surimi_tillya paramita_13.70.0136_d_unika soegijapranata
DESCRIPTION
Laporan Resmi Praktikum Teknologi Hasil Laut "Surimi" kloter D Unika Soegijapranata, Semarang.TRANSCRIPT
![Page 1: Surimi_Tillya Paramita_13.70.0136_D_Unika Soegijapranata](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022070403/563db7f0550346aa9a8f58ff/html5/thumbnails/1.jpg)
Acara I
SURIMI
LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun oleh:
Nama : Tillya Paramita K.
NIM : 13.70.0136
Kelompok : D2
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2015
![Page 2: Surimi_Tillya Paramita_13.70.0136_D_Unika Soegijapranata](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022070403/563db7f0550346aa9a8f58ff/html5/thumbnails/2.jpg)
Pencucian ikan
Pembuangan kepala, sirip, ekor dan isi perut(Fillet daging ikan)
)
Fillet ikan ditimbang dan diambil 100 gr
1. MATERI DAN METODE
1.1. Alat dan Bahan
1.1.1. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah pisau, kain saring, penggiling daging,
dan freezer.
1.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah daging ikan bawal, garam, gula pasir,
polifosfat, dan es batu.
1.2. Metode
1
![Page 3: Surimi_Tillya Paramita_13.70.0136_D_Unika Soegijapranata](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022070403/563db7f0550346aa9a8f58ff/html5/thumbnails/3.jpg)
Penggilingan fillet menggunakan alat penggiling daging dengan ditambah es batu
Pencucian daging giling dengan es batu sebanyak 3 kali
Penyaringan daging giling hingga kering (tidak menggumpal)
Penambahan sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok 1,2); 5% (kelompok 3, 4, 5), garam sebanyak 2,5% dan polifosfat sebanyak 0,1% (kelompok 1); 0,3% (kelompok 2, 3); 0,5% (kelompok 4, 5)
Pembekuan selama 1 malam di dalam freezer
2
![Page 4: Surimi_Tillya Paramita_13.70.0136_D_Unika Soegijapranata](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022070403/563db7f0550346aa9a8f58ff/html5/thumbnails/4.jpg)
Thawing
Pengujian sensori meliputi kekenyalan dan aroma
Uji hardness menggunakan texture analyzer
Surimi dipress menggunakan presser untuk mengetahui WHC
3
![Page 5: Surimi_Tillya Paramita_13.70.0136_D_Unika Soegijapranata](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022070403/563db7f0550346aa9a8f58ff/html5/thumbnails/5.jpg)
Hasil press digambar di milimeter blok
4
![Page 6: Surimi_Tillya Paramita_13.70.0136_D_Unika Soegijapranata](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022070403/563db7f0550346aa9a8f58ff/html5/thumbnails/6.jpg)
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan dari praktikum surimi dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Surimi
Kelompok Perlakuan Hardness (gf) WHC (Mg H2o)Sensoris
Kekenyalan Aroma
D1Sukrosa 2,5%Garam 2,5%
Polifosfat 0,1%108,24 188832,63 + ++
D2Sukrosa 2,5%Garam 2,5%
Polifosfat 0,3%121,52 216793,25 + +++
D3Sukrosa 5,0%Garam 2,5%
Polifosfat 0,3%188,05 130435,97 ++ +++
D4Sukrosa 5,0%Garam 2,5%
Polifosfat 0,5%103,44 271751,05 ++ ++
D5Sukrosa 5,0%Garam 2,5%
Polifosfat 0,5%91,873 273975,32 +++ ++
Keterangan:Kekenyalan Aroma+ : Tidak kenyal + : Tidak amis++ : Kenyal ++ : Amis+++ : Sangat Kenyal +++ : Sangat amis
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai hardness yang tertinggi ada pada
kelompok D3 sebesar 188,05 gf dan nilai hardness yang terendah ada pada kelompok
D5 sebesar 91,873 gf. Tingkat kekenyalan surimi pada kelompok D1 hingga D5
meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi sukrosa dan polifosfat. Uji sensoris
aroma pada surimi menghasilkan aroma yang amis pada kelompok D1, D4, dan D5
serta aroma sangat amis pada kelompok D2 dan D3.
5
![Page 7: Surimi_Tillya Paramita_13.70.0136_D_Unika Soegijapranata](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022070403/563db7f0550346aa9a8f58ff/html5/thumbnails/7.jpg)
3. PEMBAHASAN
Ikan merupakan salah satu bahan pangan yang memiliki kandungan protein yang sangat
tinggi. Ikan seringkali dikonsumsi masyarakat luas karena harganya yang terjangkau
tetapi ikan sangat mudah rusak. Hal tersebut kemudian menjadi alasan untuk mengolah
ikan menjadi surimi. Surimi adalah produk olahan ikan setengah jadi yang dapat
memperpanjang umur simpan dan kandungan gizi juga akan tetap terjaga (Liptan,
2000). Surimi merupakan daging ikan lumat yang telah mengalami proses pembersihan
dan pencucian bertahap sehingga bau, pigmen, darah, serta kandungan lemak akan
hilang (Peranginangin et al., 1999.
Surimi dapat dijadikan bahan dasar berbagai produk makanan yang sangat populer
sekarang ini karena keunikan tekstur, kemudahan penyimpanan serta tingginya nilai
nutrisi yang terkandung didalamnya (Stine et al., 2012). Surimi dengan kualitas yang
baik dapat dibuat dari ikan berdaging putih, tidak amis dan berbau lumpur, serta
memiliki sifat membentuk gel yang baik. Pada proses penyimpanan, surimi harus
disimpan pada suhu yang rendah serta harus diberi cryoprotectant atau senyawa
antidenaturasi protein (Peranginangin et al., 1999). Tetapi pada jurnal yang ditulis oleh
Vega et al. (2012) menyatakan bahwa surimi juga dapat dibuat dari daging ayam tanpa
tulang. Surimi dari daging ayam tanpa tulang tersebut diterima lebih baik oleh
masyarakat dibandingkan dengan surimi berbahan dasar ikan.
Surimi dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu surimi yang tidak mengandung garam
atau mu-en surimi, surimi yang mengandung garam atau ka-en surimi, dan surimi
mentah yang tidak dibekukan atau na-na surimi (Suzuki, 1981). Terdapat beberapa
faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan surimi. Faktor tersebut adalah suhu air
pencucian serta proses penggilingan ikan. Suhu air yang melebihi 15oC akan membuat
protein mudah larut ke air sehingga kandungan protein akan menurun pada produk
akhir. Kandungan protein tersebut akan mempengaruhi kekuatan gel yang dibentuk oleh
surimi. Kekuatan gel yang maksimal akan diperoleh dengan mencuci daging ikan pada
air dengan suhu antara 10oC hingga 15oC (Schwarz & Lee, 1988).
6
![Page 8: Surimi_Tillya Paramita_13.70.0136_D_Unika Soegijapranata](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022070403/563db7f0550346aa9a8f58ff/html5/thumbnails/8.jpg)
7
Pada praktikum ini digunakan bahan ikan bawal. Ikan bawal merupakan ikan air tawar
yang berasal dari negara Brazil. Ikan bawal memiliki bentuk sisik yang kecil, gigi yang
tajam, serta sirip yang berwarna kuning kemerahan. Ikan bawal memiliki kandungan air
yang tinggi yaitu sekitar 76,4%. Selain itu ikan bawal memiliki kandungan protein
sebesar 21,02% serta kandungan lemak sebesar 1,2%. Kualitas dari ikan bawal
ditentukan oleh makanan yang dikonsumsinya. Ikan bawal yang dibudidayakan
biasanya diberi makan pelet yang mengandung protein sekitar 30% hingga 40% (Azam
et al., 2010).
Proses pembuatan surimi pada praktikum kali ini adalah dengan membersihkan ikan
kemudian dilakukan fillet. Fillet merupakan proses pembuangan bagian kepala, tulang
serta isi perut dan memisahkannya dari daging ikan. Proses tersebut dilakukan karena
kepala ikan serta isi perut ikan mengandung lemak serta minyak yang cukup tinggi.
Lemak tersebut dapat mengalami proses hidrolisis sehingga dapat mempengaruhi
kualitas surimi (Fortina, 1996). Setelah itu dilakukan penggilingan daging ikan fillet
dengan penambahan es batu. Penggilingan dilakukan untuk memperluas luas permukaan
serta untuk melunakkan daging ikan sedangkan penambahan es batu dilakukan untuk
menurunkan suhu sehingga mencegah denaturasi dari protein (Buckle et al., 1978).
Daging ikan yang sudah digiling lalu dicuci dengan air es dan disaring. Pencucian
dengan air es berfungsi untuk menghilangkan komponen pengotor seperti protein
sarkoplasma, protein, lemak, pengotor terlarut, dan darah. Selain itu juga pencucian
dapat menghilangkan rasa dan aroma dari protein miofibril (Stine et al., 2012).
Penyaringan dilakukan untuk menghilangkan kandungan air (Amalia, 2002). Setelah itu
diberi penambahan sukrosa, garam, dan polifosfat pada konsentrasi tertentu. Sukrosa
merupakan senyawa cryoprotectant yang dapat mencegah denaturasi protein pada ikan
dengan cara menstabilkan protein tersebut.
Penambahan garam pada surimi berfungsi untuk melarutkan protein miofibril yang akan
mempermudah aktin dan miosin untuk membentuk ikatan menjadi aktomiosin.
Aktomiosin adalah protein yang berperan membentuk gel (Suzuki, 1981). Garam sangat
mempengaruhi kekuatan, daya bentuk seta kenampakan dari gel. Selain itu juga garam
![Page 9: Surimi_Tillya Paramita_13.70.0136_D_Unika Soegijapranata](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022070403/563db7f0550346aa9a8f58ff/html5/thumbnails/9.jpg)
8
dapat meningkatkan daya ikat air dari produk surimi karena garam dapat berikatan
dengan kedua sisi muatan asam amino sehingga mencegah gaya tolah yang berlebihan
antara molekul protein. Hal tersebut menyebabkan molekul protein menjadi lebih dekat
dengan molekul protein lainnya dan menghalangi terlepasnya air (Lertwittayanon et al.,
2013).
Penambahan polifosfat berfungsi sebagai penstabil sifat surimi terutama elastisitas dan
kelembutan. Selain itu polifosfat juga dapat memperbaiki water holding capacity atau
daya ikat air surimi. Penambahan polifosfat juga meningkatkan efektivitas
cryoprotectant karena polifosfat bersifat sebagai buffer dan menjaga pH tetap stabil
(Shaviklo et al., 2010). Proses selanjutnya adalah pembekuan surimi selama 1 malam.
Pembekuan dilakukan untuk menjaga kualitas produk surimi dan juga untuk
memperpanjang umur simpan (Murniyati, 2005).
Setelah 1 malam, produk surimi kemudian di-thawing dan dilakukan pengamatan
sensoris, perhitungan WHC (Water Holding Capacity) serta pengukuran hardness.
Berdasarkan hasil praktikum, Nilai hardness kelompok D1 hingga D5 berturut- turut
adalah 108,24 gf; 121,52 gf; 188,05 gf; 103,44 gf; dan 91,873 gf. Pada kelompok D1
dan D2 dengan penambahan sukrosa 2,5% menghasilkan nilai hardness yang lebih
tinggi dibandingkan dengan nilai hardness kelompok D4 dan D5 dengan penambahan
sukrosa 5%. Hal tersebut sudah sesuai dengan teori Daniel (2011) yang menyatakan
bahwa penambahan sukrosa dapat menurunkan kekuatan gel. Semakin tinggi
konsentrasi sukrosa maka akan semakin rendah nilai hardness-nya. Penambahan garam
pada seluruh kelompok dilakukan dengan konsentrasi yang sama. Garam dapat
melarutkan protein miofibril yang akan mempermudah aktin dan miosin untuk
membentuk ikatan menjadi aktomiosin. Aktomiosin adalah protein yang berperan
membentuk gel sehingga mempengaruhi kekerasan dan kekenyalan (Suzuki, 1981).
Penambahan polifosfat dapat menstabilkan elastisitas gel. Semakin tinggi konsentrasi
polifosfat maka gel akan semakin kuat dan nilai hardness akan semakin tinggi
(Shaviklo et al., 2010). Tetapi teori tersebut tidak sesuai dengan hasil praktikum.
Kelompok C4 dan C5 dengan konsentrasi polifosfat terbesar yaitu 0,5% menghasilkan
nilai hardness yang rendah. Hal tersebut dapat terjadi karena pada kelompok tersebut
![Page 10: Surimi_Tillya Paramita_13.70.0136_D_Unika Soegijapranata](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022070403/563db7f0550346aa9a8f58ff/html5/thumbnails/10.jpg)
9
diberi penambahan sukrosa dengan konsentrasi yang tinggi pula yaitu 5%. Sukrosa
tersebut yang menyebabkan kekuatan gel menurun dan nilai hardness rendah (Daniel,
2011).
Hasil perhitungan WHC yang didapatkan dari kelompok D1 hingga D5 berturut- turut
adalah 188832,63; 216793,25; 130435,97; 271751,05; dan 273975,32. Nilai WHC
kelompok D1 dan D2 dengan penambahan sukrosa 2,5% dan garam 2,5% lebih rendah
dari nilai WHC kelompok D4 dan D5 dengan penambahan sukrosa 5% dan garam 2,5%.
Hal tersebut sesuai dengan teori Shaviklo et al. (2010) yang menyatakan bahwa
semakin tinggi konsentrasi sukrosa dan garam yang ditambahkan maka nilai WHC akan
semakin meningkat. Sukrosa dapat meningkatkan kemampuan daya ikat air karena
dapat menciptakan tegangan pada permukaan protein sehingga air dapat ditahan
jaringan (Gopakumar, 1997). Penambahan polifosfat pada surimi dapat memperbaiki
daya ikat airnya. Semakin tinggi konsentrasi polifosfat yang ditambahkan pada surimi
maka akan semakin tinggi nilai WHC-nya. Selain itu, menurut Nopianti et al. (2011),
polifosfat dapat meningkatkan pH. Semakin tinggi pH maka akan semakin baik
kekuatan gel dan daya ikat air surimi.
Pada uji sensoris dilakukan pengujian kekenyalan dan aroma surimi. Pada uji
kekenyalan, didapatkan hasil pada kelompok D1 dan D2 menghasilkan surimi yang
tidak kenyal, pada kelompok D3 dan D4 menghasilkan surimi yang kenyal, serta pada
kelompok D5 menghasilkan surimi yang sangat kenyal. Kekenyalan surimi dipengaruhi
oleh penambahan polifosfat dalam surimi. Pada hasil praktikum kelompok D1 dengan
penambahan polifosfat 0,1% menghasilkan surimi yang tidak kenyal dan kelompok D5
dengan penambahan polifosfat 0,5% menghasilkan surimi yang sangat kenyal. Hal
tersebut sudah sesuai dengan teori Shaviklo et al. (2010) yang menyatakan bahwa
semakin tinggi konsentrasi polifosfat yang ditambahkan dalam surimi maka akan
semakin kenyal karena polifosfat dapat menjaga kestabilan elastisitas surimi. Selain itu
penambahan garam dapat melarutkan protein miofibril yang akan mempermudah aktin
dan miosin untuk membentuk ikatan menjadi aktomiosin. Aktomiosin adalah protein
yang berperan membentuk gel sehingga mempengaruhi kekerasan dan kekenyalan
(Suzuki, 1981).
![Page 11: Surimi_Tillya Paramita_13.70.0136_D_Unika Soegijapranata](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022070403/563db7f0550346aa9a8f58ff/html5/thumbnails/11.jpg)
10
Berdasarkan hasil uji aroma didapatkan hasil pada kelompok D1, D4 dan D5
menghasilkan surimi yang berbau amis sedangkan pada kelompok D2 dan D3
menghasilkan surimi yang berbau sangat amis. Timbulnya bau amis atau sangat amis
tersebut disebabkan karena adanya senyawa trimetilamin. Trimetilamin berasal dari
proses pemecahan enzimatik trimetilamin oksida. Senyawa trimetilamin oksida secara
alami terdapat dalam tubuh ikan sebagain osmoregulan yang akan mencegah dehidrasi
ikan (Fennema, 1985). Berdasarkan pernyataan Irianto & Giatmi (2009), proses
pencucian dapat menghilangkan sebagian besar aroma amis pada ikan sehingga
seharusnya surimi memiliki aroma yang tidak amis.
Kualitas produk surimi ditentukan oleh beberapa faktor seperti jenis ikan yang
digunakan, umur dan tingkat kesegaran ikan, pH, cryoprotectant, kadar air, dan
pencucian. Jenis, umur, dan tingkat kesegaran ikan akan mempengaruhi kadar air dan
protein yang terkandung dalam ikan. Kadar protein yang tinggi akan mempengaruhi
pembentukkan gel surimi (Suzuki, 1981). Kesegaran ikan akan mempengaruhi
pembentukkan gel serta daya ikat air dari surimi. Pengolahan surimi yang baik
dilakukan dengan menggunakan ikan segar yaitu maksimal 12 jam setelah
penangkapan. Untuk memperpanjang umur simpan, ikan dapat disimpan pada suhu 5oC
sebelum pengolahan surimi tetapi hal tersebut dapat menyebabkan penurunan daya ikat
air (Sanchez et al., 2009).
pH juga akan menentukan kualitas surimi. pH yang semakin tinggi akan membentuk
kekuatan gel yang semakin baik serta akan memiliki water holding capacity yang
semakin baik pula. pH yang rendah akan mendenaturasi protein sehingga surimi akan
membentuk gel yang lemah (Nopianti et al., 2011). Proses pencucian juga akan
menentukan kualitas surimi karena saat pencucian kandungan enzim perusak jaringan
akan menurun jumlahnya (Stine et al., 2012). Cryoprotectant merupakan senyawa anti
denaturasi yang dapat mempertahankan kestabilan protein miofibril. Beberapa jenis
cryoprotectant yang biasa digunakan adalah sukrosa dan sorbitol. Salah satu
cryoprotectant yang baik untuk surimi yang dibekukan adalah polidekstrosa.
Polidekstrosa dapat mencegah terjadinya perubahan pada aktomiosin. Senyawa
![Page 12: Surimi_Tillya Paramita_13.70.0136_D_Unika Soegijapranata](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022070403/563db7f0550346aa9a8f58ff/html5/thumbnails/12.jpg)
11
cryoprotectant dapat mempengaruhi water holding capacity (WHC) karena dapat
melindungi surimi dari proses drip loss (Nopianti et al., 2011).
Kualitas surimi ditentukan oleh proses pembuatannya. Proses yang perlu diperhatikan
untuk mempertahankan kualitas surimi adalah suhu air pencucian serta proses
penggilingan ikan. Suhu air yang melebihi 15oC akan membuat protein mudah larut ke
air sehingga kandungan protein akan menurun pada produk akhir. Kandungan protein
tersebut akan mempengaruhi kekuatan gel yang dibentuk oleh surimi. Kekuatan gel
yang maksimal akan diperoleh dengan mencuci daging ikan pada air dengan suhu antara
10oC hingga 15oC (Schwarz & Lee, 1988). Penggilingan daging ikan dilakukan untuk
mendislokasi serat agar protein dapat terlepas dan terlarut tanpa mengalami denaturasi.
Bila penggilingan terlalu lama, maka akan tercipta panas karena gesekan sehingga
pembentukan gel dari protein akan kehilangan fungsionalnya dan akankehilangan daya
kohesifnya (Ducept et al., 2012).
Menurut Nurkhoeriyati et al. (2008), faktor yang mempengaruhi kualitas surimi adalah:
Terhadap pembentukan gel, faktor utama yang mempengaruhi adalah intensitas
denaturasi dari protein. Protein yang tidak stabil akan mudah mengalami kerusakan
akibat panas dan aktivitas enzim proteolitik. Panas dan enzim proteolitik dapat
merusak struktur protein miofibril yang menyebabkan kerusakan pada gel yang
terbentuk.
Terhadap daya ikat air, faktor yang mempengaruhi adalah kadar protein, suhu, pH,
kadar lemak dan garam, dan penyimpanan. pH yang semakin tinggi akan
meningkatkan daya ikat air pada surimi. Kadar protein yang semakin tinggi akan
meningkatkan daya ikat air surimi. Hal tersebut dikarenakan protein adalah
komponen yang mengikat air dengan ikatan hidrogen.
Terhadap daya emulsifikasi, faktor yang mempengaruhi adalah suhu, energi, kadar
protein, kondisi protein, dan luas permukaan. Kondisi protein yang terlarut dan
terekstrak akan mempengaruhi emulsifikasi. Protein tersebut akan mengalami difusi
dan menyerap droplet minyak.
![Page 13: Surimi_Tillya Paramita_13.70.0136_D_Unika Soegijapranata](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022070403/563db7f0550346aa9a8f58ff/html5/thumbnails/13.jpg)
4. KESIMPULAN
Surimi berkualitas baik dibuat dari ikan berdaging putih, tidak amis dan berbau
lumpur, serta memiliki sifat membentuk gel yang baik.
Proses pembuatan surimi yang mempengaruhi kualitas akhir produk adalah suhu air
pencucian serta proses penggilingan ikan.
Suhu rendah pada proses pembuatan surimi akan mencegah denaturasi protein.
Sukrosa merupakan senyawa cryoprotectant yang mencegah denaturasi protein dan
menstabilkan protein.
Semakin tinggi konsentrasi sukrosa maka hardness dan kekuatan gel surimi akan
semakin rendah.
Semakin tinggi konsentrasi sukrosa maka nilai WHC surimi akan semakin tinggi.
Garam berfungsi untuk melarutkan protein miofibril sehingga mempermudah aktin
dan miosin membentuk aktomiosin yang berperan membentuk gel dan juga
meningkatkan daya ikat air.
Garam sangat mempengaruhi kekuatan, daya bentuk seta kenampakan dari gel.
Penambahan garam akan meningkatkan kekuatan gel, hardness, dan nilai WHC.
Polifosfat berfungsi sebagai penstabil elastisitas dan kelembutan, memperbaiki
water holding capacity, meningkatkan efektivitas cryoprotectant.
Semakin tinggi konsentrasi polifosfat maka akan meningkatkan kekuatan gel,
hardness, keknyalan, dan nilai WHC.
Bau amis pada surimi berasal dari trimetilamin.
Kualitas produk surimi ditentukan oleh jenis ikan yang digunakan, umur dan tingkat
kesegaran ikan, pH, cryoprotectant, kadar air, dan pencucian.
Pembentukan gel surimi dipengaruhi oleh intensitas denaturasi dari protein.
Daya ikat air surimi dipengaruhi oleh kadar protein, suhu, pH, kadar lemak dan
garam, dan penyimpanan.
Daya emulsifikasi surimi dipengaruhi oleh suhu, energi, kadar protein, kondisi
protein, dan luas permukaan.
12
![Page 14: Surimi_Tillya Paramita_13.70.0136_D_Unika Soegijapranata](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022070403/563db7f0550346aa9a8f58ff/html5/thumbnails/14.jpg)
13
Semarang, 23 Oktober 2015Praktikan,
Tillya Paramita K. (13.70.0136)
Mengetahui,
Asisten Dosen
Yusdhika Bayu S.
![Page 15: Surimi_Tillya Paramita_13.70.0136_D_Unika Soegijapranata](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022070403/563db7f0550346aa9a8f58ff/html5/thumbnails/15.jpg)
5. DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Z. I. Z. (2002). Studi Pembuatan Kamaboko Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.) Dengan Berbagai Pencucian dan Jenis Pengikat. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Azam, Alfiansyah et al. (2010). Pengaruh Kunyit Terhadap Pertumbuhan dan Kelulushidupan (SR) Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) Dengan Sistem Restikulasi Tertutup. Universitas Airlangga. Surabaya.
Buckle K. A.; Edwards R. A.; Eleet G. H.; & Wootton. (1978). Ilmu Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Daniel, J. R. (2011). Gelatin. Department of Nutrition Science Purdue University. Indiana.
Ducept, F.; T. de Broucker; J. M. Soullie; G. Trystram; & G. Cuvelier. (2012). Influence of the Mixing Process on Surimi Seafood Paste Properties and Structure. Journal of Food Engineering Vol. 108. Elsevier Ltd.
Fennema, Owen R. (1985). Food Chemistry 2nd Edition. Marcel Dekker, Inc. New York.
Fortina, Des. (1996). Pengaruh Penambahan Bahan Pembentuk Flavor, Lama Pelapisan (Coating) dan Lama Pengukusan Terhadap Mutu Akhir Daging Rajungan Imitasi dari Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Gopakumar, K. (1997). Tropical Fishery Product. Science Publishes Inc. United Kingdom.
Irianto H. E. & Giyatmi S. (2009). Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Universitas Terbuka. Jakarta.
Lertwittayanon, Kosol; S. Benjakul; S. Maqsood; & Angel B. E. (2013). Effect of Different Salts on Dewatering and Properties of Yellowtail Barracuda Surimi. International Aquatic Research Vol. 5 No. 10. Springer.
Liptan (Lembar Informasi Pertanian). (2000). Pengolahan Ikan Nila Merah. LPTP Puntikayu Sumatera Selatan.
Nopianti, R.; Nurul Huda; & Noryanti Ismail. (2011). A Review on The Loss of Rhe Functional Properties of Proteins During Frozen Storage and The Improvement
14
![Page 16: Surimi_Tillya Paramita_13.70.0136_D_Unika Soegijapranata](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022070403/563db7f0550346aa9a8f58ff/html5/thumbnails/16.jpg)
15
of Gel-Forming Properties of Surimi. American Journal of Food Technology Vol. 6 No. 1.
Nurkhoeriyati, T., Nurul Huda, dan Ruzita A. (2008). Perkembangan Terbaru Teknologi Surimi. Malaysia.
Peranginangin, R. Dkk. (1999). Instalasi penelitian Perikanan Laut Sipil. BalaiPerikanan Laut. Jakarta.
Sanchez, A. M. M.; C. Navarro; J. A. Perez Alvarez; & V. Kuri. (2009). Alternatives for Efficient and Sustainable Production of Surimi: A Review. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety Vol. 8. Institute of Food Technologies.
Schwarz M.D. & C. M. Lee. (1988). Comparison of The Thermostability of Red Hake and Alaska Pollack Surimi During Processing. Journal of Food Science Vol. 53 No. 5.
Shaviklo, G. R., Gudjon T., and Sigurjon Arason. (2010). The Influence of Additives and Frozen Storage on Functional Properties and Flow Behaviour of Fish Protein Isolated from Haddock (Melanogrammus aeglefinus). Turkhish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences Vol. 10.
Stine, J. J.; L. Pedersen; S. Smiley; & P. J. Bechtel. (2012). Recovery and Utilization of Protein Derived From Surimi Waste-Water. Journal of Food Quality Vol. 35. Wiley Periodicals, Inc.
Suzuki, T. (1981). Fish and Krill Protein. Applied Science Publ. Ltd. London.
Vega, William R. C.; Gustavo G. F.; & Carlos Prentice. (2012). Comparisons of the Properties of Whitemouth Croaker (Micropogonias furnieri) Surimi and Mechanically Deboned Chicken Meat Surimi-Like Material. Journal of Food and Nutrition Sciences. Scientific Researches.
![Page 17: Surimi_Tillya Paramita_13.70.0136_D_Unika Soegijapranata](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022070403/563db7f0550346aa9a8f58ff/html5/thumbnails/17.jpg)
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Rumus:
Luas atas=13
a(h0+4 h1+2h2+4 h3+…+hn)
Luas bawah=13
a(h0+4 h1+2 h2+4 h3+…+hn)
Luas area basah=Luasatas−Luas bawah
mg H 2O=Luas areabasah−8,00,0948
6.1.1. Kelompok D1
Luas atas=13
36,5 (89+4 (186 )+2 (197 )+4 (180 )+99 )=24893 mm2
Luas bawah=13
36,5 ( 89+4 (38 )+2 (23 )+4 ( 47 )+99 )=6983,667 mm2
Luas area basah=24893−6983,667=17909,33 mm2
mg H 2O=17909,33−8,00,0948
=188832,63 mg
6.1.2. Kelompok D2
Luas atas=13
40 (124+4 (213 )+2 (227 )+4 (210 )+133 )=32040 mm2
Luas bawah=13
40 (124+4 (67 )+2 (54 )+4 (57 )+133 )=11480 mm2
Luas area basah=32040−11480=20560 mm2
mg H 2O=20560−8,00,0948
=216793,25 mg
6.1.3. Kelompok D3
Luas atas=13
32 ( 105+4 (129 )+2 (148 )+4 (146 )+88 )=16949,33 mm2
Luas bawah=13
32 (105+4 (25 )+2 (14 )+4 (27 )+88 )=4576 mm2
Luas area basah=16949,33−4576=12373,33 mm2
mg H 2O=12373,33−8,00,0948
=130435,97 mg
16
![Page 18: Surimi_Tillya Paramita_13.70.0136_D_Unika Soegijapranata](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022070403/563db7f0550346aa9a8f58ff/html5/thumbnails/18.jpg)
17
6.1.4. Kelompok D4
Luas atas=13
45 (121+4 (201 )+2 (211)+4 (204 )+90 )=33795 mm2
Luas bawah=13
45 (121+4 (34 )+2 (30 )+4 (32 )+90 )=8025 mm2
Luas area basah=33795−8025=25770 mm2
mg H 2O=25770−8,00,0948
=271751,05 mg
6.1.5. Kelompok D5
Luas atas=13
47 ( 95+4 (182 )+2 (201 )+4 (195 )+107 )=33095,04 mm2
Luas bawah=13
47 (95+4 (24 )+2 (20 )+4 (29 )+107 )=7114,18 mm2
Luas area basah=33095,04−7114,18=25980,86 mm2
mg H 2O=25980,86−8,00,0948
=273975,32 mg
6.2. Laporan Sementara
6.3. Diagram Alir
6.4. Abstrak Jurnal