tantangan banjir sungai citarum: mari bicara solusi

60
CITA CITARUM 2012 LAPORAN FOTO KOMPLEKSITAS DAN KONSEKUENSI YANG TIDAK SEDERHANA KRONIK BANJIR BANDUNG SELATAN BICARA TENTANG PENGELOLAAN BANJIR IDEAL MEREKA–REKA ALTERNATIF SOLUSI YANG SESUAI UNTUK PENANGANAN BANJIR TANTANGAN BANJIR SUNGAI CITARUM MARI BICARA SOLUSI

Upload: diella-dachlan

Post on 19-Jul-2015

442 views

Category:

Environment


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

CITACITARUM

2012L A P O R A N F O T O

KompleKsitas dan KonseKuensi yang tidaK sederhanaKroniK Banjir Bandung selatanBicara tentang pengelolaan Banjir idealmereKa–reKa alternatif solusi yang sesuai untuK penanganan Banjir

TANTANGAN BANJIR SUNGAI CITARUMMARI BICARA SOLUSI

Page 2: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

2

Cita-Citarum: untuk Citarum yang Lebih baik

Visi:“Pemerintah dan masyarakat bekerja bersama demi terciptanya

sungai yang bersih, sehat dan produktif, serta membawa manfaat

berkesinambungan bagi seluruh masyarakat di wilayah Citarum”.www.citarum.org

Cita CitarumSejak beberapa tahun lalu, sejumlah instansi pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat berpartisipasi dalam serangkaian dialog yang pada akhirnya dapat menghasilkan Citarum Roadmap, yaitu suatu rancangan strategis berisi hasil identifikasi program-program utama untuk meningkatkan sistem pengelolaan sumber daya air dan memulihkan kondisi di sepanjang aliran Citarum.

Hingga kini telah teridentifikasi sebanyak 80 jenis program dengan perkiraan kebutuhan pembiayaan mencapai Rp. 35 triliun yang berasal dari berbagai sumber pembiayaan, baik itu anggaran pemerintah, kontribusi pihak swasta maupun masyarakat, juga bantuan dari lembaga keuangan internasional yang dilaksanakan secara bertahap dalam waktu 15 tahun ke depan. Citarum Roadmap membutuhkan pendekatan komprehensif, multisektor dan terpadu untuk memahami dan memecahkan masalah kompleks seputar air dan lahan di sepanjang aliran Citarum.

PrinsiP utama PeLaksanaanPelaksanaan program ini dilakukan

melalui koordinasi dan konsultasi antar para pemangku kepentingan, serta mengutamakan partisipasi masyarakat dalam menentukan prioritas, rancangan hingga pelaksanaan. koordinasi Program dilakukan oleh Bappenas, sedangkan lembaga pelaksana kegiatan tahap I dikordinasikan melalui Ditjen Sumber Daya air, Departemen Pekerjaan Umum melalui Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (BBWSC), dengan melibatkan berbagai Departemen dan kementerian terkait baik di tingkat Provinsi maupun kabupaten melalui Dinas-Dinas terkait.

Laporan ini disusun oleh:Penulis : Diella Dachlan, Rivki Maulana,

Nancy RosmariniFotografer : Ng Swan Ti, agung Widjanarko,

Veronica Wijaya, adhi Wicaksono, Diella Dachlan, Rivki Maulana, Titah Hari Prabawa, Dokumentasi BBWS Citarum

Peta : anjar Dwi krisnantaPenata letak: Bobby HaryantoLaporan foto ini dapat diunduh diwww.citarum.org

Page 3: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

3

KompleKsitas dan KonseKuensi yang tidaK sederhana5KroniK Banjir Bandung selatan13Bicara tentang pengelolaan Banjir ideal35mereKa–reKa alternatif solusi yang sesuai untuK penanganan Banjir51

Page 4: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

4

Keterangan foto: Menjaga sumber air dari sekarang untuk anak cucu kita nanti

Page 5: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

5

KompleKsitas dan KonseKuensi

yang tidaK sederhana

Page 6: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

6

Take away people from water,

singkahkeun balarea ti cai

(pemindahan penduduk, relokasi,

transmigrasi, mahal).

Take away water from people,

singkahkeun cai ti balarea

(membuat rekayasa teknik seperti

sodetan, banjir kanal, juga mahal).

Living harmony together between

people and nature,

hirup sauyunan balarea jeung alam

(adaptasi sosial budaya dan

lingkungan, murah)

kUTIPaN dari website Sobirin is

Back to nature ini menggambarkan

prinsip filosofis dalam penanganan

banjir yang kerap menghantui

daerah Cekungan Bandung.

Penjabaran kalimat sederhana

ini menjadi panjang lebar jika

kita mengeksplorasinya dalam

penjabaran ilmiah yang diharapkan

dapat mampu mengerucutkan

masalah ke dalam alternatif-

alternatif solusi.

Banjir di Sungai Citarum

memang bukan lagi menjadi

masalah yang baru. Catatan

sejarah menunjukkan banjir

telah terjadi di daerah Bandung

bahkan sejak abad 15 sekalipun.

karena itu Bupati Bandung R.a.

Wiranatakusumah II memindahkan

ibu kota Bandung dari krapyak

ke daerah kabupaten Bandung

bagian tengah (pusat kota

Bandung sekarang). Peristiwa

itu terjadi pada awal abad ke-

19. Ibukota baru itu diberi nama

Bandung yang diresmikan

tanggal 25 September 1810.

Meskipun ibu kota Bandung

telah pindah, namun banjir

yang terjadi di beberapa daerah,

khususnya di daerah Bandung

Dayeuh Kolot, daerah yang rutin terkena banjir Citarum. Foto diambil awal 2010.

Selatan seperti Dayeuh kolot,

Baleendah dan sekitarnya terus

terjadi. Permasalahan banjir

diperburuk oleh kualitas air sungai

yang buruk pula karena banyak

terjadi pencemaran baik oleh

bahan organik maupun anorganik

dari limbah domestik dan industri

di kawasan hulu.

Penanganan masalah banjir

bukannya tidak dipikirkan. Cukup

banyak studi dan riset yang telah

dilakukan untuk mencari solusi

penanganan banjir ini. Ternyata,

dalam menangani permasalahan

banjir, masalah yang dihadapi pun

tidak kalah kompleks.

komPLeksitas dan konsekuensi

Sebagaimana penanganan di

kawasan yang telah padat oleh

permukiman dan penduduk, setiap

Page 7: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

7

Lereng gunung yang tidak lagi memiliki hutan sebagai kawasan tangkapan air.

Kawasan hulu Citarum di daerah Gunung Wayang. Karena banyaknya tanah yang masuk ke dalam sungai, akibatnya sungai menjadi dangkal.

Page 8: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

8

Page 9: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

9

keputusan untuk tindakan yang

akan dilakukan, tidak lepas dari pro

dan kontra. Meskipun sudah ada

panduan teknis dan aturan hukum,

namun di lapangan, prakteknya

tidak semudah membalik telapak

tangan. Setiap keputusan atau

tindakan menimbulkan sebuah

konsekuensi dan persoalan baru.

Sebagai contoh, jika

pengaturan kawasan sempadan

sungai diterapkan dengan ketat

dan tegas, maka salah satu

konsekuensi yang ditimbulkan

adalah penggusuran atau

pemindahan permukiman

dan penduduk di daerah

kawasan tersebut. Di daerah

perkotaan dimana penduduk

dan permukiman cukup padat,

serta tingginya harga lahan,

hal ini menimbulkan sebuah

permasalahan baru. Belum lagi jika

berbicara mengenai apa alternatif

solusi dari pemindahan tersebut.

Penduduk belum tentu mau

dipindahkan begitu saja, karena

sudah bertahun-tahun menempati

daerah tersebut dengan lokasi

mata pencaharian yang biasanya

mudah dijangkau dari tempatnya

saat itu.

jika berbicara mengenai

pemulihan kawasan lindung,

khususnya di daerah hulu di

kawasan tangkapan air yang

berubah fungsi dari hutan

menjadi ladang-ladang dan

perkebunan. Belum lagi jika

pertanian dilakukan di lereng-

lereng perbukitan serta menanam

tanaman musiman seperti sayuran.

Page 10: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

10

struktural ini akan memperhatikan

aspek-aspek sosial dan budaya

dan intervensi yang sifatnya

bukan intervensi pembangunan

fisik semata.

Dalam menghadapi

kompleknya permasalahan

banjir, intervensi strutural dan

non-struktural dapat dilakukan

secara paralel. Upaya jangka

menengah dan jangka panjang

seperti mengembalikan fungsi

kawasan lindung di hulu-hulu

sungai, harus tetap memperhatikan

dan melakukan upaya darurat

dan jangka pendek. Intervensi

fisik seperti membangun

tanggul, membersihkan sungai,

mengedukasi dan mengadvokasi

penduduk yang tinggal di daerah

rawan banjir sebagai upaya

peringatan dini dan mitigasi

bencana harus dilakukan.

Sebagai dampaknya, tanah akan

mudah tergerus dan longsor. jika

di bawah lereng tersebut dilewati

aliran sungai, maka jumlah tanah

yang masuk ke dalam sungai pun

bisa beribu-ribu bahkan berjuta-

juta meter kubik dalam setahun.

akibatnya sungai mengalami

pendangkalan dan daya

tampungnya berkurang hingga

dapat menjadi salah satu penyebab

banjir.

Menghutankan kembali

kawasan lindung seperti yang

tampaknya ideal pun tidak mudah.

Upaya ini merupakan upaya

strategis yang dapat dilakukan

untuk jangka menengah dan

jangka panjang. Namun, tidak

jarang, upaya mengembalikan

tata guna lahan menjadi kawasan

lindung mendapatkan perlawanan

dari pihak pengguna lahan sebagai

pemanfaat untuk budidaya lahan.

renCana strategisDalam berbagai kesempatan,

baik dalam pertemuan atau

lokakarya yang dilakukan oleh

kalangan pemerintah, akademisi,

lembaga kemasyarakatan,

komunitas, dengan pemberitaan

yang disebarkan oleh media,

berbagai upaya penanganan

masalah banjir telah dibahas

dan didiskusikan.

Secara sederhana, untuk

menggambarkan rencana

penanganan permasalahan banjir

ini, perlu dilakukan dalam rencana

darurat (urgent plan), rencana

jangka pendek, jangka menengah

dan jangka panjang. Rencana

strategis ini dibagi lagi ke dalam

upaya struktural yaitu upaya-upaya

yang membutuhkan intervensi

atau pembangunan fisik, dan upaya

non-struktural. Dalam upaya non-

Aliran air sungai akan mengalir lancar, jika sungai bersih dari sampah

Page 11: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

11

Page 12: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

12

Page 13: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

13

KroniK Banjir Bandung Selatan

Oleh : Rivki Maulana

Page 14: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

14

“TAK..TAK..TAK..” suara martil

terdengar melenting di kuping.

Siang itu, awal januari lalu

sekelompok warga kampung

Cieunteung, Bale endah sedang

memasang mesin pompa yang

berdampingan dengan pintu air

di pinggir tanggul Sungai Citarum.

Pompa digunakan untuk menyedot

lumpur dan air sisa banjir. Pompa

juga menghalangi lumpur agar

tidak menyumbat pintu air.

ketua RW 20 Cieunteung,

jaja (44) mengatakan, ada

delapan mesin pompa yang

disiagakan. Mesin-mesin

itu bantuan dari Balai Besar

Wilayah Sungai (BBWS) Citarum

dioperasikan 5 – hingga 8 jam

per hari. jaja menjelaskan, mesin

pompa meringankan beban warga

Cieunteung dalam membersihkan

lumpur bawaan banjir. “Dulu

(lumpur) seperti gak ada

habisnya, tapi sekarang bisa cepat

(dibersihkan),” ungkapnya.

Banjir seolah menjadi “fitrah”

bagi Cieunteung. Topografi

Cieunteung adalah daerah

sempadan sungai. Secara

alamiah banjir akan meluap

ke daerah sempadan. Dalam

kurun waktu 30 tahun terakhir,

setidaknya terjadi dua periode

banjir besar, yakni 1986 dan 2005.

Normalisasi sungai dilakukan

untuk mengurangi dampak banjir.

Caranya beragam, mulai dari

pengerukan hingga penyodetan.

jaja mengaku, banjir mulai

terasa semakin besar sejak 2005.

“Puncaknya 2009 dan 2010, “

ujarnya. Saat itu, aktivitas sosial-

ekonomi warga Cieunteung sangat

terganggu. Menurut jaja, saat itu

warga banyak yang mengungsi,

berbulan-bulan lamanya. kegiatan

Belajar Mengajar (kBM) anak-anak

sekolah dipindahkan. Banjir juga

membuat SD Mekarsari tidak lagi

digunakan untuk kegiatan kBM.

agus, warga Cieunteung yang

berprofesi sebagai pedagang

menuturkan, dia mengungsi

selama tujuh bulan. Selama

kurun waktu tersebut, agus

kerap menengok rumahnya yang

tergenang lumpur. Tapi, agus

tak bisa berlama-lama, dia hanya

sehari – dua hari melihat kondisi

rumahnya. Dia harus kembali

beraktivitas, berdagang di Pasar

Bale endah. “Pokokna full weh

sataun seperti itu,” pungkasnya.

Kepala RW 20 Cieunteung, Jaja, menunjukkan pompa yang berada di desanya.

Page 15: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

15

Warga Cieunteung rutin mengungsi jika banjir tiba

Page 16: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

16

Hidup di pengungsian

membuat agus harus

merogoh kocek lebih dalam ;

pengeluarannya bertambah.

Meski begitu, dia bersyukur karena

banyak bantuan yang datang

dari para dermawan. Bantuan ini,

menurut jaja bahkan jumlahnya

berlebih, “Banyak (bantuan) yang

dijual lagi oleh warga,” terangnya.

Penanggulangan banjir

Citarum sudah dilakukan

secara bertahap. Baik jaja

maupun agus turut merasakan

efektivitas penanggulangan

tersebut. agus menjelaskan,

air bah mencapai empat meter

pada 2010 sementara 2011 air

paling tinggi hanya mencapai

1,5 meter. Banjir pun cepat

surut karena sistem drainase

sudah diperbaiki.

Selain itu, menurut jaja,

banjir di akhir 2011 tidak terlalu

membebani masyarakat. Pasalnya,

lumpur bawaan banjir tertahan di

pintu air. Padahal, 2010 lalu, banjir

meninggalkan lumpur setinggi satu

meter dan butuh dua bulan untuk

membersihkannya. Lebih nahas

lagi, karena acapkali ketika lumpur

sudah dibersihkan, banjir datang

lagi, membuyarkan kerja keras yang

telah dilakukan.

Baik uraian jaja maupun agus

tadi menyiratkan, perlahan namun

pasti, dampak banjir Citarum di

Cieunteung sudah bisa dikurangi

berkat penanggulangan secara

bertahap. Tentu saja, semua

persoalan tidak selesai begitu saja,

masih banyak pekerjaan rumah

yang mesti ditunaikan secara

tanggung renteng.

Lantas, bagaimana dengan

kampung-kampung lain yang juga

kebanjiran tapi diam-diam luput

dari perhatian?

Tepat di seberang Cieunteung,

di sisi lain Citarum, terdapat

permukiman padat penduduk,

kampung Leuwi Bandung

namanya. Letak kampung ini bisa

dibilang tidak menguntungkan.

Pasalnya, Leuwi Bandung

tepat berada di muara sungai

Cikapundung dan aliran Citarum

Suasana ketika banjir dan pasca banjir yang rutin terjadi setiap musim hujan atau hujan besar terjadi, terutama di Kecamatan Bale Endah dan Dayeuh Kolot, Kabupaten Bandung. Banyak bangunan warga yang rusak akibat banjir dan lumpur yang terjadi pasca banjir.

Page 17: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

17

(hasil pelurusan). “Di dieu (banjir)

hampir 2 meter, mawa leutak jeung

runtah ,” ujar Budi, warga RW 14,

kampung Leuwi Bandung, Desa

Citeureup, Dayeuh kolot. Budi

menceritakan, kampungnya

selalu kebanjiran seperti halnya

kampung tetangga mereka,

Cieunteung. Wilayah yang paling

parah terendam berada di RW 1, 2,

dan 14.

Riwayat banjir di sini pun

secara umum tak berbeda dengan

wilayah lain di sekitar Bale endah

dan Dayeuh kolot. Menurut Budi,

warga mulai merasakan banjir

besar sejak 2005. Saat itu genangan

mencapai 175 cm. Sebelumnya

memang kerap terjadi banjir,

namun ketinggian air maksimal

hanya satu meter.

Budi menuturkan,

banjir terparah terjadi pada

akhir 2009 hingga pertengahan

2010, tinggi air mencapai dua

meter. Saat itu, satu hari setelah

banjir, warga mulai terserang

penyakit kutu air. “Dulu lima hari

baru terasa, sekarang satu hari aja

sudah gatal-gatal,” pungkas Budi.

Hal ini tidak mengherankan

jika merujuk pada data Badan

Pengendalian Lingkungan Hidup

(BPLHD) kabupaten Bandung.

Pasalnya, 90% aliran air Sungai

Citarum, tercemar limbah

(inilah.com ;12/1/2012). Data

BPLHD menyebut, dari 75 titik

uji sampel, 68 dalam keadaan

buruk akibat limbah domestik

dan industri.

Saat banjir 2010, sebagian besar

dari 550 kk warga Leuwi Bandung

bertahan selama berbulan-bulan di

lantai dua (loteng) rumah mereka.

Warga yang tidak punya loteng

terpaksa mengungsi, jumlahnya

sekitar 31 kk. Sejak banjir 2005,

warga Leuwi Bandung memang

sudah waspada jika hujan lebat

turun atau ada informasi dari

jaringan komunikasi di wilayah

lain seperti Majalaya dan Sapan.

“Minimal, warga sudah siaga, semua

parabot diamankan,” kata Budi.

Di Leuwi Bandung, evakuasi

adalah persoalan yang cukup pelik.

Page 18: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

18

Suhartono, warga desa Bojong Asih, Dayeuh Kolot, salah satu penghuni rumah kontrakan yang juga rutin terkena banjir

Page 19: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

19

Pasalnya, kampung ini adalah

permukiman padat penduduk.

Perahu karet sulit masuk ke dalam

gang-gang yang sempit. kondisi ini

tak hanya terjadi di Leuwi Bandung,

di kampung Bojong asih, Desa

Dayeuh kolot evakuasi korban

berjalan lambat karena perahu

terbatas dan akses sulit dijangkau.

“kami nunggu perahu itu dua

jam,” ungkap Yayan Setiana, ketua

RW 4 Bojong asih.

Yayan menjelaskan, saat banjir

besar 2010 silam, perahu karet

hanya menyisir di jalan kampung

yang lebarnya dua meter. Warga

yang terjebak banjir di dalam

gang-gang sulit keluar dari jeratan

air bah. Warga yang rumahnya

bertingkat, bertahan di loteng

mereka; yang tak memiliki loteng

tak jarang bertahan di atap dan

plafon rumah.

Selain sulitnya akses,

keterbatasan perahu juga menjadi

kendala serius. Di kampung

ini, hanya ada satu perahu

kayu bantuan pemprov jabar

tahun 2007 lalu. Tentu saja ini tidak

sebanding dengan jumlah warga

Bojong asih yang mencapai 600 kk.

Tak heran evakuasi memakan waktu

yang sangat lama.

Nestapa tak hanya di situ

saja, menurut Yayan, hampir tidak

tempat evakuasi yang cukup bagi

warga Bojong asih. Warga merasa

kesulitan untuk mengungsi karena

tempat pengungsian di kecamatan

sudah penuh. “Boro-boro untuk

warga saya, untuk warga lain saja

sudah tidak cukup,” tukas Yayan.

akses yang sulit tidak hanya

membuat evakuasi berjalan lambat.

Distribusi pun berjalan tersendat.

Bantuan logistik dari dermawan

pun sebetulnya tidak terlampau

banyak, tapi tetap didistribusikan

karena warga memang

membutuhkan. “Dulu kami dapet

mie (instan) dua aja susah banget,”

keluh Yayan.

Ini juga jadi perhatian warga

Bojong asih, mengapa bantuan

selalu ke Cieunteung, padahal

Bojong asih merasakan dampak

banjir yang sama parahnya dengan

Cieunteung. “Sebetulnya bukan

soal bantuan, tapi perhatian,

daerah kami jarang diekspos,”

ungkap Yayan.

Untuk mengantisipasi sulitnya

akses dan lambatnya evakuasi, warga Bojong asih secara swadaya

sedang membangun tempat

singgah sementara (shelter). Tempat

itu juga difungsikan sebagai kantor

RW 4. Menurut Yayan, shelter

berfungsi sebagai tempat transit

bagi evakuasi warga saat banjir.

Nantinya, warga yang ada di gang

diungsikan ke shelter. “nanti perahu

karet tinggal datang ke sini (shelter),

bawa korban ke tempat yang lebih

aman,” jelasnya.

Persoalan tak langsung

selesai setelah banjir surut.

Sampah dan lumpur mengendap,

menempel di sekujur bangunan

rumah warga. ketinggian

lumpur bervariasi, berkisar

sepuluh hingga 40 sentimeter.

Di Leuwi Bandung, sampah

seakan menyerbu kampung.

Yayan Setiana, Ketua RW 4 Bojong Asih.

Rusdiana, pemilik salah satu rumah kontrakan di Bojong Asih, Dayeuh Kolot.

Page 20: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

20

Maklum, Cikapundung dikenal

sebagai “tempat sampah” warga

kota Bandung. “jadi kami dapat

limbah cair (pabrik) dari Majalaya

dan limbah padat dari kota

Bandung,”ujar Budi.

Beragam jurus dilakukan

untuk membuang lumpur. Baik

di Leuwi Bandung maupun di

Bojong asih, warga bergotong

royong menghalau lumpur dari

permukiman mereka. Di Leuwi

Bandung, warga langsung

meminggirkan lumpur ke

sempadan sungai Citarum.

Sedangkan, di Bojong asih, warga

memanfaatkan lahan kosong untuk

memidahkan lumpur. “Bingung

karena sudah tidak tempat

lagi untuk membuang lumpur,”

ucap Yayan.

Banjir tidak hanya

mengotori permukiman, tapi

juga melumpuhkan salah satu

pendapatan warga ; kontrakan.

Di Bojong asih banyak terdapat

kontrakan yang umumnya dihuni

oleh pekerja pabrik. kampung ini

memang strategis, berdekatan

dengan banyak pabrik dan tidak

rawan macet. Namun, banjir

perlahan mulai menghapus semua

aspek strategis ekonomi tersebut.

aceng (60), salah satu pemilik

kontrakan mengungkapkan,

banyak pengontrak yang pindah

karena kapok kebanjiran. Sebulan,

aceng mematok tarif Rp 100 ribu.

Sebelum 2005, kontrakan aceng

terisi penih, kini, dari enam

petak, kontrakan miliknya hanya

terisi separuhnya saja. Praktis

pendapatannya berkurang separuh.

“Saya masih beruntung, yang lain

kosong sama sekali,” ungkapnya.

aceng hanya berharap, banjir tidak

datang terus menerus sehingga

kontrakannya bisa terisi penuh

seperti dulu.

Pemilik kontrakan lain, Rusdiana

(52) juga merasakan hal yang

sama. Dia memiliki beberapa blok

kontrakan, di satu blok yang berisi

sebelas petak, kini hanya tersisa

satu penghuni. Letak kontrakan

miliki Rusdiana hanya 50 meter

dari bibir sungai Citarum. Tak ayal,

kontrakannya kerap terendam

banjir saat Citarum meluap.

Banjir seakan memporak-

porandakan properti Rusdiana.

Sepuluh kamar kontrakan

miliknya kini dalam kondisi yang

Pemulihan Sungai Citarum membutuhkan kerja sama dan komitmen bersama seluruh pemangku kepentingan.

Page 21: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

21

mengenaskan. Semua kamar sudah

tak berpintu dan berkaca, hanya

rangka kusen yang masih tersisa.

Seluruh dinding tampak kusam

oleh bekas lumpur. Bahkan, di

dalam, tampak sampah berserakan

dan endapan lumpur yang sudah

mengeras setinggi betis.

Rusdi mengaku pasrah. Ia

berharap banjir tidak sering datang

sehingga kontrakannya bisa terisi

seperti sedia kala. Menurutnya,

pendangkalan di Citarum sudah

parah sehingga perlu dikeruk.

“Insyaallah kalau dikeruk tidak

sering banjir,” ungkapnya.

Budhi, salah satu pegawai

desa Dayeuh kolot menyebut,

setiap bulan, sekitar 30 – 50 warga

yang pindah ke luar desa.

alasannya gampang ditebak,

kapok kebanjiran. Di RW 4,

dari 600 kk yang terdata sebelum

2010, sekaran susut menjadi 492 kk.

Bahkan, menurut perkiraan Yayan,

penghuni kontrakan tersisa tinggal

20% saja.

Suhartono adalah sebagian

kecil pengontrak yang masih

bertahan di Bojong asih. Pria asal

Semarang ini mengontrak sepetak

kamar milik Rusdi sejak 2001.

Satu per satu, tetangganya pergi,

terutama setelah 2005 saat banjir

besar menerjang kampung. Namun

ia bertahan dan tidak kapok

dengan banjir. “kalau banjir kan

banyak sampah tuh, saya ambilin

aja,” ujarnya. Pekerjaan Suhartono

memang mengumpulkan

rongsokan. Dia bersyukur,

pekerjaan ini cukup untuk bertahan

hidup dan membayar sewa

kontrakan sebesar Rp 250 ribu

per bulan.

PenangguLanganIkhtiar untuk menanggulangi

dampak banjir Citarum terus

dilakukan. kepala Balai Besar

Wilayah Sungai Citarum (BBWSC),

Dr. a. Hasanudin mengatakan,

rehabilitasi penanggulangan

banjir sungai Citarum akan

dilakukan secara menyeluruh dan

berkesinambungan selama tiga

tahun, 2011 – 2013. Rehabilitasi

dimulai dengan melakukan

pengerukan meliputi ruas Sungai

Citarum dari hulu hingga hilir

(citacitarum.org/November-2011).

Upaya pengerukan untuk mengurangi sedimentasi tidak akan maksimal jika tidak dibarengi dengan upaya perbaikan kawasan hulu yang sudah kritis dan menyumbang lumpur ke Sungai Citarum akibat erosi.

Page 22: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

22

Page 23: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

23

Page 24: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

24

Seperti dilansir situs

citacitarum.org, rehabilitasi ini

bertujuan untuk meningkatkan

kapasitas dan memperlancar

aliran sungai Citarum. Diharapkan,

luas genangan bisa berkurang

hingga 20 ribu hektar. Di ruas

Citarum Hulu, Citarum akan

dikeruk dari Sapan hingga Nanjung

sepanjang 45 kilometer. Total

panjang Sungai Citarum yang

dikeruk mencapai 180 kilometer.

Sumber pendanaan berasal dari

aPBN murni sebesar Rp 1,2 Triliun

dengan sistem anggaran tahun

jamak (multi-years).

Peneliti Hidrologi dari Pusat

Penelitian Sumber Daya air (Pusair),

Petrus Syariman mengingatkan,

pengerukan tidak akan berarti

jika persoalan sedimentasi tidak

ditanggulangi. “Dalam sekejap

(hasil pengerukan) bisa tertutup

lagi, sama aja seperti Sangkuriang,

sia-sia,” tegasnya.

Petrus beralasan, pengerukan

sudah sering dilakukan tapi tidak

menyelesaikan persoalan secara

Limbah dan sampah di sungai yang membuat kualitas air menjadi sangat buruk.

Page 25: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

25

tuntas karena erosi di kawasan

hulu Citarum tidak diatasi. erosi ini

menurut Petrus akibat tata guna

lahan yang tidak sesuai kaidah

konservasi. Menurut data Dinas

kehutanan jawa Barat, tingkat

erosi di Daerah aliran Sungai

Citarum tergolong tinggi. Dari luas

lahan 230.802 hektar, setiap tahun

terjadi erosi sebesa 112.346.477

ton atau 487 ton per hektar (Gatra,

Mei 2011).

Di samping itu, keberadaan

industri di kawasan Bandung

Selatan (kBS) justru menyebabkan

banjir semakin parah. Dia

mengatakan, keberadaan pabrik-

pabrik di wilayah tersebut

mengakibatkan penurunan

ketinggian permukaan tanah

kerena menyedot air tanah dalam

jumlah yang sangat banyak. “Pabrik

itu ya biang keroknya,” jelas pria

berkacamata ini.

Hal itu, lanjut Petrus,

menyebabkan lapisan air tanah

pada struktur lapisan bumi menjadi

berkurang. akibatnya, lapisan

Mobil dapur umum siaga ketika banjir. Pelatihan mitigasi bencana banjir yang dilakukan BBWSC pada pertengahan Juni 2011.

Page 26: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

26

tanah dan batuan di atasnya

turun karena tertarik oleh gravitasi

bumi dan terjadilah penurunan

permukaan tanah. Secara tegas

Petrus menerangkan, banjir

semakin parah karena daya serap

tanah terhadap air di wilayah

tersebut menjadi berkurang karena

lahan-lahan yang harusnya menjadi

tempat penyerapan air malah

dijadikan pabrik. Berdasarkan hasil

penelitian Petrus, permukaan tanah

ambles hingga lima meter.

Rehabilitasi Citarum dengan

pendekatan struktural juga harus

diimbangi dengan pendekatan

nonstruktural. Bentuk pendekatan

ini seperti reboisasi, menahan

laju alih fungsi lahan, mengubah

kebiasaan buang sampah ke

sungai, serta penegakan hukum

dan sosialisasi tentang dampak

penggundulan hutan.

Petrus meminta warga

introspeksi dengan menghentikan

kebiasaan membuang sampah

ke sungai. kebiasaan ini dinilai

sebagai penyakit sosial. antropolog

Universtias Padjadjaran, Rimbo

Gunawan mengatakan, kebiasaan

membuang sampah adalah budaya

yang “malpraktik”. Ini bermakna

individu sudah tidak sadar

dengan perubahan struktur dan

komposisi demografi.

Rimbo menilai, kebiasaan

membuang sampah timbul

karena masyarakat tidak sadar

daya dukung lingkungan sudah

tidak seimbang dengan aktivitas

manusia. “Ini budaya ingin

gampang saja, mereka harus sadar

bahwa ruang semakin terbatas

dan harus belajar untuk mengelola

sampah mereka sendiri,” jelasnya.

Rimbo menambahkan, pengelolaan

sampah ini harus menjadi gerakan

sosial dan perlu contoh untuk

membangun kesadaran bahwa

ruang semakin sempit sementara

populasi terus bertambah.

mitigasiSalah satu bentuk pendekatan

struktural dalam rehabilitasi

Citarum adalah sistem peringatan

dini dan peningkatan kapasitas

masyarakat dalam menanggulangi

banjir. Pengetahuan dan

keterampilan masyarakat dalam

penanganan banjir ini perlu

terus ditingkatkan. Tujuannya

untuk mengurangi dampak

Peta banjir yang sudah rutin terjadi menunjukkan daerah-daerah yang rutin tergenang.

Page 27: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

27

resiko bencana banjir karena

sesungguhnya masyarakatlah

garda terdepan dalam penanganan

bencana banjir.

BBWSC sendiri sudah

melakukan pelatihan mitigasi

bencana untuk masyarakat

pada juni 2011 silam. Peserta

berasal dari berbagai kelompok

masyarakat yang terhimpun dalam

Perhimpunan kelompok kerja

(Pkk DaS Citarum), perwakilan dari

masyarakat tingkat RT/RW di Bale

endah, Dayeuh kolot, Rancaekek,

hingga Sumedang.

Di kampung Leuwi Bandung,

menurut penuturan Budi, warga

merasakan manfaat dari pelatihan

mitigasi tersebut. Sebelumnya,

warga Leuwi Bandung tidak

terkoordinasi dalam menghadapi

banjir. Namun, sekarang, warga

sudah siap siaga jika ada

peringatan dini bencana banjir.

Di pihak lain, Badan

Penanggulangan Bencana Daerah

(BPBD) kabupaten Bandung

juga tengah menyusun peta

mitigasi bencana di seluruh desa

di kabupaten Bandung. Seperti

dilansir inilah.com (3/1/2012),

peta mitigasi bermanfaat untuk

memperkirakan kapan terjadi

bencana dan antisipasinya,

sehingga dapat meminimalisir

kerugian dan korban yang besar.

Peta mitigasi berisi peringatan

dini, potensi bencana, dan

identifikasi bencana. Plt kepala

BPBD kabupaten Bandung ayi

koswara mengatakan, BPBD

menyiapkan dana Rp 100 juta

untuk 267 desa dan 1 kelurahan di

kabupaten Bandung.

BPBD sendiri tetap meminta

masyarakat waspada terhadap

banjir meski di awal tahun ini banjir

sudah mulai surut. Pasalnya, Badan

Meteorologi, klimatologi, dan

Geofisika (BMkG) memperkirakan

curah hujan dari januari sampai

Februari 2012 masih tinggi

(Galamedia, 3/1/2012). Dengan

kata lain, banjir sewaktu-waktu

bisa menerjang permukiman

warga. kabid kedaruratan dan

Logistik (BPBD), Cecep Hendrawan

mengatakan, untuk mengantisipasi

hal itu, BPBD menyiapakan dua

perahu karet bermesin (LCR) dan

dua buah kayak yang bisa langsung

dipakai saat banjir tiba.

Menghadapi banjir, perlu pemikiran dan upaya bersama antara pemerintah dan masyarakat. Diskusi dengan warga Cieunteung. Desember 2011.

Page 28: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

28

Page 29: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

29

Page 30: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

30

PETA LOKASI KEGIATAN MULTY YEARS BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI CITARUM 2011-2013

Page 31: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

31

Page 32: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

32

Page 33: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

33

Pada awal November 2011 yang

lalu, kementerian Pekerjaan Umum

melalui Balai Besar Wilayah Sungai

Citarum memulai pelaksanaan

Rehabilitasi Penanggulangan Banjir

Sungai Citarum yang menyeluruh

dan berkesinambungan

dalam tiga tahun, yaitu mulai

tahun 2011 hingga 2013.

Total panjang pekerjaan

pengerukan ruas Sungai Citarum

ini yaitu 180 kilometer dengan

PENGERUKAN SUNGAI CITARUM

Paket Pembangunan Panjang outcomeLuas genangan yang

diharapkan

Lokasi

1 Rehabilitasi Prasarana Pengendalian Banjir Sungai Citarum Hilir Walahar-Muara Gombong di kab. Bekasi(W 1129-W1256 dan W1207-Muara Bendera)

17.3 km 3400 ha kab. kerawang dan kab. Bekasi

2 Rehabilitasi Prasarana Pengendalian Banjir Sungai Citarum Hilir Walahar-Muara Gombong, kab. kerawang dan kab. Bekasi (W 718-W1129 dan kali Bungin)

42.6 km 2750 ha kab. karawang dan kab. Bekasi

3 Rehabilitasi Prasarana Pengendalian Banjir Sungai Citarum Hilir Walahar-Muara Gombong, kab. kerawang dan kab. Bekasi (Bendungan Walahar-W718)

65.15 km 2456 ha kab. karawang dan kab. Bekasi

4 Rehabilitasi Prasarana Pengendalian Banjir Sungai Citarum Hilir Bendungan jatiluhur-Curug di kab. Purwakarta dan kab. karawang

9.5 km 1750 ha kab. Purwakarta

5 Rehabilitasi Prasarana Pengendalian Banjir Sungai Citarum Hulu dan Sapan-Nanjung dan anak-anak Sungai Citarum di kab. Bandung dan kab. Bandung Barat

45 km 9734 ha kab. Bandung dan Bandung Barat

pendanaan melalui aPBN

murni, dengan total anggaran

pelaksanaan tahun jamak (multi-

years) yaitu Rp 1,2 Triliun,

Diharapkan dengan rehabilitasi

penanggulangan banjir ini

dapat meningkatkan kapasitas

dan memperlancar aliran sungai

Citarum, serta mengurangi luas

genangan yang diharapkan dapat

mencapai 20,000 hektar.

Page 34: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

34

Banjir Citarum di daerah CIkao, Jatiluhur. Awal 2010. Foto: Titah Hari Prabawa/Dok.Cita-Citarum

Page 35: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

35

Bicara tentang pengelolaan

Banjir ideal

Page 36: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

36

keTIka banjir terjadi, fokus kita

segera berubah untuk segera

memberi respon dan pertolongan,

khususnya kepada warga yang

terkena banjir. jika kita mengingat

tahun 2010 yang lalu dimana

curah hujan yang tinggi membuat

kejadian banjir menjadi tajuk-tajuk

utama berita di media massa. Banjir

akibat luapan Sungai Citarum

menjadi pemberitaan media nyaris

sepanjang tahun 2010, karena

banjir terjadi merata, baik di daerah

hulu, tengah dan hilir.

Bagi sebagian besar warga

yang tinggal di daerah-daerah

“langganan” banjir Citarum, baik

di bagian hulu, tengah maupun

hilir, prioritas keinginan warga

tentu adalah daerahnya tidak lagi

mengalami banjir.

Menangani banjir dengan

segudang permasalahan

sebagaimana layaknya yang

terjadi di Sungai Citarum bukanlah

pekerjaan satu malam. Masalah

saling berkaitan antara satu

dengan yang lainnya. Demikian

pula dengan penyelesaiannya.

jika ditangani secara terpisah dan

parsial, maka masalah banjir tidak

akan pernah tuntas.

Dalam pengelolaan banjir,

idealnya penanganannya terbagi

atas tiga hal, yaitu (1) Perencanaan

yang meliputi rencana mitigasi,

(2) Respon ketika banjir terjadi

dan (3) Pemulihan pasca banjir.

Dalam ketiga penanganan ini

perlu dilakukan upaya-upaya

yang bersifat struktural dan non-

struktural.

Pada Perencanaan, penanganan

struktural meliputi peningkatan

dan pemeliharaan aliran sungai,

serta upaya pengendalian laju

erosi, yang mengakibatkan

masuknya tanah ke dalam sungai

dalam jumlah besar. Sedangkan

dalam upaya non-struktural pada

Perencanaan, dapat dilakukan

pemetaan terhadap daerah-daerah

rawan banjir, yang diharapkan

dapat membuat perencanaan

mitigasi banjir dan membuat

sistem peringatan dini bagi

masyarakat di daerah-daerah

tersebut. Selain itu membuat

simulasi model curah hujan,

simulasi banjir, serta membuat

regulasi penggunaan lahan.

Pada respon penanganan ketika

banjir terjadi, maka upaya struktural

Bantuan pangan, air bersih dan obat-obatan selalu diperlukan pada saat banjir datang.

Page 37: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

37

yang dilakukan adalah membuat

tanggul-tanggul penahan luapan

air sementara di pinggir sungai,

terutama yang berbatasan

langsung dengan permukiman.

Sedangkan upaya non-struktural

yang dilakukan misalnya dengan

melakukan evakuasi warga ke

daerah-daerah yang lebih aman.

Sedangkan pada pemulihan

pasca banjir, upaya struktural yang

dilakukan adalah rekonstruksi

prasarana yang terkena banjir.

Rekonstruksi ini terbagi lagi ke

dalam penanganan darurat dan

permanen, misalnya membuat

tanggul dan parapet untuk masa

tanggap darurat. Hal ini bertujuan

untuk mengurangi laju kerusakan

jika dalam waktu dekat terjadi

banjir kembali. Sedangkan dalam

penanganan permanen, diperlukan

perencanaan yang lebih matang

untuk membuat prasarana fisik

yang dapat bermanfaat pada

jangka waktu yang lebih panjang.

Upaya non-struktural dalam masa

pemulihan pasca banjir, diperlukan

upaya seperti mempersiapkan

lokasi-lokasi pengungsian,

merencanakan logistik dan

mobilisasinya ketika banjir terjadi,

terutama pengadaan makanan dan

air bersih.

jika kita berbicara mengenai

gambaran besar pengelolaan banjir

ideal, maka diagram berikut ini

menunjukkan gambaran tersebut.Masyarakat adalah salah satu pemangku kepentingan yang paling penting dalam upaya pencegahan dan penanganan banjir. Saluran air yang penuh dengan sampah (Cieunteung 2010) dan ketika saluran telah dibersihkan dan direhabilitasi (Cieunteung 2011).

Page 38: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

38

PEN

GEL

OLA

AN

BA

NJI

R

PERENCANAAN/MITIGASI

RESPON(ketika banjir)

PEMULIHAN(pasca banjir)

STRUKTURAL

NON STRUKTURAL

STRUKTURAL

NON STRUKTURAL

STRUKTURAL

NON STRUKTURAL

• Perbaikan sungai• Pembuatan tanggul penahan• Kontrol erosi

• Regulasi penggunaan lahan• Pemetaan resiko banjir• Permodelan banjir• Perkiraan banjir dan sistem peringatan banjir

• Penanggulangan banjir

• Evakuasi banjir

• Rekonstruksi prasarana

• Penyediaan pangan, air dll• Tempat tinggal sementara

Mendesak/darurat

Permanen

Sumber: Paparan Flood Management in the Upper Citarum Basin (Planning for Flood Intervention), BBWSC, Mei 2010

Page 39: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

39

Page 40: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

40

Page 41: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

41

Pihak berwenang

untuk konservasi

sungai(institusi terkait,

pemerintah, dll)

• Mengontrol arus urbanisasi• Konservasi lahan• Membangun tangki

penampung air hujan• Membangun pavement

yang dapat menyerap air serta kolam resap air

• Membangun prasarana pengering

• Membangun kolam atau tangki

• Mendukung adanya bangunan-bangunan tahan air

• Mengontrol arus urbanisasi

• Mengurangi sedimen• Meningkatkan

pertanian ramah lingkungan

Kawasan penahan dan penyimpan air(Water retaining)

Daerah rendah(lowland)

Kawasan tangkapan air

TIN

DA

KA

N P

ENG

END

ALI

AN

BA

NJI

R K

OM

PR

EHEN

SIF

PERBAIKANSUNGAI(River improvement)

TINDAKANPERBAIKANDAS (Measurement forriver basins)

TINDAKANPERBAIKANKERUSAKAN (Meaures to alleviatedamage)

• Membangun sistem peringatan dan evakuasi

• Meningkatkan sistem pengendalian banjir

• Menginformasikan dampak kerusakan dan daerah yang berpotensi terendam

• Bangunan tahan air• Meningkatkan kesadaran

warga lokal

• Perbaikan saluran sungai (tanggul, pengerukan, dll)

• Pembangunan bendung, areal penampungan air dan saluran pembuangan (discharge chanel)

Sumber: Paparan Expectation for Flood Control Management in Upper Citarum River Basin (Urgent Plan and Long Term Plan), BBWSC, Oktober 2010

Page 42: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

42

BaLaI BeSaR WILaYaH SUNGaI

CITaRUM (BBWSC) dibentuk

berdasarkan Peraturan

Menteri Pekerjaan Umum No

26/PRT/M/2006. Badan ini bertugas

untuk mengelola sumber daya

air di Wilayah Sungai Citarum

yang meliputi perencanaan,

pelaksanaan konstruksi, operasi

dan pemeliharaan dalam rangka

konservasi, pengembangan dan

pendayagunaan Sumber Daya

air (SDa).

Secara rinci fungsi dari BBWS

Citarum adalah: (a) penyusunan

pola dan rencana pengelolaan

sumber daya air pada wilayah

sungai; (b) penyusunan rencana

dan pelaksanaan pengelolaan

kawasan lindung sumber air pada

wilayah sungai; (c) pengelolaan

sumber daya air yang meliputi

konservasi sumber daya air,

pengembangan sumber daya air,

pendayagunaan sumber daya air

dan pengendalian daya rusak air

pada wilayah sungai; (d) penyiapan

rekomendasi teknis dalam

pemberian ijin atas penyediaan,

peruntukan, penggunaan dan

pengusahaan sumber daya air

pada wilayah sungai; (e) operasi

dan pemeliharaan sumber daya

air pada wilayah sungai; (f )

pengelolaan sistem hidrologi;

(g) penyelenggaraan data dan

informasi sumber daya air; (h)

fasilitasi kegiatan Tim koordinasi

Pengelolaan Sumber Daya air pada

PERAN DAN UPAYA BBWS CITARUM

Page 43: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

43

Pada bulan November 2011 lalu, Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (BBWSC) memulai pekerjaan untuk Rehabilitasi Prasarana Pengendali Banjir Sungai Citarum 2011-2013.

Periode desain Perencanaan banjirReturn Period of Design Flood

daerah genangan banjirAreas of Flood Inundation

Sebelum Proyek Setelah Penyelesaian

Rencana Mendesak

Setelah Penyelesaian

Proyek jangka Panjang

1.5-tahun (equal to ’86 flood)

7,450 ha 945 ha Nil

5-tahun 10,082 ha 2,948 ha 83 ha

20-tahun 11,547 ha 4,358 ha 309 ha

50-tahun 12,804 ha 5,265 ha 1,240 ha

Sumber: JICA, BBWSC

Page 44: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

44

Page 45: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

45

Page 46: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

46

wilayah sungai (BBWSC berperan

penting sebagai sekretariat

Tim koordinasi Pengelolaan

Sumber Daya air atau TkPSDa);

( j) pemberdayaan masyarakat

dalam pengelolaan sumber daya

air. (Sumber: Citarum Stakeholders

Analysis B1 Report Institutional

Strengthening for IWRM in the 6 Cis

RBT, Desember 2010)

Didalam kerangka Program

Pengelolaan SDa Citarum Terpadu

atau Integrated Citarum Water

Resources Management and

Investment Program (ICWRMIP),

posisi BBWSC adalah sebagai

manajemen pelaksana program

atau disebut sebagai Project

Coordination Management Unit

(PCMU) dan juga sebagai Project

Implementation Unit (PIU) untuk

beberapa kegiatan di dalam

tahapan pelaksanaan ICWRMIP ini.

Beberapa kegiatan yang dilakukan

oleh BBWSC di dalam kerangka

program ICWRMIP antara lain

rehabilitasi jaringan utama Tarum

Barat, melakukan studi untuk Saluran di Cieunteung yang dipenuhi oleh sampah. April 2010

Masyarakat adalah salah satu pemangku kepentingan yang paling penting dalam upaya pencegahan dan penanganan banjir.

Page 47: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

47

peningkatan sumber air baku

Bandung dan pengembangan

kebijakan pokok dan strategi untuk

pengelolaan sumber daya air di

Wilayah Sungai Citarum.

Dalam penanganan banjir di

bagian Citarum hulu, beberapa

upaya yang dilakukan oleh BBWS

Citarum antara lain:

uPPer Citarum FLood ControL urgent PLan

Pada tahun 1987-1988,

BBWSC dibantu dengan japan

International Cooperation agency

(jICa) melakukan studi dan rencana

utama di daerah hulu sungai

Citarum. Rancangan teknis dari

studi ini selesai dilakukan pada

1992-1993. konstruksi tahap

pertama dilakukan pada tahun

1994-1999. Sedangkan konstruksi

tahap ke-dua dilakukan pada tahun

1999-2008. konstruksi tahap ketiga

masih berada dalam usulan.

Pada tahun 2010, penanganan

fisik yang dilakukan BBWS Citarum

di kabupaten Bandung, khususnya

daerah yang terkena banjir.

Upaya ini termasuk dalam upaya

penanganan program darurat dan

jangka pendek dalam menghadapi

anomali cuaca yang menyebabkan

banjir yang dikenal sebagai banjir

Citarum 2010.

Upaya ini antara lain

penanggulangan darurat akibat

bencana alam banjir di Sungai

Cikeruh, Cimande, Ciraab

& Cisunggalah, kabupaten

Bandung. Pemeliharaan Prasarana

Pengendalian Banjir Sungai

Citarum di Cieunteung hingga

Dayeuh kolot, peninggian

dan pembangunan parapet,

pengerukan sedimen dari

muara sungai Cikapundung

sampai dengan muara Citepus

(hal ini termasuk dalam

program pemeliharaan sungai)

dan penanganan darurat di

hulu Cieunteung.

Saluran air Cieunteung ketika saluran telah dibersihkan dan direhabilitasi (Cieunteung 2011).

Page 48: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

48

Page 49: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

49

BBWS Citarum melakukan pelatihan mitigasi banjir untuk masyarakat di Bale Endah dan Dayeuh Kolot. Juni 2011

Page 50: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

50

Page 51: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

51

mereKa–reKa alternatif

solusi yang sesuai untuK

penanganan BanjirSumber: Paparan Rakor Gubernur Jawa Barat, Maret 2010

Page 52: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

52

rekomendasiSoLUSI penanganan Wilayah

Sungai Citarum dilakukan

melalui pendekatan struktural

dan nonstruktural serta sosio-

kultural simultan hulu-hilir dengan

sinergi multi sektor bersama

masyarakat secara terintegrasi

dalam wadah koordinasi badan

strategis pengelolaan WS Citarum.

Pendekatan non-struktural meliputi

manajemen hulu DaS, penataan

ruang, pengendalian erosi dan

alih fungsi lahan, perijinan

pemanfaatan lahan, pemberdayaan

masyarakat kawasan hulu,

manajemen daerah rawan banjir,

sistem peringatan dini ancaman

dan evakuasi banjir, peningkatan

kapasitas kelembagaan dan

partisipasi masyarakat untuk

penanggulangan banjir,

pengendalian penggunaan air

tanah, pengelolaan dan perbaikan

kualitas air sungai.

Pendekatan struktural

meliputi normalisasi sungai,

tanggul penahan banjir, kolam

penampungan banjir, sistem

polder dan sumur-sumur

resapan,pembangunan waduk dan

embung, penyediaan prasarana

air baku, pengembangan sistim

penyediaan air minum dan air

kotor, rehabilitasi jaringan irigasi,

pengembangan pembangkitan

tenaga listrik.

PENANGANANMASALAH

BANJIRCEKUNGAN

BANDUNG

NORMATIF

MetodeStruktur

MetodeNon Struktur

Konstruksi Teknik Sipil• Waduk atau embung di hulu• Kolam penampungan banjir

(retention basin) di hilir• Tanggul penahan banjir penghalang

sepanjang tepi sungai• Sistem Podler• Sumur-sumur resapan

Manajemen Daerah Rawan Banjir• Sistem Peringatan Dini• Diseminasi peringatan ancaman dan

sistem evakuasi banjir• Pembuatan peta bahaya banjir• Peningkatan kapasitas dan pertisipasi

masyarakat untuk penanggulangan banjir• Asuransi bencana banjir

Manajemen Hulu Daerah Aliran Sungai• Penataan ruang• Pengendalian erosi di hulu DAS (vegetasi, dll)• Pengendalian alih fungsi lahan• Pengendalian perijinan pemanfaatan lahan• Pengendalian kualitas air sungai• Kelembagaan/Otoritas DASCitarum Hulu• Pembuatan peta kawasan lindung• Peningkatan kapasitas dan partisipasi

masyarakat untuk konservasi hulu DAS

FILOSOFIS• Pindahkan

penduduk dari banjir• Pindahkan banjir dari

penduduk• Hidup harmoni

bersama banjir

SOSIAL DAN BUDAYA• Alih mata

pencaharian• Perubahan perilaku

pemukiman sehat• Menghidupkan

kembali kearifan lokal yang positif

Page 53: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

53

Sejak beberapa tahun lalu,

sejumlah instansi pemerintah dan

lembaga swadaya masyarakat

berpartisipasi dalam serangkaian

dialog yang menghasilkan

Citarum Roadmap, yaitu suatu

rancangan strategis berisi hasil

identifikasi program-program

utama untuk meningkatkan

sistem pengelolaan sumber daya

air terpadu dan memperbaiki

kondisi di sepanjang Wilayah

Sungai Citarum. Citarum Roadmap

disusun melalui pendekatan yang

komprehensif, multi sektor dan

terpadu untuk memahami dan

memecahkan masalah kompleks

seputar pengelolaan air dan lahan

di sepanjang aliran Citarum.

Rekomendasi penanganan

WS Citarum meliputi aspek

kelembagaan, sosial ekonomi

dan budaya, pengawasan dan

pengendalian serta rehabilitasi

dan pemulihan.

a. rehabiLitasi dan PemuLihan1. Reboisasi dan rehabilitasi lahan

kritis bersama pemangku

kepentingan (multi stakeholders)

dengan sistem insentif

2. Pembelian lahan untuk

memperluas lahan

konservasi (land banking) dan

pengembangan hutan koloni

(Contoh : membeli lahan

rakyat dengan dana deviden

BUMN atau buat Citarum

Conservation Fund)

3. optimalisasi pemanfaatan HGU

terlantar lebih kurang 12.000 Ha

terletak di hulu Sungai Citarum,

4. Pembangunan sumur resapan

di Citarum Hulu

5. Normalisasi Sungai Citarum

hulu segmen Sapan - Nanjung

dan 9 anak sungainya

6. Pembuatan 2 kanal banjir

di Citarum Hulu (utara

dan selatan)

7. Rehabilitasi jaringan irigasi dan

optimasi penggunaan air rigasi

8. Penataan kawasan

permukiman dan industri di

sempadan sungai

9. Pembentukan

kawasan – kawasan

pertumbuhan baru

10. Program operasi dan perbaikan

keamanan bendungan.

Page 54: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

54

Page 55: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

55

b. Pengawasan dan PengendaLian1. Stop semua pembalakan di

WS Citarum

2. Moratorium perizinan konversi

lahan khususnya di daerah

tampungan air

3. Larangan pertanian semusim

di kelerengan lebih besar

dari 30 persen

4. Penertiban pemanfaatan

kawasan lindung,

5. Penertiban garis

sempadan sungai

6. Pengendalian limbah

domestik, industri, peternakan

dan pertanian

7. Pengendalian penggunaan

air tanah, pembuatan sumur

resapan dalam.

8. operasionalisasi kerjasama TNI

dalam pelestarian lingkungan

9. Pembentukan satuan

polisi lingkungan.

C. sosiaL ekonomi dan budaya1. alih mata pencaharian yang

lebih kondusif bagi penduduk

peladang di kawasan

2. konservasi

3. Relokasi kawasan permukiman

melalui pembangunan

rumah susun

4. Revitalisasi permukiman

akrab banjir

5. Relokasi industri secara selektif

dan bertahap

6. Menghidupkan kembali nilai -

nilai positif kearifan lokal

7. orientasi pembangunan ke

arah pedesaan.

Page 56: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

56

d. keLembagaan1. Pembuatan Rencana Induk

Pengelolaan WS Citarum secara

terintegrasi sebagai

2. rujukan semua pihak,

3. Penguatan kelompok dan kader

masyarakat peduli lingkungan

4. Pembentukan Badan Strategis

Rehabilitasi WS Citarum yang

menangani pengelolaan WS

secara terpadu

5. kaji ulang pengaturan, dan

penyusunan pengaturan,

kebijakan, pedoman dan

petunjuk pelaksanaan

pengelolaan WS secara terpadu.

(seperti perizinan, tarif ).

e. Pengembangan sarana dan Prasarana sumber daya air dan Prasarana Lainya1. Pengembangan prasarana

sistim penyediaan air baku

untuk air minum, industri,

2. Pembangunan waduk-waduk,

polder/retensi,

3. Pengembangan prasarana

sistim penyediaan air minum

4. Pengembangan prasarana

sistim pengelolaan limbah

domestik dan limbah industri,

5. Pengembangan pembangkitan

listrik tenaga air,

6. Pengembangan sistim

perencanaan terpadu dan

penyusunan program, sistim

informasi pengelolaan sumber

daya air.

F. data dan inFormasi1. Pengembangan Sistem

Informasi untuk dukungan

pengambilan keputusan untuk

2. pengelolaan sumber daya

air terpadu di wilayah

sungai Citarum

3. Meningkatkan monitoring

untuk kualitas air sungai dan

waduk-waduk, meningkatkan

jaringan monitoring air tanah

4. Meningkatkan pengelolaan dan

diseminasi data air dan sumber

daya alam, benchmarking

pengumpulan data sumber

daya air dan pengelolanya.

5. Mengembangkan laporan dan

tahunan status dan kondisi

WS Citarum.

Sumber: Dokumen Rencana

Penanganan Terpadu Wilayah

Sungai Citarum 2010-2025

Tanaman kopi yang dapat tumbuh dibawah tegakan pohon merupakan alternatif budidaya tanaman yang juga bernilai ekonomi tinggi untuk menggantikan tanaman sayuran semusim yang biasa ditanam di lereng-lereng gunung di daerah hulu Sungai Citarum.

Page 57: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

57

Mencintai lingkungan sebaiknya dimulai dari usia dini.

Pertanian ramah lingkungan akan membuat kesuburan tanah dan air tetap terjaga.

Page 58: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

58

uPaya mendesak1. Normalisasi Sungai Citarum

dengan pengerukan dasar

sungai sepanjang Sapan

hingga Nanjung

2. Normalisasi 9 anak sungai

Citarum (Cisangkuy, Citalugtug,

Citarum, Ciputat, Citarik,

Cikeruh, Cimande, Cikijing

dan Cibeusi)

3. Pembangunan 22 waduk

dan kolam-kolam retensi di

Cieunteung, Parunghalang

dan Citepus

4. konservasi di 7 Sub-DaS

Citarum hulu

5. Pembenahan drainase lokal

6. Revitalisasi permukiman di

bantaran sungai

7. Sosialisasi kepada masyarakat

daerah rawan banjir untuk

mewujudkan prinsip hidup

harmoni bersama banjir

8. Sosialisasi kepada masyarakat

daerah rawan banjir untuk

mewujudkan prinsip hidup

harmoni bersama banjir

9. Relokasi perumahan di daerah

rawan banjir

Sumber: BBWS Citarum

Foto udara Daerah Bale Endah. Juni 2011.

Page 59: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

59

Page 60: Tantangan Banjir Sungai Citarum: Mari Bicara Solusi

60www.citarum.org