tafsir-ijmali

Upload: muhammad-azwar-awa-syansuri

Post on 28-Feb-2018

226 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 7/25/2019 tafsir-ijmali

    1/15

    A. PENDAHULUAN

    Al-Quran adalah firman Allah SWT yang dibawa Jibril AS kepada Nabi

    Muhammad SAW untuk menjadi petunjuk bagi seluruh manusia 1 atau seperti dikatakan

    Amir Abdul Aziz bahwa Al-Quran menurut istilah adalah kalam Allah (Firman Allah)

    yang menjadi mukjizat, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, ditulis dalam

    mushaf, disampaikan secara mutawatir, dan menjadi ibadah dengan membacanya 2.

    Al-Quran yang menjadi kitab suci bagi umat Islam itu adalah merupakan sumber

    pertama dan utama dalam agama Islam. Al-Quran itu berpahala membacanya baik

    dimengerti maknanya dan penafsirannya maupun tidak. Akan tetapi dapat dipastikan

    bahwa pembaca Al-Quran yang memahami pesan bacaaanya lebih baik dan lebih mulia

    daripada pembaca yang hanya sekedar membaca tanpa mengerti dan tanpa terlintas dalamhatinya apa pesan yang terkandung dalam bacaannya. Disamping itu, hendaklah diyakini

    bahwa keterangan Nabi SAW yang menyatakan bahwa setiap pembaca satu huruf al-

    Quran akan mendapatkan satu kebajikan dan keterangan lain dengan tidak menyebutkan

    mengerti atau tidak mengerti yang dibaca bukanlah menunjukkan agar umat Islam

    terhenti pada aktivitas membaca saja melainkan bahwa hal itu merupakan indikator

    tentang keistimewaan al-Quran sendiri sebenarnya ingin berdialog dengan pembaca

    sepanjang masa dan di tempat mana saja.

    Berdialog dengan al-Quran atau al-Quran berdialog dengan pembacanya dengan

    mengindikasikan adanya saling pemahaman. Disinilah dituntut agar pembaca al-Quran

    berupaya untuk memahami bacaannya. Dalam memahami al-Quran telah dimulai oleh

    Nabi Muhammad SAW sendiri sebagai penafsir pertama ( mufassir al-awwal ) bagi al-

    Quran bila enggan berkata bahwa Allah SWT itulah sebagai mufassir pertama di

    sebabkan adanya ayat yang menafsirkan ayat yang lain ( al-Quran yufassiru badhuhu

    badha ). Kemudian diketahui bahwa untuk pendekatan pemahaman isi atau pesan yang

    terkandung dalam al-Quran dilihat dari metodenya menurut sumber yang digunakan,

    ditemukan dua macam yaitu bi al-matsur (bersumber dari penafsiran al-Quran dengan

    al-Quran, al-Quran dengan hadist Nabi, al-Quran dengan perkataan sahabat, dan al-

    Quran dengan perkataan tabiin) dan bi al- Rayi (bersumber selain sumber yang tersebut

    terdahulu dengan tetap memperhatikan persyaratan seseorang untuk dapat menafsirkan

  • 7/25/2019 tafsir-ijmali

    2/15

    al-Quran). Kecuali itu, maka pendekatan dari sisi penulisannya secara ringkas atau luas

    atau penulisannya dengan cara perbandingan atau dengan cara tematis terdapat metode

    utama dalam tafsir, yaitu metode tafsir tahlili, ijmali , muqaran dan maudhui. 3 Dalam

    tulisan ini akan diuraikan metode tafsir ijmali , ciriciri (karakteristik) nya, contoh

    penerapannya metode ini, keistimewaan dan kelemahannya dan diakhiri dengan penutup.

    B. PENGERTI AN METODE TAFSIR IJ MAL I

    Metode tafsir adalah berarti menafsirkan ayat al-Quran dengan global dan

    singkat sehingga tetap seperti berada dalam kalimat al-Quran. 4 Cara kerja metode ini

    tidak cukup dengan keterangan tersebut melainkan dilengkapi dengan menjelasan yang

    mengatakan bahwa sistematika penulisannya adalah menurut susunan ayat al-Quran

    menurut urutan ayat dalam mushaf al-Quran dengan bahasa yang populer, mudahdifahami, enak dibaca, dan mencakup 5. Dan dalam keterangan lain disebutkan bahwa

    yang dimaksud dengan metode tafsir ijmali adalah penafsiran al-Quran menurut susunan

    (urutan) bacaannya dengan suatu penafsiran ayat demi ayat secara sederhana yang akan

    dapat dipahami orang-orang tertentu dan selainnya dengan tujuan mendapatkan

    pemahaman dengan cara yang ringkas. 6

    Keterangan terdahulu menginformasikan bahwa metode tafsir ijmali

    penafsirannya adalah singkat. Penafsiran secara singkat tersebut ada dengan cara menurut

    urutan ayat al-Quran dalam mushaf atau tidak menjelaskannya apakah menurut urutan

    ayat dalam al-Quran atau menurut urutan turunnya al-Quran. Bila buku karya M.

    Quraish Shihab diperhatikan tidak ditemukan keterangannya tentang tafsir ijmali apakah

    penyusunannya menurut urutan ayat dalam mushaf al-Quran atau tidak, tetapi penulis

    menemukan keterangannya yang mengatakan bahwa metode tafsir tahili (kebalikan dari

    metode tafsir ijmali ) dengan cara kerjanya adalah menafsirkan alQuran ayat demi ayat

    sebagaimana urutannya dalam al-Quran, dan pada bagian lainnya disebutkannya bahwa

    buku karyanya akan menggunakan metode tahlili dalam penyajian pesanpesan kitab suci

    alQuran. 7 Akan tetapi setelah penulis memeriksa buku karyanya tersebut yang

    membahas 24 surat al-Quran ternyata tidak menurut urutannya dalam mushaf alQuran

    melainkan menurut urutan turunnya al-Quran mulai dari alFatihah sampai surat al

    Thariq dan itupun ada surat yang tidak dibahas. Hal ini sesuai dengan penjelasannya

  • 7/25/2019 tafsir-ijmali

    3/15

    bahwa beliau tidak menyajikan uraian yang mengikuti runtutan suratsurat sebagaimana

    tercantum dalam mushaf. 8 Karena itu tampaknya beliau tetap mengatakan bahwa metode

    tahlili walaupun pembahasanya bukan menurut urutan mushaf alQuran melainkan

    menurut urutan turun (nuzul) nya al-Quran dan walaupun tidak seluruh ayat al-Quran

    menjadi pembahasan. Dengan demikian penulis beranggapan bahwa beliau membolehkan

    metode tafsir ijmali dengan penafsiran menurut urutan ayat dalam mushaf al-Quran.

    Pakar lain juga tampaknya tidak ada memberikan argumentasi yang mengharuskan

    metode tafsir ijmali harus penafsirannya menurut susunan mushaf al-Quran. Hal ini

    semua berarti memberikan kebebasan dengan syarat penafsirannya harus ringkas.

    Beberapa pengertian metode tafsir ijmali di atas yang menjelaskan bahwa metode

    tersebut menafsirkan ayat al-Quran secara ringkas (sesuai dengan namanya ijmali ) itu

    tidak ditemukan penjelasan tentang maksud secara ringkas. Dan walaupun dikatakanringkas, untuk mencapai tujuan yang diinginkan penafsir juga kadang-kadang merasa

    perlu untuk mengkaji asbab al-nuzul, meneliti hadist Nabi SAW atau atsar dari orang-

    orang yang shaleh terdahulu.

    Selanjutnya memperhatikan pengertian metode tafsir ijmali dapat dijelaskan

    bahwa di antara penafsiran terhadap al-Quran yang dilakukan Nabi SAW sendiri pun ada

    yang termasuk dalam kategori metode tafsir ijmali teristimewa sejarah yang

    menginformasikan bahwa Nabi SAW sebgai mubayyin (penjelas) terhadap pesan al-

    Quran yang menjelaskan maksud al-Quran secara ringkas. Demikian pula dengan tafsir

    shahabat dan tabiin sehingga penafsiran terus berkembang. Akan tetapi penamaan tafsir

    secara ringkas sebagai tafsir ijmali belum digunakan pada masa Nabi SAW, shahabat,

    dan tabiin. Nama metode tafsir ijmali muncul belakangan. M. Quraish Shihab

    mengatakan bahwa metode yang selama ini digunakan oleh para mufassir sejak masa

    kodifikasi tafsir yang oleh sebagian ahli diprediksikan dimulai oleh al-Farra(w.207 H)

    sampai tahun 1960 adalah menafsirkan al-Quran ayat demi ayat sesuai dengan

    susunannya dalam mushaf al-Quran. Bentuk demikian menjadikan petunjuk-petunjuk al-

    Quran terpisah-pisah dan tidak disodorkan kepada pembacanya secara menyeluruh. 9.

    Metode tafsir dimaksud termasuk di dalamnya metode tafsir ijmali yang berarti bahwa

    metode ini paling tidak pernah ada pada masa al-Farra. Dan penjelasan tentang

    penafsiran ayat demi ayat sesuai dengan susunannya dalam mushaf al-Quran dan tidak

  • 7/25/2019 tafsir-ijmali

    4/15

    menyodorkan kepada pembacanya secara menyeluruh antara lain adalah penjelasan

    tentang keberadaan tafsir ijmali . Kemudian barulah timbul metode tafsir maudhui yang

    menyodorkan penafsiran kepada pembacanya secara tematis.

    Untuk lebih memahami metode ini dituntut kepada pemerhatinya untuk

    mencermati buku-buku tafsir yang dikategorikan kepada metode ini. Zahir bin Awadh al-

    Almai mengemukakan bahwa tafsir yang di tulis Muhammad Farid Wajdi dan tafsir al -

    J alalein yang ditulis Jalaluddin al-Suyuthi dan Jalaluddin al-Mahalli sebagai contoh

    tafsir al- Ijmali .10 Selain kedua buah tafsir tersebut, Said aqil al-Munawwar dan Masykur

    Hakim menambah satu buah tafsir lagi yang termasuk kategori ini yaitu Shafwah al-

    Bayan li maani al-Quran karangan Syeikh Husnain Muhammad makhluf. 11 Kemudian

    Nashruddin Baidan mengemukakan empat buah tafsir yang termasuk kategori Ijmali .

    Keempat buah tafsir tersebut adalah dua buah tafsir yang dikemukakan al-Almaiditambah dengan al-Tafsir al-Wasith terbitan Majma al-Buhuts al-Islamiyah dan Taj al-

    Tafasir karangan Muhammad Usman al-Mirghani. 12 Dengan demikian ada lima buah

    tafsir yang termasuk dalam kategori ijmali . Dari kelima buah buku tersebut tidak

    diketahui mana diantaranya yang paling luas penafsirannya sebagai batas ringkas metode

    ijmali dan untuk yang lebih luas berarti menjadi metode tafsir tahlili . Kesulitan tersebut

    disebabkan karena penulis hanya meneliti tafsir al-Jalalain.

    C. CIRI -CIRI (K ARAKTERISTIK ) METODE TAFSIR IJ MALI

    Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya eksistensi metode ijmali dapat

    diperhatikan melalui pengkajian contoh yang akan dikemukakan dengan membandingkan

    nya dengan metode tahlili (mengurai, menganalisis) dan bukan dengan cara

    membandingkan dengan metode muqaran (perbandingan), sedangkan metode maudhui

    (tematis). Hal ini disebabkan karena kedua metode terakhir ini sangat berbeda metode ini

    dimana metode muqaran didominasi oleh komparatif (perbandingan), sedangkan metode

    maudhui memulai kerjanya dengan penentuan tema yang akan dikaji dan kemudian

    aktivitas pembahasan.

    Dalam metode tafsir ijmali tampak bahwa mufassirnya beraktifitas secara

    langsung menafsirkan ayat al-Quran dari awal surat sampai akhir surat menurut mushaf

    al-Quran atau menurut urutan turunnya al-Quran baik seluruh atau sebagian ayat saja

  • 7/25/2019 tafsir-ijmali

    5/15

    tanpa adanya perbandingan atau penentuan tema bahasan. Cara kerja metode ini tidak

    jauh berbeda dengan metode tahlili. Akan tetapi metode tahlili lebih rinci uraiannya

    dibandingkan dengan metode ijmali . Penulis berpendapat bahwa kedua metode tafsir

    tersebut dapat dikatakan sama-sama tergolong dalam penafsiran parsial walaupun dalam

    metode tahlili terdapat sedikit pengkaitannya dengan ayat lain sebagaimana dalam contoh

    yang akan dikemukakan dalam tulisan ini. Namun demikian, mufasir dalam metode

    ijmali tidak mendapat tempat untuk menguak pesan Allah secara luas sebagaimana

    kesempatan yang seluas-luasnya bagi mufassir yang memilih metode tahlili.

    Berdasarkan keterangan diatas tampak-ciri-ciri atau karakteristik dari metode

    ijmali yang menguraikan penafsiran secara ringkas. Akan tetapi suatu kesulitan yang

    muncul adalah tidak diperolehnya batasan tentang suatu maksud penfsiran secara ringkas.

    Akan halnya metode tafsir ijmali ini tampaknya para pakar hanya mengemukakan namatafsir yang termasuk dalam metode ini. Para pengkaji metode ini dan yang telah

    mengemukakan nama buku tafsir yang termasuk kategori ijmali ternyata tetap saja tidak

    mengambil kesimpulan untuk sampai kepada maksud ringkas dalam metode ijmali . Di

    sini muncul lagi kesulitan yaitu tidak ditemukannya semua buku tafsir dengan metode

    ijmali untuk diadakan pengkajian dan sekaligus melihat penafsiran mana diantaranya

    yang terlengkap atau yang paling luas penafsirannya untuk menyimpulkan tafsir tersebut

    sebagai batasan ringkas (tafsir ijmali ) apalagi yang lebih ringkas dan yang melebihi

    penafsirannya disebut sebagai tafsir tahlili . Selain itu, penulis juga tidak menemukan

    buku tafsir tahlili mana yang paling ringkas dari tafsir untuk menyimpulkan sesuatu yang

    lebih ringkas dari tafsir tersebut berarti di golongkan kepada ijmali .

    Diantara buku tafsir yang tergolong metode ijmali yang akan diteliti dalam

    tulisan ini adalah tafsir al-jalalain sebagaimana keterangan terdahulu. Buku tafsir ini 13

    tergolong yang banyak dipelajari di pesantren dan madrasah yang ada di Indonesia dan

    juga sekolah-sekolah agama (Islam) di Selatan Thailand (menurut informasi yang penulis

    peroleh bulan Maret 1999 lalu di Thailand). Untuk selanjutnya tafsir al-jalalain dengan

    mengambil sampel surat al-Tin. 14 Dan untuk membandingkannya akan diteliti sebuah

    tafsir tahlili yang termasuk dalam kategori bi almatsur. Tafsir tersebut adalah al-Durru

    al-Mantsur fi al-matsur sebagaimana akan dijelaskan.

  • 7/25/2019 tafsir-ijmali

    6/15

    1. Teks ayat dan tafsirnya (surat al-Tin) 15

    ( ) ( )

    ( )

    ( ) ( ) ( ) ( )

    )( ( ) : "

    "

    ( ) ( ) ( )

    ( ) : "

    " 2. Terjemah teks Ayat dan Tafsirnya (surat Al-Tin)

    Setelah penulis cantumkan teks ayat dan tafsirnya, selanjutnya dikemukakanterjemahnya ayat per ayat sebagai berikut:

    2.1 (Demi [buah] Tin dan [buah]) Zaitun: artinya dua nama buah yang dapat

    dimakan satu atau dua buah gunung (bukit) yang terdapat di Syam (Syria) dimana pada

    keduanya tumbuh kedua buah tersebut.

    2.2 (Dan demi (bukit) Sinai): yaitu nama sebuah bukit yang menjadi tempat

    sewaktu Allah berfirman kepada Musa. Makna Sinin adalah yang diberkati atau yang

    baik karena terdapatnya banyak pohon yng menghasilkan buah.

    2.3 (Dan demi kota (Mekkah) ini yang aman): Yaitu Mekkah dimana manusia

    pada masa Jahiliyyah maupun masa Islam merasa aman tinggal di dalamnya.

    2.4 (Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia, dalam bentuk sebaik-

    baiknya): yaitu sesuai bentuknya

  • 7/25/2019 tafsir-ijmali

    7/15

    2.5 (Kemudian Kami kembalikan dia): yaitu sebagian manusia, ke tempat yang

    serendah-rendahnya): hal ini merupakan kinayah (kata kiasan) tentang usia tua dan lemah

    sehingga amal orang mukmin saat itu berkurang dibandingkan saat usia muda dan adalah

    baginya pahala amalnya.

    2.6 (Kecuali) maksudnya melainkan, (orang-orang yang beriman dan

    mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya): yaitu

    habis-habisnya. Di dalam hadist disebutkan: Apabila seorang mukmin sampai kepada

    usia tua yang menyebabkannya lemah dalam beramal dituliskanlah baginya pahala amal

    kebajikan yang biasanya ia lakukan di saat mudanya.

    2.7 (Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan): Hai orang kafir,

    (sesudahnya) adanya keterangan-keterangan itu?: Artinya sesudah disebutkan tentang

    penciptaan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya kemudian mengembalikannyakepada usia yang hina dan qudrah (kekuasaan) Allah untuk membangkitkan mahlukh

    hidup kembali, (Bi al-Din (hari pembalasan): Yaitu hari pembalasan ( al-J aza) yang di

    awali hari berbangkit dan hari perhitungan. Lalu apakah yang menyebabkan enakau

    mendustakannya dan tidak ada yang mendorongnya untuk mendustakan hal tersebut

    kecuali dirinya sendiri.

    2.8 (Bukankah Allah hakim yang seadil-adilnya?): artinya bahwa Allah lah hakim

    yang paling adil dan allah menghukum manusia dengan suatu balasan yang disebabkan

    perbuatannya. Dan dalam hadist disebutkan: Barang siapa membacanya wa al-Tin hingga

    akhirnya hendaklah ia berkata: benar, dan saya menjadi saksi atas yang demikian itu. 16

    Memperhatikan penafsiran dengan metode tafsir ijmali dalam tafsir al-J alalain di

    atas tampak betapa ringkasnya penafsiran tersebut sehingga satu surat yang ditafsirkan

    terdiri dari 8 ayat bersama tafsirnya tidak sampai satu halaman. Dengan demikian tidak

    ditemui tafsiran yang rinci. Hal ini dapat dibandingkan dengan tafsir tahlili yang

    termasuk dalam kategori tafsir bi al-Masur yaitu al-Durru al-Mantsur fi al-Tafsir al-

    Matsur tulisan al-Imam Abdurrahman Jalaluddin al-Suyuthi yang menghabiskan 7

    halaman untuk menafsirkan surat al-Tin dan di dalamnya dikaitkan dengan dua buah ayat

    (surat al-Hajj ayat 5 dan surat al-Maun ayat 1). 17

    Tentang penafsiran yang rinci itu dapat dilihat penafsiran terhadap ayat 1-3 yang

    disebut juga sebagai muqsam bih (Allah bersumpah dengannya) itu hanya menghabiskan

  • 7/25/2019 tafsir-ijmali

    8/15

    tiga baris saja padahal pada tafsir tahlili menghabiskan 74 baris walaupun kadang-kadang

    dengan penafsiran yang tampak berulang. 18 Namun demikian penafsiran terhadap wa

    hadza al-balad al-amin (dan demi kota (Mekkah) ini yang aman) tampak metode tafsir

    tahlili hanya menafsirkannya dengan Mekkah (9 kali) dan satu kali dengan kata al-

    balad al-haram yang juga maksudnya adalah Mekkah, 19 sedangkan dalam tafsir Jalalain

    yang dikatakan sebagai tafsir ijmali menafsirkan tidak hanya dengan mengatakan

    Mekkah melainkan disebutkan keadaan Mekkah itu sebagai suatu tempat dimana

    manusia akan merasa aman tinggal didalamnya baik pada masa Jahiliyah maupun pada

    masa Islam sebagaimana penafsiran terdahulu. 20

    Kemudian penafsiran terhadap al-Tin misalnya dikatakan sebagai Negeri Syam

    (Syria) sebagai Masjid Nuh, Masjidil Haram (tempat Nabi Isra), Gunung yang terdapat

    di Damascus, masjid Damaskus, Masjid ashab al-kahfi, Masjid di Syam (Syria)Damaskus, buah-buahan yang dimakan manusia, Gunung yang diatasnya ada Tin. 21

    D. K EISTIMEWAAN DAN K ELEMAHAN METODE IJ MALI

    Beberapa metode tafsir yang dilahirkan oleh pakar tafsir ditemukan keistimewaan

    dan kelemahannya yang sekaligus menunjukkan kelemahan manusia dibandingkan

    dengan ketentuan dan ketetapan Allah yang pasti benar dan tidak pernah salah.

    Pengutak-atikan otak yang dilakukan manusia menunjukkan bahwa manusia

    tersebut telah mengamalkan pesan al-Quran karena al-Quran sendiri pada sebagian ayat

    mengarahkan manusia untuk melakukan perenungan-perenungan. Diantara perenungan-

    perenyngan tersebut adalah di temukannya beberapa metode tafsir yang merupakan hasil

    ijtihad yaitu hasil olah pikir manusia.

    Diantara keterbatasan manusia adalah adanya sifat lupa atau tidak sampainya

    pemahaman seseorang terhadap sesuatu. Dan kekurangan tersebut adalah merupakan cirri

    dari produk manusia ciptaan Allah.

    Suatu hal yang perlu dijelaskan di sini adalah bahwa terdapatnya keistimewaan

    dan kelemahan yang dimaksud dalam metode ijmali agar tidak dikaitkan dengan nilai

    positif dan nilai negative metode ini melainkan agar lebih di tujukan kepada mencermati

    cirri khas dari metode ini

  • 7/25/2019 tafsir-ijmali

    9/15

    1. K EISTIMEWAAN METODE IJ MALI

    Diantara keistimewaan metode ijmali adalah:

    a. Relatif lebih terhindar dari kesalahan

    Hal ini dapat di pahami dengan memperhatikan metode ini yang

    penafsirannya ringkas maka apabila ditemukanpun didalamnya kesalahan

    dapat dikatakan bahwa kesalahan tersebut relatif lebih sedikit atau

    terhindari daripada metode penafsiran yang luas bahasannya. Dan karena

    itu juga metode ini relatif lebih murni.

    Dalam hal penafsiran al-Quran yang mugkin saja disusupi pemikran-

    pemikiran israliat, dengan metode ini relatif lebih terhindari. Pemikiran-

    pemikiran israliat yang bertentangan dengan hakekat pesan firman Allah

    sangat penting untuk dihindari. Selain itu dengan metode ini relative lebihterhindar dari kesalahn yang mungkin ada dari penafsiran-penafsiran yang

    terlalu jauh dari pemahaman al-Quran yang dikembangkan dalam bidang

    fiqh, pendidikan (tarbiyah), dakwah, ushulluddin, dan lain-lain.

    Disebabkan karena metode ijmali mengemukakan penafsiran secara

    ringkas, maka penafsirannya lebih terjaga dari kesalahan yang mungkin

    terjadi. Hal ini dapat dipahami karena peluang untuk menafsirkan yang

    lebih luas seperti pada metode tafsir tahlili tidak didapatkan. Dan pada

    metode tahlili mufassirnya berpeluang seluas-luasnya untuk menafsirkan

    al-Quran.

    b. Tidak jauh dari bahasa al-Quran

    Dengan metode ini dapat dirasakan singkatnya uraian yang

    menyebabkan terasakan seperti tetap membaca al-Quran padahal yang

    dibaca adalah tafsirnya. Dari keadaan seperti ini menjadikan penafsiran

    seperti ini menjadikan penafsiran tersebut tidak jauh dari bahasa al-Quran

    dengan bahasa tafsirnya. Perhatikan misalnya penafsiran ayat pertama dari

    surat al-Tin sebagaimana penjelasan terdahulu yang tidak terlalu jauh dari

    bahasa al-Quran dibandingkan dengan metode penafsiran tahlili yang luas

  • 7/25/2019 tafsir-ijmali

    10/15

    dan kadang-kadang berputar-putar dan kadang-kadang sulit untuk memilih

    mana diantaranya yang lebih tepat atau mendekati kebenaran.

    Penafsiran dengan metode ini akan dengan mudah untuk memahami

    mufradat (kosa kata)nya disebabkan singkatnya uraian. Sedangkan dengan

    metode tahlili akan terasa lebih sulit karena uraiannya yng panjang dan

    mungkin sudah diluar maksud pesan Allah dalam Firman-Nya. Dalam

    penafsiran ijmali ini tampak mufassir langsung menjelaskan kosa kata

    dengan sinonimnya dengan tidak mengemukakan pendapat yang luas

    seperti metode tahlili.

    c. Tidak berbelit-belit dan tidak sulit dipahami

    Sesuai dengan eksistensi tafsir ijmali sebagai sesuatu yang ringkas danglobal maka berarti metode ini adalah sesuatu yang tidak berbelit-belit

    menjadikannya sebagai suatu yang praktis. Dalam keterangan lain

    disebutkan bahwa diantara kelebihan metode ijmali adalah bahwa tafsir

    dengan metode ini terasa lebih praktis dan mudah dipahami. 22 Kepraktisan

    yang ada menjadikan pemahaman al-Quran dengan metode ini segera

    dapat diketahui sebagaimana dalam contoh pada tafsir al-Jalalein yang

    penulis jelaskan terlebih dahulu.

    Penulis berpendapat bahwa seorang peneliti pesan al-Quran yang ingin

    cepat mendapat hasil yang diinginkan, maka metode ini adalah merupakan

    pilihan utama. Kecuali itu, metode ini juga dapat dikatakan sangat tepat

    bagi pemula pengkaji al-Quran. Akan tetapi hal ini bukan berarti metode

    ini tidak perlu atau akan ditinggalkan oleh pengkaji al-Quran pada tingkat

    yang lebih tinggi. Dan sangat tepat juga bila metode ini diterapkan pada

    madrasah Aliyah ke bawah atau kepada mahasiswa yang baru memasuki

    jenjang Perguruan Tinggi. Dan tampaknya tafsir al-Jalalein sebagai salah

    satu tafsir metode ijmali yang banyak dipelajari di madrasah-madrasah

    yang ada di Indonesia sebagaimana keterangan penulis terdahulu dan

    karena itu pulalah barangkali tafsir ini diterjemahkan ke dalam Bahasa

    Indonesia dan telah beredar luas dalam masyarakat.

  • 7/25/2019 tafsir-ijmali

    11/15

    Keberadaan penafsiran dengan metode ijmali ini menjadikan banyak

    orang yang menggemarinya dan merasa puas dengan hasil yang di

    capainya tanpa usaha yang berbelit-belit dan tidak sulit memahaminya.

    2. K elemahan Metode Ijmali

    Selain adanya keistimewaan metode ijmali , maka ditemukan pula

    kelemahannya dan diantaranya adalah:

    a. Tidak ditemukan penafsiran yang mendalam

    Sudah pasti bahwa dalam metode tafsir ijmali tidak akan ditemukan

    penafsiran yang mendalam. Dan sudah pasti juga bahwa usaha untuk

    menghadirkan penafsiran secara mendalam tidak akan ada karena kalauada penafsirannya bukan lagi metode ijmali melainkan telah berubah

    namanya menjadi tafsir tahlili. Karena itu keberadaan metode ini sebagai

    ijmali (global) adalah sesuatu yang merupakan kehendaknya sendiri dan

    karakteristiknya sendiri tanpa ada arahan untuk merubahnya dengan nama

    lain.

    Metode tafsir ini tidak memberikan peluang untuk menafsirkan al-

    Quran secara mendalam. Hal ini adalah merupakan salah satu kelemahan

    metode yang mengakibatkan ketidakpuasan bagi pencari pesan al-Quran

    secara mendalam. Dan memang demikianlah keadaannya sehingga mereka

    yang menginginkan penafsiran secara analitis harus memperhatikannya

    dalam tafsir tahlili disebabkan karena dalam tafsir ijmali hal itu tidak

    dapat digunakan. Kelemahan bukan berarti bersifat negatif melainkan

    bahwa kelemahan adalah semata-mata karakteristik atau ciri-ciri metode

    ini.

    Seseorang di dalam perkembangan kajiannya terhadap al-Quran

    mungkin saja berpindah dari metode ijmali kepada metode tahlili. Hal ini

    dapat disadari teristimewa bagi mereka yang selalu menginginkan

    terjadinya perubahan dan peningkatan dalam setiap kajian.

  • 7/25/2019 tafsir-ijmali

    12/15

    Suatu hal yang sangat penting dicermati adalah bahwa kekecewaan

    akan timbul disebabkan karena tidak ditemukannya penafsiran yang

    mendalam sesuai dengan keinginan seseorang atau bagi para mufassir

    yang menafsirkan secara detail haruslah memilih metode tafsir tahlili

    karena tidak mungkin hal tersebut dalam tafsir ijmali . Dengan demikian

    dalam metode tafsir ijmali tidak akan mendapatkan kebebasan dalam

    menafsirkan al-Quran atau tidak akan mendapatkan keleluasaan dalam

    menyalurkan segala aspirasi yang tersimpan dalam hati seseorang

    mufassir.

    b. Tidak Ditemukan Pemahaman Menyeluruh

    Al-Quran sangat jarang menyajikan suatu masalah secara rinci(tafsili) seperti tentang perkawinan. Pada umumnya al-Quran menyajikan

    suatu masalah secara garis besar (ijmal,secara umum) atau prinsip-prinsip

    pokoknya saja dan secara parsial atau yang dikatakan juzi (secara

    terpisah-pisah). Dan di sinilah pentingnya penafsiran dari para mufassir.

    Kemudian dapat dijelaskan bahwa keberadaan al-Quran seperti

    tersebut di atas inilah antara lain keisyimewaan al-Quran dan dalam

    kenyataannya terus menerus menjadi objek kajian para intelektual muslim

    maupun non muslimdan tetap actual sepanjang masa.

    Susunan al-Quran dengan keistimewaan tersendiri itu adalah juga

    merupakan motivasi khusus untuk penggalian makna ayat-ayat-Nya yang

    tidak pernah berakhir. Muhammad Rasyid Ridha (1865-1935) yang

    mengatakan jika seandainya al-Quran diturunkan dan disusun menurut

    gaya bahasa buku-buku lain atau disusun berbab-bab akan hilanglah

    keistimewaanya dari kitab-kitab lainnya. 23 atau seperti dikemukakan oleh

    Ali Hasan al-Aridh Bahkan lebih unik lagi, ketika ia baru masuk pada

    suatu masalah, maka akan segera diselingi oleh masalah lain, sedangkan

    masalah pertama belum tuntas. 24 Penjelasan sebagaimana disebutkan

    akan memotivasi umat Islam untuk mengkaji keseluruhan ayat-ayat al-

    Quran

  • 7/25/2019 tafsir-ijmali

    13/15

    Dari keterangan di atas dan menurut kenyataan yang ada diketahui

    bahwa al-Quran menyajikan suatu masalah seperti sumpah Allah dalam

    alQuran ditemukan dalam beberapa ayat dari beberapa surat al-Quran.

    Karena itu penafsiran yang dilakukan secara ijmali akan menjadikan

    petunjuk al-Quran secara parsial disebabkan karena penafsirannya yang

    tidak mengaitkan satu ayat dengan ayat yang lain dank arena

    penafsirannya yang singkat. Dan diketahui bahwa al-Quran adalah

    merupakan satu kesatuan yang utuh. Hal-hal yang global atau samar-samar

    dalam satu ayat dijelaskan dengan ayat yang lain. Dengan demikian bagi

    mereka yang menginginkan pemahaman al-Quran secara menyeluruh,

    maka metode tafsir ijmali tidak dapat diandalkan. Dan disinilah penting

    nya metode maudhui (tematis).Adapun prosedur atau langkah-langkah yang akan ditempuh dalam

    tafsir ijmali adalah sebagai berikut:

    1. Menentukan ayat al-Quran yang akan ditafsirkan baik

    seluruhnya maupun sebagiannya.

    2. Menyusun ayat al-Quran yang akan ditafsirkan menurut

    urutannya dalam mushaf atau menurut urutan turunnya.

    3. Menggunakan bahasa yang sederhana, mudah dipahami dan

    mencakup

    4. Menafsirkan ayat al-Quran secara global (singkat) seperti

    Tafsir al-Jalalein dan tidak dikaitkan dengan ayat lain

    5. Dalam penafsiran dimungkinkan adanya asbab al-Nuzul, hadist

    Nabi, atsar dari orang-orang saleh terdahulu, pendapat mufassir

    sendiri, atau sebagian saja.

    E. PENUTUP

    Memperhatikan uraian terdahulu diketahuilah bahwa metode tafsir ijmali adalah

    suatu metode penafsiran al-Quran secara ringkas sesuai dengan namanya ijmali (ringkas)

    baik dilakukan ayat demi ayat mulai dari surat al-Fatihah sampai surat al-Nas (sesuai

    dengan urutan ayat dalam mushaf (al-Quran)atau menurut urutan turun (nuzul)nya al-

  • 7/25/2019 tafsir-ijmali

    14/15

    Quran dan dibolehkan ada surat yang tidak ditafsirkan. Penafsiran dalam metode ini

    dilakukan secara sederhana dengan tidak mengkaitkannya dengan ayat lain, tetapi

    kadang-kadang penafsirannya perlu mengemukakan asbab al-nuzul, meneliti hadist Nabi

    SAW, atau atsar dari orang-orang terdahulu.

    Bagaimanapun komentar yang ditujukan kepada metode tafsir ijmali sudah pasti

    terdapat keistimewaan dan kelemahannya. Keistimewaannya dapat diperhatikan dari

    keadaanya yang relatiflebih terhindar dari kesalahan, tidak jauh dari bahasa al-Quran,

    dan tidak berbelit-belit serta tidak sulit dipahami. Sedangkan kelemahannya adalah

    karena tidak ditemukan penafsiran yang mendalam, dan tidak ditemukan pembahasan

    yang menyeluruh.

    1 Muhammad Ismail Ibrahim, Al-Quran wa Ijazuh al-ilmi (Kairo: Dar al-Fikr al-Arabi, tt), hlm12; dan Ali bin Muhammda alJurjani, Kitab al-Tarifat , cet III (Beirut-Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah,1408 H/1988 M), hlm 174. Dan sebagaimana dikatakan bahwa al-Quran adalah kitab hidayah (petunjuk)kepada manusia. Disini dikemukakan surat al-Zariyat : 56 Mustafa Muslim, Mabahits fi Ijaz al-Quran (Jeddah-Saudi Arabia: Dar al-Manarah li al-Nasyr wa al-Tawzi cet I 1408 H/1988 M), hlm. 152

    2 Amir Abdul Aziz, Dirasat fi Ulumal-Quran , cet I (Beirut: Dar al-Furqan, 1403 H/1983 M),hlm. 10

    3 Abd. Al-Hayy al-Farmawi, al-Bidayah fi al-Tafsir al MaudhuI , cet. I (Dirasat ManjahiyyatMaudhuiyyah, 1396 H/1976 M), hlm. 17.

    4 M.Quraisy Shihab , Tafsir al-Quran al Karim (Tafsir atas surat-surat pendek berdasarkan urutan

    turunnya wahyu), cet. I (Bandung : pustaka Hidayah, 1418 H/1997 M), hlm v5 Nashruddin Baidan, Metodologi penafsiran al-Quran , cet I (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 1998),hlm 13. Bandingkan dengan Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam , cet I (Jakarta, Rajawali Pers, 1998),hlm 172

    6 Zahir bin Awadh al AlmaI, Dirasat fi al-Tafsir al-MaudhuI li al-Quran Karim, cet I (Riyadh,1404 H), hlm 17

    7 Zahir bin Awadh al AlmaI, Dirasat fi al-Tafsir al-MaudhuI li al-Quran Karim, cet I (Riyadh,1404 H), hlm 17

    8 M.Quraisy Shihab, Op.Cit , hlm v dan vi9 Ibid.., hlm.vii. Untuk mendalami cara kerja yang dilakukan M. Quraisy Shihab mengemukakan

    bahwa hal serupa telah pernah dilakukan oleh Bint al-Syathi dalam tafsir al-bayani li al-Quran al-Karim ,Syaudi Dhaif dalam surat al-Rahman wa suwar Qishar , dan Muhammad Mutawalli al-Syarawi dalamtafsirnya.

    10 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Quran dengan metode Maudhui, dalam Bustami A. Gani danChatibul Umam (penyunting), Beberapa Aspek Ilmiah Tentang al-Quran , cet. I (Jakarta: PTIQ, 1986), hlm31.

    11 Al-AmaI, Op.Cit .., hlm 1812 H.S. Agil Husin al-Munawar dan Masykur Hakim, Ijaz al-Quran dan metodologi Tafsir , cet. I

    (Semarang: Penerbit Dina Utama, 1994) hlm. 3813 Nashruddin baidan, Loc. Cit. 14 Al-Allamah Jalaluddin Muhammad bin Ahmad al-Mahalli dan Jalaluddin Abdurrahmanbin Abi

    Bakar al-Suyuthi, Tafsir al-Jalalain , Syarikat al-Maarifli al - ThabiI wa al-Nasyr (Bandung, t.t),. Tafsir ini

  • 7/25/2019 tafsir-ijmali

    15/15

    pada bagian dalamnya tertulis dengan nama Tafsir al-Quran al-Adzim . Penyajian tafsir ini sesuai dengansusunan ayat al-Quran dalam mushaf al-Quran kecuali surat al-Fatihah yang biasanya pada urutan pertamaditempatkan pada urutan terakhir.

    15 Surat al-Tin adalah surat ke-95 dalam susunan mushaf al-Quran. Dan menurut urutan turunnyaal-Quran diketahui bahwa surat al-Tin adalah surat ke 28 dari surat-surat Makkiyah. Surat ini berisi

    delapan ayat.Surat ini termasuk salah satu surat dari 15 surat al-Quran yang termasuk sumpah Allah yangdiawali dengan huruf sumpah waw yang terdapat pada al-Fawatih al-Suwar. 16 Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin Abdurrahman bin Al-Suyuthi, juz II, Op .Cit .,hlm 265-26617 Al-Imam Abdurrahman bin al-Kamal Jalaluddin al-Suyuthi, Tafsir al-Durr al -Mantsur fi al-

    Tafsir al-Matsur , Juz VIII, cet I (Beirut-Libanon: Dar al-Fikr li al-Thibaah wa al- Nasyr wa al-Tauzi1403 H/1983 M), hlm, 553-559

    18 Ibid ., hlm. 553-557 dan 559.19 Ibid . , hlm 554-55720 Jalaluddin al-Mahalli dan Jalalluddin Abdurrahman al-Suyuthi, Juz II, Op Cit. ,hlm 26621 Al-Suyuthi, Juz VIII , Op.Cit .,hlm 554-556.22 Nasruddin Baidan, Op.Cit .,hlm. 2223 Muhammad Rasyid Ridha , al-Wahyu al-muhammadi , cet.VIII (Kairo: al-Maktab al Islami, t.t.h),

    hlm 143-14424 Ali Hasan al-Aridh, Tarikh Ilm al-Tafsir wa Manahij al-Mufassirin (Mesir: Dar al-Fikr, 1376

    H), hlm 77