tantangan penanganan multi drug resistant tuberculosis...

6
J Respir Indo Vol. 37 No. 1 Januari 2017 69 Korespondensi: Ben Ben Irwandi Email: [email protected]; Hp: 085214177946 Tantangan Penanganan Multi Drug Resistant Tuberculosis dengan Komplikasi Multiple Giant Bullae dan Empyema Necessitans pada Wanita Usia 38 Tahun Ben Ben Irwandi, Parluhutan Siagian Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, RSUP H. Adam Malik, Medan Abstrak Resistensi terhadap obat tuberkulosis (TB) merupakan hambatan dalam penanganan TB yang efektif dan pencegahan global. Penanganan multi drug resistant (MDR) TB yang diperberat multiple giant bullae dan empyema necessitans akan menambah rumit penanganan yang mempengaruhi kegagalan dan putus berobat yang tinggi serta kualitas hidup rendah. Wanita 38 tahun mengeluhkan sesak napas ± 6 bulan lalu, status gizi buruk (IMT: 15,96), riwayat merokok (IB: 384, sedang), riwayat pengobatan antituberkulosis kategori I, tetapi kambuh kembali dan diagnosis TB MDR dengan Gene-Xpert MTB Positif Rifampicine Resistant. Pemeriksaan fisik ditemukan empyema necessitans dada kiri. Rongent dada tampak hiperlusen avaskular (giant bullae) dilobus atas kedua paru dan air fluid level dilobus atas paru kiri. CT- scan thoraks dan mediastinum dengan injeksi kontras tampak proses spesifik lama aktif, pneumotoraks lokal, bronkiektasis, dan pleuritis bilateral. Pasien mendapatkan regimen TB MDR, tetapi sikloserin digantikan PAS. Penanganan TB MDR dalam ISTC edisi ketiga dan PMDT dengan evaluasi dan kegagalan pengobatan perlu perubahan dalam strategi penatalaksanaan. Pasien mendapatkan regimen TB MDR secara adekuat dan evaluasi ketat terhadap efek samping. Respon pengobatan terhadap klinis dan pemeriksaan penunjang dengan perbaikkan yang signifikan dan kualitas hidup lebih baik. Diharapkan setelah konversi sputum, pasien direncanakan konsul ke departemen bedah toraks dan kardiovaskular. (J Respir Indo. 2017; 37: 69-74) Kata kunci: Multiple giant bullae, empyema necessitans, PMDT, ISTC edisi ketiga. The Challenge Of Multi Drug Resistant Tuberculosis Treatment With Complications Of Multiple Giant Bullae and Empyema Necessitans On 38 Years Old Female Abstract Resistance to tuberculosis (TB) drugs is a formidable obstacle to effective TB care and prevention globally. Multi-drug resistant tuberculosis treatment which is exacerbated by multiple giant bullae dan empyema necessitans would add to the complexity of handling and affect the likelihood of failure or dropping out of high treatment and a lower quality of life. A 38 years old female with chief complain of shortness of breath since ± 6 months ago, history of smoking was found (IB:384, moderate), poor nutrition status (BMI: 15,96), history of antituberculosis treatment (ATT) was found categoric I in last year and others wise recovered, but she recurred and TB MDR diagnosed with Gene Xpert finding MTB Positive Rifampicine Resistant. Physical examination was found empyema necessitans in hemithorax sinistra. Chest x-ray showed hyperlucency avascular (giant bullae) in the uppers lobe of both lungs and air fluid level in the upper lobe of the left lung. Thoracic CT scan and mediastinal CT scan with contast injection showed specific processes long been active with localized pneumothorax, bronchiectasis, and bilateral pleuritis. She has received TB MDR treatment regimen, but cycloserine is replaced by PAS. Treatment of TB MDR in the third edition of the ISTC and PMDT with evaluation and treatment failure need a change in treatment strategy. The patients get adequately regimen TB MDR and rigorous evaluation of the side effects. The clinical response to the treatment and investigation with a significant improvement and a better quality of life. Expected after sputum conversion, planned patient consul to the Department of thoracic and Cardiovascular Surgery. (J Respir Indo. 2017; 37: 69-74) Keywords: Multiple giant bullae, empyema necessitans, PMDT, ISTC third edition.

Upload: vuongnhan

Post on 07-Mar-2019

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tantangan Penanganan Multi Drug Resistant Tuberculosis ...arsip.jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2017/08/JRI-2017-37... · PENDAHULUAN Pada programmatic management drug-resistant

J Respir Indo Vol. 37 No. 1 Januari 2017 69

Ben Ben Irwandi: Tantangan Penanganan Multi Drug Resistant Tuberculosis dengan Komplikasi Multiple Giant Bullae dan Empyema Necessitans pada Wanita Usia 38 Tahun

Korespondensi: Ben Ben IrwandiEmail: [email protected]; Hp: 085214177946

Tantangan Penanganan Multi Drug Resistant Tuberculosis dengan Komplikasi Multiple Giant Bullae dan Empyema Necessitans pada

Wanita Usia 38 Tahun

Ben Ben Irwandi, Parluhutan Siagian

Departemen Pulmonologi dan Kedokteran RespirasiFakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, RSUP H. Adam Malik, Medan

Abstrak Resistensi terhadap obat tuberkulosis (TB) merupakan hambatan dalam penanganan TB yang efektif dan pencegahan global. Penanganan multi drug resistant (MDR) TB yang diperberat multiple giant bullae dan empyema necessitans akan menambah rumit penanganan yang mempengaruhi kegagalan dan putus berobat yang tinggi serta kualitas hidup rendah. Wanita 38 tahun mengeluhkan sesak napas ± 6 bulan lalu, status gizi buruk (IMT: 15,96), riwayat merokok (IB: 384, sedang), riwayat pengobatan antituberkulosis kategori I, tetapi kambuh kembali dan diagnosis TB MDR dengan Gene-Xpert MTB Positif Rifampicine Resistant. Pemeriksaan fisik ditemukan empyema necessitans dada kiri. Rongent dada tampak hiperlusen avaskular (giant bullae) dilobus atas kedua paru dan air fluid level dilobus atas paru kiri. CT-scan thoraks dan mediastinum dengan injeksi kontras tampak proses spesifik lama aktif, pneumotoraks lokal, bronkiektasis, dan pleuritis bilateral. Pasien mendapatkan regimen TB MDR, tetapi sikloserin digantikan PAS. Penanganan TB MDR dalam ISTC edisi ketiga dan PMDT dengan evaluasi dan kegagalan pengobatan perlu perubahan dalam strategi penatalaksanaan. Pasien mendapatkan regimen TB MDR secara adekuat dan evaluasi ketat terhadap efek samping. Respon pengobatan terhadap klinis dan pemeriksaan penunjang dengan perbaikkan yang signifikan dan kualitas hidup lebih baik. Diharapkan setelah konversi sputum, pasien direncanakan konsul ke departemen bedah toraks dan kardiovaskular. (J Respir Indo. 2017; 37: 69-74)Kata kunci: Multiple giant bullae, empyema necessitans, PMDT, ISTC edisi ketiga.

The Challenge Of Multi Drug Resistant Tuberculosis Treatment With Complications Of Multiple Giant Bullae and Empyema Necessitans

On 38 Years Old Female

AbstractResistance to tuberculosis (TB) drugs is a formidable obstacle to effective TB care and prevention globally. Multi-drug resistant tuberculosis treatment which is exacerbated by multiple giant bullae dan empyema necessitans would add to the complexity of handling and affect the likelihood of failure or dropping out of high treatment and a lower quality of life. A 38 years old female with chief complain of shortness of breath since ± 6 months ago, history of smoking was found (IB:384, moderate), poor nutrition status (BMI: 15,96), history of antituberculosis treatment (ATT) was found categoric I in last year and others wise recovered, but she recurred and TB MDR diagnosed with Gene Xpert finding MTB Positive Rifampicine Resistant. Physical examination was found empyema necessitans in hemithorax sinistra. Chest x-ray showed hyperlucency avascular (giant bullae) in the uppers lobe of both lungs and air fluid level in the upper lobe of the left lung. Thoracic CT scan and mediastinal CT scan with contast injection showed specific processes long been active with localized pneumothorax, bronchiectasis, and bilateral pleuritis. She has received TB MDR treatment regimen, but cycloserine is replaced by PAS. Treatment of TB MDR in the third edition of the ISTC and PMDT with evaluation and treatment failure need a change in treatment strategy. The patients get adequately regimen TB MDR and rigorous evaluation of the side effects. The clinical response to the treatment and investigation with a significant improvement and a better quality of life. Expected after sputum conversion, planned patient consul to the Department of thoracic and Cardiovascular Surgery. (J Respir Indo. 2017; 37: 69-74)Keywords: Multiple giant bullae, empyema necessitans, PMDT, ISTC third edition.

Page 2: Tantangan Penanganan Multi Drug Resistant Tuberculosis ...arsip.jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2017/08/JRI-2017-37... · PENDAHULUAN Pada programmatic management drug-resistant

J Respir Indo Vol. 37 No. 1 Januari 201770

Ben Ben Irwandi: Tantangan Penanganan Multi Drug Resistant Tuberculosis dengan Komplikasi Multiple Giant Bullae dan Empyema Necessitans pada Wanita Usia 38 Tahun

PENDAHULUAN

Pada programmatic management drug-resistant tuberculosis (PMDT) penanganan TB resisten obat antituberkulosis lebih rumit dan memerlukan perhatian lebih daripada penanganan TB yang tidak resisten. Penanganan kasus TB MDR dengan regimen standar TB MDR yang diperberat dengan komplikasi multiple giant bullae (MGB) dan empyema necessitans (EN) akan menambah rumitnya penanganan yang merupakan tantangan yang sulit dan evaluasi yang ketat dari kasus TB MDR tanpa komplikasi yang akan mempengaruhi kemungkinan kegagalan atau putus berobat tinggi serta memberikan kualitas hidup yang rendah.1

World Health Organizations (WHO) pada tahun 2011 menggunakan angka 2% untuk kasus baru dan 12% untuk kasus pengobatan ulang yang memperkirakan jumlah kasus TB MDR di Indonesia. TB MDR itu sendiri merupakan resistan terhadap isoniazid dan rifampisin dengan atau tanpa OAT lini pertama yang lain, misalnya resistan HR, HRE, HRES.2 Komplikasi utama MGB adalah akumulasi cairan didalam bulla (infeksi), pneumotoraks spontan, kanker bronkogenik, nyeri dada, dan hemoptisis. Multiple giant bulla dapat berkembang menjadi pneumotoraks spontan dan infeksi bulla yang dapat diidentifikasi adanya air fluid level.3

Empyema necessitans (EN) merupakan kompli ­kasi yang jarang dari infeksi rongga pleura dan ter jadi ketika cairan yang terinfeksi masuk secara spontan ke dalam dinding dada dari rongga pleura. Proses ini mungkin akibat dari peroses perpanjangan bronkopleural dari infeksi paru­paru di perifer. Mycobacterium tuberculosis dianggap penyebab paling umum dan mungkin terjadi 70% dari kasus. Penanga nan EN yaitu drainase tertutup atau terbuka pada ruang pleura untuk mencegah fibrosis dan untuk memfasilitasi perluasan paru­paru. Terapi anti­biotik yang tepat juga menjadi andalan pengobatan EN.4

LAPORAN KASUS

Seorang wanita berusia 38 tahun datang ke instalasi gawat darurat dengan keluhan utama sesak napas sejak ± 6 bulan yang lalu dan memberat dalam 2 bulan ini bila batuk kuat dan beraktivitas. Batuk

dirasakan dalam 3 bulan yang lalu dan memberat dalam 1 bulan ini dengan ditemukan dahak dan riwayat batuk darah. Nyeri dada dirasakan pada dada kiri dan kanan seperti tertekan. Riwayat obat antituberkulosis kategori I berdasarkan klinis, radiologis dan BTA dahak 2 tahun lalu dan dinyatakan sembuh, tetapi kambuh kembali pada tahun yang sama dan diberikan obat antituberkulosis kategori I kembali. Riwayat merokok (IB; 384, sedang). Riwayat dirawat oleh karena sesak napas dan didiagnosis dengan TB MDR sejak 1 tahun yang lalu dari dahak dengan hasil pemeriksaan BTA 3+ dan pemeriksaan Gene Xpert MTB Positive Rifampisin Resistant dan menunggu hasil drug suspectibility test (DST).

Pemeriksaan fisik kesadaran compos mentis dengan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 104 kali/menit, respirasi 30 kali/menit, temperatur 38oC dan saturasi oksigen 98% dengan status gizi buruk (BMI: 15,96). Pada pemeriksaan dada secara inspeksi didapatkan empyema necessitans pada dada kiri, pergerakan simetris dada kiri sama dengan dada kanan. Palpasi dada terdapat penurunan fremitus taktil pada lobus atas paru kanan dan kiri. Perkusi dada didapatkan hipersonor di lobus atas paru kiri dan kanan. Auskultasi dada pada suara pernapasan bronkial di lobus bawah paru kanan dan kiri dengan suara tambahan ronkhi kasar dan low pitch pada inspirasi lambat di kedua paru.

Pemeriksaan laboratorium: Hb 12,30 g/dL, leukosit 16,34x103 /mm3, eritrosit 4,79x106 /mm3, hematokrit 40,00%, trombosit 408.000 /mm3. Elektrolit didapatkan : natrium 136 mEq/L, kalium 4,10 mEq/L, dan klorida 105 mEq/L. Analisis gas darah didapatkan : pH 7,410, PCO2 35,0 mmHg, PO2 194,0 mmHg, HCO3 22,2 mmol/L, total CO2 23,3 mmol/L, BE ­2,0 mmol/L, SaO2 100,0%. Glukosa darah 83 mg/dL. Faal ginjal didapatkan BUN 21 mg/dl, ureum 45 mg/dl dan kreatinin 0,52 mg/dl. Faal hati didapatkan total bilirubin 0,10 mg/dl, bilirubin direct 0,10 mg/dl, 57 U/L, alkali fosfatase 57 U/L, SGOT 14 U/L, dan SGPT 11 U/L. Prokalsitonin didapatkan 0,05 ng/ml dan anti HIV non reaktif.

Page 3: Tantangan Penanganan Multi Drug Resistant Tuberculosis ...arsip.jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2017/08/JRI-2017-37... · PENDAHULUAN Pada programmatic management drug-resistant

J Respir Indo Vol. 37 No. 1 Januari 2017 71

Ben Ben Irwandi: Tantangan Penanganan Multi Drug Resistant Tuberculosis dengan Komplikasi Multiple Giant Bullae dan Empyema Necessitans pada Wanita Usia 38 Tahun

Gambar. 1. Empyema necessitan.

Terapi yang diberikan oksigen 2­4 L/menit nasal kanul, IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/menit, injeksi ranitidin 50 mg/12jam iv, injeksi kanamycin 750 mg/hari im 5 hari perminggu, pyrazinamide 500 mg 1x3 tablet po setiap hari, levofloxacin 250 mg 1x3 tablet po setiap hari, cycloserine 250 mg 1x2 tablet po setiap hari, ethionamide 250 mg 1x2 tablet po setiap hari, dan vitamin B6 50 mg 1x2 tablet po setiap hari. Selama pemberian regimen TB MDR, pasien dilakukan perawatan dan mencuci secara steril pada luka empyema necessitans dengan menggunakan larutan NaCl 0,9% dan larutan betadin 2 kali sehari, serta menutup luka yang kuat dengan kain kasa steril.

Selama perawatan, observasi, dan evaluasi diruangan rawat inap pasien diberikan obat regimen TB MDR standar yang memberikan perbaikan yang signifikan terhadap kenaikkan berat badan, klinis dengan keluhan respirasi seperti sesak napas yang berkurang, dan perbaikkan luka EN. Tetapi pasien mengeluhkan efek samping obat dengan keluhan nyeri kepala berat, nyeri badan dan depresi.

tahun yan

MTB Pos

Pe

nadi 104

dengan s

empyema

Palpasi d

dada dida

pernapasa

dan low p

Pe

4,79x106

136 mEq

7,410, PC

-2,0 mmo

ureum 45

bilirubin

Prokalsito

Pada tafibroinfiltr

ng lalu dari

sitive Rifamp

emeriksaan

4 kali/menit,

status gizi bu

a necessitans

dada terdapa

apatkan hip

an bronkial

pitch pada in

emeriksaan

6 /mm3, hem

q/L, kalium 4

CO2 35,0 mm

ol/L, SaO2 1

5 mg/dl dan

direct 0,10 m

onin didapat

anggal 20 januarat di lobus ten

dahak deng

pisin Resista

fisik kesada

, respirasi 3

uruk (BMI:

s pada dada

t penurunan

ersonor di l

di lobus baw

nspirasi lamb

laboratoriu

matokrit 40,0

4,10 mEq/L,

mHg, PO2 19

00,0%. Gluk

n kreatinin 0

mg/dl, 57 U/

tkan 0,05 ng

Gari 2016 tampangah kedua par

di lobus ata

gan hasil pem

ant dan menu

aran compo

30 kali/men

15,96). Pad

kiri, pergera

n fremitus ta

lobus atas p

wah paru kan

bat di kedua

um: Hb 12

0%, trombo

, dan klorida

94,0 mmHg,

kosa darah 8

0,52 mg/dl.

/L, alkali fos

g/ml dan anti

Gambar. 1. Em

Gambar. 2. Fotoak hiperlusensi ru. Trakea sedikas paru kiri. Dia

meriksaan B

unggu hasil d

os mentis de

nit, temperat

da pemeriks

akan simetri

aktil pada lob

paru kiri dan

nan dan kiri

paru.

,30 g/dL,

sit 408.000 /

a 105 mEq/L

, HCO3 22,2

83 mg/dL. F

Faal hati d

sfatase 57 U/

i HIV non re

mpyema necess

o rongent thoraavaskular (giakit tertarik ke hafraghma kana

BTA 3+ dan

drug suspect

engan tekan

tur 38oC da

saan dada se

is dada kiri s

bus atas par

n kanan. Au

i dengan sua

leukosit 16

/mm3. Elekt

L. Analisis g

2 mmol/L, to

Faal ginjal di

didapatkan to

/L, SGOT 14

eaktif.

sitan.

aks PA. ant bullae) padahemithoraks ka

an tertarik ke at

pemeriksaa

tibility test (D

an darah 11

an saturasi

ecara inspek

sama dengan

ru kanan dan

uskultasi dad

ara tambahan

6,34x103 /m

trolit didapat

gas darah did

otal CO2 23,3

idapatkan BU

otal bilirubin

4 U/L, dan S

a lobus atas keanan. Gambaratas.

an Gene Xpe

DST).

10/70 mmH

oksigen 98

ksi didapatka

n dada kana

n kiri. Perku

da pada sua

n ronkhi kas

mm3, eritros

tkan : natriu

dapatkan : p

3 mmol/L, B

UN 21 mg/d

n 0,10 mg/d

SGPT 11 U/L

edua paru dan an air fluid leve

ert

Hg,

%

an

an.

usi

ara

ar

sit

um

pH

BE

dl,

dl,

L.

el

tahun yan

MTB Pos

Pe

nadi 104

dengan s

empyema

Palpasi d

dada dida

pernapasa

dan low p

Pe

4,79x106

136 mEq

7,410, PC

-2,0 mmo

ureum 45

bilirubin

Prokalsito

Pada tafibroinfiltr

ng lalu dari

sitive Rifamp

emeriksaan

4 kali/menit,

status gizi bu

a necessitans

dada terdapa

apatkan hip

an bronkial

pitch pada in

emeriksaan

6 /mm3, hem

q/L, kalium 4

CO2 35,0 mm

ol/L, SaO2 1

5 mg/dl dan

direct 0,10 m

onin didapat

anggal 20 januarat di lobus ten

dahak deng

pisin Resista

fisik kesada

, respirasi 3

uruk (BMI:

s pada dada

t penurunan

ersonor di l

di lobus baw

nspirasi lamb

laboratoriu

matokrit 40,0

4,10 mEq/L,

mHg, PO2 19

00,0%. Gluk

n kreatinin 0

mg/dl, 57 U/

tkan 0,05 ng

Gari 2016 tampangah kedua par

di lobus ata

gan hasil pem

ant dan menu

aran compo

30 kali/men

15,96). Pad

kiri, pergera

n fremitus ta

lobus atas p

wah paru kan

bat di kedua

um: Hb 12

0%, trombo

, dan klorida

94,0 mmHg,

kosa darah 8

0,52 mg/dl.

/L, alkali fos

g/ml dan anti

Gambar. 1. Em

Gambar. 2. Fotoak hiperlusensi ru. Trakea sedikas paru kiri. Dia

meriksaan B

unggu hasil d

os mentis de

nit, temperat

da pemeriks

akan simetri

aktil pada lob

paru kiri dan

nan dan kiri

paru.

,30 g/dL,

sit 408.000 /

a 105 mEq/L

, HCO3 22,2

83 mg/dL. F

Faal hati d

sfatase 57 U/

i HIV non re

mpyema necess

o rongent thoraavaskular (giakit tertarik ke hafraghma kana

BTA 3+ dan

drug suspect

engan tekan

tur 38oC da

saan dada se

is dada kiri s

bus atas par

n kanan. Au

i dengan sua

leukosit 16

/mm3. Elekt

L. Analisis g

2 mmol/L, to

Faal ginjal di

didapatkan to

/L, SGOT 14

eaktif.

sitan.

aks PA. ant bullae) padahemithoraks ka

an tertarik ke at

pemeriksaa

tibility test (D

an darah 11

an saturasi

ecara inspek

sama dengan

ru kanan dan

uskultasi dad

ara tambahan

6,34x103 /m

trolit didapat

gas darah did

otal CO2 23,3

idapatkan BU

otal bilirubin

4 U/L, dan S

a lobus atas keanan. Gambaratas.

an Gene Xpe

DST).

10/70 mmH

oksigen 98

ksi didapatka

n dada kana

n kiri. Perku

da pada sua

n ronkhi kas

mm3, eritros

tkan : natriu

dapatkan : p

3 mmol/L, B

UN 21 mg/d

n 0,10 mg/d

SGPT 11 U/L

edua paru dan an air fluid leve

ert

Hg,

%

an

an.

usi

ara

ar

sit

um

pH

BE

dl,

dl,

L.

el Gambar. 2. Foto rongent thoraks PA.Pada tanggal 20 januari 2016 tampak hiperlusensi avaskular (giant bullae) pada lobus atas kedua paru dan fibroinfiltrat di

lobus tengah kedua paru. Trakea sedikit tertarik ke hemithoraks kanan. Gambaran air fluid level di lobus atas paru kiri.

Diafraghma kanan tertarik ke atas.

Gambar. 3. Foto rongent thoraks lateral. Pada tanggal 27 februari 2016 tampak fibroinfiltrat di lobus

tengah sampai bawah kedua paru. Terdapat ruang retrosternal dan retrokardial.

Pada tanfibroinf

Pada tang

Pada tafibroinf

Pada tan

nggal 27 februfiltrat di lobus

ggal 27 februar

anggal 24 marefiltrat di lobus

nggal 24 maret

Gari 2016 tampatengah kedua p

Gari 2016 tampak

Get 2016 tampaktengah kedua p

Gat 2016 tampak

Gambar. 3. Fotoak hiperlusensiparu. Trakea se

tertar

ambar. 4. Foto rk fibroinfiltrat d

retrosternal

Gambar.5. Fotok hiperlusensi aparu. Trakea se

tertar

ambar. 6. Foto rfibroinfiltrat d

retrosternal

o rongent thorai avaskular (giaedikit tertarik krik ke atas.

rongent thorakdi lobus tengahl dan retrokardi

o rongent thoraavaskular (gianedikit tertarik krik ke atas.

rongent thorak

di lobus tengah l dan retrokardi

aks PA. ant bullae) padke hemithoraks

ks lateral. h sampai bawahial.

aks PA. nt bullae) padake hemithoraks

ks lateral. sampai bawah

ial.

da lobus atas kes kanan. Diafra

h kedua paru. T

a lobus atas keds kanan. Diafra

h kedua paru. T

edua paru dan aghma kanan

Terdapat ruang

dua paru dan aghma kanan

Terdapat ruang

g

Pada tang

Tanggal

T

gtt/menit

permingg

po setiap

setiap har

TB, pasie

dengan m

yang kua

Se

regimen

berat bad

perbaikka

Gamggal 04 maret

l 24 maret 201interv

erapi yang

, injeksi ra

gu , pyrazina

hari, cyclos

ri, dan vitam

en dilakukan

menggunakan

at dengan kai

elama peraw

MDR TB st

dan, klinis

an luka EN

mbar.7. CT sca2016 tampak p

6 dengan hasilval 0,12”, dura

diberikan

anitidin 50

amide 500 m

serine 250 m

min B6 50 m

n perawatan

n larutan Na

in kasa steril

watan, observ

tandar yang

dengan ke

. Tetapi pas

an thoraks danproses spesifik

pleurit

Gambar.8.l sinus takikardasi QRS 0,04”,

oksigen 2-4

mg/12jam

mg 1x3 table

mg 1x2 tablet

mg 1x2 tablet

n dan mencu

aCl 0,9% dan

l.

vasi, dan eva

memberika

luhan respir

sien mengelu

n mediastinum

lama aktif, pntis bilateral.

. Ekokardiogradi, QRS 107 ka

perubahan ST

4 L/menit n

iv, injeksi

et po setiap

t po setiap ha

t po setiap h

uci secara st

n larutan bet

aluasi diruan

an perbaikan

rasi seperti

uhkan efek

dengan injeksieumothoraks te

afi ali/menit, normT-T (-). LVH (-

nasal kanul

kanamycin

hari, levoflo

ari, ethionam

ari. Selama

teril pada lu

tadin 2 kali s

ngan rawat i

n yang signi

sesak nap

samping ob

i kontras. erlokalisir, bro

moaxis RAD, P ), VES (-).

l, IVFD Na

750 mg/ha

oxacin 250 m

mide 250 mg

pemberian r

uka empyem

sehari, serta

nap pasien d

fikan terhad

as yang be

bat dengan k

onkiektasis,dan

wave (+), PR

aCl 0,9% 2

ari im 5 ha

mg 1x3 tabl

g 1x2 tablet p

regimen MD

ma necessitan

menutup luk

diberikan ob

dap kenaikka

erkurang, da

keluhan nye

n

20

ari

let

po

DR

ns

ka

bat

an

an

eri

Oleh sebab itu, salah satu regimen TB MDR yaitu cycloserine digantikan dengan para­aminosalicylic acid (PAS) 4 gram 1x2 sac po setiap hari. Pasien diharapkan setelah konversi sputum direncanakan akan dikonsulkan ke Departemen Bedah Toraks dan Kardiovaskuler untuk penanganan dan progresivitas dari penyakit MGB.

PEMBAHASAN

Pada standard 12 dalam International Stan dards for Tuberculosis Care (ISTC) edisi ketiga pasien dengan atau sangat mungkin untuk memiliki tuberkulosis yang disebabkan oleh resistan obat (terutama MDR / XDR) seharusnya diobati dengan paduan obat khusus yang mengandung lini kedua obat antituberkulosis dengan kualitas terjamin. Dosis obat antituberkulosis harus sesuai dengan rekomendasi WHO. Regimen yang dipilih dapat dibakukan atau berdasarkan pola kerentanan obat yang diduga atau yang telah terkonfirmasi.5

Empyema necessitans terjadi karena komplikasi yang sangat jarang terjadi dari infeksi rongga pleura dan

Gambar 4. CT scan thoraks dan mediastinum dengan injeksi kontras.Pada tanggal 04 maret 2016 tampak proses spesifik lama aktif, pneumothoraks terlokalisir, bronkiektasis,dan pleuritis bilateral.

Page 4: Tantangan Penanganan Multi Drug Resistant Tuberculosis ...arsip.jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2017/08/JRI-2017-37... · PENDAHULUAN Pada programmatic management drug-resistant

J Respir Indo Vol. 37 No. 1 Januari 201772

Ben Ben Irwandi: Tantangan Penanganan Multi Drug Resistant Tuberculosis dengan Komplikasi Multiple Giant Bullae dan Empyema Necessitans pada Wanita Usia 38 Tahun

terjadi ketika cairan yang terinfeksi membedah secara spontan ke dalam dinding dada dari rongga pleura. Proses tersebut mungkin diakibatkan dari bronkopleura fistel dari infeksi paru perifer.4 Organisme penyebab terbanyak sekitar 70% EN adalah Mycobacterium tuberculosis, Actinomyces spp yang dianggap penye­bab terbanyak kedua (infeksi actinomycosis dada), Blastomycosis spp, Aspergillus spp, Mycomycosis spp, dan Fusobacterium spp. Gambaran radiologis Empyema necessitans adanya gambaran radiologis dada yang tidak spesifik dan kadang-kadang bahkan bisa normal atau menunjukkan kepadatan jaringan lunak pada dinding dada. Gambaran CT­scan berguna dalam menilai sejauh mana infeksi rongga dada dengan menunjukkan empyema (penggumpalan rela tif) dengan perluasan melalui dinding dada ke dalam kompartemen ekstratoraks dan kerusakan tulang iga.6, 7, 8

Bullae adalah suatu ruang udara dalam parenkim paru yang timbul dari suatu proses destruksi, dilatasi, dan pertemuan rongga udara di distal bronkiolus terminalis dengan diameter lebih besar dari 1 cm dan lapisan dinding bullae dibentuk oleh parenkim yang tipis dan terkompresi. Superinfeksi yang disertai dengan bullae memiliki manifestasi klinis seperti demam, batuk, produksi sputum yang purulen, sesak napas, dan nyeri pleuritik pada dada. Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan leukositosis dan kultur sputum yang positif. Jenis bakteri yang telah teridentifikasi dari bullae yang terinfeksi merupakan bakteri methicillin-resistant staphylococcus aureus (MRSA), Bacteriodes, Pseudomonas aeruginosa, dan Mycobaterium. Pengobatan biasanya membutuhkan waktu yang lama dan diberikan secara parenteral atau intrabula, karena proses drainage dari bullae yang buruk akan memperlambat proses resolusi dari penyakit.3

Metode utama untuk mengevaluasi respon peng­obatan TB MDR adalah melalui konversi dari apusan pada pemeriksaan BTA dan kultur dahak. Gejala klinis dan pemeriksaan radiologis dapat juga menjadi pertimbangan ketika ingin menentukkan pengobatan lebih dari 20 bulan. Beberapa klinisi dan pemegang program dapat memberikan pengobatan TB MDR setidaknya 12 bulan terjadi konversi sputum (tetapi tidak lebih dari 20 bulan). Penelitian secara meta analisis yang

dilakukan oleh WHO Guidelines for the programmatic management of drug-resistant tuberculosis menunjukkan angka keberhasilan total durasi pengobatan regimen TB MDR lebih dari 24 bulan walaupun jumlah yang diamati relatif kecil. Oleh karena itu, pasien yang sebelumnya dirawat karena TB MDR (dan sering dengan pasien XDR TB) umumnya menerima pengobatan setidaknya 24 bulan dari sebagian besar program.1

Efek samping mayor terhadap pengobatan TB MDR mudah untuk dikenali dan pasien pada umumnya mengemukakan keluhan efek samping yang dialaminya. Oleh karena itu, anamnesis yang sistematis terhadap efek samping pengobatan TB MDR merupakan metode yang penting bagi pasien yang diam tentang pelaporan efek samping bahkan efek samping yang parah atau mungkin pasien tertentu terganggu oleh suatu efek samping dan lupa untuk memberitahukan efek samping yang dialaminya kepada tenaga ahli kesehatan (TAK). Semua penyedia DOTS termasuk rumah sakit, klinik, atau pekerja kesehatan masyarakat harus dilatih untuk mengenali efek samping yang terjadi, sehingga penyedia DOTS tersebut dapat melakukan manajemen penanganan efek samping dan atau merujuk kepada tenaga ahli kesehatan. Pemeriksaan skrining laboratorium sangat berguna untuk mendeteksi efek samping yang terjadi terutama pada pasien dengan resiko yang tinggi.1

Tabel 1. Pemeriksaan fungsi paru.3

Pemeriksaan Penyakit bullae

Penyakit obstruksi saluran napas dan

bullaeTLC, L N N ↑RV, L N ↑FRC, L N ↑FRC,a L ↑ ↑RV/TLC % N ↑FEV1, L N ↓ ↓FVC, L N ↓ ↓FEV1/FVC % N ↓MVV, L/min N ↓DLCO/VA, (mL/min/mmHg)/L N ↓Raw, cm H2O/L/s N ↑ ↑Cst, exp, L/cm H2O N ↑ ↑ Pst, TLC, cm H2O N ↓ ↓

Notes: N = Normal, ↑ = meningkat, ↓ = menurun.

FRC diukur dengan plethismografi .

Page 5: Tantangan Penanganan Multi Drug Resistant Tuberculosis ...arsip.jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2017/08/JRI-2017-37... · PENDAHULUAN Pada programmatic management drug-resistant

J Respir Indo Vol. 37 No. 1 Januari 2017 73

Ben Ben Irwandi: Tantangan Penanganan Multi Drug Resistant Tuberculosis dengan Komplikasi Multiple Giant Bullae dan Empyema Necessitans pada Wanita Usia 38 Tahun

Tabel. 2. Indikasi dan kontraindikasi pada bulektomi.3

Parameter Indikasi Kontraindikasi

Klinis Usia muda (< 50 tahun).Sesak napas yang progresif meskipun dengan pengobatan maksimum.Bekas perokok.

Usia tua (> 50 tahun).Komorbid.Penyakit jantung.Hipertensi pulmonaris.Penurunan berat badan > 10%.Infeksi bronkhitis kronis berulang.Perokok aktif.

Pemeriksaan fungsi paru

FVC normal atau rendah.FEV1 > 40% dari prediksi.Bronkhorevesibility sedikit berubah.Volume paru yang terperangkap tinggi.DLCO normal atau mendekati normal. PaO2 dan PaCO2 normal.

FEV1 < 35% dari prediksi.Volume paru yang terperangkap rendah.DLCO menurun.

Pemeriksaan radiologis

Rongent dada bullae > 1/3 hemithoraks.CT scan ukuran besar dan terlokalisir dengan banyak pembuluh darah dan normal, parenkim paru terkompresi mengelilingi bullae.Pemeriksaan angiografi dengan pembuluh darah yang mengumpul dengan cabang distal yang menetap.Scan isotop menunjukkan defek lokal dengan pengambilan dan pengeluaran dari paru.

Rongent dada “Vanishing lung syndrome”.Bullae yang tidak dapat didefinisikan.CT­scan bullae yang multiple.Angiografi bullae menunjukkan pembuluhan yang rusak dimana­mana.Scan isotop menunjukkan zona target yang menghilang, pengeluaran paru rusak.

Pengobatan dan prognosis EN yang dipilih adalah drainase tertutup atau terbuka dari rongga pleura untuk mencegah fibrosis pada paru. Antibiotik yang tepat dan sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti pengobatan TB MDR merupakan suatu tanda yang menunjukkan angka keberhasilan dalam pengobatan EN meskipun sebagian besar pasien TB kronis akan tetap rentan terhadap pengobatan standar atau mungkin pengobatan TB MDR yang harus dievaluasi. Jika pengobatan medis tidak berhasil, pem bedahan merupakan dianggap sebagai proses pengambilan jaringan nekrotik paru, empyema, dan pengelolaan bronkhopleural fistel. Empyema yang terjadi dapat didefiniskan pada gambaran radiologis oleh karena obstruksi bronkus dengan adanya abses yang lebih besar disertai jaringan yang nekrotik yang terjadi secara kronis dari tuberkulosis yang muncul secara progresif dengan gambaran bronkiektasis dan berbagai tingkat obstruksi vaskular yang berkorelasi dengan resiko kegagalan terapi.6, 7,8 , 9, 10

Secara umum setiap kasus giant bullae peng­obatannya dengan pembedahan secara bulektomi. Pasien dengan giant bullae dibagi menjadi beberapa grup, yaitu:11

Grup I : Single giant bullae dengan paru­paru yang normal.

Grup II : Multiple giant bullae dengan paru­paru yang normal.

Grup III : Multiple bullae dengan empisema yang luas pada paru­paru.

Grup IV : Multiple bullae dengan penyakit paru yang mendasari.

Pada pasien ini termasuk MGB grup IV dengan penyakit yang mendasari TB MDR yang memiliki angka keberhasilan yang rendah untuk dilakukan bulektomi, tetapi disarankan untuk dilakukan transplantasi paru.11

KESIMPULAN

Pada laporan kasus ini pasien telah didiagnosis multi drug resistant tuberculosis dengan komplikasi multiple giant bullae dan empyema necessitans serta telah menerima pengobatan regimen TB MDR dengan adekuat dan evaluasi yang ketat terhadap efek samping. Pemantauan respon pengobatan dila­kukan terhadap peme riksaan klinis dan pemeriksaan penunjang sehingga didapatkan peningkatan per baik­kan yang signifikan serta didapatkan kualitas hidup yang lebih baik. Diharapkan setelah konversi sputum, pasien direncanakan dikonsulkan ke Departemen Bedah Thoraks dan Kardiovaskular.

DAFTRA PUSTAKA

1. World Health Organization. Companion Hand­book to The WHO Guidlines for The Program­matic Management of Drug­resistant Tuberculosis. Geneva: WHO Press; 2014.p.1­443.

Page 6: Tantangan Penanganan Multi Drug Resistant Tuberculosis ...arsip.jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2017/08/JRI-2017-37... · PENDAHULUAN Pada programmatic management drug-resistant

J Respir Indo Vol. 37 No. 1 Januari 201774

Ben Ben Irwandi: Tantangan Penanganan Multi Drug Resistant Tuberculosis dengan Komplikasi Multiple Giant Bullae dan Empyema Necessitans pada Wanita Usia 38 Tahun

2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesi Direk ­torat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penye­hatan Lingkungan. Petunjuk Teknis Manajemen Ter padu Pengendalian Tuberkulosis Resistan Obat. Jakarta: Kemen terian Kesehatan Republik Indo­nesia; 2014.p.1­107.

3. Martinez FJ. Bullous Disease of the Lung. In: Grippi, MA. Elias, JA. Fishman, JA. Kotloff, RM. Pack, AL. Senior, RM, editors. Fishmna’s Pulmonay Diseases and Disorders. 5 th edition. Philadelphia: Mc Graw Hill; 2015.p.787­97.

4. Gomes MM, et al. Empyema necessitans: very late complication of pulmonary tuberculosis. BMJ Case Rep. 2013;10:2013­202072.

5. TB CARE I. International Standards for Tuber culosis Care, Edition 3. TB CARE I: The Hugae; 2014.p.1­57.

6. Tatco, V. Weerakkody, Y, et al. Empyema necessitans. Radiopaedia [online]. 2016 April 01

[cited 2016 April 01]; available from: radiopaedia.org/articles/empyema­necessitans.

7. Ahmed SI, Gripaldo RE, Alao OA. Empyema necessitans in the setting of pneumonia and para­pneumonic effusion. Am J Med. 2007;333:106­8.

8. Choi JA, et al. CT Manifestation of Late Sequelae in Patient with Tuberculous Pleuritis. Am Ron J. 2001;176:441­50.

9. Tam JKC and Lim KS. Massive Pulmonary Tuber­culosis Cavity Misdiagnosed as Pneu mo thoraks. Respirology Case Report. 2013;1:23­5.

10. Reimel BA, Krishnadasen B, Cuschieri J, Klein MB, Gross J, Jones RK. Surgical Management of Acute Necrotizing Lung Infections. Can Respir J. 2006;13:369­73.

11. Health Encyclopedia. Giant Bullae. [online]. 2016. [cited 2016 April 01]. Available from: www.urmc.rochester.edu. Health Encyclopedia.