tata boga
DESCRIPTION
dTRANSCRIPT
HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MAKAN MASYARAKAT BETAWI DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN ENERGI DI KELURAHAN KELAPA DUA KECAMATAN KEBUN JERUK
JAKARTA-BARAT
SKRIPSI
Diajukan dalam rangka penyelesaian Studi Strata 1 untuk mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
SITI FATIMAH NIM. 5444982096
TEKNIK JASA DAN PRODUKSI FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2006
ii
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan sidang panitia ujian skripsi Jurusan
Teknologi Jasa dan Produksi, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang
pada:
Hari : Tanggal :
Panitia Ujian
Ketua Dra. Dyah Nurani S., M.Kes Nip. 131764485 Pembimbing I Dra. Atiek Zahrulianingdyah, M.Pd Nip. 131285578 Pembimbing II Ir. Bambang Triatma, M.Si Nip. 131781325
Sekretaris Dra. Erna Setyawati, M.Si Nip. 131570062 Anggota Penguji 1. Dra. Atiek Zahrulianingdyah, M.Pd Nip. 131285578 2. Ir. Bambang Triatma, M.Si Nip. 131781325 3. Dra. Zumiati Nip. 130345752
Dekan Fakultas Teknik,
Prof. Dr. Soesanto
Nip. 130875753
iii
ABSTRAK
Fatimah, Siti, 2006. Hubungan Antara Kebiasaan Makan Masyarakat Betawi dengan Kondisi Sosial Ekonomi dan Kecukupan Energi di Kelurahan Kelapa Dua Kebun Jeruk Jakarta-Barat. Jurusan Teknologi Jasa dan Produksi, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang.
Pangan dan Gizi merupakan faktor penting dalam peningkatan sumber daya manusia. Konsumsi makan yang baik dapat dicapai melalui peningkatan jumlah dan mutu gizi makan yang dikonsumsi. Kebiasaan makan pada masyarakat akan mempunyai peran yang penting dalam pembentukan kebiasaan makan keluarga dan individu. Kebiasaan makan adalah cara individu atau kelompok individu dalam memilih makan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologik, sosial dan budaya. Permasalahan yang akan diungkap dalam penelitian ini adalah 1). Bagaimana gambaran kebiasaan makan masyarakat Betawi. 2). Bagaimana gambaran kebiasaan makan dilihat kondisi sosial ekonomi dan kecukupan energi 3). Adakah hubungan antara kebiasaan makan dengan kondisi sosial ekonomi dan kecukupan energi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:1). gambaran kebiasaan makan masyarakat Betawi, 2).untuk mengetahui gambaran tentang kebiasaan makan masyarakat Betawi dengan kecukupan energi, 3).untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan makan masyarakat Betawi dengan kondisi sosial ekonomi dan kecukupan energi.
Populasi dalam penelitian ini adalah Ibu rumah tangga yang berusia 30-40 tahun yang berjumlah 33 orang, karena subyek penelitian kurang dari 100 maka peneliti mengambil semuanya sebagai sampel sehingga penelitian ini merupakan penelitian populasi. Variabel yang diteliti adalah variabel bebas (X) dalam penelitian ini ada 2 yaitu (X1) kebiasaan makan dan (X2) kondisi sosial ekonomi. Untuk variabel terikat (Y) adalah angka kecukupan energi. Pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi, metode angket dan metode recall. Uji coba instrumen (uji validitas dan reliabilitas) peneliti mengambil 20 responden diluar populasi yang memiliki kondisi tidak jauh berbeda dengan populasi. Teknik analisis yang digunakan adalah deskritif persentase, korelasi ganda dan koefisien determinasi, yang sebelumnya data diuji dengan uji normalitas data.
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian menunjukkan dari 33 responden terdapat 15 responden (45,45%) yang memiliki kebiasaan makan sangat baik, 18 responden (45,55%) memiliki kebiasaan makan yang baik. Untuk kondisi sosial ekonomi ada 4 (12,12%) dengan kriteria sangat baik, 15 (45,450%) kriteria baik, 14 (42,42%) dalam kriteria cukup, sedangkan untuk kecukupan energi 22 responden (66,67%) kategori kurang baik, 7 responden (8,03%) kategori baik dan 3 responden (9,09%) kategori sangat baik. Analisis data membuktikan ada hubungan antara kebiasaan makan dan kondisi social ekonomi dengan kecukupan energi.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kebiasaan makan masyarakat Betawi termasuk dalam kategori baik terlihat dari pola konsumsi pangan, ideologi pangan, prefrensi pangan dan sosio budaya. Tingkat kondisi sosial ekonomi termasuk baik, dari segi penghasilan, keadaan rumah dan perlengkpan rumah
iv
tangga. Ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan makan masyarakat Betawi dengan kondisi sosial ekonomi dan kecukupan energi. Perlu dilakukan penelitian ulang karena alat ukur yang digunakan kurang dapat mengungkap kondisi yang sebenarnya.
Kata kunci: Kebiasaan Makan, Kecukupan Energi
v
MOTTO
“Jika suatu saat kamu merasa lebih diantara mereka, maka janganlah kamu melupakan orang-orang yang berjasa dibalik kesukseksaanmu dan jangan pula
melupakan mereka yang masih membutuhkan sentuhan lembut tanganmu, karena sebenarnya kesuksesan itu adalah sebagian ujian Allah kepada Hamba-Nya.
“Sesuatu yang sederhana itu lebih dari cukup, jika engkau qana’ah, maka sesuatu yang sedikit itu mencukupi.
(Abdul Aziz Al-husein).
PERSEMBAHAN
Abah dan Emak yang tercinta
“Putrimu tak akan pernah bisa membalas seluruh tangis, keringat dan pengorbanan abah dan emak, hanya ini yang mampu putrimu persembahkan”
Ka’yayah, Dijah, Arip, Nurma, Khair, Rahman dan keluarga besar H. Subagio
“Terima kasih atas doa, kasih sayang, kepercayaan dan dorongannya”
Yang berarti dalam hidupku
“Terima kasih untuk semangat, perhatian dan kasih sayang yang diberikan selama ini“
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur Penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahnya sehingga Penyusun dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Hubungan Antara Kebiasaan Makan Masyarakat Betawi dengan
Kondisi Sosial Ekonomi dan Kecukupan Energi”.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas
dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini Penyusun mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. Soesanto Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang yang
telah memberikan ijin dalam penyusunan skripsi ini.
2. Dra. Dyah Nurani S., M.Kes, Ketua jurusan teknologi jasa dan produksi
3. Ibu Dra. Atiek Zahrulianingdyah, M.Pd, selaku pembimbing I yang telah
dengan ikhlas dan sabar meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan.
4. Bapak Ir. Bambang Triatma, M.Si, pembimbimg II yang telah dengan ikhlas
dan sabar meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan.
5. Ibu Suyatmi, SH, selaku sekretaris lurah Kelapa Dua yang memberikan ijin
Penyusunan dalam penyusunan skripsi ini.
6. Ibu rumah tangga yang menjadi responden khususnya yang berada di RT.008
kelurahan Kelapa Dua
7. Kepada Sahabat-sahabatku: Riris, Umi, Sari, Fitrah, Leni, Fuaz, Udin, Ruly
dan Oding yang selalu memberi semangat.
Semoga bantuan yang telah diberikan dapat menjadi amal shaleh dan mendapat
pahala yang setimpal dari Allah SWT serta mendapatkan kebahagian dunia dan akhirat.
vii
Penyusun menyadari bahwa skripsi ini banyak kekurangan dan kelemahan.
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat Penyusun harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala kebaikan yang telah
diberikan selama menyusun skripsi. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak.
Semarang, April 2006
Siti Fatimah
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ ii
ABSTRAK ......................................................................................................... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ..................................................................... v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Alasan Pemilihan Judul ........................................................... 1
B. Permasalahan ........................................................................... 4
C. Penegasan Istilah ..................................................................... 4
D. Tujuan Penelitian ..................................................................... 7
E. Manfaat Penelitian .................................................................. 8
F. Sistematika Skripsi .................................................................. 8
BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori ........................................................................ 10
1. Tinjauan Tentang Kebutuhan Makan ................................ 10
2. Pengertian Tentang Kebiasaan Makan .............................. 11
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Makan ..... 13
4. Pengertian Masyarakat Secara Umum .............................. 19
ix
5. Golongan Masyarakat Betawi ........................................... 22
6. Kondisi Sosial Ekonomi .................................................... 25
7. Kecukupan Energi ............................................................. 30
B. Kerangka Berfikir ................................................................... 34
C. Hipotesis .................................................................................. 35
BAB I II METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel ............................................................... 36
C. Variabel Penelitian .................................................................. 37
D. Metode Pengumpulan Data ..................................................... 38
E. Instrumen Penelitian ............................................................... 40
F. Teknik Analisis Data ............................................................... 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ....................................................................... 47
B. Pembahasan ............................................................................... 61
C.Kelemahan Penelitian ................................................................ 63
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ................................................................................. 65
B. Saran ........................................................................................ 66
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 67
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel l. Kecukupan Rata-Rata yang Dianjurkan ......................................... 14
Tabel 2. Angka Kecukupan Gizi Energi Individu ........................................ 39
Tabel 3. Mata pencaharian Masyarakat Betawi Kelapa Dua......................... 48
Tabel 4. Deskripsi Tingkat Pendidikan Responden....................................... 55
Tabel 5. Tingkat Penghasilan Keluarga ........................................................ 56
Tabel 6. Jenis Perkerjaan .............................................................................. 57
Tabel 7. Kategori Kecukupan Energi ........................................................... 59
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Pengantar Angket Penelitian .................................................... 69
Lampiran 2. Angket Penelitian .................................................................... 70
Lampiran 3. Kisi-Kisi Instrumen.................................................................. 81
Lampiran 4. Analisis Hasil Uji Coba Angket .............................................. 82
Lampiran 5. Perhitungan Validitas Angket ................................................. 84
Lampiran 6. Perhitungan Reliabilitas Angket ............................................. 85
Lampiran 7. Data Kebiasaan Makan Masyarakat Betawi ........................... 86
Lampiran 8. Data Kondisi Sosial Ekonomi ................................................. 88
Lampiran 9. Tabel Angka Kecukupan Energi ............................................. 89
Lampiran 10. Regression ............................................................................... 90
Lampiran 11. Histogram................................................................................. 92
Lampiran 12. Surat Tugas Pembimbing ........................................................ 93
Lampiran 13. Permohonan Izin Penelitian .................................................... 94
Lampiran 14. Surat Keterangam Selesai Penelitian Dari Kelurahan
Kelapa Dua .............................................................................. 95
Lampiran 15. Peta Kelurahan Kelapa Dua Kecamatan Kebun Jeruk
Jakarta-Barat ........................................................................... 96
1
BAB I
PENDAHULUAN
Bab pendahuluan memberikan gambaran secara umum, mengenai skripsi
yang mencakup alasan pemilihan judul, permasalahan, tujuan penelitian, penegasan
istilah, manfaat penelitian, dan sistematika skripsi.
A. Alasan Pemilihan Judul
Pangan dan gizi merupakan faktor penting dalam peningkatan sumber
daya manusia, konsumsi pangan yang baik dapat dicapai melalui peningkatan
jumlah dan mutu gizi pangan yang dikonsumsi. Menurut Drajat Budiman
(1996:2) kualitas pertumbuhan seseorang dipengaruhi oleh jumlah dari mutu
makanan yang dikonsumsi, disamping pengaruh faktor lingkungan dan genetika.
Dengan kata lain pertumbuhan dan perkembangan seseorang adalah hasil
interaksi antara potensi genetik, faktor lingkungan dan konsumsi pangan.
Kebiasaan makan yang baik dapat menjamin pertumbuhan fisik dan mental
yang baik.
Kebiasaan makan yang ada pada masyarakat antara satu dengan daerah
lain dapat berbeda, mungkin pangan tertentu dikonsumsi oleh suatu
masyarakat, tetapi pada masyarakat yang lain bisa saja pangan tersebut tidak
dikonsumsi. Adanya kebiasaan pangan yang berbeda-beda tersebut bisa
diakibatkan dari unsur-unsur budaya yang ada pada masyarakat itu sendiri
(Suhardjo, 1989). Pembentukan kebiasaan makan pada masyarakat
mempunyai peran penting dalam kebiasaan makan pada keluarga dan indivu.
2
Kebiasaan makan yang dianut oleh anak, juga akibat belajar dari keluarga
terutama dari kedua orang tua, sebagaimana dikemukan oleh Gifft, dkk.
Kebiasaan pangan bukan bawaan sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar
yang dimulai dari sejak masa kanak-kanak. Selain oleh unsur budaya yang
ada pada masyarakat, terbentuknya kebiasaan makan juga dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang lain seperti dikemukakan oleh Sanjur dikutip oleh Soedikarjati
bahwa kebiasaan makan adalah cara individu atau kelompok individu dalam
memilih pangan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh
fisiologik, sosial dan budaya. Atas dasar inilah terbentuknya kebiasaan pangan
yang ada pada individu maupun keluarga sebenarnya adalah dalam rangka
penyesuaian untuk memenuhi kebutuhan fisik, penyesuaian dengan kebutuhan
sosial artinya tidak bertentangan dengan norma-norma yang ada, juga penyesuaian
dengan budaya yang ada pada masyarakat.
Kelurahan Kelapa Dua merupakan daerah yang banyak ditempati oleh
masyarakat dari suku Betawi yang ada di wilayah Kecamatan Kebun Jeruk
Jakarta-Barat, adalah daerah yang penduduknya berkerja sebagai wiraswasta,
berkerja di instansi pemerintah sebagai pegawai negeri dan bekerja
sampingan yang mempunyai kebiasaan makan yang kurang baik. Melalui
pengamatan masyarakat setempat memakan-makan yang tidak memenuhi
kecukupan energi yang diperlukan oleh tubuh, mereka makan denngan menu apa
adanya asal kenyang, yang penting gaya hidup (life style) bisa terlihat dengan
baik.
3
Rendahnya pendapatan merupakan rintangan lain yang menyebabkan
orang-orang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan.
Rendahnya pendapatan, mungkin disebabkan karena mereka menganggur
atau setengah menganggur karena susahnya memperoleh lapangan kerja yang
sesuai dengan keinginannya. Ada pula keluarga yang sebenarnya mempunyai
penghasilan cukup akan tetapi sebagian anaknya memiliki gizi kurang. Hal ini
disebabkan karena cara mengatur belanja yang terlalu sedikit dan lebih banyak
diperuntukan bagi pembelian barang-barang lain yang bersifat konsumtif karena
pengaruh lingkungan.
Berdasarkan uraian di atas, maka mendorong peneliti untuk membuat
skripsi dengan judul “Hubungan antara Kebiasaan Makan Masyarakat
Betawi dengan Kondisi Sosial Ekonomi dan Kecukupan Energi di
Kelurahan Kelapa Dua Kecamatan Kebun Jeruk Jakarta-Barat“.
Adapun alasan pemilihan judul adalah sebagai berikut :
1. Peneliti tertarik untuk mengetahui jenis konsumsi makan masyarakat
Betawi, apakah yang dikonsumsi sudah memenuhi zat gizi yang dibutuhkan
oleh tubuh.
2. Penentuan lokasi penelitian ini sangat menguntungkan bagi peneliti baik
dari segi waktu, tenaga maupun biaya. Karena peneliti berdomosili di
Kelurahan Kelapa Dua Jakarta-Barat sebagai tempat untuk penelitian.
3. Kondisi Sosial ekonomi pada masyarakat Betawi terbilang cukup ada tapi
untuk makan sehari-hari tidak sesuai dengan keadaan sosial ekonominya.
4
Berangkat dari pengamatan ini peneliti ingin mengetahui keadaan yang
sebenarnya.
B. Permasalahan
1. Bagaimana gambaran kebiasaan makan pada masyarakat Betawi?
2. Bagaimana gambaran kebiasaan makan pada masyarakat Betawi dilihat
dari kecukupan energi?
3. Adakah hubungan kebiasaan makan masyarakat Betawi dilihat dari kondisi
sosial ekonomi dan kecukupan energi?
C. Penegasan Istilah
Skripsi ini berjudul “Hubungan antara kebiasaan makan masyarakat
Betawi dengan kondisi sosial ekonomi dan kecukupan gizi “Apabila kita
perhatikan judul skripsi tersebut maka ada beberapa istilah yang perlu
mendapatkan penegasan istilah untuk memudahkan pemahaman, maka penuli
membatasi istilah ini agar tidak terjadi salah pengertian. Adapun istilah-istilah
yang perlu dipertegas sebagai berikut:
1. Hubungan
Hubungan adalah keterkaitan antara gejala yang satu terhadap
gejela yang lain (Komaruddin, 1986).
Hubungan yang dimaksud dalam skripsi ini adalah hubungan
antara kebiasaan makan dengan kondisi sosial ekonomi dan kecukupan
gizi pada masyarakat Betawi.
2. Kebiasaan Makan
5
Kebiasaan makan adalah cara seseorang atau sekelompok orang
memilih pangan dan memakannya sebagai reaksi terhadap pengaruh-
pengaruh fisiologik, psikologi, budaya dan sosial (Suhardjo, dkk.,
1989:20).
Sedangkan menurut Soedikarjati (2001) kebiasaan makan adalah
berhubungan dengan tindakan untuk mengkonsumsi pangan, bilamnana
dan berapa banyaknya; dengan mempertimbangkan dasar yang lebih
terbuka dalam hubungannya dengan apa yang orang biasa makan; juga
berkaitan dengan kemungkinan kondisi perubahan kebiasaan pola pangan
yang timbul dari dalam dan luar dirinya.
Kebiasaan makan yang dimaksud dalam skripsi adalah cara makan
yang sudah membudaya dalam diri seseorang atau sekelompok masyarakat
dalam hal ini adalah masyarakat Betawi yang mempunyai pola makan
asal kenyang tidak memperhatikan zat gizi dalam bahan makanan yang
akan dimakan. Faktor-faktor Kebiasaan makan yang akan diukur meliputi
konsumsi pangan, frekuensi makan, preferensi pangan, ideologi pangan
dan sosial budaya pangan.
3. Masyarakat Betawi
Masyarakat menurut (Suhardjo, 1989:6) yaitu terdiri dari orang-
orang yang memiliki rasa kebersamaan, menujukkan identitas yang jelas.
Dimana didalamnya mereka melakukan kegiatan-kegiatan bagi kepentingan
mereka selama atau sebagai besar hidupnya berada dalam kehidupan
budaya masyarakatnya di suatu wilayah geografik tertentu.
6
Menurut beberapa ibu rumah tangga yang asli Betawi menjelaskan
bahwa masyarakat Betawi adalah masyarakat asli Jakarta yang terlahir
secara turun menurun dan menetap di Jakarta yang dikenal
JABODETABEK (Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi)
Sedangkan menurut (Soekanto, 1978:10) menjelaskan bahwa yang
dimaksud masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan
kebudayaan. Dengan demikian tak ada masyarakat yang tidak mempunyai
kebudayaan. Sebaliknya tak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai
wadah pendahulunya.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah
orang-orang yang hidup bersama untuk melakukan kegiatan bagi
kepentingan bersama atau sebagian besar hidupnya berada dalam kehidupan
budaya, dalam hal ini budaya Betawi yang wilayah geografiknya berada di
Jakarta.
4. Kondisi Sosial Ekonomi
Kondisi sosial ekonomi adalah keadaan seseorang dalam kelompok
manusia yang ditentukan oleh pendapatan, tingkat pendidikan dan status
rumah tinggal (Abdul syani, 1989:90).
Sedangkan menurut GFS. Chapin dalam buku Svalastoga (1989:26)
kondisi sosial ekonomi adalah posisi yang ditempati individu atau keluarga
berkenaan dengan ukuran rata-rata yang umum berlaku tentang pemilikan
kultural, pendapatan, efektif, pemilikan barang-barang dan persiapan dalam
aktivitas kelompok komunitasnya.
7
Kondisi sosial ekonomi yang dimaksud dalam skripsi adalah posisi
atau kedudukan seseorang atau keluarga dalam masyarakat berkaitan dengan
faktor-faktor tingkat pendidikan, pendapatan, jenis pekerjaan, pemilikan
kekayaan atau fasilitas serta jenis rumah tinggal.
5. Kecukupan energi
Kecukupan energi (Energi allowances) adalah jumlah energi yang
harus dipenuhi seseorang atau rata-rata kelompok orang agar hampir
semua orang sehat.
Kecukupan energi yang dimaksud dalam skripsi adalah seseorang
dalam memenuhi zat energi setiap hari agar tidak terjadi defisiensi
energi.Untuk melihat seseorang itu sudah terpenuhi energi dengan cara melihat
konsumsi makan dan menghitung kalori dan dibandingkan dengan angka
kecukupan gizi (AKG).
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui gambaran tentang kebiasaan makan pada masyarakat
Betawi.
2. Untuk mengetahui gambaran tentang kebiasaan makan pada masyarkat
Betawi dengan kecukupan energi.
3. Untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan makan pada masyarakat
Betawi dengan kondisi sosial ekonomi dan kecukupan energi
8
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat bagi penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan
tentang hubungan kebiasaan makan pada masayarakat Betawi dengan
kondisi sosial ekonomi dan kecukupan gizi.
2. Manfaat bagi Perguruan Tinggi
Sebagai sumbangan referensi dan kepustakaan jurusan Teknologi Jasa Produksi.
Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.
3. Manfaat bagi Masyarakat
Memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat dengan cara
mengadakan penyuluhan di Ibu-ibu PKK atau kegiatan sosial bagi
masyarakat Betawi di Kelurahan Kelapa Dua dan masyarakat Betawi pada
umumnya untuk memperbaiki kebiasaan makan dengan kondisi sosial
ekonomi yang tidak berkecukupan tetapi kebutuhan zat gizinya terpenuhi.
F. Sistematika Skripsi
Untuk memudahkan dalam memahami skripisi ini, maka sistematika skripsi
adalah sebagai berikut:
1. Bagian awal berisi halaman judul, halaman pengesahan, halaman moto dan
persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar lampiran dan
abstrak.
2. Bagian isi terdiri dari lima bab yaitu:
9
BAB I Pendahuluan berisi alasan, pemilihan judul, permasalahan, penegasan
istilah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika skripsi.
BAB II Landasan teori dan hipotesis berisi tentang kebiasaan makan,
masyarakat Betawi, kondisi sosisl ekonomi dan kecukupan
energi.
BAB III Metode penelitian, menjelaskan mengenai prosedur tentang
teknik pengambilan populasi dan sampel penelitian, variabel penelitian,
instrumen penelitian, metode pengumpulan data dan metode
analisis data.
BAB IV Hasil penelitian dan pembahasan berisi tentang hubungan kebiasaan
makan masyarakat Betawi dengan kondisi sosial ekonomi dan
kecukupan energi di Kelurahan Kelapa Dua.
BAB V Kesimpulan dan saran berisi rangkuman hasil penelitian yang
ditarik dari analisis data dan pembahasan. Saran berisi masukan
yang berkaitan dengan penelitian.
3. Bagian akhir skripsi yang terdiri dari daftar pustaka dan lampiran-
lampiran.
10
BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
Landasan teori ini berisi teori-teori yang berhubungan dengan masalah
yang akan dibahas, sehingga dapat memberikan yang jelas dan dapat mencapai tujuan
yang diharapkan. Hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan yang akan diteliti melalui data yang terkumpul.
Dalam Bab II akan diulas mengenai: Kebutuhan makan, kebiasaan makan,
masyarakat Betawi, sosial ekonomi dan kecukupan gizi.
A. Landasan Teori
1. Tinjauan Tentang Kebutuhan makan
Makanan yang mencukupi zat gizi adalah yang berisi semua zat gizi
yang penting dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Manusia membutuhkan bahan-bahan untuk bergerak, membangun,
mengatur dan melindungi. Bahan-bahan itu merupakan zat-zat makanan
yang berasal dari makanan sehari-hari. Zat-zat makanan disebut juga zat-
zat gizi yang terdiri dari hidrat arang, protein, vitamin, mineral dan air.
Berdasarkan kebutuhan tubuh akan zat makanan, maka dapat
dikelompokkan bahan makanan menjadi tiga golongan besar, yaitu bahan
makanan sumber zat tenaga untuk bergerak, terdapat pada nasi, kentang,
gandum, tepung-tepungan dan umbi-umbian. Sedangkan zat pembangun
terdapat pada ikan, daging, telur, ayam, kacang-kacangan, tahu, dan tempe.
Adapun sumber zat pengatur terdapat pada sayuran dan buah-buahan.
11
Dengan memanfaatkan ketiga golongan bahan makanan tersebut maka
dapat melakukan kegiatan hidup dengan baik. Kebutuhan makanan tiap
orang berbeda satu sama lain, tergantung jenis kelamin, aktivitas, tinggi dan
berat badan serta usia. Misalnya wanita tinggi 155 cm dan berat badan 53 kg
berarti beratnya standar sedang, kalau berusia 35 tahun, maka kebutuhan
kalorinya sekitar 2.000 kalori.(Sumita, 2002:12)
2. Pengertian tentang kebiasaan makan
Kebiasaan makan terbentuk dalam diri seseorang sebagai akibat
proses sosialisasi yang diperoleh dari lingkungannya, meliputi aspek
kognitif, afektif dan psikomotorik (Suhardjo, 1990:9). Berkaitan dengan
pernyataan tersebut, Suhardjo (1989: 140), mengatakan bahwa kebiasaan
makan adalah sesuatu gejela budaya dan sosial yang dapat memberi
gambaran perilaku dari nilai-nilai yang dianut oleh seseorang atau
sekelompok masyarakat. Sedangkan menurut (M.Khumaidi, 1989:27).
Kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia dalm memenuhi
kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan
pemilihan makanan. Untuk mengukur kebiasaan makan ada tiga cara yang
dilakukan menurut (Suhardjo, 1989:144) yaitu:
a. Metode Inventaris (inventory method)
Metode inventaris biasanya digunakan pada survei konsumsi
pangan keluarga atau rumah tangga. Prinsipnya adalah melakukan
inventaris dan penimbangan langsung terhadap semua jenis bahan
makanan mulai dari awal sampai akhir survei. Bila survei ingin
12
mengetahui konsumsi, kebutuhan dan tingkat konsumsi setiap dalam
keluarga atau rumah tangga, maka perlu dicatat konsumsi pangan
setiap anggota keluarga atau rumah tangga, informasi tentang umur,
berat badan, tinggi badan, jenis pekerjaan.
b. Pengamatan Berpatisipan
Pengamatan berpatisipan adalah metode antropologi untuk
mengadakan kontak lama, intensif dan bervariasi dengan orang-orang
lain serta pendapat-pendapat mereka. Pendekatan ini mempunyai tiga
tujuan pokok: (a) Pengembangan pengertian intensif terhadap budaya lain,
(b) Pengumpulan data yang akurat, dan (c) Pembentukan perspektif
yang menyeluruh.
c. Penelitian Survei
Penelitian survei bersifat lebih formal dari pada penelitian
berpatisipan. Biasanya dalam penelitian survei nilai-nilainya (atau jawaban-
jawabannya) dalam bentuk sistematis artinya sudah dibagi dalam
kategori tetap dan merupakan wawancara yang distukturkan, dimana
para responden tidak bebas merumuskan jawabannya sendiri, tetapi
mereka diberikan sejumlah kemungkinan memilih secara terbatas.
Jawaban-jawabannya disandikan sebelumnya (precoded). Selain ketiga
cara di atas, dalam penilaian kebiasaan makan dilakukan dengan metode
recall (mengingat kembali) selama 1 kali 24 jam dan dilakukan sebanyak
3 kali kemudian dikoreksikan dengan daftar komposisi bahan makanan.
13
Metode recall sering digunakan untuk survei konsumsi individu
dibanding keluarga dan survei konsumsi keluarga bila semua anggota
keluarga diwawancari atau salah seorang keluarga mengetahui tentang
konsumsi anggota keluarga lainnya, biasanya ibu rumah tangga (Suhardjo,
1989:169).
Pada dasarnya metode ini dilakukan dengan mencatat jenis dan
jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada masa lalu. Wawancara
dilakukan sedalam mungkin agar responden dapat mengungkapkan
jenis bahan makanan yang dikonsumsinya beberapa hari yang lalu.
Wawancara dapat berlangsung dengan baik bila kuesioner diurutkan
waktu makan dan pengelompokan pangan berupa makan pagi, makan
siang, makan malam dan snack atau makanan jajanan.
Menurut Suhardjo (1989:169) pengelompokan bahan makanan
dapat berupa bahan makanan pokok, sumber protein, nabati (kacang-
kacangan). Sumber protein hewani (daging, ikan, telur, susu), sayuran,
buah-buahan dan lain-lain. Untuk penaksiran jumlah pangan yang
dikonsumsi biasanya digunakan ukuran rumah tangga (URT) seperti
potong, ikat, piring, atau alat ukur lain.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan individu
atau masyarakat menurut teori multidisional Snjur dan Scoma (1977)
dalam Ali khomsan (2004:72) adalah:
1) Konsumsi pangan
14
Konsumsi pangan merupakan susunan beragamnya pangan
yang biasa dikonsumsi oleh suatu negara atau daerah tertentu
meliputi: jumlah yang dimakan, jenis bahan pangan dan waktu
makan. Sebagian besar penduduk miskin di daerah pedesaan hanya
mengkonsumsi makan satu kali sehari. Hal ini disebabkan kondisi
ekonomi masyarakat sangat lemah serta adanya kekurangan bahan
pangan dan bahan bakar sebagai pemenuhan kebutuhan pokok
sehari-hari. Kebiasaan makan yang salah ini sangat berpengaruh
terhadap kecukupan gizi yang dibutuhkan oleh tubuh.
Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan untuk ibu
usia 30-49 tahun sebagai berikut :
Tabel 1: Kecukupan rata-rata yang dianjurkan
Zat gizi Umur 30-49 tahun
Energi (Kkal)
Protein (G)
Vitamin A (RE)
Vitamin D (ug)
Vitamin E (mg)
Vitamin K (mg)
Tiamin (mg)
Riboflavin (mg)
Niasin (mg)
Vitamin B12 (ug)
Asam folat (ug)
1800
50
500
5
15
55
1
1,1
14
2,4
400
15
Piridoksin (mg)
Vitamin C (mg)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Seng (mg)
Yodium (ug)
Selenium (ug)
1,3
75
800
600
26
9,8
150
30
2) Preferensi pangan
Kesukaan atau pilihan terhadap makanan akan menentukan
jumlah konsumsi pangan seseorang. Faktor penting dalam
pemilihan pangan meliputi: aroma, suhu, warna dan bentuk.
Penampilan bentuk dan tekstur makanan untuk anak-anak, remaja
dan orang dewasa harus dibedakan agar memperoleh kesan yang
menyenangkan pada waktu mengunyah dan memakannya.
Pengaruh reaksi panca indera terhadap pangan, kesukaan pangan
pribadi serta pendekatan melalui media massa (seperti radio, televisi,
pamflet dan iklan) dapat merubah kebiasaan makan seseorang.
3) Ideologi pangan
Pengetahuan tentang pangan dan gizi penting dimiliki oleh
seseorang ibu, karena mempunyai peran besar dalam penyediaan
pangan keluarga. Konsumsi pangan yang cukup akan sumber zat
gizi adalah mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk
energi, pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh. Pengetahuan ibu
16
tentang gizi sangat berperan penting didalam memilih, menyusun,
mengolah dan menyajikan makanan yang sehat dan kaya akan
sumber gizi.
4) Frekuensi makan Pengertian frekuensi makan adalah berapa kali makan dalam
sehari meliputi makan pagi, makan siang, makan malam dan makan
selingan (Depkes, 1994:66).
Menurut Ellen G.W (1991:190) bahwa bagi penduduk dunia
kebiasaan makan tiga kali sehari adalah kebiasaan umum,
sedangkan menurut Suhardjo (1990:30) frekuensi makan dikatakan
baik apabila frekuensi makan setiap harinya tiga kali makanan
utama atau dua kali makanan utama dengan satu kali makanan
selingan dan dinilai kurng apabila frekuensi makan setiap harinya
dua kali makan utama atau kurang. 5) Sosial budaya pangan
Kegiatan budaya suatu keluarga, kelompok masyarakat,
negara atau bangsa mempunyai pengaruh yang kuat dan kekal
terhadap apa, kapan dan bagaimana penduduk makan. Pengaruh
sosial budaya pada pangan adalah :
(a) Bagaimana, kapan dan dalam kombinasi yang bagaimana
pangan tertentu disajikan.
17
(b) Siapa yang menyiapkan makanan, siapa yang menyajikan dan
prioritas anggota keluarga tertentu dalam pola pembagian dan
pola makan.
(c) Hubungan antara besarnya keluarga, umur anggota keluarga
dengan pola pangan dan status gizi.
(d) Larangan keagamaan yang berhubungan dengan konsumsi
pangan.
(e) Bagaimana pola pangan dikembangkan dan mengapa pangan
tertentu diterima sedangkan lainnya ditolak atau hanya dimakan,
jika pangan yang boleh dimakan tidak dapat diperoleh lagi.
Perilaku seseorang dalam memilih makanan sangatlah
subjektif. Hal ini dapat dimengerti karena pemilihan dipengaruhi
oleh latar belakang hidup seseorang. Pada umumnya ada tiga
pengaruh seseorang dalam memilih makanan, yaitu:
(a) Lingkungan keluarga, tempat seseorang hidup dan dibesarkan.
(b) Lingkungan di luar sistem sosial keluarga yang mempengaruhi
langsung kepada dirinya maupun keluarganya.
(c) Dorongan yang berasal dalam diri atau disebut faktor internal.
Konsumsi pangan dapat dilihat dari aspek kualitas dan
kuantitasnya. Aspek kuantitas adalah berkaitan dengan jumlah
pangan dan zat gizi yang dikonsumsi, sedangkan aspek kualitas
adalah berkaitan dengan pola (keragaman jenis) konsumsi pangan
dan nilai mutu gizinya (Suhardjo, 1994).
18
Konsumsi pangan mempunyai hubungan dengan kebiasaan
pangan, hal senada dikemukakan oleh Gifft dikutip dari
Soedikarjati. Yang menyatakan bahwa kebiasaan pangan yang
dilakukan seseorang adalah dalam rangka memenuhi konsumsi
pangannya. Namun demikian bila kebiasaan makan jelek, maka
dengan sendirinya konsumsi makannya juga tidak akan memadai, hal
ini sesuai dengan pendapat (Suhardjo, dkk 1986) yang menyatakan
kurangnya pangan yang cukup untuk dimakan merupakan salah
satu sebab utama rendahnya konsumsi pangan keluarga. Dari sini
dapatlah dipahami bahwa akan terjadi hubungan antara kebiasaan
pangan dan konsumsi pangan, apabila kebiasaan pangan keluarga
dalam keadaan kondusif. Bila tidak, maka pengaruh kebiasaan makan
adalah sangat kecil terhadap konsumsi pangan.
Kebiasaan makan keluarga dengan susunan hidangannya
merupakan perwujudan dari kebudayaan keluarga yang disebut gaya
hidup atau life style. Selanjutnya dijelaskan bahwa gaya hidup
merupakan hasil dari interaksi antara faktor budaya, dan lingkungan
hidup. Dengan demikian terdapat hubungan yang kuat antara susunan
hidangan seseorang, keluarga, maupun masyarakat yang ketiganya
saling mempengaruhi. Seberapa besar kekuatan pengaruh faktor
sosial, budaya, dan lingkungan hidup tersebut mewarnai perilaku
seseorang didalam mengkonsumsi pangan akan mempengaruhi upaya
perubahan pola pangan ke arah pola lain. Tentu saja semakin kuat
19
pengaruh budaya tersebut maka pola pangannya akan semakin sulit
untuk diubah. Apalagi perubahan pola hidangan tersebut sangat jauh
berbeda. Untuk itu diperlukan kesadaran yang tinggi dari individu
yang bersangkutan.
Gaya hidup adalah merupakan suatu konsep yang
membingungkan, yang selalu diucapkan setiap hari, yang dapat
diartikan sebagai “cara hidup masyarakat” (Suhardjo, 1989:116).
Dari kacamata Antropologi, gaya hidup adalah merupakan
hasil penyaringan dari serentetan interaksi sosial, budaya dan
keadaan.
Gaya hidup merupakan hasil pengaruh beragam yang terjadi
didalam keluarga atau rumah tangga. Berbagai faktor saling
berkaitan dan berpengaruh terhadap individu dan keluarga. Dapat
dikatakan bahwa keluarga atau rumah tangga merupakan faktor utama
dalam pembentukan pola perilaku makan juga dalam pembinaan
kesehatan keluarga. Perilaku makan dalam keluarga atau rumah tangga
meliputi unsur-unsur pekerjaan kepala keluarga, jumlah anak,
pendidikan dan sebagainya.
3. Pengertian Masyarakat Secara Umum
Istilah masyarakat diambil dari akar kata “syaraka” bahasa arab,
yang secara umum berarti saling berperan serta, saling gaul. Sedangkan
Society (dalam bahasa Inggris) ataupun socius dalam bahasa latin yang berarti
sekumpulan kawan, teman sepergaulan.
20
Masyarakat memang merupakan sekumpulan manusia, setidaknya
terdiri dari 1 (satu) orang saling bergaul. Pergaulan manusia dengan
sesamanya menimbulkan suatu ikatan rasa identitas bersama dalam suatu
rentang waktu yang lama dan berkesinambungan.
Pengertian masyarakat ternyata memiliki definisi yang beragam
pula. Dalam buku Sosiologi (Soeprapto, 1996:14):
a. Masyarakat merupakan sejumlah orang yang berada pada suatu
lokalitas tempat berdiam, yang memiliki kelengkapan kehidupan
sosial, perasaan memiliki kesatuan tempat tinggal, dan memiliki
kemampuan untuk melakukan sesuatu secara kolektif.
b. Golongan besar atau kecil yang terdiri dari beberapa manusia yang
dengan atau karena sendirinya memiliki pertalian secara golongan dan
saling pengaruh mempengaruhi.
c. Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama yang
menghasilkan budaya.
Dari berbagai pengertian di atas, maka terdapat beberapa kesamaan
unsur atau ciri tentang masyarakat, yaitu :
a. Di dalam ilmu sosial tidak ada mutlak ataupun angka yang pasti untuk
menemukan berapa jumlah manusia yang harus ada, tetapi secara
teoritis angka minimumnya adalah 2 (dua) orang yang hidup secara
bersama-sama.
b. Kesatuan manusia itu bergaul dan hidup bersama dalam jangka waktu
yang relatif cukup lama. Kumpulan manusia tidaklah sama dengan
21
benda-benda, karena selalu berkembang dan akan timbul manusia
baru. Manusia itu juga mempunyai keinginan-keinginan untuk
menyampaikan kesan-kesan atau perasaan-perasaannya. Sebagai akibat
hidup bersama itu timbullah peraturan-peraturan yang mengatur
hubungan antar manusia didalam kelompok tersebut.
c. Adanya kesadaran tentang identitas kesatuan hidup bersama.
Kelompok masyarakat yang telah berhimpun itu memiliki kesadaran
identitas dalam kelompoknya sehingga memiliki suatu cara pandang
sama terhadap sesuatu hal yang disepakati.
d. Kesatuan hidup bersama ini menghasilkan suatu ”Kebudayaan” kesatuan
hidup manusia itu dalam kerangka hubungan sosialnya menghasilkan
suatu kerangka dasar kehidupan yang berkait dengan aspek konsep,
perilaku dan wujud nyata dari tatanan kebersamaan mereka. Setiap
kelompok kesatuan masyarakat hukum adat atau persekutuan hukum
adat, baik yang bersifat teritorial maupun genealogis ataupun dalam bentuk
baru seperti perkumpulan masyarakat diperantauan, yang diatur menurut
hukum adat (kebiasaan) mempunyai susunan pengurus yang menyatu
dengan kepengurusan resmi ataupun terpisah berdiri sendiri.
Jadi masyarakat Betawi adalah sekelompok masyarakat Jakarta
yang hidup bersama-sama dalam suatu daerah tertentu yang menghasilkan
kebudayaan Betawi.
Masyarakat Betawi bahkan kadang-kadang disebut “Orang Betawi
Asli” yaitu dikenakan kepada penduduk pribumi daerah Jakarta yang
22
sudah tidak jelas lagi asal keturunannya. Mereka merupakan perpaduan
atau hasil proses asimilasi anatara penduduk pribumi yang sudah lama
menghuni daerah Jakarta dengan suku-suku bangsa lainnya yang datang
sebagai penghuni baru, antara lain orang Banten, orang Bugis dan
sebagainya. Kemudian terjadi pula proses asimilasi antara penduduk
pribumi dengan pendatang-pendatang bangsa asing seperti orang Cina,
Orang Belanda, orang Portugis, orang India dan orang Arab (Budiman
1979:17).
Orang Betawi yang tinggal di tengah-tengah perkembangan kota
Jakarta yang sangat pesat ini, juga dikenal sebagai suku bangsa yang
memegang teguh nilai budayanya. Nilai budayanya adalah konsep-konsep
mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga dan penting dalam
hidupnya, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi
arah dan orientasi kepada kehidupan warga masyarakat. Para individu
semenjak kecil telah diresepi dengan nilai-nilai budaya yang hidup dalam
masyarakatnya, sehingga konsepsi-konsepsi itu berakar dalam alam jiwa
mereka. Itulah sebabnya nilai-nilai budaya ini sukar diganti dengan nilai-
nilai budaya lain dalam waktu singkat. Pengaruh nilai budaya Betawi
dalam aspek kehidupan masyarakat demikian kuat, sehingga dapat
dikatakan mereka sulit menerima pengaruh kebudayaan lain meskipun
mereka tinggal dalam lingkungan kota yang heterogen dan dinamis.
Gambaran macam-macam kelompok masyarakat Betawi yang ada.
Kalaupun disini penulis membuat penggolongan-penggolongan pada orang
23
Betawi bukanlah berarti Betawi dipecah-pecah ataupun dibeda-bedakan
maupun mengikari adanya Betawi sebagai satu kesatuan.
Golongan pada masyarakat Betawi yaitu :
a. Betawi Tengah
Populasi penduduk asli Betawi yang bermukim di daerah kota
saat ini sedikit sekali. Kebanyakan dari mereka tinggal secara
berkelompok dari satu keturunan atau kerabat. Saat ini mereka masih
terlihat di daerah Sawah Besar, sebagian kecil di Taman Sari, Kebun
Jeruk, Krukut. Sebagian dari mereka masih menganut beberapa gaya
hidup tempo dulu. Hal ini dapat kita lihat pada acara-acara
perkawinan, lebaran, khitanan maupun didalam kehidupan mereka
bermasyarakat. Walaupun ada pergesaran budaya pada generasi muda
Betawi, baik itu pria maupun wanita namun dalam soal agama mereka
tetap memegang teguh, seperti mengaji bagi anak-anak usia belasan,
majelis ta’lim bagi kaum ibu dan tadarusan bagi kaum pria. Mereka
yang termasuk Betawi tengah adalah mereka yang dalam sejarah
perkembangan orang Betawi berawal menetap dibagian kota Jakarta
yang dulu dinamakan keresidenan Batavia dan sekarang termasuk
Jakarta Pusat, lokasi ini merupakan bagian dari kota Jakarta yang
paling urban sifatnya. Bagian inilah yang dalam tahap-tahap permulaan
kota Jakarta dilanda arus urbanisasi dan modernisasi yang paling
tinggi. Salah satu akibatnya adalah orang Betawi yang tinggal di
daerah ini adalah orang yang paling tinggi tingkat kawin campurannya
24
bila dibandingkan dengan orang-orang Betawi yang tinggal dibagian
pinggir kota Jakarta. Berdasarkan tingkat ekonomi mereka, orang
Betawi yang tinggal di tengah-tengah kota Jakarta bisa di bedakan,
orang gedung ataupun sebagai orang kampung. Pemberian istilah ini
tampaknya berdasarkan tempat tinggal mereka. Akibat lain dari proses
modernisasi dan urbanisasi dibagian pusat kota Jakarta, maka banyak
orang Betawi kota yang menjual tempat tinggalnya dan pindah ke
bagian yang lebih pinggir dari kota Jakarta yang masih mempunyai
harga tanah yang murah. Daerah ini sebenarnya adalah domisili orang
Betawi pinggir. Sebagai kebudayaan Betawi yang kontras dengan
image yang ada mengenai orang Betawi.
Ada dua tipe Betawi udik, yaitu mereka yang tinggal di daerah
bagian utara Jakarta dan bagian Barat Jakarta maupun Tangerang,
mereka sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Cina, dan lainnya adalah
mereka yang tinggal di sebelah timur maupun di selatan Jakarta, Bekasi
dan Bogor yang sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Sunda. Mereka
umumnya berasal dari kelas ekonomi bawah yang pada umumnya lebih
bertumpu pada bidang pertanian. Taraf pendidikan mereka sangatlah rendah
bila dibandingkan dengan taraf pendidikan yang dicapai oleh orang
Betawi Tengah dan Betawi Pinggir.
b. Betawi Pinggir
Sementara orang Betawi Tengah adalah lebih superior dalam arti
latar belakang sosial ekonomi dibandingkan dengan kelompok Betawi
25
lainnya. Orang Betawi pinggir lebih superior dalam arti pendidikan
agama. Sejak dulu, orang Betawi Tengah cenderung menyekolahkan
anaknya ke sekolah umum sebagai pendidikan formal mereka, maka
orang Betawi pinggir menyekolahkan anak-anaknya ke pesantren
sebagai pendidikan formal mereka, itu sebabnya orang Betawi
menolak bila mereka dianggap tertinggal dalam arti pendidikan. Jadi
meskipun orang Betawi pinggir memberi perhatian besar pada
pendidikan agama bila dibandingkan dengan Betawi tengah.
Dalam menghadapi kota yang terus berkembang seperti Jakarta
ini, orang Betawi seharusnya mengikuti arah perubahan tersebut
sehingga dapat harmonis dan dapat menyesuaikan diri dengan
kehidupan kota. Namun nampak orientasi pada masyarakat Betawi
amat kurang, mereka kurang tergerak untuk menyesuaikan diri dengan
perubahan yang terjadi disekitarnya. Begitu pula dengan orientasi kerja
hanya untuk memperoleh penghasilan agar dapat memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari dan hari ini saja membuat mereka tidak ngoyo dalam
mengejar rezki, karena nilai agama yang mereka yakini
mengungkapkan bahwa Allah SWT pasti akan memberikan rezki lagi.
Mereka mengatakan, bahwa bagi masyarakat Betawi, Islam bukan
hanya sekedar sebagai religi tetapi juga kultur. Pola kehidupan religi
ke-islaman dan tradisi yang menyertainya bagi masyarakat Betawi
merupakan daya ikat sosial yang kuat, sekaligus menjadi unsur
26
pemersatu yang membuat masyarakat Betawi hidup bagaikan suatu
keluarga besar, tidak terhalang perbedaan tingkat sosial ekonomi.
Pengaruh agama Islam ini lebih jelas terlihat pada pandangan orang
Betawi terhadap pendidikan. Orang Betawi lebih senang menyekolahkan
anak-anak mereka ke sekolah-sekolah umum. Pendidikan madrasah
nampaknya menjadi dasar pendidikan bagi orang Betawi (Yunus, H. Ahmad.
1993:13).
4. Kondisi Sosial Ekonomi
Kondisi sosial ekonomi setiap orang itu berbeda-beda dan
bertingkat, ada yang kondisi sosial ekonominya tinggi, sedang, dan
rendah.
Sosial ekonomi menurut Abdulsyani (1994:90) adalah kedudukan atau
posisi seseorang dalam kelompok manusia yang ditentukan oleh jenis
aktivitas ekonomi, pendapatan, tingkat pendidikan, jenis rumah tinggal,
dan jabatan dalam organisasi.
a. Faktor yang menentukan kondisi sosial ekonomi
Ada beberapa faktor yang dapat menentukan tinggi rendahnya
sosial ekonomi di masyarakat diantaranya tingkat pendidikan, tingkat
pendapatan, jenis perkerjaan, jenis tempat tinggal, pemilikan harta dan
kekayaan, jenis kegiatan rekreasi, keanggotaan dalam berbagai
aktivitas dalam masyarakat dan kedudukannya dalam masyarakat.
Dalam hal ini uraiannya dibatasi hanya lima faktor yang menentukan
27
yaitu tingkat pendidikan, pendapatan, jenis pekerjaan, kekayaan dalam
bentuk barang dan jenis tempat tinggal.
1) Jejang pendidikan
Pengertian pendidikan menurut Depdikbud (1989:204)
yaitu pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya dan latihan.
Berdasarkan perbedaan ciri-ciri penyelenggaraannya,
pendidikan di Indonesia ada tiga jenis yaitu :
(a) Pendidikan formal
Pendidikan formal atau pendidikan sekolah yaitu pendidikan
sekolah yang teratur sistematis, mempunyai jenjang dan ada
yang dibagi dalam waktu-waktu tertentu yang berlangsung dari
taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi (Zahara Idris dan
Jamal Lisma, 1998:109).
Pendidikan formal meliputi: Sekolah Dasar, Sekolah Menengah
Pertama, Sekolah Menengah umum, atau kejuruan dan
Perguruan Tinggi.
(b) Pendidikan informal
Pendidikan informal atau pendidikan luar sekolah yang tidak
dapat dilembagakan adalah: Proses pendidikan yang diperoleh
seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak
sadar, pada umumnya tidak teratur dan tidak sistematis sejak
28
seseorang lahir sampai mati, seperti fasilitas, cara
penyimpanan dan waktu yang dipakai serta komponen yang
lainnya disesuaikan dengan keadaan peserta supaya
mendapatkan hasil yang memuaskan (Zahara Idris dan Jamal
Lisma, 1998:101).
Pendidikan informal ini meliputi : Pendidikan dari orang tua
yang berupa peraturan dalam keluarga, norma agama, norma
susila dalam masyarakat, tata cara atau etika pergaulan.
(c) Pendidikan non formal
Pendidikan non formal atau pendidikan sekolah yang
dilembagakan adalah: Semua bentuk pendidikan yang
diselenggarakan dengan sengaja, tertib, terarah dan terencana di
luar kegiatan sekolah. Dalam hal ini tenaga pengajar, fasilitas,
cara penyampaian dan waktu yang dipakai serta komponen-
komponen lainnya disesuaikan dengan keadaan peserta supaya
mendapatkan hasil yang memuaskan (Zahara Idris dan Jamal
Lisma, (1998:110).
Pendidikan non formal ini antara lain : kursus komputer,
bahasa Inggris dan lain-lain.
2) Tingkat pendapatan
29
Tingkat pendapatan adalah jumlah penerimaan berupa uang
atau barang yang diterima atau dihasilkan oleh segenap orang yang
merupakan balas jasa untuk faktor-faktor produksi (BPS, 2002:8).
Selanjutnya menurut Sumardi Evers (1998:323)
menyatakan bahwa pendapatan keluarga merupakan jumlah
keselurahan dari pendapatan formal dan informal. Yang dimaksud
pendapatan formal adalah penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan
pokok dan pendapatan informal yaitu penghasilan yang diperoleh
dari hasil sampingan pekerjaan sampingan.
b. Jenis pekerjaan
Untuk memenuhi kebutuhan manusia harus berusaha dan
berkerja keras dengan bermodalkan ilmu pengetahuan, ketrampilan, akal,
keberanian, dana, dan alat-alat yang dimilikinya untuk memperoleh
pekerjaan. Ada bermacam-macam jenis pekerjaan yang merupakan
tumpuan hidup suatu keluarga atau seseorang. Suprapto (1994:75)
mengungkapkan bahwa jenis-jenis pekerjaan yang ada dalam
masyarakat itu antara lain pegawai negeri atau swasta, ABRI,
wiraswasta, petani dan buruh.
c. Pemilikan Kekayaan atau Fasilitas
Pemilikan fasilitas adalah kekayaan dalam bentuk barang-
barang dimana masih bermanfaat dalam menunjang kehidupan
ekonominya atau fasilitas itu sendiri anatara lain :
1) Barang-barang berharga
30
Menurut Abdul Syani (1995:73), bahwa pemilikan kekayaan yang
bernilai ekonomis dalam berbagai bentuk dan ukuran seperti
perhiasan, televisi, kulkas dan lain-lain dapat menunjukan adanya
pelapisan dalam masyarakat.
2) Jenis-jenis Kendaraan Pribadi
Menurut buku survei biaya hidup dinyatakan bahwa kendaraan
dapat dianggap salah satu pemilikan harta yang diperhitungkan
sebagai indeks ekonomi keluarga (BPS, 2001:16).
d. Status Tempat Tinggal
Rumah juga menunjukkan suatu tingkat sosial bagi penghuninya atau
bagi penghuninya atau bagi keluarga yang menepati apabila ditinjau
dari ukuran dan kualitas rumah (Svalastoga, 1989:27).
Berdasarkan hasil penelitian dari BPS (1989:6), status tempat tinggal
dibedakan atas :
1) Milik sendiri, jika tempat tinggal tersebut dihuni rumah tangga
atau salah satu anggota keluarga
2) Kontrak, jika tempat tinggal tersebut dihuni rumah tangga atau
salah seorang anggota rumah tangga dalam jangka waktu tertentu
terbentuk berdasarkan perjanjian kontrak tertentu pengontrak
dengan penghuni.
3) Sewa beli, temapt tinggal tersebut berstatus sewa, tetapi setelah
jangka waktu tertentu memjadi milik sendiri.
31
4) Dinas, jika tempat tersebut disediakan oleh instansi pemerintah
atau swasta baik membayar sewa maupun tidak membayar sewa.
5) Lainnya, jika tempat tinggal tersebut tidak dapat digolongkan
dalam salah satu kategori di atas, misalnya tempat tinggal milik
bersama.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan status tempat tinggal
adalah status rumah yang ditempati keluarga (sebagai responden) yaitu
rumah sendiri, milik orang tua, rumah dinas, rumah kontrak atau rumah
sewa beli. Hal ini karena status rumah menunjukan kondisi sosial
ekonomi.
5. Kecukupan Gizi
Kecukupan gizi yang dianjurkan (Recommended dietary allowances
disingkat RDA) adalah banyaknya masing-masing zat gizi yang harus
dipenuhi dari makanan untuk mencakup hampir semua orang sehat.
Kecukupan zat gizi dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, aktivitas, berat dan
tinggi badan, genetika, serta keadaan hamil dan menyusukan (Darwin,
1996:3).
RDA disebut juga sebagai angka kecukupan gizi atau AKG angka
kebutuhan maupun angka kecukupan gizi berguna untuk beberapa hal
berikut:
a. Menilai tingkat konsumsi pangan seseorang atau penduduk berdasarkan
data survei konsumsi pangan. Penilaian tersebut dilakukan dengan
32
membandingkan zat gizi yang diperoleh dari survei konsumsi terhadap
angka kecukupannya, yang biasa disebut sebagai tingkat konsumsi.
b. Patokan label gizi pada makanan kemasan sesuai dengan UU Pangan
No. 7 tahun 1996 bahwa setiap inustri makanan wajib mencatumkan
kandungan gizi, biasanya dalam persentase zat gizi makanan tersebut terhadap
kecukupannya.
c. Pendidikan gizi yang dikaitkan dengan kebutuhan gizi berbagai
kelompok umur, fisiologi, dan kegiatan untuk mewujudkan keluarga
sadar gizi melalui gerakan sadar pangan dan gizi.
Dalam kehidupan sehari-hari keluarga dihadapkan pada penentuan
jenis hidangan menu untuk keluarganya. Disini perlu dikaitkan antara
kecukupan gizi yang perlu dicapai, susunan bahan makanan, dan
komposisi atau kandungan zat gizi setiap bahan makanan tersebut. Hidangan
atau susunan menu selain ditentukan kuantitasnya perlu juga diperhatikan
kualitasnya. Kualitas ini menyangkut apakah hidangan menu tersebut sudah
mengandung unsur zat gizi yang disebutkan dalam daftar kecukupan. Perlu
diketahui bahwa semua unsur zat gizi yang disebut dalam daftar
kecukupan harus ada dalam hidangan yang dimakan setiap hari. Zat gizi
yang ada dalam makanan dapat dibagi menjadi lima bagian besar yaitu :
karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral.
a. Karbohidrat
Karbohidrat juga dikenal sebagai hidrat arang, merupakan
sumber kalori utama bagi manusia. Kegunaaan karbohidrat dalam
33
tubuh adalah untuk mendapatkan energi, membuat cadangan tenaga
dalam tubuh dan memberikan rasa kenyang. Kekurangan karbohidrat
dalam jangka waktu yang lama, mengakibatkan penyakit gangguan
gizi, seperti kurang kalori protein (KKP), busung lapar, badan kurus
lemah tidak bertenaga. Kelebihan karbohidrat mengakibatkan obesitas atau
kegemukan yang dapat menimbulkan berbagai penyakit diantaranya
diabetes.
b. Protein
Protein (zat pembangunan), merupakan bahan utama untuk
membentuk sel-sel jaringan tubuh yang rusak, membuat air susu ibu
(ASI), enzim, hormon, protein darah, dan sabagai pemberi kalori bila
dibutuhkan atau dalam keadaan terpaksa (Moehji 1995:27 dalam
kutipan tesis). Protein terdapat dalam makanan yang berasal dari
tumbuhan, dikenal dengan nama protein nabati dan dari hewan dikenal
dengan nama protein hewani, seperti telur, daging, ayam, ikan, udang
dan sebagainya, sedangkan protein nabati didapat dari kacang-kacangan
dan padi-padian. Gangguan yang di sebabkan karena kekurangan
protein adalah penyakit gangguan gizi seperti kwashiorkor, maramus.
c. Lemak
Lemak atau lipid, merupakan zat makan yang berguna sebagai
pemberi kalori tubuh, melarutkan vitamin yang tidak larut dalam air,
sumber asam lemak esensial yang tidak dapat dibuat oleh tubuh dan
sebagai landasan organ-organ tubuh tertentu seperti kornea mata,
34
ginjal. Lemak terdapat dalam makanan yang berasal dari hewan
maupun tumbuh-tumbuhan, seperti mentega, susu penuh atau full
cream, lemak hewan, wijen, kacang, minyak dari kelapa. Kekurangan
lemak berakibat tubuh lemah tak bertenaga, mudah lelah, penyerapan
vitamin ADEK terganggu. Kelebihan lemak berakibat penyakit
degeneratif seperti tekanan darah tinggi, jantung, kolestrol, dan
sebagainya.
d. Vitamin
Vitamin adalah senyawa organik yang diperlukan tubuh dalam
jumlah sedikit tetapi mutlak, sebagai zat pelindung dan pengatur
(Suhardjo, 1989). Digunakan untuk pertumbuhan dan kesehatan tubuh
karena fungsinya tidak dapat digantikan oleh zat lain. Vitamin berasal
dari tumbuh-tumbuhan (sayur-sayuran, buah-buahan) dan dari hewan
(telur, hati, susu, daging, ikan, dan sebagainya). Menurut sifat
kelarutannya vitamin di bagi menjadi dua golongan, yaitu vitamin yang
larut dalam lemak (ADEK) dan vitamin yang larut dalam air (BC).
Kekurangan vitamin menyebabkan terganggunya perkembangan dan
kesehatan tubuh, seperti penyakit rachitis, gangguan penglihatan, sariawan,
bibir pecah-pecah, mudah lelah, dan sebagainya.
e. Mineral
Mineral merupakan zat-zat anorganik yang masuk ke dalam
tubuh berbentuk garam-garam mineral dan bersatu dengan zat organik
dalam makanan (Amien 1995:28 dalam kutipan tesis). Unsur mineral
35
ini sedikit sekali diperlukan tubuh, tetapi mutlak dibutuhkan.
Kegunaan mineral adalah membangun jaringan tulang, mengatur
tekanan osmose dalam tubuh, memproduksi berbagai enzim dan
mengatur fungsi-fungsi tubuh secara normal. Sumber unsur mineral
terdapat dalam garam dapur, makanan yang berasal dari hewan, dari laut,
buah-buahan, sayur-mayur,biji-bijian dan sebagainya. Kekurangan unsur
mineral dapat mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan diantaranya
otot lemah, tulang rapuh, keropos gigi, rambut rontok, pertumbuhan
tulang dan gigi terganggu.
Zat gizi adalah satuan-satuan yang menyusun bahan makanan
atau makanan yang dibutuhkan oleh tubuh. Kebutuhan manusia akan
energi dan zat gizi lainnya sangat bervariasi sesuai dengan ukuran
badan, jenis kelamin, usia dan aktivitas, efesiensi penyerapan dan
penggunaannya. Suatu kecukupan gizi yang dianjurkan dapat
menjamin tercapainya status gizi yang baik. Asupan zat gizi adalah
banyaknya zat gizi yang masuk ke dalam tubuh sehingga dapat
menjaga atau menentukan kesehatan tubuh untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya, tubuh memelihara dengan menggantikan
jaringan yang rusak. (Winarno, 1996).
B. Kerangka Berfikir
Kebiasaan makan yang ada pada masyarakat antara satu daerah dengan
daerah lain dapat berbeda, mungkin pangan tertentu dikonsumsi oleh suatu
36
masyarakat, tetapi pada masyarakat yang lain bisa saja pangan tersebut tidak
dikonsumsi. Adanya keadaan kebiasaan pangan yang berbeda-beda tersebut
bisa diakibatkan dari unsur-unsur budaya yang ada pada masyarakat itu
sendiri. Kebiasaan pangan masyarakat ini akan mempunyai peran yang
penting dalam pembentukan kebiasaan pangan keluarga dan individu.
Kebiasaan makan pada masyarakat Betawi yang berbeda di Kelurahan
Kelapa Dua mempunyai kebiasaan makan yang buruk karena yang pentingkan
asal makan dan kenyang tidak memperhatikan kecukupan gizi yang di
butuhkan oleh tubuh. Yang terpenting dalam kehidupan masyarakat Betawi
adalah gaya hidup yang kelihatan mewah seperti mempunyai bangunan rumah
yang bagus, dandanan yang menarik dan memakai perhiasan yang berlebihan.
Padahal belum tentu pendapatan ekonominya cukup untuk memenuhi itu
semua.
Di dalam kondisi sosial ekonomi dapat ditentukan dengan melihat jenis
pekerjaan, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, pemilikan kekayaan atau
fasilitas dan status tempat tinggal. Hal-hal di atas dapat mengukur kondisi
sosial ekonomi dari keluarga tersebut.
Untuk mendapatkan kecukupan gizi yang baik berkaitan dengan jumlah
pangan yang dikonsumsi adalah dengan melakukan penganekaragaman
pangan, sebab tiap-tiap jenis pangan mempunyai citra rasa, tekstur, bau,
campuran zat gizi, dan daya cerna sendiri-sendiri. Konsumsi pangan pada
tingkat individu atau rumah tangga dapat dikonversikan ke dalam bentuk
karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral per orang per hari.
37
C. Pengajuan Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban sementara terhadap penelitian sampai
terbukti melalui data yang terkumpul (Suharsimi Arikunto, 1998:67). Dengan
bertitik tolak pada landasan teori di atas maka dapat diajukan hipotesis sebagai
berikut:
Hipotesis Kerja (Ha)
Ada hubunga antara kebiasaan makan masyarakat Betawi dengan
kondisi sosial ekonomi dan kecukupan gizi di Kelurahan Kelapa Dua
Kecamatan Kebun Jeruk Jakarta-Barat.
Hipotesis Nihil (Ho)
Tidak ada hubungan antara kebiasaan makan masyarakat Betawi
dengan kondisi sosial ekonomi dan kecukupan gizi di Kelurahan Kelapa Dua
Kecamatan Kebun Jeruk Jakarta-Barat.
38
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian adalah cara atau jalan yang dilakukan sebagai upaya
untuk memahami dan memecahkan masalah secara ilmiah, sistematis dan logis.
Untuk memecahkan yang dihadapi pada penelitian ini, maka perlu menerapkan
langkah-langkah tertentu yang mendukung penelitian. Sehubungan dengan hal tersebut
maka dalam bab III ini dibahas mengenai : populasi, sampel, variabel penelitian, teknik
pengumpulan data, instrumen penelitian, validitas dan reliabilitas instrumen serta
teknik analisis data.
A. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi penelitian adalah keselurahan subjek penelitian (Suharsimi
Arikunto, 1998:115). Menurut Sutrisno Hadi (2002:220) populasi adalah
seluruh penduduk atau individu yang dimaksudkan untuk diselidiki.
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh ibu
rumah yang berusia 30-40 tahun dari keluarga Betawi yang tinggal di
Kelurahan Kelapa Dua Kecamatan Kebun Jeruk Jakarta-Barat.
2. Sampel
Sampel merupakan sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti
(Suharsimi Arikunto, 1992:104).
Sampel yang diambil adalah sebagian atau wakil dari Ibu rumah
tangga yang berusia 30-40 tahun yang ada di Rw.05 di Kelurahan Kelapa
39
Dua Kecamatan Kebun Jeruk Jakarta-Barat. Jika jumlah subyek lebih dari
100 maka dapat diambil 10%-15% atau 20 atau 25 % atau lebih.
Sampel pada penelitian ini berjumlah 33 orang, sebesar 25 % dari
jumlah populasi yaitu sebanyak 132 orang.
B. Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan objek penelitian atau apa yang menjadi
perhatian dalam suatu penelitian (Suharsimi Arikunto, 1998:99). Yang menjadi
variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel Bebas (X)
a. Variabel bebas (X1) adalah kebiasaan makan dengan indikator prefensi
pangan. Frekuensi pangan, ideologi pangan dan sosio budaya pangan.
b. Variabel bebas (X2) adalah keadaan sosial ekonomi dengan indikator
tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jenis pekerjaan, pemilikan
kekayaan atau fasilitas dan jenis tempat tinggal.
2. Variabel Terikat (Y)
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh suatu gejala.
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah kecukupan gizi,
dengan cara melihat jenis makanan yang dikonsumsi dan menghitung kalori
lalu dibandingkan dengan angka kecukupan gizi (AKG).
C. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh
bahan-bahan yang relevan, akurat dan reliabel. Metode pengumpulan data yang
40
digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi, wawancara terstruktur
dan recall.
1. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode untuk mencari data mengenai
hal-hal atau variabel yang diperlukan dalam penelitian ini dapat berupa
catatan, agenda, dan sebagainya. Metode ini ditempuh untuk memperoleh
data mengenai nama, alamat dan pekerjaan.
2. Metode Wawancara Terstruktur
Wawancara berpedoman pada daftar pertanyaan (angket), dilakukan
untuk mengungkap: (1) Identitas keluarga meliputi nama, jenis kelamin,
umur, (2) Kebiasaan makan meliputi: konsumsi pangan, frekuensi pangan,
prefensi pangan dan sosial budaya pangan, (3) Kondisi sosial ekonomi
meliputi : Pendapatan, pendidikan dan fasilitas yang ada.
3. Metode Recall
Metode recall (mengingat kembali) adalah metode yang dilakukan
dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi masa
yang lalu selama 1 kali 24 jam dan dilakukan sebanyak 3 kali kemudian
dikorelasikan dengan daftar komposisi bahan makanan (Hardinsyah, 1992).
Metode recall ini digunakan oleh peneliti untuk mengetahui jenis
bahan makanan dan perkiraan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi
selama 3 hari oleh wanita yang berusia 30-40 tahun di daerah kelapa dua
Kecamatan Kebun Jeruk Jakarta-Barat. Metode recall dilakukan menyusun
urutan waktu makan sehari (makan pagi, makan siang, makan malam serta
makan selingan). Pengelompokan bahan makanan dapat berupa bahan
41
makanan pokok, sumber protein nabati (kacang-kacangan), sumber protein
hewani (daging, ikan, telur, susu), sayuran, buah-buahan dan lain-lain. Jumlah
makanan yang dikonsumsi tersebut dikonversikan ke dalam satuan berat
(gram) dengan menggunakan (URT) yang berlaku. Data yang diperoleh
berdasarkan penaksiran konsumsi pangan tersebut kemudian dijumlahkan
untuk mengetahui kalori selama tiga hari.
Untuk menentukan kriteria kebutuhan kalori responden digunakan
angka kecukupan energi individu (AKELi) berdasarkan berat badan dan
umur secara umum perhitungan AKELi dirumuskan sebagai berikut :
Rumus : AKELi = (8,7 Bi + 829) (FKi)
Keterangan :
Bi = Berat badan sehat
FKi = Faktor kelipatan EMB untuk menghitung kecukupan energi
pada umur i menurut jenis kelamin
Tabel 2 : Angka kecukupan energi individu (AKELi)
Jenis kelamin Umur Bi (kg)
EMB (kal/orng/hr) Fk AKEI
Wanita 30 (8,7 Bi+829) 1,64 (EMBi) (Fki)
Selanjutnya dilakukan perhitungan sebagai berikut :
a. Menentukan skor tertinggi yang diperoleh dari skor maksimum
alternatif (angka kecukupan energi tertinggi responden berdasarkan
berat badan dan umur)
b. Menentukan skor terendah yang diperoleh dari skor minimum (angka
kecukupan energi terendah berdasarkan berat badan dan umur)
42
c. Menetapkan rentang skor (R) yang diperoleh dari skor tertinggi
dikurangi skor terendah
d. Menetapkan jenjang kriteria untuk jumlah rata-rata kalori responden,
yaitu :
2331,19-2441.00 = Sangat baik
2221.33-2331.18 = Baik
2111.48-2221.32 = Cukup baik
2001,62-2111,47 = Kurang baik
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh
peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan
hasilnya lebih baik dalam arti cepat, lengkap sistematis. Sehingga dapat
mudah diolah (Arikunto,1998:91). Instrumen yang valid sangat diharapkan
dalam setiap penelitian, agar hasil yang diperoleh dapat mencermikan secara
menyakinkan permasalahan yang sedang dibahas. Instrumen penelitian
dijabarkan dalam beberapa pertanyaan atau item. Distribusi item pada angket
dapat dilihat dalam tabel kisi-kisi butir angket penelitian ini. (Dapat dilihat
pada lampiran 2).
Pertanyaan (angket) yang telah disiapkan dan disusun sedemikian rupa
sehingga calon responden hanya tinggal mengisi atau menandai dengan mudah
dan cepat (Sudjana,1992:8). Pertanyaan-pertanyaan dalam angket berpedoman
pada indikator variabel-variabel penelitian yang dijabarkan beberapa item.
Suatu item pada angket berupa butir-butir pertanyaan sehingga responden
43
hanya bertugas menyilang pada salah satu alternatif jawaban. Langkah
selanjutnya adalah menentukan skor butir pertanyaan yaitu pertanyaan positif
dan pertanyaan negatif. Pertanyaan positif adalah pertanyaan yang mendukung
gagasan pertanyaan yang diberikan, sedangkan pertanyaan negatif adalah
pertanyaan yang tidak mendukung gagasan pertanyaan yang diberikan.
Penelitian ini menggunakan pertanyaan positif dengan ketentuan skor tiap-tiap
jawaban adalah sebagai berikut :
1. Skor 4 untuk alternatif jawaban a
2. Skor 3 untuk alternatif jawaban b
3. Skor 2 untuk alternatif jawaban c
4. Skor 1 untuk alternatif jawaban d
Angket akan diuji coba (try out) agar dapat diketahui taraf validitas
dan reliabilitas.
Validitas dan Reliabilitas suatu alat ukur perlu ditetapkan lebih dahulu
sebelum alat ukur digunakan. Hal ini penting karena tingkat validitas dan
reliabilitas dapat menunjukkan mutu dari proses pengumpulan data sebuah
penelitian, apakah mutu instrumen tersebut baik sehingga benar-benar dapat
digunakan untuk mengukur dan apakah instrumen tersebut dapat diandalkan.
Instrumen dalam penelitian yang baik harus mempunyai dua persyaratan
penting yaitu :
1. Validitas Instrumen
Validitas instrumen suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat
kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Suharsimi Arikunto, 1998:160).
44
Untuk mengetahui tingkat validitas angket yang digunakan dalam penelitian
ini ditempuh uji validitas butir instrumen atau validitas item. Skor hasil uji
coba masing-masing item kemudian dikorelasi dengan skor total. Skor
butir dipandang sebagai nilai X dan skor total dipandang sebagai skor Y.
Rumus yang digunakan untuk mencari validitas instrumen menggunakan
korelasi produk moment, yaitu :
( )( )( ){ } ( ){ }2222xy
yyNxxN
yxxyN
Σ−ΣΣ−Σ
ΣΣ−Σ=Γ
Keterangan :
xyΓ = Koefesien kovelati antara x dan y
xΣ = jumlah Skor x
yΣ = jumlah skor y
N = Jumlah subjek atau responden
(Suharsimi, Arikunto,1990: 256)
2. Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas memiliki pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat
dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen itu
sudah baik. Reliabilitas menunjukan pada tingkat keandalan sesuatu. Reliabillitas
artinya dapat dipercaya, jadi dapat diandalkan (Suharsimi Arikunto, 1998:179).
Reliabilitas dapat diketahui dengan cara hasil uji coba (try out)
ditabulasikan dengan tabel analisis data dan dicari varians tiap item, kemudian
dijumlahkan menjadi varians total. Rumus korelasi yang digunakan dalam
45
penelitian ini adalah rumus alpha. Rumus alpha yang digunakan adalah rumus
yang ditulis oleh Suharsimi Arikunto (1998:193) sebagai berikut :
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡σσΣ
−⎥⎦⎤
⎢⎣⎡
−=Γ 2
1
2b
11 11K
K
Keterangan :
11Γ = Reliabilitas instrumen
K = Banyaknya butir pertanyaan
2σΣ = Jumlah varians butir
2tσ = Jumlah varians total
E. Teknik Analisis Data
1. Uji Normalitas
Sebelum data dianalisis lebih lanjut, terlebih dahulu data diuji
dengan uji normalitas. Uji normalitas data dimaksudkan untuk mengetahui
data yang diperoleh berdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas
data dalam penelitian ini menggunakan rumus chi kuadrat, yaitu :
( )∑ −=Χ
h
2no2
FFF
Keterangan :
X2 = Chikuadrat.
Fo = Frekuensi yo diperoleh dari sampel
Fh = Frekuensi yh di harapkan dari sampel
(Sutrisno Hadi, 2000:317)
46
2. Analisis Data
Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan
analisis deskriptif persentase dan korelasi ganda.
a. Analisis Deskriptif Persentase
Analisis deskritif persentase yaitu analisis yang bertujuan untuk
menggambarkan suatu keadaan atau fenomena (Suharsimi Arikunto,
1998:245). Analisis deskritif persentase dalam penelitian ini digunakan
untuk mengetahui gambaran tentang keadaan kebiasaan makan
masyarakat Betawi dengan kondisi sosial ekonomi dan kecukupan
gizi. Rumus yang digunakan adalah :
%100Nn% ×=
Keterangan :
% = Persentase skor data yang diperoleh
n = Jumlah skor yang diperoleh
N = Jumlah skor ideal (skor maksimal tiap butir x jumlah responden)
(Muhammad Ali,1993:164 ).
b. Teknik Korelasi Ganda
Korelasi ganda digunakan untuk mencari hubungan dua variabel
bebas dan satu variabel terikat (Sudjana, 1996:385). Variabel bebasnya
adalah kebiasaan makan dan kondisi sosial ekonomi, sebagai variabel
terikat adalah kecukupan gizi.
47
Rumus yang digunakan :
22,1
2,1212
22
12,1 r1
)rrr(2rrRy
−
××−+=
Keterangan :
Ry1,2 = Korelasi ganda
r2 = Korelasi x1 terhadap y
r2 = Korelasi x2 terhadap y
r1,2 = Korelasi x1 dan x2
Uji signifikan :
Untuk menguji signifikansi korelasi ganda, digunakan uji F di
bawah ini (Sudjana,1996:385).
Rumus yang digunakan :
F = )1kn()R1(
kR2
2
−−−
Keterangan :
F = Uji signifikan
R2 = Korelasi ganda yang dikuadratkan
K = Jumlah variabel bebas
n = Jumlah sampel
Kemudian F hitung dikonsultasikan dengan F tabel, jika F
hitung > F tabel maka pengujian signifikan dan sebaliknya jika F
hitung < F tabel pengujian tidak signifikan.
48
c. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui sejauh
mana hubungan kebiasaan makan dengan kondisi sosial ekonomi dan
kecukupan gizi di Kelapa Dua.
Rumus koefisien determinasi : r2 = 100 x r2 atau r2 x100%
(Sudjana,1996:369)
49
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Masyarakat Desa Kelapa Dua
a. Keadaan Geografi dan Sosial Ekonomi
Kelurahan Kelapa Dua merupakan salah satu kelurahan yang
berada dalam wilayah Kecamatan Kebun Jeruk, Kotamadya Jakarta
Barat. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus
ibukota Jakarta Nomor 1746 Tahun 1987 tanggal 10 September 1987,
luas wilayah kelurahan Kelapa Dua seluruhnya 150.35 Ha.
Luas wilayah : 150.35
Jumlah penduduk : 17.994 jiwa
Jumlah KK : 6.018 KK
Jumlah RT : 60 RT
Jumlah RW : 8 RW
Batas desa sebelah utara berbatasan dengan Jl. H. Domang
Kelurahan Kebon Jeruk, sebelah selatan berbatasan dengan kali
Sekretaris Kelurahan Sukabumi Utara, sebelah barat berbatasan
dengan kali Pesanggrahan Kelurahan Srengseng, dan sebelah timur
berbatasan dengan Jl. H. Domang Kelurahan Kebon Jeruk.
50
Pemukiman penduduk tersebar di delapan Rukun Warga (RW)
atau Dusun, yang terbagi dalam 60 Rukun Tetangga (RT). Jumlah
penduduk Desa yang tercatat ada 17.993 jiwa yang terdiri dan 9.364
jiwa laki-laki dan 8629 jiwa perempuan. Penduduk yang memeluk
agama Islam 12538 jiwa, Kristen 3.254 jiwa, Katolik 1.715 jiwa,
Hindu 248 jiwa dan Budha 239 jiwa.
Kondisi ekonomi masyarakat Desa Kelapa Dua sangat beragam,
dengan masing-masing keluarga mencirikan status kelas yang
disandang sesuai dengan mata pencaharian atau jenis pekerjaan
mereka. Secara rinci mata pencaharian masyarakat desa Kelapa Dua
akan dilaporkan sebagai berikut:
Tabel 1 Mata Pencaharian Masyarakat Desa Kelapa Dua
No. Jenis Pekerjaan F (jiwa) Proporsi %
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Tani
PNS
Karyawan Swata
TNI/POLRI
Pensiunan
Dagang
Wiraswasta
Buruh
200
2157
1184
2009
389
3738
5196
388
1.31
14.13
7.76
13.16
2.55
24.49
34.05
2.54
Jumlah 15261 100,00
(Laporan Monografi desa Kelapa Dua tahun 2005)
Tampak dari tabel di atas bahwa mata pencaharian masyarakat
Desa Kelapa Dua sebagian besar adalah wiraswasta (34,05%), dagang
51
(24,49%) dan selanjutnya PNS (14,13%). Mereka rata-rata menempati
bangunan semi permanen dan kebanyakan status rumah meraka adalah
rumah sendiri, dengan kondisi lingkungan yang sederhana. Rata-rata
dengan luas bangunan sekitar 100 m2. Kondisi jalan yang ada di
Kelurahan Kelapa Dua sebagian belum diaspal sebagian lagi sudah.
Penghasilan rata-rata keluarga perbulan berkisar dibawah Rp.
1.000.000,-, dengan pengeluaran rata-rata perbulan Rp.800.000,- dan
pengeluaran untuk pangan sehari Rp.25.000,- Rp.30.000,-. Ada
keluarga yang seluruh pengeluarannya tersita untuk makan, sehingga
semua pendapatannya hanya digunakan untuk mencukupi kebutuhan
pangan. Ada pula keluarga yang pengeluaran tidak hanya tersita untuk
kebutuhan pangan, tetapi bisa digunakan untuk pendidikan, kesehatan
dan lainnya.
Kondisi sosial ekonomi keluarga yang rendah (51,5%) terebut
erat kaitannya dengan kondisi tingkat pendidikan dalam keluarga
tersebut relatif rendah pula. Yaitu untuk tingkat pendidikan
menunjukkan tamat SD (12,1%), tamat SMP (60,6 %) dan tamat SMA
(18,2%) selebihnya tamat perguruan tinggi (9,1%). Dan mereka belum
pernah mengikuti kursus ketrampilan yang berkaitan dengan
peningkatan kesejahteraan keluarga. Jadi untuk rnengetahui tingkat
sosial ekonomi keluarga tidak hanya diketahui dan jenis pekerjaan
saja, tetapi juga dipengaruhi dari tingkat pendidikan, tingkat
penghasilan, status rumah dan pemilikan fasilitas keluarga.
52
2. Variabel Kebiasan makan
Pendekatan kebiasaan makan ini mencakup diskripsi tentang pola
makan dan empat komponen yaitu:
a. Pola Konsumsi Pangan dalam Keluarga
Gambaran umum kebiasan ibu dalam memenuhi kebutuhan
makan keluarga, bahwa ibu yang menjawah ya dalam memasak
makanan sebanyak 22 responden (66,7%), jawaban sering memasak
sebanyak 3 responden (9,1%) dan jawaban kadang-kadang memasak
sebanyak 8 responden (24,2%) dan tidak ada ibu-ibu yang tidak pernah
masak. Kebiasaan masak yang dilakukan oleh responden, bahwa nasi
sebagai makanan pokok jawaban ya sebanyak 25 responden (75,8%),
jawaban nasi sering digunakan sebagaia makanan pokok sebanyak enam
responden (18.2%) dan nasi kadang-kadang sebagai makanan pokok
jawaban responden sebanyak dua responden (6,1%).
Dalam pemenuhan gizi keluarga sayur mayur merupakan hal
yang sangat penting untuk memenuhi gizi. Jawaban responden
mengenai kebiasan menyediakan sayur dalam setiap makan sebanyak
15 responden (45,5%), jawaban sering sebanyak tujuh responden
(21,2%) sedangkan jawaban kadang-kadang sebanyak 11 responden
(33,3%). Dan tidak ada satupun responden yang tidak menyediakan
sayur dalam menyediakan makanan keluarga. Selain sayur daging
merupakan hal yang sangat penting untuk memenuhi gizi keluarga.
53
Kebiasan responden dalam membuat sayur dengan mencampurkan
daging didalamnya sebanyak 11 responden (33,3%), jawaban sering
tiga responden (9,1%) sedangkan jawaban kadang-kadang sebanyak 18
responden (54,5%) sedangkan jawaban tidak pernah satu responden
(3%). Sedangkan perbandingan antara daging dan sayur sebagai
pelengkap makanan, sebanyak 11 responden (33,3%) yang menyediakan
secara seimbang antara daging dan sayur, sebanyak 22 responden
(66,7%) yang menjawab lebih banyak sayur dibandingkan daging.
Sedangkan jawaban lebih banyak daging dibandingkan sayur tidak
satupun responden yang menjawab.
Buah-buahan merupakan pelengkap makanan sebagai sumber
vitamin. Kebutuhan vitamin dapat dipenuhi dengan menyediakan
buah-buahan dalam keseharian. Jawaban responden tentang kebiasaan
menyediakan buah-buahan, responden yang menjawab ya sebanyak 13
responden (39,4%), jawaban sering menyediakan sebanyak lima
responden (15,2%) sedangkan jawaban kadang-kadang sebanyak 15
responden (45,5%).
Selain kebutuhan makan manusia juga memerlukan air dalam
kehidupannya. Kebiasaan responden dalam memenuhi kebutuhan air,
jawaban responden bahwa mayoritas responden menyediakan air putih
dalam mencukupi minum sehari-hari. Sedangkan mengenai jumlah air
minum yang disediakan, jawaban responden menjawab menyediakan
8 gelas setiap hari sebanyak satu responden (3%), yang menyediakan
54
air putih sebanyak 6-7 gelas setiap hari ada 31 responden (93,9%)
sedangkan yang menyediakan 4-5 gelas satu responden (3%).
Krupuk sebagai pelengkap dalam makanan keluarga, jawaban
ya sebanyak sembilan responden (27,3%) jawaban sering sebanyak 10
responden (30,3%) jawaban kadang-kadang sebanyak 14 responden
(42,4%). Jawaban responden mengenai jenis krupuk yang disediakan
jawaban krupuk udang sebanyak sembilan responden (27,3%) jawaban
krupuk bawang sebanyak delapan responden (24,2%) sedangkan
krupuk dalam kaleng sebanyak 16 responden (48,5%). Mengenai
kebiasaan responden dalam memberikan makan kepada anak-anaknya
hanya diberikan krupuk dan kecap saja, jawaban sering sebanyak dua
responden (6,1%) jawaban kadang-kadang sebanyak 14 responden
(42,4%) dan jawaban tidak pernah sebanyak 17 responden (51,5%).
Selain mengkonsumsi makanan pokok, responden juga kadang-
kadang mengkonsumsi makanan seperti gorengan, bakso, siomay dan
lain-lain. Responden juga mempunyai kebiasaan rnengkonsumsi
makanan cemilan atau selingan dalam sehari-hari. Hal ini diketahui
dan jawaban responden, yaitu 28 responden (84,8%) mengkonsumsi
makanan cemilan sebanyak tiga kali sehari sedangkan lima responden
(15,2%) mengkomsumsi makanan ringan sebanyak dua kali sehari.
Mengenai jenis makanan ringan yang dikomsumsi responden misalnya
bakso, siomay, gado-gado dan lain-lain. Hal ini diketahui dan jawaban
responden, yaitu yang sering mengkonsumsi makanan gorengan
55
sebesar sepuluh responden (30,3%) dan selebihnya menjawab
menkonsumsi bakso sebesar 23 responden (69,7%). Makana ringan
yang dikonsumsi dapat dibuat sendiri ataupun dibeli dari para pedang
keliling. Jawaban responden bahwa 13 responden (39,4%) menjawab
bahwa makanan ringan yang dikomsumsi dibuat sendiri dan 20
responden (60,9%) menjawab membeli dari para pedagang keliling.
b. Ideologi Pangan atau Cara Pikir terhadap Pangan
Pengetahuan tentang pangan dan gizi yang berkaitan dengan
kepercayaan terhadap makanan, makanan yang ditabukan, makanan
pantang, makanan pantas, dan sebagainya. Termasuk kedalam ideologi
pangan seseorang. Mengenai pelajaran tentang gizi yang bahwa
sebanyak 15 responden (45,5%) menjawab ya menerima pengetahuan
tentang gizi, dua responden (6,1%) menjawab sering mendengar
pengetahuan tentang gizi, 14 responden menjawa kadang-kadang
mendengar pengetahuan tentang gizi dan dua responden (6,1%) tidak
pernah mendengar pengetahuan tentang gizi.
Cara pikir terhadap pangan responden rnempunyai kriteria baik.
Hal tersebut didapat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa
pengetahuan pangan diperoleh dari baca buku ada 19 responden
(57,6%), majalah ada satu responden (3%), radio ada 12 responden
(36,4%) dan satu responden lainnya (3%) memperoleh pengetahuan
dari lain-lain selain di atas.
c. Preferensi Pangan
56
Preferensi pangan yang diartikan sebagai kesukaan atau pilihan
terhadap makanan, akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan.
Sebagaimana dikatakan oleh Sanjur (1982), sikap suka atau tidak suka
sangat mempengaruhi pemilihan makanan. Makanan yang tidak
disukai Ibunya, biasanya tidak disukai pula oleh anaknya, karena
jarang atau mungkin tidak pernah dikenalkan oleh Ibunya. Oleh karena
itu merupakan hal penting mempelajari pangan yang disukai ataupun
yang tidak disukai, makanan yang belum pemah dirasakan serta
menelusuri sebab-sebab yang melatar belakanginya.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa tidak ada makanan yang
tidak boleh dimakan atau dilarang sebanyak 19 responden (57,6%) ada
makanan yang dipantang sebanyak satu responden (3%) dan tergantung
dengan makanan apa yang akan dimakan sebanyak 12 responden
(36,4%) sedangkan yang menjawab lain-lain ada satu responden (3%).
d. Sosio Budaya Pangan
Pola makan mernpunyai hubungan yang erat dengan sosio
budaya yang ada dalam keluarga tersebut Misalnya kapan dan dalam
kombinasi yang bagaimana pangan disajikan; siapa yang menyajikan dan
menyiapkan makanan; siapa yang mendapatkan prioritas pembagian
dan pelayanan dalam makanan keluarga; hubungan besarnya keluarga
dengan pola pangan dan status gizi serta bagaimana pola pangan
dikembangkan dan mengapa pangan tertentu diterima sedangkan
lainnya ditolak.
57
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi
pangan yang disajikan dalam keluarga mempunyai kriteria baik. Hal ini
ditunjukkan dari 33 responden yang bertugas menentukan jenis
masakan dalam keluarga yaitu Ibu sebesar 28 jawaban responden
(84,8%) dan selebihnya ada lima jawaban oleh pembantu (15,2%).
Responden juga membiasakan diri untuk makan bersama
dirumah, hal ini berdasarkan jawaban responden yang menyiapkan
makanan dalam acara makan bersama seluruh keluarga adalah ibu
sebanyak 27 responden (81,8%) dan sisanya disediakan oleh pembantu
6 responden (18,2%).
Prioritas pelayanan dalam mengambil makanan dalam acara
makan bersama di rumah diutamakan orang tua yaitu bapak, hal ini
berdasarkan jawaban yang mendahulukan ayah semua responden 33
responden (100%). Kebiasaan makan bersama dirumah dilakukan oleh
responden, hal ini berdasarkan hasil penelitian dari 33 responden
terdapat 15 responden (45,5%) yang menjawab ya. Sedangkan satu
responden (3%) menjawab sering dan 17 responden (51,5%)
menjawab kadang-kadang melaksanakan makan bersama keluarga di
rumah.
Dalam kebiasan makan dirumah ibu merupakan yang
menentukan jenis makan apa yang akan disajikan. Hal ini dari 33
responden terdapat 31 responden (93,9%) yang menjawab ibu
58
sedangkan sisanya sebanyak 2 responden (6,1%) yang menentukan
jenis masakan adalah anak laki-laki.
3. Variabel Kondisi Sosial Ekonomi
Gambaran kondisi sosial ekonomi keluarga dibahas berdasarkan
faktor-faktor yang mernpengaruhinya dan keadaannya dalam masyarakat.
Faktor-faktor ini mencakup diskripsi tentang tingkat sosial ekonomi
keluarga dan 5 komponen yaitu:
a. Tingkat Pendidikan Responden
Pendidikan formal keluarga responden dipaparkan dalam tabel
berikut ini:
Tabel 4. Deskripsi Tingkat Pendidikan Responden
Kategori Tingkat Pendidikan frekuensi Proporsi (%)
Tamat Perguruan Tinggi
Tamat SMA
Tamat SMP
Tamat SD
3
6
18
4
9.1
18.2
60.6
12.1
Jumlah 33 100%
Memperhatikan tabel di atas, tampak bahwa rata-rata tingkat
pendidikan responden adalah tidak tamat SMP. Hasil analisis tersebut
menunjukkan kiasifikasi tingkat pendidikan sebagai berikut :
59
Tingkat Pendidikan Responden
0
5
10
15
20
25
TamatPerguruan
Tinggi
Tamat SMA Tamat SMP Tamat SD
Kategori
Frek
uens
i
Gambar 2. Diagram Tingkat Pendidikan.
b. Tingkat Penghasilan Keluarga di Kelurahan Kelapa Dua
Tingkat penghasilan keluarga responden dikategorikan dalam
tabel berikut ini :
Tabel 5. Tingkat Penghasilan Keluarga
Tingkat Penghasilan Frekuensi Proporsi (%)
Lebih dari Rp. 2.000.000,-
Rp. 2.00.000,- – Rp. 1.500.000,-
Rp. 1.500.000,- – Rp. 1.000.000,-
Kurang dari Rp. 1.000.000,-
6
10
0
17
18.2
30.3
0
51.5
Jumlah 33 100
Mengkaji tabel tersebut di atas, tampak bahwa tingkat
penghasilan pada keluarga responden pada umumnya memiliki tingkat
penghasilan dengan kategori rendah. Hal ini karena sebagian besar
keluarga setiap bulannya memperoleh penghasilan kurang dari Rp.
60
1.000.000,-. Untuk pengeluaran keluarga tak terduga tiap bulan, yaitu
masing-masing responden tingkat pengeluaran tak terduga Rp.
250.000 ada 0 responden (0 %), tingkat pengeluaran tak terduga
antara Rp. 200.000 – Rp. 150.000 ada 17 responden (51,5 %), dan
tingkat pengeluaran tak terduga antara Rp. 150.000 – Rp. 100.000,-
ada 7 responden (21,2%). Dan tingkat pengeluaran tak terduga kurang
dari Rp. 100.000 ada 9 responden (27,3%). Untuk menabung, dari
penghasilan yang diperoleh diatas sisanya ditabung, jawaban
responden yaitu masing-masing responden menjawab ya ada dua
responden (6,1 %), jawaban sering menabung ada 11 responden (33,3
%), jawaban kadang-kadang menabung ada 18 responden (54.5%).
jawaban tidak pernah menabung ada 2 responden (6,1%). Jika dalam
suatu mempunyai kelebihan pendapatan maka dari 33 responden yang
mempergunakan uang lebih untuk membeli perhiasan ada enam
responden (18,2%), untuk membeli perabot rumah tangga yang baru
ada 18 responden (54,5%), untuk membeli pakaian yang baru ada
tujuh responden (21,2%) dan untuk membeli makanan yang tahan
lama ada dua responden (6,1%).
c. Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan keluarga responden yaitu pekerjaan Ibu
dipaparkan dalam tabel berikut ini :
Tabel 6. Jenis Pekerjaan Ibu
No. Jenis Pekerjaan Frekuensi Proporsi (%)
61
1.
2.
3.
4.
Wiraswasta
Ibu rumah Tangga
Pegawai Swasta
Pegawai Negeri
4
5
2
22
12.1
15.2
6.1
66.7
Jumlah 33 100
Mengkaji tabel 6 tersebut, tampak bahwa jenis pekerjaan pada
keluarga responden pada umumnya memiliki jenis pekerjaan berupa
pegawai negeri
d. Pemilikan fasilitas.
Fasilitas yang dimiliki responden yang memiliki mobil dan
sepeda motor ada lima responden (15,2%), yang memiliki mobil saja
ada lima responden (15,2%), yang memiliki sepeda motor ada 13
responden (39,4%) dan yang tidak memiliki apa-apa sebagai alat
transportasi sebanyak 10 responden (30,3%). Untuk kepemilikan
barang-barang elektronika, dari 33 responden yang memiliki televisi,
kulkas, tape recorder dan mesin cuci ada 12 responden (36,4%), yang
memiliki televisi, tape recorder dan kulkas terdapat 17 responden
(51,5%) sedangkan yang hanya memiliki tape recorder dan televisi
ada empat responden (12.1%).
e. Status Rumah
Status rumah secara umum memiliki kriteria baik, hal ini
diketahui dari hasil penelitian menyatakan responden yang memiliki
rumah sendiri sebanyak 23 responden (69,7%), yang menggunakan
62
rumah kontrak ada enam responden (18,2%) dan yang selain diatas ada
empat responden (12,1%). Jenis-jenis rumah yang ditempati oleh
responden yang sudah permanent sebanyak 29 responden (72,7%)
sedangkan lainnnya sebanyak empat responden menjawab lain-lain.
Sedangkan lantai dasarnya dari 33 responden, terdapat 24 responden
(72,7%) yang menjawab keramik lantai dasar rumahnya sedangkan
sembilan responden (27,3%) menjawab lain-lain.
4. Variabel Kecukupan Gizi
Kecukupan gizi responden yang terjadi pada responden tabel
berikut ini:
Tabel 7. Kategori kecukupan gizi responden
Kategori Kecukupan Gizi Frekuensi Proporsi (%)
Sangat Baik 3 9.09
Baik 1 3.03
Cukup Baik 7 21.21
Kurang Baik 22 66.67
Jumlah 33 100
Memperhatikan tabel di atas, tampak bahwa rata-rata responden
termasuk dalam kategori gejala kurang baik kecukupan gizinya. Hasil
analisis tersebut menunjukkan kekurangan kecukupan Gizi sebagai
berikut:
63
0.00%10.00%20.00%30.00%40.00%50.00%60.00%70.00%
SangatBaik
Baik Cukup Baik KurangBaik
Gambar : Diagram kecukupan gizi
5. Hubungan Antara Kebiasaan Makan Masyarakat Betawi Terhadap
Kecukupan Gizi di Kelurahan Kelapa Kelapa Dua Kecamatan Kebon
Jeruk Kotamadya Jakarta Barat.
Hipotesis pertama pada penelitian ini menyatakan bahwa terdapat
hubungan antara kebiasaan makan masyarakat Betawi dengan kecukupan
gizi di Kelurahan Kelapa Dua Kecamatan Kebon Jeruk, Kotamadya
Jakarta Barat.
Berdasarkan dari data yang sudah diperoleh ternyata tidak ada
hubungan yang signifikan. Hal ini dapat diketahui dan hasil analisis uji t
antara kebiasaan makan masyarakat Betawi dengan kecukupan gizi,
dimana probabilitas 0,642 nilai probabilitas tersebut lebih besar dari nilai
signifikansi 0,05 yang bermakna hipotesis kerja (Ha) ditolak, sehingga
dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan makan
64
masyarakat Betawi dengan kecukupan gizi di Kelurahan Kelapa Dua
Kecamatan Kebon Jeruk Kotamadya Jakarta Barat.
6. Hubungan Antara Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga dengan
kecukupan gizi di Kelurahan Kelapa Dua Kecamatan Kebon Jeruk
Kotamadya Jakarta Barat.
Hipotesis kedua pada penelitian ini menyatakan bahwa terdapat
hubungan antara kondisi sosial ekonomi keluarga dengan kecukupan gizi
di Kelurahan Kelapa Dua Kecamatan Kebon Jeruk Kotamadya Jakarta
Barat.
Berdasarkan dari data yang sudah diperoleh ternyata ada hubungan
yang signifikan. Hal ini dapat diketahui dan hasil analisis uji t antara
kondisi sosial ekonomi dengan kecukupan gizi, dimana probabilitas 0,00
nilai probabilitas tersebut lebih kecil dari nilai signifikansi 0,05 yang
bermakna hipotesis kerja (Ha) diterima, sehingga dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan antara kondisi sosial ekonomi dengan kecukupan gizi
di Kelurahan Kelapa Dua Kecamatan Kebon Jeruk Kotamadya Jakarta
Barat.
7. Hubungan Antara Kebiasaan makan masyarakat dan Kondisi Sosial
Ekonomi Dengan Kecukupan Gizi di Kelurahan Kelapa Dua
Kecamatan Kebon Jeruk Kotamadya Jakarta Barat.
65
Hipotesis pada penelitian ini menyatakan bahwa terdapat hubungan
antara kebiasaan makan masyarakat dan kondisi sosial ekonomi dengan
kecukupan Gizi di Kelurahan Kelapa Dua Kecamatan Kebon Jeruk
Kotamadya Jakarta Barat.
Hasil analisis regresi diperoleh koefisien untuk variabel bebeas X1
= -1,365, X2 = 15,783 dan konstanta sebesar 1.694,538, sehingga model
persamaan regresi yang diperoleh adalah:
∧
Y = 1.694,538 – 1,365 KM + 15,783 KE
Model regresi tersebut di uji keberartiannya menggunakan uji F
yang diperoleh F hitung 12,347 dengan probabilitas error sebesar 0,00.
Karena nilai probabilitas error < 0,05, menunjukkan bahwa X1 dan X2
secara bersama-sama berpengaruh terhadap Y. atau juga dapat dikatakan
bahwa terdapat pengaruh secara bersama-sama antara kebiasaan makan
masyarakat Betawi dan kondisi sosial ekonomi terhadap kecukupan energi
di Kelurahan Kelapa Dua Kecamatan Kebon Jeruk Kotamadya Jakarta
Barat.
8. Koefisien Determinansi
Hubungan antara kebiasaan makan masyarakat dan kondisi sosial
ekonomi dengan kecukupan Gizi di Kelurahan Kelapa Dua Kecamatan
Kebon Jeruk Kotamadya Jakarta Barat sebesar 0,672 dan nilai determinasi
sebesar 0,451 atau 45,1%, yang bermakna bahwa pengaruh antara
66
kebiasaan makan masyarakat dan kondisi sosial ekonomi dengan
kecukupan Gizi di Kelurahan Kelapa Dua Kecarnatan Kebon Jeruk
Kotamadya Jakarta Barat sebesar 45,1%. Sedangkan pengaruh faktor lain
diluar penelitian ini sebesar 54,9%.
B. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan kebiasaan makan masyarakat Betawi di
Kelurahan Kelapa Dua Kecamatan Kebon Jeruk Kotamadya Jakarta Barat
orang responden memiliki kebiasaan makan sangat baik dan sebagian
responden memiliki kebiasan makan yang baik. Kebiasan makan yang baik
tersebut telah menucukupi kebutuhan gizi. Selain nasi, lauk-pauk juga
dikomsumsi oleh responden, untuk konsumsi tempe dan tahu hampir setiap
hari dikonsumsi. Daging, ikan segar dan ayam dikonsumsi hanya sekali dalam
satu minggu. Kondisi sosial ekonomi masyarakat Betawi kriteria baik dan
cukup. Responden yang sebagian besar bekerja sebagai pegawai negeri
dengan tingkat pendidikan SMP dan SMA. Hal tersebut memberikan
gambaran bahwa kondisi sosial ekonomi responden cukup baik ditambah
dengan kondisi rumah yang sudah permanen dan berlantai keramik.
Sedangkan untuk tingkat konsumsi makanan di masyarakat Betawi, bahwa
semua responden mengkonsumsi nasi setiap harinya, hampir 95%
mengkomsumsi mie dalam satu minggu sekali dan ditambah dengan makan
umbi-umbian yang rata-rata dalam satu minggu sampai sebulan sekali seperti
ubi jalar, jagung. Sedangkan untuk konsumsi roti dan kentang hampir dalam
67
satu minggu sekali. Sayuran yang sering dikonsumsi adalah bayam, kangkung,
wortel hampir setiap hari sedangkan daun singkong dan daun katuk sebulan
sekali. Untuk buncis,kol, daun sawi diskonsumsi satu minggu sekali.
Pola makan dan tingkat sosial ekonomi dinilai secara kuantitatif degan
menggunakan metode angket yang pengisiannya dengan memilih jawaban
sesuai dengan keadaan sebenarnya.
Di dalam metode recall yang dapat dilihat untuk sarapan pagi
responden lebih memilih nasi uduk maupun lontong sayur dan ada juga yang
membeli lapis, getuk dan gemblong dan ada juga yang memasak sendiri
dengan masakan nasi goreng maupun mie instant. Untuk makan siang nasi
sebagai makanan pokok untuk lauk pauk responden lebih banyak memasak
tempe, telur, ikan, bandeng dan jengkol. Untuk sayuran responden lebih
banyak memasak sayur asem, tumis kangkung, sop dan bayam. Bila ada
responden yang malas untuk memasak biasanya hanya ceplok telur, kecap dan
kerupuk. Kebanyakan responden membeli kerupuk kaleng sebagai lauk juga.
Untuk cemilan responden suka membeli bakso, es, kue dan siomay.
Kalaupun ada responden yang suka membuat cemilan hanya beberapa orang
saja dan cemilian yang dibuat biasanya urap ketan, asinan betawi dan bugis.
Dari hasil keseluruhan peneliti dapat melihat biasanya responden
masak lauk untuk siang dan malam hari. Kalaupun lauk habis biasanya
responden membeli nasi goreng atau lauk yang sudah matang. Responden
jarang menyediakan buah untuk dikonsumsi. Kalaupun ada hanya beberapa
responden. Kebanyakan responden menyediakan buah apabila ada tamu.
68
Hasil penelitian rnenunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang
pangan cukup baik, namun pada pelaksanaan konsumsi pangan sehari-hari,
ibu kurang menerapkan pengetahuan yang dimilikinya. Pada kenyataannya
untuk keluarga yang rata-rata memiliki kebiasaan makan yang sangat baik,
kondisi sosial ekonominya dalam kriteria cukup, sehingga nilai kecukupan
gizinya termasuk dalam kriteria kurang baik.
C. Kelemahan Penelitian
Kurang akuratnya data mungkin disebabkan oleh keterbatasan
responden dalam merespon pertanyaan dalam angket, sehingga data yang
diperoleh peneliti belum sepenuhnya mengungkap tingkat kondisi sosial
ekonomi keluarga dan kebiasaan makan responden. Hal tersebut terjadi karena
mereka marasa m,alu apabila keadaan mereka sesungguhnya diketahui orang
lain, terutama oleh peneliti. Oleh karena itu peneliti tidak dapat mengungkap
keadaan sebenarnya tentang kondisi sosial ekonomi keluarga dan kebiasaan
makan dari responden.
Dan juga peneliti masih menggunakan penilaian kuantitatif yang
berupa angket, sehingga responden memilih jawaban dan pertanyaan yang
baik. Hal tersebut terjadi karena mereka merasa malu apabila keadaan mereka
sesungguhnya diketahui orang lain, terutama oleh peneliti. Oleh karena itu
peneliti tidak dapat mengungkap keadaan sebenarnya tentang tingkat kondisi
sosial ekonorni keluarga dan kebiasan makan dari responden. Walaupun sudah
dilaksanakan validitas dan reliabilitas instrumen. Untuk metode recall yang
digunakan untuk mengetahui pola makan responden belum sepenuhnya
69
menggungkap semua jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi responden.
Kelemahan metode recall ini yaitu responden kurang mampu mengingat-ingat
pangan yang dikonsumsi beberapa hari yang lalu, sehingga kemungkinan ada
beberapa jenis yang kurang sesuai dengan kenyataan. Dan juga dalam
penjenjangan kriteria dalam penelitian ini tidak mengacu pada standart
nasional, melainkan mengacu pada sebaran normal (normatif) dari responden,
sebab terjadinya sekedar membandingkan perbedaan antara responden
sehingga tidak dapat digeneralisir ke skala yang lebih luas.
70
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik simpulan dan
saran sebagai berikut :
A. Simpulan
1. Gambaran tentang kebiasaan makan pada masyarakat Betawi
menunjukkan dari 33 responden terdapat 15 responden (45,45%) yang
memiliki kebiasaan makan sangat baik, 18 responden (45,55%) memiliki
kebiasaan makan yang baik.
2. Gambaran tentang kebiasaan makan pada masyarakat Betawi dengan
kecukupan gizi ada 22 responden (66,67%) kategori kurang baik, 7
responden (8,08%) kategori baik dan 3 responden (9,09%) kategori sangat
baik
3. Ada hubungan antara kebiasaan makan masyarakat dan kondisi sosial
ekonomi dengan kecukupan Gizi di Kelurahan Kelapa Dua Kecarnatan
Kebon Jeruk Kotamadya Jakarta Barat. Sedangkan besarnya pengaruhnya
sebesar 54,1% sedangkan sisanya sebesar 55,9% dipengaruhi oleh faktor
lain diluar penelitian ini.
71
B. Saran-saran
1. Kondisi ekonomi masyarakat di kelurahan Kepala Dua Kecamatan Kebon
Jeruk Kotamadya Jakarta Barat termasuk baik, namun kebiasaan untuk
menabung belum membudaya, maka perlu dibiasakan menabung untuk
keperluan-keperluan yang sifatnya mendadak.
2. Walaupun kondisi ekonomi masyarakat di kelurahan Kepala Dua
Kecamatan Kebon Jeruk Kotamadya Jakarta Barat termasuk baik, namun
masalah kecukupan gizi masih dalam kategori kurang baik, maka perlu
diberikan pengarahan-pengarahan tentang pentingnya gizi bagi
pertumbuhan terutama bagi anak.
3. Karena penelitian tentang kebiasaan makan dan tingkat sosial ekonomi
menggunakan angket, sehingga responden akan menjawab yang baik-baik
sehingga ada beberapa jenis jawaban yang kurang sesuai dengan
kenyataan. Maka perlu dicarikan alternatif lain untuk mengungkapkan
kondisi yang sebenarnya.