tamonib neijan (tingkatkan hasil-hidupkan tanah) · dari kelima program strategis yang dicanangkan...

9
TAMONIB NEIJAN (TINGKATKAN HASIL-HIDUPKAN TANAH) URGENSI PERDA TENTANG PERTANIAN KONSERVASI DI KABUPATEN TTU PENDAHULUAN Pembangunan pertanian menjadi fokus pembangunan daerah Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dalam rencana pembangunan jangka menengah kabupaten TTU (2017-2021) 1 . Dari kelima program strategis yang dicanangkan oleh pemerintah, pembangunan pertanian menjadi program strategis unggulan, menempati nomor urut pertama, mendahului empat program strategis lainnya, yaitu program pengembangan pendidikan, program pengembangan kesehatan, program pemberdayaan koperasi dan UKM, dan program optimalisasi pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Dalam menjalankan program strategis unggulan di bidang pembangunan pertanian ini, pemerintah Kabupaten TTU, menelorkan Program Desa Mandiri Cinta Petani (Sari Tani) dan Padat Karya Pangan yang bergulir sejak tahun 2010 sampai dengan saat ini. Melalui Program Sari Tani, setiap desa diberikan dana sebesar 300 juta rupiah untuk dikonversi ke dalam kegiatan-kegiatan ekonomi kreatif secara mandiri oleh kelompok-kelompok petani di desa. Sedangkan program Padat Karya Pangan mengubah bantuan raskin pemerintah kedalam kegiatan-kegiatan pertanian produktif dimana petani yang menambah luas lahan pertaniannya mendapatkan insentif raskin. Ekstensifikasi, intensifikasi dan diversivikasi pertanian menjadi kegiatan-kegiatan pokok ekonomi dan pertanian produktif ini yang di antara lainnya mencakup pembersihan lahan dan pengolahan tanah, pembuatan terasering dan pemupukan, penanaman 1 PERDA Kabupaten TTU Nomor 2 Tahun 2016 tentang RPJMD Kabupaten TTU Tahun 2017-2021

Upload: dinhquynh

Post on 02-Mar-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

TAMONIB NEIJAN (TINGKATKAN HASIL-HIDUPKAN TANAH) URGENSI PERDA TENTANG PERTANIAN KONSERVASI DI KABUPATEN TTU

PENDAHULUAN Pembangunan pertanian menjadi fokus pembangunan daerah Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dalam rencana pembangunan jangka menengah kabupaten TTU (2017-2021)1. Dari kelima program strategis yang dicanangkan oleh pemerintah, pembangunan pertanian menjadi program strategis unggulan, menempati nomor urut pertama, mendahului empat program strategis lainnya, yaitu program pengembangan pendidikan, program pengembangan kesehatan, program pemberdayaan koperasi dan UKM, dan program optimalisasi pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Dalam menjalankan program strategis unggulan di bidang pembangunan pertanian ini, pemerintah Kabupaten TTU, menelorkan Program Desa Mandiri Cinta Petani (Sari Tani) dan Padat Karya Pangan yang bergulir sejak tahun 2010 sampai dengan saat ini. Melalui Program Sari Tani, setiap desa diberikan dana sebesar 300 juta rupiah untuk dikonversi ke dalam kegiatan-kegiatan ekonomi kreatif secara mandiri oleh kelompok-kelompok petani di desa. Sedangkan program Padat Karya Pangan mengubah bantuan raskin pemerintah kedalam kegiatan-kegiatan pertanian produktif dimana petani yang menambah luas lahan pertaniannya mendapatkan insentif raskin. Ekstensifikasi, intensifikasi dan diversivikasi pertanian menjadi kegiatan-kegiatan pokok ekonomi dan pertanian produktif ini yang di antara lainnya mencakup pembersihan lahan dan pengolahan tanah, pembuatan terasering dan pemupukan, penanaman

1 PERDA Kabupaten TTU Nomor 2 Tahun 2016 tentang RPJMD Kabupaten TTU Tahun 2017-2021

tanaman semusim dan tanaman umur panjang, penanaman tanaman sela dan penyiangan, perluasan lahan baru, perluasan sawah baru, pengerjaan sawah dan perbaikan irigasi, budidaya sayur, jagung, kacang tanah dan kacang hijau. Kedua program ini dilaporakan telah secara signifikan menekan proporsi masyarakat miskin di Kabupaten TTU dari 65 persen di tahun 2010 menjadi 34 persen di tahun 2014 (BPS, 2016). Target pemerintah untuk tahun 2021 adalah menekan angka kemiskinan ini sampai di bawah 10 persen.

Upaya-upaya ekstensifikasi, intensifikasi dan diversifikasi pertanian ini bertujuan untuk menggenjot hasil produksi pertanian dan pada gilirannya menekan angka kemiskinan. Walaupun demikian, penekanan pada peningkatan produksi pertanian dapat berakibat kontra-produktif terhadap keberlansungan tanah untuk secara alamiah dan terus menerus me-regenerisasi dirinya apabila sistem olah tanah sempurna dan ketergantungan pada pupuk kimiawi serta praktek tebas bakar menjadi modus operandi bertani kita. Modus operandi bertani seperti ini, dalam prakteknya, mendatangkan hasil instan tetapi menjebak petani dalam lingkaran abadi ketergantungan pada input eksternal olah tanah sempurna dan pupuk kimiawi yang secara sistematis menyebabkan degradasi tanah dan mengurangi kesuburan tanah. Terhadap persoalan ini, diperlukan suatu paradigma berpikir dan paradigma regulatif yang memiliki manfaat ganda: meningkatkan produksi pertanian sekaligus mengkonservasi dan menghidupkan tanah. DESKRIPSI MASALAH Kabupaten Timor Tengah Utara dibentuk berdasarkan Undang-undang nomor 69/1958 yang membagi Propinsi Nusa Tenggara Timur menjadi 12 daerah tingkat II yang mencakup juga daerah tingkat II Timor Tengah Utara. Pada pembentukan awalnya, kabupaten TTU hanya mencakup 12 kecamatan. Pada saat ini Kabupaten TTU memiliki 24 kecamatan yang terdiri dari 175 desa/kelurahan (BPS, 2016). Dengan luas wilayah 2669.70 km persegi, total penduduk Kabupaten TTU pada tahun 2015 adalah 246.685 jiwa (BPS, 2016). Mayoritas penduduk TTU adalah petani

dan pada tahun 2015 mengolah lahan tanaman pangan seluas 63.406 hektar dan menghasilkan tanaman pangan berupa jagung, padi, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau, dan kacang kedelai. Jagung mendapat porsi lahan pertanian terluas (27092 hektar) dan total hasil produksi (26655 ton) dengan rata-rata hasil 2,9 ton per hektar (BPS, 2016). Rata-rata hasil panen jagung ini, kendati input olah tanah sempurna dan pupuk kimiawi yang besar dan berulang, menunjukkan tren produktivitas yang cendrung stagnan sejak tahun 2010

dengan sedikit peningkatan pada tahun 2014 dan 2015. Rata-rata hasil produksi ini masih jauh dari hasil rata-rata ideal produksi jagung yang adalah 4-6 ton per hektar.

0

2

4

6

8

10

12

2010 2011 2012 2013 2014 2015

PRODUKTIVITAS PANGAN DI TTU

Jagung Padi Sawah Padi Ladang

Ubu Jalar Ubi Kayu Kacang Hijau

Kacang Tanah Kedelai

Kurang optimalnya hasil produksi pertanian ini bersama dengan rendahnya kandungan C-Organik dalam tanah, dampak El-Nino dan ketidakpastian musim tanam, rendahnya curah hujan, praktek tebas bakar dan belum adanya perangkat legal yang mengatur tentang pengembangan pertanian lahan kering yang bertujuan meningkatkan hasil produksi pertanian dan mengkonservasi tanah untuk pengembangan pertanian secara lestari/berkelanjutan menjadi persolan-persolah pokok pegembangan pertanian di Kabupaten Timor Tengah Utara. Terkait rendahnya kandungan C-organik dalam tanah, hasil baseline survey biofisika tanah yang dilakukan oleh FAO dalam kerangka Pertanian Konservasi pada tahun 2014 menunjukkan bahwa konten C-organik untuk tanah di Pulau Timor (dalam skala sangat rendah ke sangat tinggi) berada pada kisaran sangat rendah dengan prosentasi 35,58 persen, rendah dengan prosentasi 56,72 persen, dan hanya 7.46 persen memiliki kandung C-organik sedang. Tidak terdapat tanah yang memilIki kandungan C-organik tinggi dan sangat tinggi. Apabila dibandingkan dengan kandungan C-organik tanah di Sumba, lebih dari 50 persennya berada pada kisaran sedang dan tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa tanah pertanian di Pulau Timor pada umumnya dan Kabupaten TTU pada khususnya membutuhkan input C-organik secara signifikan untuk memperbaiki kesuburan tanah dan meningkatkan hasil produksi. Hal yang menjadi tantangan adalah melakukan input C-organik ini dengan penggunaan masif pupuk kimiawi yang pada gilarannya menciptakan ketergantungan dan menyebakan degradasi tanah atau menggunakan pendekatan yang dapat meningkatkan hasil produksi secara signifikan dan mengkonservasi dan menghidupkan tanah pada saat yang sama.

Selain itu, dari sisi karakteristik lahan dan iklim, lahan pertanian di Kabupaten TTU dikategorikan sebagai lahan kering beriklim kering yang dicirikan oleh curah hujan tahunan yang sangat rendah, kurang dari 2.000 mm/tahun, yakni 1.051 mm/tahun (BPS, 2016). Hujan tersebut tercurah dalam masa yang pendek (3-5 bulan) sehingga masa tanam menjadi sangat pendek (Mulyani et al. 2014). Selain itu, turunnya hujan sangat tidak menentu sehingga sangat sulit menyusun pola tanam yang tepat. Keadaan ini diperburuk oleh hujan harian yang tercurah dalam jumlah yang tinggi dan dalam waktu yang relatif pendek sehingga menyebabkan aliran permukaan besar dan

35.8256.72

7.4600

32.8414.93

25.3725.37

1.49

0 10 20 30 40 50 60

Very low (< 1%)

Moderate 2-3%)

Very high (>5%)

Low (1-2%)

High (3-5%)

Tim

or

Sum

ba

Persentase contoh tanah

Persentase sample tanah dengan tingkat kandungan C organik di Sumba dan Timor

mendorong terjadinya erosi. Di Kabupaten Timor Tengah Utara, intensitas hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret dengan volume 224 mm disusul oleh bulan Desember dan Februari (BPS, 2016) dan cendrung menimbulkan erosi pada bulan-bulan basah ini. Persoalan ini diperparah oleh dampak El Nino yang diindikasikan oleh curah hujan yang semakin tidak menentu, perubahan pola hujan dengan periode hujan lebih singkat tetapi dengan intensitas yang lebih tinggi, sebaliknya curah hujan di musim kemarau semakin rendah dengan durasi yang lebih panjang (Mulyani et al. 2014). Ketidakpastian iklim dan saat tanam sebagai dampak El-Nino ini menjadi salah satu penyebab menurunnya produksi pertanian dan gagal panen dalam beberapa kasus yang dialami oleh petani pada musim tanam 2014/2015 (FAO Progress Report, 2016). Pun pula, sistem perladangan berpindah yang masih sering dipraktekkan oleh petani setempat dimana petani mengerjakan lahannya pada kurun waktu tertentu kemudian dibakar dengan tujuan agar kesuburan lahan dapat dikembalikan secara alamiah. Sistem peladangan ini umumnya dilakukan dengan cara tebas dan bakar dengan tujuan meningkatkan kandungan unsur hara, memberantas gulma, mengurangi timbulnya hama penyakit dan meningkatkan produksi tanaman pangan (Beja, 2015). Kendati demikian, anggapan seperti ini tidak sepenuhnya tepat karena sistem tebas bakar justru mematikan organisme mikro dan makro flora dan fauna di dalam tanah yang berfungsi untuk proses penguraian dan regenerasi tanah. Di samping itu, praktek tebas bakar melepaskan karbon ke atmosfir dan berkontribusi terhadap meningkatnya temperatur dan perubahan iklim (FAO Technical Brief, 2010). Disamping persoalan-persoalan yang sudah dipaparkan di atas, dari sisi kebijakan, belum ada regulasi pada tingkatan kabupaten TTU yang mengatur tentang modus operandi bertani di lahan kering yang mempertimbangkan produktivitas hasil pertanian dan pada saat yang sama mengkonservasi dan menghidupkan tanah secara berkelanjutan. Upaya menuju ke arah ini pernah digagas oleh Yayasan Mitra Tani Mandiri (YMTM) dengan membuat Ranperda Pertanian Lestari Berkelanjutan tetapi masih menemui jalan buntu karena tidak didukung oleh Naskah Akademik dan payung hukum yang lebih tinggi pada tataran propinsi dan nasional. Pada saat ini, pada tataran Propinsi NTT, FAO dalam kerjasama dengan Bappeda Propinsi NTT telah memasukkan isu-isu strategis pertanian lahan kering dan pertanian konservasi ke dalam draf Rancangan Teknokratik RPJMD Propinsi NTT periode 2018-2022. Sedangkan pada tataran nasional, FAO dalam kerjasama dengan Komisi IV DPR-RI, dalam rangka revisi UU Nomor 12 Tahun 1992 Tentang Sistem Budidaya Tananaman Pangan telah mengintegrasikan pertanian konservasi sebagai metode atau pendekatan pertanian di lahan kering ke dalam Rancangan Undang Undang Sistem Budidaya Tanaman Berkelanjutan. Upaya-upaya kolaboratif pada tataran kebijakan pada level propinsi dan pada level nasional ini dapat menjadi pintu masuk untuk menelorkan rancangan PERDA tentang Pertanian Konservasi Kabupaten Timor Tengah Utara. Pembelajaran dari keberhasilan implementasi Pertanian Konservasi di Kabupaten Timor Tengah Utara juga dapat menjadi pertimbangan kunci untuk melahirkan rancangan PERDA ini. PEMBELAJARAN DARI IMPLEMENTASI PERTANIAN KONSERVASI DI KABUPATEN TTU

Sebagai upaya untuk memitigasi dampak perubahan iklim terhadap petani, meningkatkan hasil

produksi pertanian dan mengkoservasi tanah secara alamiah, sejak tahun 2014 sampai dengan

sekarang ini, FAO dalam kerjasama dengan Yayasan Mitra Tani Mandiri, telah memfasilitasi 276

Kelompok Tani dengan 5.265 petani anggota untuk menerapkan teknik-teknik Pertanian

Konservasi (PK) melalui pendekatan Sekolah Lapang (SL) di 47 desa dari 15 kecamatan di

Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Melalui pendekatan Sekolah Lapang ini, kelompok-

kelompok tani menyediakan lahan khusus untuk belajar teknik-teknik Pertanian Konservasi dan

kemudian mengadopsi teknik-teknik PK di lahan mereka sendiri.

Para petani di Kabupaten Timor

Tengah Utara yang menerapkan

teknik Pertanian Konservasi telah

mengalami manfaat yang luar biasa,

terutama pada rata rata peningkatan

hasil panen jagung yang dua kali lebih

banyak dibandingkan dengan

metode tradisional untuk luas lahan

yang sama. Untuk musim terakhir ini,

rata rata hasil panen jagung dengan

teknik PK adalah 4.1 ton per hektar sedangkan dengan metode tradisional, hasilnya adalah 2.0

ton per hektar. Terdapat 100 persen peningkatan hasil panen jagung jika para petani menerapkan

teknik-teknik Pertanian Konservasi. Di samping itu, para petani juga mendapatkan manfaat dari

penanaman kacang-kacangan berupa kacang panjang, kacang merah, dan kacang nasi yang dapat

meningkatkan stok dan pilihan konsumsi rumah tangga untuk para petani di Kabupaten Timor

Tengah Utara. Selain itu, petani dapat terus mengolah/menanami lahannya tanpa perlu

berpindah pindah dengan tetap mendapatkan hasil yang stabil dari waktu ke waktu.

Analisa usahatani PK (dalam jutaan rupiah per hektar)2

Komponen PK Non-PK +/- (%)

Persiapan lahan 1,5 0,9 + 53

Sarana produksi 1,8 0,5 +290

Pemeliharaan 1,1 1,7 -52

Panen 1,2 0,8 +47

Total biaya 5,5 3,9 +43

Hasil jagung (Ton/ha) 3,6 1,7 +113

Hasil Kacang (Kg/ha) 194 36 +442

Nilai jual 13,5 5,5 +146

2 Rata-rata dari 35 Petani pelaksana PK

Pendapatan 7,9 1,6 +390

B/C 1,4 0,4

Untuk mencapai hasil panen yang signifikan ini, prinsip-prinsip Pertanian Konservasi: pengolahan

tanah seringan-ringannya, penutupan permukaan tanah serapat-rapatnya sepanjang musim

sepanjang tahun dan rotasi tanaman atau tumpang sari diterapkan secara bersama-sama sebagai

satu kesatuan utuh. Prinsip-prinsip ini didukung juga oleh praktek-praktek baik dalam bidang

argonomi lainnya di antaranya: waktu tanam yang tepat serta penanganan gulma dan hama yang

efektif dan terintegrasi.

Dalam implementasi Pertanian Konservasi,

tanah tidak dibajak dan benih ditanam

lansung pada lubang tanam atau alur tanam.

Dengan cara ini, selain pupuk organik yang

dimasukkan ke dalam lubanga dan alur

tanam, bahan organik tanah tetap

dipertahankan. Bahan organik tanah ini tidak

hanya menyediakan gizi yang lebih untuk

proses pertumbuhan tanaman tetapi juga

memulihkan struktur alamiah tanah yang

pada gilirannya menghambat erosi,

pemadatan tanah dan pengerasan lapisan

permukaan tanah; hal-hal yang dengan mudah terjadi pada tanah yang dibajak. Dengan cara ini

pula, kelembaban tanah lebih terjaga karena penguapan air dapat ditekan, hal yang juga dengan

mudah terjadi apabila tanah yang dibajak. Lebih banyak karbon yang dilepaskan ke dalam tanah

untuk menunjang gizi tanah.

Selain itu, sisa tanaman tidak dibakar tetapi

tetap dipertahankan di dalam kebun sebagai

mulsa. Tanaman leguminosa penutup

permukaan tanah juga ditanam sepanjang

tahun sepanjang musim. Penutupan

permukaan tanah melindungi tanah dari

pengikisan oleh hujan dan angin serta

membantu mempertahankan kelembaban

tanah dan menstabilkan temperatur tanah

pada lapisan-lapisan permukaan. Serangga,

jamur, bakteria serta mikro-oganisme dan

makro-organisme hewan dan tumbuhan berkembang dengan baik dalam lingkungan ekologis

seperti ini. Aktivitas organisme-oranisme ini mengurai mulsa dan meleburkannya ke dalam tanah

dan secara perlahan dan berkala memperbaiki kesuburan tanah. Penutupan permukaan tanah

juga meningkatkan retensi dan penyerapan air ke dalam tanah serta menekan gulma dan

patogen-patogen penyebab penyakit. Ringkasnnya, penutupan permukaan tanah secara

permanen memampukan tanah untuk meregenerasi dirinya sendiri secara alamiah.

Tumpang Sari dan Rotasi Tanaman

yang telah selalu dipraktekkan secara

turun temurun dalam pertanian dan

yang merupakan strategi

pengontrolan hama dan penyakit

dengan cara memutuskan siklus

hama dan penyakit itu sendiri juga

menjadi bagian kunci implementasi

Pertanian Konservasi. Beberapa jenis

tanaman membantu menekan gulma

dan apabila tanaman leguminosa

digunakan, jenis tanaman ini juga menyuburkan tanah melalui fiksasi nitrogen. Strutktur tanah

juga diperbaiki melalui penetrasi berbagi sistem pengakaran ke dalam tanah.

Untuk mendukung implementasi dan adopsi Pertanian Konservasi di Kabupaten TTU, proses-

proses intitusionalisasi yang bertujuan untuk mengintegrasikan Pertanian Konservasi ke dalam

strategi pembangunan pertanian di Kabupaten TTU telah dilakukan. Pada bulan Maret 2017,

dalam kerjasama erat dengan pemerintah Kabupaten TTU telah diadakan lokakarya integrasi

Pertanian Konservasi ke dalam strategi pembangunan pertanian Kabupaten TTU. Kegiatan

lokakarya ini didahului oleh kegiatan Panen Bersama jagung di plot Pertanian Konservasi di Desa

Pantae, Kecamatan Biboki Selatan yang dihadiri oleh Bupati TTU beserta jajaran pejabat terasnya

dari dinas/badan dalam lingkungan Pemda TTU, perwakilan DPRD TTU, pemerintah Desa Pantae

dan para petani.

Dalam lokakarya, beberapa

rekomendasi yang dihasilkan

antara lain: untuk Jangka Panjang:

1) Memasukkan nomenklatur

Pertanian Konservasi dan atau

Pertanian Lahan Kering ke dalam

RPJMD dan RPJMDes desa-desa di

TTU; 2) Dinas Pertanian TTU

menginisiasi pembuatan PERDA

tentang Pertanian Konservasi; 3)

Koordinator Penyuluh Kecamatan,

PPL dan pendamping desa memfasilitasi terintegrasinya kegiatan Pertanian Konservasi di masing-

masing wilayah ke dalam dokumen perencanaan pembangunan melalui mekanisme perencanaan

mulai dari Muserembang Dusun, Desa dan Kecamatan; 4) Dinas Pertanian mengadakan program

pelatihan untuk peningkatan kapasitas Koordinator Penyuluh Kecamatan tentang Pertanian

Konservasi untuk pendampingan penerapan PK melalui pendekatan sekolah lapang pada

tingkatan kelompok tani dan petani; 5) Dinas Pertanian, Dinas Pangan, YMTM bersama

pemangku kepentingan terkait lainnya, mengembangkan model pembelajaran Pertanian

Konservasi dengan luas lahan dengan skala ekonomi sebagai ruang belajar prinsip-prinsip dan

teknik-teknik Pertanian Konservasi di TTU; dan, 6) Bappelitbang TTU bekerjasama dengan

UNIMOR melakukan penelitian pertanian lahan kering di TTU untuk memberikan rekomendasi

pendekatan pertanian yang paling sesuai dengan keadaan iklim dan konteks sosial ekonomi

Kabupaten TTU.

Rekomendasi untuk Jangka

Pendek antara lain: 1) Dinas

Pertanian mengintegrasikan

Pertanian Konservasi ke dalam

program UPSUS dan PKP; 2) FAO

bersama Dinas Pertanian TTU

mengadakan Pelatihan Pertanian

Konservasi bagi penyuluh dan

mantri tani di Kabupaten Timor

Tengah Utara; 3) Dinas Pertanian,

Dinas Pangan dan Bappelitbang

berkoordinasi dengan Dinas PMD untuk mengawal pengalokasioan Dana Desa untuk kegiatan-

kegaitan Pertanian Konservasi; 4) Dinas Pertanian mengadakan pelatihan PK bagi Kepala Desa,

BPD dan pendamping desa; dan 5) Dinas Pertanian memfasilitasi pembuatan demplot PK di 24

desa pada 24 kecamatan di Kabupaten TTU.

Untuk rekomendasi jangka pendek ini, telah dilakukan pelatihan Pertanian Konservasi dari

tanggal 12-15 Juni 2017 dan dihadiri oleh 35 peserta dari Dinas Pertanian Kabupaten TTU yang

sebagian besarnya adalah perwakilan penyuluh pertanian tingkat kecamatan (BPK) dan 17 Petani

dari Poktan Apafato dan 14 petani dari Poktan Tafenko dari Desa Nian, Kecamatan Biboki Selatan,

Kabupaten TTU. Pelatihan ini bertujuan untuk mendukung dan mendorong proses

institusionalisasi Pertanian Konservasi, yakni untuk integrasi Pertanian Konservasi ke dalam

strategi pembagunan pertanian, khususnya dalam mendorong iklim kebijakan yang kondusif bagi

implementasi dan replikasi Pertanian Konservasi di Kabupaten Timor Tengah Utara.

REKOMENDASI KEBIJAKAN Berdasarkan persoalan-persoalan yang dihadapi dalam upaya pembangunan pertanian di Kabupaten TTU dan pempelajaran dari implementasi Pertanian Konservasi, khususnya di Kabupaten TTU, maka rekomendasi kebijakan yang diberikan adalah Perlu adanya PERDA tentang Pertanian Konservasi. Implementasi dan adopsi Pertanian Konservasi di Kabupaten Timor Tengah Utara telah menjangkau 47 desa di 15 kecamatan di Kabupaten TTU dan

mendatangkan manfaat bagi lebih dari 5000 petani. Hal ini berarti implementasi dan manfaat Pertanian Konservasi telah menjangkau lebih dari ½ total jumlah kecamatan dan ¼ jumlah total desa yang ada di Kabupaten Timor Tengah Utara; suatu pencapaian yang sangat signifikan. Hal ini dikapitalisasi oleh dukungan pemerintah, khususnya semangat dan rencana serta aksi nyata para penyuluh pertanian yang mendampingi dan melatih petani pada tataran kelompok tani. Pembuatan Peraturan Daerah yang mengatur tentang Pertanian Konservasi akan memberikan landasan regulatif praktek baik Pertanian Konservasi yang meningkatkan hasil panen dan pada saat yang sama menkonservasi tanah yang memberikan jaminan jangka panjang bagi keberlangsungan mata pencaharian petani di Kabuapten TTU. Di samping itu, mempertimbangkan bahwa Pertanian Konservasi telah dimasukkan dalam draf Revisi UU Nomor 12 Tahun 1992 Tentang Sistem Budidaya Tananaman Pangan pada tataran nasional dan draf Rancangan Teknokratik RPJMD Propinsi NTT periode 2018-2022, Rancangan Peraturan Daerah ini dapat menjadi model dan terobosan regulatif bagi modus operandi bertani yang meningkatkan hasil dan menghidupkan tanah pada tataran kabupaten. Peraturan Daerah tentang Pertanian Konsevasi ini pada gilirannya akan menjadi payung hukum bagi implementasi Pertanian Konservasi dalam perencanaan pegembangan pembangunan pertanian pada tataran RPJMD, Renja SKPD, perencanaan pembagunan pertanian, keberpihakan anggaran baik dalam APBD maupun sumber dana pembangunan lainnya pada tingkat kabupaten dan tingkat desa. DAFTAR PUSTAKA

1. FAO Technical Brief on Conservation Agriculture, ACT. 2010 2. FAO Activity Report, Kupang. 2017 3. Hasil Survei Biofisika Tanah dan Sosial Ekonomi dalam Rangka Pertanian Konservasi, FAO.

2016. 4. Kabupaten Timor Tengah Utara Dalam Angka, BPS. 2016. 5. Percepatan Pengembangan Pertanian Lahan Kering Iklim Kering di Propinsi Nusa Tenggara

Timur, Balai Besar Pengembangan dan Peneliatian Sumberdaya Lahan Pertanian, Jakarta. 2014.

6. PERDA Kabupaten TTU Nomor 2 Tahun 2016 tentang RPJMD Kabupaten TTU Tahun 2017-2021.

7. Sistem Tebas Bakar dan Pengaruhanya Terhadap Komponen Fisik Kimia Tanah Serta Vegetasi pada Ladang dan Lahan Bera (Studi Kasus di Desa Pruda Kecamatan Waiblama, Kabupaten Sikka), Jurnal Keteknikan Pertanian, Universitas Nusa Cendana, Kupang. 2015.

Gusty Tukan