tax amnesty hukum pajak
DESCRIPTION
pengampunan pajakTRANSCRIPT
TUGAS HUKUM PAJAK
DOSEN :
Dr. BUDI ISPRIYARSO, SH.MHum.
PENGAMPUNAN PAJAK DI INDONESIA
Disusun oleh:
KADEK AGUNG SETYA NUGRAHA
(11010215410210)
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Dalam rangka untuk lebih memberikan keadilan dan meningkatkan pelayanan kepada wajib
pajak dan untuk lebih memberikan kepastian hukum serta mengantisipasi perkembangan di
bidang teknologi informasi dan perkembangan yang terjadi dalam ketentuan-ketentuan material
di bidang perpajakan telah dilakukan beberapa kali perubahan terhadap Undang-Undang Nomor
6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.Tercatat Dalam sejarahnya
Indonesia sudah 3 kali mengeluarkan kebijakan pengampunan Pajak , yaitu pada tahun 1964,
1984 dan 2008.
Dalam transisi pemberlakuan Undang-Undang perpajakan, yaitu Undang-Undang Nomor. 28
Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan terdapat keringanan yang
diberikan bagi Wajib Pajak, adapun bentuk keringanan pajak tersebut adalah semacam bentuk
pengampunan pajak, bentuk pengampunan pajak tersebut tercantum/termuat dalam Pasal 37 A,
yang isinya sebagai berikut:
1) Wajib Pajak yang menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan sebelum Tahun Pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang masih harus
dibayar menjadi lebih besar dan dilakukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu)
tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini, dapat diberikan pengurangan atau
penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan
kekurangan pembayaran pajak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
2) Wajib Pajak orang pribadi yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh
Nomor Pokok Wajib Pajak paling lama 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-
Undang ini diberikan Penghapusan sanksi administrasi atas pajak yang tidak atau
kurang dibayar untuk Tahun Pajak sebelum diperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan
tidak dilakukan pemeriksaan pajak, kecuali terdapat data atau keterangan yang
menyatakan bahwa Surat Pemberitahuan yang disampaikan Wajib Pajak tidak benar
atau menyatakan lebih bayar.
Ketentuan baru dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan pada Pasal 37 A memberikan fasilitas pengampunan pajak kepada Wajib
Pajak, yaitu dengan Kebijakan yang dikenal sebagai "Sunset Policy". Tujuan utama Sunset
Policy adalah peningkatan penerimaan pajak dan peningkatan kepatuhan pajak. Dengan program
ini diharapkan dapat menghasilkan tambahan bagi penerimaan pajak yang selama ini belum atau
kurang dibayar untuk mendongkrak tax ratio(perbandingan antara jumlah penerimaan pajak
dengan jumlah Produk Domestic Bruto) yang pada tahun 2007 selevel di kisaran 13,5%.
Disamping itu, pelaksanaan program Sunset Policy ini juga diharapkan dapat menaikkan
kepatuhan pajak. Wajib Pajak terdaftar sebagai salah satu indikator kepatuhan pajak,
menunjukkan jumlah yang sangat kecil dibandingkan dengan jumblah penduduk. Di Indonesia,
Pemegang NPWP hingga pada Juli 2008 baru 6 juta dari sekitar 225 juta penduduk (2,7%).
II. Rumusan Masalah
Apakah itu Pengampunan Pajak?
Bagaimana cara mendapatkan Pengampunan Pajak?
Hambatan-hambatan apa saja yang terjadi dalam pelaksanaan Pengampunan Pajak di
Indonesia?
Upaya-upaya apa saja yang harus dilakukan untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam
pelaksanaan Pengampunan Pajak di Indonesia?
III. Tujuan
Mengetahui tentang Pengampunan Pajak dan mengetahui bagaimana Pelaksanaan Pengampunan
Pajak di Indonesia sampai saat ini.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Pengampunan Pajak
Sebagaimana diberitakan, demi menarik pulang sebagian dari sekitar Rp 3.000 triliun
lebih uang masyarakat Indonesia yang tersimpan di perbankan Singapura, pemerintah berniat
menawarkan pengampunan pajak atau dikenal juga dengan Tax Amnesty. Seperti yang kita
ketahui Tax amnesty merupakan bentuk pengurangan atau penghapusan Sanksi Pajak dari Wajib
Pajak (WP). Tax amnesty sendiri terbagi dalam 2 jenis, yaitu: 1) Soft Tax Amnesty atau lebih
dikenal dengan Sunset Policy; dan 2) Hard Tax Amnesty.
a. Soft Tax Amnesty (Sunset Policy)
Soft Tax Amnesty merupakan pengurangan atau penghapusan Sanksi Adminsitratif pajak
dari WP. Sanksi Administratif ini dapat berupa:
1) Denda adalah sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran yang berkaitan
dengan kewajiban pelaporan.
2) Bunga adalah sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran yang berkaitan
dengan kewajiban pembayaran pajak.
3) Kenaikan adalah sanksi administrasi yang berupa kenaikan jumlah pajak yang harus
dibayar, terhadap pelanggaran berkaitan dengan kewajiban yang diatur dalam ketentuan
material.
Dasar Hukum Soft tax amnesty ada pada Pasal 37 A UU KUP, yang berbunyi:
1) Wajib Pajak yang menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan sebelum Tahun Pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang masih
harus dibayar menjadi lebih besar dan dilakukan paling lama dalam jangka waktu 1
(satu) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini, dapat diberikan pengurangan atau
penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan
kekurangan pembayaran pajak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
2) Wajib Pajak orang pribadi yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk
memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling lama 1 (satu) tahun setelah berlakunya
Undang-Undang ini diberikan Penghapusan sanksi administrasi atas pajak yang tidak
atau kurang dibayar untuk Tahun Pajak sebelum diperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak
dan tidak dilakukan pemeriksaan pajak, kecuali terdapat data atau keterangan yang
menyatakan bahwa Surat Pemberitahuan yang disampaikan Wajib Pajak tidak benar atau
menyatakan lebih bayar.
Pasal 37A hanya berlaku satu tahun, yaitu mulai 1 Januari sampai 31 Desember 2008
saja. Karena berlakunya hanya dalam jangka waktu sangat singkat, yaitu di tahun pertama,
maka kebijakan ini disebut Sunset Policy. Sunset sendiri berarti matahari yang hampir
tenggelam. Sama dengan matahari yang hampir tenggelam (sunset), ketentuan (policy) yang
ada dalam Pasal 37A UU KUP berakhir (tenggelam) pada 31 Desember 2008.
Tujuan utama Sunset Policy adalah peningkatan penerimaan pajak dan peningkatan
kepatuhan pajak. Dengan program ini diharapkan dapat menghasilkan tambahan bagi
penerimaan pajak yang selama ini belum atau kurang dibayar untuk mendongkrak tax ratio
(perbandingan antara jumlah penerimaan pajak dengan jumlah Produk Domestic Bruto) yang
pada tahun 2007 belum beranjak dari kisaran 13,5% (Versi Bisnis Indonesia).
Disamping itu, pelaksanaan program Sunset Policy ini juga diharapkan dapatmenaikkan
kepatuhan pajak yang memprihatinkan. Wajib Pajak terdaftar sebagai salah satu indikator
kepatuhan pajak, menunjukkan jumlah yang sangat kecil dibandingkan dengan jumblah
penduduk. Di Indonesia, Pemegang NPWP pada Juli 2008 baru 6 juta dari sekitar 225 juta
penduduk atau sekitar 2,7%
alasan yang melatarbelakangi dirilisnyakebijakan Sunset Policy adalah Sistem Self
Assessment, dan tuntutan mengenai transparansi pengelolaan pajak di Indonesia, Hal ini
terkait dengan pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan masa lalu yang dicurigai tidak
cukup transparan.
b. Hard Tax Amnesty
Hard Tax Amnesty merupakan pengurangan atau penghapusan sanksi Pidana pajak dari
Wajib pajak. perbedaan Hard Tax Amnesty dengan Soft Tax Amnesty adalah sanksi nya, jika
soft tax amnesty mengurangi atau menghapuskan sanksi "administratif" perpajakan, Hard tax
amnesty mengurangi atau menghapuskan sanksi "pidanana"-nya.
Indonesia sendiri masih belum ada dasar hukum untuk penghapusan sanksi pidana
perpajakan, begitu pula dalam prakteknya. Namun, dalam Rancangan Undang-Undang
Pengampunan Nasional tahun 2015 termuat dalam ketentuan umum bahwa "Pengampunan
Nasional adalah penghapusan sanksi administrasi perpajakan, penghapusan sanksi PIDANA
di bidang perpajakan, serta sanksi pidana tertentu dengan membayar uang tebusan,
sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang ini". Jadi dapat diasumsikan bahwa akan ada
Penghapusan sanksi pidana di bidang perpajakan yang saat ini masih dirancang di badan
legislatif.
2. Syarat-syarat Pengampunan Pajak
Agar Wajib Pajak (WP) berhak mendapat pengampunan ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi. Dasar hukum Syarat-syarat ini diatur dalam pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 26
tahun 1984 tentang Pengampunan Pajak dan Pasal 4 UU KUP, yaitu:
a. Mendaftarkan diri pada Kantor Inspeksi Pajak dalam wilayah Wajib Pajak
bertempat tinggal atau berkedudukan, bagi yang belum mempunyai nomor pokok wajib
pajak;
b. Menyampaikan pernyataan tertulis mengenai jenis pajak dan tahun pajak yang
dimintakan pengampunan;
c. Menyampaikan daftar kekayaan benar bagi Wajib Pajak orang pribadi yang
menyelenggarakan pembukuan;
d. Menyampaikan Neraca yang benar bagi Wajib Pajak orang pribadi dan
menyelenggarakan pembukuan bagi Wajib Pajak badan;
e. Mengisi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) benar, lengkap, dan jelas.
Syarat-syarat ini merupakan syarat Kumulatif, yaitu harus dipenuhi seluruhnya. Apabila
ada salah satu syarat yang tidak dipenuhi, maka pengampunan Pajak dengan sendirinya
gugur. yang dimaksud dengan pengisian SPPT benar, lengkap dan jelas adalah:
1) Benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dalam penulisan, dan sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya;
2) Lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak
dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan; dan
3) Jelas adalah melaporkan asal-usul atau sumber dari objek pajak dan unsur-unsur
lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan
SPT yang telah diisi dengan benar, lengkap, dan jelas tersebut wajib disampaikan ke kantor
pelayanan pajak (KPP) tempat WP terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang
ditetapkan oleh DJP.
3. Hambatan dalam Pelaksanaan Pengampunan Pajak
Di setiap negara pada umumnya masyarakat memiliki kecenderungan untuk meloloskan
diri dari pembayaran pajak. ”Membayar pajak adalah suatu aktivitas yang tidak dapat lepas
dari kondisi behavior Wajib Pajak”. Faktor yang bersifat emosional akan selalu menyertai
pemenuhan kewajiban perpajakan. Permasalahan tersebut berakar pada kondisi membayar
pajak adalah suatu pengorbanan yang dilakukan warga negara dengan menyerahkan sebagian
hartanya kepada negara dengan sukarela, tentunya ini menjadi suatu hal yang memerlukan
kesukarelaan yang luar biasa dari masyarakat dalam usahanya rnemenuhi kewajiban
perpajakannya.
Usaha yang dilakukan Wajib Pajak untuk meloloskan diri dari pajak merupakan usaha
yang disebut perlawanan terhadap pajak. Usaha tidak membayar pajak atau memanipulasi
jumlah pajak maupun meminimalisasikan jumlah pajak yang harus dibayar tentunya menjadi
hambatan dalam pemungutan pajak.
Perlawanan terhadap pajak akan memengaruhi jumlah penerimaan negara dari sektor
pajak. Berbagai bentuk perlawanan sebagai bentuk reaksi ketidakcocokan ataupun
ketidakpuasan terhadap diberlakukannya pajak. sering kali diwujudkan dalam bentuk
perlawanan pasif dan perlawanan aktif.
a) Perlawanan pasif, merupakan kondisi yang mempersulit pemungutan pajak yang
timbul dari kondisi struktur perekonomian, kondisi sosial masyarakat, perkembangan
intelektual penduduk, moral warga masyarakat, dan tentunya sistem pemungutan
pajak itu sendiri.
b) Perlawanan aktif, meliputi usaha masyarakan untuk menghindari, menyelundupkan,
memanipulasi, melalaikan, dan meloloskan pajak yang langsung ditujukan kepada
fiskus.
Merupakan suatu kenyataan dan pengalaman di beberapa negara bahwa perlawanan pasif
tidak begitu kuat terhadap pajak tidak langsung daripada terhadap pajak langsung. Itulah
sebabnya mengapa pada umumnya kebanyakan negara cenderung untuk mengadakan pajak
tak langsung. Sebaliknya suatu kecerdasan, suatu pengertian yang jelas mengenai tugas
kewajiban terhadap negara dan keharusan membayar pajak, juga perasaan mendalam
mengenai solidaritas nasional pada penduduk, akan mengurangi perlawanan pasif. Pada
Negara-negara berkembang, seperti Indonesia, Perlawanan Aktif lah yang lebih dominan
terjadi.
Perlawanan Aktif ini dilakukan mulai dari menghindari, menyelundupkan, memanipulasi,
melalaikan, dan meloloskan pajak. Menghindari membayar pajak dilakukan dengan tidak
melakukan hal-hal yang berhubungan dengan pengenaan pajak. Penghindaran pajak ini
menyebabkan permintaan akan barang yang dikenakan pajak berkurang, yang berakibat
meningkatnya penabungan, atau bertambahnya permintaan akan barang lain dan sekaligus
terjadi penambahan dalam produksi barang terakhir dan berkurangnya barang-barang yang
dikenakan pajak berat.
Penyeludupan pajak adalah usaha aktif Wajib Pajak dalam hal mengurangi, menghapus,
manipulasi ilegal terhadap utang pajak atau meloloskan diri untuk tidak membayar pajak
sebagaimana yang telah terutang menurut aturan perundangundangan. Melalaikan pajak
menurut R. Santoso Brotodihardjo merupakan upaya menolak untuk membayar pajak yang
telah ditetapkan dan menolak memenuhi formalitas-formalitas yang harus dipenuhinya.
Dalam Pelaksanaan Pengampunan Pajak di Indonesia sendiri masih banyak hambatan-
hambatan yang terjadi. ada tiga faktor utama yang menghambat pelaksanaan pengampunan
pajak di Indonesia, yaitu:
a) Masih Awamnya pengetahuna WP terhadap perundang-undangan Perpajakan.
Ketidaktahuan mengenai perundang-undangan perpajakan merupakan suatu hambatan
yang sering dihadapi oleh fiskus, sebagai aparat pelaksanan Pengampunan Pajak, hal
ini disebabkan oleh masih tidak pro aktifnya Wajib Pajak atau masih kurangnya
kesadaran Wajib Pajak untuk mencari tahu mengenai perkembangan hukum pajak
yang berlaku di Indonesia, yang pada akhirnya dapat memberikan dampak negatif
terhadap pelaksanaan Pengampunan Pajak.
b) Kurangnya sosialisasi dari fiskus juga merupakan penghambat yang sangat mendasar.
pada pelaksanaan Pengampunan Pajak tahun 2008, DJP baru mulai melakukan
sosialisasi pada bulan Juli 2008, padahal seharusnya sosialisasi dilakukan segera
pada saat Kebijakan Pengampunan Pajak diterbitkan, yaitu pada bulan Januari 2008.
c) WP cenderung memanfaatkan kebijakan pengampunan pada hari-hari terakhir
Pengampunan Pajak. masih berkaca pada tahun 2008, WP membeludak pada hari-hari
terakhir pengampunan pajak, hal ini tentu menjadi salah satu penghambat dalam
pelaksanaan pengampnan Pajak, karena jumlah fiskus yang melayani WP tidak
sebanding dengan jumlah WP yang sangat banyak.
4. Upaya-upaya untuk Mengatasi Hambatan dalam Pelaksanaan Pengampunan Pajak
Dari hambatan-hambatan yang timbul selama pelaksanaan program Pengampunan Pajak
di atas, maka fiskus diharuskan memberikan jalan keluar terhadap hambatan-hambatan
tersebut, karena fiskus merupakan aparatur pemerintah yang terdepan dalam pemberian
pelayanan kepada Wajib Pajak terhadap pelaksanaan program Pengampunan Pajak, dari
beberapa hambatan-hambatan yang telah disebutkan diatas Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Medan Polonia memiliki upaya untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut. Jika berkaca
dari pelaksanaan Pengampunan Pajak tahun 2008 silam, ada beberapa hal yang dapat
dilakukan fiskus, yaitu:
a) Memberikan himbauan (tertulis) kepada Wajib Pajak untuk memanfaatkan kebijakan
Pengampunan Pajak. hal ini dapat berupa selebaran-selebaran, Short Message Service
(SMS) maupun baliho-baliho yang menjelaskan kebijakan Pengampunan Pajak, atau
yang paling modern adalah iklan pada siaran televisi yang terbukti sangat efektif
untuk memberi informasi kepada masyarakat.
b) Memberikan pelayanan yang cepat agar menarik Wajib Pajak. Siapa yang suka
berlama-lama menunggu? Pelayanan yang cepat merupakan magnet untuk menarik
WP. hal ini merupakan titik vital dalam pelaksanaan birokrasi Indonesia yang sering
dianggap lambat oleh masyarakat. Fiskus harus mengubah imej tersebut dan menarik
sebanyak-banyaknya WP untuk mendaftar.
c) menurut saya, ada satu lagi yang perlu dilakukan fiskus untuk menarik WP. fiskus
dapat memberikan apresiasi kepada WP yang telah memanfaatkan kebijakan
Pengampunan Pajak. misalnya dengan memberi Bingkisan kepada WP setelah proses
selesai. Dengan hal tersebut diharapkan WP akan merasa lebih dihargai dan bukan
tidak mungkin akan ikut merekomendasi lingkungan sekitarnya, agar ikut
memanfaatkan kebijakan Pengampunan Pajak.
BAB III
KESIMPULAN
1. Pengampunan Pajak kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah (fiskus) yang berbentuk
pengurangan atau penghapusan Sanksi Pajak dari Wajib Pajak (WP). Pengampunan Pajak
dibagi menjadi 2 yaitu: 1) Soft Tax Amnesty, yang mengurangi atau menghapuskan
sanksi administratif bidang perpajakan; dan 2) Hard Tax Amnesty, yang mengurangi atau
menghapuskan sanksi Pidana bidang perpajakan.
2. Untuk mendapatkan manfaat dari Pengampunan Pajak bagi WP yang sudah memiliki
NPWP adalah dengan Mengisi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) benar,
lengkap, dan jelas. Sedangkan bagi WP yang belum memiliki NPWP adalah dengan
mendaftar ke Kantor Pajak wilayah WP dan Mengisi Surat Pemberitahuan Pajak
Terutang (SPPT) benar, lengkap, dan jelas.
3. Hambatan-Hambatan yang ada dalam pelaksanaan Pengampunan Pajak ada 3, yaitu
1) kurangnya pengetahuan WP tentang perundang-undangan Perpajakan; 2) kurangnya
soialisasi yang dilakukan oleh fiskus; dan 3) kecenderungan WP untuk memanfaatkan
pengampunan pajak pada hari-hari terakhir kebijakan tersebut.
4. Upaya-Upaya yang dapat dilakukan fiskus dalam mengatasi hambatan pelaksanaan
Pengampunan Pajak ada 3, yaitu: 1) memberikan himbauan tertulis melalui selebaran,
baliho, SMS, atau iklan pada siaran di televisi; 2) Pelayanan yang harus dipercepat; dan
3) memberikan apresiasi kepada WP yang telah memanfaatkan fasilitas Pengampunan
Pajak.