telaah kritis perpanjangan kontrak pt freeport.pdf

2
 Telaah Kritis Perpanjangan Kontrak PT Freeport @muhfauzim Fokus khalayak di Indonesia tertuju pada dua lembaga hukum yang sedang memainkan drama episode ke-3-nya. Bermula saat Presiden Jokowi mengumumkan calon tunggal kapolri, Komjen Budi Gunawan, KPK kemudian menyambut dengan menetapkan sang jenderal sebagai tersangka akibat transaksi mencurigakan tahun 2007 silam. Seakan tak terima calon pimpinan tunggalnya “dipermalukan”, pihak POLRI lantas melancarkan serangan balasan. Tak tanggung-tanggung, semua pimpinan KPK dijadikan tersangka dengan tuduhan beraneka ragam. Tak pelak, mulai dari gedung perkantoran hingga gang-gang pedesaan ramai membahas episode baru tersebut. Dibalik hiruk pikuk, ternyata peristiwa yang bisa jadi lebih menghebohkan dari drama KPK  POLRI sedang berlangsung. PT Freeport melakukan transaksi perpanjangan MoU dengan pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM, dalam rangka membuka izin ekspor untuk PT Freeport enam bulan kedepan. MoU yang seharusnya berakhir pada Ahad (25/1/2015) menjadi diperpanjang setelah PT Freeport melakukan lobi dengan pemerintah, dua hari sebelum masa MoU itu berkahir, Jumat (23/1/2015). Lobi selama kurang lebih 7,5  jam tersebut, cukup bagi PT Freeport untuk memperpanjangan masa ekspor bahan tambang mereka. Padahal 6 bulan sebelumnya, tepatnya pada Juli 2014 lalu, PT Freeport baru mendapatkan perpanjangan MoU terkait hal serupa. Dilansir dari kompas.com (24/1/2015), Dirjen Minerba Kementerian ESDM, R. Sukhyar menuturkan, pemerintah bersama PT. Freeport akan menyusun poin-poin kesepakatan baru di luar kesepakatan lama. Ada fokus-fokus tambahan dalam MoU baru tersebut, salah satunya adalah memperbesar benefit Freeport bagi Papua. Padahal sudah lebih dari tiga dekade perusahaan yang basisnya berada di Amerika Serikat tersebut tidak membuat masyarakat di kabupaten terdekat di wilayah operasi tambangnya terbebas dari jeratan kemiskinan. Pemerintah sejatinya telah mengeluarkan peraturan terkait pelarangan ekspor bahan tambang mentah kepada perusahaan tambang asing maupun domestik sebagaimana tert uang pada UU No. 4 Tahun 2009, yang mewajibkan perusahaan-perusahaan membangun fasilitas pemurnian bahan tambang mentah (smelter ) di dalam negeri. PT Freeport dalam MoU pada Jul i 2014 meminta keringanan dengan imin g- iming akan membangun smelter  dalam waktu dekat. Namun enam bulan berselang, PT Freeport baru melakukan survey lokasi dan kembali meminta perpanjangan MoU lagi yang entah mengapa malah kembali diberikan oleh pemerintah lewat Kementerian ESDM. Perusahaan multinasional sekelas PT Freeport tentulah sangat mampu merealisasikan pembangunan smelter  jika memang bersungguh-sungguh. Waktu enam bulan merupakan selang waktu yang cukup, paling tidak, untuk menentukan lokasi pembangunan. Penguluran waktu pembangunan tersebut disinyalir untuk memastikan perpanjangan kontrak PT Freeport. Dari beberapa dokumen, PT Freeport berjanji membangun smelter  dengan syarat pemerintah harus memperpanjang kontraknya hingga tahun 2031 (Kompas.com, 26/1/2015). Hal tersebut menunjukkan ketidakseriusan PT Freeport dan hanya mempermainkan pemerintah. Lewat perpanjangan MoU ini, PT Freeport te lah dengan sangat jelas melanggar undang-undang minerba. Pelanggaran undang-undang ini berarti telah melanggar amanah rakyat I ndonesia yang terdapat pada UU No. 24 Tahun 2009. Sementara pemerintah sebagai perumus undang-undang tidak mampu berbuat

Upload: muhammad-fauzi-m

Post on 07-Oct-2015

27 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Dibalik kisruh KPK- Polri, ternyata terdapat persitiwa lain yang bisa jadi lebih 'urgent'. PT Freeport ternyata berhasil membujuk pemerintah untuk memberi mereka keleluasaan dalam mengeksploitasi negeri tercinta.

TRANSCRIPT

  • Telaah Kritis Perpanjangan Kontrak PT Freeport

    @muhfauzim

    Fokus khalayak di Indonesia tertuju pada dua lembaga hukum yang sedang memainkan drama episode

    ke-3-nya. Bermula saat Presiden Jokowi mengumumkan calon tunggal kapolri, Komjen Budi Gunawan,

    KPK kemudian menyambut dengan menetapkan sang jenderal sebagai tersangka akibat transaksi

    mencurigakan tahun 2007 silam. Seakan tak terima calon pimpinan tunggalnya dipermalukan, pihak

    POLRI lantas melancarkan serangan balasan. Tak tanggung-tanggung, semua pimpinan KPK dijadikan

    tersangka dengan tuduhan beraneka ragam. Tak pelak, mulai dari gedung perkantoran hingga gang-gang

    pedesaan ramai membahas episode baru tersebut. Dibalik hiruk pikuk, ternyata peristiwa yang bisa jadi

    lebih menghebohkan dari drama KPK POLRI sedang berlangsung.

    PT Freeport melakukan transaksi perpanjangan MoU dengan pemerintah, dalam hal ini Kementerian

    ESDM, dalam rangka membuka izin ekspor untuk PT Freeport enam bulan kedepan. MoU yang seharusnya

    berakhir pada Ahad (25/1/2015) menjadi diperpanjang setelah PT Freeport melakukan lobi dengan

    pemerintah, dua hari sebelum masa MoU itu berkahir, Jumat (23/1/2015). Lobi selama kurang lebih 7,5

    jam tersebut, cukup bagi PT Freeport untuk memperpanjangan masa ekspor bahan tambang mereka.

    Padahal 6 bulan sebelumnya, tepatnya pada Juli 2014 lalu, PT Freeport baru mendapatkan perpanjangan

    MoU terkait hal serupa.

    Dilansir dari kompas.com (24/1/2015), Dirjen Minerba Kementerian ESDM, R. Sukhyar menuturkan,

    pemerintah bersama PT. Freeport akan menyusun poin-poin kesepakatan baru di luar kesepakatan lama.

    Ada fokus-fokus tambahan dalam MoU baru tersebut, salah satunya adalah memperbesar benefit

    Freeport bagi Papua. Padahal sudah lebih dari tiga dekade perusahaan yang basisnya berada di Amerika

    Serikat tersebut tidak membuat masyarakat di kabupaten terdekat di wilayah operasi tambangnya

    terbebas dari jeratan kemiskinan.

    Pemerintah sejatinya telah mengeluarkan peraturan terkait pelarangan ekspor bahan tambang mentah

    kepada perusahaan tambang asing maupun domestik sebagaimana tertuang pada UU No. 4 Tahun 2009,

    yang mewajibkan perusahaan-perusahaan membangun fasilitas pemurnian bahan tambang mentah

    (smelter) di dalam negeri. PT Freeport dalam MoU pada Juli 2014 meminta keringanan dengan iming-

    iming akan membangun smelter dalam waktu dekat. Namun enam bulan berselang, PT Freeport baru

    melakukan survey lokasi dan kembali meminta perpanjangan MoU lagi yang entah mengapa malah

    kembali diberikan oleh pemerintah lewat Kementerian ESDM.

    Perusahaan multinasional sekelas PT Freeport tentulah sangat mampu merealisasikan pembangunan

    smelter jika memang bersungguh-sungguh. Waktu enam bulan merupakan selang waktu yang cukup,

    paling tidak, untuk menentukan lokasi pembangunan. Penguluran waktu pembangunan tersebut disinyalir

    untuk memastikan perpanjangan kontrak PT Freeport. Dari beberapa dokumen, PT Freeport berjanji

    membangun smelter dengan syarat pemerintah harus memperpanjang kontraknya hingga tahun 2031

    (Kompas.com, 26/1/2015). Hal tersebut menunjukkan ketidakseriusan PT Freeport dan hanya

    mempermainkan pemerintah.

    Lewat perpanjangan MoU ini, PT Freeport telah dengan sangat jelas melanggar undang-undang minerba.

    Pelanggaran undang-undang ini berarti telah melanggar amanah rakyat Indonesia yang terdapat pada UU

    No. 24 Tahun 2009. Sementara pemerintah sebagai perumus undang-undang tidak mampu berbuat

  • banyak dan malah memberi kemudahan bagi PT Freeport meningjak-injak kepentingan rakyat. Hal ini

    semakin membuka mata kita tentang betapa mudahnya pemerintah melanggengkan kepentingan asing

    meski harus mengorbankan kepentingan masyarakat.

    Jika pemerintahan Jokowi benar-benar ingin mewujudkan kemandirian nasional, maka pemerintah

    haruslah sadar bahwa sumber daya alam merupakan milik seluruh rakyat Indonesia, bukan milik Individu

    apalagi milik asing. Pemerintah sebagai pemegang amanah rakyat haruslah bersikap tegas terhadap PT

    Freeport yang telah melanggar undang-undang minerba dimana salah satu sanksinya adalah pencabutan

    kontrak karya. Dengan pencabutan tersebut, pemerintah dapat menata kembali pengelolaan tambang

    emas di Gunung Grabserg, Papua.

    Negara harus mengembalikan seluruh hasil kekayaan alam kepada masyarakat. Dalam hal ini, pemerintah

    mengelola pertambangan tersebut secara mandiri sehingga hasil kekayaan alamnya tidak dimonopoli oleh

    segolongan pihak. Kalaupun harus menggunakan bantuan pihak swasta, pemerintah tetap menjadi

    pemegang hak penuh. Status swasta hanya sebagai pekerja yang upahnya harus mengikuti aturan dari

    pemegang kekuasaan, dalam hal ini rakyat yang diwakili oleh pemerintah.

    Semua itu dikembalikan kepada pemerintah sebagai pengelola Negara. Masih mengikuti dikte dari pihak

    asing, ataukah berani mengambil keputusan sendiri yang benar-benar pro terhadap rakyat. Keputusan

    untuk mengelola kekayaan alam secara berdikari dan mendistribusikan hasilnya secara menyeluruh

    kepada pemilik sesungguhnya, rakyat Indonesia. Karena kita ketahui bersama, barang tambang

    merupakan kepemilikan umum, dalam hal ini umat secara keseluruhan. Sebagaimana hadits Rasulullah

    SAW , Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api.