tafsir-ijmali
TRANSCRIPT
-
7/25/2019 tafsir-ijmali
1/15
A. PENDAHULUAN
Al-Quran adalah firman Allah SWT yang dibawa Jibril AS kepada Nabi
Muhammad SAW untuk menjadi petunjuk bagi seluruh manusia 1 atau seperti dikatakan
Amir Abdul Aziz bahwa Al-Quran menurut istilah adalah kalam Allah (Firman Allah)
yang menjadi mukjizat, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, ditulis dalam
mushaf, disampaikan secara mutawatir, dan menjadi ibadah dengan membacanya 2.
Al-Quran yang menjadi kitab suci bagi umat Islam itu adalah merupakan sumber
pertama dan utama dalam agama Islam. Al-Quran itu berpahala membacanya baik
dimengerti maknanya dan penafsirannya maupun tidak. Akan tetapi dapat dipastikan
bahwa pembaca Al-Quran yang memahami pesan bacaaanya lebih baik dan lebih mulia
daripada pembaca yang hanya sekedar membaca tanpa mengerti dan tanpa terlintas dalamhatinya apa pesan yang terkandung dalam bacaannya. Disamping itu, hendaklah diyakini
bahwa keterangan Nabi SAW yang menyatakan bahwa setiap pembaca satu huruf al-
Quran akan mendapatkan satu kebajikan dan keterangan lain dengan tidak menyebutkan
mengerti atau tidak mengerti yang dibaca bukanlah menunjukkan agar umat Islam
terhenti pada aktivitas membaca saja melainkan bahwa hal itu merupakan indikator
tentang keistimewaan al-Quran sendiri sebenarnya ingin berdialog dengan pembaca
sepanjang masa dan di tempat mana saja.
Berdialog dengan al-Quran atau al-Quran berdialog dengan pembacanya dengan
mengindikasikan adanya saling pemahaman. Disinilah dituntut agar pembaca al-Quran
berupaya untuk memahami bacaannya. Dalam memahami al-Quran telah dimulai oleh
Nabi Muhammad SAW sendiri sebagai penafsir pertama ( mufassir al-awwal ) bagi al-
Quran bila enggan berkata bahwa Allah SWT itulah sebagai mufassir pertama di
sebabkan adanya ayat yang menafsirkan ayat yang lain ( al-Quran yufassiru badhuhu
badha ). Kemudian diketahui bahwa untuk pendekatan pemahaman isi atau pesan yang
terkandung dalam al-Quran dilihat dari metodenya menurut sumber yang digunakan,
ditemukan dua macam yaitu bi al-matsur (bersumber dari penafsiran al-Quran dengan
al-Quran, al-Quran dengan hadist Nabi, al-Quran dengan perkataan sahabat, dan al-
Quran dengan perkataan tabiin) dan bi al- Rayi (bersumber selain sumber yang tersebut
terdahulu dengan tetap memperhatikan persyaratan seseorang untuk dapat menafsirkan
-
7/25/2019 tafsir-ijmali
2/15
al-Quran). Kecuali itu, maka pendekatan dari sisi penulisannya secara ringkas atau luas
atau penulisannya dengan cara perbandingan atau dengan cara tematis terdapat metode
utama dalam tafsir, yaitu metode tafsir tahlili, ijmali , muqaran dan maudhui. 3 Dalam
tulisan ini akan diuraikan metode tafsir ijmali , ciriciri (karakteristik) nya, contoh
penerapannya metode ini, keistimewaan dan kelemahannya dan diakhiri dengan penutup.
B. PENGERTI AN METODE TAFSIR IJ MAL I
Metode tafsir adalah berarti menafsirkan ayat al-Quran dengan global dan
singkat sehingga tetap seperti berada dalam kalimat al-Quran. 4 Cara kerja metode ini
tidak cukup dengan keterangan tersebut melainkan dilengkapi dengan menjelasan yang
mengatakan bahwa sistematika penulisannya adalah menurut susunan ayat al-Quran
menurut urutan ayat dalam mushaf al-Quran dengan bahasa yang populer, mudahdifahami, enak dibaca, dan mencakup 5. Dan dalam keterangan lain disebutkan bahwa
yang dimaksud dengan metode tafsir ijmali adalah penafsiran al-Quran menurut susunan
(urutan) bacaannya dengan suatu penafsiran ayat demi ayat secara sederhana yang akan
dapat dipahami orang-orang tertentu dan selainnya dengan tujuan mendapatkan
pemahaman dengan cara yang ringkas. 6
Keterangan terdahulu menginformasikan bahwa metode tafsir ijmali
penafsirannya adalah singkat. Penafsiran secara singkat tersebut ada dengan cara menurut
urutan ayat al-Quran dalam mushaf atau tidak menjelaskannya apakah menurut urutan
ayat dalam al-Quran atau menurut urutan turunnya al-Quran. Bila buku karya M.
Quraish Shihab diperhatikan tidak ditemukan keterangannya tentang tafsir ijmali apakah
penyusunannya menurut urutan ayat dalam mushaf al-Quran atau tidak, tetapi penulis
menemukan keterangannya yang mengatakan bahwa metode tafsir tahili (kebalikan dari
metode tafsir ijmali ) dengan cara kerjanya adalah menafsirkan alQuran ayat demi ayat
sebagaimana urutannya dalam al-Quran, dan pada bagian lainnya disebutkannya bahwa
buku karyanya akan menggunakan metode tahlili dalam penyajian pesanpesan kitab suci
alQuran. 7 Akan tetapi setelah penulis memeriksa buku karyanya tersebut yang
membahas 24 surat al-Quran ternyata tidak menurut urutannya dalam mushaf alQuran
melainkan menurut urutan turunnya al-Quran mulai dari alFatihah sampai surat al
Thariq dan itupun ada surat yang tidak dibahas. Hal ini sesuai dengan penjelasannya
-
7/25/2019 tafsir-ijmali
3/15
bahwa beliau tidak menyajikan uraian yang mengikuti runtutan suratsurat sebagaimana
tercantum dalam mushaf. 8 Karena itu tampaknya beliau tetap mengatakan bahwa metode
tahlili walaupun pembahasanya bukan menurut urutan mushaf alQuran melainkan
menurut urutan turun (nuzul) nya al-Quran dan walaupun tidak seluruh ayat al-Quran
menjadi pembahasan. Dengan demikian penulis beranggapan bahwa beliau membolehkan
metode tafsir ijmali dengan penafsiran menurut urutan ayat dalam mushaf al-Quran.
Pakar lain juga tampaknya tidak ada memberikan argumentasi yang mengharuskan
metode tafsir ijmali harus penafsirannya menurut susunan mushaf al-Quran. Hal ini
semua berarti memberikan kebebasan dengan syarat penafsirannya harus ringkas.
Beberapa pengertian metode tafsir ijmali di atas yang menjelaskan bahwa metode
tersebut menafsirkan ayat al-Quran secara ringkas (sesuai dengan namanya ijmali ) itu
tidak ditemukan penjelasan tentang maksud secara ringkas. Dan walaupun dikatakanringkas, untuk mencapai tujuan yang diinginkan penafsir juga kadang-kadang merasa
perlu untuk mengkaji asbab al-nuzul, meneliti hadist Nabi SAW atau atsar dari orang-
orang yang shaleh terdahulu.
Selanjutnya memperhatikan pengertian metode tafsir ijmali dapat dijelaskan
bahwa di antara penafsiran terhadap al-Quran yang dilakukan Nabi SAW sendiri pun ada
yang termasuk dalam kategori metode tafsir ijmali teristimewa sejarah yang
menginformasikan bahwa Nabi SAW sebgai mubayyin (penjelas) terhadap pesan al-
Quran yang menjelaskan maksud al-Quran secara ringkas. Demikian pula dengan tafsir
shahabat dan tabiin sehingga penafsiran terus berkembang. Akan tetapi penamaan tafsir
secara ringkas sebagai tafsir ijmali belum digunakan pada masa Nabi SAW, shahabat,
dan tabiin. Nama metode tafsir ijmali muncul belakangan. M. Quraish Shihab
mengatakan bahwa metode yang selama ini digunakan oleh para mufassir sejak masa
kodifikasi tafsir yang oleh sebagian ahli diprediksikan dimulai oleh al-Farra(w.207 H)
sampai tahun 1960 adalah menafsirkan al-Quran ayat demi ayat sesuai dengan
susunannya dalam mushaf al-Quran. Bentuk demikian menjadikan petunjuk-petunjuk al-
Quran terpisah-pisah dan tidak disodorkan kepada pembacanya secara menyeluruh. 9.
Metode tafsir dimaksud termasuk di dalamnya metode tafsir ijmali yang berarti bahwa
metode ini paling tidak pernah ada pada masa al-Farra. Dan penjelasan tentang
penafsiran ayat demi ayat sesuai dengan susunannya dalam mushaf al-Quran dan tidak
-
7/25/2019 tafsir-ijmali
4/15
menyodorkan kepada pembacanya secara menyeluruh antara lain adalah penjelasan
tentang keberadaan tafsir ijmali . Kemudian barulah timbul metode tafsir maudhui yang
menyodorkan penafsiran kepada pembacanya secara tematis.
Untuk lebih memahami metode ini dituntut kepada pemerhatinya untuk
mencermati buku-buku tafsir yang dikategorikan kepada metode ini. Zahir bin Awadh al-
Almai mengemukakan bahwa tafsir yang di tulis Muhammad Farid Wajdi dan tafsir al -
J alalein yang ditulis Jalaluddin al-Suyuthi dan Jalaluddin al-Mahalli sebagai contoh
tafsir al- Ijmali .10 Selain kedua buah tafsir tersebut, Said aqil al-Munawwar dan Masykur
Hakim menambah satu buah tafsir lagi yang termasuk kategori ini yaitu Shafwah al-
Bayan li maani al-Quran karangan Syeikh Husnain Muhammad makhluf. 11 Kemudian
Nashruddin Baidan mengemukakan empat buah tafsir yang termasuk kategori Ijmali .
Keempat buah tafsir tersebut adalah dua buah tafsir yang dikemukakan al-Almaiditambah dengan al-Tafsir al-Wasith terbitan Majma al-Buhuts al-Islamiyah dan Taj al-
Tafasir karangan Muhammad Usman al-Mirghani. 12 Dengan demikian ada lima buah
tafsir yang termasuk dalam kategori ijmali . Dari kelima buah buku tersebut tidak
diketahui mana diantaranya yang paling luas penafsirannya sebagai batas ringkas metode
ijmali dan untuk yang lebih luas berarti menjadi metode tafsir tahlili . Kesulitan tersebut
disebabkan karena penulis hanya meneliti tafsir al-Jalalain.
C. CIRI -CIRI (K ARAKTERISTIK ) METODE TAFSIR IJ MALI
Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya eksistensi metode ijmali dapat
diperhatikan melalui pengkajian contoh yang akan dikemukakan dengan membandingkan
nya dengan metode tahlili (mengurai, menganalisis) dan bukan dengan cara
membandingkan dengan metode muqaran (perbandingan), sedangkan metode maudhui
(tematis). Hal ini disebabkan karena kedua metode terakhir ini sangat berbeda metode ini
dimana metode muqaran didominasi oleh komparatif (perbandingan), sedangkan metode
maudhui memulai kerjanya dengan penentuan tema yang akan dikaji dan kemudian
aktivitas pembahasan.
Dalam metode tafsir ijmali tampak bahwa mufassirnya beraktifitas secara
langsung menafsirkan ayat al-Quran dari awal surat sampai akhir surat menurut mushaf
al-Quran atau menurut urutan turunnya al-Quran baik seluruh atau sebagian ayat saja
-
7/25/2019 tafsir-ijmali
5/15
tanpa adanya perbandingan atau penentuan tema bahasan. Cara kerja metode ini tidak
jauh berbeda dengan metode tahlili. Akan tetapi metode tahlili lebih rinci uraiannya
dibandingkan dengan metode ijmali . Penulis berpendapat bahwa kedua metode tafsir
tersebut dapat dikatakan sama-sama tergolong dalam penafsiran parsial walaupun dalam
metode tahlili terdapat sedikit pengkaitannya dengan ayat lain sebagaimana dalam contoh
yang akan dikemukakan dalam tulisan ini. Namun demikian, mufasir dalam metode
ijmali tidak mendapat tempat untuk menguak pesan Allah secara luas sebagaimana
kesempatan yang seluas-luasnya bagi mufassir yang memilih metode tahlili.
Berdasarkan keterangan diatas tampak-ciri-ciri atau karakteristik dari metode
ijmali yang menguraikan penafsiran secara ringkas. Akan tetapi suatu kesulitan yang
muncul adalah tidak diperolehnya batasan tentang suatu maksud penfsiran secara ringkas.
Akan halnya metode tafsir ijmali ini tampaknya para pakar hanya mengemukakan namatafsir yang termasuk dalam metode ini. Para pengkaji metode ini dan yang telah
mengemukakan nama buku tafsir yang termasuk kategori ijmali ternyata tetap saja tidak
mengambil kesimpulan untuk sampai kepada maksud ringkas dalam metode ijmali . Di
sini muncul lagi kesulitan yaitu tidak ditemukannya semua buku tafsir dengan metode
ijmali untuk diadakan pengkajian dan sekaligus melihat penafsiran mana diantaranya
yang terlengkap atau yang paling luas penafsirannya untuk menyimpulkan tafsir tersebut
sebagai batasan ringkas (tafsir ijmali ) apalagi yang lebih ringkas dan yang melebihi
penafsirannya disebut sebagai tafsir tahlili . Selain itu, penulis juga tidak menemukan
buku tafsir tahlili mana yang paling ringkas dari tafsir untuk menyimpulkan sesuatu yang
lebih ringkas dari tafsir tersebut berarti di golongkan kepada ijmali .
Diantara buku tafsir yang tergolong metode ijmali yang akan diteliti dalam
tulisan ini adalah tafsir al-jalalain sebagaimana keterangan terdahulu. Buku tafsir ini 13
tergolong yang banyak dipelajari di pesantren dan madrasah yang ada di Indonesia dan
juga sekolah-sekolah agama (Islam) di Selatan Thailand (menurut informasi yang penulis
peroleh bulan Maret 1999 lalu di Thailand). Untuk selanjutnya tafsir al-jalalain dengan
mengambil sampel surat al-Tin. 14 Dan untuk membandingkannya akan diteliti sebuah
tafsir tahlili yang termasuk dalam kategori bi almatsur. Tafsir tersebut adalah al-Durru
al-Mantsur fi al-matsur sebagaimana akan dijelaskan.
-
7/25/2019 tafsir-ijmali
6/15
1. Teks ayat dan tafsirnya (surat al-Tin) 15
( ) ( )
( )
( ) ( ) ( ) ( )
)( ( ) : "
"
( ) ( ) ( )
( ) : "
" 2. Terjemah teks Ayat dan Tafsirnya (surat Al-Tin)
Setelah penulis cantumkan teks ayat dan tafsirnya, selanjutnya dikemukakanterjemahnya ayat per ayat sebagai berikut:
2.1 (Demi [buah] Tin dan [buah]) Zaitun: artinya dua nama buah yang dapat
dimakan satu atau dua buah gunung (bukit) yang terdapat di Syam (Syria) dimana pada
keduanya tumbuh kedua buah tersebut.
2.2 (Dan demi (bukit) Sinai): yaitu nama sebuah bukit yang menjadi tempat
sewaktu Allah berfirman kepada Musa. Makna Sinin adalah yang diberkati atau yang
baik karena terdapatnya banyak pohon yng menghasilkan buah.
2.3 (Dan demi kota (Mekkah) ini yang aman): Yaitu Mekkah dimana manusia
pada masa Jahiliyyah maupun masa Islam merasa aman tinggal di dalamnya.
2.4 (Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia, dalam bentuk sebaik-
baiknya): yaitu sesuai bentuknya
-
7/25/2019 tafsir-ijmali
7/15
2.5 (Kemudian Kami kembalikan dia): yaitu sebagian manusia, ke tempat yang
serendah-rendahnya): hal ini merupakan kinayah (kata kiasan) tentang usia tua dan lemah
sehingga amal orang mukmin saat itu berkurang dibandingkan saat usia muda dan adalah
baginya pahala amalnya.
2.6 (Kecuali) maksudnya melainkan, (orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya): yaitu
habis-habisnya. Di dalam hadist disebutkan: Apabila seorang mukmin sampai kepada
usia tua yang menyebabkannya lemah dalam beramal dituliskanlah baginya pahala amal
kebajikan yang biasanya ia lakukan di saat mudanya.
2.7 (Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan): Hai orang kafir,
(sesudahnya) adanya keterangan-keterangan itu?: Artinya sesudah disebutkan tentang
penciptaan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya kemudian mengembalikannyakepada usia yang hina dan qudrah (kekuasaan) Allah untuk membangkitkan mahlukh
hidup kembali, (Bi al-Din (hari pembalasan): Yaitu hari pembalasan ( al-J aza) yang di
awali hari berbangkit dan hari perhitungan. Lalu apakah yang menyebabkan enakau
mendustakannya dan tidak ada yang mendorongnya untuk mendustakan hal tersebut
kecuali dirinya sendiri.
2.8 (Bukankah Allah hakim yang seadil-adilnya?): artinya bahwa Allah lah hakim
yang paling adil dan allah menghukum manusia dengan suatu balasan yang disebabkan
perbuatannya. Dan dalam hadist disebutkan: Barang siapa membacanya wa al-Tin hingga
akhirnya hendaklah ia berkata: benar, dan saya menjadi saksi atas yang demikian itu. 16
Memperhatikan penafsiran dengan metode tafsir ijmali dalam tafsir al-J alalain di
atas tampak betapa ringkasnya penafsiran tersebut sehingga satu surat yang ditafsirkan
terdiri dari 8 ayat bersama tafsirnya tidak sampai satu halaman. Dengan demikian tidak
ditemui tafsiran yang rinci. Hal ini dapat dibandingkan dengan tafsir tahlili yang
termasuk dalam kategori tafsir bi al-Masur yaitu al-Durru al-Mantsur fi al-Tafsir al-
Matsur tulisan al-Imam Abdurrahman Jalaluddin al-Suyuthi yang menghabiskan 7
halaman untuk menafsirkan surat al-Tin dan di dalamnya dikaitkan dengan dua buah ayat
(surat al-Hajj ayat 5 dan surat al-Maun ayat 1). 17
Tentang penafsiran yang rinci itu dapat dilihat penafsiran terhadap ayat 1-3 yang
disebut juga sebagai muqsam bih (Allah bersumpah dengannya) itu hanya menghabiskan
-
7/25/2019 tafsir-ijmali
8/15
tiga baris saja padahal pada tafsir tahlili menghabiskan 74 baris walaupun kadang-kadang
dengan penafsiran yang tampak berulang. 18 Namun demikian penafsiran terhadap wa
hadza al-balad al-amin (dan demi kota (Mekkah) ini yang aman) tampak metode tafsir
tahlili hanya menafsirkannya dengan Mekkah (9 kali) dan satu kali dengan kata al-
balad al-haram yang juga maksudnya adalah Mekkah, 19 sedangkan dalam tafsir Jalalain
yang dikatakan sebagai tafsir ijmali menafsirkan tidak hanya dengan mengatakan
Mekkah melainkan disebutkan keadaan Mekkah itu sebagai suatu tempat dimana
manusia akan merasa aman tinggal didalamnya baik pada masa Jahiliyah maupun pada
masa Islam sebagaimana penafsiran terdahulu. 20
Kemudian penafsiran terhadap al-Tin misalnya dikatakan sebagai Negeri Syam
(Syria) sebagai Masjid Nuh, Masjidil Haram (tempat Nabi Isra), Gunung yang terdapat
di Damascus, masjid Damaskus, Masjid ashab al-kahfi, Masjid di Syam (Syria)Damaskus, buah-buahan yang dimakan manusia, Gunung yang diatasnya ada Tin. 21
D. K EISTIMEWAAN DAN K ELEMAHAN METODE IJ MALI
Beberapa metode tafsir yang dilahirkan oleh pakar tafsir ditemukan keistimewaan
dan kelemahannya yang sekaligus menunjukkan kelemahan manusia dibandingkan
dengan ketentuan dan ketetapan Allah yang pasti benar dan tidak pernah salah.
Pengutak-atikan otak yang dilakukan manusia menunjukkan bahwa manusia
tersebut telah mengamalkan pesan al-Quran karena al-Quran sendiri pada sebagian ayat
mengarahkan manusia untuk melakukan perenungan-perenungan. Diantara perenungan-
perenyngan tersebut adalah di temukannya beberapa metode tafsir yang merupakan hasil
ijtihad yaitu hasil olah pikir manusia.
Diantara keterbatasan manusia adalah adanya sifat lupa atau tidak sampainya
pemahaman seseorang terhadap sesuatu. Dan kekurangan tersebut adalah merupakan cirri
dari produk manusia ciptaan Allah.
Suatu hal yang perlu dijelaskan di sini adalah bahwa terdapatnya keistimewaan
dan kelemahan yang dimaksud dalam metode ijmali agar tidak dikaitkan dengan nilai
positif dan nilai negative metode ini melainkan agar lebih di tujukan kepada mencermati
cirri khas dari metode ini
-
7/25/2019 tafsir-ijmali
9/15
1. K EISTIMEWAAN METODE IJ MALI
Diantara keistimewaan metode ijmali adalah:
a. Relatif lebih terhindar dari kesalahan
Hal ini dapat di pahami dengan memperhatikan metode ini yang
penafsirannya ringkas maka apabila ditemukanpun didalamnya kesalahan
dapat dikatakan bahwa kesalahan tersebut relatif lebih sedikit atau
terhindari daripada metode penafsiran yang luas bahasannya. Dan karena
itu juga metode ini relatif lebih murni.
Dalam hal penafsiran al-Quran yang mugkin saja disusupi pemikran-
pemikiran israliat, dengan metode ini relatif lebih terhindari. Pemikiran-
pemikiran israliat yang bertentangan dengan hakekat pesan firman Allah
sangat penting untuk dihindari. Selain itu dengan metode ini relative lebihterhindar dari kesalahn yang mungkin ada dari penafsiran-penafsiran yang
terlalu jauh dari pemahaman al-Quran yang dikembangkan dalam bidang
fiqh, pendidikan (tarbiyah), dakwah, ushulluddin, dan lain-lain.
Disebabkan karena metode ijmali mengemukakan penafsiran secara
ringkas, maka penafsirannya lebih terjaga dari kesalahan yang mungkin
terjadi. Hal ini dapat dipahami karena peluang untuk menafsirkan yang
lebih luas seperti pada metode tafsir tahlili tidak didapatkan. Dan pada
metode tahlili mufassirnya berpeluang seluas-luasnya untuk menafsirkan
al-Quran.
b. Tidak jauh dari bahasa al-Quran
Dengan metode ini dapat dirasakan singkatnya uraian yang
menyebabkan terasakan seperti tetap membaca al-Quran padahal yang
dibaca adalah tafsirnya. Dari keadaan seperti ini menjadikan penafsiran
seperti ini menjadikan penafsiran tersebut tidak jauh dari bahasa al-Quran
dengan bahasa tafsirnya. Perhatikan misalnya penafsiran ayat pertama dari
surat al-Tin sebagaimana penjelasan terdahulu yang tidak terlalu jauh dari
bahasa al-Quran dibandingkan dengan metode penafsiran tahlili yang luas
-
7/25/2019 tafsir-ijmali
10/15
dan kadang-kadang berputar-putar dan kadang-kadang sulit untuk memilih
mana diantaranya yang lebih tepat atau mendekati kebenaran.
Penafsiran dengan metode ini akan dengan mudah untuk memahami
mufradat (kosa kata)nya disebabkan singkatnya uraian. Sedangkan dengan
metode tahlili akan terasa lebih sulit karena uraiannya yng panjang dan
mungkin sudah diluar maksud pesan Allah dalam Firman-Nya. Dalam
penafsiran ijmali ini tampak mufassir langsung menjelaskan kosa kata
dengan sinonimnya dengan tidak mengemukakan pendapat yang luas
seperti metode tahlili.
c. Tidak berbelit-belit dan tidak sulit dipahami
Sesuai dengan eksistensi tafsir ijmali sebagai sesuatu yang ringkas danglobal maka berarti metode ini adalah sesuatu yang tidak berbelit-belit
menjadikannya sebagai suatu yang praktis. Dalam keterangan lain
disebutkan bahwa diantara kelebihan metode ijmali adalah bahwa tafsir
dengan metode ini terasa lebih praktis dan mudah dipahami. 22 Kepraktisan
yang ada menjadikan pemahaman al-Quran dengan metode ini segera
dapat diketahui sebagaimana dalam contoh pada tafsir al-Jalalein yang
penulis jelaskan terlebih dahulu.
Penulis berpendapat bahwa seorang peneliti pesan al-Quran yang ingin
cepat mendapat hasil yang diinginkan, maka metode ini adalah merupakan
pilihan utama. Kecuali itu, metode ini juga dapat dikatakan sangat tepat
bagi pemula pengkaji al-Quran. Akan tetapi hal ini bukan berarti metode
ini tidak perlu atau akan ditinggalkan oleh pengkaji al-Quran pada tingkat
yang lebih tinggi. Dan sangat tepat juga bila metode ini diterapkan pada
madrasah Aliyah ke bawah atau kepada mahasiswa yang baru memasuki
jenjang Perguruan Tinggi. Dan tampaknya tafsir al-Jalalein sebagai salah
satu tafsir metode ijmali yang banyak dipelajari di madrasah-madrasah
yang ada di Indonesia sebagaimana keterangan penulis terdahulu dan
karena itu pulalah barangkali tafsir ini diterjemahkan ke dalam Bahasa
Indonesia dan telah beredar luas dalam masyarakat.
-
7/25/2019 tafsir-ijmali
11/15
Keberadaan penafsiran dengan metode ijmali ini menjadikan banyak
orang yang menggemarinya dan merasa puas dengan hasil yang di
capainya tanpa usaha yang berbelit-belit dan tidak sulit memahaminya.
2. K elemahan Metode Ijmali
Selain adanya keistimewaan metode ijmali , maka ditemukan pula
kelemahannya dan diantaranya adalah:
a. Tidak ditemukan penafsiran yang mendalam
Sudah pasti bahwa dalam metode tafsir ijmali tidak akan ditemukan
penafsiran yang mendalam. Dan sudah pasti juga bahwa usaha untuk
menghadirkan penafsiran secara mendalam tidak akan ada karena kalauada penafsirannya bukan lagi metode ijmali melainkan telah berubah
namanya menjadi tafsir tahlili. Karena itu keberadaan metode ini sebagai
ijmali (global) adalah sesuatu yang merupakan kehendaknya sendiri dan
karakteristiknya sendiri tanpa ada arahan untuk merubahnya dengan nama
lain.
Metode tafsir ini tidak memberikan peluang untuk menafsirkan al-
Quran secara mendalam. Hal ini adalah merupakan salah satu kelemahan
metode yang mengakibatkan ketidakpuasan bagi pencari pesan al-Quran
secara mendalam. Dan memang demikianlah keadaannya sehingga mereka
yang menginginkan penafsiran secara analitis harus memperhatikannya
dalam tafsir tahlili disebabkan karena dalam tafsir ijmali hal itu tidak
dapat digunakan. Kelemahan bukan berarti bersifat negatif melainkan
bahwa kelemahan adalah semata-mata karakteristik atau ciri-ciri metode
ini.
Seseorang di dalam perkembangan kajiannya terhadap al-Quran
mungkin saja berpindah dari metode ijmali kepada metode tahlili. Hal ini
dapat disadari teristimewa bagi mereka yang selalu menginginkan
terjadinya perubahan dan peningkatan dalam setiap kajian.
-
7/25/2019 tafsir-ijmali
12/15
Suatu hal yang sangat penting dicermati adalah bahwa kekecewaan
akan timbul disebabkan karena tidak ditemukannya penafsiran yang
mendalam sesuai dengan keinginan seseorang atau bagi para mufassir
yang menafsirkan secara detail haruslah memilih metode tafsir tahlili
karena tidak mungkin hal tersebut dalam tafsir ijmali . Dengan demikian
dalam metode tafsir ijmali tidak akan mendapatkan kebebasan dalam
menafsirkan al-Quran atau tidak akan mendapatkan keleluasaan dalam
menyalurkan segala aspirasi yang tersimpan dalam hati seseorang
mufassir.
b. Tidak Ditemukan Pemahaman Menyeluruh
Al-Quran sangat jarang menyajikan suatu masalah secara rinci(tafsili) seperti tentang perkawinan. Pada umumnya al-Quran menyajikan
suatu masalah secara garis besar (ijmal,secara umum) atau prinsip-prinsip
pokoknya saja dan secara parsial atau yang dikatakan juzi (secara
terpisah-pisah). Dan di sinilah pentingnya penafsiran dari para mufassir.
Kemudian dapat dijelaskan bahwa keberadaan al-Quran seperti
tersebut di atas inilah antara lain keisyimewaan al-Quran dan dalam
kenyataannya terus menerus menjadi objek kajian para intelektual muslim
maupun non muslimdan tetap actual sepanjang masa.
Susunan al-Quran dengan keistimewaan tersendiri itu adalah juga
merupakan motivasi khusus untuk penggalian makna ayat-ayat-Nya yang
tidak pernah berakhir. Muhammad Rasyid Ridha (1865-1935) yang
mengatakan jika seandainya al-Quran diturunkan dan disusun menurut
gaya bahasa buku-buku lain atau disusun berbab-bab akan hilanglah
keistimewaanya dari kitab-kitab lainnya. 23 atau seperti dikemukakan oleh
Ali Hasan al-Aridh Bahkan lebih unik lagi, ketika ia baru masuk pada
suatu masalah, maka akan segera diselingi oleh masalah lain, sedangkan
masalah pertama belum tuntas. 24 Penjelasan sebagaimana disebutkan
akan memotivasi umat Islam untuk mengkaji keseluruhan ayat-ayat al-
Quran
-
7/25/2019 tafsir-ijmali
13/15
Dari keterangan di atas dan menurut kenyataan yang ada diketahui
bahwa al-Quran menyajikan suatu masalah seperti sumpah Allah dalam
alQuran ditemukan dalam beberapa ayat dari beberapa surat al-Quran.
Karena itu penafsiran yang dilakukan secara ijmali akan menjadikan
petunjuk al-Quran secara parsial disebabkan karena penafsirannya yang
tidak mengaitkan satu ayat dengan ayat yang lain dank arena
penafsirannya yang singkat. Dan diketahui bahwa al-Quran adalah
merupakan satu kesatuan yang utuh. Hal-hal yang global atau samar-samar
dalam satu ayat dijelaskan dengan ayat yang lain. Dengan demikian bagi
mereka yang menginginkan pemahaman al-Quran secara menyeluruh,
maka metode tafsir ijmali tidak dapat diandalkan. Dan disinilah penting
nya metode maudhui (tematis).Adapun prosedur atau langkah-langkah yang akan ditempuh dalam
tafsir ijmali adalah sebagai berikut:
1. Menentukan ayat al-Quran yang akan ditafsirkan baik
seluruhnya maupun sebagiannya.
2. Menyusun ayat al-Quran yang akan ditafsirkan menurut
urutannya dalam mushaf atau menurut urutan turunnya.
3. Menggunakan bahasa yang sederhana, mudah dipahami dan
mencakup
4. Menafsirkan ayat al-Quran secara global (singkat) seperti
Tafsir al-Jalalein dan tidak dikaitkan dengan ayat lain
5. Dalam penafsiran dimungkinkan adanya asbab al-Nuzul, hadist
Nabi, atsar dari orang-orang saleh terdahulu, pendapat mufassir
sendiri, atau sebagian saja.
E. PENUTUP
Memperhatikan uraian terdahulu diketahuilah bahwa metode tafsir ijmali adalah
suatu metode penafsiran al-Quran secara ringkas sesuai dengan namanya ijmali (ringkas)
baik dilakukan ayat demi ayat mulai dari surat al-Fatihah sampai surat al-Nas (sesuai
dengan urutan ayat dalam mushaf (al-Quran)atau menurut urutan turun (nuzul)nya al-
-
7/25/2019 tafsir-ijmali
14/15
Quran dan dibolehkan ada surat yang tidak ditafsirkan. Penafsiran dalam metode ini
dilakukan secara sederhana dengan tidak mengkaitkannya dengan ayat lain, tetapi
kadang-kadang penafsirannya perlu mengemukakan asbab al-nuzul, meneliti hadist Nabi
SAW, atau atsar dari orang-orang terdahulu.
Bagaimanapun komentar yang ditujukan kepada metode tafsir ijmali sudah pasti
terdapat keistimewaan dan kelemahannya. Keistimewaannya dapat diperhatikan dari
keadaanya yang relatiflebih terhindar dari kesalahan, tidak jauh dari bahasa al-Quran,
dan tidak berbelit-belit serta tidak sulit dipahami. Sedangkan kelemahannya adalah
karena tidak ditemukan penafsiran yang mendalam, dan tidak ditemukan pembahasan
yang menyeluruh.
1 Muhammad Ismail Ibrahim, Al-Quran wa Ijazuh al-ilmi (Kairo: Dar al-Fikr al-Arabi, tt), hlm12; dan Ali bin Muhammda alJurjani, Kitab al-Tarifat , cet III (Beirut-Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah,1408 H/1988 M), hlm 174. Dan sebagaimana dikatakan bahwa al-Quran adalah kitab hidayah (petunjuk)kepada manusia. Disini dikemukakan surat al-Zariyat : 56 Mustafa Muslim, Mabahits fi Ijaz al-Quran (Jeddah-Saudi Arabia: Dar al-Manarah li al-Nasyr wa al-Tawzi cet I 1408 H/1988 M), hlm. 152
2 Amir Abdul Aziz, Dirasat fi Ulumal-Quran , cet I (Beirut: Dar al-Furqan, 1403 H/1983 M),hlm. 10
3 Abd. Al-Hayy al-Farmawi, al-Bidayah fi al-Tafsir al MaudhuI , cet. I (Dirasat ManjahiyyatMaudhuiyyah, 1396 H/1976 M), hlm. 17.
4 M.Quraisy Shihab , Tafsir al-Quran al Karim (Tafsir atas surat-surat pendek berdasarkan urutan
turunnya wahyu), cet. I (Bandung : pustaka Hidayah, 1418 H/1997 M), hlm v5 Nashruddin Baidan, Metodologi penafsiran al-Quran , cet I (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 1998),hlm 13. Bandingkan dengan Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam , cet I (Jakarta, Rajawali Pers, 1998),hlm 172
6 Zahir bin Awadh al AlmaI, Dirasat fi al-Tafsir al-MaudhuI li al-Quran Karim, cet I (Riyadh,1404 H), hlm 17
7 Zahir bin Awadh al AlmaI, Dirasat fi al-Tafsir al-MaudhuI li al-Quran Karim, cet I (Riyadh,1404 H), hlm 17
8 M.Quraisy Shihab, Op.Cit , hlm v dan vi9 Ibid.., hlm.vii. Untuk mendalami cara kerja yang dilakukan M. Quraisy Shihab mengemukakan
bahwa hal serupa telah pernah dilakukan oleh Bint al-Syathi dalam tafsir al-bayani li al-Quran al-Karim ,Syaudi Dhaif dalam surat al-Rahman wa suwar Qishar , dan Muhammad Mutawalli al-Syarawi dalamtafsirnya.
10 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Quran dengan metode Maudhui, dalam Bustami A. Gani danChatibul Umam (penyunting), Beberapa Aspek Ilmiah Tentang al-Quran , cet. I (Jakarta: PTIQ, 1986), hlm31.
11 Al-AmaI, Op.Cit .., hlm 1812 H.S. Agil Husin al-Munawar dan Masykur Hakim, Ijaz al-Quran dan metodologi Tafsir , cet. I
(Semarang: Penerbit Dina Utama, 1994) hlm. 3813 Nashruddin baidan, Loc. Cit. 14 Al-Allamah Jalaluddin Muhammad bin Ahmad al-Mahalli dan Jalaluddin Abdurrahmanbin Abi
Bakar al-Suyuthi, Tafsir al-Jalalain , Syarikat al-Maarifli al - ThabiI wa al-Nasyr (Bandung, t.t),. Tafsir ini
-
7/25/2019 tafsir-ijmali
15/15
pada bagian dalamnya tertulis dengan nama Tafsir al-Quran al-Adzim . Penyajian tafsir ini sesuai dengansusunan ayat al-Quran dalam mushaf al-Quran kecuali surat al-Fatihah yang biasanya pada urutan pertamaditempatkan pada urutan terakhir.
15 Surat al-Tin adalah surat ke-95 dalam susunan mushaf al-Quran. Dan menurut urutan turunnyaal-Quran diketahui bahwa surat al-Tin adalah surat ke 28 dari surat-surat Makkiyah. Surat ini berisi
delapan ayat.Surat ini termasuk salah satu surat dari 15 surat al-Quran yang termasuk sumpah Allah yangdiawali dengan huruf sumpah waw yang terdapat pada al-Fawatih al-Suwar. 16 Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin Abdurrahman bin Al-Suyuthi, juz II, Op .Cit .,hlm 265-26617 Al-Imam Abdurrahman bin al-Kamal Jalaluddin al-Suyuthi, Tafsir al-Durr al -Mantsur fi al-
Tafsir al-Matsur , Juz VIII, cet I (Beirut-Libanon: Dar al-Fikr li al-Thibaah wa al- Nasyr wa al-Tauzi1403 H/1983 M), hlm, 553-559
18 Ibid ., hlm. 553-557 dan 559.19 Ibid . , hlm 554-55720 Jalaluddin al-Mahalli dan Jalalluddin Abdurrahman al-Suyuthi, Juz II, Op Cit. ,hlm 26621 Al-Suyuthi, Juz VIII , Op.Cit .,hlm 554-556.22 Nasruddin Baidan, Op.Cit .,hlm. 2223 Muhammad Rasyid Ridha , al-Wahyu al-muhammadi , cet.VIII (Kairo: al-Maktab al Islami, t.t.h),
hlm 143-14424 Ali Hasan al-Aridh, Tarikh Ilm al-Tafsir wa Manahij al-Mufassirin (Mesir: Dar al-Fikr, 1376
H), hlm 77