tauhidullah

5
TAUHIDULLAH I. PENDAHULUAN Sesungguhnya mengenal Allah adalah suatu azas yang berdiri di atas seluruh kehidupan ruhiyah. Dari sini akan mengenal para Nabi, para Rosul, mengenal tugas dan sifatnya serta hajad manusia kepada risalahnya, kitab-kitab samawi, mengenal malaikat, jin, ruh dan hari akhir. Seorang yang mengenal Allah pasti ia tahu akan tujuan hidupnya, untuk tujuan apa ia diciptakan di atas dunia ini, dan lantas kemana akhir hidupnya. Oleh karena itu ia tidak akan tertipu oleh kemilauan dunia, tidak akan terpedaya oleh harta benda dunia. Begitu sebaliknya seorang yang tak mengenal Allah, tentu akan terpedaya dan terpukau oleh keindahan dunia, yang pada gilirannya akan dihabiskan umurnya untuk mencari dunia, menikmatinya, layaknya seperti binatang (6:130). Seorang dikatakan mengenal Allah, ia akan memahami bahwa sekedar percaya akan wujud Allah (Tuhan) tidak cukup mengantarkan seseorang disebut muslim. Karena kepercayaan akan wujud Allah ini sudah ada dengan sendirinya tertanam dalam hati senubari setiap manusia sejak lahir. Walaupun kadang-kadang kepercayaan itu tertutupi dan tidak dinyatakan/diucapkan, namum pada kondisi tertentu ia akan muncul tiba-tiba. Misal dalam kondisi/keadaan gembira orang sering melupakan Allah, bahkan dengan sombongnya mengatakan "tidak ada Tuhan", namun dalam kondisi kritis, ketika sedang diancam bahaya maut, atau sedang berlayar di tengah lautan yang dilanda badai topan. Orang ini dengan khusyuknya berdo'a memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa (10:22-23 / 31:31-32 / 29:61). Kepercayaan akan wujud Allah tidaklah membuat seseorang menjadi seorang Islam (muslim), karena orang dikatakan kafirpun percaya akan wujud Allah Yang Maha Pencipta, Pemberi Rejeki, Menghidupkan, dan Maha Mematikan semua makhluknya. Al-Qur'an sendiri menceriterakan kenyataan ini dalam peristiwa kejadian manusia dan Syaitan (Kafir laknattulloh) (2:30-34 / 7:12-18). Dari peristiwa yang diceriterakan dalam Al-Qur'an ini dapatlah dipahami bahwa iblis pun yang percaya akan wujud Allah Yang Maha Pencipta, Pemberi Rejeki, Menghidupkan, dan Maha Mematikan, bahkan telah mengadakan tawar menawar dengan Alloh, minta agar hukumannya ditangguhkan . Selain nabi Muhammmad SAW,

Upload: faradilaamalia

Post on 29-Sep-2015

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

agama

TRANSCRIPT

TAUHIDULLAH

TAUHIDULLAH

I. PENDAHULUAN

Sesungguhnya mengenal Allah adalah suatu azas yang berdiri di atas seluruh kehidupan ruhiyah. Dari sini akan mengenal para Nabi, para Rosul, mengenal tugas dan sifatnya serta hajad manusia kepada risalahnya, kitab-kitab samawi, mengenal malaikat, jin, ruh dan hari akhir. Seorang yang mengenal Allah pasti ia tahu akan tujuan hidupnya, untuk tujuan apa ia diciptakan di atas dunia ini, dan lantas kemana akhir hidupnya. Oleh karena itu ia tidak akan tertipu oleh kemilauan dunia, tidak akan terpedaya oleh harta benda dunia. Begitu sebaliknya seorang yang tak mengenal Allah, tentu akan terpedaya dan terpukau oleh keindahan dunia, yang pada gilirannya akan dihabiskan umurnya untuk mencari dunia, menikmatinya, layaknya seperti binatang (6:130).

Seorang dikatakan mengenal Allah, ia akan memahami bahwa sekedar percaya akan wujud Allah (Tuhan) tidak cukup mengantarkan seseorang disebut muslim. Karena kepercayaan akan wujud Allah ini sudah ada dengan sendirinya tertanam dalam hati senubari setiap manusia sejak lahir. Walaupun kadang-kadang kepercayaan itu tertutupi dan tidak dinyatakan/diucapkan, namum pada kondisi tertentu ia akan muncul tiba-tiba. Misal dalam kondisi/keadaan gembira orang sering melupakan Allah, bahkan dengan sombongnya mengatakan "tidak ada Tuhan", namun dalam kondisi kritis, ketika sedang diancam bahaya maut, atau sedang berlayar di tengah lautan yang dilanda badai topan. Orang ini dengan khusyuknya berdo'a memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa (10:22-23 / 31:31-32 / 29:61). Kepercayaan akan wujud Allah tidaklah membuat seseorang menjadi seorang Islam (muslim), karena orang dikatakan kafirpun percaya akan wujud Allah Yang Maha Pencipta, Pemberi Rejeki, Menghidupkan, dan Maha Mematikan semua makhluknya. Al-Qur'an sendiri menceriterakan kenyataan ini dalam peristiwa kejadian manusia dan Syaitan (Kafir laknattulloh) (2:30-34 / 7:12-18). Dari peristiwa yang diceriterakan dalam Al-Qur'an ini dapatlah dipahami bahwa iblis pun yang percaya akan wujud Allah Yang Maha Pencipta, Pemberi Rejeki, Menghidupkan, dan Maha Mematikan, bahkan telah mengadakan tawar menawar dengan Alloh, minta agar hukumannya ditangguhkan . Selain nabi Muhammmad SAW, bukankah hanya iblis yang mendapat kesempatan berdialog langsung berhadapan dengan Allah. Kesalahan Iblis bukanlah "tidak percaya akan wujud Allah", kesalahan iblis yang fatal adalah ia telah menyombongkan diri membanggakan asal-usul (keturunan)-nya. Yang menyebabkan ia menolak untuk taat pada perintah Allah. Juga digolongkan kesombongan bila diantara manusia yang merasa lebih hebat/mulia dari orang lain hanya karena keturunan, misal mengaku keturunan bangsawan (dengan panggilan raden, tengku dll) atau mengaku keturunan dari Rosul Alloh (dengan panggilan Sayid).

Termasuk manusia yang mewarisi/terjangkit sifat Iblis, bila menganggap dirinya super. Yang dengan sikap seperti itu ia dalam mengatur tatanan masyarakat, pola , sistem, asas, falsafah, dan idiologi hidup menurut tatanan aturan selain buatan Allah. Sikap sombong telah menyebabkan iblis kufur kepada Allah, iblis enggan mematuhi perintah Allah. Hal ini akan menimpa manusia jika ia mewarisi sikap iblis.

Hal yang paling utama didalam hubungan mahkluk dengan Allah ialah kepatuhan yang bulat hanya kepada-Nya. Inilah intisari sesungguhnya dari ajaran Islam, yaitu mentauhidkan atau mengesakan Allah, yang berarti meletakkan Allah dan semua perintah-perintah-Nya diatas segala-galanya, terutama di atas kepentingan-kepentingan pribadi. Oleh karena itu mentauhidkan Allah jauh lebih sukar dari sekedar mempercayai akan wujud Allah. Mentauhidkan Allah membutuhkan suatu perjuangan dan pengorbanan yang berat.

II. PENGERTIAN TAUHIDULLAH

Ulama' membagi tauhidulloh menjadi tiga pembahasan yaitu, tauhid Rububiyah, tauhid Uluhiyah, dan tauhid Asma' dan sifat.

1. Tauhid Rububiyah

Dalam Al-qur'an banyak dijelaskan Af'al Allah berkaitan dengan Rububiyah yang meliputi :

-Maha Pencipta (21:33 / 7:54 / 25:2)

-Maha Pemberi Rejeki (51:58 / 30:40 / 11:6)

-Maha Menghidupkan (36:12)

-Maha Mematikan (39:42)

Keyakinan bahwa Alloh itu Esa dalam penciptaan, pemberi rejeki dan penguasa makhluk-Nya (menghidupkan dan mematikan) disebut tauhid rububiyah. Namum keyakinan seperti ini tidak cukup sampai disini, sebab keyakinan seperti ini belum bisa membedakan antara muslim dan kafir. Pada hakekatnya orang-orang musyrik jahiliyah juga menyakini tauhid rububiyah ini (10:31 / 31:25).

Ternyata orang musyrik itupun meyakini rububiyatulloh, bahkan mereka bersumpah menggunakan kata-kata Wallahi, Billahi, dan Tallahi. Mereka juga berdo'a dengan menyebut Alloh. Sebelum berangkat menuju Badar, Abu Jahal dan kaum musyrik Mekkah mencium dinding Ka'bah sembari berdo'a " Ya, Alloh tolonglah yang tertinggi diantara dua pasukan ini dan yang termulia diantara dua golongan ini " (8:32).

Demikianlah orang musyrik memiliki keyakinan rububiyatulloh. Maka jika diantara manusia yang mengaku muslim hanya mempunyai keyakinan seperti ini, maka ia tak ada bedanya dengan iblis atau paling ringan sama dengan kaum musyrik Mekkah. Oleh karena itu, untuk menjadi seorang muslim yang benar disamping meyakini Rububiyatulloh harus pula meyakini Uluhiyatullah.

2. Tauhid Uluhiyah

Dengan sifat Rububiyah-Nya Allah berhak menentukan apa saja untuk makhluk-Nya. Sedangkan Uluhiyatullah adalah keyakinan bahwa Alloh SWT satu-satunya Illah yang berhak :

- Diibadahi/disembah (20:14 / 16:36)

- Ditaati aturan-Nya (4:80 / 3:32 / 33:36)

- Memutuskan perkara/hakim (6:62 / 4:65 / 2:85 / 6:57)

- Diminta pertolongan/Wali (2:257 / 5:55)

- Ditakuti

- Diletakkan harapan

Yang dengan tauhid inilah para Rasul diutus, karena tauhid inilah darah para syuhada' ditumpahkan dan nyawa orang-orang sholeh dibunuh dalam menegakkan kalimat Allah. Demikianlah keyakinan uluhiyah Allah akan membawa manusia pada kedudukan sebagai orang mu'min, yang akan tunduk dan sujud kepada Allah Ta'ala dalam seluruh dimensi kehidupannya. Allah-lah satu-satunya yang ia sembah, ia cintai, ia takuti, ia taati, ia ikuti semua peraturan hukum-Nya dan ia tinggalkan larangan-Nya. Selanjutnya bagi orang yang sudah tertanam keyakinan Rububiyatullah dan Uluhiyatullah dalam hati, akan memandang dan benar-benar memahami bahwa orang yang menolak "Hukum Allah" adalah kafir, fasik dan dholim (5:44, 45, 47). Dan termasuk dalam perbuatan kekufuran bertahkim kepada selain Allah dengan rela dan patuh (6:65,60) pada aturan selain Allah . Seorang raja/pemimpin bisa menjadi toghut, ketika ia bertindak sewenang-wenang dan membuat aturan hukum sendiri. Baik itu dari hasil putusan pribadi atau hasil kesepakatan kumpulan manusia, untuk ditaati oleh rakyatnya. Fir'aun adalah tipologi raja/pemimpin seperti tersebut diatas baik dijaman nabi Musa atau pada jaman kita ini.

3. Tauhid Asma' dan Sifat

Pengertiannya adalah menetapkan bahwa Allah 'Azza wa Jalla mempunyai nama-nama yang bagus dan sifat-sifat yang tinggi dan luhur, seperti yang disebut dalam Kitabullah dan sunnah yang shahih. Nama-nama ini, ditetapkan sebagaimana adanya tanpa memalingkannya, tanpa menta'wilkannya, tanpa menyerupakannya, tanpa meniadakannya, dan tanpa menggambarkannya.

"Allah, Yang Maha Pemurah, Yang Bersemayam di atas Arrsy ". (20:5)

" Tangan Allah diatas tangan mereka " (48:10).

Maka kita menetapkan bahwa Allah mempunyai sifat yang namanya "Bersemayam, Tangan". Tidak boleh menanyakan bagaimana semayam Allah, bentuk tangan Allah itu seperti apa? Karena akal manusia terbatas jangkauannya, ilmu kita tidak meliputi dzat Allah, maka harus menerima nash-nash itu apa adanya, sebagaimana orang-orang salaf menjalankannya. Mereka mengetahui makna "Istiwaa(bersemayam), Nuzuluul(turun)", akan tetapi bila mereka ditanya dengan kata " Bagaimana?", maka mereka menjawab seperti apa yang menjadi jawaban Imam Malik kepada orang yang menanyakan "Bagaimana Allah Yang Maha Pemurah itu bersemanyam di atas Arsy ?" Beliau berkata : Bersemayam itu ma'lum (dimengerti), bagaimana cara bersemayam-Nya itu majhul (tidak diketahui) mengimaninya wajib dan menanyakannya itu bid'ah ." Kita juga tidak mengatakan bahwa "tangan-Nya" adalah "kekuasaan-Nya", atau Turunnya-Nya Allah adalah Rahmat-Nya menapak dilangit dunia. Ini namanya ta'wil, sedangkan ta'wil itu merupakan katagori ta'til/peniadaan, baik itu jauh maupun dekat.

Kita tidak mampu mengagungkan Allah SWT, lebih dari pengagungan Allah kepada diri-Nya sendiri. Kita tidak mampu mengagungkan Allah SWT, lebih dari pengagungan Rasulullah SAW kepada-Nya. Kita tidak mampu menggelari Allah dengan nama-nama yang lebih baik dari nama-nama yang datang dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Jika kita hendak lari dari Tasybih dan Tamsil (penyamaan dan penyerupaan) lalu mengatakan : "Tangan Allah adalah inayah-Nya atau kekuasaan-Nya", maka seakan-akan kita menyangka bahwa kita dapat mensucikan /menjauhkan Allah 'Azza wa Jalla, dari hal- hal yang tidak baik, lebih dari penyucian Nabi SAW atas diri-Nya dan lebih dari penyucian Allah atas diri-Nya sendiri. Dan ini, demi kebenaran, adalah kedustaan yang nyata dan kesesatan yang jauh.

Oleh karenanya, dasar-dasar tentang asma dan sifat Allah ini harus menancap betul dalam sanubari, harus kuat dan kokoh, karena ia merupakan bagian dari iman yang tidak terpisahkan. Dan ini adalah kunci dari agama ini.

III. KESIMPULAN

Dengan pemahaman di atas maka pasti dalam hidup seorang mu'min, akan mengkufuri, tidak akan taat, tidak mengakui kepemimpinan, dan tak akan bertahkim pada Thogut. Lantas akan menetapkan dalam hidupnya untuk beriman kepada Alloh, akan menyelaraskan apa yang dilakukannya/diperbuatnya dengan kehendak dan aturan-Nya. Ia akan menjahui thogut (16:36 / 39:17) dan menetapkan untuk beribadah hanya kepada Alloh (98:5), sementara itu tidak ada lagi ke-syirikan dalam hidupnya (satu sisi memakai aturan Alloh disisi lain memakai aturan thogut) dan menjadikan tujuan hidupnya hanya untuk Alloh. Serta akan menetapkan dan memahami sifat dan asma' Allah sebagaimana kaum salaf memahaminya.

Jika dirinci maka kalimat tauhid itu mengandung makna : Tiada pencipta selain Alloh, tiada pemimpin kecuali Allah, tiada hakim kecuali Allah, tiada tujuan kecuali Allah, dan tiada sesembahan kecuali Allah.

Amat penting kita merenungkan kembali tulisan Abu Hasan Ali Hasani An Nadwi dalam bukunya Maa Dzaa Khasiral Al Alam bi Inhithath al Muslimin, bahwa " dunia akan rusak dilanda kebobrokan moral dan kebiadaban ketika ummat mengalami kemunduran. Dan tidak ada sebab yang lebih utama dari kemunduran ummat Islam itu selain dari tidak tertanamnya jiwa tauhid dalam diri muslim. Tidak dipahaminya makna Laa Ilaaha Illalllah dengan benar itulah yang membuat kaum muslimim hilang kewibawaannya". Wallohu A'lam.

Reference:

1. Tarbiyah Jihadiyah, Asy-Syahid Asy-Syaikh Abdullah Azzam

2. Meniti Jalan Islam, Fs PAI-Js UGM

3. Tauhid, Dr. Imaduddin