t1_462008017_bab ii.pdf

35
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Mobilisasi Dini 1. Pengertian Mobilisasi Dini Mobilisasi atau ambulasi dini diartikan sebagai suatu keadaan dimana setelah pasien operasi seyogyanya dapat turun sebentar dari tempat tidur dengan bantuan, paling sedikit dua kali (Cunningham.,dkk, 2006). Mobilisasi dini (early ambulation) juga diartikan sebagai suatu kebijaksanaan untuk membimbing ibu post partum agar bangun dari tempat tidurnya dan membimbing untuk secepat mungkin untuk kembali berjalan (Saleha, 2009). Dalam 6-8 jam tenaga medis yang merawat ibu pasca melahirkan akan menolong untuk duduk ditempat tidur, duduk disamping tempat tidur dan mulai berjalan jarak pendek (Gallagher, 2005). Saat ini ibu pasca operesi seksio sesarea tidak perlu terlentang di tempat tidur terlalu selama 7-14 hari setelah melahirkan. Mobilisasi dini tentu tidak dibenarkan pada ibu pasca melahirkan dengan penyulit, seperti anemia, penyakit jantung, penyakit paru-paru, demam dan sebagainya. Penambahan kegiatan dengan mobilisasi dini harus bertahap jadi bukan maksudnya ibu setelah bangun dibenarkan 12

Upload: intani-permata

Post on 17-Feb-2016

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: T1_462008017_BAB II.pdf

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Mobilisasi Dini

1. Pengertian Mobilisasi Dini

Mobilisasi atau ambulasi dini diartikan sebagai suatu

keadaan dimana setelah pasien operasi seyogyanya dapat

turun sebentar dari tempat tidur dengan bantuan, paling

sedikit dua kali (Cunningham.,dkk, 2006). Mobilisasi dini (early

ambulation) juga diartikan sebagai suatu kebijaksanaan untuk

membimbing ibu post partum agar bangun dari tempat

tidurnya dan membimbing untuk secepat mungkin untuk

kembali berjalan (Saleha, 2009).

Dalam 6-8 jam tenaga medis yang merawat ibu pasca

melahirkan akan menolong untuk duduk ditempat tidur, duduk

disamping tempat tidur dan mulai berjalan jarak pendek

(Gallagher, 2005). Saat ini ibu pasca operesi seksio sesarea

tidak perlu terlentang di tempat tidur terlalu selama 7-14 hari

setelah melahirkan. Mobilisasi dini tentu tidak dibenarkan

pada ibu pasca melahirkan dengan penyulit, seperti anemia,

penyakit jantung, penyakit paru-paru, demam dan sebagainya.

Penambahan kegiatan dengan mobilisasi dini harus bertahap

jadi bukan maksudnya ibu setelah bangun dibenarkan

12  

Page 2: T1_462008017_BAB II.pdf

mencuci, memasak, dan lain sebagainya (Saleha, 2009).

Menurut Gallagher (2005), latihannya barangkali tidak mirip

dengan yang normalnya dilakukan, tetapi pergerakan kecil

sekalipun akan perlahan-lahan memperkuat tubuh dan

meningkatkan sirkulasi darah. Tetapi perlu diingat bahwa ibu

dalam kondisi baru melahirkan tidak perlu menggerakkan

tubuh berlebihan dan harus menjaga kondisi tubuh ibu agar

tidak kelelahan.

Dari berbagai pengertian diatas maka dapat

disimpulkan bahwa mobilisasi dini merupakan tindakan yang

dilakukan pada klien pasca persalinan untuk melakukan

gerakan-gerakan tubuh yang sederhana demi melatih klien ke

kondisi normalnya, dilakukan secara bertahap dan tidak perlu

berlebihan.

2. Prosedur Tindakan Mobilisasi Dini

Menurut Gallegher (2005), langkah-langkah dalam

prosedur tindakan mobilisasi dini yaitu sebagai berikut.

1. Hari 1 – 4

a. Membentuk Lingkaran dan Meregangkan Telapak Kaki

Ibu dianjurkan untuk membentuk lingkaran dan

meregangkan telapak kaki saat berbaring di tempat

tidur, sehingga mampu membentuk gerakan melingkar

13  

Page 3: T1_462008017_BAB II.pdf

dengan telapak kaki satu demi satu. Gerakan itu

diharapkan mampu dilakukan ibu seperti sedang

menggambar sebuah lingkaran dengan menggunakan

jari kaki dari satu arah ke arah lainnya. Ibu dianjurkan

pula untuk meregangkan masing – masing telapak

kakinya dengan cara menarik jari – jari kaki ke arah

betis, lalu membalikkan ujung telapak kaki ke arah

sebaliknya sehingga ibu merasakan otot betisnya

berkontraksi. Ibu dapat melakukan gerakan ini sebanyak

dua sampai tiga kali dalam sehari.

b. Bernafas dalam – dalam

1. Ibu yang sedang dalam posisi berbaring dianjurkan

untuk menekukkan kakinya sedikit. Kedua tangan

ibu diletakkan di bagian dada atas, lalu menarik

nafas. Saat menarik nafas, ibu dianjurkan untuk

mengarahkan nafas dengan tangan, lalu menekan

dada saat menghembuskan nafas.

2. Ibu dianjurkan menarik nafas sedikit lebih dalam

dan menempatkan kedua tangannya diatas tulang

rusuk. Ibu dapat merasakan paru–parunya

mengembang, lalu menghembuskan nafas seperti

sebelumnya.

14  

Page 4: T1_462008017_BAB II.pdf

3. Ibu dapat mengulangi cara bernafas yang lebih dalam

sehingga mencapai perut. Hal ini mampu merangsang

jaringan – jaringan di sekitar bekas luka ibu. Menyangga

daerah insisi ibu dengan cara menempatkan kedua

tangan secara lembut di atas daerah tersebut. Kemudian

ibu dapat menarik dan hembuskan nafas yang lebih

dalam lagi selama beberapa kali. Ibu dapat mengulangi

tindakan tersebut sebanyak tiga sampai empat kali.

c. Duduk tegak

1. Ibu dianjurkan untuk menekuk lutut dan memiring

tubuhnya ke samping.

2. Membantu ibu memutar kapala dan menggunakan tangan

– tangannya untuk membantu dirinya ke posisi duduk.

Saat ibu melakukan gerakan yang pertama, maka luka

akan tertarik dan ibu merasa sangat tidak nyaman, lalu

ibu dapat berhasil duduk dengan bantuan lengan dan

mempertahankan posisi selama beberapa saat.

3. Ibu mulai dapat memindahkan berat tubuhnya ke tangan,

lalu menggoyangkan pinggulnya ke arah belakang. Ibu

juga dapat duduk setegak mungkin dan menarik nafas

dalam – dalam beberapa kali hingga mampu meluruskan

tulang punggung dengan cara mengangkat tulang –

15  

Page 5: T1_462008017_BAB II.pdf

tulang rusuk. Menggunakan tangan ibu untuk menyangga

insisi lalu ibu disarankan untuk batuk 2 atau 3 kali.

d. Bangkit dari tempat tidur

1. Ibu diharapkan mampu menggerakkan tubuh hingga

ke posisi duduk. Dimulai dengan menggerakkan kaki

pelan – pelan ke sisi tempat tidur, lalu menggunakan

tangan ibu untuk mendorong ke depan. Kemudian,

secara perlahan-lahan ibu dapat menurunkan telapak

– telapak kakinya ke lantai.

2. Ibu dapat menekan sebuah bantal dengan ketat di

atas bekas luka ibu untuk menyangga. Setelah bagian

atas tubuh ibu disangga dengan bantal. Ibu dapat

meluruskan seluruh tubuh dan meluruskan kaki –

kaki.

e. Berjalan

Saat ibu menggunakan bantal untuk menekan

di atas bekas luka dan berjalanlah ke depan, diusahakan

agar kepala ibu tetap tegak dan bernafas lewat mulut.

Ibu juga dapat terus berjalan selama beberapa menit

sebelum kembali ke tempat tidur.

16  

Page 6: T1_462008017_BAB II.pdf

f. Berdiri dan meraih

Ibu dapat memposisikan diri untuk duduk di

bagian tepi tempat tidur, lalu usahakan untuk

mengangkat tubuh hingga berdiri. Ibu perlu

mempertimbangkan untuk mengkontraksikan otot – otot

punggung agar dada mengembang dan meregang.

Kemudian, ibu dapat mencoba untuk mengangkat tubuh,

mulai dari pinggang secara perlahan – lahan melawan

dorongan alamiah untuk membungkuk, lalu melemaskan

tubuh ke depan selama satu menit.

g. Menarik perut

Ibu dianjurkan untuk berbaring di tempat tidur

dan mengkontraksikan otot – otot dasar pelvis untuk

menarik perut. Untuk melakukan tindakan tersebut dapat

dilakukan secara perlahan – lahan dengan meletakkan

kedua tangan di atas bekas luka dan berkontraksi untuk

menarik perut menjauhi tangan ibu. Ibu dapat melakukan

sebanyak 5 kali tarikan dan dapat melakukannya selama

2 kali sehari.

17  

Page 7: T1_462008017_BAB II.pdf

h. Saat menyusui

Ibu dapat menarik perut semabari menyusui.

Mengkontraksikan otot – otot perut selama beberapa

detik lalu dilemaskan. Teknik tersebut dapat dilakukan

sebanyak 5 sampai 10 kali setiap kali ibu menyusui.

2. Hari 4 – 7

a. Menekuk pelvis

Ibu dapat melakukan kontraksi terhadap abdomen

dan menekan punggung bagian bawah ke tempat tidur. Jika

ibu melakukannya dengan benar maka pelvis akan

menekuk. Ibu dapat melakukan tersebut sebanyak 4 sampai

8 tekukan selama 2 detik.

b. Meluncurkan kaki

Ibu disarankan untuk berbaring dengan lutut

tertekuk dan bernafas secara normal, lalu ibu dapat

meluncurkan kaki di atas tempat tidur sehingga menjauhi

tubuh. Seraya mendorong tumit ibu dapat mengulurkan kaki

sehingga ibu akan merasakan sedikit denyutan di sekitar

insisi. Ibu dapat melakukan 4 kali dorongan untuk satu kaki.

18  

Page 8: T1_462008017_BAB II.pdf

c. Sentakan pinggul

1. Ibu dianjurkan untuk berbaring di atas tempat tidur, lalu

menekukkan kaki ke atas dan merentangkan kaki yang

satu lagi. Gerakan tersebut dilanjutkan dengan

menunjuk ke arah jari – jari kaki.

2. Ibu dapat mendorong pinggulnya agar pada sisi yang

sama dengan kaki yang tertekuk ke arah bahu,

kemudian dilemaskan. Ibu dianjurkan untuk mendorong

kakinya agar menjauhi tubuh dengan lurus. Melakukan

gerakan yang sama secara berulang sebanyak 6 hingga

8 kali untuk masing – masing bagian tubuh.

d. Menggulingkan lutut

1. Ibu dianjurkan untuk berbaring di tempat tidur,

kemudian meletakkan tangannya di samping tubuh

untuk menjaga keseimbangan.

2. Secara perlahan – lahan ibu dapat menggerakkan

kedua lutut ke satu sisi. Gerakkan lutut hingga bisa

merasakan tubuh ikut berputar. Ibu dapat melakukan

3 kali ayunan lutut ke masing – masing sisi. Kemudian,

diakhiri dengan meluruskan kaki.

19  

Page 9: T1_462008017_BAB II.pdf

e. Posisi jembatan

Ibu berbaring di atas tempat tidur dengan kedua

lutut tertekuk. Membentangkan kedua tangan ibu ke

bagian samping untuk keseimbangan. Lalu menekan

telapak kaki ibu ke bawah secara perlahan – lahan dan

pinggul kemudian diangkat dari tempat tidur maka ibu

akan merasakan tulang tungging terangkat. Gerakan-

gerakan ini dapat dilakukan sebanyak 5 kali dalam sehari.

f. Posisi merangkak

1. Secara perlahan – lahan ibu mengangkat tubuh dengan

menopang kedua tangan dan kakinya di atas tempat

tidur. Ibu dapat mempertahankan posisi merangkak

tanpa merasa tak nyaman sedikitpun, ibu dapat

menambah beberapa gerakan dalam rangkaian ini.

2. Ibu dapat menekan tangan dan kaki di tempat tidur, dan

mencoba untuk melakukan gerakan yang sama dengan

sentakan pinggul, sehingga pinggul terdorong ke arah

bahu. Jika melakukan gerakan ini dengan benar, ibu

akan merasa seolah – olah menggoyang- goyangkan

ekor. Gerakan ini dapat dilakukan sebanyak 5 kali dalam

sehari.

20  

Page 10: T1_462008017_BAB II.pdf

3. Ibu dapat menekan bagian tengah punggung ke arah

bawah, saat melengkung tubuh ke bawah, ibu bisa

merasakan perut meregang. Kemudian, saat meluruskan

punggung ibu harus berkonsentrasi untuk menarik

abdomen.

3. Manfaat Mobilisasi Dini

Menurut Gallagher (2005), operasi dan anastesi

dapat menyebabkan akumulasi cairan yang dapat

menyebabkan pneumonia sehingga sangat penting bagi ibu

post melahirkan untuk bergerak. Mobilitas dapat

meningkatkan fungsi paru-paru, semakin dalam napas yang

dapat ditarik, semakin meningkat sirkulasi darah. Hal tersebut

memperkecil resiko pembentukan gumpalan darah,

meningkatkan fungsi pencernaan, dan menolong saluran

pencernaan agar mulai bekerja lagi.

Menurut Smeltzer & Bare (2001) mobilisasi dini

mampu menurunkan insiden komplikasi pasca operasi.

Dengan melakukan mobilisasi dini juga maka thrombosis vena

dan emboli paru jarang terjadi, selain itu mampu

memperlancar sirkulasi darah serta mengeluarkan cairan

(lochea) (Cunningham.,dkk, 2006; Purwanti & Kristanti, 2011,

http://static.schoolrack.com/files/100398/295422/volume2_no

21  

Page 11: T1_462008017_BAB II.pdf

mor_1.pdf#page=59 diunduh 27 September 2011). Bahkan

penelitian juga menunjukan nyeri berkurang jika dilakukan

mobilisasi dini diperbolehkan.

Selain itu, manfaat mobilisasi dini menurut Saleha

(2009), yaitu :

a. Ibu merasa sehat dan kuat dengan mobilisasi dini

b. Faal usus dan kandung kemih lebih baik.

c. Mobilisasi dini memungkinkan kita mengajarkan ibu cara

merawat anaknya selama ibu masih di rumah sakit,

misalnya memandikan, mengganti pakaian, dan memberi

makan.

d. Lebih sesuai dengan keadaan Indonesia (sosial

ekonomis). Menurut peneliti-peneliti yang seksama,

mobilisasi dini tidak mempunyai pengaruh yang buruk,

tidak menyebabkan perdarahan yang abnormal, tidak

mempengaruhi penyembuhan luka episiotomi atau luka di

perut, serta tidak memperbesar kemungkinan

prolapsus/retrotexto uteri.

22  

Page 12: T1_462008017_BAB II.pdf

4. Kerugian Bila Tidak Melakukan Mobilisasi Dini

Dalam sebuah bukunya, Fauzi (2007) yang dikutip

oleh Novitasari (2011) menyebutkan bahwa ada beberapa

macam kerugian yang ditimbulkan akibat tidak melakukan

mobilisasi dini, yaitu sebagai berikut.

a. Meningkatnya suhu tubuh karena adanya involusi uterus

yang tidak baik sehingga sisa darah tidak dapat

dikeluarkan dan menyebabkan infeksi dan salah satu dari

tanda infeksi adalah peningkatan suhu tubuh.

b. Menimbulkan perdarahan yang abnormal. Namun, bila

melakukan mobilisasi dini maka kontraksi uterus akan baik

sehingga fundus uteri keras, maka resiko perdarahan yang

abnormal dapat dihindarkan, karena kontraksi membentuk

penyempitan pembuluh darah yang terbuka.

c. Jika tidak dilakukannya mobilisasi dini maka involusi

uterus yang tidak baik, dapat menghambat pengeluaran

darah dan sisa plasenta sehingga menyebabkan

terganggunya kontraksi uterus.

23  

Page 13: T1_462008017_BAB II.pdf

5. Faktor-faktor Dalam Melakukan Mobilisasi Dini

Beberapa bentuk faktor yang mempengaruhi mobilisasi

dini ialah sebagai berikut.

a. Nyeri

Menurut Duffett & Smith (1992), besar-kecilnya nyeri

yang dirasakan berbeda dari orang yang satu dengan

yang lainnya dan juga dari persalinan yang satu dengan

yang lainnya. Jika klien baru saja menjalani bedah perut

major diperkirakan klien merasa nyeri. Selama 24 jam

sampai 48 jam pertama akan diberikan pengobatan yang

amat efektif, mungkin dalam bentuk injeksi. Selain itu,

klien tidak perlu menahan rasa nyeri karena tidak

mendatangkan kebaikan bagi klien itu sendiri dan bayi.

Menurut Duffett & Smith (1992), klien juga tidak perlu

mengkhawatirkan besar atau kecilnya obat yang diterima

bayi lewat ASI pertama (kolestrum). Yang jauh lebih

penting klien harus dapat beristirahat dan rileks, lalu

perlahan-lahan membangun kekuatan. Nyeri juga bisa

menjadi indikator akan apa yang tengah berlangsung di

diri klien. Mungkin ada infeksi luka atau memar yang

memerlukan perawatan khusus.

24  

Page 14: T1_462008017_BAB II.pdf

b. Efek Samping Anastesi

Anastesi adalah obat untuk menghilangkan nyeri

(Duffett & Smith, 1992). Menurut Gallegher (2005), ada 2

jenis anastesi yang umum digunakan yaitu anastesi lokal

(epidural atau spinal block) dan anastesi total. Efek

samping anastesi spinal atau epidural adalah turunnya

tekanan darah. Beberapa klien akan merasakan sakit

kepala yang parah setelah melakukan operasi sesarea

dengan anastesi lokal, sementara ada yang ada pula yang

merasakan sakit pada daerah punggung.

Gallegher (2005), juga mengungkapkan bahwa

anastesi total mungkin membuat klien merasa pening,

kerongkongan terasa kering dan sakit. Selain itu, klien

mungkin merasa mual yang hebat dan muntah. Jika obat

bius diberikan mengandung morfin maka klien juga

mungkin merasa gatal disekujur tubuh. Efek-efek samping

itu dapat dihilangkan dalam jangka waktu 24 sampai 48

jam setelah persalinan.

c. Kontraksi Uterus

Menurut Duffett & Smith (1992), kontraksi uterus

dapat menimbulkan nyeri susulan yang amat kuat dan bisa

terasa seperti nyeri persalinan. Mungkin klien akan

25  

Page 15: T1_462008017_BAB II.pdf

merasakan nyeri paling kuat di saat menyusui karena

pada saat itu klien melepaskan oksitosin yaitu hormon

yang membuat rahim berkontraksi.

d. Kateterisasi dan Selang Infus

Menurut Gallegher (2005), kateter yang disisipkan

sebelum operasi sesarea biasanya akan dilepaskan begitu

klien dapat berjalan ke kamar mandi. Selain itu, selang

infus yang dipasangkan akan dibiarkan tetap terpasang

sampai saluran pencernaan mulai bekerja kembali.

Pemberian cairan perinfus dihentikan setelah penderita

flatus, lalu mulai diberikan makanan dan cairan peroral

(Mochtar, 1998).

e. Suasana Hati dan Depresi

Menurut Gallegher (2005), banyak klien yang

mengalami baby blues dan kecenderungan untuk

meluapkan emosi dengan perasaan yang tidak sanggup,

panik dan ketakutan. Pada tahapan ini, sebagian klien

didiagnosis mengalami depresi pasca persalinan.

1. Baby Blues

Sebagian ibu melahirkan untuk pertama kalinya

mengalami baby blues. Baby blues yaitu merasa ingin

26  

Page 16: T1_462008017_BAB II.pdf

menangis tanpa alasan, merasakan kesedihan yang

tidak jelas, kekecewaan dan ketidakpuasan emosional.

Perasaan-perasaan ini akan hilang secara alamiah

karena beberapa hal salah satunya dukungan yang baik

dari keluarga.

2. Depresi Pasca Persalinan

Sekitar satu dari sepuluh wanita yang bersalin

menunjukkan gejala-gejala depresi yang tidak hilang

bahkan semakin memburuk. Terkadang, gejala itu mulai

tampak dalam waktu beberapa minggu atau bahkan

bulan setelah persalinan. Depresi pasca persalinan bisa

sangat parah dan memiliki pengaruh-pengaruh yang

meluas sehingga itu harus ditangani secepat mungkin.

3. Trauma Operasi Sesarea

Menjalani operasi Sesarea bukanlah sekedar

intervensi operasi besar, tetapi juga pengalaman

emosional yang memiliki pengaruh-pengaruh psikologis

kuat pada kemampuan seorang wanita untuk

beradaptasi dengan kehidupan sebagai ibu. Persepsi

seorang klien mengenai pengalaman persalinannya

setelah operasi sesarea dapat dipengaruhi banyak

27  

Page 17: T1_462008017_BAB II.pdf

faktor yaitu nilai-nilai dan kepercayaan yang dianut,

harapan-harapannya, alasan menjalani operasi sesarea

dan kesehatannya pada masa pasca persalinan.

Sejumlah penelitian telah menunjukan bahwa

wanita-wanita yang mengalami operasi sesarea darurat,

yang tidak mempertimbangkan keinginan sang ibu

dapat menimbulkan rasa rendah diri, kecewa dan gagal.

Bagi mereka yang merasa operasi Sesarea yang begitu

berat, mereka dapat menderita kelainan stres pasca

trauma atau post-traumatic stress disorder (PTSD).

Adapula gangguan mental parah yang dikenal sebagai

psikosis puerperal. Klien tersebut dapat kehilangan

hubungan dengan realitas dan merasa manik, depresif,

atau keduanya sekaligus.

4. Sebab-sebab Lain

Belum ada penyebab tunggal yang berhasil

didefinisikan dari bermacam-macam jenis depresi

pasca persalinan. Ada berbagai teori dan faktor yang

diajukan sebagai penyebab depresi tersebut, antara

lain:

28  

Page 18: T1_462008017_BAB II.pdf

a. Adanya masalah fisik yang sulit dipulihkan atau

kembalinya ingatan-ingatan tentang pengalaman

buruk di masa kecil.

b. Perubahan hormonal di pengujung masa kehamilan

yang mempengaruhi kondisi kimiawi otak.

c. Bayi yang rewel dan susah tidur

d. Kurangnya dukungan dari pasangan dan keluarga

e. Penderita merupakan seseorang yang perfeksionis

atau memiliki rasa percaya diri yang rendah.

f. Perasaan tak bahagia berkenaan dengan proses

persalinan

g. Depresi pasca persalinan sebelumnya.

Selain dari faktor-faktor di atas, pengambilan

keputusan untuk melakukan mobilisasi dini juga tidak

terlepas dari penilaian dan koping seseorang dalam

meningkatkan kesehatan. Menurut Smeltzer & Bare (2001),

koping sendiri dipengaruhi oleh karakter internal dan

eksternal seseorang, yaitu :

a. Karakter Internal

Karakter internal tersebut terdiri dari kesehatan,

energi, sistem kepercayaan (iman dan kepercayaan

agama), komitmen atau tujuan hidup (properti

motivasional), dan perasaan seseorang seperti harga

29  

Page 19: T1_462008017_BAB II.pdf

diri, kontrol dan kemahiran. Meliputi juga pengetahuan,

keterampilan pemecahan masalah, dan keterampilan

sosial (kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi

dengan orang lain).

b. Karakter Eksternal

Karakter eksternalnya ialah dengan adanya

dukungan sosial. Dukungan sosial adalah sumber daya

eksternal utama. Di dalam dukungan sosial menurut

Cobb (1976) terdapat 3 kategori yaitu dukungan

emosional, dukungan harga diri dan jaringan komunikasi

dan saling ketergantungan, serta bentuk dukungan

sosial lainnya yaitu sumber material.

B. Seksio Sesarea

1. Definisi Seksio Sesarea

Menurut Cunningham (2006), kata caesarean

berasal dari kata kerja Latin sekitar Abad Pertengahan,

caedere, “Memotong”. Turunan kata yang jelas adalah kata

caesura, suatu potongan atau jeda dalam bait sajak.

Sedangkan menurut legenda, Julius Caesar dilahirkan

dengan cara ini, karena itu prosedur itu dikenal dengan

nama operasi Sesarea. Sedangkan ada anggapan yang

30  

Page 20: T1_462008017_BAB II.pdf

telah meluas bahwa nama operasi ini berasal dari sebuah

hukum Romawi, diperkirakan dibuat oleh Numa Pompilius

(abad ke-8 SM) memerintahkkan bahwa wanita yang

sekarat dapat diselamatkan. Kemudian hukum ini disebut

dengan lex caesaria dan operasinya disebut dengan operasi

caesarean. Ketiga penjelasan asal kata caesarean itu masih

belum jelas, namun penjelasan pertama tampaknya paling

logis, karena “seksio” berasal dari verba Latin seco, yang

berarti memotong tanpa menambah kejelasan kata lainnya.

Cunningham (2006), juga menjelaskan bahwa

Seksio Sesarea didefinisikan sebagai lahirnya janin melalui

insisi dinding abdomen (laparotomi) dan dinding uterus

(histerektomi). Definisi ini tidak mencakup pengeluaran janin

dari rongga abdomen pada kasus ruptur uteri atau pada

kasus kehamilan abdomen. Seksio Sesarea dapat pula

didefinisikan sebagai suatu tindakan untuk melahirkan

dengan berat diatas 500 gr, melalui sayatan pada dinding

uterus yang masih utuh (Intact) (Saifuddin.,dkk 2002).

Sedangkan, menurut Bobak (2004) Seksio Sesarea adalah

kelahiran janin melalui insisi transabdomen pada uterus.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa Seksio Sesarea merupakan

suatu tindakan operatif untuk membantu persalinan yang

31  

Page 21: T1_462008017_BAB II.pdf

beresiko dengan berat bayi diatas 500 gr dan dilakukan

dengan insisi dinding perut dan uterus sebagai jalan lahir.

2. Definisi Mobilisasi Dini Pada Ibu Pasca Operasi Seksio

Sesarea

Mobilisasi dini pada ibu pasca operasi Seksio

Sesarea adalah tindakan yang dilakukan oleh ibu post

partus Seksio Sesarea agar segera menormalkan kembali

fungsi organ tubuh dengan cara menggerakan jari-jari kaki,

bernapas dalam, duduk tegak, bangkit dari tempat tidur,

berjalan, berdiri dan meraih, menarik perut, menarik perut

saat menyusui, menarik pelvis, meluncurkan kaki, sentakan

pinggul, menggulingkan lutut, posisi merangkak dan posisi

jembatan (Gallagher, 2005).

Mobilisasi dini umumnya dilakukan untuk

memulihkan mobilitas dengan dibebani balutan, bebat, dan

drainase karena pasien sering kali tidak mampu mengubah

posisi (Smeltzer & Bare, 2001). Menurut Gallagher (2005),

wanita dengan mobilitas terbatas pasca melahirkan Seksio

Sesarea dapat melakukan mobilisasi dini setiap 2 jam sekali.

Saat ibu belajar untuk berdiri maka dapat menggunakan

tangan, bantal, atau handuk yang digulung dan tempatkan

pada abdomen untuk menyangga. Hal tersebut dapat

32  

Page 22: T1_462008017_BAB II.pdf

digunakan untuk membantu ibu pasca Seksio Sesarea agar

mudah melakukan mobilisasi dini.

3. Indikasi Dilakukannya Seksio Sesarea

Menurut Bobak (2004) ada empat kategori

diagnostik yang merupakan alasan terhadap 75% sampai

90% kelahiran Seksio Sesarea, yakni : distorsia, sesaria

ulang, presentasi bokong dan gawat janin. Sedangkan

indikasi lain prosedur tersebut mencakup inveksi virus

herpes, prolaps tali pusat (prolapsed umbilical cord),

komplikasi medis, seperti hipertensi akibat kehamilan

(pregnancy-induced hypertention), kelainan plasenta, seperti

plasenta previa dan solusio plasenta, malpresentasi,

misalnya : presentasi bahu dan anomali janin, misalnya

hidrosefalus.

a. Indikasi Ibu

Menurut Mitayani (2009), indikasi ibu

dilakukannya Seksio Sesarea, yaitu: panggul sempit

absolute, tumor-tumor jalan lahir menimbulkan obstruksi,

stenosis vagina, plasenta previa, disproporsi

sefalopelvis, ruptur uterus, diabetes (kadang-kadang),

riwayat obstruksi buruk, riwayat Seksio Sesarea klasik,

serta infeksi hipervirus tipe II (genetik).

33  

Page 23: T1_462008017_BAB II.pdf

Namun menurut Wiknjosastro (2005), indikasi

Seksio Sesarea pada ibu, yaitu : panggul sempit

absolute, tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan

obstruksi, stenosis serviks atau vagina, plasenta previa,

disproporsi sefalopelvik, dan ruptura uteri membakat.

b. Indikasi Janin

Menurut Mitayani (2009) indikasi janin

dilakukannya Seksio Sesarea, yaitu: letak janin tidak

stabil tidak bisa dikoreksi, presentasi bokong (kadang-

kadang), penyakit dan kelainan berat pada janin seperti

eritoblastosis atau retardasi pertumbuhan yang nyata,

serta gawat janin. Sedangkan indikasi janin pada Seksio

Sesarea menurut Wiknjosastro (2005), yaitu : kelainan

letak, gawat janin. Namun, umumnya Seksio Sesarea

tidak dilakukan pada janin mati, syok dan anemia berat

(sebelum diatasi), serta kelainan kongenital berat

(monster).

4. Jenis-Jenis Seksio Sesarea

Menurut Wiknjosastro (2005), ada beberapa jenis

tindakan Seksio Sesarea yang membedakan teknik-teknik

pada Seksio Sesarea, yaitu :

34  

Page 24: T1_462008017_BAB II.pdf

a. Seksio saseria Klasik : Pembedahan secara Sanger.

b. Seksio saseria transperitoneal profunda (supra cervikalis

= lower segmen caesarean section).

c. Seksio saserea diikuti dengan histerektomi (caesarean

hysterectomy = seksio histerektomi).

d. Seksio sesarea ekstraperitoneal

e. Seksio sesarea vaginal

C. Dukungan Sosial

1. Definisi Dukungan Sosial

Menurut Smeltzer & Bare (2001), dukungan sosial

adalah sumber daya eksternal utama. Dukungan sosial

dipelihara melalui kebiasaan keterikatan maternal dan

paternal dan berkembang dalam keluarga, teman, dan

hubungan komunitas bersama pertumbuhan seseorang.

Orang bisa memiliki hubungan yang mendalam dan sering

berinteraksi, namun dukungan yang diperlukan hanya

benar-benar bisa dirasakan bila ada keterlibatan dan

perhatian yang mendalam. Kualitas kritis dalam jaringan

akan saling bertukar dalam komunikasi yang intim dan

adanya solidaritas dan kepercayaan.

Dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasihat

verbal maupun nonverbal, bantuan nyata, atau bantuan

35  

Page 25: T1_462008017_BAB II.pdf

yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena

kehadiran orang yang mendukung serta hal ini mempunyai

manfaat emosional atau efek perilaku penerima (Gottlieb,

1983 dikutip Smet, 1994). Dukungan sosial juga mengacu

pada kesenangan yang dirasakan, penghargaan atau

kepedulian, atau membantu orang menerima dari orang-

orang atau kelompok-kelompok lain (Sarafano, 1990 dikutip

Smet, 1994). Sedangkan, menurut Cobb (1976) yang dikutip

oleh Smeltzer & Bare (2001), dukungan sosial lebih

menekankan meningkatnya kepribadian mandiri; sebaliknya

tidak meningkatkan ketergantungan.

Dukungan sosial mengacu pada kesenangan yang

dirasakan, penghargaan akan kepedulian atau membantu

orang menerima dari orang-orang atau kelompok-kelompok

lain (Smet ,1994). Menurut Winnubst (1988) yang dikutip

oleh Smet (1994) mengemukakan bahwa beberapa penulis

meletakkan dukungan sosial terutama dalam konteks

hubungan yang akrab atau kualitas hubungan. Ikatan-ikatan

sosial menggambarkan tingkat dan kualitas umum dari

hubungan interpersonal. Selain itu, dukungan sosial harus

dianggap sebagai konsep yang berbeda; dukungan sosial

hanya menunjuk pada hubungan interpersonal yang

36  

Page 26: T1_462008017_BAB II.pdf

melindungi orang-orang terhadap konsekuensi negatif dari

stress (Smet, 1994).

Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa

dukungan sosial merupakan suatu hubungan interpersonal

dalam bentuk kepedulian yang diungkapkan melalui

beberapa bentuk perhatian baik secara emosional,

penghargaan, informatif ataupun instrumental guna

mencapai kualitas hubungan sosial yang baik.

2. Jenis-Jenis Dukungan Sosial

Cobb (1976) yang dikutip oleh Smeltzer & Bare

(2001) mendefinisikan dukungan sosial sebagai rasa

memiliki informasi terhadap seseorang atau lebih dengan 3

kategori, yaitu :

a. Dukungan Emosional

Dukungan emosional adalah kategori informasi

pertama membuat orang percaya bahwa dirinya

diperhatikan atau dicintai. Hal ini sering muncul dalam

hubungan antara dua orang dimana kepercayaan

mutual dan keterikatan diekspresikan dengan cara

saling menolong untuk memenuhi kebutuhan bersama.

Contoh : Dalam hubungan perkawinan.

37  

Page 27: T1_462008017_BAB II.pdf

b. Dukungan Harga Diri

Dukungan harga diri merupakan kategori

informasi kedua menyebabkan seseorang merasa

bahwa dirinya dianggap atau dihargai. Paling efektif

ialah saat publik mengatakan bahwa kedudukannya di

dalam kelompok masih cukup dipandang (dihargai).

c. Jaringan Komunikasi dan Saling Ketergantungan

Informasi disebarkan oleh anggota jaringan,

mereka memahami semua faktor tersebut dan mereka

semua menyadari bahwa informasi tersebut telah

disebarkan diantara mereka. Informasi tersebut terbagi

menjadi 2 tipe, yaitu :

1. Komunikasi yang merupakan “inti dari cerita”, apa

yang terjadi, siapa yang terpengaruh dan

seterusnya.

2. Komunikasi yang lain adalah pengetahuan bahwa

barang-barang dan pelayanan selalu tersedia bagi

semua anggota sesuai permintaan. Contoh:

seseorang dapat memanggil teman dekat dalam

keadaan darurat.

Lalu ada bentuk sumber dukungan eksternal lain

yang masuk di dalam dukungan sosial menurut Smeltzer &

Bare (2001) yaitu :

38  

Page 28: T1_462008017_BAB II.pdf

a. Sumber Material

Sumber material adalah sumber dukungan

eksternal lain dan meliputi barang dan jasa yang

dapat dibeli. Mengatasi keterbatasan masalah

lingkungan akan lebih mudah bagi individu yang

mempunyai sumber finansial yang memadai karena

perasaan ketidakberdayaan terhadap ancaman

menjadi berkurang.

Sedangkan, menurut House ada empat jenis atau

dimensi dukungan sosial (Winnububst dkk.,1988; Sarafino,

1990) yang dikutip oleh Smet (1994), yaitu :

1. Dukungan Emosional

Mencakup ungkapan empati, kepedulian dan

perhatian terhadap orang yang bersangkutan

(misalnya: umpan balik, penegasan).

2. Dukungan Penghargaan

Terjadi lewat ungkapan hormat

(penghargaan) positif untuk orang itu, dorong maju

atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan

individu, dan perbandingan positif orang itu dengan

orang-orang lain, seperti misalnya orang yang kurang

mampu atau lebih buruk keadaannya (menambah

penghargaan diri).

39  

Page 29: T1_462008017_BAB II.pdf

3. Dukungan Instrumental

Mencakup bantuan langsung, seperti kalau

orang-orang memberi pinjaman uang kepada orang itu

atau menolong dengan pekerjaan pada waktu

mengalami stres.

4. Dukungan Informatif

Mencakup pemberian nasihat, petunjuk-

petunjuk, saran-saran, atau umpan balik.

D. Keluarga Besar

1. Definisi Keluarga Besar

Menurut Friedman (1992) keluarga besar adalah

keluarga inti dan individu lain yang mempunyai hubungan

darah. Individu ini memiliki hubungan darah. Individu ini

dikenal sebagai “sanak saudara” dan mencakup kakek-

nenek, bibi, paman, dan sepupu (Bobak.,dkk, 2005). Definisi

lain keluarga besar (Extended family) ialah keluarga inti

ditambah dengan keluarga yang lain (karena hubungan

darah), misalnya kakek, nenek, bibi, paman, sepupu

termasuk keluarga modern, seperti orangtua tunggal,

keluarga tanpa anak, serta keluarga pasangan sejenis

(Sudiharto, 2007).

40  

Page 30: T1_462008017_BAB II.pdf

Kemudian Wong 2009), menyebutkan bahwa

keluarga besar (Extended family) adalah suatu keluarga

atau rumah tangga besar paling tidak terdiri atas satu orang

tua, dan satu anak atau lebih anggota keluarga (berasal dari

keluarga dekat atau bukan kerabat), bukan hanya terdiri

atas orangtua atau anak saja. Hubungan orangtua-anak dan

saudara kandung mungkin bersifat biologik, tiri, adopsi atau

asuh

Definisi lainnya keluarga besar (Extended family)

ialah keluarga inti ditambah sanak saudara misalnya nenek,

kakek, keponakan, sepupu, paman, bibi, dan sebagainya

(Mubarak.,dkk, 2006). Dapat disimpulkan bahwa keluarga

besar adalah sekumpulan orang yang memiliki ikatan darah

dan kasih yang saling berhubungan antara satu individu

dengan individu lainnya.

2. Definisi Dukungan Sosial Keluarga Besar (Extended

family)

Menurut Caplan (1976) dalam buku Friedman (1998)

menerangkan bahwa keluarga memiliki delapan fungsi

suportif, termasuk:

41  

Page 31: T1_462008017_BAB II.pdf

a. Dukungan informasional : keluarga berfungsi sebagai

sebuah kolektor dan disseminator (penyebar) informasi

tentang dunia.

b. Dukungan penilaian : keluarga bertindak sebagai

sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan

menengahi pemecahan masalah dan sebagai sumber

dan validator identitas anggota .

c. Dukungan instrumental : keluarga merupakan sebuah

sumber pertolongan praktis dan konkrit.

d. Dukungan emosional : keluarga sebagai sebuah tempat

yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan

serta membantu penguasaan terhadap emosi.

Selain itu menurut Kane (1988) dalam buku

Friedman (1998), mendefinisikan dukungan sosial keluarga

sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan

lingkungan sosialnya. Ketiga dimensi interaksi dukungan

sosial keluarga tersebut bersifat reprokasitas (timbal balik);

advis/umpan balik (kuantitas dan kualitas komunikasi); dan

keterlibatan emosional (kedalaman intimasi dan

kepercayaan) dalam hubungan sosial.

Namun menurut Milardo (1988), dalam buku

Friedman (1998) menyatakan jaringan kerja sosial keluarga

merupakan keluarga yang hidup dalam sebuah system

42  

Page 32: T1_462008017_BAB II.pdf

interaksi yang rumit dimana mereka menciptakan ikatan

dengan berbagai individu, keluarga dan kelompok yang

lebih besar. “Keluarga-keluarga sangat dipengaruhi oleh

jaringan ikatan ini dan mereka merupakan pelaku-pelaku

aktif dalam memodifikasi dan mengadaptasi komunitas

hubungan personal untuk mencapai keadaan yang pernah

berubah”

Dari beberapa teori dan definisi para ahli mengenai

dukungan sosial dan keluarga besar (Extended family),

masing-masing dapat disimpulkan oleh penulis sebagai

berikut.

a. Dukungan sosial merupakan suatu hubungan

interpersonal yang membentuk jaringan sosial akibat

adanya rasa kepedulian yang diungkapkan melalui

beberapa bentuk perhatian baik secara emosional,

penghargaan, informatif ataupun instrumental guna

mencapai kualitas kehidupan bersama yang maksimal.

b. Keluarga besar adalah sekumpulan orang yang

memiliki ikatan darah dan kasih yang saling

berhubungan antara satu individu dengan individu

lainnya.

Maka dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial

keluarga besar (Extended family) adalah suatu

43  

Page 33: T1_462008017_BAB II.pdf

44  

hubungan interpersonal yang membentuk jaringan

sosial akibat adanya rasa kepedulian antara satu

individu dengan individu lainnya yang ditunjukan

secara emosional, penghargaan, informatif dan

instrumental dari sekumpulan orang yang memiliki

ikatan darah dan kasih.

Page 34: T1_462008017_BAB II.pdf

E. Kerangka Konseptual Penelitian

Dukungan Sosial : 1. Dukungan Emosional 2. Dukungan Penghargaan 3. Dukungan Instrumental 4. Dukungan Informatif Konservasi energi klien

Konservasi Struktur Integritas

Konservasi Integritas Personal

Teori Keperawatan Lavine

Konservasi Integritas Sosial

Mobilisasi Dini Ibu Pasca Operasi Seksio Sesarea

Keluarga Besar (Extended family): 1. Kelarga Inti : Suami dan anak

(Adopsi, tiri, atau kandung). 2. Ibu 3. Ayah 4. Kakek 5. Nenek 6. Keponakan 7. Sepupu 8. Paman 9. Bibi

INDEPENDENT VARIABLE DEPENDENT VARIABLE

45  

Page 35: T1_462008017_BAB II.pdf

F. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori diatas maka hipotesis

penelitian adalah sebagai berikut: Ada hubungan antara

dukungan sosial keluarga besar (Extended family) dengan

mobilisasi dini ibu pasca operasi Seksio Sesarea.

Bila hasil dari uji signifikan di dapatkan p < 0,05 maka H0

ditolak, akan tetapi bila hasil uji signifikan p > 0,05 maka H0

diterima, dimana H0 dan H1 ialah sebagai berikut.

H0 : r = 0 (Tidak ada hubungan antara dukungan sosial

keluarga besar (Extended family) dengan mobilisasi

ibu pasca operasi Seksio Sesarea di empat rumah

sakit di Semarang- Jawa Tengah).

H1 : r ≠ 0 (Ada hubungan antara dukungan sosial keluarga

besar (Extended family) dengan mobilisasi dini ibu

pasca operasi Seksio Sesarea di empat rumah sakit

di Semarang- Jawa Tengah).

46