ta zahra ayu lukita sari
TRANSCRIPT
5/12/2018 TA Zahra Ayu Lukita Sari - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ta-zahra-ayu-lukita-sari 1/36
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Pendahuluan
Diare hingga saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama
kesakitan dan kematian hampir di seluruh daerah geografis di dunia dan
semua kelompok usia bisa diserang oleh diare, tetapi penyakit berat dengan
kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak balita. Di negara
berkembang, anak-anak menderita diare lebih dari 12 kali per tahun dan hal
ini yang menjadi penyebab kematian sebesar 15-34% dari semua penyebab
kematian. Di negara berkembang, anak-anak balita mengalami rata-rata 3-4
kali kejadian diare per tahun tetapi di beberapa tempat terjadi lebih dari 9
kali kejadian diare per tahun atau hampir 15-20% waktu hidup anak
dihabiskan untuk diare.1,2
Secara operasional diare balita dapat dibagi 2 klasifikasi, yaitu yang
pertama diare akut adalah diare yang ditandai dengan buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari
biasanya (3 kali atau lebih sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari, dan
yang kedua yaitu diare bermasalah yang terdiri dari disentri berat, diare
persisten, diare dengan kurang energi protein (KEP) berat dan diare dengan
penyakit penyerta.3,4
Penyakit diare di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang utama, hal ini disebabkan karena masih tingginya angkakesakitan diare yang menimbulkan banyak kematian terutama pada balita.
Angka kesakitan diare di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
Angka kesakitan diare pada tahun 2006 yaitu 423 per 1000 penduduk, dengan
jumlah kasus 10.980 penderita dengan jumlah kematian 277 (CFR 2,52%). Di
Indonesia dilaporkan terdapat 1,6 sampai 2 kejadian diare per tahun pada
balita, sehingga secara keseluruhan diperkirakan kejadian diare pada balita
berkisar antara 40 juta setahun dengan kematian sebanyak 200.000-400.000
5/12/2018 TA Zahra Ayu Lukita Sari - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ta-zahra-ayu-lukita-sari 2/36
2
balita. Pada survei tahun 2000 yang dilakukan oleh Ditjen P2MPL Depkes di
10 provinsi, didapatkan hasil bahwa dari 18.000 rumah tangga yang disurvei
diambil sampel sebanyak 13.440 balita, dan kejadian diare pada balita yaitu
1,3 episode kejadian diare pertahun.2
Upaya pemerintah dalam menanggulangi penyakit diare, terutama diare
pada balita sudah dilakukan melalui peningkatan kondisi lingkungan baik
melalui program proyek desa tertinggal maupun proyek lainnya, namun
sampai saat ini belum mencapai tujuan yang diharapkan, karena kejadian
penyakit diare masih belum menurun. Apabila diare pada balita ini tidak
ditangani secara maksimal dari berbagai sektor dan bukan hanya tanggung
jawab pemerintah saja tetapi masyarakatpun diharapkan dapat ikut serta
menanggulangi dan mencegah terjadinya diare pada balita ini, karena apabila
hal itu tidak dilaksanakan maka dapat menimbulkan kerugian baik itu
kehilangan biaya untuk pengobatan yang cukup besar ataupun dapat pula
menimbulkan kematian pada balita yang terkena diare.4
Hal yang menyebabkan seseorang mudah terserang penyakit diare pada
balita adalah perilaku hidup masyarakat yang kurang baik dan sanitasi
lingkungan yang buruk. Diare dapat berakibat fatal apabila tidak ditangani
secara serius karena tubuh balita sebagian besar terdiri dari air dan daging,
sehingga bila terjadi diare sangat mudah terkena dehidrasi.5
Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kejadian diare yaitu tidak
memadainya penyediaan air bersih, air tercemar oleh tinja, kekurangan sarana
kebersihan, pembuangan tinja yang tidak higienis, kebersihan perorangan dan
lingkungan yang jelek, serta penyiapan dan penyimpanan makanan yang
tidak semestinya. Banyak faktor yang secara langsung maupun tidak langsung
dapat menjadi faktor pendorong terjadinya diare, terdiri dari faktor agent,
penjamu, lingkungan dan perilaku. Faktor penjamu yang menyebabkan
meningkatnya kerentanan terhadap diare, diantaranya tidak memberikan
ASI selama 2 tahun, kurang gizi, penyakit campak, dan imunodefisiensi.
Faktor lingkungan yang paling dominan yaitu sarana penyediaan air bersih
dan pembuangan tinja, kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan
5/12/2018 TA Zahra Ayu Lukita Sari - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ta-zahra-ayu-lukita-sari 3/36
3
perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar
kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat
pula, maka penularan diare dengan mudah dapat terjadi.6
Angka kejadian diare di palembang dari data dinas kesehatan kota
Palembang didapatkan pada tahun 2006 sebanyak 53.429 orang, tahun 2007
46.738 orang, tahun 2008 sebanyak 53.824 orang, tahun 2009 sebanyak
54.162 orang, sedangkan pada tahun 2010 sebanyak 49.897 orang. Walaupun
angka kejadian diare pada tahun 2010 menurun tetapi masih tinggi dengan
cakupan wilayah sebesar 81%. Pada tahun 2009 didapatkan angak kejadian
diare pada balita sebanyak 26.413 balita.7
Puskesmas Sekip Palembang terletak di wilayah Kelurahan 20 ilir D II
kecamatan Kemuning Kota Palembang dengan luas wilayah 674,3 Ha.
Letaknya sangat strategis di tepi jalan raya sehingga mudah dijangkau oleh
masyarakat umum baik dengan kendaraan umum maupun pribadi.8
Geografi wilayah kerja Puskesmas Sekip sebagaian besar terdiri dari
daratan dan sebagian kecil di pinggir sungai dan rawa. Batas wilayah kerja
meliputi : sebelah utara dengan sungai Bendung, sebelah selatan dengan Jln.
Mayor Ruslan, sebelah barat dengan Jl. Jendral Sudirman, sebelah timur
dengan Sungai Bendung 9 ilir.8
Jumlah penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas Sekip adalah 44.188
jiwa, dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 22.286 jiwa dan perempuan
sebanyak 21.896 jiwa. Jumlah bayi pada wilayah kerja Puskesmas Sekip
sebanyak 822 jiwa sedangkan balita sebanyak 4.037 jiwa.8
Jumlah penyakit diare yang datang ke poli MTBS PKM Sekip tahun 2010
sebanyak 1.530 balita dengan perincian usia kurang dari satu tahun sebanyak
258 bayi, umur 1-4 tahun 507 balita, sedangkan usia kurang 5 tahun sebanyak
765 balita.8
5/12/2018 TA Zahra Ayu Lukita Sari - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ta-zahra-ayu-lukita-sari 4/36
4
1.2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana distribusi balita penderita diare yang datang berobat ke
Puskesmas Sekip, Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan jenis kelamin?
b. Bagaimana distribusi balita penderita diare yang datang berobat ke
Puskesmas berdasarkan umur balita?
c. Apa jenis pekerjaan ibu dari balita yang mengalami diare?
d. Bagaimana tingkat pendidikan ibu dari balita yang mengalami diare?
e. Bagaimana sumber air minum yang digunakan balita penderita diare?
f. Bagaimana perilaku higiene ibu dari balita yang mengalami diare?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi faktor sosiodemografi (pendidikan ibu dan
pekerjaan ibu), sumber air minum keluarga, dan perilaku higiene ibu
sehari-hari pada balita yang datang berobat ke Puskesmas Sekip.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi distribusi jenis kelamin balita penderita diare yang
datang berobat ke Puskesmas Sekip
b. Mengidentifikasi distribusi umur balita penderita diare yang datang
berobat ke Puskesmas Sekip
c. Mengidentifikasi distribusi jenis pekerjaan ibu dari balita penderita diare
yang datang berobat ke Puskesmas Sekip
d. Mengidentifikasi distribusi tingkat pendidikan ibu dari balita penderita
diare yang datang berobat ke Puskesmas Sekip.
e. Mengetahui sumber air minum yang digunakan setiap hari oleh balita
penderita diare yang datang berobat ke Puskesmas Sekip
f. Mengetahui perilaku higiene ibu dari balita penderita diare yang datang
berobat ke Puskesmas Sekip
5/12/2018 TA Zahra Ayu Lukita Sari - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ta-zahra-ayu-lukita-sari 5/36
5
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Untuk Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran
keadaan sosiodemografi berupa tingkat pendidikan ibu dan pendapatan
keluarga, sumber air minum serta perilaku higiene ibu dari balita yang
mengalami diare bagi peneliti dan pembaca. Selain itu juga dapat
digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk penyusunan kebijakan,
pengambilan keputusan dalam berbagai penelitian selanjutnya.
1.4.2. Untuk Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman
kepada masyarakat terutama para ibu tentang pentingnya memperhatikan
faktor faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit diare pada
balita sehingga diharapkan dapat menurunkan angka kejadian diare.
5/12/2018 TA Zahra Ayu Lukita Sari - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ta-zahra-ayu-lukita-sari 6/36
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Diare akut adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air
saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali atau
lebih dalam sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari.9,10
Menurut WHO diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari
tiga kali sehari. Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak dan
berlangsung singkat, dalam beberapa jam atau hari.10
Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Diare
kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari namun tidak terus
menerus dan dapat disertai penyakit lain. Diare persisten merupakan istilah
yang dipakai di luar negeri yang menyatakan diare yang berlangsung 15-30
hari dan berlangsung terus menerus.10,11
Tabel. 1 Frekuensi Defekasi pada Bayi dan Anak
Usia Frekuensi
defekasi
(kali/minggu)
Rata-rata
Frekuensi
defekasi
(kali/hari)
0-3 bulan
• Bayi yang mendapat
ASI
• Bayi yang mendapat
susu formula
5-40
5-28
2,9
2,0
6-12 bulan 5-28 1,8
1-3 tahun 4-21 1,4
>3 tahun 3-14 1,0
Dikutip dengan modifikasi dari Biggs WS, Dery WH. Evaluation and
Treatment of Constipation in Infant and Children. J Am Fam Psys 2006
2.2.Etiologi
5/12/2018 TA Zahra Ayu Lukita Sari - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ta-zahra-ayu-lukita-sari 7/36
7
Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, antara lain:11,12
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral, yaitu infeksi saluran pencernaan makanan yang
merupakan penyebabutama diare, meliputi:
• Infeksi bakteri: Vibrio cholera, Vibrio eltor, Vibrio
parahemolyticus, Escherichia coli, Salmonella typhi,
Salmonella para typhi A/B/C, Shigella dysentriae, Shigella
flexneri, Clostridium perfrigens, Campilobacter (Helicobacter)
jejuni, Staphylococcus sp, Streptococcus sp, Yersinia
intestinalis, Coccidiosis, dan sebagainya.
• Infeksi virus: Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus,
Norwalk dan lain-lain.
• Infeksi parasit: Cacing ( A. lumbricodes, A. duodenale, N.
americanus, T. trichiura, O. velmicularis, S. stercoralis, T.
saginata dan T. solium dan lain-lain), Protozoa ( Entamoeba
hystolitica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis, Isospora sp
dan lain-lain), jamur (Candida albicans).
b. Infeksi parenteral, yaitu infeksi di luar alat pencernaan makanan
seperti: otitis media akut, tonsilitis/tonsilofaringitis,
bronkhopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini
terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.
2. Faktor malabsorpsi
a. Malabsorpsi karbohidrat (pada bayi dan anak yang tersering adalah
intoleransi laktosa)
b. Malabsorpsi lemak
c. Malabsorpsi protein
3. Faktor makanan, yaitu makanan basi, beracun, serta alergi terhadap
makanan.
4. Faktor kebersihan yang kurang
5/12/2018 TA Zahra Ayu Lukita Sari - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ta-zahra-ayu-lukita-sari 8/36
8
Penularan melalui kontak dengan tinja yang terinfeksi secara langsung,
seperti :
• Makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang
sudah dicemari oleh serangga atau kontaminasi oleh tangan yang
kotor.
• Penggunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak
air dengan benar.
• Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah buang air besar.
5. Faktor psikologis, yaitu rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapatterjadi pada orang dewasa).
2.3 Epidemiologi
5/12/2018 TA Zahra Ayu Lukita Sari - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ta-zahra-ayu-lukita-sari 9/36
9
Penyakit diare akut lebih sering terjadi pada balita dari pada anak
yang lebih besar. Kejadian diare akut pada anak laki-laki hampir sama
dengan anak perempuan. Penyakit ini ditularkan secara fecal-oral melalui
makanan dan minuman yang tercemar atau kontak langsung dengan tinja
penderita.14 Prevalensi diare yang tinggi di negara berkembang merupakan
kombinasi dari sumber air yang tercemar, kekurangan protein yang
menyebabkan turunnya daya tahan tubuh.12
Penurunan angka kejadian diare pada bayi di negara-negara maju,
erat kaitannya dengan pemberian ASI, yang sebagian disebabkan oleh
kurangnya pencemaran minum anak dan sebagian lagi karena faktor
pencegahan imunologik dari ASI.12 Perilaku yang dapat menyebabkan
penyebaran kuman enterik dan meningkatkan resiko terjadinya diare
antara lain, tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama
kehidupan, menggunakan botol susu, menyimpan makanan masak pada
suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar oleh bakteri yang
berasal dari tinja, tidak mencuci tangan sesudah buang air besar.12
2.4 Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah:
a. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik meninggi, sehingga terjadi pergeseran air
dan elektrolit ke dalam rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang
usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
b. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan
selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
c. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya jika peristaltik
5/12/2018 TA Zahra Ayu Lukita Sari - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ta-zahra-ayu-lukita-sari 10/36
10
menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya
akan menimbulkan diare.
Patogenesis diare akut yaitu masuknya jasad renik yang masih hidup ke
dalam usus halus setelah melewati rintangan asam lambung. Jasad renik itu
berkembang biak di dalam usus halus. Kemudian jasad renik mengeluarkan
toksin. Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan
menimbulkan diare.Patogenesis diare kronik lebih kompleks dan faktor-
faktor yang menimbulkannya ialah infeksi bakteri, parasit, malabsorbsi,
malnutrisi dan lain-lain.
Sebagai akibat diare akut maupun kronis akan terjadi kehilangan air dan
elektronik (dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan
asam basa (asidosis metabolik, hipokalemi, dan sebagainya), gangguan gizi
akibat kelaparan (masukan makanan kurang, pengeluaran bertambah),
hipoglikemia, gangguan sirkulasi darah.
Berikut adalah beberapa cara penularan diare, yaitu:
• Jalur penularan diare melalui mulut dan anus dengan perantaraan
lingkungan dan perilaku yang tidak sehat.
• Tinja penderita atau orang sehat yang mengandung kuman bila
mengeluarkan tinja akan mencemari lingkungan terutama air apabila tidak
BAB di tempat yang seharusnya.
• Melalui makanan, alat dapur, dan lain-lain yang tercemar kuman atau
penyebab lain akan masuk ke mulut kemudian terjadi diare.
2.5. Klasifikasi Diare
5/12/2018 TA Zahra Ayu Lukita Sari - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ta-zahra-ayu-lukita-sari 11/36
11
Gejala Klinis Derajat Dehidrasi
Tanpa Dehidrasi Ringan-Sedang Berat
Keadaan
umum
Kesadaran Baik Gelisah, rewel Apatis-koma
Rasa haus + +++ -
Nadi
(x/menit)
Normal (<120) Cepat Cepat sekali, lemah-
tak teraba.
Pernafasan Biasa Cepat dan dalam
(jika ada asidosis)
Keadaan
spesifik
Ubun-ubun
besar
Normal Cekung Cekung sekali
Kelopak
mata
Normal Cekung Cekung sekali
Turgor
(kembali
dalam )
Normal (<1 detik) Kurang (1-2
detik)
Jelek (> 2 detik)
Selaput
lendir
Normal Agak kering Kering
Diuresis Normal Oliguri Anuri (> 6 jam)
Tabel 7. Penilaian Derajat Dehidrasi Berdasarkan Gejala Klinis
2.6. PENATALAKSANAAN
Menurut WHO ada 4 dasar terapi diare: (1) pemberian cairan: untuk
mengobati atau mencegah dehidrasi, (2) Diet: meneruskan ASI dan makanan
lainnya, (3) obat-obatan: tidak memakai antibiotika, terkecuali pada kasus
kolera dan disentri, WHO telah merekomendasikan pemakaian zinc dan (4)
penyuluhan. Secara umum penanganan diare ditujukan untuk : (1) mencegah /
menangulangi dehidrasi dan kemungkinan terjadinya intoleransi, (2)
mengobati kausa dari diare, (3) mencegah / menanggulangi gangguan gizi, dan
(4) menanggulangi penyakit penyerta. Penanganan dehidrasi ringan/sedang
dengan oralit.
13
5/12/2018 TA Zahra Ayu Lukita Sari - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ta-zahra-ayu-lukita-sari 12/36
12
Berikan oralit di klinik sesuai yang dianjurkan selama periode 3 jam.
Umur < 4 bulan 4 - <12 bulan 1 - <2 tahun 2 - <5 tahunBerat < 6 kg 6 - < 10 kg 10 - < 12 kg 12 – 19 kg
Jumlah 200 - 400 400 - 700 700 – 900 900 - 1400
• Tentukan jumlah oralit untuk 3 jam pertama.
Jumlah oralit yang diperlukan = berat badan (dalam Kg) x 75 ml
Digunakan UMUR hanya bila berat badan anak tidak diketahui.
o Jika anak menginginkan, boleh diberikan lebih banyak dari
pedoman diatas.o Untuk anak berumur kurang darib 6 bulan yang tidak
menyusu, berikan juga 100-200 ml air matang selama
periode ini.
• Tunjukan cara memberikan larutan oralit
o Minumkan sedikit-sedikit tapi sering dari cangkir/
mangkuk/ gelas.
o
Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kamudian berikan lagilebih lambat.
o Lanjutkan ASI selama.
• Berikan tablet zinc selama 10 hari berturut-turut
Umur < 6 bulan : 10 mg/hari
Umur > 6 bulan : 20 mg/hari
• Setelah 3 jam :
o Ulangi penilaian dan klasifikasikan kembali drajat
dehidrasinya.
o Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan program
o Mulailah memberi makan anak
• Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai :
o Tunjukan cara menyiapkan cairan oralit di rumah
o Tunjukan berapa banyak oralit yang harus diberikan di
rumah untuk menyelesaikan 3 jam pengobatan
5/12/2018 TA Zahra Ayu Lukita Sari - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ta-zahra-ayu-lukita-sari 13/36
13
o Beri oralit yang cukup untuk rehidrasi dengan
menambahkan 6 bungkus lagi sesuai yang di anjurkandalam rencana terapi A
• Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit.
Beri ibu 6 bungkus oralit (200 ml) untuk digunakan di rumah.
Tunjukan kepada ibu berapa banyak oralit/ cairan lain yang harus
diberikan setiap kali anak berak:
• Sampai umur 1 tahun : 50 sampai 100 ml setiap kali
berak • Umur 1 sampai 5 tahun : 100 sampai 200 ml setiap
kali berak
Katakan kepada ibu :
• Agar meminumkan sedikit-sedikit tapi sering dari
mangkuk/cangkir/gelas.
• Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan
lagi dengan lebih lambat.• Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare
berhenti.13
2.7. Faktor Risiko
a. Umur
Kebanyakan episode diare terjadi pada dua tahun pertama kehidupan.
Insiden paling tinggi pada golongan umur 6-11 bulan, pada masa diberikan
makanan pendamping. Hal ini karena belum terbentuknya kekebalan alami
dari anak pada umur di bawah 24 bulan.
b. Jenis Kelamin
Resiko kesakitan diare pada golongan perempuan lebih rendah daripada
laki-laki karena aktivitas anak laki-laki dengan lingkungan lebih tinggi.
c. Musim
5/12/2018 TA Zahra Ayu Lukita Sari - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ta-zahra-ayu-lukita-sari 14/36
14
Variasi pola musim di daerah tropik memperlihatkan bahwa diare terjadi
sepanjang tahun, frekuensinya meningkat pada peralihan musim kemarau
ke musim penghujan.
d. Status Gizi
Status gizi berpengaruh sekali pada diare. Pada anak yang kurang gizi
karena pemberian makanan yang kurang, episode diare akut lebih berat,
berakhir lebih lama dan lebih sering. Kemungkinan terjadinya diare
persisten juga lebih sering dan disentri lebih berat. Resiko meninggal
akibat diare persisten atau disentri sangat meningkat bila anak sudah
kurang gizi.
e. Lingkungan
Di daerah kumuh yang padat penduduk, kurang air bersih dengan sanitasi
yang jelek penyakit mudah menular. Pada beberapa tempat shigellosis
yaitu salah satu penyebab diare merupakan penyakit endemik, infeksi
berlangsung sepanjang tahun, terutama pada bayi dan anak-anak yang
berumur antara 6 bulan sampai 3 tahun.
f. Status Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi yang rendah akan mempengaruhi status gizi anggota
keluarga. Hal ini nampak dari ketidakmampuan ekonomi keluarga untuk
memenuhi kebutuhan gizi keluarga khususnya pada anak balita sehingga
mereka cenderung memiliki status gizi kurang bahkan status gizi buruk
yang memudahkan balita tersebut terkena diare. Mereka yang berstatus
ekonomi rendah biasanya tinggal di daerah yang tidak memenuhi syarat
kesehatan sehingga memudahkan seseorang untuk terkena diare.
2.8. Epidemiologi penyakit diare 10
Menurut Depkes RI , epidemiologi penyakit diare adalah sebagai berikut :
a. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare
5/12/2018 TA Zahra Ayu Lukita Sari - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ta-zahra-ayu-lukita-sari 15/36
15
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral
antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau
12 kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku dapat
menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko
terjadinya diare, antara lain tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan
pada pertama kehidupan, menggunakan botol susu, menyimpan makanan
masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak
mencuci tangan sesudah buang air besar atau sesudah membuang tinja
anak atau sebelum makan atau menyuapi anak, dan tidak membuang tinja
dengan benar.
b. Faktor pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare
Faktor pada pejamu yang dapat meningkatkan insiden, beberapa
penyakit dan lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah tidak
memberikan ASI sampai umur 2 tahun, kurang gizi, campak,
imunodefisiensi atau imunosupresi dan secara proposional diare lebih
banyak terjadi pada golongan balita.
c. Faktor lingkungan dan perilaku
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis
lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan
pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku
manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman
diare serta berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat pula, yaitu
melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian diare.
• Faktor lingkungan
o Sumber air minum
Air sangat penting bagi kehidupan manusia. Di dalam tubuh
manusia sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa sekitar
55-60% berat badan terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65%
dan untuk bayi sekitar 80%. Kebutuhan manusia akan air sangat
5/12/2018 TA Zahra Ayu Lukita Sari - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ta-zahra-ayu-lukita-sari 16/36
16
kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci dan
sebagainya. Di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia
tiap orang memerlukan air antara 30-60 liter per hari. Di antara
kegunaan-kegunaan air tersebut, yang sangat penting adalah
kebutuhan untuk minum. Oleh karena itu, untuk keperluan minum
dan masak air harus mempunyai persyaratan khusus agar air
tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia.7
Sumber air minum utama merupakan salah satu sarana
sanitasi yang tidak kalah pentingnya berkaitan dengan kejadian
diare. Sebagian kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui
jalur fekal oral. Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke
dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja,
misalnya air minum, jari-jaritangan, dan makanan yang disiapkan
dalam panci yang dicuci dengan air tercemar.6 Syarat air minum
ditentukan oleh syarat fisik, kimia dan bakteriologis. Syarat fisik
yakni, air tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, jernih dengan
suhu sebaiknya di bawah suhu udara sehingga terasa nyaman.
Syarat kimia yakni, air tidak mengandung zat kimia atau mineral
yang berbahaya bagi kesehatan misalnya CO2, H2S, NH4. Syarat
bakteriologis yakni, air tidak mengandung bakteri E. coli yang
melampaui batas yang ditentukan, kurang dari 4 setiap 100 cc air.
Pada prinsipnya semua air dapat diproses menjadi air minum.
Sumber-sumber air ini antara lain : air hujan, mata air, air sumur
dangkal, air sumur dalam, air sungai & danau.
Ada beberapa macam sumber air minum antara lain:
1. Air permukaan adalah air yang terdapat pada permukaan tanah.
Misalnya air sungai, air rawa dan danau.
2. Air tanah yang tergantung kedalamannya bisa disebut air tanah
dangkal atau air tanah dalam. Air dalam tanah adalah air yang
diperoleh pengumpulan air pada lapisan tanah yang dalam.
Misalnya air sumur, air dari mata air.
5/12/2018 TA Zahra Ayu Lukita Sari - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ta-zahra-ayu-lukita-sari 17/36
17
3. Air angkasa yaitu air yang berasal dari atmosfir, seperti hujan
dan salju.
Menurut Depkes RI ,hal - hal yang perlu diperhatikan dalam
penyediaan air bersih adalah : 10,12
1. Mengambil air dari sumber air yang bersih.
2. Mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih dan
tertutup serta menggunakan gayung khusus untuk mengambil
air.
3. Memelihara atau menjaga sumber air dari pencemaran oleh
binatang, anak-anak, dan sumber pengotoran. Jarak antara
sumber air minum dengan sumber pengotoran seperti
septictank, tempat pembuangan sampah dan air limbah harus
lebih dari 10 meter.
4. Mengunakan air yang direbus.
5. Mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang
bersih dan cukup.
o Jenis lantai rumah
Menurut Notoatmodjo syarat rumah yang sehat jenis lantai
yang tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada
musim penghujan. Lantai rumah dapat terbuat dari: ubin atau
semen, kayu, dan tanah yang disiram kemudian dipadatkan. Lantai
yang basah dan berdebu dapat menimbulkan sarang penyakit.
Lantai yang baik adalah lantai yang dalam keadaan kering dan
tidak lembab. Bahan lantai harus kedap air dan mudah
dibersihkan,paling tidak perlu diplester dan akan lebih baik kalau
dilapisi ubin atau keramik yang mudah dibersihkan.
Jenis lantai rumah tinggal mempunyai hubungan yang
bermakna pula dengan kejadian diare pada anak balita, Hal ini
ditinjau dari jenis alas atau bahan dasar penutup bagian bawah,
5/12/2018 TA Zahra Ayu Lukita Sari - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ta-zahra-ayu-lukita-sari 18/36
18
dinilai dari segi bahan dan kedap air. Lantai dari tanah lebih baik
tidak digunakan lagi, sebab bila musim hujan akan lembab
sehingga dapat menimbulkan gangguan atau penyakit pada
penghuninya, oleh karena itu perlu dilapisi dengan lapisan yang
kedap air (disemen, dipasang keramik, dan teraso). Lantai
dinaikkan kira-kira 20 cm dari permukaan tanah untuk mencegah
masuknya air ke dalam rumah.
2.9. KERANGKA KONSEP
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis Penelitian
Variabel Bebas:
1. Faktor sosiodemografi :
a. pendidikan ibu
b. pekerjaan ibu
2. Faktor lingkungan : sumber
air minum
3. Faktor perilaku:
a. kebiasaan mencuci tangan ibu
b. kebiasaan mencuci tangan
anak
c. memasak air sampai
mendidih
Variabel Terikat :
Kejadian diare (anak
balita)
5/12/2018 TA Zahra Ayu Lukita Sari - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ta-zahra-ayu-lukita-sari 19/36
19
Jenis penelitian yang dilakukan adalah survei deskriptif dengan
teknik accidental.
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
3.2.1. Waktu Penelitian
Penelitian ini rencananya akan dilakukan pada tanggal 12 Desember 2011
samapai 31 Desember 2011
3.2.2. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di wilayah Kecamatan Sekip.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1.Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah balita yang dibawa para ibu atau wali ke
Puskesmas Sekip.
3.3.2.Sampel
Sampel diambil secara langsung dari populasi, yaitu seluruh balita yang
dibawa para ibu atau wali ke Puskesmas Sekip yang didiagnosis menderita
diare akut.
3.4. Variabel Penelitian
3.4.1. Variabel bebas
Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah faktor sosiodemografi yang
meliputi pendidikan ibu, pekerjaan ibu, faktor lingkungan yang meliputi
sumber air minum, dan faktor perilaku yang meliputi higien ibu.
3.4.2.Variabel terikat
Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah kejadian diare pada balita.
3.5. Definisi Operasional Variabel (DOV)
1) Kejadian diare
5/12/2018 TA Zahra Ayu Lukita Sari - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ta-zahra-ayu-lukita-sari 20/36
20
a. Definisi : Suatu keadaan dimana terjadi buang air besar cair atau
mencret dengan frekuensi lebih dari 3 kali sehari dalam kurun waktu 3
bulan terakhir yang dialami oleh balita yang terpilih sebagai sampel.
b. Alat ukur : Kuisioner
c. Hasil ukur : a. Diare
b.Tidak diare
2) Sumber air minum
a. Definisi : Sumber air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari untuk kebutuhan minum dan memasak. Dengan kriteria :
1) Sumur 2) PAM 3) Air Galon. Dikelompokkan menjadi air tidak
terlindung (1) dan air terlindung (2 dan 3).
b. Alat ukur : Kuisioner
c. Hasil ukur : 1) Sumur
2) PAM
3) Air galon
3) Tingkat pendidikan Ibu
a. Definisi : tingkat pendidikan terakhir yang ditamatkan oleh ibu.
Dengan kriteria : 1)Tidak tamat SD 2) tamat SD 3) tamat SMP 4)
tamat SMA 5) perguruan tinggi
b. Alat Ukur : kuisioner
c. Hasil ukur :1) tidak tamat SD
2) tamat SD
3) tamat SMP
4) tamat SMA
5) perguruan tinggi
4) Pekerjaan Ibu
a. Definisi : pekerjaan yang dilakukan ibu. Dengan kriteria: 1)ibu
rumah tangga 2)buruh 3)pedagang/wiraswasta 4)PNS
b. Alat Ukur : kuisioner
c. Hasil ukur :1) ibu rumah tangga
5/12/2018 TA Zahra Ayu Lukita Sari - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ta-zahra-ayu-lukita-sari 21/36
21
2) buruh
3) pedagang/wiraswasta
4) PNS
5) Perilaku kebersihan
a. Definisi : Perilaku yang dimaksud adalah sesuatu yang dilakukan
ibu ketika menyiapkan makanan apakah mencuci tangan atau tidak,
apakah anak mencuci tangan sebelum makan dan apakah ibu memasak
air hingga mendidih.
b. Alat Ukur : Menggunakan kuesioner.
c. Hasil Ukur : Berdasarkan total skor perilaku dari kuesioner yang
dibuat. Cara penilaian hasil kuesioner : jika menjawab ya pada 2
pertanyaan maka perilaku baik.
6) Usia Balita
a. Definisi: Balita adalah bayi dan anak yang belum berusia lima tahun
sampai waktu pengumpulan data untuk penelitian ini. Pada penelitian
ini balita dikelompokkan kedalam usia 0-1 tahun, 1-2 tahun, 2-3 tahun,
3-4 tahun.
b. Alat ukur : kuesioner
c. Hasil ukur : 1) 0-1 tahun
2) 1-2 tahun
3) 2-3 tahun
4) 3-4 tahun
3.6. Pengumpulan Data
1) Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini berupa data kuantitatif yaitu umur ibu
dan data kualitatif yang meliputi tingkat pendidikan ibu, sumber air
5/12/2018 TA Zahra Ayu Lukita Sari - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ta-zahra-ayu-lukita-sari 22/36
22
minum, dan jenis lantai rumah. Yang merupakan faktor
sosiodemografi dan faktor lingkungan kejadian diare pada balita.
2) Sumber Data
a. Data Primer
Data primer diperoleh melalui wawancara secara langsung
terhadap responden yang disesuaikan dengan tujuan penelitian.
b. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi kesehatan untuk
mengetahui data jumlah kasus, gambaran umum lokasi penelitian
dan data demografi dari daerah tersebut.
3) Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara secara
langsung kepada responden. Sedangkan data sekunder diperoleh
dari instansi kesehatan yang bersangkutan yaitu hasil rekapan
puskesmas.
4) Pengolahan Data
Pengolahan data pada penelitian ini meliputi tahapan sebagai
berikut :
1. Editing, yaitu mengkaji dan meneliti data yang telah
terkumpul pada kuisioner.
2. Coding, yaitu memberikan kode pada data untuk
memudahkan dalam memasukkan data ke program
komputer.
3. Entry, yaitu memasukkan data dalam program komputer
untuk dilakukan analisis lanjut.
5/12/2018 TA Zahra Ayu Lukita Sari - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ta-zahra-ayu-lukita-sari 23/36
23
4. Tabulating, yaitu setelah data tersebut masuk kemudian
direkap dan disusun dalam bentuk tabel agar dapat dibaca
dengan mudah.
5. Analisis Data
Data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan
program SPSS 15. Analisis univariat dilakukan untuk
menggambarkan distribusi frekuensi masing-masing
variabel, baik variabel bebas, variabel terikat maupun
deskripsi karakteristik responden
BAB IV
5/12/2018 TA Zahra Ayu Lukita Sari - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ta-zahra-ayu-lukita-sari 24/36
24
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka di bawah ini
akan dipaparkan hasil dan pembahasan penelitian. Penelitian yang dilaksanakan
dari tanggal 12 Desember 2011 - 31 Desember 2011 berlokasi di Puskesmas Sekip
Palembang. Diperoleh jumlah balita penderita diare akut dari seluruh balita yang
dibawa berobat ke puskesmas berjumlah 13 orang .
1. Umur Balita
UsiaDiare
TotalYa Tidak
< 11 bulan
12.23Ulan
>24 bulan
Total
7,6%
15,3%
26,9%
50%
15,3%
19,2%
15,3%
50%
23,1%
34,6%
42,6%
100%
Dari tabel diatas, didapatkan distribusi umur balita yang menjadi
responden, yaitu balita dengan umur kurang dari 11 bulan sebanyak 6
balita (23,1%), 9 balita (34,6%) berada pada kelompok usia 12 – 23 bulan.
Pada kelompok usia > 24 bulan berjumlah 11 balita atau 42,3%.
Berdasarkan hasil penelitian Direktorat Jendral Pemberantasan
Penyakit Menular (P2M) dalam buku ajar diare dijelaskan bahwa penyakit
diare akut lebih sering terjadi pada balita dari pada anak yang lebih besar.
Semakin muda umur balita semakin besar kemungkinan terkena diare. Hal
Umur Balita Frekuensi Persentase
< 11 bulan
12-23 bulan
24 bulan
Total
6 balita
9 balita
11 balita
26
23,1
34.6
42.3
100
5/12/2018 TA Zahra Ayu Lukita Sari - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ta-zahra-ayu-lukita-sari 25/36
25
ini karena semakin muda umur balita keadaan integritas mukosa usus
masih belum baik, sehingga daya tahan tubuh masih belum sempurna.
2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin Frekuensi Persentase
Laki-laki
Perempuan
Total
6
20
26
23.1
76.8
100
Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa balita laki-laki berjumlah lebih
sedikit daripada perempuan yaitu sebanyak 12 orang (46,3%), sedangkan
penderita perempuan berjumlah 14 orang (53,8%).
3. Pekerjaan Ibu
Jenis Pekerjaan Ibu Frekuensi Persentase
Ibu rumah tangga
Pedagang
PNS
Total
19
1
6
26
73,1
3,8
23,1
100
Pekerjaan IbuDiare
TotalYa Tidak
Ibu rumah tangga
Pedagang
PNS
Total
30,7%
3,8%
15,3%
50%
42,3%
0%
7,6%
50%
73,1%
3,8%
23,1%
100%
Tabel 3 menggambarkan jenis pekerjaan ibu yang dikelempokkan
menjadi 3, yaitu kelompok ibu yang bekerja sebagai ibu rumah tangga
sebesar 73,1% atau 19 orang. 23,1% atau enam orang sebagai PNS,
5/12/2018 TA Zahra Ayu Lukita Sari - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ta-zahra-ayu-lukita-sari 26/36
26
sedangkan untuk pekerjaan ibu berupa pedagang berjumlah satu orang
atau 3,8%.
Hasil ini sesuai dengan tinjauan pustaka yang menyebutkan bahwa
anak dari ibu yang bekerja akan berisiko lebih besar untuk terpapar
berbagai penyakit, dikarenakan membiarkan anak mereka diasuh orang
lain. Hal ini dimungkinkan karena ibu-ibu yang bekerja tersebut masih
dapat merawat anaknya sendiri atau dari ibu yang tidak bekerja di luar
rumah itu sendiri atau IRT sering memberikan kebebasan pada orang lain
untuk mengajak anaknya.
4. Pendidikan Ibu
Tingkat Pendidikan Ibu Frekuensi Persentase
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMA
Perguruan TinggiTotal
2
5
15
426
7,7
19,2
57,7
15,4100
Pendidikan
terakhir Ibu
DiareTotal
Ya Tidak
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMA
Perguruan Tinggi
Total
3,8%
3,8%
30,7%
11,5%
50%
3,8%
15,3%
26,9%
3,8%
50%
7,7%
19,2%
57,7%
15,4%
100%
Berdasarkan tabel 4, sebanyak 15 orang atau sebesar 57,7%
pendidikan ibu yaitu SMA. Ibu yang tamat SMP sebanyak 5 orang
(19,2%) dan yang tamat SD berjumlah dua orang ibu setara dengan 7,7%.
Untuk ibu yang mengecap perguruan tinggi berjumlah 4 orang atau 15,4%.
5/12/2018 TA Zahra Ayu Lukita Sari - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ta-zahra-ayu-lukita-sari 27/36
27
Hal ini cukup sesuai dengan teori, dimana pendidikan ibu akan
mempengaruhi pemahamannya mengenai diare. Pendidikan merupakan
hal yang penting dalam mempengaruhi pikiran seseorang. Pendidikan
masyarakat yang rendah menjadikan mereka sulit diberi tahu mengenai
pentingnya kebersihan perorangan dan sanitasi lingkungan untuk
mencegah terjangkitnya penyakit menular, yang salah satunya diare
(Sander, 2005).
Menurut Notoatmodjo (2003), tingkat pendidikan seseorang dapat
meningkatkan pengetahuannya tentang kesehatan. Salah satu faktor yang
mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah tingkat pendidikan.
Pendidikan akan memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan
perilaku positif yang meningkat. Menurut Widyastuti (2005), orang yang
memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi lebih berorientasi pada tindakan
preventif, mengetahui lebih banyak tentang masalah kesehatan dan
memiliki status kesehatan yang lebih baik.
Pada data diatas didapatkan bahwa pada kelompok ibu dengan
pendidikan sarjana sebanyak 3 orang anaknya menderita hal ini. Walaupun
dengan pendidikan yang tinggi para ibu tersebut mengetahui tentang diare
tetapi kemungkinan ibu tersebut juga bekerja sehingga tidak ada waktu
dalam hal mengurus anaknya tersebut.
5. Sumber air minum
Sumber Air Minum Frekuensi Persentase
SUMUR
PAM
Air Galon
Total
3
18
5
26
11.5
69,2
19,2
100
5/12/2018 TA Zahra Ayu Lukita Sari - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ta-zahra-ayu-lukita-sari 28/36
28
Sumber Air
Minum
DiareTotal
Ya Tidak
Sumur
PAM + Air
Galon
Total
11,5%
38,6%
50%
0%
50%
50%
11,5%
88,4%
100%
Pada tabel 5 distribusi frekuensi jenis sumber air minum, sebanyak
18 pasien (69,2%) menggunakan sumber air minum PDAM, 5 pasien
(19,2.0%) menggunakan sumber air minum air galon. Distribusi terendah,
3 pasien (11,5%) menggunakan air sumur sebagai sumber air minum.
Pada penelitian di kota Kano pula didapatkan bahwa rumah tangga
yang menggunakan air ledeng untuk kebutuhan air bersih rumah tangga
dapat mencegah 80 % diare pada anak. Penelitian oleh Program Magister
Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas Maret di lima propinsi di
Indonesia yang mendapatkan proyek Kesehatan Keluarga dan Gizi (KKG)
pada bulan Agustus-September 2003 didapatkan bahwa keluarga yang
mempunyai sumber air bersih dari sumur dan ledeng dapat mencegah diare
pada anak sebanyak 66 %. Penelitian di kota kano dan proyek KKG ini
tidak sesuai dengan hasil penelitian ini karena selain air minum hal yang
paling potensial adalah perilaku sehat ibu.
Sumber air minum mempunyai peranan dalam penyebaran
beberapa penyakit menular. Sumber air minum merupakan salah satu
sarana sanitasi yang berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian kuman
infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fekal oral. Mereka dapat
ditularkan dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda yang
tercemar dengan tinja (Depkes RI, 2000).
Sumber air minum tidak terlindung seperti sumur, harus
memenuhi syarat kesehatan sebagai air bagi rumah tangga, maka air harus
5/12/2018 TA Zahra Ayu Lukita Sari - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ta-zahra-ayu-lukita-sari 29/36
29
dilindungi dari pencemaran. Sumur yang baik harus memenuhi syarat
kesehatan antara lain, jarak sumur dengan lubang kakus, jarak sumur
dengan lubang galian sampah, saluran pembuangan air limbah, serta
sumber-sumber pengotor lainnya. Jarak sumur dengan tempat
pembuangan tinja lebih baik 10 meter atau lebih.18
Pada tabel diatas didapatkan nilai Odd Ratio sebesar 2,3 dimana
Odd Ratio lebih dari satu menjukkan sumber air yang tidak terlindungi
(sumur) adalah faktor risiko dari kejadian diare sebesar 2,3%.
6. Bila Anak Terkena Diare
Tabel 6. Distribusi perilaku yang dilakukan orang tua bila anak terkena
diare (n=26)
Bila Anak Terkena Diare Frekuensi Persentase
Diobati sendiri
Dibawa ke puskesmas/dokter
Total
2
24
26
7.7
92.3
100
Dari tabel 6 diatas dapat diketahui bahwa dari 26 responden yang
ada apabila anakanya terkena diare hanya 2 orang diobati sendiri oleh
orang tuanya (7,7%) dan 24 orang (92,3%) berobat ke Puskesmas. Dua
orang yang mengobati sendiri dengan cara memberikan laruta gula garam
kepada anak.
7. Faktor Perilaku
a. Kebiaaan Ibu mencuci tangan ketika menyiapkan makan
5/12/2018 TA Zahra Ayu Lukita Sari - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ta-zahra-ayu-lukita-sari 30/36
30
Tabel 7. Distribusi perilaku ibu mencuci tangan ketika menyiapkan
makan anak(n-26)
Kebiasaan Ibu mencuci tangan ketika
menyiapkan makanan
Frekuensi Persentasi
Ya
Tidak
Total
23
3
26
88,5
11,5
100
Dari tabel diatas didapatkan data bahwa dari 26 responden yang
ada sebanyak 3 orang ibu yang mempunyai kebiasaan tidak mencuci
tangan ketika menyiapkan makan anaknya sedangkan 23 orang ibu
(88,50%) mencuci tangan ketika menyiapkan makan.
b. Memasak Sumber Air Minum
Tabel 8. Distribusi sumber air minum yang dimasak (n=26)
Memasak Sumber Air Frekwensi Persentase
Ya 26 100.0
Tidak 0 0%
Dari tabel 6 dapat diketahui bahwa seluruh pasien diare pada
puskesmas Sekip menggunakan air minum yang telah dimasak sebagai
sumber air minum. Distribusi berjumlah 13 orang (100%). Air minum
yang telah direbus sampai mendidih, akan mematikan mikroorganisme
yang ada dalam air tersebut, sehingga tidak menimbulkan penyakit. Untuk
keperluan minum dan memasak sebagian ibu-ibu menampung air tersebut
ditempat penampungan air. Meskipun air minum tersebut ditampung di
tempat penampungan air dan tertutup, tetapi air tersebut masih dapat
tercemar oleh tangan ibu yang menyentuh air saat mengambil air.
Menggunakan air minum yang tercemar, dapat menjadi salah satu faktor
5/12/2018 TA Zahra Ayu Lukita Sari - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ta-zahra-ayu-lukita-sari 31/36
31
risiko terjadinya diare pada balita. Air mungkin sudah tercemar dari
sumbernya atau pada saat penyimpanan di rumah, seperti ditampung pada
tempat penampungan air.
c. Kebiasaan anak mencuci tangan sebelum makan
Tabel 9. Kebiasaan mencuci tangan anak sebelum makan (n=26)
Kebiasaan anak
mencuci tangan
sebelum makan
Frekuensi Persentase
YaTidak
Total
215
26
80,819,2
100
Dari tabel diatas diketahi bahwa sebanyak 80,8% atau 21 balita
mempunyai kebiasan mencuci tangan sebelum makan sedangkan 5
balita mempunyai kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan.
Tabel 10. Faktor perilaku kelompok penderita diare dengan kelompok
tidak menderita diare
DIARE Perilaku baik Perilaku Buruk Total
Ya 38,4% 11,5% 50%
Tidak 50% 0% 50%
Total 88,4% 11,5% 100%
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa 10 dari 13 penderita diare
mempunyai kebiasaan (perilaku) yang baik, yaitu anak mencuci tangan
sebelum makan, ibu mencuci tangan ketika menyiapkan makan, dan ibu
memasak air hingga mendidih. Didapatkan nilai Odd Ratio sebesar 0.66
dimana OR<1, sehingga mempunyai arti dengan bersifat protektif.
Sehingga dengan prilaku yang baik maka angka kejadian diare dapat
dicegah sebesar 0,66 kali.
Berdasarkan hasil penelitian Direktorat Jendral Pemberantasan
Penyakit Menular (P2M) dalam buku ajar diare dijelaskan bahwa pada
5/12/2018 TA Zahra Ayu Lukita Sari - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ta-zahra-ayu-lukita-sari 32/36
32
umumnya suatu mikro organisme yang mengkontaminasi pada usus dan
dapat menimbulkan diare, secara mekanisme sebagai berikut, baik tunggal
maupun majemuk, diantaranya: 1) Mekanisme toksikologik dari bakteri,
sehingga mukosa usus berubah integrasinya di mana terjadi sekresi air dan
elektrolit yang berlebihan. 2) Mekanisme patogenesis klasik sebagai
kejadian invasi, penetrasi dan pengrusakan (distruption) mukosa usus. 3)
Perlukaan epitel usus oleh berbagai substansi. Keadaan ini disebabkan
oleh aktivitas metabolik dari bakteri pada makanan dan atau sekresi
usus/host sendiri. Hal ini sangat berkaitan dengan proses memasak sumber
air minum tersebut.
Banyak penelitian mengenai perilaku sehat ibu diantaranya
penelitian yang dilakukan Sobel J dkk di Sao Paulo, Brazil dijelaskan
bahwa mencuci botol susu bayi dengan air mendidih dapat mencegah diare
sampai 80% serta kontak dengan tangan yang terkontaminasi dari
Penelitian di daerah kumuh Karachi, Pakistan menyatakan bahwa program
pemberian sabun gratis pada masyarakat dapat menurunkan 53 % kasus
diare pada anak-anak. Selain itu ada pula penelitian yang dilakukan oleh
Hutin Y dkk pada KLB di kota Kano, Nigeria, didapatkan mencuci tangan
dengan sabun sebelum makan dengan sabun dapat mencegah diare pada
anak sebanyak 80 % dibanding yang tidak. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian bahwa yang memenuhi kurang dari 2 kriteria menduduki
persentase terbesar dan sangat berpengaruh terjadinya diare.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
VI.1 Kesimpulan
5/12/2018 TA Zahra Ayu Lukita Sari - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ta-zahra-ayu-lukita-sari 33/36
33
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian pada bab sebelumnya, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Dari data didapatkan data diare terjadi paling banyak pada usia balita
kelompok usia > 24 bulan berjumlah 11 balita atau 42,3% sedangkan
pada umur kurang dari 11 bulan sebanyak 6 balita (23,1%), 9 balita
(34,6%) berada pada kelompok usia 12 – 23 bulan. Hal ini karena
semakin muda umur balita keadaan integritas mukosa usus masih
belum baik, sehingga daya tahan tubuh masih belum sempurna.
2. Diare lebih sering terjadi pada jenis kelamin perempuan yaitu
sebanyak 12 orang (46,3%), sedangkan penderita perempuan
berjumlah 14 orang (53,8%).
3. Sebanyak 15 orang atau sebesar 57,7% pendidikan ibu yaitu SMA.
Ibu yang tamat SMP sebanyak 5 orang (19,2%) dan yang tamat SD
berjumlah dua orang ibu setara dengan 7,7%. Untuk ibu yang
mengecap perguruan tinggi berjumlah 4 orang atau 15,4%.
4. Kelompok ibu yang bekerja sebagai ibu rumah tangga sebesar 73,1%
atau 19 orang, 8 orang anaknya menderita diare sedangkan 11 orang
anaknya tidak menderita diare hal ini dikarenakan ibu yang tidak
bekerja mempunyai waktu yang cukup dalam hal mengurus anaknya.
5. Distribusi frekuensi jenis sumber air minum, sebanyak 18 pasien
(69,2%) menggunakan sumber air minum PDAM, 5 pasien (19,2.0%)
menggunakan sumber air minum air galon. Distribusi terendah, 3
pasien (11,5%) menggunakan air sumur sebagai sumber air minum.
6. Bahwa 10 dari 13 penderita diare mempunyai kebiasaan (perilaku)
yang baik, yaitu anak mencuci tangan sebelum makan, ibu mencuci
tangan ketika menyiapkan makan, dan ibu memasak air hingga
mendidih.
5.1 Saran
5/12/2018 TA Zahra Ayu Lukita Sari - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ta-zahra-ayu-lukita-sari 34/36
34
Diare adalah suatu keadaan meningkatnya berat dari fases (>200
mg/hari) yang dapat dihubungkan dengan meningkatnya cairan, frekuensi
buang air besar, tidak enak pada perinal, dan rasa terdesak untuk buang air
besar dengan atau tanpa inkontinensia fekal.1,2 Diare adalah suatu keadaan
yang disebabkan oleh faktor biologis, lingkungan dan perilaku. Dua faktor
risiko di atas sangat berperan dalam timbulnya diare oleh karena itu
sebaiknya, dilakukan Peningkatan upaya penyuluhan kepada masyarakat
terutama ibu balita/pengasuh balita tentang pentingnya upaya perawatan
balita seperti
DAFTAR PUSTAKA
5/12/2018 TA Zahra Ayu Lukita Sari - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ta-zahra-ayu-lukita-sari 35/36
35
1. Zubir, Juffrie, M., dan Wibowo, T., 2006. Faktor-Faktor Risiko Kejadian
Diare Akut pada Anak 0-35 Bulan (BATITA) di Kabupaten Bantul. Sains
Kesehatan. Vol 19. No 3. Juli 2006. ISSN 1411-6197 : 319-332.
2. Soebagyo, 2008. Diare Akut pada Anak . Surakarta : Universitas Sebelas
Maret Press.
3. Daldiyono. Diare. Dalam : Sulaiman A, Daldiyono, Akbar N, Rani
AA,editors. Gastroenterologi-Hepatologi. CV Infomedika. 1990. 21-33
4. Dep Kes R.I. Buku Ajar Diare. Pegangan bagi mahasiswa. Jakarta.1999
5. Irianto, J., Soesanto. S., Supraptini, Inswiasri, Irianti, S., dan Anwar, A.,
1996. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare pada Anak
Balita (Analisis Lanjut Data SDKI 1994). Buletin Penelitian Kesehatan.
Vol 24 (2 dan 3) 1996 : 77-96.
6. Depkes, RI., 2005. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta :
Ditjen PPM dan PL.
7. Dinas Kesehatan Kota Palembang. Profil Kesehatan Kota Palembang
2010. Diakses dari :
8. Profil Puskesmas Sekip, 2010.
9. Widjaja, 2002. Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Jakarta :
Kawan Pustaka.
10.Depkes, R. I., 2000. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare.
Jakarta: Ditjen PPM dan PL.
11. Notoatmodjo, S., 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat . Jakarta : Rineka
Cipta.
12. Partawihardja S. Penatalaksanaan Dietetic Penderita Diare Anak. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 1991, 1-50
13. Sunoto. Buku Ajar Diare. Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal
PPM & PLP. Jakarta. 1990.1-21
14. Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan Pemukiman. Buku Ajar Diare. Jakarta : Depkes RI, 1999. 3-
11, 53-59, 71-80
15. Departemen Kesehatan. Managemen Terpadu Balita Sakit. Jakarta. 2010.
5/12/2018 TA Zahra Ayu Lukita Sari - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ta-zahra-ayu-lukita-sari 36/36
36
16. Zubir, Juffrie, M., dan Wibowo, T., 2006. Faktor-Faktor Risiko Kejadian
Diare Akut pada Anak 0-35 Bulan (BATITA) di Kabupaten Bantul. Sains
Kesehatan. Vol 19. No 3. Juli 2006. ISSN 1411-6197 : 319-332.
17. Yulisa., 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare pada
Anak Balita (Studi pada Masyarakat Etnis Dayak Kelurahan Kasongan
Baru Kecamatan Kentingan Hilir Kabupaten Kentingan Kalimantan
Tengah). (Skripsi) Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas
Diponegoro.
18. Sukarni, M., 2002. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Bandung :
Kanisius