tambahan-cet2

17
2.2.1.1.2 Pengelolaan Harta Zakat Badan amil zakat resmi yang telah diakui oleh negara melalui undang-undang zakat sering menginvestasikan sebagian harta zakat dalam bentuk modal usaha dan hanya memberikan keuntungan dari usaha tersebut kepada para fakir-miskin mustahik zakat. Apakah tindakan badan amil zakat ini dapat dibenarkan secara syar'i atau tidak? Dan apakah muamalat ini termasuk muamalat haram atau tidak? Karena pengelolaan ini jelas menunda pembagian zakat terhadap yang berhak dan bila pengelolanya bukan seorang mustahik dan ternyata usahanya mengalami kerugian, atau pengelolanya pihak yang tidak amanah tentulah harta zakat hilang dan merugikan para fakir miskin. Para ulama kontemporer berbeda pendapat dalam hal ini: Pendapat pertama: Investasi harta zakat hukumnya boleh. Pendapat ini merupakan keputusan Majma' Al Fiqh Al Islami 1  (divisi fikih OKI), keputusan No. 15 (3/3) tahun 1986, yang berbunyi, "Secara  prinsip, harta zakat boleh dikembangkan dalam bentuk usaha yang berakhir dengan kepemilikan usaha tersebut untuk mustahik zakat, atau dikelola oleh  pihak lembaga amil zakat yang bertugas mengumpulka n dan membagikan zakat, dengan syarat bahwa harta zakat yang diinvestasikan merupakan sisa dari harta zakat yang telah dibagikan untuk menutupi kebutuhan pokok para mustahik dan juga dengan syarat ada jaminan dari pihak pengelola". Diantara dalil pendapat ini bahwa pengembangan harta zakat sudah dikenal sejak masa Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan masa khulafaurrasyidin  dimana hewan-hewan ternak yang dikumpulkan dari zakat ditempatkan di salah satu padang rumput lalu ditunjuk orang untuk mengembalakannya. Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis 'Uraynah, "Sekelompok orang dari bani 'Ukal atau Uraynah datang ke Madinah (menyatakan keislamannya), lalu mereka terserang wabah penyakit di kota  Madinah, maka Nabi memerintahkan agar unta zakat yang memiliki susu banyak untuk diperah, lalu mereka minum air kencing beserta air susu unta". (HR. Bukhari). 1  Majma' al Fiqh al Islami, merupakan lembaga fikih internasional yang terbesar, beranggotakan para ulama dari setiap negara Islam yang tergabung dalam OKI (Organisasi Konfrensi Islam), ditambah anggota pakar dalam setiap displin ilmu agama dan sains, lembaga ini bertugas membahas permasalahan kontemporer di bidang fikih, lembaga ini telah mengeluarkan 180 keputusan dalam 19 muktamar, sejak berdirinya pada tahun 1981 hingga tahun 2009, lembaga ini berpusat di Jeddah, Arab Saudi.

Upload: denoera

Post on 14-Oct-2015

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 5/24/2018 tambahan-cet2

    1/17

    2.2.1.1.2 Pengelolaan Harta ZakatBadan amil zakat resmi yang telah diakui oleh negara melaluiundang-undang zakat sering menginvestasikan sebagian harta zakatdalam bentuk modal usaha dan hanya memberikan keuntungan dariusaha tersebut kepada para fakir-miskin mustahik zakat. Apakahtindakan badan amil zakat ini dapat dibenarkan secara syar'i atautidak? Dan apakah muamalat ini termasuk muamalat haram atautidak? Karena pengelolaan ini jelas menunda pembagian zakatterhadap yang berhak dan bila pengelolanya bukan seorangmustahik dan ternyata usahanya mengalami kerugian, atau

    pengelolanya pihak yang tidak amanah tentulah harta zakat hilangdan merugikan para fakir miskin.

    Para ulama kontemporer berbeda pendapat dalam hal ini:

    Pendapat pertama: Investasi harta zakat hukumnya boleh.

    Pendapat ini merupakan keputusan Majma' Al Fiqh Al Islami1(divisifikih OKI), keputusan No. 15 (3/3) tahun 1986, yang berbunyi, "Secaraprinsip, harta zakat boleh dikembangkan dalam bentuk usaha yang berakhirdengan kepemilikan usaha tersebut untuk mustahik zakat, atau dikelola olehpihak lembaga amil zakat yang bertugas mengumpulkan dan membagikanzakat, dengan syarat bahwa harta zakat yang diinvestasikan merupakan sisadari harta zakat yang telah dibagikan untuk menutupi kebutuhan pokok paramustahik dan juga dengan syarat ada jaminan dari pihak pengelola".

    Diantara dalil pendapat ini bahwa pengembangan harta zakat

    sudah dikenal sejak masa Nabi shallallahu alaihi wa sallamdan masakhulafaurrasyidin dimana hewan-hewan ternak yang dikumpulkandari zakat ditempatkan di salah satu padang rumput lalu ditunjukorang untuk mengembalakannya. Sebagaimana yang dijelaskan

    dalam hadis 'Uraynah,

    "Sekelompok orang dari bani 'Ukal atau Uraynah datang ke Madinah(menyatakan keislamannya), lalu mereka terserang wabah penyakit di kotaMadinah, maka Nabi memerintahkan agar unta zakat yang memiliki susubanyak untuk diperah, lalu mereka minum air kencing beserta air susuunta". (HR. Bukhari).

    1 Majma' al Fiqh al Islami, merupakan lembaga fikih internasional yang terbesar,

    beranggotakan para ulama dari setiap negara Islam yang tergabung dalam OKI (Organisasi

    Konfrensi Islam), ditambah anggota pakar dalam setiap displin ilmu agama dan sains,

    lembaga ini bertugas membahas permasalahan kontemporer di bidang fikih, lembaga ini

    telah mengeluarkan 180 keputusan dalam 19 muktamar, sejak berdirinya pada tahun 1981

    hingga tahun 2009, lembaga ini berpusat di Jeddah, Arab Saudi.

  • 5/24/2018 tambahan-cet2

    2/17

    Tanggapan: Dalil ini tidak kuat, karena yang dilakukan pada

    masa Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan masa khulafaurrasyidinbukanlah investasi dengan pemahaman yang dimaksud pada dewasaini. Perkembangbiakkan yang terjadi pada hewan ternak harta zakathanyalah sebuah proses alami, bukan tujuan. Karena hewan tersebutdikumpulkan di suatu padang rumput dalam waktu sesaat sebelumdibagi-bagikan kepada para mustahiknya2.

    Pendapat kedua: Investasi harta zakat hukumnya tidak

    dibolehkan. Pendapat ini merupakan keputusan Al Majma' Al FiqhiyAl Islami3(divisi fikih Rabithah Alam Islami), dalam daurah ke XV,

    tahun 1998, yang berbunyi, "Zakat wajib dikeluarkan dalam waktu

    secepat mungkin, diberikan kepada mustahik yang ada pada saat zakatdikeluarkan, yang sifat mereka telah disebutkan Allah dalam firmanNya:

    m l

    "Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,orang-orang miskin". (At Taubah: 60).

    Oleh karena itu harta zakat tidak boleh diinvestasikan oleh sebuahlembaga untuk kepentingan salah satu mustahik. Karena tindakan inimelanggar aturan syariat, yaitu zakat wajib diserahkan secepat mungkinkepada mustahiknya dan investasi dapat mengakibatkan hilangnya harta

    zakat yang menjadi hak para mustahiknya dan dapat menyengsarakanmereka"4.

    Pendapat ini juga merupakan fatwa dewan ulama kerajaanArab Saudi, No. 90565, yang berbunyi, "

    Soal: Apakah lembaga sosial Islam internasional dibolehkanmenginvestasikan harta zakat yang terkumpul dengan menyimpan di banksyariah hingga sampai waktu penyerahannya kepada para mustahik

    2 Shalih Al Fauzan, Istitsmar Amwal Al Zakat, hal 118-119, Dr. Abdullah Al Ghufayli, Nawazil

    Al Zakat, hal 483-483.

    3

    Al Majma' al Fiqhy al Islami, merupakan lembaga fikih internasional yang berada dibawah naungan Rabithah Alam Islami, beranggotakan para ulama dari berbagai negara

    Islam, ditambah anggota pakar dalam setiap displin ilmu sains, lembaga ini juga bertugas

    membahas permasalahan kontemporer di bidang fikih, lembaga ini didirikan pada tahun

    1977, yang diketuai pertama kalinya oleh Syaikh Abdullah bin Humaid rahimahullah, dan

    dilanjutkan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, kemudian dipimpin oleh Syaikh

    Abdul Aziz Al Asy Syaikh hafizahullah, lembaga ini berpusat di Mekkah, Arab Saudi.

    4 Qararat Al Majma' Al Fiqhiy Al Islami, hal 323.

    5 Fatwa ini ditandatangi oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, Syaikh Abdul Razaq Afifi, Syaikh

    Abdullah Ghudayan dan Syaikh Abdullah bin Qu'ud rahimahumullah-, Fatawa lajnah

    daimah, jilid IX, hal 455.

  • 5/24/2018 tambahan-cet2

    3/17

    investasi ini aman dan dana zakat dapat ditarik sewaktu-waktu dan dikelola

    oleh lembaga keuangan yang berusaha memperjuangkan syariat?Jawab: Lembaga sosial yang diberi izin untuk mengumpulkan dan

    menyalurkan zakat tidak dibenarkan menginvestasikan harta zakat. Hartazakat wajib diserahkan kepada para mustahiknya setelah memeriksa bahwamereka berhak menerimanya, karena zakat bertujuan untuk menutupikebutuhan fakir miskin dan melunasi utang orang yang berutang,sedangkan investasi harta zakat dapat menghilangkan tujuan ini danmenunda penyerahan dana zakat kepada mustahiknya dalam waktu yangtidak dapat dipastikan".

    Dalil pendapat ini sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, dari

    'Uqbah radhiyallahu 'anhu ia berkata, "Aku shalat Ashar di belakangNabi di Madinah, setelah salam beliau bergegas berdiri masuk kekamar salah seorang isterinya hingga melangkahi pundak sebagianpara sahabat, lalu beliau kembali ke masjid. Melihat para sahabatnyaheran dengan tindakan beliau, ia bersabda,

    , , "Aku ingat sepotong emas zakat, dan aku tidak suka emas tersebutmenawanku, maka aku perintahkan untuk membagikannya (kepada paramustahik)". (HR. Bukhari).

    Hadis ini menunjukkan bahwa menunda harta zakat yangsudah terkumpul adalah perbuatan yang dibenci Nabi shallallahualaihi wa sallam, dan menginvestasikan harta zakat termasukmenunda penyerahan harta zakat kepada mustahiknya.

    Umumnya kebutuhan para fakir miskin bersifat mendesak dantidak dapat ditunda maka menunda penyerahan harta zakat dengantujuan investasi, yang belum pasti mendatangkan keuntungan,

    adalah tindakan yang tidak dibenarkan6.

    Wallahu a'lam, pendapat kedua yang melarang investasi zakat

    sangat kuat dari tinjauan dalil, juga mengingat sifat amanah di

    zaman sekarang adalah sesuatu yang langka, maka bila celah inidibuka dikhawatirkan menjadi peluang bagi para pemakan hartaharam untuk memakan harta fakir miskin.

    6 Shalih Al Fauzan, Istitsmar Amwal Al Zakat, hal 73.

  • 5/24/2018 tambahan-cet2

    4/17

    1.2.3.1.2.6.Ghisysydi Dunia PendidikanGhisysy (penipuan) ternyata bukan saja dipraktikkan di dunia

    niaga. Di dunia pendidikan mulai dari tingkat sekolah dasar hinggaperguruan tinggi praktik ghisysy tidak asing lagi, dilakukan olehperorangan ataupun massal. Praktik ini dikenal dengan curang,menyontek pada saat ulangan umum. Juga termasuk dalam bentuk

    ghisysy tindakan plagiat dalam karya ilmiah yang menjadi syaratkelulusan. Dan ghisysyyang lebih tinggi lagi adalah praktik jual-beliijazah.

    Tradisi ghisysy ini telah mengakar dan membudaya di tengahsebagian masyarakat Indonesia, sehingga pada saat ada salah

    seorang yang membongkar praktik ghisysy pada Ujian Nasional disalah satu Sekolah Dasar di sebuah kota, bukannya ia mendapatdukungan dari masyarakatnya, malah ia dikucilkan dan diusir darirumahnya sendiri oleh orang-orang di sekitarnya. Dan di salah satudaerah lainnya agar ghisysytidak terjadi di sekolah-sekolah pasukankeamanan dengan seragam lengkap harus mengawal pendistribusiansoal ujian.

    Gejala ini sangat menyedihkan, karena anggota masyarakatyang telah menganggap lumrah praktik ghisysy di lembagapendidikan mayoritasnya adalah umat Islam. Tentulah kejahatan ini

    diakibatkan karena mereka telah menjauh dari agama mereka yangmenjunjung tinggi kejujuran dan menumpas segala bentuk penipuan.

    Islam telah mengharamkan persaksian palsu dan

    menempatkan dosa ini dalam jajaran dosa besar sebagaimana yangditegaskan oleh Al Haitamy, "Dosa besar yang ke- 437 dan ke- 438:memberikan dan menerima persaksian palsu". Dan praktik jual-beli ijazahmerupakan bagian dari persaksian palsu, karena lembaga yangmenjual ijazah kepada seorang oknum sesungguhnya telah bersaksibahwa oknum ini telah menempuh pendidikan sekian lama dilembaga tersebut, juga telah mengikuti ujian, dan berhak mendapatnilai sekian.

    Allah telah mejelaskan sifat-sifat para hambaNya, diantara sifatmereka tidak memberikan persaksian palsu. Allah berfirman,

    m ~l"Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu". (AlFurqaan:72).

  • 5/24/2018 tambahan-cet2

    5/17

    Diriwayatkan dari Abi Bakrah, ia berkata, "Kami berada di sisi

    Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda,

    ? , , ,

    :Maukah kalian aku beritahu dosa yang paling besar?3x , kami berkata,Tentu, wahai Rasulullah, Ia bersabda, "Berbuat syirik kepada Allah,dan durhaka kepada kedua orang tua, awalnya beliau bertelekan lalu

    duduk, beliau terus mengulang-ulang kalimat ini sehingga kamiberkata, semoga beliau berhenti. (Muttafaq alaih).

    Begitu juga dengan praktik contek-menyontek pada saatulangan merupakan ghisysy yang Nabi berlepas diri dari parapelakunya. Beliau bersabda,

    "Tidak termasuk golonganku orang yang menipu". (HR Muslim).

    Akibat dari ghisysy pada saat ulangan atau membeli ijazahtidak berhenti di situ. Pada saat ijazah dan nilai ujian dipergunakan

    untuk melamar pekerjaan dan dia mendapat pekerjaan denganmenggunakan ijazah dengan nilai yang diperoleh dari hasil ghisysy(penipuan dengan menyontek) maka gaji yang dia terima setiapbulannya dikhawatirkan tidak halal. Karena merupakan hasilpenipuan nilai dan ijazah.

    Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah pernah ditanya tentangseorang murid yang meberikan contekan ulangan kepada temannya,maka beliau menjawab, "Seorang murid -sama sekali- tidak bolehmembantu temannya memberikan jawaban ujian, karena perbuatan initermasuk berkhianat dan pihak yang berwenang tidak membolehkannya.

    Perbuatan ini termasuk pada hakikatnya adalah kezaliman terhadap muridyang dibantu, juga kezaliman dari murid yang membantu, serta tindakkejahatan terhadap lembaga pendidikan dan terhadap umat.

    Perbuatan ini menzalimi siswa yang dibantu karena dia dibantuuntuk melakukan sebuah perbuatan dosa, yaitu menipu. Nabi telahbersabda,

    "Tidak termasuk golonganku orang yang menipu". (HR Muslim).

  • 5/24/2018 tambahan-cet2

    6/17

    Perbuatan ini kezaliman dari murid yang membantu, karena dia telah

    membantu terjadinya sebuah perbuatan dosa, yaitu menipu. Dan orangyang membantu terjadinya sebuah dosa niscaya mendapatkan dosa yangsama, sungguh Nabi telah mengutuk orang yang memakan riba, yangmemberikan riba, dua saksi transaksi riba dan penulis akad riba, merekaseluruhnya sama berdosa. Dari hadis ini, sangat jelas bahwa orang yangmembantu terjadinya sebuah dosa dia juga berdosa.

    Perbuatan ini merupakan tindak kejahatan terhadap umat, karenaumat yang terdiri dari para lulusan sekolah hasil penipuan adalah sebuahumat yang berada dalam kehancuran

    Oleh karena itu, saya menasehati para siswa dan mahasiswa

    hendaknya mereka takut kepada Allah pada saat mengerjakan ulangan begitu juga nasehat saya kepada para guru dan para pengawas ulangan agartakut kepada Allah dan jangan melalaikan tugas. Karena kelak di akhiratmereka akan diminta pertanggung-jawabannya terhadap tugas yangdiamanahkan kepada mereka"7.

    Dalam majlis yang lain syaikh ditanya tentang hal serupa dan

    beliau menjawab, "Tidak boleh bagi seorang pelajar/mahasiswa berbuatcurang ketika ujian, karena kecurangan tersebut termasuk dosa besarberdasarkan hadis Nabi shallallahu alaihi wasallam, "Siapa saja yangmenipu kami (berbuat curang) maka dia tidak termasuk bagian dari kami,karena dengan kecurangannya tersebut dia akan mendapatkan tanda

    kelulusan (ijazah) padahal dia tidak berhak menerimanya, kemudian diamendapat pekerjaan tertentu di sebuah instansi, dimana posisi tersebut tidakdiberikan kecuali kepada orang yang punya ijazah (tadi), kalau seandainyaijazahnya tersebut didapatkan dengan curang, maka dikhawatirkan gajiyang diterimanya menjadi haram (hukumnya) karena dia mengambil gajitersebut, padahal dia tidak berhak mendapatkannya disebabkan dia tidakmendapatkan nilai (yang ada di ijazahnya) dengan cara yang benar ataulebih tepatnya dikatakan bahwa pada hakikatnya dia belum mendapatkannilai yang membuat dia layak untuk menduduki jabatan tersebut, maka gajiyang diambilnya termasuk dalam kategori memakan harta dengan cara yang

    bathil"8.

    7 Fatawa "Nuurun ala ad darb".

    8 Fatawa "Nuurun ala ad darb".

  • 5/24/2018 tambahan-cet2

    7/17

    4.6.2.5.1 MurabahahEmas:

    Murabahahemas adalah salah satu bentuk jual beli emas dengancara tidak tunai, yaitu: seorang nasabah datang ke salah satu banksyariah mengungkapkan maksudnya untuk membeli emas batangandengan berat sekian seraya membayar uang muka. Lalu bankmembeli emas yang dimaksud dan dijadikan barang gadai yang

    dipegang oleh bank hingga angsuran lunas barulah emas diserahkankepada nasabah.

    Dari deskripsi ini sangat jelas bahwa akad murabahah emasantara nasabah dan bank syariah tidak tunai, akad jual beli dan uangmuka terjadi di depan namun barang diserahkan setelah beberapa

    bulan ketika angsuran lunas dibayar. Apakah akad ini termasuk ribaba'i atau tidak?

    Dewan Syariah Nasional mengeluarkan fatwa yang

    membolehkan jual-beli emas secara tidak tunai nomor: 77/DSN-MUI/V/2010 yang berbunyi, "Jual beli emas secara tidak tunai, baikmelalui jual beli biasa atau jual beli murabahah, hukumnya boleh (mubah,

    jaiz) selama emas tidak menjadi alat tukar yang resmi (uang)".

    Fatwa ini merujuk kepada pendapat Ibnu Taimiyah dan IbnuQayyim yang membolehkan menukar emas perhiasan dengan dinar(uang emas) dengan cara tidak sama beratnya dan tidak tunai karena

    emas adalah perhiasan dan bukan mata uang, dengan demikian emasperhiasan telah keluar dari illat uang emas dinar, yaitu tsamaniyah.Maka emas perhiasan tak ubahnya barang dagangan yang bolehditukar dengan mata uang emas (dinar) dengan cara tidak tunai dantidak sama beratnya.

    Ibnu Taimiyah berkata, "Emas dan perak dalam bentuk perhiasanyang ada unsur buatan manusia tidak disyaratkan menjualnya dengan yangsejenis (dinar/dirham) sama beratnya, karena nilai tambah pembuatan emasperhiasan. Jual beli boleh dilakukan tunai ataupun tidak tunai, selamaperhiasan emas dan perak tersebut tidak dimaksudkan sebagai tsaman

    (harga, uang)"9

    .Ibnu Qayyim memperkuat pendapat tersebut dengan

    memberikan argumen bahwa perhiasan emas dan perak telah keluardari fungsi emas dinar dan perak dirham sebagai alat tukar menjadibarang dagangan biasa10.

    9 Al Ba'ly, Al Ikhtiyaraat Al Fiqhiyyah, hal 188.

    10 I'laam Al Muwaqqi'in,jilid 2, hal 108.

  • 5/24/2018 tambahan-cet2

    8/17

    Tanggapan: Dalam istilah ilmu ushul fiqh cara DSN mengambil

    dalil dinamakan dengan takhrij, yaitu menganalogikan bolehnyamurabahah emas dengan pendapat yang membolehkan menjualperhiasan emas dengan uang emas secara tidak tunai. Agar hukumyang ditakhrij(dianalogikan) menjadi kuat maka disyaratkan bahwapendapat almukharraj minhu (dalam hal ini bolehnya menjualperhiasan emas dengan uang emas dengan cara tidak tunai) haruslahpendapat yang rajih (kuat). Namun sayang, persyaratan ini tidak

    terpenuhi karena pendapat ini sangat lemah dan bertentangandengan pendapat mayoritas ulama bahkan beberapa ulama menukilbahwa pendapat tersebut bertentangan dengan Ijma'.

    Ibnu Hubairah (wafat th: 560H) berkata, "Umat Islam telahsepakat bahwa tidak boleh menukar emas dengan emas, atau perakdengan perak, baik yang masih berbentuk bahan baku, berbentukmata uang, ataupun berbentuk perhiasan dengan cara tidak tunaidan tidak sama beratnya. Ini merupakan riba nasiah dan ribafadhl. Dan umat Islam juga sepakat bahwa boleh menukar emasdengan perak dengan ukuran yang berbeda akan tetapi haram

    dilakukan dengan cara tidak tunai"11.

    Ibnu Juzay (wafat th: 741H) berkata, "Para ulama sepakatbahwa haram hukumnya menukar emas dengan perak, atau emasdengan emas, atau perak dengan perak, baik berbentuk bahan baku

    ataupun telah diubah menjadi perhiasan dengan cara tidak tunai.Akan tetapi serahterima kedua barang wajib dilakukan tunai"12.

    Oleh karena pendapat ini terlalu lemah sehinggaMajma' AlFiqh Al Islami(divisi fikih OKI) tidak menganggap pendapatini dalam muktamar di Abu Dhabi pada tahun 1995 dengan

    keputusan yang berbunyi, "Menekankan kembali pendapatseluruh para ahli fikih yang melarang menukar emas perhiasandengan yang tidak perhiasan dengan ukuran yang tidak sama".

    a. Setelah mengetahui bahwa pendapat ini syaz (tidakpopuler) dikarenakan jelas-jelas bertentangan dengan hadis

    yang mewajibkan menukar emas dengan emas dengan caratunai. Juga hadis tersebut mutlak melarang menukar emasdengan emas dengan cara tidak tunai; baik emas perhiasanataupun emas sebagai mata uang, dan tidak ada satupundalil yang mentaqyid(mengikat) kemutlakan emas tersebutmaka mengkhususkan larangan hanya untuk emas sebagai

    11 Ikhtilaf Al Aimmah Al Ulama,jilid 1, hal 358.

    12 Al Qawanin Al Fiqhiyyah, hal 275.

  • 5/24/2018 tambahan-cet2

    9/17

    mata uang termasuk mentaqyiddengan tanpa dalil. Adapun

    dalil bahwa dengan adanya unsur pembuatan manusiamenjadikan emas perhiasan keluar dari emas yangdimaksud pada masa Nabi shallallahu alaihi wa sallamsebagai alat tukar tidak dapat dibenarkan, karena emasyang menjadi alat tukar di masa Nabipun terdapat unsurpembuatan manusia dalam bentuk ukiran gambar,ornamen, dan tulisan.

    b. Kemudian dalil bahwa illat riba emas adalah tsamaniyah(uang sebagai alat tukar) dan bila illat ini hilang dari emas

    karena sekarang emas bukan lagi sebagai alat tukar telah

    diganti dengan uang kartal maka emas dianggap samadengan barang lainnya boleh ditukar dengan uang kartaldengan cara tidak tunai, sangat lemah dari tinjaun kaidah

    ushul fiqh. Karena persyaratan keabsahan sebuah illatmustanbathahbahwa illattersebut tidak boleh menafikan illatasalnya. Maka illat tsamaniyah yang sifatnya ijtihad paraulama tidak boleh menafikan illat emas yang dijelaskanNabi secara tekstual13.

    Lebih tegas lagi syaikh Ibnu Bayyah (ulama senior ketuamajelis fatwa Eropa) menjelaskan dalam bukunyaMaqashidAl Muamalat, "Illat mustanbathah tidak mungkin dapatmembatalkan hukum yang diillatinya ketika illatnya tidak

    terdapat pada hukum tersebut. Seperti illattsamaniyahpadaemas dan perak ketika emas dan perak tidak lagi sebagaialat tukar maka ketiadaan illat tsamaniyah pada emas danperak tidak berpengaruh pada hukum riba emas dan perak.

    Karena riba emas dan perak dinashkan oleh pembuat syariat(Nabi) maka tidak mungkin dibatalkan oleh Illatmustanbathah. Juga dari tinjaun maqashid syariah yang lainmaqshad larangan menukar emas dan perak secara tidaktunai merupakan maqshad utama dan sangat jelas maka

    tidak mungkin dinafikan oleh maqshad pengikut (yaitu:tsamaniyah) yang derajatnya zhanni"14.

    c. Andai pendapat Ibnu Taimiyah kita anggap sebagaipendapat yang kuat, tetap juga tidak dapat dibenarkanmenarik hukum boleh menukar uang kartal dengan emasseperti yang dipraktikkan oleh bank syariah, karena Ibnu

    13 Lihat : Az ZArkasyi, Al Bahr Al Muhith fi Ushul Al Fiqh,jilid 7, hal 193.

    14 Hal 64-65.

  • 5/24/2018 tambahan-cet2

    10/17

  • 5/24/2018 tambahan-cet2

    11/17

    Seorang muslim yang hidup di akhir zaman ini, sekalipun ia

    telah berusaha untuk mencari harta dengan cara halal atau telahbertaubat dari hartanya yang haram, namun dia tidak hidup sendiridi atas muka bumi. Ia tidak akan terlepas dari bermuamalah denganorang lain. Jika ia menemukan rekan transaksi seorang yang

    mendapatkan hartanya dengan jalan yang haram, bolehkah diamelakukan transaksi halal dengannya? Seperti dia diundang olehsalah seorang kerabat untuk menghadiri jamuan makan, padahal diatahu bahwa kerabatnya ini seorang koruptor, atau dia menjualsebidang tanah kepada seseorang yang berprofesi sebagai rentenir.Apakah boleh dia melakukan transaksi dengannya?

    Ada dua kemungkinan yang biasa ditemui, pertama seorangmuslim tadi mengetahui dengan jelas bahwa harta yang dijadikanobjek transaksi oleh rekannya adalah harta yang diperolehnyadengan cara haram, seperti rekannya menuturkan bahwa ini adalah

    hasil korupsi atau riba.Yang kedua, ia sebatas menduga bahwa objek transaksi berasal

    dari harta haram, seperti rekannya adalah seorang yang dikenalsebagai koruptor namun di samping itu rekan ini juga memilikiusaha yang halal, mungkin saja harta yang diberikan oleh rekannya

    dalam transaksi adalah harta haram dan mungkin juga harta itudiambilnya dari usahanya yang halal.

    Sebuah harta haram, bisa jadi keharamannya melekat pada zatnyaseperti najis atau benda yang diharamkan, dan bisa jadikeharamannya tidak melekat pada zatnya, hanya karena caramendapatkannya yang diharamkan, adapun zatnya tidaklah haram,seperti uang riba. Dimana sifat keharaman ribanya tidak melekatpada fisik uang, hanya saja cara perpindahannya dari tanganpertama ke tangan kedua melalui proses riba yang diharamkan.Maka ketika seseorang yakin bahwa uang riba tersebut yangdigunakan oleh rekan transaksinya untuk pembayaran sebuah

  • 5/24/2018 tambahan-cet2

    12/17

    transaksi yang halal, apakah sifat haramnya berpindah kepada

    tangan ketiga?

    Menurut kaidah syariat bahwa sifat haram ini tidak melekatpada fisik uang dan dosa riba hanya ditanggung oleh tangan pertamadan kedua saja dan tidak menjalar kepada tangan ketiga. Karenatangan ketiga mendapatkan uang itu dari tangan kedua melaluitransaksi halal. Akan tetapi, jika tangan ketiga mengetahui benarbahwa uang itu berasal dari uang riba berdasarkan pengakuan pihakkedua umpamanya, apakah boleh juga tangan ketiga melakukantransaksi yang halal dengan tangan kedua?

    Dalam kasus ini, tangan ketiga tidak boleh bermuamalah

    dengan tangan kedua, bukan disebabkan bahwa fisik uangnyaharam, akan tetapi karena tindakannya tersebut menunjukkan bahwaia menyetujui perbuatan riba yang dilakukan oleh tangan kedua dandengan muamalah tersebut uang riba yang berada pada tangankedua hakikatnya bukanlah milik tangan kedua- berpindah ketangan ketiga dan melambatkan tangan kedua untuk bertaubatkarena uang tersebut telah berpindah ke tangan ketiga. Atas dasar inipara ulama mengharamkan bermuamalah dengan orang yangdiyakini bahwa uang yang diberikannya dalam muamalah tersebutadalah uang haram.

    AsySyirazi berkata, "Bermuamalah dengan orang yang diketahuibahwa seluruh hartanya berasal dari yang haram tidak dibolehkan AzZuhri pernah melarang tuan -pemilik seorang budak wanita berzina yangmendapatkan uang yang banyak- agar tidak memakan uang hasilperzinahan budaknya, karena Nabi melarang upah hasil perzinahan"17.

    Ibnu Taimiyah berkata, "Setiap harta yang merupakan hasilperampokan, atau didapatkan melalui transaksi yang dilarang syariat, jikaseorang muslim mengetahuinya hendaklah ia menghindari harta tersebut.Maka jika engkau mengetahui bahwa seseorang memperoleh uang dengancara mencuri, atau berkhianat terhadap amanah yang dititipkan kepadanya,sungguh engkau tidak boleh mengambil uang tersebut, baik melalui hibah

    dari pencurinya, atau pembayaran atas penjualan sebuah barang, ataupembayaran upah atas jasa yang diberikannya kepada pemegang uangcurian, atau pembayaran hutang, karena uang itu adalah zat uang yangdizalimi"18.

    Maksud kalimat "uang itu adalah zat uang yang dizalimi" bahwadengan berpindahnya uang haram tersebut ke pihak lain

    17 Al Muhazzab, jilid II, hal 21.

    18 Majmu' Al Fatawa, jilid XXIX, hal 323.

  • 5/24/2018 tambahan-cet2

    13/17

    mengakibatkan pihak pertama terhalangi untuk bertaubat dengan

    mengembalikan uang tersebut kepada pemiliknya jika didapatkandengan tanpa saling ridha, atau menyalurkannya untukkemaslahatan umum jika didapatkan dengan saling ridha yangdiharamkan syariat, seperti riba.

    Ibnu Rajab berkata, "Jika diketahui dengan pasti bahwa sebuah hartadiperoleh dengan cara haram maka haram hukumnya menerima uangtersebut. Ibnu Abdul Barr menyatakan bahwa hukum haram ini merupakanijma' para ulama"19.

    Al Haththab (954H) berkata, "Seseorang yang memperoleh hartadengan cara haram dan harta tersebut masih utuh di tangannya hendaklah

    dia mengembalikannya kepada pemiliknya Harta tersebut jika berbentukbarang maka tidak boleh bagi orang yang mengetahuinya untukmembelinya, jika berbentuk uang tidak boleh diterima sebagai pembayaran,jika berbentuk makanan tidak boleh ikut memakannya, dan tidak bolehmenerima jika dihadiahkan kepadanya. Dan barangsiapa yang melakukanhal tersebut maka ia juga termasuk ikut merampas harta itu dari pemiliknyayang sah"20.

    Hal ini berdasarkan dalil-dalil berikut:

    a. Diriwayatkan dari seorang Anshar bahwa seorang wanitamengundang Nabi shallallahu alaihi wa sallam untuk makan

    di rumahnya. Tatkala Nabi akan menggigit daging beliaubersabda,

    "Aku tahu bahwa daging kambing ini diperoleh dengan tanpa izinpemiliknya".

    Wanita itu berkata, "Wahai rasulullah, aku mengutus seseoranguntuk membeli kambing tetapi dia tidak mendapatkan kambing.Lalu aku mengutusnya untuk membeli kambing dari tetanggakuyang baru membeli seekor kambing. Ternyata suaminya tidak ada.

    Lalu aku mengutusnya ke istri tetangga tersebut dan diapunmemberikan kambing kepadaku (tanpa seizin suaminya)".

    Maka Nabi bersabda,

    19 Jami' Al 'Ulum wal hikam, hal 202.

    20 Mawahibul Jalil, jilid V, hal 279.

  • 5/24/2018 tambahan-cet2

    14/17

    "Berikanlah daging ini kepada para tawanan (fakir miskin)". (HR

    Abu Daud, dan dinyatakan shahih oleh Al Albani).

    Hadis ini menjelaskan bahwa benda yang diketahuidiperoleh dengan cara haram tidak boleh diterima olehpihak kedua, sekalipun dalam bentuk hadiah. Dan hartaharam ini haruslah disalurkan untuk kaum fakir miskin.

    b. Atsar yang diriwayatkan dari Abu Bakar Shiddiqradhiyallahu anhu bahwa tatkala ia mengetahui bahwa rotiyang dimakannya diperoleh dengan cara haram makabeliau memuntahkan kembali roti yang telah masuk keperutnya. (HR. Bukhari).

    Atsar ini menunjukkan bahwa harta yang didapatkandengan cara haram tidak boleh dikonsumsi.

    Setelah mengetahui bahwa haram hukumnya bermuamalah denganorang yang diyakini bahwa seluruh hartanya adalah haram atauharta yang digunakannya untuk bermuamalah adalah harta haram,akan dijelaskan hukum bermuamalah dengan orang yang hartanyadiyakini bercampur antara yang halal dan haram dan tidak diketahui

    bahwa harta yang digunakannya untuk bermuamalah adalahhartanya yang haram?

    Para ulama berbeda pendapat tentang hal ini.

    Pendapat pertama: boleh bermuamalah dengan dengan orangyang sebagian besar hartanya halal dan tidak boleh bemuamalahdengan orang yang sebagian besar hartanya haram. Ini pendapatsebagian ulama mazhab Hanafi dan Hanbali.

    Ibnu Nujaim berkata, "Jika seseorang memberikan hadiah,sedangkan sebagian besar hartanya berasal dari yang halal, maka bolehmenerima hadiahnya dan juga boleh memakan makanan yangdisuguhkannya selama tidak diketahui bahwa itu berasal dari hartanya yangharam. Dan jika sebagian besar hartanya haram maka tidak boleh diterima

    hadiahnya dan tidak boleh memakan makanannya"21.

    Ibnu Rajab berkata, "Imam Ahmad pernah ditanya tentang hartahalal bercampur dengan harta haram, ia menjawab, "Jika yang halal lebih

    21 Al Asybah wan Nazhair, hal 125.

  • 5/24/2018 tambahan-cet2

    15/17

    banyak maka keluarkan yang haram dan pergunakanlah sisanya. Dan jika

    yang haram lebih banyak maka jauhilah seluruhnya"22.Dalil pendapat ini bahwa bila yang halal bercampur dengan

    yang haram maka yang haram lebih kuat dan hukumnya berubahmenjadi haram.

    Akan tetapi dalil ini tidak kuat, karena bertentangan denganperbuatan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

    Pendapat kedua: makruh hukumnya bermuamalah denganorang yang hartanya bercampur antara yang halal dan haram, baikyang haramnya banyak maupun sedikit. Ini pendapat sebagaian

    ulama mazhab Syafi'i.

    As Syairazi berkata, "Seseorang yang hartanya bercampur antarayang halal dan haram, makruh hukumnya berjual-beli dengannya"23.

    As Suyuthi berkata, "Bermuamalah dengan orang yang sebagianbesar hartanya berasal dari yang haram hukumnya makruh menurutpendapat yang terkuat dalam mazhab"24.

    Pendapat ini berdalil dengan hadis yang diriwayatkan olehNu'man bin Basyir radhiyallahu anhu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallambersabda,

    ,

    ,

    , , Sesungguhnya sesuatu yang halal telah jelas dan sesuatu yang haram telahjelas, di antara keduanya ada sesuatu yang hukumnya masih samar dantidak banyak manusia yang mengetahuinya. Maka siapa yang menjauhi halyang samar tersebut niscaya agama dan kehormatannya terpelihara, dansiapa yang melakukan hal yang samar berarti ia telah jatuh dalam sesuatuyang haram". (Muttafaq alaih).

    Hadis di atas menjelaskan bahwa sesuatu yang tidak jelas

    kehalalan dan keharamannya disebut syubhat yang harusditinggalkan karena dapat mengantarkan kepada yang haram. Dan

    harta yang bercampur antara halal dan haram juga tidak jelas

    22 Jami' Al Ulum wal Hikam, hal 183.

    23 Al Muhazzab, jilid IX, hal 417.

    24 Al Asybah wan Nazhair, hal 107.

  • 5/24/2018 tambahan-cet2

    16/17

    keharaman dan kehalalannya maka termasuk juga harta syubhatyang

    harus dihindari25.

    Pendapat ketiga: bermuamalah dengan orang yang hartanyabercampur antara halal dan haram hukumnya boleh. Ini pendapatyang dipilih oleh banyak para ulama.

    Ibnu Hajar berkata, "Boleh hukumnya bermuamalah dengan orang

    yang hartanya bercampur antara yang halal dan haram"26.

    Ibnu Mas'ud pernah ditanya tentang hukum menghadiri

    jamuan makan yang dibiayai oleh seseorang yang terang-teranganmelakukan riba, ia berkata, "Hadirilah undangannya! Selamat menikmatihidangan dan dosa riba hanya ditanggung oleh pelakunya"27.

    Pendapat ini berdasarkan perbuatan Nabi shallallahu alaihi wa

    sallamyang bermuamalah dengan orang Yahudi padahal Allah telahmenetapkan bahwa Yahudi adalah pemakan riba dan harta haram.Allah berfirman,

    mD Cl"Mereka itu (Yahudi) adalah orang-orang banyak memakan yang haram".(Al Maidah: 42).

    m l"Dan disebabkan mereka (Yahudi) memakan riba, padahal sesungguhnya

    mereka telah dilarang daripadanya". (An Nisaa: 161).

    Meskipun demikian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tetapbermuamalah dengan mereka. Sebagaimana hadis yangdiriwayatkan oleh Bukhari bahwa Nabi menerima hadiah dari orangYahudi pada saat perang Khaibar berupa daging kambing yang telahdiberi racun.

    Juga diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata,

    , "Rasulullah membeli makanan dengan cara tidak tunai dari seorang Yahudidan menggadaikan baju besi beliau kepadanya". (HR. Bukhari).

    25 Dr. Abbas Al Baz,Ahkam Al MaalHaram, hal 248.

    26 Fathul baari, jilid V, hal 141.

    27 Jami' Al Ulum wal Hikam, hal 202.

  • 5/24/2018 tambahan-cet2

    17/17

    Wallahu a'lam, pendapat yang membolehkan bermuamalah

    dengan orang yang hartanya bercampur antara yang halal dan yangharam adalah pendapat yang kuat, berdasarkan perbuatan Nabishallallahu alaihi wa sallam.

    Catatan:

    Perlu diingat bahwa perbedaan pendapat para ulama ini untukkasus yang memang ditemukan tanda-tanda bahwa rekantransaksinya memperoleh harta dengan cara haram. Adapun jikatidak terdapat tanda-tanda ia memperoleh harta dengan cara harammaka hukumnya boleh dan tidak perlu ditanyakan kepadanyadarimana harta tersebut berasal. Nabi shallallahu alaihi wa sallam

    bersabda,

    , ,

    "Apabila salah seorang diantaramu masuk ke rumah seorang muslim, lalu iamenghidangkan makanan maka makanlah dan jangan tanyakan darimanamakanan tersebut berasal. Dan jika disuguhkan minuman maka minumlahdan jangan tanyakan darimana minuman tersebut berasal". (HR. Ahmad.Hadis ini dihasankan oleh Arnauth).

    Ibnu Taimiyah berkata, "Barang siapa yang tidak maubermuamalah dengan seorang muslim yang tidak dikenalnya dengan alasankhawatir mendapatkan harta yang haram sungguh ia telah membuat suatubid'ah yang diada-adakan dalam agama Allah yang tidak berdalil"28.

    28 Majmu' Al Fatawa, jilid 29, hal 323.