tafsir ayat ekonomi

Download Tafsir Ayat ekonomi

If you can't read please download the document

Upload: muhammadnurilfirdaus

Post on 07-Nov-2015

5 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Tafsir Ayat ekonomi

TRANSCRIPT

8

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Riba atau bisa disebut Az-Ziyadah yang artinya tambahan atau kelebihan. Merupakan sesuatu yang dibenci dan diharamkan dalam Islam, karena tindakan ini adalah tindakan yang dhalim dan kedhaliman diharamkan kepada semua orang tanpa pandang bulu. Islam mengharamkan riba. Di dalam Al-Quran terdapat empat surat yang membahas tentang tidak diperbolehkannya riba. Riba yang dibicarakan dalam empat surat dalam Al-Quran adalah riba yang ditimbulkan oleh transaksi pinjam meminjam.

Oleh sebab itu dalam pembahasan kali ini, kami akan membahas mengenai tafsir ayat ekonomi pada empat surat tersebut yang meliputi ayat dan terjemahnya, arti mufrada dan penafsiran dari ayat tersebut menurut berbagai macam sumber.

Rumusan Masalah

Bagaimana tafsir ayat surat Ar-Rum ayat 39 ?Bagaimana tafsir ayat surat An-Nisa ayat 160-161 ?Bagaimana tafsir ayat surat Ali-Imran ayat 130 ?Bagaimana tafsir ayat surat Al-Baqarah ayat 275-281 ?

Tujuan

Untuk mengetahui tafsir ayat surat Ar-Rum ayat 39.Untuk mengetahui tafsir ayat Surat An-Nisa ayat 160-161.Untuk mengetahui tafsir ayat Surat Ali-Imran ayat 130.Untuk mengetahui tafsir ayat Surat Al-Baqarah ayat 275-281.

BAB II

PEMBAHASAN

Surat Ar-Rum ayat 39

Teks Ayat dan Terjemah

(39)

Artinya:

Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).

Makna Mufradat

: Dan sesuatu riba atau tambahan yang

kalian berikan

: Agar dia menambah : Harta manusia : Di sisi Alah SWT. : Melipatgandakan

Tafsir Ayat

Ayat di atas menyatakan bahwa siapa yang menafkahkan hartanya di jalan Allah SWT, maka ia akan memperoleh kebahagiaan. Sedangkan yang menafkahkan hartanya dengan riya serta untuk mendapatkan popularitas, maka ia hanya akan memperoleh kekecewaan bahkan kerugian saja.

Pada ayat di atas menurut dhahirnya tidak ada isyarat yang menunjukkan di haramkan riba itu. Tetapi yang ada isyarat akan kemurkaan Allah SWT terhadap riba itu, dimana dinyatakan:riba itu tidak ada pahala di sisi Allah SWT. Ayat ini baru berbentuk peringatan untuk supaya berhenti dari perbuatan riba Muhammad Ali Ash-Shabuni, Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam Ash-Shabuni, (Surabaya: PT.Bina Ilmu. 2003). Hal 325

.

Kata Riba dari segi bahasa berarti kelebihan. Dalam Al-Quran, kata riba ditemukan sebanyak delapan kali dalam empat surah. Salah satu yang menarik adalah cara penulisannya. Hanya dalam surat ar-ruum ini ini yang di tulis tanpa menggunakan huruf ww ditulis ( ). Sedangkan yang lainnya ditulis dengan huruf ww yakni (). Pakar ilmu-ilmu Al-Quran az-Zarkasyi menjadikan perbedaan penulisan itu, sebagai salah satu indikator tentang perbedaan maknanya. Yang ini adalah riba yang halal yakni hadiah, sedangkan yang lainnya adalah riba yang haram, yang merupakan salah satu pokok keburukan ekonomi.

Sayyid Quthub menulis bahwa ketika itu ada sebagian orang yang berusaha mengembangkan usahanya dengan memberi hadiah-hadiah kepada orang yang mampu agar memperoleh imbalan yang lebih banyak. Maka ayat ini menjelaskan bahwa hal demikian bukanlah cara pengembangan usaha yang sebenarnya, walaupun redaksi ayat ini mencangkup semua cara yang bertujuan mengembangkan harta dengan cara dan bentuk apapun yang bersifat penambahan (ribawi). Sayyid Quthub menambahkan dalam catatan kakinya bahwa cara ini tidak haram sebagaimana keharaman riba yang popular, tetapi bukan cara pengembangan harta yang suci dan terhormat. Allah SWT menjelaskan cara pengembangan harta yang sebenarnya pada penggalan ayat yang selanjutnya yaitu: Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai wajah Allah, maka itulah orang-orang yang melipatgandakan pahalanya yakni memberinya tanpa imbalan, tanpa menanti ganti dari manusia, tetapi demi karena Allah.

Al-Quran seringkali menggunakan kata zakat yang secara harfiah berarti suci dan berkembang, untuk makna shadaqah atau sedekah yakni pemberian tidak wajib, sebagaimana menggunakan kata sedekah yang secara harfiah antara lain berarti sesuatu yang benar untuk pemberian wajib yaitu zakat. Ini untuk mengisyaratkan perlunya kebersihan dan kesucian jiwa ketika bersedekah, agar harta tersebut dapat berkembang. Di sisi lain, ketika berzakat diperlukan kebenaran dan ketulusan agar ia diterima oleh Allah SWT. Quraish Shihab, TAFSIR AL-MISBAH: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, Cetakan ketujuh, Lentera Hati, Jakarta 2002, hal. 72-74.

Surat An-Nisa ayat 160-161

Teks Ayat dan Terjemah

(160) (161)

Artinya:

160. Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. 161. dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.

Makna Mufradat

: Maka disebabkan kezaliman

: (memakan makanan) yang baik-baik

: dan karena mereka banyak menghalangi (manusia)

: memakan harta orang

: dengan jalan yang batil

Tafsir Ayat

Dalam tafsir Al-Maraghi, Allah SWT menjelaskan hal-hal yang memalukan dari orang-orang Yahudi, dan perbuatan-perbuatan mereka yang buruk. Maka dengan sebab kezaliman orang-orang Yahudi, akibatnya diharamkannya atas mereka beberapa makanan yang baik, yang sebelumnya dihalalkan, sebagai hukuman dan pengajaran atas perbuatan mereka. Jadi, tiap kali mereka melakukan suatu maksiat, maka diharamkan sejenis makanan yang baik atas mereka.

Kemudian Allah SWT menyebutkan tentang hukum yang berat atas mereka, baik di dunia maupun di akhirat yaitu hukuman yang telah ditegaskan Allah SWT dalam kitab-Nya yang mulia, berupa siksaan dalam neraka. Selain itu Allah SWT menerangkan bahwa ada juga segolongan kaum Yahudi yang beriman secara benar, dan melakukan amal-amal shaleh. Mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka Allah SWT menjanjikan kepada mereka pahala yang besar kelak di hari Kiamat.

Selanjutnya pengharaman makanan tersebut di atas juga disebabkan mereka memakan riba, padahal mereka telah dilarang memakannya lewat mulut para nabi mereka. Mereka juga banyak merubah isi teks dalam Taurat, menjual kitab-kitab yang mereka tulis dengan tangannya sendiri dengan mengatakan bahwa kitab-kitab itu dari sisi Allah. Dan pengharaman makanan tersebut di atas juga dikarenakan mereka memakan harta orang lain secara batil. Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: PT. Karya Toha Putra. 1993). Hal 30-34 Jadi, larangan riba di sini baru berbentuk isyarat, bukan dengan terang-terangan. Sebab ini adalah kisah Yahudi yang bukan merupakan dalil qathi, bahwa riba itu di haramkan atas orang-orang Islam. Muhammad Ali Ash-Shabuni, Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam Ash-Shabuni, (Surabaya: PT.Bina Ilmu. 2003). Hal 326

Surat Ali-Imran ayat 130

Teks Ayat dan Terjemah

(130)

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.

Makna Mufradat

: Kamu makan : Berlipat ganda: Keberuntungan

Asbabun Nuzul

Pada waktu itu terdapat orang-orang yang melakukan akad jual beli dengan jangka waktu (kredit). Apabila waktu pembayaran telah tiba, mereka ingkar dan tidak mau membayar, sehingga dengan demikian bertambah besarlah bunganya. Dengan menambah bunga berarti mereka bertambah pula jangka waktu untuk membayar. Sehubungan dengan kebiasaan yang seperti ini Allah SWT menurunkan surat Al-Imron ayat ke-130 yang pada pokoknya memberi peringatan dan larangan atas praktik jual-beli yang demikian itu. Dengan bentuk dan jenis seperti apa saja riba tetap diharamkan. (HR. Faryabi dari Mujtahid). Mudjab Mahali, ASBABUN NUZUL: Studi Pendalaman Al-Quran, PT. Raja Grafindo, Jakarta 2002, hal. 181.

Tafsir Ayat

Ayat ini adalah yang pertama kali diturunkan tentang haramnya riba. Ayat-ayat mengenai haramnya riba dalam surat Al-Baqarah yaitu ayat 275, 276, 279 diturunkan sesudah ayat ini. Yang dimaksud dengan riba dalam ayat ini, ialah riba jahiliah yang biasa dilakukan orang-orang di masa itu.

Di masa itu bila seseorang meminjam uang sebagaimana disepakati waktu meminjam, maka orang yang punya uang menuntut supaya utang itu dilunasi menurut waktu yang dijanjikan. Orang yang berutang (karena belum ada uang untuk membayar) meminta tangguh dan menjanjikan akan membayar nanti dengan tambahan yang ditentukan. Setiap kali pembayaran tertunda ditambah lagi bunganya. Inilah yang dinamakan riba berlipat ganda, dan Allah melarang kaum muslimin melakukan hal yang seperti itu.

Al Rani memberikan penjelasan bahwa apabila seseorang berutang kepada orang lain dan telah tiba waktu membayar utang itu sedang orang yang berutang belum sanggup membayarnya, maka orang yang berpiutang membolehkan penangguhan pembayaran utang itu asal saja yang berutang itu mau menjadikan utangnya menjadi dua ratus dirham. Kemudian apabila tiba pula waktu pembayaran tersebut dan yang berutang belum juga sanggup membayarnya, maka pembayaran itu dapat ditangguhkan dengan ketentuan utangnya dilipat gandakan lagi, dan demikianlah seterusnya sehingga utang itu menjadi bertumpuk-tumpuk. Inilah yang dimaksud dengan kata "berlipat ganda" dalam surat Al-Imran ayat 130 di atas. Riba semacam ini dinamakan juga riba Nasiah karena adanya penangguhan dalam pembayaran bukan tunai.

Selain riba Nasiah ada pula riba yang dinamakan riba fadal yaitu menukar barang dengan barang yang sejenis sedangkan mutunya berlainan, misalnya menukar 1 liter beras yang mutunya tinggi dengan 1.1/2 liter beras bermutu rendah. Haramnya riba fadal ini, didasarkan pada hadist-hadist Rasul. Riba fadal hanya berlaku pada emas, perak dan makanan-makanan pokok. Oleh karena itu, para ulama mengatakan bahwa riba nasiah itu haramnya adalah karena zatnya yang disebabkan riba itu sendiri adalah besar bahayanya. Adapun riba fadal haramnya bukan karena zatnya, tetapi karena sebab yang lain yaitu karena riba fadal itu membawa kepada riba nasiah.

Karena beratnya hukum riba ini dan amat besar bahayanya maka Allah memerintahkan kepada kaum muslimin supaya menjauhi riba itu dan selalu memelihara diri dan bertakwa kepada Allah agar jangan terperosok ke dalamnya dan supaya mereka dapat hidup berbahagia dan beruntung di dunia dan di akhirat. http://www. AL-IMRAN/Tafsir Surah Ali Imran 130.htm, diunduh pada tanggal 4 Mei 2013.

Surat Al-Baqarah ayat 275-281

Teks Ayat dan Terjemah

(275) (276) (277) (278) (279) (280) (281)

Artinya:

275. Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. 276. Allah memusnakan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. 277. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal shaleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. 278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. 279. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. 280. Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. 281. Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).

Makna Mufradat

: makan (mengambil) riba

: Kemasukan Syaitan : lantaran (tekanan) penyakit gila

: Allah SWT memusnahkan

: dan menyburkan sedekah

Asbabun Nuzul

Al-Abbas dan Khalid bin al-Walid adalah dua orang yang berkongsi di zaman jahiliyah, dengan memberikan pinjaman secara riba kepada beberapa orang suku Tsaqif. Setelah Islam datang, kedua orang ini masih mempunyai sisa riba dalam jumlah besar. Begitulah lalu turun ayat: Hai orang-orang yang beriman! Takutlah kepada Allah SWT dan tinggalkan sisa-sisa riba... ayat 278. Kemudian Rasulullah SAW bersabda:

, , , .

Ketahuilah! Sesungguhnya tiap-tiap riba dari riba jahiliyah harus sudah dihentikan, dan pertama kali riba yang kuhentikannya ialah riba al-Abbas; dan setiap (penuntutan) darah dari darah jahiliyah harus dihentikan, dan pertama-tama darah yang kuhentikannya ialah darah Rabiah bin al-Harits bin Abdul Muththalib.

Tafsir Ayat

Dalam Tafsir Ayat Ahkam Ash-Shabuni menjelaskan bahwa pemakan-pemakan riba (orang yang menyamakan jual beli dengan riba) itu dipersamakan dengan orang-orang yang kesurupan. Maksudnya yaitu Allah SWT memasukkan riba ke dalam perut mereka itu, lalu barang itu memberatkan mereka. Hingga mereka itu sempoyongan, bangun jatuh. Itu akan menjadi tanda mereka yang nanti di hari kiamat, sehingga semua orang mengenalnya.

Yang menjadi titik tinjauan dalam ayat Allah SWT memusnahkan riba dan menumbuhkan sedekah itu ialah bahwa periba mencari keuntungan harta dengan cara riba, dan pembangkang sedekah mencari keuntungan harta dengan jalan tidak mengeluarkan sedekah. Untuk itulah maka Allah SWT menjelaskan bahwa riba menyebabkan kurangnya harta dan penyebab tidak berkembangnya harta itu. Sedangkan sedekah adalah penyebab tumbuhnya harta dan bukan penyebab berkurangnya harta itu. Keduanya itu ditinjau dari akibatnya di dunia dan di akhirat kelak.

Allah SWT telah melarang segala bentuk kegiatan yang di dalamnya terdapat unsur riba, karena haramnya riba itu sangat keras sekali, dan termasuk perbuatan orang-orang kafir, bukan perbuatan orang-orang Islam serta bagi yang sudah terjerumus ke dalam perbuatan riba, maka disuruh meninggalkan riba dan bertaubat kepada Allah SWT.

Dalam transaksi hutang piutang, hendaknya pihak yang menghutangi itu memberikan tempo kepada pihak yang berhutang itu sampai ia benar-benar mampu mengembalikan hutangnya. Tetapi apabila pihak yang mengutangi tersebut membebaskan pihak yang berhutang atas hutang tersebut maka Allah SWT lebih berhak untuk memberikan pengampunan kepadanya.

Ayat-ayat riba ini ditutup dengan Dan takutlah kepada suatu hari di mana kamu sekalian akan dikembalikan kepada Allah SWT di hari itu, kemudian tiap-tiap jiwa akan dibalas dengan penuh sesuai apa yang dikerjakan dan mereka tidak akan dianiaya. Muhammad Ali Ash-Shabuni, Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam Ash-Shabuni, (Surabaya: PT.Bina Ilmu. 2003). Hal 320-325

Jadi ayat di atas merupakan tahap terakhir diharamkannya riba. Pada tahap ini riba telah diharamkan secara menyeluruh (kulliy), di mana Al-Quran sudah tidak membedakan banyak dan sedikit. Dan ini adalah merupakan ayat yang terakhir turunnya, yang berarti merupakan syariat yang terakhir pula.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penjabaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prosas diharamkannya riba melalui empat tahap. Tahap pertama yaitu turunnya surat Ar-Rum ayat 39. Pada ayat tersebut menurut dhahirnya tidak ada isyarat yang menunjukkan di haramkan riba itu. Tetapi yang ada isyarat akan kemurkaan Allah SWT terhadap riba itu, dimana dinyatakan:riba itu tidak ada pahala di sisi Allah SWT. Ayat ini baru berbentuk peringatan untuk supaya berhenti dari perbuatan riba.

Pada tahap kedua yaitu turunnya surat An-Nisa ayat 160-161. Pada ayat tersebut dikisahkan Allah SWT tentang perilaku Yahudi yang menghalalkan riba. Maka sebab akibat dari itu semua, mereka mendapat lanat dan kemurkaan Allah SWT.

Pada tahap ketiga yaitu turunnya surat Ali-Imran ayat 130 barulah turun larangan secara tegas tentang riba. Kemudian tahap keempat yaitu turunnya surat Al-Baqarah ayat 275-281, di mana tahap ini merupakan tahap terakhir diharamkannya riba. Pada tahap ini riba telah diharamkan secara menyeluruh (kulliy), di mana Al-Quran sudah tidak membedakan banyak dan sedikit.

DAFTAR PUSTAKA

Maraghi, Ahmad Mustafa Al. 1993. Tafsir Al-Maraghi. Semarang: PT. Karya Toha Putra.

Shabuni, Muhammad Ali Ash. 2003. Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam Ash-Shabuni. Surabaya: PT.Bina Ilmu.

Shihab, Quraish. 2002. TAFSIR AL-MISBAH: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran. Jakarta: Lentera Hati.

Mahali, Mudjab. 2002. ASBABUN NUZUL: Studi Pendalaman Al-Quran. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

http://www. AL-IMRAN/Tafsir Surah Ali Imran 130.htm, diunduh pada

tanggal 4 Mei 2013.