teknologi multibeam echosounder untuk survei hidrografi kajian alki
TRANSCRIPT
1
SURVEI HIDROGRAFI UNTUK KAJIAN ALKI
DI PERAIRAN LAUT JAWA
Teguh Fayakun Alif, ST
Pusat Pemetaan Dasar Kelautan dan Kedirgantaraan (PDKK) – BAKOSURTANAL
Jl.Raya Jakarta Bogor Km 46 Cibinong, Bogor 16911
Telp. 081394910736 / 021 – 87901255
Email : [email protected]
Intisari
ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) merupakan konsensus yang ditetapkan pada Peraturan Pemerintah no 37 tahun 2002, dengan membagi wilayah Indonesia untuk dilewati oleh 3 jalur ALKI. Seiring berjalannya waktu, terdapat wacana dalam suatu forum diskusi antar instansi pemerintah dan nara sumber ahli hukum laut Indonesia untuk melengkapi Alur Laut Kepulauan Indonesia dengan jalur baru, yang menghubungkan ALKI I dan ALKI II melalui perairan laut Jawa. Oleh karena itu dalam rangka mengkaji, layak tidaknya jalur ALKI baru tersebut diperlukan antara lain data Batimethri yang diperoleh dari Survei Hidrografi.
Maka pada paper ini akan menjelaskan Survei Hidrografi menggunakan multibeam echosounder dalam kaitannya untuk mengetahui potensi jalur ALKI baru di perairan Laut Jawa.
Kata kunci : ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia), Survei Hidrografi, Data batimetri.
Pengantar
Indonesia memiliki kekhasan yang tidak dimiliki negara lain terkait dengan
posisinya yang strategis. Dengan Jumlah pulau lebih dari 17.000*) dan wilayahnya
secara umum kurang lebih 70% terdiri dari lautan. Sebagai negara kepulauan,
Pemerintah Indonesia pada tahun 1985 telah meratifikasi konvensi Hukum Laut
Internasional, UNCLOS (United Nations Covention on the Law of the Sea). Dengan
diakuinya Indonesia sebagai negara kepulauan yang utuh sesuai pada Bab IV UNCLOS
1982, tentang Prinsip-prinsip dan ketentuan Hukum Internasional yang melandasi suatu
negara kepulauan dipandang sebagai sesuatu kesatuan wilayah negara yang utuh, maka
berdasarkan UNCLOS 1982 pasal 53 ayat 9 UNCLOS 1982, yang isinya ‘’..dalam
menentukan atau mengganti skema pemisah lalu lintas, suatu negara kepulauan harus
*) Sampai saat ini sedang dilaksanakan verikasi penamaan rupabumi yang sementara ini diperoleh hasil
verifikasi yaitu 13.418 pulau yang bernama. Hasil ini merupakan kerja tim verifikasi antar instansi ;
Bakosurtanal, Depdagri,Dishidros, DKP,dan Pemda.
2
mengajukan usul kepada organisasi internasional yang berwenang dengan maksud
untuk diterima..’’. Sesuai dengan ketentuan itu, Indonesia mempunyai kewajiban untuk
menyediakan jalur ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia)
Pemerintah Indonesia mengajukan rencana 3 jalur ALKI yang diajukan ke IMO
(International Maritim Organization). Melalui sidang Maritime Safety Commitee ke-69
(MSC-69) pada tanggal 19 Mei 1998 akhirnya rencana ini akhirnya diterima oleh IMO.
Implementasinya ditetapkanlah Peraturan pemerintah no 37 tahun 2002, yang isinya
memberikan kepastian hukum penetapan ALKI menjadi 3 jalur (lihat gambar 1), yaitu ;
ALKI I : Selat Sunda, Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina Selatan
ALKI II : Selat Lombok, Selat Makassar, dan Laut Sulawesi
ALKI III-A : Laut Sawu, Selat Ombai, Laut Banda (Barat Pulau Buru)-Laut Seram
(Timur Pulau Mongole) - Laut Maluku, Samudera Pasifik
ALKI III-B : Laut Timor, Selat Leti, Laut Banda, (Barat Pulau Buru) ke ALKI III-A
ALKI III-C : Laut Arafuru, Laut Banda terus ke utara ke utara ke ALKI III-A
Gambar 1. Peta Jalur ALKI
Dengan berjalannya waktu, terdapat wacana pada suatu diskusi antar instansi dengan
nara sumber ahli hukum laut Indonesia untuk membuat jalur ALKI baru yang
menghubungkan antara jalur ALKI I dan ALKI II yang melintasi perairan laut Jawa.
Dan salah satu tugas Pusat Pemetaan Dasar Kelautan dan Kedirgantaraan - Bakosurtanal
yaitu menyediakan data-data dasar kelautan Indonesia. Oleh karena itu untuk
3
mendukung Kajian ALKI di perairan Laut Jawa maka dilakukan Survei Hidrografi
denga titik berat mendapatkan data batimetri. Survei dilaksanakan dengan kapal Baruna
Jaya VIII yang dikelola P2O LIPI, pada 7 – 27 agustus 2009. Survei dilakukan
berdasar jalur yang telah ditetapkan (gambar 2 ).
Gambar 2. Jalur Survei Hidrografi untuk Kajian ALKI
Pelaksaan Survei
Lokasi survei telah direncakan berdasarkan hasil Desktop Study dari data-data
penunjang. Survei akan di mulai dari pelabuhan Muara Baru, Jakarta Utara. Kemudian
kapal diarahkan menuju ke arah utara, memasuki jalur ALKI I hingga titik paling barat
rencana survei. Setelah itu lintasan kapal akan dibelokkan ke timur hinnga
terkoneksikan dengan jalur ALKI II. Pada pengukuran pertama ini line survei yang
diambil merupakan centerline dan sepanjang center line ini diambil juga CTD sebanyak
24 kali pada posisi yang berbeda sesuai dengan panjang jalur survei. Setelah melintas
hingga batas paling timur, survei diarahkan ke arah barat dengan metode pengukuran
per blok dengan jumlah 13 blok.
4
Wahana dan Peralatan
Untuk melakukan survey hidrografi ini menggunakan wahana Kapal Baruna Jaya VIII,
yang dikelola oleh P2O LIPI dan dilengkapi dengan peralatan seismik refleksi
multichannel, magnetik, batimetri, CTD, dan coring.
Gambar 3. Kapal Riset Baruna Jaya VIII yang dikelola P2O LIPI digunakan untuk survei
batimetri dengan Multibeam Echosounder
Metode Survei
Posisi dan Navigasi
Penentuan posisi dengan menggunakan Trimble DSM 132 dan sistem koreksi dari
satelit menggunakan OmniStar dengan ketelitian submeter atau kurang dari 1 meter,
yang menghasilkan akurasi penentuan posisi yang cukup baik dalam melakukan survei
Hidrografi.
Gambar 4. Trimble DSM 132 dan Omnistar Differential
.
5
Batimetri
Alat yang digunakan untuk mengambil data kedalaman yaitu, SIMRAD EM 1002 yang
merupakan multibeam echo sounder untuk laut dangkal (kurang dari 1000 meter).
SIMRAD EM 1002 ini digunakan untuk pemetaan batimetri dasar samudera yang
akurat. Komponen dasar dari sistem ini adalah terdapatnya 2 susunan tranduser yang
berupa garis dengan konfigurasi mills cross dengan pengirim dan penerima sinyal yang
terpisah. Lebar pemancaran beam adalah 150º melintang pada lintasan survei, dan 2º
sejajar sepanjang lintasan (gambar 5).
Untuk pengukuran kedalaman, dari setiap ping 111 nilai kedalaman yang diterima tegak
lurus pada lintasan. Dengan menggunakan 2 kali jarak waktu pulang pergi dan setiap
beam akan mengenali setiap beamnya, dan dimasukan kedalam perhitungan dimana
sinyal dikalibrasi dengan cepat rambat suara pada kolom air sehingga kedalaman bisa
dihitung.
Gambar 5. Gambaran sapuan beam pada SIMRAD EM-1002
Data mentah dari SIMRAD EM-1002 secara langsung dapat diproses on board di Kapal
Baruna Jaya VIII. Dalam memproses data multibeam dibutuhkan dua tahap proses,
yaitu: berorientasi pada profil dan berorintasi pada area. Pada proses orientasi profil
data EM-1002 terdiri dari pengecekan data navigasi, interpolasi nilai navigasi yang
hilang, kalkulasi kolom air dan posisi footprint dari beam dengan menelusuri jalur
melalui kolom air yang ditarik ke profil cepat rambat suara, dan menghilangkan data
titik poin yang salah. Prosesing data didasarkan pada area terdiri dari kalkulasi dari
digital terrain model (DTM) dan visualisasi berbagai macam data. Data multibeam
6
secara terus menerus disimpan dalam workstation dan disimpan dalam format data yang
spesifik.
Gambar 6. Multibeam Echosounder SIMRAD EM-1002
Alat SIMRAD Multibeam EM1002 (gambar 6) sebelum dilakukan survei perlu untuk
dikalibrasi. Dalam setiap survei batimetri diawali dengan melakukan kalibrasi ulang
peralatan dengan maksud untuk melakukan koreksi terhadap efek dari roll, pitch, gyro,
koreksi time delay dan profil kecepatan suara (sound velocity) terhadap sistim akuisisi
multibeam.
Hasil Survei Hidrografi
Pelaksanaan survey dilakukan dengan melakukan pengukuran ALKI I hingga connect
ke ALKI II. Metode pengukuran per blok dengan jumlah 13 blok, hal ini dikarenakan
adanya perbedaan kedalaman sepanjang jalur survey yang kaitannya dengan pengaturan
setting beam echosunder multibeam dan kemudahan pengolahan data dalam melakukan
koreksi SVP dan pasut. Survei Alur Laut Kepulauan Indonesia ini, secara keseluruhan
panjangnya 3840 mil laut, dengan kecepatan kapal 8 knot.
Gambar 7. Lokasi penurunan CTD dan lintasan kalibrasi peralatan multibeam Simrad EM1002
7
Sebagai catatan, pada pengukuran pertama dari timur ke barat line survei yang diambil
merupakan center line dan sepanjang center line ini diambil juga CTD sebanyak 24 kali
pada posisi yang berbeda sesuai dengan panjang jalur survei. Dalam kegiatan ALKI di
perairan Laut Jawa hanya dilakukan kalibrasi sound velocity di utara Pulau Kangean,
pada tanggal 13 Agustus 2009 (116.48887°– 116.49695° BT & 6.25297°– 6.26071°LS)
dengan menggunakan peralatan CTD SBE Seabird 911plus. Kalibrasi dilakukan pada 1
lintasan sepanjang 1 Km dan area coverage 260m (gambar 7)
Spesifikasi peralatan SIMRAD Multibeam EM1002 seperti berikut.
Jenis : Multibeam, 111 beams, Hull Mounted Transducer
Frekuensi : 95 kHz
Kedalaman : 3 – 1000 meter
Lingkupan : lebih dari 7.4 x kedalaman target
Software : - Data Logging : Seafloor Information System
- Post Processing : Neptune for Windows
- Processing : CFLOOR 6.3
Hasil Kalibrasi
Nilai kalibrasi sound velocity dengan CTD didapat lihat gambar 8. Kalibrasi multibeam
menggunakan piranti lunak pengolah data terhadap beberapa parameter antara lain Roll
offset memberikan nilai -0.054° (gambar 9), kemudian Pitch offset sebesar 1.549°
(gambar 10), time delay sebesar -1.914 detik (gambar 11), sedangkan kalibrasi terhadap
compass offset sebesar -1.7°(gambar 12).
Gambar 8. Hasil kalibrasi terhadap profil Sound Velocity
8
Gambar 9. Hasil kalibrasi Roll
Gambar 10. Hasil kalibrasi Pitch
Gambar 11. Hasil kalibrasi time delay
Gambar 12. Hasil kalibrasi Compass
9
Proses Koreksi Data
Koreksi posisi dan pasang surut dilakukan dengan menggunakan software Neptune.
Data terkoreksi keluaran Neptune adalah data dengan format binary simrad (*.xyz).
Data ini yang digunakan untuk proses data dengan menggunakan software CFloor.
Proses data adalah mengoreksi data dari noise menggunakan metode matematik filter.
Yaitu untuk memfilter data hasil survei dari noise yang ditimbulkan yang tidak
diinginkan maka digunakan methode matematik menggunakan dasar variasi noise.
Adapun parameter yang dimasukkan pada proses filtering ini adalah nilai STD (standar
deviasi) dimana semakin besar nilai STD maka semakin besar variasi noise
sebaliknyabila nilai STD diperkecil maka variasi variasi noise juga akan mengecil.
Gambar 13. Data survei yang terkoreksi / noise dapat dilihat dari perbedaan warna
Koreksi data dilakukan dengan membuat memasukkan nilai STD yang diinginkan,
sehingga dapat dilihat pada gambar 10, bahwa perbedaan warna menunjukkan noise
diwakili oleh data warna kuning, sedangkan data yang sudah di filter dan nantinya dapat
digunakan berwarna merah.
Hasil Pengukuran Multibeam Echosounder
Pada saat pengolahan, data dibagi lagi menjadi 25 blok.Hal ini dikarenakan adanya
perbedaan kedalaman sepanjang jalur survei dan memudahkan pengolahan data dalam
melakukan koreksi SVP dan pasut. Survei Hidrografi dilakukan untuk menyapu area
sepanjang line survei, mulai dari ujung point yang paling timur (06° 21' 46" S ; 116° 56'
14"BT) hingga konek dengan ujung point paling barat (04° 26' 9" S ; 108° 20' 7"BT).
Salah satu contoh data blok I hasil pengolahan dengan Cfloor (gambar 14)
10
Gambar 14. Hasil Pengukuran Bathimetri pada blok I ujung paling timur
Kesimpulan
Survei ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) di perairan Laut Jawa telah dilaksanakan dengan menggunakan Kapal Riset Baruna Jaya VIII pada tanggal 07 sampai dengan 27 Agustus 2009. Berdasarkan data hasil survei dan analisanya, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
• Dari survey Hidrografi didapatkan data topografi kedalaman dengan panjang
jalur 530 nautical Mil = 936 Km, yang menghubungkan antara Jalur ALKI I dan
Jalur ALKI II dengan cakupan data survey Hidrografi rata-rata 1 nautical Mil =
1,852 Km.
• Dari hasil survey terdapat variasi kedalaman sepanjang jalur survey ALKI, di
wilayah barat dekat jalur ALKI I kedalaman antara 35 – 45 m, sekitar area
tengah daerah survey utara jawa tengah kedalaman antara 50 – 60 m, sedangkan
di wilayah timur dekat jalur ALKI II kedalaman antara 60 – 600 m.
• Terdapat anomali kedalaman pada area di sekitar utara Pulau Bawean, menurut
data peta navigasi DISHIDROS terdapat gugusan karang di wilayah tersebut dan
hal tersebut sama persis dengan data hasil survey yang menunjukan potensi
terdapat gugusan karang dengan kedalaman paling dangkal hanya 14 m.
11
Saran-saran
Sebagai tindak lanjut dari hasil survei ini, dapat disarankan:
• Diperlukan survei lebih lanjut pada daerah gugusan karang di utara Pulau
Bawean karena ditemukan topografi bukit dalam laut dengan kedalaman
hanya 14 m.
• Dengan data yang didapat dari survei dapat digunakan untuk updating peta
navigasi keselamatan pelayaran di sekitar perairan Laut Jawa.
• Sebelum survei diperlukan koordinasi teknis lebih lanjut dengan crew survei
dai P2O LIPI mengenai rencana kerja agar dapat mengoptimalisasi data
bathimetri yang diinginkan.
Daftar Pustaka
IHO,(2002), IHO standards, for Hydrographic Surveys 4th Edition, Special
Publication No 44.
BAKOSURTANAL, (2004), NPPSS Survei Hidrografi.
Pusat Pemetaan Dasar Kelautan dan Kedirgantaraan-Bakosurtanal, (2009),
Laporan Survei Hidrografi untuk Kajian ALKI di perairan Laut Jawa.
UNCLOS 1982, Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Hukum Laut,
Departemen Luar Negeri, Direktorat Perjanjian Internasional, Jakarta 24
November 1983.
PP No 37 tahun 2008, Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No 38 thn
2002, Tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan
Indonesia.