teknologi pencelupan tekstil tanpa medium air

14
Teknologi Pencelupan Bahan Tekstil Tanpa Air Media Karbondioksida Superkritik Industri penyempurnaan tekstil menggunakan banyak air dalam proses produksinya. Air terutama dipakai sebagai media pelarut dan transfer zat-zat kimia yang akan diaplikasikan pada bahan tekstil dan juga digunakan dalam jumlah besar di akhir proses untuk menghilangkan sisa-sisa zat kimia maupun zat warna yang tertinggal pada bahan. Proses penyempurnaan tekstil menghabiskan sekitar 50 - 240 liter air per kg bahan tergantung jenis serat, jenis proses yang dikerjakan, dan mesin yang digunakan berikut tingkat efisiensinya 1 . Ini kurang lebih setara dengan 6-7% biaya total produksi, meliputi biaya penyediaan air proses dan pengolahan limbah (termasuk pemakaian kembali dan daur-ulang), dan diperkirakan akan terus meningkat dengan semakin berkurangnya ketersediaan air dan ketatnya peraturan-peraturan lingkungan. Pengembangan mesin-mesin pencelupan baru yang memungkinkan konsumsi air hingga minimum masih belum memberikan solusi efektif karena bagaimanapun masih memerlukan air dalam jumlah besar di tahap akhir proses, yaitu untuk pembilasan dan pencucian(washing-off). Pada sekitar tahun 1970 – 1980-an solvent dyeing sempat menarik perhatian besar dari kalangan industri maupun akademia di bidang pencelupan. 2-4 Solvent dyeing adalah metoda pencelupan serat-serat sintetik, terutama poliester, dengan menggunakan pelarut organik. Dua di antaranya yang banyak diteliti untuk

Upload: abdul-rohman-heryadi

Post on 25-Jun-2015

328 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Teknologi Pencelupan Tekstil Tanpa Medium Air

Teknologi Pencelupan Bahan Tekstil Tanpa Air

Media Karbondioksida Superkritik

Industri penyempurnaan tekstil menggunakan banyak air dalam proses produksinya. Air terutama dipakai sebagai media pelarut dan transfer zat-zat kimia yang akan diaplikasikan pada bahan tekstil dan juga digunakan dalam jumlah besar di akhir proses untuk menghilangkan sisa-sisa zat kimia maupun zat warna yang tertinggal pada bahan. Proses penyempurnaan tekstil menghabiskan sekitar 50 - 240 liter air per kg bahan tergantung jenis serat, jenis proses yang dikerjakan, dan mesin yang digunakan berikut tingkat efisiensinya1. Ini kurang lebih setara dengan 6-7% biaya total produksi, meliputi biaya penyediaan air proses dan pengolahan limbah (termasuk pemakaian kembali dan daur-ulang), dan diperkirakan akan terus meningkat dengan semakin berkurangnya ketersediaan air dan ketatnya peraturan-peraturan lingkungan.

Pengembangan mesin-mesin pencelupan baru yang memungkinkan konsumsi air hingga minimum masih belum memberikan solusi efektif karena bagaimanapun masih memerlukan air dalam jumlah besar di tahap akhir proses, yaitu untuk pembilasan dan pencucian(washing-off).

Pada sekitar tahun 1970 – 1980-an solvent dyeing sempat menarik perhatian besar dari kalangan industri maupun akademia di bidang pencelupan.2-4 Solvent dyeing adalah metoda pencelupan serat-serat sintetik, terutama poliester, dengan menggunakan pelarut organik. Dua di antaranya yang banyak diteliti untuk menggantikan air sebagai media pelarut dan transfer adalah piridin2 dan perkloroetilena3 (sering digunakan oleh industri pencucian sebagai pelarut untuk dry-cleaning). Keduanya diketahui secara umum merupakan zat kimia beracun dan berbahaya bagi kesehatan pekerja maupun lingkungan. Oleh karena itu, meskipun terbukti mampu memberikan hasil pencelupan sangat baik untuk serat-serat sintetik, proses ini tidak pernah mencapai sukses komersial dan pengembangannya pun telah sejak lama berhenti. Dengan demikian sepertinya air memang merupakan kebutuhan mutlak dan tak tergantikan bagi proses kimiatekstil.

Betulkahdemikian?

Page 2: Teknologi Pencelupan Tekstil Tanpa Medium Air

Hasil penelitian di Jerman pada awal dekade lalu5-7 menawarkan terobosan baru dengan pendekatan yang juga sama sekali baru, yaitu pencelupan poliester dengan menggunakan karbondioksida superkritik – tanpa air ataupun pelarut cair lainnya. Sejak itu banyak penelitian telah dilakukan untuk mengembangkan dan mengkomersialkan teknologi ini yang meliputi: (1) perluasan aplikasinya untuk bahan tekstil dari serat selain selain poliester8-11, (2) kimia-fisika pencelupan dalam hubungannya dengan sifat-sifat kimia-fisika zat warna12-14, (3) pengaruh kondisi superkritik terhadap struktur serat15-18, dan (4) keteknikan prosesnya19-21, yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan pengembangan mesin pencelupan superkritik.

Apakah yang dimaksud dengan superkritik? Bagaimana sifat-sifatnya dan apa keistimewaannya? Mengapa karbon dioksida? Jawaban atas sederet pertanyaan tersebut akan menjadi pembuka pembahasan kita mengenai pencelupan dengan karbon dioksida superkritik – teknologi pencelupan tanpa air.

Fluida Superkritik

Kita pada umumnya mengenal dengan baik tiga wujud klasik materi, yaitu padat, cair dan gas. Materi dapat mengalami perubahan keadaan dari satu wujud ke wujud lainnya tergantung suhu dan tekanan yang dialaminya, dan ini biasanya digambarkan dengan suatu diagram yang biasa dikenal sebagai diagram fase22. Pada diagram tersebut ada dua titik yang penting untuk diperhatikan, yaitu titik tripel (triple point) dan titik kritik (critical point). Titik tripel adalah suhu dan tekanan di mana fase padat, cair dan gas hadir bersamaan dalam suatu kesetimbangan yang dinamik. Sedangkan titik kritik adalah suhu dan tekanan tertinggi di mana suatu zat masih dapat mempertahankan kesetimbangan antara fase gas dan cairnya. Di atas titik ini materi berubah wujud menjadi sesuatu yang bukan gas dan bukan pula zat cair. Secara termodinamika materi tersebut sebetulnya dapat didefinisikan sebagai gas, atau lebih tepatnya gas yang dimampatkan, karena terdiri hanya atas satu fase dan memenuhi seluruh bagian ruang penyimpannya. Akan tetapi, sifat-sifatnya yang berbeda dari gas biasa memerlukan penyebutan yang berbeda dan spesifik, sehingga digunakan istilah fluida superkritik (supercritical fluids – SCF) yang dipandang lebih sesuai. Gambar berikut di bawah ini memperlihatkan tahap perubahan fase karbon dioksida dari cair dan gas menjadi fluida

Page 3: Teknologi Pencelupan Tekstil Tanpa Medium Air

superkritik seiring dengan kenaikan suhu.23

Tabel berikut di bawah ini memperlihatkan perbandingan sifat-sifat fisika zat cair, gas dan fluida superkritik.7,24 Bisa diamati bahwa fluida superkritik mempunyai gabungan sifat-sifat zat cair dan gas. Berat jenisnya sepadan dengan berat jenis zat cair, sementara viskositasnya setara dengan gas, dan tingkat difusinya berada di antara gas dan zat cair. Dengan sifat-sifat tersebut ia dapat menembus materi padatan lebih cepat daripada pelarut dari zat cair dan mampu dengan cepat pula membawa zat terlarut dari dan ke dalam padatan. Keistimewaan fluida superkritik terutama ada pada sifat dan daya pelarutannya yang dapat diubah dan diatur menurut suhu dan tekanannya. Ini merupakan kunci bagi aplikasinya sebagai media pelarut dan media transpor di banyak prosesindustri.

Teknologi fluida superkritik sudah sejak lama dimanfaatkan untuk membantu proses industri seperti ekstraksi pada industri makanan dan pemurnian pada industri farmasi, dan juga sebagai teknik analisa, yaitu kromatografi fluida superkritik24. Karbon dioksida (CO2) menjadi pilihan bagi banyak proses dengan teknologi fluida superkritik karena (1) tidak mudah terbakar, (2) tidak beracun, (3) murah, dan (4) titik kritiknya relatif rendah, yaitu 31,3°C dan 72,9 atm (lihat Tabel 1). Air memiliki suhu dan tekanan kritik jauh lebih tinggi, yaitu 374,2°C dan 217,6 atm, sedangkan propana (Tc = 96,8°C dan Pc = 42 atm) dan etana (Tc = 32,4°C dan Pc = 48,2 atm) jelas mempunyai tekanan kritik lebih rendah tapi mudah terbakar. Keuntungannya yang lain adalah ketersediaannya yang melimpah dari alam dan dari hasil produk-samping berbagai proses industri serta mudah pula didaur-ulang. Ini semua boleh dibilang memenuhi kriteria kimia hijau (green chemistry) yang mensyaratkan "carrying out chemical activities – including

Page 4: Teknologi Pencelupan Tekstil Tanpa Medium Air

chemical design, manufacture, use, and disposal – such that hazardous substances will not be used and generated"25, yaitu agar segala kegiatan yang melibatkan zat-zat kimia – termasuk perancangan, pembuatan, pemakaian, maupun pembuangannya –dikerjakan sedemikian rupa hingga tidak memerlukan pemakaian ataupun menghasilkan zat-zat berbahaya.

Sistem Pencelupan Karbon dioksida Superkritk

"Water is for living, not for dyeing", demikian slogan yang dipampang di halaman depan situs web salah satu perusahaan pembuat mesin penyempurnaan tekstil terkenal di Jerman26. Meski perusahaan tersebut tidak memproduksi mesin pencelupan karbon dioksida superkritik (selanjutnya cukup disebut SCO2), namun slogannya menyuarakan dengan sangat jelas pentingnya pengembangan teknologi yang menjamin keberlangsungan hidup (sustainable technology). Ini sepertinya telah menjadi semacam sikap dan pedoman dalam inovasi dan pengembangan teknologi di negara-negara maju.

SCO2 merupakan salah satu

Page 5: Teknologi Pencelupan Tekstil Tanpa Medium Air

pelarut paling ramah lingkungan yang digunakan saat ini19. Efek positifnya terhadap pelestarian lingkungan dapat dirasakan mulai dari pengurangan komsumsi air secara drastik hingga penghilangan limbah industri berbahaya. Ini sekaligus membawa keuntungan ekonomi yang signifikan karena biaya air dan pengolahan air limbah dapat dihilangkan, termasuk pula biaya yang berkaitan dengan konsumsi energi untuk pengeringan.

Secara prinsip, pencelupan dengan SCO2 dalam banyak hal menyerupai "rapid dyeing" atau "beam dyeing"21 (lihat Gambar 2 dan Gambar 3) Benang atau kain digulung pada cone atau beam, lalu media pembawa zat warna (air atau SCO2) disirkulasikan bolak-balik melewati bahan untuk mendapatkan hasil celupan yang rata. Perbedaannya yang paling pokok di antara keduanya adalah tekanan (working pressure). Pencelupan dengan karbon dioksida superkritik membutuhkan kondisi proses dengan tekanan sangat tinggi, yaitu sekitar 200-300 bar, jauh di atas tekanan kritiknya pada 73,8 bar. Bandingkan dengan mesin-mesin pencelupan bertekanan tinggi yang pada umumnya bekerja pada tekanan 4-5 bar saja (ini setara dengan tekanan di bawah permukaan air pada kedalaman sekitar 30-40 meter). Mesin skala laboratorium yang digunakan oleh Saus dkk7 dirancang untuk bekerja pada tekanan dan suhu maksimum masing-masing sebesar 500 bar dan 350°C. Tekanan sebesar itu jelas membutuhkan mesin dengan bahan dan konstruksi khusus, dan ini menjadi bagian persoalan tersendiri dalam upaya mengembangkan teknologi ini hingga taraf komersial. Beberapa isu keteknikan penting yang berkaitan dengan ketebalan dinding mesin, desain pompa sirkulasi, dan pengintegrasian sistem telah dibahas oleh Hendrix21.

Perlu digarisbawahi di sini bahwa tekanan tinggi yang dimaksud adalah tekanan ruang dan bukan tekanan yang diberikan oleh pompa sirkulasi untuk mendorong media melewati bahan. Dengan viskositas lebih rendah daripada air, SCO2 tidak memerlukan dorongan tekanan tinggi untuk menerobos struktur konstruksi benang maupun kain. Ini juga menjelaskan mengapa pencelupan

Page 6: Teknologi Pencelupan Tekstil Tanpa Medium Air

dengan SCO2 dapat diselesaikan dalam waktu jauh lebih cepat daripada pencelupan konvensional.

Satu hal yang penting untuk diperhatikan adalah pengaruh suhu dan tekanan terhadap laju pencelupan dan tingkat pewarnaan. Kenaikan suhu menyebabkan turunnya berat jenis SCO2 dan mengakibatkan berkurangnya suplai zat warna karena kelarutannya di dalam fluida juga ikut berkurang. Namun sebaliknya, laju difusi justru meningkat. Di sisi lain, kenaikan tekanan akan menaikkan berat jenis SCO2 dan kelarutan zat warna, sehingga suplai zat warna untuk serat pun bertambah besar tapi laju difusinya berkurang. Bisa diamati di sini ada persaingan efek antara kedua parameter tersebut, sehingga pengaturan keduanya untuk mendapatkan hasil yang optimal membutuhkan pemahaman memadai tentang perilaku kelarutan zat warna dispersi di dalam SCO2 dan distribusinya di dalam sistem12-14,27.

Perbedaannya yang lain adalah hilangnya proses pengeringan. CO2 cair mempunyai entalpi penguapan rendah, sementara entalpi penguapan superkritiknya nol, sehingga hanya dengan ekspansi (mengurangi tekanan ruang) SCO2 sudah dapat dipisahkan dan dihilangkan secara tuntas dari substrat maupun zat warna25.

Dengan demikian, proses daur-ulang pun menjadi lebih mudah dan cepat. Berikut ini adalah tipikal proses pencelupan dengan SCO2:

Berbeda dengan pencelupan konvensional, pencelupan poliester dengan SCO2 tidak membutuhkan pendispersi karena pada prinsipnya zat warna dispersi terlarut sempurna secara monomolekuler di dalam SCO2. Dengan demikian, pencucian reduksi pun dapat dihilangkan dari rangkaian proses pencelupan karena tidak ada agregat zat warna yang menempel pada permukaan serat. Ini menjadi salah satu keuntungan dan satu lagi perbedaan antara pencelupan SCO2 dan konvensional.

Page 7: Teknologi Pencelupan Tekstil Tanpa Medium Air

Zat Warna Untuk Pencelupan SCO2

"Like dissolves like". Maksudnya adalah suatu zat akan terlarut sempurna di dalam pelarutnya jika keduanya memiliki kepolaran yang sama. Meski terdengar menjadi agak terlalu disederhanakan, karena mengabaikan bentuk interaksi pelarut-terlarut lainnya, pernyataan tersebut cukup bisa dijadikan sebagai pegangan untuk memprediksi kelarutan. Secara umum, daya pelarutan CO2 bisa dikatakan mendekati hidrokarbon atau halokarbon25, dan tidak ada perbedaan kepolaran yang signifikan antara CO2 cair dan superkritik19. Oleh sebab itu, pada umumnya, hampir semua molekul non-polar dapat larut dengan baik di dalam SCO2, sedangkan hampir semua senyawa dan polimer bersifat polar tidak dapat larut. Air dan senyawa ionik kuat hanya sedikit larut dalam SCO2.

Zat warna yang paling memenuhi syarat untuk pencelupan dengan SCO2 adalah zat warna dispersi karena zat warna ini pada umumnya hanya sedikit polar (dan sedikit larut-air) dan tidak mengandung muatan (nonionik), sehingga ia mudah larut di dalam SCO2. Dengan demikian jelas mengapa pencelupan poliester merupakan sistem yang mula-mula dan paling banyak dipelajari (Gambar 5), di samping tentu saja karena nilai ekonominya. Zat warna bejana sebetulnya juga tidak larut-air dan bersifat nonionik (dalam bentuk oksidasinya), akan tetapi sejauh ini belum ada laporan mengenai pencelupan SCO2 dengan zat warna bejana, meski pemakaiannya untuk pencelupan poliester belakangan cukup banyak menarik perhatian para peneliti (lihat misalnya Kunttou28 dan Son29 ). Zat warna lain seperti reaktif, direk, asam dan kationik tidak dapat digunakan karena bersifat ionik dan polar sehingga tidak larut dalam SCO2.

Kelarutan zat warna dispersi di dalam SCO2 merupakan salah satu parameter paling penting dalam memilih zat warna dan untuk mengoptimalkan suhu dan tekanan proses. Untuk mendapatkan hasil terbaik pada pencelupan dengan SCO2 dibutuhkan zat warna dispersi yang dapat larut dengan baik di dalam SCO2. Pada prinsipnya, semakin besar kepolaran zat warna semakin berkurang kelarutannya di dalam SCO2. Zat warna dispersi komersial pada umumnya mengandung berbagai macam zat pembantu dari jenis surfaktan untuk mencegah aglomerasi dalam proses pembuatannya maupun penyimpanan. Zat-zat tersebut dapat memberi kepolaran pada zat warna dispersi,

Page 8: Teknologi Pencelupan Tekstil Tanpa Medium Air

meskipun tidak sebesar kepolaran yang dimiliki zat warna ionik, dan mempengaruhi tingkat kelarutannya di dalam SCO2. Di samping itu, gugus yang mengandung atom-atom bersifat elektronegatif, apalagi jika atom tersebut membawa hidrogen (misalnya N-NH-, -NH2-, -CONH, -OH, -SH), dapat berinteraksi kuat dengan air membentuk ikatan hidrogen dan menyumbang kelarutan dengan tingkat yang berbeda-beda pada zat warna30. Untuk pembahasan lebih detil mengenai hubungan antara struktur molekul dan sifat kelarutan zat warna dispersi pembaca dapat merujuk makalah yang ditulis Draper dkk31. Tabel 1 menyajikan beberapa contoh zat warna yang dibahas di sana.

Mekanisme Pencelupan dan Mekanismenya terhadap Alam

Mekanisme pencelupan poliester dengan zat warna dispersi menggunakan SCO2 tidak berbeda dengan pencelupan sistem cair13. Di samping berfungsi sebagai media pelarut dan pembawa zat warna, SCO2 bekerja seperti halnya zat pengemban (carrier), yaitu menggembungkan dan membuat serat menjadi plastis. Pada penyerapan, molekul CO2 akan menerobos dan mendorong rantai-rantai molekul poliester hingga saling menjauh satu sama lain dan membuka jalan lebih lebar untuk akses zat warna ke dalam bagian amorf serat. Ini ditandai dengan turunnya suhu transisi gelas serat poliester hingga sebesar 30°-40°C. Pada pencelupan sistem cair, zat warna meninggalkan larutan dan masuk ke dalam serat dengan mekanisme yang sering disebut sebagai "solid solution" karena adsorpsi preferensial zat warna terhadap serat ketimbang air. Pada pencelupan dengan SCO2, tidak ada preferensi semacam itu karena poliester dan SCO2 sama-sama memiliki sifat hidrokarbon sehingga zat warna dispersi akan terdistribusi di antara SCO2 dan serat tergantung suhu dan tekanan proses. Menaikkan tekanan proses

Page 9: Teknologi Pencelupan Tekstil Tanpa Medium Air

mendorong zat warna untuk teradsorpsi lebih banyak pada serat daripada berada di dalam SCO2. Namun demikian, kecenderungan ini akan melemah dengan kenaikan suhu proses14.

Sukses yang dicapai dengan serat poliester menggunakan zat warna dispersi segera dilanjutkan dengan banyak studi berikutnya mengenai peluang aplikasi teknologi tersebut untuk pencelupan serat-serat lainnya, sintetik maupun alam. Nilon dan polipropilena merupakan dua jenis serat sintetik yang paling banyak mendapat perhatian setelah poliester, jelas karena nilai ekonominya dalam banyak aplikasi industri. Polipropilena selama ini dikenal sangat sulit untuk dicelup menggunakan metoda pencelupan konvensional, sehingga pencelupan dengan SCO2 diharapkan memberi alternatif jalan keluar yang lebih layak secara teknis maupun ekonomis dan ramah.

Serat selulosa (termasuk kapas) masih merupakan serat alam yang paling disukai hingga saat ini meski pertumbuhannya cenderung menurun bila dibandingkan dengan serat sintetik yang kini menguasai 94% produksi serat dunia (21% di dalamnya adalah poliester)32. Dibandingkan dengan poliester, pencelupan kapas banyak menghasilkan limbah cair yang mengandung banyak sisa-sisa zat-zat kimia pembantu tekstil dan zat warna yang tidak terfiksasi pada serat. Kebaikan dan kelebihan yang ditawarkan pencelupan SCO2 tentu akan memberi dampak yang lebih signifikan pada pencelupan semacam.

Pencelupan dengan SCO2 pada dasarnya dikembangkan untuk pencelupan poliester dengan zat warna dispersi. Dalam hal ini, interaksi ketiga komponen dalam sistem, yaitu serat, zat warna dan SCO2, secara alami telah memenuhi adagium "like dissolves like", sehingga tidak diperlukan modifikasi apapun pada ketiganya. Sementara itu, zat warna yang biasa digunakan untuk mencelup kapas, misalnya, pada umumnya mempunyai kepolaran sehingga tidak dapat larut dalam SCO2. Di sisi lain, kapas hampir tidak mempunyai afinitas terhadap zat warna dispersi, padahal sejauh ini hanya zat warna dispersi yang dapat larut dalam SCO2. Kapas juga bersifat polar. Tambahan pula, molekul CO2 tidak cukup besar untuk mampu membuka struktur dalam serat kapas karena ikatan hidrogen antar rantai molekulnya yang begitu rapat dan ekstensif. Ada tiga pendekatan yang pernah dilakukan untuk mengatasi kesulitan pencelupan kapas (dan serat alam lainnya) dengan SCO2, yaitu (1) menggunakan zat pembantu yang berfungsi menggembungkan serat dan/atau menaikkan kelarutan serta transportasi zat warna di dalam SCO28,11,33-35, (2) memodifikasi serat kapas dengan gugus hidrofobik supaya bisa dicelup dengan zat warna dispersi12, dan (3) memodifikasi struktur molekul zat warna36. Hingga sejauh ini masih belum ada hasil yang betul-betul memuaskan. Namun demikian, kemajuan yang telah dicapai sepertinya menjanjikan harapan di masa depan. Tabel 3 di bawah ini memperlihatkan hasil uji ketahanan luntur pencelupan poliester dengan zat warna dispersi dalam media air dan SCO220.

Page 10: Teknologi Pencelupan Tekstil Tanpa Medium Air

Pencelupan dengan media karbon dioksida superkritik merupakan alternatif proses ramah lingkungan yang menjanjikan, terutama dalam kaitannya dengan ketersediaan sumber air yang semakin terbatas dan pentingnya pengembangan teknologi yang berkelanjutan di masa depan. Aplikasinya secara komersial, terutama untuk serat-serat alam, masih membutuhkan studi lebih mendalam. Tulisan ini merupakan bagian pertama dari dua rangkaian tulisan, dan masih akan disambung dengan pembahasan mengenai pengaruh kondisi superkritik terhadap sifat-sifat kimia dan fisik serat.

Sumber: Textile Research Jurnal

Alih Dokumentasi Penelitian Ini

didukung oleh: