sustainable growth

Upload: angga-rayono

Post on 18-Jul-2015

281 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Suatu Intisari pemikiran dan Pengalaman: Januar Dharmawan Ph.D Pendiri dan cikal bakal. PT Nutrifood Indonesia. Ada dua pertanyaan mendasar dari Filosofi Januar Darmawan.: 1. Dengan cara apa atau bagaimana ia mau mendapatkan uang? 2. Dengan cara bagaimana ia akan menggunakan uang yang telah diperoleh tersebut?. TEORI EMPAT LENSA Dalam proses transformasi Nutrifood Indonesia sepanjang decade terakhir abad ke-20 silam, saya menemukan, memilih, dan membuat keputusan untuk mengadopsi filosafi Deming. Hal yang sama saya terapkan ketika membangun jaringan usaha venture capital beberapa tahun terakhir, dan sejauh ini hasilnya memuaskan, jelas Januar. Apa yang disebut filosofi Deming itu sendiri adalah ajaran-ajaran pokok William Edward Deming, salah satu mahaguru manajemen kualitas. Yang menawarkan Theory (system) of Profound Knowledge. Yang menawarkan semacam peta atau panduan filosofis-teoritik yang merupakan pimpinan unit bisnis untuk memahami kompetensi apa saja yang harus dikembangkan bila ingin menjadi atau mengembangkan dan melatih pemimpin-pemimpin bisnis yang handal. Theory of Profound Knowledge dapat dipahami dengan mempelajari empat lensa yang berbeda satu sama lain, tetapi saling terkait dan tidak bisa dipisahkan dalam penerapannya. Karena itu, pelatihan mengenai filosofi Deming kemudian banyak menggunakan nama Teori Empat Lensa yang terdiri dari : 1. 2. 3. 4. Berfikir system (System Thinking) untuk memimpin sistem. Memahami variasi (Variation) dalam perencanaan dan pemecahan masalah. Memahami Pengetahuan (Knowledge) agar bisa melakukan perbaikan. Memahami Manusia (People)

Keempat lensa tersebut saling berinteraksi dan saling bergantung satu sama lain, dalam arti pemahaman dan penerapan lensa yang satu akan menjadi lebih efektif jika dikaitkan dengan lensa yang lain. Pada awalnya, teori empat lensa digunakan oleh januar untuk megelola pabrik-pabrik Nutrifood Indonesia dan melakukan perbaikan berkelanjutan (continuos improvement). Lalu hal yang sama di aplikasikan dalam konteks hubungan pemasok dan konsumen. Akhirnya, teori empat lensa juga diterapkan dalam prose pengembangan sumberdaya manusia dalam organisasi dan tetap terbukti manfaatnya. Lensa Pertama: Berfikir System ( Systems Thinking). Pada sebuah organisasi bisnis, setiap individu merupakan salah satu bagian dari satu sistem. Dalam sistem itu sendiri harus ada suatu visi, ada seorang pemimpin, dan anggota-anggota dari system yang disebut komponen. Setiap orang perlu menyadari bahwa ia merupakan bagian dari system tersebut. Karena sistem terdiri dari para anggota (komponen) yang interdepende, orang-orang atau komponen yang berada dalam sistem harus bisa bekerja sama dalam format tim. Setiap orang saling bergantung pada orang lain dalam sebuah sistem.

Pemimpin menetapkan visi dan sasaran-sasaran dari organisasi dan semua komponen harus menyelaraskan diri mereka masing-masing untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi Pemimpin mesti mengkomunikasikan secara jelas tujuan dan sasaran perusahaan kepada semua komponen sistem sampai mereka memahaminya, dan kemudian menyingkirkan semua penghalang dan hambatan di antara komponennya. Itulah tugas pokok dari pemimpin. Jadi dapat dikatakan bahwa sistem adalah sebuah jaringan komponen-komponen yang interdependen (saling-bergantung satu sama lain) dan bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya (a network of interdependent components that work together to accomplish a predetermined aim). Dalam konteks industri manufaktur pada galibnya, sebuah sistem dapat digambarkan sebagai berikut, di mana proses pemahamannya harus dimulai dengan menetapkan tujuan yang jelas (purpose), dan kemudian ditarik mundur ke belakan sampai ke pemasok (supplier) Gambar SIPOC+P Supplier input process Output Customer + Purpose.

Gambar diatas menunjukkan bahwa system thinking berarti memikirkan seluruh komponen dalam gambar tersebut, memperhatikan peran masing-masing komponen, dan bagaimana mereka berinteraksi satu sama lain untuk suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pemimpin, Interaksi yang harmonis atau tidak harmonis antara komponen yang satu dengan komponen yang lain, antar individu dalam satu departemen dan individu dalam departemen yang lain, antar kolega, dan antar atasan dan bawahan, akan mempengaruhi hasil keluaran (Output) dan berdampak pada tercapai atau tidak tercapai tujuan yang ditetapkan. Fakta-fakta di lapangan juga menunjukkan bahwa bahwa hasil kerja suatu sistim selalu ditentukan oleh komponen yang paling lemah. Karena itu pemimpin dan komponen lainnya harus memikirkan bagaimana cara membantu komponen yang paling lemah itu agar hasil secara keseluruhan menjadi lebih baik. Contoh : Ada tiga regu dalam kepanduan (pramuka) yang semuanya bertujuan untuk mendaki sebuah gunung, dan harus mencapai puncaknya secara bersama-sama. Masing-masing regu terdiri dari tujuh orang anggota/komponen, dan salah satu komponen di tiap-tiap regu adalah seorang yang sangat gendut. Regu Anoman dipimpin oleh seorang yang selalu menyemangati dengan kata-kata positf agar kelompoknya bergerak cepat. Si Gendut juga disemangat, dibesarkan hatinya, dimotivasi dan

diajak terus mendaki. Kenyataannya si Gendut tetap saja tertinggal dan terengah-engah dengan ranselnya yang juga berat. Regu Batavia dipimpin oleh seorang yang sangat berempati pada si Gendut dan karenanya menemani si Gendut yang tertinggal di belakang anggota regu lainnya. Kalau ada komponen yang mendaki lebih cepat pada titik tertentu mereka harus berhenti untuk menunggu si gendut. Regi Caplin dipimpin oleh seorang yang mengatur agar si gendut dibebaskan dari beban ransel yang berat. Tiga orang ditugaskan menarik si Gendut dari depan, sementara tiga orang lagi mendorong dari belakan dengan tongkat. Dengan demikian regu ini dimungkinkan untuk menjadi pemenang, karena pemimpinnya mengerti apa yang disebut Systems thinking. Yang banyak terjadi di organisasi bisnis adalah model kepemimpinan Regu Anoman, di mana si Gendut mungkin tidak di semangati, tapi malah dicaci-maki atau bahkan di ancam, tetapi sama sekali tidak di tolong. Pemimpin model Regu Batavia malah mengorbankan kapasitas komponen lainnya untuk menyesuaikan diri dengan kapasitas si Gendut, sehingga secara keseluruhan kinerja team dikorbankan. Ilustrasi di atas menegaskan bahwa pemimpin itu mempunyai fungsi strategis serta memiliki peran dan tanggung jawab penuh dalam memastikan organisasi ini berjalan sesuai dengan visi yang telah ditetapkan, serta bagaimana organisasi dapat mencapai keluaran (output), sistem semaksimal mungkin. Tentunya ini dapat terwujud dengan peran aktif pemimpin dalam memberi arahan bagi organisasi. Karena itu, Pemimpin harus memiliki kemampuan dalam memahami komponen , dan interaksi serta kesaling-tergantungan antara komponen dalam organisasi. Fungsi pemimpin.sesekali keluar dari sistem, supaya tidak terjebak dalam rutinitas operasional sehari-hari, seperti katak dalam tempurung. Dengan berada diluar sistem untuk sementara waktu, ia dimungkinkan untuk memahami interaksinya dengan bagian dari sistem lain yang besar, termasuk lingkungan sekitarnya. Pemimpin kemudian dapat melihat secara lebih luas (broad view), dan menentukan arahan baru. Misal dalam suatu departemen, pemimpin tidak bisa hanya berpikir untuk memaksimalkan departemennya saja, tetapi juga melihat system yang lebih besar (Organisasi) untuk memastikan kontribusi optimum dari system secara keseluruhan. Dalam systes thinking ini juga dapat dilihat adanya suatu kesatuan terdiri dari komponenkomponen seperti atasan, bawahan, kolega, dan pihak terkait lainya. Masing-masing komponen ini memiliki kontribusi terhadap tujuan organisasi. Dalam hal ini, interaksi, kerja sama, dan komunikasi yang baik antar komponen, antarpimpinan, bawahan, kolega, dan yang lainnya, mutlak dibutuhkan. Semakin baik interaksinya, akan semakin optimal pula keluaran (output) sistem yang dihasilkan. Jadi dengan kemampuan systems thinking pemimpin lebih dimungkinkan untuk bisa mengoptimalisasi komponen dalam arti menambah atau mengurangi komponen dengan tujuan untuk memaksimalkan keluaran ( Output ) dari system secara keseluruhan.

Untuk bisa Berpikir Sistem perlu diingat sedikitnya delapan hal berikut : 1. Setiap system mempunyai tujuan yang jelas. 2. Sistem merupakan suatu kesatuan yang terdiri dari komponen-komponen; 3. Masing-masing komponen berkontribusi pada tujuan sistem, namun satu bagian tidak dapat secara mandiri mencapai tujuan system. 4. Masing-masing bagian mempunyai tujuan yang berbeda, tetapi ketika berhubungan dengan seluruh sistem, bagianbagian tersebut saling tergantung; 5. Kita dapat mengerti suatu bagian dengan melihat bagaimana bagian tersebut berperan dalam sistem kita tidak dapat mengerti sistem dengan mengidentifikasi setiap bagian atau hanya dengan mengumpulkan saja bagian tersebut; 6. Melihat interaksi di antara bagian bagian tersebut dapat membantu kita untuk mengerti bagaimana sistem itu bekerja. 7. Untuk mengerti sistem kita harus mengerti tujuannya, Interaksi yang terjadi dan saling ketergantungannya pada sistem yang lain; 8. Organisasi merupakan suatu sistem sosial yang sangat kompleks. Lensa Kedua : Variasi ( Variation ) Ilustrasi sederhana menegaskan bahwa setiap orang, setiap system memiliki variasinya masing-masing . Variasi tersebut dapat di kelompokan menjadi 2 katagori yakni variasi yang bersifat umum atau normal, dan variasi yang bersifat khusus yang diluar kenormalan. Dan variasi tidak bisa dihilangkan sama sekali karena setiap sistem, setiap proses, dan setiap orang memiliki variasi. Ia merupakan bagian dari hukum alam. Ambil contoh: Seorang yang bertugas dibagian pengepakan produk tertentu, setiap hari ia melakukan pengepakan dan di catat hasilnya. Setelah kurun waktu tertentu, katakanlah 60 hari kerja, catatan hasil kerjanya menunjukan bahwa ia mampu mengepak antara 90 sampai 100 produk perhari. Dengan demikian rentang variasinya antara 90 - 100, dan kinerja rataratanya adalah 95 pak per hari. Bila hari senin, ia berhasil mengepak 94, hari selasa 91, hari rabu 98, dan hari berikutnya selalu dalam rentang 90 100 pak, itu dianggap sebagai variasi yang normal atau umum. Namun, bila suatu hari pekerja yang sama berhasil menepak 100 produk, ia telah menerobos apa yang disebut variasi normal atau umum, ia menunjukan variasi yang tidak normal, yang khusus . Hal yang demikian ini memerlukan penjelasan, bagaimana ia bisa melakukan semacam itu? Apabila hal ini dipelajari dengan seksama dan kemudian bisa diulangi, bisa terjadi peningkatan kinerja. Atau sebaliknya, suatu hari pekerja tersebut mengepak 75 produk saja. Ini juga menunjukan variasi yang bersifat khusus dan memerlukan penjelasan mengapa hal demikian bisa terjadi. Apabila hal ini dipelajari dengan seksama dan dicegah pengulangannya, sekurang-kurangnya kinerja yang bersangkutan bisa tetap dipertahankan. Menurut Deming, untuk meningkatkan kualitas proses, pemimpin harus mencari cara guna melakukan sedikitnya dua hal, yakni : pertama, menaikan angka rata-rata (garis tengah) dari sebuah variasi; dan kedua, memperkecil rentang variasi itu sendiri. Dalam contoh pekerja di bagian pengepakan tadi, proses peningkatan atau perbaikan kualitas dianggap terjadi bila pekerja tersebut dibantu untuk mengepak antara 94 100 produk per

hari. Itulah inti dari perbaikan kualitas (quality improvement) yakni menghasilkan produk yang lebih konsisten, orang orang atau kinerja orang yang lebih konsisten, dan meningkatkan angka rata rata sampai pada standar yang diinginkan seraya memperkecil variasi secara terus menerus. Dalam bahasa yang lebih teknis dikatakan bahwa variasi adalah lensa yang sangat penting untuk mengukur kapasitas, kinerja system dan bahan penentuan proses perbaikan (improvement). Variasi mengambarkan seberapa jauh keterandalan (reliabilitas) sebuah sistem. Dengan batas kemampuan komponen yang berbeda, variasi keluaran (output) sistem dan bahkan keluaran antar komponen pasti tidak terelakkan. Semakin kecil variasi, akan semakin mudah pula keluaran (output ) diprediksikan, yang berkolerasi pada setabilnya kapasitas. Karena itulah, setiap komponen perlu selalu mengontrol dan memperkecil variasi keluarannya masing masing. Semakin kecil variasi dan semakin dekat prediksi keluaran yang sesungguhnya semakin tinggi pula kualitasnya. Contoh Chart (Gambar Variasi), noise dan signal

Perlu diingat bahwa setiap proses pasti memiliki variasi yang kita kenal dengan penyebab umum ( noise ) seperti pada grafik di atas, yakni yang berada di dalam tentang garis. Selain dalam sistim juga dimungkinkan timbul penyebab khusus (signal), yakni satu titik di antara minggu ke 31 dan 34, yang berada di bawah rentang garis normal. Dalam pengambilan keputusan keduanya penting dibedakan. Noise merupakan penyebab umum, yang berhubungan dengan sistem yang telah terbentuk. Setiap sistem - seperti halnya sistem haid pada perempuan menyebabkan adanya variasi keluaran (output) yang tidak bisa dihindari sepanjang sistem yang sama masih belaku. Oleh karena itu, noise ini dapat di kurangi, namun tidak dapat dijelaskan dan dihilangkan dalam sekejap. Untuk menghilangkan penyebab yang bersifat umum ini diperlukan perubahan sistem secara fundamental, secara total, secara revolusioner. Dan setelah rombak secara total pun, sistem yang baru akan menunjukan noise yang lain lagi. Jadi, satu satunya hal yang penting untuk dilakukan terhadap penyebab umum (noise) ini adalah mengusahakan agar variasinya diperkecil sehingga lebih dapat diprediksi

Sedangkan Signal hanya dapat dideteksi setelah pola noise yang biasanya nampak acak,tetapi sesungguhnya merupakan suatu pola terbentuk . Signal adalah penyebab khusus, yang berasal dari sesuatu diluar proses normal, diluar variasi umum yang merupakan konsekwensi sebuah sistem karena itu (Signal) adalah penyebab khusus, yang berasal dari sesuatu di luar proses normal, di luar variasi umum yang merupakan suatu konsekwensi sebuah sistem. Karena itu, signal ini dapat dan harus dapat dijelaskan untuk kemudian di perbaiki. Caranya adalah dengan melakukan investigasi. Kembali ke proses normal atau melakukan perbaikan mengikuti Siklus Deming, yang popular dengan singkatan dari : Plan Do Chek Action. Apa yang tejadi apabila seorang pemimpin bisnis salah menginterpretasikan noise (variasi umum yang normal) sebagai Signal (variasi khusus, yang diluar kenormalan)? Atau sebaliknya akibatnya kita akan membuang-buang waktu dan biaya untuk melakukan investigasi terhadap persoalan yang sebenarnya tidak ada. Selain itu, jika untuk mengatasinya sebab sebab yang bersifat umum itu kemudian dilakukan perubahan tertentu misalnya proses kerja di ubah atau orang orangnya diganti tindakan yang dilakukan bisa jadi justru memperbesar variasi dan dengan demikian menurunkan kualitas. Sebaliknya bila sebab sebab yang bersifat khusus (signal) di interpretasikan sebagai sebab sebab yang umum( noise ) pemimpin akan terlambat untuk memperbaiki proses . Jika proses terlambat untuk diperbaiki dan kapasitas proses tetap tidak dapat di prediksi, kualitas juga tidak dapat ditingkatkan menjadi lebih baik Demikian pentingnya identifikasi jenis variasi yang terjadi, yang dapat menjadi sumber keterandalan (reliability) proses, maka seorang pemimpin bisnis itu sendiri sebaiknya tidak memfokuskan diri pada efisiensi, namun pada efektivitas komponen yang dipimpinnya. Peningkatan efisiensi sebaiknya di serahkan pada level pelaksana, karena hanya akan menghasilkan perbaikan secara bertahap (incremental improvement). Sedang peningkatan efektivitas yang seharusnya menjadi focus pemimpin akan membawa terobosan inovatif (breakthrough improvement) dengan keluaran (output) yang tentu lebih siknifikan bagi organisasi. Peningkatan efektivitas ini akan terjadi bila pemimpin meluangkan banyak waktu untuk berfikir dan berkomunikasi ke segala lapisan Organisasi. Lensa Variasi ini seperti lensalensa lainnya tidak hanya berlaku pada bidang manufaktur. Namun juga dapat diaplikasikan dalam konteks hubungan dengan pemasok ,hubungan konsumen, dan bahkan juga dalam bidang pengembangan sumberdaya manusia. Lensa ketiga: Pengetahuan ( Knowledge) Setiap orang memperoleh pengetahuan dari berbagai sumber buku, pelajaran di sekolah dan universitas, pengalaman sukses, pengalaman gagal pergaulan dan interakasi dengan lingkungan dan sebagainya. Jadi, segala sesuatu yang masuk melalui panca indra kita, masuk dan dicerna atau disimpain oleh otak kita, menjadi pengetahuan bagi kita, itulah sebabnya pengetahuan masing masing orang yang ada dalam masyarakat sangat beraneka ragam, karena setiap orang memiliki pengetahuan yang sangat bervariasi sesuai dengan latarbelakang pengalaman hidupnya masing masing.

Akan tetapi, hal demikian tidak harus terjadi dalam konteks organisasi bisnis. Dalam sebuah perusahaan pemimpin bisnis terkait dapat memilih orang orang yang masuk dalam organisasinya secera selektif, dengan mempergunakan standar Indeks Prestasi Komulatif tertentu, merujuk pada asal universitas tertentu, ditambah dengan perangkat tes psikologis, plus wawancara, dengan demikian memperkecil variasi di antara mereka. Bahkan juga membuat rata rata pengetahuannya relative lebih tinggi dari variasi yang ada dalam populasi. Bila kemudian Orang orang yang relative telah terseleksi dan memiliki rentang variasi yang kecil ini diberikan sejumlah pelatihan bersama, rata rata pengetahuannya akan naik lagi dan variasinya juga akan semakin kecil (ingat ini merupakan inti dari proses peningkatan kualitas sebagaimana dijelaskan dalam lensa variasi sebelumnya). Dengan demikian pemimpin dapat mengharapkan para pekerjanya untuk menunjukan produktivitas yang lebih tinggi, menghasilkan produk yang berkwalitas , menjadi pekerja yang bisa di andalkan, dan karenanya perusahaan memperoleh keuntungan yang lebih tinggi dalam jangka panjang. Tentang lensa ke tiga ini lebih jauh dijelaskan pada intinya pengetahun (Knowledge) sangat penting karena digunakan untuk memprediksi atau memperkirakan sesuatu. Dengan kata lain, pengetahuan menjadi landasan bagi pengambil keputusan dalam perusahaan. Disini berlaku asumsi pokok bahwa makin tinggi pengetahuan seseorang, makin tinggi pula kemampuan dalam memperkirakan (prediction) sesuatu, sehingga makin akurat keputusan yang diambilnya. Keputusan yang akurat menunjuk kenyataan bahwa hasil ( result ) sama dengan atau sekurang kurangnya mendekati apa yang direncanakan sebelumnya. Lensa ketiga Deming ini juga menegaskan bahwa pengetahuan merupakan gabungan atau dialektika antara teori dan pengalaman. Bila seseorang memiliki teori tertentu, tetapi belum pernah menerapkan secara langsung, pengetahuannya dianggap belum lengkap, belum mendalam, Namun ,bila apa yang dipahami sebagai teori tersebut kemudian dicoba, dipraktikkan, diterapkan sehingga menjadi Pengalaman, hal itu bisa disebut sebagai Pengetahuan yang mendalam terlepas dari apakah teori itu terbukti benar atau justru keliru, semuanya telah menjadi pengetahuan. Berikut Flow Chart Learning yang menjelaskan diatas.

Lensa ke tiga Deming ini juga mengajarkan bahwa seorang pemimpin wajib berupaya meningkatkan pengetahuannya dari waktu ke waktu. Artinya pemimpin perlu menguji teori atau asumsinya secara terus menerus dan menarik pelajaran dari semua pengalamannya. Tidak masuk akal bila pemimpin menunjukan sikap sebagai orang yang paling tahu dalam semua hal terhadap bawahannya , sebab seluruh wawasan dan pengalaman yang dimilikinya akan menjadi teori atau asumsi yang harus terus menerus di uji lagi. Apakah masih cukup akurat dalam memprediksi sesuatu kemasa depan. Dalam menghadapi situasi-situasi baru yang berkembang dan berubah-ubah. Sikap rendah hati dan bersedia dikoreksi bila prediksinya keliru, sangat penting di contohkan oleh pemimpin agar orang-orang yang dipimpinnya juga belajar untuk menunjukan sikap senada . Bila pepimpin menunjukan sikap merasa paling tahu dan paling benar, ia tidak menciptakan iklim bagi anggota organisasinya untuk berfikir dan bertanggung jawab. Orang-orang yang dipimpinnya kemudian cendrung mengikuti arahan si pemimpin dan berbertindak berdasarkan intruksi semata, sehingga jika terjadi kesalahan mereka lepas tangan, sebab bukankah semua dilakukan berdasarkan si pemimpin itu sendiri? Dengan sikap rendah hati dan terbuka untuk dikoreksi, pemimpin melakukan pemberdayaan kepada bawahannya dengan cara mengajak mereka belajar memahami teori atau asumasumsi yang dipergunakan dalam membuat keputusan, lalu melihat akurat atau tidak asumsiasumsi pada kenyataannya di lapangan, dan menarik pelajaran dari pengalaman tersebut. Cara yang demikian ini akan memungkinkan bawahan yang memiliki tanggung jawab

operasional di bidang tertentu , pada suatu saat akan mampu mengembangkan kompetensinya diatas kemampuan pimpinannya. (Lihat gambar Pemberdayaan untuk Kompetensi Operasional).

Keterangan tanpa pemberdayaan: Tanpa pemberdayaan ,kompetensi operasional pemimpin akan selalu lebih tinggi daripada bawahannya dan mengakibatkan ketergantungan sangat tinggi Jadi agar terjadi peningkatan pengetahuan bagi seluruh anggota dalam perusahaan , lingkungan yang kondusif untuk belajar dan kesempatan untuk gagal harus diberikan, sebagaimana digambarkan dalam Flow Chart Learning, proses pembelajaran yang sesungguhnya hanya terjadi bila teori atau pengetahuan yang kita dapatkan hanya terjadi Dengan konsep pembelajaran semacam ini, pemberdayaan harus dilakukan oleh seorang pemimpin justru ketika kompetensi bawahan belum menyamai kompetensi yang dimiliki oleh pemimpin. Dalam proses pemberdayaan, pemimpin memberikan kepercayan kepada bawahan untuk mengambil keputusan, agar bawahan mengalami proses pembelajaran, sehingga dengan berjalannya waktu bawahan dimungkinkan untuk menjadi ahli dari pada pemimpinnya dalam bidang tersebut. Dalam soal pemberdayaan ini terkadang muncul keraguan pada sementara orang. Bila seorang pemimpin berhasil memberdayakan bawahannya , ia akan kehilangan Pekerjaannya yang selama ini ia lakukan . Bawahannya bisa berkembang menjadi lebih pintar dalam bidang tersebut . Lalu bagaimana dengan sang pemimpin itu sendiri? Tidakkah keberhasilan bawahannya akan membahayan kariernya? Dalam Organisasi yang dibangun dan di kembangkan oleh Januar Darmawan, hal semacam itu tidak terjadi, sebab Dia percaya dan menganggap Organisasi sebagai suatu organisme yang terus bertumbuh dan berkembang bersama-sama dengan orang-orang dalam organisasi tersebut. Artinya pemimpin akan selalu mencari cara untuk juga bertumbuh dan berkembang mengekplorasi hal-hal lain yang lebih strategic. Ia juga dapat mengembangkan kompetensi baru, melihat perkembangan di luar organisasi mecari dan menciptakan peluang-peluang baru, Memastikan organisasi untuk tetap mengikuti perubahan eksternal dengan tetap mengacu pada nilai-nilai Inti (core value) dan misi organisasi. Seperti Peter Druker, kampium di dunia manajemen yang selama hidupnya menargetkan penguasaan kompetesi baru di setiap periode tertentu, demikianlah setiap pemimpin perlu terus berkembang dan bertumbuh.

Penguasaan kompetensi baru akan terjadi jika pemimpin mengalami proses Rotasi untuk mengerjakan tugas yang berbeda, sehingga terus belajar. Misalnya, Manajer Pemasaran di rotasi untuk memimpin unit produksi, atau manajer keuangan di rotasi untuk Menangani general affair atau kebahagian riset dan pengembangan, dsb. Dengan demikian , secara bertahap seorang pemimpin bertumbuh kompetensinya, sebab bagaimana pun penguasaan kompetensi di satu bidang tugas, memerlukan waktu tertentu katakanlah 3 4 tahun , dan setelah seorang menjadi piawai dalam bidang tersebut, ia memerlukan tangtangan baru dengan menangani bidang yang lain. Agar ia mengalami pertumbuhan. Hanya bidang yang selalu menghadapi kasus-kasus baru, seperti risert dan pengembangan , yang terus menerus menyediakan tantangan baru, sehingga tanpa rotasipun akan selalu ada tantangan. Kalau organisasinya sendiri tidak berkembang, mungkin proses pemberdayaan dalam organisasi menjadi menakutkan karena ada yang merasa terancam bila bawahannya menjadi pintar. Namun bagi saya pertumbuhan dan perkembangan orang-orang yang berpotensi, menjadi pemimpinin bisnis justru menjadi tantangan untuk menyalurkan mereka supaya, meraih peluang-peluang baru dan mendirikan unit-unit bisnis yang baru, sehingga saluran, pipa kepemimpinan (leadership pipeline) ini terus-menerus memproduksi pemimpin baru yang menyongsong peluang baru. Akhir-akhir ini, setelah kelompok usaha model modal,ventura yang saya kembangkan me-mimpin hampir 30-an unit bisnis yang sebahagian besar di pimpin oleh orang-orang berusia 25 30 tahun, saya memprediksikan bahwa kita bisa melahirkan 3 unit bisnis baru setiap tahun untuk menampung pemimpin bisnis yang telah kita persiapkan lewat proses pembelajaran Organisasi. Kata januar, memaparkan,kiat dalam proses pemberdayaan. Lensa keempat : Manusia (People)

Setiap manusia pada dasarnya unik, baik karakter, sifat , kebiasaan, kompetensi, persepsi.Proses belajar dari kemampuan tiap orang berbeda-beda satu dengan yang lain. Seorang pemimpin harus memahami keunikan yang menjadi kekuatan orang-orangnya, memafaatkan dan memaksimalkan kekuatan-kekuatan tersebut demi kepentingan yang lebih besar, yakni kepentingan perusahaan agar bisa tumbuh dan berkembang bersama. Pada intinya januar sangat yakin bahwa setiap orang melakukan hal-hal yang terbaik yang bisa mereka lakukan jika ia (mereka) berada dalam sebuah lingkungan yang memperlakukan mereka dengan baik dan memberi mereka kesempatan dan tantangan untuk bisa melakukan . Ini merupakan asumsi dasar dari lensa ke empat ini. Setiap orang ingin melakukan hal yang terbaik jika diberi kesempatan, sarana dan Pra-sarana untuk melakukannya. Coba Anda lihat, apakah ada orang yang melamar pekerjaan ke suatu perusahan dengan keinginan untuk merusak dan penghancurkan perusahaan itu?, Saya kira sebahagian besar tidak. Mereka ingin bekerja dengan baik dan menunjukan hasil kerjanya. Misalnya , mengapa orang-orang dengan niat baik itu terkadang tidak menunjukan kinerja yang diharapan? Mengapa orang-orang yang telah terseleksi dengan baik, kemudian tidak mampu berprestasi? Nah, ini menjadi tugas pemimpin untuk mengatasinya. Tugas pemimpin untuk menyediakan lingkungan kerja yang kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan orang-orangnya ini tidak bisa dilaksanakan bila pemimpin hanya mengandalkan logika semata, ia harus belajar untuk memahami adanya factor-faktor psikologis yang mempengaruhi manusia. Dengan mempelajari factor-faktor psikologis ini, pemimpin bisa menyadari bahwa, walaupun tiap orang memiliki keunikan dan berbeda-beda satu dengan yang lain, pada dasarnya manusia juga memiliki persamaan tertentu dalam foktor-faktor yang menggerakan mereka . Ambil contoh dengan menggunakan Teori Y dan Teori X dari Mc Gregor, menurutnya teori Y, manusia itu sama dalam arti mereka akan berusaha untuk melakukan yang terbaik, bila berada dalam suasana yang membuat mereka di perlakukan dengan baik. Sementara menurut Teori X justru sebaliknya, bahwa manusia itu semua malas, tidak bisa dipercaya, dan karenanya harus selalu diawasi dengan ketat, dan sebagainya. Nah, teori mana yang dianut oleh manajemen perusahaan dalam soal ini? Dalam konteks manajemen menetapkan suatu prosedur bahwa salesman harus mengisi laporan kunjungannya setiap hari, motivasi yang melandasi kebijakan tersebut boleh jadi berbeda antara manajemen perusahaan yang satu dengan manajemen perusahaan yang lain. Manajemen yang menganut Teori X melakukan hal tersebut dengan motivasi untuk mengontrol perilaku wiraniaga yang menurutnya sulit diatur, agar mereka dapat diawasi dengan ketat, dampaknya, wiraniaga akan menyampaikan data yang mungkin, namun bisa saja wiraniaga, tersebut menghilangkan sebahagian data dan fakta yang mereka pikir akan merugikan dirinya atau membahayakan posisinya. Tentunya hal demikian akan merugikan perusahaan dalam jangka panjang, karena pada akhirnya data yang tidak akurat di jadikan dasar untuk pengambilan keputusan oleh manajemen. Sementara dengan teori Y, manajemen memerlukan prosedur tersebut bukan atas dasar kecurigaan dan keinginan mengontrol prilaku wiraniaga, tetapi lebih sebagai alat masukan (feedback) bagi kepemimpinannya terhadap sistem yang telah di bangun. Jika dipahami

Karyawan , mereka akan merasa aman dan terlepas dari ketakutan . mereka lalu cendrung Untuk menyampaikan data apaadanya, karena apaun hasilnya akan di bahas bersama dan Merupakan bahan perbaikan sistem secara keseluruhan. Dan dengan data-data yang akurat, Manajemen dapat membuat keputusan yang lebih baik karena didasarkan pada data yang sesungguhnya, sehingga dalam jangka panjang ,perusahaan akan lebih diuntungkan. Jadi kebijakan yang sama bahwa wiraniaga harus mengisi laporan kunjungan setiap hari,dapat menciptakan suasana kerja yang berbeda bergantung pada pilihan teori motivasi yang dianut oleh manajemen perusahaan terkait. Dalam hal ini Deming cendrung untuk menggukan Teori Y . Hal penting yang lain dalam lensa ke empat ini adalah perbedaan dalam melihat motivasi.Bila kita percaya bahwa manusia itu pada dasarnya ingin melakukan yang terbaik, sebenarnya, kita juga percaya bahwa motivasi itu sudah ada pada diri setiap karyawan. Inilah yang disebut Deming sebagai Motivasi intrisik, motivasi yang berasal dari dalam diri, manusia itu sendiri. Hasil studi Fredrick Herzberg, How Do You Motivate Employees, di Havard Business Review 1987 ( lihat gambar):

Data dalam gambar di atas menunjukan bahwa Herzberg membagi factor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja karyawan (satisfiers) yang berfungsi sebagai The Real motivator, dan faktor-faktor yang menimbulkan ketidak puasan kerja (dissatisfiers) yang berfungsi sebagai :Hygine factor.

Hygine factor adalah suatu kelompok faktor yang bila tidak ada akan sangat mengecewakan, Dan dikeluarkan karyawan tetapi bila (terpenuhi) dan ditambah terus pada akhirnya tidak pernah memuaskan atau memotivasi karyawan. Faktor yang termasuk dalam kelompok ini ataralain gaji, peraturan perusahaan, status, Keamanan kerja , kondisi kerja lainlain.(contributing to job dissatisfaction) Sedangkan yang termasuk (The reak motivator) atau benar-benar bisa memuaskan dan memotivasi karyawan, antara lain : Tantangan, jenis pekerjaan itu sendiri,penghargaan, rasa tanggung jawab dan lainnya, Artinya jika karyawan merasa mendapat tantangan yang menarik minatnya untuk bertumbuh, atau jenis pekerjaan yang cocok dengan kekuatan yang membuat ia yakin akan bisa menunjukan kinerja yang hebat, atau perasaan yang dihargai oleh manajemen perusahaan, perasaan dipercaya dan diberi tanggung jawab yang besar, didukung untuk berprestasi, maka karyawan akan menjadi sangat termotivasi dan merasa puas dengan pekerjaannya. Jadi seorang pemimpin perlu mengetahui betul mana yang Real motivator atau Motivasi intrinsic karyawan.dan menggunakan faktor-faktor yang memotivasi ini untuk bisa lebih efektif dalam mengelola karyawannya. Selanjutnya lensa ke empat ini mengajarkan bahwa dengan memahami manusia dan sistem, pemimpin perlu melihat bagaimana manusia dan sistem berinteraksi. Deming memandang kinerja (performance) yang kita lihat sebenarnya adalah kinerja suatu sistem (system performance ) karena adanya interaksi kuat antara sistem dan manusia. Deming membuat persamaan berikut ini : P = X+Y+(XY). P = SYSTEN / PROCESS PERFORMANCE. X = Kontrbusi SYSTEM. Y = Kontribusi INTETAKSI Individu dengan sistem. Misalnya : katakan seorang wiraniaga mempunyai kinerja penjualan Rp. 100juta, per bln, artinya Rp 100 juta tersebut adalah P bukan X (Individu). Nilai tersebut terjadi selain karena faktor kinerja wiraniaganya, juga didukung oleh sistemnya (misalnya dukungan program komunikasi pemasaran, jalur distribusi, dan jadwal kunjungan, ketersediaan produk dan lainlain ) maupun interaksi di antara komponen komponen yang mempengaruhi penjualan tersebut. Untuk itu pemimpin harus berhati-hati melihat kinerja , apalagi berhubungan kinerja dengan gaji individual karyawan. Jadi lewat lensa ke empat ini Deming mengajak bahwa pemimpin perlu menyadari walaupun Memiliki keunikan, setiap manusia juga memiliki kesamaan, Yakni mereka akan berusaha untuk melakukan yang terbaik bila berada dalam suasana kondusif, serta diperlakukan dengan baik.kesadaran dan keyakinan semacam ini merupakan modal utama pemimpin. Interaksi dan Interdependensi Antar Lensa

Teori Keempat lensa diatas saling berinteraksi dan bergantung satu sama lain. Berfikir sistem ( Lensa pertama ) tidak bisa dipisahkan begitu saja dengan Variasi (lensa ke dua) yang justru menunjukan kapasitas dari sebuah sistem. Mengetahui kapasitas sebuah sistem ( lensa kedua ) dan memilih proses perbaikannya memerlukan prediksi yang berangkat dari pengetahuan ( lensa ke tiga ). Sementara membentuk dan memimpin sistem pada dasarnya haruslah dengan memahami faktur penting dari sistem, yaitu Manusia ( lensa ke empat ) Dengan perkataan lain, keempat lensa yang dijelaskan diatas dapat dipelajari dan dipahami secara terpisah, namun dalam pelaksanaannya harus dilakukan bersama sama karena saling terkait satu sama lain. Ke empat lensa itu merupakan satu kesatuan yang utuh, saling menopang menyelesaikan berbagai persoalan organisasi. Bagaimana Teori Empat Lensa ini dilaksanakan dalam praktik kerja sehari-hari? Dalam bab berikut akan dijelaskan 14 butir panduan yang bersifat teknisnya. PANDUAN PRAKTIS 14 BUTIR DEMING Apakah pemikiran pemikiran filosofis seperti Deming Management Method atau Teori Empat Lensa itu bisa diimplementasikan secara konkrit dalam praktik bisnis sehari hari ? Tanya saya kepada sejumlah kawan. Saya tidak paham pemikiran Deming. Yang jelas kebanyakan filosofi yang diajarkan di bangku sekolah formal tidak bisa diterapkan dalam kehidupan nyata, ujar yang satu. Ya, betul. Buktinya banyak sekali pemilik gelar MBA atau MM dalam bidang bisnis, ketika terjun langsung ke dunia bisnis tetap saja seperti orang bego. Bisnis itu soal praktik seharihari, tidak perlu filosofi yang macam-macam, yang penting ada hasilnya, kata yang lain. Eit, tapi nanti dulu. Kalian tahu nggak kalau Deming itu bukan Cuma ahli statistik yang mengajar di universitas. Dia justru dikenal karena berhasil mempraktikkan filosofinya secara sangat praktis dalam konteks industri manufaktur di Jepang, paska Perang Dunia II. Penjelasannya mengenai Teori Empat Lensa justru lahir belakangan, setelah ia membuktikan apa yang dikenal dengan 14 Butir Deming yang merupakan panduan praktis dalam bertindak bagi para manajer dan eksekutif di perusahaan-perusahaan Jepang yang paling terkemuka, kawan yang satunya lagi mengingatkan. Dari apa yang saya baca, memang Deming merupakan salah satu dari empat dewa di bidang gerakan Total Quality Management di samping Duran, Crosby, dan yang lainnya. Merekalah yang menolong Jepang bangkit menjadi negara yang kuat secara ekonomi. Setelah Jepang terbukti mampu mengalahkan produk perusahaan otomotif Amerika di tahun 70-an, Deming kemudian banyak diundang untuk memberikan konsultasi kepada para eksekutif puncak perusahaan otomotif di Amerika, tambah kawan yang lain. Kalau Anda mengerti filosofi Deming dan kemudian membaca buku The Toyota Way karya Jeffrey K. Liker, Anda akan mengatakan itu pemikiran Deming dalam format yang telah diadopsi oleh Toyota Motor Corporation, suara lain terdengar. Bagi Januar Darmawan, semua gagasan mengenai quality control, total quality management, six lima, lean organization, lean thinking, dan sebagainya, bila ditarik ke akara-akarnya akan bersinggung dengan pemikiran Deming. Semua pemikiran Deming ini sudah diuji coba

secara nyata dan terbukti membawa hasil-hasil yang luar biasa baik di Jepang, kemudian di Amerika, dan ke seluruh dunia, termasuk sampai ke Indonesia lewat perusahaan-perusahaan Jepang yang mayoritas bekerja sama dengan Kelompok Astra Internasional. Jika orang mempelajari sungguh-sungguh filosofi Deming dalam teoti Empat Lensa, ia akan dengan lebih mudah mengimplementasikan 14 butir panduan pelaksanaan yang dijelaskan Deming. Saya sendiri dulu belajarnya agak serabutan, sehingga terbalik-balik. Saya mencoba menerapkan lebih dulu 14 butir Deming dan menemukan banyak sekali kesulitan karena belum memahami filosofi yang menjadi dasar pemikirannya. Baru setelah mendapat pelajaran mengenai teori Empat Lensa, penerapan 14 butir Deming menjadi lebih mudah, aku Januar. 1. Organisasi Harus Memiliki Tujuan Tertentu Tujuan yang jelas merupakan langkah awal yang harus ditetapkan perusahaan, dan menjadi tanggung jawab dari pihak manajemen. Tujuan ini pada dasarnya mengarah pada eksistensi dalam persaingan bisnis, dan dapat dibagi menjadi tujuan jangka pendek dan jangka panjang, yang sama pentingnya. Tujuan organisasi harus bersifat altruistic dan jangka panjang, dalam arti mendahulukan kepentingan social dalam cakupan yang lebih besar, yakni masyarakat dalam arti luas. Lawan dari tujuan yang altruistic ini adalah tujuan yang egoistic dan picik, yang mendahulukan kepentingan individu atau kelompok kecil diatas kepentingan social yang lebih besar. Dengan tujuan yang altruistic dan jangka panjang, anggota organisasi dapat menumbuhkan perasaan bangga karena ikut ambil bagian dalam upaya-upaya pencapaian tujuan tersebut. Tujuan jangka panjang lalu dijabarkan dalam tujuan-tujuan jangka pendek, namun yang bersifat jangka panjang harus dikedepankan. Kalau perlu, seorang pimpinan harus berani mengorbankan tujuan jangka pendek untuk mendahulukan tujuan jangka panjang. Hal itu pernah dilakukan Januar ketika masih memimpin PT Nutrifood Indonesia saat krisis moneter berkembang menjadi krisis multidimensi di Indonesia, tahun 1997-1998. Pada waktu itu manajemen menetapkan untuk tidak memecat karyawan, bahkan tetap melakukan proses perekrutan ketika banyak perusahaan justru berhenti beroperasi. Keputusan ini dalam jangka pendek mungkin tidak nampak menguntungkan, tetapi dalam jangka panjang akan membawa kebaikan. Setidaknya terbukti keputusan tersebut membawa kebaikan pada kondisi Nitrifood Indonesia. 2. Pimpinan Harus Dapat Menjadi Panutan bagi Anggota Organisasinya Dalam mengadopsi filosofi Deming ini dibutuhkan kesabaran dan peran pimpinan dalam menjadi panutan (role model) bagi anggota organisasi, karena tidak semua orang siap untuk berubah dan mau berubah dari kebiasaan dan keberhasilan cara lama. Selain itu, bagi anggota yang mau berubah pun, sangat dibutuhkan kemauan dan komitmen yang kuat dalam menjalani proses transformasi yang tidak singkat ini. Oleh karena itu, peran pimpinan sebagai panutan, serta sarana untuk sosialisasi dan diskusi dengan seluruh anggota organisasi secara intensif merupakan cara yang paling efektif untuk terlaksananya proses transformasi ini. 3. Hilangkan Ketergantungan Terhadap Inspeksi Massal

Prinsip ketiga dari butir Deming ini adalah jangan selalu memperhatikan hasil akhir (end result), tetapi perbaikan proses adalah yang terpenting. Ini artinya, inspeksi massal, yang selama ini digunakan dan merupakan cara yang paling mudah dan cepat untuk memisahkan atau membuang hasil produksi yang tidak memenuhi standar bukanlah solusi terbaik untuk meningkatkan mutu. Sebab, selain meningkatkan biaya produksi, inspeksi massal tidak akan meningkatkan mutu produk di masa mendatang, serta mematikan kretivitas karyawan. Adanya spiral effect seperti karyawan beranggapan inspector berusaha menangkap kesalahan yang dilakukan akan membuat karyawan bekerja tanpa memperhatikan proses. Di sisi lain, semakin lama, inspektor akan merasa bahwa hasil akhir (end result) proses sudah memenuhi standar, sehingga pengawasan tidak lagi terlalu ketat. Spiral effect ini, akan menyebabkan semakin lama, karyawan maupun inspektor tidak merasa bertanggung jawab, sehingga rusak (reject) bisa lolos, konsumen tidak merasa puas, dan perusahaan kehilangan pasarnya. Lalu apakah inspeksi sama sekali tidak boleh dilakukan? Inspeksi tetap dapat dijalankan, bukan sebagai solusi untuk mencegah ketidaksesuaian standar produk akhir, namun sebagai sarana untuk mendapatkan data dalam rangka pengendalian proses. Dan untuk beberapa bidang, inspeksi tetap dibutuhkan. Misalnya, satpam wajib meninspeksi/mengontrol lingkungan, atau seorang financial auditor yang harus selalu memeriksa keabsahan setiap voucher yang masuk (vouching). Jadi, inspeksi massal hanya akan memecahkan masalah saat ini, bukan jangka panjang. Sedangkan yang perlu kita lakukan adalah melakukan perbaikan proses secara terus-menerus, agar perbaikan mutu dapat dihasilkan. Ibarat roti panggang yang hangus, dengan inspeksi massal, maka kita hanya melakukan pengerokan pada bagian hangus. Sedangkan dengan perbaikan proses, kita melihat keseluruhan system, termasuk meneliti pemanggang roti yang digunakan, ketepatan suhunya, dana sebagainya, agar roti tidak hangus lagi. 4. Jangan Menyandarkan Keputusan Bisnis Berdasarkan Harga Termurah Saja Untuk keputusan bisnis, mutu merupakan dasar utama yang harus dipertimbangkan dan tidak dapat ditawar-tawar atau dinegosiasikan lagi, karena ketidakstabilan mutu akan berpengaruh pada penerimaan dan loyalitas konsumen. Dalam konteks ini perlu diingat bahwa perusahaan sering kali terjebak untuk menggunakan banyak pemasok untuk satu item barang. Tujuannya ada dua, yakni : pertama, untuk mendapatkan harga termurah agar biaya produksi dapat ditekan; dan kedua, sebagai alternative bila barang yang dipesan tidak dapat dipenuhi oleh satu pemasok pada saat dibutuhkan ( situasi tertentu ). Benarkah asumsi yang mengatakan bahwa, Semakin banyak pemasok semakin baik? Mari kita periksa dengan saksama. Tujuan pertama memiliki beberapa pemasok adalah untuk mendapatkan harga termurah agar biaya produksi dapat ditekan. Dalam kenyataannya, banyaknya pemasok dengan system kontrol kualitas yang pasti berbeda-beda satu sama lainnya akan membuat variasi produksi semakin lebar. Apalagi kalau setiap item bahan baku ada banyak pemasok. Variasi masukan (input) ini akan menjadi sangat besar/lebar. Lalu variasi yang besar akan menurunkan mutu hasil produksi (ingat lensa Variasi dari Teori Empat Lensa). Hal ini bisa meningkatkan biaya reject atau biaya proses ulang serta biaya scrap/waste, sehingga pada hitungan akhir, asumsi mendapatkan harga termurah agar biaya produksi dapat ditekan tidak terjadi. Yang belum

terjadi justru sebaliknya, biaya produksi menjadi lebih mahal. Belum lagi kalau hasil produksi (output) yang berubah kualitasnya itu sampai dikenali oleh konsumen dan konsumen kemudian meninggalkan produk kita, maka biaya mengganti konsumen yang loyal akan meningkatkan kerugian karena menggunakan banyak pemasok. Lalu bagaimanakah dengan tujuan yang kedua, bahwa banyak pemasok akan lebih memberikan jaminan bahwa ada alternative bila barang yang dipesan tidak dapat dipenuhi oleh satu pemasok pada saat dibutuhkan (situasi tertentu)? Bukankah pemasok tunggal akan cenderung memeras kita jika terlalu bergantung kepadanya? Dalam kenyataannya tidak demikian. Pemasok tunggal justru akan membantu memecahkan masalah jika ia sedang tidak memiliki stok barang yang cukup sesuai spesifikasi yang kita minta. Ia akan mencarikan jalan keluar, sebab ia merasa bertanggung jawab atas kepercayaan kita kepadanya. Dan karena hubungan bisnis bersifat jangka panjang, ia akan bersungguhsungguh mencarikan jalan keluar dan tidak bersikap masa bodoh. Ia akan menyadari bahwa membantu kita adalah cara dia untuk mempertahankan kepentingan bisnisnya sendiri dimasa depan. Sementara jika ada dua atau lebih pemasok, ketika sedang ada kebutuhan mendesak, pemasok yang jarang kita pakai akan menawarkan harga yang lebih tinggi karena ia tahu kita sedang terdesak. Ia berusaha memanfaatkan situasi untuk menarik keuntungan besar, sebab selama ini ia juga merasa hanya dimanfaatkan dalam situasi tertentu saja, sehingga memang tidak ada rasa sungkan dan tanggung jawab seperti halnya pemasok tunggal. Jadi, baik pengalaman Deming di Jepang, maupun pengalaman Januar di Indonesia, menunjukkan bahwa penggunaan satu pemasok untuk satu item barang akan menurunkan variasi. Variasi yang kecil akan memungkinkan peningkatan kualitas proses produksi dan menghasilkan keluaran (output) yang bermutu. Hasil produksi yang berkualitas kemudian dapat diharapkan memberi kepuasan dan menjaga loyalitas konsumen. Dengan demikian bisnis dapat terus berkembang. Karena itu, keputusan bisnis jangan berdasarkan harga termurah saja. Hal terpenting adalah kualitas. Jangan berkompromi dengan mutu. Minta (calon) pemasok untuk memenuhi spesifikasi tertentu pada awal hubungan bisnis, dan setelah spesifikasi disepakati barulah dinegosiasikan kondisi-kondisi lainnya. Petunjuk agar menggunakan pemasok tungggal untuk satu item barang ini dalam kenyataannya akan dapat menurunkan variasi dan sekaligus meningkatkan kualitas proses produksi. Hal ini bisa terjadi karena komunikasi yang terjalin antara pemasok dan kita (perusahaan) berjalan lebih lancar. Juga perlu diusahakan terjalinnya kerja sama dan kepercayaan yang tinggi, sehingga secara bersama-sama dapat membuat keputusan jangka panjang yang menguntungkan semua pihak. Misalnya, pemasok dapat melakukan investasi untuk memperbaiki mutu item barang yang dipasoknya dari waktu ke waktu, tanpa khawatir akan kehilangan kita sebagai konsumennya, sebab ia tahu bahwa kita akan menolongnya jika ia mendapat masalah, sebagaimana kita tahu ia akan menolong kita jika memerlukannya. 5. Perbaikan Proses Secara Terus Menerus Segala sesuatu pasti melalui proses, yang bisa panjang atau pendek. Karena itu, mata rantai proses harus diperhatikan, agar hasil yang diperoleh semaksimal mungkin. Selain itu, tidak

ada sesuatu di dunia ini yang statis; semua berjalan dinamis. Inilah yang menjadi kunci prinsip bahwa perbaikan proses harus menjadi bagian dari gaya hidup perusahaan. Dengan perbaikan proses terus-menerus, hasil yang kurang baik akan menjadi baik, sedangkan proses yang sudah baik akan menjadi semakin baik lagi, sehingga mutu produksi semakin hari akan semakin lebih baik. Memecahkan masalah yang terjadi saat ini saja hanya akan menyebabkan kita terperangkap dalam lingkaran setan. Selain hanya membuang waktu, juga akan membuang tenaga dan biaya. Berbeda bila kita berfokus pada perbaikan proses, yang dapat mencegah timbulnya masalah yang sama di kemudian hari. Masalahnya kemudian adalah bagaimana kita dapat memilah proses dan dapat membedakan apakah kita hanya memecahkan masalah saat ini saja atau sudah melakukan perbaikan proses? Dalam system yang stabil, selalu memiliki batas-batasan pengendalian, kendali bawah, di mana variasi yang terjadi dapat diramalkan dalam jangka pendek. Dengan demikian dapat dilihat bahwa ada penyebab biasa, dan ada penyebab istimewa (tak biasa) dari permasalahan yang terjadi. Penyebab biasa merupakan penyebab reject yang memamng sudah tertanam dalam suatu system (berdasarkan probabilitas statistik). Sedangkan penyebab istimewa merupakan sumber reject yang berbeda di luar system. Penyebab istimewa inilah yang perlu diidentifikasikan, agar dapat diselesaikan secara khusus dan tidak terulang kembali. Untuk menerapkan perbaikan proses dalam perusahaan dibutuhkan pengetahuan yang mendalam terhadap keseluruhan system. Dalam hal ini sejumlah pengetahuan yang bisa menjadi bekal penting untuk perbaikan proses secara optimal mencakup, antara lain: pengetahuan dasar statistic, pengetahuan system secara keseluruhan (untuk mengidentifikasi penyebab biasa dan penyebab istimewa), pengetahuan mengenai interaksi antara semua factor, serta pengetahuan dasar psikologi. 6. Pelatihan dan Pelatihan Ulang Bagi organisasi pembelajaran (learning organization) seperti Nutrifood dan organisasi modal ventura yang didirikan oleh Januar Darmawan setelah pension dari Nutrifood, pelatihan dan pelatihan ulang menjadi modal dasar untuk pengembangan organisasi. Dengan pelatihan, setiap karyawan dapat mengembangkan baik pengetahuan (knowledge) maupun keterampilan teknisnya (skill), yang pasti akan berkontribusi terhadap peningkatan kualitas pekerjaannya. Khusus untuk level manajemen, pelatihan kepemimpinan sangat diperlukan. Kepemimpinan yang tidak sekadar memberi perintah, namun lebih menekankan cara menghargai karyawan dan pemberian bantuan kepada komponen yang lemah, serta menjelaskan dengan rinci apa dan mengapa suatu pekerjaan/tindakan perlu dilakukan, perlu selalu ditanamkan. Pelatihan dan pelatihan ulang memungkinkan peningkatan kompetensi karyawan secara berkesinambungan, sehingga karyawan yang kompeten kemudian dapat memperbaiki proses bisnis dan pada gilirannya kualitas justru meningkat ketika proses kerja makin efesien. Meningkatnya mutu yang dibarengi dengan menurunnya harga produksi merupakan pertanda dari proses bisnis yang diperbaiki oleh orang-orang yang kompeten dalam bidang kerjanya. Proses bisnis yang terus diperbaiki akan cenderung meningkatkan kepuasan konsumen akhir.

Dan kepuasan konsumen akhir akan cenderung menghasilkan laba dan mengembangkan perusahaan secara berkelanjutan. 7. Kepemimpinan ( Leadership ) Pemimpin berperan penting dalam memperjelas arah dan mendorong agar semua anggota organisasi dapat bekerja sama dalam satu tim untuk mencapai tujuan bersama. Pemimpin yang baik dapat mengembangkan setiap anggota timnya sehingga kemampuan rata-rata tim meningkat, dan perbedaan antar anggota tim dapat diperkecil, dan hasil kerja (output) tim pun akan semakin maksimal. Untuk tercapainya tujuan ini tentunya diperlukan komunikasi yang efektif. Meluangkan waktu untuk berbicara empat mata dengan setiap bawahannya minimal dua kali dalam setahun untuk membahas kemajuan dan perkembangan bawahannya, sangat dibutuhkan. Meluangkan waktu bertukar pikiran atau berdialog, bukan sekedar basa-basi belaka, harus dianggap sebagai hal yang penting dan perlu dilakukan. Secara umum dapat dikatakan bahwa pemimpin yang baik memiliki sejumlah ciri-ciri, antara lain sebagai berikut: Pertama, pemimpin hendaknya benar-benar memahami seluk-beluk system, dan mengetahui bagaimana timnya dapat mendukung tujuan system secara keseluruhan. Kedua, pemimpin harus menunjukkan kemampuan kerja sama. Ketiga, pemimpin hendaknya mampu menciptakan daya tarik, tantangan dan kesenangan dalam bekerja, termasuk menciptakan suasana saling percaya dan kebebasan dalam berinovasi. Keempat, pemimpin hendaknya mempunyai kemampuan mendengarkan dan mempelajari argumentasi bawahannya, tanpa mengahakimi, sehingga komunikasi yang efektif dapat terselenggara. Kelima, pemimpin diharapkan juga bisa memainkan peran sebagai seorang pelatih dan penasihat, yang mengutamakan kepribadian dan pengetahuan bukan seorang hakim yang menggunakan jabatannya untuk mencapai tujuan, sebab jabatan ini hanya sebagai sarana wewenang untuk mengubah system menuju perbaikan. Keenam, pemimpin hendaknya mampu menganalisa kinerja dan permasalahan secara obyektif berdasarkan data-data statistic. Setiap pemimpin perlu memperhatikan ciri-ciri tersebut dan berusaha menjalankan peran utamanya sebagai pihak yang paling bertanggung jawab untuk mengoptimalisasi komponen untuk memaksimalisasi hasil (output) demi kepentingan bersama. Optimalisasi komponen bisa berarti mengurangi jumlah orang, atau menambah, atau memindahkan (rotasi), atau mempertahankan formasi yang ada. Dalam kepemimpinan konvensional pemimpin selalu berada di depan, sedangkan kepemimpinan model yang dianjurkan Januar menempatkan pemimpin pada posisi sesuai konteksnya, dalam keadaan darurat pemimpin berada di depan. Dalam situasi normal

pemimpin berada di tengah memberikan arahan untuk focus kepada tujuan atau visi bersama. Dalam pelatihan pemimpin berada di belakang memberikan dukungan. 8. Hilangkan Ketakutan dan Kesungkanan Yang Menghambat Komunikasi Rasa ketakutan tidak boleh muncul pada suasana kerja. Perasaan takut atau rasa tidak aman dalam diri karyawan bisa menjadi masalah pelik dan sering kali sulit dideteksi. Bahkan, walaupun dapat difasilitasi dengan menyediakan layanan konsultasi bagi karyawan bermasalah, ketakutan kadang tidak dirasakan karyawan sendiri, padahal ini menjadi salah satu potensi menurunnya produktivitas kerja karyawan. Beberapa jenis ketakutan, yang perlu disikapi pimpinan adalah: pertama, ketakutan karyawan akan pengetahuan batu yang selalu berkembang. Ketakutan macam ini dapat hilang dengan difasilitasinya informasi perkembangan pengetahuan bagi karyawan melalui pelatihan pengetahuan/keterampilan yang relevan. Kedua, takut mengusulkan ide baru, yang mungkin tidak sejalan dengan pemikiran atasan. Ketakutan jenis ini dapat dihilangkan dengan menumbuhkan ide karyawan dan menampung aspirasinya, melalui system manajemen dan komunikasi yang lebih terbuka. Ketiga, takut mengutarakan masalah, karena khawatir dianggap tidak mampu dan akan mengurangi penilaian prestasinya. Penyediaan layanan konsultasi dapat menjadi salah satu wadah penting untuk membantu menyelesaikan masalah karyawan dan mengatasi ketakutan jenis ini. Dan keempat, takut mendapat penilaian kinerja (performance appraisal) yang tidak baik. Khusus untuk penilaian kinerja ini, Deming banyak menentangnya. Prestasi karyawan, menurut Deming, sangat dipengaruhi oleh lingkungan kerja yang sebenarnya diciptakan oleh manajemen. Artinya banyak factor yang sebenarnya berada di luar kendali karyawan. Selain itu penilaian karyawan (individual) dalam budaya organisasi yang berorientasi tim (team work) akan sulit terlihat, sebab yang tampak adalah hasil kerja bersama/tim. Oleh karena itu, bila penilaian ini juga dihubungkan dengan kenaikan gaji dan perhitungan bonus, dapat berpotensi membuat iri rekan satu tim kerja yang nilai prestasinya kurang. Hal semacam ini berpotensi memecah belah tim, serta menurunkan produktivitasnya. Lalu bagaimana dengan karyawan yang memang memiliki prestasi kerja yang luar biasa? Karyawan ini sebaiknya tetap diberi penghargaan secara khusus. Hanya saja bentuk dan cara menentukan penghargaannya tidak dilakukan oleh seorang manajer/pimpinan saja, melainkan ditentukan bersama oleh tim yang terlibat. 9. Hilangkan Batas-batas Antar-Departemen (Boundary) atau Antar-Unit Bisnis. Untuk mewujudkan butir ini, komunikasi dan kerjasama antar-departemen merupakan syarat mutlak. Setiap departemen tidak boleh berdiri sendiri dan tidak boleh merasa paling unggul. Misalnya, departemen pembelian (purchasing) tidak boleh merasa paling hebat karena bisa mencari harga termurah, tetapi harus memperhatikan dengan sesakma permintaan dari departemen riset dan pengembanganm, sebab jika hanya sibuk dengan usaha mencari harga termurah saja, kualitas hasil (output) bisa terabaikan dan menurun. Agar tim dapat bekerja maksimal, perlu adanya kerja sama dan saling ketergantungan di antara komponen organisasi. Bila ini berjalan dengan baik, keputusan yang diperoleh akan

lebih baik dan lebih cepat. Kerjasama dan saling ketergantungan ini sendiri hanya akan berjalan dengan baik apabila di antara komponen tidak ada pembatas. Melalui jalur komunikasi yang baik, pembatas antar-departemen ini dapat dihilangkan. Hambatan komunikasi dari atasan ke bawahan hanya dapat didobrak, apabila ada kemauan dan inisiatf terlebih dahulu dari atasan, untuk berkomunikasi dengan bawahan. 10. Hilangkan Slogan-slogan Kosong Dalam mengadopsi butir filosofi Deming ini, perlu dipilah antara kalimat-kalimat slogan dan non-slogan. Suatu kalimat yang sama dapat menjadi slogan dan bukan slogan, tergantung kondisi yang ada. Misalnya, ungkapan Mari kita tingkatkan Mutu. Kalimat ini akan disebut slogan, bila himbauan manajemen tidak diimbangi dengan ketersediaan sarana yang memadai, termasuk di dalamnya prosedur pencapaian mutu baku dan saran lainnya untuk meningkatkan mutu. Ungkapan itu akan disebut bukan slogan, bila sebaliknya, prosedur mutu telah dikembangkan dan didokumentasikan, karyawan pun telah disosialisasikan serta diberi pelatihan, dan terdapat sarana untuk pencapaian mutu. Dengan demikian, himbauan manajemen tersebut adalah hal yang pasti dapat dicapai. Jadi yang dimaksud dengan butir menghindari slogan ini adalah bahwa manajemen harus menghindari himbauan-himbauan yang tidak diimbangi dengan ketersediaan sarana, fasilitas, dan prosedur, karena ini akan membuat karyawan frustasi, sebab himbauan tersebut pada kenyataannya tidak mungkin dilaksanakan dengan maksimal. 11. Hilangkan Ketergantungan Terhadap Target Yang dimaksud sini adalah target yang ditetapkan tanpa adanya kesesuaian dengan kapasitas karyawan, sehingga tidak seimbang dengan kemampuan atau kapasitas karyawan dan system yang ada. Penetapan target tanpa melihat kapasitas system dan karyawan akan berdampak pada sedikitnya dua macam keadaan yang tidak baik. Pertama, bila target lebih tinggi dari kapasitas, demi terwujudnya target, semua sarana dan prasarana cenderung akan diforsir habis-habisan. Dampak dari upaya semacam ini mungkin tidak akan terasa dalam jangka pendek, tetapi bisa sangat membahayakan dalam jangka panjangnya. Misalnya, karyawan terlalu lelah, sehingga cenderung emosional; adanya pelanggaran peraturan akibat ada karyawan tricky; lalu kemungkinan mutu turun akibat mesin tidak lagi optimal bekerja, sehingga kepuasan konsumen menurun dan akhirnya kalah dalam persaingan. Kedua, bila target lebih rendah dari kapasitas, karyawan menjadi tidak terpacu, tidak tertantang untuk berkembang, dan kurang menumbuhkan inisiatif. Lalu, apa yang seharusnya dilakukan perusahaan? Perusahaan seharusnya tidak hanya memfokuskan diri pada target saja, tapi memfokuskan juga pada perbaikan proses secara terus-menerus dengan meningkatkan kapasitas mesin, pelatihan karyawan dan kualitas bahan. Perlu adanya keseimbangan di antara semua itu. Dengan demikian, target-target yang ditetapkan menjadi suatu prediksi yang lebih dianggap sebagai semacam tantangan untuk dicapai dengan cara memperbaiki proses bisnis tertentu secara terus-menerus.

12. Tumbuhan Kebanggaan dalam Bekerja Rasa dihargai merupakan salah satu kebutuhan spiritual yang melekat pada setiap diri manusia. Karena itu, bila karyawan telah melakukan yang terbaik, jangan lupa untuk memberikan penghargaan (recognition) yang layak. Dalam melakukan pekerjaannya dengan baik, pada dasarnya manusia mendapatkan motivasinya, baik secara intrinsic maupun ekstrinsik. Ekstrinsik, bila motivasi dalam melakukan pekerjaan didasarkan pada keinginan untuk mendapatkan hadiah atau menghindari hukuman (reward and punishment atau carrot and stick). Sedangkan motivasi intrinsic bila ini didasarkan pada keinginan atau kesenangan untuk melakukan pekerjaan itu sendiri. Dengan demikian sebenarnya motivasi intrinsic akan lebih berpeluang menjadi kunci sukses pekerjaan seseorang. Karena itulah rasa bangga pada setiap diri karyawan perlu ditumbuhkan dengan cara-cara yang kreatif dan tulus. 13. Tingkatkan Diri Terus-Menerus Setiap karyawan dalam organisasi diharapkan selalu dapat meningkatkan diri sendiri. Dan sebenarnya, biasanya orang juga senang dikembangkan. Kemauan karyawan untuk berkembang ini sebenarnya merupakan modal dasar bagi perusahaan untuk melakukan perbaikan proses secara terus-menerus. Untuk menonjolkan potensi karyawan, pengetahuan dan keterampilan karyawan perlu ditumbuhkan sesuai bidang pekerjaannya. Peningkatan potensi ini hanya akan berhasil bila karyawan banyak membaca dan mempelajari hal-hal yang berhubungan maupun tidak berhubungan dengan pekerjaannya, serta diikutkan dalam pelatihan teknis pekerjaan. 14. Laksanakan (Do It ) Ke 13 butir Deming tersebut di atas perlu dipahami, dijalankan, dan diingatkan secara terus-menerus. Dengan adopsi filosofi ini dan komitmen yang kuat untuk menjalankannya, diharapkan terjadi perubahan manajemen, dalam hal ini termasuk perubahan dalam hal sikap manajemen, cara kerja, kepekaan terhadap saran bawahan, upaya tim, pandangan terhadap individualisme, kepentingan pada hasil jangka panjang, serta sikap terhadap perbaikan terusmenerus. Telah disepakati dan disadari bersama bahwa ada opsi filosofi Deming dalam suatu organisasi ini akan berhasil, bila mendapat komitmen dari manajemen puncak, serta dijalankan secara sungguh-sungguh oleh anggota organisasi. Bukti-bukti adanya komitmen manajemen puncak dalam soal ini dapat terlihat dari: pertama, mengkomunikasikan kultur dan filosofi Deming kepada seluruh lapisan karyawan; kedua, memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengeluarkan inisiatif untuk proses perbaikan terus-menerus; ketiga, memberikan penghargaan atas kerja sama tim dan bukan individu; dan keempat, menunjukkan ketekunan dan keyakinan yang teguh untuk menjalankannya.