tantangan dan masa depan ilmu
TRANSCRIPT
FILSAFAT ILMU
TANTANGAN DAN MASA DEPAN ILMU
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada dasarnya , setiap ilmu memiliki dua macam objek , yaitu objek material dan objek formal.
Objek material adalah sesuatu yang dijadikan sasaran penyelidikan, seperti tubuh manusia adalah objek
material ilmu kedokteran.
Filsafat sebagai proses berpikir yang sistematis dan rasional juga memiliki objek material dan objek
formal. Objek material filsafat adalah segala yang ada. Segala yang ada mencakup ada yang tampak dan
ada yang tidak tampak.
Objek material filsafat atas tiga bagian, yaitu yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam pikiran, dan
yang ada dalam kemungkinan. Adapun objek formal,dan rasional adalah sudut pandang yang menyeluruh,
radikal, dan rasional tentang segala yang ada. Setelah berjalan beberapa lama kajian yang terkait dengan
hal yang empiris semakin bercabang dan berkembang, sehingga menimbulkan spesialisasi dan
menampakkan kegunaan yang praktis. Inilah proses terbentuknya ilmu secara berkesinambungan. Maka
seiring dengan berkembangnya zaman, makin berkembanglah ilmu-ilmu pengetahuan yang ada.
Kemajuan pesat ilmu pengetahuan yang dicapai manusia pada ujung pertengahan kedua abad ke-
20, memungkinkan arus informasi menjadi serba cepat: apa dan oleh siapa dari seluruh muka bumi
(bahkan sebagian jagat raya) - menembus ke seluruh lapisan masyarakat dengan bebas tanpa
membedakan siapa dia si penerima. Tanpa mengenal batas jarak dan waktu, negara, ras, kelas ekonomi,
ideologi atau faktor lainnya yang dapat menghambat bertukar pikiran. Pengaruh perkembangan ilmu
pengetahuan terhadap pola kemasyarakatan alienasi adalah suatu kondisi psikologis seorang individu
yang dinafasi oleh kesadaran semu (tentang misteri keabadian termasuk Tuhan), keberadaan, dan dirinya
sendiri sebagai individu serta komunitas.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin pesat dan cenderung meniru budaya barat bisa
jadi menciptakan sebuah alienasi budaya.Orang merasa asing dengan budayanya sendiri. Kaum muda
1
tidak lagi at home dengan kebudayaan yang telah membentuk identitas sosialnya. Kemajuan-kemajuan
memungkinkan banyaknya pilihan (multiple options) dan membuka kesempatan tumbuhnya
materialisme dan rasionalisme dengan luar biasa. Tuntutan hidup begitu tinggi. Kemakmuran yang
dicapai tidak terkendali, gaya hidup menjadi konsumtif dan hedonistik. Manusia pribadi yang menjadi
begitu sibuk untuk mempertahankan hidup menyuburkan sosok individualistik. Kaya dan sukses dari
segi materi jadi satu-satunya tujuan hidup. Persaingan demikian ketat, sehingga penghargaan manusia
terhadap waktu mencapai titik tertinggi dibandingkan masa sebelumnya. Yang tersisa hanya wajah
kehidupan tidak manusiawi dimana bahaya masa depan ialah manusia menjadi robot karena terjadi
alienasi diri. Ini merupakan pengaruh negatif dari kemjuan ilmu jika tidak di dasari dengan akhlak,
norma, moral dan landasan agama yang ada. Jangan sampai perkembangan ilmu menjadikan manusia
sebagai objek, menyeret dan memaksanya pada model kehidupan yang menyimpang.
Tidak dapat kita pungkiri bahwa perkembangan peradaban manusia yang ada pada saat ini
merupakan bentuk desakan dari pengaruh berkembangnya aspek-aspek kehidupan di masa lalu. Manusia
dengan alam pikirannya selalu melahirkan inovasi baru yang pada akhirnya memberikan efek saling tular
serta membentuk sikap tertentu pada lingkungannya. Fenomena ini akan membawa kita kepada masa
depan manusia yang berbeda dan lebih kompleks. Prediksi pada ilmuwan Barat yang menyatakan bahwa
agama formal (organized religion) akan lenyap, atau setidaknya akan menjadi urusan pribadi, ketika iptek
dan filsafat semakin berkembang, ternyata tidak terbukti. Sebaliknya, dewasa ini sedang terjadi proses
artikulasi peran agama (formal) dalam berbagai jalur sosial, politik, ekonomi, bahkan dalam teknologi.
Manusia yang berpikir filsafati, diharapkan bisa memahami filosofi kehidupan, mendalami unsur-unsur
pokok dari ilmu yang ditekuninya secara menyeluruh sehingga lebih arif dalam memahami sumber,
hakikat dan tujuan dari ilmu yang ditekuninya, termasuk pemanfaatannya bagi masyarakat.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari penyusunan makalah ini adalah sebagai tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu. Yang juga
sekaligus sebagai bahan diskusi bersama dalam proses pembelajaran. Adapun judul yang diangkat dalam
makalah ini yaitu “Tantangan Dan Masa Depan Ilmu”.
Tujuan dalam penyusunan makalah ini yaitu untuk membantu para mahasiswa kedepan agar dapat
dijadikan sebagai pengetahuan dan masukan tentang bagaimana, apa pengertian, serta konteks yang
berhubungan dengan tantangan dan masa depan ilmu.
2
BAB IIPERMASALAHAN
Rumusan Masalah
1. Apa Hubungan Antara Kemajuan Ilmu dan Krisis Kemanusiaan ?
2. Apa Hubungan Antara Agama, Ilmu dan Masa Depan Manusia ?
3. Apa Hubungan Antara Etika, Moral, Norma dan Ilmu Pengetahuan ?
4. Bagaimana Sikap Ilmiah yang Harus Dimiliki Oleh Ilmuwan ?
Dalam Makalah ini akan membahas :
1. Hubungan Antara Kemajuan Ilmu dan Krisis Kemanusiaan
2. Hubungan Antara Agama, Ilmu dan Masa Depan Manusia
3. Hubungan Antara Etika, Moral, Norma dan Ilmu Pengetahuan
4. Sikap Ilmiah yang Harus Dimiliki Oleh Ilmuwan
3
BAB III
PEMBAHASAN
Pengertian Ilmu, Krisis Kemanusiaan, Masa Depan Manusia, Agama, Etika,
Moral, dan Norma
Pengertian Ilmu
Kata ilmu berasal dari bahasa Arab “Alima-ya’lamu, dan science dari bahasa Latin Scio, scrie artinya
to know. Sinonim yang paling akurat dalam bahasa Yunani adalah epitisteme. Sedangkan secara
terminology ilmu atau science adalah semacam pengetahuan yang mempunyai cirri-ciri, tanda-tanda dan
syarat-syarat tertentu. Menurut ensiklopedia pengertian ilmu adalah “Ilmu pengetahuan yaitu suatu
system dari pelbagai pengetahuan yang masing-masing mengenai suatu lapangan pengetahuan tertentu,
yang disusun sedemikian rupa menurut asas-asas tertentu, sehingga menjadi kesatuan suatu system dari
pelbagai pengetahuan yang masing-masing didapatkan sebagai hasil pemeriksaan yang dilakukan secara
teliti dengan memakai metode tertentu.
Adapun beberapa definisi ilmu menurut para ahli seperti yang dikutip oleh Bakhtiar tahun 2005
diantaranya adalah :
Pengertian kata “ilmu” secara bahasa adalah pengetahuan tentang sesuatu yang disusun secara bersistem
menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu
dibidang itu.
Mohamad Hatta, mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum
kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak
dari luar, maupun menurut bangunannya dari dalam.
Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, mengatakan ilmu adalah yang empiris, rasional, umum
dan sistematik, dan ke empatnya serentak.
Karl Pearson, mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang komprehensif dan konsisten
tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana.
4
Ashley Montagu, menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem
yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal
yang sedang dikaji.
Harsojo menerangkan bahwa ilmu merupakan akumulasi pengetahuan yang disistemasikan dan
suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris yaitu dunia yang terikat
oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indera manusia.
Lebih lanjut ilmu didefinisikan sebagai suatu cara menganalisis yang mengijinkan kepada ahli-
ahlinya untuk menyatakan suatu proposisi dalam bentuk : “ jika …. maka “.
Afanasyef, menyatakan ilmu adalah manusia tentang alam, masyarakat dan pikiran. Ia
mencerminkan alam dan konsep-konsep, katagori dan hukum-hukum, yang ketetapannya dan
kebenarannya diuji dengan pengalaman praktis.
Ciri-ciri utama ilmu secara terminologi adalah:
1. Ilmu adalah pengetahuan yang bersifat koheren, empiris, sistematis, dapat diukur dan dibuktikan.
2. Koherensi sistematik ilmu.
3. Tidak memerlukan kepastian lengkap.
4. Bersifat objektif.
5. Adanya metodologi.
6. Ilmu bersumber didalam kesatuan objeknya
Pengertian Krisis kemanusiaan
Krisis adalah suatu keadaan dimana terjadinya peralihan dari keadaan lama menuju keadaan baru
yang belum pasti. Misalnya, metode lama telah ditinggalkan, tetapi metode baru belum sepenuhnya
dapat digunakan, sehingga yang terjadi adalah kebingungan, karena belum adanya metodologi baru
yang memadai.
Krisis kemanusiaan merupakan suatu peristiwa atau runtutan peristiwa ancaman kritis terhadap
kesehatan, keamanan, dan keberadaan atau eksistensi suatu komunitas atau suatu kelompok besar
dalam suatu wilayah luas.
5
Pengertian Masa Depan
menurut tinjauan istilah masa depan ialah suatu masa atau kondisi yang berada di depan manusia,
akan tetapi kondisi tersebut biasanya digunakan untuk waktu yang panjang, mungkin juga tidak
terbatas dan kadang-kadang masih bersifat abstrak. Masa depan untuk jangka pendek biasanya
digunakan istilah besok, besok lusa, bulan depan atau tahun depan.
Menurut berbagai contoh yang banyak kami temukan pada masyarakat tertentu, istilah masa depan ini
banyak dipergunakn pada kondisi tertentu. Misalnya orang tua yang menyarankan anaknya untuk
memperhatikan masa depannya, masa depan di sini berorientasi kepada persiapan diri untuk
memasuki kehidupan rumah tangga agar supaya mereka tidak mengalami kesulitan. Pengertian masa
depan ini bergeser kembali ketika diletakkan atau digunakan pada orang-orang yang sudah
berkeluarga. Masa depan diartikan kepada masa tua, sehingga anjuran tersebut menyarankan agar
mempersiapkan diri untuk menghadapi masa tua yang cukup menyulitkan bagi manusia, sehingga
tidak sedikit manusia yang melakukan pendidikan terhadap anak-anaknya agar supaya kelak dapat
dijadikan tempat bergantung dan tidak banyak menimbulkan kesulitan bagi dirinya. Dipersiapkan
rumah tangga, tempat tinggal yang cocok ,dan kondisi ketuaan, demikian seterusnya.
Pengertian masa depan ini bergeser lagi ketika digunakan kepada para orang yang sudah memasuki
masa tua, orientasinya sekarang kepada masa kehidupan setelah kematian, sehingga mereka lebih
mengkonsentrasikan diri pada aktifitas ibadah sebagai bekal akhirat.
Menurut pendapat penulis, masa depan ialah masa yang paling depan, setelah itu sudah tidak ada
masa lagi di depannya. Kalau masa depan diartikan dengan masa rumah tangga bagi generasi muda
atau masa tua bagi orang yang sudah memasuki kehidupan keluarga, berarti masa itu bukan masa
depan karena di depannya masih ada masa lagi. Sedangkan masalah keadaan masa depan, di mana
harus diperlukan persiapan khusus, menurut pendapat penulis, masa tersebut sangat rawan sekali,
yang banyak memungkinkan bencana-bencana besar bagi siapa yang memasukinya apabila tidak
memiliki persiapan dengan baik.
Apabila masa depan diartikan secara salah, seperti diartikan masa rumah tangga, atau masa tua, maka
persiapan seseorang akan dikonsentrasikan secara penuh kepada hal-hal yang di atas. Akibatnya ia
mungkin akan berhasil pada masa itu tetapi akan mendapatkan kehancuran ketika ia memasuki
kepada masa depan yang sesungguhnya, karena mereka sebelumnya tidak mempersiapkan ke arah
sana.
Di dalam kondisi industrialisasi seperti sekarang ini, tidak sedikit para orang tua dan generasi muda
yang memandang kehidupan di dunia ini dipandang sebagai masa depannya, sehingga seluruh
kegiatan-kegiatan mereka mengacu pada hal-hal yang dapat meningkatkan prestasi kehidupan
6
duniawi, mereka tidak segan-segan mengorbankan segala yang dimiliki untuk kesuksesan dunia. dan
kami rasa banyak sekali contoh-contoh sosial yang menggambarkan kejadian-kejadian di atas. mari
kita renungkan bersama lagi, rencana apa yang akan kita lakukan untuk menyongsong kehidupan
lebih baik di masa mendatang , dimana era globalisasi dan perkembangan teknologi yang sangat
pesat ini:)
Pengertian Agama
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada
Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-
kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut. Kata “agama” berasal dari bahasa Sansekerta
āgama yang berarti “tradisi”. Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal
dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti “mengikat kembali”.
Maksudnya dengan berReligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan (wikipedia.com).
Untuk memberikan batasan tentang makna agama memang agak sulit dan sangat subyektif. Karena
pandangan orang terhadap agama berbeda-beda. Ada yang memandangnya sebagai suatu institusi yang
diwahyukan oleh Tuhan kepada orang yang dipilihnya sebagai nabi atau rasulnya, dengan ketentuan-
ketentuan yang telah pasti. Ada yang memandangnya sebagai hasil kebudayaan, hasil pemikiran manusia,
dan ada pula yang memandangnya sebagai hasil dari pemikiran orang orang yang jenius, tetapi ada pula
yang menganggapnya sebagai hasil lamunan, fantasi, ilustrasi (Syafa’at,1965).
Menurut sejarah, agama tumbuh bersamaan dengan berkembangnya kebutuhan manusia. Salah satu
dari kebutuhan itu adalah kepentingan manusia dalam memenuhi hajat rohani yang bersifat spritual, yakni
sesuatu yang dianggap mampu memberi motivasi semangat dan dorongan dalam kehidupan manusia.
Oleh karena itu, unsur rohani yang dapat memberikan spirit dicari dan dikejar sampai akhirnya mereka
menemukan suatu zat yang dianggap suci, memiliki kekuatan, maha tinggi dan maha kuasa. Sesuai
dengan taraf perkembangan cara berpikir mereka, manusia mulai menemukan apa yang dianggapnya
sebagai Tuhan. Dapatlah dimengerti bahwa hakikat agama merupakan fitrah naluriah manusia yang
tumbuh dan bekembang dari dalam dirinya dan pada akhirnya mendapat pemupukan dari lingkungan
alam sekitarnya. Ada yang menganggap bahwa agama di dalam banyak aspeknya mempunyai persamaan
dengan ilmu kebatinan. Yang dimaksud ilmu agama di sini pada umumnya adalah agama-agama yang
bersifat universal. Artinya para pengikutnya terdapat dalam masyarakat yang luas yang hidup di berbagai
daerah (Thalhas, 2006). Di samping itu ajarannya sudah tetap dan ditetapkan (established) di dalam
7
kaedahnya atau ketetapannya dan semuanya hanya dapat berubah di dalam interpretasinya saja. Agama
mengajarkan para penganutnya untuk mengatur hidupnya agar dapat memberi kebahagiaan di dunia dan
akhirat baik kepada dirinya sendiri maupun kepada masyarakat di sekitarnya. Selain itu agama juga
memberikan ajaran untuk membuka jalan yang menuju kepada al-Khaliq, Tuhan yang Maha Esa ketika
manusia telah mati.
Ajaran agama yang universal mengandung kebenaran yang tidak dapat dirubah meskipun masyarakat
yang telah menerima itu berubah dalam struktur dan cara berfikirnya. Maksud di sini adalah bahwa ajaran
agama itu dapat dijadikan pedoman hidup, bahkan dapat dijadikan dasar moral dan norma-norma untuk
menyusun masyarakat, baik masyarakat itu bersifat industrial minded, agraris, buta aksara, maupun cerdik
pandai (cendikiawan). Karena ajaran agama itu universal dan telah estabilished, maka agama itu dapat
dijadikan pedoman yang kuat bagi masyarakat baik di waktu kehidupan yang tenang maupun dalam
waktu yang bergolak. Selain itu, agama juga menjadi dasar struktur masyarakat dan member pedoman
untuk mengatur kehidupannya.
Pengertian Etika
Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa yunani, ethos yang berarti watak
kesusilaan ata adat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak
(moral).
Selain akhlak kita juga lazim menggunakan istilah etika. Etika merupakan sinonim dari akhlak. Kata ini
berasal dari bahasa Yunani yakni ethos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan yang dimaksud kebiasaan
adalah kegiatan yang selalu dilakukan berulang-ulang sehingga mudah untuk dilakukan seperti merokok
yang menjadi kebiasaan bagi pecandu rokok. Sedangkan etika menurut filasafat dapat disebut sebagai
ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan
manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Etika membahasa tentang tingkah laku manusia.
Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh manusia disetiap
waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk sejauh yang dapat diketahui oleh akal
pikiran manusia. Akan tetapi dalam usaha mencapai tujuan itu, etika mengalami kesulitan, karena
pandangan masing-masing golongan dunia ini tentang baik dan buruk mempunyai ukuran (kriteria) yang
berlainan.
8
Para ahli dapat segera mengetahui bahwa etika berhubungan dengan empat hal sebagai berikut.
Pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbutaan yang dilakukan
oleh manusia.
Kedua, dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran dan filsafat. Sebagai hasil
pemikiran maka etika tidak bersifat mutla, absolut dan tidak pula universal.
Ketiga, dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap suatu
perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, terhina dsb. Keempat, dilihat dari segi
sifatnya, etika bersifat relatif yakni dapat berubah-rubah sesuai tuntutan zaman.
Dengan ciri-ciri yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan
dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk. Dengan
kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia.
Pengertian Moral
Istilah moral berasal dari bahasa latin mores yang berarti adat kebiasaan atau cara hidup. (Gunarsa,
1986) Moral pada dasarnya merupakan rangkaian nilai tentang berbagai macam perilaku yang harus
dipatuhi. (Shaffer, 1979) Moral merupakan kaidah norma dan pranata yang mengatur prilaku individu
dalam hubunganya dengan masyarakat. Moral merupakan tindakan manusia yang bercorak khusus yang
didasarkan kepada pengertiannya mengenai baik dan buruk. Morallah yang membedakan manusia dengan
makhluk tuhan yang lainya dan menempatkan pada posisi yang baik diatas makhluk lain.
Moral merupakan realitas dari kepribadian pada umumnya bukan hasil perkembangan pribadi semata,
akan tetapi adalah merupakan tindakan atau tingkah laku seseorang. Moral tidaklah bisa sipisahkan dari
kehidupan beragama.
Di dalam agama Islam perkataan moral identik dengan akhlak.di mana kata “akhlak” berasal dari
bahasa Arab jama’ dari “khulqun” yang menurut bahasa berarti budi pekerti.
Moral merupakan norma yang sifatnya kesadaran atau keinsyafan terhadap suatu kewajiban melakukan
sesuatu atau suatu keharusan untuk meninggalkan perbuatan – perbuatan tertentu yang dinilai masyarakat
9
melanggar norma – norma. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa suatu kewajiban dan norma moral
sekaligus menyangkut keharusan untuk bersikap bersopan santun. Baik sikap sopan santun maupun
penilaian baik - buruk terhadap sesuatu, keduanya sama – sama bisa membuat manusia beruntung dan
bisa juga merugikan. Disini terdapat kesadaran akan sesuatu perbuatan dengan memadukan kekuatan nilai
intelektualitas dengan nilai – nilai moral.
Nilai – nilai intelektualitas merupakan sumber pertimbangan terhadap sesuatu yang benar dan yang
salah, sedangkan nilai – nilai moral merupakan sumber pertimbangan suasana hati tentang kebaikan dan
keburukan. Jika seseorang dapat membedakan dan mampu memilih kesetangkupan antara yang baik dan
yang benar dengan yang buruk dan yang salah, maka nilai – nilai moral yang hakiki senantiasa dapat
ditemukan, yaitu yang baik dan yang benarlah sebagai pilihannya. Kehidupan moral tidak bisa dipisahkan
dari keyakinan beragama, karena nilai moral yang tegas, pasti dan tetapi tidak berubah karena keadaan,
tempat dan waktu, adalah nilai yang bersumber pada agama. Karena itu didalam pembinaan generasi
muda perlulah kehidupan moral dan agama itu sejalan dan mendapat perhatian khusus.
Sebagai dua istilah yang memiliki kaitan satu dengan yang lainnya, nilai dan moral sebenarnya
tidak dapat berdiri sendiri. Bahkan dalam konteks tertentu nilai dan moral sering disatukan menjadi nilai
moral. Tetapi dalam istilah tersebut termuat makna baru yang menggambarkan adanya kualitas moral.
Ketika nilai dipisahkan dari moral maka arti nilai tidak terpengaruhi oleh moral, yakni tetap pada arti
awalnya sebagai suatu keyakinan yang mana seseorang betindak atas dasar pilihannya.
Antara etika dan moral memang memiliki kesamaan. Namun, ada pula berbedaannya, yakni etika
lebih banyak bersifat teori, sedangkan moral lebih banyak bersifat praktis. Menurut pandangan ahli
filsafat, etika memandang tingkah laku perbuatan manusia secara universal (umum), sedangkan moral
secara lokal. Moral menyatakan ukuran, etika menjelaskan ukuran itu. Namun demikian, dalam beberapa
hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk
menentukan nilai perbutan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio,
sedangkan dalam pembicaran moral tolak ukur yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan
berkembang dan berlangsung di masyarakat.
Istilah moral senantiasa mengaku kepada baik buruknya perbuatan manusia sebagai manusia. Inti
pembicaraan tentang moral adalah menyangkut bidang kehidupan manusia dinilai dari baik buruknya
perbutaannya selaku manusia. Norma moral dijadikan sebagai tolak ukur untuk menetapkan betul
salahnya sikap dan tindakan manusia, baik buruknya sebagai manusia.
10
Pengertian Norma
Norma berasal dari bahasa latin yakni norma, yang berarti penyikut atau siku-siku, suatu alat perkakas
yang digunakan oleh tukang kayu. Dari sinilah kita dapat mengartikan norma sebagai pedoman, ukuran,
aturan atau kebiasaan. Jadi norma ialah sesuatu yang dipakai untuk mengatur sesuatu yang lain atau
sebuah ukuran. Dengan norma ini orang dapat menilai kebaikan atau keburukan suatu perbuatan. Norma
dapat diterapkan pada perbuatan-perbuatan konkret. Dengan tidak adanya norma maka kiranya kehidupan
manusia akan menjadi brutal. Pernyataan tersebut dilatar belakangi oleh keinginan manusia yang tidak
ingin tingkah laku manusia bersifat semaunya.
Norma-norma mempunyai dua macam isi, dan menurut isinya berwujud: perintah dan larangan. Apakah
yang dimaksud perintah dan larangan menurut isi norma tersebut? Perintah merupakan kewajiban bagi
seseorang untuk berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang baik. Sedangkan larangan
merupakan kewajiban bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang
tidak baik. Ada bermacam-macam norma yang berlaku di masyarakat.
Macam-macam norma yang telah dikenal luas ada empat, yaitu:
Norma Agama Ialah peraturan hidup yang harus diterima manusia sebagai perintah-perintah, larangan
larangan dan ajaran-ajaran yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa. Pelanggaran terhadap norma ini
akan mendapat hukuman dari Tuhan Yang Maha Esa berupa “siksa” kelak di akhirat. Contohnya ialah
kita harus menjalankan perintah sebagai makhluk Tuhan.
Norma Kesusilaan Ialah peraturan hidup yang berasal dari suara hati sanubari manusia. Pelanggaran
norma kesusilaan ialah pelanggaran perasaan yang berakibat penyesalan. Norma kesusilaan bersifat
umum dan universal, dapat diterima oleh seluruh umat manusia. Contoh norma ini diantaranya ialah kita
harus berlaku jujur.
Norma Kesopanan Ialah norma yang timbul dan diadakan oleh masyarakat itu sendiri untuk mengatur
pergaulan sehingga masing-masing anggota masyarakat saling hormat menghormati. Akibat dari
pelanggaran terhadap norma ini ialah dicela sesamanya, karena sumber norma ini adalah keyakinan
masyarakat yang bersangkutan itu sendiri.
Hakikat norma kesopanan adalah kepantasan, kepatutan, atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.
Norma kesopanan sering disebut sopan santun, tata krama atau adat istiadat.
11
Norma kesopanan tidak berlaku bagi seluruh masyarakat dunia, melainkan bersifat khusus dan setempat
(regional) dan hanya berlaku bagi segolongan masyarakat tertentu saja. Apa yang dianggap sopan bagi
segolongan masyarakat, mungkin bagi masyarakat lain tidak demikian. Contoh norma ini diantaranya
ialah Berilah tempat terlebih dahulu kepada wanita di dalam kereta api, bus dan lain-lain,
terutama wanita yang tua, hamil atau membawa bayi.
Norma Hukum Ialah peraturan-peraturan yang timbul dan dibuat oleh lembaga kekuasaan negara. Isinya
mengikat setiap orang dan pelaksanaanya dapat dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat-alat
negara, sumbernya bisa berupa peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, kebiasaan, doktrin, dan
agama. Keistimewaan norma hukum terletak pada sifatnya yang memaksa, sanksinya berupa ancaman
hukuman.
A. HUBUNGAN ANTARA KEMAJUAN ILMU DAN KRISIS
KEMANUSIAAN
Suatu kenyataan yang tampak jelas dalam dunia modern yang telah maju ini, ialah adanya
kontradiksi-kontradiksi yang mengganggu kebahagiaan orang dalam hidup. Kemajuan industri telah
dapat menghasilkan alat-alat yang memudahkan hidup, memberikan kesenangan dalam hidup,
sehingga kebutuhan-kebutuhan jasmani tidak sukar lagi untuk memenuhinya. Seharusnya kondisi
dan hasil kemajuan itu membawa kebahagiaan yang lebih banyak kepada manusia dalam hidupnya.
Akan tetapi suatu kenyataan yang menyedihkan ialah bahwa kebahagiaan itu ternyata semakin jauh,
hidup semakin sukar dan kesukaran-kesukaran material berganti dengan kesukaran mental. Beban
jiwa semakin berat, kegelisahan dan ketegangan serta tekanan perasaan lebih sering terasa dan lebih
menekan sehingga mengurangi kebahagiaan.
Masyarakat modern telah berhasil mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih
untuk mengatasi berbagai masalah hidupnya, namun pada sisi lain ilmu pengetahuan dan teknologi
tersebut tidak mampu menumbuhkan moralitas (ahlak) yang mulia. Dunia modern saat ini,
termasuk di indonesia ditandai oleh gejalah kemerosotan akhlak yang benar-benar berada pada taraf
yang menghawatirkan. Kejujuran, kebenaran, keadilan, tolong menolong dan kasih sayang sudah
tertutup oleh penyelewengan, penipuan, penindasan, saling menjegal dan saling merugikan. Untuk
memahami gerak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedemikian itu, maka
kehadiran filsafat ilmu berusaha mengembalikan ruh dan tujuan luhur ilmu agar ilmu tidak menjadi
bomerang bagi kehidupan umat manusia.
12
Dalam masyarakat beragama, ilmu adalah bagian yang tak terpisahkan dari nilai-nilai ketuhanan
karena sumber ilmu yang hakiki adalah dari Tuhan. Manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling
tinggi derajatnya dibandingkan dengan mahluk yang lain, karena manusia diberi daya berfikir, daya
berfikir inilah yang menemukan teori-teori ilmiah dan teknologi. Pada waktu yang bersamaan, daya
pikir tersebut menjadi bagian yang tak dapat dipisahkan dari keberadaan manusia sebagai mahluk
Tuhan. Sehingga dia tidak hanya bertanggung jawab kepada sesama manusia, tetapi juga kepada
pencipta-Nya.
Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Meskipun secara
metodologis ilmu tidak membedakan antara ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial, namun karena
permasalahan-permasalahan teknis yang bersifat khas, maka filsafat ilmu ini sering dibagi menjadi
filsafat ilmu-ilmu alam dan filsafat ilmu-ilmu sosial. Pembagian ini lebih merupakan pembatasan
masing-masing bidang yang ditelaah, yakni ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, dan tidak
mencirikan cabang filsafat yang otonom. Ilmu memang berbeda dengan pengetahuan-pengetahuan
secara filsafat, namun tidak terdapat perbedaan yang prinsipil antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu
sosial, di mana keduanya mempunyai ciri-ciri yang sama.
Pertama, filsafat ilmu ingin menjawab pertanyaan laandasan ontologis ilmu; obyek apa yang
ditelaah? Bagaimana korelasi antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berfikir,
merasa dan mengindera) yang menghasilkan ilmu? Dari landasan ontologis ini adalah dasar untuk
mengklasifikasi pengetahuan dan sekaligus bidang-bidang ilmu. Noeng Muhadjir dalam bukunya
flsafat ilmu mengatakan, ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu
perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pemikiran
semesta universal. Ontologi berusaha mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan, atau dalam
rumusan Lorens Bagus, menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua
bentuknya.
Menurut Jujun S. Suriasumantri dalam Pengantar Ilmu dalam Perspektif mengatakan, ontologi
membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan perkataan lain,
suatu pengkajian mengenai teori tentang ada. Tiang penyangga yang kedua adalah Epistimologi
ilmu atau teori pengetahuan. Ini merupakan cabang filsafat yang berurusan dengan hakekat dan
lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban
atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Dengan demikian adanya perubahan pandangan tentang ilmu pengetahuan mempunyai peran
penting dalam membentuk peradaban dan kebudayaan manusia, dan dengan itu pula tampaknya,
muncul semacam kecenderungan yang terjalin pada jantung setiap ilmu pengetahuan dan juga para
ilmuwan untuk lebih berinovasi untuk penemuan dan perumusan berikutnya.
13
Kecenderungan yang lain ialah adanya hasrat untuk selalu menerapkan apa yang dihasilkan ilmu
pengetahuan, baik dalam dunia teknik mikro maupun makro. Dengan demikian tampaklah bahwa
semakin maju pengetahuan, semakin meningkat keinginan manusia, sampai memaksa, merajalela,
dan bahkan membabi buta. Akibatnya ilmu pengetahuan dan hasilnya tidak manusiawi lagi, bahkan
cenderung memperbudak manusia sendiri yang telah merencanakan dan menghasilkannya.
Kecenderungan yang kedua inilah yang lebih mengerikan dari yang pertama, namun tidak dapat
dilepaskan dari kecenderungan yang pertama.
Kedua kecenderungan ini secara nyata paling menampakkan diri dan paling mengancam
keamanan dan kehidupan manusia, dewasa ini dalam bidang lomba persenjataan, kemajuan dalam
memakai serta menghabiskan banyak kekayaan bumi yang tidak dapat diperbaharui kembali,
kemajuan dalam bidang kedokteran yang telah mengubah batas-batas paling pribadi dalam hidup
manusia dan perkembangan ekonomi yang mengakibatkan melebarnya jurang kaya dan miskin.
Ilmu pengetahuan dan teknologi akhirnya mau tak mau mempunyai kaitan langsung ataupun tidak,
dengan setruktur sosial dan politik yang pada gilirannya berkaitan dengan jutaan manusia yang
kelaparan, kemiskinan, dan berbagai macam ketimpangan yang justru menjadi pandangan yang
menyolok di tengah keyakinan manusia akan keampuhan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
menghapus penderitaan manusia.
Kedua kecenderungan di atas yang ternyata condong menjadi lingkaran setan ini perlu dibelokkan
manusia sendiri sehingga tidak menimbulkan ancaman lagi. Kesadaran akan hal ini sudah muncul
dalam banyak lingkungan ilmuwan yang prihatin akan perkembangan teknik, industri, dan
persenjataan yang membahayakan masa depan kehidupan umat manusia dan bumi kita. Untuk
itulah maka epistimologi ilmu bertugas menjawab pertanyaan; bagaimana proses pengetahuan yang
masih berserakan dan tidak teratur itu menjadi ilmu? Bagaimana prosedur dan mekanismenya?
Tiang penyangga filsafat ilmu yang ketiga adalah aksiologi ilmu; Ilmu adalah sesuatu yang paling
penting bagi manusia, karena dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi
secara lebih cepat dan lebih mudah. Dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa
peradaban manusia sangat berhutang pada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia seperti
hal memberantas penyakit, kelaparan, kemiskinan dan berbagai wajah kehidupan yang sulit lainnya.
Dengan kemajuan ilmu juga, manusia bisa merasakan kemudahan lainnya seperti transportasi,
pemukiman, pendidikan, komonikasi, dan lain sebagainya. Singkatnya ilmu merupakan sarana
untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
Kemudian timbul pertanyaan, apakah ilmu selalu merupakan berkah dan penyelamat bagi
manusia? Dan memang sudah terbukti, dengan kemajuan ilmu pengetahuan, manusia dapat
menciptakan berbagai bentuk teknologi. Misalnya pembuatan bom yang pada awalnya untuk
14
memudahkan kerja manusia, namun kemudian dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif
yang menimbulkan malapetaka bagi manusia itu sendiri. Di sinilah ilmu harus diletakkan secara
proposional dan memihak pada nilai-nilai kebaikan dan kemanusiaan. Sebab, jika ilmu tidak
berpihak kepada nilai-nilai, maka yang terjadi adalah bencana dan malapetaka.
Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang kemudian akan diterapkan pada
masyarakat. Proses ilmu pengetahuan menjadi sebuah teknologi yang benar-benar dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat tentu tidak terlepas dari siilmuwannya. Seorang ilmuwan akan
dihadapkan pada kepentingan-kepentingan pribadi ataukah kepentingan masyarakat akan membawa
pada persoalan etika keilmuan serta masalah bebas nilai. Untuk itulah tanggungjawab seorang
ilmuwan haruslah dipupuk dan berada pada tempat yang tepat, tanggung jawab akademis, dan
tanggung jawab moral.
B. HUBUNGAN ANTARA AGAMA, ILMU DAN MASA
DEPAN MANUSIA
Pentingnya Agama bagi Manusia
Tidak mudah memahami pengertian agama apabila hanya satu atau dua definisi saja. Setiap agama
dan kepercayaan mempunyai pengertiannya masing-masing. Setiap manusia harus menghargai
berbagai perbedaan pengertian dalam setiap agama dan kepercayaan tersebut. Agama dapat dilihat
sebagai kepercayaan dan pola perilaku yang dimiliki oleh manusia untuk menangani masalah-
masalah penting dan aspek-aspek alam semesta yang tidak dapat dikendalikannya dengan teknologi
maupun sistem organisasi sosial yang dikenalnya. Pengertian agama yang lain yaitu agama sebagai
seperangkat upacara yang diberi rasionalisasi melalui mitos dan menggerakkan kekuatan-kekuatan
supranatural dengan tujuan untuk mencapai atau menghindari terjadunya perubahan keadaan pada
manusia atau alam semesta (Sare, 2007).
Agama memiliki dua fungsi sekaligus, yaitu fungsi sosial dan fungsi psikologis. Secara psikologis,
agama dapat mengurangi kegelisahan manusia dengan memberikan penerangan tentang hal-hal yang
tidak diketahui dan tidak dimengerti olehnya di dalam kehidupan sehari-hari, sehingga lebih mudah
dimengerti, misalnya tentang kematian. Selain itu, agama juga memberi ketenangan pada manusia
karena dapat memberikan sebuah harapan bahwa ada sebuah kekuatan supranatural yang dapat
menolong manusia pada saat menghadapi bahaya atau tertimpa suatu musibah. Ditinjau secara sosial,
15
agama mempunyai sanksi bagi seluruh perilaku manusia yang beraneka ragam. Agama juga
menanamkan pengertian tentang kebaikan dan kejahatan dengan memberikan semacam pedoman
tentang perilaku hidup dan berinteraksi. Dalam hal ini, agama dapat dikatakan sebagai pemelihara
ketertiban sosial. Selain itu, agama juga sebagai alat yang efektif untuk meneruskan tradisi lisan
dalam sebuah masyarakat (Sare, 2007).
Dilihat dari pengertian pentingnya agama bagi manusia, terdapat dua konsep mendasar agama bagi
kehidupan manusia, yaitu agama dalam arti what religion does dan what is religion. Pengertian
pertama menunjuk pada apa kegunaan agama bagi kehidupan manusia, sedangkan pengertian yang
kedua menunjuk pada apa makna agama bagi manusia, yaitu sebagai pedoman untuk bertindak di
dalam menjalankan seluruh aktivitas kehidupannya (Moesa, 2007)
Pentingnya Peran Manusia Terhadap Agama
Selama ini kita banyak membicarakan tentang peran agama dalam setiap lini kehidupan manusia.
Namun apakah pernah terpikirkan , seberapa pentingkah peran manusia bagi agama itu sendiri?
Bagi kebanyakan manusia, kerohanian dan agama memainkan peran utama dalam kehidupan mereka.
Sering dalam konteks ini, manusia tersebut dianggap sebagai “orang manusia” terdiri dari sebuah
tubuh, pikiran, dan juga sebuah roh atau jiwa yang kadang memiliki arti lebih daripada tubuh itu
sendiri dan bahkan kematian. Seperti juga sering dikatakan bahwa jiwa (bukan otak ragawi) adalah
letak sebenarnya dari kesadaran (meski tak ada perdebatan bahwa otak memiliki pengaruh penting
terhadap kesadaran). Keberadaan jiwa manusia tak dibuktikan ataupun ditegaskan; konsep tersebut
disetujui oleh sebagian orang dan ditolak oleh lainnya. Juga, adalah perdebatan di antara organisasi
agama mengenai benar/tidaknya hewan memiliki jiwa; beberapa percaya mereka memilikinya,
sementara lainnya percaya bahwa jiwa semata-mata hanya milik manusia, serta ada juga yang percaya
akan jiwa kelompok yang diadakan oleh komunitas hewani dan bukanlah individu.
Menurut Feuerbach, yang disebut Allah adalah kesadaran manusia itu sendiri. Menurut pemikiran itu
maka Feuerbach menyimpulkan bahwa agama adalah kesadaran Nan tak terbatas. Maka agama
berakar pada jati diri manusia, yang bersifat memiliki kesadaran nan tak terbatas. Agama adalah
hubungan manusia dengan jati dirinya nan tak terbatas. Agama palsu terjadi apabila manusia
memproyeksikan Nan tak terbatas tersebut keluar dan dalam oposisi terhadap dirinya. Dengan
demikian, manusia menciptakan Allah menurut citranya sendiri, sehingga dapat dikatakan bahwa
manusia jugalah yang menciptakan agama. Manusia adalah awal, pusat , dan akhir agama. Menurut
Feuerbach, ini bukanlah ateisme, melainkan humanisme (Jacobs, 2002).
Pendapat lain mengatakan bahwa agama merupakan produk dan alienasi dari manusia. Manusia tidak
16
menciptakan agama, dan agama tidak menciptakan manusia. maka agama adalah kesadaran diri dan
perasaan diri manusia (Leahy, 2008).
Peran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bagi Kehidupan Manusia
Perkembangan sejarah manusia selalu diwarnai oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang melingkupinya. Hal ini tentunya berbanding lurus dengan upaya manusia dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya sehari-hari. Teknologi adalah sarana yang digunakan manusia untuk memenuhi
kebutuhannya. Seiring dengan perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi,
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan turunannya yang berbentuk teknologi ini, meluas bukan hanya
untuk memenuhi kebutuhan manusia secara sempit. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
dapat mendorong manusia mendayagunakan sumber daya alam lebih efektif dan efisien. Pemanfaatan
teknologi meluas pada upaya penghapusan kemiskinan, penghapusan jam kerja yang berlebihan,
penciptaan kesempatan untuk hidup lebih lama dengan perbaikan kualitas kesehatan manusia,
membantu upaya-upaya pengurangan kejahatan, peningkatan kualitas pendidikan, dan sebagainya
(Keraf dan Dua, 2001). Bahkan secara lebih komprehensif, ilmu pengetahuan dan teknologi juga
dimanfaatkan pemerintah dalam menunjang pembangunannya. Puncaknya, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi bukan saja membantu manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari.Perkembangan ilmu pengetahuandan teknologi dapat menaikkan kualitas manusia dalam
keterampilandan kecerdasannya untuk meningkatkan kemakmuran serta inteligensimanusia.Lebih
jauh, ilmu pengetahuan dan teknologi berhasil mendatangkan kemudahan hidup bagi manusia
(Mas’ud dan Paryono, 1998).
Peran Manusia Terhadap Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan sejarah manusia selalu diwarnai oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang melingkupinya. Hal ini tentunya berbanding lurus dengan upaya manusia dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dan teknologi adalah sarana yang digunakan manusia untuk
memenuhi kebutuhannya. Secara definitif, ilmu adalah pengetahuan yang membantu manusia dalam
mencapai tujuan hidupnya. Maka, patutlah dikatakan, bahwa peradaban manusia sangat bergantung
kepada ilmu dan teknologi. Berkat kemajuan dalam bidang ini, pemenuhan kebutuhan manusia bisa
dilakukan secara lebih cepat dan lebih mudah (Jujun, 2003). Secara lebih spesifik, Eugene Staley
menegaskan bahwa teknologi adalah sebuah metode sistematis untuk mencapai setiap tujuan insani
(Siti, 2001).
Pada tahap selanjutnya, seiring dengan perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi,
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan turunannya yang berbentuk teknologi ini, meluas bukan hanya
17
untuk memenuhi kebutuhan manusia secara sempit. Pemanfaatan teknologi meluas pada upaya
penghapusan kemiskinan, penghapusan jam kerja yang berlebihan, penciptaan kesempatan untuk
hidup lebih lama dengan perbaikan kualitas kesehatan manusia, membantu upaya-upaya pengurangan
kejahatan, peningkatan kualitas pendidikan, dan sebagainya (Sonny dkk., 2001). Bahkan secara lebih
komprehensif, ilmu pengetahuan dan teknologi juga dimanfaatkan pemerintah dalam menunjang
pembangunannya. Misalnya dalam perencanaan dan programing pembangunan, organisasi
pemerintah dan administrasi negara untuk pembangunan sumber-sumber insani, dan teknik
pembangunan dalam sektor pertanian, industri, dan kesehatan.
Puncaknya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bukan saja membantu manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Lebih jauh, ilmu pengetahuan dan teknologi berhasil
mendatangkan kemudahan hidup bagi manusia. Bendungan, kalkulator, mesin cuci, kompor gas,
kulkas, OHP, slide, TV, tape recorder, telephon, komputer, satelit, pesawat terbang, merupakan
produk-produk teknologi yang, bukan saja membantu manusia memenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi
membuat hidup manusia semakin mudah (Ibnu, 1998). Manfaat-manfaat inilah yang mula-mula
menjadi tujuan manusia mengembangkan ilmu pengetahuan hingga menghasilkan teknologi. Mulai
dari teknologi manusia purba yang paling sederhana berupa kapak dan alat-alat sederhana lainnya.
Sampai teknologi modern saat ini, yang perkembangannya jauh lebih pesat dari perkembangan
teknologi sebelumnya. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini sanggup membawa berkah
bagi umat manusia berupa kemudahan-kemudahan hidup, yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan
dalam benak manusia.
Hubungan Agama, Ilmu, Teknologi, dan Kebudayaan
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di satu sisi memang berdampak positif, yakni
dapat memperbaiki kualitas hidup manusia. Berbagai sarana modern industri, komunikasi, dan
transportasi, misalnya, terbukti amat bermanfaat. Tapi di sisi lain, tidak jarang iptek berdampak
negatif karena merugikan dan membahayakan kehidupan dan martabat manusia.
Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting untuk ditengok kembali.
Dapatkah agama memberi tuntunan agar kita memperoleh dampak iptek yang positif saja, seraya
mengeliminasi dampak negatifnya semiminal mungkin
Pola hubungan pertama adalah pola hubungan yang negatif, saling tolak. Apa yang dianggap benar
oleh agama dianggap tidak benar oleh ilmu pengetahuan dan teknologi.
18
Demikian pula sebaliknya. Dalam pola hubungan seperti ini, pengembangan iptek akan menjauhkan
orang dari keyakinan akan kebenaran agama dan pendalaman agama dapat menjauhkan orang dari
keyakinan akan kebenaran ilmu pengetahuan.
Pola hubungan ke dua adalah perkembangan dari pola hubungan pertama. Ketika kebenaran iptek
yang bertentangan dengan kebenaran agama makin tidak dapat disangkal sementara keyakinan akan
kebenaran agama masih kuat di hati, jalan satu-satunya adalah menerima kebenaran keduanya dengan
anggapan bahwa masing-masing mempunyai wilayah kebenaran yang berbeda.
Pola ke tiga adalah pola hubungan netral. Dalam pola hubungan ini, kebenaran ajaran agama tidak
bertentangan dengan kebenaran ilmu pengetahuan tetapi juga tidak saling mempengaruhi. Kendati
ajaran agama tidak bertentangan dengan iptek, ajaran agama tidak dikaitkan dengan iptek sama sekali.
mendukung ajaran agama tapi ajaran agama tidak mendukung pengembangan iptek, dan ajaran agama
mendukung pengembangan iptek dan demikian pula sebaliknya
Pola hubungan yang ke empat adalah pola hubungan yang positif. Terjadinya pola hubungan seperti
ini mensyaratkan tidak adanya pertentangan antara ajaran agama dan ilmu pengetahuan serta
kehidupan masyarakat yang tidak sekuler. Secara teori, pola hubungan ini dapat terjadi dalam tiga
wujud: ajaran agama mendukung pengembangan iptek tapi pengembangan iptek tidak mendukung
ajaran agama, pengembangan iptek.
POSISI AGAMA DALAM PENGEMBANGAN ILMU
Masyarakat modern telah berhasil mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih untuk
mengatasi berbagai masalah hidupnya, namun pada sisi lain ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut
tidak mampu menumbuhkan moralitas (ahlak) yang mulia. Dunia modern saat ini, termasuk di
indonesia ditandai oleh gejala kemerosotan akhlak yang benar-benar berada pada taraf yang
menghawatirkan. Kejujuran, kebenaran, keadilan, tolong menolong dan kasih sayang sudah tertutup
oleh penyelewengan, penipuan, penindasan, saling menjegal dan saling merugikan. Untuk memahami
gerak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedemikian itu, maka kehadiran agama
sangatlah penting. Agama menjadi salah satu faktor pendukung dan sangat utama dalam
perkembangan ilmu. Merujuk pada realita mengenai Indonesia yang memiliki penduduk (muslim)
terbesar di dunia, membuktikan bahwa posisi agama di Indonesia sangat penting.
Dalam masyarakat beragama (Islam), ilmu adalah bagian yang tak terpisahkan dari nilai-nilai
ketuhanan karena sumber ilmu yang hakiki adalah dari Tuhan. Manusia adalah ciptaan Tuhan yang
19
paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan mahluk yang lain, karena manusia diberi daya
berfikir, daya berfikir inilah yang menemukan teori-teori ilmiah dan teknologi. Pada waktu yang
bersamaan, daya pikir tersebut menjadi bagian yang tak dapat dipisahkan dari keberadaan manusia
sebagai mahluk Tuhan. Sehingga dia tidak hanya bertanggung jawab kepada sesama manusia, tetapi
juga kepada pencipta-Nya.
Namun, perlu juga diingat bahwa ikatan agama yang terlalu kaku dan tersetruktur kadang kala dapat
menghambat perkembangan ilmu. Karena itu, perlu kejelian dan kecerdasan memperhatikan sisi
kebebasan dalam ilmu dan sistem nilai dalam agama agar keduanya tidak saling bertolak belakang.
Disinilah perlu rumusan yang jelas tentang ilmu secara filosofis dan akademik serta agama agar ilmu
dan teknologi tidak menjadi bagian yang lepas dari nilai-nilai agama dan kemanusiaan serta
lingkungan. Ilmu Di Dalam mengembangkan ilmu dan teknologi seharusnya bermanfaat mencari
keredhaan Allah. Ini hanya boleh dicapai melalui aplikasi agama dalam ilmu dan teknologi . Maka
langkah awal ialah agama perlu diintegrasi ke dalam ilmu dan teknologi untuk memastikan ilmu dan
teknologi tidak lari dari manfaat asal kejadian manusia. Ini juga didorong oleh faktor bahwa agama
itu tidak terikat dengan ilmu dan teknologi.
Agama mengajar seseorang untuk hidup bertujuan. Tujuan beragama adalah untuk menjamin /
mendapatkan kesejahteraan di akhirat dalam kepatuhan di dunia. Setiap amalan yang dilakukan di
dunia harus berada di atas landasan yang diridhai oleh Allah. Telah dinyatakan dengan jelas dalam
Alquran bahwa manusia adalah khalifah Allah yang bertanggung jawab untuk memelihara dan
mengatur alam ini. Justru setiap urusan manusia harus memelihara keharmonisan dan keseimbangan
alam. Jika perkembangan ilmu dan teknologi di atas landasan ini, maka sudah tentu perkembangan
ilmu dan teknologi tidak akan merusak bumi karena setiap perkembangan ilmu dan teknologi
dirancang dengan teliti. Seandainya ini terlalu bersifat idealistik, setidaknya ia dapat meminimalkan
dampak negatif yang timbul karena perkembangan ilmu dan teknologi tersebut, pastinya dilakukan
secara berhati-hati untuk memelihara kepentingan alam.
C. ANTARA ETIKA, MORAL, NORMA DAN ILMU
PENGETAHUAN
Untuk lebih mengenal apa yang dimaksud dengan aksiologi, berikut adalah keterangan
mengenainya. Aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai dan logos yang
20
berarti teori. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai. Sedangkan arti aksiologi yang terdapat di
dalam bukunya Jujun S. Suriasumantri Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer bahwa aksiologi
diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
Dari definisi-definisi mengenai aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa pemasalahan yang
utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah suatu yang dimiliki manusia untuk
melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai dalam filsafat
mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
Etika menilai perbuatan manusia, maka lebih tepat dikatakan bahwa obyek formal etika adalah
norma-norma kesusilaan manusia, dan dapat dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku
manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik di dalam suatu kondisi yang normatif, yaitu suatu
kondisi yang melibatkan norma-norma. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang
pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena
disekelilingnya.
Nilai itu objektif ataukah subjektif adalah sangat tergantung dari hasil pandangan yang muncul
dari filsafat. Nilai akan menjadi subjektif, apabilah subjek sangat berperan dalam segala hal,
kesadaran manusia menjadi tolak ukur segalanya; atau eksistensinya, maknanya dan faliditasnya
tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian tanpa mempertimbangkan apakah ini
bersifat psikis atau fisis.
Dengan demikian, nilai subjektif akan selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki
akal budi manusia, seperti perasaan, intelektualitas dan hasil nilai subjektif selalu akan mengarah
kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.
Nilai itu objektif, jika ia tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Nilai objektif
muncul karena adanya pandangan dalam filsafat tentang objektivisme. Objektivisme ini
beranggapan pada tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, sesuatu yang memiliki kadar
secara realitas benar-benar ada. Kemudian bagaimana dengan nilai dalam ilmu pengetahuan.
Seorang ilmuwan haruslah bebas dalam menentukan topik penelitiannya, bebas dalam melakukan
eksprimen-eksprimen. Kebebasan inilah yang nantinya akan dapat mengukur kualitas
kemampuannya. Ketika seorang ilmuwa bekerja, dia hanya tertuju pada proses kerja ilmiahnya dan
tujuan agar penelitiannya berhasil dengan baik. Nilai objektif hanya menjadi tujuan utamanya, dia
tidak mau terikat dengan nilai-nilai subjektif, seperti nilai-nilai dalam masyarakat, nilai agama, nilai
adat, dan sebagainya. Bagi seorang ilmuwan kegiatan ilmiahnya dengan kebenaran ilmiah adalah
yang sangat penting.
Untuk itulah netralitas ilmu terletak pada epistimologinya saja, artinya tanpa berpihak kepada
siapapun, selain kepada kebenaran yang nyata. Sedangkan secara ontologis dan aksiologis, ilmuwan
21
harus mapu menilai mana yang baik dan yang buruk, yang pada hakekatnya mengharuskan seorang
ilmuwan mempunyai landasan moral yang kuat. Tanpa ini seorang ilmuwan akan lebih merupakan
seorang momok yang menakutkan.
Etika keilmuan merupakan etika normatif yang merumuskan prinsip-prinsip etis yang dapat
dipertanggung jawabkan secara rasional dan dapat diterapkan dalam ilmu pengetahuan. Tujuan
etika keilmuan adalah agar seorang ilmuwan dapat menerapkan prinsip-prinsip moral, yaitu yang
baik dan menghindarkan dari yang buruk kedalam prilaku keilmuannya, sehingga ia dapat menjadi
ilmuwan yang dapat mempertanggung jawabkan prilaku ilmiahnya. Etika normatif menetapkan
kaidah-kaidah yang mendasari pemberian penilaian terhadap perbuatan-perbuatan apa yang
seharusnya dikerjakan dan apa yang seharusnya terjadi serta menetapkan apa yang bertentangan
dengan yang seharusnya terjadi.
Pokok persoalan dalam etika keilmuan selalu mengacu kepada “elemen-elemen” kaidah moral,
yaitu hati nurani, kebebasan dan tanggung jawab, nilai dan norma yang bersifat utilitaristik
(kegunaan). Hati nurani disini adalah penghayatan tentang yang baik dan yang buruk dan
dihubungkan dengan prilaku manusia.
Nilai dan norma yang harus berada pada etika keilmuan adalah nilai dan norma moral. Lalu apa
yang menjadi kriteria pada nilai dan norma moral itu? Nilai moral tidak berdiri sendiri, tetapi ketika
ia berada pada atau menjadi milik seseorang, ia akan bergabung dengan nilai yang ada seperti nilai
agama, hukum, budaya, dan sebagainya. Yang paling utama dalam nilai moral adalah yang terkait
dengan tanggung jawab seseorang. Norma moral menentukan apakah seseorang berlaku baik
ataukah buruk dari sudut etis. Bagi seorang ilmuwan, nilai dan norma moral yang dimilikinya akan
menjadi penentu, apakah ia sudah menjadi ilmuwan yang baik atau belum.
Penerapan ilmu pengetahuan yang telah dihasilkan oleh para ilmuwan, apakah itu berupa
teknologi, ataupun teori-teori emansipasi masyarakat, mestilah memperhatikan nilai-nilai
kemanusiaan, nilai agama, nilai adat, dan sebagainya. Ini berarti ilmu pengetahuan tersebut sudah
tidak bebas nilai. Karena ilmu sudah berada di tengah-tengah masyarakat luas dan masyarakat akan
mengujinya.
Oleh karena itu, tanggung jawab lain yang berkaitan dengan teknologi di masyarakat, yaitu
menciptakan hal yang positif. Namun, tidak semua teknologi atau ilmu pengetahuan selalu
memiliki dampak positif. Di bidang etika, tanggung jawab seorang ilmuwan, bukan lagi memberi
informasi namun harus memberi contoh. Dia harus bersifat objektif, terbuka, menerima kritik,
menerima pendapat orang lain, kukuh dalam pendirian yang dianggap benar, dan berani mengakui
kesalahan. Semua sifat ini, merupakan implikasi etis dari proses penemuan kebenaran secarah
ilmiah. Di tengah situasi di mana nilai mengalami kegoncangan, maka seorang ilmuwan harus
22
tampil kedepan. Pengetahuan yang dimilikinya merupakan kekuatan yang akan memberinya
keberanian. Hal yang sama harus dilakukan pada masyarakat yang sedang membangun, seorang
ilmuwan harus bersikap sebagai seorang pendidik dengan memberikan contoh yang baik.
Tentang tujuan ilmu pengetahuan, ada beberapa perbedaan pendapat antara filosof dengan para
ulama. Sebagian berpendapat bahwa pengetahuan sendiri merupakan tujuan pokok bagi orang yang
menekuninya, dan mereka ungkapkan tentang hal ini dengan ungkapan, ilmu pengetahuan untuk
ilmu pengetahuan, seni untuk seni, sastra untuk sastra, dan lain sebagainya. Menurut mereka ilmu
pengetahuan hanyalah sebagai objek kajian untuk mengembangkan ilmu pengetahuan sendiri.
Sebagian yang lain cenderung berpendapat bahwa tujuan ilmu pengetahuan merupakan upaya para
peneliti atau ilmuwan menjadikan ilmu pengetahuan sebagai alat untuk menambahkan kesenangan
manusia dalam kehidupan yang sangat terbatas dimuka bumi ini. Menurut pendapat yang kedua ini,
ilmu pengetahuan itu untuk meringankan beban hidup manusia atau untuk membuat manusia
senang, karena dari lmu pengetahuan itulah yang nantinya akan melahirkan teknologi. Teknologi
jejas sangat dibutuhkan oleh manusia untuk mengatasi berbagai masalah, dan lain sebagainya.
Sedangkan pendapat yang lainnya cenderung menjadikan ilmu pengetahuan sebagai alat untuk
meningkatkan kebudayaan dan kemajuan bagi umat manusia secara keseluruan.
Dalam perkembangannya, ilmu pengetahuan telah menjadi suatu sistem yang kompleks, dan
manusia terperangkap didalamnya, sulit dibayangkan manusia bisa hidup layak tanpa ilmu
pengetahuan. Ilmu pengetahuan tidak lagi membebaskan manusia, tetapi manusia menjadi
terperangkap hidupnya dalam sistem ilmu pengetahuan. Manusia telah menjadi bagian dari
sistemnya, manusia juga menjadi objeknya dan bahkan menjadi kelinci percobaan ilmu
pengetahuan. Ilmu pengetahuan telah melahirkan mahluk baru yang sistemik, mempunyai
mekanisme yang kadangkala tidak bisa dikontrol oleh manusianya sendiri. Suatu mekanisme
sistemik yang semakin hari semakin kuat, makin besar dan makin kompleks, dan rasanya telah
menjadi suatu dunia baru di atas dunia yang ada ini.
Dalam realitas kehidupan masyarakat dewasa ini, terjadi konflik antara etika prakmatik dengan
etika pembebasan manusia. Etika prakmatik berorentasi pada kepentingan-kepentingan elite sebagai
wujud kerja sama denga ilmu pengetahua dan kekerasan yang cenderung menindas untuk
kepentingannya sendiri yang bersifat materialistik. Etika pembebasan manusia, bersuifat spiritual
dan universal itu bisa muncul dari kalangan ilmuwan itu sendiri, yang bisa jadi karena menolak
etika prakmatik yang dirasakan telah menodai prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan agama yang
menjunjung tinggi kebenaran, kebebasan, dan kemandirian.
23
Kemajuan ilmu pengetahuan dikembalikan pada tujuan semula yaitu filsafat ilmunya sebagai
sarana untuk memakmurkan umat manusia dimuka bumi bukan malah sebaliknya mengancam
eksistensi manusia.
Diharapkan perkembangan ilmu yang begitu sepektakuler di satu sisi dan nilai-nilai agama yang
statis dan universal disisi lain dapat dijadikan arah dalam menentukan perkembangan ilmu
selanjutnya. Sebab, tanpa adanya bimbingan agama terhadap ilmu dikhawatirkan kehebatan ilmu
dan teknologi tidak semakin mensejahterahkan manusia, tetapi justru merusak dan bahkan
menghancurkan kehidupan mereka.
D. SIKAP ILMIAH YANG HARUS DIMILIKI ILMUWAN
Abad 21 ini ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) berkembang dengan pesatnya, dimana hampir
tiap hari orang menemukan teori-teori baru dari ilmuwan-ilmuwan yang baru pula. Tentu teori ini
bukanlah teori yang didapatkan begitu saja, tetapi merupakan teori yang dihasilkan dari penelitian
ilmiah yang dilakukan calon ilmuwan dalam kurun waktu tertentu. Walaupun tidak semua teori
baru yang dihasilkan dapat diaplikasikan langsung di dalam kehidupan bermasyarakat, tetapi
biasanya dijadikan bandingan dengan teori-teori sebelumnya.
Banyaknya ilmuwan-ilmuwan baru yang ditelurkan oleh iptek, maka banyak pula persepsi
masyrakat terhadap ilmuwan-ilmuwan tersebut. Ada sebagian masyarakat yang mengapresiasi
ilmuwan-ilmuwan tersebut dengan menerima teori barunya, tetapi ada juga yang tidak mau
menerima teori-teori baru.
Hal-hal penting tersebut sebagai berikut :
Beriman, seorang calon ilmuwan yang beraliran kanan, dalam arti bukan soerang komunis atau
atheis karena dua aliran kiri ini tidak bertuhan. Dalam melakukan penelitian perlu memilki dan
disertai dengan iman yang kuat, keimanan yang kuat disini perlu dimiliki terutama jika calon
ilmuwan tersebut meneliti tentang gejala-gejala alam dan hubungannya dengan diri manusia.
Keimanan disini akan memberikan pencerahan bagi peneliti untuk dapat memisahkan mana yang
mutlak menjadi kuasa Tuhan, dan mana yang dapat dinalar serta dikelola oleh manusia. Sehingga
diakhir rangkaian penelitiannya, peneliti tidak mengambil kesimpulan bahwa manusia adalah pusat
segalanya, manusia memiliki semua kekuatan untuk mengatur alam ini dan melupakan ada Yang
Maha Kuasa sesungguhnya, sehingga berubah haluan ke paham atheisme.
24
Rasional, seorang peneliti dalam melakukan penelitian harus bersifat rasional, artinya peneliti
tersebut harus mampu menempatkan sesuatu pada tempatnya, apa yang ia dapatkan dari meneliti
haruslah diolah dengan baik sehingga yang dihasilkan dapat diapahami oleh masyarakat. Jangan
sampai penelitian yang dihasilkan menimbulkan kegaduhan dalam masyarakat, sehingga
secara logis masyarakat dapat menerima dan memahaminya.
Objektif, dalam melakukan penelitian seseorang tidak boleh menunjukkan rasa simpatik pada objek
yang diteliti, artinya dia merasa tidak berada dalam objek tersebut, sehingga hasi penelitian lebih
objektif, pun dalam menyampaikan penelitiannya harus objektif dengan tidak memasukkan
pendapat-pendapat pribadi peneliti yang sifatnya subjektif. Selain itu ilmuwan tidak boleh merasa
pamrih terhadap objek yang diteliti (disinterstedness).
Tekun, banyak peneliti terutama peneliti ilmu alam yang ketika dalam proses penelitian mengalami
kegagalan langsung merasa drop begitu saja, sehingga malas untuk kembali melakukan penelitian.
Sifat tekun dan pantang menyerah ini perlu karena merupakan penunjang keberhasilan seorang
peneliti. Ambil contoh Thomas Alfa Edison yang terus mengulang penelitiannya samapi 1000 kali
dan akhirnya menemukan bola lampu.
Inovatif, seorang ilmuwan tidak boleh merasa puas begitu saja terhadap teori yang dihasilkannya,
seorang ilmuwan setidaknya dapat mengahasilkan sesuatu yang baru tiap saat, dengan melakukan
riset dan berbagai aktivitas untuk menghasilkan penemuan yang baru dan lebih relevan dengan
perkembangan zaman
Demokratis,dalam artian bersikap terbuka apa hasil dari penelitiannya. Seorang ilmuwan harus
terbuka menyampaikan isi penelitiannya, sehingga semua orang dapat mengetahuinya. Demokratis
disini juga berarti, bahwa ketika teorinya dikemukakan lalu ada orang atau ilmuwan lain yang
mengkritiknya, maka sebagai ilmuwan yang baik harus dapat menerima kritikan itu untuk
perbaikan hasil penelitian atau teorinya, serta mau mengakui kesalahannya jika terdapat titik-titik
kesalahan dalam teorinya.
Kritis, peneliti atau calon ilmuwan bahkan seorang ilmuwan juga perlu memiliki sikap kritis. Kritis
terhadap teori-teori lama maupun baru. Selain menjadi objek kritikan sebagai penemu teori,
ilmuwan juga harus kritis dalam menanggapi teori-teori yang ada tetapi juga merasa pasti bahwa
pendapat terdahulu tersebut telah mencapai suatu kepastian, sehingga diperlukan kejelian dalam
25
melihat teori-teori tersebut. Pun dalam melakukan penelitian, seorang peneliti harus kritis, bahwa
semua yang ada didepannya tidak semuanya baik dan diperlukan sebagai bahan penelitiannya,
sehingga peneliti dengan kekritisannya ini bersikap selektif pula.
Percaya diri, saat penelitian selesai dilakukan dan teorinya ditemukan dan disampaikan pada
khalayak, maka seorang ilmuwan harus memiliki sikap convident (pecaya diri). Dalam
penyampaian teorinya ilmuwan tidak boleh merasa takut dengan kritikan yang akan diterimanya,
jangan ketika dikritik malahan menjadi inkonsisten terhadap apa yang dihasilkannya, walaupun
memang harus mengakui jika terdapat kekurangan dan kesalahan dalam penelitiannya, tetapi
setidaknya seorang ilmuwan dapat menyampaikan argumen yang kuat untuk meyakinkan orang lain
bahwa teori yang dihasilkannya mencapai suatu kepastian.
Etis, seorang ilmuwan juga dituntut memiliki sikap etis yang selalu berkehendak untuk
mengembangkan ilmu, sikap etis ini juga menjadi batasan bagi ilmuwan terutama ilmuwan-
ilmuwan spesialisasi, dengan taat terhadap batasan etik tersebut diharapkan akan menghilangkan
kegelisahan dan ketakutan manusia terhadap perkembangan ilmu dan teknologi.
Peka, sebagai seorang peneliti sekaligus ilmuwan yang peduli terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan demi kebahagiaan umat manusia. Maka seorang ilmuwan harus peka terhadap kondisi
yang ada disekitarnya, seorang ilmuwan dituntut memeliki rasa sensitif terhadap perkembangan dan
kemajuan iptek. Dengan sikap demikian, maka ilmuwan merasa terpanggil naluri ilmiahnya untuk
melakukan penelitian-penelitian baru lagi dengan harapan mendapatkan teori-teori baru pula,
dimana temuan baru ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan manusia yang semakin besar
mengikuti pola perkembangan zaman.
26
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ilmu pengetahuan itu ialah hasil usaha pemahaman manusia yang disusun dalam suatu system mengenai
hukum-hukum tentang hal ikhwal yang diselidikinya (alam, manusia, dan juga agama) sejauh yang dapat
dijangkau daya pemikiran manusia yang dibantu penginderaannya, yang kebenarannya diuji secara
empiris, riset dan eksperimen.
Tidak dapat kita pungkiri bahwa perkembangan peradaban manusia yang ada pada saat ini merupakan
bentuk desakan dari pengaruh berkembangnya aspek-aspek kehidupan di masa lalu. Manusia dengan alam
pikirannya selalu melahirkan inovasi baru yang pada akhirnya memberikan efek saling tular serta
membentuk sikap tertentu pada lingkungannya. Fenomena ini akan membawa kita kepada masa depan
manusia yang berbeda dan lebih kompleks.
Prediksi pada ilmuwan Barat yang menyatakan bahwa agama formal (organized religion) akan lenyap,
atau setidaknya akan menjadi urusan pribadi, ketika iptek dan filsafat semakin berkembang, ternyata tidak
terbukti. Sebaliknya, dewasa ini sedang terjadi proses artikulasi peran agama (formal) dalam berbagai
jalur sosial, politik, ekonomi, bahkan dalam teknologi.
Manusia yang berpikir filsafati, diharapkan bisa memahami filosofi kehidupan, mendalami unsur-unsur
pokok dari ilmu yang ditekuninya secara menyeluruh sehingga lebih arif dalam memahami sumber,
hakikat dan tujuan dari ilmu yang ditekuninya, termasuk pemanfaatannya bagi masyarakat.
Mengutip sebuah kalimatnya Einstein, bahwa agama tanpa ilmu lumpuh namun ilmu tanpa agama
buta. Kebutaan moral dari ilmu itu mungkin membawa manusia kejurang malapetaka. Jadi dalam
kehidupan ini kedua bidang itu tak usah berseberangan, bahkan sebaliknya justru harus melengkapi satu
sama lainnya. Ilmu pengetahuan dipelajari guna memperoleh penjelasan-penjelasan dari fenomena
kehidupan ini, sedangkan agama memberikan kita akan tujuan makna atau arti kehidupan (fenomena) itu.
Kemudian, ilmu itu berusaha menganalisa kehidupan memecah-mecah kehidupan jadi berkeping-keping
memperdalam suatu masalah kehidupan ini, sedangkan agama memberikan pemahaman tunggal (sintesa)
dari keberagaman fenomena yang terpampang didepan kita.
27
Ilmu dan teknologi harus memberi manfaat sebesar-besarnya bagi kehidupan manusia. Artinya ilmu dan
teknologi menjadi instrumen penting dalam setiap proses pembangunan sebagai usaha untuk mewujudkan
kemaslahatan hidup manusia seluruhnya. Untuk mencapai sasaran tersebut maka perlu dilakukan suatu
upaya bahwa dalam mempelajari ilmu pengetahuan dan menggunakan teknologi setiap individu perlu
ditanamkan nilai-nilai moral( agama), sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi dapat memberikan
manfaat bagi kehidupan manusia tersebut, tidak bebas nilai atau sekuler. Agar perkembangan ilmu yang
ada tidak menimbulkan krisis pada kemanusiaan terutama mengenai kemerosotan agama yang mencakup
nilai etika, moral, norma yang ada, dan agar perkembangan ilmu itu sendiri dapat menjadi manfaat bagi
kehidupan dalam segala bidang.
B. Saran
Makalah ini tidak lepas dari kesalahan, oleh karena itu kritik dan saran yang sangat membangun dalam
penulisan makalah ini sangat penulis butuhkan.
Dengan adanya makalah ini diharapkan kepada mahasiswa agar dapat memahami mengenai tantangan
dari perkembangan ilmu dan masa depan kita menyangkut perkembangan ilmu tersebut . Kemudian untuk
lebih maksimalnya dalam memahami tentang pembahasan ini diharapkan kepada mahasiswa lainnya
untuk mencari bahan-bahan bacaan lain yang berkenaan dengan hal ini, Sehingga diharapkan dapat
menambah pengetahuan sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan.
28
DAFTAR PUSTAKA
Adisusilo, Sutarjo. 1983. Problematika Perkembangan Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta. Kanisius
Bakhtiar A. 2007. Filsafat Ilmu. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada
Mangunwijaya YB. 1999. Pasca Indonesia Pasca Einstein; Eseiesei Tentang
Kebudayaan IndonesiaAbad ke-21. Yogyakarta. Kanisius
http://sites.google.com/site/filsafatindonesia/Home/b/budaya/ 14 nov/ 21.36
http://filsafat.ugm.ac.id/downloads/artikel/agama-krisis.pdf
http://meetabied.wordpress.com/2009/11/01/kedudukan-filsafat-ilmu-dalam-islamisasi-ilmu-
pengetahuan-dan-kontribusinya-dalam-krisis-masyarakat-modern/
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/teori-ilmu
Anonim. Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Kemiskinan. http://elearning.gunadarma.ac.id. 20/11/2009.
Sastrapratedja. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta. Kanisius
Anonim. Cultural Relativism.
http://www.collegetermpapers.com/TermPapers/Philosophy/Cultural_Relativism.shtml
Anonim, Ethical (Moral, Cultural) Relativism. http://www.owlnet.rice.edu/~spac205/February_11-2.pdf
Muchdhor M. Krisis Kemanusiaan dan Etika Global. Sinar Harapan 26/10/2002
Daruni,EA. 1991. Hubungan Ilmu dan Kebudayaan dalam Majalah Jurnal Filsafat. Fakultas Filsafat
UGM Yogyakarta. Seri 8
Ma’arif S. 1997. Dalam “Kata Pengantar” Buku Agama dan krisis Kemanusiaan Modern oleh Nashir H.
1997. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Irfan LA. 2009. Kajian Terhadap Islamizing Curicula Al- Faruqi. http://iptekita.com. Diunduh 22/11/09.
Fakhry, Majid, Etika Dalam Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996
29