terapi rasional emotif dalam menangani pikiran negatif … · 2018-08-14 · istri) menikah lagi...
TRANSCRIPT
TERAPI RASIONAL EMOTIF DALAM MENANGANI PIKIRAN
NEGATIF SEORANG ANAK TERHADAP AYAH TIRINYA DI
YAYASAN HOTLINE SURABAYA
SKRIPSI
Diajukan Kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar
Sarjana Sosial (S.Sos)
Disusun oleh:
Dinda Rizki Novia
NIM: B53214015
PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM
JURUSAN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2018
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
vi
ABSTRAK
Dinda Rizki Novia (B53214015), Rational Emotive Therapy Dalam Menangani
Negative Thinking Seorang Anak Terhadap
Ayah Tirinya di Yayasan Hotline Surabaya
Fokus penelitian pada penelitian ini adalah (1) Bagaimana proses Rational
Emotive Therapy dalam menangani negative thinking seorang anak terhadap ayah
tirinya di yayasan hotline Surabaya? (2) Bagaimana hasil akhir Rational Emotive
Therapy dalam menangani negative thinking seorang anak terhadap ayah tirinya di
Yayasan Hotline Surabaya?.
Dalam menjawab permasalahan tersebut, peneliti menggunakan metode penelitian
kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus yang kemudian dianalisa
menggunakan analisa deskriptif komparatif. Sedangkan dalam mengumpulkan
data melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Setelah data terkumpul
kemudian analisis dilaksanakan untuk mengetahui proses konseling dengan
Rational Emotive Therapy dilakukan dengan membandingkan antara sebelum dan
sesudah dilakukan proses konseling.
Proses konseling dengan Rational Emotive Therapy adalah melalui identifikasi
masalah, diagnosis, prognosis, treatment/terapi, dan yang terakhir follow
up/evaluasi. Pada penelitian ini menggunakan Rational Emotive Therapy, yang
mana peneliti hanya fokus menggunakan 1 teknik yaitu Dispute Cognitiv. Dengan
menggunakan teknik tersebut konselor bisa membantu konseli untuk merubah
pikiran yang irasional menjadi rasional serta merubah perilaku yang negatif ke
arah yang positif. Sedangkan hasil akhir dari proses konseling terhadap konseli
dalam penelitian ini dinyatakan cukup berhasil dengan prosentase 85,7% yang
mana hasil penelitian tersebut dapat dilihat adanya perubahan yang ada pada diri
konseli atau sikap konseli yang sebelumnya mempunyai pikiran-pikiran negatif
dan sikap atau perilaku yang jelek terhadap ayah tirinya, setelah dilakukan proses
konseling pikiran dan sikap yang jelek sedikit demi sedikit mulai hilang dan
konseli sudah mau berkomunikasi dengan baik lagi serta konseli sudah mulai
berkomunikasi dan tidak cuek terhadap ayah tirinya. Pola pikir yang irasonal
sekarang sudah hilang kepada ayah tirinya serta konseli juga sudah mulai
bersemangat lagi.
Kata Kunci : Rational Emotive Therapy, Negative Thinking, Ayah Tiri
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
PERNYATAAN PERTANGGUNGJWABAN PENULISAN SKRIPSI ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ............................................... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI .................................................................. iv
LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI .................................................... v
ABSTRAK ...................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian ........................................................... 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 8
D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 9
1. Aspek Teoritis ....................................................................... 9
2. Aspek Praktis ........................................................................ 9
E. Definisi Konsep .......................................................................... 9
1. Rational Emotive Therapy .................................................... 10
2. Negative Thinking ................................................................. 11
3. Ayah Tiri ............................................................................... 12
F. Metode Penelitian ....................................................................... 12
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ........................................... 12
2. Sasaran dan Lokasi Penelitian .............................................. 13
3. Jenis Data .............................................................................. 14
4. Tahapan Penelitian ................................................................ 15
5. Teknik Pengumpulan Data .................................................... 16
6. Teknik Analisis Data ............................................................. 18
7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ................................... 18
G. Sistematika Pembahasan ............................................................. 20
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
viii
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teoritik ............................................................................ 21
1. Pengertian Rational Emotive Therapy .................................. 21
2. Negative Thinking ................................................................. 39
B. Penelitian Dahulu yang Relevan ................................................. 51
BAB III PENYAJIAN DATA
A. Deskripsi Umum Objek Penelitian ............................................. 54
1. Gambaran Lokasi Penelitian ................................................. 54
2. Deskripsi Konselor dan Konseli ........................................... 63
B. Deskripsi Hasil Penelitian ........................................................... 70
1. Deskripsi Proses Rational Emotive Therapy dalam Menangani
Negative Thinking Seorang Anak Terhadap Ayah Tirinya di
Yayasan Hotline Surabaya .................................................... 70
2. Deskripsi Hasil Rational Emotive Therapy dalam Menangani
Negative Thinking Seorang Anak Terhadap Ayah Tirinya di
Yayasan Hotline Surabaya .................................................... 84
BAB IV ANALISIS DATA
A. Analisis Proses Rational Emotive Therapy dalam Menangani
Negative Thinking Seorang Anak Terhadap Ayah Tirinya di
Yayasan Hotline Surabaya .......................................................... 84
B. Analisis Hasil Rational Emotive Therapy dalam Menangani
Negative Thinking Seorang Anak Terhadap Ayah Tirinya di
Yayasan Hotline Surabaya .......................................................... 89
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 93
B. Saran ........................................................................................... 94
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 96
LAMPIRAN
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Teori Kepribadian Rational Emotive Therapy ................................. 27
Tabel 3.1 Riwayat Pendidikan Konselor ........................................................ 64
Tabel 3.2 Susunan Keluarga ........................................................................... 66
Tabel 3.3 Penyajian Data Hasil Proses Konseling Rational Emotive
Therapy ............................................................................................ 83
Tabel 4.1 Perbandingan Proses di Lapangan dengan Teori Rational Emotive
Therapy ............................................................................................ 85
Tabel 4.2 Analisis Keberhasilan Proses Konseling ........................................ 90
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang dalam hidupnya
membutuhkan orang lain. Artinya manusia tidak bisa hidup secara
individu, manusia hidup secara sosial yaitu saling membutuhkan
antara satu dengan yang lainnya. Untuk mewujudkan hidup sosial
yang baik, Islam mensyariatkan adanya pernikahan kepada setiap
manusia terhadap lawan jenisnya. Pernikahan adalah ikatan lahir batin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.1 Melalui pernikahan,
manusia bisa mewujudkan hidup sosial yang sehat dan harmonis.
Menurut Slameto keluarga adalah lembaga pendidikan yang
pertama dan utama bagi anak-anaknya yang baik pendidik bangsa,
dunia, dan negara sehingga cara orang tua mendidik anak-anaknya
akan berpengaruh terhadap belajar.2 Sedangkan menurut Mubarak,
keluarga merupakan perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat
oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi, tiap-tiap anggota
keluarga selalu berinteraksi satu dengan yang lain. Berdasarkan
1 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2006), Hal. 40 2 Tatik Mukhoyyaroh, Psikologi Keluarga, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014),
Hal. 5
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2
undang-undang Nomor 10 Tahun 1992, keluarga merupakan suatu
kelompok yang terdiri dari orang-orang yang telah dipersatukan oleh
ikatan perkawinan, darah dan adopsi serta berkomunikasi satu sama
lain yang menimbulkan peranan-peranan sosial bagi suami istri, ayah
dan ibu, anak laik-laki dan perempuan saudara laki-laki dan
perempuan serta merupakan pemeliharaan kebudayaan bersama.
Menurut Kertamuda bahwa keluarga merupakan bagian dari
masyarakat kecil yang penting dalam membentuk kepribadian serta
karakter bagi para anggota keluarganya. Keluarga juga tempat
seseorang untuk bergantung, baik secara ekonomi maupun dalam
kehidupan sosial lainnya, serta berperan secara dominan dalam
menentukan dan mengambil keputusan.3 Megawangi (1999)
mengartikan keluarga sebagai sebuah sistem sosial yang yang
memiliki tugas atau fungsi agar sistem tersebut dapat berjalan.
Adapun tugas tersebut berkaitan dengan pencapaian tujuan, integritas
dan solidaritas serta pemeliharaan keluarga. Keluarga mempunyai
fungsi ekonomi, sosialisasi atau pendidikan, peran seksual dan
reproduksi.
Keluarga adalah suatu hubungan antara dua orang atau lebih
yang telah dipersatukan oleh kelahiran, adopsi, perkawinan dan hidup
bersama dalam sebuah rumah tangga. Menurut Knox, keluarga
merupakan karakteristik dari kelompok sosial di suatu tempat tinggal
3 Tatik Mukhoyyaroh, Psikologi Keluarga, Hal.6
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
3
umum (pasangan hidup bersama), kerja sama ekonomi (pasangan
berbagi uang dan tugas-tugas), dan reproduksi seksual (pasangan
memiliki atau mengadopsi anak). Burges Locke menyatakan bahwa
keluarga memiliki empat karteristik keluarga yaitu (1) keluarga
disatukan oleh ikatan perkawinan, darah atau adopsi, (2) Seluruh
anggota keluarga hidup bersama di bawah satu atap, (3) Keluarga
saling berinteraksi dan berkomunikasi yang menghasilkan peran-peran
sosial, dan (4) Keluarga merupakan pemeliharaan kebudayaan
bersama yang diperoleh dari kebudayaan umum.
Keluarga terbentuk karena adanya suatu perkawinan yang sah.
Di dalam keluarga terdiri dari ayah ibu dan anak yang merupakan satu
kesatuan yang utuh. Individu sebagai makhluk sosial saling
membutuhkan antara yang satu dengan yang lainnya. Di dalam
keluarga harus terjadi interaksi yang baik. Apabila interaksi dalam
keluarga berjalan dengan wajar, maka keluarga akan harmonis.
Namun jika di dalam keluarga tersebut tidak terjadi interaksi
maupun komunikasi yang baik maka keluarga tersebut tidak akan
harmonis.4 Oleh karena itu, suami atau ayah yang kedudukannya
sebagai nahkoda rumah tangga harus benar-benar memimpin
keluarganya dengan baik. Seiring berjalannya waktu Tuhan
berkehendak lain, Tuhan memisahkan pasangan suami istri melalui
jalan kematian sehingga terkadang di antara dari mereka (suami atau
4 Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991), Hal. 272
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
4
istri) menikah lagi dan ada juga yang memilih untuk hidup sendiri
dengan anak-anaknya. Bagi suami atau istri yang menikah lagi
mempunyai dua sisi yaitu sisi positif dan sisi negatif.
Terkadang suami atau istri bersedia untuk menikah lagi namun
dari pihak anak melarangnya atau anak juga ikut senang menerima
jika ayah atau ibunya menikah lagi. Namun yang lebih ekstrim adalah
saat anak menerima ayah atau ibunya untuk menikah lagi namun
hatinya tidak ikhlas atau menolaknya, anak hanya karna ingin melihat
ayah atau ibunya senang untuk menikah lagi sehingga antara hati dan
kenyataan tidak sesuai yang berakibat fatal bagi keduanya.
Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan
oleh seseorang dalam konteks keluarga. Jadi peran keluarga
menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, kegiatan yang
berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu.
Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola
perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat.
Menurut Setiadi setiap anggota keluarga mempunyai peran
masing-masing. Peran ayah yang sebagai pemimipin keluarga yang
mempunyai peran sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung atau
pengayom, pemberi rasa aman bagi setiap anggota keluarga dan juga
sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu. Peran ibu
sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak-anak,
pelindung keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
5
sosial tertentu. Sedangkan paran anak sebagai pelaku psikososial
sesuai dengan perkembangan fisik, mental, sosial dan spiritiual.5 Ayah
sebagai kepala keluarga berperan sangat penting untuk menjaga rumah
tangga agar keluarga tetap menjadi harmonis.
Namun seiring berjalannya waktu, masalah keluarga sangat
kompleks sekali. Berbagai macam permasalahan yang menimpa dalam
rumah tangga. Salah satunya adalah takdir Allah yang berupa
kematian. Allah memisahkan pasangan suami istri dalam keluarga
melalui jalan kematian sehingga terkadang diantara mereka (suami
atau istri) menikah lagi dan ada juga yang memilih untuk hidup
sendiri dengan anak-anaknya. Keutuhan keluarga juga sangat
berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak. Bagi suami atau istri
yang menikah lagi mempunyai dua sisi yaitu sisi positif dan sisi
negatif. Terkadang suami atau istri menikah lagi namun dari pihak
anak melarangnya atau anak juga ikut senang menerima jika ayah
atau ibunya menikah lagi. Namun yang menjadi permasalahan adalah
saat anak menerima ayah atau ibunya untuk menikah lagi namun
hatinya tidak ikhlas atau menolaknya, anak hanya karna ingin melihat
ayah atau ibunya senang untuk menikah lagi sehingga antara hati,
pikiran dengan kenyataan tidak sesuai yang berakibat fatal bagi
keduanya. Jika sudah terjadi hal seperti itu, tentu di dalam keluarga
tidak akan terjadi interaksi yang baik. Keluarga tidak akan harmonis
5 Tatik Mukhoyyaroh, Psikologi Keluarga, Hal. 14-15
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
6
dan saling tertutup dan berprasangka buruk antara yang satu dengan
yang lainnya atau bahkan saling membenci diantara keduanya.
Rational Emotive Therapy digunakan karena terapi rasional
emotif sangat komprehensif karena menangani masalah-masalah yang
berhubungan dengan individu secara keseluruhan yang mencakup
aspek emosi, kognisi, dan perilaku. Rational Emotive Therapy untuk
menghilangkan gangguan emosional yang dapat merusak diri seperti
benci, marah, berprasangka buruk, dan lain sebagainya yang
berhubungan dengan emosi, kognisi dan perilaku.
Rational Emotive Therapy berasumsi bahwa manusia dilahirkan
dengan potensi baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk
berpikir irasional dan jahat. Tujuan Rational Emotive Therapy adalah
untuk merubah pikiran-pikiran yang irasional menjadi rasional serta
dapat mengubah perilaku konseli yang dapat mengganggu emosional.
Seperti halnya kasus yang peneliti angkat di Yayasan Hotline
Surabaya, yaitu pasangan suami istri yang sudah menikah, yaitu
pasangan suami istri yang sudah berusia 12 tahun usia pernikahannya
dan dikaruniai dua orang anak, kemudian mereka bercerai. Dan usia 5
bulan kepergian suaminya, istri menikah lagi. Anak yang kedua
(konseli) menerima ibunya untuk menikah lagi dengan maksut tujuan
agar ibunya senang serta ibunya akan merasakan kebahagian dari
seorang suami lagi.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
7
Namun kenyataan perasaan anak kedua (konseli) menolak
ibunya untuk menikah lagi. Dari sini, mulai terjadi kesenjangan
didalam keluarga, sehingga sering kali terdengar percekcokan dengan
ayah tirinya. Sehingga sampai sekarang anak kedua (konseli) kurang
bisa menerima kenyataaan bahwa ibunya telah menikah lagi, sehingga
muncullah negative thingking terhadap ayah tirinya, sehingga prilaku
yang dimunculkan konseli tergantung pikiran yang diyakininya.
Konseli selalu membandingkan antara ayah kandungnya dan ayah
tirinya.
Pikiran irasional konseli atau negative thingking konseli adalah
dia beranggapan bahwa ayah tirinya tak peduli dan tidak sayang sama
dia, ayah tirinya hanya suka sama ibunya saja namun tidak suka
dengan anak ibunya. Selain itu juga di berpikiran bahwa ayah tirinya
tidak peduli, jahat, tidak peka terhadap konseli. Dan pada saat ingin
berkomunikasi saja sering terjadi percekcokan seperti contohnya saat
sang ayah memanggil klien, akan tetapi klien sering menghiraukan
panggilaan ayah tirinya. Oleh karena itu, komukasi dengan ayah
tirinya hanya saat butuh saja, sehingga tidak ada interaksi komunikasi
yang baik antara anak kedua (konseli) dengan ayah tirinya.
Dalam penelitian ini, peneliti mengangkat suatu masalah yang
berkenaan dengan pikiran irasional konseli sehingga perilaku yang
dihasilkan adalah prilaku yang sesuai dengan pikiran. Berangkat dari
fenomena tersebut, peneliti menggunakan Rational Emotive Therapy
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
8
untuk mengubah pikiran-pikiran yang irasional menjadi rasional serta
mampu mengubah perilaku yang berhubungan dengan gangguan
emosi konseli. Peneliti perlu untuk melakukan penelitian yang lebih
mendalam. Peneliti mengambil judul “Rational Emotive Therapy
Dalam Menangani Negative Thinking Seorang Anak Terhadap
Ayah Tirinya di Yayasan Hotline Surabaya”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses Rational Emotive Therapy dalam menangani
negative thinking seorang anak terhadap ayah tirinya di Yayasan
Hotline Surabaya?
2. Bagaimana hasil akhir Rational Emotive Therapy dalam menangani
negative thinking seorang anak terhadap ayah tirinya di Yayasan
Hotline Surabaya?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui proses Rational Emotive Therapy dalam
menangani negative thinking seorang anak terhadap ayah tirinya di
Yayasan Hotline Surabaya.
2. Untuk mengetahui hasil akhir Rational Emotive Therapy dalam
menangani negative thinking seorang anak terhadap ayah tirinya di
Yayasan Hotline Surabaya.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
9
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini, diharapkan dapat bermanfaat untuk
masyarakat luas khususnya bagi mahasiswa Bimbingan Konseling
Islam dalam segi teoritis maupun praktis, yaitu:
1. Aspek teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
pengetahuan bagi para pembaca mengenai kasus negative
thinking seorang anak terhadap ayah tirinya.
b. Sebagai sumber informasi dan referensi bagi peneliti selanjutnya
untuk dapat dijadikan bahan rujukan dalam penelitian
selanjutnya.
2. Aspek praktis
a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu
menyelesaikan kasus negative thinking seorang anak terhadap
ayah tirinya.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan pada
kasus yang sama dalam penelitian ini untuk tidak bersikap
negative thinking terhadap ayah tiri.
E. Definisi Konsep
Definisi konsep adalah deretan pengertian yang dipaparkan
secara gamblang untuk memudahkan pemahaman dalam skripsi ini,
yaitu:
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
10
1. Rational Emotive Therapy
Rational Emotive Therapy diperkenalkan pertama kalinya
oleh seorang klinisi yang bernama Albert Ellis pada tahun 1955.
Menurut pandangan Ellis, Rational Emotive Therapy merupakan
teori yang komprehensif karena menangani masalah yang
berhubungan dengan individu secara keseluruhan yang mencakup
aspek emosi, kognisi dan perilaku.6 Rational Emotive Therapy
memandang manusia dilahirkan dengan potensi baik dan buruk.
Manusia memiliki kemampuan berpikir rasional dan irasional.
Individu dapat memilih untuk menyakiti diri sendiri dengan pikiran
yang tidak logis dan tidak ilmiah atau mengembangkan
kebahagiaan hidup dengan berpikir rasional berdasarkan bukti-
bukti dan fakta.7
Selain itu manusia juga dapat memiliki kecenderungan
mempertahankan perilaku yang destruktif dan melakukan berbagai
cara agar tidak terlibat dengan orang lain. Selain itu, manusia
memiliki potensi yang luar biasa untuk mengaktualisasikan potensi
yang dimilikinya serta dapat mengubah diri dan lingkungannya.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan lebih fokus
memakai teknik Dispute Cognitive, dalam hal ini peneliti
mendebat, mengklarifikasi dengan cara membuka pertanyaan
kepada konseli yang meliputi pertanyaan untuk melakukan dispute
6 Namora Lumongga Lubis, Memahami Dsar-dasar Konseling Dalam Teori dan Praktek,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal. 176 7 Gantina Komalasari, DKK, Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta: Indeks, 2011), Hal. 210
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
11
logis, reality testing, dan pragmatic disputation. Peneliti juga
menggunakan Teknik Assertive Training, dalam hal ini peneliti
melatih dan membiasakan konseli terus menerus menyesuaikan diri
dengan ayah tirinya. Seperti mau berkomunikasi lagi dengan ayah
tirinya.
2. Negative thinking
Negative thinking adalah pikiran-pikiran yang muncul dan
diyakini benar mengenai suatu kejadian atau peristiwa yang belum
tentu kebenarannya.8 Negative thinking adalah pola atau cara
berpikir yang mengarah pada sisi negatif yang terlihat dalam
bentuk keyakinan atau pandangan yang terucap, cara bersikap dan
perilaku sehari-hari. Dari kedua penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa negative thinking adalah pikiran-pikiran yang
mengarah ke hal yang negatif yang telah diyakini namun belum
tentu dengan apa yang telah diyakini. Dalam kasus ini, negative
thinking seorang anak terhadap ayah tirinya adalah dia
beranggapan bahwa ayah tirinya tidak sayang sama dia, ayah
tirinya hanya suka sama ibunya saja namun tidak suka dengan anak
ibuya.
Selain itu juga dia berpikiran bahwa ayah tirinya tidak peduli,
jahat, tidak peka terhadap konseli. Sehingga tidak ada komunikasi
yang baik dengan ayah tirinya hanya saat butuh saja, sehingga tidak
8 Adi Abdillah dan Shuniyyah Ruhama, Tuhan Mengikuti Persangkaan Hambanya,
(Yogyakarta: Qudsi Media, 2014), hal. 45
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
12
ada interaksi komunikasi yang baik antara anak kedua (konseli)
dengan ayah tirinya.
3. Ayah tiri
Kata tiri sendiri berarti bukan darah daging sendiri. Saudara
tiri (kakak tiri maupun adik tiri) adalah saudara yang seayah atau
seibu saja, bukan kedua-duanya. Saudara yang se ayah namun beda
ibu disebut paternal siblings, sedangkan saudara yang se ibu
namun beda ayah disebut maternal siblings. Sedangkan ayah tiri
adalah ayah non biologis sebagai ayah dari ibu kandung.9
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang dilakukan
untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek
penelitian secara holistic.10 Jadi, peneliti memahami fenomena
secara menyeluruh kemudian mendeskripsikan dengan bentuk kata-
kata bukan dengan angka.
Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah studi
kasus. Studi kasus adalah merupakan salah satu jenis penelitian
kualitatif, peneliti melakukan eksplorasi secara mendalam terhadap
program, kejadian, proses, aktivitas terhadap satu atau lebih orang.
9 Http://id.m.wikipedia.com Diakses pada Tanggal 28 April 2018 Pukul 20:00 10 C.P Chaplin, Kamus Psikologi, (Jakarta: PT Rineka Cipta), hal. 305
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
13
Suatu kasus terikat oleh waktu dan aktivitas dan peneliti melakukan
pengumpulan data secara mendetail dengan menggunakan berbagai
prosedur pengumpulan data dan dalam waktu yang
berkesinambungan.11
Jadi penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian studi
kasus karena peneliti ingin melakukan penelitian yang mendalam
terhadap konseli selama waktu tertentu untuk membantu konseli
mengubah mindset atau pemikiran dirinya terhadap ayah tirinya.
2. Sasaran dan Lokasi Penelitian
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas IX SMP yang
bernama FN, dimana anak ini mempunyai perasaan negative
thinking terhadap ayah tirinya. Dia beranggapan bahwa ayah tirinya
tidak sayang sama dia, ayah tirinya hanya suka sama ibunya saja
namun tidak suka dengan anak istrinya. Selain itu juga dia
berpikiran bahwa ayah tirinya tidak peduli seperti contohnya ketika
komunikasi yang jarang sekali terjadi anatara ayah tirinya terhadap
konseli. Oleh karena itu, komunikasi dengan ayah tirinya hanya
saat butuh saja, sehingga tidak ada interaksi komunikasi yang baik
antara (konseli) dengan ayah tirinya. Penelitian ini dilakukan di
Yayasan Hotline Surabaya.
11 Ismail Nawawi, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal
54
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
14
3. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
yang berbentuk kata-kata atau deskripsi yang dihasilkan melalui
wawancara dan observasi, sehingga data yang dihasilkan bukan
berupa angka.
a. Jenis data dalam penelitian ini ada dua yaitu:
1) Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh atau
dikumpulkan langsung di lapangan.12 Data primer merupakan
data utama dalam penelitian kualitatif. Data ini berupa kata-
kata dan bukan menggunakan angka. Data primer dalam
penelitian ini yaitu data hasil wawancara dengan konseli,
berupa deskripsi tentang perilaku konseli, hubungan konseli
dengan keluarganya. Selain wawancara data primer juga
berupa data hasil mengamati perilaku konseli serta
mendeskripsikan perilaku konseli.
2) Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh bukan dari
sumber pertama sebagai sarana untuk memperoleh data atau
informasi untuk menjawab masalah yang diteliti. Adapun
data sekunder dalam penelitian ini berupa dokumentasi
riwayat pendidikan konseli.
12 Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2006), hal. 16
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
15
b. Sumber data dalam penelitian ini ada dua yaitu:
1) Sumber data primer adalah sumber data yang didapat dari
konseli, dalam penelitian ini sumber data berupa hasil
wawancara konseli.
2) Sumber data sekunder adalah sumber data penunjang sumber
data primer. Dalam penelitian ini sumber data sekunder
didapat dari signifikan others konseli, meliputi kakak konseli,
guru BK dan teman konseli.
4. Tahap-tahap Penelitian
Dalam penelitian kualitatif terdapat 3 tahapan, yaitu:13
a. Tahap pra lapangan
Tahap pra lapangan adalah tahap dimana seorang peneliti
melakukan penjajakan terlebih dahulu di lapangan. Pada tahap
ini, seorang peneliti melakukan:
1). Menyusun rencana penelitian
Dalam hal ini peneliti membuat draf atau susunan
rencana penelitian sebelum terjun ke lapangan.
2). Menjajaki dan menilai keadaan lapangan
Dalam menjajaki dan menilai keadaan lapangan,
peneliti memanfaatkan informasi yang berkaitan dengan
konseli melalui wawancara kakak konseli, guru BK dan
teman dekat konseli.
13 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2001), hal. 85
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
16
3). Memilih informasi
Dalam hal memilih informasi, peneliti harus benar-
benar memanfaatkan informan yang ada kaitannya dengan
konseli. Sehingga informan benar-benar mengetahui tentang
seluk beluk konseli, seperti kepada kakak konseli, guru BK
dan teman dekat konseli.
b. Tahap persiapan lapangan
Pada tahap ini, peneliti melakukan persiapan untuk
memasuki lapangan dan menyusun jadwal penelitian yang
mencangkup waktu dan tempat penelitian dilakukan.
c. Tahap pekerjaan lapangan
Pada tahap ini, peneliti memulai terjun di lapangan dan
memanfaatkan informan yang ada serta peneliti sudah melakukan
pendekatan dengan konseli maupun keluarga konseli.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah instrumen atau alat penentuan
data yang menentukan berhasil atau tidaknya suatu penelitian. Adapun
teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk
tujuan penelitian dengan cara tanya jawab antara pewawancara dan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
17
informan dengan atau tanpa menggunakan pedoman.14 Dalam hal
ini, peneliti harus membangun rapport yang baik dengan informan
guna mendapatkan data mengenai objek yang diteliti. Dalam
penelitian ini, peneliti melakukan wawancara langsung kepada
konseli serta orang yang signifikan dengan konseli seperti guru BK
konseli, teman dan wawancara.
b. Observasi
Observasi adalah kemampuan seseorang untuk
menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja pancaindra mata
serta dibantu dengan pancaindra lainnya. Observasi dapat diartikan
sebagai suatu kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu obyek
yang diteliti dengan menggunakan seluruh alat indra. Dalam
penelitian ini, peneliti melakukan pengamatan langsung mengenai
perilaku keseharian konseli, perilaku konseli terhadap keluarga
terutama terhadap ayah tirinya, serta mengamati perilaku konseli
sebelum dan sesudah dilakukan proses konseling.
c. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan penting yang sudah lalu.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambaran, atau dokumen yang
berbentuk karya misalnya karya seni dan lain sebagainya.15 Dalam
penelitian ini, peneliti mengumpulkan dokumentasi konseli yang
berupa foto-foto konseli.
14 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007),
hal.111 15 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, hal. 152
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
18
6. Teknik Analisis Data
Dalam menganalisa data ini peneliti mulai menganalisis data
konseli dan menganalisis proses konseling. Di dalam pelaksanaan
penelitian, peneliti akan menganalisis data dengan cara analisis
deskriptif komparatif yaitu membandingkan data teori dengan data
yang ada dilapangan serta membandingkan hasil sebelum dan sesudah
proses konseling yang dilakukan. Adapun data yang akan di analisis
adalah:
a. Menguraikan tentang proses Rational Emotive Therapy dalam
menangani negative thinking seorang anak terhadap ayah tirinya di
Yayasan Hotline Surabaya.
b. Menguraikan tentang keberhasilan pelaksanaan Rational Emotive
Therapy dalam menangani negative thinking seorang anak terhadap
ayah tirinya di Yayasan Hotline Surabaya. .
7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Teknik keabsahan data merupakan faktor yang menentukan dalam
penelitian kualitatif untuk mendapatkan kemantapan validitas data.
Keabsahan data merupakan salah satu objektifitas dari hasil penelitian
yang dilakukan. Maka langkah yang harus ditempuh peneliti adalah :
a. Perpanjangan keikutsertaan
Dalam melakukan penelitian, peneliti sangat menentukan
dalam pengumpulan data. Keikutsertaan tersebut tidak hanya
dilakukan dalam waktu singkat, tetapi memerlukan waktu yang
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
19
cukup panjang. Hal ini dilakukan guna untuk memperoleh data
yang valid.
b. Ketekunan pengamatan
Pada tahap ini, peneliti menemukan ciri-ciri dan unsur-
unsur situasi yang sangat relevan dengan persoalan yang sedang
dicari.
c. Triangulasi
Methodological triangulation adalah pengujian data dengan
jelas membandingkan data penelitian yang dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode yang berbeda tentang data yang
semacam.16 Dalam triangulasi data atau sumber, peneliti
menggunakan beberapa sumber untuk mengumpulkan data dengan
permasalahan yang sama. Data yang ada di lapangan diambil dari
beberapa sumber penelitian yang berbeda dan dapat dilakukan
dengan:17
1) Membandingkan data pengamatan dengan data wawancara.
2) Membandingkan apa yang dikatakan masyarakat dengan apa
yang mereka katakan secara pribadi sendiri.
3) Membandingkan hasil wawancara dengan dokumen yang
diperoleh.
16 Kasiram, Metodologi Penelitian Kualitatif-Kuantitatif, (Malang: UIN Maliki Press, hal.
294-295 17 Michael Quinn Patton, Metode Evaluasi Kualitatif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006),
hal. 279
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
20
Dalam penelitian ini, peneliti lebih menggunakan teknik wawancara
dan observasi, dokumentasi untuk memperoleh data. Sehingga data
yang diperoleh benar-benar akurat.
G. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam skripsi ini dengan susunan sebagai
berikut:
Bab I membahas tentang pendahuluan, menjelaskan tentang
latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan peneltian, manfaat
penelitian, definisi konsep, metode penelitian yang digunakan, dan
sistematika pembahasan.
Bab II membahas tentang kerangka teori, yang menjelaskan
tentang kajian pustaka dan teori, dalam kajian pustaka dan teori
membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan Rational Emotive
Therapy dalam menangani negative thinking seorang anak terhadap
ayah tirinya. Sedangkan dalam kajian teori membahas tentang
penelitian terdahulu yang relevan.
Bab III membahas tentang penyajian data yang meliputi
deskripsi umum objek penelitian dan deskripsi hasil penelitian dan
Bab IV membahas tentang analisis data serta Bab V merupakan
penutup, yang membahas tentang kesimpulan dan saran.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
21
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teoritik
1. Rational Emotive Therapy
a. Pengertian Rational Emotive Therapy
Menurut Singgih D. Gunarsa mengungkapkan bahwa
`Rational Emotive Therapy adalah memperbaiki melalui pola
berpikirnya dan menghilangkan pola berpikir yang irrasional.
Terapi dilihatnya sebagai usaha untuk mendidik kembali (re-
education), jadi konselor bertindak sebagai pendidik dengan antara
lain memberi tugas yang harus dilakukan konseli serta
menganjurkan strategi tertentu untuk memperkuat proses
berpikirnya.36
Menurut WS. Winkel mengungkapkan bahwa Rational
Emotive Therapy adalah corak konseling yang menekankan
kebersamaan dan interaksi antara berpikir dengan akal sehat
(rational thinking), berperasaan (emoting), dan berperilaku (acting)
serta sekaligus menekankan bahwa suatu perubahan yang
mendalam dalam cara berpikir dan berperasaan dapat
mengakibatkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan
berperilaku.37
36 Singgih D. Gunarsa, Konseling dan Psikoterapi, (Jakarta: Gunung Mulia, 1992), Hal. 236 37 W.S Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, (Jakarta: Grasindo,
1991), Hal. 364
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
22
Menurut Gerald Corey mengungkapkan bahwa Rational
Emotive Therapy adalah pemecahan masalah yang menitikberatkan
pada aspek berpikir, menilai, memutuskan, direktif tanpa lebih
banyak berurusan dengan dimensi-dimensi pikiran ketimbang
dengan dimensi-dimensi perasaan.38
Dari beberapa pengertian Rational Emotive Therapy di atas,
penulis menyimpulkan bahwa Rational Emotive Therapy
merupakan terapi yang berusaha menghilangkan cara berpikir
konseli yang tidak logis serta irasional dengan merubah pemikiran
yang logis serta rasional melalui menentang, mendebat
mempertanyakan hal-hal yang berkaitan dengan keyakinan-
keyakinan irasional konseli.
b. Hakikat Manusia
Rational Emotive Therapy dikembangkan oleh seorang
eksistensialis yang bernama Albert Ellis pada tahun 1962.
Sebagaimana yang diketahui, aliran ini dilatarbelakangi oleh
filsafat eksistensialisme yang berusaha memahami manusia
sebagaimana adanya. Manusia adalah subyek yang sadar akan
dirinya dan sadar akan objek-objek yang dihadapinya. Manusia
adalah makhluk berbuat dan berkembang dan merupakan individu
dalam satu kesatuan yang berarti manusia bebas berpikir, bernafsu
38 Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung: PT Eresco,
1988), Hal. 240
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
23
dan berkehendak.39 Manusia dilahirkan dengan potensi untuk
berfikir rasional, tetapi juga kecenderungan-kecenderungan kearah
berfikir curang. Mereka cenderung untuk menjadi korban dari
keyakinan-keyakinan yang irasional dan untuk mereindoktrinasi
dengan keyakinan-keyakinan yang irasional itu, tetapi berorientasi
kognitif tingkah laku tindakan dan menekankan berfikir, menilai,
menganalisa, melakukan dan memutuskan ulang. Modelnya adalah
didaktif direktif tetapi dilihat sebagai proses reduksi.40
Secara umum ada dua prinsip yang mendominasi manusia
yaitu pikiran dan perasaan. Setiap manusia yang normal memiliki
pikiran, perasaan dan perilaku yang ketiganya saling berkaitan.
Pikiran mempengaruhi perasaan dan perilaku, perasaan
mempengaruhi pikiran dan perilaku, dan perilaku mempengaruhi
pikiran dan perasaan. Oleh karena itu, bahagia dan tidak
bahagianya seseorang dipengaruhi oleh ketiga aspek di atas.
Asumsi tentang hakikat manusia menurut Rational Emotive
Therapy adalah sebagai berikut:41
1) Pada dasarnya individu adalah unik, yang memiliki
kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika
manusia berpikir dan berperilaku rasional maka dia efektif,
39 Sofyan S. Willis, Konseling Individual Teori dan Praktek, (Bandung: Alfabeta, 2004),
Hal. 75 40 Faizah Noer Laela, Bimbingan Konseling Sosial, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press,
2014), Hal. 107 41 Latipun, Psikologi Konseling, (Malang: UMM Press, 2001), Hal. 83
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
24
bahagia dan kompeten. Namun ketika manusia berpikir dan
berperilaku irasionl maka dia tidak efektif.
2) Reaksi “emosional” seseorang sebagian besar disebabkan oleh
evaluasi, interpretasi dan filosofi yang disadari maupun tidak
disadari oleh individu.
3) Hambatan psikologis atau emosional adalah akibat dari cara
berpikir yang tidak logis dan irrasional. Emosi menyertai
individu yang berpikir dengan penuh prasangka sangat
personal dan irasional.
4) Berpikir irasional diawali dengan belajar secara tidak logis
yang diperoleh. Segala sesuatu yang dipandang terus
membentuk cara pandang selanjutnya.
5) Berpikir secara irasional akan tercermin dari verbalisasi yang
digunakan. Verbalisasi yang tidak logis menunjukkan cara
berpikir yang salah dan verbalisasi yang tepat menunjukkan
cara berpikirnya yang tepat.
6) Perasaan dan berpikir negatif dan penolakan diri harus dilawan
dengan cara berpikir yang rasional dan logis yang dapat
diterima menurut akal sehat serta menggunakan cara
verbalisasi yang rasional.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
25
c. Pribadi Sehat dan Tidak Sehat
1) Pribadi sehat
Menurut pendekatan Rational Emotive Therapy, pribadi
sehat mempunyai ciri memiliki kemampuan untuk
mengaktualisasikan diri. Ciri-ciri orang yang teraktualisasikan
dirinya sebagai berikut:42
a) Mempunyai minat diri terhadap sesuatu.
b) Mempunyai minat sosial.
c) Mempunyai arah diri.
d) Toleransi terhadap orang lain yang berbeda perilaku.
e) Fleksibel terhadap perubahan dan tidak bersifat kaku.
f) Mampu menerima ketidakpastian.
g) Komitmen terhadap sesuatu di luar dirinya.
h) Berpikir secara ilmiah.
i) Menerima diri tanpa syarat tertentu.
j) Mampu mengambil resiko.
k) Mempunyai hedonisme untuk jangka waktu yang lama.
l) Tidak bersifat utopian.
m) Mempunyai toleransi yang tinggi terhadap frustasi.
n) Bertanggung jawab terhadap gangguan emosional.
Selain hal yang telah disebutkan, orang sehat menurut
Rational Emotive Therapy adalah mereka yang mempunyai
42 Hartono dan Boy Soedarmadji, Psikologi Konseling, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2012), Hal. 135
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
26
daya kreativitas, memelihara diri, peka terhadap indra,
memerhatikan orang lain dan mampu belajar dari kesalahan
yang telah diperbuat
2) Pribadi tidak sehat
Pribadi yang menyimpang mengacu pada sebelas id
yang tidak rasional (eleven irrational idea/thinking).
Adapun kesebelas ide irasional antara lain:
a) Tuntutan untuk selalu dicintai dan didukung oleh orang-
orang terdekat (significant others). Hal ini merupakan
pemikiran irasional, karena hal itu tidak mungkin untuk
dicapai. Jika seseorang melakukan hal itu, maka dia akan
merasa tidak aman dan akan merasa kalah.
b) Tuntutan kompetensi dan kemampuan secara sempurna di
semua bidang.
c) Tuntutan untuk menghukum dan menyalahkan orang lain.
Hal ini sangat irasional, karena sering kali konseli tidak
memiliki standar untuk menentukan baik dan buruk sesuatu
hal.
d) Tidak senang atas kejadian yang tidak diharapkan. Konseli
tidak menyadari bahwa keadaan lingkungan di sekitar
konseli selalu tidak seperti yang diharapkan.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
27
e) Tuntutan penyebab eksternal. Pada saat ini, individu merasa
bahwa kejadian-kejadian di luar dirinya dapat menyakitkan
atau membahayakan dirinya.
f) Perhatian pada hal-hal yang berbahaya. Hal ini
menunjukkan bahwa individu jika ada sesuatu yang
membahayakannya (walau remeh), individu akan
memikirkan permasalahan itu secara terus menerus bahkan
pola pikirnya justru menmbah masalah tersebut menjadi
semakin rumit.
g) Lari dari kesulitan dan tanggung jawab.
h) Keharusan untuk bergantung.
i) Kejadian saat ini ditentukan oleh perilaku masa lalu dan
tidak dapat diubah.
j) Terlalu hanyut atau peduli pada permasalahan orang lain.
k) Tuntutan jawaban yang selalu benar dan persis atas suatu
masalah.
d. Teori Kepribadian A-B-C-D-E
Secara umum teori A-B-C-D-E dapat dijelaskan pada tabel
sebagai berikut:
Teori Kepribadian Rational Emotive Therapy A-B-C-D-E
Komponen Proses
A Activity, or Action, or Agent
Hal-hal, situasi, kegiatan atau
External Events
Kejadian diluar atau
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
28
peristiwa yang mendahului atau
menggerakkan individu
(Antecedent or activiting events)
sekitar individu
Ib
rB
Irrational Beliefs, yakni
keyakinan-keyakinan irasional
atau tidak layak terhadap kejadian
eksternal (A)
Rational Beliefs, yakni
keyakinan-keyakinan yang
rasional atau layak dan secara
empirik mendukung kejadian
eksternal (A)
Self verbalization :
terjadi dalam diri
individu, yakni apa
secara terus menerus
ia katakan
berhubungan dengan
A terhadap dirinya
iC
rC
Irrational Consequences, yakni
konsekuensi-konsekuensi irasional
atau tidak layak yang berasal dari
(A)
Rational Consequences, yakni
konsekuensi-konsekuensi rasional
atau layak yang dianggap berasal
dari (Rb=keyakinan yang rasional)
Rational Beliefs,
yakni keyakinan-
keyakinan yang
rasional atau layak
dan secara empirik
mendukung
kejadian-kejadian
eksternal (A)
D Dispute Irrational Beliefs, yakni
keyakinan-keyakinan irrasional
dalam diri individu saling
Validate or
Invalidate Self
Verbalizations :
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
29
bertantangan yakni suatu proses
self verbalization
dalam diri individu
apakah valid atau
tidak
CE
BE
Cognitive Effect of Disputing,
yakni efek kognitif yang terjadi
dari pertentangan (disputing)
dalam keyakinan-keyakinan
irasional.
Behavioral Effect of Disputing,
yakni efek dalam perilaku yang
terjadi dari pertentangan dalam
keyakinan-keyakinan irasional
diatas
Change Self
Verbalization, yakni
terjadinya perubahan
dalam verbalisasi
daripada individu
Change Behaviour,
yakni terjadinya
perubahan perilaku
dalam diri individu43
Tabel 2.1
Beberapa komponen penting dalam perilaku irasional dapat
dijelaskan dengan simbol-simbol berikut:
43 Mohammad Surya, Teori-teori Konseling, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2003), Hal.
14
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
30
A : Activiting event atau peristiwa yang menggerakkan
individu.
iB : Irrational Belief, keyakinan irasional terhadap A
iC : Irrational Consequences, konsekuensi dari pemikiran
irrasional terhadap emosi melalui self verbalization
D : Dispute Irrational Belief, keyakinan yang saling
bertentangan
CE : Cognitive Effect, efek kognitif yang terjadi karena
pertentangan dalam keyakinan irasional
BE : Behavioral Effect, terjadi perubahan perilaku karena
keyakinan irasional
e. Ciri-ciri Rational Emotive Therapy
Rational Emotive Therapy mempunyai karakteristik sebagai
berikut:
1) Aktif-direktif, artinya bahwa dalam hubungan konseling atau
terapeutik, konselor lebih aktif membantu mengarahkan konseli
dalam menghadapi dan memecahkan masalahnya.
2) Kognitif-eksperensial, artinya bahwa hubungan yang dibentuk
harus berfokus pada aspek kognitif dari konseli dan berintikan
pemecahan masalah yang rasional.
3) Emotif-eksperensial, artinya bahwa hubungan yang dibentuk
juga harus melihat aspek emotif konseli dengan mempelajari
sumber-sumber gangguan emosional sekaligus membongkar
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
31
akar-akar keyakinan yang keliru yang mendasari gangguan
tersebut.
4) Behavioristik, artinya bahwa hubungan yang dibentuk harus
menyentuh dan mendorong terjadinya perubahan perilaku
dalam diri konseli.
Kelebihan Rational Emotive Therapy adalah tekanannya
pada perasaan tanggapan-tanggapan kogntif terhadap timbulnya
reaksi-reaksi perasaan. Kelemahannya adalah kurangnya
pengakuan terhadap perasaan dasar (mood, stemming) sebagai
suatu faktor yang sangat dominan dalam kehidupan manusia yang
tidak sebegitu mudah mengalami perubahan.44
f. Tujuan Konseling
Rational Emotive Therapy bertujuan untuk menghilangkan
cara berpikir yang tidak logis, yang tidak rasional dan
menggantinya dengan sesuatu yang logis dan rasional. Selain itu
Rational Emotive Therapy juga bertujuan untuk memperbaiki dan
mengubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta
pandangan konseli yang irasional menjadi rasional sehingga ia
dapat mengembangkan diri dan mencapai realisasi diri yang
optimal.45 Untuk menghilangkan hal ini, konselor perlu memahami
dunia konseli, perilaku konseli dari sudut konseli itu sendiri.
44 W.S Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan, Hal. 370 45 Sulistyarini dan Mohammad Jauhar, Dasar-dasar Konseling, (Jakarta: Prestasi
Pustakarya: 2014), Hal. 243
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
32
Memahami perilaku konseli yang tidak rasional tanpa terlibat
dengan perilaku tersebut sehingga memungkinkan konselor dapat
mendorong konseli agar konseli menghentikan cara berpikir yang
tidak rasional.
Adapun tujuan dalam Rational Emotive Therapy adalah
sebagai berikut:46
1) Konselor menunjukkan bahwa cara berpikir konseli tidak logis.
Kemudian membantunya memahami bagaimana dan mengapa
konseli sampai pada cara berpikir seperti itu. Menunjukkan
pula hubungan antara pikiran tidak logis dengan perasaan tidak
bahagia atau dengan gangguan emosi yang dialaminya.
2) Menunjukkan kepada konseli bahwa konseli mempertahankan
perilakunya yang terganggu karena konseli meneruskan cara
berpikirnya yang tidak logis.
3) Mengubah cara berpikir konseli dengan membuang cara
berpikir yang tidak logis.
g. Peranan Konselor
Dalam Rational Emotive Therapy, konselor harus
meminimalkan hubungan yang intens terhadap konseli tetapi tetap
dapat menunjukkan penerimaan yang positif. Tugas utama seorang
konselor adalah mengajari konseli cara memahami dan mengubah
diri sehingga konselor harus bertindak aktif dan direktif. Dalam
46 Singgih D. Gunarsa, Konseling dan Psikoterapi, Hal. 236
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
33
Rational Emotive Therapy, konselor terlibat langsung terhadap
konseli dalam proses konseling. Mengubah keyakinan yang telah
mengakar dalam diri konseli bukanlah sesuatu yang mudah. Untuk
itu, seorang konselor harus mendengarkan pernyataan konseli
dengan sungguh-sungguh dan menunjukkan empatinya. Konselor
perlu memahami keadaan konseli sehingga memungkinkan untuk
mengubah cara berpikir konseli yang tidak rasional.
Rational Emotive Therapy adalah sebuah proses edukatif
karena salah satu tugas konselor adalah mengajarkan dan
membenarkan perilaku konseli melalui pengubahan cara berpikir
(kognisi) nya. Konselor bertindak sebagai pendidik yang antara
lain memberi tugas pada konseli serta mengajarkan strategi untuk
memperkuat proses berpikirnya. Tugas konselor dalam proses
konseling adalah sebagai berikut:47
1) Mengajak konseli untuk berpikir tentang bentuk-bentuk
keyakinan irasional yang memengaruhi tingkah laku.
2) Menantang konseli untuk menguji gagasan-gagasan
irasionalnya.
3) Menunjukkan ketidaklogisan cara berpikir konseli.
4) Menggunakan analisis logika untuk meminimalkan keyakinan
irasional konseli.
47 Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-dasar Konseling, Hal. 180
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
34
5) Menunjukkan pada konseli bahwa keyakinan irasionalnya
adalah penyebab gangguan emosional dan tingkah laku.
6) Menggunakan absurditas dan humor untuk menghadapi
keyakinan irasional konseli.
7) Menerangkan pada konseli bahwa keyakinannya dapat diubah
menjadi rasional dan memiliki landasan empiris.
8) Mengajarkan pada konseli bagaimana menerapkan pendekatan
ilmiah yang membantunya agar dapat berpikir secara rasional
dan meminimalkan keyakinan irasional.
h. Tahap-tahap Konseling
Rational Emotive Therapy membantu konseli mengenali
dan memahami perasaan, pemikiran dan tingkah laku yang
irasional. Dalam proses ini konseli diajarkan untuk menerima
bahwa perasaan, pemikiran dan tingkah laku tersebut diciptakan
dan diverbalisasi oleh konseli sendiri. Jadi, Rational Emotive
Therapy memandang segala sesuatu yang dianggap irasional oleh
konseli itu merupakan suatu hal yang disebabkan oleh konseli
sendiri. Untuk mengatasi hal tersebut, konseli membutuhkan
konselor untuk membantu mengatasi permasalahannya. Adapun
tahap-tahap dalam Rational Emotive Therapy adalah:48
1) Proses dimana konseli diperlihatkan dan disadarkan bahwa
mereka tidak logis dan irasional. Proses ini membantu konseli
48 Gantina Komalasari, Dkk, Teori dan Teknik Konseling, Hal. 215
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
35
memahami bagaimana dan mengapa dapat menjadi irasional.
Pada tahap ini konseli diajarkan bahwa mereka memiliki
potensi untuk mengubah hal tersebut.
2) Pada tahap ini konseli dibantu untuk yakin bahwa pemikiran
dan perasaan negatif tersebut dapat ditantang dan diubah. Pada
tahap ini konseli mengeksplorasi ide-ide untuk menentukan
tujuan-tujuan rasional. Konselor juga mendebat pikiran
irasional konseli dengan menggunakan pertanyaan untuk
menantang validitas ide tentang diri, orang lain dan lingkungan
sekitar. Pada tahap ini konselor menggunakan teknik-teknik
konseling dalam Rational Emotive Therapy untuk membantu
konseli mengembangkan pikiran rasional.
3) Tahap akhir ini, konseli dibantu untuk secara terus menerus
mengembangkan pikiran rasional serta mengembangkan
filosofi hidup yang rasional sehingga konseli tidak terjebak
pada masalah yang disebabkan oleh pemikiran irasional.
i. Teknik-teknik Konseling
Rational Emotive Therapy menggunakan berbagai teknik
yang bersifat kognitif, afektif dan behavioral yang disesuaikan
dengan kondisi konseli.
Berikut ini akan dikemukakan beberapa macam teknik, yaitu:49
49 Mohammad Surya, Teori-teori Konseling, Hal. 18-20
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
36
1) Teknik Assertive Training yaitu teknik yang digunakan untuk
melatih, mendorong dan membiasakan konseli untuk terus
menerus menyesuaikan dirinya dengan perilaku tertentu yang
diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat
pendisiplinan diri konseli.
2) Dispute Cognitive yaitu teknik yang digunakan untuk
mengubah keyakinan irasional konseli melalui philosopical
persuation, didactic, presentation, socratic dialogue, vicarious
experinces dan berbagai ekspresi verbal lainnya.
3) Teknik Sosiodrama yaitu digunakan untuk mengeksplorasikan
berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan
negatif) melalui suatu suasana yang didramatisasikan
sedemikian rupa sehingga konseli dapat secara bebas
mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan, tulisan ataupun
melalui gerakan-gerakan dramatis.
4) Teknik Self Modeling yaitu teknik yang digunakan untuk
meminta konseli agar berjanji atau mengadakan komitmen
dengan konselor untuk menghilangkan perasaan atau perilaku
tertentu. Dalam Self Modeling ini, konseli diminta untuk tetap
serta pada janjinya dan secara terus menerus menghindarkan
dirinya dari perilaku negatif.
5) Teknik Imitasi yaitu teknik yang digunakan dimana konseli
diminta untuk menirukan secara terus menerus suatu model
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
37
perilaku tertentu dengan maksud menghadapi dan
menghilangkan perilakunya sendiri yang negatif.
6) Teknik Reinforcement (penguatan) yaitu teknik yang digunakan
untuk mendorong konseli kearah perilaku yang lebih rasional
dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward)
ataupun punishment (hukuman). Teknik ini dimaksudkan untuk
membongkar sistem nilai dan keyakinan yang irasional pada
konseli dan menggantinya dengan sistem nilai yang positif.
Dengan memberikan reward ataupun punishment, maka
konseli akan menginternalisasikan sistem nilai yang diharapkan
kepadanya.
7) Teknik Social Modeling (pemodelan sosial) yaitu teknik yang
digunakan untuk memberikan perilaku-perilaku baru pada
konseli. Teknik ini dilakukan agar konseli dapat hidup dalam
suatu model sosial yang diharapkan dengan cara imitasi,
mengobservasi dan menyesuaikan dirinya dengan model sosial
yang dibuat.
8) Teknik Live Models (model dari kehidupan nyata) yaitu teknik
yang digunakan untuk menggambarkan perilaku-perilaku
tertentu, khususnya situasi-situasi interpersonal yang kompleks
dalam bentuk percakapan sosial, interaksi dengan memecahkan
masalah-masalah.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
38
9) Home Work Assigments (pemberian tugas rumah) yaitu teknik
yang digunakan untuk memberikan konseli tugas-tugas rumah
untuk melatih membiasakan diri serta menginternalisasikan
sistem nilai tertentu yang menuntut pola perilaku yang
diharapkan. Dengan tugas rumah yang diberikan, konseli
diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide serta
perasaan-perasaan yang irasional dan ilogis dalam situasi-
situasi tertentu, mempraktekkan respon-respon tertentu,
berkonfrontasi dengan verbalisasi dari yang mendahului,
mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk
mengubah aspek kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-
latihan tertentu berdasarkan tugas yang telah diberikan.
10) Teknik Assertive yaitu teknik yang digunakan untuk melatih
keberanian konseli dalam mengekspresikan perilaku-perilaku
tertentu yang diharapkan melalui role playing atau bermain
peran, rehearsal atau latihan dan sosial modeling atau meniru
model-model sosial.
11) Teknik Reframing yaitu teknik yang digunakan untuk
mengevaluasi kembali hal-hal yang mengecewakan dan tidak
menyenangkan dengan mengubah frame berpikir konseli.
Dari beberapa banyak teknik Rational Emotive Therapy di
atas, peneliti hanya menggunakan satu teknik saja yaitu teknik
Dispute Cognitive. Dalam hal ini konselor mendebat,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
39
mengklarifikasi dengan cara membuka pertanyaan kepada konseli
yang meliputi pertanyaan untuk melakukan dispute logis, reality
testing, dan pragmatic disputation.
2. Negative Thinking
a. Pengertian Negative Thinking
Negative thinking adalah cara seseorang memberikan
penilaian atau kesimpulan secara bertolak belakang dari
kenyataannya. Jadi, negative thinking dapat diartikan sebagai cara
atau pola berpikir yang lebih condong pada sisi negatif dibanding
sisi positifnya. Pola pikir ini bisa tampak dari keyakinan atau
pandangan yang terucap, cara seseorang bersikap dan berperilaku
sehari-hari. Pola pikir negatif juga tampak dari cara seseorang
memandang atau merespon persoalan yang seringkali mengabaikan
rasionalitas, logika, fakta atau informasi yang relevan.
Berpikir adalah berbicara dengan diri kita sendiri dalam
benak dan batin mereka masing-masing. Dari hal
mempertimbangkan, merenungkan, mengamati, menganalisa dan
membuktikan sesuatu serta menentukan hasilnya itulah yang
dikatakan dengan berpikir.50
b. Kekuatan Pikiran
Kemuliaan manusia terletak pada pikirannya. Dalam
Quwwat al Tahakkum fi al Dzat “ Hari ini Anda tergantung pada
50 Ramdhani Fahrefi, Mind Therapy, (Jakarta: Bee Media Indonesia, 2009), Hal. 95
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
40
pikiran yang datang saat ini, besok Anda ditentukan oleh kemana
pikiran membawa Anda” Begitulah kenyataannya. Perasaan dan
perbuatan pasti dimulai dari pikiran. Pikiranlah yang menjadi
pendorong setiap perbuatan dan dampaknya. Pikiranlah yang
menentukan kondisi jiwa, tubuh, kepribadian dan rasa percaya diri.
Pada tahun 1986, penelitian Fakultas Kedokteran di San
Francisco menyebutkan bahwa lebih dari 80% pikiran manusia
bersifat negatif. Hasil penelitian ini memperkuat pernyataan bahwa
nafsu cenderung menyuruh pada keburukan (ammarah bi al su’).
Dengan hitungan sederhana, 80% dari 60.000 pikiran berarti setiap
hari kita memiliki 48.000 pikiran negatif.51 Semua itu turut
memengaruhi perasaan, perilaku serta penyakit yang mendera jiwa
dan raga.
Berikut adalah kekuatan pikiran yang dapat mempengaruhi
segala hal:52
1) Pikiran Membuat Arsip Memori Dalam Akal
Manusia lahir dalam kondisi fitrah, belum mengerti
sesuatu apapun. Bahkan ia belum mengerti apa yang terjadi
disekitarnya. Data dalam otaknya masih kosong dan bersih.
Kemudian secara perlahan otaknya di isi oleh orangtuanya
dengan berbagai hal. Dari situlah otak akan merekam segala
sesuatu yang diterimanya dan kemudian membuat file-file
51 Ibrahim Elfiky, Terapi Berpikir Positif, (Jakarta: Zaman, 2009), Hal. 4 52 Alam Bachtiar, Asyiknya Berpikir dan Berkepribadian Positif, (Yogyakarta: Araska,
2016), Hal. 173-175
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
41
tersendiri di dalam akal sesuai dengan apa yang telah
diterimanya.
2) Pikiran Melahirkan Mindset
Mindset adalah sekumpulan pikiran yang terjadi
berkali-kali di berbagai tempat dan waktu serta diperkuat
dengan keyakinan dan proyeksi, sehingga menjadi kenyataan
yang dapat dipastikan di setiap tempat dan waktu yang sama.
Mindset terbentuk dari pikiran-pikiran tertentu yang terjadi
berkali-kali dan hasilnya digunakan dalam kehidupan. Jadi saat
orang sering memikirkan sesuatu dan menggambarkan bahwa
pengalaman tertentu memiliki efek tertentu.
3) Pikiran Mempengaruhi Intelektualitas
Akal bekerja sesuai dengan arahan. Apa pun yang
dipikirkan oleh seseorang, maka semua itu akan diterima oleh
akal. Akal tersebut akan bekerja sesuai dengan arahan pikiran.
Kemudian ia akan mencari di ruang memori setiap file data
yang dapat membantu dan mendukung ke arah itu untuk
berhasil mewujudkannya, baik positif atau negatif. Saat kita
berpikir otak akan menangkap sinyal informasi, kemudian otak
akan melakukan hal :
a) Menyadari dan memahami informasi dan pikiran.
b) Membuka file yang khusus menyimpan pikiran dalam ruang
memori.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
42
c) Menganalisis pikiran tersebut dan membandingkannya
dengan pikiran lain yang serupa dan tersimpan dalam
memori.
d) Mencari data dalam file memori yang dapat mendukung dan
memperkuat pikiran.
e) Melemahkan informasi lain agar membantu berkonsentrasi
pada pikiran yang ada, karena akal manusia hanya dapat
memikirkan satu hal dalam satu waktu.
4) Pikiran Mempengaruhi Fisik
Akal dan tubuh saling mempengaruhi. Apa yang kita
pikirkan dan katakan pada diri akan diambil oleh otak.
Selanjutnya ia membuka data-data yang sesuai dengan apa
yang kita pikirkan. Saat itulah pikiran mempengaruhi gerakan
tubuh dan ekspresi wajah.
5) Pikiran Melahirkan Kebiasaan
Kebiasaan manusia terbentuk dengan cara yang sama,
yaitu pengulangan perilaku dan kemudian diikat oleh perasaan.
Maka terbentuklah file khusus yang berkaitan dengan kebiasaan
tersebut. Setiap kali perilaku tersebut diulang, maka kuatlah
rekaman yang tersimpan di akal bawah sadar. Jika pada
kesempatan lain ia menghadapi kondisi yang sama, maka ia
akan bersikap sama.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
43
6) Pikiran Mempengaruhi Sikap
Manusia adalah ciptaan Allah yang paling sempurna. Ia
dibentuk oleh kehidupan, pengetahuan, nilai-nilai dan
keyakinan yang melahirkan sikap. Sikap kita sering terjadi
karena kebiasaan dan pengaruh dari luar. Oleh sebab itu sikap
atau tindakan kita dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan kita.
Dengan demikian pemikiran memiliki banyak kekuatan
yang bisa mempengaruhi banyak hal, diantaranya: pikiran
membuat arsip memori dalam akal, pikiran melahirkan mindset,
pikiran mempengaruhi intelektualitas, pikiran mempengaruhi
fisik, pikiran melahirkan kebiasaan, dan pikiran mempengaruhi
sikap.
c. Ciri-ciri Negative Thinking
1) Keyakinan dan proyeksi negatif.
2) Cara pandang yang salah.
3) Pesimis.
4) Pikiran dan konsentrasinya tertuju pada hal-hal yang negatif.
5) Selalu merasa putus asa.
d. Faktor-faktor Penyebab Berpikir Negatif
1) Program terdahulu.
2) Tidak adanya tujuan yang jelas.
3) Rutinitas negatif.
4) Pengaruh internal.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
44
5) Pengaruh eksternal.
6) Kehidupan masa lalu.
7) Konsentrasi yang negatif.
8) Kondisi mental yang lemah.
9) Persahabatan yang tidak baik.
10) Media informasi.
e. Dampak Berpikir Negatif
1) Prinsip menyerang atau lari.
2) Tiga pembunuh.
3) Memperkuat ego paling rendah.
4) Kekuatan pikiran yang negatif.
f. Anjuran Berpikir Positif dalam Islam
Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin. Segala
sesuatunya sudah diatur sedemikian rupa di dalam Islam. Jika kita
hidup sesuai dengan aturan yang ada di dalam Al Qur’an dan
Hadist maka hidup kita akan bahagia di dunia maupun di akhirat.
Seperti halnya berpikir positif sudah dianjurkan atau disebutkan
dalam islam yaitu sesuai Al Qur’an dan Hadist. Oleh karena itu,
berburuk sangka sangat dibenci oleh Allah seperti dalam
FirmanNya Hai orang-orang beriman, jauhilah kebanyakan dari
prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
45
dosa.53 Ayat Al Qur’an yang menerangkan bahwa kita dianjurkan
untuk berpikir positif adalah sebagai berikut:54
1) Anjuran berpikir positif dalam surat Ad Dhuha
Artinya : Tuhanmu tiada meninggalkan engkau (Muhammad)
dan tiada (pula) membencimu (QS. Ad Dhuha, 3)55
Bagian surat tersebut, ketenangan dan kejinakan itu
menemui realitasnya. Ketenangan inilah yang dimaksudkan
menjadi sasarannya. Seakan-akan Allah memberi isyarat
kepada Rasul-Nya saw. Sejak permulaan surah, bahwa
Tuhannya selalu melimpahkan ketenangan dan kesenangan di
sekitar alam wujud ini. Karena itu, beliau tidak disingkirkan
dan dikucilkan.
Setelah isyarat semesta ini, datanglah penegasan secara
lansung, “Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula)
benci kepadamu.” Tuhaanmu tiada meninggalkanmu tidak pula
mengucilkanmu sebagaimana anggapan orang-orang yang
hendak menyakiti perasaanmu, mengganggu kalbumu, dan
menggocangkan hatimu. Allah adalah “Tuhanmu”, dan engkau
adalah “hamba-Nya” yang dinisbatkan kepada-Nya, di ahdaf-
kan kepada rububiyah-Nya. Karena itu, Dialah yang
53 Al Ghozali, Keajaiban-keajaiban Hati, (Bandung: Karisma, 2000), Hal. 140 54 Hari Kurniawan Tajdid, Terapi Berpikir Positif Dengan Al Quran dan Al Hadist,
(Yogyakarta: Araska, 2015), Hal. 25 55 Departemen Agama RI, Al Quran dan Terjemahnya, (Bandung: PT Sygma Examedia
Arkanleema, 2009), Hal. 596
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
46
memeliharamu, melindungimu, dan memberikan jaminan
kepadamu.
Tidak pernah surut sumber karunia-Nya dan limpahan
pemberiaan-Nya. Maka, engkau akan mendapat di sisi-Nya di
akhirat nanti jauh lebih baik daripada apa yang diberikan-Nya
kepadamu di dunia, “sesungguhnya akhir (akhirat) itulebih
baik bagimu daripada permulaan didunia.” Itu adalah
kebaikan yang pertama dan yang akhir, sejak permulaan hingga
terakhir.
Sesungguhnya dia telah menyimpan untukmu apa yang
menyenangkanmu. Yaitu, yang berupa pertolongan didalam
dakwahmu, dihilangkannya hambatan dari jalanmu,
dominannya manhaj-mu, danmmenangnya hak-hakmu. Itulah
perkara-perkara yang menyibukan hati Rasulullah saw. Ketika
beliau menghadapi kekerasan, pendustaan, gangguan, tipu
daya, dan caaci maki, “kelak Tuhanmu pasti memberikan
karunia-Nya kepadamu, lalu(hati) kamu menjadi puas.”56
2) Anjuran berpikir positif dalam surat Al Hujurat ayat 12
56 Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Qur’an, diterj. oleh As’ad Yasin, dkk., Tafsir Fi Zhilalil
Qur’an di Bawah Naungan Al-Qur’an Jilid 12, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), hal. 293.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
47
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan
purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-
sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang
dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah
seorang diantara kamu yang suka memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.57
Ayat inipun menegakkan jalinan lain pada masyarakat
yang utama lagi mulia ini seperti kemulian individu,
kehormatannya, dan kebebasannya sambil mendidik manusia
dengan ungkapan yang menyentuh dan menakjubkan tentang
cara membersihkan perasaan dan kalbunya. Untaian surah
dimulai dengan panggilan kesayangan, “Hai orang-orang yang
beriman.” Lalu ayat menyuruh mereka menjauhi banyak
berprasangka. Sehingga, mereka tidak membiarkan dirinya
dirampas oleh setiap dugaan, kesamaran, dan keraguan yang
dibisikkan orang lain di sekitarnya. Ayat itu memberikan
alasan, “sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa.”
Tatkala larangan didasarkan atas banyak berprasangka,
sedang aturannya menyebutkan bahwa sebagian prasangka itu
merupakan dosa, maka pemberitahuan dengan ungkapan ini
57 Departemen Agama RI, Al Quran dan Terjemahnya, (Bandung: PT Sygma Examedia
Arkanleema, 2009), Hal. 517
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
48
intinya agar manusia menjauhi buruk sangka apa pun yang
akan menjerumuskannya ke dalam dosa. Sebab, dia tidak tahu
sangkaannya yang manakah yang menimbulkan dosa.
Dengan cara inilah, Al-Qur’an membersihkan kalbu
dari dalam agar tidak terkontaminasi dengan perasangka buruk,
sehingga seseorang terjeremus ke dalam dosa . Tetapi, Al-
Qur’an membiarkannya tetap bersih dan terbebas dari bisikan
dan keraguan dan kesangsian; dan hatinya tenteram tanpa
terkotori kegelisahan dan gundah. Alangkah nyamannya
kehidupan dalam masyarakat yang tervbebas dari aneka
prasangka.
Namun, persoalannya dalam Islam tidak berhenti
sampai disana, pada atmosfer yang mulia dan elok tatkala
membina hati dan perasaan. Bahkan, nash di atas menegakkan
prinsip berinteraksi jalinan seputar hak-hak orang lain yang
hidup dalam masyarakat yang bersih. Sehingga, mereka tidak
memperlakukannya dengan prasangka dan menghukuminya
dengan keraguan. Prasangka tidak menjadi landasan bagi
keputusan mereka. Bahkan, ia mesti lenyap dari masyaraat
tersebut dari sekitar mereka.
Adakah pemeliharaan kemuliaan manusia,
kebebasannya, hak-haknya, dan ungkapannya seperti yang
ditegaskan nash ini, sejauh manakah kekaguman orang
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
49
terhadap negara yang menjaga hak-hak manusia, jika
dibandingkan dengan apa yang diberitahukan oleh Al-
Qur’anul-Karim kepada orang-orang yang beriman yang di
jadikan landasan dan diaktualisasikan oleh masyarakat Islam
setelah sebelumnya menjadi realitas dalam kalbu.
Kemudian berkaitan dengan penjaminan terciptanya
masyarakat tersebut, disajikanlah prinsip lain yang berkaitan
dengan menjauhi prasangka, “Dan janganlah amu mencari-
cari kesalahan orang lain.” Tajasus kadang-kadang merupakan
kegiatan yang mengiringi dugaan dan kadang-kadang senagai
egiatan awal untuk menyikapi aurat dan mengetahui
keburukan. Al-Qur’an memberantas praktik yang hina ini dari
segi akhlak guna membersihkan albu dari kecenderungan yang
buruk itu, yang hendak mengungkapkan aib dan keburukan
orang lain.
Pemberantasan ini sejalan dengan tujuan Al-Qur’an
yang hendak membersihkan akhlak dan kalbu. Namun,
persoalan itu memiliki dampak yang lebih jauh daripada hal
tersebut. Yaitu, menjadi salah satu prinsip Islam yang utama
dalam sistem kemasyarakatan dan dalam penerapan serta
hukum.
Manusia memiliki kebebasan, kehormatan, dan
kemulian yang tidak boleh dilanggar dengan cara apa pun dan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
50
tidak boleh disentuh dalam kondisi apa pun. Pada masyarakat
Islam yang adil dan mulia, hiduplah manusia demgan rasa
aman atas dirinya, rasa aman atas rumahnya, rasa aman atas
kerahasiannya, rasa aman atas aibnya. Tidak ada satu perkara
pun yang menjustifikasi pelanggaran kehormatan diri, rumah,
rahasia, dan aib. Bahkan, jika terjadi pembunuhan yang
berimplikasi pada penegakan hukum, maka tidak dibolehkan
mencari-cari kesalahan manusia.
Manusia hendakah dipandang lahiriahnya. Tidak ada
seorangpun yang berhak menghukum atas batiniahnya. Tidak
ada seorang pun yang dapat menghukum manusia kecuali
berdasarkan penyimpangan dan kesalahan yang tampak.
Seseorang tidak boleh menyangka atau mengharapkan, atau
bahkan mengetahui bahwa mereka melakukan suatu
penyimpangan secara sembunyi-sembunyi, lalu diselidiki untu
memastikannya. Yang boleh dilakukan atas manusia ialah
menghukum mereka saat esalahannya terjadi dan terbukti
disertai jaminan lain yang telah ditetapkan oleh nash berkaitan
dengan setiap kesalahannya.58
58 Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Qur’an, diterj. oleh As’ad Yasin, dkk., Tafsir Fi Zhilalil
Qur’an di Bawah Naungan Al-Qur’an Jilid 10, hal. 419-420.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
51
B. Penelitian Terdahulu Yang Relevan
1. Judul : Bimbingan dan Konseling Islam Dengan Terapi
Rasional Emotif Dalam Menangani Kebencian
Anak Pada Ayah Di Wonocolo Surabaya
Nama : Siti Nur Afiyah
Tahun : 2015
Jurusan : Bimbingan Konseling Islam
Universitas : UIN Sunan Ampel Surabaya
Persamaan : Skripsi ini sama-sama berangkat dari studi kasus,
menggunakan analisis deskriptif komparatif kemudian sama-sama
menggunakan terapi Rasional Emotif serta objek yang diteliti adalah
anak
Perbedaan : Perbedaan dalam skripsi ini terletak pada masalah
yang diteliti. Dalam skripsi ini kasus yang diangkat adalah mengenai
kebencian anak terhadap ayahnya. Sedangkan kasus yang peneliti
angkat adalah mengenai negative thinking seorang anak terhadap ayah
tirinya
2. Judul : Bimbingan Konseling Islam Dengan Terapi
Rasional Emotif Untuk Menangani Depresi
Seorang Anak Yang Tidak Menerima Ayah
Tirinya
Di Tlasih Tulangan Sidoarjo
Nama : Siti Milda Miftah Khusnul Ainiyah
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
52
Tahun : 2015
Jurusan : Bimbingan Konseling Islam
Universitas : UIN Sunan Ampel Surabaya
Persamaan : Skripsi ini sama-sama berangkat dari studi kasus,
kemudian terapi yang dipakai yaitu menggunakan terapi Rasional
Emotif.
Perbedaan : Perbedaan dalam skripsi ini terletak pada analisis
data. Analisis dalam skripsi ini menggunakan analisis dekriptif
sedangkan analisis yang dipakai peneliti menggunakan analisis
deskriptif komparatif. Kemudian kasus yang diangkat dalam skripsi ini
yaitu depresi seorang anak yang tidak menerima ayah tirinya.
Sedangkan kasus yang peneliti angkat adalah negative thinking
seorang anak terhadap ayah tirinya
3. Judul : Bimbingan Konseling Islam Dengan Terapi
Rasional Emotif Dalam Menangani Sikap Egois
Pada Seorang Remaja Di Desa Tebuwung Dukun
Gresik
Nama : Layyin Fuadah
Tahun : 2015
Jurusan : Bimbingan Konseling Islam
Universitas : UIN Sunan Ampel Surabaya
Persamaan : Skripsi ini sama-sama menggunakan kualitatif,
berangkat dari studi kasus, kemudian analisanya menggunakan analisis
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
53
deskriptif komparatif yaitu membandingkan data teori dengan data
yang ada di lapangan. Selain itu persamaannya terletak pada terapi
yang dipakai yaitu terapi Rasional Emotif
Perbedaan : Perbedaan dalam skripsi ini dengan peneliti adalah
terletak pada objek yang diteliti. Dalam skripsi ini objek yang diteliti
adalah remaja, sedangkan peneliti objek yang diteliti adalah anak.
Selain itu, teknik yang dipakai dalam skripsi ini adalah menggunakan
teknik Dispute Cognitive.
4. Judul : Bimbingan dan Konseling Islam Dalam
Menangani Kasus Negative Thinking Seorang
Siswa Pada Mata Pelajaran Karya Seni Di SMP
Negeri 1 Sarirejo Lamongan
Nama : Ni’matus Sa’idah
Tahun : 2014
Jurusan : Bimbingan Konseling Islam
Universitas : UIN Sunan Ampel Surabaya
Persamaan : Dalam skripsi ini sama-sama menggunakan
penelitian kualitatif, kemudian dianalisa menggunakan analisis
deskriptif serta kasus yang dialami adalah negative thinking
Perbedaan : Perbedaan dalam skripsi ini terletak pada kasus
yang diteliti yakni dalam skripsi ini kasusnya adalah negative thinking
terhadap mata pelajaran karya seni sedangkan kasus yang peneliti teliti
adalah negative thinking seorang anak terhadap ayah tirinya.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
54
BAB III
PENYAJIAN DATA
A. Deskripsi Umum Objek Penelitian
1. Gambaran Lokasi Penelitian
a. Profil Yayasan Hotline Surabaya.
Yayasan Hotline Surabaya (YHS) adalah sebuah organisasi nirlaba
yang berdiri sejak tahun 1989. Pada awalnya hanya merupakan devisi
sosial harian SURYA yang memberikan pelayanan konseling psikologis
melalui surat, telepon, tatap muka dan konsultasi di rubrik ”Hotline”
SURYA. Tahun 1992 YHS menjadi yayasan mandiri dengan nama
Yayasan Hotline Service Surya (YHSS) terlibat dalam kampanye
penanggulangan HIV&AIDS khususnya untuk kelompok beresiko tinggi
di kalangan pekerja seks di Surabaya.
Di akhir tahun 1999 YHSS berubah nama menjadi Yayasan
Hotline Surabaya dan berpisah dengan harian SURYA menjadi satu
LSM mandiri yang punya kepedulian terhadap kesehatan reproduksi
perempuan, khususnya perempuan yang berpenghasilan rendah di
Surabaya. Tahun 2004 YHS masuk pada issu anak setelah menemukan
masalah yang kompleks pada pelacuran, bahwa banyak hak anak yang
terabaikan. YHS masuk melalui pencegahan dan penanganan traficking
dan eksploitasi seksual anak.
Program trafficking yang dikembangkan selain pencegahan adalah
penarikan, rehabilitasi dan reintegrasi ke keluarga dan masyarakat.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
55
Dalam kerangka melakukan reintegrasi maka sebagian dari mereka
membutuhkan tempat tinggal sementara untuk mendapatkan konseling,
pendidikan dan belajar ketrampilan yang mereka pilih. Hingga saat ini
YHS masih bekerja di beberapa issu yaitu HIV & AIDS, Traficking dan
penarikan, rehabilitasi dan reintegrasi Anak korban eksploitasi seksual.
b. Visi dan Misi Lembaga
1) Visi: “Bekerja Untuk Martabat Manusia Serta Dunia yang Lebih
Adil dan Setara”
2) Misi: Untuk mencapai misi visi di atas maka dikembangkan misi
sebagai berikut:
a) Mereformasi Pendidikan untuk hidup yang lebih baik.
b) Mendorong terciptanya hubungan yang egaliter antara laki-laki
dan perempuan sebagai anggota komunitas, anak dengan orang
tua serta antar masyarakat dan negara.
c) Membangun kesadaran akan hak-hak asasi manusia untuk
terciptanya individu, kelompok maupun masyarakat yang
mendapatkan penindasan.
d) Membuka akses ekonomi, pendidikan dan kesehatan individu,
kelompok dan masyarakat yang terabaikan.
e) Meningkatkan kepedulian individu, kelompok dan masyarakat
terhadap lingkungan hidup yang lebih sehat.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
56
f) Menjadi fasilitator dan agen perubahan untuk mengatasi
masalah-masalah kesehatan, pendidikan dan sosial yang belum
diatasi dalam system yang ada.
c. Kegiatan Yayasan Hotline Surabaya
Yayasan Hotline Surabaya mempunyai Shelter untuk anak-anak
korban eksploitasi seksual yang kami beri nama Omah Sahabat BETA
yang berarti Rumah sahabat untuk Belajar dan Transformasi. Yang
berfungsi sebagai Community Center for Learning. Adapun kegiatannya
antara lain:
1) Perpustakaan Komunitas untuk anak-anak.
2) Diskusi Film dan Buku.
3) Diskusi dan Konseling Kelompok.
4) Self Defens (di kegiatan ini anak-anak diajari tentang karate praktis
untuk menjaga diri).
5) Konseling Pribadi yang dilakukan oleh konselor YHS dan Psikiatri
RS. DR. Soetomo.
6) Program intervensi berbasis sekolah dengan program Rintisan
Sekolah mandiri.
d. Program Yayasan Hotline Surabaya
1) Program HIV dan AIDS
Program yang dijalankan pertama-tama adalah konsultasi
psikologi melalui telpon, tatap muka, surat menyurat. Ribuan klien
yang masuk sebanyak 90% perempuan berusia 15-30 tahun dan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
57
masalah yang dihadapi adalah seksualitas yakni soal keperawanan
dan masturbasi.
Berdasarkan data ini Hotline mengadakan program remaja
(jurnalis dan HIV-AIDS). Lalu pada tahun 1992 bergabung dalam
tim yang melakukan penelitian infeksi menular seksual dan HIV di
kalangan pekerja seks. Setelah penelitian selesai, mulailah program
pencegahan infeksi menular seksual dan HIV di kalangan pekerja
seks lokalisasi dan jalanan di Surabaya.
Studi yang dilakukan menemukan bahwa program pencegahan
melalui Komunikasi Perubahan Perilaku kalau mau efektif maka
perlu ada pelayanan kesehatan. Karena itu pada tahun 2000
bekerjasama dengan rumah sakit Wiliam Boath memberi pelayanan
pemeriksaan infeksi menular seksual dengan pendekatan sindrom.
Ternyata pendekatan sindrom tidak cocok untuk perempuan
yang menjadi pekerja seks. Lalu tahun 2003 mendirikan Klinik
Kesehatan Reproduksi Esensial dengan satu pintu pelayanan untuk
ibu anak, infeksi saluran reproduksi dan kontrasepsi. Pelayanan
ditambah Voluntary Counseling Testing (VCT). Pelayanan VCT
yang diadakan mendorong mengembangkan program Dukungan dan
Perawatan pada orang-orang yang terinfeksi HIV dengan bekerja
sama dengan RSU Dr.Soetomo.
Selain masalah kesehatan yang direspon, Yayasan Hotline
Surabaya juga merespon masalah-masalah yang terkait dengan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
58
pekerja seks. Pada tahun 2008 – 2009 Hotline Surabaya melakukan
program PITC (Provider Inisiated Testing and Counseling) atau
melakukan pemeriksaan Darah untuk tes HIV di lokalisasi
Bangunsari dan Tambak Asri, sebanyak -/+ 750 WPS mengikuti tes
dan ditemukan sebanyak 68 WPS tertular HIV.
Mulai tahun 2011 di 3 kota yaitu: Gresik, Probolinggo, dan
Jombang kami melakukan Program PMTS (Pencegahan HIV & AID
melalui Transmisi Seksual) dengan beberapa pendekatan yaitu
melalui pendidik sebaya, pokja lokasi, dan peningkatan akses
layanan kondom. Kami juga beberapa kali melakukan mobile VCT
dan IMS di beberapa hotspot di kota tersebut.
2) Program Pelatihan Anak Rentan, Penarikan dan Rehabilitasi Anak
Korban Eksploitasi Seksual
Yayasan Hotline Surabaya sudah mengadakan program anti
trafficking sejak tahun 2000. Dari tahun 2000 sampai dengan 2010
dengan mengadakan program kampanye publik, penarikan dan
reintegrasi ke keluarga, pencegahan di Banyuwangi (daerah
pemasok pelacuran di Surabaya). Lalu mulai tahun 2011 fokus ke
eksploitasi seksual komersial pada anak (ini merupakan fenomena
baru di kota Surabaya).
Daerah miskin kota Surabaya mulai menjadi pemasok
pelacuran; yang sebelumnya pemasok adalah perempuan-perempuan
dari desa yang berurbanisasi ke kota Surabaya. Ada 100 anak yang
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
59
berhasil ditarik dari situasi eksploitasi seksual komersial,
direhabilitasi (psikologi-psikiatri, kesehatan dan pendidikan) dan
diintegrasikan ke keluarga.
Lalu studi dilakukan atas program Eksploitasi Seksual
Komersial tersebut. Studi dilakukan karena asumsi dan design
program yang ada (baik dari pemerintah maupun lembaga swadaya
masyarakat) tidak menyelesaikan masalah secara tuntas. Yang
dilakukan masih sebatas pada merespon secara langsung kasus-
kasus yang ditemukan. Kerangka kerja untuk pencegahan,
pemberdayaan orangtua, lingkungan dan sekolah serta bagaimana
melakukan rehabilitasi yang berhasil belum ada wacananya.
Kelemahan proyek yang lalu hendak diatasi dalam proyek ini agar
masalah benar-benar bisa diselesaikan dengan tuntas.
Yayasan Hotline Surabaya berjaringan dengan berbagai pihak
dalam mengatasi masalah eksploitasi seksual pada anak, mereka
adalah:
a) Surabaya Children Crisis Centre untuk rujukan hukum.
b) Lembaga Perlindungan Anak Propinsi Jawa Timur mendapat
rujukan anak dan bantuan pendidikan anak.
c) Tesa 129 rujukan anak untuk direhabilitasi.
d) Psikiatri RSU Dr. Soetomo dalam mengatasi masalah-masalah
psikiatri anak. Mekanismenya melalui PPDS setiap minggu ke
shelter danYayasan Hotline Surabaya melakukan rujukan ke
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
60
anak yang telah mengalami gangguan jiwa yang telah melibatkan
syaraf.
e) Dinas Sosial Kota Surabaya memberi pelatihan ke korban
pelatihan pekerjaan dan bersama-sama mengembangkan Forum
Monitoring Peraturan Daerah.
f) Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana
untuk pelatihan korban.
g) Dinas Pendidikan untuk dukungan pendidikan korban.
h) Polda Jawa Timur bagian Unit Trafficking.
i) Polretabes dan Kapolsek bagian Perlindungan Perempuan dan
Anak.
j) Pusat Pelayanan Terpadu Propinsi Jawa Timur dalam bentuk
rujukan dan jaringan pembahasan kasus.
k) DPRD Kota Surabaya dalam bentuk pameran, diskusi kasus, dan
hearing.
l) Universitas Ciputra dalam bentuk proyek selling mahasiswa.
m) Dunia Usaha dalam bentuk bantuan spontan ketika ada event.
n) Institut Perancis dalam bentuk mengadakan kampanye bersama.
o) Konsulat Amerika dalam bentuk dukungan untuk melakukan
pencegahan bagi anak-anak rentan dan berisiko dalam bentuk
p) Pendidikan Keterampilan Hidup untuk seksualitas dan kekerasan
berbasis gender.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
61
Korban yang telah direhabilitasi selama minimal 1 tahun dan
mengikuti berbagai program dan pertemuan intensif menjadi peer
leader dengan mengelola organisasi bernama Kelompok Dukungan
Bukan Perempuan Biasa untuk anggota junior. Peranan mereka
adalah menarik teman-temannya yang telah jadi korban maupun
rentan untuk bergabung dalam Kelompok Dukungan
inilah (pertama-tama menarik teman-temannya telah diintervensi
Yayasan Hotline Surabaya dan kemudian mengembangkan
keanggotaan di luar lingkaran pertama tersebut).
Peranan lain setelah mereka terlibat dalam program adalah
mendukung mereka untuk memiliki etos kerja yang baik (bukan
menggunakan tubuh untuk bertahan hidup) dan menghargai
pendidikan serta melihat pendidikan sebagai sarana untuk
mendapatkan hidup yang lebih baik. Pendidikan dalam pengertian
formal dan informal. Peranan Yayasan Hotline Surabaya adalah
menfasilitasi program yang digagas bersama dan mendidik mereka
untuk menjadi pemimpin dan mampu bekerja dalam tim.
Melalui mereka dan jaringan dengan sekolah dan komunitas
Yayasan Hotline Surabaya mengambil peran pendidikan etos kerja,
seksualitas dan kesehatan reproduksi, etika dan pembentukan
karakter. Sedangkan pendidikan formal dirujuk ke sekolah. Spirit
dari Kelompok dukungan ini adalah perempuan membantu
perempuan. Yang junior melakukan pengorganisasian sedangkan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
62
yang senior memberi model melalui pertemuan inspirasi yang
diadakan.
Dukungan ini telah berjalan maka akan dikembangkan
memulai input dan peran mereka: sekolah dan komunitas ramah
anak. Jadi proyek ini membuka partisipasi anak yang jadi korban
dan rentan, orangtua, guru, dan komunitas selebar-lebarnya. Pada
akhirnya Yayasan Hotline Surabaya bertindak fasilitator
pemberdayaan anak, orangtua dan komunitas serta pemerintah.
e. Nilai dan Prinsip Yayasan Hotline Surabaya
Anak di bawah usia 18 tahun memiliki kemungkinan
mendapatkan: pola asuh yang salah, tindak kekerasan (fisik,
psikologis, sosial, seksual), penelantaran dan hak-haknya sebagai
anak dilanggar (hidup, tumbuh kembang, dilindungi dan partisipasi).
Hal semua itu tidak bisa diterima dan ditoleransi terutama tindak
eksploitasi seksual. Itu berarti bahwa:
1) Kesadaran: staf dan semua yang terlibat pada program anak
Yayasan Hotline Surabaya menyadari masalah eksploitasi
seksual anak dan risiko yang dihadapi.
2) Pencegahan: melakukan best practice untuk mencegah
eksploitasi seksual anak.
3) Dokumentasi dan Laporan: untuk menjamin eksploitasi seksual
tidak ada maka semua proses dan peristiwa penting
didokumentasikan dan dicetak sebagai buku agar masalah dan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
63
tindakan yang telah dilakukan bisa dipelajari pihak lain yang
mendukung.
4) Memberi Respon: situasi eksploitasi seksual ada yang belum
diantisipasi. Karena itu kalau ada kejadian yang tidak terduga,
seluruh staf yang terlibat harus memberi respon positif (sekali
pun tidak ada dalam uraian tugas yang ada)
Terkait dengan staf yang berhubungan dengan anak maka
Yayasan Hotline Surabaya berprinsip bahwa:
1) Petugas Penjangkau laki-laki tidak boleh melakukan tugasnya
sendiri.
2) Petugas Penjangkau tidak boleh memegang tubuh anak
dampingan.
3) Ada satu otoritas dalam pembentukan kebiasaan baru.
4) Tidak boleh ada urusan bisnis dengan anak dan keluarga.
5) Ada standar prosedur dalam penanganan anak.
2. Deskripsi Konselor dan Konseli
a. Deskripsi Konselor
Konselor adalah pihak yang membantu konseli dalam proses
penyelesaian masalah. Sebagai pihak yang memahami dasar dan teknik
konseling, di sini konselor bertindak untuk mendampingi konseli hingga
konseli mampu mengatasi dan menyelesaikan permasalahan yang ia
hadapi. Adapun data diri konselor sebagai berikut:
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
64
Nama : Dinda Rizki Novia
NIM : B53214015
Program Studi : Bimbingan dan Konseling Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir : Medan, 15 November 1995
Agama : Islam
Alamat : Jl. Jemurwonosari Gg. Lebar
Riwayat Pendidikan Konselor
No
Pendidikan Nama Lembaga
Tahun
Lulus
1 TK TK Al-Huda 2001-2002
2 SD/MI SD Al-Washliyah 25 Medan 2002-2008
3 SMP/MTs SMP Al-Washliysh 26 Medan 2008-2012
4 SMA/MA MA Darul Hikmah Medan 2012-2014
5
Perguruan
Tinggi
UIN Sunan Ampel Surabaya
2014-
sekarang
Tabel 3.1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
65
Pengalaman: Melakukan konseling pada seorang remaja di MTs Wachid
Hasyim Surabaya.59
b. Deskripsi Konseli
1) Data Konseli
Konseli adalah seseorang yang perlu untuk mendapatkan
perhatian lebih terkait dengan permasalahan yang sedang
dihadapinya serta membutuhkan bantuan pihak lain dalam proses
penyelesaiannya. Meskipun begitu, kunci keberhasilan dalam
penyelesaian masalah tersebut tetap dari konseli sendiri.
A. Identitas
1. Identitas subjek
Nama : FN (nama samaran)
TTL : Surabaya, 13 Agustus 2003
Usia : 14 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Pendidikan terakhir : MTs
Alamat : Tambak Asri Gg 29 nomer 15A
Pekerjaan : Pelajar
Status pernikahan : Belum Kawin
Anak ke : ke-2
59Pada saat PPL (Praktek Pengalaman Lapangan) di Yayasan Hotline Surabaya pada bulan
September-November 2017.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
66
Hobby : Berenang
2. Identitas orang tua
Nama Ayah : FD (nama samaran)
Nama Ibu : SB (nama samaran)
Alamat : Tambak Asri Gg 29 nomer 15A
Agama : Islam
Pendidikan : SMA Sederajat
Pekerjaan : Ibu Rumah tangga
Tingkat sosial : -
Ekonomi : -
3. Susunan keluarga
NO Nama
Hubung
an dalam
keluarga
Jenis
kelamin umur Pendidikan
Pekerjaan
1 FD Ayah
Kandung L - -
Tukang
Parkir
2. RM Ayah Tiri L - - Karyawan
3. SB Ibu
kandung P - -
Ibu rumah
Tangga
4. MI Kakak
kandung L - -
-
5. FN Anak
kandung P 14 -
Pelajar
6. Leo J Adik Tiri L 2 - -
Tabel 3.2
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
67
4. Riwayat Pribadi
FN merupakan siswa kelas IX Madrasah Tsanawiyah Wahid
Hayim Surabaya. FN terkenal dengan sifat humorisnya dia terhadap
teman-temannya dan juga kepada grurunya, dia juga terkenl anak yang
baik dan setia terhadap temannya.
1) Riwayat Keluarga
Didalam keluarganya FN adalah anak kedua dari tiga
bersaudara dan diantaranya dia mempunyai kakak laki-laki dan
adek laki-laki, dia adalah anak perempuan satu-satunya ddidalam
keluarganya. Ibu dan ayahnya sudah lama bercerai sejak ia kelas
3 SD, semenjak ayah dan ibunya bercerai FN ikut tinggal bersama
ibunya dan kakaknya dan tak lama setelah ibu dan ayahnya
bercerai, ibunya menikah lagi dan mempunyai anak laki-laki dari
hasil pernikahan dengan ayah tirinya.
2) Riwayat social
Didalam kehidupan sosialnya, FN tinggal bersama ibu dan
ayah tirinya yang rumahnya tidak terlalu jauh dengan sekolahnya.
Ia jarang sekali mendapatkan izin keluar untuk bermain bersama
teman-temannya, ketika ia hendak meminta izin untuk bermain ia
harus menemani ibunya untuk berbelanja bersama ibunya.
Kehidupan sosial disekolah ia cukup aktif mengikuti beberapa
ekstra disekolahnya ia juga terkenal dengan sifat yang
humorisnya dan senang bermain bersama teman-temannya
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
68
disekoloh. FN juga anak yang suka bermain dengan siapa saja
tidak pernah memilih-milih teman ketika bermain.
3) Riwayat Ekonomi
Apabila dilihat dari kondisi ekonomi konseli, FN tergolong
sebagai anak yang mampu. Hanya saja ketika FN membutuhkan
sesuatu yang diinginkannya FN harus berusaha terlebih dahalu
seperti menabung dahulu untuk mendapatkan apa yang
diinginkannya atau membantu ibunya untuk berbelanja ke pasar.
4) Riwayat keagamaan
Pendidikan keagamaan kosnseli terlihat biasa-biasa saja,
ketika di sekolah konseli sholat berjama’ah dan pakaian konseli
terlihat sopan dan menutup aurat. Tetapi ketika di rumah konseli
tidak memakai kerudung.
5. Deskripsi Masalah Konseli
Peneliti menentukan pokok masalah dengan melakukan
wawancara serta observasi. Wawancara tersebut dilakukan dengan
ayah tiri, kakak konseli, guru BK, dan teman dekat konseli, serta
wawancara secara langsung dengan konseli. Peneliti juga menekankan
observasi pada tingkah laku verbal maupun non verbal konseli.
Konseli selama tinggal di rumah, konseli jarang sekali berbicara
dengan ayah tirinya karena konseli merasa bahwa ayah tirinya adalah
penyebab terjadinya keretakan rumah tangga ibunya dengan ayah
kandungnya. Konseli sering memandang negative ayah tirinya, konseli
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
69
juga berfikir bahhwa ayah tirinya adalah penyebab ibunya tidak sayang
lagi kepada konseli, konseli juga berfikir bahwa ayah trinya hanya
sayang kepada ibunya dan tidak sayang kepada konseli, dan konseli
berfikir bahwa ayah trinya tidak peduli kepadanya dan konseli pernah
juga mengabaikan pangggilan ayah tirinya dan konseli jarang
berkomunikasi dengan ayah tirinya. Latar belakang disharmonisasi
keluarga yang dialami konseli, secara tidak langsung memengaruhi
aktivitas sehari-hari terlebih lagi terhadap ayah tirinya.
konseli terkadang masih suka menutup dirinya terhadap
masalahnya dan jarang sekali konseli menceritakan masalahnya
terhadap orang lain, konseli hanya menceritakan masalahnya terhadap
orang yang dekat saja dengannya.
Sebagai seorang anak perempuan satu-satunya yang tinggal
bersama ibu kandungnya dan ayah tirinya, konseli dituntut untuk
bersikap dewasa dan membantu segala pekerjaan rumah dan tak jarang
konseli melakukan tugas rumahnya sendirian karena konseli adalah
anak perempuan satu-satunya didalam rumahnya.
Selain melakukan wawancara dengan signifikan other, konselor
juga melakukan wawancara secara langsung dengan konseli mengenai
kegiatan sehari-hari konseli. Konseli menyatakan bahwa ia masih
sering mengabaikan panggilan ayah tirinya ketika di rumah karena
perasaan kebenciannya terhadap ayah tirinya. Akan tetapi konseli
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
70
menyadari akan sifatnya yang seperti ini yang selalu menghiraukan
panggilan ayah tirinya itu tidaklah baik.
Selain menggunakan instrumen wawancara, peneliti juga
melakukan observasi ketika bertemu langsung di lingkungan sekolah.
Konselor melihat interaksi antara konseli dengan teman-temannya di
sekolah secara komunikasi baik akan tetapi konseli sering kali
munutup diri untuk menceritakan masalahnya kepada teman-
temannya.
Setelah melakukan wawancara dan pengamatan baik secara
langsung maupun tidak langsung, maka yang menjadi permasalahan
konseli adalah pikiran negative konseli terhadap ayah tirinya sehingga
konselor perlu untuk melakukan dispute cognitive terhadap pikiran-
pikiran negative konseli tersebut.
B. Deskripsi Hasil Penelitian
1. Deskripsi Proses Rational Emotive Therapy Dalam Menangani
Negative Thinking Seorang Anak Terhadap Ayah Tirinya di Yayasan
Hotline Surabaya
Dalam kasus ini, konselor memberikan Bimbingan Konseling Islam
dengan Rational Emotive Therapy dalam menangani negative thinking
seorang anak terhadap ayah tirinya. Sasaran perubahannya adalah pola
pikir yang irasional menjadi pola pikir yang rasional sekaligus persepsi
jelek terhadap ayah tirinya. Agar konseli bisa membedakan antara yang
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
71
baik dan yang benar dalam aspek berfikir dan bertindak. Pikiran
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap sikap kita. Apabila
pikiran kita negatif maka perilaku yang kita lakukan juga negatif begitu
juga sebaliknya. Konseling ini bertujuan untuk merubah pola pikir atau
persepsi jelek terhadap ayah tirinya dan juga membantu konseli untuk
menjadi pribadi yang lebih baik lagi tentunya.
Dalam hal ini konselor akan menerapkan langkah-langkah untuk
mengetahui lebih mendalam kasus yang dialami konseli atau juga pola
pikir konseli terhadap ayah tirinya secara signifikan dan lebih spesifik lagi.
a. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dilakukan konselor untuk mengetahui lebih
dalam mengenai keadaan konseli dan masalah yang ada pada dirinya
secara mendalam. Pemusatan identifikasi masalah ini bisa dilihat dari
gejala-gejala yang sering muncul yang diperlihatkan oleh konseli.
Selanjutnya konselor mencari informasi lebih mendalam melalui orang-
orang terdekat konseli seperti: teman, guru BK dan kakak konseli
sebagai sumber informasi untuk mengumpulkan data-data atau
informasi mengenai keadaan masalah yang dihadapi konseli. Namun
untuk mengetahui keberhasilan dari proses konseling, selain konselor
mengamati perilaku konseli di sekolah juga dibutuhkan home visit
kepada konseli untuk mengetahui perubahan sikap maupun pola pikir
konseli terhadap ayah tirinya.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
72
Adapun data-data yang diperoleh dari sumber-sumber tersebut
akan dijabarkan sebagai berikut:
1) Data yang bersumber dari konseli
Konseli menyadari bahwa terkadang perilakunya kurang
baik bahkan bisa dikatakan tidak baik terhadap ayah tirinya.
Konseli juga menyadari bahwa dia belum bisa menerima sepenuh
hati ayah tirinya. Konseli mengibaratkan jika rasa sayang ke ibu,
kakak dan adiknya itu 100% maka terhadap ayah tirinya hanya
25%. “Saya belum bisa sepenuh hati sayang dengan ayah tiri
saya,” tutur konseli. Konseli juga sadar akan perilakunya ataupun
tutur katanya terhadap ayah tirinya tapi konseli sadar dia belum
bisa akrab, belum bisa terbuka dengan ayah tirinya. Masih ada
terbesit rasa atau pikiran negatif tentang ayah tirinya. Konseli
merasa bahwa ayah tirinya belum bisa seperti ayah kandungnya.
Sehingga hal itu menyebabkan perilaku konseli kurang enak
terhadap ayah tirinya, karna dia selalu membandingkan antara
ayah tirinya dengan ayah kandungnya.“Dia tidak seperti ayah
kandung saya,” tutur konseli. Sikap konseli yang cuek, terhadap
ayah tirinya, bahkan terjadi kesenjangan komunikasi antara
konseli dengan ayah tirinya.
2) Data yang bersumber dari ayah tiri konseli
Konselor melakukan home visit kerumah konseli tanpa
sepengetahuan konseli. Konselor melakukan wawancara langsung
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
73
dengan ayah tiri konseli. Ayah tiri konseli memandang bahwa
konseli adalah anak yang baik. Namun dikarenakan mungkin ada
faktor lain sehingga sikap perilaku konseli kurang baik terhadap
ayah tirinya. Saat dirumah pun konseli jarang berbicara dengan
ayah tirinya, dia hanya berbicara seperlunya saja dan tertutup
dengan ayah tirinya. Terkadang ayah tirinya memberi uang ketika
konseli akan pergi bermain dengan temannya dan konseli hanya
menerimanya saja tanpa berkata-kata, ayah tirinya sadar akan
perilaku konseli, namun ayah tirinya berusaha memahami itu
semua.60 “Mungkin, dia belum bisa menerima saya atau ada
masalah lain yang membuat dia bersikap dingin terhadap saya,”
tutur ayah tiri konseli.
3) Data yang bersumber dari kakak kandung konseli
Konseli melakukan wawancara dengan kakak konseli
melalui cybercounseling via telpon. Kakak konseli menyadari
bahwa selama ini perilaku adiknya kurang baik terhadap ayah
tirinya. Menurut penuturan kakaknya konseli adalah anak yang
manja oleh karena itu pemikirannya masih sempit. Kakaknya juga
berkata bahwa konseli jarang bicara dengan ayah tirinya, berulang
kali kakaknya menasehati pun tak ada hasilnya.61 “Saya sudah
60 Hasil wawancara dengan ayah tiri konseli pada tanggal 28 Mei 2018
61 Hasil wawancara dengan kakak konseli pada tanggal 28 Mei 2018
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
74
sering mengingatkan tapi dia masih saja begitu, memang
anaknya manja,” tutur kakak konseli.
4) Data yang bersumber dari teman konseli
Konseli adalah sosok yang ceria, humoris dan suka menolong
kepada sesama. Namun sisi negatifnya konseli adalah sosok yang
perasa sehingga konseli selalu nangis jika menemui masalah
ataupun sedang memikirkan sesuatu secara berlebihan. Hubungan
konseli dengan temannya ini sangat akrab, kemana pun selalu
berdua dan saling berbagi cerita suka maupun duka. Konseli juga
pernah cerita kepada temannya jikalau dia belum bisa sepenuhnya
menerima ayah tirinya. Konseli mempunyai pikiran negatif
kepada ayah tirinya. Menurut temannya, konseli adalah tipikal
orang yang susah ditebak, saat konseli senang dia pun sangat
ceria namun saat ada masalah konseli cenderung untuk diam.62
“Saya terkadang bingung dengan sikapnya yang suka berubah,”
tutur teman konseli.
5) Data yang bersumber dari Guru BK
Konseli adalah sosok yang ceria, humoris dan suka menolong
kepada sesama teman-temannya. Namun saat dia ada masalah
apapun, konseli langsung nangis dan lebih suka untuk diam.
Konseli jarang sekali menceritakan masalahnya ke orang yang
62 Hasil wawancara dengan Novita (sahabat dekat konseli), pada tanggal 4 Juni 2018
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
75
bukan orang terdekatnya.63 “Dia anak yang introvert jarang
menceritakan tentang masalah yang dialaminya kepada orang
yang bukan orang terdekatnya,” tutur guru BK konseli.
b. Diagnosis
Dari hasil identifikasi masalah tersebut, konselor dapat
mengambil suatu kesimpulan mengenai masalah yang ada pada diri
konseli yang lebih dominan yaitu adanya persepsi atau pikiran-pikiran
yang negatif terhadap ayah tirinya sehingga sikap atau perilaku kurang
baik seperti cuek, tertutup, komunikasi seperlunya saja, kesemua itu
disebabkan karena konseli belum bisa sepenuhnya menerima ayah
tirinya.
Adapun bentuk sikap atau perilaku yang ditunjukkan konseli
adalah sebagai berikut :
1) Berfikir negatif tentang ayah tirinya
Hal ini terbukti saat proses wawancara yang dilakukan
konselor kepada konseli, bahwa konseli selalu membandingkan
ayah tirinya dengan ayah kandungnya sehingga muncullah
pikiran-pikiran negatif seperti ayah tirinya tidak peka, tidak
sayang, jahat, dia menganggap bahwa ayah tirinya hanya suka
sama ibunya saja. “Ayahku hanya satu yaitu Almarhum” tutur
konseli.
2) Cuek
63 Hasil wawancara dengan Hidayah (guru BK), pada tanggal 6 Juni 2018
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
76
Hal ini terbukti saat konseli di rumah dengan ayah tirinya
konseli jarang sekali bebicara dengan ayah tirinya, konseli hanya
mau berbicara dengan ayah tirinya ketika seperlunya saja.
Terkadang konseli juga pernah mengabaikan panggilan ayah
tirinya. “Saya pernah diam saja ketika dipanggil ayah tiri saya,”
ungkapnya.
3) Cengeng dan perasa
Dikarenakan konseli sikapnya yang manja maka saat dia
menemui masalah konseli cenderung langsung nangis kemudian
ditambah juga konseli adalah anak yang perasa. Hal ini terbukti
saat konseli bercerita tentang ayah tirinya kepada konselor dia
menghayati ceritanya sampai-sampai dia menangis sesenggukan.
4) Tidak akrab dengan ayah tirinya
Hal ini terbukti bahwa konseli masih belum bisa terbiasa
dengan ayah tirinya. Masih belum terbuka, masih belum bisa care
terhadap ayah tirinya. Perilakunya belum bisa seperti saat
perilakunya ke ibu dan kakaknya. “Saya belum terbiasa dengan
ayah tiri saya” tutur konseli.
5) Suka menyendiri
Hal ini terbukti bahwa saat konseli berada dirumah dia selalu
cenderung suka menyendiri di kamar, namun saat ayah tirinya
sedang keluar rumah maka konseli baru keluar kamar entah itu
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
77
nonton televisi dan lain-lain. “Saya lebih suka menyendiri di
kamar ketika ayah saya di rumah” tutur konseli.
c. Prognosis
Berdasarkan data-data dan kesimpulan dari langkah diagnosis
tersebut, maka konselor menetapkan jenis penelitian (terapi) yang
akan diberikan konselor pada konseli. Dalam hal ini konselor akan
memberikan Rational Emotive Therapy sebagai pendekatan, karena
dari kasus tersebut muncul bentuk pemikiran irasional konseli
terhadap ayah tirinya sehingga perilaku konseli menjadi buruk kepada
ayah tirinya. Oleh karena itu, terjadilah kesenjangan antara konseli
dengan ayah tirinya.
Adapun langkah yang akan diterapkan dalam langkah prognosis
ini adalah sebagai berikut:
1) Proses dimana konseli diperlihatkan dan disadarkan bahwa mereka
tidak logis dan irasional. Proses ini membantu konseli memahami
bagaimana dan mengapa dapat menjadi irasional. Pada tahap ini
konseli diajarkan bahwa mereka memiliki potensi untuk mengubah
hal tersebut.
2) Pada tahap ini konseli dibantu untuk yakin bahwa pemikiran dan
perasaan negatif tersebut dapat ditantang dan diubah. Pada tahap
ini konseli mengeksplorasi ide-ide untuk menentukan tujuan-tujuan
rasional. Konselor juga mendebat pikiran irasional konseli dengan
menggunakan pertanyaan untuk menantang validitas ide tentang
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
78
diri, orang lain dan lingkungan sekitar. Pada tahap ini konselor
menggunakan teknik-teknik konseling dalam Rational Emotive
Therapy untuk membantu konseli mengembangkan pikiran
rasional.
3) Tahap akhir ini, konseli dibantu untuk secara terus menerus
mengembangkan pikiran rasional serta mengembangkan filosofi
hidup yang rasional sehingga konseli tidak terjebak pada masalah
yang disebabkan oleh pemikiran irasional.
Selain langkah-langkah yang ada di atas, konselor juga
memakai satu teknik yang dilakukan dalam proses konseling yaitu :
Dispute Cognitive. Teknik tersebut akan dilaksanakan ketika proses
konseling berlangsung.
d. Treatment (terapi)
Dalam hal ini terapi yang digunakan oleh konselor berpusat
pada Rational Emotive Therapy dengan menggunakan empat teknik
yaitu:
1) Pertemuan pertama pada tanggal 30 Mei 2018 pada pukul 14.00
Konselor membangun trust serta rapport yang baik dengan
konseli. Pertama konselor memperkenalkan diri kepada konseli.
Dalam hal ini konselor menyampaikan asas kerahasiaan dalam
konseling kepada konseli sehingga konseli tidak terjadi prasangka
buruk terhadap konselor serta agar konseli tidak khawatir jika
permasalahannya akan diketahui oleh banyak orang.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
79
Setelah konselor memperkenalkan diri kepada konseli maka
giliran konseli yang memperkenalkan dirinya kepada konselor.
Setelah itu dilakukan wawancara pembuka kepada konseli.
2) Pertemuan kedua pada tanggal 4 Juni 2018 pada pukul 14.00
Pada pertemuan kali ini, konselor sudah mengaplikasikan
teknik dalam Rational Emotive Therapy kepada konseli
yaitu:Dispute Cognitive Dalam pertemuan kali ini juga, konselor
mengajak konseli untuk berdiskusi. Dalam sesi diskusi kali ini,
konselor juga mendebat argumen-argumen irasional konseli
terhadap ayah tirinya kemudian meluruskan kembali argumen
konseli yang irasional ke arah yang lebih rasional lagi. Sebelum
konseli menemukan titik temu argumennya yang salah maka hal
yang harus dilakukan konselor adalah mendebatnya secara terus
menerus hingga konseli benar-benar menyerah dan sadar bahwa
pikirannya itu tidak baik.
Ki : “Ayah tiri saya tidak pernah peduli sama saya”
Ko : “Bukankah dia selalum memberi kamu uang jajan?”
3) Pertemuan ketiga pada tanggal 5 Juni 2018 pada pukul 14.00
Konselor menjadi media bagi konseli untuk mendengarkan
argumennya, setelah menjelaskan argumennya konselor
mengkritisi segala bentuk argumen yang sudah dijelaskan oleh
konseli dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan sistematis dan
mendebat argumen konseli. Saat konseli sudah bingung dan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
80
istilahnya adalah saat konseli sudah kalah dan tidak mempunyai
lagi alasan maka disini konselor mencoba untuk menggerakkan
konseli dengan merubah pola pikir konseli yang semula dengan
menunjukkan kondisi yang sebenarnya yang ada pada diri
konseli.
Ki : (konseli terdiam)
Ko :“Coba FN ingat-ingat lagi dalam hati kebaikan-
kebaikan yang dilakukan ayah tirimu kepadamu, sebenarnya ayah
tiri FN itu sayang banget sama FN”
4) Pertemuan keempat pada tanggal 6 Juni 2018 pada pukul 11.20
Konselor mencoba mengarahkan argumen konseli yang
berhubungan dengan negative thinking terhadap ayah tirinya
dengan menunjukkan apa yang seharusnya dilakukan dan apa
yang tidak seharusnya dilakukan konseli terhadap ayah tirinya.
Ki : ”Dia sayangnya Cuma sama ibu, makannya aku
selalu menghindar ketika dipanggil”
Ko : ”Dia sayang sama inu, juga sayang sama kamu,
coba ketika dipanggil kamu merespon dengan baik”
5) Pertemuan kelima pada tanggal 7 Juni 2018 pada pukul 11.00
Konselor memberikan motivasi dan dukungan pada
konseli agar konseli bisa berubah ke kondisi yang lebih baik
lagi dari sebelumnya, agar dalam kehidupan konseli bisa
berjalan dengan baik dan harmonis.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
81
Ko : “Mulai sekarang, yakinkan dalam hati FN, bahwa
ayah tiri FN itu baik, sayang dan peduli terhadap FN dan
semua anggota keluarga dirumah”
e. Evaluasi (follow up)
Setelah konselor memberikan terapi pada konseli, langkah
selanjutnya yaitu evaluasi. Evaluasi disini untuk mengetahui sejauh
mana langkah konseling yang telah dilakukan mencapai hasilnya.
Langkah evaluasi atau follow up dilihat perkembangan konseli lebih
jauh.
Sejauh ini proses pelaksanaan konseling dengan Rational
Emotive Therapy kepada anak yang mempunyai negative thinking
yang memberikan dampak perilaku atau sikap yang tidak baik
terhadap ayah tirinya dari waktu ke waktu mengalami perubahan.
Konseli sangat antusias sekali dalam proses pelaksanaan konseling
mulai awal hingga akhir. Hingga saat ini konseli mengalami
perubahan yang lebih baik lagi walaupun sebagian masih ada perilaku
yang masih belum berubah pada konseli, namun dengan seiring
berjalannya waktu perilaku tersebut akan berubah menjadi lebih baik
lagi.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
82
2. Deskripsi Hasil Rational Emotive Therapy Dalam Menangani Negative
Thinking Seorang Anak Terhadap Ayah Tirinya di Yayasan Hotline
Surabaya
Setelah melakukan proses pelaksanaan konseling dengan pedekatan
Rational Emotive Therapy dalam menangani negative thinking seorang
anak terhadap ayah tirinya, maka peneliti mengetahui bagaimana hasil dari
proses pelaksanaan konseling yang dilakukan oleh konselor cukup
membawa perubahan pada diri konseli.
Untuk melihat perubahan yang dialami pada diri konseli, konselor
melakukan dengan cara observasi dan wawancara secara langsung
mendatangi rumah konseli untuk bertanya langsung pada keluarga konseli
serta mengamati perilaku konseli juga. Adapun perubahan yang ada pada
diri konseli sesudah mendapat proses konseling yaitu: konseli sudah mulai
berkomunikasi dan tidak cuek terhadap ayah tirinya. Pola pikir yang
irasional sekarang sudah hilang kepada ayah tirinya serta konseli juga
sudah mulai bersemangat lagi.
Untuk mengetahui lebih jelasnya hasil akhir dilakukannya proses
pelaksanaan konseling, peneliti membuat tabel sebagai berikut:
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
83
Penyajian Data Hasil Proses Konseling Rational Emotive Therapy
No Kondisi konseli Sebelum proses
konseling
Sesudah proses
konseling
A B C A B C
1. Berfikir negatif tentang
ayah tirinya
√ √
2. Ayah tiriku penyebab
perceraian ibu dan ayah
kandungku
√ √
3. Karena ayah tiriku ibuku
tidak sayang lagi
kepadaku
√ √
4. Ayah tiriku hanya sayang
kepada ibuku saja
√ √
5. Ayah tiriku tidak peduli
kepadaku
√ √
Tabel 3.3
Keterangan:
A : Tidak pernah
B : Kadang-kadang
C : Masih dilakukan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
84
BAB IV
ANALISIS DATA
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis deskriptif komparatif
untuk mengeksplorasi mengenai permasalahan yang diteliti yang terjadi pada
konseli. Setelah data diperoleh dari lapangan dengan cara wawancara, observasi
dan dokumentasi seperti yang sudah dipaparkan peneliti sebelumnya.
Berikut dibawah ini merupakan analisis data tentang proses pelaksanaan
serta hasil akhir pelaksanaan konseling Rational Emotive Therapy Dalam
Menangani Negative Thinking Seorang Anak Terhadap Ayah Tirinya di Yayasan
Hotline Surabaya.
A. Analisis Proses Rational Emotive Therapy Dalam Menangani Negative
Thinking Seorang Anak Terhadap Ayah Tirinya di Yayasan Hotline
Surabaya
Berdasarkan penyajian data dalam proses pelaksanaan konseling
dengan pendekatan Rational Emotive Therapy Dalam Menangani Negative
Thinking Seorang Anak Terhadap Ayah Tirinya yang dilakukan konselor
dalam kasus tersebut menggunakan langkah-langkah yaitu: identifikasi
masalah, diagnosis, prognosis, treatment/terapi, follow up/evaluasi. Analisis
tersebut menggunakan analisis data deskriptif komparatif sehingga peneliti
membandingkan data teori dan data yang ada dilapangan.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
85
Perbandingan Proses di Lapangan Dengan Teori Rational Emotive
Therapy
No Data Teori Data Empiris atau lapangan
1. Identifikasi masalah
Langkah yang digunakan
untuk mengumpulkan data
dari berbagai sumber yang
berfungsi untuk mengenal
kasus beserta gejala-gejala
yang nampak pada diri
konseli
Konselor mengumpulkan data dari
berbagai sumber data mulai dari
konseli, ayah tiri konseli, kakak
kandung konseli, teman konseli, dan
guru BK konseli. Dari hasil
wawancara dan observasi
menunjukkan bahwa konseli
mempunyai negatif thinking pada
ayah tirinya. Terlihat dari sikap
konseli yang tertutup dan tidak
berkomunikasi dengan ayah
tirinya.”Saya belum terbiasa dengan
ayah tiri saya” tutur konseli. Kurang
akrab dan suka menyendiri dikamar
serta konseli terlihat kurang
semangat.
2. Diagnosis
Menetapkan masalah yang
dihadapi konseli beserta latar
belakangnya
Dilihat dari identifikasi masalah
dapat disimpulkan bahwa
permasalahan yang sedang dialami
oleh konseli yaitu berawal dari
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
86
adanya negatif thingking atau
persepsi jelek terhadap ayah tirinya,
sehingga menimbulkan perilaku atau
sikap yang tidak baik pula terhadap
ayah tirinya yaitu: berfikir negatif
tentang ayah tirirnya, cuek dan acuh
tak acuh, tertutup, cengeng dan
perasa, kurang semangat, tidak akrab
dengan ayah tirinya dan suka
menyendiri.
3. Prognosis
Menentukan jenis bantuan
atau terapi yang sesuai
dengan permasalahan
konseli. Langkah ini
ditetapkan berdasarkan
kesimpulan dari prognosis
Melihat dari jenis bantuan
berdasarkan diagnosis yaitu berupa
konseling dengan menggunakan
Rational Emotive Therapy karena
konseli mempunyai negatif thinking
terhadap ayah tirinya yang
mengakibatkan munculnya perilaku
atau sikap yang tidak baik terhadap
ayah tirinya, dengan menggunakan
Rational Emotive Therapy konselor
berusaha membantu konseli
mengurangi sikap tidak baik yang
dimunculkan terhadap ayah tirinya.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
87
Konselor menggunakan cara dispute
pikiran-pikiran irasional konseli ke
arah yang lebih rasional. Dengan
demikian perilaku atau sikapnya yang
tidak baik terhadap ayah tirinya akan
berubah seiring dengan berubahnya
pikiran konseli.
4. Treatment/terapi
Proses pemberian bantuan
terhadap konseli berdasarkan
prognosis. Adapun terapi
yang digunakan adalah
Rational Emotive Therapy.
Langkah-langkah yang
digunakan adalah sebagai
berikut:
Dispute Cognitive,
dalam teknik ini konselor
mengajak konseli untuk
berdiskusi, konselor
sebagai media untuk
mencurahkan argumen
konseli kemudian
a). Konselor menjadi media bagi
konseli untuk mendengarkan
argumennya, setelah menjelaskan
argumennya konselor mengkritisi
segala bentuk argumen yang sudah
dijelaskan oleh konseli dengan
memberikan pertanyaan-pertanyaan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
88
konselor mendebatnya
dengan cara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan
balik kepada konseli,
hingga konseli bingung,
diam tidak bisa
berargumen lagi
kemudian dari sini
konselor membimbing
dan mengarahkan konseli
kepada arah pikiran yang
rasional
sistematis dan mendebat argumen
konseli. Saat konseli sudah bingung
dan istilahnya adalah saat konseli
sudah kalah dan tidak mempunyai
lagi alasan maka disini konselor
mencoba untuk menggerakkan
konseli dengan merubah pola pikir
konseli yang semula dengan
menunjukkan kondisi yang
sebenarnya yang ada pada diri
konseli.
b). Konselor mencoba mengarahkan
argumen konseli yang berhubungan
dengan negative thinking terhadap
ayah tirinya dengan menunjukkan
apa yang seharusnya dilakukan dan
apa yang tidak seharusnya dilakukan
konseli terhadap ayah tirinya.
c). Konselor memberikan motivasi
dan dukungan pada konseli agar
konseli bisa berubah ke kondisi yang
lebih baik lagi dari sebelumnya, agar
dalam kehidupan konseli bisa
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
89
berjalan dengan baik dan harmonis.
5. Follow up/evaluasi
Mengetahui sejauh mana
langkah terapi yang
dilakukan dalam mencapai
hasil.
Konselor melakukan pengamatan dan
wawancara terhadap konseli, kakak
kandung, teman dan ayah tirinya.
Tabel 4.1
B. Analisis Hasil Akhir Proses Rational Emotive Therapy Dalam Menangani
Negative Thinking Seorang Anak Terhadap Ayah Tirinya di Yayasan
Hotline Surabaya
Untuk lebih jelas lagi analisis data tentang hasil akhir dari proses
pelaksanaan konseling dengan Rational Emotive Therapy yang dilakukan dari
awal pelaksanaan konseling hingga akhir konseling, apakah ada perubahan
yang terjadi pada diri konseli antara sebelum dan sesudah pelaksanaan
konseling dilakukan. Berikut pemberian gambaran dari hasil proses
pelaksanaan konseling pada tabel di bawah ini:
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
90
Analisis Keberhasilan Proses Konseling
No Kondisi konseli Sebelum proses
konseling
Sesudah proses
konseling
A B C A B C
1. Berfikir negatif tentang
ayah tirinya
√ √
2. Ayah tiriku penyebab
pereraian ibu dan ayah
kandungku
√ √
3. Karena ayah tiriku ibuku
tidak sayang lagi
kepadaku
√ √
4. Ayah tiriku hanya sayang
kepada ibuku saja
√ √
5. Ayah tiriku tidak peduli
kepadaku
√ √
Tabel 4.2
Keterangan:
A : Tidak pernah
B : Kadang-kadang
C : Masih dilakukan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
91
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa setelah mendapat konseling
dengan Rational Emotive Therapy terjadi perubahan sikap dan perilaku pada
diri konseli. Hal ini dapat dibuktikan dengan kondisi konseli yang asalnya
mempunyai pikiran-pikiran negatif serta perilaku-perilaku yang tidak baik
terhadap ayah tirinya sekarang kesemua itu sudah tidak ada lagi, yang semula
mempunyai pikiran-pikiran negatif sekarang sudah hilang, dulu awalnya yang
suka menyendiri dikamar sekarang sudah bisa membaur dengan ayah tirinya,
yang semula tidak akrab, cuek dan tertutup sekarang sudah mulai
berkomunikasi lagi dan sudah mulai mengakrabi ayah tirinya. Konseli
menyadari bahwa sikap atau perilaku yang sudah dilakukan itu membuat
dampak yang tidak baik pada dirinya dan keluarganya.
Sedangkan untuk melihat tingkat keberhasilan dan kegagalan proses
konseling dengan Rational Emotive Therapy, peneliti mengacu pada prosen
tes kualitatif dengan standart uji sebagai berikut:
1. ≥ 75 % - 100 % (dikategorikan berhasil)
2. 50 % - 75 % (cukup berhasil)
3. ≤ 60 % (kurang berhasil)
Perubahan sesudah konseling sesuai tabel analisis diatas adalah sebagai
berikut:
1. Gejala yang tidak pernah = 6 6/7 x 100 = 85,7 %
2. Gejala kadang-kadang = 0 0/7 x 100 = 0 %
3. Gejala masih dilakukan = 1 1/7 x 100 = 14,3 %
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
92
Berdasarkan hasil prosentase diatas dapat diketahui bahwa konseling
dengan Rational Emotive Therapy dalam menangani negative thinking
seorang anak terhadap ayah tirinya dilihat dari analisis data tentang hasil
prosentase tersebut adalah 85,7 % dengan standart ≥ 75 % - 100 % yang
dikategorikan berhasil.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam pemberian konseling dengan
pendekatan Rational Emotive Therapy yang dilakukan konselor dapat
dikatakan berhasil. Pada awalnya ada tujuh gejala yang dialami konseli
sebelum proses konseling dilakukan, akan tetapi sesudah proses konseling
dilakukan, enam gejala tidak dilakukan dan tidak ada gejala yang kadang-
kadang dilakukan serta satu gejala yang masih dilakukan.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
93
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan, konseling dengan
Rational Emotive Therapy dalam menangani negative thinking seorang
anak terhadap ayah tirinya di Yayasan Hotline Surabaya dapat peneliti
simpulkan sebagai berikut:
1. Proses Rational Emotive Therapy Dalam Menangani Negative
Thinking Seorang Anak Terhadap Ayah Tirinya di Yayasan Hotline
Surabaya adalah dengan mengikuti langkah-langkah konseling,
langkah pertama yaitu identifikasi masalah untuk mengetahui
bagaimana latar belakang terjadinya permasalahan dan gejala-gejala
yang ada pada diri konseli. Langkah yang kedua adalah diagnosis,
setelah dari hasil identifikasi masalah, konselor dapat mengambil suatu
kesimpulan mengenai masalah yang ada pada diri konseli yaitu adanya
pikiran-pikiran negatif mengenai ayah tirinya sehingga perilaku atau
sikap konseli pun menjadi tidak baik. Langkah ketiga yaitu prognosis,
menetapkan jenis bantuan atau terapi yang akan digunakan dalam
membantu menyelesaikan masalah konseli. Dalam hal ini konselor
menggunakan Rational Emotive Therapy dengan menggunakan teknik
Dispute Cognitive. Kemudian konselor memberikan Treatment/ terapi
dengan teknik yang ada pada Rational Emotive Therapy yang sudah
ditetapkan dalam bentuk langkah prognosis yaitu menggunakan teknik
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
94
Dispute Cognitive. Teknik Dispute Cognitive digunakan untuk
mengarahkan pikiran-pikiran negatif konseli ke arah yang positif,
dengan cara mendebat argumen-argumen yang disampaikan konseli
kepada konselor.
2. Hasil akhir Proses Rational Emotive Therapy Dalam Menangani
Negative Thinking Seorang Anak Terhadap Ayah Tirinya di Yayasan
Hotline Surabaya adalah dapat dikategorikan berhasil. Hal ini dapat
dilihat dari prosentase sebanyak 85,3 %. Dan juga dapat dilihat dari
perubahan-perubahan perilaku konseli yaitu konseli sudah mulai
berkomunikasi dan tidak cuek terhadap ayah tirinya. Pola pikir yang
irasonal sekarang sudah hilang kepada ayah tirinya serta konseli juga
sudah mulai bersemangat lagi.
B. Saran
Adapun saran-saran dari peneliti adalah:
1. Secara teoritik
Dalam penelitian ini merupakan sebuah penelitian kualitatif hingga
dalam meningkatkannya diperlukan penelitian yang berkelanjutan agar
dapat menyempurnakan penelitian ini, untuk dapat mencapai sebuah
keberhasilan dalam menangani kasus negative thinking seorang anak
terhadap ayah tirinya. Maka dalam proses konseling menggunakan
Rational Emotive Therapy untuk dapat mengubah konseli.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
95
2. Secara praktis
Untuk ayah tiri konseli, diharapkan agar selalu mempunyai sifat
kesabaran yang sangat luar biasa untuk selalu memahami anaknya.
Mencoba untuk terus bersikap care terhadap konseli.
Untuk konseli diharapkan agar selalu membiasakan hal-hal baik
yang telah disepakati antara konselor dan konseli saat proses
konseling. Konselor berharap agar konseli dapat melakukan hal-hal
baik terhadap ayah tirinya bahkan lebih dari itu.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
96
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, Adi dan Shuniyyah Ruhama. 2014. Tuhan Mengikuti Persangkaan
Hambanya. Yogyakarta: Qudsi Media.
Ahmadi, Abu. 1991. Psikologi Sosial. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Al Ghozali. 2000. Keajaiban-keajaiban Hati. Bandung: Karisma.
Bachtiar, Alam. 2016. Asyiknya Berpikir dan Berkepribadian Positif. Yogyakarta:
Araska.
Boy Soedarmadji, dan Hartono. 2012. Psikologi Konseling. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Bungin,Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Chaplin,C.P Kamus Psikologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Corey, Gerald.1988. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT
Eresco.
Elfiky, Ibrahim.2009. Terapi Berpikir Positif. Jakarta: Zaman.
Fahrefi, Ramdhani. 2009. Mind Therapy. Jakarta: Bee Media Indonesia.
Gunarsa, Singgih D. 1992. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia.
Jauhar, Mohammad dan Sulistyarini. 2014. Dasar-dasar Konseling. Jakarta:
Prestasi Pustakarya.
Kasiram.(tt) Metodologi Penelitian Kualitatif-Kuantitatif. Malang: UIN Maliki
Press.
Komalasari, Gantina. 2011. Teori dan Teknik Konseling, Jakarta: Indeks.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
97
Laela, Faizah Noer. 2014. Bimbingan Konseling Sosial. Surabaya: UIN Sunan
Ampel Press.
Latipun. 2001. Psikologi Konseling. Malang: UMM Press.
Lubis, Namora Lumongga. 2011. Memahami Dasar-dasar Konseling dalam Teori
dan Praktek. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Moleong, Lexy J. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Mukhoyyaroh,Tatik. 2014. Psikologi Keluarga. Surabaya: UIN Sunan Ampel
Press.
Nawawi,Ismail. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Patton, Michael Quinn. 2006. Metode Evaluasi Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Quthb, Sayyid. 2004. Fi Zhilalil Qur’an, diterj. oleh As’ad Yasin, dkk., Tafsir Fi
Zhilalil Qur’an di Bawah Naungan Al-Qur’an Jilid 12. Jakarta: Gema
Insani Press.
RI, Departemen Agama. 2009 Al Quran dan Terjemahnya. Bandung: PT Sygma
Examedia Arkanleema.
Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Surya, Mohammad. 2003. Teori-teori Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Syarifuddin, Amir. 2006. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Tajdid, Hari Kurniawan. 2015. Terapi Berpikir Positif dengan Al Quran dan Al
Hadist. Yogyakarta: Araska.
Wikipedia. http://id.m.wikipedia.com. Diakses pada Tanggal 28 April 2018.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
98
Willis, Sofyan S. 2004. Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung:
Alfabeta.
Winkel, W.S. 1991. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta:
Grasindo.