tata laksana nutrisi pada gagal jantung kongestif...

94
UNIVERSITAS INDONESIA TATA LAKSANA NUTRISI PADA GAGAL JANTUNG KONGESTIF SERIAL KASUS WIJI LESTARI 1106026854 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1 PROGRAM STUDI ILMU GIZI KLINIK JAKARTA JUNI 2013 Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

Upload: others

Post on 27-Nov-2020

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

UNIVERSITAS INDONESIA

TATA LAKSANA NUTRISI PADA

GAGAL JANTUNG KONGESTIF

SERIAL KASUS

WIJI LESTARI

1106026854

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1

PROGRAM STUDI ILMU GIZI KLINIK

JAKARTA

JUNI 2013

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

1

UNIVERSITAS INDONESIA

TATA LAKSANA NUTRISI PADA

GAGAL JANTUNG KONGESTIF

SERIAL KASUS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Spesialis Gizi Klinik

WIJI LESTARI

1106026854

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1

PROGRAM STUDI ILMU GIZI KLINIK

JAKARTA

JUNI 2013

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

ii

ii

Universitas Indonesia

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Laporan serial kasus ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : dr. Wiji Lestari, MGizi

NPM : 1106026854

Tandatangan :

Tanggal : 17 Juni 2013

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

iii

iii

Universitas Indonesia

HALAMAN PENGESAHAN

Serial Kasus ini diajukan oleh :

Nama : Wiji Lestari

NPM : 1106026854

Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis-1

Program Studi Ilmu Gizi Klinik

Judul serial kasus : Tata Laksana Nutrisi pada Gagal Jantung Kongestif

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima

sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar

Spesialis Gizi Klinik pada Program Studi Ilmu Gizi Klinik, Program

Pendidikan Dokter Spesialis-1, Fakultas Kedokteran, Universitas

Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : dr. Sri Sukmaniah, MSc, SpGK

(.............................)

Penguji : DR. dr. Johana Titus, MS, SpGK

(.............................)

Penguji : dr. Lukman Halim, MS, SpGK

(.............................)

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal : 17 Juni 2013

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

iv

iv

Universitas Indonesia

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmatNya penulis

dapat menyelesaikan penyusunan makalah serial kasus mengenai dukungan nutrisi

terhadap pasien gagal jantung kongestif yang disebabkan penyakit jantung

hipertensi yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kebupaten Tangerang.

Selesainya makalah ini tidak lepas dari tuntunan dan bimbingan dosen

pembimbing, dan staf pengajar Departemen Ilmu Gizi Klinik Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan

penghargaan setinggi-tingginya kepada dr. Sri Sukmaniah, MSc, SpGK sebagai

pembimbing sekaligus Ketua Program Studi Ilmu Gizi PPDS-I FKUI yang dengan

kesabaran, ketekunan, ketelitian serta dedikasinya hingga selesainya penyusunan

makalah ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Victor Tambunan, MS,

SpGK sebagai Ketua Departemen Ilmu Gizi Klinik FKUI, dan Dr. dr. Johana

Titus, MS, SpGK sebagai sekretaris Program Studi Ilmu Gizi Klinik PPDS-I

FKUI, atas bimbingan dan dukungan yang telah diberikan sejak awal menjalani

pendidikan hingga saat ini. Ucapan terima kasih juga kepada dr. Elvi Manurung,

MS, SpGK dan dr. Trisno Wijanto, MS, SpGK atas bimbingan, kesempatan dan

kepercayaannya untuk dapat melaksanakan kewajiban sebagai PPDS dan untuk

serial kasus ini.

Terima kasih yang tak terhingga untuk seluruh pasien yang terlibat dalam

penyusunan serial kasus ini, kepada Direktur RSU Tangerang yang memberikan

penulis kesempatan untuk melaksanakan tugas sebagai PPDS-1 PSIGK. Terima

kasih juga penulis ucapkan untuk seluruh perawat, teman sejawat, dietisien, dan

seluruh staf yang terlibat dalam proses pemberian dukungan nutrisi pada pasien

gagal jantung kongestif di RSU Tangerang.

Seluruh sahabat dan rekan PPDS-1 PSIGK terutama angkatan II: dr. Ade

Erni, MGizi; dr. Daunwati, MGizi; dr. Diana FS, MGizi; dr. Ingka N, MGizi; dr.

Nurly HW, MGizi; dr. Rita R, MGizi; dr. Tutik E, MGizi; dr. Verawati, MGizi,

penulis ucapkan terimakasih atas semua bantuan, dukungan dan kebersamaan

dalam suka dan duka selama menjalankan pendidikan.

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

v

v

Universitas Indonesia

Penulis menghaturkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada orang

tua yang dengan kasih sayangnya telah memberikan dukungan moral dan material

serta menjadi inspirator penulis untuk tegar dan kuat dalam menjalankan proses

pendidikan. Kepada suami tercinta, dr. Pukovisa Prawiroharjo, SpS dan putra

tercinta Cahyadila Fastabiqutomo atas semua pengertian, pengorbanan, doa,

motivasi, dan segala kasih sayangnya yang membahagiakan.

Akhir kata, penulis hanya berharap Allah Yang Maha Kuasa berkenan

membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu dan memberi

kesempatan kepada penulis. Semoga penulisan makalah ini dapat bermanfaat bagi

semua pihak.

Jakarta, 17 Juni 2013

Penulis

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

vi

vi

Universitas Indonesia

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di

bawah ini :

Nama : Wiji Lestari

NPM : 1106026854

Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Gizi Klinik

Fakultas : Kedokteran

Jenis Karya : Laporan Serial Kasus

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-

Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

TATA LAKSANA NUTRISI PADA GAGAL JANTUNG KONGESTIF

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih

media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat,

dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya

sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada tanggal: 17 Juni 2013

Yang menyatakan

(Wiji Lestari)

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

vii

vii

Universitas Indonesia

ABSTRAK

Nama : dr. Wiji Lestari, MGizi

Program Studi : Ilmu Gizi Klinik, Program Pendidikan Dokter Spesialis-1

Judul

Pembimbing

: Tata Laksana Nutrisi Pada Gagal Jantung Kongestif

: dr. Sri Sukmaniah, MSc, SpGK

P

Malnutrisi merupakan salah satu masalah penting yang sering terjadi pada pasien

dengan penyakit gagal jantung kronik. Perubahan neurohormonal dan reaksi

inflamasi yang terjadi menyebabkan serangkaian perubahan metabolisme. Kondisi

ini jika tidak diimbangi asupan nutrisi yang adekuat akan terjadi kaheksia

kardiak. Adanya kaheksia kardiak terbukti meningkatkan morbiditas dan

mortalitas. Laporan serial kasus ini memaparkan empat kasus pasien gagal

jantung kongestif dengan etiologi penyakit jantung hipertensi disertai berbagai

kondisi penyerta. Semua pasien telah mengalami kaheksia kardiak sehingga

memerlukan dukungan nutrisi selama perawatan.

Masalah yang turut menyertai dan berkaitan erat dengan nutrisi pada

keempat pasien adalah infeksi, anemia, hipoalbuminemia, gangguan fungsi ginjal,

gangguan fungsi hati, keseimbangan cairan dan elektrolit serta defisiensi

mikronutrien tertentu serta nutrien spesifik. Penentuan kebutuhan energi total

dihitung berdasarkan rumus Harris Benedict disesuaikan dengan faktor stres

tergantung beratnya kasus dan kondisi penyerta. Pemberian protein disesuaikan

dengan fungsi ginjal pada masing-masing pasien. Restriksi cairan dan natrium

disesuaikan dengan keadaan retensi cairan, keadaan hiponatremia dan respon

terhadap diuretik yang diberikan. Pemberian mikronutrien tertentu dan nutrien

spesifik belum sepenuhnya dapat dilaksanakan pada keempat kasus.

Monitoring dan evaluasi yang diberikan meliputi klinis, antropometri

terutama perubahan berat badan akibat retensi cairan, toleransi asupan,

keseimbangan cairan dan kapasitas fungsional. Selama pemantauan didapatkan

peningkatan asupan nutrisi dengan toleransi yang baik disertai dengan perbaikan

klinis, kapasitas fungsional dan kondisi metabolik. Tata laksana penyakit primer

yang adekuat disertai dukungan nutrisi yang optimal menghasilkan outcome yang

baik selama perawatan. Perlu penatalaksanaan nutrisi berkelanjutan untuk

mempertahankan status nutrisi, membantu mengontrol progresifitas penyakit dan

mengendalikan komplikasi.

Kata Kunci : Tata laksana nutrisi, malnutrisi, Gagal Jantung Kongestif,

Penyakit Jantung Hipertensi

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

viii

viii

Universitas Indonesia

ABSTRACT

Name : dr. Wiji Lestari, MGizi

Study Programme : Study Programme of Clinical Nutrition Specialist,

Faculty of Medicine, Universitas Indonesia

Title

Counsellor

: Nutritional Management in Congestive Heart Failure

: dr. Sri Sukmaniah, MSc, SpGK

Malnutrition is the one of the most important problem which is frequently

occurred in chronic heart disease patients. Neurohormonal changes and

inflammatory reactions which developed will cascading metabolism shifts. If this

condition is not followed by adequately nutrition intake, patients will have cardiac

cachexia. The present of cardiac cachexia is evidenced in increasing the morbidity

and mortality. This case series described four congestive heart failure patients

which caused by hypertensive heart disease with various morbid conditions. All of

the patients had cardiac cachexia and require nutritional support during the

inward.

Several problems accompany and strongly relate with nutritional aspect in

this cese series were infection, anemia, hypoalbuminemia, renal dysfunction,

hepatic dysfunction, water and electrolyte imbalance, and specific micronutrient

and nutrient deficiency. Total energy needs based on Harris Benedict formula and

stress factors depend on case severity and other morbid conditions. Protein

requirement adjusted to renal function for every patient. Water and sodium

restriction adjusted to water retention, hyponatremia, and given diuretic responses

conditions. Specific micronutrient and nutrient were not fully maintained in those

four cases.

Monitoring and evaluation of this case series including clinical,

antropometry especially weight changes due to water resistance, tolerance of

intake, water balance and functional capacity conditions. During follow up, the

improvement of nutrition intake and tolerance were developed as good as

improving clinical, functional capacity, and metabolic condition. Adequate

treatment for primary disease accompanied by optimal nutritional support resulted

great outcome during inward. Further nutritional support are required to maintain

nutritional status, help controlling disease progression, and control complications.

Keywords: Nutritional management, malnutrition, Congestive Heart Failure,

Hypertensive Heart Disease

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

ix

ix

Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. .iii

KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................. vi

ABSTRAK.................................................................................................... ........ vii

ABSTRACT................................................................................................ ......... viii

DAFTAR ISI................................................................................................. ......... ix

DAFTAR GAMBAR....................................................................................... ...... xi

DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvi

1. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1

1.2 Tujuan............................................................................................................. 2

1.2.1Tujuan Umum ........................................................................................... 2

1.2.2Tujuan Khusus .......................................................................................... 2

1.3.Manfaat ........................................................................................................... 3

2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 4

2.1 Anatomi dan Fisiologi Jantung ...................................................................... 4

2.2 Metabolisme Energi di Jantung ...................................................................... 5

2.3 Perubahan Metabolisme pada Gangguan Jantung .......................................... 7

2.4 Gagal Jantung Kongestif ................................................................................ 9

2.4.1 Definisi Gagal Jantung Kongestif ............................................................ 9

2.4.2 Klasifikasi Gagal Jantung Kongestif ....................................................... 9

2.4.3 Patofisiologi Gagal Jantung Kongestif .................................................. 10

2.4.4 Manifestasi Klinis pada Gagal Jantung Kongestif ................................ 11

2.4.5 Malnutrisi pada Gagal Jantung .............................................................. 13

2.4.6 Penatalaksanaan Gagal Jantung Kongestif ............................................ 15

2.5 Tata Laksana Nutrisi pada Pasien Gagal Jantung Kongestif ........................ 16

2.5.1 Penilaian Status Nutrisi ......................................................................... 16

2.5.2 Kebutuhan Energi dan Komposisi Makronutrien .................................. 17

2.5.3 Kebutuhan Mikronutrien ....................................................................... 19

2.5.4 Nutrien spesifik...................................................................................... 21

2.6. Interaksi Obat .............................................................................................. 23

2.7 Prognosis Gagal Jantung Kongestif ............................................................. 23

3. KASUS......................................................................................................... .... 25

3.1 Kasus 1 ......................................................................................................... 26

3.2 Kasus 2 ......................................................................................................... 30

3.3 Kasus 3 ......................................................................................................... 34

3.4 Kasus 4 ......................................................................................................... 39

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

x

x

Universitas Indonesia

4. PEMBAHASAN .............................................................................................. 43

5. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 53

5.1 Kesimpulan ................................................................................................... 53

5.2 Saran ............................................................................................................. 53

DAFTAR REFERENSI ...................................................................................... 55

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

xi

xi

Universitas Indonesia

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Struktur jantung dan pembuluh darah ....................................... 5

Gambar 2.2. Defek transfer energi yang terjadi pada gagal jantung..............7

Gambar 2.3. Metabolisme energi di mitokondria...........................................8

Gambar 3.1. Analisis asupan energi (A), protein (B), lemak (C),

karbohidrat (D) Tn S sebelum sakit, selama sakit, dan 24

jam terakhir. ............................................................................ 27

Gambar 3.2. Grafik pemantauan tekanan darah, frekuensi nadi dan

napas Tn. S selama perawatan ............................................... 29

Gambar 3.3. Grafik perencanaan target dan analisis asupan energi (A),

protein (B), lemak (C), dan karbohidrat (D) yang dicapai

Tn. S selama perawatan . ......................................... ...............30

Gambar 3.4. Analisis asupan energi (A), protein (B), lemak (C),

karbohidrat (D) Tn.T sebelum sakit, selama sakit, dan

24 jam terakhir. ....................................................................... 31

Gambar 3.5. Grafik pemantauan tekanan darah, frekuensi nadi dan

napas Tn. T selama perawatan ............................................... 33

Gambar 3.6. Perencanaan target dan analisis asupan kalori (A), protein

(B), lemak (C), dan karbohidrat (D) Tn. T selama

perawatan ......................................................................... .......34

Gambar 3.7. Analisis asupan energi (A), protein (B), lemak (C),

karbohidrat (D) Tn.SH pada sebelum sakit, selama sakit,

dan 24 jam terakhir. ................................................................ 35

Gambar 3.8. Pemantauan tekanan darah, frekuensi nadi dan napas Tn.

SH selama perawatan ............................................................. 37

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

xii

xii

Universitas Indonesia

Gambar 3.9. Perencanaan target dan analisis asupan energi Tn. SH

selama perawatan. (A) grafik target dan analisis asupan

energi, (B) Grafik target dan analisis asupan protein,

lemak dan karbohidrat ..... ........................................... ............38

Gambar 3.10. Analisis asupan energi, protein, lemak, karbohidrat Tn.M

pada sebelum sakit, selama sakit, dan 24 jam terakhir. .......... 39

Gambar 3.11. Grafik pemantauan tekanan darah, frekuensi nadi dan

napas Tn. M selama perawatan ........................................... ...41

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

xiii

xiii

Universitas Indonesia

DAFTAR SINGKATAN

ACC : American College of Cardiology

ADHF : acute decompesated heart failure

ADH : antidiuretic hormone

AHA : American Heart Association

AKG : angka kecukupan gizi

AKI : acute kidney injury

ALO : acute lung oedema

ANP : atrio natriuretic peptide

ATP : adenosine triphosphate

BIA : bioimpedance analysis

BNP : brain natriuretic peptide

BTA : basil tahan asam

Ca : calcium

CAP : community acquired pneumonia

CoA : coenzyme-A

CCT : creatinine clearance

CFR : case fatality rate

CHF : congestive heart failure

CK : kreatin kinase

CKD : chronic kidney disease

Cl : chlorida

CO2 : karbondioksida

CRP : C-Reaktive Protein

CTR : cardiothoracic ratio

CoQ10 : coenzyme Q10

DASH : Dietary Approach to Stop Hypertension

DHA : doxosaheksaenoic acid

DPJP : dokter penanggung jawab pasien

REE : resting energy expenditure

EDV : end diastolic volume

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

xiv

xiv

Universitas Indonesia

EE : energy expenditure

EKG : elektrokardiografi

EPA : eicosapentanoic acid

EPO : erythropoetin

ESPEN : The European Society for Parenteral and Enteral Nutrition

FABPs : fatty acid binding proteins

FAT : fatty acid translocase

GDS : gula darah sewaktu

GLUT : glucose transporter

HF : heart failure

HHD : hypertension heart disease

HT : hipertensi

H+1 : hari ke-1 perawatan di RS

H+2 : hari ke-2 perawatan di RS

H+3 : hari ke-5 perawatan di RS

H+4 : hari ke-4 perawatan di RS

H+5 : hari ke-5 perawatan di RS

H+6 : hari ke-6 perawatan di RS

H+7 : hari ke-7 perawatan di RS

IL-1 : interleukin-1

IL-6 : interleukin-6

IMM : inner mitochondrial membrane

IMT : indeks massa tubuh

ISDN : Isosorbide dinitrate

JVP : jugular venous pressure

K : kalium

KEB : kebutuhan energi basal

KET : kebutuhan energi total

KH : karbohidrat

Kkal : kilokalori

LCT : long chain triglyceride

LLA : lingkar lengan atas

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

xv

xv

Universitas Indonesia

LV : left ventrikel

MAP : mean arterial pressure

MCT : medium chain triglyceride

Mg : magnesium

MNA : Mini Nutritional Assessment

mRNA : messenger ribonucleic acid

MUST : Malnutrition Universal Screening Tools

Na : natrium

NF-B : nuclear factor kappa b

NRS : Nutritional Risk Screening

NT-pro : N terminal protein

NYHA : The New York Heart Association

OMM : outer mitochondrial membrane

PCr : phospocreatine

PDH : piruvat dehydrogenase

PND : paroxysmal nocturnal dyspnea

PUFA : polyunsaturated fatty acids

RAAS : renin angiotensin aldosteron system

RBP : retinol binding protein

RDA : recommended dietary allowance

REE : resting energy expenditure

ROS : reactive oxygen species

RS : rumah sakit

RSCM : Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

SAFA : saturated fatty acid

SGA : Subjective Global Assessment

SGOT : serum glutamic oxaloacetic transaminase

SGPT : serum glutamic piruvic transaminase

SMRS : sebelum masuk rumah sakit

SNAQ : Short Nutritional Assessment Quotionnaire

TNF-α : tumor necrosis factor α

UCP : uncoupling protein

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

xvi

xvi

Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran 1: Formulir Skrining........................................................... ...... 61

2. Lampiran 2: Lembar Monitoring Kasus 1 ................................................ 62

3. Lampiran 3: Lembar Monitoring Kasus 2 ................................................ 66

4. Lampiran 4: Lembar Monitoring Kasus 3................................................. 70

5. Lampiran 5: Lembar Monitoring Kasus 4…………..……….................. .74

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

1

BAB 1

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Masalah kesehatan dengan gangguan sistem kardiovaskuler termasuk didalammya

gagal jantung kongestif masih menduduki peringkat yang tinggi. American Heart

Association (AHA) melaporkan di Amerika Serikat setidaknya 5 juta orang

menderita gagal jantung dan sekitar 550.000 kasus baru setiap tahunnya.1

Di

Indonesia, di ruang rawat jalan dan inap Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

(RSCM) Jakarta pada 2006 lalu didapati 3,23 % kasus gagal jantung.2 Risiko

kematian akibat gagal jantung berkisar antara 5–10% pertahun pada gagal jantung

ringan dan meningkat menjadi 30–40% pada gagal jantung berat. Dari hasil

pencatatan dan pelaporan rumah sakit didapatkan case fatality rate (CFR)

tertinggi terjadi pada gagal jantung yaitu sebesar 13,42%.3

Kajian epidemiologi menunjukkan bahwa ada berbagai kondisi yang

mendahului dan menyertai gagal jantung. Hipertensi merupakan salah satu

penyebab gagal jantung kronik yang tersering. Berdasarkan studi Framingham,

hipertensi menyumbang sekitar seperempat dari kasus gagal jantung. Pada

populasi usia lanjut, sebanyak 68% kasus gagal jantung dikaitkan dengan

hipertensi. Secara umum hipertensi dapat berkontribusi bagi perkembangan gagal

jantung sebanyak 50–60% dari pasien. Pada pasien dengan hipertensi, risiko gagal

jantung meningkat sebesar 2 kali lipat pada laki-laki dan 3 kali lipat pada wanita.4

Prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5–10% sedangkan proporsi

gagal jantung kronik yang disebabkan penyakit jantung hipertensi yaitu sekitar

39%.3

Malnutrisi merupakan salah satu masalah dalam perjalanan penyakit gagal

jantung. Yamauti dkk. mendeteksi terdapat sebanyak 51,9% pasien penyakit

jantung kongestif yang dirawat di RS mengalami malnutrisi.5 Terjadi peningkatan

kebutuhan energi akibat berbagai mekanisme, namun di sisi lain pasien dengan

gagal jantung mengalami penurunan asupan makan yang kemudian akan

menyebabkan penurunan berat badan khususnya masa bebas lemak. Pada penyakit

jantung kronik, penurunan berat badan lebih dari 6% dalam 6 bulan dikategorikan

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

2

Universitas Indonesia

telah mengalami kaheksia kardiak. Adanya kaheksia kardiak merupakan faktor

yang memperburuk prognosis pasien gagal jantung. Angka mortalitas berkisar

antara 20–30% pertahun pada pasien gagal jantung dengan kaheksia.6,7

Dari beberapa studi telah dibuktikan bahwa pasien gagal jantung kongestif

dengan kaheksia memiliki status inflamasi sistemik yang tinggi. Pemberian

dukungan nutrisi terutama yang berperan sebagai antiinflamasi dan aktifitas fisik

yang sesuai ternyata dapat menurunkan progresivitas wasting.8 Untuk

mempelajari efektifitas tata laksana nutrisi pada pasien gagal jantung dengan

kaheksia kardiak, maka dibuat laporan serial kasus mengenai tata laksana nutrisi

pasien gagal jantung kongestif et causa penyakit jantung hipertensi dengan

berbagai kondisi penyerta.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk mencapai kompetensi

dalam tata laksana nutrisi pada gagal jantung kongestif et causa penyakit

jantung hipertensi dengan berbagai kondisi penyerta, dan dalam rangka

menurunkan morbiditas dan mortalitas.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui pengaruh gagal jantung kongestif terhadap status nutrisi.

2. Mengetahui pengaruh gagal jantung kongestif terhadap metabolisme

nutrien.

3. Mengetahui kebutuhan makro dan mikronutrien serta nutrien spesifik

pada pasien gagal jantung kongestif.

4. Mengetahui pengaruh dukungan nutrisi pada pasien gagal jantung

kongestif terhadap perbaikan klinis, kapasitas fungsional, dan status

gizi.

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

3

Universitas Indonesia

1.3. Manfaat

1. Manfaat untuk subyek serial kasus.

Mendapatkan dukungan nutrisi yang sesuai dengan penyakitnya

yaitu gagal jantung kongestif et causa penyakit jantung hipertensi

dan menurunkan risiko terjadinya malnutrisi yang lebih berat.

2. Manfaat untuk institusi.

Sebagai sumber data untuk penyusunan pedoman tata laksana

nutrisi pada pasien dengan gagal jantung kongestif et causa

penyakit jantung hipertensi dengan berbagai kondisi penyerta.

3. Manfaat untuk penulis.

Karya ilmiah ini sebagai salah satu sarana pembelajaran ilmu gizi

khususnya mengenai tata laksana nutrisi pada gagal jantung

kongestif dengan menerapkan evidence based medicine untuk

kemudian mengaplikasikannya dalam praktek sehari-hari.

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

1

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Jantung

Sistem kardiovaskuler terdiri dari jantung dan pembuluh darah yang terdiri dari

arteri yang mengalirkan darah dari jantung, dan vena yang mengalirkan darah

menuju jantung. Jantung manusia berbentuk seperti kerucut dan berukuran sebesar

kepalan tangan, terletak di rongga dada sebelah kiri dan memiliki dua atrium dan

dua ventrikel. Jantung terbungkus oleh suatu selaput yang disebut perikardium.

Jantung berfungsi untuk mempertahankan aliran darah dengan bantuan sejumlah

katup. Untuk menjamin kelangsungan sirkulasi, jantung berkontraksi secara

periodik. Otot jantung berkontraksi terus menerus tanpa mengalami kelelahan.

Kontraksi jantung manusia merupakan kontraksi miogenik, yaitu kontraksi yang

diawali kekuatan rangsang dari otot jantung itu sendiri.9,10

Jantung merupakan organ tunggal, namun ke dua sisi jantung berfungsi

sebagai dua pompa terpisah. Darah memasuki jantung dan mengalir dari atrium

kanan menuju ventrikel kanan kemudian masuk ke dalam sirkulasi pulmoner.

Setelah membawa oksigen dari paru, darah mengalir ke atrium kiri melalui vena

pulmonal dan kemudian ke ventrikel kiri. Ventrikel kiri kemudian memompa

aliran darah yang kaya akan oksigen ke seluruh tubuh melalui aorta. Bagian kiri

jantung mengalirkan darah ke seluruh tubuh dengan resistensi yang lebih besar

sehingga tekanan pompa bagian kiri harus lebih tinggi. Hal ini menyebabkan otot

jantung kiri mempunyai struktur otot yang lebih tebal untuk menghasilkan

tekanan yang lebih besar.9

4

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

5

Universitas Indonesia

Gambar 2.1. Struktur jantung dan pembuluh darah.

Sumber: Referensi no. 10

2. 2 Metabolisme Energi di Jantung

Berat jantung sekitar 7-15 ons atau 200–425 gram dan sedikit lebih besar dari

kepalan tangan. Setiap harinya jantung berdetak 100.000 kali dan dalam masa

periode itu jantung memompa 2000 galon darah atau setara dengan 7.571 liter

darah.10

Untuk bekerja terus menerus, jantung mendapat energi dari proses

fosforilasi oksidasi setidaknya 6 kg ATP perhari agar jantung tetap dapat bekerja

optimal. Otot jantung tidak mampu menyerap oksigen atau nutrien langsung dari

darah yang mengalir melewati rongga-rongganya. Oksigen dan nutrisi untuk

jantung disuplai oleh sirkulasi koronaria. Pada keadaan normal, jantung

mengambil 65% O2 dari arteri koronaria termasuk pada kondisi istirahat, dengan

demikian oksigen yang tersisa di arteri koronaria hanya sedikit untuk digunakan

bila terjadi peningkatan kebutuhan.11,12

Sekitar 95% energi yang diperlukan jantung didapat dari reaksi fosforilasi

oksidasi. Sekitar 60–70 % fosforilasi oksidasi yang terjadi di jantung berasal dari

oksidasi asam lemak, sisanya berasal dari reaksi glikolisis (glukosa dan laktat),

serta benda keton. Sekitar 60–70% dari adenosin trifosfat (ATP) yang dihasilkan

akan digunakan sebagai energi untuk kontraksi otot jantung dan sekitar 30–40%

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

6

Universitas Indonesia

sisanya digunakan untuk pompa Ca-ATP ase di retikulum sarkoplasma dan pompa

lainnya.12,13

Metabolisme karbohidrat sangat berperan penting pada sel-sel jantung,

dimana proses glikolisis memberikan kontribusi 10–40% energi yang diperlukan

bagi jantung untuk menjalankan fungsinya secara normal. Persentase tersebut

akan meningkat bila terjadi gangguan jantung. Metabolisme karbohidrat dibagi

menjadi dua jalur, yakni proses glikolisis yang terjadi di sitosol dan proses

oksidasi glukosa yang terjadi di mitokondria. Glukosa masuk ke dalam sel-sel

jantung melalui difusi yang difasilitasi glukosa transporter-4 (GLUT-4).

Cadangan glikogen pada jantung sangat sedikit dibandingkan yang terdapat pada

otot rangka, meski demikian konsentrasi glikogen pada jantung relatif stabil

meskipun turnover juga sangat cepat.14

Asam lemak mempunyai peran penting pada fungsi dan struktur sel-sel

miosit jantung. Asam lemak mempengaruhi fluiditas dan kestabilan struktur

membran seperti transport ion-ion dan substrat, serta fungsi instrinsik

elektrofisiologi jantung dan eksitabilitas jantung. Asam lemak juga mengatur

regulasi molekul-molekul yang berperan dalam sinyal sel, second messenger pada

transduksi, sebagai efektor dalam apoptosis serta respon terhadap kerusakan dan

iskemik. Asam lemak masuk ke dalam sel miokardial melalui fatty acid binding

proteins (FABPs) dan transporter membran fatty acid translocase (FAT).

Oksidasi asam lemak terjadi di dalam mitokondria, sehingga fatty acyl CoA harus

ditransportasi masuk ke dalam mitokondria. Long-chain fatty acyl CoA tidak

dapat masuk secara langsung ke dalam mitokondria dan membutuhkan karnitin

ester, sementara short chain fatty acyl CoA dan medium chain fatty acyl CoA

dapat dengan mudah masuk ke dalam mitokondria tanpa karnitin.11,15

Proses oksidasi asam lemak di jantung membutuhkan konsumsi oksigen

12% lebih besar dibandingkan karbohidrat. Oksidasi lemak menghasilkan 2,8

ATP yang dari setiap molekul oksigen yang digunakan dibandingkan 3,17 ATP

yang dihasilkan oleh setiap molekul oksigen pada oksidasi karbohidrat/glukosa.

Ambilan oksigen tingkat sel untuk melakukan oksidasi harus sebanding dengan

kemampuan konsumsi oksigen sehingga suplai oksigen menjadi hal penting untuk

regenerasi energi di mitokondria.16

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

7

Universitas Indonesia

2.3 Perubahan Metabolisme pada Gangguan Jantung

Metabolisme yang terjadi pada miokardium merupakan faktor penting dalam

patogenesis dan progresifitas gangguan fungsi jantung. Pada gagal jantung terjadi

penurunan aktivitas kreatin kinase (CK) dan penurunan fluks dari phospocreatine

(PCr). Terjadinya hiperfosforilasi retikulum sarkoplasma akan menyebabkan

depresi pompa natrium dan terjadi penurunan pelepasan natrium dari retikulum

sarkoplasma. Hal ini menyebabkan penurunan kontraktilitas yang diperberat oleh

kurangnya suplai energi.12

Gambar 2.2. Defek transfer energi yang terjadi pada gagal jantung

Sumber: Referensi no. 12

Pada sel-sel otot jantung terdapat banyak mitokondria, yaitu ±40%

volume sel otot jantung terisi oleh mitokondria.11,12

Penurunan produksi energi

pada gagal jantung juga disebabkan oleh kerusakan membran mitokondria.

Integritas membran mitokondria berperan sentral terhadap efisiensi regenerasi

energi. Kerusakan membran mitokondria menyebabkan gagalnya coupling proton

pada proses rantai pernapasan sehingga tidak terbentuk ATP. Beberapa penelitian

membuktikan tingginya uncoupling protein (UCP) yang menandakan terjadinya

banyak kerusakan mitokondria. Hal ini disebabkan salah satunya karena reactive

oxygen species (ROS).67

Depresi pompa Na

+

Ambilan Ca2+

berkurang

Kontraksi berkurang Na+

menumpuk

Fluks CK

ATP lokal

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

8

Universitas Indonesia

Gambar 2.3. Metabolisme energi di mitokondria. Transfer proton harus

melewati inner mitochondrial membrane (IMM) dan outer mitochondrial

membrane (OMM) menuju matriks mitokondria untuk menghasilkan ADP/ATP.

Hal ini tidak terjadi bila terdapat uncoupling protein (UCP)

Sumber: Referensi no. 67

Terjadi beberapa perubahan metabolisme pada saat disfungsi kontraksi

jantung dan aktivasi sistem saraf jantung. Saat jantung dalam keadaan disfungsi

dibutuhkan ≈70 kali lipat ATP untuk menghasilkan kerja yang maksimal. Pada

kondisi normal, oksidasi asam lemak memberikan kontribusi energi yang terbesar

pada jantung, namun pada keadaan gangguan jantung, kontribusi substrat

penghasil ATP yang utama adalah glukosa. Metabolisme glukosa yang dominan

pada jantung yang hipertrofi adalah peningkatan proses glikolisis. Beberapa

penelitian memperlihatkan adanya peningkatan aktivitas laktat dehidrogenase,

yaitu enzim yang berperan terhadap perubahan piruvat menjadi laktat. Kondisi ini

disertai adanya peningkatan efflux laktat dari miokardium.28

Oksidasi asam lemak secara keseluruhan mengalami penurunan. Asam

lemak yang menjadi sumber energi terbesar saat kondisi normal membutuhkan

konsumsi oksigen yang lebih besar. Konsumsi oksigen menjadi sangat efisien

pada kondisi gagal jantung dan membutuhkan efisiensi penggunaan oksigen untuk

energi yang besar. Hal ini menyebabkan perubahan metabolisme pada gagal

jantung yaitu meningkatnya proses glikolisis yang berasal dari glukosa dan

menurunnya proses oksidasi asam lemak.29

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

9

Universitas Indonesia

2.4 Gagal Jantung Kongestif

2.4.1 Definisi Gagal Jantung Kongestif

Gagal jantung adalah satu gejala klinis pada pasien mengalami kelainan struktur

atau fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu untuk memompakan darah

dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolit tubuh

(forward failure) atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan

pengisian jantung yang tinggi (backward failure) atau kedua-duanya. 17,18

Gagal jantung adalah sindroma klinis yang ditandai oleh sesak nafas dan

kelelahan saat istirahat maupun saat beraktivitas yang disebabkan oleh kelainan

struktur atau fungsi jantung. Gagal jantung kongestif atau Congestive Heart

Failure (CHF) adalah suatu kondisi ketidakmampuan jantung untuk

mempertahankan curah jantung dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.

Penurunan stroke volume mengakibatkan volume darah yang efektif berkurang

dan disebabkan oleh (1) kegagalan kontraksi ventrikel, (2) kegagalan pengisian

ventrikel, (3) peningkatan afterload. 19,20

Untuk mempertahankan fungsi sirkulasi

yang adekuat maka di dalam tubuh terjadi suatu refleks homeostasis atau

mekanisme kompensasi melalui perubahan-perubahan neurohumoral, dilatasi

ventrikel dan aktivasi sistem simpatis.

2.4.2 Klasifikasi Gagal Jantung Kongestif

Gagal jantung kongestif pada umumnya diklasifikasikan menjadi gagal jantung

sistolik dan diastolik. Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi

jantung memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan

kelemahan, cepat lelah, kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala

hipoperfusi lainnya. Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan

gangguan pengisian ventrikel. Pada gagal jantung diastolik, fraksi ejeksi lebih dari

50%.24

Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena

pulmonalis dan paru. Jika terjadi gagal jantung kiri, cairan akan terkumpul pada

paru-paru dan terjadi edema pulmonal. Adanya kongesti paru akan menyebabkan

proses pernafasan yang terganggu ketika proses inspirasi. Gejala klinis yang dapat

timbul berupa dyspneu d’effort, ortopnea, paroxismal nocturnal dyspneu, mudah

lelah, batuk, pembesaran jantung, irama derap, ventricular heaving, suara jantung

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

10

Universitas Indonesia

tambahan S3 dan S4, pernafasan cheyne stokes, takikardi, pulsus alternans, ronki

dan kongesti vena pulmonalis.22

Gagal jantung kanan terjadi kalau kelainannya

melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer atau

sekunder, terjadi tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena

sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena

jugularis. 21,23

Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung

kiri dan kanan. New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi

fungsional dalam 4 kelas, yaitu: 23

1. Kelas I, bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan.

2. Kelas II, bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas

sehari-hari tanpa keluhan.

3. Kelas III, bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan.

4. Kelas IV, bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan

harus tirah baring.

2.4.3 Patofisiologi Gagal Jantung Kongestif

Gagal jantung kongestif dapat dilihat sebagai suatu kelainan yang progresif, dapat

terjadi dari kumpulan suatu kejadian dengan hasil akhir kerusakan fungsi miosit

jantung atau gangguan kemampuan kontraksi miokard. Beberapa mekanisme

kompensatorik diaktifkan untuk mengatasi turunnya fungsi jantung sebagai

pompa, di antaranya adalah sistem adrenergik, renin angiotensin dan sitokin.

Dalam waktu pendek beberapa mekanisme ini dapat mengembalikan fungsi

kardiovaskuler dalam batas normal, sehingga pasien menjadi asimptomatik.

Meskipun demikian, jika tidak terdeteksi dan semakin berlanjut akan

menyebabkan kerusakan ventrikel dan terjadi remodeling yang pada akhirnya

menimbulkan gagal jantung yang simptomatik.21, 25

Penurunan stroke volume akan meningkatkan end sistolic volume

sehingga volume dalam ventrikel kiri meningkat. Peningkatan volume ini akan

meregang dinding ventrikel kiri sehingga otot jantung akan berkontraksi dengan

lebih kuat untuk meningkatkan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan

metabolik tubuh. Mekanisme kompensasi ini mempunyai batasnya. Pada kasus

gagal jantung dengan penurunan kontraktilitas yang berat, ventrikel tidak mampu

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

11

Universitas Indonesia

memompa semua darah sehingga end diastolic volume meningkat dan tekanan

ventrikel kiri juga meningkat. Tekanan ini akan ditransmisikan ke atrium kiri,

vena pulmonal dan kapiler pulmonal. Hal ini akan menyebabkan edema paru.25, 26,

27

Penurunan curah jantung akan memicu sistem simpatis sehingga

meningkatkan kontraksi jantung sehingga stroke volume meningkat dan curah

jantung meningkat. Penurunan curah jantung juga memicu sistem renin

angiotensin dan memicu vasokonstriksi vena, menyebabkan venous return

meningkat dan akhirnya stroke volume juga meningkat sehingga curah jantung

tercapai. Penurunan curah jantung juga akan memicu peningkatan ADH dan

hormon aldosteron untuk memicu retensi natrium dan air untuk mencapai curah

jantung yang adekuat. Stimulasi neurohormonal ini akan berjalan kronik dan dapat

menyebabkan efek yang tidak diinginkan seperti edema.26

Peningkatan beban jantung juga akan menyebabkan dilatasi ventrikel kiri

dan peningkatan tekanan sistolik untuk mengatasi afterload yang meningkat. Otot

ventrikel kemudian akan menebal sebagai kompensasi dalam rangka menurunkan

stres dilatasi pada dinding ventrikel. Terjadi peningkatan kekakuan dinding yang

hipertrofi sehingga menyebabkan tekanan diastolik ventrikular meninggi dan

tekanan ini akan ditransmisi ke atrium kiri dan pembuluh pulmonal. Volume

overload yang kronik seperti pada mitral regurgitasi atau aorta regurgitasi akan

memicu miosit memanjang. Pressure overload yang kronik seperti hipertensi atau

stenosis aorta akan memicu miosit menebal yang dinamakan hipertrofi konsentrik.

Hipertrofi dan remodeling membantu untuk menurunkan stres pada dinding

jantung, namun dalam jangka waktu yang lama fungsi ventrikel akan menurun

dan dilatasi ventrikel akan terjadi. Pada keadaan ini, turunnya fungsi jantung tidak

dapat mengkompensasi beban hemodinamik pada otot jantung sehingga gejala

gagal jantung yang progresif akan timbul. 21,25,26

2.4.4 Manifestasi Klinis pada Gagal Jantung Kongestif

Gejala-gejala gagal jantung kongestif bervariasi antar individu sesuai derajat

penyakit dan sistem organ yang telah terganggu.17,18

Gejala awal dari gagal

jantung kongestif adalah kelelahan sebagai akibat dari kurangnya suplai energi.

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

12

Universitas Indonesia

Pada tahap awal keluhan mungkin tidak dirasakan namun pasien tanpa sadar telah

membatasi aktivitas fisik untuk memenuhi kebutuhan oksigen.19,20,21

Dispnea adalah manifestasi gagal jantung yang paling sering ditemui.

Dispnea disebabkan oleh peningkatan kerja pernapasan sebagai akibat terjadinya

kongesti vaskular paru yang menurunkan kelenturan paru. Kongesti yang terjadi

mulai dari kongesti vena sampai edema interstisial paru dan akhirnya menjadi

edema alveolar. Secara klinis ditandai dengan dispnea yang progresif. Ortopnea

(dispnea saat berbaring) terutama disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari

bagian tubuh bawah ke sirkulasi sentral. Reabsorpsi cairan interstisial dari

ekstremitas bawah juga akan memperberat kongesti vaskular paru-paru lebih

lanjut. Paroxysmal nocturnal dispnea (PND) dipicu oleh timbulnya edema paru

intertisial. PND merupakan manifestasi yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri

dibandingkan dengan dispnea atau ortopnea. 21, 22

Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada

posisi berbaring. Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru

adalah ciri khas dari gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah

paru-paru karena pengaruh gravitasi. Hemoptisis dapat disebabkan oleh

perdarahan vena bronkial yang terjadi akibat distensi vena.22

Gagal jantung kanan ditandai dengan gejala dan tanda kongesti vena

sistemik. Terdapat peningkatan tekanan vena jugularis dan vena-vena di leher

mengalami bendungan. Tekanan vena sentral dapat meningkat secara paradoks

selama inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat menyesuaikan terhadap

peningkatan aliran balik vena ke jantung selama inspirasi.19,20

Dapat terjadi hepatomegali dan nyeri tekan hati dapat terjadi akibat

peregangan kapsula hati. Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa

penuh, atau mual dapat disebabkan kongesti hati dan usus. Edema perifer terjadi

akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Dapat terjadi nokturia dalam

rangka mengurangi retensi cairan. Nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan

dan reabsorpsi pada waktu berbaring, dan juga berkurangnya vasokontriksi ginjal

pada waktu istirahat. Kongesti yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau

edema anasarka. Manifestasi dini dari bendungan sistemik umumnya disebabkan

oleh retensi cairan daripada kegagalan jantung dekompensata.21, 22, 23

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

13

Universitas Indonesia

Seiring dengan semakin parahnya gagal jantung kongestif, pasien dapat

mengalami sianosis dan asidosis akibat penurunan perfusi jaringan. Seringkali

terjadi aritmia ventrikel akibat iritabilitas miokardium dan aktivitas berlebihan

sistem saraf simpatis yang seringkali menyebabkan kematian mendadak pada

gagal jantung. 22

2.4.5 Malnutrisi pada Gagal Jantung

Kehilangan berat badan dan malnutrisi berkontribusi terhadap terjadinya atrofi

otot rangka, penurunan kapasitas fungsional, penurunan fungsi imun dan

panjangnya perawatan di rumah sakit.8

Peningkatan kerja kardiopulmonal

menstimulasi sistem saraf simpatis dan hal ini berkontribusi terhadap peningkatan

basal metabolic rate dan total energy expenditure. Penurunan asupan pada pasien

gagal jantung dapat disebabkan adanya kelelahan dan kerja pernafasan yang

meningkat, anoreksia, proses dan respon inflamasi yang sedang berjalan,

penurunan kapasitas lambung akibat adanya hepatomegali dan gagal jantung

kongestif serta efek samping terapi yang sedang dijalankan.30

Gagal jantung kongestif terjadi situasi katabolik yang kompleks dengan

beberapa mekanisme yang mendasari proses terjadinya wasting. Proses ini justru

sering ditemukan pada fase awal dari gagal jantung kongestif. Mediator yang

terlibat pada mekanisme ini termasuk mediator proinflamasi seperti sitokin,

katekolamin, kortisol, peptida natriuretik, dan protein heat shock. Aktivasi renin

angiotensin aldosteron system (RAAS) akan terjadi setelah aktivasi proinflamasi

oleh sitokin, hal ini ditujukan untuk mempertahankan perfusi ginjal dan organ.

Respom ini awalnya bertujuan untuk melindungi jantung dan pembuluh darah dari

kerusakan serta untuk mengompensasi fungsi miokard yang terganggu.31,34

Levine dkk. pada tahun 1990 pertama kali menemukan hubungan antara

peningkatan kadar plasma tumor necrosis factor-α (TNF-α) dengan kaheksia

kardiak. Sitokin proinflamasi lainnya termasuk interleukin (IL)-1 dan IL-6 juga

teraktivasi. Aktivasi TNF-α menjadi kaskade akhir pada semua bentuk kaheksia.

TNF-α menginduksi apoptosis melalui reseptor spesifik pada sel dan mengaktivasi

pemecahan proteasome-dependent protein pada otot skelet dan jaringan lain pada

proses wasting.32

Pada gagal jantung kongestif, kadar TNF-α plasma memiliki

hubungan dengan prognosis buruk, baik jangka panjang maupun pendek. TNF-α

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

14

Universitas Indonesia

bertanggungjawab pada penurunan suplai darah di otot rangka dan hal ini

memperburuk disfungsi endotel yang telah ada. Hal ini, sebaliknya, akan

menurunkan ketahanan (endurance) pada aktivitas fisik dan menurunkan suplai

nutrisi ke jaringan. Sitokin proinflamasi IL-6 sangat potensial menginduksi respon

fase akut, namun memerlukan asam amino esensial untuk mempertahankan

kadarnya. Karena otot merupakan organ dengan porsi protein terbesar dari massa

protein tubuh, maka otot menjadi organ target pemecahan protein untuk

mendapatkan asam amino yang dibutuhkan.33,34

TNF-α dan IL-6 juga secara bersama-sama mengakibatkan down-

regulation dari sintesis albumin pada hepar. TNF-α dan IL-1 juga terlibat dalam

menghambat asupan makanan. Mekanisme di balik proses ini memang masih

perlu ditelaah lebih lanjut, namun diduga sebagian TNF-α dan IL-1 akan

mempengaruhi otak. Di sisi lain, permeabilitas dari sawar darah otak mengalami

peningkatan akibat aktivitas sitokin ini sehingga tambah mencetuskan uptake

sitokin di otak. TNF-α juga diduga meningkatkan ekspresi hormon katabolik

leptin, yang bersama IL-1 selanjutnya akan menurunkan kadar mRNA pada

hipotalamus yang diperantarai neurotransmiter neuropeptida Y, yang juga akan

berpengaruh ada asupan makanan.34

Malnutrisi pada pasien gagal jantung juga dipengaruhi oleh insufisiensi

perfusi di saluran cerna. Kelainan fungsi jantung yang ditandai dengan penurunan

kadar curah jantung akan mempengaruhi perfusi pada splangnik. Hipoperfusi

splangnik akan berakibat iskemik mukosa, peningkatan permeabilitas usus yang

memungkinkan endotoksemia. Hipoperfusi splangnik juga akan menyebabkan

perubahan pH di lambung, menurunkan sekresi lambung dan menurunkan

produksi enzim pencernaan.35

Adanya iskemik mukosa usus menyebabkan

terjadinya disrupsi mukosa menimbulkan respon inflamasi, peningkatan

rekuitmen netrofil yang diikuti pelepasan mediator inflamasi dan produksi radical

oxygen species (ROS). Penelitian menunjukkan bahwa insufisiensi jantung akan

meningkatkan atrio natriuretic peptide (ANP)/brain natriuretic peptide (BNP)

yang berhubungan dengan meningkatnya waktu pengosongan lambung dan

memungkinkan akan terjadinya malabsorpsi dengan mekanisme yang belum

jelas.36

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

15

Universitas Indonesia

2.4.6 Penatalaksanaan Gagal Jantung Kongestif

Penatalaksanaan gagal jantung terdiri dari farmakologik dan non-farmakologik.

Pada umumnya obat-obatan yang efektif mengatasi gagal jantung menunjukkan

manfaat untuk mengatasi disfungsi sistolik. Gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri

hampir selalu disertai adanya aktivitas sistem neuro-endokrin, karena itu salah

satu obat pilihan utama adalah angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEi).

ACEi dapat mengatasi gangguan neurohumoral pada gagal jantung dan dapat juga

memperbaiki toleransi kerja fisik yang tampak jelas sesudah 3-6 bulan

pengobatan. Dari golongan ACEi, Captopril merupakan obat pilihan karena tidak

menyebabkan hipotensi berkepanjangan dan tidak terlalu banyak mengganggu

faal ginjal pada kasus gagal jantung. Kontraindikasinya adalah disfungsi ginjal

berat dan bila ada stenosis bilateral arteri renalis. 25, 26

Diuretika bertujuan mengatasi retensi cairan sehingga mengurangi beban

volume sirkulasi yang menghambat kerja jantung. Yang paling banyak dipakai

untuk terapi gagal jantung kongestif dari golongan ini adalah furosemid. Pada usia

lanjut seringkali sudah ada penurunan faal ginjal dimana furosemid kurang efektif

dan pada keadaan ini dapat ditambahkan metolazone. Pada pemberian diuretik

harus diawasi kadar kalium darah karena diuresis akibat furosemid selalu disertai

keluarnya kalium. Pada keadaan hipokalsemia mudah terjadi gangguan irama

jantung. Spironolakton, dipakai sebagai terapi gagal jantung kongestif dengan

fraksi ejeksi yang rendah, atau bila tidak menunjukkan perbaikan walaupun sudah

diterapi dengan diuretik ACEi dan digoksin.26

Obat-obatan inotropik seperti digoksin diberikan pada kasus gagal jantung

untuk memperbaiki kontraksi ventrikel. Dosis digoksin juga harus disesuaikan

dengan besarnya creatinin clearance pasien. Obat-obat inotropik positif lainnya

adalah dopamin yang digunakan bila tekanan darah kurang dari 90 mmHg. Bila

tekanan darah sudah diatas 90 mmHg dapat ditambahkan dobutamin.27

Pada usia lanjut lebih sering terdapat gagal jantung dengan disfungsi

diastolik. Pengendalian tekanan darah pada hipertensi untuk mencegah hipertrofi

miokard ventrikel kiri dalam jangka panjang. Pengobatan agresif terhadap

penyakit komorbid terutama yang memperberat beban sirkulasi darah, seperti

anemia, gangguan faal ginjal dan beberapa penyakit metabolik seperti diabetes

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

16

Universitas Indonesia

melitus. Perbaikan gangguan irama jantung bertujuan untuk memelihara fungsi

sistolik atrium dalam rangka pengisian diastolik ventrikel. 26, 27

Tata laksana non farmakologis pada pasien gagal jantung kongestif

meliputi: latihan fisik yang bertahap, yaitu 3-5 kali per minggu, terapi kognitif

terstruktur dan manajemen stres, serta intervensi diet yang ditekankan terutama

dalam merestriksi natrium dan cairan serta penurunan berat badan pada obesitas.

Dalam penelitian oleh Kostis dkk. ketiga program non farmakologis tersebut

terbukti meningkatkan kapasitas fungsional, mempertahankan status nutrisi dan

status mood pada pasien gagal jantung kongestif. Meskipun secara umum terapi

diet pada gagal jantung kongestif menitikberatkan pada cairan dan natrium,

namun sebenarnya secara komprehensif penilaian status gizi, dan penentuan

kebutuhan setiap makro dan nikronutrien harus diperhatikan sesuai kondisi

individual.69

Guideline penatalaksanaan gagal jantung kronik pada orang dewasa oleh

American College of Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA)

pada tahun 2009 menyebutkan bahwa target terapi (termasuk diet) pada gagal

jantung tergantung pada stadium penyakit.68

2. 5 Tata Laksana Nutrisi pada Pasien Gagal Jantung Kongestif

2.5.1 Penilaian Status Nutrisi

Beberapa metode skrining telah banyak diteliti penggunaannya pada pasien

dengan penyakit kardiovaskular. Subjective Global Assessment (SGA) spesifik

namun penggunaannya cukup sulit karena penilai harus terlatih dan subyektifitas

interpretasi hasilnya. Keadaan retensi cairan juga menyulitkan dalam

menginterpretasikan riwayat penurunan berat badan dan data antropometik

lainnya.37

Bonilla–Palomas dkk. dalam studinya mengenai pengaruh malnutrisi

terhadap mortalitas pasien gagal jantung dekompensata menggunakan formulir

Mini Nutritional Assessment (MNA) mendapatkan hasil yang signifikan.38

Venrooij dkk. menguji akurasi dua metode skrining yang cepat dan mudah yaitu

Malnutrition Universal Screening Tools (MUST) dan Short Nutritional

Assessment Quotionnaire (SNAQ), didapatkan hasil bahwa MUST memiliki

sensitifitas yang lebih tinggi pada pasien dengan indeks massa bebas lemak yang

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

17

Universitas Indonesia

rendah. Metode skrining lain seperti Nutritional Risk Screening (NRS) 2002

belum pernah diuji penggunaannya pada pasien dengan penyakit jantung

kongestif.39

Pengukuran lingkar lengan atas dapat digunakan untuk mendeteksi

malnutrisi apabila terdapat edema pada tungkai bawah termasuk bila terdapat

asites dan edema tidak terdapat pada lengan atas.40

Penilaian status gizi menggunakan indeks massa tubuh menggunakan

pengukuran berat badan adalah cara termudah menilai status gizi pasien, namun

pada keadaan edema cara ini menjadi kurang relevan. Dapat digunakan

pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk menilai massa bebas lemak seperti

pemeriksaan tebal lipatan kulit, lingkar lengan atas, ekskresi kreatinin urin 25 jam,

ataupun analisis bioimpedans.41

Beberapa marker protein plasma juga dapat digunakan untuk menilai

status nutrisi seperti albumin, prealbumin, transferrin, thyroxin-binding globulin

(TBG), retinol binding protein (RBP) dan lain-lain. Protein-protein yang

mempunyai half life pendek seperti RBP dan prealbumin dengan half life masing-

masing 0,5 dan 2 hari mempunyai korelasi yang lebih baik dengan perubahan akut

status nutrisi dan metabolisme dibanding albumin yang mempunyai half life 20

hari. Kadar protein-protein ini tidak hanya ditentukan oleh status nutrisi tetapi

juga keadaan inflamasi. Selain itu pasien dengan penyakit jantung kongestif

seringkali mengalami gangguan fungsi hepar yang dapat mempengaruhi produksi

protein ini sehingga kurang efektif untuk menilai status nutrisi penderita.30,41

2.5.2 Kebutuhan Energi dan Komposisi Makronutrien

Metode terbaik untuk menentukan kebutuhan energi pada pasien gagal jantung

adalah menggunakan kalorimetri indirek. Apabila kalorimetri indirek tidak

tersedia maka dapat digunakan rumus perhitungan kebutuhan energi basal yang

kemudian disesuaikan dengan faktor stres sesuai status hipermetabolisme.42

Toth

dkk. dalam penelitiannya mendapatkan bahwa terdapat peningkatan resting

energy expenditure (REE) pada pasien gagal jantung kronik rata-rata sekitar 200

kkal/hari bila dibandingkan dengan kontrol, namun tidak bermakna secara

statistik.43

Pasien dengan gagal jantung berat membutuhkan energi total 30%-50%

lebih tinggi dari kebutuhan energi basal atau 31-35 kkal/kgBB untuk memenuhi

kebutuhan energi akibat aktivitas kardiopulmonal yang meningkat. Pasien gagal

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

18

Universitas Indonesia

jantung kronik yang mengalami kaheksia kardiak faktor stres bahkan dapat

ditingkatkan hingga 1,6-1,8 pada fase replesi.44

Penelitian membuktikan bahwa keseimbangan nitrogen negatif terjadi

pada pasien gagal jantung sehingga membutuhkan protein lebih banyak daripada

subyek kontrol yang sehat. Pada pasien dengan gagal jantung dengan

hemodinamik stabil, asupan protein direkomendasikan minimal 1,37 g/kgBB pada

pasien dengan malnutrisi atau minimal 1,12 g/kgBB pada pasien dengan status

nutrisi yang baik dengan tujuan mempertahankan komposisi tubuh dan

meminimalkan efek hiperkatabolik.42

Aquilani dkk. menyatakan bahwa tingginya

laktat dan piruvat pada pasien gagal jantung menunjukkan hipoksia yang sistemik

dan pemberian protein yang tinggi ternyata tidak berpengaruh terhadap

anabolisme. Kecukupan asam amino esensial dan non esensial mungkin lebih

berpengaruh terhadap perbaikan metabolism protein pada pasien gagal jantung.7

Asam amino merupakan nutrien yang penting pada metabolisme jantung.

Salah satu asam amino yang penting adalah taurin. Taurin tidak terlibat dalam

sintesis protein, namun merupakan seperempat dari total asam amino yang

tersimpan di jaringan jantung dan berfungsi sebagai antioksidan dan turut dalam

regulasi homeostasis kalsium. Beberapa penelitian melaporkan bahwa

suplementasi taurin pada pasien gagal jantung meningkatkan kapasitas fisik,

menurunkan tekanan darah diastolkc dan memperbaiki fungsi sistolik.30

Kebutuhan lemak pada pasien dengan penyakit kardiovaskular berkisar

antara 25–35% dari total kalori dan kolesterol <200 mg/hari. Komposisi lipid

yang disarankan adalah saturated fatty acid (SAFA) <7%, polyunsaturated fatty

acid (PUFA) sampai dengan sekitar 10% dan monounsaturated fatty acid

(MUFA) mencapai 20% kalori total.44

Pada pasien dengan gejala malabsorbsi

pemberian lipid berbentuk MCT lebih mudah dihidrolisis dan efektif diabsorpsi ke

dalam sirkulasi portal. Namun energi yang dihasilkan oleh MCT 14% lebih

rendah dibanding LCT, dan tidak memenuhi asam lemak esensial yang juga

dibutuhkan oleh tubuh.45

Karbohidrat dapat diberikan 50-60% kalori total per hari

dengan jenis karbohidrat kompleks dalam bentuk biji-bijian, sayur dan buah.

Karbohidrat sederhana harus dibatasi penggunaannya.42

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

19

Universitas Indonesia

2.5.3. Kebutuhan Mikronutrien

Mikronutrien berperan mengoptimalkan metabolisme dan memperbaiki

kegagalan jantung. Pada pasien gagal jantung sering kali pasien diberi terapi

diuretik. Diuretik menyebabkan hilangnya kalsium melalui ginjal, menurunkan

kadar kalium serum, magnesium, natrium. Tiazid dapat menurunkan kadar seng.

Kekurangan seng dapat mengakibatkan gangguan fungsi imun. Kemungkinan

defisiensi beberapa mikronutrien menyebabkan pasien gagal membutuhkan

asupan mikronutrien yang lebih besar.46

Vitamin B

Defisiensi tiamin merupakan yang paling sering terjadi pada gagal jantung

disebabkan penggunaan loop diuretic yang meningkatkan ekskresi tiamin dan

vitamin B larut air. Defisiensi tiamin banyak ditemukan pada pasien gagal jantung

dengan prevalensi bervariasi antara 13 hingga 33%. Penelitian-penelitian

menunjukkan bahwa penggunaan spironolakton membantu peningkatan ekskresi

tiamin dan memperbaiki kadar tiamin di serum.47

Tiamin (B1) merupakan kofaktor penting dalam metabolisme karbohidrat.

Tiamin tidak disintesis dalam tubuh dan tidak terdapat simpanan endogen, hal itu

yang menyebabkan diperlukannya asupan tiamin secara kontinu untuk mencegah

defisiensi. Defisiensi tiamin berat dapat menyebabkan vasodilatasi dan gagal

jantung berat yang dikenal sebagai beri-beri basah. Pemberian suplementasi

tiamin direkomendasikan untuk pasien gagal jantung yang mendapat terapi loop

diuretic dosis tinggi. Beberapa penelitian menunjukkan hasil yang bervariasi

terhadap suplementasi tiamin pada pasien gagal jantung. Suplementasi tiamin

sebesar 200mg/hari dapat meningkatkan kadarnya dalam plasma dan terbukti

memperbaiki fungsi ventrikel.30,47,53

Defisiensi riboflavin dan piridoksin sering ditemukan pada pasien gagal

jantung kronik. Suatu penelitian pada pasien gagal jantung menunjukkan terdapat

defisiensi piridoksin sebesar 38%. Riboflavin dan piridoksin merupakan vitamin

B larut air yang berperan penting dalam oksidasi beta lipid, metabolisme

karbohidrat dan produksi sel darah merah. Seperti tiamin, penggunaan loop

diuretic juga meningkatkan ekskresi vitamin ini di ginjal.47

Direkomendasikan

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

20

Universitas Indonesia

konsumsi vitamin–vitamin B ini sebesar 100% AKG untuk mencegah defisiensi

pada pasien gagal jantung.42

Asupan folat yang direkomendasikan pada pasien dengan gagal jantung

sebesar 100% AKG yang berasal dari bahan makanan sumber atau suplementasi

yang dikombinasi dengan vitamin B6 dan B12. Suplementasi vitamin B12 sebesar

200-500 mikrogram/hari yang diberikan bersama dengan vitamin atau mineral lain

terbukti memiliki efek menguntungkan untuk pasien gagal jantung.42

Vitamin A

Berdasarkan penelitian hewan coba, menunjukkan bahwa vitamin A bermanfaat

untuk mencegah aktivasi NF-қB, mengurangi pelepasan sitokrom C, menurunkan

aktivitas caspase, menurunkan sekresi sitokin inflamasi dari kardiomiosit, dan

meningkatkan fungsi kontraktil miokardium.48

Pada penelitian hewan coba

lainnya menunjukkan, asam 9-cis-retinoic, memicu transkripsi dari glucosa

transporter promoter (GLUT)-4 yang ekspresinya penting untuk kelangsungan

hidup miosit jantung dalam situasi stres.49

Natrium

Penurunan curah jantung akan meningkatkan ADH dan memicu retensi natrium

dan air untuk memenuhi stroke volume dan curah jantung. Hormon aldosteron

juga meningkat untuk meningkatkan retensi natrium dan cairan dengan tujuan

meningkatkan venous return tubuh. Kadar total natrium di tubuh umumnya

meningkat walaupun kadar natrium di serum menunjukkan penurunan, hal ini

sering ditemukan pada kondisi gagal jantung lanjut. Oleh karena itu restriksi

natrium dan retensi cairan harus dilakukan pada pasien gagal jantung.50

Rekomendasi pemberian natrium bervariasi yaitu rekomendasi tersering adalah

restriksi natrium mencapai <2000 mg (2 g), namun rekomendasi dapat berkisar

antara 2000–2400 mg/hari. Restriksi tergantung beratnya retensi cairan dan respon

terhadap diuretik.42,51

Kalium, Kalsium, dan Magnesium

Ketiga mikronutrien ini berkaitan erat dengan takanan darah. Banyak penelitian

mendapatkan hubungan positif asupan kalium, kalsium dan magnesium terhadap

penurunan tekanan darah. Dampak restriksi natrium terhadap tekanan darah dapat

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

21

Universitas Indonesia

dipengaruhi oleh konsumsi kalium atau kalsium. Dua meta-analisis dari uji coba

klinis terkontrol telah menunjukkan bahwa suplementasi kalsium (1000-2000

mg/hari) menghasilkan penurunan signifikan tekanan darah sistolik namun tidak

bermakna pada penurunan diastolik. Hasil dari dua meta-analisis dari uji klinis

mendukung kesimpulan bahwa suplemen kalium oral (60 sampai 120 mEq / d)

dapat memperbaiki tekanan darah.70

Obat-obatan, seperti loop dan thiazide diuretik berkontribusi pada

kehilangan magnesium melalui urin. Defisiensi magnesium dikaitkan dengan

retensi natrium dan peningkatan ventrikelektopi yang terkait dengan penurunan

kontraktilitas jantung dan peningkatan resistensi pembuluh darah periferuplemen

magnesium (20 mmol /hari) secara signifikan menurunkan tekanan darah diastolik

tetapi tidak darah sistolik.56,70

Seng dan Selenium

Defisiensi seng berhubungan dengan apoptosis myocardiocyte. Beberapa obat

yang umumnya digunakan pada pasien gagal jantung seperti ACE Inhibitor,

antagonis angiotensin II dan diuretik thiazide meningkatkan keluaran seng melalui

urin.54

Selenium berperan sebagai kofaktor untuk enzim antioksidan, glutathione

peroksidase. Defisiensi glutation peroksidase berkontribusi faktor disfungsi

endotel pada gagal jantung. Suplemen selenium dapat mengurangi progresifitas

penyakit jantung tetapi tidak dapat membalikkan kerusakan jantung yang ada.55

2.5.4 Nutrien spesifik

Coenzym Q10

Coenzym Q10 (CoQ10) atau ubiquinone, fat-soluble quinine, merupakan komponen

penting rantai transpor elektron di mitokondria dan penting dalam pembentukan

ATP. Pada pasien gagal jantung kadar CoQ10 di serum dan jaringan mengalami

penurunan. Defisiensi CoQ10 berkorelasi positif dengan perburukan fungsi

ventrikel kiri dan mortalitas.

Penelitian-penelitian yang memberikan suplementasi CoQ10 pada pasien

gagal jantung menunjukkan perbaikan fraksi ejeksi, isi sekuncup, curah jantung,

tekanan arteri pulmonal dan kualitas hidup yang bermakna. Tetapi terdapat pula

hasil beberapa penelitian yang memberikan hasil yang tidak bermakna. Meskipun

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

22

Universitas Indonesia

meta-analisis terkini menunjukkan manfaat bermakna pemberian suplementasi Co

Q10 pada pasien gagal jantung, namun penggunaannya secara rutin tidak

direkomendasikan. Dosis CoQ10 yang diberikan sekitar 150-300 mg/hari.

1,30

Karnitin

L-carnitin berperan dalam modulasi glikolisis (modulasi rasio acyl Coenzyme

A/Coenzyme A), siklus Krebs, dan terlibat dalam metabolisme asam lemak.

Propionyl-L-carnitin, derivate L-carnitin, juga berperan dalam siklus Kreb, efek

peningkatan oksidasi glukosa dan perbaikan fungsi kontraksi. L-carnitin

merupakan derivat asam amino non essensial dan berperan dalam transpor asam

lemak dari sitosol ke mitokondria. L-carnitine disintesis dari asam amino esensial

metionin dan lisin, dengan kofaktor vitamin C (ascorbic acid), Fe, niasin dan

piridoksin. Penurunan kadar karnitin pada gangguan jantung dipengaruhi oleh

beberapa faktor, diantaranya proses inflamasi yang mengakibatkan aktivasi dari

TNFα menyebabkan kerusakan pada sel-sel otot, yang berakibat pada penurunan

kadar karnitin otot. Pada gagal jantung umumnya mengakibatkan kerusakan pada

ginjal dan berakhir dengan penurunan kadar karnitin. Namun demikian belum ada

rekomendasi pasti mengenai pemberian karnitin pada gagal jantung.1,30,56

Asam Lemak Omega 3

Asam lemak omega 3 memberikan efek perlindungan kardiovaskular terutama

melalui efek peningkatan docosahexaenoic acid (DHA) dan eicosapentaenoic

acid (EPA) di membran fosfolipid. Inkorporasi omega-3 ke membran sel target

dan jaringan menurunkan eksitabilitas elektrik sehingga berpotensi menurunkan

aritmia.

Efek manfaat fisiologis yang lain diantaranya inhibisi produksi

tromboksan, peningkatan produksi prostasiklin, peningkatan aktifitas fibrinolitik

di plasma, modifikasi leukotrien dan produksi sitokin untuk menurunkan

inflamasi, reduksi respon vasospastik terhadap katekolamin, reduksi viskositas

darah, penurunan faktor yang mengaktifasi platelet dan faktor pertumbuhan

platelet serta pembentukan oksigen radikal bebas. Efek kumulatif tersebut akan

meningkatkan ambang aritmia, reduksi tekanan darah arteri, perbaikan fungsi

arteri dan endotel, reduksi agregasi trombosit dan perbaikan tonus otonom. Dosis

yang telah diteliti memberikan efek perbaikan fungsi jantung dan meningkatkan

survival adalah 1-1,5 g/hari.30

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

23

Universitas Indonesia

2.5.5 Kebutuhan Cairan

Restriksi cairan dilakukan seiring dengan restriksi natrium pada keadaan retensi

cairan. Pada pasien dengan restriksi ketat hati-hati apabila ditemukan peningkatan

ureum dan kreatinin mungkin akibat dari terjadinya hipovolemia. Berbagai

macam rekomendasi jumlah cairan yang boleh dikonsumsi pada pasien gagal

jantung yaitu berkisar antara 1000mL-1900 mL.42,51

2.6. Interaksi Obat

Penggunaan kaptopril yang juga sering digunakan pada pasien gagal jantung dapat

mengakibatkan nausea, batuk yang akan berakibat penurunan asupan. Kaptopril

dapat menyebabkan hiperkalemia pada pasien gagal jantung.57

Diuretik dapat

menyebabkan hipokalemia, hiperlipidemia, hipertrigliseridemia, intoleransi

glukosa, anoreksia, mulut kering, konstipasi. Suplementasi kalium diperlukan

pada terapi jangka panjang dan dosis tinggi diuretik. Penggunaan ACE Inhibitors

dapat menyebabkan hiperkalemia, hipotensi, disgeusia, dan hipotensi terutama

pada orang tua. Aldosteron Antagonist (spironolakton) merupakan efek diuresis

tapi hemat kalium. Pada penggunaan spironolakton dapat terjadi peningkatan

kadar kalium dan sebaiknya juga menghindari penggunaan natrium yang

berlebihan.42,57

2.7 Prognosis Gagal Jantung Kongestif

Secara umum, mortality rate untuk pasien gagal jantung yang dirawat inap adalah

5-20% sementara penderita yang di luar rumah sakit adalah 20% pada akhir tahun

pertama setelah diagnosa ditegakkan dan setinggi 50% pada 5 tahun pertama

pasca diagnosis. Walaupun terdapat perbaikan pengobatan. Setiap pasien yang

rehospitalization mempunyai peningkatan mortality rate sebanyak 20-30%.

Cardiopulmonal stress testing merupakan cara yang efektif untuk menilai survival

rate pasien untuk tahun ke depan dan indikasi transplantasi jantung. Pasien dengan

NYHA IV, ACC/AHA stage D mempunyai mortalitas yang melebihi 50% pada

tahun pertama onset. Gagal jantung yang disebabkan oleh infark miokard akut

mempunyai mortalitas 20-40%; mortality rate mendekati 80% pada pasien yang

menderita hipotensi ( eg.cardiogenic shock). 22,26

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

1

BAB 3

KASUS

Laporan serial kasus ini akan memaparkan hasil tata laksana nutrisi pada empat

pasien yang dirawat di RS jejaring PPDS Ilmu Gizi Klinik FKUI dengan penyakit

gagal jantung kongestif et causa penyakit jantung hipertensi. Kasus diambil

dengan kriteria usia pasien 18-65 tahun, diagnosis CHF NYHA I-IV et causa

penyakit jantung hipertensi dengan berbagai kondisi penyerta. Pada awal

perawatan dilakukan skrining risiko malnutrisi yang dinilai dengan menggunakan

formulir skrining modifikasi (terlampir). Dukungan nutrisi segera dilakukan pada

setiap pasien sesuai dengan kondisi masing-masing dan dilakukan pemantauan

hingga selesai perawatan. Selama intervensi nutrisi dilakukan penilaian beberapa

parameter diantaranya: keluhan subyektif, hemodinamik, tanda-tanda klinis,

kapasitas fungsional, laboratorium, analisis asupan, toleransi asupan dan imbang

cairan.

Tabel 3.1 Karakteristik Pasien Serial Kasus

No. Variabel Kasus 1 Kasus 2 Kasus 3 Kasus 4

1. Gender Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki

2. Usia 56 tahun 60 tahun 50 tahun 62 tahun

3. BB/TB 51/160 45/158 55/167 48/165

(kg/cm)

4. IMT 19,9

18

19,7

17,6

(kg/m2)

5. Diagnosis CHF FC III-IV CHF FC III-IV CHF FC II-III CHF FC III-IV

ec HHD, HT ec HHD, HT ec HHD, HT ec HHD,HT

6. Kondisi AKI, anemia CAP,ISK, anemia, AKI CAP, CKD,

Penyerta ggn fungsi hati anemia hiponatremia

hiponatremia ggn fungsi hati hipoalbuminemia

hipoalbuminemia Anemia

hiponatremia ggn fungsi hati

_________________________________________________________________ * AKI: acute kidney injury, CAP: community acquired pneumonia, CHF: congestive

heart failure, CKD: chronic kidney disease, NYHA: New York Heart Association, FC:

functional class, HHD: hypertension heart disease, HT: hipertensi, gr: grade, ISK:

infeksi saluran kemih

25

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

26

Universitas Indonesia

3.1 Kasus 1

Pasien Tn. S, 56 tahun, dirawat di RS dengan keluhan utama masuk RS adalah

sesak yang semakin memberat sejak 2 hari SMRS. Riwayat perjalanan penyakit

pasien diawali dari keluhan sesak yang mulai dirasakan pasien sejak 4 bulan

sebelum masuk RS. Sesak semakin memberat terutama setelah beraktivitas seperti

naik tangga dan berjalan jauh. Sesak dirasakan sangat berat 2 hari terakhir. Sesak

memberat dengan aktivitas ringan seperti ke kamar mandi dan seringkali

terbangun malam hari karena sesak. Terdapat keluhan dada berdebar-debar saat

sesak, tidak ada nyeri dada. Terdapat batuk yang tidak berdahak, tidak ada

demam. Kaki dirasakan mulai membengkak sejak 1 minggu SMRS. Pasien pernah

berobat di poliklinik jantung RS namun hanya sekali dan tidak pernah kontrol.

Pasien baru mengetahui menderita hipertensi selama 1 tahun namun tidak kontrol

dan tidak minum obat teratur. Riwayat penyakit lain sebelumnya disangkal. Pada

riwayat penyakit keluarga diketahui bapak pasien meninggal setelah kelumpuhan

mendadak pada usia 40 tahun.

Dari riwayat kebiasaan makan pasien didapatkan mengonsumsi mie instan

yang sering yaitu 1-2 bungkus hampir setiap hari. Pasien tidak pernah

mengonsumsi makanan kaleng, namun sering mengonsumsi cemilan berupa

keripik. Pasien jarang makan buah dan memiliki kebiasaan merokok 1

bungkus/hari, kopi 1 gelas setiap hari. Selama sakit (4 bulan terakhir) terdapat

penurunan asupan makan karena tidak selera makan, cepat merasa kenyang dan

sesak. Buang air kecil seperti biasa dengan frekuensi 4-5x jumlah banyak, buang

air besar 2 hari sekali kadang-kadang keras. Penurunan BB tidak diketahui jelas,

namun pasien merasa baju semakin terasa longgar dalam 4 bulan terakhir.

Analisis asupan sebelum sakit, selama sakit (4 bulan terakhir) dan 24 jam SMRS

dapat dilihat pada gambar 3.1.

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

27

Universitas Indonesia

Gambar 3.1. Analisis asupan energi (A), protein (B), lemak (C), karbohidrat (D)

Tn. S sebelum sakit, selama sakit 4 bulan terakhir dan 24 jam terakhir

Pada awal perawatan di intensive care unit RSU Tangerang, pasien

tampak sakit berat, lemah, compos mentis, tekanan darah 241/146 mmHg (MAP

177), frekuensi nadi 121 kali/menit, frekuensi napas 40 kali/menit, saturasi O2

96%, suhu 37,2oC. Dari pemeriksaan fisik didapatkan:konjungtiva pucat, JVP

meningkat (5+2 cmH2O), rhonki basah halus pada 1/3 basal kedua paru, bunyi

jantung dalam batas normal, tampak abdomen supel, bising usus normal, edema

pada kedua tungkai bawah, sedangkan lain lain dalam batas normal. Kapasitas

fungsional pasien bedridden, kekuatan genggam tangan lebih lemah dari

pemeriksa, terdapat hambatan dalam melakukan kegiatan makan dan bicara

karena dapat mengakibatkan pasien semakin sesak. Dari antropometri diperoleh

PB 160 cm, LLA 22,3 cm, BB perkiraan berdasarkan LLA 51 kg, dengan IMT

19,9 kg/m2.

Pada pemeriksaan laboratorium menggambarkan anemia (9,4 g/dl),

leukositosis (16.800/uL), GDS normal (83 mg/dL), gangguan fungsi ginjal (ureum

75 mg/dL, kreatinin 1,7 mg/dL), peningkatan enzim transaminase (SGOT 50 U/L,

SGPT 75 U/L), hiponatremia (Na 130 mmol/L), lain-lain dalam batas normal.

Hasil pemeriksaan EKG didapatkan sinus takikardia, right atrial enlargement,

high voltage (right ventricular). Pada rontgen thorax didapatkan CTR >70%,

A

D C

B

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

28

Universitas Indonesia

aorta dilatasi, pinggang jantung masih ada, apeks lateral downward, tampak

kongesti. Terapi dari dokter penanggungjawab pasien ini adalah: tirah baring

dengan posisi semifowler, O2 6 L/menit (non rebreathing mask), ISDN 5 mg

sublingual, furosemid drip 5 mg/jam, spironolakton 1x 12,5 mg, Lisinopril 1x10

mg, morfin ekstra 2 mg i.v. Keseimbangan cairan 24 jam terakhir pada pasien ini

–200 mL dengan diuresis 0,7 ml/kgBB/jam. Pasien didiagnosis sebagai impending

acute lung oedema (ALO), acute decompensated heart failure (ADHF) pada

gagal jantung kongestif functional class III-IV et causa penyakit jantung

hipertensi, hipertensi urgensi, acute kindey injury dd/ chronic kidney disease,

anemia, disertai peningkatan enzim transaminase, hiponatremia, status gizi

normoweight berisiko malnutrisi dengan kaheksia kardiak .

Pada pasien ini ditentukan kebutuhan energi basal (KEB) berdasarkan

rumus Harris Benedict adalah 1184 kkal ∞ 1200 kkal, dan kebutuhan energi total

(KET) diperoleh dengan faktor stres 1,3 adalah 1500 kkal/hari. Pada awal

pemberian nutrisi diberikan sebesar 80% KEB yaitu 1000 kkal dengan komposisi

protein 40 g (0,8 g/kgBB), lemak 28 g (25% dari kalori total), karbohidrat 147 g

(59% dari kalori total), rendah garam (natrium 1200 mg, garam 3 g), cairan

direstriksi sampai dengan 1200 ml/hari. Nutrisi diberikan melalui jalur oral dalam

bentuk makanan lunak RS terbagi menjadi empat kali makan porsi kecil. Saran

pemberian suplementasi vitamin B kompleks 3x1 tablet, asam folat 1x0,5 mg,

kapsul omega-3 1000 mg, dan koenzim Q10 3x50 mg.

Pemantauan pada pasien ini dilakukan selama 5 hari perawatan. Selama

pemantauan didapatkan perbaikan klinis. Pada hari ke-3 perawatan pasien telah

dipindahkan ke ruang rawat biasa. Sesak berangsur berkurang, selera makan

membaik, kapasitas fungsional meningkat. Pasien telah dapat melakukan kegiatan

ringan seperti makan dan ke kamar mandi secara mandiri. Tanda vital selama

perawatan cukup stabil sejak hari ke-2. Tekanan darah berespon positif terhadap

terapi yang diberikan sehingga berangsur turun sesuai target. Demikian juga

frekuensi nadi berangsur normal. Grafik perkembangan tekanan darah dan

frekuensi nadi dapat dilihat pada gambar 3.2.

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

29

Universitas Indonesia

Gambar 3.2. Pemantauan tekanan darah, frekuensi nadi dan frekuensi

napas Tn. S selama perawatan

Edema pretibial dan dorsum pedis berkurang dan tidak terlihat pada hari

terakhir perawatan. Selama perawatan diuresis dalam batas normal dengan

imbang cairan dipertahankan negatif. Hasil laboratorium profil lipid menunjukkan

hasil dalam batas normal. Hasil pemeriksaan laboratorium ulang menunjukan

perbaikan fungsi ginjal dan fungsi hati, peningkatan kadar natrium dan

normalisasi kadar leukosit. Kadar hemoglobin meningkat meskipun belum

mencapai normal. Pada akhir perawatan dimana edema telah perbaikan dilakukan

penimbangan berat badan dan pengukuran ulang LLA. Berat badan aktual yang

didapatkan adalah 48 kg, sehingga IMT 18,75 kg/m2

masih dalam kategori

normoweight, sedangkan pengukuran LLA ulang didapatkan ukuran LLA tetap.

Peningkatan pemberian nutrisi dilakukan bertahap seiring perbaikan klinis

dan didapatkan toleransi baik. Berdasarkan hasil laboratorium yang menunjukkan

perbaikan fungsi ginjal, maka dilakukan perencanaan ulang target pemberian

protein ditingkatkan sampai mencapai 1,4 g/kgBB (70 g/hari). Pasien telah dapat

mengonsumsi makanan sesuai kebutuhan total energi, dengan kebutuhan protein

tercapai 87% dari target total. Pasien mendapat suplementasi vitamin B kompleks,

asam folat dan omega-3, namun pasien tidak mendapatkan suplementasi koenzim

Q10 karena ketidaktersediaan di instalasi farmasi tempat rawat. Perencanaan

target pemberian nutrisi dan analisis asupan dapat dilihat pada gambar 3.3.

121

95

88 80

80

40

35 20 20

20

0

20

40

60

80

100

120

140

241/146 mmHg 160/100 mmHg 140/95 mmHg 130/90 mmHg 130/85 mmHg

H+1 (ICU) H+2 (ICU) H+3 H+4 H+5

Frekuensi nadi (x/mnt) frekuensi napas (x/mnt

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

30

Universitas Indonesia

Gambar 3.3. Perencanaan target dan analisis asupan energi (A), protein (B), lemak

(C) dan karbohidrat (D) yang dicapai Tn. S selama perawatan.

3.2. Kasus 2

Pasien Tn. T, 60 tahun, dirawat di RS dengan keluhan utama masuk RS adalah

sesak yang semakin memberat sejak satu minggu SMRS. Riwayat perjalanan

penyakit pasien diawali dari keluhan sesak yang mulai dirasakan pasien sejak 6

bulan sebelum masuk RS. Sesak semakin memberat meskipun dengan aktivitas

ringan seperti ke kamar mandi. Sesak dirasakan sangat berat 2 hari terakhir dan

dirasakan juga pada saat beristirahat. Terdapat keluhan dada berdebar-debar saat

sesak, tidak ada nyeri dada. Terdapat batuk berdahak dan demam. Kaki dirasakan

mulai membengkak sejak 1 minggu SMRS. Buang air kecil seperti biasa dengan

frekuensi 4-5x jumlah banyak, buang air besar lancar setiap hari. Pasien pernah

mengalami penyakit serupa dan dirawat dua kali di RS di daerahnya. Pasien juga

menderita hipertensi selama 15 tahun dan sering memeriksakan diri ke dokter

spesialis penyakit dalam namun tidak teratur dan tidak minum obat rutin. Riwayat

penyakit keluarga disangkal.

A

D C

B

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

31

Universitas Indonesia

Dari riwayat kebiasaan makan pasien didapatkan pasien mengonsumsi

ikan asin dan sambal terasi hampir setiap hari. Pasien jarang makan-makanan

instan atau kalengan. Cemilan yang dikonsumsi paling sering berupa keripik atau

opak. Pasien pernah memiliki kebiasaan merokok dan minum kopi namun sudah

berhenti sejak pertama kali dirawat. Selama sakit (6 bulan terakhir) terdapat

penurunan asupan makan karena tidak selera makan, cepat merasa kenyang dan

sesak. Penurunan BB 10 kg dalam 6 bulan terakhir. Analisis asupan sebelum

sakit, selama sakit (4 bulan terakhir) dan 24 jam SMRS dapat dilihat pada gambar

3.4.

Gambar 3.4. Analisis asupan energi (A), protein (B), lemak (C),

karbohidrat (D) Tn. T sebelum sakit, selama sakit 6 bulan terakhir

dan 24 jam terakhir

Pada awal perawatan di RSU Tangerang, pasien tampak sakit berat, lemah,

compos mentis, tekanan darah 170/124 mmHg (MAP 140), frekuensi nadi 115

kali/menit, frekuensi napas 44 kali/menit, saturasi O2 98%, suhu 38,5oC. Dari

pemeriksaan fisik didapatkan:konjungtiva pucat, JVP meningkat (5+3 cmH2O),

rhonki kasar pada kedua lapang paru, bunyi jantung dalam batas normal, tampak

abdomen supel, bising usus normal, edema pretibial dan dorsum pedis, lain lain

A

D C

B

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

32

Universitas Indonesia

dalam batas normal. Kapasitas fungsional pasien bedridden, kekuatan genggam

tangan lebih lemah dari pemeriksa. Dari antropometri diperoleh PB 158 cm, LLA

21,7 cm, BB perkiraan berdasarkan LLA 48 kg, dengan IMT 18 kg/m2.

Pada pemeriksaan laboratorium menggambarkan anemia (10,2 g/dl),

leukositosis (17.500/uL), hipoalbuminemia (2,9 mg/dL), peningkatan enzim

transaminase (SGOT 70 U/L, SGPT 88 U/L), hiponatremia (129 meq/L), lain-lain

dalam batas normal. Hasil pemeriksaan EKG didapatkan sinus rythm, left and

right ventricular enlargement, low voltage (left ventricular). Pada rontgen thorax

didapatkan CTR >70%, aorta elongasi dan kalsifikasi, pinggang jantung

mendatar, apeks downward, tampak infiltrat dan kongesti. Terapi dari dokter

penanggungjawab pasien ini: tirah baring dengan posisi semifowler, O2 4 L/menit

(nasal canule), Lasix 3 x 2 mg, Aldactone 1x 12,5 mg, Captopril 2 x 12,5 mg,

bisoprolol, ceftriakson 2x 1 g i.v. Keseimbangan cairan 24 jam terakhir pada

pasien ini –500 mL dengan diuresis 0,95 ml/kgBB/jam. Pasien didiagnosis

sebagai gagal jantung kongestif functional class III-IV et causa penyakit jantung

hipertensi, hipertensi grade 2 tidak terkontrol, suspek community acquired

pneumonia (CAP), disertai anemia, peningkatan enzim transaminase,

hipoalbuminemia, dan hiponatremia, status gizi malnutrisi ringan.

Pada pasien ini ditentukan kebutuhan energi basal (KEB) berdasarkan

rumus Harris Benedict adalah 1000 kkal, dan kebutuhan energi total (KET)

diperoleh dengan faktor stres 1,4 adalah 1400 kkal/hari, protein 67 g

(1,4 g/kgBB), lemak 40 g (25% dari kalori total), karbohidrat 197 g. Pada awal

pemberian nutrisi diberikan sebesar kebutuhan basal yaitu 1000 kkal dengan

komposisi protein 50 g (1 g/kgBB) , lemak 28 g, karbohidrat 147 g, rendah garam

(5 g), cairan direstriksi sampai dengan 1200 ml/hari. Nutrisi diberikan melalui

jalur oral dalam bentuk makanan lunak RS terbagi menjadi 4 kali makan porsi

kecil. Saran pemberian suplementasi vitamin B kompleks 3x1 tablet, asam folat

1x0,5 mg, kapsul omega-3 1000 mg, dan koenzim Q10 3x50 mg.

Pemantauan pada pasien ini dilakukan selama 7 hari perawatan. Selama

pemantauan didapatkan perbaikan klinis. Sesak berangsur berkurang, demam

turun, batuk berkurang, selera makan membaik, kapasitas fungsional meningkat.

Tanda vital selama perawatan relatif stabil. Tekanan darah berangsur turun dan

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

33

Universitas Indonesia

frekuensi nadi berangsur normal. Grafik perkembangan tekanan darah, frekuensi

nadi dan frekuensi napas dapat dilihat pada gambar 3.5.

Gambar 3.5. Pemantauan tekanan darah, frekuensi nadi dan frekuensi

napas Tn. T selama perawatan

Selama perawatan diuresis dalam batas normal dengan imbang cairan

dipertahankan negatif. Edema pretibial dan dorsum pedis berkurang dan tidak

terlihat pada hari terakhir perawatan. Pada akhir perawatan dimana edema telah

ada perbaikan dilakukan penimbangan berat badan dan pengukuran ulang LLA.

Berat badan aktual yang didapatkan adalah 43 kg, sehingga IMT 17,2 kg/m2

yaitu

kategori malnutrisi ringan sedangkan pengukuran LLA ulang didapatkan ukuran

LLA tetap.

Pada hari ke-3 perawatan didapatkan hasil pemeriksaan sputum terdapat

infeksi bakteri gram positif, BTA negatif, urinalisa ditemukan bakteri positif

sehingga pasien juga didiagnosis mengalami infeksi saluran kemih. Hasil

pemeriksaan laboratorium ulang menunjukan perbaikan kadar natrium,

hemoglobin, dan leukosit pada hari ke-5 perawatan. Pemeriksaan profil lipid yang

disarankan serta pemeriksaan ulang fungsi hati tidak dilakukan karena alasan

biaya.

Peningkatan pemberian nutrisi dilakukan bertahap seiring perbaikan klinis

dan didapatkan toleransi baik. Pasien telah dapat mengonsumsi makanan sesuai

kebutuhan total sejak hari ke-5 dengan suplementasi vitamin B kompleks dan

omega-3, namun pasien tidak mendapatkan suplementasi koenzim Q10 dan

115 108

90

90 80

80 88

44 30 22 20 20 20

20

170/124mmHg

160/90mmHg

140/90mmHg

130/85mmHg

130/90mmHg

130/80mmHg

130/80mmHg

H+1 H+2 H+3 H+4 H+5 H+6 H+7

Frekuensi nadi (x/mnt) frekuensi napas (x/mnt

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

34

Universitas Indonesia

karena ketidaktersediaan di instalasi farmasi tempat rawat. Perencanaan target

pemberian nutrisi dan analisis asupan dapat dilihat pada gambar 3.6.

Gambar 3.6. Perencanaan target dan analisis asupan kalori (A), protein (B), lemak

(C), dan karbohidrat (D) Tn. T selama perawatan

3.3. Kasus 3

Pasien Tn. SH, 50 tahun, dirawat di RSU Tangerang dengan keluhan utama

masuk RS adalah sesak yang semakin memberat sejak dua hari SMRS. Riwayat

perjalanan penyakit pasien diawali dari keluhan sesak yang mulai dirasakan

pasien sejak 2 bulan sebelum masuk RS. Sesak semakin memberat terutama

setelah beraktivitas seperti naik tangga dan berjalan jauh dan seringkali terbangun

malam hari karena sesak. Terdapat keluhan dada berdebar-debar saat sesak, tidak

ada nyeri dada. Tidak ada batuk dan tidak ada demam. Kaki dirasakan mulai

membengkak sejak dua hari SMRS. Pasien menderita hipertensi selama 5 tahun

dengan kontrol dan minum obat teratur, dan pernah dikatakan memiliki sakit

A

[

D C

B

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

35

Universitas Indonesia

ginjal. Riwayat penyakit lain sebelumnya disangkal. Penyakit keluarga diketahui

ibu kandung mengalami darah tinggi.

Dari riwayat kebiasaan makan pasien jarang makan buah dan sayur,

memiliki kebiasaan merokok 1 bungkus/hari, kopi jarang. Kadang-kadang pasien

mengonsumsi mie instan, makanan kaleng (sarden, kornet), dan ikan asin. Selama

sakit (2 bulan terakhir) terdapat penurunan asupan makan namun tidak terlalu

dirasakan. Buang air besar lancer tidak ada keluhan. Dua hari terakhir buang air

kecil sedikit. Penurunan BB tidak diketahui jelas, namun menurut keluarga pasien

terlihat semakin kurus dari sebelumnya. Analisis asupan sebelum sakit, selama

sakit (2 bulan terakhir) dan 24 jam SMRS dapat dilihat pada gambar 3.7.

Gambar 3.7. Analisis asupan energi (A), protein (B), lemak (C), karbohidrat (D)

Tn. SH sebelum sakit, selama sakit 2 bulan terakhir dan 24 jam terakhir

Pada awal perawatan di intensive care unit RSU Tangerang, pasien

tampak sakit berat, lemah, compos mentis, tekanan darah 230/138 mmHg (MAP

169), frekuensi nadi 105 kali/menit, frekuensi napas 40 kali/menit, saturasi O2

97%, suhu 37oC. Dari pemeriksaan fisik didapatkan: konjungtiva pucat, JVP

meningkat (5+2 cmH2O), rhonki basah halus pada 1/3 basal kedua paru, bunyi

jantung dalam batas normal, tampak abdomen supel, bising usus normal, edema

A

D C

B

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

36

Universitas Indonesia

pada kedua tungkai bawah, sedangkan lain lain dalam batas normal. Kapasitas

fungsional pasien bedridden, kekuatan genggam tangan lebih lemah dari

pemeriksa, pasien masih dapat makan dan minum sendiri dengan sedikit bantuan.

Dari antropometri diperoleh PB 167 cm, LLA 21,6 cm, BB perkiraan berdasarkan

LLA 55 kg, dengan IMT 19,7 kg/m2.

Pada pemeriksaan laboratorium menggambarkan anemia (11 g/dl),

gangguan fungsi ginjal (ureum 126 mg/dL, kreatinin 2,1 mg/dL, CCT 33),

asidosis metabolik, elektrolit dan lain-lain dalam batas normal. Hasil pemeriksaan

EKG didapatkan sinus rythm, right atrial enlargement, left ventricular

hypertrophy. Pada rontgen thorax didapatkan CTR >60%, aorta dilatasi, pinggang

jantung masih ada, apeks lateral downward, tampak kongesti. Terapi dari dokter

penanggungjawab pasien ini: tirah baring dengan posisi semifowler, O2 4 L/menit

(nasal canule), ISDN 5 mg sublingual, Lasix drip 5 mg/jam, Aldactone 1x 12,5

mg, Lisinopril 1x10 mg, Morfin ekstra 2 mg intravena, CaCO3 3 x 1 tab, Bicnat

3x 1 tablet. Keseimbangan cairan 24 jam terakhir pada pasien ini +300 mL

dengan diuresis 0,4 ml/kgBB/jam. Pasien didiagnosis sebagai acute

decompensated heart failure (ADHF) pada gagal jantung kongestif functional

class II-III et causa penyakit jantung hipertensi, hipertensi urgensi, acute on CKD

stadium IV, anemia, asidosis metabolik, status gizi normoweight berisiko

malnutrisi dengan kaheksia kardiak.

Pada pasien ini ditentukan kebutuhan energi basal (KEB) berdasarkan

rumus Harris Benedict adalah 1300 kkal, dan kebutuhan energi total (KET)

diperoleh dengan faktor stres 1,3 adalah 1700 kkal/hari. Pada awal pemberian

nutrisi diberikan sebesar 20 kkal/kgBB ~1100 kkal (80% KEB), dengan

komposisi protein 45 g (0,8 g/kgBB), lemak 30 g (25% dari kalori total),

karbohidrat 162 g (59% kalori total), rendah garam (3 g), cairan direstriksi sampai

dengan 1500 ml/hari. Nutrisi diberikan melalui jalur oral dalam bentuk makanan

lunak RS terbagi menjadi empat kali makan porsi kecil. Saran pemberian

suplementasi vitamin B kompleks 3x1 tablet, asam folat 1x0,5 mg, kapsul omega-

3 1000 mg, dan koenzim Q10 3x50 mg.

Pemantauan pada pasien ini dilakukan selama 5 hari perawatan. Selama

pemantauan didapatkan perbaikan klinis. Pada hari ke-2 tekanan darah telah

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

37

Universitas Indonesia

mencapai target dan diuresis telah mencapai normal sehingga pasien dipindahkan

ke ruang rawat biasa pada hari ke-3. Sesak berangsur berkurang, selera makan

membaik, kapasitas fungsional meningkat. Pasien telah dapat melakukan kegiatan

ringan secara mandiri. Tanda vital selama perawatan cukup stabil sejak hari ke-3.

Tekanan darah berespon positif terhadap terapi yang diberikan sehingga berangsur

turun sesuai target. Demikian juga frekuensi nadi berangsur normal. Grafik

perkembangan tekanan darah, frekuensi nadi dan napas dapat dilihat pada gambar

3.8. Ronkhi basal menghilang sejak hari ke-3 perawatan. Edema pretibial dan

dorsum pedis berkurang namun masih terlihat minimal pada hari terakhir

perawatan.

Gambar 3.8. Pemantauan tekanan darah, frekuensi nadi dan frekuensi napas

Tn. SH selama perawatan

Hasil pemeriksaan laboratorium ulang menunjukan perbaikan fungsi ginjal

namun masih menunjukan gangguan (ureum 97 mg/dl, kreatinin 2 mg/dl, CCT

35), asidosis teratasi dengan analisa gas darah dalam batas normal. Pemeriksaan

fungsi hati, albumin dan GDS dalam batas normal, lain-lain tidak diperiksa. Pada

akhir perawatan dimana edema telah perbaikan dilakukan penimbangan berat

badan dan pengukuran ulang LLA. Berat badan aktual yang didapatkan adalah 58

kg, sehingga IMT 20,8 kg/m2

masih dalam kategori normoweight, sedangkan

pengukuran LLA ulang didapatkan ukuran LLA tetap.

Peningkatan pemberian nutrisi dilakukan bertahap seiring perbaikan klinis

dan didapatkan toleransi baik. Pasien telah dapat mengonsumsi makanan sesuai

Frekuensi nadi (x/mnt), 80

frekuensi napas (x/mnt, 20

0

20

40

60

80

100

120

230/138 mmHg 190/100 mmHg 140/85 mmHg 130/90 mmHg 130/80 mmHg

H+1 (ICU) H+2 (ICU) H+3 H+4 H+5

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

38

Universitas Indonesia

kebutuhan total dengan suplementasi vitamin B kompleks, asam folat, CaCO3

dan omega-3, namun pasien tidak mendapatkan suplementasi koenzim Q10.

Perencanaan target pemberian nutrisi dan analisis asupan dapat dilihat pada

gambar 3.9.

Gambar 3.9. Perencanaan target dan analisis asupan energi Tn. SH selama

perawatan. (A) grafik target dan analisis asupan energi, (B) Grafik target dan

analisis asupan protein, lemak dan karbohidrat

0200400600800

10001200140016001800

H+1 (ICU) H+2 (ICU) H+3 H+4 H+5

Energi (kkal)

planning E asupan E

0

50

100

150

200

250

H+1 (ICU) H+2 (ICU) H+3 H+4 H+5

planning P asupan P planning L asupan L planning KH asupan KH

B

A

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

39

Universitas Indonesia

3.4. Kasus 4

Pasien Tn. M, 62 tahun, datang dengan keluhan utama masuk RS adalah sesak

yang semakin memberat sejak satu minggu SMRS. Sesak semakin memberat

meskipun dengan aktivitas ringan dan dirasakan juga pada saat beristirahat. Sering

terbangun karena sesak di malam hari, hanya bias berbaring dengan bantal tinggi.

Dada berdebar-debar saat sesak ada, tidak ada nyeri dada. Kaki dirasakan mulai

membengkak sejak dua minggu SMRS. Buang air kecil sedikit. Terdapat batuk

berdahak dan demam. Pasien pernah mengalami penyakit serupa dengan terakhir

rawat di RSUT satu bulan sebelumnya. Pasien juga menderita hipertensi tidak

jelas berapa lama, kadang-kadang memeriksakan diri ke RS namun tidak teratur

dan tidak minum obat rutin. Riwayat penyakit keluarga disangkal.

Dari riwayat kebiasaan makan pasien didapatkan pasien hobi

mengonsumsi ikan asin termasuk saat sakit. Makan mie instan atau makanan

kalengan disangkal. Cemilan yang dikonsumsi berupa singkong atau pisang rebus.

Pasien memiliki kebiasaan merokok dan minum kopi namun sudah berhenti sejak

beberapa tahun yang lalu. Selama sakit yaitu sekitar 6 bulan terakhir terdapat

penurunan asupan makan karena tidak selera makan, cepat merasa kenyang dan

sesak. Penurunan BB yang diketahui 7 kg dalam 6 bulan terakhir. Analisis asupan

sebelum sakit, selama sakit (6 bulan terakhir) dan 24 jam SMRS dapat dilihat

pada gambar 3.10.

Gambar 3.10. Analisis asupan energi, protein, lemak, karbohidrat Tn. M

sebelum sakit, selama sakit 6 bulan terakhir dan 24 jam terakhir

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

sebelum sakit selama sakit (6 bulanterakhir)

24 jam terakhir

1500

1200

600

42 35 23 53 40 18

217 190 124

Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) KH (g)

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

40

Universitas Indonesia

Pada awal perawatan di RSU Tangerang, pasien tampak sakit berat, lemah,

compos mentis, tekanan darah 170/110 mmHg, frekuensi nadi 100 kali/menit,

frekuensi napas 42 kali/menit, suhu 38,7oC. Dari pemeriksaan fisik

didapatkan:konjungtiva pucat, JVP meningkat (5+2 cmH2O), rhonki kasar pada

kedua lapang paru, bunyi jantung dalam batas normal, tampak abdomen supel,

bising usus normal, edema pretibial dan dorsum pedis, lain lain dalam batas

normal. Kapasitas fungsional pasien bedridden, kekuatan genggam tangan lebih

lemah dari pemeriksa. Dari antropometri diperoleh PB 165 cm, LLA 19 cm, BB

perkiraan berdasarkan LLA 48 kg, dengan IMT 17,6 kg/m2.

Pada pemeriksaan laboratorium menggambarkan anemia (9,6 g/dl),

leukositosis (20.500/uL), hipoalbuminemia (3,1 mg/dL), peningkatan enzim

transaminase (SGOT 65 U/L, SGPT 80 U/L), hiponatremia (125 meq/L),

gangguan fungsi ginjal (ureum 116 mg/dl, kreatinin 1,8 mg/dl), lain-lain dalam

batas normal. Hasil pemeriksaan EKG didapatkan sinus rythm, left ventricular

enlargement, low voltage, slight ST elevasi. Pada rontgen thorax didapatkan CTR

>70%, aorta elongasi dan kalsifikasi, pinggang jantung mendatar, apeks

downward, tampak infiltrat dan kongesti. Terapi dari sejawat SpJP pada pasien

ini: tirah baring dengan posisi semifowler, O2 6 L/menit (nasal canule),

furosemid 3 x 2 mg, spironolakton 1x 12,5 mg, captopril 2 x 12,5 mg, ceftriakson

2x 1 g intravena. Keseimbangan cairan 24 jam terakhir pada pasien ini –500 mL

dengan diuresis 0,7 ml/kgBB/jam. Pasien didiagnosis sebagai gagal jantung

kongestif functional class III-IV et causa penyakit jantung hipertensi, hipertensi

grade 2 tidak terkontrol, suspek community acquired pneumonia (CAP) dd/ TB

paru, acute kidney injury dd/ acute on chronic kidney disease, anemia,

peningkatan enzim transaminase, hipoalbuminemia, dan hiponatremia, status gizi

malnutrisi ringan.

Pada pasien ini ditentukan kebutuhan energi basal (KEB) berdasarkan

rumus Harris Benedict adalah 1100 kkal, dan kebutuhan energi total (KET)

diperoleh dengan faktor stres 1,4 adalah 1500 kkal/hari, protein 38 g (0,8

g/kgBB), lemak 42 g (25% kalori total), karbohidrat 242 g. Pada awal pemberian

nutrisi diberikan sebesar 80% kebutuhan basal yaitu 900 kkal dengan komposisi

protein 38 g (0,8 g/kgBB), lemak 25 g, karbohidrat 131 g (58% kalori total),

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

41

Universitas Indonesia

rendah garam (5 g), cairan direstriksi sampai dengan 1200 ml/hari. Nutrisi

diberikan melalui jalur oral dalam bentuk makanan lunak RS terbagi menjadi 4-5

kali makan porsi kecil. Saran pemberian suplementasi vitamin B kompleks 3x1

tablet, asam folat 0,5 mg, kapsul omega-3 1000 mg, dan koenzim Q10 3x50 mg.

Pasien dirawat selama 5 hari perawatan. Selama pemantauan didapatkan

perbaikan klinis. Sesak berangsur berkurang, demam turun, batuk berkurang,

selera makan membaik, kapasitas fungsional meningkat. Tanda vital selama

perawatan relatif stabil. Tekanan darah berangsur turun dan frekuensi nadi

berangsur normal. Grafik perkembangan tekanan darah, frekuensi nadi dan

frekuensi napas dapat dilihat pada gambar 3.11.

Gambar 3.11. Pemantauan tekanan darah, frekuensi nadi dan frekuensi napas

Tn. M selama perawatan

Selama perawatan diuresis dalam batas normal dengan imbang cairan

dipertahankan negatif. Edema pretibial dan dorsum pedis berkurang namun masih

tampak minimal pada akhir perawatan. Pada akhir perawatan dimana edema telah

perbaikan dilakukan penimbangan berat badan dan pengukuran ulang LLA. Berat

badan aktual yang didapatkan adalah 45 kg, sehingga IMT 16,5 kg/m2

yaitu

kategori malnutrisi sedang, sedangkan pengukuran LLA ulang didapatkan ukuran

LLA tetap.

Frekuensi nadi (x/mnt), 90

frekuensi napas (x/mnt, 28

0

20

40

60

80

100

120

170/110mmHg

160/95 mmHg 140/90 mmHg 130/80 mmHg 130/80 mmHg

H+1 H+2 H+3 H+4 H+5

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

42

Universitas Indonesia

Pada hari ke-4 perawatan didapatkan hasil pemeriksaan laboratorium

ulang menunjukan perbaikan kadar natrium, hemoglobin, dan leukosit. Fungsi

ginjal membaik namun masih menunjukkan insufisiensi. Pemeriksaan lain-lain

tidak dilakukan karena alasan biaya. Peningkatan pemberian nutrisi dilakukan

bertahap seiring perbaikan klinis. Toleransi cukup baik namun pasien belum dapat

mengonsumsi makanan sesuai kebutuhan total sampai hari terakhir perawatan

disebabkan gejala sesak dan begah terus dirasakan meskipun pasien sedang

beristirahat. Pasien mendapat suplementasi vitamin B kompleks dan omega-3.

Perencanaan target pemberian nutrisi dan analisis asupan dapat dilihat pada

gambar 3.12.

Gambar 3.12. Perencanaan target dan analisis asupan energi (A), protein (B),

lemak (C), dan karbohidrat (D) Tn. M selama perawatan

0

10

20

30

40

H+1 H+2 H+3 H+4 H+5

Protein (g)

planning P asupan P

0

10

20

30

40

50

H+1 H+2 H+3 H+4 H+5

Lemak (g)

planning L asupan L

0

50

100

150

200

250

H+1 H+2 H+3 H+4 H+5

KH (g)

planning KH asupan KH

0

500

1000

1500

H+1 H+2 H+3 H+4 H+5

Energi (kkal)

planning E asupan E

A

[

D C

B

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

1

BAB 4

PEMBAHASAN

Telah dilakukan dukungan nutrisi pada empat kasus pasien dengan gagal jantung

kongestif et causa penyakit jantung hipertensi dengan status gizi normoweight

hingga malnutrisi ringan dengan berbagai kondisi penyerta. Dari hasil skrining,

semua pasien ini memenuhi kriteria untuk dukungan nutrisi oleh tim terapi gizi

karena asupan yang tidak adekuat dalam 3-5 hari terakhir dan terdapat kondisi

stres metabolism yang berat. Formulir skrining yang digunakan adalah modifikasi

dari beberapa metode skrining. Pada pasien gagal jantung kongestif skrining

menggunakan MUST memberikan sensitifitas yang tinggi karena terdapat

penilaian status gizi menggunakan lingkar lengan. Pada formulir skrining yang

digunakan dalam serial kasus ini tidak ada penilaian menggunakan LLA sehingga

kurang relevan dalam mendeteksi perubahan berat badan karena kondisi edema.

Namun metode skrining modifikasi ini cukup sensitif karena terdapat pertanyaan

mengenai penurunan asupan makan dan status metabolisme, dimana kedua

indikator inilah yang ditemukan positif pada semua pasien dalam serial kasus ini.

Keempat kasus datang ke RS dengan gejala dan tanda dekompensasi pada

penyakit jantung kronik yang telah diderita sebelumnya. Semua pasien datang

dengan keluhan utama dispnea atau sesak nafas yang merupakan gejala yang

umum menyertai penyakit kardiorespirasi. Sesak terjadi karena terdapat kongesti

pada paru-paru maupun karena penurunan curah jantung yang menyebabkan

hipoksia secara sistemik. 21, 22

Pada pasien dengan gagal jantung kiri kongesti pada

interstitial paru yang berlangsung lama menyebabkan mudahnya terjadi infeksi

oportunistik. Hal inilah yang terjadi pada pasien kasus ke-2 dan ke-4 yang

mengalami community acquired pneumonia (CAP). Infeksi paru akan terjadi

berulang-ulang selama kongesti tidak dapat dikontrol terutama apabila disertai

penurunan status imun yang seringkali terjadi pada pasien dengan malnutrisi.22

Penyebab gagal jantung kronik pada semua pasien serial kasus ini adalah

penyakit jantung hipertensi akibat hipertensi kronik. Gagal jantung merupakan

komplikasi yang sering terjadi pada hipertensi kronis. Pasien dengan hipertensi

dapat menunjukkan gejala-gejala gagal jantung namun dapat juga bersifat

asimtomatis. Disfungsi diastolik sering terjadi pada penderita hipertensi, dan

43

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

44

Universitas Indonesia

terkadang disertai hipertrofi ventrikel kiri. Hal ini disebabkan oleh peningkatan

tekanan afterload, penyakit arteri koroner, penuaan, disfungsi sistolik dan fibrosis.

Setelah beberapa lama, hipertrofi ventrikel kiri gagal mengkompensasi

peningkatan tekanan darah sehingga lumen ventrikel kiri berdilatasi untuk

mempertahankan curah jantung. Fungsi sistolik ventrikel kiri akan terus menurun

dan mengaktifkan sistem neurohormonal dan renin-angiotensin, sehingga

meretensi natrium dan air dan meningkatkan vasokonstriksi perifer, yang akhirnya

malah memperburuk keadaan dan menyebabkan disfungsi sistolik.58

Dari anamnesis didapatkan beberapa faktor risiko yang terdapat pada

keempat pasien yaitu faktor genetik dan asupan natrium yang tinggi. Pasien-

pasien pada serial kasus ini memiliki kebiasaan mengonsumsi mie instan,

makanan kaleng, kerupuk, kecap, ikan asin, dan terasi yang merupakan bahan

makanan tinggi natrium. Pada keempat pasien juga didapatkan kontrol yang tidak

adekuat terhadap penyakitnya yaitu tidak patuh dalam terapi medikamentosa dan

tidak menerapkan aturan diet yang sesuai. Pada pasien dengan penyakit jantung

hipertensi disarankan untuk menerapkan pola makan berdasarkan Dietary

Approach to Stop Hypertension (DASH) diet.60,61

Dari anamnesis riwayat nutrisi

sebelum dan selama sakit pada keempat pasien tidak didapatkan penerapan pola

makan yang benar dan sesuai untuk kondisinya.

Penentuan status gizi pada kasus gagal jantung kongestif yang disertai

edema merupakan tantangan tersendiri karena BB timbang tidak akurat

menggambarkan BB sebenarnya. Dari anamnesis bisa didapatkan besarnya

riwayat penurunan BB sehingga dapat diperkirakan apakah telah terdapat

kaheksia kardiak. Namun perubahan berat badan juga tidak selalu akurat apabila

pasien telah mengalami edema berulang. Pengukuran lingkar lengan atas dapat

digunakan untuk mendeteksi malnutrisi apabila terdapat edema pada tungkai

bawah termasuk bila terdapat asites dan edema tidak terdapat pada lengan atas.40

Pada keempat pasien dilakukan pemantauan LLA didapatkan tidak ada perubahan

dalam ukuran LLA selama 5-7 hari meskipun edema telah menghilang atau

berkurang. Hal ini menunjukkan kemungkinan edema tidak mempengaruhi

ukuran LLA pada keempat pasien karena edema terutama terjadi pada tungkai

bawah dan intraabdomen, sehingga LLA dapat menjadi parameter antropometrik

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

45

Universitas Indonesia

yang sederhana dalam memantau status nutrisi pasien gagal jantung kongestif.

Hasil ini akan lebih baik jika dikonfirmasi dengan pemeriksaan analisis komposisi

tubuh menggunakan tebal lipatan kulit atau bioimpedance analysis (BIA).41

Dalam pemantauan status gizi, hati-hati dengan peningkatan berat badan

karena dapat merupakan parameter adanya retensi cairan sehingga harus dinilai

bersama dengan status cairan dan gejala klinis. Dalam suatu penelitian,

peningkatan BB dalam masa akut pada perawatan di RS lebih sugestif ke arah

retensi cairan.62

Pada empat pasien dengan kasus ini berat badan didapatkan

menurun pada tiga pasien dan meningkat pada seorang pasien, namun hal ini tidak

dapat diinterpretasikan karena metode pengukuran yang berbeda. Pada awal

pemeriksaan BB yang didapatkan merupakan BB perkiraan berdasarkan LLA

sedangkan pada akhir pemantauan BB merupakan BB aktual yang diukur dengan

penimbangan.

Keempat pasien juga menunjukkan keadaan yang erat kaitannya dengan

status nutrisi yaitu anemia dan dua pasien mengalami hipoalbuminemia. Anemia

seringkali terjadi pada pasien gagal jantung dengan prevalensi 10–50% dari total

kasus. Penyebab anemia pada gagal jantung multifaktorial, diantaranya adalah

insufisiensi renal, hemodilusi, inflamasi, efek samping dari terapi ACEi dan ARB.

Anemia juga dapat terjadi akibat asupan yang tidak adekuat dalam jangka waktu

yang lama. Berdasarkan data yang didapat pada ketiga kasus tersebut diprediksi

anemia yang terjadi adalah akibat hemodilusi akibat peningkatan volume,

kemungkinan asupan yang tidak adekuat untuk jangka waktu yang lama,

inflamasi, dan insufisiensi renal yang menstimulasi aktivasi sistem renin

angiotensin. Pemberian erithropoetin (EPO) dapat dipertimbangkan bila terdapat

insufisiensi ginjal kronik dan atau penggunaan ACEi jangka panjang. Pemberian

suplementasi Fe pada kasus yang terbukti terdapat defisiensi Fe harus dilakukan

dengan hati-hati dan memperhatikan ada atau tidaknya infeksi yang menyertai.

Perlu pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi adanya defisiensi Fe

sebelum pemberian suplementasi dan EPO. Pemberian EPO pada keadaan

insufisiensi ginjal kronik dapat berespon tidak adekuat bila disertai defisiensi Fe.63

Pada keempat pasien hemoglobin darah meningkat selama perawatan namun

diduga lebih karena perbaikan status hidrasi dan status inflamasi.

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

46

Universitas Indonesia

Hipoalbuminemia didapatkan pada dua pasien dengan malnutrisi ringan.

Hipoalbuminemia dapat disebabkan oleh empat hal yakni penurunan sintesis

albumin, peningkatan kehilangan albumin, redistribusi albumin keluar dari

intravaskuler, dan dilusi albumin pada intravaskuler. Penurunan sintesis albumin

dipengaruhi adanya gangguan pada hati, inflamasi atau malnutrisi. Pada keempat

pasien didapatkan peningkatan enzim transaminase. Hal tersebut dapat terjadi

pada gagal jantung kongestif akibat terjadinya nekrosis sel-sel hati sekunder

akibat penurunan curah jantung akut dan aliran darah ke hati.30,41

Gangguan

fungsi hepar terlihat pada tiga dari empat pasien. Pada kondisi inflamasi

penurunan sintesis albumin mencapai 0,5 g/dL dalam 24 jam. Malnutrisi akan

berakibat hipoalbumin, karena penurunan sintesis albumin sampai dengan 50%.

Namun demikian setelah refeeding yang adekuat, hepatosit akan kembali

mensintesis albumin dengan cepat. Hipoalbumin merupakan salah satu faktor

penentu prognosis gagal jantung.64

Ketidakseimbangan elektrolit juga merupakan masalah yang sering terjadi

ada gagal jantung kongestif. Dari empat kasus, dua kasus mengalami

hiponatremia. Kondisi hiponatremia merupakan hal yang umumnya terjadi pada

gagal jantung. Peningkatan volume cairan total, meningkatkan aktivasi saraf

simpatik memberikan kontribusi untuk menghindari terjadinya retensi natrium dan

air. Keluarnya vasopresin menyebabkan peningkatan aquaporin water channel

pada collecting duct yang menyebabkan retensi air dan berkontribusi untuk

menyebabkan terjadinya hipervolemia hiponatremia.65,66

Penanganan pada kasus hiponatremia hipervolemik adalah dengan

mengelola restriksi cairan dengan mempertahankan imbang negatif, peningkatan

osmolalitas plasma, dan meningkatkan kadar natrium di dalam plasma.

Penanganan pemberian loop diuretic membutuhkan monitor keseimbangan

elektrolit yang lebih ketat.

Kondisi hipernatremia juga dapat terjadi akibat

peningkatan natrium atau penurunan jumlah cairan dalam tubuh. Penurunan

jumlah cairan dalam tubuh dapat diakibatkan asupan cairan yang menurun akibat

restriksi pemberian cairan atau kehilangan cairan berlebih. Pada kasus-kasus

seperti ini perlu monitoring ketat dengan pemeriksaan laboratorium, analisis

imbang cairan dan klinis pasien.66

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

47

Universitas Indonesia

Meskipun metode terbaik untuk menentukan kebutuhan energi pada pasien

gagal jantung adalah menggunakan kalorimetri indirek namun metode ini tidak

tersedia untuk pasien-pasien pada serial kasus ini, sehingga perhitungan

kebutuhan energi total berdasarkan perhitungan energi basal menggunakan rumus

Harris benedict yang dikalikan dengan faktor stres. Pada suatu rekomendasi

pasien gagal jantung kronik yang mengalami kaheksia kardiak faktor stres bahkan

dapat ditingkatkan hingga 1,6-1,8 pada fase replesi.44

Namun perlu diperhatikan

juga adalah menurunnya aktifitas fisik pada pasien gagal jantung dengan kaheksia

sehingga secara umum kebutuhan energi lebih rendah 20-30% daripada pasien

dengan gagal jantung tanpa kaheksia. Pada suatu penelitian juga disebutkan

bahwa kondisi anemia menyebabkan turunnya energy expenditure (EE) sebagai

hasil dari turunnya oksigenasi ke jaringan, namun kondisi ini reversible yaitu EE

akan kembali meningkat setelah perbaikan anemia. Berdasar hal tersebut maka

perhitungan faktor stres untuk menentukan kebutuhan energi total pada pasien

serial kasus ini didasari oleh beratnya gangguan jantung dan kapasitas fungsional

serta kondisi anemia dengan rata-rata faktor stres berkisar 1,3–1,5. Pada keempat

kasus, kalori diberikan bertahap hingga mencapai kebutuhan total.

Pemberian kalori awal pada fase acute decompensated heart failure

mengacu pada pedoman pemberian nutrisi pada kondisi kritis yaitu dimulai dari

50% kebutuhan kalori basal atau 20-25 kkal/kgBB. Pada fase ini dukungan nutrisi

terutama adalah dengan tidak memberikan kalori terlalu besar melampaui

kapasitas metabolik oleh karena terbatasnya produksi ATP dan buruknya perfusi

jaringan. Pemberian kalori dapat ditingkatkan bertahap terutama bila telah terjadi

perbaikan klinis dan kapasitas fungsional. Pada serial kasus ini, kondisi gagal

jantung akut teratasi dalam 3-4 hari dengan penanganan yang adekuat dan

kebutuhan energi total dapat diberikan secepatnya meskipun pada kenyataannya

kemampuan dan toleransi asupan makan pada satu pasien hanya mencapai 80%

kebutuhan total pada akhir perawatan.

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

48

Universitas Indonesia

Gambar 4.1. Grafik pencapaian asupan energi pada keempat kasus dibandingkan

dengan target kebutuhan energi total

Pada pasien serial kasus ini pemberian protein target mencapai 1,4 g/kgBB

mendekati rekomendasi minimal 1,37 g/kgBB pada pasien gagal jantung stabil

dengan malnutrisi. Pemberian protein dimulai bertahap namun tidak kurang dari

0,8 g/kgBB mempertahankan komposisi tubuh dan meminimalkan efek

hiperkatabolik.42

Pasien dengan gangguan fungsi ginjal pemberian protein

disesuaikan insufisiensi ginjal yaitu maksimal 0,8 g/kgBB. Asam amino rantai

cabang dapat diberikan pada pasien dengan kaheksia untuk menmpertahankan

massa otot, namun rekomendasi pemberiannya pada kaheksia kardiak dengan

etiologi gagal jantung kongestif belum ada. Pemberian asam amino yang banyak

tersimpan di jaringan jantung dan berfungsi sebagai antioksidan serta turut dalam

regulasi homeostasis kalsium yaitu taurin juga baru sebatas studi dan belum

direkomendasikan. Beberapa penelitian melaporkan bahwa suplementasi taurin

pada pasien gagal jantung meningkatkan kapasitas fisik, menurunkan tekanan

darah diastolik dan memperbaiki fungsi sistolik.30

Pada pasein-pasien serial kasus

ini tidak diberikan suplementasi asam amino secara spesifik terutama pada mereka

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

49

Universitas Indonesia

dengan gangguan fungsi ginjal. Pemberian asam amino spesifik tersebut masih

dapat diberikan dalam bentuk bahan makanan sumber. Bahan makanan sumber

asam amino rantai cabang yang dapat diberikan kepada pasien gagal jantung dan

tersedia di instalasi gizi RSUT adalah berupa telur, susu, ayam, kacang-kacangan.

Pada serial kasus ini pemberian lemak berkisar antara 25–30% dari total

kalori dan kolesterol <200 mg/hari sesuai rekomendasi. Pemberian suplementasi

kapsul minyak ikan juga bertujuan unutk meningkatkan asupan PUFA.44

Tidak

terdapat pasien yang menunjukkan gejala malabsorbsi sehingga tidak dilakukan

pemberian lipid berbentuk MCT. Pemberian MCT dapat dipertimbangkan

meskipun tidak terdapat tanda malabsorbsi oleh karena MCT lebih mudah

dihidrolisis dan efektif diabsorpsi ke dalam sirkulasi portal. Selain itu MCT tidak

membutuhkan karnitin untuk masuk ke ruang intermembran karena dapat

langsung dioksidasi.45

Kisaran pemberian karbohidrat pada pasien dalam serial

kasus ini adalah sebesar 50-60% kalori total per hari berupa karbohidrat kompleks

dan membatasi karbohidrat sederhana.42

Penggunaan loop diuretic yang meningkatkan ekskresi vitamin larut air

pada pasien ini meningkatkan risiko terjadi defisiensi sehingga perlu pemberian

suplementasi vitamin B kompleks. Penggunaan spironolakton pada pasien-pasien

ini sebagai kombinasi terapi diuretik membantu menurunkan ekskresi tiamin dan

memperbaiki kadar tiamin di serum sehingga dosisi suplementasi yang

dibutuhkan tidak terlalu besar.47

Pada semua pasien juga diberikan asam folat

sebagai 400 µg dikombinasikan dengan vitamin B kompleks.

Pada semua pasien didapatkan retensi cairan yang seringkali ditemui pada

gagal jantung yang tidak terkontrol. Adanya hiponatremia sering ditemukan pada

kondisi gagal jantung lanjut yang menunjukan turunnya kadar natrium di serum

akibat dilusi karena kondisi hipervolemia meskipun sebenarnya kadar total

natrium di tubuh umumnya meningkat. Restriksi natrium dan retensi cairan harus

dilakukan untuk mengatasi hal ini.50

Pada pasien-pasien serial kasus ini semua

mendapatkan restriksi natrium sesuai rekomendasi. Restriksi tergantung beratnya

retensi cairan dan respon terhadap diuretik.42,51

Pada dua pasien natrium dalam

diet diberikan lebih rendah yaitu 1200 mg (3g garam NaCl) dengan pertimbangan

pasien juga mendapat cairan parenteral mengandung natrium. Pasien pada serial

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

50

Universitas Indonesia

kasus ini selain diberikan loop diuretic juga diberikan diuretik hemat kalium.

Sehingga kehilangan kalium tidak terlalu besar dan tidak menyebabkan

hipokalemia.46

Suplementasi kalium diperlukan jika pasien mendapat terapi

jangka panjang dan dosis tinggi loop diuretic.

Restriksi cairan dilakukan pada pasien-pasien serial kasus ini seiring

dengan restriksi natrium pada keadaan retensi cairan. Hati-hati interpretasi kadar

ureum dan kreatinin yang meningkat karena dapat terjadi akibat hipovolemia pada

restriksi cairan yang ketat.42,51

Restriksi cairan pada pasien-pasien serial kasus ini

berkisar antara 1000-1500 mL atau 80% dari total kebutuhan cairan. Selama

pemantauan imbang cairan dipertahankan negatif pada semua pasien (Gambar

4.2).

Gambar 4.2. Grafik imbang cairan pada keempat kasus selama perawatan

( dalam ml/24 jam)

-500

-700

-500

-300

-600

-700

-500

-800

-700

-600

-500

-400

-300

-200

-100

0H+1 H+2 H+3 H+4 H+5 H+6 H+7

Kasus 2

-200

-800 -800

-500

-300

-900

-800

-700

-600

-500

-400

-300

-200

-100

0

H+1 H+2 H+3 H+4 H+5

Kasus 1

300

-750 -800

-500

-300

-1000

-800

-600

-400

-200

0

200

400

H+1 H+2 H+3 H+4 H+5

kasus 3

-500

-800

-700

-550

-400

-900

-800

-700

-600

-500

-400

-300

-200

-100

0

H+1 H+2 H+3 H+4 H+5

Kasus 4

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

51

Universitas Indonesia

Pasien-pasien ini juga disarankan pemberian coenzym Q10 (CoQ10) yang

merupakan komponen penting rantai transpor elektron di mitokondria dan penting

dalam pembentukan ATP.30

Anjuran pemberian CoQ10 yang diberikan mulai dari

150mg/hari tidak dapat dilaksanakan pada semua pasien karena tidak tersedia di

instalasi farmasi. Nutrien spesifik yang didapatkan pada pasien serial kasus ini

yaitu omega-3 dalam bentuk kapsul minyak ikan dengan dosis 1000 mg/hari.

Makanan yang diberikan pada pasien-pasien ini berupa makanan lunak

dan cincang agar lebih mudah dimakan dan tidak memerlukan usaha yang berat

untuk mengunyah. Makanan cair mungkin lebih mudah ditoleransi karena tidak

memerlukan usaha lebih untuk makan, namun tidak menjadi pilihan utama karena

restriksi cairan. Makanan cair dapat diberikan sebagai suplementasi nutrisi oral

pada pasien yang asupannya tidak dapat meningkat hanya dengan makanan solid

saja. Pada pasien dengan pemberian nutrisi melalui jalur enteral, pemberian

formula enteral terutama jenis komersial dapat dikentalkan dengan densitas 1.2-2

kkal/mL namun hati-hati pada pasien dengan gejala malabsorbsi. Pada pasien

dengan gagal jantung dimana suplai oksigen terbatas perlu dihindari pemberian

porsi besar karena dapat menyebabkan hipoksia post prandial. Perlu pemberian

nutrisi dengan frekuensi sering porsi kecil yaitu 4-6 x makan dengan masing-

masing 250-300 kkal.

Pada semua pasien serial kasus ini didapatkan perbaikan klinis dan

laboratorium seiring dengan meningkatnya asupan dan toleransi. Tiga pasien

mencapai asupan sesuai kebutuhan pada akhir perawatan, sedangkan satu pasien

mencapai 80% kebutuhan total. Selama perawatan sesak berkurang, diuresis

dalam batas normal dengan imbang cairan dipertahankan negatif. Edema pretibial

dan dorsum pedis menghilang atau berkurang. Beberapa hasil pemeriksaan

laboratorium ulang menunjukan perbaikan, sedangkan beberapa pemantauan jenis

jemeriksaan lain-lain tidak dilakukan karena alasan biaya. Terdapat peningkatan

kapasitas fungsional selama perawatan.

Perbaikan klinis dan kapasitas fungsional pada pasien dalam serial kasus

ini tidak terlepas dari peran tata laksana penyakit primer yang adekuat dan tata

laksana nutrisi yang sesuai dan bertahap. Berdasarkan guideline diagnosis dan

penatalaksanaan gagal jantung kronik pada orang dewasa, pasien dalam serial

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

52

Universitas Indonesia

kasus ini minimal masuk dalam stadium C dan dua lainnya kemungkinan telah

masuk stadium D yaitu end stage dengan target tata laksana termasuk nutrisi

adalah paliatif pada end of life. Perlu pemantauan nutrisi berkesinambungan

setelah pasien pulang dan menjalani perawatan di rumah terutama untuk

mengontrol status hidrasi dan menjaga asupan agar tidak memburuk kembali.67

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

53

Universitas Indonesia

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Malnutrisi merupakan salah satu masalah dalam perjalanan penyakit gagal jantung

kongestif. Peningkatan kebutuhan energi akibat berbagai mekanisme namun di

sisi lain pasien dengan gagal jantung mengalami penurunan asupan makan

menyebabkan penurunan berat badan khususnya masa bebas lemak. Pada penyakit

jantung kronik, penurunan berat badn >6% dalam 6 bulan dikategorikan telah

mengalami kaheksia kardiak. Adanya kaheksia kardiak merupakan faktor yang

memperburuk prognosis pasien gagal jantung.

Pada serial kasus ini, gagal jantung kongestif et causa penyakit jantung

hipertensi disertai beberapa kondisi penyerta yang berkaitan dengan nutrisi.

Semua pasien serial kasus ini telah mengalami kaheksia kardiak. Masalah lain

yang terdapat pada pasien gagal jantung kongestif pada serial kasus ini

diantaranya adalah retensi cairan, keseimbangan elektrolit, anemia,

hipoalbuminemia, gangguan fungsi ginjal dan fungsi hati serta infeksi yang

menyertai. Pada awalnya terdapat asupan nutrisi yang tidak adekuat berhubungan

dengan gejala klinis pada dekompensasi gagal jantung kronik. Setelah dilakukan

tata tata laksana nutrisi, semua pasien dapat mentoleransi 80-100% kebutuhan

total dan beberapa suplementasi mikronutrien serta nutrien spesifik. Terdapat

perbaikan klinis, kapasitas fungsional dan hasil laboratorium setelah 5-7 hari

perawatan.

5.2 Saran

Dari serial kasus ini maka diajukan saran-saran sebagai berikut:

1. Gagal jantung kongestif membutuhkan dukungan nutrisi karena pada

umumnya telah terjadi malnutrisi akibat kaheksia kardiak.

2. Skrining malnutrisi dengan metode MUST lebih sensitif dalam menyaring

pasien berisiko malnutrisi pada pasien gagal jantung.

3. Penilaian status gizi dinilai berdasarkan klinis, antropometri, dan

laboratorium. Edema merupakan faktor penyulit dalam menentukan status

53

25

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

54

Universitas Indonesia

gizi pasien gagal jantung kongestif, sehingga perlu dilakukan pengukuran

antropometrik lain seperti lingkar lengan atas (LLA) dan penimbangan

ulang saat telah terjadi perbaikan edema.

4. Dukungan nutrisi yang optimal meliputi perhitungan kebutuhan energi

basal pasien gagal jantung kongestif berdasarkan rumus Harris Benedict

dengan faktor stres 1,3-1,5.

5. Protein diberikan 1,12-1,37 g/kgBB pada pasien gagal jantung kongestif

yang stabil

6. Pemberian nutrisi berupa kombinasi makanan lunak atau cincang dengan

frekuensi sering dan porsi kecil.

7. Restriksi natrium yang direkomendasikan sebesar <2000 mg/hari dan

restriksi cairan berkisar antara 1000-1900 mL bergantung pada beratnya

edema, hiponatremia dan respon terhadap diuretik.

8. Rekomendasi pemberian suplementasi vitamin B kompleks terutama

tiamin dan asam folat terutama pada pasien dengan loop diuretic jangka

panjang.

9. Monitoring dan evaluasi yang diberikan meliputi klinis, imbang cairan,

toleransi asupan, dan analisis asupan.

10. Suplementasi nutrien spesifik yang disarankan adalah omega-3 dengan

dosis 1-1,5 g/hari. Nutrien spesifik lain mungkin bermanfaat pada gagal

jantung namun belum jelas rekomendasinya.

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

1

DAFTAR REFERENSI

1. Hunt, Sharon A. ACC/AHA 2005 Guideline update for diagnosis and

management of chronic heart failure in the adult. American College of

Cardiology and American Heart Association 2005; p.154-235.

2. Yusuf M. Profil ekokardiografi pada pasien gagal jantung di RSCM.

Tesis. Jakarta 2000.

3. Departemen Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar. Balitbang Depkes RI.

2007.

4. Kannel WB, Cobb J. Left ventricular hypertrophy and mortality--results

from the Framingham Study. Cardiology 1992;81(4-5):291-8.

5. Yamauti AK, Ochiai ME, Bifulco PS, Araújo MA, Alonso RR, Ribeiro

RH et al. Subjective global assessment of nutritional status in cardiac

patients. Arq Bras Cardiol 2006;87:772–7.

6. Kreymann KG, Berger MM, Deutz, Hiesmayr M, Jolliet P dkk. ESPEN

guidelines on enteral nutrition: Intensive care. Clinical Nutrition

2006;25:210-23.

7. Aquilani R, Opasich C, Verri M, et al. Is nutritional intake adequate in

chronic heart failure patients? J Am Coll Cardiol 2003;42:1218–23.

8. Azhar G, Wei JY. Nutrition and cardiac cachexia. Lippincott-Wilkins.

2006.

9. Sherwood L. Sistem kardiovaskuler. Dalam: Yesdelita N, Pendit,

penyunting. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Human Physiology :

from the cell to sistems. Edisi ke -6. Jakarta: EGC 2005; hal 327–68.

10. Hauser K, Longo B, Jameson F. Harrison’s Principle of Internal

Medicine. Edisi XVI. New York: McGraw Hill 2005.

11. Abozguia K, Shivu GN, Ahmed I, Phan T.T and Frenneaux MP. The

Heart Metabolism : Pathophysiological Aspect in Ischemic and Heart

Failure. Current Pharmaceutical Design 2009: 15: 827-835.

12. Ardehali H, Sabbah HN, Burke MA, Sarma S, Liu PP, Cleland JG, etc.

Targeting myocardial substrate metabolism in heart failure: potential for

new therapies. Eur J Heart Fail 2012 Feb;14(2):120–9.

55

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

56

Universitas Indonesia

13. Nagoshi T, Yoshimura M, Rosano GMC, Lopaschuk GD, Mochizuki S.

Optimization of cardiac metabolism in heart failure. Curr Pharm Des.

2011; 17(35):3846–53.

14. Depre C, Vanoverschelde J, Taegtmeyer H. Glucose in heart. Circulation

1999;99:578-88.

15. Garcia JM, Goldenthal. Fatty acid metabolism in cardiac failure:

biochemical, genetic and cellular analysis. Cardiovascular Research

2000;54:516–27.

16. Ashrafian H, Frenneaux P, Opie LH. Metabolic mechanism in heart

failure. Circulation 2007;116:434–48.

17. Huon H., Keith D., John M., Iain A. Gagal Jantung. Lecture Notes of

Cardiology 2003;6:80-97.

18. Ali Ghanie. Gagal Jantung Kronik. Dalam: Aru W. Sudoyo dkk (editor).

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi I. Jakarta: Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. 2006. hal 1511-4.

19. Dumitru, Baker. Heart Failure. Available from URL:

http://emedicine.medscape.com/article/163062-overview. Diunduh pada

25 Mei 2013.

20. Panggabean, Marulam M. Gagal Jantung. Dalam: Aru W. Sudoyo dkk

(editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi I. Jakarta: Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. 2006. h. 1503-4.

21. Lilly, L.S. Pathophysiology of heart disease : a collaborative project of

medical students and faculty. Edisi Keempat. Baltimore-Philadelpia.

Lippincott Williams & Wilkins, 2007; 225.

22. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic

heart failure 2008 ; 2392-3.

23. Lilly, L.S. Pathophysiology of heart disease : a collaborative project of

medical students and faculty. Edisi Keempat. Baltimore-Philadelpia.

Lippincott Williams & Wilkins, 2007; 234-5.

24. Marulam M.P. Gagal Jantung. Dalam: Aru W. Sudoyo dkk (editor). Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi I. Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. 2006. h.1504.

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

57

Universitas Indonesia

25. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic

heart failure 2008 ; 2392-3.

26. Douglas L M. Disorder Of Heart. Dalam : George W.T, ed. Harrrison’s

Principles of Internal Medicine, edisi XVI. New York: McGraw Hills

2008; 1448-53.

27. Hauser K, Longo B, Jameson F. Dalam : George W.T, ed. Harrrison’s

Principles of Internal Medicine, edisi XVI. New York: McGraw Hills

2005.

28. Stephen C, Kolwicz, Tian R. Glucoce metabolism and cardiac

hypertrophy. Cardiovascular research 2011;90:194–201.

29. Shrafian H, Frenneaux P, Opie LH. Metabolic mechanism in heart failure.

Circulation 2007;116:434–448.

30. Lee JH, Jarreau T, Prasad A, Lavie C, O’Keefe J dan Ventura H.

Nutritional assessment in heart failure patients. Congest Heart Fail

2011;17:199-203.

31. Anker SD, Sharma R. The syndrome of cardiac cachexia. Int J Cardiol

2002;85:51–66.

32. Levine B, Kalman J, Mayer L, Fillit HM, Packer M. Elevated circulating

levels of tumor necrosis faktor in severe chronic heart failure. N Engl J

Med 1990;323:236–41.

33. von Haehling S, Genth-Zotz S, Anker SD, Volk HD. Cachexia: a

therapeutic approach beyond cytokine antagonism. Int J Cardiol

2002;85:173–83.

34. Stephan von Haehling a, Wolfram Doehner, Stefan D Anker. Nutrition,

metabolism, and the complex pathophysiology of cachexia in chronic

heart failure. Cardiovascular Research 2007, 73: 298–309

35. Krack, Sharma R, Figgulla HR, Anker SD. The importance of

gastrointestinal system in the pathogenesis of heart failure. European

Heart Journal 2005, 26;2368–74.

36. Addisu A. Gower WR, Dietz JR, Landon CS. B-Type Natriurietic peptide

decreases gastric emptying and absorpsion. Experimental Biology and

Medicine 2008,233:475-82.

37. Lomivorotov V, Efremov S, Boboshko V, Nicolaev D, Vedernikov P,

Deryagin M. Prognostic value of nutritional screening tools for patients

scheduled for cardiac surgery. Interact CardioVasc Thorac Surg 2013: p

1-7.

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

58

Universitas Indonesia

38. Bonilla-Palomas JL, Gámez-López AL, Anguita-Sánchez MP, Castillo-

Domınguez JC, Garcıa-Fuertes D, Crespin-Crespinet M et al. Impact of

malnutrition on long-term mortality in hospitalized patients with heart

failure. Rev Esp Cardiol 2011;64:752–58.

39. van Venrooij LM, van Leeuwen PA, Hopmans W, Borgmeijer-Hoelen

MM, de Vos R, De Mol BA. Accuracy of quick and easy undernutrition

screening tools–Short Nutritional Assessment Questionnaire,

Malnutrition Universal Screening Tool, and modified Malnutrition

Universal Screening Tool–in patients undergoing cardiac surgery. J Am

Diet Assoc 2011;111:1924–30.

40. Elia M. Nutritional screening of adults: a multidisciplinary responsibility.

The “MUST” Report. Executive Summary. Advance Clinical Nutrition.

2002.

41. Mustafa I, Laverve X. Metabolic and nutritional disorders in cardiac

cachexia. Nutrition 17: 756-760, 2001.

42. American Dietetic Association (ADA). ADA heart failure: evidence-

based nutrition practice guideline. Chicago (IL): 2008.

43. Toth MJ, Matthews DE. Whole body protein metabolism in chronic heart

failure relationship to anabolic and catabolic. J Parenter Enteral Nutr

2006;30:194.

44. Mahan LK and Escott-Stump S. Krause’s Food & Nutrition Therapy. Edisi

ke-12. Missouri: Saunders 2008.

45. Bender U, Menn DI, et al. Nutritional problems in patients who have

chronic disease. Nutr Reviews 2005;24(1):12–6.

46. Broqvist M, Arnqvist H. Dahlstrom U, Larsson J, Nylander E etc.

Nutritional assessment and muscle energy in severe chronic heart failure:

effects of dietary supplements for long erm dietary supplementation. Eur

Heart J 1994:15:1641–50.

47. Zenuk C, Healey J, Donnelly J, Vaillancourt R, Almalki Y, Smith S.

Thiamine deficiency in congestive heart failure patients receiving long-

term furosemide therapy. Can J Clin Pharmacol 2003;10:184–8.

48. Carlson D, Maass DL, White DJ, Tan J, Horton JW. Antioxidant vitamin

therapy alters sepsis-related apoptotic myocardial activity and

inflammatory responses. Am J Physiol Heart Circ Physiol 2006;291(6):

hal 2779–89.

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

59

Universitas Indonesia

49. Montessuit C, Apageorgiou I, Campos L, Lerch R. Retinoic acids increase

expression of GLUT4 in dedifferentiated and hypertrophied cardiac

myocytes. Basic Res Cardiol 2006 ;101(1):27–35.

50. Arcand J, Ivanov J, Sasson A, Floras V, Al-Hesayen A, Azevedo ER, Mak

S, Allard JP dan Newton GE. A high-sodium diet is associated with acute

decompensated heart failure in ambulatory heart failure patients: a

prospective follow-up study. Am J Clin Nutr 2011;93:332-7.

51. Colin R, Castillo M, Orea T, Rebollar G, Narvaez D, Asensio L. Effect of

a nutritional intervention on body composition, clinical status, and quality

of life in patients with heart failure. Nutrition 2004; 20:890-895.

52. Witte KK, Clark AL, Cleland JG. Chronic heart failure and micronutrients.

J Am Coll cardiol 2001; 37:1765–1774.

53. Zenuk C, healey J, Donnelly J, Vaillancourt R, Almalki Y, Smith S.

Thiamine deficiency in congestive heart failure patients receiving long-

term furosemide therapy. Can J Clin Pharmacol. 2003;10: 184-188.

54. Koren-Michowitz M, Dishy V, Zaidenstein R, Yona O, Berman S,

Weissgarten J, Golik A. The effect of losartan and

losartan/hydrochlorothiazide fixed-combination on magnesium, zinc, and

nitric oxide metabolism in hypertensive patients: a prospective open-label

study. Am J Hypertensi 2005;18:358–63.

55. Reeves WC, Marchuard SP, Willis SE, et al. Reversible cardiomyopathy

due to selenium deficiency. J Parent Enter Nutr 1989;13:663–5.

56. Flanagan JL, Simmons PA, Vehige J, Willcox and Garret Q. Role of

Carnitine in disease. Nutrition & Metabolism 2010;7: 30

57. rossman, Verdecchia P, Shamiss, Angeli F, Reboldi G. Diuretic in

Hypertension. Diabetes Care. Vol. 34, Supl 2, May 2011.313 – 40.

58. Chen MS, Xu FP, Wang YZ, et al: Statins initiated after hypertrophy

inhibit oxidative stres and prevent heart failure in rats with aortic stenosis.

J Mol Cell Cardiol 2004; 37: 889−896.

59. Hyman DJ et al. Characteristic Of Patients With Uncontrolled

Hypertension In The United States. NEJM 2001;345:479-486

60. Sacks FM et al. Effects On Blood Pressure Of Reduced Dietary Sodium

And The Dietary Approaches To Stop Hypertension (Dash) Diet. DASH

Collaborative Research Group. NEJM 2001;344:3-10

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

60

Universitas Indonesia

61. K/DOQI Clinical Practice Guidelines On Hypertension And

Antihypertensive Agents In Chronic Kidney Disease. Am J Kidney Dis

2004:43(5 Suppl1):S1-290.

62. Dunn S, Vorke JK. Hypertension and heart failure: new insight.

Circulation 2005,33:356-9.

63. Iyengar S, Abraham WT, Anemia in chronic heart failure : Can EPO

reduce deaths? Cleveland Clinic Journal of Medicine 2005:72(11); 1027–

13.

64. Doweiko JP, Nompleggi DJ: Role of albumin in human physiology and

pathophysiology. J Parenter Enteral Nutr 1990.15(2):207–11.

65. De Luca, Klein L, Udelson JE, Orlando C, Sardella G, etc. Hyponatremia

in patients with heart failure.The American Joournal of Cardiology.

Volume 96, Issue 12. Supplement 1. 2003.19 – 23.

66. Nelms M. Fluid and Electrolyte Balance. Dalam: Nutrition Therapy and

Pathophysiology. Edisi ke-2. Nelms M, Sucher K, Lacey K, Roth S

(editor) Ohio, Wadsworth. 2011. 119–37.

67. Laskowski KR, Russell RR. Uncoupling Proteins in Heart Failure. Curr

Heart Fail Rep 2008; 5(2): 75–79.

68. Krauss RM. Eckel RH, Howard B. AHA Dietary Guidelines. Revision

2000: A Statement for Healthcare Professionals From the Nutrition

Committee of the American Heart Association. Circulation 2000;102:

2284-99

69. Kostis JB, Rosen RC, Cosgrove NM, Shindler DM, Wilson AC. Nonpharmacologic therapy improves functional and emotional status in

congestive heart failure. Chest 1994;106(4):996-1001.

70. KotchenTA, McCarron DA. Dietary Electrolytes and Blood Pressure. A

Statement for Healthcare Professionals From the American Heart

Association Nutrition Committee. Circulation 1998; 98: 613-17.

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

61

Universitas Indonesia

61

Lampiran 1: Skrining

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

62

Universitas Indonesia

Lampiran 2: Lembar Monitoring Kasus 1

H1 (ICU) H2 (ICU) H3 S Sesak, berdebar-debar, lemas, mual (-), muntah (-),

tidak selera makan, BAK (+), BAB (-) Sesak berkurang, lemas, mual (-), muntah (-),

makan tidak habis karena sesak, BAK (+), BAB (-) Sesak berkurang, makan habis, demam (-),

BAK (+), BAB (+)

O

Lemah, tampak sakit berat, CM TD 241/146 mmHg N 121 x/mnt P 40x/mnt S 37,2º C sat O2 96% Mata: Konjungtiva anemis Leher: JVP 5+2 cmH2O cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki basah halus 1/3 basal kedua paru abd: BU (+) N ekstremitas: edema pretibial+dorsum pedis bilateral. Kapasitas fungsional: bedridden, kekuatan genggam tangan <lemah, melakukan keg sehari2 dg dibantu Antropometri LLA 22,3 cm BBp = 51 kg TB 160 cm, IMT 19,9 kg/m2 Laboratorium : Hb 9,4 mg/dL, Ht = 29, Leukosit = 16.800, thromb = 188000, GDS 83, Ur/Cr = 75/1,7, SGOT/SGPT 50/75, albumin 3,6 mg/dL, Na = 130 mmol/L, K 3,5 mmol/L, Cl 99 mmol/L Terapi DPJP : Furosemide 5 mg/jam Spironolakton 1 x 12,5 mg p.o Lisinopril 1x10 mg p.o. ISDN 5 mg SL Morfin 2 mg iv IVFD max 500 ml/jam (Cairan max 1500 mL/24 jam) Analisis Asupan :

Vol E P L KH Makan biasa 700 20 18 115

Lemah, tampak sakit berat, CM TD 160/100 mmHg N 90 x/mnt P 35x/mnt S 37º C sat O2 99% Mata: Konjungtiva anemis Leher: JVP 5+2 cmH2O cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki basah halus 1/3 basal kedua paru berkurang abd: BU (+) N ekstremitas: edema pretibial+dorsum pedis bilateral. Kapasitas fungsional: bedridden, kekuatan genggam tangan <lemah, melakukan keg sehari2 dg dibantu Laboratorium : Profil lipid: Kolesterol total 195 mg/dL, LDL 105 HDL 45 TG 110 Ur 35/Cr 1,1 Terapi DPJP: -stop morfin - Furosemide 1 x 40 po - laxadin 1 x I C Lain-lain stqa, rencana pindah ruang biasa Analisis Asupan :

Vol E P L KH Makan lunak diet

jantung + minum

800 900 30 37 112

Total 800 900 30 28 112

Lemah, tampak sakit sedang, CM TD 140/95 mmHg N 88 x/mnt P 20x/mnt S afebris Mata: Konjungtiva anemis Leher: JVP 5+2 cmH2O cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki basah halus 1/3 basal kedua paru berkurang abd: BU (+) N ekstremitas: edema pretibial+dorsum pedis bilateral berurang. Kapasitas fungsional: bedridden, kekuatan genggam tangan meningkat, dapat makan sendiri, kekamar mandi di bantu Laboratorium : Hb 10,5 mg/dL, Ht 32, leukosit 8.900, SGOT 20/SGPT 34, Na 134 mmol/L K 3,6 mmol/L Cl 101 mmol/L Terapi DPJP: stqa Analisis Asupan :

Vol E P L KH Makan lunak diet

jantung + minum

1000 1100 36 37 156

Total 1000 1100 36 37 156 Vit B kompleks 3x1, asam folat 1 x 1, kapsul minyak ikan (omega3 1000 mg)

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

63

Universitas Indonesia

Imbang Cairan :

Input 1150mL Output 1350 mL

BC (-) 200 mL diuresis 0,7ml/kgBB/jam

Vit B kompleks 3x1, asam folat 1 x 1, kapsul minyak ikan (omega3 1000 mg) koenzim Q10 tidak tersedia Imbang Cairan :

Input 1300mL Output 2100 mL

BC (-) 800 mL diuresis 1,3ml/kgBB/jam

Imbang Cairan :

Input 1500mL Output 2300 mL

BC (-) 800 mL diuresis 1,5 ml/kgBB/jam

A Impending ALO, ADHF pada CHF NYHA FC III-IV ec HHD, HT urgensi, AKI dd/CKD, anemia, peningkatan enzim transaminase, hiponatremia, normoweight dg kaheksia kardiak

Impending ALO perbaikan, ADHF pada CHF NYHA FC III-IV ec HHD, HT urgensi, riwayat AKI, anemia, peningkatan enzim transaminase, hiponatremia, normoweight dg kaheksia kardiak

CHF NYHA FC III-IV ec HHD, HT gr 2 terkontrol, riwayat AKI, anemia, normoweight dg kaheksia kardiak

P KEB = 1200 kkal KET = 1500 kkal Diberikan mulai 80% KEB ~ 1000 kkal (20 kkal/kgBB), P 0,8 g/kgBB ~40 g, L 25%~28 g, KH 147 g berupa makan lunak lauk cincang DJ RG (~3 g garam) porsi terbagi 4x makan.

Vol E P L KH Makan lunak diet

jantung

1100 40 30 167

Total 1000 40 30 167 Cairan total = 1500mL/24 jam (per oral 1000 mL+IVFD 500 mL) Saran suplementasi: Vitamin B komplek 3 x 1, asam folat 1 x 0,5 mg, koenzim Q10 150 mg, omega3 1000 mg

1300 kkal P 50 g, L 36 g, KH 154 g berupa makan lunak lauk cincang DJ RG (~5 g garam) porsi terbagi 4x makan.

Vol E P L KH Makan lunak diet

jantung

1300 50 36 154

minum 1000 Total 1000 1300 40 36 154

Suplementasi B kompleks, as folat, omega 3 Monitoring : Tanda vital, klinis, Elektrolit, fx hati, Antropometri, analisis+ toleransi asupan per hari, Imbang cairan perhari

KEB 1200 KET 1500 kkal, P 1,4 g/kgBB ~ 70 g 1300 kkal P 53g, L 30 g, KH 167 g berupa makan lunak lauk cincang DJ RG (~3 g garam) ekstra putih telur 2 butir porsi terbagi 4x makan.

Vol E P L KH Makan lunak diet jantung, ektra putih telur 2 butir

1300 53 36 154

minum 1500 Total 1500 1300 53 36 190

Suplementasi B kompleks, as folat, omega 3 Monitoring : Tanda vital, klinis, Elektrolit, Antropometri, analisis+ toleransi asupan per hari, Imbang cairan perhari

(Lanjutan)

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

64

Universitas Indonesia

(Lanjutan)

H4 H5 S Sesak berkurang, makan habis, BAB (+) Sesak masih, makan habis, demam (-), BAK lancar BAB (+) O tampak sakit sedang, CM

TD 130/90 mmHg N 80 x/mnt P 20x/mnt S afebris Mata: Konjungtiva anemis Leher: JVP 5+2 cmH2O cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki (-) abd: BU (+) N ekstremitas: edema pretibial+dorsum pedis bilateral minimal Kapasitas fungsional: kekuatan genggam tangan meningkat, dapat makan sendiri, dapat bangun dari tempat tidur sendiri, duduk di sisi tempat tidur Laboratorium : - Terapi DPJP: stqa Analisis Asupan :

Vol E P L KH Makan lunak diet jantung, ektra putih telur 2 butir

1300 53 43 175

minum 1200 Total 1200 1300 53 43 175

Vit B kompleks 3x1, asam folat 1 x 1, kapsul minyak ikan (omega3 1000 mg) Imbang Cairan :

Input 1200mL Output 1700 mL

BC (-) 500 mL diuresis 1 ml/kgBB/jam

tampak sakit sedang, CM TD 130/85 mmHg N 80 x/mnt P 20x/mnt S afebris Mata: Konjungtiva anemis Leher: JVP 5+2 cmH2O cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki (-) abd: BU (+) N ekstremitas: edema (-) Kapasitas fungsional: kekuatan genggam tangan meningkat, dapat makan sendiri, ke kamar mandi tanpa bantuan Antrop: BB timbang 48 kg, LLA tetap 22,3 cm IMT 18,75 Laboratorium : - Terapi DPJP: acc pulang, rawat jalan Analisis Asupan :

Vol E P L KH Makan lunak diet jantung, ektra putih telur 1 butir

1300 53 36 154

MC 200 200 8 8 60 minum 1000 Total 1200 1500 61 42 214

Vit B kompleks 3x1, asam folat 1 x 1, kapsul minyak ikan (omega3 1000 mg) Imbang Cairan :

Input 1200mL Output 1500 mL

BC (-)300 mL diuresis 0,83 ml/kgBB/jam

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

65

Universitas Indonesia

A CHF NYHA FC III-IV ec HHD, HT gr 2 terkontrol, riwayat AKI, anemia, normoweight dengan kaheksia kardiak

CHF NYHA FC III-IV ec HHD, HT gr 2 terkontrol, riwayat AKI, anemia, normoweight dengan kaheksia kardiak

P

1500 kkal P 60 g, L 42 g, KH 214 g berupa makan lunak lauk cincang DJ RG (~3 g garam) porsi terbagi 5x makan.

Vol E P L KH Makan lunak diet jantung, ektra putih telur 1 butir

1300 53 36 154

MC 200 200 8 8 60 minum 1300 Total 1500 1500 61 42 214

Suplementasi B kompleks, as folat, omega 3 Monitoring : Tanda vital, klinis, Elektrolit, Antropometri, analisis+ toleransi asupan per hari, Imbang cairan perhari

1500 kkal P 65 g, L 42g, KH 214 g berupa makan lunak lauk cincang DJ RG (~3 g garam) porsi terbagi 5x makan.

Vol E P L KH Makan lunak diet jantung, ektra putih telur 2 butir

1300 53 36 154

MC 200 200 8 8 60 minum 1300 Total 1500 1500 65 42 214

Suplementasi B kompleks, as folat, omega 3 Monitoring : Tanda vital, klinis, Elektrolit, Antropometri, analisis+ toleransi asupan per hari, Imbang cairan perhari

(Lanjutan)

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

66

Universitas Indonesia

Lampiran 3: Lembar Monitoring Kasus 2

H1 H2 H3 S Sesak, lemas, mual (-), muntah (-), batuk berdahak,

demam, tidak selera makan, BAK (+), BAB (-) Sesak, lemas, mual (-), muntah (-), batuk berdahak,

demam (-), makan habis, BAB (+) Sesak berkurang, lemas masih , mual (-), muntah

(-), batuk berdahak, demam (-), makan habis, selera makan baik

O Lemah, tampak sakit berat, CM TD170/124 mmHg N 115 x/mnt P 44x/mnt S 38,5º C Mata: Konjungtiva anemis Leher: JVP 5+3 cmH2O cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki kasar kedua lapang paru abd: BU (+) N ekstremitas: edema pretibial+dorsum pedis bilateral. Kapasitas fungsional: bedridden, kekuatan genggam tangan <lemah Antropometri LLA 21,7 cm BBp = 48 kg TB 158 cm, IMT 18 kg/m2 Laboratorium : Hb 10,2 mg/dL, Ht = 30, Leukosit = 17.500, thromb = 167.000, GDS 95, Ur/Cr = 75/1,7, SGOT/SGPT 77/88, albumin 2,9 mg/dL, Na = 129 mmol/L, K 3,52 mmol/L, Cl 102 mmol/L Terapi DPJP : Posisi semifowler Furosemide 3x2 mg Spironolakton 1 x 12,5 mg p.o Captopril 1x12,5 mg p.o. ISDN 5 mg SL Bisoprolol Ceftriaxone

Lemah, tampak sakit berat, CM TD160/90 mmHg N 108 x/mnt P 44x/mnt S 37º C Mata: Konjungtiva anemis Leher: JVP 5+3 cmH2O cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki kasar kedua lapang paru abd: BU (+) N ekstremitas: edema pretibial+dorsum pedis bilateral. Kapasitas fungsional: bedridden, kekuatan genggam tangan lebih lemah Laboratorium :- Terapi DPJP : stqa Analisis Asupan :

Vol E P L KH Makan lunak diet

jantung + minum

1000 1100 36 37 156

Total 1000 1100 36 37 156 Vit B kompleks 3x1, asam folat 1 x 1, kapsul minyak ikan (omega3 1000 mg)

Lemah, tampak sakit sedang , CM TD140/90 mmHg N 90 x/mnt P 20x/mnt S afebris Mata: Konjungtiva anemis Leher: JVP 5+3 cmH2O cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki kasar kedua lapang paru berkurang abd: BU (+) N ekstremitas: edema pretibial+dorsum pedis berkurang Kapasitas fungsional: bedridden, dapat makan sendiri tanpa bantuan Laboratorium : Sputum BTA (-), bakteri gram (+) Urinalisa: bakteri (+), leukosit (+), nitrit esterase (+) Terapi DPJP : stqa Analisis Asupan :

Vol E P L KH Makan lunak diet jantung, ektra putih telur 2 butir

1300 53 43 175

minum 1200 Total 1200 1300 53 43 175

Vit B kompleks 3x1, asam folat 1 x 1, kapsul minyak ikan (omega3 1000 mg)

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

67

Universitas Indonesia

Analisis Asupan :

Imbang Cairan :

Vol E P L KH Makan biasa

800 25 15 141

Input 1150mL Output 1350 mL

BC (-) 500 mL diuresis 0,95ml/kgBB/jam

Imbang Cairan :

Input 1000mL Output 1700 mL

BC (-) 700 mL diuresis 1.06ml/kgBB/jam

Imbang Cairan :

Input 1200mL Output 1700 mL

BC (-) 500 mL diuresis 1 ml/kgBB/jam

A CHF NYHA FC III-IV ec HHD, HT gr 2 tidak terkontrol, CAP dd/TB, anemia, peningkatan enzim transaminase, hiponatremia, malnutrisi ringan

CHF NYHA FC III-IV ec HHD, HT gr 2 tidak terkontrol, CAP dd/TB, anemia, peningkatan enzim transaminase, hiponatremia, malnutrisi ringan

CHF NYHA FC III-IV ec HHD, HT gr 2 tidak terkontrol, CAP, ISK, anemia, peningkatan enzim transaminase, hiponatremia, malnutrisi ringan

P

KEB = 1000 kkal KET = 1400 kkal P 1,4 g/kgBB~ 67 g, L 25% ~40 g Diberikan mulai 100% KEB ~ 1000 kkal P 1 g/kgBB ~50 g, L 25%~28 g, KH 147 g berupa makan lunak lauk cincang DJ RG (natrium 2000 mg ~5 g garam) porsi terbagi 4x makan.

Vol E P L KH Makan lunak diet jantung

1000 50 28 137

minum 1200 Total 1200 1000 50 28 137 Saran suplementasi: Vitamin B komplek 3 x 1, asam folat 1 x 0,5 mg, koenzim Q10 150 mg, omega3 1000 mg Monitoring : Tanda vital, klinis, Elektrolit, fx hati, analisis+ toleransi asupan per hari, Imbang cairan perhari

1300 kkal P 50 g, L 36 g, KH 154 g berupa makan lunak lauk cincang DJ RG (~5 g garam) porsi terbagi 4x makan.

Vol E P L KH Makan lunak diet jantung, ektra putih telur 2 butir

1300 53 43 175

minum 1200 Total 1200 1300 53 43 175 Suplementasi B kompleks, as folat, omega 3 Monitoring : Tanda vital, klinis, Elektrolit, fx hati, analisis+ toleransi asupan per hari, Imbang cairan perhari

1300 kkal P 50 g, L 36 g, KH 154 g berupa makan lunak lauk cincang DJ RG (~5 g garam) porsi terbagi 4x makan.

Vol E P L KH Makan lunak diet jantung, ektra putih telur 2 butir

1300 53 43 175

minum 1200 Total 1200 1300 53 43 175 Suplementasi B kompleks, as folat, omega 3 Monitoring : Tanda vital, klinis, Elektrolit, fx hati, analisis+ toleransi asupan per hari, Imbang cairan perhari

(Lanjutan)

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

68

Universitas Indonesia

(Lanjutan)

H4 H5 H6 S Sesak berkurang, batuk berkurang, demam (-),

makan habis, selera makan baik, BAB (+) Sesak berkurang, batuk berkurang, makan habis, selera makan baik, BAB (+)

Sesak berkurang, batuk jarang, makan habis, selera makan baik, BAB (+)

O tampak sakit sedang , CM TD130/85 mmHg N 90 x/mnt P 20x/mnt S afebris Mata: Konjungtiva anemis Leher: JVP 5+3 cmH2O cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki kasar kedua lapang paru berkurang abd: BU (+) N ekstremitas: edema pretibial+dorsum pedis berkurang Kapasitas fungsional: bedridden, dapat makan sendiri tanpa bantuan Laboratorium :- Analisis Asupan :

Vol E P L KH Makan lunak diet jantung, ektra putih telur 2 butir

1300 53 43 175

minum 1200 Total 1200 1300 53 43 175

Vit B kompleks 3x1, asam folat 1 x 1, kapsul minyak ikan (omega3 1000 mg) Imbang Cairan :

Input 1200mL Output 1500 mL

BC (-) 300 mL diuresis 0,86ml/kgBB/jam

tampak sakit sedang , CM TD 130/90 mmHg N 80 x/mnt P 20x/mnt S afebris Mata: Konjungtiva anemis Leher: JVP 5+2 cmH2O cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki kasar kedua lapang paru berkurang abd: BU (+) N ekstremitas: edema pretibial+dorsum pedis minimal Kapasitas fungsional:dapat bangun dan berjalan-jalan di sekitar tempat tidur Laboratorium : Hb 11 mg/dl, Ht 34 leukosit 8.200 Na 132 mmol/L K 3, 67 mmol/L Cl 99 mmol/L Analisis Asupan :

Vol E P L KH Makan lunak diet jantung, ektra putih telur 2 butir

1300 60 48 213

minum 1000 Total 1000 1300 53 43 175

Vit B kompleks 3x1, asam folat 1 x 1, kapsul minyak ikan (omega3 1000 mg) Imbang Cairan :

Input 1000mL Output 1600 mL

BC (-) 600 mL diuresis 0,95ml/kgBB/jam

tampak sakit sedang , CM TD 130/80 mmHg N 80 x/mnt P 20x/mnt S afebris Mata: Konjungtiva anemis Leher: JVP 5+2 cmH2O cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki kasar kedua lapang paru minimal abd: BU (+) N ekstremitas: edema (-) Kapasitas fungsional: dapat bangun dan berjalan-jalan di sekitar tempat tidur Antropometri : BB timbang 43 kg 17,2 kg/m2 LLA tetap 21,7 cm Analisis Asupan :

Vol E P L KH Makan lunak diet jantung, ektra putih telur 2 butir

1300 60 48 213

minum 1000 Total 1000 1300 53 43 175

Vit B kompleks 3x1, asam folat 1 x 1, kapsul minyak ikan (omega3 1000 mg) Imbang Cairan :

Input 1000mL Output 1700 mL

BC (-) 700 mL diuresis 1,04 ml/kgBB/jam

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

69

Universitas Indonesia

A CHF NYHA FC III-IV ec HHD, HT gr 2 terkontrol, CAP, ISK, anemia, peningkatan enzim transaminase, hiponatremia, malnutrisi ringan

CHF NYHA FC III-IV ec HHD, HT gr 2 terkontrol, CAP perbaikan, ISK, anemia, peningkatan enzim transaminase, hiponatremia perbaikan , malnutrisi ringan

CHF NYHA FC III-IV ec HHD, HT gr 2 terkontrol, CAP perbaikan, ISK, anemia, peningkatan enzim transaminase, hiponatremia perbaikan , malnutrisi ringan

P

1500 kkal P 60 g, L 42 g, KH 214 g berupa makan lunak lauk cincang DJ RG (~5 g garam) porsi terbagi 5x makan.

Vol E P L KH Makan lunak diet jantung, ektra putih telur 2 butir

1500 60 42 214

minum 1200 Total 1200 1500 60 42 214 Suplementasi B kompleks, as folat, omega 3 Monitoring : Tanda vital, klinis, Elektrolit, fx hati, analisis+ toleransi asupan per hari, Imbang cairan perhari

1500 kkal P 60 g, L 42 g, KH 214 g berupa makan lunak lauk cincang DJ RG (~5 g garam) porsi terbagi 5x makan.

Vol E P L KH Makan lunak diet jantung, ektra putih telur 2 butir

1500 60 42 214

minum 1200 Total 1200 1500 60 42 214 Suplementasi B kompleks, as folat, omega 3 Monitoring : Tanda vital, klinis, Elektrolit, fx hati, analisis+ toleransi asupan per hari, Imbang cairan perhari

1500 kkal P 60 g, L 42 g, KH 214 g berupa makan lunak lauk cincang DJ RG (~5 g garam) porsi terbagi 5x makan.

Vol E P L KH Makan lunak diet jantung, ektra putih telur 2 butir

1500 60 42 214

minum 1200 Total 1200 1500 60 42 214 Suplementasi B kompleks, as folat, omega 3 Monitoring : Tanda vital, klinis, Elektrolit, fx hati, analisis+ toleransi asupan per hari, Imbang cairan perhari

(Lanjutan)

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

70

Universitas Indonesia

Lampiran 4: Lembar Monitoring Kasus 3

H1 (ICU) H2 (ICU) H3 S Sesak, lemas, mual (+), tidak selera makan, BAK

sedikit, BAB (-) Sesak berkurang, mual (-),makan tidak habis BAK (+), BAB (-)

Sesak berkurang, makan habis, demam (-), BAK (+), BAB (+)

O Lemah, tampak sakit berat, CM TD 230/138 mmHg N 105 x/mnt P 40x/mnt S 37º C sat O2 97% Mata: Konjungtiva anemis Leher: JVP 5+2 cmH2O cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki basah halus 1/3 basal kedua paru abd: BU (+) N ekstremitas: edema pretibial+dorsum pedis bilateral. Kapasitas fungsional: bedridden, kekuatan genggam tangan <lemah, melakukan keg sehari2 dg dibantu Antropometri LLA 21,6 cm BBp = 55 kg TB 167 cm, IMT 19,7 kg/m2 Laboratorium : Hb 11 mg/dL, Ht = 32, Leukosit = 8.800, thromb = 201000, GDS 104, Ur/Cr = 126/2,1 CCT 33, SGOT/SGPT 30/23, Na = 140 mmol/L, K 3,75 mmol/L, Cl 108 mmol/L , AGD kesan: asidosis metabolik Terapi DPJP : Posisi semifowler, O2 4-6 L/mnt ISDN 5 mg, Furosemide 5 mg/jam Spironolakton 1 x 12,5 mg p.o Lisinopril 1x10 mg p.o. Morfin 2 mg iv CaCO3 3x1 tab BicNat 3x1 tab IVFD max 500 ml/jam (Cairan max 1100 mL/24 jam)

Lemah, tampak sakit berat, CM TD 190/100 mmHg N 98 x/mnt P 35x/mnt S 37,2º C sat O2 99% Mata: Konjungtiva anemis Leher: JVP 5+2 cmH2O cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki basah halus 1/3 basal kedua paru berkurang abd: BU (+) N ekstremitas: edema pretibial+dorsum pedis bilateral. Kapasitas fungsional: bedridden, kekuatan genggam tangan <lemah, melakukan keg sehari2 dg dibantu Laboratorium : TG 107 Ur 97/Cr 2 Analisis Asupan :

Vol E P L KH Makan lunak diet

jantung + minum

500 900 30 37 112

Total 600 900 30 28 112 Vit B kompleks 3x1, asam folat 1 x 1, kapsul minyak ikan (omega3 1000 mg) koenzim Q10 tidak tersedia

tampak sakit sedang, CM TD 140/85 mmHg N 88 x/mnt P 20x/mnt S afebris Mata: Konjungtiva anemis Leher: JVP 5+2 cmH2O cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki (-) abd: BU (+) N ekstremitas: edema pretibial+dorsum pedis bilateral berkurang. Kapasitas fungsional: bedridden, kekuatan genggam tangan meningkat, dapat makan sendiri, kekamar mandi di bantu Laboratorium : Na 136 mmol/L K 3,6 mmol/L Cl 100 mmol/L AGD dalam batas normal Terapi DPJP: stqa Analisis Asupan :

Vol E P L KH Makan lunak diet

jantung + minum

1000 1100 36 37 156

Total 1000 1100 36 37 156 Vit B kompleks 3x1, asam folat 1 x 1, kapsul minyak ikan (omega3 1000 mg)

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

71

Universitas Indonesia

Analisis Asupan :

Vol E P L KH Makan biasa

850 25 20 142

Imbang Cairan : Input 1400mL

Output 1100 mL BC (+) 300 mL

diuresis 0,4ml/kgBB/jam

Imbang Cairan :

Input 1100mL Output 1850 mL

BC (-) 750 mL diuresis 1 ml/kgBB/jam

Imbang Cairan :

Input 1000mL Output 1800 mL

BC (-) 800 mL diuresis 1,3 ml/kgBB/jam

A ADHF pada CHF NYHA II-III ec HHD, HT urgensi, CKD st IV, anemia, asidosis metabolic, normoweight dg kaheksia kardiak

ADHF pada CHF NYHA II-III ec HHD, HT urgensi, CKD st IV, anemia, asidosis metabolik, normoweight dg kaheksia kardiak

CHF NYHA II-III ec HHD, HT gr 2 terkontrol, CKD st IV, anemia, normoweight dg kaheksia kardiak

P KEB = 1300 kkal KET = 1700 kkal P 0,8 g/kgBB ~ 45 g , L 47 g KH 274 g Diberikan mulai 80% KEB ~ 1100 kkal (20 kkal/kgBB), P 0,8 g/kgBB ~45 g (N;NPC 1:128) L 25% ~30 g, KH 162 g berupa makan lunak lauk cincang DJ RG (natrium 1200 mg ~3 g garam) porsi terbagi 4x makan.

Vol E P L KH Makan lunak diet jantung

1100 45 30 167

Minum 600 Total 600 1100 45 30 167 Cairan total = 1100mL/24 jam (per oral 600 mL+IVFD 500 mL) Saran suplementasi: Vitamin B komplek 3 x 1, asam folat 1 x 0,5 mg, koenzim Q10 150 mg, omega3 1000 mg Monitoring : Tanda vital, klinis, Elektrolit, fx ginjal, AGD, analisis+ toleransi asupan per hari, Imbang cairan perhari

1100 kkal P 45 g L 25% ~30 g, KH 162 g berupa makan lunak lauk cincang DJ RG (natrium 1200 mg ~3 g garam) porsi terbagi 4x makan.

Vol E P L KH Makan lunak diet jantung

1100 45 30 167

Minum 1000 Total 1000 1100 45 30 167 Cairan total = 1500mL/24 jam (per oral 1000 mL+IVFD 500 mL) Vitamin B komplek 3 x 1, asam folat 1 x 0,5 mg, koenzim Q10 150 mg, omega3 1000 mg Monitoring : Tanda vital, klinis, Elektrolit, analisis+ toleransi asupan per hari, Imbang cairan perhari

1300 kkal P 45g, L 36 g, KH 167 g berupa makan lunak lauk cincang DJ RG (~3 g garam)porsi terbagi 4x makan.

Vol E P L KH Makan lunak diet jantung,

1300 45 36 200

minum 1500 Total 1500 1300 45 36 200 Suplementasi B kompleks, as folat, omega 3 Monitoring : Tanda vital, klinis, Elektrolit, Antropometri, analisis+ toleransi asupan per hari, Imbang cairan perhari

(Lanjutan)

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

72

Universitas Indonesia

(Lanjutan)

H4 H5 S Sesak berkurang, makan habis, BAB (+) Sesak masih, makan habis, demam (-), BAK lancar

BAB (+) O tampak sakit sedang, CM

TD 130/90 mmHg N 80 x/mnt P 20x/mnt S afebris Mata: Konjungtiva anemis Leher: JVP 5+2 cmH2O cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki (-) abd: BU (+) N ekstremitas: edema pretibial+dorsum pedis bilateral minimal Kapasitas fungsional: kekuatan genggam tangan meningkat, dapat makan sendiri, dapat bangun dari tempat tidur sendiri, duduk di sisi tempat tidur Laboratorium : - Terapi DPJP: stqa Analisis Asupan :

Vol E P L KH Makan lunak diet jantung,

1300 45 43 183

minum 1200 Total 1200 1300 45 43 183

Vit B kompleks 3x1, asam folat 1 x 1, kapsul minyak ikan (omega3 1000 mg) Imbang Cairan :

Input 1200mL Output 1700 mL

BC (-) 500 mL diuresis 1 ml/kgBB/jam

tampak sakit sedang, CM TD 130/80 mmHg N 80 x/mnt P 20x/mnt S afebris Mata: Konjungtiva anemis Leher: JVP 5+2 cmH2O cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki (-) abd: BU (+) N ekstremitas: edema edema pretibial+dorsum pedis bilateral minimal Kapasitas fungsional: kekuatan genggam tangan meningkat, dapat makan sendiri, ke kamar mandi tanpa bantuan Antrop: BB timbang 58 kg, LLA tetap IMT 20,8 Analisis Asupan :

Vol E P L KH Makan lunak diet jantung,

1500 45 42 235

Cemilan (dr luar)

200 2 5

minum 1500 Total 1500 1700 47 47 272

Vit B kompleks 3x1, asam folat 1 x 1, kapsul minyak ikan (omega3 1000 mg) Imbang Cairan :

Input 1200mL Output 1500 mL

BC (-)300 mL diuresis 0,83 ml/kgBB/jam

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

73

Universitas Indonesia

A

CHF NYHA II-III ec HHD, HT gr 2 terkontrol, CKD st IV, anemia, normoweight dg kaheksia kardiak

CHF NYHA III-IV ec HHD, HT gr 2 terkontrol, riwayat AKI, anemia, normoweight dg kaheksia kardiak

P 1500 kkal P 45g, L 42 g, KH 167 g berupa makan lunak lauk cincang DJ RG (~3 g garam porsi terbagi 4x makan.

Vol E P L KH Makan lunak diet jantung,

1500 45 42 235

minum 1500 Total 1500 1500 45 42 235

Suplementasi B kompleks, as folat, omega 3 Monitoring : Tanda vital, klinis, Elektrolit, Antropometri, analisis+ toleransi asupan per hari, Imbang cairan perhari

1700 kkal P 45 g, L 57g, KH 252 g berupa makan lunak lauk cincang DJ RG (~3 g garam) porsi terbagi 5x makan.

Vol E P L KH Makan lunak diet jantung,

1700 45 57 252

minum 1500 Total 1500 1700 45 57 252

Suplementasi B kompleks, as folat, omega 3 Monitoring : Tanda vital, klinis, Elektrolit, Antropometri, analisis+ toleransi asupan per hari, Imbang cairan perhari

(Lanjutan)

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

74

Universitas Indonesia

Lampiran 5: Lembar Monitoring Kasus 4

H1 H2 H3 S Sesak, lemas, batuk berdahak, demam, tidak selera

makan, BAK (+), BAB (-) Sesak masih, lemas, batuk berdahak, demam, makan tidak habis, BAK (+), BAB (-)

Sesak berkurang, batuk, demam (-), selera makan membaik, makan habis, BAB (+)

O Lemah, tampak sakit berat, CM TD170/110 mmHg N 100 x/mnt P 42x/mnt S 38,7º C Mata: Konjungtiva anemis Leher: JVP 5+2 cmH2O cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki kasar kedua lapang paru abd: BU (+) N, shifting dullness (+) ekstremitas: edema pretibial+dorsum pedis bilateral. Kapasitas fungsional: bedridden, kekuatan genggam tangan <lemah Antropometri LLA 19 cm BBp = 48 kg TB 165 cm, IMT 17,6 kg/m2 Laboratorium : Hb 9,6 mg/dL, Ht = 27, Leukosit = 20.500, thromb = 167.000, GDS 95, Ur/Cr = 116/1,8, SGOT/SGPT 65/80, albumin 3,1 mg/dL, Na = 125 mmol/L, K 4,2 mmol/L, Cl 98 mmol/L Terapi DPJP : Posisi semifowler Furosemide 3x2 mg Spironolakton 1 x 12,5 mg p.o Captopril 1x12,5 mg p.o. ISDN 5 mg SL Bisoprolol Ceftriaxone Analisis Asupan :

Vol E P L KH Makan biasa

600 23 18 124

Lemah, tampak sakit berat, CM TD160/95 mmHg N 90 x/mnt P 45x/mnt S 37,5º C Mata: Konjungtiva anemis Leher: JVP 5+2 cmH2O cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki kasar kedua lapang paru abd: BU (+) N, shifting dullness (+) ekstremitas: edema pretibial+dorsum pedis bilateral. Kapasitas fungsional: bedridden, kekuatan genggam tangan <lemah Laboratorium : Profil lipid dalam batas normal Terapi DPJP : Posisi semifowler Furosemide 3x2 mg Spironolakton 1 x 12,5 mg p.o Captopril 1x12,5 mg p.o. Ceftriaxone Analisis Asupan :

Vol E P L KH Makan lunak diet

jantung

800 30 28 109

minum 1000 Total 1000 800 30 28 109

Vit B kompleks 3x1, asam folat 1 x 1, kapsul minyak ikan (omega3 1000 mg)

tampak sakit berat, CM TD140/90 mmHg N 90 x/mnt P 30 x/mnt S 37º C Mata: Konjungtiva anemis Leher: JVP 5+2 cmH2O cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki kasar kedua lapang paru berkurang abd: BU (+) N ekstremitas: edema pretibial+dorsum pedis bilateral berkurang Kapasitas fungsional: bedridden, ps dapat makan sendiri Laboratorium :- Terapi DPJP : stqa Analisis Asupan :

Vol E P L KH Makan lunak diet

jantung

1100 38 30 170

minum 1200 Total 1200 1100 38 25 170

Vit B kompleks 3x1, asam folat 1 x 1, kapsul minyak ikan (omega3 1000 mg) Imbang Cairan :

Input 1200mL Output 1900 mL

BC (-) 700 mL diuresis 1.2 ml/kgBB/jam

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

75

Universitas Indonesia

Imbang Cairan :

put 800mL Output 1300 mL

BC (-) 500 mL diuresis 0,7ml/kgBB/jam

Imbang Cairan :

Input 1000mL Output 1800 mL

BC (-) 800 mL diuresis 1,1 ml/kgBB/jam

A CHF NYHA III-IV ec HHD, HT gr 2 tidak terkontrol, CAP dd/TB, AKI dd/CKD,anemia, peningkatan enzim transaminase, hiponatremia, malnutrisi ringan

CHF NYHA III-IV ec HHD, HT gr 2 tidak terkontrol, CAP dd/TB, AKI dd/CKD,anemia, peningkatan enzim transaminase, hiponatremia, malnutrisi ringan

CHF NYHA III-IV ec HHD, HT gr 2 tidak terkontrol, CAP dd/TB, AKI dd/CKD, anemia, peningkatan enzim transaminase, hiponatremia, malnutrisi ringan

P KEB = 1100 kkal KET = 1500 kkal Diberikan mulai 100% KEB ~ 900 kkal P 0,8 g/kgBB ~38 g, L 25%~25 g, KH 131 g berupa makan lunak lauk cincang DJ RG (natrium 2000 mg ~5 g garam) porsi terbagi 4x makan.

Vol E P L KH Makan lunak diet

jantung

900 38 25 131

minum 1200 Total 1200 900 38 25 131

Saran suplementasi: Vitamin B komplek 3 x 1, asam folat 1 x 0,5 mg, koenzim Q10 150 mg, omega3 1000 mg Monitoring : Tanda vital, klinis, Elektrolit, fx hati, fungsi ginjal, analisis+ toleransi asupan per hari, Imbang cairan perhari

1100 kkal P 0,8 g/kgBB ~38 g, L 25%~25 g, KH 131 g berupa makan lunak lauk cincang DJ RG (natrium 2000 mg ~5 g garam) porsi terbagi 4x makan.

Vol E P L KH Makan lunak diet

jantung

1100 38 30 170

minum 1200 Total 1200 1100 38 25 170

Saran suplementasi: Vitamin B komplek 3 x 1, asam folat 1 x 0,5 mg, koenzim Q10 150 mg, omega3 1000 mg Monitoring : Tanda vital, klinis, Elektrolit, fx hati, fungsi ginjal, analisis+ toleransi asupan per hari, Imbang cairan perhari

1300 kkal P 38 g, L 36 g, KH 119 g berupa makan lunak lauk cincang DJ RG (~5 g garam) porsi terbagi 4-5x makan.

Vol E P L KH Makan lunak diet jantung,

1300 38 36 119

minum 1200 Total 1200 1300 38 36 119

Suplementasi B kompleks, as folat, omega 3 Monitoring : Tanda vital, klinis, Elektrolit, fx hati, fungsi ginjal, analisis+ toleransi asupan per hari, Imbang cairan perhari

(Lanjutan)

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

76

Universitas Indonesia

H3 H3 S Sesak berkurang, batuk berkurang, demam (-),

selera makan membaik, makan habis, BAB (+) Sesak berkurang, batuk berkurang, demam (-), selera makan baik, makan habis

O tampak sakit sedang, CM TD130/80 mmHg N 90 x/mnt P 20 x/mnt S afebris Mata: Konjungtiva anemis Leher: JVP 5+2 cmH2O cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki kasar kedua lapang paru berkurang abd: BU (+) N ekstremitas: edema pretibial+dorsum pedis bilateral minimal Kapasitas fungsional: ambulatory, dpt ke km mandi sendiri, ps dapat makan sendiri Laboratorium : Hb 10 mg/dL, Ht = 32, Leukosit = 8.800, Ur/Cr = 89/1,6, Na = 130 mmol/L, K 3,7 mmol/L, Cl 99 mmol/L Terapi DPJP : stqa Analisis Asupan :

Vol E P L KH Makan

lunak diet jantung

1100 38 30 170

minum 1200 Total 1200 1100 38 25 170

Vit B kompleks 3x1, asam folat 1 x 1, kapsul minyak ikan (omega3 1000 mg)

tampak sakit sedang, CM TD130/80 mmHg N 90 x/mnt P 30 x/mnt S afebris Mata: Konjungtiva anemis Leher: JVP 5+2 cmH2O cor: BJ I-II murni, pulmo: rhonki kasar kedua lapang paru berkurang abd: BU (+) N ekstremitas: edema pretibial+dorsum pedis bilateral minimal Kapasitas fungsional: bedridden, ps dapat makan sendiri Antrop: BB timbang 45 kg, LLA tetap IMT 16,5 kg/m2 Laboratorium :- Analisis Asupan :

Vol E P L KH Makan lunak diet jantung,

1300 38 36 119

minum 1200 Total 1200 1300 38 36 119

Vit B kompleks 3x1, asam folat 1 x 1, kapsul minyak ikan (omega3 1000 mg) Imbang Cairan :

Input 1200mL Output 1600 mL

BC (-) 400 mL diuresis 1 ml/kgBB/jam

(Lanjutan)

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

77

Universitas Indonesia

Imbang Cairan :

Input 1200mL Output 1750 mL

BC (-) 550 mL diuresis 1.1 ml/kgBB/jam

A CHF NYHA III-IV ec HHD, HT gr 2 terkontrol, CAP perbaikan, AKI dd/CKD, anemia, peningkatan enzim transaminase, hiponatremia, malnutrisi ringan

CHF NYHA III-IV ec HHD, HT gr 2 tidak terkontrol, CAP perbaikan, AKI dd/CKD, anemia, peningkatan enzim transaminase, hiponatremia, malnutrisi sedang

P 1300 kkal P 38 g, L 36 g, KH 119 g berupa makan lunak lauk cincang DJ RG (~5 g garam) porsi terbagi 4-5x makan.

Vol E P L KH Makan lunak diet jantung

1300 38 36 119

minum 1200 Total 1200 1300 38 36 119

Suplementasi B kompleks, as folat, omega 3 Monitoring : Tanda vital, klinis, Elektrolit, fx hati, fungsi ginjal, analisis+ toleransi asupan per hari, Imbang cairan perhari

1300 kkal P 38 g, L 36 g, KH 119 g berupa makan lunak lauk cincang DJ RG (~5 g garam) porsi terbagi 4-5x makan.

Vol E P L KH Makan lunak diet jantung

1500 38 50 224

minum 1200 Total 1200 1500 38 50 224

Suplementasi B kompleks, as folat, omega 3 Monitoring : Tanda vital, klinis, Elektrolit, fx hati, fungsi ginjal, analisis+ toleransi asupan per hari, Imbang cairan perhari

(Lanjutan)

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013

78

Universitas Indonesia

1 AHA

2 (RM.Expose, 2006). 2 (RM.Expose, 2006).

3 (Riskesdas, 2007).

4 (Sani, 2007 dalam Ihdaniyati , 2008).

Tata laksana ..., Wiji Lestari, FK UI, 2013