tertib regulasi dalam pembentukan produk hukum …
TRANSCRIPT
LEX LIBRUM : JURNAL ILMU HUKUM
http://www.lexlibrum.id
p-issn: 2407-3849 e-issn: 2621-9867
available online at http://lexlibrum.id/index.php/lexlibrum/article/view/111/pdf
Volume 4 Nomor 2 Juni 2018 Page: 714 – 725
doi: http://doi.org/10.5281/zenodo.1286124
TERTIB REGULASI DALAM
PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH
Zudan Arif Fakrulloh*)
Abstrak
Otonomi daerah sebagai amanat UUD Negara RI Tahun 1945 merupakan momentum yang
tepat untuk menciptakan hukum yang lebih sesuai dengan konteks lokal. Pelaksanaan
otonomi daerah berdampak besar pada pola penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
Otonomi daerah mengamanatkan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi & tugas pembantuan. Terhadap
kewenangan mengatur yang dimiliki, maka pemerintah daerah dapat mengelola semua
potensi daerah termasuk membuat dan membentuk produk hukum sesuai dengan masalah
yang dihadapi, keunikan dan kebutuhan daerah melalui mekanisme pembuatan produk
hukum daerah dalam bentuk peraturan daerah maupun keputusan daerah sebagai salah satu
landasan hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam pembentukan
produk hukum daerah terdapat 4 (empat) unsur tertib regulasi yaitu : Tertib Kewenangan,
Tertib Prosedur, Tertib Substansi dan Tertib Implementasi.
Kata Kunci : Otonomi Daerah, Produk Hukum, Pemerintah Daerah.
Abstract Regional autonomy as the mandate of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia is
the right momentum to create laws that are more in line with the local context.
Implementation of regional autonomy has a major impact on the pattern of local
governance. Regional autonomy mandates the autonomous regions to regulate and
manage their own governmental affairs based on the principle of autonomy and duty of
assistance. Regarding the authority to manage the owned, the local government can
manage all the potential of the region including making and forming legal products in
accordance with the problems faced, the uniqueness and needs of the region through the
mechanism of making local legal products in the form of local regulations and regional
decisions as one of the legal foundation in the implementation local government. In the
formation of local legal products there are 4 (four) elements of orderly regulation namely:
Orderly Authority, Procedure Order, Substance Order and Orderly Implementation.
Keywords : Regional Autonomy, Legal Products, Local Government.
A. Pengantar suatu satuan pemerintahan yang merdeka
Produk hukum daerah merupakan (onafhankelijkheid) penuh. Kemandirian itu
sebuah instrumen regulasi yang harus mengandung arti bahwa daerah berhak me-
terintegrasi dengan sistem otonomi daerah. ngatur dan mengurus urusan rumah tangga
Hal ini sebagai konsekuensi dari sistem pemerintahannya sendiri namun tetap dalam
otonomi daerah itu sendiri yang bersen- koridor Negara Kesatuan Republik Indo-
dikan kemandirian (zefstandigheid) dan bu- nesia. Dalam sistem unitary, negara kesa-
kan merupakan suatu bentuk kebebasan tuan, pemerintah daerah bukan negara ba-
gian yang mempunyai kedaulatan sendiri
*) Pengajar di Program Doktor Ilmu Hukum
Universitas Borobudur Jakarta.
714
Jurnal Lex Librum, Vol. IV, No. 2, Juni 2018, hal. 714 - 725
sebagaimana dalam sistem negara federal.1
Produk hukum daerah mempunyai peran yang strategis dalam mendorong terwujud-nya penyelenggaraan otonomi daerah. Un-tuk itu tidaklah berlebihan apabila dikata-kan bahwa setiap penyelenggara pemerinta-han daerah dituntut untuk memahami tertib regulasi. Tertib regulasi adalah suatu proses membuat produk hukum yang baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kepentingan umum yang terdiri dari unsur tertib kewenangan, tertib prosedur, tertib substansi dan tertib implementasi.
Produk hukum daerah yang berkua-
litas dimaknai bahwa produk hukum terse-
but secara materi muatan dan teknis penyu-
sunan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, dapat menyelesaikan masalah
dan menjawab kebutuhan masyarakat. Se-
dangkan produk hukum daerah yang efektif
dimaknai bahwa produk hukum yang dibuat
tidak selesai begitu saja pada saat ditetap-
kan, melainkan produk hukum tersebut se-
suai dengan kebutuhan, berlaku tepat guna
atau berhasil guna atau tepat sasaran atau
tercapai tujuannyadan pada tataran pelak-
sanaannya dapat bermanfaat bagi masya-
rakat. Pemahaman tertib regulasi sangat
dibutuhkan oleh para pembentuk produk
hukum daerah. Hal ini dilatarbelakangi ba-
nyak bermunculannya produk hukum yang
tidak sesuai baik secara kewenangan, pro-
sedur, substansi dan implementasi dengan
peraturan perundang-undangan.
Produk Hukum daerah Definisi Produk Hukum Daerah ada-
lah produk hukum berbentuk peraturan me-
liputi Perda atau nama lainnya, Perkada,
Peraturan Bersama KDH, Peraturan DPRD
dan berbentuk keputusan meliputi Keputu-
san Kepala Daerah, Keputusan DPRD, Ke-
putusan Pimpinan DPRD, dan Keputusan
Badan Kehormatan DPRD. Berdasarkan de-
1Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerin-
tahan dan Otonomi Daerah, Penerbit PT. Grasindo, Jakarta, Desember 2007, hlm. 314.
finisi tersebut Jenis produk hukum daerah terdiri atas: 1. Produk hukum yang berbentuk penga-
turan terdiri dari: a. Peraturan Daerah Provinsi adalah pe-
raturan perundang-undangan yang di-bentuk oleh Dewan Perwakilan Rak-
yat Daerah Provinsi dengan Persetu-
juan Bersama Gubernur; b. Peraturan Daerah Kabupaten / Kota
adalah peraturan perundang-undangan
yang dibentuk oleh Dewan Perwaki-
lan Rakyat Daerah Kabupaten / Kota
dengan Persetujuan Bersama Bupati /
Walikota; c. Peraturan Kepala Daerah yang selan-
jutnya disebut Perkada adalah Pera-turan Gubernur dan / atau Peraturan
Bupati / Walikota. d. Peraturan Bersama Kepala Daerah,
Peraturan Bersama Kepala Daerah
yang selanjutnya disingkat PB KDH
adalah peraturan yang ditetapkan oleh
dua atau lebih kepala daerah, yang
terdiri atas : Peraturan Bersama Gu-
bernur dan Peraturan Bersama Bupati/
Walikota e. Peraturan DPRD adalah peraturan
yang ditetapkan oleh Pimpinan DPRD
Provinsi dan Pimpinan DPRD Kabu-paten / Kota.
2. Produk hukum daerah yang berbentuk penetapan dengan sifat kongkrit, indivi-dual dan final terdiri dari: a. Keputusan Kepala Daerah, terdiri atas
: Keputusan Gubernur Keputusan
Bupati / Walikota b. Keputusan DPRD
c. Keputusan Pimpinan DPRD
d. Keputusan Badan Kehormatan DPRD
Unsur Tertib Regulasi Dalam pembentukan produk hukum
daerah terdapat 4 (empat)unsur tertib regu-lasi yaitu : Tertib Kewenangan, Tertib Pro-
sedur, Tertib Substansi dan Tertib Imple-mentasi.
715
Tertib Regulasi Dalam Pembentukan Produk ... Zudan Arif Fakrulloh
Tertib Kewenangan Seringkali kita menemukan istilah
yang disamakan dengan kata wewenang
yaitu istilah kekuasaan. Tetapi dalam ling-
kup Hukum Tata Negara kebanyakan ahli
hukum tata negara menggunakan istilah we-
wenang. Dalam Ilmu Hukum, kewenangan
atau wewenang merupakan konsep yang
sangat penting. Wewenang dalam Bahasa
Inggris disebut authority atau dalam Bahasa
Belanda bevoegheid. Secara singkat arti
dari wewenang adalah kekuasaan yang sah. Menurut Zudan Arif Fakrulloh kewe-
nangan atau wewenang adalah kekuasaan hukum, hak yang dimiliki oleh pejabat un-tuk memerintah atau bertindak. Parameter yang dipakai dalam penggunaan wewenang adalah kepatuhan hukum ataupun ketidak-patuhan hukum (“improper legal” or “im-
proper illegal”)3. Wewenang adalah hak
yang dimiliki oleh Badan / Pejabat / Pe-nyelenggara Negara untuk mengambil ke-putusan atau tindakan dalam penyeleng-garaan pemerintahan. Beberapa ahli menga-takan kewenangan dengan sebutan kompe-tensi. Kompetensi berasal dari Bahasa La-tin, yaitu competentia yang berarti hetgeen aan iemand toekomt (apa yang menjadi we-
wenang seseorang)4. Kompetensi diartikan
sebagai kewenangan (kekuasaan) untuk me-
nentukan atau (memutuskan sesuatu)5. S.F
Marbun menyatakan kompetensi (authority, gezag) adalah kekuasaan yang diformalkan, baik terhadap segolongan orang tertentu maupun kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan tertentu secara bulat yang berasal dari kekuasaan legislatif maupun dari kekuasaan pemerintah. Kompetensi merupakan kumpulan dari wewenang-wewenang (rechts - bevoeg - heidheden).
3 Zudan Arif Fakrulloh, Pembentukan Pera-
turan Daerah Dalam Kerangka Pencapaian Tujuan Otonomi Daerah, Makalah disampaikan dalam acara Suncang Perda DKI, Ciamis dan Blitar, 2013, hlm 3
4 Sjachran Basah, Eksistensi dan Tolak Ukur Badan Peradilan Administrasi Negara, Bandung, Alumni, 1985, hlm. 65
5 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Balai Pusta-ka, Jakarta, 2001, hlm 584
Kompetensi berbeda dengan wewenang. Wewenang diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik atau secara yuridis diartikan bahwa wewenang adalah kemampuan bertindak yang dilakukan oleh Undang-Undang untuk
melakukan hubungan hukum6.
Setiap badan atau pejabat dalam me-
lakukan tindakan akan ditanya terlebih da-
hulu apakah mempunyai kewenangan untuk
melakukan perbuatan hukum itu atau tidak,
apakah punya kewenangan untuk mengatur
atau tidak, apakah implikasi dari imple-
mentasinya kewenangan tersebut. Ketika
kita berbicara hukum positif, maka batas
kewenangan harus benar-benar diperhati-
kan. Dalam melakukan kewenangan setiap
Badan, Pejabat atau Penyelenggara Negara
tidak boleh bertindak diluar batas kewena-
ngannya. kewenangan tersebut dibatasi oleh
: a. Masa atau tenggang waktu wewenang
b. Wilayah berlakunya wewenang
c. Cakupan atau materi wewenang Cacat terhadap aspek tersebut menim-
bulkan cacat kewenangan (onbevoegheid)7
karena tidak dibuat oleh pejabat yang berwenang menyangkut cacat isi/materi (onbevoegheid ratione materiae), cacat wi-layah (onbevoegheid ratione loci) dan cacat waktu (onbevoegheid ratione temporis). Kewenangan yang cacat berimplikasi pada keputusan yang cacat pula, dan dapat dibatalkan dengan mengajukan gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara.
Tertib kewenangan dalam pembentu-
kan peraturan dan keputusanadalah proses
perumusan norma kedalam produk hukum
untuk memposisikan kewenangan atau we-
wenang berdasarkan kekuasaan hukum, hak
yang dimiliki oleh pejabatuntuk memerin-
tah atau bertindak dalam membuat
peraturan dan keputusan secara benar,
6 S.F Marbun, Peradilan Administrasi Nega-
ra dan Upaya Administratif di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1997, hlm 154.
7 Victor Yaved Neno, Implikasi Pembatasan Kompetensi Absolut Peradilan Tata Usaha Negara, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006,hlm. 34.
716
Jurnal Lex Librum, Vol. IV, No. 2, Juni 2018, hal. 714 - 725
akurat dan sesuai dengan tujuan yang dike-hendaki.
Tertib Prosedur Tertib prosedur bermakna bahwa
pembentukan produk hukum daerah harus
mengikuti tata cara dan urutan dari awal
hingga akhir secara sistematis yang diatur
guna menghasilkan sebuah produk hukum
yang baik dan sesuai dengan tuntutan ke-
butuhan masyarakat. Proses pembentu-kan
produk hukum daerah tersebut dilaku-kan
berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan agar lebih terarah dan
terkoordinasi. Hal ini bermakna bahwa
pembentukan produk hukum daerah harus
mengikuti prosedur yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan dan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam pembentukan produk hukum
daerah, pada hakekatnya perancang produk hukum daerah harus mampu membangun keseimbangan (homeostasis) kepentingan para pihak yang menjadi sasaran kebijakan tersebut. Mengapa keseimbangan itu sangat penting, karena hal ini menyangkut dua sifat dasar manusia yaitu manusia sebagai Homo Economicus dan manusia sebagai
Homo Juridicus, yaitu8: Sebagai Homo
Economicus, manusia dalam hidupnya se-lalu menggunakan prinsip-prinsip ekonomi. Manusia ingin mendapatkan keuntungan yang banyak dengan modal yang sedikit, atau ingin mendapatkan keuntungan yang besar dengan modal tertentu. Dari sudut ini, manusia dalam kehidupannya memang akan berusaha untuk mendapatkan hasil yang sebanyak-banyaknya dengan mengeluarkan pengorbanan yang seminimal mungkin. Oleh karena itu apabila ada warga mas-yarakat yang tidak membayar pajak, pe-
ngusaha menghindari membayar retribu-si, dapat dipahami bahwa dimensi homo economicusnya yang menonjol.
Sebagai Homo Juridicus, manusia da-
lam hidupnya selalu menggunakan prinsip-
prinsip hukum. Manusia ingin mendapatkan
ketentraman, ketenangan dan kepastian ter-
hadap hak dan kewajibannya sebagai warga
negara. Dari sudut ini, manusia dalam
kehidupannya akan selalu memenuhi
kewajiban-kewajiban yang dibebankan ke-
pada dirinya dalam rangka pemenuhan se-
gala sesuatu yang menjadi haknya. Manusia
mematuhi aturan agar dirinya memperoleh
kepastian apa yang menjadi hak dan
kewajibannya. Oleh karena itu, haruslah
dapat menciptakan keseimbangan kedudu-
kan manusia sebagai homo economicus
danhomo juridicus. Untuk mewujudkan keseimbangan
tersebut, dalam pembuatan produk hukum daerah perlu adanya persiapan-persiapan yang matang dan mendalam. Proses pem-bentukan produk hukum daerah terdiri dari proses pembentukan peraturan perundang-undangan dan proses pembentukan kepu-tusan.Terhadap tahapan pembentukan pera-turan perundang-undangan daerah yang mencakup perencanaan, penyusunan, pem-bahasan, pengesahan atau penetapan dan
pengundangan9. Sedangkan tahapan pem-
bentukan keputusan lebih sederhana atau lebih sedikit sedikit tata caranya dibanding peraturan.
Ketentuan mengenai pembentukan hukum peraturan di tingkat daerah pada prinsipnya mengikuti pola di tingkat pu-
sat10
. Proses pembentukan Peraturan Da-
erah sesuai dengan Undang-UndangNomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Pe-raturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut: a. Perencanaan
8 Zudan Arif Fakrulloh, Kedudukan
Peraturan Daerah Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah Dan Pembangunan Substansi Hukum Di Daerah, Makalah disampaikan dalam acara Bim-bingan Teknis di Pemda Serdang Bedagai, 22 Juni 2011, hlm. 10-11.
9 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
10 Jimly Asshiddiq, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Sinar Grafika, Jakarta, Maret 2011, hlm 8
717
Tertib Regulasi Dalam Pembentukan Produk ... Zudan Arif Fakrulloh
b. Penyusunan
c. Pembahasan
d. Evaluasi Peraturan Daerah
e. Pemberian Nomor Register
f. Penetapan/Pengesahan
g. Pengundangan
h. Penyebarluasan
Tertib Substansi Unsur tertib regulasi yang ketiga
adalah tertib substansi. Substansi produk hukum daerah merupakan isi yang termuat dalam produk hukum daerah yang terdiri dari politik hukum, materi muatan dan asas hukum, dengan penjelasan sebagai berikut. Menurut Satjipto Raharjo, hukum berha-dapan dengan masalah politik hukum karena adanya keharusan menentukan suatu pilihan menentukan mengenai tujuan atau cara-cara yang hendak dipakai untuk
mencapai tujuan tersebut11
. Soediman Kar-
tohadiprojo menjelaskan politik hukum negara ditujukan pada bentuk yang diberikan pada hukum, yang dapat tidak tertulis, dapat tertulis dalam peraturan-peraturan (Undang-Undang) atau tertulis dengan dikodifikasikan yaitu ditulis dan dikumpulkan secara sistematis dalam kitab undang-undang serta dapat pula ditujukan pada isinya. Latief Fariqun mengatakan politik hukum adalah kebijakan negara dibidang hukum yang telah, sedang dan akan berlaku yang bersumber dari nilai-nilai dalam masyarakat untuk mencapai tujuan bersama dalam kehidupan negara yang mencakup kebijakan peraturan perundang-undangan, putusan hakim, kebi-jakan terhadap hukum tidak tertulis, isi hukum,
penerapan dan penegakan hukum12
. Menurut Bagir Mananpolitik hukum
ada yang bersifat tetap (permanen) dan ada yang bersifat temporer. Politik hukum yang tetap adalah yang berkaitan dengan sikap
11 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung,
PT. Citra Aditya Bandung, 2000, hlm34
12 A. Latief Fariqun, Pengakuan Hak Mas-yarakat Hukum Adat Atas Sumber Daya Alam Dalam Politik Hukum Nasional, Disertasi program Ilmu hukum Pascasarjana Universitas Brawijaya.
hukum yang akan selalu menjadi dasar kebijaksanaan pembentukan dan penegakan hukum. Politik hukum yang tetap bagi In-
donesia, antara lain13
: a. Ada satu kesatuan sistem hukum Indo-
nesia; b. Sistem hukum nasional dibangun ber-
dasarkan dan untuk memperkokoh sendi-sendi Pancasila dan UUD 1945;
c. Tidak ada hukum yang memberikan hak-
hak istimewa pada warga negara tertentu
berdasarkan suku, ras atau agama.
Kalaupun ada perbedaan semata-mata
didasarkan pada kepentingan nasional
dalam rangka kesatuan dan persatuan
bangsa; d. Pembentukan hukum memperhatikan ke-
majemukan masyarakat; e. Hukum adat dan hukum tidak tertulis
lainnya diakui sebagai subsistem hukum
nasional sepanjang nyata-nyata hidup dan dipertahankan dalam pergaulan
masyarakat; f. Pembentukan hukum sepenuhnya dida-
sarkan pada partisipasi masyarakat; g. Hukum dibentuk dan ditegakkan demi
kesejahteraan umum (keadilan sosial ba-gi seluruh rakyat), terwujudnya masyara-
kat Indonesia yang demokratis dan
mandiri serta terlaksananya negara ber- dasarkan atas hukum dan berkonstitusi.
Politik hukum temporer adalah ke- bijakan yang ditetapkan dari waktu ke
waktu sesuai dengan kebutuhan. Termasuk
dalam kategori ini misalnya penentuan
prioritas pembentukan Peraturan Daerah,
pembaharuan peraturan perundang-udangan
yang menunjang pembangunan nasional
dan sebagainya. Secara sosiologis, politik hukum di-
pengaruhi corak dan tingkat perkembangan
masyarakat. Politik hukum pada masyarakat
yang relatif homogen di bidang politik,
ekonomi dan sosial budaya seharusnya
berbeda dengan politik hukum pada
masyarakat majemuk yang di dalamnya
terdapat politik hukum yang serba me-
13 Ibid, hlm 119-120.
718
Jurnal Lex Librum, Vol. IV, No. 2, Juni 2018, hal. 714 - 725
nyamakan sehingga menimbulkan masalah Perundang-undangan sesuai dengan jenis,
politik, ekonomi maupun sosial. fungsi, dan hierarki Peraturan Perundang-
Berdasarkan hal di atas, maka undangan. Hal tersebut sesuai dengan Asas
diperlukan politik hukum yang baik. Kesesuaian Antara Jenis, Hierarki, dan
Pengertian politik hukum adalah arah Materi Muatan yang artinya bahwa da-
kebijakan hukum (legal policy) yang dibuat lam pembentukan peraturan perundang-
resmi oleh negara, mengenai hukum apakah undangan harus benar-benar memperha-
yang akan diberlakukan atau tidak di- tikan materi muatan yang tepat sesuai de-
berlakukan untuk mencapai tujuan negara. ngan jenis dan hirarki peraturan perundang-
Dalam arti sempit, hukum sebagai alat undangan15
.
untuk mencapai tujuan negara sehingga Materi muatan peraturan perundang-
pembuatan hukum baru atau pencabutan undangan tersebut yaitu:
hukum lama oleh negara harus dijadikan 1. Materi muatan yang harus diatur dengan
langkah untuk mencapai tujuan negara14
. Undang-Undang berisi pengaturan lebih
Pada prinsipnya materi muatan lanjut mengenai ketentuan Undang-
produk hukum daerah berbentuk peraturan Undang Dasar Negara Republik Indo-
harus sesuai dengan jenis, fungsi dan nesia Tahun 1945, perintah suatu
hierarki. Materi muatan perda adalah Undang-Undang untuk diatur dengan
penjabaran peraturan yang lebih tinggi Undang-Undang, pengesahan perjanjian
dengan memperhatikan ciri khas daerah dan internasional tertentu tindak lanjut atas
Perda dilarang bertentangan dengan ke- Putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau
pentingan umum dan atau peraturan pemenuhan kebutuhan hukum dalam
perundang-undangan yang lebih tinggi. masyarakat16
.
Secara normatif, jenis dan hierarki 2. Materi muatan Peraturan Pemerintah
Peraturan Perundang-undangan di Indo- Pengganti Undang-Undang sama dengan
nesia telah diamanatkan dalam ketentuan materi muatan Undang-Undang17
Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 3. Materi muatan Peraturan Pemerintah
Tahun 2011, yaitu: berisi materi untukmenjalankan Undang-
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Undang sebagaimana mestinya18
.
Indonesia Tahun 1945; 4. Materi muatan Peraturan Presiden berisi
b. Ketetapan MPR; materi yang diperintahkan oleh Undang-
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Undang, materi untuk melaksanakan
Pengganti Undang-Undang; Peraturan Pemerintah, atau materi untuk
d. Peraturan Pemerintah; melaksanakan penyelenggaraan kekuasa-
e. Peraturan Presiden; an pemerintahan19
. Dari segi hierarkhi
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Berdasarkan jenis dan hirarki pera- 15
Lihat Pasal 137 Undang-Undang Nomor 32
turan perundang-undangan tersebut maka Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal
materi muatan masing-masing jenis tersebut 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Pem-
berbeda pengaturannya. Berdasarkan Pasal bentukan Peraturan Perundang-undangan mengenai
asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 12
yaitu Asas Kesesuaian Antara Jenis, Hierarki, Dan Tahun 2011 tentang Pembentukan Pera-
Materi Muatan
turan perundang-undangan, Materi Muatan 16
Pasal 10 Undang-Undang Nomor 12 Tahun
Peraturan Perundang-undangan adalah 2011 Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
materi yang dimuat dalam Peraturan
17 Pasal 11 Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
14
Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata
Negara Pasca Amandemen Konstitusi, Jakarta, LP3ES, 2007 Ikapi, hlm 48
18 Pasal 12 Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
19Pasal 13 Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
719
Tertib Regulasi Dalam Pembentukan Produk ... Zudan Arif Fakrulloh
peraturan perundang-undangan, materi
muatan perda tidak boleh bertentangan
dengan peraturan yang lebih tinggi.
Proses harmonisasi vertikal menjadi
sangat penting dalam proses pem-
bentukan Perda sehingga materi mu-
atannya dapat sejalan dengan asas hu-
kum lex superiori derogat lex inferiori.
Hal ini terlihat signifikan pada penga-
turan Pasal 7 ayat (1) huruf f dan huruf g Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tersebut berbeda dengan peraturan
sebelumnya yaitu Undang-Undang No-
mor 10 Tahun 2004 tentang Pemben-
tukan Peraturan Perundang-undangan
yang telah digantikan dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011. Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 2004 masih
menggabungkan antara Perda Pro-vinsi
dan Perda Kabupaten/Kota, se-dangkan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
telah dibuat pemilahan secara terpisah
antara Peraturan Daerah Provinsi dan
Peraturan Daerah Kabu-paten / Kota,
sehingga dimaknai bahwa terhadap
Peraturan Daerah Kabupaten / Kota tidak
boleh bertentangan dengan Peraturan
Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah
Provinsi dapat dijadikan pedo-man bagi
Peraturan Daerah Kabupaten / Kota,
selain itu materi muatan Perda Provinsi
dapat mengatur kewenangan Provinsi
sendiri dan/atau dapat mengatur sampai
dengan kewenangan Kabupaten / Kota,
apabila terdapat pengaturan yang materi
muatannya melibatkan Kabupa-ten /
Kota. Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang No-
mor 12 Tahun 2011, menyatakan kekuatan
hukum peraturan perundang-undangan se-
suai dengan hierarki sebagaimana dimaksud
pada ayat (1). Hal ini sesuai dengan Asas
Kesesuaian Antara Jenis, Hirarki dan Ma-
teri Muatan yaitu bahwa dalam pembentu-
kan peraturan perundang-undangan harus
benar-benar memperhatikan materi muatan
yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki
peraturan perundang-undangan. Yang di-
maksud dengan “hierarki” adalah penjen-
jangan setiap jenis Peraturan Perundang-
undangan yang didasarkan pada asas bahwa
peraturan perundang-undangan yang lebih
rendah tidak boleh bertentangan dengan
Peraturan Perundang-undangan yang lebih
tinggi. Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011, Jenis Peraturan
Perundang-undangan selain sebagaimana
dimaksud pada Pasal 7 ayat (1), mencakup
yang ditetapkan oleh Majelis Permusya-
waratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah
Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pe-
meriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank
Indonesia, Menteri, Badan, Lembaga, atau
Komisi yang setingkat yang dibentuk oleh
Undang-Undang atau Pemerintah atas
perintah Undang-Undang, Dewan Perwaki-
lan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, De-
wan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/
Kota, Bupati / Walikota, Kepala Desa atau
yang setingkat. Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang No-
mor 12 Tahun 2011, Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang di-
perintahkan oleh peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
Selain dari itu, secara umum sesuai Peraturan Bersama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2012 tentang Pa-rameter Hak Asasi Manusia Dalam Pem-bentukan Produk Hukum Daerahbahwa materi muatan produk hukum daerah agar
memperhatikan hal-hal sebagai berikut20
:
1. Non Diskriminasi Materi muatan produk hukum daerah tidak boleh bersifat diskriminasi dalam
bentuk pembatasan, pelecehan, atau
pengucilan yang langsung ataupun tak
20
Lihat Lampiran A, Peraturan Bersama
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2012 tentang Parameter HAM dalam Pembentukan Produk Hukum Daerah.
720
Jurnal Lex Librum, Vol. IV, No. 2, Juni 2018, hal. 714 - 725
langsung didasarkan pada pembedaan
manusia atas dasar agama, suku, ras,
etnik, kelompok, golongan, status sosial,
status ekonomi, jenis kelamin, bahasa,
keyakinan politik, yang berakibat pe-
ngurangan, penyimpangan, atau peng-
hapusan pengakuan, pelaksanaan, atau
penggunaan hak asasi manusia dan
kebebasan dasar dalam kehidupan baik
individual maupun kolektif dalam bidang
politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya
dan aspek kehidupan lainnya. 2. Kesetaraan Gender
Masalah pokok untuk mengupayakan
substansi produk hukum daerah ter-
masuk teknis kebijakan operasional yang
sensitif dan responsif terhadap berbagai
persoalan dalam masyarakat, diantaranya
persoalan kesenjangan gender. Langkah
praktis dan strategis untuk menciptakan
dan mewujudkan peraturan-perundang-
undangan yang materi muatannya sen-
sitif dan responsif gender yaitu melalui
pengintegrasian perspektif gender dalam
suatu produk hukum daerah dan/atau
kebijakan teknis operasional untuk
mewujudkan kesejahteraan dan keten-
traman sebagaimana yang diidamkan
oleh masyarakat luas. Guna memastikan bahwa materi muatan produk hukum daerah telah memenuhi kesetaraan gender sehingga dikatego-rikan produk yang responsif gender diperlukan suatu alat analisis dalam setiap tahap pembentukan produk hukum daerah berupa Parameter Kesetaraan Gender yang meliputi indikator Akses, Partisipasi, Kontrol dan Manfaat
(APKM)21
. 3. Pembagian Urusan Pemerintahan
Bahwa dalam parameter hak asasi ma-nusia mengacu pada Peraturan Pemerin-
tah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi
21
Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak, Parameter Kesetaraan Gender Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, 2011, hlm. 40
dan Pemerintah Daerah Kabupaten / Ko-ta.
4. Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Bahwa dalam Pembagian Urusan Peme-
rintahan antara Pemerintah, Pemerintah
Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Pemerintah nomor 38
Tahun 2007 dalam kebijakannya harus
sesuai dengan nilai-nilai hak asasi
manusia yang di dasarkan pada
peraturan perundang-undangan. Peraturan Daerah sebagai kebijakan
publik yang membingkai penyelenggaraan
otonomi daerah sudah selayaknya apabila
dibentuk selaras atau dalam kerangka me-
wujudkan tujuan otonomi daerah. Tujuan
otonomi daerah tersebut antara lain: a. Peningkatan kesejahteraan masyarakat;
b. Peningkatan daya saing daerah;
c. Peningkatan pelayanan publik; dan
d. Peningkatan demokratisasi. Menurut Zudan Arif Fakrulloh terda-
pat beberapa asas hukum penting yang perlu dicermati dalam merancang produk hukum dalam bentuk Peraturan Daerah,
antara lain22
: a. Dalam setiap Peraturan Daerah harus
dapat ditunjukkan secara jelas Peraturan tertentu yang menjadi landasannya / da-sarnya (dasar hukum);
b. Hanya Peraturan yang sederajat atau lebih tinggi yang dapat dijadikan dasar hukum terbentuknya Peraturan Daerah.
c. Peraturan yang sederajat atau yang lebih tinggi dapat menghapuskan kekuatan
mengikat dari Peraturan lain yang se-derajat atau yang lebih rendah.
d. Pentingnya kesesuaian antara jenis pro-duk hukum dan materi muatan dari
produk hukum tersebut. Adapun asas yang diakui keberada-
annya secara universal yang telah diprak-tekkan dalam kehidupan sehari-hari te-
22
Zudan Arif Fakrulloh, Politik Hukum
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Bi-dang Pemerintahan Umum, Makalah, 2008, hlm. 17.
721
Tertib Regulasi Dalam Pembentukan Produk ... Zudan Arif Fakrulloh
rutama dalam proses pembentukan produk
hukum daerah beragam jenisnya. Asas
tersebut digunakan agar pada saat produk
hukum tersebut diimplementasikan dapat
berfungsi secara maksimal dalam men-
dukung terwujudnya otonomi daerah dan
tidak menimbulkan permasalahan di ke-
mudian hari. Adapun asas-asas tersebut an-
tara lain:
1. Asas Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan
Sesuai dengan Pasal 138 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal
6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, melipu-
ti: a. Asas Kejelasan Tujuan
adalah bahwa setiap Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang
hendak dicapai. b. Asas Kelembagaan atau Pejabat Pem-
bentuk Yang Tepat adalah bahwa setiap jenis peraturan
perundang-undangan harus dibuat
oleh lembaga negara atau pejabat
pembentuk peraturan perundang-
undangan yang berwenang. Peraturan
erundang-undangan tersebut dapat di-
batalkan atau batal demi hukum
apabila dibuat oleh lembaga negara
atau pejabat yang tidak berwenang.
c. Asas Kesesuaian Antara Jenis, Hie-rarki, dan Materi Muatan adalah bahwa dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan harus
benar-benar memperhatikan materi
muatan yang tepat sesuai dengan jenis
dan hierarki peraturan perundang-
undangan. d. Asas Dapat Dilaksanakan
adalah bahwa setiap pembentukan
peraturan perundang-undangan harus
memperhitungkan efektivitas peratu-ran perundang-undangan tersebut di
dalam masyarakat, baik secara fi-losofis, sosiologis, maupun yuridis.
e. Asas Kedayagunaan dan Kehasilgu-naan adalah bahwa setiap peraturan
perundang-undangan dibuat karena
memang benar-benar dibutuhkan dan
bermanfaat dalam mengatur kehidu-
pan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. f. Asas Kejelasan Rumusan
Adalah bahwa setiap peraturan
perundang-undangan harus memenuhi
persyaratan teknis penyusunan peratu-
ran perundang-undangan, sistematika,
pilihan kata atau istilah, serta bahasa
hukum yang jelas dan mudah di-
mengerti sehingga tidak menimbulkan
berbagai macam interpretasi dalam
pelaksanaannya. g. Asas Keterbukaan
adalah bahwa dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan mulai
dari perencanaan, penyusunan, pem-
bahasan, pengesahan atau penetapan,
dan pengundangan bersifat transparan
dan terbuka. Dengan demikian, se-
luruh lapisan masyarakat mempunyai
kesempatan yang seluas-luasnya un-
tuk memberikan masukan dalam pem- bentukan peraturan perundang-undangan.
2. Asas Khusus Yang Harus
Terkandung Dalam Materi Muatan
Peraturan Perundang-Undangan Sesuai dengan Pasal 5 Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, melipu-
ti:
a. Asas Pengayoman adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus
berfungsi memberikan perlindungan untuk menciptakan ketentraman mas-
yarakat. b. Asas Kemanusiaan
adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus
722
Jurnal Lex Librum, Vol. IV, No. 2, Juni 2018, hal. 714 - 725
mencerminkan pelindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta
harkat dan martabat setiap warga ne-gara dan penduduk Indonesia secara
proporsional. c. Asas Kebangsaan
bahwa setiap materi muatan peraturan
perundang-undangan harus mencer-
minkan sifat dan watak bangsa Indo-
nesia yang majemuk dengan tetap
menjaga prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia. d. Asas Kekeluargaan
adalah bahwa setiap materi muatan
peraturan perundang-undangan harus
mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pe-
ngambilan keputusan. e. Asas Kenusantaraan
adalah bahwa setiap materi muatan
peraturan perundang-undangan senan-
tiasa memperhatikan kepentingan
seluruh wilayah Indonesia dan ma-teri
muatan peraturan perundang-
undangan yang dibuat di daerah me-
rupakan bagian dari sistem hukum
nasional yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. f. Asas Bhinneka Tunggal Ika
adalah bahwa materi muatan peratu-
ran perundang-undangan harus mem-
perhatikan keragaman penduduk,
agama, suku dan golongan, kondisi
khusus daerah serta budaya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara. g. Asas Keadilan
adalah bahwa setiap materi muatan
peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara pro-
porsional bagi setiap warga negara. h. Asas Kesamaan Kedudukan Dalam
Hukum dan Pemerintahan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak
boleh memuat hal yang bersifat mem-
bedakan berdasarkan latar belakang,
antara lain, agama, suku, ras, golo-ngan, gender, atau status sosial.
i. Asas Ketertiban dan Kepastian Hu-kum adalah bahwa setiap materi muatan
peraturan perundang-undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam
masyarakat melalui jaminan kepastian
hukum. j. AsasKeseimbangan, Keserasian, dan
Keselarasan adalah bahwa setiap materi muatan
peraturan perundang-undangan harus
mencerminkan keseimbangan, kesera-
sian, dan keselarasan, antara kepenti-
ngan individu, masyarakat dan kepen-
tingan bangsa dan negara. 3. Asas lain sesuai dengan bidang hukum
peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan, misalnya Asas Dalam Hu-
kum Pidana, Asas Dalam Hukum Perda-
ta dan Asas Umum Pemerintahan Yang
Layak.
Tertib Implementasi Dalam mewujudkan tertib regulasi
produk hukum daerah diperlukan suatu
managemen hukum yang baik. Managemen
Hukum adalah proses dari awal pem-
bentukan produk hukum sampai pada ta-
taran implementasi, hal ini diartikan ketika
produk hukum daerah itu selesai dibuat,
maka harus dapat diimplementasikan. Hal
tersebut diwujudkan saat produk hukum
selesai disahkan, kemudian dilakukan me-
kanisme sosialisasi produk hukum tersebut
kepada masyarakat atau yang berkepen-
tingan sehingga mempercepat implementasi
produk hukum tersebut pada pelaksana-
annya. Pada hakikatnya produk hukum
daerah dibuat untuk dilaksanakan, maka
dari itu proses pelaksanaan produk hukum
daerah menjadi sesuatu yang mutlak bagi
Pemerintah Daerah. Tertib Implementasi adalah suatu
rangkaian dalam penyusunan produk hu-
kum daerah setelah ditetapkan untuk
selanjutnya siap dilaksanakan. Tertib Im-
plementasi juga bermakna bahwa setelah
produk hukum daerah selesai disahkan,
723
Tertib Regulasi Dalam Pembentukan Produk ... Zudan Arif Fakrulloh
maka tidak berarti bahwa produk hukum hukum sangat jarang sekali ditemui, pe-
daerah tersebut sudah bisa bekerja dengan laksanaan hukum masih terpaku pada me-
sendirinya. Masih diperlukan langkah- nonjolnya sikap apatis serta menganggap
langkah hukum lanjutan agar perda bisa bahwa penegakan hukum merupakan uru-
efektif. Efektifitas perda adalah kesesuaian san aparat penegak hukum semata dan tidak
antara apa yang diatur dalam perda dengan berangkat dari kesadaran masyarakat.
pelaksanaannya.Implementasi akan efektif Money yaitu ketersedian dukungan
jika pelaksanaanya mematuhi apa yang anggaran. Kadang kala dalam praktek
diatur dalam peraturan daerah ada yang pembentukan produk hukum daerah teru-
digariskan oleh perda yang ditetapkan. tama bentuk peraturan, penyiapan anggaran
Seringkali dalam pelaksanaannya perda kurang terfikirkan sampai pada tataran
tidak cukup tersedia perangkat norma implementasi. Hal tersebut berakibat pe-
(norms), perintah (orders), institusi (institu- laksaanaannya menjadi terhambat dan
tions), atau proses (processes) Untuk efektif produk hukum yang dibuat berhenti di
pelaksanaan suatu produk hukum daerah tempat. Oleh sebab itu, dalam implementasi
perlu memperhatikan kelengkapan sehingga produk hukumdaerah dibutuhkan adanya
managemen hukum yang direncanakan anggaran untuk bisa mendorong terlaksa-
dapat terwujud dengan baik. Tertib imple- nanya implementasi secara efektif.
mentasi ini sejalan dengan Asas Dapat Machine yaitu ketersedian sarana dan
Dilaksanakan yaitu harus memperhitungkan prasarana yang diwujudkan dengan fasilitas
efektifitas produk hukum tersebut dalam sebagai sarana pendukung, ini merupakan
masyarakat baik secara filosofis, sosiologis hal yang juga menentukan terhadap pe-
dan yuridis. laksanaan hukum. Tanpa sarana atau pra-
Dalam tertib implementasi ini ter- sana penegakan hukum akan mengalami se-
dapat beberapa unsur yang harus diper- dikit kendala karena faktor pendukung di
siapkan yaitu: jadikan sebagai faktor utama dalam keikut-
a. Aparatur (man); sertaan para aparat hukum.
b. Anggaran(money); Matherial yaitu ketersedian bahan
c. Alat/bahan(material); pendukung dalam hal ini lahirnya produk
d. Sarana prasarana (machine); dan hukum sebagai dasar dalam bekerja telah
e. Tata cara (methode). disahkan oleh pejabat yang berwenang.
Man yaitu adanya aparat / personil Methode yaitu mekanisme tata cara
yang memadai untuk melaksanakan produk pelaksanaan (prosedur). Tataran implement-
hukum daerah dengan dibekali oleh kom- tasi dapat berjalan efektif apabila mengikuti
petensi dasar dan pemahaman substansi. tata cara yang berlaku sesuai dengan ke-
Adanya sumber daya manusia yang me- tentuan peraturan perundang-undanganan.
madai dalam implementasi merupakan Hal ini juga mencegah terjadinya tindakan
bagian yang penting dalam keefektifan di luar batas kewenangan atau kesewenang-
pelaksanaan suatu produk hukum daerah. wenangan di lapangan yang dilakukan oleh
Wujud respon pelaksana menjadi penyebab aparat penegak hukum.
dari berhasil atau gagalnya tertib im- B. Penutup
plementasi dalam penegakan hukum dima-
Pemahaman tentang tertib regulasi na masyarakat agar berpartisipasi. Kesada-
merupakan hal baru dalam pembentukan ran masyarakat sangatlah penting sehingga
produk hukum di Indonesia. Oleh karena ketika masyarakat menjalankan hukum ka-
itu, pemikiran ini harus terus dilembagakan
rena takut, maka hukum akan berlalu begitu
agar produk hukum yang dibentuk dapat saja. Lain halnya ketika masyarakat melak-
menyelesaikan masalah, mampu menjawab
sanakan hukum karena kesadaraannya. Di
kebutuhan dan dapat menjabarkan peraturan
Indonesia kesadaran masyarakat terhadap
perundangan yang lebih tinggi secara tepat.
724
Jurnal Lex Librum, Vol. IV, No. 2, Juni 2018, hal. 714 - 725
Daftar Pustaka
A. Latief Fariqun, Pengakuan Hak Masyarakat Hukum Adat Atas Sumber Daya Alam Dalam Politik Hukum Nasional, Disertasi program Ilmu hukum Pascasarjana Universitas Brawijaya.
Bagir Manan, Dasar-Dasar Perundang-undangan Indonesia, Jakarta, 1992 Bagir Manan, Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia (Pusat Penerbitan Universitas
LPPM-Unversitas Islam Bandung, Bandung, 1995. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, 1995. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga , Balai
Pustaka, Jakarta, 2001. E. Sundari, Pengajuan Gugatan Secara Class Action, Universitas Atmajaya, Yogyakarta,
2002 Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Penerbit PT.
Grasindo, Jakarta, Desember 2007. Jimly Asshiddiq, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Sinar Grafika, Jakarta,
Maret 2011. ----------------------, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, Sinar Grafika, 2010. Marcus Lukman, Eksistensi Peraturan Kebijaksanaan Dalam Bidang Perencanaan Dan
Pelaksanaan Rencana Pembangunan Di Daerah Serta Dampaknya Terhadap Pembangunan, Disertasi, 1996.
Maria Farida, Ilmu Perundang-undangan, (Yogyakarta:Kanisius,1998) S.F Marbun, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administratif di Indonesia,
Liberty, Yogyakarta, 1997. Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung, PT. Citra Aditya Bandung, 2000. Sjachran Basah, Eksistensi dan Tolak Ukur Badan Peradilan Administrasi Negara,
Bandung, Alumni, 1985. ------------------, Hukum Acara pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Administrasi
(HAPLA), Jakarta Rajawali Pers, 1989. Victor Yaved Neno, Implikasi Pembatasan Kompetensi Absolut Peradilan Tata Usaha
Negara, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006. Zudan Arif Fakrulloh, Ilmu Lembaga dan Pranata Hukum (Sebuah Pencarian), Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2009. -------------, Diskresi Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan, Makalah yang disampaikan
dalam Acara Bintek Bantuan Hukum Pemerintahan Daerah, 2013. --------------, Kedudukan Peraturan Daerah Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah Dan
Pembangunan Substansi Hukum Di Daerah, Makalah disampaikan dalam acara Bimbingan Teknis di Pemda Serdang Bedagai, 22 Juni 2011.
---------------, Pedoman Penyusunan Produk Hukum Daerah, Makalah disampaikan dalam Kegiatan Bimbingan Teknis Penyusunan Produk Hukum Daerah (Legal Drafting)
bagi Aparatur di Lingkungan Pemerintah Kota Tangerang, tanggal 10-12 Maret 2008.
-----------------, Pembentukan Peraturan Daerah Dalam Kerangka Pencapaian Tujuan
Otonomi Daerah, Makalah disampaikan dalam acara Suncang Perda DKI,
Ciamis dan Blitar, 2013.
-----------------, Politik Hukum Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Bidang Pemerintahan Umum, Makalah, 2008.
725