teori perencanaan komprehensif tenaga kerja terhadap mea

23
Analisis Ketahanan Sosial Ekonomi Kota Semarang dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN Tahun 2015 PENDAHULUAN Dalam hitungan hari, MEA di tahun 2015 akan segera memasuki eranya. MEA atau yang lebih dikenal dengan istilah MEA 2015 merupakan sebuah bentuk integrasi negara-negara kawasan Asia Tenggara yang memiliki tujuan utama untuk menciptakan kondisi kawasan yang aman, damai dan stabil (Wangkey, 2014). Penguatan integrasi ekonomi negara-negara ASEAN dimuat dalam ASEAN Economic Community Blueprint yang menekankan integrasi dalam empat pilar agenda utama, diantaranya adalah (1) ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi internasional; (2) ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi yang tinggi; (3) ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata; (4) ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi dengan perekonomian global (ASEAN Secretariat, 2008). Dengan diberlakukannya MEA di akhir 2015 tentunya akan mendorong berbagai perubahan bagi negara-negara anggota ASEAN khususnya Indonesia, baik pada segi sosial budaya, ekonomi dan politik negara-negara di kawasan ASEAN. Disinilah timbul tantangan dan peluang MEA 2015. Aspek ekonomi dan sosial menjadi dua diantara tantangan dalam pelaksanaan MEA 2015. Pasar bebas antar negara ASEAN menjadi sebuah tantangan besar bagi bangsa Indonesia di tengah kondisi perekonomian bangsa yang tidak begitu stabil dan masih berada di bawah negara-negara ASEAN lainnya seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan Kamboja (Abdurofiq, 2014). Ketergantungan sektor perindustrian Indonesia pada bahan baku impor, masih tingginya jumlah penduduk miskin, masih rendahnya kualitas sumber daya manusia profesional, serta rapuhnya struktur UMKM atau small medium Enterprises yang sulit bersaing dengan gempuran barang impor. 1

Upload: prawadhan

Post on 12-Jul-2016

17 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

tinjauan kesiapan aspek ketenagakerjaan dalam menghadapi MEA dan kontribusinya dalam membentuk ketahanan kota semarang

TRANSCRIPT

Page 1: Teori Perencanaan Komprehensif Tenaga Kerja Terhadap MEA

Analisis Ketahanan Sosial Ekonomi Kota Semarang dalam Menghadapi

Masyarakat Ekonomi ASEAN Tahun 2015

PENDAHULUAN

Dalam hitungan hari, MEA di tahun 2015 akan segera memasuki eranya. MEA atau yang lebih

dikenal dengan istilah MEA 2015 merupakan sebuah bentuk integrasi negara-negara kawasan Asia Tenggara

yang memiliki tujuan utama untuk menciptakan kondisi kawasan yang aman, damai dan stabil (Wangkey,

2014). Penguatan integrasi ekonomi negara-negara ASEAN dimuat dalam ASEAN Economic Community

Blueprint yang menekankan integrasi dalam empat pilar agenda utama, diantaranya adalah (1) ASEAN

sebagai pasar tunggal dan basis produksi internasional; (2) ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing

ekonomi yang tinggi; (3) ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata; (4)

ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi dengan perekonomian global (ASEAN Secretariat, 2008).

Dengan diberlakukannya MEA di akhir 2015 tentunya akan mendorong berbagai perubahan bagi

negara-negara anggota ASEAN khususnya Indonesia, baik pada segi sosial budaya, ekonomi dan politik

negara-negara di kawasan ASEAN. Disinilah timbul tantangan dan peluang MEA 2015. Aspek ekonomi dan

sosial menjadi dua diantara tantangan dalam pelaksanaan MEA 2015. Pasar bebas antar negara ASEAN

menjadi sebuah tantangan besar bagi bangsa Indonesia di tengah kondisi perekonomian bangsa yang tidak

begitu stabil dan masih berada di bawah negara-negara ASEAN lainnya seperti Singapura, Malaysia,

Thailand dan Kamboja (Abdurofiq, 2014). Ketergantungan sektor perindustrian Indonesia pada bahan baku

impor, masih tingginya jumlah penduduk miskin, masih rendahnya kualitas sumber daya manusia

profesional, serta rapuhnya struktur UMKM atau small medium Enterprises yang sulit bersaing dengan

gempuran barang impor.

Disinilah posisi ketahanan kota menjadi penting sebagai salah satu elemen dalam menghadapi MEA.

Ketahanan kota merupakan kemampuan kota untuk dapat mengurus fungsi-fungsi pokoknya untuk dapat

berkembang dan menjadi lebih kuat dalam menghadapi guncangan dan tekanan (Gordon, 2014). Salah satu

kota di kawasan asia tenggara yang terpilih menjadi salah satu dari 100 kota tangguh atau resilience city

adalah Kota Semarang. Ketahanan Kota Semarang atau Resilience city di Kota Semarang sendiri ditopang

dalam bentuk pada empat pilar, yakni (1) kesehatan dan kesejahteraan, (2) ekonomi dan sosial, (2)

infrastruktur dan lingkungan, serta (4) kepemimpinan dan strategi (Bappeda Kota Semarang dalam 100 RC

Semarang). Dalam aspek ekonomi sosial ini terdapat tantangan berupa kemiskinan dan pengangguran yang

jumlahnya di semarang masih cukup tinggi. Selain menjadi tantangan dalam menciptakan ketahanan kota,

tingginya tingkat kemiskinan juga menjadi salah satu tantangan terbesar indonesia pada umumnya dan kota

semarang pada khususnya dalam menyongsong MEA atau ASEAN economic community (AEC). Dimana

masyarakat miskin yang memiliki tingkat kemampuan sumber daya manusia yang rendah harus bersaing

dengan masyarakat ASEAN lainnya untuk memperoleh pekerjaan khususnya pekerjaan di sektor formal.

1

Page 2: Teori Perencanaan Komprehensif Tenaga Kerja Terhadap MEA

Penyusunan makalah ini memiliki tujuan untuk mengkaji terhadap permasalahan terkait dengan

kemampuan Kota Semarang dalam menghadapi MEA (MEA) di tahun 2015 ini dipandang dari segi

ketahanan sosial ekonomi Kota Semarang. Dengan beberapa sasaran yang harus dilakukan dan dicapai

diantaranya adalah:

1. Mengindentifikasi urgensi pengkajian MEA;

2. Mengindentifikasi isu-isu dan tantangan dalam menghadapi MEA;

3. Mengkaji kapasitas Kota Semarang dalam menghadapi MEA;

4. Mengkaji permasalahan terkait ketahanan sosial ekonomi Kota Semarang yang akan ditimbulkan

dalam menghadapi MEA;

ULASAN TOPIK PEMBAHASAN

Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN memiliki potensi kekuatan ekonomi yang besar, namun

potensi ini masih lebih kecil jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Timur seperti Jepang dan

Tiongkok. Maka dari itu, untuk meningkatkan perekonomian dikawasan ASEAN para pemimpin ASEAN

membuat kesepakatan berupa MEA (MEA) dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pada Desember 1997 di

Kuala Lumpur, Malaysia. Pada KTT selanjutnya yang berlangsung pada tahun 2007, para pemimpin

menegaskan komitmen kuat mereka untuk mewujudkan MEA dan mempercepat target waktunya menjadi

tahun 2015.

MEA yang akan diimplementasikan pada tahun 2015 adalah sebuah agenda integrasi ekonomi negara-

negara ASEAN yang bertujuan untuk menghilangkan hambatan-hambatan didalam melakukan kegiatan

ekonomi lintas kawasan, misalnya dalam perdagangan barang, jasa, dan investasi. Tujuan utama MEA 2015

yang ingin menghilangkan secara signifikan hambatan-hambatan kegiatan ekonomi lintas kawasan tersebut,

diimplementasikan melalui 4 pilar utama (ASEAN Secretariat, 2008), yaitu:

1. ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi internasional (single market and production

base) dengan elemen tenaga kerja terdidik, aliran bebas barang, jasa, investasi, dan aliran modal yang

lebih bebas

2. ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi yang tinggi (competitive economic region),

dengan elemen peraturan hak atas kekayaan intelektual, kompetisi, pengembangan infrastruktur,

perlindungan konsumen, dan perpajakan;

3. ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata (equitable economic

development) dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi

ASEAN untuk negara-negara CMLV (Cambodia, Myanmar, Laos, dan Vietnam); dan

4. ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global

(integration into the global economy) dengan elemen pendekatan yang terintegrasi dalam hubungan

ekonomi di luar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global.

Isu-isu perkembangan MEA (MEA)

2

Page 3: Teori Perencanaan Komprehensif Tenaga Kerja Terhadap MEA

Isu yang berkembang dalam menyambut datangnya era MEA 2015 adalah mengenai isu kesiapan

indonesia dalam menghadapi MEA. Kesiapan indonesia dipertanyakan mengingat masih banyak hal-hal

yang harus dibenahi sebelum MEA benar-benar masuk ke Indonesia. Beberapa aspek yang menjadi

banyak topik dalam menghadapi MEA adalah masalah kemiskinan, ketenagakerjaan, sumber daya

manusia dan masalah infrastruktur. Isu pertama adalah mengenai kemiskinan yang diakibatkan oleh

beberapa faktor sehingga sering disebut dengan permasalahan multisektoral. Dalam berita online

Republika (Pareto, 2015) berdasarkan koefisien Gini pada akhir tahun 2014, masih terjadi ketimpangan

penduduk di Indonesia yang mencapai 0,42. Terdapat tiga kelas pendapatan penduduk, yakni 40%

penduduk memiliki pendapatan paling rendah, 40% penduduk berpendapatan menengah dan sisanya

memiliki pendapatan tinggi.

Isu kedua dan ketiga adalah terkait dengan sumber daya manusia, menurut Badan Pusat Statistik

terdapat 76,1 juta atau setara 62,95% penduduk berpendidikan rendah; 31,8 juta atau setara 26,16%

penduduk berpendidikan menengah dan yang berpendidikan tinggi sekitar 13,1 juta orang atau sekitar

10,89%. Pada kenyataannya bahwa di Indonesia tingkat pendidikan sangat berpengaruh dalam

mendapatkan lapangan pekerjaan. Pada kurun waktu 14 tahun produktivitas tenaga kerja Indonesia masih

terbilang rendah. Jika dibandingkan dengan negara berkembang lainnya seperti negara India yang mampu

meningkatkan dua kali lipat produktivitas tenaga kerja. Indonesia masih jauh dibelakang dari negara-

negara berkembang lainnya karena hanya dapat meningkat sebanyak 60% dalam kurun waktu 14 tahun

tersebut. Tercatat 184,6 juta orang merupakan penduduk Indonesia yang berada di usia 15 tahun keatas

dimana merupakan usia produktif yang berpotensi dalam ketenagakerjaan. Berdasarkan data statistik BPS

menyebutkan bahwa pada Februari 2015 dari 128,3 juta angkatan kerja sekitar 7,45 juta orang masih

menganggur atau belum diserap oleh pasar kerja.

Isu selanjutnya adalah persebaran infrastruktur belum merata, dikarenakan pemenuhan kebutuhan

infrastruktur lebih berpusat di pusat kota, sedangkan daerah pinggiran masih belum maksimal

pelayanannya. Keberadaan infrastruktur yang optimal dapat meningkatkan daya saing wilayah yang

tentunya kondisi ini akan menjadi sebuah peluang besar dalam menghadapi MEA 2015.

Tantangan dalam menghadapi MEA (MEA)

Dikutip dari ulasan Chairil, et.al : 2014 dan Baskoro: 2015, terdapat beberapa tantangan yang harus

dihadapi oleh Indonesia secara umum dalam menyambut datangnya MEA 2015:

1. Investasi baik pada pembangunan infrastruktur maupun investasi lainnya, MEA dapat menstimulus

pertumbuhan ekonomi melalui perkembangan teknologi, sumber daya manusia dan akses yang lebih

mudah ke pasar dunia. Namun kondisi ini dapat menciptakan resiko eksploitasi yang berlebih. Hal ini

dikarenakan Indonesia sendiri masih belum memiliki regulasi yang mengikat sehingga dapat

menimbulkan eksploitasi dalam skala besar terhadap sumber daya alamnya.

2. Terdapat kesempatan yang besar karena tersedia lapangan kerja dengan berbagai kebutuhan akan

keahlian yang beraneka ragam. Namun disisi lain hal ini dapat memunculkan resiko ketenagakerjaan

3

Page 4: Teori Perencanaan Komprehensif Tenaga Kerja Terhadap MEA

bagi Indonesia karena jika dilihat dari segi pendidikan dan produktifitas Indonesia berada di posisi ke

empat dan masih kalah bersaing dengan negara Malaysia, Singapura dan Thailand.Bonus demografi

yang dimiliki Indonesia, tidak akan memberikan keuntungan apa pun tanpa adanya perbaikan

kualitas SDM. Data dari ASEAN Productivity Organization (APO) menunjukkan dari 1000 tenaga

kerja Indonesia hanya ada sekitar 4,3% yang terampil, sedangkan Filipina 8,3%, Malaysia 32,6%,

dan Singapura 34,7%.Berdasarkan struktur pasar, tenaga kerja Indonesia didominasi oleh pekerja

lulusan SD (80%) sementara lulusan Perguruan Tinggi hanya 7%, dimana saat ini sebagian dunia

kerja mensyaratkan lulusan Perguruan Tinggi. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan Malaysia

yang sebagian besar penduduknya lulusan S1.Kesempatan memperoleh pendidikan secara merata di

seluruh Indonesia sulit dilakukan sehingga kesadaran untuk menempuh pendidikan ke jenjang yang

lebih tinggi sangat rendah. Kondisi ini mengakibatkan tenaga kerja Indonesia hanya dilirik sebagai

buruh atau tenaga kerja kasar di pasar tenaga kerja internasional.

3. Dalam peningkatan daya saing dengan negara ASEAN lainnya indonesia perlu meningkatkan

kualitas infrastrukturnya, namun berdasarkan The Global Competitiveness Report 2013/2014 yang

dibuat oleh World Economic Forum (WEF), daya saing Indonesia berada pada peringkat ke-38.

Sementara itu kualitas infrastruktur Indonesia menempati peringkat ke-82 dari 148 negara atau

berada pada peringkat ke-5 diantara negara-negara inti ASEAN.

4. Dampak dari rendahnya infrastruktur berpengaruh pada semakin mahalnya biaya logistik di

Indonesia. Perdagangan menjadi kurang efisien mengingat biaya logistik yang mahal dibandingkan

negara anggota ASEAN lainnya, yang dibebankan sebesar 14,08%, jika dibandingkan dengan biaya

logistik yang wajar sebesar 7%.

5. Pertanian merupakan salah satu penopang sumber penghasilan masyarakat Indonesia, pembangunan

pertanian perlu terus dilakukan, mengingat bahwa luas daratan yang dimiliki Indonesia lebih besar

dan tingkat konsumsi yang tinggi terhadap hasil pertanian. Tindakan pemerintah untuk menopang

komitmen Indonesia dalam mewujudkan MEA 2015 melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor

39 Tahun 2014 tentang Daftar Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha Terbuka dengan Persyaratan

di Bidang Penanaman Modal, dipandang hanya akan memberikan keuntungan bagi pihak-pihak

tertentu, bukan petani Indonesia. Perpres tersebut mengatur mengenai:

a. Investasi asing diperbolehkan hingga 49% untuk usaha budidaya tanaman pangan seluas lebih

dari 25 hektar.

b. Investasi asing diperbolehkan hingga 95% untuk usaha perkebunan dalam hal perbenihan bagi

usaha seluas lebih dari 25 hektar.

c. Investasi asing diperbolehkan hingga 30% untuk usaha perbenihan dan budidaya hortikultura.

Melihat bahwa sektor pertanian masih tertinggal dan dibebani volume impor komoditas pangan dan

hortikultura; kegagalan panen akibat kemarau dan gangguan hama; serta petani Indonesia rata-rata

berusia 55-60 tahun dan tidak memiliki pengetahuan dan pendidikan yang memadai akan

menyulitkan memasuki pasar bebas ASEAN.

4

Page 5: Teori Perencanaan Komprehensif Tenaga Kerja Terhadap MEA

Kapasitas kota di Indonesia menghadapi MEA (MEA)

Berdasar pada latar belakang dan urgensi MEA 2015 serta isu dan tantangan dalam menyambut MEA

2015, hal pertama yang harus dikaji adalah mengenai kapasitas internal dari masyarakat dalam negeri

untuk dapat berkompetisi dan bersaing dengan masyarakat ASEAN lainnya. Kondisi demikian juga

seharusnya dikaji oleh Kota Semarang dalam menghadapi MEA. Sebagai salah satu kota besar di

Indonesia, yang juga menjadi ibu kota Provinsi Jawa Tengah, serta menjadi salah satu kawasan industri di

Pulau Jawa, dapat dipastikan Kota Semarang juga akan menghadapi MEA dengan semua tantangan dan

hambatannya. Perlu dikaji bagaimana kapasitas Kota Semarang untuk dapat mengambil keuntungan dari

persaingan MEA, dapat mengoptimalkan setiap kesempatan yang ada untuk dapat bersama-sama bukan

hanya dengan kota-kota di dalam negeri melainkan dengan kota-kota di negara anggota ASEAN untuk

meraih kondisi aman, damai dan stabil sesuai tujuan awal dibentuknya MEA.

Banyak hal yang perlu diperhatikan untuk mengetahui bagaimana kapasitas Kota Semarang

mengahadapi MEA 2015. Indikator perekonomian menjadi salah satu faktor penting dan krusial untuk

mengetahui sejauh mana kesiapan Kota Semarang menghadapi MEA. Pertama-tama dilihat dari performa

ekonomi makro Kota Semarang, sejak tahun 2011 pertumbuhan ekonomi Kota Semarang telah berada di

atas angka 6%, kurang lebih 1% lebih tinggi dibanding rata-rata pertumbuhan ekonomi provinsi jawa

tengah. Sedangkan dilihat dari angka Produk Domestik Regional Bruto atau PDRB setiap tahunnya

mengalami peningkatan, yang diikuti dengan semakin meningkatnya tingkat PDRB per kapita. Nilai

PDRB per kapita Kota Semarang berada di sekitaran angka 37,14 juta per tahun, hampir mendekati

pendapatan rata-rata per kapita nasional yang berada di angka 38 juta per tahun. Tidak perlu angka

pendapatan per kapita ini dibandingkan dengan kota lainnya di Asia Tenggara, karena jika dibandingkan

dengan kota lainnya di Indonesia seperti Kota Surabaya, pendapatan per kapita Kota Semarang masih

jauh lebih rendah. Hal ini dikarenakan Kota Surabaya mampu mencapai tingkat pendapatan perkapita

sebesar 80 juta pertahun berdasarkan harga berlaku 2014 (Kota Semarang sekitar 37,18 juta), sedangkan

berdasarkan harga konstan Kota Surabaya mampu mencapai pendapatan riil 32 juta per tahunnya atau

hampir dua kali pendapatan riil masyarakat Kota Semarang yang berkisar 15 juta per tahunnya. Kondisi

ini akan memicu terjadinya migrasi besar-besaran keluar kota semarang untuk meningkatkan tingkat

pendapatan, meskipun pada satu sisi kondisi ini sangat disukai oleh pengusaha padat karya untuk

menanamkan sahamnya di Kota Semarang akibat rendahnya tingkat upah.

Dilihat dari segi ekonomi lainnya adalah masih banyaknya jumlah penduduk miskin di Kota

Semarang dan tingginya tingkat pengangguran penduduk. Menurut Bappeda Kota Semarang sampai

tahun 2014 terdapat 114.961 rumah tangga miskin di Kota Semarang. Jumlah ini adalah sekitar 26,8%

dari total seluruh rumah tangga yang ada di Kota Semarang. Sedangkan untuk jumlah penduduk usia

kerja yang menganggur adalah sejumlah 226.545 orang. Masih lumayan tingginya jumlah penduduk yang

memiliki pendidikan rendah menjadi salah satu faktor penyebab mengapa jumlah penduduk miskin dan

5

Page 6: Teori Perencanaan Komprehensif Tenaga Kerja Terhadap MEA

pengangguran di Kota Semarang masih lumayan tinggi. Meskipun demikian, dapat dikatakan posisi Kota

Semarang masih dapat bersaing dalam menyambut MEA di akhir 2015, disamping beberapa tantangan

dan hambatan yang masih dihadapi sampai saat ini.

RELEVANSI TEORITIS

Bertitik tolak pada pembahasan terkait urgensi MEA, isu-isu dan tantangan dalam menghadapi MEA serta

kapasitas Kota Semarang dalam menghadapi MEA di akhir tahun 2015, maka diperlukan sebuah kajian

mendalam untuk dapat menyiapkan diri dalam menghadapi MEA. Ketahanan kota merupakan salah satu

elemen yang memiliki peran penting dalam membentuk kesiapan masyarakat dalam menghadapi MEA.

Karena ketahanan kota sendiri bukan hanya dilihat dari bagaimana kota dapat bertahan dari masalah

perubahan iklim yang terjadi, melainkan juga bagaimana kota dapat bertahan dari guncangan sosial

ekonomi, lingkungan dan infrastruktur, kesehatan dan kesejahteraan, serta faktor kepemimpinan atau

pemerintahan. Aspek ketahanan kota sosial ekonomi merupakan salah satu aspek yang paling krusial untuk

dapat menghadapi MEA. Maka dari itu, terdapat beberapa fokus sosial ekonomi yang harus dikaji secara

komprehensif untuk dapat membentuk ketahanan Kota Semarang agar dapat menghadapi MEA 2015.

Beberapa fokus diantaranya adalah sebagai berikut:

Rendahnya daya saing ekonomi wilayah

Irawati, et. al : 2012 menyatakan tingkat daya saing wilayah menjadi salah satu indikator dalam konsep

kota berkelanjutan, dimana semakin tinggi tingkat daya saing yang dimiliki suatu wilayah maka akan

semakin tinggi tingkat kesejahteraan penduduk yang ada dalam wilayah tersebut. Tingkat daya saing

sendiri memiliki beberapa indikator penilaian, salah satu diantaranya yang paling penting adalah terkait

dengan kinerja perekonomian wilayah. Kinerja perekonomian suatu wilayah sendiri dapat dilihat dari

berbagai pendekatan, seperti pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi, pendapatan regional bruto,

pendapatan per kapita, dan sebagainya. Berdasarkan angka pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan

perekonomian di Kota Semarang berada di atas rata-rata laju pertumbuhan wilayah yang lebih luas, baik

itu di tingkat provinsi jawa tengah maupun di tingkat nasional, walaupun perbedaan antara ketiganya

masih sangat tipis. Tidak dapat dikatakan perekonomian Kota Semarang berada dalam kondisi stabil,

sebab masih terdapat fluktuatif periode 2007-2008, kemudian dari tahun 2010-2011 baru mengalami

kenaikan dan kembali turun di tahun 2012, penurunannya melebihi angka 1%. Meskipun secara umum

kondisi ini sangat dipengaruhi oleh keuangan global, namum untuk dapat menciptakan iklim investasi

yang baik perlu adanya stabilitas ekonomi.Tabel 1 Komparasi Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Semarang

TAHUN KOTA SEMARANG PROVINSI NASIONALLaju Pertumbuhan (%) Laju pertumbuhan (%) Laju Pertumbuhan (%)

2007 5,98 5,59 6,32008 5,59 5,61 6,12009 5,34 5,14 4,52010 5,87 5,84 6,12011 6,41 6,03 6,42012 6,17 5,34 6,232013 6,20 5,14 5,78

6

Page 7: Teori Perencanaan Komprehensif Tenaga Kerja Terhadap MEA

Rata-rata ** Expression is faulty** ** Expression is faulty ** ** Expression is faulty

**Sumber: Buku PDRB Kota Semarang dan Provinsi Jawa Tengah 2010-2014

Selain dilihat dari pertumbuhan ekonomi, indikator ekonomi lainnya adalah terkait dengan

pendapatan per kapita Kota Semarang. Pendapatan per kapita ADHB pada tahun 2007 sebesar Rp. 19,18

juta dan di tahun 2013 mencapai Rp. 37,14 juta yang berarti terjadi peningkatan pendapatan sebesar

94,78% dalam jangka waktu tersebut. Tingkat pendapatan perkapita ini hampir mendekati dengan rata-

rata tingkat pendapatan perkapita nasional yang juga berada pada kisaran 38 juta per tahun. Namun bila

dibandingkan dengan beberapa kota besar lainnya yang memiliki status administratif yang sama-sama

berkedudukan sebagai ibu kota provinsi, pendapatan perkapita Kota Semarang dapat dikatakan masih

rendah. Sebagai komparasi, berdasarkan data PDRB Kota Surabaya mampu mencapai tingkat pendapatan

perkapita ADHB sebesar 80 juta tahun 2014, sedangkan berdasarkan harga konstan mampu mencapai

angka 32 juta pertahunnya atau hampir dua kali pendapatan riil masyarakat Kota Semarang yang berkisar

15 juta pertahunnya.

Rendahnya tingkat pendapatan perkapita Kota Semarang merupakan salah satu indikasi bahwa

rendahnya daya saing Kota Semarang dengan kota lainnya di Indonesia, terutama yang memiliki

kedudukan administratif yang sama. Dengan kata lain nilai tawar tenaga kerja di Kota Semarang masih

sangat rendah. Di satu sisi kondisi seperti ini menjadi daya tarik bagi investor untuk menanamkan

modalnya di wilayah yang memiliki tingkat pendapat perkapita dengan alasan biaya upah yang rendah.

Namun di sisi lain, kondisi ini dapat dianggap sebagai masalah yang serius dimana nilai produktivitas

yang mampu dihasilkan oleh seorang tenaga kerja masih rendah. Produktivitas yang rendah dibayar

dengan upah yang rendah pula. Tingginya daya saing wilayah tentunya berdampak sangat signifikan

terhadap tingkat ketahanan kota, mengingat semakin tinggi daya saing yang dimiliki semakin kota bisa

berkelanjutan dan memiliki ketahanan.

Tingginya jumlah penduduk miskin Kota Semarang

Kemiskinan menjadi faktor penyebab tersendatnya pertumbuhan perekonomian di suatu negara

maupun suatu kota. Penduduk yang miskin ini dapat berpengaruh besar bagi pergerakan ekonomi suatu

wilayah baik hubungan perekonomian antar wilayah maupun dalam intrawilayah itu sendiri. Penduduk

miskin pada dasarnya merupakan kendala yang harus diselesaikan guna menciptakan penduduk yang

sejahtera. Dalam pengentasan kemiskinan di berbagai negara telah dilakukan melalui regulasi-regulasi

yang ditetapkan, namun hal ini dapat terhambat karena pengoperasional dari pemerintah yang kurang

optimal serta latar belakang dari masyarakat tersebut. Program-program yang dilaksanakan belum dapat

mencapai tujuan utama dari pengentasan kemiskinan di Indonesia. Perlu dilakukan pendekatan terhadap

masyarakat miskin sehingga dapat disusun suatu perencanaan program yang mampu menurunkan

kemiskinan di Indonesia.

Tingkat pendidikan, upah pekerja rendah, sumber daya manusia yang rendah, ketimpangan

kesempatan kerja dengan tenaga kerja serta fasilitas penunjang bagi masyarakat menjadi faktor-faktor

7

Page 8: Teori Perencanaan Komprehensif Tenaga Kerja Terhadap MEA

utama kemiskinan di Indonesia. Perlu dilakukan analisis untuk mengetahui penyebab utama kemiskinan

di setiap daerah sehingga dilakukan prioritas pengentasan masalah kemiskinan dan dapat dilakukan suatu

program yang mampu menyeimbangi kualitas penduduk dan kesempatan dalam memperoleh tenaga

kerja sehingga mampu mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Melalui daerah-daerah tersebut maka akan

memiliki karakteristik tersendiri dalam perekonomian sehingga mampu mendukung tingkat

perekonomian Indonesia yang dapat meningkat untuk tahun-tahun berikutnya sehingga dapat beradaptasi

dan mampu bersaing dalam MEA.

2009 2011 2013 20150

10000

20000

30000

40000

50000

60000

33877

48321

16811

17397

Sumber: Bappeda Kota Semarang dalam Simgakin, 2015Gambar 1 Perkembangan RumahTangga Miskin Kota Semarang 2009-2015

Berdasarkan data diatas bahwa tingkat kemiskinan sempat mengalami penurunan di Kota

Semarang, hal ini dikarenakan terlaksananya program pemerintah Kota Semarang dalam pengentasan

kemiskinan di Kota. Program yang dilaksanakan tersebut dinamakan program Gerdu Kempling yang

telah digalakkan pada tahun 2011. Program ini merupakan program pemerintah yang bekerja sama

dengan seluruh stakeholder yaitu pemerintah kota, perguruan tinggi, BUMN, perusahaan swasta,

perbankan, dan masyarakat untuk bekerjasama dalam mengatasi kemiskinan di Kota Semarang. Gerakan

terpadu pengentasan kemiskinan ini berfokusd pada 5 aspek antara lain kesehatan, ekonomi, pendidikan,

infrastruktur, dan lingkungan. Melalui berbagai aspek program Gerdu Kempling ini dikatakan berhasil

menurunkan tingkat kemiskinan di Kota Semarang, terlihat penurunan drastis pada tahun 2013 dimana

penurunan tersebut mencapai 71,6%. Namun jumlah kemiskinan meningkat pada tahun 2015 hanya

sebesar 1,7 % hal ini disebabkan oleh urbanisasi yang tidak diimbangi dengan fasilitas pelayanan dari

aspek-aspek yang mendukung perkembangan suatu kota.

Penduduk rentan miskin merupakan penduduk yang berpotensi menjadi masyarakat miskin yang

diakibatkan oleh beberapa faktor seperti penduduk yang di PHK, penduduk yang belum mendapatkan

pekerjaan tetap, semakin meningkatnya pengangguran, penduduk yang bermigrasi namun di kota tidak

mendapatkan pekerjaan. Berikut merupakan data statistik rumah tangga rentan Kota Semarang dalam

periode 2009-2015,

8

Page 9: Teori Perencanaan Komprehensif Tenaga Kerja Terhadap MEA

2009 2011 2013 20150

20000

40000

60000

80000

100000

120000

77071

80328 96452

97564

Sumber: Bappeda Kota Semarang dalam Simgakin, 2015Gambar 2 Perkembangan Rumah Tangga Rentan Miskin Kota Semarang 2009-2015

Kerentanan kemiskinan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan hal ini disebabkan oleh

ketidakpastian dalam mendapatkan kelayakan hidup di suatu kota. Penduduk ini tidak dikatakan sebagai

penduduk miskin namun dapat berpotensi menjadi penduduk miskin. Perlu dilakukan penanganan untuk

menurunkan jumlah rumah tangga rentan miskin sehingga tidak berdampak dalam penambahan jumlah

penduduk miskin Kota Semarang. Tingginya angka penduduk miskin ini tentunya pada satu sisi

membebani Pemerintah Kota Semarang dari segi anggaran untuk subsidi dan sebagainya, di sisi lain

penduduk miskin juga dapat mengurangi tingkat ketahanan Kota Semarang akibat masyarakat yang tidak

dapat mencapai kesejahteraan. Kondisi demikian menjadikan peluang untuk sukses dengan MEA 2015

menjadi semakin susah untuk dicapai oleh Kota Semarang. Diperlukan pembaharuan atas berbagai

program-program pengentasan kemiskinan seperti Gerdu Kempling, agar dapat meningkatkan

perekonomian Kota Semarang dan dapat mendukung Indonesia dalam bersaing di MEA 2015.

Rendahnya tingkat sumber daya manusia

Kapasitas sumber daya manusia merupakan salah satu hal cukup penting dalam menghadapi MEA pada

tahun 2015 ini. Kapasitas sumber daya manusia dapat menentukan sejauh mana sumber daya manusia di

Indonesia dapat bersaing dengan negara-negara ASEAN lainnya. Dengan adanya MEA ini nantinya akan

memberikan banyak pilihan pekerjaan bagi pencari kerja di Indonesia. Namun untuk mencapai standar

pekerjaan yang layak diperlukan peningkatan kapasitas tenaga kerja indonesia agar tidak kalah bersaing

dengan tenaga kerja dari negara lainnya di ASEAN. Dari data ASEAN Productivity Organization (APO),

Indonesia berada pada posisi ke empat jika dilhat dari segi tingkat pendidikan dan produktifitasnya. Hal

ini menunjukkan indonesia masih tertinggal jauh dari negara tetangga dalam hal kualitas sumber daya

manusia. Indonesia yang didominasi oleh lulusan SD diperkirakan akan kalah bersaing dalam

mendapatkan pekerjaan sehingga kesenjangan perekonomian dikhawatirkan akan semakin meningkat

dengan adanya MEA ini. Selain itu kapasitas sumber daya manusia dalam menghadapi MEA ini juga

9

Page 10: Teori Perencanaan Komprehensif Tenaga Kerja Terhadap MEA

dapat dilihat dari kemampuan yang dimiliki. Skill yang dimiliki ini dapat menumbuhkan jiwa

kewirausahaan dalam mengembangkan usaha sendiri untuk tetap survive di dalam MEA.

Tidak Seko

lah

Belum Tamat SD

Tidak Tamat S

D

Tamat SD

Tamat SMTP

Tamat SMTA

Tamat Aka

demi/DIII

Tamat Unive

rsitas

050000

100000150000200000250000300000350000

Tingkat Pendidikan

Jumlah

Sumber: Kota Semarang dalam Angka, 2014

Gambar 3 Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Kota Semarang Tahun 2014

Dari data mengenai tingkat pendidikan masyarakat di kota semarang tahun 2013 diketahui bahwa masih

banyak penduduk yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah (tamat SD). Keadaan ini menyebabkan

penduduk ini tidak mampu bersaing di MEA dan hanya mampu mengakses lapangan pekerjaan kasaran

dilapangan kerja internasional dan masyarakat tidak akan mampu mengambil manfaat dengan maksimal

dari adanya MEA ini.

Rendahnya kesempatan kerja di sektor formal perkotaan

Sektor formal adalah lapangan usaha yang secara sah terdaftar dan mendapat izin dari pejabat

berwenang yang berbentuk serta memiliki akta pendirian yang dibuat oleh notaris dan membutuhkan

modal yang besar dalam pendirian maupun pengoperasiannya. Lapangan usaha sektor formal ini biasanya

banyak ditemukan di daerah perkotaan. Lapangan kerja formal dapat menjaring jumlah tenaga kerja yang

cukup banyak, namun dengan kriteria khusus atau keterampilan khusus yang sesuai dengan jenis

lapangan usahanya tersebut. Contoh dari lapangan usaha sektor formal yang ada di perkotaan adalah

perhotelan, perdagangan, restoran, dan industri.

Lapangan usaha sektor formal yang banyak ditemui di Kota Semarang relatif sama dengan kota-

kota lainnya di Indonesia, yakni perhotelan, perdagangan, restoran dan industri. Sektor-sektor formal ini

tentunya membutuhkan tenaga kerja yang memiliki keterampilan khusus di bidangnya. Selain itu, sektor

formal di Kota Semarang juga tidak hanya menjaring tenaga kerja dari dalam kota, namun juga dari luar

kota seperti Kendal atau Demak. Hal ini menjadi sebuah kendala bagi masyarakat Kota Semarang sendiri,

meskipun sebagian besar penduduknya telah mengenyam bangku pendidikan namun tidak menjamin

bahwa mereka memiliki keterampilan yang dibutuhkan pada sektor formal yang ada.

10

Page 11: Teori Perencanaan Komprehensif Tenaga Kerja Terhadap MEA

Tidak semua orang atau semua penduduk usia kerja dapat memasuki pasar kerja formal karena ada

antrian untuk masuk ke dalamnya atau pelamar kerja dan sangat bergantung pada kualifikasi SDM nya.

Ketika sektor formal tidak mampu mengakomodir tingkat pertumbuhan tenaga kerja, dampaknya adalah

sektor informal memiliki beban kelebihan tenaga kerja, karena bebasnya tenaga kerja yang dapat masuk

dan keluar dari sektor informal, mengakibatkan banyak penduduk usia kerja di beberapa negara

berkembang terkonsentrasi di lapangan pekerjaan sektor informal (Oberai, 1993). Disinilah muncul

permasalahannya, dimana sektor informal akan berkembang lebih pesat bahkan saat MEA sudah resmi

masuk ke Indonesia. Tenaga kerja sektor informal tidak dapat mencapai kondisi sejahtera akibat

perdagangan bebas yang terjadi dan semakin banyak penduduk yang kalah bersaing di pasar bebas ini.

Disinilah tingkat ketahanan kota menjadi semakin rendah dalam menghadapi MEA.

Untuk memperbesar kesempatan kerja sektor formal di Kota Semarang kedepannya, diharapkan

jumlah usaha sektor formal dapat bertambah, para pelaku usaha sektor formal lebih memprioritaskan

penarikan tenaga kerja yang berdomisili di Kota Semarang, dan yang terpenting adalah peningkatan

kualitas masyarakat dalam bidang pendidikan dan keterampilan. Hal-hal ini sangat perlu dilakukan karena

akan berdampak pada peningkatan ekonomi daerah yang juga menjadi salah satu sektor ketahanan kota

yang dibutuhkan dalam menghadapi MEA.

Pengangguran

Rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dan tingginya tingkat pengangguran

merupakan dua diantara sekian banyak faktor yang menjadi kendala dalam menghadapi MEA di berbagai

kota di Indonesia. Berikut ini data mengenai tingkat TPAK Kota Semarang selama beberapa tahun

terakhir:

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 20140

102030405060708090

75.66 75.91 74.44

63.14 63.10

77.3272.47

62.30 63.74 66.24 67.00 69.60 67.91 67.75 68.40

Tahun

Ting

kat

TPA

K K

ota

Sem

aran

g

Sumber: Sensus Penduduk Kota Semarang, 2010Gambar 4 Perkembangan TPAK Kota Semarang 2000-2014

Tingkat partisipasi angkatan kerja Kota Semarang jika diamati mengalami penurunan selama tahun

2000-2005 kecuali di tahun 2001 mengalami peningkatan walau dalam jumlah yang sangat kecil. TPAK

Kota Semarang baru mengalami peningkatan yang sangat signifikan kembali ke poin 70-an pada tahun

2005 namun setelahnya sampai tahun 2007 nilai TPAK kembali menurun secara tajam sampai poin 62,30.

Tingkat partisipasi angkatan kerja Kota Semarang selama lima tahun tahun terakhir nilainya masih berada

11

Page 12: Teori Perencanaan Komprehensif Tenaga Kerja Terhadap MEA

di bawah TPAK Provinsi Jawa Tengah yang dengan nilai rata-rata di atas 70 poin. Rendahnya TPAK di

Kota Semarang memberikan indikasi bahwa tingkat produktivitas penduduk usia kerja di Kota Semarang

mengalami penurunan.

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 20140

5

10

15

20

2520.87 21.11

13.84

9.92

14.20

9.8811.80

9.39 10.51 11.49

14.96

6.92 5.82 6.027.76

Tahun

Ting

kat

TPT

Kot

a Se

mar

ang

Sumber: Sensus Penduduk Kota Semarang, 2010Gambar 5 Perkembangan TPT Kota Semarang 2000-2013

Pertumbuhan angka TPT selama lima tahun terakhir menunjukkan tren yang menurun, kecuali di akhir

tahun 2013 dan tahun 2014 yang meningkat. Tingkat TPT di tahun 2010 yang mencapai titik 14,96%

kemudian di tahun selanjutnya turun secara drastis sebanyak 8% sampai nilainya menjadi 6,92%. Angka

TPT di Kota Semarang sendiri masih berada di atas angka TPT rata-rata Provinsi Jawa Tengah yang

hanya berada pada poin 5,68%. Kondisi ini tentu menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi Kota

Semarang dalam menghadapi MEA di akhir 2015. Dengan diberlakukannya MEA, aliran tenaga kerja

berkompetensi tinggi akan semakin bebas dan tentunya hal ini akan semakin mempersempit peluang

tenaga kerja indonesia untuk mendapatkan pekerjaan di sektor formal. Ditambah lagi dengan kualitas

pendidikan dan produktivitas tenaga kerja indonesia yang masih dapat dibilang rendah dibanding negara

ASEAN lainnya.

Permasalahan sistem standarisasi upah tenaga kerja

Permasalahan upah tenaga kerja disini merupakan salah satu bentuk kesenjangan yang terjadi dalam

perekonomian Indonesia. upah di indonesia tidak dinilai dari seberapa lama dan seberapa efektif

pekerjaan seseorang. Namun upah ini cenderung hanya di tentukan oleh pemberi upah tanpa adanya suatu

standar yang sesuai dengan keefektifan upah dari pekerja. Di kota-kota di indonesia sendiri memang

sudah ada standar UMR, namun standar ini sebagian besar hanya di terapkan pada pekerjaan di sektor

formal. Pekerjaan lainnya seperti buruh bangunan harian, petani dan pekerjaan lain yang tidak terikat oleh

suatu kontrak tertentu pekerjanya hanya di beri upah sesuai dengan kesepakatan. UMR di indonesia jika

dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya masih tergolong rendah. Dengan adanya mea ini

seharusnya pemerintah menaikkan upah minimum dalam rangka peningkatan kesejahteraan pekerja.

Namun peningkatan ini juga harus di sertai dengan peningkatan kualitas dan profesionalitas tenaga kerja

di indonesia. di kota semarang sendiri sebagai salah satu kota besar di pulau jawa masih memiliki upah

minimum yang cukup rendah. Menurut keputusan gubernur nomor 560/66 tahun 2016 umr di kota

semarang adalah Rp. 1.909.000,00. Jumlah ini masih tertinggal jauh dari umr jawa timur yang mencapai 3

12

Page 13: Teori Perencanaan Komprehensif Tenaga Kerja Terhadap MEA

juta rupiah per bulannya. Pemberlakuan UMR seharusnya tidak hanya terjadi pada sektor-sektor formal

saja, namun juga harus berlaku pada sektor informal sehingga distribusi pendapatan tidak menimbulkan

kesenjangan di masyarakat. Salah satu contohnya adalah membuat standar upah terhadap tenaga kerja

informal di bidang pertanian. Dimana pada sektor ini terdapat kesenjangan dalam pendistribusian upah

antara buruh tani dan pemilik lahan serta distributor hasil pertanian. Dalam sebagian besar kasus terdapat

kesenjangan antara pendapatan yang di peroleh oleh buruh tani dengan pemiliki lahan maupun distributor.

Kasus serupa pun juga banyak terjadi dalam bidang pekerjaan lainnya di Indonesia. dalam menghadapi

MEA suatu wilayah harus menunjukkan kesiapannya dalam menghadapi mea salah satunya dengan

mengurangi kesenjangan pendapatan di masyarakat.

UMKM dan jiwa entrepeneur

Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) merupakan program pembukaan lapangan usaha di sektor

informal, dimana masyarakat umum dapat mengajukan pendirian jenis lapangan usaha baru dengan skala

yang tidak besar. Pembentukan sebuah UMKM baru ini tentunya membutuhkan inovasi baru dan jiwa

kewirausahaan yang tinggi. Hingga akhir tahun 2014, jumlah UMKM yang ada di Kota Semarang

mencapai 11.858 unit dan dapat menyerap sebanyak kurang lebih 18.00 tenaga kerja. Namun banyaknya

jumlah UMKM tersebut belum sebanding dengan kualitas UMKM itu sendiri. Permasalahan yang sering

dihadapi biasanya berupa masalah produktivitas dan daya saing produk. Untuk menciptakan produk

dengan daya saing yang tinggi tentunya dibutuhkan jiwa kewirausahaan yang dapat mencari celah dan

inovasi baru. Aliran barang bebas menjadi sebuah tantangan bagi UMKM dalam negeri untuk dapat

bersaing di pasar global. Serbuan produk impor juga menjadi sebuah tantangan dalam menjaga eksistensi

keberadaan produk lokal di pasar tanah air.

Usaha Mikro Kecil Menengah merupakan salah satu program yang bermanfaat dalam peningkatan

ekonomi daerah yang juga menjadi salah satu sektor ketahanan kota yang dibutuhkan dalam menghadapi

MEA. Namun, seperti yang telah dijelaskan bahwa dalam pembentukan sebuah UMKM baru, dibutuhkan

jiwa kewirausahaan yang tinggi. Untuk meningkatkan jiwa kewirausahaan guna peningkatan kualitas dan

kuantitas UMKM di Kota Semarang kedepannya, perlu adanya pemerataan pendidikan sehingga dengan

pendidikan dasar yang sama rata ini setidaknya masyarakat di Kota Semarang dapat memiliki ide-ide baru

yang dapat dikembangkan menjadi sebuah UMKM baru.

Investasi untuk pembangunan infrastruktur

Dalam perwujudan pembangunan negara yang dapat bersaing di dunia tidak hanya berfokus pada

perekonomian, persediaan sumberdaya maupun kualitas dari masyarakat. Aspek-aspek tersebut tidak akan

berjalan bila tidak ada infrastruktur yang mendukung rangkaian sistem pembangunan negara.

Infrastruktur dapat terpenuhi jika suatu negara tersebut dapat bekerja sama untuk berinvestasi agar

pemenuhan kebutuhan infrastruktur dapat terlaksana. Pengembangan infrastruktur termasuk dalam

komponen utama iklim investasi. Pada iklim investasi, infrastruktur merupakan kelompok kebijakan

13

Page 14: Teori Perencanaan Komprehensif Tenaga Kerja Terhadap MEA

pemerintah yang dapat mempengaruhi biaya. Kebijakan yang berkualitas dapat mendorong investasi

dimana harus berkualiyas dalam memperhitungkan investasi dan kemana arah investasi tersebut sehingga

dapat membentuk kualitas pertumbuhan.

Infratsruktur dalam perekonomian ini diarahkan untuk pertumbuhan yang mampu memberi dampak

luas (multiplier effect). Investasi bidang infrastruktur perekonomian antara lain jalan tol, bandara,

pelabuhan laut, listrik, pendidikan, kesehatan, perdagangan, industri dsb. Investasi bidang infrastruktur ini

direncanakan untuk dilakukan program-program dalam memicu peningkatan mutu daerah baik potensi

lokal maupun persaingan dengan daerah lain sehingga dapat menunjang ketahanan nasional.

Perlu dilakukan penyusunan kebijakan yang tegas dengan meng-upgrade kebijakan yang saat ini

telah ada. Selain itu hal-hal yang menghambat pembangunan infrastruktur adalah pembebasan lahan,

pendanaan dan biaya logistik. Pengadaan tanah dimaksudkan agar lahan tersebut dapat dibangun untuk

memenuhi kebutuhan aktivitas masyarakat yang bersifat publik. selain itu juga untuk pembangunan jalan

umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api dan fasilitas operasi kereta api, pelabuhan

dan bandara. Kendala lain yaitu pengalokasian dana dimana pada data APBD maupun APBN untuk dana

bagi pembangunan infrastruktur suatu daerah terbilang sangat kecil. kenyataannya bahwa infrsatruktur

sendiri berdampak besar bagi kehidupan dan kegiatan masyarakat daerah maupun negara. Indonesia

masih tertinggal dalam kemajuan infrastuktur baik kota maupun negara. Hal ini disebabkan karena faktor

belum terintegrasinya antara transportasi satu dengan yang lainnya, selain itu juga pengembangan

transportasi umum yang masih minim.

Di Kota Semarang untuk ketersediaan infrastruktur masih terbilang belum merata. Ketersediaan

infrastuktur yang memadai dan layak hanya terdapat di pusat-pusat pelayanan kota. Sedangkan untuk

daerah perbatasan antar kota masih terbilang kurang. Perlu dilakukan pemerataan infrastruktur di Kota

Semarang sehingga mampu meminimalisir kesenjangan penerimaan akses berbagai infrastruktur di Kota.

Dengan ketersediaan infrastruktur ini dapat mendukung aktivitas masyarakat dalam melakukan

kegiatannya termasuk dalam hal bekerja dsb serta dapat mendukung pertumbuhan perekonomian kota.

Saat ini kendala aksesibilitas yang memadai masih perlu dilakukan peninjauan dan penilaian untuk

kemudian disusun program yang mampu memberikan akses yang merata bagi semua penduduk. Dengan

pemerataan ini dapat mendukung potensi lokal dan mampu bersaing dengan kota-kota lalin, juga dapat

membangun negara Indonesia untuk maju dan bersaing di MEA.

KESIMPULAN

MEA atau yang lebih dikenal dengan istilah MEA 2015 merupakan sebuah bentuk integrasi negara Asia

Tenggara yang memiliki tujuan utama untuk menciptakan kondisi kawasan yang aman, damai dan stabil

melalui empat pilar agenda utama, diantaranya adalah (1) ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi

internasional; (2) ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi yang tinggi; (3) ASEAN sebagai

kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata; (4) ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi

dengan perekonomian global.

14

Page 15: Teori Perencanaan Komprehensif Tenaga Kerja Terhadap MEA

Dalam menghadapi MEA 2015, ada banyak tantangan yang harus dihadapi oleh negara-negara di

ASEAN, terutama oleh kota-kota di Indonesia. tantangannya bukan hanya bagaimana masyarakat dapat

bersaing atau berkompetisi dengan masyarakat ASEAN lainnya, lebih dari itu semua aspek baik sosial,

ekonomi, kelembagaan, lingkungan dan sebagainya harus mencapai kondisi yang stabil agar dapat

berkompetisi dan dan dapat mengoptimalkan semua peluang yang ada di MEA 2015. Kondisi demikian

sangat erat kaitannya dengan konsep ketahanan kota. Dimana kota dapat bertahan dari segala bentuk

goncangan dan tekanan baik yang berasal dari internal maupun eksternal kota. Ketahanan Kota Semarang

atau Resilience city di Kota Semarang sendiri ditopang dalam bentuk pada empat pilar, yakni (1) kesehatan

dan kesejahteraan, (2) ekonomi dan sosial, (2) infrastruktur dan lingkungan, serta (4) kepemimpinan dan

strategi. Dan aspek sosial ekonomi merupakan salah satu aspek yang cukup signifikan dalam membentuk

ketahanan kota dalam rangka menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN.

Kajian terhadap beberapa fokus utama dalam menghadapi MEA yang terdiri atas daya saing ekonomi

wilayah, penduduk miskin perkotaan, tingkat sumber daya manusia, kesempatan kerja di sektor formal

perkotaan, pengangguran, standarisasi upah tenaga kerja, UMKM dan jiwa entrepeneur serta Investasi

pembangunan infrastruktur menunjukkan bahwa dengan diatasinya dan diselesaikannya permasalahan-

permasalahan, maka ketahanan kota Semarang dalam menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN dapat

terbentuk, dan masyarakat Kota Semarang dapat berkompetisi dengan negara asia tenggara lainnya baik

dalam pasar barang bebas ataupun pasar tenaga kerja serta berperan aktif dalam optimalisasi peluang MEA

2015.

15