takut itu wajar

4
Takut Itu Wajar 05.55 artikel inspirasi, kisah inspirasi dan motivasi, kisah-kisah inspirasi islami, kisah-kisah inspirasi terbaik3 Comments Perang Mu’tah, adalah perang yang secara rasio tak akan membuat manusia optimis apalagi yakin dengan kemenangan yang dijanjikan. Bayangkan saya, jumlah pasukan Romawi yang berkumpul pada hari itu lebih dari 200.000 tentara, lengkap dengan baju perang yang gagah, panji-panji dari kain sutra, senjata-senjata yang perkasa, lalu dengan kuda-kuda yang juga siap dipacu. Abu Hurairah bersaksi atas perang ini. ”Aku menyaksikan Perang Mu’tah. Ketika kami berdekatan dengan orang-orang musyrik. Kami melihat pemandangan yang tiada bandingnya. Jumlah pasukan dan senjatanya, kuda dan kain sutra, juga emas. Sehingga mataku terasa silau,” ujar Abu Hurairah. Sebelum melihatnya, pasukan para sahabat yang hanya berjumlah 3.000 orang-orang beriman, sudah mendengar kabar tentang besarnya pasukan lawan. Sampai-sampai mereka mengajukan berbagai pendapat, untuk memikirkan jalan keluar. Ada yang berpendapat agar pasukan Islam mengirimkan surat kepada Rasulullah saw, mengabarkan jumlah musuh yang dihadapi dan berharap kiriman bala bantuan lagi. Banyak sekali usulan yang mengemuka, sampai kemudian Abdullah ibnu Rawahah yang diangkap sebagai panglima pertama berkata di depan pasukan. ”Demi Allah, apa yang kalian takutkan? Sesungguhnya apa yang kalian takutkan adalah alasan kalian keluar dari pintu rumah, yakni gugur sebagai syahid di jalan Allah. Kita

Upload: danar-pembayun

Post on 27-Jan-2016

216 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

a

TRANSCRIPT

Page 1: Takut Itu Wajar

Takut Itu Wajar05.55 artikel inspirasi, kisah inspirasi dan motivasi, kisah-kisah inspirasi islami, kisah-kisah inspirasi terbaik3

Comments

Perang Mu’tah, adalah perang yang secara rasio tak akan membuat manusia optimis apalagi yakin dengan

kemenangan yang dijanjikan. Bayangkan saya, jumlah pasukan Romawi yang berkumpul pada hari itu lebih dari

200.000 tentara, lengkap dengan baju perang yang gagah, panji-panji dari kain sutra, senjata-senjata yang perkasa,

lalu dengan kuda-kuda yang juga siap dipacu.

Abu Hurairah bersaksi atas perang ini. ”Aku menyaksikan Perang Mu’tah. Ketika kami berdekatan dengan orang-

orang musyrik. Kami melihat pemandangan yang tiada bandingnya. Jumlah pasukan dan senjatanya, kuda dan kain

sutra, juga emas. Sehingga mataku terasa silau,” ujar Abu Hurairah.

Sebelum melihatnya, pasukan para sahabat yang hanya berjumlah 3.000 orang-orang beriman, sudah mendengar

kabar tentang besarnya pasukan lawan. Sampai-sampai mereka mengajukan berbagai pendapat, untuk memikirkan

jalan keluar. Ada yang berpendapat agar pasukan Islam mengirimkan surat kepada Rasulullah saw, mengabarkan

jumlah musuh yang dihadapi dan berharap kiriman bala bantuan lagi. Banyak sekali usulan yang mengemuka,

sampai kemudian Abdullah ibnu Rawahah yang diangkap sebagai panglima pertama berkata di depan pasukan.

”Demi Allah, apa yang kalian takutkan? Sesungguhnya apa yang kalian takutkan adalah alasan kalian keluar dari

pintu rumah, yakni gugur sebagai syahid di jalan Allah. Kita memerangi mereka bukan karena jumlahnya, bukan

karena kekuatannya. Majulah ke medan perang, karena hanya ada dua kemungkinan yang sama baiknya, menang

atau syahid!”

Pidato perang yang singkat, tapi sangat menggetarkan. Seperti yang kita tahu dalam sejarah, sebelum berangkat

Page 2: Takut Itu Wajar

Rasulullah berpesan pada pasukan. Jika Zaid bin Haritsah terkena musibah, maka panglima akan diserahkan

kepada Ja’far bin Abi Thalib. Dan jika Ja’far bin Abi Thalib juga terkena musibah, maka Abdullah ibnu Rawahah yang

menggantikannya.

Mahasuci Allah dengan segala tanda-tanda-Nya. Perkataan Rasulullah benar terbukti, sebagai salah satu tanda-

tanda kebesaran Allah. Zaid bin Haritsah syahid dalam peperangan ini. Kemudian panji-panji Rasulullah dipegang

oleh Ja’far bin Abi Thalib. Panglima pasukan kaum Muslimin ini menunggangi kuda yang berambut pirang, bertempur

dengan gagah. Di tengah-tengah peperangan ia bersenandung riang:

Duhai dekatnya surga

Harum dan dingin minumannya

Orang Romawi telah dekat dengan azabnya

Mereka kafir dan jauh nasabnya

Jika bertemu, aku harus membunuhnya

Dalam situasi perang, sungguh tak banyak pilihan. Menjadi yang terbunuh atau menjadi yang bertahan. Maka tentu

saja senandung Ja’far ra berbunyi demikian. Tangan kanan Ja’far terputus karena tebasan pedang ketika

mempertahankan panji pasukan. Kini tangan kirinya yang memegang. Tangan kirinya pun terbabat pula oleh

tebasan. Sehingga panji-panji Islam dipegangnya dengan lengan atasnya yang tersisa hingga Ja’far ditakdirkan

menemui syahidnya.

Ibnu Umar ra bersaksi, ”Aku sempat mengamati tubuh Ja’far yang terbujur pada hari itu. Aku menghitung ada 50 luka

tikaman dan sabetan pedang yang semuanya ada dibagian depan dan tak satupun luka berada di bagian belakang.”

Semoga Allah membalasnya dengan sayap yang kelak akan membuatnya terbang kemanapun dia suka.

Kini tiba giliran Abdullah ibnu Rawahah tampil ke depan untuk mengambil tanggung jawab, memimpin pasukan dan

mengangkat panji-panji Islam. Ada kegundahan dalam hati dan pikirannya, karenanya Ibnu Rawahah memompa

sendiri keberanian di dalam hatinya:

Aku bersumpah wahai jiwaku, turunlah!

Kamu harus turun atau kamu akan dipaksa

Bila manusia bersemangat dan bersuara

Mengapa aku melihatmu enggan terhadap surga

Dalam kalimat-kalimat syairnya di tengah laga, tergambar bahwa ada kegalauan dalam jiwa Abdullah ibnu Rawahah.

Tentu saja hanya Allah yang Mengetahui. Apalagi dua sahabatnya, telah pergi mendahului. Melihat dua jasad mulia

Page 3: Takut Itu Wajar

sahabatnya, Abdullah ibnu Rawahah kembali berkata:

Wahai jiwaku

Jika tidak terbunuh kamu juga pasti mati

Ini adalah takdir kan telah kau hadapi

Jika kamu bernasib seperti mereka berdua

Berarti kamu mendapat hidayah

Lalu kemudian, Abdullah ibnu Rawahah juga bertemu dengan syahidnya. Ini memang kisah tentang perang. Tapi

sesungguhnya hikmah dan teladan yang ada di dalamnya, bermanfaat dalam semua peristiwa kehidupan. Dalam

perang, tak ada sikap yang bisa disembunyikan. Pemberani, ketakutan, risau dan kegalauan, cerdik dan penuh akal,

atau orang-orang yang selalu menghindar. Semua terlihat nyata. Tak ada yang bisa disembunyikan!

Takut, risau dan galau, sungguh adalah perasaan wajar yang muncul karena fitrah. Dalam sebuah periode

kehidupan, kita seringkali merasakannya. Meski begitu, bukan pula alasan kita menghindar dari sesuatu yang harus

kita taklukkan karena rasa takut, risau dan galau yang lebih menang. Kemudian kita mencari-cari alasan dengan

menyebutnya dengan dalih strategi dan langkah pintar. Menunduk untuk menanduk, atau yang lainnya.

Gunung-gunung harus didaki, laut dan samudera harus diseberangi, lembah dan ngarai harus dijelajahi. Tantangan

hidup harus ditaklukan bukan dihindari. Dan tujuan besar hidup kita sebagai seorang Muslim adalah menegakkan

kebenaran dan menyebarkan kebaikan.

Berbuat kebaikan dan mencegah manusia dari kemunkaran, harus dilakukan, betapapun pahitnya balasan yang

akan didapatkan. Ketakutan, risau dan galau akan selalu datang. Tapi berkali-kali pula kita harus mampu

mengalahkan mereka dan berkata pada diri sendiri. Meniru ulang apa yang dikatakan sahabat Abdullah ibnu

Rawahah dengan gagah pada hati dan akalnya, ”Apakah engkau enggan pada nikmat Allah yang Maha Tinggi?!”

Wallahu a’lam bi shawab.

Kisah inspirasi ini ditulis oleh ustadz Herry Nurdi dalam situs beliau yang luar biasa di http://www.penerang.com

kisah dan foto diambil dari situs http://penerang.com/2010/10/12/takut-itu-wajar/