tbr mg

4
Identifikasi LRP4 sebagai reseptor MuSK-agrin pada jaringan otot memungkinkan adanya antibodi yang menyerang membran protein tersebut sehingga timbul miastenia gravis. Pada hampir 80% pasien MG, penyakitnya dimediasi oleh autoantibodi yang melawan AchR. Antibodi tersebut menurunkan jumlah reseptor asetilkolin yang fungsional pada end plate serat otot dengan meningkatkan degradasi, yang diinduksi oleh kerusakan yang dimediasi oleh aktivitas komplemen ke serat otot dan memblok ikatan asetilkolin dengan reseptornya. Namun hampir 50% pasien MG tidak terdeteksi antibodi AchR dalam tubuhnya, namun terdeteksi adanya autoantibodi yang melawan MuSK. MuSK merupakan protein yang terdapat pada neuromuskular junction dan berperan dalam pembentukan agrin, pemeliharaan dan regenerasi postsinaps, termasuk agregasi AchR dan beberapa protein. Adanya autoantibodi MuSK menghambat agregasi AchR melalui agrin dan menurunkan ekspresi Achr pada sel, dan meningkatkan (upregulasi) beberapa protein, yang mengindikasikan atrofi otot (Pevzner, 2012). Namun hampir 10% pasien dengan MG generalisata tidak ditemukan adanya antibodi Musk maupun Achr. Hampir 66% dari pasien tersebut juga memiliki titer yang rendah terhadapa afinitas rendah antibodi achr. Beberapa bukti menemukan bahwa pada pasien dengan double seronegatif tersebut kelemahan ototnya disebabkan oleh autoantibodis patogen. Namun pada tahun 2011 telah teridentifikasi lipoprotein receptor related protein 4 (LRP4) sebagai reseptor agrin di otot skeletal. LRP4 terkonsentrasi di neuromuscular junction, berikatan dengan agrin, berinteraksi dengan MuSK, dan penting dalam pembentukan spesialisasi sinaps di neuromuskular junction, termasuk agregasi AchR, sehingga merupakan autoantibodi yang berpotensi dalam MG dengan double seronegatif (Pevzner, 2012). Pasien dengan LRP4 positif menunjukkan adanya hambatan agregari Achr yang berkaitand engan agrin di mitube, menunjukkan adanya peran patogenik mengenai disfungsi neuromuskular end plate. Hasil ini menunjukkan bahwa LRP4 merupakan auto antigen ke-3 yang ada pasien MG, dan kemungkinan patogenitas dari autoantibodi LRP4. Penelitian lebih lanjut harus dilakukan (Nagaishi, 2013). Penelitian menunjukkan bahwa LRP4 merupakan target autoantibodi dan dapat dijadikan sebagai marker dalam diagnosis pasie MG dengan seronegatif

Upload: copacop

Post on 09-Dec-2015

224 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

miasthenia journal reading

TRANSCRIPT

Page 1: TBR MG

Identifikasi LRP4 sebagai reseptor MuSK-agrin pada jaringan otot memungkinkan adanya antibodi yang menyerang membran protein tersebut sehingga timbul miastenia gravis.

Pada hampir 80% pasien MG, penyakitnya dimediasi oleh autoantibodi yang melawan AchR. Antibodi tersebut menurunkan jumlah reseptor asetilkolin yang fungsional pada end plate serat otot dengan meningkatkan degradasi, yang diinduksi oleh kerusakan yang dimediasi oleh aktivitas komplemen ke serat otot dan memblok ikatan asetilkolin dengan reseptornya. Namun hampir 50% pasien MG tidak terdeteksi antibodi AchR dalam tubuhnya, namun terdeteksi adanya autoantibodi yang melawan MuSK. MuSK merupakan protein yang terdapat pada neuromuskular junction dan berperan dalam pembentukan agrin, pemeliharaan dan regenerasi postsinaps, termasuk agregasi AchR dan beberapa protein. Adanya autoantibodi MuSK menghambat agregasi AchR melalui agrin dan menurunkan ekspresi Achr pada sel, dan meningkatkan (upregulasi) beberapa protein, yang mengindikasikan atrofi otot (Pevzner, 2012).

Namun hampir 10% pasien dengan MG generalisata tidak ditemukan adanya antibodi Musk maupun Achr. Hampir 66% dari pasien tersebut juga memiliki titer yang rendah terhadapa afinitas rendah antibodi achr. Beberapa bukti menemukan bahwa pada pasien dengan double seronegatif tersebut kelemahan ototnya disebabkan oleh autoantibodis patogen. Namun pada tahun 2011 telah teridentifikasi lipoprotein receptor related protein 4 (LRP4) sebagai reseptor agrin di otot skeletal. LRP4 terkonsentrasi di neuromuscular junction, berikatan dengan agrin, berinteraksi dengan MuSK, dan penting dalam pembentukan spesialisasi sinaps di neuromuskular junction, termasuk agregasi AchR, sehingga merupakan autoantibodi yang berpotensi dalam MG dengan double seronegatif (Pevzner, 2012). Pasien dengan LRP4 positif menunjukkan adanya hambatan agregari Achr yang berkaitand engan agrin di mitube, menunjukkan adanya peran patogenik mengenai disfungsi neuromuskular end plate. Hasil ini menunjukkan bahwa LRP4 merupakan auto antigen ke-3 yang ada pasien MG, dan kemungkinan patogenitas dari autoantibodi LRP4. Penelitian lebih lanjut harus dilakukan (Nagaishi, 2013). Penelitian menunjukkan bahwa LRP4 merupakan target autoantibodi dan dapat dijadikan sebagai marker dalam diagnosis pasie MG dengan seronegatif

Pada tahun 2001, Hoch dkk. melaporkan bahwa proporsi pasien MG AchR-Ab-negatif memiliki antibodi IgG serum terhadap Musk, memunculkan cahaya baru pada patogenesis penyakit. Ide ini baru-baru ini didukung oleh banyak studi klinis, termasuk sindrom miastenia neonatal dan model hewan penelitian. Pada tahun 2011, autoantibodi terhadap protein-reseptor terkait low-density lipoprotein 4 (Lrp4) yang diidentifikasi pada pasien MG Jepang dan, setelah itu, telah dilaporkan di Jerman dan Amerika Serikat.

Hasil pemeriksaan autoantibosi AchR pada 50% pasien okular MG dan 10-15% dengan MG generalisata menunjukkan hasil negatif. Beberapa pasien dengan seronegative memiliki antibodi dengan afinitas rendah sehingga tidak dapat terdeteksi dengan pemeriksaan standar. Penelitian yang telah dilakukan di Inggris dapat mendeteksi antibodi AchR dengan imunofluoresen, namun metode ini belum dikenalkan secara komersial, dan tidak tersedia untuk tujuan diagnostik (Sieb, 2013).

Namun, dewasa ini, pasien dengan seronegatif dikatakan bahwa kelemahan miasteniknya didapatkan akibat proses langsung pada target postsinap yang berbeda. Antibodi MuSK ditemukan pada 40% pasien seronegatif dengan MG generalisata, dan beberapa juga ditemukan antibodi LRP4.

Page 2: TBR MG

MuSK dan LRP4 tidak secara langsung terlibat dalam transmisi neuromuskular, tetapi pada maturasi end plate. Membran LRP4 merupakan reseptor glikoprotein agrin, yang dilepaskan oleh saraf terminal. Perlekatan agrin pada LRP4 nantinya akan menstimulasi miotube untuk membentuk AChR melalui rapsyn. Sedangkan MuSK terlibat dalam proses sinyal sel (Sieb, 2013)..

ANTI MUSK

MuSK merupakan suatu protein postsinaps dengan aktivitas protein kinase, yang diaktivasi oleh agrin , melalui LRP4 dan berkoordinasi dengan Dok-7 untuk inisiasi pengelompokan AchR pada puncak lipatan junctional.Antibodi MuSK predominan subkelas dari IgG4 (Engel, 2014), berbeda dengan antibodi AchR yang merupakan subkelas dari IgG1 dan IgG3. Pasien MG tipe ini tidak ditemukan adanya bukti hilangnya lipatan junction dan densitas AchR, dan tidak ada kaitannya dengan komplemen, seperti yang terjadi pada antibodi AchR, sehingga menunjukkan kemungkinan adanya perbedaan etiologi dan patologi. Antibodi anti MuSK mungkin mengganggu kaskade sinyal agrin-MuSK yang berakhir pada pembentukan kluster AchR-raspin (Sieb, 2013).

Beberapa perbedaan klinis pasien MG dapat terlihat pada pasien dengan antibodi anti MuSK (+) dan antibodi anti AchR (+). Antibodi anti MuSK (+) dapat ditemukan pada pasien MG wanita usia pertengahan. Manifestasi klinis lebih dominan kelemahan pada orofaring, wajah, leher, dan otot pernapasan. Antibodi MuSK tidak ditemukan pada MG okular murni. Resiko terjadinya krisis miastenia juga lebih besar pada kelompok ini dan kemungkinan terjadi remisi lengkap lebih rendah daripada MG dengan antibodi anti AchR (+). Pada akhir periode observasi sebuah penelitian, sebagian besar pasien, meskipun membaik, namun masih terdapat gejala, bahkan berkembang menjadi kelemahan wajah dan faring yang permanen dengan beberapa atrofi otot-otot wajah (Evoli, 2003).

Pemeriksaan paling sensitif untuk tipe ini adalah dengan menggunakan EMG, sedangkan tes Tensilon tidak berguna karena tidak sensitif terhadap kolinergik, begitu juga dengan tes Piridostigmin (Sieb, 2013). Asetilkolin inhibitor kadang ditoleransi buruk akibat kram otot. Timus pada pasien ini juga normal dan tidak menunjukkan perubahan yang banyak seperti yang dapat diobservasi pada pasien anti AchR, sehingga terapi timektomi juga tidak direkomendasikan pada pasien ini. Terapi dengan antibodi anti C20, rituximab, terkadang menghasilkan efek yang sangat bagus. Pemberian aferesis dan imunoglobulin intravena digunakan dalam exaserbasi MG yang berat (Sieb, 2013).

PILIHAN TERAPI

Terapi miastenia gravis didasarkan pada 4 opsi yang berbeda, dimana membutuhkan waktu yang berbeda dalam peningkatan kekuatan otot, yaitu (Sieb, 2013):

a. Peningkatan transmisi neuromuskular dengan asetilkolinesterase inhibitor, seperti piridostigminb. Terapi untuk eksaserbasi akut, yaiut plasmaferesis, imunoadsorption, imunoglobulin intravenac. Imunosupresid. Timektomi

Page 3: TBR MG

Pevzner A, Schoser B, Peters K et al. Anti-LRP4 autoantibodies in AChR- and MuSK-antibody-negative myasthenia gravis. J Neurol 2012; 259:427–35.

Evoli, A., Pietro A., Luca P., Mauro L., Flavia S., Anna P., Mariapola M., and Emanuela B. 2003. Clinical correlates with anti-MuSK antibodies in generalized seronegative myasthenia gravis. Brain. 126: 2304-2311

Nagaishi, A., Sakai W., and Motomura M. 2013. Novel Autoantibodies in Myasthenia Gravis. Nihon Rinsho: 71(5): 876-880

Penyakit autoimun terkait seperti rheumatoid artritis, lupus eritematosa sistemik,, dana anemina persiosa terjadi pada 5% pasien. Penyakit tiroid terjadi sekitar 10%, yang berkaitan dengan antibodi antitiroid. Sebanyak 10-15% pasien MG mengalami timoma, yang bisanya merupakan tumor jinak, dan hiperplasia limfoid dengan proliferasi pusat germinal pada 50-70%.