tesis ipb 2008 hans nico agustinus sinaga e051054075
TRANSCRIPT
PERDAGANGAN JENIS KURA-KURA DARAT DAN KURA-KURA AIR TAWAR DI JAKARTA
HANS NICO AGUSTINUS SINAGA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Perdagangan Jenis Kura-kura
Darat dan Kura-kura Air Tawar di Jakarta adalah karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.
Bogor, Februari 2008
Hans Nico Agustinus Sinaga
E 051054075
ABSTRACT
HANS NICO AGUSTINUS SINAGA. The Trade of Tortoises and Freshwater Turtles in Jakarta. Supervised by ANI MARDIASTUTI and MIRZA DIKARI KUSRINI.
Tortoises and freshwater turtles, as wildlife resources, have long been used since the beginning of mankind to the modern era as food, medicinal ingredients, pets, handicrafts and for religious release. This research aims: (1) to analyze the trade of tortoise and freshwater turtles as pets in Jakarta; (2) to analyze the perception of stakeholders on the conservation of Indonesia’s biodiversity.
Observations were conducted during October to November 2007 in Jalan Kartini (near Pasar Baru), Pasar Kemuning (Jatinegara), Jalan Barito (near Blok M Plaza) and Kemang. There were 48 species of tortoise and freswater turtles observed for sale in all locations, comprised of 33,33% indigenous species and 66,67% exotic species. The total number of individuals observed was 264 heads.
Very common species observed (>15 individuals) were 3 indigenous species Cuora amboinensis, Siebenrockiella crassicollis and Heosemys spinosa; and 2 exotic species Trachemys scripta elegans and Pelodiscus sinensis. There were 5 species commonly observed (6-15 individuals), 2 of them were indigineous species Macrochelodina rugosa and Notochelys platynota; and 3 exotic species Chelydra serpentina, Morenia ocellata and Ocadia sinensis.
The size of individuals mostly traded was small (3-6 cm). The lowest price was Rp 10.000 for Cuora amboinensis and Trachemys scripta elegans. The highest prices were Rp 32 million in Kemang and Rp 35 million in Jalan Kartini (equals US$ 3.368,4 and US$ 3.684,2 with the exchange rate US$ 1= Rp 9.500) for Astrochelys radiata. Three protected species of Indonesia, Carettochelys insculpta, Batagur baska and Orlitia borneensis, observed in survey locations. The other kind of utilization of freshwater turtles and tortoises are for food and religious released, being observed in Pasar Petak Sembilan. The species traded were Amyda cartilaginea, Dogania subplana, Cuora amboinensis and Notochelys platynota. The prices were Rp 60.000/kg (meat), Rp 50.000/bottle (turtle oil/pasta) and Rp 40.000 (gallbladder). The bones priced at Rp 15.000/kg. The cooked meal of softshell turtle (pie oh in Chinese) sold for Rp 35.000/dish.
The occurrence of cyber market complicated the effort to control the trade of wildlife because of its secretive or privateness and the non-existence of fixed market place. The implementation of Management Authority’s responsibilities can be strengthened by: (1) a special regulation to manage national trade of wildlife, including foreign species brought in to Indonesia; (2) the revision of Governmental Regulation No. 7 of 1999, including its protected list; (3) handing over some of the management of unprotected species to regencies or provices.
Keywords: tortoises, freshwater turtles, trade, perception, exotic species, utilization, cyber market, Cuora amboinensis, Trachemys scripta elegans, Macrochelodina rugosa, Astrochelys radiata
RINGKASAN
HANS NICO AGUSTINUS SINAGA. Perdagangan Jenis Kura-kura Darat dan Kura-kura Air Tawar di Jakarta. Dibimbing oleh ANI MARDIASTUTI dan MIRZA DIKARI KUSRINI.
Kura-kura darat dan kura-kura air tawar telah lama dimanfaatkan sebagai makanan, obat-obatan, satwa peliharaan, barang kerajinan dan pelepasan religius. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis perdagangan kura-kura darat dan kura-kura air tawar di Jakarta, baik untuk jenis asli maupun jenis asing; (2) menganalisis persepsi para pihak tentang konservasi jenis hayati Indonesia.
Lokasi pengamatan adalah Jalan Kartini, Pasar Kemuning, Jalan Barito dan Kemang. Jenis kura-kura darat dan kura-kura air tawar yang diperdagangkan di seluruh lokasi pengamatan sebanyak 48 jenis, dimana 33,33% merupakan jenis asli sedangkan 66,67% jenis merupakan jenis asing. Jumlah total individu yang diperdagangkan sebanyak 264 ekor.
Jenis-jenis yang sangat umum ditawarkan (>15 ekor) adalah 3 jenis asli Cuora amboinensis, Siebenrockiella crassicollis dan Heosemys spinosa serta 2 jenis asing Trachemys scripta elegans dan Pelodiscus sinensis. Ada 5 jenis yang umum ditawarkan (6-15 ekor) yaitu 2 jenis asli Macrochelodina rugosa dan Notochelys platynota serta 3 jenis asing Chelydra serpentina, Morenia ocellata dan Ocadia sinensis. Ukuran yang diminati adalah ukuran kecil (3-6 cm). Harga penawaran terendah untuk Kura-kura Ambon Cuora amboinensis dan Kura-kura Brasil Trachemys scripta elegans yaitu Rp 10 ribu. Harga penawaran tertinggi untuk Kura-kura radiata atau Radiated Tortoise Astrochelys radiata sebesar Rp 32 juta (Kemang) dan Rp 35 juta (Jalan Kartini)(setara dengan US$ 3.368,4 dan US$ 3.684,2 pada kurs US$ 1 = Rp 9.500). Ada 3 jenis asli Indonesia yang telah dilindungi peraturan perundang-undangan diperdagangkan di lokasi pengamatan, yaitu Carettochelys insculpta, Batagur baska dan Orlitia borneensis.
Bentuk pemanfaatan lain adalah sebagai makanan dan pelepasan untuk tujuan religi di pasar Petak Sembilan. Jenis yang dijual yaitu Amyda cartilaginea, Dogania subplana, Cuora amboinensis dan Notochelys platynota. Harga penawaran Rp 60.000/kg (daging), Rp 50.000/botol (minyak bulus) serta Rp 40.000 (empedu). Tulang-tulangnya bernilai Rp 15.000/kg. Nasi tim labi-labi atau pie oh tim dijual Rp 35.000/porsi.
Keberadaan pasar maya meningkatkan tingkat kesulitan pengaturan peredaran tumbuhan dan satwaliar mengingat sifatnya yang tertutup dan tidak adanya tempat transaksi. Penguatan pengendalian peredaran satwaliar dapat dilakukan melalui: (1) penerbitan aturan khusus perdagangan jenis satwaliar di dalam negeri, termasuk bagi jenis asing yang diimpor ke Indonesia; (2) revisi PP No. 7 tahun 1999, termasuk lampiran daftar jenis dilindunginya; (3) pengalihan sebagian kewenangan pemanfaatan jenis tidak dilindungi ke daerah (kabupaten/kota dan provinsi).
Keywords: kura-kura, perdagangan, persepsi, jenis asing, pemanfaatan, pasar maya, Cuora amboinensis, Trachemys scripta elegans, Macrochelodina rugosa, Astrochelys radiata
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah;
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB.
PERDAGANGAN JENIS KURA-KURA DARAT DAN KURA-KURA AIR TAWAR DI JAKARTA
HANS NICO AGUSTINUS SINAGA
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesi pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2008
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Tesis : Perdagangan Jenis Kura-kura Darat dan Kura-kura Air Tawar di Jakarta
N a m a : Hans Nico Agustinus Sinaga
Nomor Pokok : E 051054075
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, MSc Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, MSi Ketua Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pasca Sarjana Ilmu Pengetahuan Kehutanan Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, MScF Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Ujian: 1 Februari 2008 Tanggal Lulus:
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Tonny Soehartono, MSc
PRAKATA
Haleluya... Puji Tuhan, hormat, puji-pujian dan sembah kepada Allah Bapa
yang Maha Tinggi melalui Juruselamat Yesus Kristus atas berkat dan
anugerahnya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah perdagangan satwaliar, dengan
judul ”Perdagangan Jenis Kura-kura Darat dan Kura-kura Air Tawar di Jakarta”.
Penelitian ini dilaksanakan di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti,
MSc serta Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, MSi.
Ucapan terima kasih yang tulus disampaikan kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, MSc dan Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, MSi
atas pikiran dan waktunya selaku Komisi Pembimbing.
2. Dr. Ir. Tonny Soehartono, MSc atas kehadirannya selaku Penguji Luar
Komisi pada Ujian Tesis.
3. Direktur Jenderal PHKA, Kepala Pusdik Kehutanan dan Kepala Balai
KSDA Sulawesi Utara serta jajarannya atas dukungannya.
4. Rekan-rekan seperjuangan dalam kelas KKH (Abah Muin, Agustinus,
Mamat, Sandy, Tri, Supartono, Zeth, Elisa, Vitriana, Amien, Erna, Utin
Riesna, Diyah, Fifin) atas kebersamaannya.
5. Adhe Febry atas pengertian, bantuan dan dukungannya, Ria Oktarina dan
Wawan Gunawan untuk dukungan doanya.
6. Papa, Mama, serta adik-adik (Siska & Alan, Abram, Samuel dan Joel) serta
3 orang keponakan yang lucu atas kasih sayangnya.
7. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas bantuannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2008
Hans Nico Agustinus Sinaga
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bagan Siapi-api (Riau) pada tanggal 29 Agustus 1970
sebagai anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan D.P. Sinaga dan R.N.
Simanungkalit.
Tahun 1989 penulis lulus dari SMA Swasta Cahaya Medan dan pada tahun
yang sama diterima di IPB Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa
Baru (Sipenmaru). Penulis memilih Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan
Fakultas Kehutanan dan lulus pada tahun 1996. Beasiswa pendidikan
Pascasarjana diperoleh dari Departemen Kehutanan Republik Indonesia pada
tahun 2006.
Penulis bekerja sebagai pegawai Non Struktural pada Kanwil Dephut
Sulawesi Utara pada tahun 1998-2000. Penulis pindah tugas ke Balai KSDA
Sulawesi Utara sejak akhir tahun 2000 sebagai Staf dan menjabat sebagai Kepala
Seksi Konservasi Wilayah III Sangihe dan Talaud pada tahun 2005-2006.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL iv DAFTAR GAMBAR v DAFTAR LAMPIRAN vii PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 3 Tujuan Penelitian 4 Manfaat Penelitian 5 Kerangka Pemikiran 5
METODE PENELITIAN 7 Waktu dan Tempat 7 Tahapan Penelitian 7
A. Studi Pustaka 7 B. Survei Lapangan 8 C. Analisis Data 9
HASIL DAN PEMBAHASAN 10 Hasil 10
A. Perdagangan Lokal 10 B. Pasar Maya (Cyber market) 21 C. Perdagangan Luar Negeri 23 D. Wawancara dan Kuesioner 37
Pembahasan 44 A. Segmentasi Pasar 44 B. Dinamika Pasar 46 C. Selera Pasar 48 D. Pemanfaatan Lainnya 50 E. Penegakan Hukum 51 F. Pengelolaan Pemanfaatan Satwaliar 53 G. Implementasi Terhadap Pengelolaan Satwaliar 56
SIMPULAN DAN SARAN 61 Simpulan 61 Saran 62
DAFTAR PUSTAKA 63 LAMPIRAN 67
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Jenis kura-kura darat dan kura-kura air tawar yang dijual di lokasi pengamatan.
14
2 Jumlah jenis dan jumlah individu kura-kura darat dan kura-kura air tawar yang dijual di setiap lokasi pengamatan.
15
3 Beberapa situs internet yang menawarkan jenis-jenis satwaliar termasuk kura-kura
22
4 Karakteristik pasar konvensional dan pasar maya (cyber market).
23
5 Kuota (tangkap dan ekspor) serta Realisasi ekspor Kura-kura Indonesia tahun 2004-2007 (dengan tambahan kuota 2008)
24
6 Beberapa hal penting yang dirangkum dari wawancara dengan perwakilan IRATA, BKSDA DKI Jakarta dan Penjual
38
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Beberapa jenis kura-kura darat dan kura-kura air tawar Indonesia 2
2 Kerangka pemikiran penelitian 6
3 Hasil pengamatan di Pasar Kemuning Jatinegara 10
4 Berbagai spesies Kura-kura yang diperdagangkan di Jalan Barito Jakarta
11
5 Hasil pengamatan di Jalan Kartini 12
6 Berbagai jenis Kura-kura yang diperdagangkan di Kemang 13
7 Persentase kura-kura yang diperdagangkan di setiap lokasi pengamatan berdasarkan ukuran
16
8 Selang harga penawaran terendah dan tertinggi untuk kura-kura di Jalan Barito
17
9 Selang harga penawaran terendah dan tertinggi untuk kura-kura di Jalan Kartini
18
10 Selang harga penawaran terendah dan tertinggi untuk kura-kura di Kemang
19
11 Selang harga penawaran terendah dan tertinggi untuk kura-kura di Pasar Kemuning Jatinegara
20
12 Hasil pengamatan di Petak Sembilan 21
13 Ekspor Amyda cartilaginea, termasuk dengan penamaan lain, dari Indonesia ke beberapa Negara pada tahun 1984-2005
26
14 Ekspor Cuora amboinensis, termasuk dengan penamaan lain, dari Indonesia ke beberapa Negara pada tahun 1984-2005
27
15 Ekspor Heosemys spinosa dari Indonesia ke beberapa Negara pada tahun 1990-2005
28
16 Ekspor Malayemys subtrijuga dari Indonesia ke beberapa Negara pada tahun 2005
29
17 Ekspor Callagur borneoensis dari Indonesia ke beberapa Negara pada tahun 1990-2001
30
18 Ekspor Leucocephalon yuwonoi dari Indonesia ke beberapa Negara pada tahun 2003-2005
31
19 Ekspor Manouria emys dari Indonesia ke beberapa Negara pada tahun 1989-2005
32
20 Ekspor Indotestudo forstenii dari Indonesia ke beberapa Negara pada tahun 1983-2005
33
vi
Halaman
21 Ekspor Notochelys platynota dari Indonesia ke beberapa Negara pada tahun 2005
34
22 Ekspor Siebenrockiella crassicollis dari Indonesia ke beberapa Negara pada tahun 2003-2005
35
23 Ekspor Pelochelys bibroni dari Indonesia ke beberapa Negara pada tahun 2003-2005
36
24 Ekspor Pelochelys cantori dari Indonesia ke beberapa Negara pada tahun 2003-2005
37
25 Hasil Kuesioner Tipe A bagi Penjual 40
26 Hasil Kuesioner Tipe A bagi Pembeli 41
27 Hasil Kuesioner Tipe B bagi Penjual 42
28 Hasil Kuesioner tipe B bagi Pembeli 43
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Jenis-jenis kura-kura darat dan kura-kura air tawar Indonesia 68
2 Data perdagangan (ekspor) kura-kura darat dan kura-kura air tawar Indonesia sejak tahun 1983 hingga 2005
69
3 Data perdagangan (impor) kura-kura darat dan kura-kura air tawar Indonesia sejak tahun 1979 hingga 2006
76
4 Data kasus peredaran kura-kura darat dan kura-kura air tawar Indonesia sejak tahun 2002 hingga 2005
78
5 Daftar Pertanyaan Wawancara 85
6 Daftar Pertanyaan Kuesioner bagi Penjual 88
7 Daftar Pertanyaan Kuesioner bagi Pembeli 89
8 Negara-negara pengekspor Kura-kura darat darat dan Kura-kura air tawar Indonesia
90
9 Daftar nama jenis kura-kura darat dan kura-kura air tawar yang dijual di lokasi pengamatan serta status konservasinya menurut peraturan perundang-undangan Indonesia, Red List IUCN dan Apendiks CITES
91
10 Beberapa Foto Hasil Survei Lapangan 94
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kura-kura (Ordo Testudines) adalah satwa purba yang telah berevolusi
menjadi bentuk bercangkang sejak 200 juta tahun yang lalu. Kura-kura, bersama-
sama dengan kadal, amfisbaenia, ular (Ordo Squamata), buaya (Ordo Crocodylia)
dan tuatara (Ordo Rynchocephalia), merupakan anggota Klas Reptilia. Ordo
Testudines adalah satu-satunya anggota Subklas Anapsida yang masih ada (Ernst
& Barbour 1989).
Kura-kura dapat dibagi dalam 2 subordo, yaitu subordo Cryptodira (dapat
memasukkan kepala ke arah cangkangnya) serta subordo Pleurodira (kepala dan
leher hanya dapat dibelokkan ke samping). Secara umum, kura-kura dapat
dibedakan atas 4 kelompok, yaitu penyu (sea turtle) yang hidup di laut, kura-kura
darat bercangkang keras dan tinggi atau baning (tortoise), kura-kura air tawar
bercangkang keras (terrapin) serta kura-kura air tawar bercangkang lunak
(softshell turtle) (Iskandar 2000).
Pemanfaatan jenis satwaliar secara langsung maupun tidak langsung telah
membentuk keseharian setiap komunitas manusia di muka bumi (Freese 1998).
Bentuk pemanfaatan tersebut telah berkembang dari pemanfaatan tradisional non
komersial melalui perburuan dan pengumpulan (hunting and gathering) untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari (Bolton 1997) menjadi pemanfaatan komersial
(trade) untuk memenuhi kebutuhan pasar yang lebih luas dalam bentuk mati
(daging, telur, tanduk, bagian-bagian lain) dan bentuk hidup (satwa peliharaan
atau pet).
Sebagai salah satu negara mega biodiversitas di dunia, Indonesia juga
memiliki beragam jenis kura-kura, sebagian di antaranya merupakan jenis asli
Indonesia (Gambar 1). Wibowo (1999, diacu dalam Samedi & Iskandar 2000)
menduga paling tidak terdapat 29 jenis kura-kura dan labi-labi air tawar yang
mendiami habitat alami di seluruh Indonesia dan merupakan salah satu komponen
penting dalam keanekaragaman hayati Indonesia (Lampiran 1).
2
Gambar 1. Beberapa jenis kura-kura darat dan kura-kura air tawar Indonesia (dari kiri atas searah jarum jam): (a) Malayemys subtrijuga; (b) Chelodina reimanni; (c) Amyda cartilaginea; (d) Macrochelodina rugosa.
Kura-kura, sebagai salah satu jenis satwaliar, telah lama dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan subsisten manusia dan bentuk pemanfaatan lainnya (Van
Dijk 2000), utamanya sebagai makanan (Lau & Shi 2000; van Dijk 2000; Cheung
& Dudgeon 2006) atau obat-obatan (Lau & Shi 2000). Compton (2000)
mendeskripsikan bentuk pemanfaatan kura-kura dalam 5 kategori: sebagai
makanan (daging dan telur), obat-obatan tradisional China (Traditional Chinese
Medicine atau TCM), satwa peliharaan atau penangkaran herpetofauna, barang
kerajinan dan pelepasan untuk tujuan religius. Chen et al. (2000) menambahkan
informasi mengenai pelepasan kura-kura untuk tujuan religius yang lazim dalam
komunitas Tionghoa.
Ancaman paling nyata bagi populasi alami kura-kura darat dan kura-kura air
tawar di Indonesia adalah perburuan untuk diperdagangkan (Samedi & Iskandar
2000) serta kerusakan habitat (Klemens & Thorbjarnarson 1994; Samedi &
Iskandar 2000; Iskandar & Erdelen 2006). Perdagangan jenis-jenis ini telah
meningkat selama dekade terakhir, utamanya dengan peningkatan permintaan
negara-negara Asia Timur, khususnya ke China (Compton 2000; Lau & Shi 2000;
(a) (b)
(d) (c)
3
Platt et al. 2007) yang dapat menyebabkan penurunan populasi alami bahkan
kepunahan jenis kura-kura Asia (Diesmos et al. 2004; Gavino & Schoppe 2004;
Kalyar et al. 2007; Nijman & Shepherd 2007). Kura-kura yang diperdagangkan
di China berasal dari negara-negara Asia, utamanya Vietnam dan Bangladesh
serta Malaysia (Chiew 2003) dan Indonesia (Cheung & Dudgeon 2006).
Kerusakan habitat dataran rendah, yang menjadi habitat utama jenis kura-kura
darat dan kura-kura air tawar, disebabkan adanya deforestasi dan konversi habitat
menjadi lahan pertanian, pemukiman, daerah transmigrasi dan areal konsesi
penebangan (Samedi & Iskandar 2000).
Keberadaan berbagai jenis kura-kura asing di Indonesia, yang utamanya
diperdagangkan sebagai satwa peliharaan, juga perlu dipantau mengingat cukup
banyak penjual yang menyediakan jenis-jenis tersebut, beragamnya jenis yang
dipajang dan tingginya harga jenis kura-kura yang ditawarkan. Bila sebelumnya
orang hanya mengenal jenis Kura-kura brasil atau Common slider Trachemys
scripta elegans, maka kini jenis Kura-kura radiata (Radiated tortoise) Astrochelys
radiata, Kura-kura bintang (Indian star tortoise) Geochelone elegans dan
Alligator snapping turtle Macrochelys temminckii merupakan beberapa jenis asing
yang banyak ditawarkan dengan harga penawaran yang cukup tinggi.
Perumusan Masalah
Dalam upaya konservasi jenis kura-kura darat dan kura-kura air tawar di
Indonesia, pertanyaan-pertanyaan yang timbul dan perlu dijawab mengenai
pemanfaatan jenisnya adalah (1) jenis apa saja yang dimanfaatkan secara
komersial, (2) berapa banyak jumlah individu setiap jenis yang diperjualbelikan,
(3) berapa harga yang ditawarkan, (4) apa saja bentuk pemanfaatannya, (5) jenis-
jenis apa saja yang diekspor ke luar negeri, (6) jenis apa saja yang diimpor ke
Indonesia, (7) apa saja upaya yang telah dilakukan para pihak dalam upaya
konservasi jenis kura-kura, (8) bagaimana persepsi penjual dan pembeli terhadap
upaya konservasi jenis kura-kura, serta (9) upaya apa yang dapat dirumuskan
untuk mendukung konservasi kura-kura. Penelitian ini diarahkan untuk
merumuskan jawaban atas sebagian pertanyaan-pertanyaan di atas sehingga dapat
4
menyediakan informasi yang tepat bagi pengambilan keputusan mengenai
konservasi jenis kura-kura darat dan kura-kura air tawar di Indonesia.
Penelitian ini diarahkan untuk menjawab sebagian dari pertanyaan-
pertanyaan tersebut di atas melalui pengamatan terhadap perdagangan jenis kura-
kura darat dan kura-kura air tawar di Jakarta sebagai contoh yang diambil untuk
mewakili Indonesia mengingat posisinya sebagai pusat pemerintahan, pusat
perdagangan utama di Indonesia dan karena tingkat kemakmurannya yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kota-kota lain di Indonesia.
Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk :
1. memperoleh informasi mengenai perdagangan kura-kura darat dan kura-kura
air tawar di Jakarta, yang mencakup jenis asli maupun jenis asing, untuk
dimanfaatkan dalam pengambilan keputusan mengenai konservasi kura-kura
di Indonesia.
2. memperoleh informasi mengenai persepsi para pihak tentang konservasi
kura-kura di Jakarta sebagai bagian dari upaya konservasi jenis kura-kura di
Indonesia.
Tujuan umum tersebut di atas dapat dijabarkan dalam beberapa tujuan
khusus sebagai berikut :
1. mengetahui jenis kura-kura darat dan kura-kura air tawar yang
diperdagangkan di Jakarta.
2. mengetahui jumlah kura-kura darat dan kura-kura air tawar yang
diperdagangkan di Jakarta.
3. mengetahui perdagangan kura-kura darat dan kura-kura air tawar Indonesia
ke luar negeri.
4. mengetahui implementasi kebijakan konservasi, khususnya mengenai upaya
penegakan hukum atas kasus-kasus peredaran jenis kura-kura darat dan
kura-kura air tawar Indonesia.
5
5. mengetahui persepsi para pihak mengenai konservasi jenis Kura-kura darat
dan kura-kura air tawar Indonesia dan tindak lanjut yang perlu dilakukan
untuk mendukungnya.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat bermanfaat bagi upaya konservasi kura-kura darat dan
kura-kura air tawar di Indonesia, karena :
1. menyediakan informasi mengenai kegiatan perdagangan jenis kura-kura
darat dan kura-kura air tawar di Jakarta;
2. menyediakan informasi mengenai persepsi para pihak mengenai upaya
konservasi jenis satwaliar di Indonesia;
3. menyediakan informasi yang dapat dimanfaatkan untuk pembinaan
masyarakat, meningkatkan upaya penegakan hukum atas pelanggaran dalam
peredarannya serta meningkatkan kerja sama antara para pihak yang terkait.
Kerangka Pemikiran
Indonesia memiliki keanekaragaman jenis hayati, termasuk kura-kura, yang
sangat tinggi (secara total merupakan urutan kedua terbanyak di dunia sesudah
Brazil) namun sebagian besar jenis memiliki ukuran populasi yang kecil. Selain
itu, beberapa populasi satwaliar memiliki sebaran yang terbatas dan rentan
terhadap kepunahan akibat perubahan habitat dan tekanan langsung terhadap
populasi. Oleh karena itu, beberapa jenis hayati Indonesia telah dilindungi untuk
mencegah kepunahan. Namun pada kenyataannya, jenis-jenis yang telah
dilindungi dan seharusnya tidak dieksploitasi ternyata mengalami tekanan hebat
karena kerusakan habitat alami dan perburuan atas populasi alami. Perdagangan
jenis kura-kura asli Indonesia dan keberadaan jenis-jenis asing perlu dipantau dan
dianalisis untuk mengetahui kondisi sebenarnya sehingga dapat disintesis suatu
bentuk pengelolaan pemanfaatan yang tepat agar dapat mendukung kelestarian
jenis asli di populasi alaminya (Gambar 2).
6
Keterangan: Alur jenis asli Alur jenis asing
Gambar 2. Kerangka pemikiran penelitian.
Kura-kura darat & kura air tawar
Diperdagangkan secara komersial!
Dilindungi
Endemisitas tinggi
Populasi kecil
Unik
Dimanfaatkan secara
tradisional!
Survei pasar, persepsi, kasus
Jumlah diperdagangkan,
persepsi para pihak, impelementasi hukum
Tidak boleh dimanfaatkan
Tidak Dilindungi
Tidak unik
Endemisitas rendah
Populasi besar
Jenis asli Indonesia
Boleh dimanfaatkan
Tidak boleh dimanfaatkan
Tidak Dilindungi
Dilindungi
Boleh dimanfaatkan
Jenis asing
Konservasi Kura-kura darat & Kura-kura air tawar Indonesia
Konservasi Kura-kura darat & Kura-kura air tawar asing
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2007 hingga Desember 2007. Total
jumlah hari survei lapangan adalah 24 hari. Tempat pelaksanaan survei lapangan
adalah wilayah kota Jakarta dengan 4 lokasi terpilih, yaitu Jalan Kartini, Pasar
Kemuning Jatinegara, Jalan Barito dan Kemang. Beberapa lokasi lain juga
dipantau, yaitu Pasar Petak Sembilan, Pasar Jatinegara (depan Stasiun Jatinegara)
dan Jalan Sumenep.
Tahapan Penelitian
A. Studi Pustaka
Data perdagangan (ekspor dan impor) dari dan ke Indonesia diperoleh dari
database CITES-WCMC dan database Departemen Kehutanan (CITES
Management Authority untuk Indonesia). Data perdagangan pada trade database
CITES tersebut berisikan semua jenis yang telah diperdagangkan sejak tahun
1975. Data CITES-WCMC menunjukkan bahwa jenis kura-kura darat dan kura-
kura air tawar Indonesia telah diperdagangkan ke luar negeri sejak tahun 1983,
yaitu untuk jenis Indotestudo forstenii (Lampiran 2). Data untuk beberapa jenis
asli Indonesia yang telah lama diperdagangkan hanya ditemukan pada database
untuk beberapa tahun terakhir, misalnya data ekspor Amyda cartilaginea hanya
untuk tahun 2005. Diduga sebagian data yang tidak ditemukan tersimpan dengan
menggunakan nama lama masing-masing jenis, seperti nama Trionyx
cartilagineus untuk Amyda cartilaginea namun ternyata penelusuran pada
database tidak menemukan data lainnya. Data kemudian dilengkapi dengan
merangkum laporan tertulis Management Authority Indonesia sejak tahun 1983.
Data kasus-kasus peredaran satwaliar, diperoleh dari database Direktorat
Konservasi Keanekaragaman Hayati (Dit KKH) Ditjen Perlindungan Hutan dan
Konservasi Alam (Ditjen PHKA) (Lampiran 4).
8
B. Survei Lapangan
1. Lokasi
Penelitian dilakukan dengan survei pendahuluan pada beberapa bagian kota
Jakarta untuk melihat lokasi pasar dan toko yang menjual kura-kura darat dan
kura-kura air tawar, baik jenis asli Indonesia atau jenis asing (dari luar negeri).
Informasi mengenai lokasi-lokasi tersebut diperoleh dari pustaka, dari informasi
lisan beberapa pihak serta dari instansi terkait.
Lokasi yang kemudian dipilih sebagai lokasi pengamatan utama di Jakarta
adalah Jalan Kartini (dekat Pasar Baru), Pasar Kemuning (Jatinegara), Jalan
Barito (dekat Blok M Plaza), dan Kemang. Beberapa lokasi lain yang juga
didatangi adalah Pasar Petak Sembilan (Glodok), Jalan Sumenep dan Pasar
Jatinegara (depan Stasiun Jatinegara).
2. Pengumpulan Data
Pada setiap toko atau penjual yang menjual kura-kura darat dan kura-kura
air tawar dilakukan:
1. Identifikasi jenis-jenis yang dijual dan pengambilan foto jenis-jenis tersebut
bila memungkinkan. Identifikasi mengacu pada Ernst & Barbour (1989)
dikombinasikan dengan Turtles field guide ATCN (diperbaharui pada tahun
2006) dan CITES Identification Guide - Turtles & Tortoises (1999). Nama
jenis disesuaikan dengan Fritz & Havas (2006).
2. Penghitungan jumlah individu setiap jenis.
3. Pendugaan panjang individu (panjang karapas/plastron) secara lurus
(straightline), bila memungkinkan. Pengelompokan ukuran individu adalah
(a) “kecil” (± 3-6 cm) dan (b) “sedang” (± 6-10 cm), dan “besar” (>10 cm).
4. Pendataan harga penawaran.
5. Wawancara dengan (1) penjual atau pemilik toko; (2) pembeli; (3) petugas
BKSDA; (4) pengurus IRATA (asosiasi eksportir reptilia) (daftar pertanyaan
wawancara pada Lampiran 5).
6. Pengisian kuesioner dengan (1) penjual atau pemilik toko dan (2) pembeli
(daftar pertanyaan kuesioner pada Lampiran 6 dan 7).
9
C. Analisis Data
Analisis data hasil survei lapangan dan penelusuran pustaka dilakukan
dengan cara analisis deskriptif. Data jenis diorganisasikan menurut asal-usul
jenisnya (asli atau asing), menurut familianya, dan menurut keberadaannya
(umum tidaknya jenis tersebut berdasarkan jumlah individu yang ditawarkan),
kemudian dihitung persentase jenisnya. Dari tabel ini akan diketahui pula jenis-
jenis asli yang dilindungi dengan menggunakan Lampiran PP 7/1999 (Dephut,
1999b) sebagai acuan.
Data jumlah individu dan jumlah jenis untuk setiap lokasi pengamatan yang
diperoleh dijumlahkan menurut pengelompokan jenis asli dan jenis asing.
Analisis diarahkan untuk melihat kecenderungan ukuran apa yang ditawarkan oleh
para penjual atau yang diminati oleh para pembeli dan mengapa.
Harga penawaran ditanyakan secara langsung kepada penjual dan
ditabulasikan untuk setiap lokasi. Harga penawaran tidak selalu berarti harga mati
(harga jual) karena adanya kecenderungan penjual untuk menawarkan harga dua
kali lipat atau lebih sehingga tawar menawar selalu terjadi dalam proses jual beli.
Analisis diarahkan untuk melihat hubungan antara jenis asing dan jenis asli
terhadap harga penawaran setiap jenis serta untuk melihat faktor-faktor apa yang
mempengaruhi harga penawaran.
Data hasil wawancara dirangkumkan dalam tabel untuk menonjolkan hal-hal
paling penting dalam pandangan para pihak terkait dengan upaya konservasi jenis
kura-kura dan jenis hayati lainnya di Indonesia. Data hasil kuesioner
ditabulasikan, dihitung persentasenya dan ditampilkan dalam bentuk grafis untuk
memperlihatkan kecenderungan jawaban para responden. Kuesioner tipe A untuk
penjual dan pembeli memiliki pertanyaan yang berbeda sehingga dianalisis
sendiri-sendiri sedangkan kuesioner tipe B untuk penjual dan pembeli memiliki
pertanyaan yang sama sehingga dapat dibandingkan untuk melihat kecenderungan
untuk setiap kelompok responden.
10
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
A. Perdagangan Lokal
1. Lokasi
Keempat lokasi pengamatan memiliki aktivitas perdagangan kura-kura
(darat dan air tawar) yang cukup besar, utamanya dari jumlah jenis dan jumlah
individu yang dijual. Jumlah penjual kura-kura darat dan kura-kura air tawar
untuk setiap lokasi pengamatan tidak terlalu besar, tidak lebih dari 20% dengan
keseluruhan penjual lainnya, kecuali untuk lokasi Kemang yang hanya terdiri atas
1 toko.
Gambar 3. Hasil pengamatan di Pasar Kemuning Jatinegara (searah jarum jam dari kiri atas): (a) Suasana pasar; (b) Heosemys spinosa; (c) Suasana jual beli kura-kura & kelengkapannya; (d) Notochelys platynota.
Lokasi Pasar Kemuning (Gambar 3) merupakan pasar yang didominasi
penjual ikan hias dan kelengkapannya (air tawar dan air laut), beragam unggas
(burung Merpati, burung-burung berkicau, burung Elang, burung Hantu, dll) serta
mamalia (anjing, kucing, monyet ekor panjang, beruk, Macan dahan), bahkan
(a)
(c)
(b)
(d)
11
jenis langka dan dilindungi seperti Kukang jawa Nycticebus coucang ditawarkan
pula. Lokasi ini berada dalam satu gang di sebelah timur Pusat Grosir Jatinegara
(PGJ) dan terletak dalam wilayah pusat perdagangan Jatinegara sehingga aktivitas
di dalam pasar ini cukup ramai. Jumlah pedagang satwaliar yang ada lebih dari 50
orang dimana pedagang ikan hias dan mamalia sebagian besar menempati bagian
luar gang sedangkan sebagian besar pedagang unggas menempati bagian dalam
gang.
Gambar 4. Berbagai spesies Kura-kura yang diperdagangkan di Jalan Barito Jakarta (searah jarum jam dari kiri atas): (a) Malayemys subtrijuga; (b) Macrochelodina rugosa; (c) Cuora amboinensis; (d) Carettochelys insculpta; (e) Geochelone elegans; (f) Indotestudo forstenii.
Lokasi Jalan Barito (Gambar 4), yang berdampingan dengan toko-toko
bunga, merupakan lokasi penjualan ikan hias (air tawar dan air laut), kelengkapan
akuarium (akuarium, alat-alat pemeliharaan, makanan, penyaring air, alat pemberi
makan, lampu akuarium, karang hias, dll). Jenis-jenis ikan Hiu, ikan Pari, Belut
laut serta ikan air tawar yang unik seperti ikan Paru, ikan Gar, dan ikan raksasa
Arapaima gigas juga dijual di tempat ini. Satwaliar langka dan dilindungi seperti
Buaya muara Crocodylus porosus ditawarkan dengan harga Rp 1,5 juta/ekor.
Sejak Januari 2008, lokasi Jalan Barito telah digusur oleh Pemda DKI Jakarta
untuk difungsikan kembali sebagai taman kota.
(a) (b)
(c)
(f) (e) (d)
12
Gambar 5. Hasil pengamatan di Jalan Kartini (searah jarum jam dari kiri atas): (a) Orlitia borneensis; (b) Batagur baska; (c) Manouria emys; (d) Astrochelys radiata; (e) Chelus fimbriatus; (f) Toko-toko di Jalan Kartini.
Lokasi Jalan Kartini (Gambar 5) merupakan pusat penjualan beragam ikan
air tawar seperti ikan Koi, ikan Arawana, ikan Gar (jenis asing); beragam ikan air
laut seperti ikan Anemon, ikan Scorpion; karang hias; udang hias;
kelengkapannya (akuarium, alat pemeliharaan, hiasan akuarium, dll); serta toko
yang menjual ular, biawak, kadal, kodok dan beruk serta monyet ekor panjang.
Keragaman jenis ikan hias air tawar dan air laut yang ditawarkan di lokasi ini
tidak sebanyak yang terdapat di Jalan Sumenep namun jumlah pedagangnya jauh
lebih banyak dan menawarkan harga yang lebih murah dibandingkan harga di
Jalan Sumenep.
Para pedagang di Jalan Kartini memiliki karakteristik komoditi yang hampir
sama dengan pedagang di Jalan Barito, dimana jenis kura-kura darat dan kura-
kura air tawar bukan merupakan dagangan utama dan hanya merupakan tambahan
terhadap komoditi lainnya. Jenis-jenis yang ditawarkan bervariasi antara jenis asli
dan jenis asing dengan harga penawaran yang cukup murah (kurang dari Rp 500
ribu), walaupun terdapat juga toko yang menawarkan kura-kura darat dan kura-
kura air tawar yang berharga jutaan rupiah. Hanya ada 1 toko eksklusif kura-kura
darat dan kura-kura air tawar, dimana jenis-jenis yang dipajang umumnya
merupakan jenis-jenis asing dan berharga mahal (di atas Rp 1 juta).
(a) (b) (c)
(f) (e) (d)
13
Gambar 6. Berbagai jenis Kura-kura yang diperdagangkan di Kemang (searah jarum jam dari kiri atas): (a) Chelonoides carbonaria; (b) Geochelone sulcata; (c) Lissemys punctata; (d) Geochelone elegans pyramiding; (e) Testudo graeca; (f) Stigmochelys pardalis high-domed.
Di wilayah Kemang terdapat 1 toko eksklusif yang menjual kura-kura darat
dan kura-kura air tawar (Gambar 6), dengan komoditi yang dijual umumnya
merupakan jenis-jenis asing berharga tinggi. Beberapa jenis asing yang sangat
menarik, seperti Geochelone elegans, Chelonoides carbonaria, Testudo graeca,
Stigmochelys pardalis dan G. sulcata merupakan komoditi yang banyak diminati
(menurut keterangan pemilik toko) walaupun harga penawarannya cukup mahal
(di atas Rp 1 juta). Toko ini juga menawarkan penataan tempat pemeliharaan
kura-kura di rumah pembeli, menjual buku-buku mengenai kura-kura, bersedia
melakukan perawatan kura-kura yang sakit serta bersedia pula menjualkan
kembali kura-kura yang sudah tidak lagi ingin dipelihara oleh pemiliknya.
2. Jenis
Jenis kura-kura yang diperdagangkan sebanyak 48 jenis, 33.33% (16 jenis)
adalah jenis asli sedangkan 66.67% (32 jenis) merupakan jenis asing (Tabel 1).
Tiga jenis asli yang ditawarkan merupakan jenis yang dilindungi di Indonesia,
yaitu Batagur baska, Orlitia borneensis dan Carettochelys insculpta.
(a) (b) (c)
(d) (e) (f)
14
Tabel 1. Hasil pengamatan atas jenis kura-kura darat & kura-kura air tawar yang dijual di lokasi pengamatan.
Familia Sangat umum (>15 ekor)
Umum (6-15 ekor) Jarang (1-5 ekor)
JENIS ASLI Carettochelyidae Carettochelys insculpta Geoemydidae Cuora amboinensis Notochelys platynota Batagur baska Heosemys spinosa Callagur borneoensis Siebenrockiella
crassicollis Malayemys subtrijuga
Orlitia borneensis Testudinidae Indotestudo forsteni Manouria emys Trionychidae Amyda cartilaginea Dogania subplana Chelidae Macrochelodina rugosa Chelodina parkeri
Chelodina sp. 3 jenis (6.25 %) 2 jenis (4.17 %) 11 jenis (22.92 %) JENIS ASING
Chelydridae Chelydra serpentina Macrochelys temminckii Emydidae Trachemys scipta elegans Clemys guttata Graptemys barbouri Graptemys nigrinoda Graptemys
pseudogeographica Malaclemys terrapin centrata Malaclemys terrapin terrapin Geoemydidae Morenia ocellata Chinemys sp. Mauremys sinensis Cuora mouhouti Geoclemys hamiltoni Kachuga sp. Kinosternidae Sternotherus carinatus Paltysternidae Platysternon megacephalum Testudinidae Astrochelys radiate Chelonoides carbonaria Geochelone elegans Geochelone sulcata Indotestudo elongate Pyxis arachnoids Stigmochelys pardalis Testudo graeca Testudo horsfieldii Trionychidae Lissemys punctata Pelodiscus sinensis Chelidae Chelus fimbriatus Phrynops geoffroanus Platemys platycephala Pelomedusidae Pelomedusa subrufa Podocnemididae Podocnemis unifilis
2 jenis (4.17 %) 3 jenis (6.25 %) 27 jenis (56.25 %)
15
3. Jumlah
Berdasarkan hasil survei lapangan, terdapat 264 individu dari 48 jenis kura-
kura darat dan kura-kura air tawar yang dijual di seluruh lokasi pengamatan
(Tabel 2). Jumlah total jenis terbanyak berada di lokasi Jalan Kartini sedangkan
yang paling sedikit di Pasar Kemuning Jatinegara. Jumlah total individu
terbanyak ditemui di Pasar Kemuning Jatinegara sedangkan yang paling sedikit di
Kemang.
Tabel 2. Hasil pengamatan atas jumlah jenis dan jumlah individu kura-kura darat dan kura-kura air tawar yang dijual di setiap lokasi pengamatan.
Asli Asing Total Kunj2) Lokasi Jenis Ind1) Jenis Ind1) Jenis Ind1)
Barito 5 56 5 11 10 67 4 Kartini 5 11 20 51 25 62 5 Kemang 1 1 22 36 23 37 1 Pasar Kemuning 5 52 1 46 6 98 4 Survei pendahuluan dan lokasi lainnya3)
- - - - - - 10
120 144 484) 264 24
Keterangan: 1) Jumlah individu; 2) Jumlah kunjungan; 3) Survei pendahuluan untuk mencari, melihat dan memilih lokasi penelitian
serta pengamatan pada lokasi lainnya dimana tidak dilakukan pencatatan data (jumlah, jenis, ukuran, harga);
4) Jumlah jenis berdasarkan Tabel 1.
4. Ukuran
Berdasarkan pendugaan ukuran setiap individu kura-kura pada setiap lokasi
pengamatan, maka persentase individu yang memiliki ukuran kecil (3-6 cm),
sedang (6-10 cm) atau besar (>10 cm) dapat dilihat pada Gambar 7. Ukuran
individu yang diperdagangkan pada semua lokasi, kecuali Jalan Barito,
menunjukkan bahwa ukuran yang diminati atau yang tersedia adalah “kecil” (3-6
cm) yang diduga berkorelasi positif dengan harga penawaran (harga penawaran
lebih murah). Namun, berdasarkan catatan penelitian, individu-individu
berukuran “sedang” (6-10 cm) yang ditawarkan di Jalan Barito sebenarnya lebih
mendekati ukuran kecil, yaitu antara 6-8 cm.
16
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
BARITO
KARTINI
KEMANG
JATINEGARA
UKURAN Kecil (3-6 cm) UKURAN Sedang (6-10 cm) UKURAN Besar (>10 cm)
Gambar 7. Persentase kura-kura yang diperdagangkan di setiap lokasi pengamatan berdasarkan ukuran.
5. Harga
Harga penawaran setiap individu kura-kura darat atau kura-kura air tawar
tergantung pada jenis, ukuran, kondisi dan karakteristik uniknya. Jenis-jenis asing
umumnya berharga mahal walaupun berukuran kecil, apalagi bila memiliki
karakteristik khusus, misalnya Testudo graeca yag berwarna lebih keemasan atau
disebut tipe golden graeca, Astrochelys radiata yang berwarna lebih kuning atau
tipe high yellow. Selisih harga individu tipe khusus (atau berkarakter unik)
dengan tipe biasa (tidak memiliki karakter unik) dapat mencapai Rp 2-3 juta.
Sebagai contoh, individu yang memiliki kelainan albinisme (albino) dihargai
cukup mahal dibandingkan harga pasarannya, misalnya Kura-kura brasil
Trachemys scripta elegans yang biasanya berharga Rp 10-25 ribu ditawarkan
dengan harga Rp 1,5 juta karena memperlihatkan karakteristik albino yang sangat
kuat. Gambar 8 hingga Gambar 11 memperlihatkan selang harga penawaran
terendah dan tertinggi untuk setiap lokasi pengamatan.
17
0 500 1,000 1,500 2,000 2,500
Harga (x Rp 1,000)
Astrochleys radiata
Carettochelys insculpta
Chelydra serpentina
Cuora amboinensis
Heosemys spinosa
Indotestudo forsteni
Macrochelys temminckii
Siebenrockiella crassicollis
Sternotherus carinatus
Trachemys scipta elegans
Gambar 8. Selang harga penawaran terendah dan tertinggi untuk kura-kura di Jalan Barito (dalam Rp 1,000).
Harga penawaran tertinggi adalah untuk jenis Macrochelys temmincki, yang
berasal dari Amerika Serikat sedangkan harga untuk jenis lain berkisar antara Rp
25 ribu hingga Rp 450 ribu. Harga penawaran yang cukup mahal tersebut
disebabkan karena sebagian besar merupakan jenis asing yang diimpor ke
Indonesia, sedangkan jenis berharga murah berasal dari dalam negeri.
18
0 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000
Harga (x Rp 1,000)
Amyda cartilaginea
Astrochelys radiata
Batagur baska
Callagur borneoensis
Carettochelys insculpta
Chelodina parkeri
Chelonoides carbonaria
Chelus fimbriatus
Chelydra serpentina
Chinemys sp
Geochelone elegans
Geoclemys hamiltoni
Indotestudo elongata
Kachuga sp
Macrochelodina rugosa
Macrochelys temminckii
Malayemys subtrijuga
Manouria emys
Morenia ocellata
Mauremys sinensis
Pelomedusa sp
Phrynops geoffroanus
Pyxis arachnoides
Stigmochelys pardalis
Testudo graeca
Gambar 9. Selang harga penawaran terendah dan tertinggi untuk kura-kura di Jalan Kartini (dalam Rp 1,000).
Harga penawaran termahal untuk kura-kura di Jalan Kartini adalah untuk
jenis Astrochelys radiata, yang berasal dari Madagaskar dan dinilai sangat eksotis
sehingga berharga mahal. Harga tertinggi tersebut terkait dengan ukuran individu
yang ditawarkan cukup besar (>25 cm) sedangkan individu yang berukuran kecil
umumnya berharga kurang dari Rp 6 juta.
19
0 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000
Harga (x Rp 1,000)
Astrochelys radiata
Chelodina sp
Chelydra serpentina
Clemys guttata
Cuora mouhouti
Geochelone elegans
Geochelone sulcata
Geoclemys hamiltoni
Graptemys barbouri
Graptemys nigrinoda
Graptemys pseudogeographica
Lissemys punctata
Macrochelys temmincki
Malaclemys terrapin centrata
Malaclemys terrapin terrapin
Morenia ocellata
Platemys platycephala
Platysternon megacephalum
Podocnemis unifilis
Pyxis arachnoides
Stigmochelys pardalis
Testudo graeca
Testudo horsfieldii
Gambar 10. Selang harga penawaran terendah dan tertinggi untuk kura-kura di
Kemang (dalam Rp 1,000).
Jenis berharga termahal adalah Astrochelys radiata (Rp 32 juta), seperti juga
yang ditawarkan di Jalan Kartini, berukuran cukup besar (>25 cm) dan diduga
merupakan hasil peliharaan yang dijual kembali. Harga penawaran jenis lainnya
tidak melampaui Rp 5 juta rupiah dan umumnya berukuran kecil (<6 cm).
20
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Harga (x Rp 1,000)
Cuora amboinensis
Heosemys spinosa
Notochelys platynota
Orlitia borneensis
Siebenrockiella crassicollis
Trachemys scripta elegans
Gambar 11. Selang harga penawaran terendah dan tertinggi untuk kura-kura di Pasar Kemuning Jatinegara (dalam Rp 1,000).
Harga penawaran untuk jenis-jenis kura-kura yang ditawarkan di Pasar
kemuning di bawah Rp 80 ribu dan semuanya, kecuali Trachemys scripta elegans,
merupakan jenis asli. Ukuran yang ditawarkan umumnya kecil (< 6 cm)
walaupun untuk Notochelys platynota, Cuora amboinensis, dan Orlitia borneensis
ukuran individu yang ditawarkan bisa mencapai 10 cm (ukuran sedang).
6. Pemanfaatan Lain
Penjualan kura-kura untuk pemanfaatan yang lain diobservasi di Pasar Petak
Sembilan (Glodok), yaitu untuk konsumsi (mentah atau masak) serta pelepasan
untuk tujuan religius. Jenis yang ditawarkan untuk konsumsi adalah Amyda
cartilaginea dan Dogania subplana dengan harga penawaran Rp 60 ribu/kg
(dijual dalam keadaan hidup dan dapat dipotong di tempat ini). Jenis yang
ditawarkan untuk pelepasan religius adalah Cuora amboinensis dan Notochelys
platynota dengan harga Rp 35 ribu/ekor. Selain daging mentah, minyak dan
empedu dari A. cartilaginea dan D. subplana juga dijual sebagai bahan obat
21
dengan harga Rp 50 ribu/botol (minyak) dan Rp 40-60 ribu/kg (empedu). Tulang
bulus masih berharga untuk dimanfaatkan sebagai bahan obat dengan harga Rp 15
ribu/kg.
Gambar 12. Hasil pengamatan di Petak Sembilan (searah jarum jam dari kiri atas): (a) Para pedagang di Pasar Petak Sembilan; (b) Penjual kura-kura; (c) Cuora amboinensis; (d) Minyak bulus; (e) Bulus & labi-labi hutan (A. cartilaginea & D. subplana); (f) C. amboinensis & Notochelys platynota.
B. Pasar Maya (Cyber market)
Sejalan dengan perkembangan teknologi dan tersedianya jaringan internet
secara luas, maka pasar satwaliar berkembang pula ke dunia maya menjadi pasar
maya (cyber market). Model penawaran yang tersedia melalui situs khusus (baik
situs langsung atau portal/situs penghubung) maupun forum komunitas, walaupun
ada juga blog pribadi yang dijadikan sarana penawaran kura-kura. Umumnya
penawaran komoditi disertai dengan informasi mengenai komoditi (kondisi,
harga, ukuran) dan dilengkapi dengan gambar serta cara menghubungi penjual
(melalui e-mail (surat elektronik), nomor cellphone/mobile phone atau telepon
rumah (fixed line phone) (Tabel 3).
(a)
(b)
(c)
(d)
(e) (f)
22
Tabel 3. Hasil penelusuran atas situs internet yang menawarkan berbagai jenis satwaliar, termasuk kura-kura.
Tipe Situs Alamat situs Komoditi Kelengkapan informasi Jenis akses Cara transaksi Keterangan
Portal turtleworld.multiply.com/market Berbagai jenis Foto, kondisi, harga Terbuka
Portal www.hewanpeliharaan .com Berbagai jenis Cara perawatan, halaman iklan melalui akses tertutup
Tertutup, akses masuk dng ID & password
Portal www.jakartapets.com Ular, burung, anjing, kucing; berbagai kelengkapan
Foto, kondisi, harga, ukuran, karakteristik khusus
Terbuka Telepon, e-mail
Portal www.jungleshop.be Berbagai jenis Foto Tertutup E-mail Luar negeri
Portal www.kuya2.com Berita tentang kura-kura
Portal www.ronsreptiles.com Berbagai jenis Foto, kondisi, harga, ukuran, karakteristik khusus
Terbuka Telepon, e-mail Luar negeri
Portal www.tokobagus.com Ular, burung, anjing, kucing; berbagai kelengkapan
Foto, kondisi, harga, ukuran, karakteristik khusus
Terbuka Telepon, e-mail
Portal www.turtlesale.com Berbagai jenis Foto, kondisi, harga, ukuran, karakteristik khusus
Terbuka Telepon, e-mail Luar negeri
Forum komunitas www.duniasatwa.com Berbagai jenis Tertutup, akses masuk dng ID & password
Forum komunitas forum.kafegaul.com Berbagai jenis Foto, kondisi, harga Laman penawaran ada, akses masuk dng ID & password
Telepon, e-mail
Forum komunitas www.kaskus.us Berbagai jenis Foto, kondisi, harga Laman penawaran ada, akses masuk dng ID & password
Telepon, e-mail
Forum komunitas www.o-fish.com/forum/ Ikan hias, kura-kura Terbuka
23
Karakteristik pasar konvensional berbeda dalam banyak hal dengan pasar
maya (cyber market)(Tabel 4), utamanya karena tidak adanya fisik pasar tempat
penjual dan pembeli bertatap muka (face to face). Bentuk transaksi juga
meniadakan tatap muka dengan memanfaatkan fasilitas transfer antar rekening
bank. Tatap muka hanya berlangsung atas kesepakatan antara pembeli dan
penjual yang saling mengenal dengan baik dan saling mempercayai.
Tabel 4. Perbandingan antara karakteristik pasar konvensional dan pasar maya
(cyber market).
Jenis pasar Karakteristik
Konvensional Maya (Cyber)
Identitas pembeli Diketahui Tidak diketahui Identitas penjual Diketahui Tidak diketahui Lokasi pasti pasar/penjual Diketahui Diketahui/Tidak diketahui Tempat perdagangan Bangunan fisik, eceran Situs, blog, forum (chatting,
mailinglist) Tatap muka Ya Tidak Presentasi barang Langsung (di toko atau
tempat pajangan) Tidak langsung (lewat laman situs)
Serah terima barang Langsung Tidak langsung Pemeriksaan mutu barang Langsung Tidak langsung Pembayaran Tunai, elektronik Elektronik, tunai
C. Perdagangan Luar Negeri
Kuota yang ditetapkan setiap tahun oleh Dirjen PHKA adalah kuota tangkap
untuk setiap wilayah provinsi berdasarkan usulan BKSDA setempat dan
direkomendasikan LIPI setelah berdiskusi dengan para pihak (Dephut, pengusaha
dan asosiasi eksportir, BKSDA). Kuota ekspor maksimal 90% dari kuota tangkap
sedangkan sisa 10% ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bibit penangkaran,
penelitian dan keperluan lain.
Data kuota tahunan yang diterbitkan Ditjern PHKA dan realisasinya
berdasarkan penerbitan SATS-LN (Surat Angkut Tumbuhan liar dan Satwa liar -
Luar Negeri) antara tahun 2004-2007 (dengan tambahan kuota 2008) ditampilkan
dalam Tabel 5. Dari penelusuran data perdagangan kura-kura darat dan kura-kura
air tawar Indonesia dalam trade database CITES (Lampiran 2), tercatat 12 jenis
yang telah diperdagangkan, dimana jenis Indotestudo forstenii adalah jenis yang
paling awal tercatat diperdagangkan sejak 1983.
24
Tabel 5. Kuota (tangkap dan ekspor) serta Realisasi ekspor Kura-kura Indonesia tahun 2004-2007 (dengan tambahan kuota 2008).
Keterangan: 1) Kuota tangkap nasional 2) Kuota ekspor, maksimal 90% dari kuota tangkap, ± 10% untuk pemanfaatan lokal (bibit penangkaran, penelitian, dll) 3) Realisasi ekspor (berdasarkan penerbitan SATS-LN) 4) Persentase realisasi ekspor terhadap kuota ekspor 5) Sejak kuota 2005, ketiga jenis dimasukkan dalam Kuota Apendiks II 6) Dilindungi, tidak ada kuota namun ada realisasi ekspor dengan keterangan sebagai hasil breeding
TAHUN
2004 2005 2006 2007 2008
Nama Jenis KT1) KE2) RE3) %E4) KT1) KE2) RE3) %E4) KT1) KE2) RE3) %E4) KT1) KE2) RE3) %E4) KT1) KE2)
Apendiks II
Cuora amboinensis 20,000 18,000 15,655 86,97 20,000 18,000 18,672 103.73 20,000 18,000 17,694 98.30 20,000 18,000 17,766 98.70 20,000 18,000
Heosemys spinosa 2,000 1,800 1,798 99,89 2,000 1,800 1,867 103.72 2,000 1,800 718 39.89 2,000 1,800 1,041 57.83 500 450
Indotestudo forstenii 500 475 614 129,26 500 475 820 172.63 500 475 613 129.05 500 475 470 98.95 300 270
Leucocephalon yuwonoi 200 100 100 100,00 200 100 96 96.00 200 100 87 87.00 200 100 98 98.00 0 0
Manouria emys 500 475 639 134,53 500 475 687 144.63 500 475 467 98.32 500 475 475 100.00 0 0
Pelochelys bibroni 100 90 85 94,44 100 90 89 98.89 100 90 59 65.56 100 90 78 86.67 100 90
Pelochelys cantorii 100 90 39 43,33 200 180 75 41.67 200 180 64 35.56 200 180 121 67.22 100 90
Siebenrockiella crassicollis 5,000 4,500 3,637 80,82 5,000 4,500 4,040 89.78 5,000 450 1,545 343.33 5,000 4,500 3,407 75.71 5,000 4,500
Amyda cartilaginea5) 10,000 9,000 28,000 27,000 27,766 102.84 28,000 27,000 26,965 99.87 28,000 27,000 26,710 98.93 28,000 25,200
Malayemys subtrijuga5) 2,500 2,250 500 475 89 18.74 500 475 341 71.79 200 180
Notochelys platynota5) 3,000 2,700 1,500 1,350 117 8.67 1,500 1,350 307 22.74 500 450
Chelodina parkeri 500 450 300 270 300 270 0.00 300 270 270 100.00 300 270
Non Apendiks
Chelodina reimanni 500 450 200 180 200 180 0.00 200 180 178 98.89 200 180
Chelodina siebenrocki 5,000 4,500 2,000 1,800 2,000 1,800 0.00 2,000 1,800 385 21.39 2,000 1,800
Cyclemys dentata 20,000 18,000 15,000 15,000 15,000 13,500 0.00 15,000 13,500 11,408 84.50 15,000 13,500
Dogania subplana 3,000 2,700 5,000 5,000 5,000 4,500 0.00 5,000 4,500 2,598 57.73 5,000 4,500
Elseya schultzei 2,000 1,800 1,000 900 1,000 900 0.00 1,000 900 799 88.78 1,000 900
Emydura subglobosa 3,000 2,700 1,000 900 1,000 900 0.00 1,000 900 754 83.78 1,000 900
Carettochelys insculpta 0 0 0 0 0 0 576) 0 0 0 0
Callagur borneoensis 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Chelodina mccordi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
25
Kuota tangkap dan kuota ekspor Kura-kura Indonesia pada tahun 2004-2007
(Tabel 5) menunjukkan bahwa ada jenis yang mengalami penambahan kuota,
pengurangan kuota atau tidak mengalami perubahan kuota. Penambahan atau
pengurangan kuota terjadi dari kuota tahun 2004 ke 2005, sedangkan kuota tahun
2006 dan 2007 tidak mengalami perubahan dan sama dengan kuota tahun 2005.
Jenis-jenis yang mengalami penambahan kuota adalah Pelochelys cantorii, Amyda
cartilaginea, dan Dogania subplana. Jenis-jenis yang mengalami penurunan
kuota adalah Malayemys subtrijuga, Notochelys platynota, Chelodina parkeri,
Chelodina reimanni, Chelodina siebenrocki, Cyclemys dentata, Elseya schultzei,
dan Emydura subglobosa.
Khusus untuk kuota tahun 2008 (yang baru diterbitkan pada bulan Januari
2008) dibandingkan dengan kuota tahun 2007, 7 jenis mengalami penurunan
kuota, tidak ada jenis yang mengalami penambahan kuota, sedangkan jenis-jenis
lainnya tidak mengalami perubahan kuota. Jenis-jenis yang mengalami
penurunan kuota adalah Heosemys spinosa, Indotestudo forstenii, Leucocephalon
yuwonoi, Manouria emys, Pelochelys cantorii, Malaymenys subtrijuga, dan
Notochelys platynota. Dua jenis di antaranya, yaitu Leucocephalon yuwonoi dan
Manouria emys tidak lagi mendapatkan jatah kuota (kuota=0).
Pada tahun 2006, Carettochelys insculpta yang dilindungi dan tidak
memiliki jatah kuota (kuota=0) ternyata memiliki realisasi ekspor sebanyak 57
ekor. Ekspor tersebut dinyatakan sebagai hasil penangkaran namun sejauh ini
belum tercatat secara resmi ada perusahaan yang telah melakukan penangkaran
jenis ini dan berhasil melakukannya, sehingga ekspor tersebut diduga berasal dari
tangkapan di alam (yang merupakan perbuatan melanggar hukum). Data
perdagangan ditampilkan dalam Gambar 13 s/d Gambar 24 setelah dicek silang
dan dilengkapi dengan data perdagangan (CITES Report) yang diterbitkan oleh
Departemen Kehutanan.
26
1. Amyda cartilaginea
Amerika Serikat1.21%RRC
2.80%
Lainnya (13 negara)2.77%
Prancis3.77%
Singapura7.23%
Hong Kong32.00%
Malaysia50.22%
Gambar 13. Ekspor Amyda cartilaginea, termasuk dengan penamaan lain, dari Indonesia ke beberapa Negara pada tahun 1984-2005. Sumber: CITES.
Malaysia adalah pengimpor terbesar Amyda cartilaginea dari Indonesia
(Gambar 13) namun diduga impor tersebut akan dikirim kembali (re-ekspor) ke
China sebagai pasar terbesar kura-kura, utamanya untuk konsumsi. Ekspor ke
Hong Kong dan Singapura yang lebih kecil diduga untuk memenuhi kebutuhan
lokal walaupun sebagian mungkin dikirim pula ke pasar China. Ekspor langsung
ke China juga ada walaupun kecil, sedangkan ekspor ke Prancis dan Amerika
Serikat dan beberapa negara lainnya diduga untuk memenuhi kebutuhan etnik
Tionghoa yang berdomisili di negara-negara tersebut.
27
2. Cuora amboinensis
Amerika Serikat54.50%
Jepang13.61%
Hong Kong11.65%
Prancis3.79%
Spanyol3.00%
Jerman2.66%
Malaysia1.70%
Italia1.67%
Vietnam1.31%
Lainnya (19 negara)6.11%
Gambar 14. Ekspor Cuora amboinensis, termasuk dengan penamaan lain, dari Indonesia ke beberapa Negara pada tahun 1984-2005. Sumber: CITES.
Amerika Serikat adalah pengekspor terbesar Cuora amboinensis dari
Indonesia (Gambar 14) untuk memenuhi kebutuhan sebagai peliharaan (pet),
bahan makanan, pelepasan religius dan bahan obat-obatan tradisional China
(TCM). Ekspor Jepang dan Hong Kong tidak sebesar ekspor Amerika Serikat
namun cukup signifikan, diduga untuk memenuhi kebutuhan yang sama seperti
pasar Amerika Serikat. Ekspor ke beberapa negara lainnya juga diduga untuk
memenuhi kebutuhan serupa dengan pasar Amerika Serikat dan diduga terkait
dengan etnik Tionghoa yang ada di negera-negara tersebut. Jenis ini cukup
diminati diduga karena harganya yang lebih murah sehingga tidak terlalu mahal
untuk dilepaskan kembali atau dikonsumsi sebagai bahan makanan serta jumlah
yang tersedia cukup banyak di pasaran.
28
3. Heosemys spinosa
Amerika Serikat63.00%
Jepang14.11%
Jerman5.64%
Hong Kong5.35%
Prancis3.29%
Taiwan2.61%
Lainnya (14 negara)6.00%
Gambar 15. Ekspor Heosemys spinosa dari Indonesia ke beberapa Negara pada tahun 1990-2005. Sumber: CITES.
Jenis Heosemys spinosa adalah jenis kura-kura yang sangat menarik dengan
karakteristik karapas yang berduri-duri lebar pada bagian tepinya (marginal)
sehingga menyerupai matahari, yang diduga menyebabkan jenis ini disebut Kura-
kura matahari di pasaran. Ekspor ke semua negara (Gambar 15) diduga untuk
tujuan pemeliharaan (pet). Pasar Amerika Serikat menguasai lebih dari 60%
jumlah ekspor H. Spinosa dari Indonesia sedangkan jumlah ekspor ke negara-
negara negara-negara lainnya tidak terlalu besar.
29
4. Malayemys subtrijuga
Amerika Serikat43.82%
Taiwan21.35%
Jepang17.98%
Jerman11.24%
Prancis5.62%
Gambar 16. Ekspor Malayemys subtrijuga dari Indonesia ke beberapa Negara pada tahun 2005. Sumber: CITES.
Ekspor Malayemys subtrijuga (Gambar 16) diduga untuk memenuhi
kebutuhan sebagai pet walapun jenis ini juga dimanfaatkan sebagai bahan
makanan. Pasar Amerika Serikat menyerap porsi terbesar dari ekspor Indonesia
walaupun Taiwan, Jepang dan Jerman juga cukup signifikan. Pasar Prancis
adalah yang terkecil. Ekspor ke negara-negara lain mungkin juga terjadi namun
data ekspornya tidak diketahui.
30
5. Callagur borneoensis
Amerika Serikat76.87%
Jepang19.13%
Kanada0.73%Swiss
1.28%
Hungaria0.73%
Malaysia0.73%
Belanda0.36%
Russia0.18%
Gambar 17. Ekspor Callagur borneoensis dari Indonesia ke beberapa Negara pada tahun 1990-2001. Sumber: CITES.
Ekspor Callagur borneoensis (Gambar 17) diduga untuk memenuhi
kebutuhan sebagai pet. Jenis ini tidak memiliki karakteristik pewarnaan dan
pemolaan karapas yang cukup menarik, namun nilai kelangkaan dan ukuran
tubuhnya yang dapat terus bertumbuh besar diduga merupakan daya tarik bagi
pembeli untuk memeliharanya.
31
6. Leucocephalon yuwonoi
Amerika Serikat81.60%
Jepang11.11%
Jerman3.82%
Belanda2.08%
Swiss1.39%
Gambar 18. Ekspor Leucocephalon yuwonoi dari Indonesia ke beberapa Negara pada tahun 2003-2005. Sumber: CITES.
Karakteristik pewarnaan karapas dan sifatnya yang tidak berbahaya (tidak
menggigit) bagi pemelihara (merupakan karakter umum tortoise) serta
endemisitasnya yang tinggi diduga merupakan daya tarik utama Leucocephalon
yuwonoi sebagai satwa peliharaan (pet). Ekspor terbesar adalah ke Amerika
Serikat dan mencapai lebih dari 80% dari keseluruhan ekspor Indonesia ke luar
negeri (Gambar 18). Data ekspor sebelum tahun 2003 tidak diketahui, diduga
karena tercantum dengan menggunakan nama lama L. yuwonoi, seperti
Geoemyda yuwonoi, namun tidak muncul dalam penelusuran data di situs CITES.
Dugaan lainnya adalah ekspornya tidak ada atau diekspor melalui jalur lain
(penyelundupan atau fasilitas non CITES).
32
7. Manouria emys
Amerika Serikat58.25%
Jepang21.16%
Prancis5.85%
Malaysia2.31%
Swiss2.09%
Taiwan1.89%
Lain-lain (21 negara)8.46%
Gambar 19. Ekspor Manouria emys dari Indonesia ke beberapa Negara pada tahun 1989-2005. Sumber: CITES.
Jenis Manouria emys adalah jenis kura-kura darat (tortoise) yang dapat
bertumbuh besar dan memiliki karapas yang menarik dengan sisik-sisik
heksagonalnya, karakteristik sifatnya yang tidak berbahaya serta usianya yang
cukup panjang seperti kura-kura lainnya. Hal-hal tersebut diduga merupakan daya
tarik utama M. emys sebagai satwa peliharaan dan mendorong permintaannya di
luar negeri. Jumlah ekspor terbesar adalah ke Amerika Serikat diikuti Jepang dan
Prancis (Gambar 19). Ekspor ke negara-negara lainnya tidak terlalu besar namun
jumlah pengekspor negara yang cukup banyak menunjukkan minat yang cukup
tinggi untuk jenis ini.
33
8. Indotestudo forstenii
Amerika Serikat50.26%
Jepang24.08%
Prancis4.89%
Belanda3.49%
Jerman2.57%
Singapura2.23%
Swiss1.98%
Italia1.78%
Taiwan1.19%
Tidak Diketahui1.11%
Thailand1.09%
Spanyol1.03%
Lainnya (17 negara)4.30%
Gambar 20. Ekspor Indotestudo forstenii dari Indonesia ke beberapa Negara pada tahun 1983-2005. Sumber: CITES.
Karakteristik pewarnaan karapas dan sifatnya yang tidak berbahaya bagi
pemelihara serta endemisitasnya yang tinggi diduga merupakan daya tarik utama
Indotestudo forstenii sebagai satwa peliharaan (pet), serupa dengan
Leucocephalon yuwonoi. Ekspor terbesar adalah ke Amerika Serikat dan
mencapai lebih dari 50% dari keseluruhan ekspor I. forstenii ke luar negeri
(Gambar 20). Jumlah negara pengekspor yang cukup banyak menunjukkan
tingginya minat atas jenis ini sebagai peliharaan (pet).
34
9. Notochelys platynota
Hong Kong37.32%
Amerika Serikat33.70%
Jepang16.47%
Taiwan5.93%
Kanada3.84%
Spanyol1.10%
Prancis1.10% Meksiko
0.55%
Gambar 21. Ekspor Notochelys platynota dari Indonesia ke beberapa Negara pada tahun 2005. Sumber: CITES.
Ekspor Notochelys platynota (Gambar 21) yang terbesar adalah ke Hong
Kong dan diduga untuk memenuhi kebutuhan sebagai bahan makanan serta
pelepasan religius, dan kemungkinan juga sebagai bahan obat-obatan. Ekspor ke
Amerika Serikat dan Jepang juga cukup besar dan diduga untuk kebutuhan
konsumsi dan bahan obat-obatan mengingat jenis ini tidak terlalu menarik secara
fisik untuk dipelihara sebagai pet.
35
10. Siebenrockiella crasicollis
Amerika Serikat34.19%
Jepang23.68%
Hong Kong12.90%
Prancis12.23%
Jerman6.09%
Malaysia3.04%
Italia1.63%
Britania Raya1.69%
Taiwan1.25%
Kanada1.10%
Lainnya (6 negara)2.20%
Gambar 22. Ekspor Siebenrockiella crassicollis dari Indonesia ke beberapa Negara pada tahun 2003-2005. Sumber: CITES.
Ekspor Siebenrockiella crassicollis yang signifikan adalah ke Amerika
Serikat, Jepang, Hong Kong dan Prancis, sedangkan ekspor ke negara-negara
lainnya relatif lebih kecil. Ekspor ini diduga untuk memenuhi kebutuhan sebagai
bahan makanan, bahan obat-obatan dan sebagai pet. Data ekspor sebelum tahun
2003 tidak diketahui dan diduga dikirim dengan nama lama S. crassicollis namun
tidak ditemukan dalam penelusuran di situs CITES.
36
11. Pelochelys bibroni
Amerika Serikat67.11%
Jepang23.03%
Swedia3.95%
Spanyol3.29%
Kanada2.63%
Gambar 23. Ekspor Pelochelys bibroni dari Indonesia ke beberapa Negara pada tahun 2003-2005. Sumber: CITES.
Jenis Pelochelys bibroni adalah jenis freshwater turtle asal Papua selatan
yang dapat tumbuh cukup besar (mencapai panjang karapas 1 m dan berat 200 kg)
dan memiliki pola cukup menarik pada bagian ventral karapasnya. Namun,
diduga pemanfaatan terbesar untuk jenis ini adalah sebagai bahan makanan
mengingat penampilannya di mata orang awam tidak terlalu berbeda dengan jenis
labi-labi Indonesia lainnya (A. cartilaginea, D. subplana, Chitra chitra,
P. cantorii), walaupun sebenarnya memiliki karakteristik fisik yang cukup jelas
dan berbeda dengan jenis-jenis lainnya. Ekspor terbesar adalah ke Amerika
Serikat walaupun jumlahnya relatif kecil (< 200 ekor) selama 3 tahun yang
tercatat.
37
12. Pelochelys cantorii
Amerika72.84%
Jepang11.21%
Jerman6.03%
Kanada4.31%
Britania Raya2.16%
Prancis1.72% Taiwan
1.72%
Gambar 24. Ekspor Pelochelys cantori dari Indonesia ke beberapa Negara pada tahun 2003-2005. Sumber: CITES.
Jenis Pelochelys cantori adalah jenis freshwater turtle asal Sumatra,
Kalimantan dan Papua utara yang dapat tumbuh cukup besar (lebih besar dari
P. bibroni) dan memiliki pola cukup menarik pada bagian ventral karapasnya
(mirip P. bibroni namun dengan warna yang berbeda). Pemanfaatan terbesar
untuk jenis ini diduga adalah sebagai bahan makanan walaupun pemanfaatan
sebagai pet juga mungkin terjadi. Ekspor terbesar adalah ke Amerika Serikat
walaupun jumlahnya relatif kecil selama 3 tahun yang tercatat.
D. Wawancara dan Kuesioner
1. Wawancara
Ada 8 orang penjual dan 8 orang pembeli yang diwawancarai dan hasilnya
dirangkum pada Tabel 5 dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah
disiapkan sesuai Lampiran 5. Rentang usia Penjual antara 34 hingga 53 tahun dan
semuanya berjenis kelamin laki-laki. Rentang usia responden pembeli antara 21
hingga 47 tahun. Tujuh orang Pembeli berjenis kelamin laki-laki sedangkan 1
38
orang lagi berjenis kelamin perempuan. Pekerjaan Pembeli bervariasi, mulai dari
mahasiswa, pegawai swasta, pegawai negeri hingga pengusaha. Tingkat
penghasilan diduga bervariasi karena tidak ada keterangan yang didapatkan untuk
tingkat penghasilan.
Tabel 6. Beberapa hal penting yang dirangkum dari wawancara dengan perwakilan IRATA, BKSDA DKI Jakarta dan Penjual.
No Perihal
1 Peraturan perundang-undangan sudah cukup memadai 2 Penegakan hukum perlu ditingkatkan 3 Masih ada oknum yang memanfaatkan celah hukum untuk mendapatkan keuntungan pribadi 4 Penyelundupan ke luar negeri masih berlangsung dan belum dapat dicegah 5 Upaya pengawasan peredaran telah dilakukan oleh BKSDA DKI Jakarta 6 Kerja sama antar instansi perlu ditingkatkan 7 Pembinaan instansi terkait terhadap penjual & pembeli masih kurang 8 Pengaturan kuota belum tepat 9 Perlu pelatihan konservasi bagi penjual untuk berperan serta dalam konservasi jenis 10 Belum ada pendataan yang lengkap mengenai jenis asli Indonesia 11 Adanya jaringan perdagangan antar penjual dan antara penjual dengan pemasok 12 Sebagian pembeli belum mengetahui teknis pemeliharaan kura-kura yang baik 13 Banyak pembeli membeli kura-kura sebagai tanda gengsi 14 Pelanggaran peredaran satwaliar telah diperkarakan dan ada yang sudah divonis 15 Satwaliar yang disita direhabilitasi dan ada yang sudah dilepasliarkan
Para penjual menyatakan bahwa jenis asli yang dijual umumnya berasal dari
luar Pulau Jawa (Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Papua), sedangkan sumber
tangkapan di Pulau Jawa sudah berkurang, baik dalam jumlah lokasi tangkapan
maupun jumlah individu hasil tangkapan. Penjual atau pemilik toko tidak
berhubungan langsung dengan pengumpul di daerah-daerah dan memperoleh
komoditi dagangannya dari penyalur yang bertindak sebagai pengumpul komoditi
dari para penangkap di daerah-daerah.
Para penjual atau pemilik toko sudah mengetahui aturan-aturan yang berlaku
mengenai peredaran satwaliar, bahkan mengetahui beberapa jenis yang sudah
dilindungi dan tidak boleh diperdagangkan, seperti Kura-kura moncong babi
Carettochelys insculpta maupun Biuku Batagur baska. Namun keberadaan 3
jenis dilindungi di pasar-pasar yang disurvei (Tabel 1), yaitu Batagur baska,
Carettochelys insculpta dan Orlitia borneensis menunjukkan bahwa kesadaran
39
untuk tidak menjual jenis-jenis dilindungi belum cukup memadai dan bahwa
pembinaan dan penegakan hukum yang dilakukan oleh Pemerintah (Departemen
Kehutanan/BKSDA DKI Jakarta) atas peredaran satwaliar secara ilegal belum
memadai dan diduga hanya berlangsung sporadis dan tidak menyentuh seluruh
penjual/pemilik toko satwa. Jenis-jenis dilindungi cukup diminati pembeli,
khususnya beberapa pelanggan khusus yang dirahasiakan identitasnya.
Penjual/pemilik toko umumnya memiliki beberapa pelanggan khusus yang
memiliki hobi memelihara jenis kura-kura darat dan kura-kura air tawar yang khas
atau langka dan melakukan transaksinya melalui telepon. Informasi mengenai
keberadaan jenis baru yang unik atau jenis-jenis yang telah dipesan umumnya
langsung diberikan oleh penjual kepada para pembeli khusus ini melalui telepon
atau e-mail.
Pemilik toko yang mengkhususkan diri menjual jenis-jenis kura-kura darat
atau kura-kura air tawar, baik yang berasal dari Indonesia maupun yang
merupakan jenis asing, umumnya juga merupakan pencinta kura-kura sehingga
menaruh perhatian khusus atas kesejahteraan komoditi dagangannya.
Penjual/pemilik toko ini seringkali juga bertindak sebagai perawat kura-kura darat
atau kura-kura air tawar milik pelanggan yang sakit atau harus ditinggalkan saat
pemilik melakukan perjalanan ke luar kota. Hal ini diduga merupakan upaya
penjual untuk menjaga kesetiaan pelanggan dan menambah pelanggan baru
berdasarkan rekomendasi pelanggan lama yang puas dengan pelayanan penjual.
Penjual/pemilik toko juga bertindak sebagai pedagang perantara atau pembeli
kura-kura darat atau kura-kura air tawar yang ingin dijual oleh pemiliknya, untuk
kemudian dijual kembali kepada peminat melalui tokonya atau melalui telepon
kepada pelanggan khusus.
2. Kuesioner
Kuesioner diajukan kepada 8 orang penjual (Lampiran 6) dan 8 orang
pembeli (Lampiran 7), dimana kuesioner tipe A memiliki pertanyaan-pertanyaan
yang berbeda untuk penjual dan pembeli dan kuesioner tipe B memiliki
pertanyaan-pertanyaan yang sama untuk penjual dan pembeli) (Gambar 25 hingga
Gambar 28).
40
0.00% 12.50% 25.00% 37.50% 50.00% 62.50% 75.00% 87.50% 100.00%
Pekerjaan utama?
Komoditi dominan?
Kura-kura sebagai pet?
Bagian-bagian Kura-kura?
Menangkarkan Kura-kura?
Jenis yang dilindungi?
Jenis asing?
Pembinaan Pemerintah?
Sudah lama berdagang?
Perdagangan penurunan?
Pasokan berkurang?
Hambatan Pemda?
Hambatan BKSDA?
Persentase (%)
Ya Tidak
Gambar 25. Hasil Kuesioner Tipe A bagi Penjual.
Seluruh penjual yang menjawab kuesioner menyatakan bahwa pekerjaan ini
merupakan pekerjaan utama (full time job) dan bahwa kura-kura merupakan
komoditi utama yang dijual sebagai pet. Ada 25% penjual yang menyatakan telah
melakukan penangkaran namun tidak diberikan keterangan apapun mengenai jenis
kura-kura yang telah dicoba untuk ditangkarkan. Seluruh penjual sepakat bahwa
pasokan dari daerah telah menurun namun hanya 25% yang menyatakan bahwa
perdagangan kura-kura mengalami penurunan, karena penurunan pasokan ditutupi
oleh komoditi substitusi, yaitu jenis-jenis asing yang meningkat dalam jumlah
jenis dan jumlah individu yang ditawarkan.
41
0.00% 12.50% 25.00% 37.50% 50.00% 62.50% 75.00% 87.50% 100.00%
Pernah memiliki?
Jenis lokal?
Jenis asing?
Mengonsumsi daging?
Obat?
Sudah lama memelihara?
Memiliki yang dilindungi?
Pembinaan Pemerintah?
Penghasilan sendiri?
Tanda gengsi?
Pengetahuan yang cukup?
Pedagang tertentu?
Pernah menjual kembali?
Pemberian/tukaran?
Jenis lain?
Lebih menyukai jenis asing?
Ya Tidak
Gambar 26. Hasil Kuesioner Tipe A bagi Pembeli.
Dari beberapa pertanyaan kuesioner yang diajukan, pertanyaan “apakah
pembeli pernah mendapatkan pembinaan pemerintah” mendapatkan respon
jawaban “Tidak” sebesar 100%. Hal ini diduga menunjukkan bahwa sejauh ini
pembinaan pemerintah belum menyentuh pembeli/konsumen sehingga pembeli
tidak terlalu peduli dengan adanya ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur perlindungan dan perdagangan jenis satwa liar. Sebagian besar pembeli
merupakan calon pemelihara yang masih baru mencoba memelihara kura-kura
(persentase jawaban “Ya” sebesar 37,50%) walaupun 50% dari pembeli ternyata
pernah memelihara jenis satwaliar lain. Jenis asing lebih disukai dan diduga
terkait dengan gengsi bagi pemelihara kura-kura yang unik dan langka.
42
0.00% 12.50% 25.00% 37.50% 50.00% 62.50% 75.00% 87.50% 100.00%
Kinerja Pem (kura-kura)
Konsistensi Pem (kura-kura)
Kinerja Pem (seluruh)
Penegakan hukum
Pengetahuan (media massa])
Pengetahuan (buku,dll)
Peran LSM
Dukungan masyarakat
1 (kurang) 2 (cukup) 3 (cukup baik) 4 (baik) 5 (baik sekali)
Gambar 27. Hasil Kuesioner Tipe B bagi Penjual.
Jawaban para penjual untuk tipe pertanyaan B umumnya antara jawaban 2
(cukup) dan 4 (baik). Hal ini terkait dengan pengetahuan penjual yang lebih baik
mengenai kura-kura dan tereksposnya mereka dengan lembaga Pemerintah yang
mengatur peredaran tumbuhan dan satwaliar. Selain itu, dalam rangka
meningkatkan pengetahuannya, para penjual umumnya memiliki buku-buku
pengenal jenis yang cukup baik dan lengkap dan cukup terbuka terhadap
informasi pasar terkait dengan jenis-jenis yang dijualnya sehingga memiliki
pengetahuan yang lebih mendalam mengenai kura-kura.
43
0.00% 12.50% 25.00% 37.50% 50.00% 62.50% 75.00% 87.50% 100.00%
Kinerja Pem (kura-kura)
Konsistensi Pem (kura-kura)
Kinerja Pem (seluruh)
Penegakan hukum
Pengetahuan (media massa])
Pengetahuan (buku,dll)
Peran LSM
Dukungan masyarakat
1 (kurang) 2 (cukup) 3 (cukup baik) 4 (baik) 5 (baik sekali)
Gambar 28. Hasil Kuesioner tipe B bagi Pembeli.
Jawaban pertanyaan kuesioner tipe B bagi pembeli umumnya berada antara
selang 1 (kurang) hingga 3 (cukup baik). Hal ini diduga karena pembeli kurang
mendapatkan informasi mengenai kura-kura dan tidak tereksposnya pembeli
dengan Pemerintah yang mengatur perdagangan satwaliar, khususnya kura-kura.
Sebagian besar penjual menyatakan bahwa kinerja dan konsistensi Pemerintah
dalam mengelola konservasi jenis kura-kura dan jenis satwaliar lainnya berada
dalam penilaian ”cukup baik” hingga ”baik”, sedangkan penilaian pembeli lebih
rendah karena masih ada yang menjawab ”kurang”. Demikian pula mengenai
masalah ketersediaan informasi dan pengetahuan mengenai konservasi, diduga
bahwa penilaian yang lebih positif terhadap hal ini ditunjang oleh pembinaan
pemerintah kepada penjual sedangkan kurangnya pembinaan berdampak
kurangnya pengetahuan pembeli terhadap hal tersebut.
44
PEMBAHASAN
A. Segmentasi Pasar
Lokasi yang dipilih untuk pengamatan pada survei lapangan adalah Jalan
Kartini (dekat Pasar Baru), Pasar Kemuning (Jatinegara), Jalan Barito (dekat Blok
M Plaza) dan Kemang. Lokasi-lokasi tersebut di atas mewakili 3 segmentasi
pasar bagi jenis kura-kura darat dan kura-kura air tawar di Jakarta, yaitu (1) satwa
peliharaan untuk kelas menengah ke bawah di lokasi Pasar Kemuning
(Jatinegara), Jalan Kartini dan Jalan Barito; (2) satwa peliharaan untuk kelas
menengah di lokasi Jalan Barito dan Jalan Kartini; (3) satwa peliharaan untuk
kelas atas di lokasi Jalan Kartini dan Kemang.
Segmentasi tersebut dibentuk berdasarkan harga komoditi yang ditawarkan.
Harga kura-kura untuk pasar menengah ke bawah berkisar antara Rp 10 ribu-75
ribu, harga untuk kelas menengah berada pada kisaran Rp 75 ribu-500 ribu
sedangkan kisaran harga untuk kelas atas berada di atas Rp 500 ribu.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jenis-jenis asing menjadi komoditi
dominan yang dijual pada lokasi pengamatan, kecuali untuk Pasar Kemuning
Jatinegara. Jenis-jenis yang sangat umum dan umum dijumpai dijual di lokasi-
lokasi pengamatan adalah jenis-jenis lokal C. amboinensis, S. crassicollis dan H.
spinosa serta T. scripta elegans dan jenis asing P. sinensis (Tabel 1). Ada 5 jenis
yang umum diperjualbelikan (2 jenis lokal: M. rugosa, N. platynota; 3 jenis asing:
C. serpentina, M. ocellata, O. sinensis), sedangkan sisanya merupakan jenis yang
jarang diperjualbelikan.
Fenomena serupa juga dicatat oleh Nijman & Shepherd (2007) di Thailand
dan Goh & O’Riordan (2007) di Singapura, dimana jenis-jenis asing mendominasi
jenis yang dijual di pasar-pasar setempat. Sebaliknya, Shepherd et al. (2004b)
mencatat bahwa jenis-jenis asli C. amboinensis, H. spinosa dan A. cartilaginea
adalah jenis kura-kura yang umum diperdagangkan di Medan.
T. scripta elegans dan P. sinensis adalah 2 jenis yang sudah ditangkarkan
secara besar-besaran (Ades et al. 2000; Lau et al. 2000; Lau & Shi 2000; Nijman
& Shepherd 2007) di beberapa negara Asia seperti China (Lau & Shi 2000; Lau et
al. 2000), Vietnam (Hendrie 2004), Thailand (Lau et al. 2000), Taiwan (Chen et
45
al. 2000) dan diduga telah membentuk populasi introduksi di beberapa negara
seperti Filipina (Regodos & Schoppe 2005), Taiwan (Chen et al. 2000) dan Hong
Kong (Lau et al. 2000). Keduanya merupakan jenis yang mudah beradaptasi
dengan perubahan lingkungan, berbiak dengan cepat dibandingkan jenis lainnya
serta bertumbuh dengan cepat. Kedua jenis ini adalah jenis kura-kura yang
banyak diekspor ke negara-negara lain, termasuk Indonesia.
Bila dilihat dari data impor kura-kura asing yang masuk ke Indonesia
(Lampiran 3), dapat dilihat bahwa jumlah yang masuk setiap tahun sejak 1979-
2006 tidak melampaui 200 ekor/jenis atau 3.459 ekor secara keseluruhan (469
ekor selama tahun 2006). Hasil pengamatan di 4 lokasi (Tabel 2) menunjukkan
jumlah individu jenis asing yang ditawarkan cukup banyka (144 ekor), padahal
pengamatan belum mencakup seluruh wilayah Jakarta yang sangat luas yang
membuka peluang keberadaan cukup banyak toko-toko atau penjual kura-kura
eceran yang menjual dalam jumlah sedikit namun secara kumulatif cukup banyak
jumlahnya. Shepherd & Nijman (2007) menemukan 1439 ekor dari 26 jenis asing
pada survei serupa di wilayah Jakarta pada tahun 2004, 18 jenis di antaranya
termasuk dalam Apendiks CITES.
Selain itu, pasar kura-kura pet tidak hanya di Jakarta saja namun juga telah
berkembang ke kota-kota lainnya seperti Surabaya dan Malang (Haryanto
pers.comm.; Gunawan pers.comm.) serta beberapa kota besar lainnya di
Indonesia. Dengan demikian, patut diduga bahwa jumlah jenis asing yang masuk
ke Indonesia melampaui angka impor resmi tersebut dan patut diduga sebagian
atau seluruhnya masuk secara ilegal ke Indonesia.
Pengamatan di lokasi lain yaitu Jalan Sumenep dan Pasar Jatinegara (depan
Stasiun Jatinegara) memperlihatkan bahwa kedua lokasi tersebut merupakan pusat
penjualan beragam jenis ikan hias, jenis air tawar dan air laut, dengan
kelengkapannya (akuarium, tumbuhan hias akuarium, alat-alat akuarium, batu hias
dan karang hidup dan karang mati) sebagai komoditi utama dan menjual jenis
kura-kura darat dan kura-kura air tawar sebagai tambahan/sampingan saja.
Lokasi Jalan Sumenep merupakan salah satu penyedia ikan hias air laut
terbesar di Jakarta, dan diperkirakan untuk kelas menengah ke atas dengan
melihat harga komoditi yang tinggi dan jenis-jenis yang dijual sangat beragam
46
serta unik/khas, sedangkan lokasi Pasar Jatinegara untuk kelas menengah ke
bawah mengingat harga penawaran yang tidak terlalu tinggi dan jenis-jenis yang
dijual adalah jenis yang umum (seperti ikan Mas koki, ikan Cupang, ikan Botia,
Lobster hias). Di kedua lokasi tersebut, beberapa jenis kura-kura juga dijual
namun dalam jumlah yang kecil serta jenis-jenis yang umum dijual seperti T.
scripta elegans atau H. spinosa. Dengan demikian, kedua lokasi ini tidak terlalu
signifikan sebagai pusat penjualan kura-kura air tawar dan kura-kura darat
sebagaimana Jalan Barito, Kemang, Jalan Kartini atau Pasar Kemuning.
Adanya pasar maya (cyber market) meningkatkan ketersediaan kura-kura di
pasaran karena menyediakan akses bagi calon pembeli untuk dapat memperoleh
kura-kura pet tanpa harus membeli langsung di pasar konvensional, seperti Jalan
Barito atau Pasar Kemuning (Tabel 3). Anonimitas pembeli dan penjual juga
menjamin keamanan kedua belah pihak, utamanya bila jenis yang akan
ditransaksikan adalah jenis-jenis dilindungi atau bila pembeli tidak ingin
identitasnya diketahui umum.
Informasi yang tersedia dan ditampilkan pada situs, misalnya kondisi kura-
kura, ukuran, harga penawaran serta cara transaksi yang disediakan, termasuk
nomor telepon atau alamat e-mail. Pembayaran dilakukan melalui transfer antar
rekening bank atau dibayar langsung bila kura-kura yang telah dibeli dikirimkan
ke pembeli. Pengiriman kura-kura yang telah dibeli biasanya dilakukan oleh
pihak ketiga, kecuali bagi pembeli yang telah dikenal oleh penjual. Metode
pengiriman dan pembayaran yang lain juga dapat dilakukan sesuai kesepakatan
pembeli dan penjual. Karakteristik-karakteristik ini yang membedakan pasar
maya dengan pasar tradisional (Tabel 4).
B. Dinamika Pasar
Menurut para penjual, daerah-daerah yang menjadi pemasok utama adalah
Sumatra Selatan, Lampung, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah, Sulawesi
Tengah, Papua dan Papua Barat serta Jawa Barat. Harga penawaran jenis asli
yang lebih murah dibandingkan jenis asing diduga dapat menjangkau segmentasi
konsumen yang lebih luas dengan kemampuan membeli yang beragam sehingga
permintaannya cukup tinggi. Apalagi, sebagian jenis asli juga dimanfaatkan
47
sebagai bahan makanan dan bahan obat-obatan dimana permintaannya relatif
konstan dibandingkan dengan permintaan pasar pet yang lebih fluktuatif dan
sesuai trend yang ada.
Masih tersedianya jenis lokal disebabkan masih adanya pasokan dari daerah-
daerah penangkapan ke Jakarta walaupun jumlahnya menurun, baik untuk
dimanfaatkan sebagai bahan makanan (konsumsi) maupun sebagai satwa
peliharaan. Adanya penurunan pasokan dari daerah penangkapan ke pusat
penjualan di Jakarta maupun berkurangnya jumlah wilayah penangkapan diduga
menunjukkan adanya kemungkinan penurunan populasi alami kura-kura, baik
jumlah individunya maupun jumlah populasinya serta sebaran populasi alami
yang ada. Penelitian Widagti (2007) di wilayah Kalimantan Timur untuk jenis C.
amboinensis memperlihatkan bahwa telah terjadi penurunan hasil panen sejak
tahun 2000. Estimasi jumlah panenan saat ini sebanyak 7500 individu/tahun dan
diduga masih sustainable, walaupun untuk wilayah yang sama pada tahun 1996-
1999, panenan mencapai 1000 individu/minggu atau lebih dari 50.000
individu/tahun.
Fenomena yang sama juga dicatat oleh Shepherd (2000) yang menunjukkan
bahwa jumlah labi-labi yang diekspor dari Sumatra Utara ke luar negeri selama
tahun 1996-1998 berjumlah 715.192 ekor (1996), 423.100 ekor (1997) dan
358.927 ekor (1998), yang menunjukkan adanya penurunan dari tahun ke tahun.
Di Vietnam bagian Selatan, penurunan populasi C. amboinensis juga terjadi
seperti yang dicatat oleh Stuart (2004) dan kemungkinan juga akan terjadi pada M.
subtrijuga di wilayah yang sama. Platt et al. (2007) menyatakan bahwa
peningkatan perdagangan kura-kura di Myanmar, dapat mendorong penurunan
populasi alami.
Untuk penawaran jenis-jenis asing atau jenis-jenis yang berharga mahal,
jumlah individu yang dipajang umumnya berjumlah 1 ekor dan tidak lebih dari 3
ekor. Dari keterangan penjual, diketahui bahwa stok untuk jenis-jenis tersebut
masih ada dan disimpan di tempat lain serta akan diambil bila perlu. Hal serupa
juga dicatat oleh Goh & O’Riordan (2007) di Singapura. Pengaturan ini diduga
untuk menjamin keamanan penjual, utamanya bila jenis yang ditransaksikan
48
adalah jenis yang dilindungi serta melindungi kura-kura yang berharga mahal dari
kemungkinan stres akibat perpindahan yang tidak perlu.
Selain itu, penjual juga menyatakan bahwa bila jenis atau jumlah individu
yang diminta calon pembeli tidak ada maka mereka dapat mengupayakannya dari
penjual lain (di tempat yang sama atau di tempat lain) atau dari pemasok.
Keterangan ini menambahkan informasi baru bahwa ada jaringan antar penjual,
serta adanya pemasok yang menyediakan barang jualan. Luas jaringan tidak
diketahui dan tidak diketahui berapa penjual yang saling terkait. Pemasok tidak
diketahui dengan pasti walaupun ada informasi dari penjual bahwa pemasok
utama berada di wilayah Bekasi, Karawang dan Bintaro.
Para penjual menyatakan tingkat perdagangan kura-kura darat dan kura-kura
air tawar tidak menurun walaupun terjadi pengurangan pasokan dari daerah. Hal
ini terjadi karena kekosongan suplai ditutupi oleh ketersediaan jenis-jenis asing
yang cukup banyak, baik dalam keragaman jenis yang cukup tinggi maupun
jumlah individu yang cukup memadai. Mereka menyatakan bahwa minat untuk
memelihara kura-kura bertumbuh dengan semakin banyaknya tempat penjualan
dan jenis yang tersedia. Pada awalnya, pemeliharaan jenis asing masih bersifat
eksklusif oleh konsumen yang memiliki cukup uang dan koneksi untuk
mendatangkan jenis-jenis tersebut namun dengan bertambahnya outlet satwaliar di
Jakarta, maka eksklusivitas pemeliharaan jenis asing yang langka atau unik sudah
berkurang. Tingkat pendapatan masyarakat yang lebih tinggi di Jakarta (untuk
kelas menengah ke atas) dan adanya gengsi mendorong tumbuhnya minat untuk
memelihara satwaliar.
C. Selera Pasar
Secara umum, ukuran yang diminati atau yang tersedia di lokasi pengamatan
adalah ukuran kecil (3-6 cm), kecuali untuk Jalan Barito yang didominasi ukuran
sedang (Gambar 7). Namun dari catatan pengamatan diketahui bahwa individu
ukuran sedang yang banyak dijual di Jalan Barito memiliki ukuran yang lebih
mendekati ukuran kecil (sedikit lebih besar dari 6 cm). Hal ini diduga terkait
dengan beberapa hal yaitu: (1) individu berukuran kecil berharga lebih murah
sehingga mempunyai kemungkinan lebih besar untuk terjual; (2) individu
49
berukuran kecil lebih mudah diangkut oleh penjual atau pembeli; (3) nilai
kerugian pembeli tidak terlalu besar apabila individu yang dibelinya dalam ukuran
kecil, yang berharga lebih murah dibandingkan individu berukuran besar, mati
dalam waktu singkat.
Harga penawaran terendah berlaku untuk jenis yang paling banyak dijual
yaitu Kura-kura Ambon Cuora amboinensis dan Kura-kura Brasil Trachemys
scripta elegans (Gambar 8 s/d Gambar 11). Harga penawaran tertinggi untuk
setiap lokasi adalah jenis Kura-kura radiata atau Radiated Tortoise Astrochelys
(Geochelone) radiata dengan harga tertinggi berada pada angka Rp 32 juta
(Kemang) hingga Rp 35 juta (Jalan Kartini)(pada kurs US$ 1 = Rp 9.500 setara
dengan US$ 3.368,4 dan US$ 3.684,2)(Gambar 9 dan Gambar 10). Harga tinggi
tersebut terkait dengan biaya pengangkutan dari tempat asal yang jauh, status
kelangkaan dan perlindungan jenis di tempat asalnya serta karakteristik unik yang
dimiliki (warna dan corak karapas yang indah, perilaku yang non-agresif namun
menarik). Kisaran harga individu berdasarkan Shepherd & Nijman (2007) berada
pada selang US$ 2,2 – US$ 278, dan hal ini diduga terkait dengan ukuran individu
yang ditawarkan jauh lebih kecil dibandingkan dengan ukuran individu berharga
termahal berdasarkan survei di Kemang dan jalan Kartini.
Diduga individu-individu yang dijual dengan harga tinggi tersebut
merupakan hasil pemeliharaan dengan melihat ukurannya yang besar (>25 cm)
dan kondisi kesehatan tubuh dan karapasnya yang baik, ditambah dengan
karakteristik karapas yang agak membukit (pyramiding atau high-domed), yang
menunjukkan adanya asupan makanan yang cukup atau berlebih. Individu-
individu tersebut dititipkan kepada penjual untuk dijual kembali, diduga karena
pemilik lama ingin memelihara jenis lain karena bosan atau kura-kura tersebut
sudah terlalu besar.
Nijman & Shepherd (2007) mencatat harga yang cukup tinggi di Thailand
untuk jenis Astrochelys radiata (US$ 72-230), Geochelone gigantea (US$ 2009)
dan Geochelone sulcata (US$ 143-244). Shepherd et al. (2004a) mendata harga
Geochelone elegans di Malaysia sebesar US$ 17.10-52.10 untuk ukuran kecil
serta US$ 49.50-216.15 untuk ukuran besar. Harga penawaran yang tinggi
50
tersebut menyebabkan jenis-jenis ini termasuk yang paling sering diselundupkan
dari tempat asalnya (range state) untuk diperdagangkan di negera-negara lain.
Sebagian besar pembeli membeli kura-kura darat dan kura-kura air tawar
untuk dijadikan satwa peliharaan karena kemudahan perawatan, biaya perawatan
tidak terlalu mahal, daya tahan dan usia yang panjang serta kurangnya agresivitas
kura-kura darat (kecuali pada beberapa jenis kura-kura air tawar), walaupun
sebagian besar jenis yang dibeli memiliki harga yang tinggi.
Umumnya, pembeli tidak mengetahui status perlindungan jenis yang
dibelinya, walaupun di beberapa penjual terdapat poster keluaran Pemerintah yang
mendeskripsikan mengenai jenis-jenis yang dilindungi. Beberapa orang calon
pembeli tidak terlalu peduli dengan status perlindungan tersebut dan tetap
berminat memiliki kura-kura darat atau kura-kura air tawar, baik yang merupakan
jenis Indonesia maupun jenis asing.
Umumnya pembeli yang ditemui di lokasi pengamatan adalah pembeli yang
memiliki anggaran mulai dari puluhan ribu hingga beberapa juta rupiah (antara 2-
3 juta rupiah). Pembeli dengan anggaran yang lebih besar biasanya merupakan
pelanggan khusus yang bertransaksi melalui telepon, sehingga identitasnya tidak
diketahui.
D. Pemanfaatan Lainnya
Selain dimanfaatkan sebagai satwa peliharaan, kura-kura sudah lama
dikonsumsi sebagai makanan dan sebagai bahan obat-obatan di Asia (Ades et al.
2000; Chen et al. 2000; Compton 2000; Hendrie 2000; Lau & Shi 2000; Lau et al.
2000; Touch et al. 2000; van Dijk 2000; van Dijk et al. 2000b; Shepherd et al.
2004b). Di Jakarta, salah satu lokasi yang menjual kura-kura untuk keperluan
konsumsi dan religius adalah Pasar Petak Sembilan yang berada di lingkungan
Pecinan Glodok.
Pasar ini merupakan pasar yang menjual beragam komoditi yang memenuhi
kebutuhan etnis Tionghoa. Beberapa contoh komoditi perdagangan yang dapat
ditemui di sini antara lain kaki kodok, sirip ikan hiu, alat dan kebutuhan
sembahyang, undur-undur (obat penyakit Kencing manis, dll) serta obat
tradisional China dalam bentuk racikan dan obat pabrikan (dibuat di China).
51
Ada 4 orang penjual kura-kura yang ditemui di pasar ini. Jenis kura-kura
yang dijual ada 4 jenis yaitu Amyda cartilaginea, Dogania subplana, Cuora
amboinensis dan Notochelys platynota. Dua jenis pertama dimanfaatkan sebagai
bahan makanan dan bahan obat-obatan, dengan harga penawaran Rp 60.000/kg
(daging), Rp 50.000/botol (minyak bulus) serta Rp 40.000 (empedu). Tulang-
tulangnya juga masih dapat dijual untuk bahan obat-obatan senilai Rp 15.000/kg.
Di pasar ini juga dapat ditemui penjual makanan berbahan dasar labi-labi,
yang disebut pie oh dalam bahasa Tionghoa, biasanya dimasak dalam bentuk Nasi
tim dengan harga penawaran Rp 35.000/porsi. Ada 2 tempat yang diketahui di
wilayah ini yang menjual masakan berbahan dasar labi-labi, 1 tempat berada di
dalam lingkungan Pasar Petak Sembilan sedangkan 1 tempat lagi berada di Jalan
Pancoran (sebelah utara Petak Sembilan).
Dua jenis lainnya digunakan sebagai bahan sembahyang pada kegiatan
religius tertentu, untuk dilepaskan di sungai/kolam/danau/hutan sebagai amal
untuk memperoleh karma baik (good karma) sehingga dapat bereinkarnasi ke
dalam wujud yang lebih baik pada kehidupan selanjutnya dan memperoleh rejeki
yang melimpah (Chen et al. 2000; Saputra, pers.comm.). Kura-kura yang akan
dilepaskan biasanya ditulisi kalimat-kalimat menggunakan huruf China pada
punggungnya. Kura-kura dipilih karena memiliki umur yang panjang dan
dipercaya merupakan mahluk yang memiliki kekuatan supranatural. Harga
penawaran Rp 30.000/ekor tanpa membedakan ukuran dan jenis.
E. Penegakan Hukum
Ada 3 jenis asli Indonesia yang telah dilindungi sesuai ketetntuan PP No 7
tahun 1999 (Dephut 1999) ternyata tetap diperjualbelikan di lokasi pengamatan
(Tabel 2), yaitu Kura-kura moncong babi Carettochelys insculpta, Biuku Batagur
baska dan Bajuku Orlitia borneensis. Ketiga jenis tersebut diidentifikasi sebagai
jenis yang terancam karena tingginya perdagangan sebagai bahan makanan (Van
Dijk et al. 2000). Jenis Biuku Batagur baska bahkan memiliki status
perlindungan paling tinggi untuk ketiga status, yaitu Dilindungi (Indonesia), CR
(IUCN) serta Apendiks I (CITES). Ke-13 jenis Indonesia lainnya mempunyai
status tidak dilindungi. Shepherd & Nijman (2007) menemukan bahwa 6 jenis
52
kura-kura Indonesia yang telah dilindungi diperdagangkan selama tahun 2004 di
wilayah Jakarta.
Berdasarkan Red List IUCN, sebagian besar jenis-jenis yang
diperdagangkan di Indonesia berstatus VU atau vulnerable atau rawan (IUCN
2007), dimana jenis dimaksud belum mencapai kategori Genting atau Terancam
namun mengalami resiko besar untuk punah di alam dalam jangka menengah
karena penurunan ukuran populasi, penyebaran terbatas serta kecilnya ukuran
populasi (IUCN 1994). Status ini masih menggunakan kategori dan kriteria versi
2.3 tahun 1994 (IUCN 1994) dan belum direvisi dengan kategori dan kriteria versi
3.1 tahun 2000 (IUCN 2001).
Sebagian besar jenis yang terdaftar di atas merupakan jenis Apendiks II
CITES, dimana jenis belum terancam kepunahan namun akan mengalaminya bila
perdagangan untuk jenis dimaksud diatur. Regulasi CITES telah diterapkan ke
dalam sistem peraturan perundang-undangan Indonesia yaitu PP No. 8 tahun 1999
dan KepMenhut No. 447 tahun 2003, sehingga pengaturan pemanenan dalam
negeri juga dapat diselaraskan dengan upaya pengendalian perdagangan ke dalam
negeri dan ke luar negeri.
Penegakan hukum atas peredaran jenis kura-kura di Indonesia, khususnya
bagi jenis-jenis dilindungi maupun yang tidak disertai dokumen yang sah (SATS-
DN atau SATS-LN) telah dijalankan oleh instansi Kehutanan di Pusat
(Departemen Kehutanan) maupun Daerah (Balai KSDA dan Balai TN). Sebagian
besar kasus yang ditemui merupakan pelanggaran peredaran tanpa dilengkapi
dokumen yang sah dan peredaran jenis dilindungi, termasuk upaya penyelundupan
ke luar negeri (Lampiran 4). Sebagian kasus sudah diperkarakan di pengadilan
atau sudah memiliki vonis hukum namun sebagian lainnya diperlakukan dengan
pembinaan kepada pelaku dan penyitaan satwaliar ilegal dimaksud. Satwaliar
yang disita direhabilitasi di fasilitas BKSDA/Dephut atau Pusat Penyelamatan
Satwa (PPS) dan sebagian di antaranya sudah dilepasliarkan di habitat asalnya
(Makur 2006).
Keberadaan pasar maya meningkatkan tingkat kesulitan pengawasan
peredaran tumbuhan dan satwaliar mengingat sifatnya yang tertutup dan tidak
memiliki tempat/lokalita tertentu. Dengan memanfaatkan teknologi, transaksi
53
dapat dilakukan tanpa tatap muka dan dengan pembayaran melalui ATM atau
bank. Pola pengiriman tergantung negosiasi antara pembeli dan penjual, biasanya
dengan memanfaatkan pihak ketiga kecuali bila penjual dan pembeli sudah saling
kenal.
Jenis-jenis yang dilindungi, yang memiliki daya tarik kuat bagi sebagian
peminat, dijajakan dengan bebas pada situs-situs yang ada dan pengendaliannya
sulit dilakukan secara maya dan harus dilakukan melalui pengawasan peredaran di
pelabuhan-pelabuhan, jalan raya dan pemasok di daerah. Dengan demikian,
suplai bagi setiap pemilik situs dapat dikurangi dan menekan perdagangan kura-
kura darat dan kura-kura air tawar yang dilindungi. Sisi negatif yang muncul
adalah bila tingkat perlindungan suatu spesies semakin tinggi maka semakin
menarik pula citranya sehingga harga penawarannya semakin tinggi dan
mendorong penangkapan lebih intensif di alam. Fenomena serupa juga dicatat
oleh Shepherd & Nijman (2007). Hal ini perlu diwaspadai sehingga upaya
perlindungan tidak menjadi bumerang bagi kelestarian jenis dimaksud.
Penyelundupan merupakan ancaman utama perdagangan antar negara dan
sejauh ini upaya pengendalian telah dilakukan oleh pengelola walaupun belum
optimal. Beberapa upaya penyelundupan ke luar negeri dapat digagalkan namun
diduga masih ada penyelundupan yang berhasil dilakukan, baik melalui jalur
utama ekspor (pelabuhan atau bandara besar) maupun melalui jalur tersendiri,
seperti Tembilahan (Shepherd, pers.comm.). Pada tahun 2003, terjadi penyitaan
sebanyak ± 1.000 ekor Carettochelyus insculpta di Jakarta (2003) dan ± 7.000
ekor di Surabaya (2003). Dari jumlah tersebut, 2.862 ekor telah dikembalikan ke
Papua dan 516 ekor di antaranya telah dilepasliarkan di habitat alaminya (Makur
2006). Jenis ini adalah jenis endemik Papua bagian Selatan hingga ke Papua
Nugini dan Australia bagian utara (Bargeron 1997; Rhodin & Genorupa 2000;
Georges et al. 2006).
F. Pengelolaan Pemanfaatan Satwaliar
Sesudah Indonesia meratifikasi Konvensi CITES pada tahun 1978 (Presiden
RI 1978), maka pelaksanaan perdagangan satwaliar Indonesia ke luar negeri
dilakukan sesuai ketentuan CITES yang berlaku. Mekanisme pengaturan dalam
54
negeri juga sudah diatur melalui penyerapan ketentuan CITES dalam peraturan
perundang-undangan yang ada, seperti dalam PP No. 7 tahun 1999 (Dephut 1999)
dan KepMenhut No. 447 tahun 2003 (Dephut 2003).
Beberapa jenis kura-kura darat dan kura -kura air tawar Indonesia yang
banyak diekspor ke luar negeri dan diketahui telah mengalami penurunan populasi
alami perlu dikurangi kuotanya atau dihentikan sama sekali. Faktanya, penurunan
pasokan dan pengurangan wilayah tangkapan telah terjadi sehingga
mengindikasikan adanya penurunan populasi alami yang perlu diantisipasi dengan
pengurangan kuota tangkap. Kuota yang ditetapkan setiap tahun oleh Dirjen
PHKA adalah kuota tangkap di seluruh Indonesia untuk setiap jenis satwaliar
Indonesia yang diperdagangkan dan maksimal 90% dari jumlah tersebut yang
diijinkan untuk diekspor.
Jenis-jenis Amyda cartilaginea dan Cuora amboinensis adalah jenis-jenis
yang banyak diekspor dan harus dijamin bahwa populasi alaminya tidak
terganggu oleh perdagangan. Jenis-jenis dilindungi seperti Batagur baska dan
Carettochelys insculpta merupakan jenis-jenis yang terancam kepunahan dan
seharusnya tidak lagi diperdagangkan di dalam negeri dan ke luar negeri.
Hal-hal yang dapat memperkuat implementasi aturan-aturan tersebut dalam
upaya konservasi satwaliar di dalam negeri antara lain: (1) pengisian data dasar
setiap jenis satwaliar Indonesia yang terkini dan akurat, (2) penentuan kuota
berdasarkan data dasar populasi alami yang terkini dan akurat, (3) penetapan dan
pengawasan wilayah tangkapan serta (4) pengendalian peredaran antar daerah, (5)
penegakan hukum atas pelanggaran pengendalian peredaran dan perdagangan
satwaliar, (6) penguatan kelembagaan pengelola (Dephut) dan asosiasi eksportir
serta (7) penyederhanaan lebih lanjut birokrasi ekspor/impor satwaliar. Dengan
demikian, perdagangan jenis-jenis satwaliar Indonesia termasuk kura-kura darat
dan kura-kura air tawar di Indonesia berlangsung dengan dasar ilmiah yang kuat,
prosedur administratif yang efektif dan dapat dipertanggungjawabkan serta
penegakan hukum yang konsisten atas pelanggaran.
Keberadaan asosiasi IRATA sangat mendukung upaya Pemerintah mengatur
perdagangan satwaliar Indonesia, utamanya ekspor ke luar negeri. Asosiasi
IRATA sudah mengikuti ketentuan jumlah pemanenan (kuota), mekanismen
55
pengiriman yang berlaku (SATS-DN), mengatur pembagian kuota yang telah
ditetapkan Pemerintah di antara anggotanya serta menerbitkan surat pengantar
bagi pengurusan CITES Permit untuk setiap Eksportir yang akan melakukan
ekspor.
Dorongan dan pembinaan Pemerintah untuk asosiasi sangat penting,
utamanya untuk menekan intensitas pelanggaran, kerjasama dalam pengurusan
CITES Permit, pemeriksaan stok Eksportir, saling mendukung dalam konteks
Perdagangan Internasional (utamanya bila terjadi permasalahan yang mengancam
terhambatnya kuota ekspor Indonesia ke luar negeri, misalnya dengan ban
(penghentian) ekspor impor) serta saran-saran asosiasi untuk perbaikan birokrasi
perijinan dan pengurusan usaha Eksportir.
Salah satu hal penting yang perlu dicari solusinya adalah belum adanya
dasar yang tepat dan akurat untuk penentuan kuota (Saputra pers.comm.).
Pengaturan kuota belum menyerap pengetahuan Eksportir mengenai kondisi di
lapangan, yang seringkali lebih mengetahui keberadaan populasi suatu jenis yang
akan diekspor melalui informasi para penangkap atau pengumpulnya di lapangan.
Selain itu, penetapan kuota tangkap juga tidak didasarkan pada data ilmiah yang
memadai mengenai jenis-jenis yang akan dimanfaatkan sehingga kuota tangkap
yang ditetapkan setiap tahun perlu dipertanyakan keabsahannya secara ilmiah.
Permasalahan yang belum dapat diatasi secara menyeluruh adalah
penyelundupan ke luar negeri melalui beberapa titik rawan seperti Tembilahan
(Shepherd pers.comm.; Saputra pers.comm.), perbatasan Kalimantan bahkan juga
melalui pelabuhan dan bandara besar seperti Pelabuhan Tanjung Priok dan
Bandara Soekarno-Hatta. Upaya penghentian penyelundupan belum memadai dan
perlu melibatkan kerja sama para pihak seperti Bea Cukai DepKeu, Administratur
Pelabuhan, Kepala Bandara, Balai Karantina Hewan Deptan serta dukungan LSM
terkait. Penyelundupan dapat mengancam kelestarian populasi alami jenis-jenis
asli Indonesia dan menekan para pengusaha legal yang mencoba mengikuti aturan
main.
Kegiatan pembinaan dan operasi peredaran tumbuhan dan satwaliar (TSL) di
seluruh wilayah Jakarta sudah dilaksanakan oleh BKSDA DKI Jakarta untuk
menekan perdagangan ilegal satwaliar, utamanya lokasi rawan seperti Jalan Barito
56
dan Pasar Pramuka. Pasar Pramuka masih merupakan lokasi penjualan satwaliar
terbesar di Jakarta namun saat ini bentuk kegiatannya lebih tertutup karena
kegiatan penertiban/pengawasan peredaran TSL cukup sering dilakukan di
wilayah ini.
Beberapa kali kegiatan operasi berhasil menyita berbagai jenis satwaliar,
termasuk jenis-jenis yang sudah dilindungi seperti Kura-kura moncong babi
Carettochelys insculpta. Satwa-satwa hasil sitaan sudah dibawa ke Pusat
Penyelamatan Satwa (PPS) Tegal Alur untuk dirawat dan sebagian sudah
dilepaskan kembali ke habitat aslinya. BKSDA DKI Jakarta juga menerbitkan
beberapa macam brosur dan poster mengenai satwaliar dan upaya konservasinya
untuk disebarluaskan kepada masyarakat, termasuk ditempel di kios-kios penjual
satwaliar.
G. Implementasi Terhadap Pengelolaan Satwaliar
Secara keseluruhan, beberapa hal yang telah dibahas di atas menunjukkan
bahwa perdagangan lokal belum berlangsung secara lestari dan masih berpeluang
menyebabkan kepunahan populasi alami. Hal ini disebabkan karena masih
adanya pemanenan di daerah-daerah yang ditandai dengan masih adanya pasokan
ke Jakarta dalam jumlah cukup banyak termasuk untuk jenis-jenis dilindungi.
Selain itu, pengawasan peredaran yang belum optimal oleh Pemerintah,
penegakan hukum yang belum konsisten serta adanya bentuk pemanfaatan lain
yang bersifat budaya (makanan dan religi) merupakan faktor lain yang dapat
menekan kelestarian populasi alami.
Upaya pengendalian harus dioptimalkan dengan: (1) mengoptimalkan
pengawasan pelabuhan-pelabuhan laut dan penyeberangan serta jalan darat antar
provinsi, (2) meningkatkan pengawasan peredaran di pasar-pasar satwaliar serta
(3) meningkatkan pengelolaan ekspor kura-kura ke luar negeri melalui pelabuhan
ekspor. Tempat-tempat ini merupakan titik-titik rawan dalam jaringan peredaran
satwaliar namun seharusnya masih dapat dikendalikan karena skalanya lebih
kecil. Kesulitan lebih besar adalah bila pengawasan dan pengendalian dilakukan
di wilayah-wilayah penangkapan, dimana jumlah penduduk lebih banyak dan
57
wilayahnya lebih luas namun lembaga pengelola (Balai KSDA, Balai TN) hanya
memiliki sejumlah kecil sumber daya (anggaran, peralatan, tenaga).
Penegakan hukum secara konsisten juga harus dilakukan pada pemasok dan
penjual yang menjual jenis-jenis dilindungi sehingga akan mempersempit pasar
bagi jenis-jenis dilindungi yang terancam kepunahan. Penegakan hukum juga
perlu diperluas terhadap pemilik satwaliar yang dilindungi tanpa pandang bulu
sehingga meningkatkan kepercayaan publik dan dapat mendorong peningkatan
kesadaran untuk tidak memelihara jenis-jenis yang dilindungi. Apabila
pengendalian telah dapat dilakukan dengan efektif pada ujung rantai perdagangan,
maka pengetatan peredaran dapat ditarik mundur ke arah wilayah penangkapan
hingga akhirnya seluruh rantai perdagangan dapat dikendalikan untuk tujuan
kelestarian jenis hayati.
Kerja sama dengan berbagai instansi terkait perlu digalang untuk
memperkuat sumber daya yang terbatas pada institusi pengelola (Departemen
Kehutanan) dan dilanjutkan dengan program-program peningkatan wawasan
konservasi masyarakat dan penyediaan data ilmiah populasi alami bekerja sama
dengan LSM dan perguruan tinggi. Semua kebutuhan ini sebenarnya telah
dirumuskan oleh masing-masing instansi namun pelaksanaannya masih bersifat
sektoral dan belum optimal. Kekurangan sumber daya (kuantitas dan kualitas
SDM, kuantitas dan kualitas peralatan, dana) merupakan hambatan dalam
pelaksanaan program konservasi satwaliar.
Upaya konservasi kura-kura darat dan kura-kura air tawar melalui
penangkaran dapat ditingkatkan dengan mempermudah perijinan, penyediaan
induk melalui pemanfaatan hasil sitaan dan penangkapan terbatas di alam, insentif
pengurangan pajak, penerbitan aturan khusus yang mengijinkan penjualan kura-
kura darat dan kura-kura air tawar hanya untuk hasil penangkaran dan tidak untuk
hasil tangkapan alam. Kendala yang dihadapi bersifat internal dimana kura-kura
memiliki usia kematangan kelamin dan usia hidup yang lama, jumlah telur sedikit
serta pertumbuhannya lambat sehingga akan mengurangi minat penangkar karena
dapat menghabiskan biaya yang besar dan bersifat tidak ekonomis.
Jenis-jenis kura-kura air tawar punggung lunak (Amyda cartilaginea,
Dogania subplana, Pelochelys cantori) yang umumnya bertumbuh lebih cepat
58
dibandingkan kura-kura darat dan kura-kura air tawar lainnya, merupakan jenis-
jenis yang prospektif untuk dikembangkan dalam penangkaran untuk tujuan
konsumsi. Penangkaran untuk tujuan pemeliharaan (pet) dapat difokuskan pada
beberapa jenis yang paling menarik seperti Indotestudo forstenii, Cyclemys
dentata, Malayemys subtrijuga, dan Heosemys spinosa. Induk yang telah matang
kelamin perlu disediakan dalam jumlah cukup banyak untuk mempercepat
penyediaan stok dan indukan serta mengurangi penyulaman.
Upaya konservasi kura-kura darat dan kura-kura air tawar dapat diperkuat
bila peraturan perdagangan jenis satwaliar dalam negeri secara khusus dapat
diterbitkan dan mencakup ketentuan-ketentuan yang mengatur perdagangan jenis-
jenis asli yang ditangkap di berbagai wilayah Indonesia, jenis-jenis asli yang
ditangkarkan di Indonesia, jenis-jenis asing yang telah dilindungi di negara
asalnya yang masuk ke Indonesia dan jenis-jenis yang telah dimasukkan dalam
Apendiks CITES dan Red List IUCN. Dengan demikian, upaya pengendalian
peredaran satwaliar dalam negeri Indonesia akan sejalan dengan upaya
Internasional dalam melestarikan keanekaragaman hayati dunia melalui
pengendalian perdagangan satwaliar, termasuk beragam jenis kura-kura darat dan
kura-kura air tawar.
Dengan menimbang hal-hal yang telah dibahas di atas, maka beberapa hal
yang penting dilakukan adalah:
1. Revisi PP No. 7 tahun 1999 .
Jenis dilindungi dalam PP 7/1999 yang tidak terdapat di Indonesia, Chitra
indica, perlu direvisi dengan jenis asli Indonesia Chitra chitra. Penambahan
jenis yang sangat langka seperti Chelodina mccordi perlu dilakukan.
Beberapa jenis kura-kura Papua yang baru ditemukan dan sangat terbatas
sebarannya juga perlu diakomodasi dalam daftar dilindungi karena
sebarannya yang sangat terbatas. Selain itu, perlu ditambahkan pasal yang
menyatakan bahwa jenis yang baru ditemukan atau sudah ditemukan dan
berstatus dilindungi/tidak dilindungi namun telah diketahui berada dalam
ancaman kepunahan karena eksploitasi berlebihan atau sebarannya sangat
terbatas dapat ditetapkan sebagai jenis dilindungi secara temporer dengan
kewenangan Kepala BKSDA atau Kepala Balai TN sebelum diterbitkan
59
keputusan yang berkekuatan hukum lebih tinggi (Keputusan/Peraturan
Menhut, Keputusan/Peraturan Presiden, Peraturan Pemerintah). Dalam
revisi juga perlu dicantumkan penetapan bahwa pengaturan perdagangan
jenis di dalam negeri akan diatur dalam keputusan menteri tersendiri
sehingga dapat menjadi dasar keputusan Menteri Kehutanan yang khusus
mengatur perdagangan jenis hayati di dalam negeri, termasuk untuk jenis-
jenis asing.
2. Penerbitan aturan khusus perdagangan jenis satwaliar di dalam negeri.
Aturan ini tidak hanya mengatur perdagangan jenis-jenis asli saja namun
juga mencakup jenis asing. KepMenhut No 447 tahun 2003 belum cukup
mendetail mengatur perdagangan jenis satwaliar dalam negeri seperti
perdagangan satwaliar di pasar satwa atau toko satwa, pengendalian
kepemilikan satwaliar, perdagangan jenis hasil penangkaran sehingga
menciptakan celah yang dapat dimanfaatkan oleh penjual/pemasok. Selain
itu, keberadaan jenis asing perlu diakomodasi dalam aturan ini yang
diselaraskan dengan status perlindungannya di negara asal, penetapannya
dalam Red List IUCN serta pengaturan perdagangannya melalui konvensi
CITES. Acuannya didasarkan pada pasal tambahan dalam revisi PP 7/1999
sehingga keberadaan kedua aturan ini perlu disinkronkan kehadirannya.
3. Pengalihan sebagian kewenangan ke daerah.
Penetapan kuota seharusnya diikuti dengan penetapan wilayah tangkapan
oleh Kepala BKSDA atau Kepala Balai TN namun sejauh ini belum berjalan
dengan baik karena kurangnya sumber daya yang dimiliki oleh masing-
masing Balai. Hal ini dapat dibantu bila usulan penetapan wilayah
tangkapan untuk jenis tidak dilindungi dapat dilakukan oleh Pemda setempat
kepada BKSDA atau dilimpahkan sepenuhnya ke Pemda Provinsi dan
dilanjutkan dengan penetapan prosedur perijinan Penangkapan yang
melibatkan instansi daerah, termasuk adanya biaya perijinan melalui Perda.
Dengan demikian, Pemda akan turut bertanggung jawab mengatur
pemanfaatan jenis yang tidak dilindungi yang telah diberikan kuota dan
berpeluang meningkatkan PAD. Pengaturan jenis dilindungi masih perlu
berada di bawah kewenangan BKSDA atau Balai TN. Penerbitan Surat
60
Angkut Tumbuhan dan Satwaliar dalam negeri (SATS-DN) masih perlu
berada di bawah kewenangan BKSDA untuk mencegah eksploitasi
berlebihan atas jenis asli tidak dilindungi melalui penyalahgunaan surat
angkut oleh instansi daerah demi tujuan peningkatan PAD.
4. Lisensi dan pelaporan penjual satwaliar kepada Pemerintah.
Perlu dilakukan upaya pemberian lisensi bagi penjual satwaliar (melalui
BKSDA) dengan ketentuan setiap penjual satwaliar tidak boleh menjual
jenis-jenis dilindungi dan Pemerintah melakukan pengawasan (termasuk
pemeriksaan stok) dan pembinaan kepada penjual secara berkala. Selain itu,
penjual perlu menyampaikan laporan transaksi perdagangan satwaliarnya
kepada Pemerintah melalui pembuatan situs yang mudah diakses atau
pembukaan tempat pelaporan pada kantor-kantor BKSDA setempat. Pada
tahap awal, pelaporan bersifat sukarela namun pada jangka panjang dapat
diwajibkan. Hal ini akan menyediakan data perdagangan yang cukup akurat
dan memudahkan pengawasan peredaran. Permasalahan utama untuk
implementasinya adalah menyediakan tenaga yang cukup untuk
menanganinya serta kejujuran penjual untuk melaporkan transaksinya, yang
membuka peluang pula terjadinya kolusi antara penjual dan petugas
BKSDA.
5. Penambahan personil BKSDA yang menangani peredaran satwaliar dan
peningkatan kemampuannya.
Selain ketersediaan peraturan hukum yang menjadi dasar pelaksanaan
pengawasan peredaran satwaliar, komponen penting yang menentukan
keberhasilan program adalah sumber daya manusia yang melaksanakannya.
Jumlah personil di BKSDA atau BTN yang menangani peredaran satwaliar
perlu ditangani dan harus memiliki kualifikasi khusus, seperti kemampuan
pengenalan jenis, kemampuan penangangan satwaliar (animal handling)
serta penguasaan peraturan perundang-undangan yang memadai. Bila
personil yang diberi tanggung jawab tersebut tidak memiliki kemampuan
yang dipersyaratkan maka dapat dilakukan pelatihan khusus yang
dibutuhkan.
61
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan penelitian sebagai berikut:
1. Lokasi penjualan kura-kura darat dan kura-kura air tawar di Jakarta
umumnya menyatu dengan pasar satwa yang ada dan hanya ada beberapa
toko yang menjual kura-kura secara eksklusif.
2. Terjadi peningkatan jumlah jenis dan jumlah individu spesies kura-kura
darat dan kura-kura air tawar yang berasal dari luar negeri (jenis asing) yang
ditawarkan di pasar satwa atau toko satwa (pet shop).
3. Adanya perluasan penawaran kura-kura darat dan kura-kura air tawar
melalui pasar maya (cyber market) .
4. Perdagangan jenis kura-kura Indonesia telah berlangsung sejak tahun 1983
dengan jenis Amyda cartilaginea dan Cuora amboinensis adalah yang
terbanyak diekspor ke luar negeri.
5. Negara tujuan utama ekspor kura-kura darat dan kura-kura air tawar
Indonesia adalah Amerika Serikat, Jepang, Malaysia, Hong Kong, Prancis
dan Jerman.
6. Upaya pengaturan perdagangan jenis Indonesia ke luar negeri telah
dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ketentuan
CITES yang telah diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 1978.
7. Usaha legal mendapat tantangan yang berat karena adanya penyelundupan
ke luar negeri yang berpotensi mendorong kepunahan jenis asli Indonesia
karena tidak terkendali dan menyebabkan kerugian bagi Negara.
8. Para pihak menganggap bahwa kinerja Pemerintah dalam melakukan upaya
konservasi jenis hayati di Indonesia cukup baik namun masih perlu
ditingkatkan karena belum memadai untuk mengendalikan peredaran
satwaliar Indonesia agar tidak mengalami kepunahan..
9. Pengaturan dan pengawasan perdagangan satwaliar dalam negeri perlu
didukung melalui aturan khusus, termasuk pengaturan atas jenis-jenis asing.
62
10. Sebagian kewenangan untuk jenis tidak dilindungi dapat dialihkan kepada
daerah dengan pengaturan yang jelas.
Saran
Beberapa saran yang dapat dipertimbangkan sebagai tindak lanjut dari
penelitian ini adalah:
1. Revisi PP 7/1999 untuk mengakomodasikan perubahan atas daftar jenis
dilindungi dan penambahan pasal-pasal acuan bagi penetapan aturan khusus
perdagangan jenis satwaliar dalam negeri.
2. Aturan khusus perlu ditetapkan untuk mengatur perdagangan jenis di dalam
negeri, baik yang menyangkut jenis-jenis lokal maupun jenis-jenis asing
yang masuk ke Indonesia, utamanya bila jenis-jenis dimaksud merupakan
jenis-jenis dilindungi serta telah dimasukkan dalam Red List IUCN dan
Apendiks CITES.
3. Kerja sama antar instansi terkait perlu ditingkatkan dan dituangkan dalam
MoU dan prosedur tertulis yang disepakati bersama sehingga tidak terjadi
tumpang tindih kewenangan antar instansi dalam pengawasan dan
penyelesaian kasus-kasus yang terjadi.
4. Penelitian atas subjek yang sama perlu dilanjutkan untuk kota-kota lain di
Indonesia yang dianggap penting dalam peredaran kura-kura darat dan kura-
kura air tawar di Indonesia, seperti Surabaya, Medan, Denpasar dan
Makassar.
5. Penelitian dasar atas populasi alami kura-kura darat dan kura-kura air tawar
Indonesia, utamanya yang sudah langka, penyebarannya terbatas atau baru
ditemukan perlu dilakukan. Jenis-jenis prioritas antara lain Leucocephalon
yuwonoi, semua jenis endemik Papua, Orlitia borneensis, Callagur
borneoensis dan Batagur baska.
63
DAFTAR PUSTAKA
Ades G, Banks CB, Buhlmann KA, Chan B, Chang HC, Chen TH, Crow P, Haupt H, Kan R, Lai JY, Lau M, Lin HC, Shi H. 2000. Turtle Trade in Northeast Asia: Regional Summary (China, Hong Kong, and Taiwan). Di dalam: van Dijk PP, Stuart BL, Rhodin AGJ, editor. Asian Turtle Trade: Proceeding of a Workshop on Conservation and Trade of Freshwater Turtles and Tortoises in Asia. Chelonian Research Monographs 2: 52-54. Chelonian Research Foundation.
[ATCN] Asian Turtle Conservation Network. 2006. Turtle Field Guide. Vietnam: ATCN.
Bargeron M. The Pig-nosed Turtle, Carettochelys insculpta. Di dalam: Tortuga Gazette 33 (3): 1-2 (1997).
Chen TH, Lin HC, Chang HC. 2000. Current Status and Utilization of Chelonians in Taiwan. Di dalam: van Dijk PP, Stuart BL, Rhodin AGJ, editor. Asian Turtle Trade: Proceeding of a Workshop on Conservation and Trade of Freshwater Turtles and Tortoises in Asia. Chelonian Research Monographs 2: 45-51. Chelonian Research Foundation.
Cheung SM, Dudgeon D. Quantifying the Asian Turtle Crisis: Market Surveys in Southern China, 2000-2003. Di dalam: Aquatic Conserv: Mar. Freshw. Ecosyst. 16: 751–770 (2006). Situs: www.interscience.wiley.com.
Chiew H. 2003. Wildlife Trade Haven: The Emergence Of Peninsular Malaysia As A Regional Wildlife Transit Centre. Di dalam: Reuters Foundation Paper No: 221 (2003). Oxford: Green College.
[CITES] Convention on International Trade in Endagered Species of Wild Fauna and Flora. 1999. CITES Identification Guide - Turtles and Tortoises: Guide to the Identification of Turtles and Tortoises Species Controlled under the Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora. Canada: Minister of Environment.
Compton J. 2000. An Overview of Asian Turtle Trade. Di dalam: van Dijk PP, Stuart BL, Rhodin AGJ, editor. Asian Turtle Trade: Proceeding of a Workshop on Conservation and Trade of Freshwater Turtles and Tortoises in Asia. Chelonian Research Monographs 2: 24-29. Chelonian Research Foundation.
[Dephut] Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 1990. Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 1990. Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. Di dalam: Peraturan Perundang-undangan Bidang Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (2004). Jakarta: SetDitJen PHKA.
[Dephut] Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999. Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Di Dalam: Peraturan Perundang-undangan Bidang Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (2004). Jakarta: SetDitJen PHKA.
[Dephut] Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1999. Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Di Dalam: Peraturan Perundang-undangan Bidang Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (2004). Jakarta: SetDitJen PHKA. Jakarta.
64
[Dephut] Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 2003. Keputusan Menteri Kehutanan No. 447 tahun 2003. Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar. Di Dalam: Peraturan Perundang-undangan Bidang Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (2004). Jakarta: SetDitJen PHKA. Jakarta.
Diesmos AC, Sison RV, Pedregosa M, Ceniza MJC. 2004. The Conservation Status of Heosemys leytensis Taylor, 1920. Manila, Philippines.
Ernst CH, Barbour RW. 1989. Turtles of the World. Washington DC: Smithsonian Institution Press.
Freese CH. 1998. Wild Species as Commodities : Managing Markets and Ecosystems for Sustainability. Washington DC: Island Press.
Fritz U, Havas P. (Compilers). 2006. Checklist of Chelonians of the World. Geneva: CITES.
Gavino CM, Schoppe S. First Information on the Trade of Freshwater Turtles in Palawan. Di dalam: Agham Mindanaw Vol. 2: 55-62 (2004). Davao: Ateneo de Davao University.
Georges A, Guarino F, Bito B. 2006. Freshwater Turtles of the TransFly Region of Papua New Guinea - Notes on Diversity, Distribution, Reproduction, Harvest and Trade. Di dalam: Wildlife Research 33: 373–384 (2006).
Goh TY, O’Riordan RM. 2007. Are Tortoises and Freshwater Turtles still Traded Illegally as Pets in Singapore?. Di dalam: Oryx Vol. 41 No. 1 (January 2007).
Hendrie DB. 2000. Status and Conservation of Tortoise and Freshwater Turtles in Vietnam. Di dalam: van Dijk PP, Stuart BL, Rhodin AGJ, editor. Asian Turtle Trade: Proceeding of a Workshop on Conservation and Trade of Freshwater Turtles and Tortoises in Asia. Chelonian Research Monographs 2: 63-73 (2000).
Hendrie D. 2004. Commercial Farming of Palea steindachneri in Hanoi. Report to ATCN. Vietnam: ATCN.
Iskandar DT. 2000. Kura-kura & Buaya : Indonesia & Papua Nugini (dengan Catatan mengenai Jenis-jenis di Asia Tenggara). Bandung: PALMedia Citra.
Iskandar DT, Erdelen WR. 2006. Conservation of Amphibians and Reptiles in Indonesia : Issues and Problems. Di dalam : Amphibian and Reptile Conservation 4 (1) : 60-87 (2006).
[IUCN] World Conservation Union. 1994. IUCN Red List: Categories & Criteria version 2.3. Situs: www.redlist.org.
[IUCN] World Conservation Union. 2001. IUCN Red List: Categories & Criteria version 3.1. Situs: www.redlist.org.
[IUCN] World Conservation Union. 2007. IUCN Red List. Situs: www.redlist.org.
Kalyar, Thorbjarnarson J, Thirakhupt K. 2007. An Overview of the Current Population and Conservation Status of the Critically Endangered River Terrapin, Batagur baska (Gray, 1831) in Myanmar, Thailand and Malaysia. Di dalam: The Natural History Journal Of Chulalongkorn University 7 (1): 51-65 (May 2007).
Klemens MW, Thorbjarnarson JB. 1994. Reptiles as a Food Resource. Di dalam: Biodiversity and Conservation 4 : 281-298 (1995).
65
Lau M, Chan B, Crow P, Ades G. 2000. Trade and Conservation of Turtles and Tortoises in the Hong Kong Special Administrative Region, People’s Republic of China. Di dalam: van Dijk PP, Stuart BL, Rhodin AGJ, editor. Asian Turtle Trade: Proceeding of a Workshop on Conservation and Trade of Freshwater Turtles and Tortoises in Asia. Chelonian Research Monographs 2: 39-44 (2000).
Lau M, Shi H. 2000. Conservation and Trade of Terrestrial and Freshwater Turtles and Tortoises in the People’s Republic of China. Di dalam: van Dijk PP, Stuart BL, Rhodin AGJ, editor. Asian Turtle Trade: Proceeding of a Workshop on Conservation and Trade of Freshwater Turtles and Tortoises in Asia. Chelonian Research Monographs 2: 30-38 (2000).
Makur M. 2006. 516 Pig-Nosed Turtles Released Back to Their Natural Habitat. The Jakarta Post, 14 Oktober 2006.
Nijman V, Shepherd CR. 2007. Trade in non-native, CITES-listed, wildlife in Asia, as exemplified by the trade in freshwater turtles and tortoises (Chelonidae) in Thailand. Di dalam: Contributions to Zoology 76 (3): 207-212 (2007).
Platt SG, Kalyar, Win KK, Khin MM, Lay LK, Rainwater TR. 2007. Notes on the Occurrence, Natural History, and Conservation Status of Turtles in Central Rakhine (Arakan) State, Myanmar. Di dalam: Hamadryad Vol. 31 No. 2: 202 – 211 (2007).
[Presiden RI] Presiden Republik Indonesia. 1978. Keputusan Presiden RI Nomor 43 Tahun 1978 tentang Pengesahan Convention on International Trade in Endangered Spesies (CITES) of Wild Fauna and Flora. Jakarta: Sekretariat Negara.
Regodos IC, Schoppe S. 2005. Local Knowledge, Use, and Conservation Status of the Malayan Softshell Turtle Dogania subplana (Geoffroy 1809)(Testudines: Trionychidae) in Southern Palawan, Philippines. Di dalam: Sylvatrop, The Technical Journal of Philippine Ecosystems and Natural Resources 15 (1&2): 65-79 (2005).
Rhodin AGJ, Genorupa VR. 2000. Conservation Status of Freshwater Turtles in Papua New Guinea. Di dalam: van Dijk PP, Stuart BL, Rhodin AGJ, editor. Asian Turtle Trade: Proceeding of a Workshop on Conservation and Trade of Freshwater Turtles and Tortoises in Asia. Chelonian Research Monographs 2: 129-136 (2000).
Samedi, Iskandar DT. 2000. Freshwater Turtle and Tortoise Conservation and Utilization in Indonesia. Di dalam: van Dijk PP, Stuart BL, Rhodin AGJ, editor. Asian Turtle Trade: Proceeding of a Workshop on Conservation and Trade of Freshwater Turtles and Tortoises in Asia. Chelonian Research Monographs 2: 106-111 (2000).
Shepherd CR. 2000. Export of Live Freshwater Turtles and Tortoise from North Sumatra and Riau, Indonesia: A Case Study. Di dalam: van Dijk PP, Stuart BL, Rhodin AGJ, editor. Asian Turtle Trade: Proceeding of a Workshop on Conservation and Trade of Freshwater Turtles and Tortoises in Asia. Chelonian Research Monographs 2: 112-119 (2000).
Shepherd CR, Burgess EA, Loo M. 2004. Demand Driven: The Trade of Indian Star Tortoises Geochelone elegans in Peninsular Malaysia. Malaysia: TRAFFIC Southeast Asia.
66
Shepherd CR, Sukumaran J, Wich SA. 2004. Open Season: An Analysis of the Pet Trade in Medan, Sumatra 1997 – 2001. Malaysia: TRAFFIC Southeast Asia.
Shepherd CR, Nijman V. 2007. An Overview of the Regulation of the Freshwater Turtle & Tortoise Pet Trade in Jakarta, Indonesia. Malaysia: TRAFFIC Southeast Asia.
Stuart BL. 2004. The Harvest and Trade of Reptiles at U Minh Thuong National Park, Southern Vietnam. Di dalam: TRAFFIC Bulletin Vol. 20 No. 1: 25-34 (2004).
Touch ST, Prak LH, Chul T, Lieng S. 2000. Overview of Turtle Trade in Cambodia. Di dalam: van Dijk PP, Stuart BL, Rhodin AGJ, editor. Asian Turtle Trade: Proceeding of a Workshop on Conservation and Trade of Freshwater Turtles and Tortoises in Asia. Chelonian Research Monographs 2: 55-57 (2000).
Van Dijk PP. 2000. Di dalam: van Dijk PP, Stuart BL, Rhodin AGJ, editor. Asian Turtle Trade: Proceeding of a Workshop on Conservation and Trade of Freshwater Turtles and Tortoises in Asia. Chelonian Research Monographs 2: 15-23 (2000).
Van Dijk PP, Iskandar DT, Palasuwan T, Rhodin AGJ, Samedi, Sharma DSK, Shepherd CR, Tisen OB, Genorupa VR. 2000. Turtle Trade in Southeast Asia: Regional Summary (Indonesia, Malaysia, Papua New Guinea, and Thailand). Di dalam: van Dijk PP, Stuart BL, Rhodin AGJ, editor. Asian Turtle Trade: Proceeding of a Workshop on Conservation and Trade of Freshwater Turtles and Tortoises in Asia. Chelonian Research Monographs 2: 145-147 (2000).
Van Dijk PP, Stuart BL, Rhodin AGJ, editor. 2000. Executive Summary. Asian Turtle Trade: Proceeding of a Workshop on Conservation and Trade of Freshwater Turtles and Tortoises in Asia. Chelonian Research Monographs 2: 145-147 (2000).
Widagti N. 2007. Cuora amboinensis Daudin 1802 (Testudines: Geoemydidae) di Kawasan Dilindungi (Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, Sulawesi Tenggara) dan di Kawasan Eksploitasi (Kecamatan Kota Bangun, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur): Karakteristik Morfologi, Kelimpahan, dan Pemanenan. Depok: Universitas Indonesia. Tesis.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Jenis-jenis kura-kura darat dan kura-kura air tawar Indonesia (Disadur dari: Wibowo 1999, diacu dalam Samedi & Iskandar 2000)
No Nama Famili Nama jenis Distribusi Status Populasi Status Perlindungan
1 Carettochelyidae Carettochelys insculpta Papua Melimpah, Rawan Dilindungi
2 Chelidae Chelodina mccordi Rote Hampir punah, Terancam Tidak dilindungi
3 Chelidae Chelodina novaeguineae Papua selatan Langka, Rawan Dilindungi
4 Chelidae Chelodina parkeri (a) Papua selatan Langka, Rawan Tidak dilindungi
5 Chelidae Chelodina siebenrocki (b) Papua selatan Jarang Tidak dilindungi
6 Chelidae Chelodina reimanni Papua selatan Langka Tidak dilindungi
7 Chelidae Elseya branderhorstii Papua selatan Jarang Tidak dilindungi
8 Chelidae Elseya novaeguineae Papua utara Jarang Dilindungi
9 Chelidae Elseya sp. (jenis baru) Papua selatan Jarang Tidak dilindungi
10 Chelidae Elseya sp. (jenis baru) Papua tengah Langka Tidak dilindungi
11 Chelidae Elseya sp. (jenis baru) (c) Kepala Burung Papua Langka Tidak dilindungi
12 Chelidae Emydura subglobosa Papua selatan Melimpah Tidak dilindungi
13 Trionychidae Amyda cartilaginea Sum, Jawa, Kal Umum Tidak dilindungi
14 Trionychidae Chitra chitra (d) Sumatra, Jawa Langka Dilindungi
15 Trionychidae Dogania subplana Sum, Jawa, Kal Umum Tidak dilindungi
16 Trionychidae Pelochelys bibroni Papua selatan Jarang Tidak dilindungi
17 Trionychidae Pelochelys cantori Sum, Jawa, Kal Langka Tidak dilindungi
18 Bataguridae Batagur baska Sumatra Langka, Terancam Dilindungi, CITES Ap. I
19 Bataguridae (e) Callagur borneoensis Sumatra, Kalimantan Langka, Terancam CITES Ap. II
20 Bataguridae Cuora amboinensis (3 subspesies) Indonesia, kec. Papua Umum Tidak dilindungi
21 Bataguridae Cyclemys dentata Sum, Jawa, Kal Umum Tidak dilindungi
22 Bataguridae Cyclemys oldhami Sum, Jawa, Kal Umum Tidak dilindungi
23 Bataguridae Heosemys spinosa Sumatra, Kalimantan Langka Tidak dilindungi
24 Bataguridae Leucocephalon yuwonoi Sulawesi Langka, Terancam Tidak dilindungi
25 Bataguridae Malayemys subtrijuga Sum, Jawa, Kal Langka Tidak dilindungi
26 Bataguridae Notochelys platynota Sum, Jawa, Kal Jarang Tidak dilindungi
27 Bataguridae Orlitia borneensis Sumatra, Kalimantan Jarang Dilindungi
28 Bataguridae Siebenrockiella crassicollis Sum, Jawa, Kal Jarang Tidak dilindungi
29 Testudinidae Indotestudo forsteni Sulawesi Langka CITES Ap. II
30 Testudinidae Manouria emys Sumatra, Kalimantan Langka CITES Ap. II
Keterangan (a) Dalam Fritz & Havas (2006), berada di bawah nama Macrochelodina parkeri. (b) Dalam Fritz & Havas (2006), berada di bawah nama Macrochelodina rugosa,
digabungkan dengan Chelodina rugosa. (c) Jenis ini diduga adalah E. schultzei. (d) Dilindungi di bawah nama Chitra indica (Dephut 1999) yang bukan jenis asli
Indonesia. (e) Dalam Ernst & Barbour (1989), mempunyai nama familia yang berbeda, yaitu
Emydidae; berubah menjadi Geoemydidae sesuai Fritz & Havas (2006).
Lampiran 2. Data perdagangan (ekspor) kura-kura darat dan kura-kura air tawar Indonesia sejak tahun 1983 hingga 2005
Jenis Ngr 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Pelochelys bibroni CA 6 2 2
DE 12 2
FR 4
GB 5
JP 6 16 4
TW 4
US 41 51 77
Pelochelys cantori CA 2 2 0
ES 5
JP 4 24 7
SE 0 0 6
US 17 23 62
Amyda cartilaginea CN 2850
FR 3725 110
GB 50 75
HK 7000 6607 18940
JP 20 100
KR 500
MY 43174 7900
RU 2
SE 107
SG 4925 2427
TW 233
US 405 822
DE 925
NL 625
BE 50
CH 50
SU 50
AT 25
IT 10
Cuora amboinensis AT 70
BE 50 150 446
CA 12 135 37
CH 134 40
CN 500
CZ 10 80 25
DE 80 25 220 140 330 60 784 394
ES 235 733 522 102 600 100
FR 475 500 350 1010 362 200
GB 100 60 680 30
HK 1126 50 107 300 7328
HR 8
IT 131 400 180 234 336
JP 592 2602 2449 1576 2133 1059
KP 150
KR 70 20
LV 30
MX 10
MY 1160 20 122
NL 113 118 56 110 225
PH 200
RU 3 20
SE 274
SG 190
TW 25 466
UA 15 10 4
US 600 225 3956 3956 8869 8825 10791 8426
VN 1000
Heosemys spinosa AT 20
CA 38 10 8
CH 15
DE 266
ES 10 20
FR 10 72 20 53
GB 15 35
HK 30 53 169
IT 20
JP 228 249 188
KR 10
MX 10
MY 20
NL 10
RU 5
SE 12
TH 20
TW 123
UA 5
US 650 1290 1030
Malayemys subtrijuga DE 20
FR 10
JP 32
TW 38
US 78
Callagur borneoensis CA 4
CH 5
CH 2
HU 4
JP 48
JP 21
JP 36
MY 4
NL 2
RU 1
US 4 182 129 107
Leucocephalon yuwonoi CH 4
DE 8 3
JP 4 3 25
NL 6
TH
US 80 87 68
Manouria emys AT 4 6 4 5 3
BE 10 2
BH 2
CA 2 4 10 8 13 8
CH 6 12 6 10 22 42 38 4 4
CZ 6 8 62 4
DE 5 9
ES 6 22 4 6 28
FR 5 97 119 92 90
GB 10 30
IT 1 15 28 36 10
JP 17 39 205 3 220 115 51 109 122 135 104 144 109 85
KP 5
KR 5 25 3 3 5 2 7 14
LV 2
MG 3
MT 20
MX 22 5 10 10
MY 100 2 4 10 16 27
NL 12 15
PH 18 2
RU 4
SA 1
SE 11
SG 2 4 2
TW 10 20 10 90
US 30 16 35 55 430 86 253 445 298 272 353 332 335 320 408 346
Indotestudo forstenii AT 20 6 8 10 5
BE 10
BH 4
CA 2 19 6
CH 3 10 36 49 65 10 3 10 10
CZ 36 37 8
DE 25 40 70 40 35 5 5 10 19 6
DK 20
ES 25 20 24 13 10 6 4
FI 3
FR 20 133 92 69 170
GB 10 30
HK 6 12 40
HR
IT 25 54 76 21
JP 50 10 150 450 476 129 137 151 178 198 73 133 161 89
KP 5
LU 2
MX 70 11
MX
MY 4 5 10 6
NL 100 200 25 10 11
PH 8
RU 2
SA 1
SG 200 15 4 2
SK 10
TH 85 3 20
TW 10 47 61
US 60 30 110 300 255 124 5 380 70 565 440 345 286 325 330 186 384 351 432
XX 110
Notochelys platynota CA 35
ES 10
FR 10
HK 340
JP 150
MX 5
TW 54
US 307
Siebenrockiella crassicollis AT 25
CA 8 8 85
CZ 10 7
DE 560
ES 50
FR 120 450 554
GB 5 150
HK 1185
IT 50 100
JP 865 827 484
KR 20
MY 279
NL 50
SE 40
TW 25 90
US 344 1503 1295
Lampiran 3. Data perdagangan (impor) kura-kura darat dan kura-kura air tawar Indonesia sejak tahun 1979 hingga 2006.
Th Ap Takson Eksportir Asal Jumlah Impor
Langsung
Jumlah Impor Tidak langsung
(Re-ekspor) 1979 2 Geochelone elegans HK XX 1 1985 2 Kinixys spp. TG 60 1987 2 Geochelone elegans DK XX 1 1989 2 Indotestudo elongata MY 10 1989 2 Manouria emys MY 7 1994 2 Testudo horsfieldii US RU 20 1995 2 Testudinidae spp. US 133 1995 2 Geochelone carbonaria MY ID 2 1995 2 Geochelone carbonaria US SR 5 1995 2 Geochelone denticulata MY ID 2 1995 2 Geochelone denticulata US SR 6 1995 2 Geochelone sulcata US SD 4 1995 2 Geochelone sulcata US 17 1995 2 Indotestudo forstenii MY ID 4 1995 2 Kinixys belliana XX 10 1995 2 Manouria emys MY ID 2 1995 2 Stigmochelys pardalis US 2 1995 2 Testudo graeca US EG 110 1995 2 Testudo horsfieldii MY ID 4 1996 2 Geochelone carbonaria SG DE 2 1996 2 Geochelone carbonaria SR 16 1996 2 Geochelone denticulata SR 16 1996 2 Geochelone gigantea US SC 7 1996 2 Geochelone sulcata SG CH 2 1996 2 Geochelone sulcata SG SD 4 1996 2 Geochelone sulcata US 146 1996 2 Indotestudo forstenii SG ID 4 1996 2 Manouria emys SG ID 2 1996 2 Stigmochelys pardalis SG ID 4 1996 2 Stigmochelys pardalis US 11 1996 2 Stigmochelys pardalis US CD 66 1997 2 Geochelone carbonaria US GY 2 1997 2 Geochelone denticulata US GY 3 1997 2 Geochelone elegans US AE 2 1997 2 Geochelone sulcata US ML 6 1998 2 Geochelone carbonaria US VE 10 1998 2 Pyxis arachnoides MG 4 1998 2 Pyxis arachnoides MG 4 1998 2 Pyxis planicauda MG 4 1998 2 Pyxis planicauda MG 4 1998 2 Stigmochelys pardalis US ZM 24 1999 2 Geochelone carbonaria GY 2 2 1999 2 Geochelone carbonaria US GY 9 1999 2 Geochelone carbonaria VE 100 1999 2 Geochelone sulcata US 74 1999 2 Pyxis arachnoides MG 1 1999 2 Stigmochelys pardalis MY TZ 15
Lanjut…
Th Ap Takson Eksportir Asal Jumlah Impor
Langsung
Jumlah Impor Tidak langsung
(Re-ekspor) 2000 2 Testudinidae spp. NL XX 1 2000 2 Manouria emys KR ID 3 2001 2 Geochelone gigantea ES SC 12 2001 2 Geochelone gigantea ES SC 2 2002 2 Geochelone gigantea MU 10 2002 2 Geochelone gigantea XX 10 2002 2 Geochelone sulcata US 30 2002 2 Kinixys belliana CZ TG 2 2002 2 Kinixys erosa CZ TG 2 2002 2 Kinixys homeana CZ TG 2 2002 2 Testudo graeca UA 6 2003 2 Geochelone denticulata PE 50 140 2003 2 Geochelone elegans JP LB 50 50 2003 2 Geochelone sulcata US 20 2003 2 Kinixys belliana MZ 150 150 2003 2 Kinixys homeana GH BJ 70 2003 2 Pyxis arachnoides JP XX 80 2003 2 Pyxis arachnoides JP MG 80 2003 2 Stigmochelys pardalis UG 130 2003 2 Stigmochelys pardalis US 10 2003 2 Testudo graeca JO 500 2003 2 Podocnemis unifilis PE 100 2004 2 Geochelone carbonaria GY 10 2004 2 Geochelone carbonaria US SR 8 2004 2 Geochelone carbonaria US GY 20 2004 2 Geochelone denticulata US GY 6 2004 2 Testudo graeca US LB 20 2005 2 Geochelone carbonaria US BR 5 2005 2 Geochelone carbonaria US GY 10 2005 2 Geochelone gigantea TH MU 3 2005 2 Geochelone platynota TH KZ 9 2005 2 Geochelone sulcata GH 42 2005 2 Geochelone sulcata US 50 2005 2 Kinixys belliana GH 25 2005 2 Kinixys belliana GH TG 50 2005 2 Kinixys erosa GH 25 2005 2 Kinixys homeana GH TG 10 2005 2 Kinixys homeana GH 45 2005 2 Kinixys homeana US TG 16 2005 2 Testudo horsfieldii US RU 30 2006 2 Cuora amboinensis SG XX 1 2006 2 Cuora amboinensis SG ID 70 2006 2 Orlitia borneensis SG XX 1 2006 2 Geochelone denticulata US GY 6 2006 2 Stigmochelys pardalis TH ZM 65 2006 2 Testudo graeca US SY 6 2006 2 Testudo horsfieldii US UZ 10 2006 2 Amyda cartilaginea SG ID 310
JUMLAH 1,015 2,444
Lampiran 4. Data kasus peredaran kura-kura darat dan kura-kura air tawar Indonesia sejak tahun 2002 hingga 2005
Nama Jenis TSL yang disita Jumlah (ekor/buah/kg/m2)
No Jenis Pelanggaran
Tanggal Kejadian
Lokasi
Nama Latin Nama Indonesia Mati Hidup
Proses Hukum
Perkiraan Kerugian Negara
Keterangan
PEREDARAN BKSDA SUMUT I 1 Pengiriman
satwa dilindungi tanpa dokumen yang syah
Maret 2002 Wilayah kerja BKSDA Sumatera Utara I
Orlitia borneensis Kura-kura Gading 12 ton Penyidikan BKSDA Sumut I Medan
Tersangka PT. Marine Indo Pratama Malaysia, ekspor hanya mggnakan dokumen dari laboratorium Pengawasan Mutu dan Produksi Perikanan, Info dr Management Authority Malaysia
2 Perdagangan illegal
6/6/2006 Medan Geochelone elegans Kura-kura Bintang India
9 ekor Dalam proses, sementara dilakukan sosialisasi serta pembinaan
Ditemukan di toko ikan Orentin Aquarium
3 Perdagangan illegal
6/7/2006 Medan Geochelone elegans Kura-kura Bintang India
10 ekor Dalam proses, sementara dilakukan sosialisasi serta pembinaan
Ditemukan di toko ikan CV. Bonavide Aquarium Tetap Jaya
4 Perdagangan illegal
6/7/2006 Medan Geochelone elegans Kura-kura Bintang India
10 ekor Dalam proses, sementara dilakukan sosialisasi serta pembinaan
ditemukan di toko ikan Halim Aquarium
BKSDA JATIM I Orlitia borneensis Kura-kura Gading 622 ekor Cyclemis dentata Kura-kura Bunga 68 ekor
5 Pengangkutan dan pengiriman satwa dilindungi
17 /8/2003 Surabaya
Siebenrockiella crassicollis Kura-kura grandis 227 ekor
Penyidikan PPNS BKSDA Jatim I Seksi Konservasi Wilayah II
Diangkut dari Banjarmasin ke Surabaya, BB dititipkan di TSI II Pasuruan
BKSDA DKI JAKARTA 6 Penerimaan TSL 3/2/2005 Scleropages jardini Ikan arwana irian Penerimaan P2
Bandara
Geochelone radiata Kura radiata 4 ekor
Kinixys erosa Kura kinixys 17 ekor
Pyxis planicauda? Kura planicauda 1 ekor
7 Penyitaan 6/4/2005
Geochelone carbonaria? Kura red foot 5 ekor
Penyitaan
Geochelone radiata Kura radiata 6 ekor
Chelus fimbriata? Kura fimbriatus 1 ekor
Trachemys scripta elegans Kura elegan 7 ekor
Geochelone sulcata Kura sulcata 2 ekor
8 Penyitaan 6/4/2005
Geochelone platynota? Kura burmese star 1 ekor
Penyitaan
9 Penyitaan TSL 6/4/2005 Trachemys scripta elegans Kura elegan 4 ekor Penyitaan
10 Penyerahan TSL 11/5/2005 Geochelone radiata Kura radiata 1 ekor Penyerahan
PENYELUNDUPAN BKSDA DKI JAKARTA
Cuora amboinensis Kura-kura 208 ekor 1 Percobaan Penyelundupan
23/11/2001 Bandara Soekarno-Hatta
Tryonix cartelageneus? (nama lama dari Amyda cartilaginea)
Labi-labi 106 ekor
Untuk Labi-labi proses diserahkan Departemen Kelautan dan Perikanan
Tersangka CV. Agro Asia Tunggal, penitipan di PPS Tegal Alur
Cuora amboinensis Kura-kura 169 ekor 2 Percobaan Penyelundupan
23/11/2001 Bandara Soekarno-Hatta
Tryonix cartelageneus? (nama lama dari Amyda cartilaginea)
Labi-labi 159 ekor
Penyidikan oleh Bea dan Cukai Soekarno-Hatta
Tersangka CV. Agro Asia Tunggal, penitipan di PPS Tegal Alur, sudah terlibat penyelundupan unuk kedua kali
Cuora amboinensis Kura-Kura 169 ekor 3 Percobaan Penyelundupan
29/1/2002 Bandara Soekarno-Hatta
Amyda cartilaginea Labi-labi 159 ekor
Penyelidi-kan oleh Kantor Pelayanan Bea Cukai Tipe A Soekarno-Hatta
Tersangka CV. Agro Asia Tunggal (diduga perush. Fiktif), pnitipan di PPS Tegal Alur, telah dilakukan expose ke mass media pada tgl 16 Juli 2002 langsung oleh Dirjen Bea Cukai Permana Agung
Cuora amboinensis Kura-Kura 1423 ekor 4 Percobaan Penyelundupan
12/7/2002 Bandara Soekarno-Hatta
Batagur baska 113 ekor Penyelidi-kan oleh Kantor Pelayanan Bea Cukai Tipe A Soekarno-Hatta
Tersangka UD. Menara Mas Banjarmasin (diduga perusahaan fiktif), tidak ada yang ditahan, lokasi penitipan PPS Tegal Alur, telah dilakukan press release tgl 16 Juli 2002
Amyda cartilaginea Labi-labi 107 ekor 5 Upaya penyelundupan dari Jakarta tujuan Jepang
Mei 2003 Jakarta Anakan ikan
piranha 50 ekor
Penyidikan oleh PPNS BKSDA DKI Jakarta, tersangka PT. Viva Jaya
Tersangka tidak punya ijin pengedar dari PHKA dan bukan anggota IRATA
6 Penyelundupan satwa liar
Januari 2004
Bandara Soekarno-Hatta
Carettochelys insculpta Kura-kura moncong babi
100 ekor Tersangka Mamat, PT. Viva Jaya
Satwa sitaan diditipkan di PPS Tegal Alur
7 Penyelundupan satwa liar
Pebruari 2004
Bandara Soekarno-Hatta
Carettochelys insculpta Kura-kura moncong babi
590 ekor Tersangka Syarifuddin
Satwa sitaan diditipkan di PPS Tegal Alur
BKSDA JATIM I Batagur baska Tuntong 988 ekor 8 Penyelundupan 24/8/2002 Wilayah
Kerja BKSDA Jatim I
Cuora amboinensis Kura-kura Ambon 1350 ekor Penyidikan BKSDA Jatim I
Tersangka Siska Dusin, lokasi penitipan BKSDA Jatim I
Geomyda grandis? Labi-labi? 3525 ekor 9 Pemalsuan dokumen Eksport Permit
10/5/2002 Bandara Juanda Surabaya
Cuora amboinensis Kura-kura Ambon 1675 ekor Penyelidikan POLDA JATIM BKSDA Jatim I
Tersangka CV. Anugerah Banjarmasin Kalsel, pemalsuan blanko, stempel dan tanda tangan Dirjen PHKA
BKSDA RIAU 10 Penyelundupan 8/2/2003 BKSDA
Riau Trionyx cartilaginea? Labi-labi 3500 ekor Penyidikan
oleh Kantor Bea Cukai tipe A Batam, Tersangka Muhammad Nur
Turut disita KMN Budi Daya utama II sebagai alat angkut satwa
11 Penyelundupan satwa liar
15/6/2006 Batam, Riau (diselundup-kan ke Singapura)
Cuora amboinensis Kura-kura ambon 2520 ekor Tersangka divonis 5 bulan penjara dan denda SUS$ 20,000
Satwa dikembalikan 57 ekor
12 Penyelundupan satwa liar
30/6/2006 Tembilahan, Riau (diselundup-kan ke Hongkong)
Amyda cartilaginea Labi-labi 7000 ekor Tersangka Mega Jaya
Telah dikembalikan ke Indonesia 310 ekor
BKSDA PAPUA II Orlitia borneensis Kura-kura
moncong babi 172 ekor
Apodora papuana Ular sanca 2 ekor Chondropyton viridis Ular sanca hijau 1 ekor
13 Penyelundupan satwa liar
5/2/2004 Bandara Moses Kilangain Timika
Lorius lorry Nuri kepala hitam 1 ekor
Proses penyidikan di Polres Timika
Satwa sitaan dilepas ke alam, yang berbisa dimusnahkan
14 Penyelundupan satwa liar tujuan Jepang
Maret 2004 Bandara Soekarno-Hatta
Carettochelys insculpta Kura-kura moncong babi
309 ekor Satwa dititipkan di PPS Tegal Alur, Tsk Karyawan PT. Young Fish, Muhammad alias Mamat (35 th), setelah bebas mengulangi perbuatannya
BKSDA PAPUA I Tersangka Ricky
Limongan masuk dlm DPO
15 Penyelundupan 23/11/2004 Carettochelys insculpta Kura-kura moncong babi
450 ekor
P21 Tersangka Oktovianus Ruspanah, dihukum bulan penjara dan denda Rp.500.000 subsider 2 bulan kurungan
P21 Tersangka Damar Setyo Lelona dihukum 6 bulan penjara dan denda Rp. 500.000 subsider 2 bulan kurungan
16 Penyelundupan 8/3/2005 Carettochelys insculpta Kura-kura moncong babi (anakan)
465 ekor Tersangka Dina Mahuze, kasus masih di tingkat Kejaksaan Negeri Merauke
BKSDA SULUT Batagur baska Biuku 14 ekor Manouria emys Baning cokelat 19 ekor Chelodina novaeguinea Kura-kura papua 21 ekor
Cyclemys oldhamii Kura-kura grsndis hitam
15 ekor
Geomyda spengleri Kura-kura dada hitam 15 ekor Orlitia borneensis Bajuku 1 ekor Indotestudo forsteni Baning Sulawesi 20 ekor Cacatua goffini Kakatua Tanimbar 37 ekor Cacatua sulphurea Kakatua jambul
jingga 8 ekor
Mino dumontii Beo Irian 25 ekor Gallus varius Ayam hutan 12 ekor
17 Penyelundupan satwa liar
16/8/2005 Manado
Anserana semiplamata Belibis 11 ekor
Tersangka Fa. Hasco, proses penyidikan di Polda Sulut
Terhadap Fa. Hasco telah dihentikan pelayanan penerbitan SATS-LN
PEMILIKAN BKSDA DKI JAKARTA
Paradisea sp. Cendrawasih 4 ekor 14 ekor Cacatua sulphurea Kakatua koko 2 ekor Batagur baska Biyuku 15 ekor Pongo pygmaeus Orang utan 5 ekor Leucosar rothschildi Jalak bali 10 ekor Gracula religiosa robusta Beo Nias 1 ekor ekor
1 Pemilikan TSL dilindungi secara illegal
26/11/2002 Permata Hijau
Sterna bergil Dara mahkota 2 ekor
Ditangani Polda Metro Jaya
Hasil sitaan dititipkan di PPS Tegal Alur
BKSDA JOGJAKARTA Pavo muticus Merak Hijau Cacatua sp. Kakatua jambul Tomistoma schlegeli Buaya Senyulong Chelodina novaeguineae Kura-kura Irian
Spizaetus cirrhatus Elang Brontok Hylobates agilisi Owa Hylobates syndactylus Siamang
Helarctos malayanus Beruang madu Cacatua moluccensis Kakatua Seram
2 Memelihara satwa yang dilindungi
26/3/2003 Wilayah BKSDA Yogyakarta (tersebar)
Bucerotidae Rangkong
Tersangka dalam pembinaan BKSDA DIY
Tersangka 7 orang tp tdk ditahan, satwa dititipkan di PPS DIY
Lampiran 5. Daftar Pertanyaan Wawancara
1. Bagi pejabat Pusat (Dephut) :
a) Sejauh mana upaya yang telah dilakukan Dephut dalam mengawasi
peredaran satwaliar?
b) Apakah peraturan perundang-undangan yang ada telah memadai
untuk mengatur pemanfaatan satwaliar secara lestari?
c) Kerja sama dengan instansi mana yang telah dilakukan dan
bagaimana bentuk kerja samanya?
d) Sejauh mana upaya pembinaan wawasan dan kesadaran konservasi
masyarakat telah berjalan, apa hasilnya dan aspek apa yang perlu
ditingkatkan atau diperbaiki?
e) Sejauh mana implementasi konvensi internasional yang diikuti
Indonesia telah berjalan?
2. Bagi asosiasi penjual reptilia (IRATA dll) :
a) Sejauh mana asosiasi telah mengikuti peraturan perundang-
undangan konservasi yang mengatur peredaran satwaliar?
b) Bagaimana upaya asosiasi membina anggotanya dalam peredaran
satwaliar dan upaya apa yang dilakukan untuk mengatasi adanya
pelanggaran peraturan?
c) Peraturan perundang-undangan apa yang dianggap menghambat
perdagangan satwaliar dan upaya apa yang telah dilakukan untuk
mengetasinya?
d) Apakah peraturan hukum yang ada telah memadai untuk mengatur
peredaran satwaliar?
e) Peraturan apa yang perlu diterbitkan atau dilengkapi?
f) Sejauh mana asosiasi mendukung upaya konservasi satwaliar
melalui pembinaan masyarakat dan dukungan terhadap penelitian?
g) Sejauh mana implementasi konvensi internasional mendukung
perdagangan satwaliar oleh asosiasi dan upaya apa yang perlu/telah
dilakukan untuk meningkatkannya?
3. Bagi pejabat/petugas BKSDA :
a) Apa saja upaya yang telah dilakukan oleh BKSDA dalam
pengawasan peredaran satwaliar?
b) Kasus apa saja yang telah ditangani mengenai pelanggaran
peredaran satwaliar secara umum atau kura-kura darat dan kura-
kura air tawar secara khusus?
c) Sejauh mana kasus-kasus pelanggaran tersebut telah ditangani oleh
BKSDA sendiri atau bekerja sama dengan instansi penegak hukum
lain?
d) Apa yang dilakukan terhadap satwaliar yang telah disita?
e) Berapa orang petugas yang ditempatkan dalam pengawasan
peredaran satwaliar dan bagaimana kualifikasinya?
f) Wilayah mana saja yang dianggap sebagai titik rawan peredaran
satwaliar?
g) Upaya apa yang telah dilakukan untuk meningkatkan wawasan dan
kesadaran masyarakat dalam upaya konservasi satwaliar dan apa
hasilnya?
h) Apakah peraturan perundang-undangan yang ada telah memadai
dalam pengaturan peredaran satwaliar?
4. Bagi staf/pimpinan LSM :
a) Kegiatan apa saja yang telah dilaksanakan dalam rangka
pengawasan peredaran satwaliar dan upaya penegakan hukumnya?
b) Sejauh mana peran LSM dalam mendukung konservasi satwaliar
diterima oleh instansi yang berwenang dan upaya apa yang
dilakukan untuk meningkatkannya?
c) Kasus-kasus pelanggaran peredaran satwaliar apa yang pernah
ditangani oleh LSM sendiri atau bekerja sama dengan instansi
terkait?
d) Sejauh mana kegiatan peningkatan wawasan dan kesadaran
konservasi masyarakat telah berhasil dan bagaimana upaya
peningkatannya?
e) Peraturan hukum mana dalam pandangan LSM yang belum
memadai untuk melaksanakan upaya konservasi satwaliar?
5. Bagi pengumpul, penjual :
a) Berapa jumlah kura-kura darat dan kura-kura air tawar yang
diterima setiap waktu pengiriman (per minggu/bulan/tahun) dan
jumlah total yang telah diterima atau dijual?
b) Berapa harga terima dan harga penawaran per ekor dan total
pendapatan yang diterima?
c) Ukuran atau kelas umur berapa yang paling banyak dijual atau
diinginkan pembeli?
6. Bagi pembeli :
a) Untuk tujuan apa satwaliar (umum) atau kura-kura darat dan kura-
kura air tawar (khusus) dibeli dan tahukah pembeli mengenai status
satwaliar yang dibeli?
b) Berapa harga yang harus dikeluarkan untuk membeli satwaliar
tersebut dan sampai batas harga berapa pembeli bersedia
mengeluarkannya untuk membeli satwaliar yang diinginkan?
c) Ukuran atau umur berapa yang disukai untuk dipelihara?
d) Karakteristik apa yang disukai pada satwaliar yang mendorong
pembeliannya?
Lampiran 6. Daftar Pertanyaan Kuesioner bagi Penjual
Tipe A (jawaban Ya atau Tidak)
1. Apakah pekerjaan utama Anda sebagai penjual Satwaliar?
2. Apakah Kura-kura darat dan air tawar merupakan komoditi dominan?
3. Apakah Anda menjual Kura-kura sebagai pet?
4. Apakah Anda juga menjual bagian-bagian Kura-kura (mati)?
5. Apakah Anda juga menangkarkan Kura-kura?
6. Apakah Anda menjual jenis Kura-kura Indonesia yang dilindungi?
7. Apakah Anda menjual jenis Kura-kura dari luar negeri?
8. Apakah Anda pernah mendapatkan pembinaan Pemerintah?
9. Apakah sudah lama berdagang Kura-kura?
10. Apakah kondisi perdagangan Kura-kura mengalami penurunan?
11. Apakah pasokan dari daerah sudah berkurang?
12. Apakah ada hambatan perdagangan dari Pemda?
13. Apakah ada hambatan dari BKSDA?
Tipe B (nilai 1 untuk yang terburuk, nilai 5 untuk yang terbaik)
1. Sesuai pengetahuan Anda, berikan penilaian mengenai kinerja Pemerintah dalam melindungi jenis Kura-kura?
2. Sesuai pengetahuan Anda, berikan penilaian mengenai konsistensi Pemerintah dalam melindungi jenis Kura-kura?
3. Sesuai pengetahuan Anda, berikan penilaian mengenai kinerja Pemerintah dalam melindungi seluruh jenis hayati (tumbuhan dan satwa liar) Indonesia?
4. Sesuai pengetahuan Anda, berikan penilaian mengenai penegakan hukum dalam kasus-kasus pelanggaran terhadap jenis-jenis Kura-kura atau satwaliar lainnya?
5. Sesuai pengetahuan Anda, berikan penilaian mengenai tersedianya pengetahuan mengenai Kura-kura dan konservasi satwaliar di media massa?
6. Sesuai pengetahuan Anda, berikan penilaian mengenai tersedianya pengetahuan mengenai Kura-kura dan konservasi satwaliar dalam bentuk media lain (buku, brosur, poster, dll)?
7. Sesuai pengetahuan Anda, berikan penilaian mengenai peran LSM dalam mendukung upaya konservasi satwaliar Indonesia?
8. Sesuai pengetahuan Anda, sejauh mana dukungan masyarakat dalam perlindungan jenis hayati (tumbuhan dan satwa liar) Indonesia?
Lampiran 7. Daftar Pertanyaan Kuesioner bagi Pembeli
Tipe A (jawaban Ya atau Tidak)
Tipe B (nilai 1 untuk yang terburuk, nilai 5 untuk yang terbaik)
1. Sesuai pengetahuan Anda, berikan penilaian mengenai kinerja Pemerintah dalam melindungi jenis Kura-kura?
2. Sesuai pengetahuan Anda, berikan penilaian mengenai konsistensi Pemerintah dalam melindungi jenis Kura-kura?
3. Sesuai pengetahuan Anda, berikan penilaian mengenai kinerja Pemerintah dalam melindungi seluruh jenis hayati (tumbuhan dan satwa liar) Indonesia?
4. Sesuai pengetahuan Anda, berikan penilaian mengenai penegakan hukum dalam kasus-kasus pelanggaran terhadap jenis-jenis Kura-kura atau satwaliar lainnya?
5. Sesuai pengetahuan Anda, berikan penilaian mengenai tersedianya pengetahuan mengenai Kura-kura dan konservasi satwaliar di media massa?
6. Sesuai pengetahuan Anda, berikan penilaian mengenai tersedianya pengetahuan mengenai Kura-kura dan konservasi satwaliar dalam bentuk media lain (buku, brosur, poster, dll)?
7. Sesuai pengetahuan Anda, berikan penilaian mengenai peran LSM dalam mendukung upaya konservasi satwaliar Indonesia?
8. Sesuai pengetahuan Anda, sejauh mana dukungan masyarakat dalam perlindungan jenis hayati (tumbuhan dan satwa liar) Indonesia?
1. Apakah Anda sebelumnya pernah memiliki Kura-kura sebagai pet?
2. Apakah Anda memiliki jenis-jenis Kura-kura lokal?
3. Apakah Anda memiliki jenis Kura-kura asing?
4. Apakah Anda juga mengonsumsi daging Kura-kura?
5. Apakah Anda juga memanfaatkan Kura-kura sebagai bahan obat?
6. Apakah Anda sudah lama memelihara jenis Kura-kura?
7. Apakah Anda memiliki jenis Kura-kura yang dilindungi?
8. Apakah Anda pernah mendapatkan pembinaan Pemerintah?
9. Apakah Anda membeli Kura-kura dari penghasilan sendiri?
10. Apakah Anda membeli Kura-kura sebagai tanda gengsi?
11. Apakah Anda memiliki pengetahuan yang cukup untuk memelihara K2?
12. Apakah Anda memperoleh Kura-kura dari pedagang tertentu?
13. Apakah Anda pernah menjual kembali Kura-kura Anda?
14. Apakah Anda pernah menerima Kura-kura sebagai pemberian/tukaran?
15. Apakah Anda pernah memelihara jenis satwaliar lain selain Kura-kura?
16. Apakah Anda lebih menyukai jenis asing sebagai pet?
Lampiran 8. Negara-negara pengekspor Kura-kura darat darat dan Kura-kura air tawar Indonesia sejak tahun 1983.
Nama jenis Nama negara
Me Hs Ac Cb Ca If Ly Ob Np Pb Pc Sc
Amerika Serikat X X X X X X X X X X X
Austria X X X
Belanda X X X X
Belgia X
Britania Raya X X X X X
Cheko, Rep. X X X X
China, Rep. Rakyat X X
Denmark X
Hong Kong X X X X X X
Hungaria X
Italia X X X
Jepang X X X X X X X X X X X
Jerman X X X X X X X
Kanada X X X X X X X X
Korea, Rep. X X X X X
Korea, Rep. Dem. X
Kroasia X X X
Latvia X X
Malaysia X X X X X X
Malta X
Meksiko X X X X
Prancis X X X X X X
Russia, Fed. X X X X X
Singapura X X X X
Spanyol X X X X X X
Swedia X X X X X X
Swiss X X X X X X
Taiwan X X X X X X X X
Thailand X
Ukraina X X
Vietnam X
Me Hs Ac Cb Ca If Ly Ob Np Pb Pc Sc
Keterangan : Me: Manouria emys; Hs: Heosemys spinosa; Ac: Amyda cartilaginea; Cb: Callagur borneoensis; Ca: Cuora amboinensis; If: Indotestudo forsteni; Ly: Leucocephalon yuwonoi; Ob: Orlitia borneensis; Np: Notochelys platynota; Pb: Pelochelys bibroni; Pc: Pelochelys cantori; Sc: Siebenrockiella crassicollis
Lampiran 9. Daftar nama jenis kura-kura darat dan kura-kura air tawar yang dijual di lokasi pengamatan serta status konservasinya menurut peraturan perundang-undangan Indonesia, Red List IUCN dan Apendiks CITES
Nama Jenis Status Konservasi Keterangan
Ilmiah Indonesia Inggris Indonesia Red List IUCN Ap. CITES
BARITO
Carettochelys insculpta Ramsay 1886 Labi-labi moncong babi Pig-nosed turtle L VU II
Cuora amboinensis (Daudin 1802) Kura-kura ambon Asian box turtle TL VU II
Astrochelys (Geochelone) radiata (Shaw 1802) Kura-kura radiata Radiated tortoise VU I Jenis asing
Heosemys spinosa (Gray 1831) Kura-kura matahari Spiny terrapin TL EN II
Indotestudo forsteni (Schlegel & Muller, dalam Temminck 1844) Kura-kura forsteni Forsten’s tortoise TL EN II
Sternotherus (Kinosternon) carinatus (Gray 1856) Razor-backed musk turtle Jenis asing
Macrochelys temminckii (Harlan 1835) Alligator snapping turtle VU Jenis asing
Trachemys scipta elegans (Wied 1839) Kura-kura brasil Common slider LR Jenis asing
KARTINI
Amyda cartilaginea (Boddaert 1770) Bulus Asiatic softshell turtle TL VU II
Batagur baska (Gray 1831) Biuku River terrapin L CR I
Callagur borneoensis (Schelegel & Muller 1844) Beluku Painted terrapin TL CR II
Carettochelys insculpta Ramsay 1886 Kura-kura moncong babi Pig-nosed turtle L VU II
Chelodina sp Snake-necked turtle TL NA
Chelus fimbriatus (Schneider 1783) Matamata Matamata Jenis asing
Chelydra serpentina (Linnaeus 1758) American snapping turtle Jenis asing
Chinemys sp Pond turtle III Jenis asing
Chelonoides (Geochelone) carbonaria (Spix 1824) Red-footed tortoise II Jenis asing
Geochelone elegans (Schoepff 1794) Kura-kura bintang Indian star tortoise LR II Jenis asing
Stigmochelys (Geochelone) pardalis (Bell 1828) Leopard tortoise II Jenis asing
Astrochelys (Geochelone) radiata (Shaw 1802) Kura-kura Radiata Radiated tortoise VU I Jenis asing
Geoclemys hamiltonii (Gray 1831) Spotted pond turtle VU Jenis asing
Indotestudo elongata (Blyth 1853) Elongated tortoise EN II Jenis asing
Kachuga sp Roofed/tent turtle Jenis asing
Macrochelodina rugosa (Ogilby 1890) Kura-kura leher panjang Siebenrock’s snake-necked
turtle
TL LR NA
Macrochelys temminckii (Harlan 1835) Alligator snapping turtle VU Jenis asing
Manouria emys (Schlegel & Muller 1840) Baning coklat Asian giant tortoise TL EN II
Morenia ocellata (Dumeril & Bibron 1835) Burmese eyed turtle VU I Jenis asing
Mauremys (Ocadia) sinensis (Gray 1834) Kura-kura taiwan Chinese stripe-necked turtle EN III Jenis asing
Pelomedusa sp Helmeted turtle Jenis asing
Phrynops geoffroanus (Schweigger 1812) Geoffroy’s toad-headed
turtle
Jenis asing
Pyxis arachnoides Bell 1827 Spider tortoise VU I Jenis asing
Testudo graeca Linnaeus 1758 Kura-kura greka Spur-thighed tortoise VU II Jenis asing
KEMANG
Chelodina sp Snake-necked turtle TL NA
Chelydra serpentina (Linnaeus 1758) Common snapping turtle Jenis asing
Clemmys guttata (Schneider 1792) Spotted turtle VU Jenis asing
Geochelone elegans (Schoepff 1794) Indian star tortoise LR Jenis asing
Stigmochelys (Geochelone) pardalis (Bell 1828) Leopard tortoise Jenis asing
Astrochelys (Geochelone) radiata (Shaw 1802) Kura-kura Radiata Radiated tortoise VU Jenis asing
Geochelone sulcata (Miller 1779) African spurred tortoise VU II Jenis asing
Geoclemys hamiltoni (Gray 1831) Spotted pond turtle VU Jenis asing
Graptemys barbouri Carr & Marchand 1942 Barbour’s map turtle LR III Jenis asing
Graptemys nigrinoda Cagle 1954 Black-knobbed map turtle LR III Jenis asing
Graptemys pseudogeographica (Gray 1831) False map turtle III Jenis asing
Lissemys punctata (Lacepede 1788) Indian flapshell turtle LR II Jenis asing
Macrochelys temmincki (Harlan 1835) Alligator snapping turtle VU Jenis asing
Malaclemys terrapin centrata (Schoepff 1793) Carolina diamondback
terrapin
LR Jenis asing
Malaclemys terrapin terrapin (Schoepff 1793) Northern diamondback
terrapin
LR Jenis asing
Morenia ocellata (Dumeril & Bibron 1835) Burmese eyed turtle VU I Jenis asing
Platemys platycephala (Schneider 1792) Twist-necked turtle Jenis asing
Platysternon megacephalum Gray 1831 Big-headed turtle EN II Jenis asing
Podocnemis unifilis Troschell 1848 Yellow-spotted river turtle VU II Jenis asing
Cuora (Pyxidea) mouhotii (Gray 1862) Keeled box turtle EN II Jenis asing
Testudo graeca Linnaeus 1758 Kura-kura greka Spur-thighed tortoise VU II Jenis asing
Testudo horsfieldii Gray 1844 Central Asia tortoise VU II Jenis asing
JATINEGARA
Cuora amboinensis (Daudin 1802) Kura-kura ambon Asian box turtle TL VU II
Heosemys spinosa (Gray 1831) Kura-kura matahari Spiny terrapin TL EN II
Notochelys platynota (Gray 1834) Kura-kura punggung datar Malaysian flat-shelled turtle TL VU II
Orlitia borneensis Gray 1873 Bajuku Malaysian giant turtle L EN II
Siebenrockiella crassicollis (Gray 1831) Kura-kura pipi putih Black marsh turtle TL VU II
Trachemys scripta elegans (Wied 1839) Kura-kura brasil Common slider LR Jenis asing
Keterangan LR : Kurang Terancam
L : Dilindungi I : Apendiks I
TL : Tidak dilindungi II : Apendiks II
CR : Genting III : Apendiks III
EN : Terancam NA : Non Apendiks
VU : Rawan
Lampiran 10. Beberapa Foto Hasil Survei Lapangan
Cuora amboinensis dan Notochelys platynota; lokasi: Jalan Barito
Common snapping turtle Chelydra serpentina; lokasi: Jalan Kartini
Bulus Amyda cartilaginea; lokasi: Petak Sembilan
Platemys platycephala; Lokasi:
Stigmochelys pardalis; lokasi: Kemang
Podocnemis unifilis; lokasi: Kemang
Astrochelys radiata; lokasi: Jalan Barito
Mauremys rivulata; lokasi: Jalan Kartini
Cuora flavomarginata; lokasi: Jalan Kartini
Morenia ocellata; Lokasi: Kemang