tambahan pr 1-dr kote
TRANSCRIPT
Tatalaksana Polip
Tujuan : menghilangkan keluhan, mencegah komplikasi, mencegah rekurensi
Kortikosteroid (topikal & sistemik) à polipektomi medikamentosa à lebih baik
pada polip tipe eosinofil
Pengobatannya berupa terapi obat-obatan dan operasi. Terapi medikamentosa
ditujukan pada polip yang masih kecil yaitu pemberian kortikosteroid sistemik yang
diberikan dalam jangka waktu singkat, dapat juga diberikan kortikosteroid hidung
atau kombinasi keduanya.
Untuk polip edematosa, dapat diberikan pengobatan kortikosteroid :
1. Oral,misalnya prednison 50 mg/hari atau deksametason selama 10 hari, kemudian
dosis diturunkan perlahan – lahan (tappering off).
2. Suntikan intrapolip, misalnya triamsinolonasetonid atau prednisolon 0,5 cc, tiap 5
– 7 hari sekali, sampai polipnya hilang.
3. Obat semprot hidung yang mengandung kortikosteroid, merupakan obat untuk
rinitis alergi, sering digunakan bersama atau sebagai lanjutan
pengobatan kortikosteroid per oral. Efek sistemik obat ini sangat kecil, sehingga lebih
aman.
Untuk polip yang ukurannya sudah besar dilakukan ektraksi polip (polipektomi) dengan
menggunakan senar polip. Polipektomi merupakan tindakan pengangkatan polip
menggunakan senar polip dengan bantuan anestesi lokal, untuk polip yang besar dan
menyebabkan kelainan pada hidung, memerlukan jenis operasi yang lebih besar dan
anestesi umum. Kategori polip yang diangkat adalah polip yang besar namun belum
memadati rongga hidung. Polipektomi sederhana cukup efektif untuk memperbaiki
gejala pada hidung, khususnya pada kasus polip yang tersembunyi atau polip yang
sedikit.
Surgical micro debridement
merupakan prosedur yang lebih aman dan cepat, pemotongan jaringan lebih akurat
dan mengurangi perdarahan dengan visualisasi yanglebih baik. Etmoidektomi atau
bedah sinus endoskopi fungsional merupakan tindakan pengangkatan polip sekaligus
operasi sinus, merupakan teknik yang lebih baik yang tidak hanya membuang polip
tapi juga membuka celah di meatus media yang merupakan
tempat asal polip yang tersering sehingga akan membantu mengurangi angka
kekambuhan. Kriteria polip yang diangkat adalah polip yang sangat besar, berulang,
dan jelas terdapat kelainan di kompleks osteomeatal. Antibiotik sebagai terapi
kombinasi pada polip hidung bisa kita berikan sebelum dan sesudah operasi. Berikan
antibiotik bila ada tanda infeksi dan untuk langkah profilaksis pasca operasi.
Operasi :
Dengan senar polip atau cunam dengan analgesi lokal
etmoidektomi intra/ekstranasal à polip etmoid
Caldwell-Luc à sinus maksila
BSEF : Bedah Sinus Endoskopi Fungsional
Pembedahan dilakukan jika:
Polip menghalangi saluran pernafasan
Polip menghalangi Drainase dari sinus sehingga sering terjadi infeksi sinus
Polip berhubungan dengan tumor.
Pada anak anak dengan multipel polip atau kronik rhinosinusitist yang gagal pengoba
tan maksimum dengan obat- obatan
Sumber :
Arfandy RB, Pola penanganan polip hidung, dalam : SimposiumPenanganan Alergi
dan Polip Hidung, Makassar : Perhati-KL Cab. Sulselra, 2001
Dhaeng S, Mulyadi U, Saroso S. Rekurensi Poilp hidung Di Bagian THTRSUP DR.
Sardjito Yogyakarta Periode Januari 1993 – Desember 1995. Kumpulan Naskah
Ilmiah PIT. PERHATI. Batu -Malang.
Suheryanto R. Efektivitas Pengobatan Polip Hidung dengan
MenggunakanKortikosteroid. Kumpulan Naskah Ilmiah KONAS XII PERHATI,
Semarang
Waldeyer’s Ring
Gambar Tonsil, Kripta, Detritus:
Pembesaran Tonsil
Dibagi berdasarkan garis median dan garis paramedian
T1 : Tonsil membesar namun belum arkus faring posterior
T2 : Tonsil membesar sudah melewati arkus faring posterior namun belum melewati
garis paramedian
Kripta
Tonsil
T3 : Tonsil membesar dan sudah melewati garis paramedian namun belum melewati
garis median
T4 : Tonsil membesar dan sudah melewati garis median
Sumber: Current diagnosis & treatment Lange, second edition, halaman 344
1. Laringoskopi direk dan indirek
Laringoskop indirect: adalah suatu alat pemeriksaan yang digunakan untuk memeriksa
keadaan tenggorok dan adneksanya.
Organ yang dilihat pada
laryngoskopi :
Sinus piriformis
Valecula
Dinding Faring
Pita suara
Trakea bagian atas melalui pita suara
Alat : lampue kepala Van Hasselt, lampu spiritus, kaca reflektor no 4 atau 5 yang
sudah dihangatkan, dan kasa.
Cara :
Pasien diminta membuka mulut lebar-lebar kemudian menjulurkan lidahnya
semaksimal mungkin.
Dengan menggunakan kasa, pemeriksa memegang dan menarik lidah pasien.
Dengan hati-hati, pemeriksa memasukkan kaca reflektor ke rongga mulut pasien,
dengan kaca ke arah bawah.
Dengan menggunakan kaca reflektor, pemeriksa mengangkat uvula untuk
mendapatkan gambaran laring yang lebih baik.
Memeriksa radiks linguae, epiglotis dan sekitarnya
Memeriksa lumen laring dan rima glotidis
Memeriksa bagian yang letaknya kaudal dari rima glotidis
Untuk pemeriksaan ini, kepala penderita diatur dalam 3 posisi, yaitu:
- Posisi tegak
- Posisi Killian: lebih jelas untuk melihat komisura posterior
- Posisi Tuerck’s: lebih jelas untuk melihat sekitar komisura posterior
Tahap 1: memeriksa radiks lingue, epiglotis dan sekitarnya
- Kelihatan gambar dari radiks linguae, epiglotis yang menutup introitus laringis,
plika gloddoepiglotika, valekula kiri dan kanan
- Perhatikan anatominya
- Perhatikan patologinya: edema epiglotis, ulkus, tumor, korpus alienum
- Fascies posterior tonsil pada kesempatan ini dapat diperiksa pada awal tahap 1
atau akhir tahap 3
- Perhatikan warna, aftae, ulkus
- Penderita disuruh mnegucapkan huruf ‘iiiii’ yang panjang dan tinggi sehingga
laring ditarik ke atas dan muka, epiglotis ikut tertarik dan membuka sehingga
cahaya dapat masuk laring dan trakea. Korda vokalis bergerak ke garis median.
Tahap 2: melihat laring dan sekitarnya
Perhatikan anatomi laring:
- Epiglotis dan pinggirnya
- Aritenoid kiri dan kanan
- Plika ari-epiglotika kiri dan kanan
- Sinus piriformis kiri dan kanan
- Dinding posterior dan dinding lateral faring
- Plika ventrikularis kiri dan kanan
- Komisura anterior dan posterior
- Korda vokalis kiri dan kanan
Perhatikan patologi: anatominya, adanya radang, ulkuks, edema, cairan, tumor
Perhatikan gerakan korda vokalis kiri kanan normal, simetris, tidak bergerak (parese)
unilateral atau bilateral)
Tahap 3: melihat trakea
- Korda vokalis hanya dapat dilihat dalam stadium fonasi
- Dalam stadium respirasi lumen laring tertutup oleh epiglotis sehingga mukosa
trakea hanya dapat dilihat waktu belum ada aduksi yang komplit, atau di waktu
permulaan abduksi
- Perhatikan anatomi, patologi mukosa, warna mukosa, sekret regio subglotik,
edema, tumor
Sumber: Rukmini S,Herawati S. Teknik Pemeriksaan Telinga, Hidung & Tenggorok.
Jakarta:EGC. 2000. h. 61-9.
B. Laringoskopi direk
Indikasi:
1) Diagnostik
- Untuk evaluasi terhadap gejala pada laring atau hipofaring (disfonia,
dyspnea, stridor, disfagia) jika laringoskopi indirek tidak dapat
dilakukan, sperti pada bayi dan anak kecil.
- JIka laringoskopi indirek tidak berhasil, misalnya akibat refleks muntah
berlebih atau overhanging epiglottis
- Untuk memeriksa area tersembunyi dari hipofaring, yaitu dasar lidah,
valekula, dan fossa piriformis bagian bawah.
- Untuk melihat perluasan massa atau untuk mengambil sampel biopsi.
2) Terapeutik
- Mengangkat lesi jinak pada laring (papiloma, fibroma, nodul, polip,
kista).
- Mengambil benda asing pada laring dan hipofaring.
- Dilatasi striktur laring.
Kontraindikasi:
- Gangguan pada vertebra servikalis
- Dispnea sedang sampai berat, kecuali jika jalan napas dilindungi dengan
trakeostomi
Pemeriksaan dengan menggunakan alat laringoskop.
a. Laringoskop fleksibel
Inspeksi menggunakan laringoskop
fleksibel diindikasikan untuk diagnostik,
misalnya ketika pasien mengalami suara
serak, kesulitan bernafas, atau nyeri
tenggorokan yang parah. Pengamatan
langsung terhadap laring diperlukan untuk
mengkonfirmasi diagnosis, misalnya paralisis dari pita suara, arthritis dari struktur
penunjang (cricoarytenoid arthritis), atau adanya massa pada leher atau laring.
Beberapa kelainan kongenital juga dapat didiagnosis dengan laringoskopi
fleksibel misalnya laryngomalacia ("floppy" larynx); stenosis subglotis; vascular
rings (abnormalitas dari pembuluh darah utama jantung atau paru); congenital
laryngeal webs (adanya membran yang menutup pita suara); dan laryngocele
(kista).
b. Laringoskop rigid
Penggunaan laringoskopi rigid lebih
bersifat terapeutik, misalnya untuk
pengambilan jaringan (biopsi), pengambilan
benda asing atau mukus yang tebal, atau
dapat juga dikombinasikan dengan operating
microscope atau laser untuk membuang
polip atau kista pada pita suara.
Jenis laringoskop yang dapat dipakai:
a. Laringoskop kaku:
Endoskop model Brunings, Jackson, Mc. Intosh, Mc. Gill
Sumber cahaya: Brunings proksimal, Jackson distal
Teknik:
o Penderita ditidurkan terlentang di atas meja periksa
o Pemeriksaan dapat dimulai setelah kira-kira 10 menit sebelumnya
diberikan tetes tetrakain 1% (masing-masing 10 tetes)
o Pipa dimasukkan sampai ke dalam introitus laringis
o Memperhatikan gambar laring seperti pada laringoskopi indirek
Keuntungan
o Resolusi lebih tinggi, gambar yang dihasilkan lebih terang dan jelas
karena menggunakan scope 70 atau 90 derajat. Kontras gambar lebih
baik, dan lebih dapat diperbesar daripada gambar yang dihasilkan
laringoskop fleksibel.
o Pemeriksaan sederhana dan dapat tidak menggunakan anestesi lokal.
Kerugian
o Fonasi terbatas pada vokal. Hal ini disebabkan visualisasi dengan
laringoskop kaku 70 derajat biasanya memerlukan leher ekstensi dan
lidah menjulur, sehingga ukuran gap glotis dapat terlihat lebih besar.
Alternatifnya, digunkan laringoskop kaku 90 derajat yang tidak
memerlukan tingkat ekstensi seperti laringoskop kaku 70 derajat, atau
menggunakan pendekatan lateral dengan laringoskop kaku 70 derajat.
b. Laringoskop fiber
Keuntungan
o Dapat melihat laring ketika berbicara dan bernyanyi. Gap glotis dapat
dideskripsikan lebih akurat daripada dengan laringoskop kaku karena
posisi lidah dan leher yang lebih netral.
o Dapat menilai pila cavum nasi dan portal velofaringeal.
o Pemeriksaan ini lebih dipilih jika ingin menilai pergerakan daripada
sturktur atau keadaan mukosa. Terutama berguna pada gangguan
seperti disfonia spasmodik (masalah suara lebih jelas waktu bicara)
dan gangguan gerakan pita suara.
o Digunakan pada kedaan laringoskopi dengan laringoskop kaku sulit
dilakukan seperti pada anak kecil atau pasien dengan refleks muntah
yang hebat.
Kerugian
o Tranpor cahaya dan magnifikasi gambar lebih inferior dibandingkan
dengan bila menggunakan laringoskop kaku. Juga terdapat distorsi
pada perifer gambar.
o Pemeriksaan dengan laringoskop fleksibel lebih invasif, dengan risiko
perdarahan hidung, reaksi terhadap obat anestesi, dan reaksi vasovagal.
Teknik
o Laringoskop/ endoskop fleksibel dimasukan setelah pemberian anestesi
topikal dan vasokonstriktor melalui meatus medius atau sepanjang
dasar cavum nasi. Jalur yang letaknya lebih tinggi digunakan bila ingin
memeriksa portal velofaringeal, namun semuanya sama baiknya dalam
melihat laring.
c. Mikrolaringoskop
Saat pemeriksaan, keadaan laring dilihat saat:
Istirahat
Bernafas
Bernafas dalam
Batuk ringan atau membersihkan tenggorokan
Laringeal diadokokinesis dengan mengucapkan “ii”
Laringeal diadokokinesis dengan mengucapkan “hii”
Mengucapkan “ii” kemudian sambil mendengus (seperti membuang ingus) melalui
hidung (hanya dapat dilakukan dengan laringoskop fleksibel.
Yang dinilai pada pemeriksana laringoskop direk:
Struktur laring
o Valekula, sinus piriformis, lipatan ariepiglotika, plika ventrikularis, tepi
posterior glotis. Perhatikan abnormalitas dan asimetri yang ada.
Gerakan aritenoid dan Plika vokalis
o Gerakan dan posisi aritenoid dapat memberi info tentang integritas sendi
krikoaritenoid dan nervus laringeal rekuren. Aritenoid dideskripsikan tegak
atau terputar, mobile atau immobile, dan simetris atau asimetris. Immobilitas
dinilai lagi berdasarkan posisi: medial, paramedian, intermediet, atau alteral.
Mobilitas ini dapat dinilai ketika pasien berbicara kemudian bernafas, ketika
melakukan laringeal diadokokinesis, ketika batuk, dan terkadang ketika
membuang ingus. Gangguan gerak plika vokalis dapat terjadi karena berbagai
faktor, seperti paralisis, paresis, dislokasi aritenoid, fibrosis, atau invasi tumor
pada sendi krikoaritenoid.
Warna dan kuantitas mukus
o Mukus tebal terkadang menempel pada tepi plika vokalis atau permukaan
superior plika vokalis. Adanya mukus ini secara umum berhubungan dengan
kurangnya hidrasi atau iritasi kronis. Berkumpulnya mukus di sinus piriformis
dapat mengindikasikan lemahnya sensasi laring, lemahnya dinding faring
lateral, atau menelan yang tidak efektif. Mukus yang menempel pada plika
vokalis dapat terlihat seperti lesi atau dapat menyamarkan kelainan yang ada
pada mukosa. Untuk membedakannya, pasien disuruh membersihkan mukus
dengan menelan atau dengan batuk singkat atau membersihkan tenggorokan.
Vaskularisasi
o Plika vokalis berwarna putih seperti mutiara. Adanya rona merah dianggap
sebagai eritema atau hiperemia. Bila ada kapiler yang terlihat, biasanya
letaknya paralel dengan tepi bebas. Pembuluh darah yang berdilatasi abnormal
dan berkelok-kelok disebut ektasia kaliper atau mikrovarises, dan memiliki
risiko perdarahan. Perdarahan terjadi ketika sel darah keluar dari pembuluh
darah dan menyebabkan plika vokalis berwarna difus.
Perubahan pada posisi atau tinggi laring
o Hal ini dapat disebabkan adanya massa, imbalans otot, trauma, atau cedera
nervus laringeal superior. Beberapa orang akan menaikkan atau menurunkan
laring ketika berbicara atau bernyanyi.
Aktivitas supraglotis
Tepi plika vokalis: lurus/halus (konveks, konkav, berapa derajat deviasinya) dan
kasar/iregular.