tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak

8
TANGGUNG JAWAB ORANG TUA TERHADAP PENDIDIKAN ANAK Secara umum, peranan orang tua dalam pendidikan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan watak dan kepribadian anak. Jika dipersentase, maka peran orang tua akan mencapai 60%, sedangkan pengaruh lingkungan bergaul (bermain) 20%, dan lingkungan sekolah (sekolah regular atau non pesantren, sekolah pergi pulang) juga 20%. Apabila peran orang tua tidak diperankan secara baik dan benar maka pengaruh pendidikan 60% tersebut akan ditelan habis oleh lingkungannya. Lingkungan yang paling besar berpengaruh kepada anak adalah lingkungan bergaulnya, bukan lingkungan sekolahnya. Sedangkan pengaruh pendidikan anak pada pondok pesantren sebagai tempat mengenyam pendidikan dan tempat bergaul selama 24 jam adalah 80%, sedangkan pengaruh bawaan dari lingkungan keluarga adalah 20%. Apabila pesantren mampu mempersentasekan perannya dengan baik, maka keberhasilan pendidikan anak akan lebih menjanjikan daripada sekolah regular. Oleh karena itu, hendaknya para orang tua memperhatikan dengan sungguh-sungguh perannya dalam pendidikan anak, termasuk memilih lembaga pendidikan yang tepat bagi anaknya. Penulis telah melakukan observasi di banyak tempat, terhadap sejumlah alumni lembaga pendidikan,

Upload: mara-sutan-siregar

Post on 07-Dec-2014

9.561 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak

TANGGUNG JAWAB ORANG TUA TERHADAP PENDIDIKAN ANAK

Secara umum, peranan orang tua dalam pendidikan memiliki pengaruh yang

sangat besar dalam pembentukan watak dan kepribadian anak. Jika dipersentase, maka

peran orang tua akan mencapai 60%, sedangkan pengaruh lingkungan bergaul (bermain)

20%, dan lingkungan sekolah (sekolah regular atau non pesantren, sekolah pergi pulang)

juga 20%. Apabila peran orang tua tidak diperankan secara baik dan benar maka

pengaruh pendidikan 60% tersebut akan ditelan habis oleh lingkungannya. Lingkungan

yang paling besar berpengaruh kepada anak adalah lingkungan bergaulnya, bukan

lingkungan sekolahnya.

Sedangkan pengaruh pendidikan anak pada pondok pesantren sebagai tempat

mengenyam pendidikan dan tempat bergaul selama 24 jam adalah 80%, sedangkan

pengaruh bawaan dari lingkungan keluarga adalah 20%. Apabila pesantren mampu

mempersentasekan perannya dengan baik, maka keberhasilan pendidikan anak akan

lebih menjanjikan daripada sekolah regular.

Oleh karena itu, hendaknya para orang tua memperhatikan dengan sungguh-

sungguh perannya dalam pendidikan anak, termasuk memilih lembaga pendidikan yang

tepat bagi anaknya. Penulis telah melakukan observasi di banyak tempat, terhadap

sejumlah alumni lembaga pendidikan, baik yang regular maupun pesantren, maka

tingkat kesuksesan yang hakiki, yakni ketaatan kepada Allah Subhaanahu wa ta’aala dan

kepatuhan kepada kedua orang tua, lebih besar diraih oleh sejumlah besar alumni

pondok pesantren daripada sekolah reguler walaupun berlabel Islam. Oleh karenanya,

apabila anak-anak sudah mencapai usia mandiri, yaitu 10 tahun ke atas atau paling tidak

telah tamat sekolah dasar, hendaklah orang tua tidak ragu-ragu untuk menyerahkan

pendidikan anaknya kepada pesantren, tentunya bermanhaj salaf, jika orang tua tidak

memiliki kemampuan lebih dibandingkan dengan pesantren.

Anak merupakan karunia sekaligus ujian bagi manusia. Anak merupakan amanah

yang menjadi tanggung jawab orang tuanya. Ketika pertama kali dilahirkan ke dunia,

seorang anak dalam keadaan fitrah dan berhati suci lagi bersih. Lalu kedua orang

tuanyalah yang memegang peranan penting pada perkembangan berikutnya, apakah

Page 2: Tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak

keduanya akan mempertahankan fitrah dan kesucian hatinya, ataukah malah merusak

dan mengotorinya.

Pendidikan terhadap anak merupakan bagian terpenting dalam kehidupan

berumah tangga. Sebab salah satu tujuan utama pernikahan adalah lahirnya keturunan

yang nantinya akan menjadi generasi penerus. Generasi penerus yang tumbuh tanpa

didampingi pendidikan agama yang memadai justru akan menjadi mangsa dan korban

penjajahan peradaban lain. Namun ironisnya hal itu tidak disadari oleh kebanyakan

pasangan suami istri, sehingga pendidikan agama kurang mendapatkan perhatian dari

mereka.

Dalam pandangan kebanyakan orang tua di masyarakat kita, pendidikan yang

layak dan baik adalah dengan menyekolahkan anak di sekolah “favorit”, dengan harapan

anak tersebut akan dapat berprestasi, sehingga nantinya memiliki masa depan yang

“sukses dan mapan”. Tidak peduli apakah sekolah tersebut mengajarkan nilai-nilai Islam

ataukah tidak. Bahkan lebih dari itu, mereka tidak peduli meskipun sekolah tersebut

dikelola oleh pendidikan sekuler atau non Islam. Malah mereka berpandangan bahwa

jika ingin mendapatkan kualitas “pendidikan yang berkelas”, maka harus

menyekolahkan anak-anak mereka di lembaga-lembaga pendidikan non Islam. Arena

lembaga-lembaga tersebut mengelola dan menyelenggarakan pendidikan secara

“profesional”, sementara sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga

Islam “dikelola dengan apa adanya dan jauh dari profesionalisme.” Itulah anggapan

mereka secara umum.

Ukuran kesuksesan dalam pandangan mereka adalah ketika seseorang sukses

secara materi, atau sukses meraih kedudukan tinggi. Mereka akan sangat bangga dan

merasa berhasil mendidik dan membesarkan anak-anak mereka, manakala anak-anak

tersebut sukses menduduki suatu jabatan tinggi, atau berprofesi dengan profesi bergengsi

atau menjadi pebisnis besar. Mereka tidak peduli apakah anak-anak mereka mengerti

dan mematuhi tuntunan agamanya, ataukah malah menjauh dari itu semua dan tidak

mempedulikannya. Mereka hanya mengenal Islam pada momen-momen tertentu saja,

setelah itu mereka kembali melupakan dan tidak mempedulikannya.

Page 3: Tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak

Seseorang tidak mustahil akan digugat oleh anak yang dikasihinya kelak di

hadapan Allah. Anak yang selama hidup di dunia sangat dia kasihi dan dia banggakan,

dia sekolahkan di sekolah terbaik, dia sediakan baginya segala fasilitas dan dia penuhi

segala kebutuhan materinya, berubah menjadi musuh yang menggugatnya. Segala

kebutuhannya secara materi memang telah dia penuhi, namun pendidikan agamanya

tidak pernah dia pedulikan, sehingga anak tersebut tumbuh dalam kebodohan dan jauh

dari agamanya. Dia tidak mengerti bagaimana seharusnya berakidah, dan tidak dapat

membedakan mana tauhid dan mana syirik. Dia tidak tahu tata cara dan kewajiban shalat

serta berbagai jenis ketaatan lainnya, sehingga dia meremehkannya. Dia tidak dapat

membedakan mana yang halal dan mana yang haram, sehingga semuanya diraup habis

tanpa memilih dan memilah, apakah ini sesuatu yang dibolehkan ataukah dilarang. Maka

hancurlah agamanya, rusaklah perilakunya, dan suramlah masa depannya di akhirat.

Karenanya, tidak heran jika anak tersebut nantinya akan menggugat orang tuanya,

karena kelalaian orang tuanyalah yang membuatnya terjerumus dalam kesengsaraan.

Karenanya, sudah menjadi kewajiban dan tanggung jawab orang tua untuk

memberikan perhatian lebih pada pendidikan agama anak-anaknya, melebihi

perhatiannya terhadap hal lain, bahkan terhadap makan, minum dan kesehatannya.

Karena kelalaian terhadap kebutuhan gizi dan kondisi kesehatan anak hanya akan

berdampak pada memburuknya kesehatan anak tersebut, atau maksimal

mengantarkannya pada kematian. Namun kelalaian terhadap pendidikan agamanya akan

sangat fatal akibatnya, karena akan membuatnya sengsara selama-lamanya dalam

kehidupan akhirat. Sungguh sangat mengherankan sikap sebagian orang tua, yang hanya

bersedih dan menangis ketika tubuh anaknya sakit atau mati, namun tidak demikian

halnya ketika hati dan jiwanya yang sakit atau mati.

Page 4: Tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak

Tanggung Jawab Pemerintah dalam Pendidikan

Banyak di antara kita yang tidak menyadari bahwa di sekeliling kita masih

banyak orang yang mengalami tuna aksara. Mereka adalah orang-orang yang tidak

pernah mengenyam bangku pendidikan sama sekali atau pernah bersekolah di sekolah

dasar namun tidak dapat melanjutkan pendidikannya lagi, karena kondisi yang

memaksanya harus meninggalkan bangku pendidikan. Faktor ekonomi, privatisasi

pendidikan, budaya patriarki yang masih berakar dengan kuat dan pemerintah yang tidak

merasa berkewajiban untuk memenuhi hak dasar rakyat yaitu pendidikan, adalah faktor-

faktor yang menyebabkan seseorang tidak mendapatkan haknya, memperoleh

pendidikan yang layak.

Sekalipun pemerintah sudah mencanangkan pendidikan dasar gratis untuk

sekolah dasar, namun pendidikan itu tetap terasa mahal bagi anak yang dilahirkan dari

keluarga yang tidak mampu secara finansial. Mengapa bisa terjadi? Karena untuk

sekolah, mereka membutuhkan buku tulis, sampul buku, alat tulis dan seragam sekolah

yang tidak gratis, yang seharusnya bisa mereka dapatkan dari dana bantuan operasional

sekolah yang banyak diselewengkan oleh pihak sekolah.

Privatisasi pendidikan yang selama ini berlaku di negara kita dengan dalih aksi

bersama masyarakat itu, sebenarnya adalah pengalihan tanggung jawab

pemerintah kepada masyarakat dalam bidang pendidikan. Pemerintah menyerahkan

tanggung jawab itu kepada publik sehingga pendidikan menjadi jasa yang

diperjualbelikan. Hanya mereka yang memiliki uang banyaklah yang mendapatkan

pendidikan bermutu dan berstandar internasional. Hal ini jelas bertentangan dengan

UUD 1945. Pemerintah adalah pihak yang berkewajiban untuk memenuhi hak konstitusi

bangsa yang telah diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945 dan ditegaskan kembali

dalam Pasal 31 UUD 1945 yang berbunyi demikian :

(1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.

Page 5: Tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak

(2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional,

yang diatur dengan undang-undang.

Budaya patriarki yang meminggirkan perempuan dari kesempatan untuk mendapatkan

pendidikan yang layak, menganggap perempuan hanya masuk dapur sehingga tidak

perlu bersekolah tinggi dan atau mengutamakan laki-laki untuk bersekolah karena

ketidaktersediaan dana adalah juga menjadi faktor yang menyebabkan timbulnya

kemiskinan.

Pendidikan keaksaraan menjadi sangat penting, karena dengan kemampuan membaca,

menulis dan berhitung, setiap orang dapat mengakses informasi dan bernegosiasi.

Dengan membaca ia dapat terus mengembangkan diri sehingga skill of lifenya

meningkat, dengan demikian mereka dapat mengatasi tantangan hidup dan dapat

berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Namun sudahkah rakyat

mendapatkan haknya sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945? Belum. Masih

banyak anak usia sekolah yang terpaksa menggantungkan cita-citanya di atas langit,

karena orang tuanya tidak mampu membiayainya sekolah. Masih banyak rakyat yang

tuna aksara, sehingga tidak dapat memperoleh pekerjaan yang layak dan kehilangan

banyak kesempatan untuk mengembangkan diri.