syariat membawa mashlahat
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Syariat Membawa Mashlahat
Oleh : Lilis Holisah, Pendidik Generasi di HSG SD Khoiru Ummah
Ma’had Al-Abqary Serang-Banten
Rasulullah SAW bersabda :
“Telah aku tinggalkan untuk kalian dua perkara, yang kalian tidak akan
pernah tersesat selama-lamanya jika kalian berpegang teguh kepada
keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunnahku” (H.R Muslim)
Sesungguhnya Rasul telah mengingatkan kita beribu tahun yang lalu. Bahwa
umat Islam akan senantiasa berada dalam kebaikan jika berpegang teguh
kepada Kitabullah (Al-Qur’an) dan Sunnah Nabi-Nya. Bahwa umat Islam tidak
akan pernah tersesat selamanya, jika saja Umat Islam mau menerapkan dua
sumber utama hukum Islam tersebut.
Realitas kekinian, umat Islam justru menjadi mangsa yang empuk bagi para
penjajah kapitalis Barat yang mengeruk kekayaan negeri-negeri muslim.
Mereka (para Penjajah kapitalis Barat) dengan mudahnya membawa
kekayaan negeri muslim ke negeri Barat atas bantuan penguasa muslim
sendiri. Inilah kongkalingkong antara penjajah dengan para penguasa
muslim yang berkhianat.
Syaikh Muhammad Muhammad Ismail dalam kitabnya ‘fikrul Islam’
menyatakan bahwa : “Di mana saja ada Syariat maka di sana ada
kemashlahatan”. Inilah yang semestinya diyakini oleh setiap muslim. Syariat
Islam yang diturunkan oleh Allah SWT pasti akan mendatangkan
kemaslahatan, sebaliknya meninggalkan syariat akan membawa bencana
dan malapetaka. Terbukti bukan? Ketika syariat ditinggalkan, betapa banyak
bencana yang menimpa umat. Banjir, gunung meletus, kemiskinan,
kebodohan, keterjajahan, free sex/ perzinahan merajalela, kasus korupsi,
pemerkosaan, pencurian, perampokan, pembunuhan dan kriminalitas
lainnya.
Padahal, syariat Islam wajib ditegakkan/diterapkan. Yang dimaksud
kewajiban menegakkan hukum Islam adalah apabila hukum Islam tersebut
menjadi aturan yang ditetapkan oleh Negara melalui Undang-Undang (UU).
Karena jika aturan Islam sekedar menjadi aturan tanpa ditetapkan melalui
Undang-Undang, maka status aturan itu hanya akan menjadi etika atau
norma semata. Ketika Islam hanya menjadi etika atau norma semata, maka
yang terjadi seperti saat ini, Islam seperti mandul, tidak mampu
menyelesaikan problem kehidupan.
Sementara jika Syariat Islam ditetapkan menjadi Undang-Undang (UU) oleh
Negara, maka ia memiliki kekuatan hukum, dimana ketika ada yang
melanggarnya, akan ada sanksi yang tegas dari Negara. Karena fungsi
Undang-Undang (UU) itu adalah untuk mengatur masyarakat agar tidak
melakukan pelanggaran.
Penegakkan Syariat Islam dalam Negara selain akan mencegah pelanggaran,
mencegah kriminalitas, juga karena penegakkannya diwajibkan oleh
Pencipta. Dan seperti yang dituliskan oleh Muhammad Husain Abdullah
dalam kitabnya ‘Mafahim Islamiyah’, bahwa Islam akan mendatangkan
‘maslahah Dhoruriyaat’, kemaslahatan-kemaslahatan yang menjadi
keharusan, yang diperlukan oleh kehidupan individu masyarakat sehingga
tercipta kehidupan yang harmonis. Jika kemaslahatan-kemaslahatan ini tidak
ada, maka system kehidupan manusia menjadi cacat, manusia hidup
anarkhi dan rusak, dan akan mendapatkan banyak kemalangan dan
kesengsaraan di dunia serta siksa di akhrat kelak.
Maslahah Dhoruriyaat ini ada delapan macam, yaitu :
1. Menjaga Agama (Hifdzud Diin). Syariat telah menetapkan bahwa siapa
saja yang murtad/keluar dari Islam, Ia akan dihukum mati. Sanksi
tersebut harus ditegakkan sebagai Undang-Undang, sebab jika tidak,
sanksi tersebut akan diabaikan oleh masyarakat. Dan ketika saat ini
Islam diabaikan, tidak diterapkan, realitas yang terindera adalah
begitu mudahnya dan banyaknya manusia kelaur masuk agama Islam,
seolah keluar dari Islam adalah gaya hidup modern yang tidak memiliki
konsekuensi dosa.
Sabda Rasulullah SAW : “Siapa saja yang mengganti agamanya, maka
bunuhlah ia” (H.R Bukhari, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu
Majah dan lainnya)
2. Menjaga Jiwa (Hifdzun Nafs). Islam memandang bahwa jiwa manusia
harus ditempatkan pada tempat yang terhormat, yang layak. Maka
Islam mengharamkan membunuh jiwa tanpa haq. Siapa saja yang
membunuh jiwa tanpa haq, maka akan diberlakukan hukum qishash,
yaitu hukuman bunuh dibalas dengan bunuh. (lihat al-Qur’an Surat Al-
Baqarah ayat 178). Hukum Qishash ini harus ditegakkan sebagai UU,
sebab jika tidak hanya akan menjadi etika atau norma yang mudah
diabaikan oleh masyarakat, pelakunya hanya akan mendapatkan
sanksi social, seperti dijauhi, dikucilkan, dihina, dll. Sanksi etika ini
tidak menimbulkan efek jera bagi pelakunya. Dan realitas sekarang
begitu mudahnya manusia saling membunuh, menumpahkan darah
tanpa haq.
3. Menjaga Akal (Hifdzul Aqli). Islam telah menempatkan akal manusia
pada tempatnya yang tinggi dan layak. Akal ini menjadi objek
pembebanan hukum (manaathut takliif). Islam telah mendorong untuk
menggunakan akal dalam proses keimanan sehingga bisa sampai pada
aqidah yang benar dan akal terpuaskan dengan aqidah tersebut.
Penjagaan Islam terhadap akal adalah bahwa Islam telah
mengharamkan setiap perkara yang bisa merusak akal seperti minum
khamr, mengkonsumsi narkotika, menjadi tukang sihir, pornografi, dll.
Dan Islam telah menetapkan sanksi bagi siapa saja yang melakukan
aktivitas yang bisa merusak akal tersebut. Semua itu dalam rangka
untuk memelihara akal.
4. Menjaga Keturunan (Hifdzul Nasl). Rasulullah sebagai teladan terbaik
telah menganjurkan umatnya untuk memperbanyak keturunan.
Bahkan dinyatakan oleh beliau bahwa beliau akan membangga-
banggakan umatnya yang banyak dihadapan para Nabi dan Rasul
kelak. Islam telah menganjurkan untuk menikahi wanita-wanita yang
penyayang dan subur, mengharamkan pengebirian, memerintahkan
untuk memelihara keturunan, mengharamkan zina serta menetapkan
sanksi bagi yang melanggarnya. Sanksi ini harus ditetapkan sebagai
UU, sanksi bagi pezina yang telah menikah adalah dirajam sampai
mati, sementara bagi pezina yang belum menikah adalah hukuman
cambuk 100 kali dan diasingkan. Jika sanksi ini tidak ditetapkan
sebagai UU, maka akan mudah diabaikan oleh masyarakat seperti
yang terjadi sekarang. Perzinahan merebak dimana-mana, banyaknya
kelahiran anak diluar pernikahan/nasabnya tidak jelas, kehancuran
keluarga tidak terelakkan, perceraian, dll.
5. Menjaga Harta (Hifdzul Maal). Islam membolehkan bagi siapa saja
untuk memiliki harta kekayaan berdasarkan ketentuan syariat. Islam
juga telah menetapkan hak bagi orang-orang faqir dalam harta orang-
orang kaya serta mengharamkan mengambil harta orang lain tanpa
haq. Penjagaan Islam terhadap harta adalah dengan pengharaman
pencurian, perampokan atau aktivitas yang mengambil harta orang
lain tanpa haq, serta memberikan sanksi terhadap pelakunya dengan
hukuman potong tangan jika mencapai kadar tertentu yang ditetapkan
syariat (mencapai Nishab). Sanksi ini harus ditetapkan sebagai UU,
sehingga akan membuat jera bagi pelakunya dan membuat orang
yang lain yang tidak mencuri berpikir berjuta kali untuk melakukan
pencurian. Jika sanksi ini tidak ditetapkan sebagai UU, maka akan
diabaikan oleh masyarakat seperti yang marak terjadi saat ini. Kasus
pencurian merebak bak jamur di musim hujan.
6. Menjaga Kehormatan (Hifdzul karamah). Islam telah memuliakan
manusia sejak penciptaannya. Sebagaimana tertuang jelas dalam kitab
suci-Nya yang mulia, Al-Qur’an al-Kariim, bahwa Allah telah
memerintahkan kepada malaikat untuk bersujud (hormat) kepada Nabi
Adam. Allah berfirman :
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami
angkat mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki yang
baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna
atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”. (Q.S. Al-Isra : 70)
Islam mengharamkan mengolok-olok, menggunjing, mencemooh,
menghina, mengumpat, memfitnah, saling mencela, memberi julukan
yang jelek, serta Islam telah menetapkan had sebanyak delapan puluh
pukulan bagi orang yang mencemarkan nama baik perempuan-
perempuan suci dan terjaga perilakunya dari perbuatan zina. Islam pun
telah menetapkan sanksi ta’zir kepada orang yang mencemarkan
kehormatan manusia atau bersaksi dusta atas mereka. Islam bukan
hanya menjaga kehormatan manusia semasa hidupnya, pun ketika
setelah matinya, Islam memerintahkan untuk memandikan,
mengkafani, menguburkan dan melarang bertindak sewenang-wenang
atas tubuh manusia.
Sabda Rasulullah :
“Memecahkan tulang mayat itu seperti memecahkannya ketika masih
hidup” (H.R. Abu Dawud)
7. Menjaga Keamanan (Hifdzul amn). Bagi orang-orang yang merusak
keamanan yaitu orang yang melakukan pembegalan, sewenang-
wenang atas harta benda dan jiwa serta menakut-nakuti manusia,
Islam telah menetapkan had yaitu memerangi mereka. Firman Allah
SWT :
“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi
Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah
mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka
dengan bertimbal balik atau dibuang dari negeri (tempat
kediamannya)”. (Q.S Al-Maidah : 33)
Sanksi ini harus ditetapkan sebagai UU, jika tidak, yang terjadi seperti
sekarang, pembegalan marak di mana-mana, sewenang-wenang
menakut-nakuti manusia bahkan ini dilakukan oleh pihak penguasa.
8. Menjaga Negara (Hifdzud Daulah). Islam telah memerintahkan kaum
muslimin untuk menegakkan sebuah Negara yang menerapkan
hukum-hukum Islam di dalam negeri dan mengemban dakwah dan
jihad ke luar negeri. Islam memerintahkan kaum muslimin untuk
membaiat seorang Khalifah saja untuk menjalankan Al-Qur’an dan as-
Sunnah serta mengharamkan kekosongan Khalifah dan Khilafah lebih
dari tiga hari. Negara Khilafah lah yang akan menjaga kaum muslimin
dan mengurusi seluruh urusan kaum muslimin. Negara Khilafah yang
akan menjaga aqidah kaum muslimin dan system kehidupannya.
Jika ada orang yang hendak merebut kekuasaan dari tangan Khalifah
yang telah dibaiat pertama kali, Islam telah menetapkan sanksi
hukuman mati bagi pelakunya.
Semua kemaslahatan ini hanya akan terwujud, jika dan hanya jika Islam
diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan dalam sebuah Negara yaitu
Negara Khilafah Islamiyah. Aturan Islam ditetapkan sebagai Undang-Undang
yang mengatur kehidupan umat.
Wa Allahu ‘alam