syarifudin, fenomenologi
TRANSCRIPT
kajian fenomenologi 1
Fenomenologi syarifudin: Kajian transcendental yang Nampak pada tepian prilaku manusia, alam, dan keajaiban Tuhan.
kajian fenomenologi 2
Fenomenologi syarifudin: Kajian transcendental yang Nampak pada tepian prilaku manusia, alam, dan keajaiban Tuhan.
FENOMENOLOGI
Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani, phainomai, yang berarti
‘menampak’ dan phainomenon merujuk ‘pada yang menampak’. Istilah
feomenologi diperkenalkan oleh Johann Heinrickh Lambert. Meskipun pelopor
fenomenologi adalah Husserl, namun dalam buku ini lebih banyak mengupas ide-
ide Schutz (yang tetap berdasar pada pemikiran sang pelopor, Husserl). Terdapat
dua alasan utama mengapa Schutz dijadikan centre dalam penerapan metodologi
penelitian kualitatif menggunakan studi fenomenologi ini.1
Pertama, karena melalui Schutz-lah pemikiran dan ide Husserl yang dirasa
abstrak dapat dijelaskan dengan lebih gamblang dan mudah dipahami. Kedua,
Schutz merupakan orang pertama yang menerapkan fenomenologi dalam
penelitian ilmu sosial. Oleh karena itu, buku ini mengupas beberapa pandangan
Schutz dan penerapannya dalam sebuah penelitian sosial.
Schutz mengawali pemikirannya dengan mengatakan bahwa objek
penelitian ilmu sosial pada dasarnya berhubungan degan interpretasi terhadap
realitas. Jadi, sebagai peneliti ilmu sosial, kita pun harus membuat interpretasi
terhadap realitas yag diamati. Orang-orang saling terikat satu sama lain ketika
membuat interpretasi ini. Tugas peneliti sosial-lah untuk menjelaskan secara
ilmiah proses ini.
Dalam melakukan penelitian, peneliti harus menggunakan metode interpretasi
yang sama dengan orang yang diamati, sehingga peneliti bisa masuk ke dalam
dunia interpretasi orang yang dijadikan objek penelitian.
Pada praktiknya, peneliti mengasumsikan dirinya sebagai orang yang tidak
tertarik atau bukan bagian dari dunia orang yang diamati. Peneliti hanya terlibat
secara kogniti dengan orang yang diamati. Peneliti dapat memilih satu ‘posisi’
1Sumber: David Woodruff Smith, Husserl, London, Routledge, 2007. [2] Lihat, ibid, hal. 188,
[3] Ibid, hal. 190. [4] Ibid, hal. 191.[5] Lihat, ibid, hal. 193. [6] Lihat, ibid, hal. 234.
kajian fenomenologi 3
Fenomenologi syarifudin: Kajian transcendental yang Nampak pada tepian prilaku manusia, alam, dan keajaiban Tuhan.
yang dirasakan nyaman oleh subyek penelitiannya, sehingga ketika subyek
merasa nyaman maka dirinya dapat menjadi diri sendiri. Ketika ia menjadi dirinya
sendiri inilah yang menjadi bahan kajian peneliti sosial.
Setelah Schutz berhasil mengintegrasikan fenomenologi dalam ilmu sosial,
para cendekiawan sosial mulai melirik pemikiran fenomenologi yang paling awal,
yakni fenomenologi transendental Husserl. Husserl sangat tertarik dengan
penemuan makna dan hakikat dari pengalaman. Dia berpendapat bahwa
terdapat perbedaan antara fakta dan esensi dalam fakta, atau dengan kata lain
perbedaan antara yang real dan yang tidak. Berikut adalah komponen konseptual
dalam fenomenologi transendental Husserl:
a. Kesengajaan (Intentionality)
Kesengajaan (intentionality) adalah orientasi pikiran terhadap suatu objek
(sesuatu) yang menurut Husserl, objek atau sesuatu tersebut bisa nyata atau
tidak nyata. Objek nyata seperti sebongkah kayu yang dibentuk dengan
tujuan tertentu dan kita namakan dengan kursi. Objek yang tidak nyata
misalnya konsep tentang tanggung jawab, kesabaran, dan konsep lain yang
abstrak atau tidak real. Husserl menyatakan bahwa kesengajaan sangat
terkait dengan kesadaran atau pengalaman seseorang dimana kesengajaan
atau pengalaman tersebut dipengaruhi oleh faktor kesenangan (minat),
penilaian awal, dan harapan terhadap objek. Misalnya minat terhadap bola
akam menentukan kesengajaan untuk menonton pertandingan sepak bola.
b. Noema dan Noesis
Noema atau noesis merupakan turunan dari kesengajaan atau intentionality.
Intentionality adalah maksud memahami sesuatu, dimana setiap pengalaman
individu memiliki sisi obyektif dan subyektif. Jika akan memahami, maka
kedua sisi itu harus dikemukakan. Sisi obyektif fenomena (noema) artinya
sesuatu yang bisa dilihat, didengar, dirasakan, dipikirkan, atau sekalipun
sesuatu yang masih akan dipikirkan (ide). Sedangkan sisi subyektif (noesis)
adalah tindakan yang dimaksud (intended act) seperti merasa, mendengar,
memikirkan, dan menilai ide. Terdapat kaitan yang erat antara noema dan
kajian fenomenologi 4
Fenomenologi syarifudin: Kajian transcendental yang Nampak pada tepian prilaku manusia, alam, dan keajaiban Tuhan.
noesis meskipun keduanya sangat berbeda makna. Noema akan membawa
pemikiran kita kepada noesis. Tidak akan ada noesis jika kita tidak
mengawalinya dengan noema. Begini mudahnya. Kita tidak akan tau tentang
bagaimana rasanya menikmati buah durian (noesis karena ada aspek
merasakan, sebagai sesuatu atau objek yang abstrak) jika kita sendiri belum
mengetahui seperti apa wujud durian (noema karena berkaitan dengan
wujud, sebagai sesuatu atau objek yang nyata).2
c. Intuisi
Intuisi yang masuk dalam unit analisis Husserl ini dipengaruhi oleh intuisi
menurut Descrates yakni kemampuan membedaka “yang murni” dan yang
diperhatikan dari the light of reason alone (semata-mata alasannya).
Intuisilah yang membimbing manusia mendapatkan pengetahuan. Bagi
Husserl, intuisilah yang menghubungkan noema dan noesis. Inilah sebabnya
fenomenologi Husserl dinamakan fenomenologi transendental, karena
terjadi dalam diri individu secara mental (transenden).
d. Intersubjektivitas
Makna intersubjektif ini dijabarkan oleh Schutz. Bahwa makna intersubjektif
ini berawal dari konsep ‘sosial’ dan konsep ‘tindakan’. Konsep sosial
didefinisikan sebagai hubungan antara dua atau lebih orang dan konsep
tindakan didefinisikan sebagai perilaku yang membentuk makna subjektif.
Akan tetapi, makna subjektif tersebut bukan berada di dunia privat individu
melainkan dimaknai secara sama dan bersama dengan individu lain. Oleh
karenanya, sebuah makna subjektif dikatakan intersubjektif karena memiliki
aspek kesamaan dan kebersamaan (common and shared).
Fenomenologi Edmund Husserl
Pada bab sebelumnya kita sudah berdiskusi soal gaya aphorisme di dalam
filsafat Nietzsche. Ia mengajarkan kita untuk berani menembus batas-batas
2 Sumber: David Woodruff Smith, Husserl, London, Routledge, 2007. [2] Lihat, ibid, hal. 188,
[3] Ibid, hal. 190. [4] Ibid, hal. 191.[5] Lihat, ibid, hal. 193. [6] Lihat, ibid, hal. 234.
kajian fenomenologi 5
Fenomenologi syarifudin: Kajian transcendental yang Nampak pada tepian prilaku manusia, alam, dan keajaiban Tuhan.
rasionalitas itu sendiri, dan membuka tabir-tabir pemikiran baru yang belum
tersentuh sebelumnya. Pada bab ini saya ingin mengajak anda berdiskusi
mengenai metodologi berpikir di dalam filsafat Husserl, yang banyak juga dikenal
sebagai fenomenologi. Metode ini sangat penting di dalam filsafat, dan juga di
dalma penelitian ilmu-ilmu sosial. Di dalam pemikiran Husserl, fenomenologi
tidak hanya berhenti menjadi metode, tetapi juga mulai menjadi ontologi.
Muridnya yang bernama Heideggerlah yang nantinya akan melanjutkan proyek
itu. Pada bab ini saya mengacu pada tulisan David W. Smith tentang Husserl di
dalam bukunya yang berjudul Husserl. 3
Cita-cita Husserl adalah membuat fenomenologi menjadi bagian dari ilmu,
yakni ilmu tentang kesadaran (science of consciousness). Akan tetapi pendekatan
fenomenologi berusaha dengan keras membedakan diri dari epistemologi
tradisional, psikologi, dan bahkan dari filsafat itu sendiri. Namun sampai
sekarang definisi jelas dan tepat dari fenomenologi belum juga dapat dirumuskan
dan dimengerti, bahkan oleh orang yang mengklaim menggunakannya. Oleh
karena itu dengan mengacu pada tulisan Smith, saya akan coba memberikan
definisi dasar tentang fenomenologi, sekaligus mencoba memberi contoh
penerapannya. Setelah itu saya akan mengajak anda untuk memahami latar
belakang teori fenomenologi Husserl yang memang secara langsung
diinspirasikan oleh Frans Bretagno, terutama pemikirannya soal psikologi
deskriptif. Lalu masih mengacu pada tulisan Smith, saya akan mengajak anda
memahami teori tentang kesadaran, terutama konsep kuncinya yang disebut
sebagai intensionalitas. Intensionalitas sendiri berarti kesadaran yang selalu
mengarah pada sesuatu (consciousness on something), seperti kesadaran akan
waktu, kesadaran akan tempat, dan kesadaran akan eksistensi diri sendiri.
Selanjutnya kita akan berdiskusi tema-tema yang lebih spesifik di dalam filsafat
3Sumber: David Woodruff Smith, Husserl, London, Routledge, 2007. [2] Lihat, ibid, hal. 188,
[3] Ibid, hal. 190. [4] Ibid, hal. 191.[5] Lihat, ibid, hal. 193. [6] Lihat, ibid, hal. 234.
kajian fenomenologi 6
Fenomenologi syarifudin: Kajian transcendental yang Nampak pada tepian prilaku manusia, alam, dan keajaiban Tuhan.
Husserl, seperti pemikirannya tentang logika, ontologi, dan filsafat
transendental.4
Arti Fenomenologi
Menurut Smith fenomenologi Husserl adalah sebuah upaya untuk
memahami kesadaran sebagaimana dialami dari sudut pandang orang pertama.
Secara literal fenomenologi adalah studi tentang fenomena, atau tentang segala
sesuatu yang tampak bagi kita di dalam pengalaman subyektif, atau tentang
bagaimana kita mengalami segala sesuatu di sekitar kita. Setiap orang pada
dasarnya pernah melakukan praktek fenomenologi. Ketika anda bertanya
“Apakah yang aku rasakan sekarang?”, “Apa yang sedang kupikirkan?”, “Apa
yang akan kulakukan?”, maka sebenarnya anda melakukan fenomenologi, yakni
mencoba memahami apa yang anda rasakan, pikirkan, dan apa yang akan anda
lakukan dari sudut pandang orang pertama.
Dengan demikian fenomenologi adalah upaya untuk memahami kesadaran
dari sudut pandang subyektif orang terkait. Pendekatan ini tentu saja berbeda
dengan pendekatan ilmu pengetahuan saraf (neuroscience), yang berusaha
memahami cara kerja kesadaran manusia di dalam otak dan saraf, yakni dengan
menggunakan sudut pandang pengamat. Neurosains lebih melihat fenomena
kesadaran sebagai fenomena biologis. Sementara deskripsi fenomenologis lebih
melihat pengalaman manusia sebagaimana ia mengalaminya, yakni dari sudut
pandang orang pertama.
Walaupun berfokus pada pengalaman subyektif orang pertama,
fenomenologi tidak berhenti hanya pada deskripsi perasaan-perasaan inderawi
semata. Pengalaman inderawi hanyalah titik tolak untuk sampai makna yang
bersifat konseptual (conceptual meaning), yang lebih dalam dari pengalaman
inderawi itu sendiri. Makna konseptual itu bisa berupa imajinasi, pikiran, hasrat,
4Sumber: David Woodruff Smith, Husserl, London, Routledge, 2007. [2] Lihat, ibid, hal. 188,
[3] Ibid, hal. 190. [4] Ibid, hal. 191.[5] Lihat, ibid, hal. 193. [6] Lihat, ibid, hal. 234.
kajian fenomenologi 7
Fenomenologi syarifudin: Kajian transcendental yang Nampak pada tepian prilaku manusia, alam, dan keajaiban Tuhan.
ataupun perasaan-perasaan spesifik, ketika orang mengalami dunianya secara
personal.
Jika fenomenologi berfokus pada pengalaman manusia, lalu apa kaitan
fenomenologi dengan psikologi sebagai ilmu tentang perilaku manusia? Husserl
sendiri merumuskan fenomenologi sebagai tanggapan kritisnya terhadap
psikologi positivistik, yang menolak eksistensi kesadaran, dan kemudian
menyempitkannya semata hanya pada soal perilaku. Oleh sebab itu menurut
Smith, fenomenologi Husserl lebih tepat disebut sebagai psikologi deskriptif,
yang merupakan lawan dari psikologi positivistik.
Di dalam fenomenologi konsep makna (meaning) adalah konsep yang
sangat penting. “Makna”, demikian tulis Smith tentang Husserl, “adalah isi
penting dari pengalaman sadar manusia..” Pengalaman seseorang bisa sama,
seperti ia bisa sama-sama mengendari sepeda motor. Namun makna dari
pengalaman itu berbeda-beda bagi setiap orang. Maknalah yang membedakan
pengalaman orang satu dengan pengalaman orang lainnya. Makna juga yang
membedakan pengalaman yang satu dan pengalaman lainnya. Suatu
pengalaman bisa menjadi bagian dari kesadaran, juga karena orang
memaknainya. Hanya melalui tindak memaknailah kesadaran orang bisa
menyentuh dunia sebagai suatu struktur teratur (organized structure) dari segala
sesuatu yang ada di sekitar kita. Namun begitu menurut Husserl, makna
bukanlah obyek kajian ilmu-ilmu empiris. Makna adalah obyek kajian logika
murni (pure logic). Pada era sekarang logika murni ini dikenal juga sebagai
semantik (semantics). Maka dalam arti ini, fenomenologi adalah suatu sintesis
antara psikologi, filsafat, dan semantik (atau logika murni).
Bagi Husserl fenomenologi adalah suatu bentuk ilmu mandiri yang berbeda
dari ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial. Dengan fenomenologi Husserl mau
menantang semua pendekatan yang bersifat biologis-mekanistik tentang
kesadaran manusia, seperti pada psikologi positivistik maupun pada neurosains.
Ia menyebut fenomenologi sebagai ilmu pengetahuan transendental
(transcendental science), yang dibedakan dengan ilmu pengetahuan naturalistik
kajian fenomenologi 8
Fenomenologi syarifudin: Kajian transcendental yang Nampak pada tepian prilaku manusia, alam, dan keajaiban Tuhan.
(naturalistic science), seperti pada fisika maupun biologi. Dan seperti sudah
disinggung sebelumnya, perbedaan utama fenomenologi dengan ilmu-ilmu alam,
termasuk psikologi positivistik, adalah peran sentral makna di dalam pengalaman
manusia (meaning in experience). Fenomenologi tidak mengambil langkah
observasi ataupun generalisasi di dalam penelitian tentang manusia, seperti yang
lazim ditemukan pada psikologi positivistik.
Cita-cita Husserl adalah mengembangkan fenomenologi sebagai suatu
displin ilmiah yang lengkap dengan metode yang jelas dan akurat. Di dalam ilmu-
ilmu alam, seperti kimia, fisika, dan biologi, kita mengenal adalah metode
penelitian ilmu-ilmu alam yang sifatnya empiris dan eksperimental. Inti metode
penelitian ilmu-ilmu alam adalah melakukan observasi yang sifatnya sistematis,
dan kemudian menganalisisnya dengan suatu kerangka teori yang telah
dikembangkan sebelumnya. Husserl ingin melepaskan diri dari cara berpikir yang
melandasi metode penelitian semacam itu. Baginya untuk memahami manusia,
fenomenologi hendak melihat apa yang dialami oleh manusia dari sudut pandang
orang pertama, yakni dari orang yang mengalaminya.
Di dalam kerangka berpikir ini, seorang ilmuwan sekaligus adalah sekaligus
peneliti dan yang diteliti. Ia adalah subyek sekaligus obyek dari penelitian. Dan
seperti sudah ditegaskan sebelumnya, fenomenologi adalah cara untuk
memahami kesadaran manusia dengan menggunakan sudut pandang orang
pertama. Namun menurut penelitian Smith, Husserl membedakan tingkat-tingkat
kesadaran (state of consciousness). Yang menjadi fokus fenomenologi bukanlah
pengalaman partikular, melainkan struktur dari pengalaman kesadaran, yakni
realitas obyektif yang mewujud di dalam pengalaman subyektif orang per orang.
Konkretnya fenomenologi berfokus pada makna subyektif dari realitas obyektif
di dalam kesadaran orang yang menjalani aktivitas kehidupannya sehari-hari.
Dalam kosa kata Husserl, “obyek kesadaran sebagaimana dialami.”
Fenomenologi Husserlian adalah ilmu tentang esensi dari kesadaran.
Namun apa sebenarnya yang dimaksud dengan esensi dari kesadaran?
Berdasarkan penelitian Smith fenomenologi Husserl dibangun di atas setidaknya
kajian fenomenologi 9
Fenomenologi syarifudin: Kajian transcendental yang Nampak pada tepian prilaku manusia, alam, dan keajaiban Tuhan.
dua asumsi. Yang pertama, setiap pengalaman manusia sebenarnya adalah satu
ekspresi dari kesadaran. Seseorang mengalami sesuatu. Ia sadar akan
pengalamannya sendiri yang memang bersifat subyektif. Dan yang kedua, setiap
bentuk kesadaran selalu merupakan kesadaran akan sesuatu. Ketika berpikir
tentang makanan, anda membentuk gambaran tentang makanan di dalam
pikiran anda. Ketika melihat sebuah mobil, anda membentuk gambaran tentang
mobil di dalam pikiran anda. Inilah yang disebut Husserl sebagai intensionalitas
(intentionality), yakni bahwa kesadaran selalu merupakan kesadaran akan
sesuatu.
Tindakan seseorang dikatakan intensional, jika tindakan itu dilakukan
dengan tujuan yang jelas. Namun di dalam filsafat Husserl, konsep intensionalitas
memiliki makna yang lebih dalam. Intensionalitas tidak hanya terkait dengan
tujuan dari tindakan manusia, tetapi juga merupakan karakter dasar dari pikiran
itu sendiri. Pikiran tidak pernah pikiran itu sendiri, melainkan selalu merupakan
pikiran atas sesuatu. Pikiran selalu memiliki obyek. Hal yang sama berlaku untuk
kesadaran. Intensionalitas adalah keterarahan kesadaran (directedness of
consciousness). Dan intensionalitas juga merupakan keterarahan tindakan, yakni
tindakan yang bertujuan pada satu obyek.
Namun Husserl juga melihat beberapa pengalaman konkret manusia yang
tidak mengandaikan intensionalitas, seperti ketika anda merasa mual ataupun
pusing. Kedua pengalaman itu bukanlah pengalaman tentang suatu obyek yang
konkret. Namun pengalaman itu sangatlah jarang, kecuali anda yang menderita
penyakit tertentu. Mayoritas pengalaman manusia memiliki struktur. Mayoritas
pengalaman manusia melibatkan kesadaran, dan kesadaran selalu merupakan
kesadaran atas sesuatu. Husserl menyebut setiap proses kesadaran yang terarah
pada sesuatu ini sebagai tindakan (act). Dan setiap tindakan manusia selalu
berada di dalam kerangka kebiasaan (habits), termasuk di dalamnya gerak tubuh
dan cara berpikir.
Fenomenologi adalah analisis atas esensi kesadaran sebagaimana dihayati
dan dialami oleh manusia, dan dilihat dengan menggunakan sudut pandang
kajian fenomenologi 10
Fenomenologi syarifudin: Kajian transcendental yang Nampak pada tepian prilaku manusia, alam, dan keajaiban Tuhan.
orang pertama. Fenomenologi menganalisis struktur dari persepsi, imajinasi,
penilaian, emosi, evaluasi, dan pengalaman orang lain yang terarah pada sesuatu
obyek di luar. Dengan demikian menurut Smith, fenomenologi Husserl adalah
suatu penyelidikan terhadap relasi antara kesadaran dengan obyek di dunia luar,
serta apa makna dari relasi itu. Konsep bahwa kesadaran selalu terarah pada
sesuatu merupakan konsep sentral di dalam fenomenologi Husserl.
Kesimpulan
a. Seperti sudah disinggung sebelumnya, fenomenologi adalah suatu refleksi
atas kesadaran dari sudut pandang orang pertama. Konkretnya
fenomenologi hendak menggambarkan pengalaman manusia sebagaimana ia
mengalaminya melalui pikiran, imajinasi, emosi, hasrat, dan sebagainya.
Dalam hal ini Husserl sangat berhutang pada Bretano. Bretano sendiri
membedakan dua jenis psikologi, yakni psikologi deskriptif yang dikenal juga
sebagai fenomenologi, dan psikologi genetis (genetic psychology). Psikologi
deskriptif hendak memahami dinamika kehidupan mental manusia.
Sementara psikologi genetis ingin memahami dinamika mental manusia
dengan kaca mata ilmu-ilmu genetika yang sifatnya biologistik. Di dalam
pemikiran Husserl, fenomenologi menjadi suatu displin yang memiliki status
otonom. Ia pun merumuskannya secara lugas, yakni sebagai ilmu tentang
esensi kesadaran. Dan berulang kali ia menegaskan, bahwa kesadaran
manusia tidak pernah berdiri sendiri. Kesadaran selalu merupakan kesadaran
atas sesuatu. Inilah yang disebut dengan intensionalitas, suatu konsep yang
sangat sentral di dalam fenomenologi Husserl.
b. Husserl kemudian mencoba mengembangkan teori intensionalitas ini. Setiap
tindakan manusia selalu melibatkan kesadaran, dan kesadaran selalu
merupakan kesadaran atas suatu obyek yang nyata di dunia. Manusia adalah
subyek dan subyek selalu terarah pada suatu obyek yang nyata di dunia.
Obyek dari kesadaran dan tindakan manusia tidak pernah berada di dalam
ruang kosong, melainkan selalu berada di dalam horison makna tertentu.
kajian fenomenologi 11
Fenomenologi syarifudin: Kajian transcendental yang Nampak pada tepian prilaku manusia, alam, dan keajaiban Tuhan.
Maka dari itu intensionalitas kesadaran selalu melibatkan relasi rumit antara
subyek (manusia) yang sadar, tindakan, obyek, dan horison dari obyek
tersebut. Relasi rumit di dalam intensionalitas kesadaran itulah yang menjadi
dasar dari fenomenologi.
c. Setelah menjadikan intensionalitas kesadaran sebagai dasar filsafatnya,
Husserl kemudia menganalisis struktur-struktur dasar kesadaran secara detil,
seperti persepsi, penilaian, tindakan, ruang, waktu, tubuh, keberadaan orang
lain, dan sebagainya. Subyek (manusia) dan obyek selalu berada di dalam
horison makna tertentu yang disebut Husserl sebagai dunia kehidupan (life-
world). Secara singkat dunia kehidupan adalah dunia di sekeliling manusia
yang dialaminya secara familiar di dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam
dunia kehidupan, manusia memperoleh makna dan identitasnya sebagai
manusia. Dalam arti ini fenomenologi adalah suatu upaya untuk memahami
kesadaran manusia dalam konteks kaitan dengan dunia kehidupannya.
d. Fenomenologi Husserl hendak menganalisis dunia kehidupan manusia
sebagaimana ia mengalaminya secara subyektif maupun intersubyektif
dengan manusia lainnya. Sebenarnya ia membedakan antara apa yang
subyektif, intersubyektif, dan yang obyektif. Yang subyektif adalah
pengalaman pribadi kita sebagai manusia yang menjalani kehidupan.
Obyektif adalah dunia di sekitar kita yang sifatnya permanen di dalam ruang
dan waktu. Dan intersubyektitas adalah pandangan dunia semua orang yang
terlibat di dalam aktivitas sosial di dalam dunia kehidupan.[6] Interaksi
antara dunia subyektif, dunia obyektif, dan dunia intersubyektif inilah yang
menjadi kajian fenomenologi. Fenomenologi membuka kesadaran baru di
dalam metode penelitian filsafat dan ilmu-ilmu sosial. Kesadaran bahwa
manusia selalu terarah pada dunia, dan keterarahan ini melibatkan suatu
horison makna yang disebut sebagai dunia kehidupan. Di dalam konteks
itulah pemahaman tentang manusia dan kesadaran bisa ditemukan.***
kajian fenomenologi 12
Fenomenologi syarifudin: Kajian transcendental yang Nampak pada tepian prilaku manusia, alam, dan keajaiban Tuhan.