tempe

25
ACARA II TEMPE A. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum acara II “Tempe” ini adalah : 1. Mahasiswa dapat mengetahui tahap tahapan pembuatan tempe 2. Mahasiswa dapat mengetahui pengaruh perlakuan konsentrasi ragi tempe, jenis pengemasan tempe dan jenis kedelai yang digunakan B. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Teori Mutu tempe ditentukan oleh tiga faktor, yaitu organoleptic, kandungan gizi, serta cemaran logam dan bakteri. Keadaanorganoleptik terdiri dari keadaan bau, warna dan rasa. Kandungan gizi meliputi kadar air, protein, lemak dan serat kasar. Cemaran logam yang harus diperhatikan adalah cadmium, timbal, merkuri, dan arsen. Adapun cemaran bakteri meliputi bakteri coliform dan salmonella. Bau normal pada tempe adalah tidak berbau benda asing, tetapi berbau khas tempe. Jika terdapat bau asing, dapat dikatakan tempe tersebut tidak normal. Warna normal pada tempe adalah putih keabu abuan. Jadi

Upload: luthfie-imawan

Post on 16-Feb-2016

13 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tempe

TRANSCRIPT

Page 1: Tempe

ACARA II

TEMPE

A. Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum acara II “Tempe” ini adalah :

1. Mahasiswa dapat mengetahui tahap tahapan pembuatan tempe

2. Mahasiswa dapat mengetahui pengaruh perlakuan konsentrasi ragi tempe, jenis

pengemasan tempe dan jenis kedelai yang digunakan

B. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Teori

Mutu tempe ditentukan oleh tiga faktor, yaitu organoleptic, kandungan gizi,

serta cemaran logam dan bakteri. Keadaanorganoleptik terdiri dari keadaan bau,

warna dan rasa. Kandungan gizi meliputi kadar air, protein, lemak dan serat kasar.

Cemaran logam yang harus diperhatikan adalah cadmium, timbal, merkuri, dan

arsen. Adapun cemaran bakteri meliputi bakteri coliform dan salmonella. Bau

normal pada tempe adalah tidak berbau benda asing, tetapi berbau khas tempe.

Jika terdapat bau asing, dapat dikatakan tempe tersebut tidak normal. Warna

normal pada tempe adalah putih keabu abuan. Jadi selain warna putih keabua

abuan maka warna tempe dikatakan tidak normal. Adapun untuk rasa tempe yang

normal adalah tidak terdapat rasa selain tempe (Susianto dkk, 2014).

Tempe (atau tempe) adalah produk kacang kedelai difermentasi padat yang

dikonsumsi secara luas di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, telah ada

minat yang besar di Barat, terutama Amerika Serikat, dalam mengembangkan

tempe sebagai sumber protein alternatif. Hesseltine adalah salah satu orang yang

pertama untuk membuat sebuah keterangan dari fermentasi dalam tinjauan

otoritatif dari makanan terfermentasi oriental. Hanya satu mikro-organisme,

Rhizopus oligosporus (jamur: Zygomycotina) diperlukan untuk proses dan

persiapan yang sangat cepat, mengambil hanya dua hari, paling-paling, selesai.

Page 2: Tempe

Dalam hal ini ini berbeda dari fermentasi kedelai lainnya, seperti miso dan shoyu,

yang melibatkan bakteri, ragi, dan jamur dalam multi-tahap proses fermentasi,

yang mungkin butuh bulan atau tahun untuk penyelesaian. Tidak seperti ini

fermentations tempe adalah padat "kue", yang tahan lama dan dikonsumsi sebagai

pengganti daging, bukan sebagai bumbu. Kecepatan dan kesederhanaan membuat

persiapan tempe ideal untuk mendemonstrasikan prinsip makanan fermentations,

dan, dengan perawatan wajar, produk dapat dijamin untuk menjadi bebas dari

mencemari cetakan dan mycotoxins (Hedger, 2005)

Daun pisang telah sejak lama digunakan sebagai bahan pembungkus

tempe. Masalah dalam penggunaan daun ini adalah karena tidak dapat

membiarkan difusi udara yang merata ke dalam kacang kedelai selama proses

fermentasi, yang diperlukan untuk pertumbuhan kapang serta mempercepat proses

fermentasi dan menghasilkan tempe yang bermutu baik. Difusi udara yang merata

ke dalam kedelai akan diperoleh apabila digunakan kantung plastik berlubang

luabnag selama proses fermentasi. Kecepatan difusi udara ini dapat diatur dengan

memilih kantung ketebalan plastik yang digunakan serta jarak lubang pada

kantung plastik tersebut (Muchtadi, 2010).

Fermentasi tempe merupakan fermentasi dua tahap yaitu fermentasi oleh

aktivitas bakteri yang berlangsung selama proses perendaman kedelai, dan

fermentasi oleh kapang yang berlangsung setelah diinokulasi dengan kapang.

Komposisi dan pertumbuhan mikroflora tempe selama fermentasi sangat menarik

untuk dicermati karena ternyata tidak hanya R. oligosporus yang berperan.

Mulyowidarso dkk., (1989) yang telah mempelajari secara mendalam tentang

teknologi mikrobia selama perendaman kedelai untuk pembuatan tempe

menemukan bahwa bakteri merupakan mikroflora yang secara signifikan selalu

tumbuh selama pembuatan tempe dan mempunyai peran yang penting. Walaupun

R. oligosporus berperan utama dalam pembuatan tempe, yeast kemungkinan juga

dapat tumbuh selama fermentasi tempe. Sehingga analisis mikrobiologis sangat

Page 3: Tempe

perlu diungkapkan lebih mendetil agar keterlibatan setiap jenis mikroorganisme

dalam pembuatan tempe dapat diketahui dengan jelas (Kusyawati,2009).

2. Tinjauan Bahan

Tempe bukan saja sebagai sumber protein tetapi juga mengandung mineral

makro dan mikro dalam jumlah yang cukup. Kapang tempe dapat menghasilkan

enzim fitase yang akan menguraikan asam fitrat (yang mengikat beberapa mineral)

menjadi fosfor dan inositol. Dengan terurainya asam fitrat, maka mineral-mineral

tertentu (seperti besi, kalsium, magnesium, seng) menjadi lebih tersedia untuk

dimanfaatkan tubuh. Jumlah mineral zat besi, tembaga dan seng berturut turut

adalah 9,39, 2,87 dan 8,05 mg setiap 100 gr tempe. Oleh karena itu maka

konsumsi tempe secara teratur akan menghindarkan seseorang dari anemia akibat

kekurangan zat gizi besi (Astawan, 2009).

Kualitas (tingkat kekuatan) ragi menentukan jumlah kedelai yang mampu

difermentasikan dalam dosis tertentu. Apabila kekuatan ragi tidak diketahui, akan

sulit untuk menentukan dosis ragi secara tepat dan pasti, akibatnya, kualitas tempe

yang dihasilkan tidak stabil dan berbeda dari satu proses ke proses yang lain. Hal

tersebut sering dialami oleh pengusaha tempe tradisional skala kecil, lebih lebih

yang tidak memiliki sarana pendukung berupa alat-alat ukur (timbangan dan

takaran). Dengan demikian, penyiapan bahan-bahan dilakukan hanya berdasarkan

perkiraan semata. Bagian tempe yang berperan dalam pembuatan ragi adalah

bagian berwarna putih menyerupai kapas, yang disebut mycelium jamur atau

kapang yang mengandung spora (sumber spora). Bila bahan ragi yang digunakan

banyak mengandung biji kedelai, maka sudah pasti akan mengurasi konsentrasi

spora, sehingga kekuatannya dalam meragi kedelai pada periode berikutnya akan

menurun (Suprapti, 2003).

Tempe kedelai adalah bahan makanan hasil fermentasi biji kedelai oleh

kapang yang berupa padatan dan berbau khas serta berwarna putih keabu abuan.

Seiring perkembangan pengetahuan dan kemajuan teknologi, maka kini tempe

tidak hanya dibuat dari kedelai, tetapi juga dari bahan bahan lain. Adapun bahan-

Page 4: Tempe

bahan lain itu seperti kecipir maka dikenal tempe kecipir, kemudian lamtoro

(tempe lamtoro), kara benguk (tempe benguk), ampas kacang tanah (tempe

bungkil), ampas tahu (tempe gembus), turi (tempe turi) dan sebagainya. Dengan

demikian diperkirakan posisi tempe kedelai adalah tempe terua diantara sederet

pertempean tadi. Sehingga penyebutan kata “tempe” saja memberikan kesan tempe

yang berbahan baku kedelai (Santoso, 1993).

Tempe merupakan produk olahan kedelai yang nilai gizinya menjadi

meningkat terutama protein, lemak, karbohidrat dan vitamin. Kandungan gizi

tempe juga menjadi mudah larut dalam air sehingga mudah dicerna bila dibanding

dengan kedelai, keuntungan yang lain terjadinya kerusakan zat-zat anti nutrisi

pada kedelai. Tahap pengolahan kedelai menjadi tempe meliputi perebusan tahap

ke 1 (satu), penghilangan kulit ari, perebusan tahap ke 2 (dua), pematusan kadar

air, Inokulasi ragi tempe (peragian), pembungkusan, fermentasi dan penjualan.

Adapun beberapa bahan penolong yang memberi pengaruh sangat signifikan

terhadap kualitas tempe yang dihasilkan antara lain air proses, ragi tempe,

fermentasi, sarana dan prasarana proses serta tenaga kerja (Mujianto, 2013).

Tempe merupakan makanan tradisional yang telah lama dikenal di

Indonesia. Makanan tersebut dibuat dengan cara fermentasi atau peragian.

Pembuatannya merupakan industri rakyat sehingga hampir setiap orang dapat

dikatakan mampu untuk membuat tempe sendiri. Tempe merupakan sumber

protein yang nilainya setara dengan daging. Dalam 100 g tempe segar

mengandung 18,3 g protein. Sedangkan dalam 100 g daging mengandung 18,8 g

dan dalam 100 g telur mengandung 12,2 g protein (Kusnanto dkk, 2013).

Tempe adalah makanan hasil fermentasi tradisional Indonesia yang banyak

dikonsumsi, yang terutama dibuat dengan kedelai, tapi juga bisa dibuat dari

berbagai kacang-kacangan dan biji-bijian. Ada empat langkah dalam proses

manufaktur tempe, perendaman, perebusan, inokulasi dengan mikroba dan

inkubasi pada suhu kamar. Tempe di Indonesia difermentasi dengan Rhizopus sp.

mould, terutama Rhizopus oligosporus, R. oryzae, R. arhizus, R. stolonifer dan R.

Page 5: Tempe

Microspores. Terlepas dari berbasis kedelai tempe, ada banyak jenis lainnya tempe

di Indonesia dan nama mereka berasal dari baku materi dalam tempe. Mereka

termasuk kacang pedang, beludru buncis, kacang polong merpati, leucaena

lecocephala dan ampas tahu bahan (sisa kedelai pulp setelah persiapan tofu).

Kedelai kacang tempe adalah yang paling populer, tempe kata biasanya mengacu

pada kedelai-tempe (Astuti et.al, 2000).

Tempe adalah produk makanan tradisional Indonesia yang berasal dari kedelai

yang difermentasi menggunakan Rhizopus oligosporus. Tempe memiliki banyak

keuntungan, seperti nilai gizi yang baik dan senyawa organik berkontribusi

terhadap kesehatan manusia. Manfaat utama tempe ini terkait dengan kandungan

protein yang sangat baik, tingkat tinggi asam lemak esensial, berbagai vitamin dan

mineral, serat makanan dan isoflavon. Tempe adalah sumber yang baik dari nutrisi,

seperti protein asam amino esensial asam lemak esensial vitamin B dan serat

makanan dalam jumlah yang memadai (Surya et.al, 2012).

C. Metodologi

1. Alat

a) Baskom

b) Daun Pisang

c) Kompor

d) Nampan

e) Panci

f) Plastik

g) Saringan

h) Spatula Kayu

2. Bahan

a) Kedelai Impor

b) Kedelai Lokal

c) Ragi 0,08 %; 0,1%; 0,2%

Page 6: Tempe

3. Cara Kerja

Pencucian

Kedelai 200 gr

Perendaman 24 jam (semalaman)

Tempe

Inokulasi dengan ragi tempe

Pembungkusan

Penghilangan kulit ari

Perebusan

Penirisan

Page 7: Tempe

D. Hasil dan Pembahasan

Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Tempe

Shift Kel Perlakuan Pengamatan

Kedelai % Ragi

Sebarankapang Warna Tekstur Aroma Gambar

I 1 Lokala. Daun 0,2

+ + + + + + + + + + +

b. Plastik 0,2 + + + + + +

2 Lokala. Daun 0,08

+ + + + + + +

b. Plastik 0,08 + + + + + +

3 Lokala.Daun 0,1

+ + + + + + + + +

b.Plastik 0,1 + + + + + +

4 Import a.Daun 0,2

+ + + + + + + + + + + +

b.Plastik 0,2 + + + + + + + + + + +

Inkubasi suhu kamar (2hari)

Page 8: Tempe

5 Import a.Daun 0,08

+ + + + + + + + + +

b.Plastik 0,08 + + + + + + + + + + +

6 Import a.Daun 0,1

+ + + + + + + + + + + +

b.Plastik 0,1 + + + + + +

Shift KelPerlakuan Pengamatan

Kedelai % Ragi

Sebarankapan

gWarna Tekstur Aroma Gambar

II 1 Lokala. Daun 0,2

+ + + + + + + +

b. Plastik 0,2 + + + + +

2 Lokala. Daun 0,08

+ + + + + + + + + + + +

b. Plastik 0,08 + + + + + +

3 Lokala. Daun 0,1

+ + + + + + +

b. Plastik 0,1 + + + + + +

Page 9: Tempe

4 Import a. Daun 0,2

+ + + + + + + + + + + + +

b. Plastik 0,2 + + + + + + + + + + + + + + +

5 Import a. Daun 0,08

+ + + + + + + + + + + + + +

b. Plastik 0,08 + + + + + +

6 Import a. Daun 0,1

+ + + + + + + + + + + + +

b. Plastik 0,1 + + + + + +

Sumber: Laporan Sementara

Menurut Santoso (2013) tempe kedelai adalah bahan makanan hasil

fermentasi biji kedelai oleh kapang yang berupa padatan dan berbau khas serta

berwarna putih keabu abuan. Seiring perkembangan pengetahuan dan kemajuan

teknologi, maka kini tempe tidak hanya dibuat dari kedelai, tetapi juga dari bahan

bahan lain. Sedangkan menurut Soewitomo (2009) tempe adalah produk makanan

hasil fermentasi kedelai yang merupakan sumber gizi dari sumber alami. Tempe

adalah bahan pangan mengandung khasiat untuk memelihara ketabilan kesehatan.

Ragi tempe merupakan sediaan fermentasi atau dikenal dengan stater

yang mengandung mikroorganisme yang mempunyai peran penting dalam

fermentasi tempe, mikroorganisme tersebut berasal dari jenis kapang Rhizopus

diantaranya Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, dan Rhizopus stolonifer.

Beberapa sifat specifik dari ordo Rhizopus ini antara lain menggunakan

sucrose, stachyose atau raffinose dalam metabolisme, memerlukan oksigen atau

Page 10: Tempe

bersifat aerobic, tumbuh dengan cepat membentuk mycelia pada suhu 30 – 42o

C, bersifat proteolytic dan lipolytic serta menggunakan asam lemak (fatty acids)

yang merupakan turunan dari lipids sebagai sumber energi. Ragi tempe dengan

kualitas yang baik akan menghasilkan tempe yang berkualitas antara lain

berbentuk padatan kompak, berwarna putih sedikit keabu-abuan dan berbau khas

tempe. Ragi tempe yang berkualitas baik harus mengandung mikroflora 107

sampai 108 cfu (colony forming units) per gram ragi tempe.

Menurut Kustyawati (2009) Sebagai sumber vitamin B yang sangat potensial,

tempe mengandung beberapa jenis vitamin antara lain vitamin B1(tiamin),

B2(riboflavin), asam pantotenat, asam nikotinat (niasin), vitamin B6 (piridoksin),

dan B12 (sianokobalamin). Vitamin B12 umumnya terdapat pada produk produk

hewani dan tempe menjadi satu satunya sumber vitamin yang potensial dari bahan

pangan nabati. Vitamin ini tidak diproduksi oleh kapang tempe, tetapi oleh bakteri

kontaminan seperti Klebsiella pneumonia dan Citrobacter freundii. Menurut

Astawan (2009) didalam tempe ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk

isoflavon. Seperti halnya vitamin C, vitamin E, dan karotenoid, isoflavon juga

merupakan antioksidan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk menghentikan

reaksi pembentukan radikal bebas. Tempe bukan saja sebagai sumber protein

tetapi juga mengandung mineral makro dan mikro dalam jumlah yang cukup.

Kapang tempe dapat menghasilkan enzim fitase yang akan menguraikan asam

fitrat (yang mengikat beberapa mineral) menjadi fosfor dan inositol. Dengan

terurainya asam fitrat, maka mineral-mineral tertentu (seperti besi, kalsium,

magnesium, seng) menjadi lebih tersedia untuk dimanfaatkan tubuh. Jumlah

mineral zat besi, tembaga dan seng berturut turut adalah 9,39, 2,87 dan 8,05 mg

setiap 100 gr tempe. Oleh karena itu maka konsumsi tempe secara teratur akan

menghindarkan seseorang dari anemia akibat kekurangan zat gizi besi.

Page 11: Tempe

Selain zat gizi, kacang-kacangan juga mengandung senyawa anti gizi seperti

trypsin inhibitor (TI), asam fitat dan tanin. TI dapat menurunkan ketersediaan

protein makanan pada sistem pencernaan, sedangkan asam fitat berikatan dengan

mineral penting dan protein membentuk komplek. Akibatnya kemampuan

menyerap mineral menjadi turun. Tanin membentuk komplek dengan protein dan

karbohidrat. Senyawa anti gizi dapat dihilangkan atau dikurangi melalui proses

pengolahan antara lain, proses fermentasi, germinasi (perkecambahan),

perendaman maupun pemasakan dan sebagainya. Tanin yang umumnya

terkonsentrasi pada kulit biji dapat dihilangkan dengan cara mengupas kulit biji

(Haliza, 2007).

Tahapan pembuatan tempe yang pertama adalah penyiapan biji kedelai,

menggunakan 2 macam biji kedelai. Biji kedelai dimasukan ke dalam wadah berisi

air, direndam selama 24 jam. Hal ini bertujuan untuk melunakkan kedelai dan agar

kulit ari pada kedelai mudah dilepas (proses hidrasi agar biji kedelai menyerap air

sebanyak mungkin). Setelah direndam kedelai ditiriskan, dicuci dan dibuang kulit

arinya sampai bersih. Tujuan pembuangan kulit ari ini yaitu untuk menghilangkan

tanin. Tanin adalah suatu senyawa polifenol yang berasal dari tumbuhan, berasa

pahit dan kelat, yang bereaksi dengan dan menggumpalkan protein, atau berbagai

senyawa organik lainnya termasuk asam amino dan alkaloid. Tahapan selanjutnya

adalah perebusan yang berlangsung sekitar 30 menit. Caranya, biji kedelai

dimasukkan ke dalam panci, lalu direbus diatas kompor gas sampai biji kedelai

tersebut mendekati setengah matang.

Tujuan perebusan adalah untuk memudahkan hidrasi air ke dalam biji kedelai

dan membuat beberapa senyawa kompleks berantai panjang seperti protein dan

karbohidrat berubah menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dengan

rantai yang lebih pendek sehingga menjadi nutrisi yang mudah larut (soluble

nutrients) serta menginaktifkan mikroorganisme yang tidak dikehendaki selama

proses fermentasi. Perebusan juga membuat senyawa trypsin inhibitor

Page 12: Tempe

terdenaturasi, senyawa ini dalam keadaaan aktif bisa menjadi faktor anti nutrisi

(anti-nutritional factor)

Tahapan selanjutnya adalah penirisan dan pendinginan, kedelai diambil dari

panci, diletakkan diatas nampan dan diratakan tipis- tipis. Biarkanlah dingin

sampai permukaan keping kedelai kering dan airnya habis. Setelah airnya habis

tahapan selanjutnya yaitu peragian, tahap peragian ini memegang kunci berhasil

tidaknya membuat tempe kedelai. Sebab tempe ini dihasilkan dari kedelai yang

diolah secara fermentasi dengan menggunakan cendawan jenis Rhizopus sp,

Cendawan atau kapang ini diperoleh dari laru, baik berupa laru daun maupun laru

tempe atau tepung ragi. Cara peragian, laru diusap usapkan atau dicampur dan

diaduk bersama kedelai hingga merata benar. Setelah itu, diangin anginkan

sebentar. Tahapan terakhir adalah pembungkusan, kedelai yang sudah bercampur

merata dengan laru lalu dibungkus. Ada yang membungkus dengan daun pisang,

dan ada yang dibungkus dengan menggunakan plastik.

Menurut Mujianto (2013) suhu inkubasi selama proses fermentasi tempe

berkisar antara 250C-300C, dengan kelembaban relatif (RH) 70%-85% dan waktu

inkubasi selama 24-48 jam. Lama fermentasi yang cukup memberi pengaruh

langsung terhadap kualitas tempe, apabila waktu fermentasinya kurang maka

tempe yang terbentuk strukturnya tidak padat, warnanya tidak putih keabu-abuan

dan tidak berbau khas tempe.

Menurut Kasmidjo (1990) tempe yang baik harus memenuhi syarat mutu

secara fisik dan kimiawi. Tempe dikatakan memiliki mutu fisik jika tempe itu

sudah memenuhi ciri-ciri tertentu. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut :

a) Warna Putih

Warna putih ini disebabkan adanya miselia kapang yang tumbuh pada

permukaan biji kedelai.

b) Tekstur Tempe Kompak

Kekompakan tekstur tempe juga disebabkan oleh miselia–miselia kapang

yang menghubungkan antara biji-biji kedelai. Kompak tidaknya tekstur tempe

Page 13: Tempe

dapat diketahui dengan melihat lebat tidaknya miselia yang tumbuh pada

permukaan tempe. Apabila miselia tampak lebat, hal ini menunjukkan bahwa

tekstur tempe telah membentuk masa yang kompak, begitu juga sebaliknya.

c) Aroma dan rasa khas tempe

Terbentuk aroma dan rasa yang khas pada tempe disebabkan terjadinya

degradasi komponen-komponen dalam tempe selama berlangsungnya proses

fermentasi.

Tempe dengan kualitas baik mempunyai ciri-ciri berwarna putih bersih yang

merata pada permukaannya, memiliki stuktur yang homogen dan kompak, serta

berasa, berbau dan beraroma khas tempe. Tempe dengan kualitas buruk ditandai

dengan permukaannya yang basah, struktur tidak kompak, adanya bercak bercak

hitam, adanya bau amoniak dan alkohol, serta beracun (Astawan, 2004).

Pada praktikum shift 2 kelompok 1 dengan kedelai lokal dengan penambahan

ragi 0,2% dengan bungkus daun setelah diamati didapatkan sebaran kapang yang

banyak akan tetapi tidak merata, warna putih kekuningan, tekstur lunak dan aroma

tidak enak dan busuk. Kedelai lokal dengan penambahan ragi 0,2% dengan

bungkus plastik kapang tidak tumbuh, warna putih kehitaman, tekstur lunak dan

aroma yang tidak enak dan busuk. Pada praktikum shift 2 kelompok 2 dengan

kedelai lokal dengan penambahan ragi 0,08% dengan bungkus daun setelah

diamati didapatkan sebaran kapang yang banyak akan tetapi tidak merata, warna

putih kekuningan, tekstur lunak dan aroma tidak enak dan busuk. Kedelai lokal

dengan penambahan ragi 0,08% dengan bungkus plastik kapang seikit, warna

putih kecoklatan, tekstur cukup padat dan aroma yang enak. Pada praktikum shift

2 dengan kedelai lokal kelompok 3 dengan penambahan ragi 0,1% dengan

bungkus daun setelah diamati didapatkan sebaran kapang yang sedikit, warna

putih kekuningan, tekstur lunak dan aroma tidak enak dan busuk. Kedelai lokal

dengan penambahan ragi 0,1% dengan bungkus plastik kapang tidak tumbuh,

warna putih kecoklatan, tekstur lunak dan aroma yang tidak enak dan busuk.

Page 14: Tempe

Pada praktikum shift 2 kelompok 4 dengan kedelai import dengan

penambahan ragi 0,2% dengan bungkus daun setelah diamati didapatkan sebaran

kapang yang banyak akan tetapi tidak merata, warna putih cerah, tekstur padat dan

aroma enak. Kedelai import dengan penambahan ragi 0,2% dengan bungkus

plastik kapang sangat banyak, warna putih kekuningan, tekstur sangat padat dan

aroma yang sangat enak. Pada praktikum shift 2 kelompok 5 dengan kedelai

import dengan penambahan ragi 0,08% dengan bungkus daun setelah diamati

didapatkan sebaran kapang yang banyak akan tetapi tidak merata, warna putih

cerah, tekstur padat dan aroma sangat enak. Kedelai import dengan penambahan

ragi 0,08% dengan bungkus plastik kapang sedikit, warna putih kecoklatan, tekstur

lunak dan aroma tidak enak dan busuk. Pada praktikum shift 2 kelompok 6 dengan

kedelai import dengan penambahan ragi 0,1% dengan bungkus daun setelah

diamati didapatkan sebaran kapang banyak tetapi tidak merata, warna putih cerah,

tekstur cukup padat dan aroma enak. Kedelai import dengan penambahan ragi

0,1% dengan bungkus plastik kapang sedikit, warna putih kecoklatan, tekstur

lunak dan aroma yang tidak enak dan busuk.

Berdasarkan teori diatas tempe yang terbaik dari hasil pengamatan yaitu tempe

dari kedelai import yang dibungkus dengan plastik yang ditambah 0,2% ragi yang

menghasilkan sebaran kapang yang banyak akan tetapi tidak merata, warna putih

cerah, menurut Astuti, 2009 Warna khas tempe adalah putih. Warna putih ini

disebabkan adanya miselia kapang yang tumbuh pada permukaan biji

kedelai.tekstur padat dan beraroma enak. Hal ini tidak sesuai dengan teori, karena

seharusnya tempe yang terbaik yaitu tempe yang dibungkus dengan daun pisang.

Karena tempe yang dibungkus dengan daun pisang sama halnya dengan

menyimpannya dalam ruang gelap (salah satu syarat ruang fermentasi), mengingat

sifat daun yang tidak tembus pandang. Di samping itu, aerasi (sirkulasi udara)

tetap dapat berlangsung melalui celah–celah Di samping itu, aerasi (sirkulasi

udara) tetap dapat berlangsung melalui celah – celah pembungkus yang ada

(Suprapti, 2003). Hal ini dapat disebabkan karena daun pisang pecah atau terdapat

Page 15: Tempe

rongga yang terlalu besar pada perlakuan daun pisang atau dapat disebabkan jga

karena tempat penyimpanan yang tidak sesuai. Hasil tempe kedelai import dengan

penambahan ragi 0.2% ini memperoleh hasil yang terbaik karena pembungkusan

tempe tidak terlalu rapat dan lubang yang diberikan sesuai sehingga aerasi

(sirkulasi udara) lancar.

Beberapa faktor dalam proses pengolahan diperkirakan mempunyai

pengaruh yang sangat nyata (signifikan) terhadap kualitas tempe, faktor-faktor

tersebut antara lain perebusan, ruang fermentasi, kadar air kedelai, pematusan

air, kelembaban ruang fermentasi, suhu fermentasi, lama fermentasi, rak

fermentasi dan jenis bahan pembungkus (plastik, pelepah pisang, daun pisang,

dan kertas).

Menurut Shurtleff and Aoyagi (1979), suhu inkubasi selama proses

fermentasi tempe berkisar antara 25oC-30oC, dengan kelembaban relatif (RH)

70%-85% dan waktu inkubasi selama 24-48 jam. Lama fermentasi yang cukup

memberi pengaruh langsung terhadap kualitas tempe, apabila waktu fermentasinya

kurang maka tempe yang terbentuk strukturnya tidak padat, warnanya tidak putih

keabu-abuan dan tidak berbau khas tempe.

Suhu fermentasi memberi pengaruh langsung terhadap lama fermentasi,

keduanya berhubungan secara kausal (sebabakibat), sebab suhu fermentasi

meningkat, karena waktu fermentasi yang semakin lama. Lama fermentasi

berbanding lurus dengan suhu fermentasi.

E. Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum “Tempe” adalah:

1) Tahapan tahapan pembuatan tempe urut dari awal hingga akhir adalah

pencucian, perendaman, pengupasan kulit, pencucian kedua, perebusan

kedua, penirisan dan pendinginan, peragian, pembungkusan.

2) Tempe yang dibungkus dengan daun pisang sama halnya dengan

menyimpannya dalam ruang gelap (salah satu syarat ruang fermentasi),

mengingat sifat daun yang tidak tembus pandang. Tempe kedelai import

Page 16: Tempe

dengan penambahan ragi 0.2% ini memperoleh hasil yang terbaik karena

pembungkusan tempe tidak terlalu rapat dan lubang yang diberikan sesuai

sehingga aerasi (sirkulasi udara) lancar.

DAFTAR PUSTAKA

Astawan, Prof Dr Ir Made. 2009. Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji Bijian. Penebar Swadaya. Jakarta

Astuty, Mari. 2000. Tempe, a nutritious and healthy food from Indonesia. Asia Pacific J Clin Nutr. Vol. 9. No. 4.

Haliza, Winda, Endang Y. Purwani dan Ridwan Thahir. 2007. Pemanfaatan Kacang-Kacangan Lokal sebagai Substitusi Bahan Baku Tempe dan Tahu. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian Vol. 3.

Hedger. 2005. Production of Tempe, an Indonesian Fermented Food. Food Microbiology Journal. No. 8. Vol. 7.

Kusnanto, Febri. Sutanto, Agus. Mulyani, HRA. 2013. Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kadar Protein dan Daya Terima Tempe Dari Biji Karet (Hevea Brasiliensis) Sebagai Sumber Belajar Biologi SMA Pada Materi Bioteknologi Pangan. Bioedukasi, Vol.4 No.1 Hal.1

Kusyawati, Maria Erna. 2009. Kajian Peran Yeast Dalam Pembuatan Tempe. Agritech, Vol. 29, No.2 Hal.1

Muchtadi, Prof dr Ir Deddy. 2010. Kedelai Komponen Bioaktif Untuk Kesehatan. Alfabeta. Bandung

Mujianto, 2013. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Proses Produksi Tempe Produk UMKM di Kabupaten Sidoarjo. Jurnal Reka Agroindustri Vol.I No.1.

Page 17: Tempe

Mujianto. 2013. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Proses Produksi Tempe Produksi UMKM di Kabupaten Sukoharjo. Reka Agroindustri, Vol.I No.1 Hal 1.

Santoso, Ir Hieronymus Budi. 1993 Pembuatan Tempe dan Tahu Kedelai Bahan Makanan Bergizi Tinggi. Kanisius. Yogyakarta.

Suprapti, M Lies. 2003. Pembuatan Tempe. Kanisius. Yogyakarta.

Surya, Regie. Rahayu, Winniati P. 2012. Production and characteristics of canned tempe extract. Asian Journal of Food and Agro-Industry. Vol. 5. No. 4.

Susianto, Dr Drs. Ramayulis, Rita, DCN, M.Kes. 2014. Fakta Ajaib Khasiat Tempe. Penebar Plus. Jakarta.