tantangan pemanfaatan radiasi di indonesia new (1)
DESCRIPTION
bTRANSCRIPT
TANTANGAN PEMANFAATAN RADIASI DI INDONESIA
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Radiologi Dental I
Yangdibimbing oleh Dr. drg. Rurie Ratna Shantiningsih, MDSc.
dan drg. Rini Widyaningrum, M.Biotech. sebagai PJMK
Oleh
Kelompok 3
Sukma Wilis Wijaya (14/368636/KG/9952)
Diah Armiati (14/368704/KG/9958)
Dini Hapsari (14/368730/KG/9963)
Elvira Purnamasari (14/368732/KG/9964)
Silfia Dini P (14/368734/KG/9966)
Kamilla Rufaidah (14/368778/KG/09973)
Ellysa Ardianti (14/368791/KG/9980)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat, hidayah serta kekuatan untuk dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul “TANTANGAN PEMANFAATAN RADIASI DI INDONESIA”.
Terwujudnya makalah ini tidak lepas dari bantuan teman-teman semua
yang telah membantu untuk menyelesaikan makalah, memberikan ide-ide,
maupun pemikiran. Oleh karena itu dalam kesempatan ini kami mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu
kami dalam menyusun makalah ini.
Kami memohon maaf atas segala kekurangan pada makalah ini karena
kami masih dalam tahap pembelajaran. Maka kami sangat mengharapkan kritik
dan saran guna perbaikan untuk pembuatan makalah di hari yang akan datang.
Semoga segala ilmu yang tidak ternilai harganya ini mendapat imbalan di sisi
Allah SWT sebagai amal ibadah, Amin.
Yogyakarta, November 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH..................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH..................................................................................4
1.3 TUJUAN...........................................................................................................5
BAB II......................................................................................................................6
PEMBAHASAN......................................................................................................6
2.1 TANTANGAN DALAM PEMANFAATAN RADIASI DI INDONESIA........6
2.2 SANKSI BAGI YANG MELANGGAR DALAM PEMANFAATAN
RADIASI DI INDONESIA..............................................................................7
2.3 SOLUSI UNTUK MENGATASI TANTANGAN ATAU MASALAH DALAM
PEMANFAATAN RADIASI DI INDONESIA................................................8
2.4 SYARAT IDEAL YANG HARUS TERPENUHI DALAM PEMANFAATAN
RADIASI DI INDONESIA..............................................................................9
BAB III............................................................................................................................15
PENUTUP.......................................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Radiasi pengion tidak selamanya berbahaya bagi manusia akan tetapi juga
berguna bila dikelola dengan baik sesuai dengan peraturan yang berlaku. Di
Indonesia penggunaan radiasi sinarX diatur dan diawasi sama halnya seperti
penggunaan radiasi pengion di bidang lain seperti industri atau penelitian. Sesuai
dengan peraturan yang berlaku hingga sekarang pengawasan hanya difokuskan
pada keselamatan pekerja, masyarakat, dan lingkungan hidup. Namun pada
akhirnya perhatian para pakar di dunia internasional, terutama dalam bidang
medis perlu memperhitungkan pemberian dosis pada pasien. Seiring dengan hal
tersebut muncul lah rekomendasi untuk dosis pasien melalui International Atomic
Energy Agency (IAEA) Basic Safety Standard115 tahun 1996 (Sinaga, 2006).
Dengan demikian maka pengawasan tidak hanya dilakukan untuk pekerja
namun juga terhadap pasien. Agar penggunaan sinarXini optimum maka
pemberian dosis radiasi pada pasien harus seakurat mungkin. Hal ini hanya dapat
tercapai apabila teknologi pesawat sinarX tersebut handal dan orang yang
mengoperasikannya memenuhi persyaratan kualifikasi standar pula (Sinaga,
2006).
Di Indonesia sejak lama pengawasan hanya difokuskan pada keselamatan
pekerja namun pengaturan keselamatan pasien sangat minimum dilakukan. Oleh
karena itu pada masa yang akan datang pengawasan dan pengaturan dosis pasien
ini menjadi perhatian utama disamping tetap meningkatkan keselamatan pekerja,
masyarakat, dan lingkungan hidup. Untuk memenuhi ini maka akan dilakukan
perbaikan peraturan yang menyangkut kualifikasi pekerja untuk setiap jenis
penggunaan pesawat sinarX, pengujian dan perawatan pesawat sinarX, dan
menetapkan persyaratan untuk uji kesesuaian (Sinaga, 2006).
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja tantangan atau masalah dalam pemanfaatan radiasi di
Indonesia?
2. Bagaimana sanksi bagi yang melanggar dalam pemanfaatan radiasi di
Indonesia?
3. Bagaimana solusi untuk mengatasi tantangan atau masalah dalam
pemanfaatan radiasi di Indonesia?
4. Bagaimana syarat ideal yang harus terpenuhi dalam pemanfaatan radiasi
di Indonesia?
1.3 TUJUAN
1. Mengetahui tantangan atau masalah dalam pemanfaatan radiasi di
Indonesia.
2. Mendeskripsikan sanksi bagi yang melanggar dalam pemanfaatan radiasi
di Indonesia.
3. Mendeskripsikan solusi untuk mengatasi tantangan atau masalah dalam
pemanfaatan radiasi di Indonesia.
4. Mendeskripsikan syarat ideal yang harus terpenuhi dalam pemanfaatan
radiasi di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 TANTANGAN DALAM PEMANFAATAN RADIASI DI INDONESIA
Pemenuhan standar proteksi yang sekaligus persyaratan izin untuk
menggunakan pesawat sinarX seperti yang telah ditetapkan di undang-undang
bukanlah hal yang mudah bila ditinjau dari segala aspek. Membuat peraturan bagi
Badan Pengawas bukanlah hal yang sulit sebab dengan mengacu pada standar
internasional maka peraturan dapat disusun. Di sisi lain bila pengaturan
penggunaan pesawat sinarX tidak dibuat dengan standar internasional seperti
kondisi sekarang maka yang terjadi adalah kurangnya kepercayaan masyarakat
sehingga akan cenderung pergi ke luar negeri untuk pemeriksaan sekaligus
pengobatan (Sinaga, 2006).
Perlu alat yang handal dan tenaga yang terkualifikasi untuk mendapatkan
informasi yang akurat tanpa memberikan dosis radiasi yang lebih atau kurang
yang dapat merugikan pasien itu sendiri. Namun tantangan yang dihadapi di
Indonesia, adalah bahwa radiografer dipersyaratkan minimum Sekolah Menengah
Umum (SMU) yang terlatih. Tidak pernahdipersoalkan kualifikasi radiografer ini
sebab belum ada orientasi dosis terhadap pasien. Dalam praktek, yang paling
penting adalah radiografer dapat melakukan pekerjaannya serta mendapatkan film
yang dapat dibaca oleh yang berkepentingan tanpa mengindahkan dosis yang
diterima oleh pasien(Sinaga, 2006).
Namun pada standar proteksi radiasi yang direkomendasikan International
Atomic Energy Agency untuk mencapai dosis pasien yang diharapkan
tidak cukup hanya menguji peralatan akantetapi kualifikasi personil yang
mengoperasikan alat juga harus mendapat perhatian. Personil tersebut harus
memiliki pendidikan yang sesuai standar dengan yang dipersyaratkan untuk
mengoperasikan pesawat sinarX. Untuk operator pesawat sinar X persyaratan
minimum harus berpendidikan Diploma D3 atau setara dengan akademi yang
khusus untuk pesawat sinarX diagnostik. Dengan latar belakang pendidikan ini
maka pemberian paparan radiasi pada pasien akan mendapatkan citra yang
diharapkan serta dosis pasien yang sesuai dengan tingkat panduan dosis pada
setiap jenis pemeriksaan yang dimintakan dokter(Sinaga, 2006).
.
2.2 SANKSI BAGI YANG MELANGGAR DALAM PEMANFAATAN
RADIASI DI INDONESIA.
Sanksi bagi Pelanggaran dalam Penggunaan Ketenaganukliran
Pasal 41
o Bila reaktor nuklir dioperasikan tanpa memiliki izin dari BAPETEN
denda maksimal Rp. 1000.000.000 dan maksimal 15 tahun penjara.
o Apabila reaktor nuklir tersebut menimbulkan kerugian nuklirpidana
seumur hidup dan denda maksimal Rp. 1000.000.000.
Pasal 42
o Bila orang tertentu (seperti petugas proteksi radiasi, ahli radiografi,
operator radiografi, petugas maintenence, petugas dosimetri, operator
reaktor, supervisor reaktor) bekerja tanpa memiliki izin dari
BAPETENdenda maksimal Rp. 50.000.000 dan pidana penjara
maksimal 2 tahun.
Pasal 43
o Bila pemanfaatan tenaga nuklir non reaktor (seperti penggunaan zat
radioaktif dan ataupun sumber radiasi lainnya untuk radiografi,
logging, gauging, analisa, perunut, penelitian, kedokteran yang
meliputi diagnosa pesawat sinar x, terapi, kedokteran nuklir, dll)
dioperasikan tanpa izin BAPETEN denda maksimalRp.
100.000.000.
Pasal 44
o Bila penghasil limbah radioaktif tingkat rendah dan sedang tidak
mengikuti tata cara pengolahan limbah seperti dlm UU inidenda
maksimal Rp. 100.000.000.
o Bila penghasil limbah tingkat tinggi tidak mengikuti peraturan
peruandangan yang berlakudenda maksimal Rp. 300.000.000 dan
penjara maksimal 5 tahun.
2.3 SOLUSI UNTUK MENGATASI TANTANGAN ATAU MASALAH
DALAM PEMANFAATAN RADIASI DI INDONESIA
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RepublikIndonesiaNomor
357/Menkes/Per/V/2006 Tentang Registrasi Dan Izin Kerja Radiografer Dalam
Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Radiografer adalah tenaga kesehatan lulusan Akademi Penata
Rontgen,DiplomaIII Radiologi, Pendidikan Ahli Madya/Akademi/
Diploma III Teknik Radio diagnostikdan Radioterapi yang telah memiliki
ijasah sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
2. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap tenaga radiografer
yangtelahmempunyai kualifikasi tertentu dan diakui secara hukum
untukmelakukanpekerjaannya.
3. Surat Izin Radiografer selanjutnya disebut SIR adalah bukti tertulis
pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan radiografer di
seluruhwilayahIndonesia.
4. Surat Izin Kerja Radiografer selanjutnya disebut SIKR adalah bukti
tertulisyangdiberikan kepada Radiografer untuk menjalankan pekerjaan
radiografi disaranapelayanankesehatan.
5. Standar profesi adalah batasan kemampuan (knowledge, skill
andprofessionalattitude) minimal yang harus dikuasai oleh seorang
individu untukdapatmelakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat
secara mandiri yangdibuatoleh organisasiprofesi.
6. Organisasi profesi adalah Persatuan Ahli RadiografiIndonesia.
Solusi Mengatasi Tantangan dalam Ketenganukliran
Pembuatan peraturan radiodiagnostik harus melibatkan
semua komponen atau unsur seperti disebutkan di atas.
Adanya komitmen instansi pengatur dan pengambil kebijakan dalam
bidang kesehatan bahwa sistem harus dibangun sesuai dengan peraturan
yang berlaku yang mengacu pada standar internasional.
Membangun pelaksanaan akreditasi dan sertifikasi nasional untuk
melakukan uji kesesuaian terhadap penggunaan pesawat sinar-X dalam
bidang radiodiagnostik.
Pemerintah harus mendukung perbaikan sistem dengan menyediakan dana
yang diperlukan.
Pendataan penggunaan pesawat sinarX di seluruh Indonesia harus dilakuka
n secara akurat yang meliputi jumlah, jenis penggunaan, data operator
yang tersedia dengan latar
belakang yang dimiliki, data Petugas Proteksi Radiasi (PPR) yang memilik
i Surat Izin Bekerja (SIB), dan data pembaca film / citra dengan latar
belakang pendidikan yang dimiliki. Oleh karena itu dibutuhkan kerja sama
dengan pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Kesehatan.
Menunjuk Perguruan Tinggi dan lembaga diklat untuk melaksanakan
pendidikan sesuai dengan kriteria standar yang meliputi PPR, Operator
dan Fisika Medik.
Selama periode pembangunan sistem dan perbaikan proteksi radiasi
dilaksanakan maka peraturan minimum yang ada sekarang ini dapat
dilaksanakan sebagai peraturan untuk sementara
2.4 SYARAT IDEAL YANG HARUS TERPENUHI DALAM
PEMANFAATAN RADIASI DI INDONESIA.
Pemanfaatan pesawat sinarX di Indonesia harus dilakukan setelah terlebih dahulu
memiliki izin dari BAPETEN dan mengacu pada peraturan perundangan yang
ada.
Menurut peraturan bahwa untuk mendapatkan izin maka dipersyaratkan :
a. Memiliki izin usaha atau izin dari instansi terkait
b. Memiliki fasilitas yang memenuhi pesyaratan keselamatan
c. Memiliki tenaga yang cakap dan terlatih baik
d. Memiliki peralatan keselamatan
e. Memiliki prosedur keselamatan.
Standar Proteksi Radiasi
Dalam implementasi optimisasi seperti yang direkomendasikan oleh International
Atomic Energy Agency maka pelaksanaan Tingkat Panduan Dosis atau Guidance
Level bagi pasien mau tidak mau harus dilaksanakan agar pasien terlindung dari
pemberian dosis yang tidak perlu. Untuk mencapai hal ini maka perlu
diperhatikan peralatan yang dipergunakan apakah handal dan teruji dan tenaga
kerjanya terkualifikasi atau tidak.
1. Peralatan yang Handal.
Agar dosis pasien yang dikehendaki dapat tercapai maka hal pertama yang
harus diperhatikan adalah kemampuan pesawat sinar X maka perlu
dilakukan uji fungsi terhadap pesawat sinarX secara periodik sesuai
dengan peraturan yang berlaku. Jika peraturan mengharuskan dilakukan
uji kesesuaian setahun sekali maka harus dilakukan. Menurut peraturan
perundangan yang berlaku, instansi atau lembaga yang dapat melakukan
uji kesesuaian harus diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN)
yang berada di dalam organisasi Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Secara internasional KAN diakui sebagai satu-satunya instansi yang dapat
melaksanakan akreditasi terhadap instansi yang melaksanakan sertifikasi
jasa maupun produk. Oleh karena itu semua lembaga di Indonesia yang
akan melaksanakan sertifikasi harus terlebih dahulu mendapat akreditasi
dari KAN. Sertifikat pesawat sinarX akan menjadi syarat utama untuk
mengajukan permohonan izin penggunaan pesawat sinarX.
2. Tenaga yang Terkualifikasi
Untuk mencapai dosis pasien yang diharapkan tidak cukup hanya menguji
peralatan akan tetapi kualifikasi personil yang mengoperasikan alat juga
harus mendapat perhatian. Personil tersebut harus memiliki pendidikan
yang standar sesuai dengan yang dipersyaratkan untuk mengoperasikan
pesawat sinarX. Untuk operator pesawat sinar X persyaratan minimum
harus berpendidikan Diploma D3 atau setara dengan akademi yang khusus
untuk pesawat sinarX diagnostik. Dengan latar belakang pendidikan ini
maka pemberian paparan radiasi pada pasien akan mendapatkan citra yang
diharapkan serta dosis pasien yang sesuai dengan tingkat panduan dosis
pada setiap jenis pemeriksaan yang dimintakan dokter. Sedangkan untuk
pemeriksaan angiografi, mammografi, dan CT Scan, disamping tenaga
operator yang terkualifikasi juga diopersyaratkan adanya tenaga fisika
medik.
3. Persyaratan Proteksi
Komisi lnternasional tentang Proteksi Radiasi didasarkan pada 3 (tiga)
azas yaitu justifikasi, optimasi dan limitasi.
Pasal 24
(1) Persyaratan Proteksi Radiasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
huruf b, meliputi:
a. justifikasi
b. limitasi Dosis dan
c. penerapan optimisasi proteksi dan keselamatanradiasi.
(2) Persyaratan Proteksi Radiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus diterapkan pada tahap perencanaan, desain, dan Penggunaan fasilitas
di instalasi untuk Radiologi Diagnostik dan Intervensional.
A. Justifikasi Penggunaan Pesawat Sinar-X
Pasal 25
Justifikasi Penggunaan pesawat sinar-X sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 ayat (1) huruf a harus didasarkan pada pertimbangan bahwa
manfaat yang diperoleh jauh lebih besar daripada risiko bahaya radiasi
yang ditimbulkan.
Pasal 26
Justifikasi pemberian Paparan Radiasi kepada pasien untuk keperluan
diagnostik atau Intervensional harus diberikan oleh Dokter atau Dokter
Gigi dalam bentuk surat rujukan atau konsultasi.
Pasal 27
(1) Setiap pemeriksaan Radiologi yang dilakukan untuk keperluan
pekerjaan, legal, atau asuransi kesehatan tanpa indikasi klinis tidak
diperbolehkan, kecuali diperlukan untuk:
a. memberi informasi penting mengenai kesehatan seseorang yang
diperiksa; atau
b. proses pembuktian atas terjadinya suatu pelanggaran hukum.
(2) Pemeriksaan Radiologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didasarkan atas permohonan Dokter atau Dokter Gigi yang
dikonsultasikan dengan oganisasi profesi kesehatan yang terkait.
Pasal 28
Pemeriksaan massal secara selektif terhadap kelompok populasi dengan
menggunakan pesawat sinar-X hanya diperbolehkan apabila manfaat
yang diperoleh orang perseorangan yang diperiksa atau bagi populasi
secara keseluruhan, lebih besar dari resiko yang ditentukan oleh Dokter
Spesialis Radiologi atau Dokter yang berkompeten.
B. Limitasi Dosis
Pasal 30
(1) Limitasi Dosis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf
b harus mengacu pada Nilai Batas Dosis.
(2) Nilai Batas Dosis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh
dilampaui dalam kondisi operasi normal.
(3) Nilai Batas Dosis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku
untuk pekerja radiasi dan anggota masyarakat.
(4) Nilai Batas Dosis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
untuk pasien dan pendamping pasien.
Pasal 31
Nilai Batas Dosis untuk Pekerja Radiasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 ayat (3) huruf a, tidak boleh melampaui:
a. Dosis efektif sebesar 20 mSv (duapuluh milisievert) per tahun rata-
rata selama 5 (lima) tahun berturut-turut;
b. Dosis efektif sebesar 50 mSv (limapuluh milisievert) dalam1 (satu)
tahun tertentu;
c. Dosis ekivalen untuk lensa mata sebesar 150 mSv (seratus limapuluh
milisievert) dalam 1 (satu) tahun; dan
d. Dosis ekuivalen untuk tangan dan kaki, atau kulit sebesar 500 mSv
(limaratus milisievert) dalam 1 (satu) tahun.
Pasal 32
Nilai Batas Dosis untuk anggota masyarakat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 ayat (3) huruf b, tidak boleh melampaui:
a. Dosis efektif sebesar 1 mSv (satu milisievert) dalam 1 (satu) tahun;
b. Dosis ekivalen untuk lensa mata sebesar 15 mSv (limabelas
milisievert) dalam 1 (satu) tahun; dan
c. Dosis ekivalen untuk kulit sebesar 50 mSv (limapuluh milisievert)
dalam 1 (satu) tahun.
Pasal 33
Pemegang Izin, untuk memastikan agar Nilai Batas Dosis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) tidak terlampaui, harus:
a. menyelenggarakan pemantauan Paparan Radiasi dengan
surveymeter;
b. melakukan pemantauan Dosis yang diterima personil dengan film
badge atau TLD badge, dan dosimeter perorangan pembacaan
langsung yang sudah dikalibrasi; dan
c. menyediakan perlengkapan Proteksi Radiasi.
C. Penerapan Optimisasi Proteksi dan Keselamatan Radiasi
Pasal 36
(1) Penerapan optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi harus
diupayakan agar Pekerja Radiasi di Instalasi Radiologi dan anggota
masyarakat di sekitar Instalasi Radiologi menerima Paparan Radiasi
serendah mungkin yang dapat dicapai.
(2) Penerapan optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi harus
diupayakan agar pasien menerima Dosis Radiasi serendah mungkin
sesuai dengan yang diperlukan untuk mencapai tujuan diagnostik.
(3) Penerapan optimisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) dilaksanakan melalui prinsip optimisasi proteksi dan keselamatan
radiasi yang meliputi:
a. pembatas Dosis untuk Pekerja Radiasi dan anggota masyarakat; dan
b. tingkat panduan Paparan Medik untuk pasien.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Perlu alat yang handal dan tenaga yang terkualifikasi untuk mendapatkan
informasi yang akurat tanpa memberikan dosis radiasi yang lebih atau kurang
yang dapat merugikan pasien itu sendiri. Agar dosis pasien yang dikehendaki
dapat tercapai maka hal pertama yang harus diperhatikan adalah kemampuan
pesawat sinar X maka perlu dilakukan uji fungsi terhadap pesawat sinarX secara
periodik sesuai dengan peraturan yang berlaku.Menurut peraturan perundangan
yang berlaku, instansi atau lembaga yang dapat melakukan uji kesesuaian harus
diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) yang berada di dalam
organisasi Badan Standardisasi Nasional (BSN). Secara internasional KAN diakui
sebagai satu-satunya instansi yang dapat melaksanakan akreditasi terhadap
instansi yang melaksanakan sertifikasi jasa maupun produk. Oleh karena itu
semua lembaga di Indonesia yang akan melaksanakan sertifikasi harus terlebih
dahulu mendapat akreditasi dari KAN. Sertifikat pesawat sinarX akan menjadi
syarat utama untuk mengajukan permohonan izin penggunaan pesawat sinarX.
Tantangan yang dihadapi di Indonesia, adalah bahwa radiografer dipersyaratkan
minimum Sekolah Menengah Umum (SMU) yang terlatih. Namun pada standar
proteksi radiasi yang direkomendasikan International Atomic Energy Agency
untuk mencapai dosis pasien yang diharapkan tidak cukup hanya menguji
peralatan akan tetapi kualifikasi personil yang mengoperasikan alat juga harus
mendapat perhatian. Untuk operator pesawat sinar X persyaratan minimum harus
berpendidikan Diploma D3 atau setara dengan akademi yang khusus untuk
pesawat sinarX diagnostik.
DAFTAR PUSTAKA
Simanjuntak, Anthony.2007. Evaluasi Legalisasi Kegiatan Pengendalian Daerah
Kerja Radiasi Di Lingkungan Rsg-Gas. Yogyakarta: Seminar Nasional III
Sdm Teknologi Nuklir Yogyakarta
Sinaga, Martua. 2006. Tantangan Badan Pengawas Mengimplementasikan
Peraturan Penggunaan Pesawat Sinarx Untuk Diagnostik. Seminar
Keselamatan Nuklir.
Sunaryadi, Dedi & Gloria Doloresa. 2003. Keselamatan Radiasi Fasilitas
Akselerator Ditinjau dari Aspek Peraturan. Jakarta: Direktorat Perizinan Zat
Radioaktif dan Radiasi, Badan Pengawas Tenaga Nuklir-BAPETEN. Vol 5.
No. 1
.