tesebut antara lain: metode investigasi...
TRANSCRIPT
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Model Pembelajaran
2.1.1 Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran
yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh
guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau
bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Berkenaan dengan model pembelajaran, Joyce dan Weil (1986)
mengelompokkan model pembelajaran dalam 4 (empat) kategori, yaitu:
1. Model sosial (Social Model)
Model pembelajaran ini mengacu pada model pembelajaran kelompok
yang melibatkan kerjasama antar personal. Model pembelajaran dapat
dilaksanakan dalam bentuk model pembelajaran cooperative atau
collaborative. Metode pembelajaran yang mendukung penerapan model
9
tesebut antara lain: metode investigasi kelompok (group investigation),
bermain peran (role playing), peer teaching, diskusi dan lain-lain.
2. Model pengolahan informasi (The Information Processing Model)
Model-model yang ternasuk dalam kelompok pengolahan informasi
menitikberatkan pada cara memperkuat dorongan internal (dari dalam diri
sendiri) untuk memahami dunia dengan cara menggali, mengorganisasikan
data, merasakan ada masalah, mengupayakan cara untuk mengatasinya dan
mengungkapkan hasil belajarnya secara lisan atau tertulis. Beberapa metode
pembelajaran yang mendukung pelaksanaan model pembelajaran
pengolahan informasi antara lain: problem based learning, inquiry dan
discovery, memorization, pencapaian konsep (concept attainment), dan lain-
lain.
3. Model personal (Personal Model)
Model personal merupakan model yang membangkitkan siswa agar dapat
belajar secara mandiri, memiliki kesadaran terhadap tugas dan tanggung
jawabnya. Model pembelajaran personal tersebut antara lain diterapkan
dengan metode pengajaran tanpa arahan (non directive learning), latihan
kesadaran (awarenes training), dan lain-lain. Secara lebih kongkret, model
pembelajaran personal antara lain diterapkan dengan metode pembelajaran
berbantuan modul dan e-learning.
4. Model Sistem Perilaku (Behavioral Systems)
Model pembelajaran ini dikenal sebagai model modifikasi perilaku
dalam hubungannya dengan respon terhadap tugas- tugas yang diberikan.
Kegiatan belajar berorientasi pada perubahan perilaku yang tadinya tidak
bisa menjadi bisa atau tidak tahu menjadi tahu, dsb. Model pembelajaran
banyak diterapkan dalam mata pelajaran praktik. Metode pembelajaran yang
termasuk ke dalam kelompok model sistem perilaku ini antara lain: belajar
tuntas (mastery learning), CBT (competence based learning), pembelajaran
langsung (direct instruction), model kontrol diri, drill, dsb. Dalam
penerapan model sistem perilaku, guru dapat menggunakan metode tutorial
dengan membimbing siswa sampai mencapai tujuan. Kendati demikian,
seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan
dengan strategi pembelajaran.
10
Joyce & Weil berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu
rencana atau pola yang digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana
pembelajaran jangka panjang), merancang bahan- bahan pembelajaran, dan
membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain (Joyce & Weil, 1980:1).
Kemp (1995) mengemukakan strategi adalah suatu kegiatan pembelajaran
yang harus dikerjkan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai
secara efektif dan efisien.
Senada dengan pendapat kempt, Dick and carey (1985) menyebutkan
bahwa strategi pembelajaran adalah suatu perangkat materi dan prosedur
pembelajarannya yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan
minat belajar pada peserta didik atau siswa.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk
membentuk kurikulum, merancang bahan-bahan pembelajaran dan
membimbing pembelajaran di kelas.
2.1.2 Ciri- ciri model pembelajaran
Model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahlitertentu.
Sebagai contoh, model penelitian kelompok disusun oleh Thelen dan
berdasarkan teori Dewey. Model ini dirancang untuk melatih partisipasi
dalam kelompok secara demokratis.
2. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, misalnya model
berpikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses berpikir
induktif.
3. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di
kelas, misalnya model synectic dirancang untuk memperbaiki kreativitas
dalam pelajaran mengarang
4. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: (1) urutan langkah-
langkah pembelajaran (syntax), (2) adanya prinsip-prinsip reaksi, (3)
sistem sosial, dan (4) sistem pendukung. Keempat bagian tersebut
merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model
pembelajaran
11
5. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak
tersebut meliputi: 1. Dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat
diukur, 2. Dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang
6. Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman
model pembelajaran yang dipilihnya.
2.2 Pembelajaran Role Playing
2.2.1 Pengertian Role Playing
Istilah role playing dalam metode merupakan dua istilah ganda bagi
metode pembelajaran role playing maupun metode bermain peran, karena
tergolong dalam model pembelajaran simulasi, sehingga di dalam
pelaksanaannya dapat dilakukan dalam waktu bersamaan dan silih berganti.
Metode simulasi (Role Playing) adalah suatu cara mengajar dengan jalan
mendramatisasikan bentuk tingkah laku dalam hubungan sosial (Sudjana,
2009:89). Pada metode role playing ini, proses pembelajaran ditekankan pada
keterlibatan emosional dan pengamatan indera ke dalam suatu situasi masalah
yang secara nyata dihadapi, baik guru maupun siswa. Kedua istilah ini (role
playing dan bermain peran), kadang-kadang juga disebut metode dramatisasi.
Hanya bedanya, kedua metode tersebut tidak disiapkan terlebih dahulu
naskahnya.
Dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, kemampuan berbicara siswa
dapat direkayasa untuk ditingkatkan melalui metode pembelajaran role
playing, karena role playing efektif dalam memberikan pemahaman konsep
secara luas kepada siswa melalui pengimitasian tokoh tertentu yang di setting
dalam situasi tertentu. Hal tersebut dapat meningkatkan rasa sosial siswa
terhadap lingkungan dan orang di sekitarnya.
Menurut Alhafidzh (2010:1), metode role playing memiliki peran penting
dalam proses pembelajaran, dan dapat digunakan apabila:
1. Pelajaran dimaksudkan untuk melatih dan menanamkan pengertian dan
perasaan seseorang.
2. Pelajaran dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa kesetiakawanan sosial
dan rasa tanggung jawab dalam memikul amanah yang telah dipercayakan.
3. Jika mengharapkan partisipasi kolektif dalam mengambil suatu keputusan.
12
4. Apabila dimaksudkan untuk mendapatkan ketrampilan tertentu sehingga
diharapkan siswa mendapatkan bekal pengalaman yang berharga, setelah
mereka terjun dalam masyarakat kelak.
5. Dapat menghilangkan malu, dimana bagi siswa yang tadinya mempunyai
sifat malu dan takut dalam berhadapan dengan sesamanya dan masyarakat
dapat berangsur-angsur hilang, menjadi terbiasa dan terbuka untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
6. Untuk mengembangkan bakat dan potensi yang dimiliki oleh siswa
sehingga amat berguna bagi kehidupannya dan masa depannya kelak,
terutama yang berbakat bermain drama, lakon film dan sebagainya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan Role
Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui
pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan
penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau
benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal
ini bergantung kepada apa yang diperankan.
2.2.2 Fungsi Role Playing
Lee (1986:147) menjelaskan bahwa role-playing bermanfaat untuk membantu
membawa pembelajaran IPA ke dalam kehidupan dan memberikan pengalaman
nyata kepada pembelajaran menggunakan bermain peran melalui pelestarian dan
pemeliharaan alam. Role-playing dalam kegiatan kelas III untuk tujuan dapat
dilaksanakan untuk menambah pemahaman terhadap apa yang dipelajarinya,
misalnya dalam kelas III (tiga) untuk melestarikan dan melihara alam di sekolah.
Kegiatan ini sangat bermanfaat untuk menambah pengetahuan siswa untuk
mengetahui cara melestarikan dan memelihara alam di sekolah sekaligus
menambah keterampilan dalam bermain peran. Selain itu, role-playing dapat
pula digunakan untuk menambah kesadaran sosial terhadap orang lain, yaitu
terutama kepada guru, pembelajaran yang lain dan komponen pembelajaran
yang lain (Amato, 2003: 124). Amato (2003:214) menambahkan pula bahwa
melalui kegiatan role-playing pembelajaran dapat menggali kemampuan dirinya,
memiliki rasa empati terhadap orang lain, dan menggunakan pengalaman
pribadinya agar dapat melakukan tindakan-tindakan yang yang hebat. Role-
13
playing dapat pula menambah kemampuan pembelajaran, menguasai aspek-
aspek komunikasi nonverbal, meningkatkan kemampuan kerjasama antar
pelajar, dan meningkatkan kecakapan ranah afektif.
Untuk itu, dapat diambil garis besar bahwa tindakan dalam penelitian ini
adalah penerapan teknik role-playing dalam rangka meningkatkan kemampuan
berbicara dan bekerjasama pada siswa kelas III (tiga) yang keseluruhan
temannya adalah seluruh siswa dari kelas 1 sampai dengan kelas 6 yang
diterapkan dalam kelas untuk mengajar. Role-playing yang diterapkan pada
siswa Sekolah Dasar (SD) adalah peran sebagai seorang siswa karena kegiatan
ini bertujuan untuk meningkatkan bicara, kerjasama dan drama sesuai dengan
kecakapan mereka kelak sebagai seorang yang berguna.
2.2.3 Kekurangan dan Kelebihan Role Playing
a. Kekurangan Role Playing
Menurut Wahab (2007: 109) kelemahan model role playing antara lain:
1. Jika siswa tidak dipersiapkan secara baik ada kemungkinan tidak akan
melakukan secara sungguh-sungguh
2. Bermain peran mungkin tidak akan berjalan dengan baik jika suasana kelas
tidak mendukung
3. Bermain peran tidak selamanya menuju ke arah yang diharapkan seseorang
yang memainkannya. Bahkan juga mungkin akan berlawanan dengan apa
yang diharapkan
4. Siswa sering mengalami kesulitan untuk memerankan peran secara baik,
khususnya jika mereka tidak diarahkan atau tidak ditugasi dengan baik.
siswa perlu mengenal dengan baik apa yang diperankannya
5. Bermain peran membutuhkan waktu yang banyak/lama
6. Untuk lancarnya bermain perannya, diperlukan kelompok yang sensitif,
imajinatif, terbuka, saling mengenal hingga berkerjasama dengan baik
Senada dengan Wahab, Mujimin (2007: 86) mengemukakan kelemahan model
role playing terletak pada:
1. Role playing dan bermain peran memerlukan waktu yang relatif panjang/
banyak.
14
2. Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru
maupun murid, dan tidak semua guru memilikinya.
3. Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk
memerlukan suatu adegan tertentu.
4. Apabila pelaksanaan bermain peran mengalami kegagalan, buka saja
dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan
pengajaran tidak tercapai.
5. Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini.
6. Pada pelajaran agama masalah keimanan, sulit disajikan melalui model
role playing dan bermain peran ini
7. Strategi pelaksanaan pembelajaran role playing
Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa kekurangan
role playing antara lain:
1. Bermain peran ini memerlukan waktu yang lama
2. Memerlukan kreativitas yang tinggi dari guru maupun siswa
3. Jika pelaksanaan bermain peran atau role playing gagal maka akan
menimbulkan kesan yang kurang baik dan pelaksanaan pembelajaran
dianggap gagal.
b. Kelebihan Role Playing
Kelebihan dari model pembelajaran role playing antara lain:
1. Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan
untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama.
2. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.
3. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam
situasi waktu yang berbeda.
4. Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada
waktu melakukan permainan.
5. Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.
2.2.4 Tahap Pelaksanaan Role Playing dalam Pembelajaran
Menurut Wahab (2007: 114) menyatakan bahwa bermain peran, ada tiga
tahap yang harus dilaksanakan guru, yaitu:
1. Tahap persiapan
a. Persiapan untuk bermain peran:
15
b. Memilih Pemain
a) Pilih secara sukarela, jangan dipaksa
b) Sebisa mungkin pilih pemain yang dapat mengenali peran yang akan
dibawakannya
c) Hindari pemain yang ditunjuk sendiri oleh siswa
d) Pilih beberapa pemain agar seorang tidak memainkan dua peran
sekaligus.
e) Setiap kelompok pemain paling banyak 5 orang.
f) Hindari siswa membawakan peran yang dengan kehidupan sebenarnya
c. Mempersiapkan Penonton
a) Harus yakin bahwa pemirsa mengetahui keadaan dari tujuan bermain
peran
b) Arahkan mereka bagaimana seharusnya berperilaku
d. Persiapan para pemain
a) Biarkan siswa agar mempersiapkannya dengan sedikit mungkin campur
tangan guru
b) Sebelum bermain setiap pemain harus memahami betul apa yang
dilakukannya
c) Permainan harus lancar, dan sebaiknya ada kata pembuka, tetapi hindari
melatih kembali saat sudah siap bermain
d) Siapkan tempat dengan baik
2. Pelaksanaan
1. Upayakan agar singkat, bagi pemula lima menit sudah cukup dan
bermain sampai habis, jangan diinterupsi.
2. Biarkan agar spontanitas menjadi kunci utamanya.
3. Jangan menilai aktingnya, bahasanya dan lain-lain.
4. Biarkan siswa bermain bebas dari angka dan tingkatan.
5. Jika terjadi kemacetan hal yang dapat dilakukan misalnya:
a. Dibimbing dengan pertanyaan.
b. Mencari orang lain untuk perann tersebut.
c. Menghentikan dan melangkah ke tindak lanjut.
6. Jika pemain tersesat lakukan:
a. Rumuskan kembali keadaan dan masalah.
16
b. Simpulkan apa yang sudah dilakukan.
c. Hentikan dan arahkan kembali.
d. Mulai kembali dengan penjelasan singkat.
3. Tindak Lanjut
a. Diskusi
1. Diskusi tindak lanjut dapat memberi pengaruh yang besar terhadap
sikap dan pengetahuan siswa.
2. Diskusi juga dapat menganalisi, menafsirkan, memberi jalan keluar atau
merekreasi.
3. Di dalam diskusi sebaiknya dinilai apa yang telaj dilaksanakan.
4. Melakukan bermain peran kembali
5. Kadang-kadang memainkan kembali dapat memberi pemahaman yang
lebih baik.
Sedangkan Sudrajat (2010:1) mengemukakan strategi penerapan role
playing sebagai berikut:
1. Bila role playing baru ditetapkan dalam pengajaran, maka hendaknya guru
menerangkannya terlebih dahulu teknik pelaksanaanya, dan menentukan
diantara siswa yang tepat untuk memerankan lakon tertentu, secara
sederhana dimainkan di depan kelas.
2. Menerapkan situasi dan masalah yang akan dimainkan dan perlu juga
diceritakan jalannya peristiwa dan latar belakang cerita yang akan
dipentaskan tersebut.
3. Pengaturan adegan dan kesiapan mental dapat dilakukan sedemikian rupa.
4. Setelah role playing itu dalam peuncak klimaks, maka guru dapat
menghentikan jalannya drama. Hal ini dimaksudkan agar kemungkinan-
kemungkinan pemecahan masalah dapat diselesaikan secara umum,
sehingga penonton ada kesempatan untuk berpendapat dan menilai role
playing yang dimainkan. Role playing dapat pula dihentikan bila
menemui jalan buntu.
5. Guru dan siswa dapat memberikan komentar, kesimpulan atau berupa
catatan jalannya role playing untuk perbaikan-perbaikan selanjutnya.
Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, dan agar tidak terkesan
permainan tidak terencana dengan baik, maka guru IPA dan peneliti
17
menyusun langkah-langkah pembelajaran role playing kepada siswa kelas III
SDN Sidorejo Lor 06 Salatiga sebagai berikut:
I. Tahap Persiapan
1. Guru dan peneliti menyusun salah satu cerita dalam bentuk teks bacaan,
sehingga dapat dibaca dan dihafalkan para siswa.
2. Menunjukkan beberapa siswa untuk mempelajari skenario dalam waktu
beberapa hari sebelum pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar
II. Tahap Pelaksanaan
a. Kegiatan Awal
1. Guru memberikan motivasi dan apersepsi kepada siswa
2. Guru menjelaskan tujuan dan teknik bermain dalam pembelajaran role
playing.
3. Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai
b. Kegiatan Inti
1. Guru membagikan siswa dalam kelompok
2. Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario
yang sudah dipersiapkan
3. Masing-masing siswa berada di kelompoknya sambil mengamati
skenario yang sedang diperagakan
4. Setelah selesai ditampilkan, masing-masing siswa diberikan lembar
kerja untuk membahas/ memberi penilaian atas penampilan masing-
masing kelompok
5. Guru dan siswa melakukan diskusi untuk membicarakan hasil kegiatan
yang sudah terlaksana, berikut penilaian-penilaian yang sudah
dilakukan
6. Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya
7. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya
c. Kegiatan Akhir
1. Guru memberikan kesimpulan secara keseluruhan
2. Guru meminta siswa untuk memberikan masukan mengenai penampilan
masing-masing kelompok
3. Evaluasi
4. Penutup
18
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka model pembelajaran role
playing mata pelajaran IPA siswa kelas III SDN Sidorejo Lor 06 Salatiga dapat
dilaksanakan untuk meningkatkan Minat belajar siswa.
2.3 Pengertian Minat Belajar
Minat belajar terdiri dari dua kata yakni minat dan belajar, dua kata ini berbeda
arti, untuk itu penulis akan mendefinisikan satu persatu, sebagai berikut definisi
dari minat belajar:
2.3.1 Pengertian Minat
Menurut Sukardi (1994) minat adalah suatu perangkat mental yang terdiri dari
komponen, perpaduan dan campuran dari perasaan, harapan, prasangka, cemas,
takut dan kecenderungan-kecenderungan yang lain yang bisa mengarahkan
individu kepada suatu pilihan tertentu. Sardiman berpendapat bahwa “minat
diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri- ciri
atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau
kebutuhan-kebutuhannya sendiri.’’
Minat adalah sesuatu yang pribadi dan berhubungan erat dengan sikap. Minat
dan sikap merupakan dasar bagi prasangka, dan minat juga penting dalam
mengambil keputusan. Minat dapat menyebabkan seseorang giat melakukan
menuju ke sesuatu yang telah menarik mintanya (Gunarso 1995). Menurut
Hurlock (1995) minat terbagi menjadi 3 aspek, yaitu:
a. Aspek Kognitif
Berdasarkan atas pengalaman pribadi dan apa yang pernah dipelajari
baik di rumah, sekolah dan masyarakat serta dan berbagai jenis media
massa.
b. Aspek Afektif
Konsep yang membangun aspek kognitif, minat dinyatakan dalam sikap
terhadap kegiatan yang ditimbulkan minat. Berkembang dari pengalaman
pribadi dari sikap orang yang penting yaitu orang tua, guru dan teman sebaya
terhadap kegiatan yang berkaitan dengan minat tersebut dan dari sikap yang
dinyatakan atau tersirat dalam berbagai bentuk media massa terhadap kegiatan
itu.
c. Aspek Psikomotor
19
Berjalan dengan lancar tanpa perlu pemikiran lagi, urutannya tepat. Namun
kemajuan tetap memungkinkan sehingga keluwesan dan keunggulan
meningkat meskipun ini semua berjalan lambat. Minat adalah suatu rasa lebih
suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang
menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antar
diri sendiri dengan sesuatu diluar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan
tersebut semakin besar minat.
Menurut pengertian yang ada dalam kamus-kamus Bahasa Indonesia, minat
adalah suatu keinginan, gairah dan kecenderungan hati yang tinggi terhadap
sesuatu. Arti lain dari minat adalah perhatian, keinginan atau kesukaan kepada
sesuatu.
Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau
aktivitas, tanpa ada yang menyuruh (Slameto, 2003). Minat pada dasarnya adalah
penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu diluar diri.
Semakin dekat atau kuat hubungan tersebut, semakin besar minat. Minat tidak
dibawa sejak lahir, melainkan diperoleh kemudian. Minat terhapat sesuatu
dipelajari dan mempengaruhi belajar selanjutnya serta mempengaruhi belajar
selanjutnya serta mempengaruhi penerimaan minat-minat baru. Para ahli
pendidikan bahwa cara yang efektif untuk membangkitkan minat pada suatu
subjek yang baru adalah dengan menggunakan minat- minat siswa yang telah ada.
Misalnya siswa menaruh minat pada pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Sebelum
mengajarkan tentang pelestarian dan pemeliharaan alam di sekolah, pengajar
dapat menarik perhatian siswa dengan menceritakan sedikit mengenai Ilmu
Pengetahuan Alam yang akan berlangsung.
Dakir (1996) mengemukakan minat sering dikacaukan dengan istilah
perhatian yang artinya keaktifan peningkatan kesadaran seluruh fungsi jiwa yang
dikerahkan dalam pemusatannya kepada barang tertentu, baik itu yang ada di luar
(Arif, 2007). Mahmud (1997) mengemukakan dua pengertian minat yaitu:
1. Minat sebagai sebab yaitu kekuatan yang pendorong yang memaksa
seseorang menaruh perhatian pada orang atau aktivitas tertentu.
2. Minat sebagai akibat, yaitu pengalaman efektif yang ditimbulkan oleh
kondisinya seseorang atau sesuatu objek atau partisipasi dalam suatu aktifitas
(Arif, 2007)
20
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa minat adalah
keinginan/kehendak, kesukaan, memperhatikan dan memiliki kemampuan untuk
bertindak tanpa ada yang menyuruhnya.
b. Cara menimbulkan minat
Menurut Effendi dan Praja (1993) minat dapat ditimbulkan dengan cara:
a) Membangkitkan suatu kebutuhan.
b) Menghubungkan dengan pengalaman yang lampau.
c) Memberikan kesempatan untuk mendapat hasil yang lebih baik.
Tanner dan Tanner (1995) menyarankan agar para pengajar juga berusaha
membentuk minat-minat baru pada siswa yang dapat dicapai dengan jalan
memebrikan informasi pada siswa mengenai hubungan antara suatu bahan
pengajaran yang akan diberikan dengan bahan pengajaran yang lalu.
Rooijakkers (1980) berpendapat hal ini dapat pula dicapai dengan cara
menghubungkan bahan pengajaran dengan suatu berita sensasional yang sudah
diketahui kebanyakan siswa, kalau dari usaha-usaha diatas juga belum berhasil,
pengajar dapat memakai insentif dalam usaha mencapai tujuan pengajaran.
Insentif merupakan alat yang dipakai untuk membujuk seseorang agar membujuk
seseorang melakukan sesuatu yang tidak mau melakukan atau yang tidak
dilakukan dengan baik.
c. Pengaruh Minat
Sukardi (1993) menjelaskan faktor yang mempengaruhi minat yaitu:
1) Faktor lingkungan
Seseorang anak yang dilahirkan di lingkungan masyarakat yang telah maju
akan berbeda dengan anak yang dilahirkan dalam lingkungan masyarakat
terbelakang.
2) Faktor pembawaan
Minat seorang anak sedikit banyak dipengaruhi oleh kehidupan orang
tuanya, seorang anak yang orang tuanya sebagai pedagang maka minat
anaknya akan terpengaruh juga walaupun tidak mutlak namun ada
kecenderungan yang berpengaruh pada anak tersebut.
Hidayati (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi minat adalah sebagai berikut:
a.Faktor keadaan pribadi anak, yaitu keadaan jasmani dan rohani juga
psikologis.
21
b. Faktor lingkungan yaitu: sosial, lingkungan pergaulan di masyarakat.
c. Faktor keturunan yaitu keadaan kehidupan orang tuanya.
2.3.2 Pengertian Belajar
Belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman, kecuali
perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh proses menjadi matangnya
seseorang atau perubahan yang instinktif yang bersifat temporer “Menurut
Dalyono (2003: 49) belajar dapat didefinisikan sebagai salah satu usaha atau
kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang,
mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan,
keterampilan dan sebagainya.
Slameto (2003: 3) secara psikologis menyatakan bahwa, belajar merupakan
suatu proses perubahan. Yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pengertian belajar secara psikologis tersebut diuraikan lagi guna memudahkan
dalam memahami pengertian belajar tersebut, yaitu belajar adalah suatu proses
usaha yang dilakukan oleh seseorang secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Sudjana (2005: 5) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang
ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil
dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan
pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan,
kebiasaan serta perubahan-perubahan aspek lain yang ada pada individu belajar.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu
proses perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang ditunjukkan dengan
adanya perubahan pengetahuan, pengalaman, tingkah laku, dan perubahan pada
aspek-aspek lainnya yang terdapat pada individu dalam interaksi dengan
lingkungannya.
2.3.3 Perlunya Minat dalam Melakukan Aktivitas Belajar
Sering tidak disadari bahwa minat merupakan faktor yang penting dalam
aktivitas belajar. Minat merupakan unsur pendorong yang kuat yang sering
menjadi alasan seseorang mengapa ia melakukan sesuatu. Di dalam belajar, minat
sangat diperlukan, oleh sebab itu jika di dalam aktivitas belajar seseorang didasari
oleh adanya minat maka akan menimbulkan suasana batin yang sangat kondusif
22
dalam belajar. Belajar akan selalu didukung oleh suasana kegembiraan,
keikhlasan, semangat, perhatian dan rasa nyaman tanpa merasa terbebani oleh
adanya kesulitan yang harus dipahami dalam pelajaran. Pendek kata bahwa
seseorang yang penuh minat belajar akan melakukan aktivitas belajar tanpa
perasaan terpaksa, karena belajar menjadi suatu kebutuhan. Hal ini sebagaimana
ditegaskan oleh Nurkancana (1986: 230) bahwa anak- anak tidak perlu mendapat
dorongan dari luar, apabila pekerjaan yang dilakukannya cukup menarik minat.
Hal yang sama dikemukakan pula oleh Usman (2001: 27) bahwa minat seseorang
mau melakukan apa saja yang diminatinya. Hal tersebut lebih ditegaskan lagi oleh
James (dalam Usman, 2001: 27) bahwa minat merupakan faktor yang menentukan
derajat keaktifan belajar. Menurut Slameto (2003: 58) siswa yang berminat dalam
belajar mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1). Mempunyai kecenderungan yang tetap untuk untuk memperhatikan dan
mengenang sesuatu yang dipelajari secara terus menerus.
2). Ada rasa suka dan senang pada sesuatu yang diminati.
3). Memperoleh suatu kebanggaan dan kepuasan pada sesuatu yang diminati. Ada
rasa keterikatan pada sesuatu aktivitas-aktivitas yang diminati.
4). Lebih menyukai suatu hal yang menjadi minatnya daripada yang lainnya.
5). Dimanifestasikan melalui partisipasi pada aktivitas dan kegiatan.
2.3.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Minat Belajar
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, minat berarti kecenderungan
dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut
Robert (dalam Syah, 2005: 136) minat tidak termasuk istilah populer dalam
psikologi karena ketergantungannnya yang banyak pada faktor-faktor internal
lainnya seperti: pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi dan kebutuhan.
Berdasarkan hal ini faktor-faktor yang mempengaruhi minat dapat
diklasifikasikan, antara lain:
1). Kemampuan Dasar
Thorndike (dalam Sagala, 2008: 37) menjelaskan bahwa belajar akan
terjadi antara lain apabila siswa memiliki kematangan, kesiapan belajar dan
motivasi berperanan penting dalam keberhasilan belajar. Kemampuan dasar
yang dimaksud dalam hal ini adalah bagaimana sikap siswa menyikapi minat
belajar. Dalam belajar diperlukan adanya pemahaman atau insight. Hilgara
23
(dalam Sagala, 2008: 50) menjelaskan salah satu faktor yang mempengaruhi
belajar dengan pemahaman yaitu kemampuan dasar yang dimiliki siswa.
Berbicara tentang kemampuan dasar juga tak lepas dari intelegensi siswa. Stern
(dalam Djamarah, 2000: 57) mengemukakan intelegensi merupakan daya untuk
menyesuaikan diri secara mudah dengan keadaan baru dengan menggunakan
bahan- bahan pikiran yang ada menurut tujuannya. Seseorang dikatakan
intelegen, apabila orang yang bersangkutan mempunyai kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan cepat tanpa mengalami suatu masalah. Ini berarti,
seseorang yang sukar beradaptasi dan banyak mengalami masalah dikatakan
tidak intelegen. Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan kemampuan dasar yang
dimiliki, siswa akan dengan mudah memiliki minat terhadap apa yang dipelajari.
2). Strategi Pembelajaran
Konzna (dalam Uno, 2008: 1) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran
dapat diartikan sebagai kegiatan yang dipilih, yaitu yang dapat memberikan
fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan
pembelajaran tertentu. Disisi lain, Dick dan Carey (dalam Uno, 2008: 1)
menguraikan bahwa strategi pembelajaran terdiri atas seluruh komponen materi
pembelajaran dan prosedur atau tahapan kegiatan belajar yang/atau digunakan
guru dalam rangka membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran
tertentu. Menurut mereka strategi pembelajaran bukan hanya terbatas prosedur
atau tahapan-tahapan belajar saja, melainkan termasuk juga pengaturan materi
atau paket program pembelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik.
Memperhatikan pengertian strategi pembelajaran di atas, dapat disimpulkan
bahwa strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang akan dipilih dan
digunakan oleh seorang pengajar, untuk menyampaikan materi pelajaran,
sehingga akan memudahkan peserta didik termasuk dalam menimbulkan minat
dalam menerima dan memahami materi pembelajaran, yang pada akhirnya
tujuan pembelajaran dapat dikuasainya di akhir kegiatan belajar.
3). Lingkungan Keluarga
Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya
mengembangkan pribadi siswa. Perawatan orang tua yang penuh kasih sayang
dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya
yang diberikannya merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak
24
menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat. Maslow (dalam Jusuf,
2006: 37) mengemukakan keluarga merupakan lembaga yang dapat memenuhi
kebutuhan individu. Melalui perawatan dan perlakuan yang baik dari orang tua,
anak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, baik fisik- biologis
maupun sosio-psikologisnya. Apabila anak telah memperoleh rasa aman,
penerimaan sosial dan harga dirinya, maka anak dapat memenuhi kebutuhan
tertingginya, yaitu perwujudan diri (self actualization). Minat merupakan aspek
psikologisnya yang pembentukannya dimulai dari lingkungan keluarga. Untuk
itu, diharapkan keluarga sebagai lembaga pendidikan pertama dan utama banyak
berperan dalam menimbulkan minat sebagai faktor yang menentukan dalam
keberhasilan belajar.
2.3.5 Fungsi Minat dalam Belajar
Minat merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi usaha yang
dilakukan seseorang. Minat yang kuat akan menimbulkan usaha yang gigih
serius dan tidak mudah putus asa dalam menghadapi tantangan. Jika seorang
siswa memiliki rasa ingin belajar, ia akan cepat dapat mengerti dan
mengingatnya.
Hurlock menulis tentang fungsi minat bagi kehidupan anak sebagaimana yang
ditulis oleh Wahid sebagai berikut:
1. Minat mempengaruhi bentuk intensitas cita-cita.
Sebagai contoh anak yang berminat pada olah raga maka cita-citanya adalah
menjadi olahragawan yang berprestasi, sedangkan anak yang minatnya pada
kesehatan fisiknya maka cita-citanya menjadi dokter.
2. Minat sebagai tenaga pendorong yang kuat.
Minat anak untuk menguasai pelajaran bisa mendorongnya untuk belajar
kelompok di tempat temannya meskipun suasana sedang hujan.
3. Prestasi selalu dipengaruhi oleh jenis dan intensitas.
Minat seseorang meskipun diajar oleh guru yang sama dan diberi pelajaran
tapi antara satu anak dan yang lain mendapatkan jumlah pengetahuan yang
berbeda. Hal ini terjadi karena berbedanya daya serap mereka dan daya serap
ini dipengaruhi oleh intensitas minat mereka.
4. Minat yang terbentuk sejak kecil/masa kanak-kanak sering terbawa seumur
hidup karena minat membawa kepuasan.
25
Minat menjadi guru yang telah membentuk sejak kecil sebagai misal akan
terus terbawa sampai hal ini menjadi kenyataan. Apabila ini terwujud maka
semua suka duka menjadi guru tidak akan dirasa karena semua tugas
dikerjakan dengan penuh sukarela dan apabila minat ini tidak terwujud maka
bisa menjadi obsesi yang akan dibawa sampai mati.
Dalam hubungan dengan pemusatan perhatian, minat mempunyai peranan
dalam melahirkan perhatian yang serta merta, memudahkan terciptanya
pemusatan perhatian, dan mencegah gangguan perhatian dari luar.
Oleh karena itu minat mempunyai pengaruh yang besar dalam belajar
karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat maka
siswa tersebut tidak akan belajar dengan sebaik- baiknya, sebab tidak ada daya
tariknya. Sedangkan bila tahan pelajaran itu menarik minat siswa, maka ia akan
mudah dipelajari dan disimpan karena adanya minat sehingga menambah
kegiatan belajar.
Fungsi minat dalam belajar lebih besar sebagai motivating force yaitu
sebagai kekuatan yang mendorong siswa untuk belajar. Siswa yang berminat
kepada pelajaran akan tampak terdorong terus untuk tekun belajar, berbeda
dengan siswa yang sikapnya hanya menerima pelajaran. mereka hanya tergerak
untuk mau belajar tetapi sulit untuk terus tekun karena tidak ada pendorongnya.
Oleh sebab itu untuk memperoleh hasil yang baik dalam belajar seorang siswa
harus mempunyai minat terhadap pelajaran sehingga akan mendorong ia untuk
terus belajar.
2.3.6 Minat Terhadap Mata Pelajaran
Setiap siswa seharusnya menaruh minat yang besar terhadap mata pelajaran
yang mereka ikuti, karena minat selain memusatkan pikiran juga akan
menimbulkan kegembiraan dalam usaha belajar, seperti yang kemukakan oleh
Gie (1983:12) adalah keriangan hati akan memperbesar kemampuan belajar
seseorang dan juga membentunya tidak melupakan apa yang dipelajarinya itu.
Materi pelajaran dapat dipelajari dengan baik bila siswa dapat memusatkan
pikirannya dan menyenangi materi pelajaran tersebut. Siswa kurang berhasil
dalam menerima materi pelajaran itu disebabkan siswa itu tidak tertarik atau
tidak memiliki minat dengan materi pelajaran yang disampaikan.
2.4 Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
26
2.4.1 Pengertian IPA
Ilmu Pengetahuan Alam berasal dari kata sains yang bearti alam (science)
diambil dari kata latin Scientia yang arti harfiahnya adalah pengetahuan, tetapi
kemudian berkembang menjadi khusus ilmu pengetahuan alam atau sains.
Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa sains merupakan pengetahuan dan
proses. Sedangkan Stone menyebutkan bahwa sains adalah kumpulan
pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan
pengetahuan itu.
Menurut Abdullah (1998: 18), IPA merupakan pengetahuan teoritis yang
diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu dengan cara
melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, dan
demikian seterusnya kait mengkait antara carayang satu dengan yang lain.
Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa IPA
merupakan pengetahuan dari hasil kegiatan manusia yang diperoleh dengan
menggunakan langkah- langkah ilmiah yang berupa metode ilmiah dan
didapatkan dari hasil eksperimen atau observasi yang bersifat umum sehingga
akan terus disempurnakan.
2.4.2 Prinsip dan Tujuan Pembelajaran IPA
Prinsip-prinsip Piaget dalam pengajaran IPA diterapkan dalam program-
program yang menekankan pembelajaran melalui penemuan dan pengalaman-
pengalaman nyata dan pemanipulasian alat, bahan, atau media belajar yang lain
serta peranan guru sebagai fasilitator yang mempersiapkan lingkungan dan
memungkinkan siswa dapat memperoleh berbagai pengalaman belajar (Slavin,
1994). Implikasi teori kognitif Piaget pada pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Memusatkan perhatian kepada berfikir atau proses mental anak, tidak
sekedar kepada hasilnya. Selain kebenaran jawaban siswa, guru harus
memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban
tersebut.
2. Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan
aktif dalam kegiatan belajar. Oleh karena itu, selain mengajar secara
klasik, guru mempersiapkan beraneka ragam kegiatan secara langsung
dengan dunia fisik.
3. Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan
27
perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh
dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu
berlangsung pada kecepatan yang berbeda.
Selain prinsip di atas, pembelajaran IPA juga memiliki beberapa tujuan
pembelajaran bagi peserta didik. Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan Sekolah Dasar dan MI oleh Refandi (2006: 37) bahwa mata
pelajaran IPA di SD/MI diantaranya bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut :
1. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat.
Pendapat lain (Bernal, 1998:3) juga menyebutkan bahwa Tujuan
pembelajaran IPA bagi peserta didik agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagi berikut :
1) Memperoleh keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan
keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya
2) Mengembangkan konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat di
terapkan dalam kehidupan sehari-hari
3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi, dan masyarakat.
4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan
Berdasarkan beberapa tujuan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar sains
tidak hanya menimbun pengetahuan, tetapi harus dikembangkan serta
diaplikasikan ke dalam bentuk yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
2.5 Minat Belajar
Lingkungan masyarakat yang semakin maju dan kompleks, minat seseorang
dipandang sebagai suatu hal yang sangat penting. Karena dengan minat mereka
memiliki sesuatu yang berbeda dengan anggota masyarakat lain dan tentunya hal
28
ini sangat berguna untuk menjalani kehidupan. Para peserta didikpun mulai
menyadari akan arti penting minat belajar sebagai suatu hal yang pokok. Winkel
(1996: 162) mengatakan minat belajar adalah suatu bukti keinginan belajar atau
kemauan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan
bobot yang dicapainya. Menurut Nasution (1996: 17) minat belajar adalah
kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat.
Darminto (1987: 215) minat belajar adalah hasil usaha yang telah dicapai,
dilakukan dan dikerjakan untuk mendapatkan suatu kecakapan atau kepandaian.
Minat belajar di sekolah merupakan hasil dari berbagai faktor yang berinteraksi
di dalam proses belajar yang mempunyai pengaruh terhadap minat belajar. proses
belajar tidak dapat dipisahkan dari hasil belajar atau proses belajar.
Berdasarkan pengertian minat belajar di atas maka dapat disimpulkan bahwa
minat belajar adalah sesuatu keinginan atau kemauan yang disertai perhatian dan
keaktifan yang disengaja yang akhirnya melahirkan rasa senang dalam perubahan
tingkah laku, baik berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan.
2.6 Kajian Hasil-hasil yang Relevan
Penerapan model pembelajaran role playing adalah suatu cara penguasaan
bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imanjinasi dan penghayatan siswa.
Penelitian terdahulu yang sebelumnya pernah dilakukan oleh Sadali (2009)
dengan judul “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Role Playing Terhadap
Aktivitas Guru dan Hasil Belajar Dalam Mata Pelajaran Pendidikan IPS Di SDN
Lemah Abang 2 Tanjung, Kabupaten Brebes”.
Berdasarkan penelitian Sadali (2009) menyimpulkan bahwa terjadi
peningkatan persentase ketuntasan siswa dalam materi pelajaran dan terjadi
peningkatan dalam aktivitas belajar. Pada pembelajaran konvensional
menunjukkan bahwa tingkat ketuntasan belajar siswa termasuk dalam kategori
rendah karena siswa merasa jenuh mengembangkan potensi diri dalam
pembelajaran sehingga prestasi belajar yang dicapai tidak optimal. Salah satu
alternatif model pembelajaran yang dapat dikembangkan untuk memenuhi
tuntutan agar siswa tidak merasa bosan atau jenuh maka peneliti menerapkan
model pembelajaran role playing ke dalam pembelajaran agar lebih
menyenangkan bagi siswa kelas III mata pelajaran IPA SDN Sidorejo Lor 06
Salatiga.
29
2.7 Kerangka Berpikir
Berdasarkan kajian teori yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
penerapan model pembelajaran role playing pada mata pembelajaran IPA di
Sekolah Dasar sangat baik untuk menunjang pembelajaran. Apalagi dengan
desain-desain yang akan diperankan pada model pembelajaran role playing dapat
membangkitkan minat siswa dalam belajar. Dengan model pembelajaran role
playing dapat memanipulasikan teori yang bentuknya abstrak menjadi konkrit,
misalnya contoh pembelajaran dengan menggunakan role playing dalam materi
pelestarian dan pemeliharaan alam di sekolah maka kita bisa memperagakan
permainan sambil belajar yaitu dengan menggunakan model role playing
(bermain peran).
Penerapan model pembelajaran role playing dalam proses belajar, diharapkan
dapat meningkatkan minat belajar siswa. Karena model pembelajaran sangat besar
pengaruhnya dalam meningkatkan keberhasilan siswa, oleh karena itu wajar jika
guru meningkatkan pemanfaatan model pembelajaran role playing dalam proses
belajar. Kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah dengan penerapan model
pembelajaran yang interaktif dan maksimal, dapat meningkatkan minat belajar
siswa. Oleh karena itu pemikiran peneliti bahwa pembelajaran yang menggunakan
model role playing, siswa akan lebih mudah memahami konsep, materi yang
disampaikan guru sehingga minat belajar siswa dapat tercapai secara maksimal.
Dalam penelitian ini, penelitian akan membandingkan minat belajar antara kelas
konvensional dan kelas yang diberi perlakuan treatmen dimana kelas
konvensional pembelajaran dilakukan seperti biasa guru kelas mengajar dan kelas
eksperimen pembelajaran dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran
role playing. Untuk pengukuran awal diambil dari angket pada kelas uji coba dan
hasil pengukuran awal kelas (kelas kontrol dan kelas eksperimen) di uji beda rata-
rata tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Kemudian dilakukan
pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran role playing pada kelas
eksperimen dan pembelajaran secara konvensional pada kelas kontrol, minat
belajar dari kedua kelompok di lakukan uji beda rata-rata apakah penggunaan
model pembelajaran role playing berpengaruh yang signifikan terhadap rata-rata
minat belajar siswa. Untuk kerangka berpikirnya dapat dilihat pada bagan
dibawah ini:
30
2.8 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian kerangka berpikir, adapun hipotesis penelitian yang
digunakan yaitu Ada pengaruh penerapan model pembelajaran role playing
terhadap minat belajar siswa III pada mata pelajaran IPA SDN Sidorejo Lor 06
Salatiga.
Hipotesis Statistika:
Ho: Tidak ada pengaruh penerapan model pembelajaran role playing terhadap
minat belajar siswa kelas III pada mata pelajaran IPA SDN Sidorejo Lor 06
Salatiga.
Ha: Ada Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Role Playing Terhadap Minat
Belajar Siswa Kelas III Pada Mata Pelajaran IPA SDN Sidorejo Lor 06
Salatiga.
Gambar 2.1: Bagan Kerangka Bepikir
Pembelajaran IPA Dengan Model Pembelajaran Role Playing
Pengukuran Awal
Konvensional
Ada Pengaruh Penerapan Pembelajaran Dengan Model Pembelajaran Role Playing Terhadap Minat Belajar Siswa
Pengukuran Akhir