian yang dapat diterima
dengan baik, sedangkan sekitar 50 atau lebih negara lainnya memiliki sistem informasi yang
kurang baik dikarenakan surat yang kurang baik dengan koding penyebab kematian yang
kurang diterapkan. Pada negara-negara tersebut, kematian yang terjadi di luar rumah sakit
biasanya tidak memiliki keterangan medis, kematian tersebut sebagian besar dikarenakan
penyebab yang non spesifik.
Kerjasama yang baik antara petugas kesehatan dengan rumah sakit merupakan hal yang
penting dalam hal penerbitan surat kematian yang baik dengan pernyataan penyebab
kematian yang akurat. Data kematian yang tidak akurat sebagian besar dipengaruhi oleh
pembuat pernyataan kematian yang tidak terlatih, surat kematian yang tidak mengacu pada
ICD, orang yang meninggal (misalnya pada usia tua), dan penyebab kematian yang kurang
jelas misalnya pada kasus sudden death.
Pada beberapa negara yang kekurangan tenaga kesehatan terutama di daerah pedesaan,
biasanya kepala desa merupakan pemberi opini mengenai penyebab suatu kematian. Hal ini
merupakan praktik yang tidak baik dan data tersebut seharusnya tidak disatukan dengan data
penyebab kematian yang dikeluarkan secara medis oleh dokter.
8
Data kematian setiap individu perlu di catat dengan baik untuk kepentingan evaluasi
kesehatan masyarakat dan rencana kependudukan. Terdapat standar internasional dalam
penentuan penyebab kematian sehingga standar ini dapat membantu suatu negara dalam
penggunaaan statistik untuk kesehatan dan kebijakan sosial serta perencanaan.
WHO telah memberikan saran kepada negara-negara tentang bagaimana membuat
daftar penyebab kematian.
Terdapat bagian surat yang memberikan keterangan mengenai penyebab kematian (part
I dan part II) dan bagian yang menyatakan catatan interval waktu antara onset setiap kondisi
dengan waktu kematian. Dalam melengkapi surat, pemberi keterangan seharusnya
melaporkan setiap penyakit, abnormalitas, perlukaan atau penyebab luar lainnya yang
berkaitan dengan kematian. Cara kematian (misalnya gagal nafas atau gagal jantung) bukan
merupakan penyebab kematian.
Definisi Akta Kematian
Akta kematian adalah suatu akta yang dibuat dan diterbitkan oleh Dinas Kependudukan
yang membuktikan secara pasti tentang kematian seseorang. Akta kematian diterbitkan oleh
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, untuk penduduk yang telah wafat. Penduduk tersebut
akan dihapuskan dari Kartu Keluarga dan Nomor Induk Kependudukan, untuk mencegah data
kependudukannya disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Selain
akta kematian, kartu keluarga yang baru juga akan diterbitkan sebagai hasil dari pelaporan
kita. Akta kematian bermanfaat bagi kita untuk mengurus penetapan ahli waris, mengurus
pensiunan janda/duda, mengurus klaim asuransi, dan juga persyaratan untuk melaksanakan
perkawinan kembali.
9
Pembuatan Akta Kematian
10
LENG
KAP SYARAT
TIDAK LENG
KAP SYARAT
Surat Pengantar RT untuk mendapatkan Surat Keterangan Kematian dari Kelurahan
Surat Keterangan Kematian dari Dokter/paramedis
Fotokopi KTP/KK yang meninggal dunia
PEMOHON
KETUA RTPEMOHON
Warga mengisi formulir keterangan kematian
Lurah menerbitkan surat keterangan kematian dari kelurahan
Pejabat mencatat pada register Kematian dan
menerbitkan kutipan Akta Kematian.
Menerima kutipan Akta Kematian
PEMOHON
SURAT PENGANTAR
KELURAHAN
DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL
PERSYARATAN
PEMOHON
Fungsi Akta Kematian
Untuk kepentingan pemakaman jenazah
Kepentingan pengurusan asuransi
Kepentingan pengurusan warisan
Pengurusan pensiunan janda/duda
Persyaratan menikah lagi
Pengurusan hutang piutang
Untuk tujuan hukum, pengembangan kasus kematian tidak wajar
Kepentingan statistik
Dasar Hukum Akta Kematian
1. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan No. 15 tahun 2010, No
162/MENKES/PB/I/2010 tentang Pelaporan Kematian dan Penyebab Kematian:
a. Pasal 1
1) Pencatatan Kematian adalah pencatatan kejadian kematian yang dialami oleh
seseorang dalam register pada Instansi Pelaksana untuk pengelolaan data
kependudukan.
2) Instansi Pelaksana adalah perangkat pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung
jawab dan berwenang melaksanakan pelayanan dalam urusan Administrasi
Kependudukan.
3) Pencatatan Penyebab Kematian adalah pencatatan beberapa penyakit atau kondisi
yang merupakan suatu rangkaian perjalanan penyakit menuju kematian atau keadaan
kecelakaan atau kekerasan yang menyebabkan cedera dan berakhir dengan kematian.
4) Autopsi Verbal adalah suatu penelusuran rangkaian peristiwa, keadaan, gejala, dan
tanda penyakit yang mengarah pada kematian melalui wawancara dengan keluarga
atau pihak lain yang mengetahui kondisi sakit dari almarhum.
b. Pasal 2
1) Setiap kematian wajib dilaporkan oleh keluarganya atau yang mewakili kepada
Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari
sejak tanggal kematian.
2) Pelaporan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melampirkan
persyaratan:
11
• Surat pengantar dari RT dan RW untuk mendapatkan surat keterangan kepala
desa/lurah; dan/atau
• KK dan/atau KTP yang bersangkutan;
• Surat keterangan kematian dari dokter yang berwenang dari fasilitas pelayanan
kesehatan terdekat.
3) Dalam hal tidak ada dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (2), surat keterangan
kematian dapat diberikan oleh perawat atau bidan.
4) Dalam hal kematian terjadi ditempat domisili, pelaporan kematian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disampaikan
c. Pasal 3
1) Berdasarkan laporan kematian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Pejabat
Pencatatan Sipil pada instansi pelaksana atau UPTD instansi pelaksana mencatat
pada register akta kematian dan menerbitkan kutipan akta kematian.
2) Dalam hal terjadi ketidakjelasan keberadaan seseorang karena hilang atau mati tetapi
tidak ditemukan jenazahnya, pencatatan pada register akta kematian dan penerbitan
kutipan akta kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah
adanya penetapan pengadilan.
3) Dalam hal terjadi kematian seseorang yang tidak jelas identitasnya, pencatatan pada
register akta kematian dan penerbitan kutipan akta kematian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan berdasarkan keterangan dari kepolisian.
4) Dalam hal kematian seseorang diduga tidak wajar, pencatatan pada register akta
kematian dan penerbitan kutipan akta kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan berdasarkan surat keterangan kematian dari kepolisian.
d. Pasal 4 (untuk tambahan ke subbab prosedur)
Pelaporan kematian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan pencatatan
kematian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan dengan tata cara:
1) pelapor mengisi dan menyerahkan formulir pelaporan kematian dengan
melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada petugas
registrasi di kantor desa/kelurahan untuk diteruskan kepada instansi pelaksana;
2) kepala desa/lurah menerbitkan surat keterangan kematian dan disampaikan kepada
yang bersangkutan;
12
3) pejabat pencatatan sipil pada instansi pelaksana mencatat pada register akta
kematian dan menerbitkan kutipan akta kematian;
4) instansi pelaksana sebagaimana dimaksud pada huruf c memberitahukan data hasil
pencatatan kematian kepada instansi pelaksana tempat domisili yang bersangkutan;
5) instansi pelaksana tempat domisili sebagaimana dimaksud pada huruf d mencatat
dan merekam dalam database kependudukan
e. Pasal 6
1) Setiap kematian yang terjadi diluar fasilitas pelayanan kesehatan harus dilakukan
penelusuran penyebab kematian.
2) Penelusuran penyebab kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan metode autopsi verbal .
3) Autopsi verbal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh dokter.
4) Dalam hal tidak ada dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (3) autopsi verbal
dapat dilakukan oleh bidan atau perawat yang terlatih.
5) Autopsi verbal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4) dilakukan melalui
wawancara dengan keluarga terdekat dari almarhum atau pihak lain yang
mengetahui peristiwa kematian.
6) Pelaksanaan autopsi verbal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikoordinasikan
oleh fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah setempat.
f. Pasal 7
1) Setiap penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan harus melaporkan data peristiwa
kematian dan penyebab kematian wajar maupun tidak wajar kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat setiap bulan sekali, dengan tembusan
disampaikan kepada Instansi Pelaksana.
2) Rumah sakit melalui Unit/bagian/departemen forensik atau instalasi kamar jenazah
melaporkan data peristiwa kematian dan penyebab kematian tidak wajar kepada
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
3) Unit/bagian/departemen forensik atau instalasi kamar jenazah di Rumah Sakit
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berkoordinasi dengan Instansi Kepolisian
setempat.
13
4) Instansi Kepolisian yang berwenang harus melaporkan data peristiwa kematian dan
penyebab kematian tidak wajar kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
5) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan
ayat (4) mengolah data menjadi data statistik kematian dan statistik penyebab
kematian.
6) Data sebagaimana dimaksud pada ayat (5) antara lain : angka kematian umum;
angka kematian ibu; angka kematian bayi; angka kematian anak balita; dan angka
kematian menurut penyebab dan kelompok umur.
7) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (5) melaporkan
data statistik kematian dan statistik penyebab kematian kepada Dinas Kesehatan
Provinsi dengan tembusan kepada unit yang membidangi pengelolaan data
kesehatan di Kementerian Kesehatan setiap triwulan sekali.
8) Dinas kesehatan Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (5) melaporkan
data statistic kematian kepada instansi pelaksana setiap triwulan sekali, tanpa
disertai data penyebab kematian.
2.1 Alur Pelaporan Kematian
14
KEMATIAN
DOKTER
RT
KELURAHAN
DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL
DAFTAR PUSTAKA
Hanafiah, J. dan Amir, A. Etika kedokteran dan hukum kesehatan ed 4. 2007. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hoediyanto, Hariyadi. 2010. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal.
Surabaya : Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal DK UNAIR
Solahuddin. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ) & Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana ( KUHAP ). 2007. Jakarta : Transmedia Pustaka
15