teori thorndike
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal yang
kompleks. Kompleksitas belajar tersebut dapat dipandang dari dua subjek, yaitu guru dan
murid. Dari segi guru proses belajar tersebut dapat diamati secara tidak langsung. Jadi proses
belajar yang merupakan proses internal siswa tidak dapat diamati, namun dapat dipahami
oleh guru. Dari segi murid belajar dialami sebagai suatu proses. Siswa mengalami proses
mental dalam menghadapi bahan belajar. Banyak teori dan prinsip-prinsip belajar yang
dikemukakan oleh para ahli tentang hal tersebut.
Teori belajar selalu bertolak dari sudut pandangan psikologi belajar tertentu. Dengan
perkembangannya psikologi dalam pendidikan, maka berbarengan dengan itu bermunculan
pula berbagai teori tentang belajar, justru dapat dikatakan bahwa dengan tumbuhnya
pengetahuan tentang belajar. Maka psikologi dalam pendidikan menjadi berkembang sangat
pesat. Didalam masa perkembangan psikologi pendidikan dijaman mutakkhir ini muncullah
secara beruntun beberapa aliran psikologi pendidikan, masing-masing yaitu :
Psikologi Behavioristik
Psikologi Kognitif, dan
Psikologi Humanistic.
Dari ketiga aliran psikologi tersebut, behavioristik adalah merupakan salah satu aliran
yang dimiliki oleh Edward Lee Thorndike sehingga dalam makalah ini penulis akan
mengangkat tentang :
Biografi Edward Lee Thorndike
Bagaimana teori-teori Edward L.T. ?, dan
Apa saja hukum-hukum yang digunakan Edward L.T. ?
Bagaimana aplikasi dari teori Edward L.T dalam pembelajaran
1 | T E O R I T H O R N D I K E
BAB II
PEMBAHASAN
1. A. BIOGRAFI Edward Lee Thorndike
Edward Lee Thorndike (lahir 31 Agustus 1874 Williamsburg, Massachusetts, Amerika
Serikat – meninggal 9 Agustus 1949 Montrose, New York, Amerika Serikat) adalah seorang
psikolog Amerika yang menghabiskan hampir seluruh karirnya di Teachers College,
Columbia University. Karyanya pada perilaku binatang dan belajar proses menuju teori
connectionism dan membantu meletakkan dasar ilmiah modern psikologi pendidikan.. Dia
juga bekerja di industri pemecahan masalah, seperti karyawan ujian dan pengujian. Dia
adalah seorang anggota dewan dari Psychological Corporation, dan menjabat sebagai
presiden American Psychological Association pada tahun 1912.
Masa kanak-kanak dan Pendidikan
Anak seorang pendeta Metodis di Lowell, Massachusetts. Pada 29 Agustus 1900, ia
menikah Elizabeth Moulton dan mereka punya lima anak. Thorndike lulus dari Sekolah The
Roxbury Latin (1891), di West Roxbury, Massachusetts, Wesleyan University (BS 1895),
Harvard University (MA 1897), dan Columbia University (PhD. 1898). Setelah lulus,
Diangkat instruktur di psikologi genetika di Teachers College, Columbia, pada tahun 1899, ia
melayani di sana sampai 1940 (sebagai profesor dari 1904 dan sebagai direktur dari
pembagian psikologi dari Institute of Educational Research dari 1922). Ia menjadi instruktur
psikologi di Teachers College di Columbia University, di mana ia tinggal sampai sisa
kariernya, mempelajari manusia belajar, pendidikan, dan mental pengujian.. Thorndike pada
tahun 1937 menjadi Presiden kedua Psychometric Society, mengikuti jejak Leon Louis
Thurstone yang telah mendirikan masyarakat dan jurnal Psychometrika tahun sebelumnya.
Karya-karyanya
Kontribusinya besar untuk pendidikan psikologi sebagian besar dalam metode yang
dirancang untuk menguji dan mengukur kecerdasan anak-anak dan kemampuan mereka untuk
belajar. He conducted studies in animal psychology and the psychology of learning, and
compiled dictionaries for children (1935) and for young adults (1941). Dia melakukan
penelitian pada hewan psikologi dan psikologi belajar, dan disusun kamus untuk anak-anak
2 | T E O R I T H O R N D I K E
(1935) dan bagi orang dewasa muda (1941). The great number of his writings includes
Educational Psychology (1903), Mental and Social Measurements (1904), Animal
Intelligence (1911), A Teacher’s Word Book (1921), Your City (1939), and Human Nature
and the Social Order (1940). Banyaknya tulisan-tulisannya meliputi Educational Psychology
(1903), Mental dan Sosial Pengukuran (1904), Animal Intelligence (1911), A Teacher’s Word
Book (1921), Your City (1939), dan Human Nature dan Orde Sosial (1940 ).
1. B. TEORI THORNDIKE
Menurut Thorndike belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara
peristiwa yang disebut stimulus dan respon. Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan
eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk bereaksi atau berbuat.
Respon adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang.
Thorndike menggambarkan proses belajar sebagai proses pemecahan masalah. Dalam
penyelidikannya tentang proses belajar, pelajar harus diberi persoalan, dalam hal ini
Thorndike melakukan eksperimen dengan sebuah puzzlebox. Eksperimen yang dilakukan
adalah dengan kucing yang dimasukkan pada sangkar tertutup yang apabila pintunya dapat
dibuka secara otomatis bila knop di dalam sangkar disentuh. Percobaan tersebut
menghasilkan teori Trial dan Error. Ciri-ciri belajar dengan Trial dan Error Yaitu : adanya
aktivitas, ada berbagai respon terhadap berbagai situasi, ada eliminasai terhadap berbagai
respon yang salah, ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan.
Ciri-ciri belajar dengan trial and error :
Ada motif pendorong aktivitas
ada berbagai respon terhadap situasi
ada aliminasi respon-respon yang gagal atau salah
ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan dari penelitiannya itu
Atas dasar percobaan di atas, Thorndike menemukan hukum-hukum belajar :
1. Hukum kesiapan (Law of Readiness)
Jika suatu organisme didukung oleh kesiapan yang kuat untuk memperoleh stimulus
maka pelaksanaan tingkah laku akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosaiasi
3 | T E O R I T H O R N D I K E
cenderung diperkuat. hukum ini pada intinya menyatakan bahwa belajar akan berhasil apabila
peserta didik benar-benar telah siap untuk belajar. Dengan perkataan lain, apabila suatu
materi pelajaran diajarkan kepada anak yang belum siap untuk mempelajari materi tersebut
maka tidak akan ada hasilnya.
2. Hukum latihan
Hukum latihan akan menyebabkan makin kuat atau makin lemah hubungan S-R.
Semakin sering suatu tingkah laku dilatih atau digunakan maka asosiasi tersebut semakin
kuat. Hukum ini sebenarnya tercermin dalam perkataan repetioest mater studiorum atau
practice makes perfect. Interpretasi dari hukum ini adalah semakin sering suatu pengetahuan
—yang telah terbentuk akibat terjadinya asosiasi atara stimulus dan respon—dilatih
(digunakan), maka ikatan tersebut akan semakin kuat. Jadi, hukum ini menunjukkan prinsip
utama belajar adalah pengulangan. Semakin sering suatu materi pelajaran diulangi maka
materi pelajaran tersebut akan semakin kuat tersimpan dalam ingatan (memori).
3. Hukum akibat ( Efek )
Hubungan stimulus dan respon cenderung diperkuat bila akibat menyenangkan dan
cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Rumusan tingkat hukum akibat
adalah, bahwa suatu tindakan yang disertai hasil menyenangkan cenderung untuk
dipertahankan dan pada waktu lain akan diulangi. Jadi hokum akibat menunjukkan
bagaimana pengaruh hasil suatu tindakan bagi perbuatan serupa.
Hal ini berarti (idealnya), jika suatu respon yang diberikan oleh seseorang terhadap
suatu stimulus adalah benar dan ia mengetahuinya, maka kepuasan akan tercapai dan asosiasi
akan diperkuat. Konkretnya adalah sebagai berikut: Misalkan seorang siswa diminta untuk
menyelesaikan suatu soal matematika, setelah ia kerjakan, ternyata jawabannya benar, maka
ia merasa senang/puas dan akibatnya antara soal dan jawabannya yang benar itu akan kuat
tersimpan dalam ingatannya.
Selanjutnya Thorndike menambahkan hukum tambahan sebagai berikut:
1. Hukum Reaksi Bervariasi (Multiple Response).
4 | T E O R I T H O R N D I K E
Hukum ini mengatakan bahwa pada individu diawali oleh proses trial dan error yang
menunjukkan adanya bermacam-macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat
dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
2. Hukum Sikap (Set/Attitude).
Hukum ini menjelaskan bahwa perilaku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh
hubungan stimulus dengan respon saja, tetapi juga ditentukan keadaan yang ada dalam diri
individu baik kognitif, emosi, sosial, maupun psikomotornya.
3. Hukum Aktivitas Berat Sebelah (Prepotency of Element).
Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam proses belajar memberikan respon hanya
pada stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi (respon
selektif).
4. Hukum Respon by Analogy.
Hukum ini mengatakan bahwa individu dapat melakukan respon pada situasi yang belum
pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang belum
pernah dialami dengan situasi lama yang pernah dialami sehingga terjadi transfer atau
perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi baru. Makin banyak unsur yang
sama/identik, maka transfer akan makin mudah.
5. Hukum perpindahan asosiasi (Associative Shifting).
Hukum ini mengatakan bahwa proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi yang
belum dikenal dilakukan secara tertahap dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit
unsur baru dan membuang sedikit demi sedikit unsur lama
Thorndike mengemukakan revisi hukum belajar antara lain:
Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan, saja tidak cukup untuk
memperkuat hubungan stimulus respon, sebaliknya tanpa pengulanganpun hubungan
stimulus respon belum tentu diperlemah.
Hukum akibat direvisi. Dikatakan oleh Thorndike bahwa yang berakibat positif untuk
perubahan tingkah laku adalah hadiah, sedangkan hukuman tidak berakibat apa-apa.
5 | T E O R I T H O R N D I K E
Syarat utama terjadinya hubungan stimulus respon bukan kedekatan, tetapi adanya
saling sesuai antara stimulus dan respon.
Akibat suatu perbuatan dapat menular (spread of effect) baik pada bidang lain maupun
pada individu lain.
1. C. APLIKASI TEORI
Aplikasi Dasar
Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktivitas
“mimetic” yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah
dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian ke keseluruhan.
Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi menuntut satu jawaban
benar. Jawaban yang benar menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.
Sebelum guru dalam kelas mulai mengajar, maka anak-anak disiapkan mentalnya
terlebih dahulu. Misalnya anak disuruh duduk yang rapi, tenang dan sebagainya.
Guru mengadakan ulangan yang teratur, bahkan dengan ulangan yang ketat atau
sistem drill.
Guru memberikan bimbingan, pemberian hadiah, pujian, bahkan bila perlu hukuman
sehingga memberikan motivasi proses belajar mengajar.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori adalah ciri-ciri kuat yang
mendasarinya yaitu:
Mementingkan pengaruh lingkungan
Mementingkan bagian-bagian
Mementingkan perananreaksi
Mengutamakan mekanisme terbentuknya belajar melalui prosedur stimulus respon
Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbenutuk sebelumnya
Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan
Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
6 | T E O R I T H O R N D I K E
Lingkup Teori
Connectionism itu dimaksudkan untuk menjadi teori umum pembelajaran untuk hewan dan
manusia. Thorndike sangat tertarik dalam penerapan teori pendidikan termasuk matematika
(Thorndike, 1922), ejaan dan membaca (Thorndike, 1921), pengukuran kecerdasan
(Thorndike et al., 1927) dan orang dewasa belajar (Thorndike di al., 1928).
Contoh :
Contoh klasik dari teori SR Thorndike itu adalah kucing belajar untuk melarikan diri dari
sebuah “kotak teka-teki” dengan menekan tuas di dalam kotak. Setelah banyak trial and error
perilaku, kucing belajar untuk mengasosiasikan menekan tuas (S) dengan membuka pintu
(R). SR ini sambungan dibuat karena hasil dalam keadaan memuaskan (melarikan diri dari
kotak). Hukum latihan menentukan bahwa sambungan ini didirikan karena pasangan SR
terjadi berkali-kali (hukum efek) dan dihadiahi (hukum efek) serta membentuk satu urutan
(hukum kesiapan).
Prinsip
1. Belajar memerlukan latihan dan penghargaan baik (hukum efek / latihan)
2. Serangkaian SR sambungan dapat dirantai bersama-sama jika mereka merupakan
rangkaian aksi yang sama (hukum kesiapan).
3. Transfer pembelajaran terjadi karena situasi ditemui sebelumnya
4. Intelijen adalah fungsi dari jumlah koneksi dipelajari
7 | T E O R I T H O R N D I K E
BAB III
KESIMPULAN
Teori belajar yang dekemukakan Edward Lee Thorndike disebut dengan teori Connectionism
atau dapat juga di sebut Trial and Error Learning.
Thorndike menemukan hukum-hukum belajar :
1. Hukum kesiapan (Law of Readiness)
2. Hukum latihan
3. Hukum akibat ( Efek )
Thorndike menambahkan hukum tambahan sebagai berikut:
1. Hukum Reaksi Bervariasi (Multiple Response).
2. Hukum Sikap (Set/Attitude).
3. Hukum Aktivitas Berat Sebelah (Prepotency of Element).
4. Hukum Respon by Analogy.
5. Hukum perpindahan asosiasi (Associative Shifting).
Dari ketiga hukum-hukum yang ditemukan oleh Thorndike, yaitu : hukum kesiapan, hukum
latihan, dan hukum akibat akhirnya Thorndike melakukan revisi terhadap hukum-hukum
tersebut.
Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi
peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan
bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
8 | T E O R I T H O R N D I K E
DAFTAR PUSTAKA
Boeree,George, 2005, Sejarah Psikologi, Jakatra: Prima Shopie
http://translate.gogleusercontent.com/translate_c
http://tip.psychology.org/thorn.html (Merriam & Caffarella, 1991)
http://www.unikajaya.co.cc/2009/11/teori-psikologi-belajar-dan-aplikasinya.html
Soemanto, Wasty, 1998, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta
Wirawan, Sartito, 2006, Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh Tokoh
Psikologi, Jakarta: Bulan Bintang.
9 | T E O R I T H O R N D I K E