terpai farmako n non dm oleh priscilla tania

13
 TERAPI NON FARMAKOLOGI Terapi non farmakologi meliputi perubahan gaya hidup dengan melakukan pengaturan pola makan yang dikenal sebagai terapi gizi medis, meningkatkan aktivitas jasmani dan edukasi  berbag ai masala h yang berkait an denga n penyak it diabet es yang dilaku kan secara terus menerus (Yunir dan Soebardi, 2006).  A. Terap i Gizi Medis dan Pe ngaturan Diet Terap i gi zi me dis me ru pak an sa lah satu ter api non farmako logi yang sangat direko mendas ikan bagi penya ndang diabetes (diabetisi). Terapi gizi medis ini pada prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gi zi diabetisi dan me la kuka n modi fik asi diet be rda sa rka n kebutuhan individual (Yunir dan Soebardi, 2006). Manfaat terapi gizi medis: a. Menurunkan berat b adan.  b. Menuru nkan t ekanan darah s istolik d an dia stolik. c. Menurunkan kadar glukosa darah. d. Memperbaiki p rofil l ipid. e. Meingkatkan s ensitivitas insulin. f. Me mp er ba iki s is te m k oa gu la si da ra h ( Yu ni r dan So eb ar di , 200 6) . Tujuan dari terapi gizi medis adalah untuk mencapai dan mempertahankan: a. Kadar glukosa dar ah mendekati normal. Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dL. Glukosa darah 2 jam sete la h makan < 180 mg/d L. Kadar A1c < 7%.  b. Tekana n darah < 130 /80 mmHg c. Profil lipid Kolesterol LDL < 100 mg/dL. Kolesterol HDL > 40 mg/dL.

Upload: priscilla-tania

Post on 19-Jul-2015

63 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Terpai Farmako n Non DM Oleh Priscilla Tania

5/16/2018 Terpai Farmako n Non DM Oleh Priscilla Tania - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/terpai-farmako-n-non-dm-oleh-priscilla-tania 1/13

TERAPI NON FARMAKOLOGI

Terapi non farmakologi meliputi perubahan gaya hidup dengan melakukan pengaturan pola

makan yang dikenal sebagai terapi gizi medis, meningkatkan aktivitas jasmani dan edukasi

 berbagai masalah yang berkaitan dengan penyakit diabetes yang dilakukan secara terus

menerus (Yunir dan Soebardi, 2006).

 A. Terapi Gizi Medis dan Pengaturan Diet 

Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non

farmakologi yang sangat direkomendasikan bagi penyandang

diabetes (diabetisi). Terapi gizi medis ini pada prinsipnya adalah

melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status

gizi diabetisi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan

kebutuhan individual (Yunir dan Soebardi, 2006).

Manfaat terapi gizi medis:

a. Menurunkan berat badan.

 b. Menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik.

c. Menurunkan kadar glukosa darah.

d. Memperbaiki profil lipid.

e. Meingkatkan sensitivitas insulin.

f. Memperbaiki sistem koagulasi darah (Yunir dan Soebardi, 2006).

Tujuan dari terapi gizi medis adalah untuk mencapai dan mempertahankan:

a. Kadar glukosa darah mendekati normal.

• Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dL.

• Glukosa darah 2 jam setelah makan < 180 mg/dL.

• Kadar A1c < 7%.

 b. Tekanan darah < 130/80 mmHg

c. Profil lipid

• Kolesterol LDL < 100 mg/dL.

• Kolesterol HDL > 40 mg/dL.

Page 2: Terpai Farmako n Non DM Oleh Priscilla Tania

5/16/2018 Terpai Farmako n Non DM Oleh Priscilla Tania - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/terpai-farmako-n-non-dm-oleh-priscilla-tania 2/13

• Trigliserida < 150 mg/dL.

d. Berat badan senormal mungkin (Yunir dan Soebardi, 2006).

Indeks massa tubuh (IMT) dihitung berdasarkan pembagian berat badan (kg)

dibagi dengan tinggi badan (m2). Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT:

• Berat badan kurang < 18,5

• Berat badan normal 18,5 – 22,9

• Berat badan lebih ≥ 23,0

• Dengan resiko 23 – 24,9

Obes 1 25 – 29,9

• Obes 2 ≥ 30

Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet yang

dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein

dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:

• Karbohidrat : 60-70%

• Protein : 10-15%

• Lemak : 20-25%

( DepKes RI, 2005).

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan

kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan

ideal ( DepKes RI, 2005).

Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan

memperbaiki respons sel-sel β terhadap stimulus glukosa. Dalam salah satu penelitian

dilaporkan bahwa penurunan 5% berat badan dapat mengurangi kadar HbA1c sebanyak 0,6%

(HbA1c adalah salah satu parameter status DM), dan setiap kilogram penurunan berat badan

dihubungkan dengan 3-4 bulan tambahan waktu harapan hidup ( DepKes RI, 2005).

Selain jumlah kalori, pilihan jenis bahan makanan juga sebaiknya diperhatikan.

Masukan kolesterol tetap diperlukan, namun jangan melebihi 300 mg per hari. Sumber lemak 

Page 3: Terpai Farmako n Non DM Oleh Priscilla Tania

5/16/2018 Terpai Farmako n Non DM Oleh Priscilla Tania - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/terpai-farmako-n-non-dm-oleh-priscilla-tania 3/13

diupayakan yang berasal dari bahan nabati, yang mengandung lebih banyak asam lemak tak 

 jenuh dibandingkan asam lemak jenuh. Sebagai sumber protein sebaiknya diperoleh dari ikan,

ayam (terutama daging dada), tahu dan tempe, karena tidak banyak mengandung lemak 

(DepKes RI, 2005).

Masukan serat sangat penting bagi penderita diabetes, diusahakan paling tidak 25 g per 

hari. Disamping akan menolong menghambat penyerapan lemak, makanan berserat yang tidak 

dapat dicerna oleh tubuh juga dapat membantu mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan

 penderita DM tanpa risiko masukan kalori yang berlebih. Disamping itu makanan sumber serat

seperti sayur dan buah-buahan segar umumnya kaya akan vitamin dan mineral (DepKes RI,

2005).

 B. Olah Raga

Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap

normal. Saat ini ada dokter olah raga yang dapat dimintakan nasihatnya untuk mengatur jenis

dan porsi olah raga yang sesuai untuk penderita diabetes. Prinsipnya, tidak perlu olah raga

 berat, olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi

kesehatan (DepKes RI, 2005).

Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat CRIPE (Continuous, Rhytmical,

Interval, Progressive, Endurance Training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85%

denyut nadi maksimal (220-umur), disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penderita.

Beberapa contoh olah raga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda,

 berenang, dan lain sebagainya. Olahraga aerobik ini paling tidak dilakukan selama total 30-40

menit per hari didahului dengan pemanasan 5-10 menit dan diakhiri pendinginan antara 5-10

menit. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor insulin

dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa ( DepKes RI, 2005).

TERAPI FARMAKOLOGI

Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat (pengaturan diet dan olah raga) belum

 berhasil mengendalikan kadar glukosa darah penderita, maka perlu dilakukan langkah

 berikutnya berupa penatalaksanaan terapi obat, baik dalam bentuk terapi obat hipoglikemik 

oral, terapi insulin, atau kombinasi keduanya. Pemberian terapi non farmakologi tetap tidak 

Page 4: Terpai Farmako n Non DM Oleh Priscilla Tania

5/16/2018 Terpai Farmako n Non DM Oleh Priscilla Tania - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/terpai-farmako-n-non-dm-oleh-priscilla-tania 4/13

meninggalkan terapi non farmakologi yang telah ditetapkan sebelumnya (Yunir dan Soebardi,

2006).

A. Obat Hipoglikemik Oral

Obat-obat hipoglikemik oral terutama ditujukan untuk membantu penanganan pasien

DM Tipe II. Pemilihan obat hipoglikemik oral yang tepat sangat menentukan keberhasilan

terapi diabetes. Bergantung pada tingkat keparahan penyakit dan kondisi pasien, farmakoterapi

hipoglikemik oral dapat dilakukan dengan menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari

dua jenis obat. Pemilihan dan penentuan rejimen hipoglikemik yang digunakan harus

mempertimbangkan tingkat keparahan diabetes (tingkat glikemia) serta kondisi kesehatan

 pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan komplikasi yang ada (Tjokroprawiro,

1996).

Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat dibagi menjadi 3

golongan, yaitu:

a. Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik oral

golongan sulfonilurea dan glinida (meglitinida dan turunan fenilalanin).

 b. Sensitiser insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap

insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan tiazolidindion, yang

dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara lebih efektif.

c. Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor α-glukosidase yang

 bekerja menghambat absorpsi glukosa dan umum digunakan untuk mengendalikan

hiperglikemia post-prandial (post-meal hyperglycemia). Disebut juga “starch-blocker”

(Tjokroprawiro, 1996).

1) Golongan Sulfonilurea

Beberapa derivat sulfonilurea telah dipakai dalam terapi, semua pada dasarnya

mempunyai mekanisme kerja yang sama yaitu merangsang sekresi insulin pada

 pankreas sehingga hanya efektif bila sel beta pankreas masih dapat berproduksi. Obat

ini hanya efektif pada penderita diabetes melitus tipe 2 yang tidak begitu berat, yang

Page 5: Terpai Farmako n Non DM Oleh Priscilla Tania

5/16/2018 Terpai Farmako n Non DM Oleh Priscilla Tania - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/terpai-farmako-n-non-dm-oleh-priscilla-tania 5/13

sel-sel β masih bekerja cukup baik. Mekanisme kerja dari golongan sulfonilurea antara

lain:

• Merangsang fungsi sel-sel β pulau Langerhans pankreas agar dapat

menghasilkan insulin.

• Mencegah (inhibisi) konversi glikogen hati kembali ke glukosa.

• Meningkatkan penggunaan glukosa darah.

( Soegondo, 2006).

Sulfonilurea dibagi dalam dua golongan/generasi yaitu:

• Generasi pertama meliputi: Tolbutamide, Acetohexamide, Tolazamide,

Chlorpropamide.

• Generasi kedua meliputi: Glibenclamide, Gliclazide, Glipizide,

Gliquidon, Glibonuride,

a. Sulfonilurea (short acting)

- Contoh tolbutamin

- Absorpsi cepat, tidak dipengaruhi oleh makanan

- Bisa menyebabkan hipoglikemi, rash dan gangguan GI

 b. Sulfonilurea (intermediate acting)

1) Acetoheksamid

- Absorpsi cepat

- T½ 6 jam, dan bersifat urikosurik 

2) Tolazamid

- Absorpsi lambat

- Berefek diuretik lemah

3) Gliburid

Page 6: Terpai Farmako n Non DM Oleh Priscilla Tania

5/16/2018 Terpai Farmako n Non DM Oleh Priscilla Tania - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/terpai-farmako-n-non-dm-oleh-priscilla-tania 6/13

- Absorpsi cepat

- Berefek diuretik lemah dan menghambat produksi

glukosa di hepar 

4) Glipizide

Absorpsi cepat dan dapat dihambat oleh makanan.

c. Sulfonilurea (long acting)

- Contoh: klorpropamid dan glibenklamid

- Absorpsi cepat

- Efek samping hipoglikemi lebih besar 

- Bukan pilihan yang baik untuk lansia

Walaupun mekanisme kerja obat-obat yang termasuk golongan sulfonilurea ini

sama akan tetapi berbeda dalam hal potensinya. Pada umumnya obat golongan

sulfonilurea generasi kedua lebih poten daripada generasi pertama. Pada pemberian oral

dapat diserap dengan baik (Herman, 1993).

2) Golongan Biguanida

Obat hipoglikemik oral golongan biguanida bekerja langsung pada hati (hepar),

menurunkan produksi glukosa hati. Senyawa-senyawa golongan biguanida tidak 

merangsang sekresi insulin, dan hampir tidak pernah menyebabkan hipoglikemia. Satu-

satunya senyawa biguanida yang masih dipakai sebagai obat hipoglikemik oral saat ini

adalah metformin. Obat golongan biguanida bekerja menghambat glukoneogenesis dan

meningkatkan penggunaan glukosa di jaringan (Priyanto, 2009).

Mekanisme kerja dan efek samping:

- meningkatkan penggunaan glukosa di jaringan perifer dan menghambat

glukoneogenesis

- dalam bekerja memerlukan adanya insulin

- regimen dosis: 500 mg, 2-3 kali sehari

Page 7: Terpai Farmako n Non DM Oleh Priscilla Tania

5/16/2018 Terpai Farmako n Non DM Oleh Priscilla Tania - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/terpai-farmako-n-non-dm-oleh-priscilla-tania 7/13

- karena tidak merangsang sekresi insulin maka tidak akan menimbulkan

efek samping hipoglikemi

- pada awal penggunaan mungkin menimbulkan gangguan lambung atau

diare yang akan berkurang jika diminum bersama makanan.

(Priyanto, 2009).

3) Golongan Thiazolidinedion atau Glitazon

Golongan obat ini mempunyai efek farmakologis untuk meningkatkan

sensitivitas insulin. Glitazon merupakan agonist   peroxisome proliferator-activated

receptor gamma (PPAR) yang sangat selektif dan poten. Reseptor PPAR gamma

terdapat di jaringan target kerja insulin yaitu jaringan adiposa, otot skelet dan hati,

sedang reseptor pada organ tersebut merupakan regulator homeostasis lipid, diferensiasi

adiposit, dan kerja insulin. Glitazon dapat merangsang ekspresi beberapa protein yang

dapat memperbaiki sensitivitas insulin dan memperbaiki glikemia, seperti GLUT 1,

GLUT 4, p85alphaPI-3K dan uncoupling protein-2 (UCP) (Soegondo, 2006). Contoh

dari golongan ini adalah troglitazon, rosiglitazon, dan pioglitazon. Mekanisme kerja

diduga menyebabkan penurunan resistensi perifer. Efek samping yang dapat

ditimbulkan adalah : edema dan peningkatan berat badan serta retensi air yang dapat

memicu atau memperberat gagal jantung kongestif (Soegondo, 2006).

4) Golongan Meglitinida dan Turunan Fenilalanin

Obat-obat hipoglikemik oral golongan glinida ini merupakan obat hipoglikemik 

generasi baru yang cara kerjanya mirip dengan golongan sulfonilurea. Kedua golongan

senyawa hipoglikemik oral ini bekerja meningkatkan sintesis dan sekresi insulin oleh

kelenjar pankreas. Umumnya senyawa obat hipoglikemik golongan meglitinida dan

turunan fenilalanin ini dipakai dalam bentuk kombinasi dengan obat-obat antidiabetik 

oral lainnya. Repaglinid dan nateglinid kedua-duanya diabsorpsi dengan cepat setelah

 pemberian secara oral. Repaglinid mempunyai masa paruh yang singkat dan dapat

menurunkan kadar glukosa darah puasa. Sedangkan nateglinid mempunyai masa tinggal

yang lebih singkat dan tidak dapat menurunkan kadar glukosa darah puasa. Obat

golongan ini diminum 30 menit sebelum makan. Obat tidak boleh diminum jika tidak 

makan. Kemungkinan obat ini juga meningkatkan berat badan seperti golongan

sulfonilurea lainnya (Soegondo, 2006).

Page 8: Terpai Farmako n Non DM Oleh Priscilla Tania

5/16/2018 Terpai Farmako n Non DM Oleh Priscilla Tania - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/terpai-farmako-n-non-dm-oleh-priscilla-tania 8/13

5) Golongan Inhibitor α-glukosidase

Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim α-glukosidase

dalam saluran cerna. Enzim tersebut berperan dalam pemecahan oligosakarida dan

disakarida menjadi monosakarida. Dengan demikian inhibitor α-glukosidase dapat

menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia postprandial

(Soegondo, 2006).

Senyawa-senyawa inhibitor α-glukosidase bekerja menghambat enzim alfa

glukosidase yang terdapat pada dinding usus halus. Enzim-enzim α-glukosidase

(maltase, isomaltase, glukomaltase dan sukrase) berfungsi untuk menghidrolisis

oligosakarida, pada dinding usus halus. Inhibisi kerja enzim ini secara efektif dapat

mengurangi pencernaan karbohidrat kompleks dan absorbsinya, sehingga dapat

mengurangi peningkatan kadar glukosa post prandial pada penderita diabetes. Senyawa

inhibitor α-glukosidase juga menghambat enzim α-amilase pankreas yang bekerja

menghidrolisis polisakarida di dalam lumen usus halus. Obat ini merupakan obat oral

yang biasanya diberikan dengan dosis 150-600 mg/hari. Obat ini efektif bagi penderita

dengan diet tinggi karbohidrat dan kadar glukosa plasma puasa kurang dari 180 mg/dl.

Obat ini hanya mempengaruhi kadar glukosa darah pada waktu makan dan tidak 

mempengaruhi kadar glukosa darah setelah itu. Obat-obat inhibitor α-glukosidase dapat

diberikan sebagai obat tunggal atau dalam bentuk kombinasi dengan obat hipoglikemik 

lainnya. Obat ini umumnya diberikan dengan dosis awal 50 mg dan dinaikkan secara

 bertahap sampai 150-600 mg/hari. Dianjurkan untuk memberikannya bersama suap

 pertama setiap kali makan (DepKes RI, 2005).

B. Terapi Menggunakan Insulin

Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga harus

diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui suntikan,

insulin dihancurkan di dalam lambung sehingga tidak dapat diberikan per oral (ditelan)

(Mutchler, 1991).

Bentuk insulin yang baru (semprot hidung) sedang dalam penelitian. Pada saat

ini, bentuk insulin yang baru ini belum dapat bekerja dengan baik karena laju

Page 9: Terpai Farmako n Non DM Oleh Priscilla Tania

5/16/2018 Terpai Farmako n Non DM Oleh Priscilla Tania - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/terpai-farmako-n-non-dm-oleh-priscilla-tania 9/13

 penyerapannya yang berbeda menimbulkan masalah dalam penentuan dosisnya

(Mutchler, 1991).

Insulin disuntikkan di bawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan,

 paha atau dinding perut. Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa terlalu

nyeri. Dosis yang diberikan adalah: Diabetes tipe 1 dosis pertengahan pada usia

 pertumbuhan terletak pada 0,8-1 UI/kg/hari, dan pada dewasa terletak pada 30-50

UI/hari. kebutuhan rata-rata pada penderita tipe diabetes II terletak pada 30-45 UI

(Mutchler, 1991).

1. Jenis-jenis insulin (Priyanto, 2009)

Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan

lama kerja yang berbeda-beda antara lain:

a. Insulin rapid onset dan short duration / Insulin kerja cepat

Contoh: regular, lispro, dan aspart

Insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan paling sebentar. Insulin

ini seringkali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu 20 menit,

mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama 6-8 jam.

Insulin kerja cepat seringkali digunakan oleh penderita yang menjalani

 beberapa kali suntikan setiap harinya dan disuntikkan 15-20 menit

sebelum makan.

 b. Intermediated onset & duration / Insulin kerja sedang

Contoh: NPH (isophane) dan lente

Insulin suspensi seng atau suspensi insulin isofan mulai bekerja dalam

waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimun dalam waktu 6-10 jam dan

 bekerja selama 18-26 jam.

Insulin ini bisa disuntikkan pada pagi hari untuk memenuhi kebutuhan

selama sehari dan dapat disuntikkan pada malam hari untuk memenuhi

kebutuhan sepanjang malam.

c. Prolonged duration / Insulin kerja lambat

Page 10: Terpai Farmako n Non DM Oleh Priscilla Tania

5/16/2018 Terpai Farmako n Non DM Oleh Priscilla Tania - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/terpai-farmako-n-non-dm-oleh-priscilla-tania 10/1

Contoh: protamin zinc insulin, extended isulin zinc, dan ultra lente

Insulin suspensi seng yang telah dikembangkan. Efeknya baru timbul

setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam.

2. Struktur dan sintesis insulin (Priyanto, 2009)

a. Merupakan hormon polipeptida yang disekresi oleh sel β pankreas

 b. Disimpan dalam bentuk komplek dengan zink 2+

c. Sintesis dan pelepasannya dipacu oleh:

- glukosa, asam amino, dan asam lemak 

- dipacu oleh β-adrenergik  

- dihambat oleh α-adrenergik  

3. Mekanisme kerja insulin (Priyanto, 2009)

Insulin berikatan dengan tirosin kinase menyebabkan peningkatan transport

glukosa pada sel otot dan jaringan adipose.

a. Pada Hepar  

- menghambat produksi glukosa

- menghambat glikogenolisis dan meningkatkan sintesis glikogen

- meningkatkan sintesis trigliserida

- meningkatkan sintesa protein

 b. Pada otot

- meningkatkan transport glukosa

- disposisi, meningkatkan sintesis glikogen

- meningkatkan sintesis protein

c. Pada jaringan lemak  

Page 11: Terpai Farmako n Non DM Oleh Priscilla Tania

5/16/2018 Terpai Farmako n Non DM Oleh Priscilla Tania - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/terpai-farmako-n-non-dm-oleh-priscilla-tania 11/1

- meningkatkan transport glukosa

- lipogenesis

- intraseluler lipolisis

4. Cara Pemberian Insulin (DepKes RI, 2005)

Sediaan insulin saat ini tersedia dalam bentuk obat suntik yang umumnya

dikemas dalam bentuk vial. Kecuali dinyatakan lain, penyuntikan dilakukan

subkutan (di bawah kulit). Penyerapan insulin dipengaruhi oleh beberapa hal.

Penyerapan paling cepat terjadi di daerah abdomen, diikuti oleh daerah lengan,

 paha bagian atas dan bokong. Bila disuntikkan secara intramuskular dalam,

maka penyerapan akan terjadi lebih cepat, dan masa`kerjanya menjadi lebih

singkat. Kegiatan fisik yang dilakukan segera setelah penyuntikan akan

mempercepat waktu mula kerja (onset) dan juga mempersingkat masa kerja.

Selain dalam bentuk obat suntik, saat ini juga tersedia insulin dalam bentuk 

 pompa (insulin pump) atau jet injector, sebuah alat yang akan menyemprotkan

larutan insulin ke dalam kulit. Sediaan insulin untuk disuntikkan atau

ditransfusikan langsung ke dalam vena juga tersedia untuk penggunaan di

klinik. Penelitian untuk menemukan bentuk baru sediaan insulin yang lebih

mudah diaplikasikan saat ini sedang giat dilakukan. Diharapkan suatu saat nanti

dapat ditemukan sediaan insulin per oral atau per nasal.

Page 12: Terpai Farmako n Non DM Oleh Priscilla Tania

5/16/2018 Terpai Farmako n Non DM Oleh Priscilla Tania - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/terpai-farmako-n-non-dm-oleh-priscilla-tania 12/1

Gambar Lokasi penyuntikan insulin yang disarankan (DepKes, 2005)

C. Terapi Kombinasi

Pada keadaan tertentu diperlukan terapi kombinasi dari beberapa OHO atau

OHO dengan insulin. Kombinasi yang umum adalah antara golongan sulfonilurea

dengan biguanida. Sulfonilurea akan mengawali dengan merangsang sekresi pankreas

yang memberikan kesempatan untuk senyawa biguanida bekerja efektif. Kedua

golongan obat hipoglikemik oral ini memiliki efek terhadap sensitivitas reseptor insulin,

sehingga kombinasi keduanya mempunyai efek saling menunjang. Pengalaman

menunjukkan bahwa kombinasi kedua golongan ini dapat efektif pada banyak penderita

diabetes yang sebelumnya tidak bermanfaat bila dipakai sendiri-sendiri (DepKes RI,

2005).

Tujuan dari terapi kombinasi adalah :

1. Memperlambat perburukan sel β langerhans

- menurunkan produksi glukosa di hepar 

- meningkatkan aksi insulin dengan mengurangi retensi insulin,

dan

- meningkatkan sekresi insulin

2. Untuk menghindari efek samping atau toksik karena peningkatan dosis.

Daftar Pustaka

Page 13: Terpai Farmako n Non DM Oleh Priscilla Tania

5/16/2018 Terpai Farmako n Non DM Oleh Priscilla Tania - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/terpai-farmako-n-non-dm-oleh-priscilla-tania 13/1

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005.  Pharmaceutical Care untuk Penyakit 

 Diabetes Mellitus. Jakarta: Departemen Kesehatan republik Indonesia.

Herman, F. 1993. Penggunaan obat hipoglikemik oral pada penderita diabetes melitus. Pharos

Bulletin.

Mutchler, E. 1991. Dinamika Obat , terjemahan, M.B. Widianto dan A.S. Ranti Edisi 5.

Bandung : ITB.

Priyanto. 2009. Farmakoterapi dan Terminologi Medis. Jakarta: Lenskofi.

Soegondo, S. 2006. Farmakoterapi pada pengendalian glikemia diabetes melitus tipe 2.

Dalam: Aru W. Sudoyo [et al.], editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid ke-3. Edisi

ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

Tjokroprawiro, A. 1996. Diabetes Mellitus, Klasifikasi, Diagnosis dan Terapi. Edisi III. Jakarta

: Gramedia Pustaka.

Yunir, E dan S. Soebardi. 2006. Terapi Non Farmakologis pada Diabetes Melitus. Dalam: Aru

W. Sudoyo [et al.], editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid ke-3. Edisi ke-4.

Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.