tesis jadi sarno - hasil ujian oktober 2012
TRANSCRIPT
ANALISIS POTENSI DAN REALISASIPENDAPATAN ASLI
DAERAH DALAM MENCAPAI KEMANDIRIAN KEUANGAN
DAERAH DI KABUPATEN SEKADAU TAHUN 2006-2011
Tesis
Disampaikan sebagai Salah Satu Syarat dalam Rangka Mencapai Deraja t
Kesarjanaan S2 pada Program Pascasarjana Ilm u Ekonomi Universitas
Tanjungpura
Oleh
NAMA : SARNO
NIM : B611 09040
PROGRAM MAGISTER ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2012
i
LEMBAR PENGESAHAN TESIS
Judul :
Analisis Potensi dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah dalam Mencapai
Kemandirian Keuangan Daerah di Kabupaten Sekadau
Tahun 2006-2011
Dipersiapkan dan Disusun Oleh :
S a r n o
B611 09040
Konsentrasi : Ekonomi Keuangan Daerah
Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji
Pada Tanggal : 6 Oktober 2012
Susunan Dewan Penguji :
Pembimbing I : Penguji I :
Prof. Dr. H. Eddy Suratman, SE,MA.
NIP. 19670707 199202 1 001
Dr. Hj. Dinarjad Achmad, SE, M.Sc.
NIP. 19540423198403 2 001
Pembimbing II :
Penguji II :
H. Wahyudi, SE.M.Si.
NIP. 19631209 198903 1 004
R o s y a d i , S E . M . S i .
NIP: 196509211993031001
Tesis ini Telah Diterima sebagai Salah Satu Persyaratan
untuk Memperoleh Gelar Magister Ilmu Ekonomi
Tanggal,
Mengetahui,
Ketua Program Magister Ekonomi Fakultas Ekonomi Untan
Dr. Hj. Dinarjad Achmad, SE, M.Sc.
NIP.19540423198403 2 001
ii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Analisis Potensi
dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah dalam Mencapai Kemandirian Keuangan
Daerah di Kabupaten Sekadau Tahun 2006-2011” ini merupakan karya saya
sendiri.Tesis ini tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di
suatu Perguruan Tinggi manapun, dan sepanjang pengetahuan saya dalam tesis ini
tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang
lain, kecuali beberapa kutipan yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka.
Pontianak, Oktober 2012
S a r n o
iii
MOTO DAN PERSEMBAHAN
IMAN DAN ILMU MENGANGKAT
DERAJAT MANUSIA
“…. Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu
dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat ….”
(Al-Mujadilah : 11)
“ Jadilah kamu orang yang mengajar atau belajar atau pendengar atau pencinta (mencintai ilmu) dan janganlah kamu menjadi orang yang
kelima (tidak mengajar, tidak belajar, tidak suka mendengar dan tidak mencintai ilmu), maka kamu akan hancur “
(H.R.. Baihaqi)
Kupersembahkan buat
Istri dan anak-anakku tercinta
“…terima kasih atas segala pengorbanan dan doa yang telah kalian berikan, semoga memberikan manfaat bagi masa depan keluarga,”
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah berkat rahmat dan karunia Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Esa, serta usaha yang gigih dari penulis, akhirnya penulisan tesis dengan judul
“Analisis Potensi dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah dalam Mencapai
Kemandirian Keuangan Daerah di Kabupaten Sekadau Tahun 2006-2011,” ini
dapat diselesaikan dengan baik.
Tesis ini merupakan salah satu persyaratan terakhir untuk memperoleh
gelar Magister Ekonomi (M.E.) pada Program Pascasarjana (S2) Ilmu Ekonomi di
Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura Pontianak. Adapun substansi materi
dalam tesis ini adalah menganalisis pertumbuhan, komposisi, efektifitas,
elastisitas dan dampak pemberlakuan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009
terhadap penerimaan PAD di Kabupaten Sekadau Provinsi Kalimantan Barat.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing penulis
baik selama perkuliahan maupun dalam penyusunan tesis ini, yang utama kepada :
1. Ketua Program Magister Ilmu Ekonomi Universitas Tanjungpura besera
jajarannya, yang telah memfasilitasi proses belajar mengajar sehingga kami
dapat menyelesaikan studi.
2. Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Sekadau Provinsi Kalimantan Barat yang
telah memberikan izin kepada penulis untuk mengadakan penelitian di
instansinya.
v
3. Bapak Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Sekadau Provinsi
Kalimantan Barat, yang telah memberikan izin dan memfasilitasi penulis untuk
melanjutkan studi S2 di Fakultas Ekonomi Untan.
4. Bapak Prof. Dr. H. Eddy Suratman, SE,MA, selaku Dosen Pembimbing
Utama.
5. Bapak H. Wahyudi, SE.M.Si. selaku Dosen Pembimbing II.
6. Ibu Dr. Hj. Dinarjad Achmad, SE.M.Sc. selaku Dosen Penguji Utama.
7. Bapak Rosyadi, SE, M.Si, sebagai Dosen Penguji II.
8. Para dosen pengasuh mata kuliah pada Program Magister Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi Univesitas Tanjungpura.
9. Seluruh dosen dan staf serta kawan-kawan di Fakultas Ekonomi Untan.
10. Teman-teman mahasiswa Program Magister Ilmu Ekonomi Universitas
Tanjungpura Pontianak, yang telah membantu baik selama proses perkuliahan,
maupun dalam penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari dalam penulisan tesis ini mungkin masih terdapat
banyak kekurangan baik dari segi materi, substansi maupun tata penulisan, untuk
itu berbagai saran dan kritik dari pembaca sangat kami harapkan guna
penyempurnaan tesis ini. Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini dapat
berguna bagi kita semua, amin.
Pontianak, Oktober 2012
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan Tesis ................................................................................ i
Pernyataan ....................................................................................................... ii
Moto dan Persembahan .................................................................................... iii
Kata Pengantar ................................................................................................. iv
Daftar Isi .......................................................................................................... vi
Daftar Tabel ..................................................................................................... ix
Daftar Gambar ................................................................................................. x
Daftar Lampiran .............................................................................................. xi
Abstrak ............................................................................................................ xii
Abstract ........................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1
a. Pelayanan Publik .................................................................................. 2
b. Indikasi Permasalahan .......................................................................... 9
c. Keaslian Penelitian................................................................................ 10
d. Penelitian Terdahulu ............................................................................. 11
1.2. Perumusan Masalah .................................................................................. 13
1.3. Tujuan penelitian. ..................................................................................... 14
1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................... 15
1.4.1. Bagi Kalangan Akademis dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan .... 15
1.4.2. Bagi Pemerintah dan Pengambil Kebijakan ..................................... 15
1.4.3. Bagi penulis .................................................................................... 16
BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................ 17
2.1. Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah .......................................... 17
2.2. Pendapatan Daerah .................................................................................... 18
2.2.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) ....................................................... 19
2.2.2. Dasar Hukum Pendapatan Asli Daerah ............................................ 20
2.3. Teori Pajak ................................................................................................ 21
2.3.1. Pengertian Pajak ............................................................................. 21
2.3.2. Aspek Ekonomi dari Perpajakan ..................................................... 23
vii
2.3.3. Fungsi Pajak ................................................................................... 23
2.3.4. Asas-Asas Pemungutan Pajak ......................................................... 24
2.4. Pajak Daerah ............................................................................................. 27
2.5.Retribusi Daerah ........................................................................................ 28
2.6. Dasar Hukum Pajak dan Retribusi Daerah ................................................. 31
2.7. Hasil Pengelolaan Kekayaan Milik Daerah yang Dipisahkan ..................... 31
2.8. Lain-lain PAD yang Sah............................................................................ 32
2.9. Dana Perimbangan/Pendapatan Transfer ................................................... 33
2.10. Total Penerimaan Daerah (TPD) ............................................................. 34
2.11. Potensi Pendapatan Asli Daerah .............................................................. 35
2.12. Efektivitas dan Efisiensi .......................................................................... 36
2.13. Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF) ........................................................ 38
2.14. Elastisitas PAD ....................................................................................... 39
2.15. Upaya Peningkatan PAD ......................................................................... 41
2.16. Strategi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah ......................................... 43
2.16.1. Intensifikasi .................................................................................. 43
2.16.2. Ekstensifikasi ................................................................................ 44
2.17. Kajian Penelitian Terdahulu .................................................................... 48
2.18. Kerangka Berpikir ................................................................................... 51
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 53
3.1. Bentuk Penelitian ...................................................................................... 53
3.2. Prosedur Penelitian ................................................................................... 53
3.3. Data, Sumber Data, dan Teknik Pengumpulan Data .................................. 55
3.4. Analisis Data ............................................................................................. 55
3.4.1. Analisis Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah ............................... 55
3.4.2. Analisis Kontribusi PAD(KPAD) ................................................... 56
3.4.3. Efektifitas dan Efisiensi PAD ......................................................... 56
3.4.4. Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF) ............................................... 57
3.4.5. Elstisitas PAD (Tax Ratio).............................................................. 58
viii
BAB IV PEMBAHASAN .............................................................................. 60
4.1. Pertumbuhan PAD Kabupaten Sekadau .................................................... 60
4.2. Komposisi PAD Kabupaten Sekadau (KPAD) .......................................... 61
4.3. Efektifitas PAD ........................................................................................ 63
4.4. Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF) ......................................................... 65
4.4. Elastisitas PAD (Tax Ratio) ...................................................................... 66
4.4.1. Elastisitas PAD Terhadap PDRB .................................................... 66
4.4.2. Elastisitas PAD Terhadap Penduduk ............................................... 68
4.5. Dampak Penerapan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan
Retribusi daerah terhadap realisasi Penerimaan Asli Daerah di
Kabupaten Sekadau .................................................................................. 69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 74
5.1. Kesimpulan ............................................................................................... 74
5.2. Saran ......................................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 77
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Realisasi Penerimaan Daerah Kabupaten Sekadau, Tahun 2006-
2011 (dalam Jutaan Rupiah) ........................................................... 6
Tabel 2.1. Skala Interval Derajat Desentralisasi Fiskal .................................... 39
Tabel 3.1. Skala Efektifitas dalam Pengukuran Kinerja Penerimaan Pajak ...... 57
Tabel 3.2. Skala Interval Derajat Desentralisasi Fiskal .................................... 58
Tabel 4.1. Kontribusi Masing-masing Komponen PAD Kabupaten Sekadau
Tahun 2006-2011 (dalam persen) ................................................... 61
Tabel 4.2. Efektifitas Penerimaan PAD di Kabupaten Sekadau Tahun 2006-
2011 ............................................................................................... 63
Tabel 4.3. Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF) di Kabupaten Sekadau,
Tahun 2006-2011 ........................................................................... 65
Tabel 4.4. PAD dan PDRB Kabupaten Sekadau Atas Dasar Harga Konstan
2000, Tahun 2006-2011 .................................................................. 66
Tabel 4.5. Elastisitas PAD Terhadap PDRB di Kabupaten Sekadau
Tahun 2006 - 2011 ......................................................................... 67
Tabel 4.6. Jumlah Penduduk Kabupaten Sekadau Berdasarkan Jenis
KelaminTahun 2006-2011. ............................................................. 68
Tabel 4.7. Elastisitas PAD Terhadap Penduduk Kabupaten Sekadau,
Tahun 2007-2011 ........................................................................... 69
Tabel 4.8. Perbandingan Objek dan Jenis Pungutan Pajak dan Retribusi
Daerah Sebelum dan Sesudah Undang-Undang no 28 tahun 2009 ... 70
Tabel 4.9. Perbandingan Penerimaan PAD Kabupaten Sekadau Tahun 2010
dan 2011 ......................................................................................... 71
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Perbandingan Komposisi Penerimaan PAD, Dana
Perimbangan dan Pendapatan daerah lainnya di Kabupaten
Sekadau ......................................................................................... 6
Gambar 1.2. Pertumbuhan komposisi PAD, Dana Perimbangan dan
Pendapatan Daerah Lainnya .......................................................... 7
Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian ............................................................. 51
Gambar 4.1. Pertumbuhan PAD Kabupaten Sekadau, Tahun 2007-2011 ........... 60
Gambar 4.2. Kontribusi Masing-masing Komponen PAD Kabupaten
Sekadau Tahun 2006-2011 ............................................................ 62
Gambar 4.3. Perkembangan Efektifitas Penerimaan PADdi Kabupaten
Sekadau ......................................................................................... 64
Gambar 4.4. Perbandingan Penerimaan PAD Kabupaten SekadauTahun
2010 dan 2011 ............................................................................... 72
xi
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 DAFTAR TARGET DAN REALISASI PENERIMAAN
DAERAH KABUPATEN SEKADAU TAHUN
ANGGARAN 2006................................................................ 80
LAMPIRAN 2 DAFTAR TARGET DAN REALISASI PENERIMAAN
DAERAH KABUPATEN SEKADAU TAHUN
ANGGARAN 2007................................................................ 81
LAMPIRAN 3 DAFTAR TARGET DAN REALISASI PENERIMAAN
DAERAH KABUPATEN SEKADAU TAHUN
ANGGARAN 2008................................................................ 82
LAMPIRAN 4 DAFTAR TARGET DAN REALISASI PENERIMAAN
DAERAH KABUPATEN SEKADAU TAHUN
ANGGARAN 2009................................................................ 83
LAMPIRAN 5 DAFTAR TARGET DAN REALISASI PENERIMAAN
DAERAH KABUPATEN SEKADAU TAHUN
ANGGARAN 2010................................................................ 84
LAMPIRAN6 PDRB KABUPATEN SEKADAU ATAS DASAR
HARGA KONSTAN 2000 TAHUN 2006-2011 DALAM
JUTAAN RUPIAH ................................................................ 86
xii
ABSTRAK
Penelitian Analisis Potensi dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah dalam
Mencapai Kemandirian Keuangan Daerah di Kabupaten Sekadau Tahun 2006-
2011 ini bertujuan meneliti kondisi keuangan daerah Kabupaten
Sekadau,bagaimana pertumbuhan, komposisi, efektifitas, kemampuan keuangan
daerah sendiri, dan elastisitas penerimaan PAD terhadap pertumbuhan jumlah
penduduk dan PDRB di Kabupaten Sekadau, sebagai salah satu indikator kinerja
keuangan daerah, periode tahun yang digunakan antara tahun 2006 hingga 2011.
Variabel yang diteliti adalah seluruh komponen penerimaan asli daerah
(PAD), yakni pajak daerah, retribusi daerah, dan lain-lain pendapatan daerah yang
sah, Jumlah Penduduk, dan PDRB dengan menggunakan data skunder yang
diperoleh dari Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Sekadau dan BPS (Kabupaten
Sekadau Dalam Angka).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama periode penelitian
pertumbuhan PAD Kabupaten Sekadau rata-rata sebesar 45,94% dengan
komposisi Pajak daerah 27%, retribusi daerah 18%, Hasil pengelolaan kekayaan
daerah 7% dan lain-lain PAD sebesar 48%. Efektivitas penerimaan PAD selama
periode tersebut rata-rata sebesar 98.61%. Hasil perhitungan Derajat
Desentralisasi Fiskal di Kabupaten Sekadau rata-rata hanya sebesar 2,73%. Nilai
ini sangat rendah berdasarkan kriteria Depdagri.
Hasil perhitungan Elastisitas menunjukkan pertumbuhan PAD kabupaten
Sekadau inelastis terhadap PDRB yakni sebesar 0,35. Sedangkan elastisitas
terhadap jumlah penduduk sebesar 0,05(inelastis). Artinya perubahan atau
penambahan sebesar 1 % PDRB membuat perubahan atau penambahan jumlah
penerimaan PAD hanya sebesar 0,35%, dan perubahan atau penambahan
penduduk sebesar 1 % akan menimbulkan penambahan PAD hanya sebesar
0,05%.
Kata kunci : Efektifitas, Elastisitas, PAD, Keuangan Daerah.
xiii
ABSTRACT
This research of The Regions OriginalRevenue Realization Potency in
Achieving Region Finance Independence of Regency Sekadau Year 2006-2011. it
aims to analyze regency region financial conditions of Seakdau Regency, how is
growth, composition, effectiveness, self region acceptance liability, and PAD'S
acceptance elasticity at Sekadau Regency, as one of financial performance
indicator region, on year period that is utilized 2006 to 2011.
The variable that analyzed is, all the regions revenue‟s component, PAD,
taxes, retribution, etc. propertied region, Population, and PDRB by use of data
skunder that acquired of on duty Regency Region Income sekadau and BPS
(Sekadau's Regency in Numeral).
Result observationaling to point out that up to growth research period PAD
Sekadau's Regency as big as 45.94 % by Region Taxes compositions 27%, Region
Retribution 18%, Wealth management result region 7%, and etc. PAD is 48%.
While PAD'S acceptance effectiveness up to that period average as big as 98.61%.
Degrees arithmetic result Decentralize Fiscal at Regency sekadau that
bottommost, up to year period 2006-2011 which is average just as big as 2,73 %.
this bottommost bases Depdagri's criterion.
Elasticities arithmetic result point out PAD'S growth sekadau inelastis's
regency to PDRB namely as big as 0,35. Meanwhile elasticity to population as big
as 0,05(inelastis). Its mean is changed or added islandic as big as 1 % make
changing or added total PAD'S acceptances as big as 0,35%, and is changed or
added islandic as big as 1 % make changing or added total PAD'S acceptances as
big as 0,055%, .
Key word: Effectiveness, Elasticity, PAD, Financially Region.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan utama dari pembangunan
ekonomi di setiap daerah. Keberhasilan dan kelancaran pelaksanaan proses
pembangunandi daerah sangat tergantung dari tersedia atau tidaknya dana yang
cukup untuk membiayai proses pembangunan. Adapun sumber dana berasal dari
pajak daerah dan sumber-sumber lainnya yang disahkan oleh pemerintah.
Pungutan terhadap pajak daerah merupakan keharusan bagi pemerintah untuk
pengelolannya sebagai modal dalam pembangunan. Oleh karena itu, agar kegiatan
pembangunan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan maka harus didukung
oleh kemampuan dan potensi yang ada terutama menyangkut penerimaan atau
pendapatan sebagai sumber pembiayaan. Dalam kaitan ini pemerintah perlu
menggali sumber-sumber pendapatan yang berasal dari masyarakat, yaitu dengan
menetapkan besarnya pajak, retribusi dan berbagai sumber yang masih mungkin
untuk digali dan ditumbuh kembangkan.
Manifestasi dari otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab adalah
dalam hal menggali, mengembangkan dan meningkatkan kemampuan daerah di
bidang pengelolaan keuangan daerah. Hal ini mengandung arti bahwa pemerintah
daerah dituntut untuk meningkatkan kemandiriannya dalam membiayai
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya. PAD harus
menempati bagian terbesar dari sumber keuangan daerah, sedangkan ketergantung
an kepada bantuan pemerintah pusat harus ditekan seminimal mungkin.
2
Pemerintah daerah dan masyarakat memiliki kewajiban dan hak yang
bersimbiose. Ketika kewajiban dan hak kedua dilaksanakan dengan baik maka
dipastikan tingkat kesejahteraan masyarakat dan kinerja pemerintah daerah akan
baik sesuai dengan apa yang diharapkan. Kewajiban masyarakat adalah membayar
pajak, retribusi sementara hak masyarakat adalah mendapatkan pelayanan publik.
Sebaliknya kewajiban pemerintah adalah memberikan pelayanan publik sementara
hak pemerintah adalah menerima pembayaran.
a. Pelayanan Publik
Pelayanan publik merupakan suatu bentuk pelayanan yang dibutuhkan
masyarakat tetapi tidak dapat disediakan secara efisien dan efektif oleh swasta.
Dalam kasus ini pelayanan publik meliputi pengadaan barang publik, pengaturan
eksternalitas, penjaminan keamanan dari ketidakpedulian masyarakat. Barang
publik merupakan barang non rival dan non eklusif. Barang yang siapapun dapat
menikmati tanpa harus berkontribusi. Dalam kasus barang publik ini swasta tidak
akan pernah mampu menyediakan karena adanya masalahfree rider. Eksternalitas
biasanya berkaitan dengan sumber daya alam dan kehidupan bertetangga. Pada
kasus ini aktivitas seseorang akan mempengaruhi pihak ketiga tanpa pihak ketiga
mendapatkan kompensasi. Hal ini akan menyebabkan ketidakefisienan karena
biaya atau manfaat sosial tidak pernah diperhitungkan. Ketidak pedulian berkaitan
dengan sikap manusia yang tidak perduli, misalnya dengan keselamatan pribadi
ketika naik mobil/motor.
Kedua pelayanan publik adalah pelayanan yang juga dapat disediakun oleh
swasta sacara efisien dan efektif tetapi secara kolektif diputuskan untuk dilayani
3
oleh pemerintah. Dalam kasus ini pemerintah memberikan pelayanan pada
berbagai jenis pelayanan yang dapat dilakukan swasta melalui BUMD.
Setiap daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota memiliki sejumlah
persoalan keuangan, salah satunya dari sisi penerimaan yakni PAD yang minim,
belum tergarap secara optimal. Apalagi untuk beberapa pajak dan retribusi yang
baru diserahkan pemerintah pusat kepada daerah belum terinventarisasi sehingga
pemerintah Kabupaten Sekadau belum bisa menghitung secara riil berapa
potensi PAD sesungguhnya yang bisa diperoleh sebagai penerimaan daerah
sendiri (PDS).
Penerimaan Daerah Sendiri (PDS) suatu daerah kabupaten pada dasarnya
adalah jumlah pajak daerah, retribusi daerah dan lain-lain PAD yang Sah. Dalam
konteks ini, kemampuan suatu daerah untuk menjadi otonom bisa diukur dari
kemampuan untuk meningkatkan PAD. Peningkatan PAD memiliki arti yang
sangat strategis, baik bagi kepentingan daerah kabupaten maupun bagi
kepentingan nasional, terutama dalam kaitannya dengan upaya untuk
meningkatkan kemandirian dalam pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di
daerah. Ini berarti PAD menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan dalam
pelaksanaan otonomi daerah.
Sejalan dengan tuntutan desentralisasi fiskal dan otonomi daerah dan
sejak diberlakukannya UU Nomor 28 Tahun 2009, maka Pemerintah Kabupaten
Sekadau seyogyanya melakukan reinventarisasi dan mengidentifikasi ulang
sumber-sumber PAD yang bisa dimaksimalkan untuk kepentingan pembangunan
daerah dengan potensi yang ada. Kita ketahui bahwa keberadaan sektor ekonomi
4
di Kabupaten Sekadau yang cukup bervariasi sehingga dapat dijadikan sebagai
sumber penerimaan keuangan daerah dalam jangka panjang.Kewenangan yang
luas bagi daerah akan dapat menentukan mana sumber dana yang dapat digali dan
mana yang secara potensial dapat dikembangkan (Gaffar, 2000: 43-44).
Selanjutnya Darumurti dan Rauta (2000: 49) mengemukakan implikasi
dari adanya kewenangan urusan pemerintah yang begitu luas yang diberikan
kepada daerah dalam rangka otonomi daerah, di satu sisi dapat merupakan berkah
bagi daerah, namun pada sisi lain bertambahnya kewenangan daerah tersebut
sekaligus juga merupakan beban yang menuntut kesiapan daerah untuk
melaksanakannya, karena semakin bertambahnya urusan pemerintah yang
menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Untuk itu ada beberapa aspek yang
harus dipersiapkan yaitu aspek sumber daya manusia, sumber daya keuangan,
sarana dan prasarana. Hal ini sejaian dengan pendapat Kaho (1997: 246-256) yang
menyatakan bahwa untuk mewujudkan kesesuaian antara prinsip dan praktek
penyelenggaraan otonomi daerah, maka terdapat beberapa faktor yang perlu
diperhatikan yaitu pertama, faktor manusia pelaksana, kedua, faktor keuangan,
ketiga, faktor peralatan dan keempat, faktor organisasi dan manajemen. Keempat
faktor inilah yang sangat menentukan prospek otonomi daerah di masa yang akan
datang.
Sejalan dengan itu, untuk menjalankan fungsi pemerintahan atau kegiatan
pemerintahan, faktor keuangan merupakan suatu hal yang sangat penting, karena
hampir tidak ada kegiatan pemerintahan yang tidak membutuhkan biaya (uang).
Semakin besar jumlah uang yang tersedia semakin banyak pula kemungkinan
5
kegiatan atau pekerjaan yang dapat dilaksanakan (Kaho, 1997: 61). Apalagi dalam
pelaksanaan otonomi daerah yang telah dimulai pada sejak tahun 2001. Pamudji
(1982: 72) menyatakan bahwa keuangan merupakan salah satu dasar kriteria
untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah
tangganya sendiri. Kemampuan daerah dimaksud adalah sampai seberapa jauh
daerah dapat menggali sumber-sumbcr keuangan sendiri guna membiayai
kebutuhannya tanpa harus selalu menggantungkan diri pada bantuan atau subsidi
pemerintah pusat (Kaho, 1997: 124), oleh karena itu kalau daerah tidak
mempunyai sumber-sumber keuangan yang cukup, akibatnya akan tergantung
terus kepada pemerintah pusat (Prabowo, 1999: 4).
Untuk melaksanakan pembangunan diperlukan sumber pembiayaan yang
sangat besar, terutama untuk investasi yang diharapkan berasal dari dana
masyarakat. Di negara berkembang seperti Indonesia, pada umumnya dana
investasi dari masyarakat masih sangat terbatas, sehingga diperlukan campur
tangan pemerintah, terutama untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur seperti
jalan dan jembatan, kelistrikan, perhubungan dan lain-lain. Salah satu sumber
dana pemerintah daerah yang terpenting dan potensial adalah Pendapatan Asli
Daerah yang diharapkan terus meningkat. Permasalahan yang terjadi di
Kabupaten Sekadau, dimana keuangan daerah masih sangat tergantung pada
pemerintah pusat. Dalam laporan realisasi penerimaan dan pengeluaran
pemerintah Kabupaten Sekadau terlihat bahwajumlah PAD sangat kecil
komposisinya dibandingkan dana transfer pemerintah pusat dan penerimaan
lainnya, seperti pada tabel di bawah ini.
6
Tabel 1.1. Realisasi
Penerimaan Daerah Kabupaten Sekadau, Tahun 2006-2011 (dalam
Jutaan Rupiah)
Tahun Pendapatan
Asli Daerah (%)
Dana
Perimbangan (%)
Lain-lain
Pendapatan
yang Sah (%)
Total
Penerimaan
2006 3,144.69 1.20 259,197.04 98.64 435.34 0.17 262,777.07 2007 5,177.30 1.72 282,585.99 93.81 13,471.69 4.47 301,234.98 2008 7,647.62 2.25 320,081.40 94.12 12,356.67 3.63 340,085.69 2009 11,428.99 3.23 319,287.26 90.19 23,313.42 6.59 354,029.67 2010 11,997.16 2.76 334,306.50 76.88 88,511.32 20.30 434,814.98
2011 19,545.35 4.18 366,815.56 78.37 81,703.50 17.46 468,064.41 Rata-
Rata 9,823.52 2.55 313,712.29 88.67 36,631.99 8.78 360,167.80
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Sekadau, 2012
Perbandingan komposisi antara PAD, Dana Perimbangan dan pendapatan
lainnya lebih jelas dapat dilihat pada grafik berikut ini.
Gambar 1.1.
Perbandingan komposisi penerimaan PAD, Dana Perimbangan dan
Pendapatan daerah lainnya di Kabupaten Sekadau
Dalam tabel di atas terlihat bahwa komposisi penerimaan daerah
didominasi oleh dana perimbangan yang merupakan kontribusi dari Pemerintah
Pusat dengan pertumbuhan yang cenderung meningkat, walaupun perkembangan
0.00
50,000.00
100,000.00
150,000.00
200,000.00
250,000.00
300,000.00
350,000.00
400,000.00
2006 2007 2008 2009 2010 2011
Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan
Lain-lain Pendapatan yang Sah
7
PAD dan pendapatan lainnya meningkat setiap tahun dengan berfluktuasi, namun
secara persentase penerimaan PAD sangat kecil yakni rata-rata hanya 2,55 %
dalam periode 2006-2011.
Sedangkan jika dilihat dari komposisi pertumbuhan pertahun menunjukkan
trend yang bervariasi dimana dana perimbangan cenderung menurun
persentasenya sedangkan PAD dan penerimaan lainnya cenderung mengalami
peningkatan, seperti dapat dilihat pada grafik berikut ini.
Gambar 1.2.
Pertumbuhan komposisi PAD, Dana Perimbangan dan Pendapatan
Daerah Lainnya
Permasalahan rendahnya PAD dan ketergantungan pada dana pusat bukan
saja terjadi di Kabupaten Sekadau, Hirawan (1987: 94-95) telah menelaah
mengenai keuangan daerah di Indonesia mengungkapkan beberapa permasalahan
di bidang keuangan daerah yang dihadapi oleh pemerintah daerah selama ini
yaitu:
a) Ketergantungan pemerintah daerah pada subsidi pemerintah pusat yang
tercermin dalam besarnya bantuan pemerintah pusat, baik dari sudut anggaran
0.00
50,000.00
100,000.00
150,000.00
200,000.00
250,000.00
300,000.00
350,000.00
400,000.00
2006 2007 2008 2009 2010 2011
Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan
Lain-lain Pendapatan yang Sah
8
rutin yaitu subsidi daerah otonom. maupun dari sudut anggaran pembangunan
daerah;
b) Rendahnya kemampuan daerah untuk menggali potensi sumber-sumber
Pendapatan Asli Daerah yang tercermin dari penerimaan Pendapatan Asli
Daerah yang relatif kecil (16,4 %) dibandingkan total penerimaan daerah;
c) Kurangnya usaha dan kemampuan penerimaan daerah di dalam mengelola dan
menggali sumber-sumber pendapatan yang ada;
d) Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak, retribusi dan
pungutan lainnya.
Menurut pengamatan penulis dalam kaitannya dengan rendahnya proporsi
PAD ini terdapat dua persoalan penting yang menonjol, yaitu pertama
menyangkut tingkat kewenangan daerah dalam memanfaatkan penerimaan daerah
dalam memanfaatkan penerimaan daerah, terdapat kecenderungan bahwa sumber-
sumber penerimaan yang penting dan potensial masih dipegang oleh pusat. Kedua
menyangkut belum semua potensi PAD dapat tergali dan tingkat kesadaran wajib
pajak dan wajib retribusi masih rendah dalam memenuhi kewajibannya.
PAD merupakan salah satu indikator kemandirian keuangan daerah yang
selanjutnya akan mempengaruhi „kualitas‟ APBD dan mempengaruhi proses
pembangunan di daerah. Oleh karena anggaran merupakan salah satu bagian
daripada administrasi keuangan dan pembangunan di daerah, karena APBD
memiliki fungsi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Fungsi perencanaan
mengandung arti bahwa : anggaran merupakan alat dari manajemen menyangkut
masalah efisiensi dalam rangka mengusahakan pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan, yang dalam hal ini akan tercermin pada performance budget karena di
dalamnya sudah ditentukan ukuran-ukuran dan tolok ukur, sehingga dengan
9
mudah dapat diketahui apakah pelaksanaan memenuhi sasaran yang telah
ditetapkan atau tidak. Sedangkan fungsi pengawasan mengandung arti bahwa
anggaran merupakan alat untuk mengawasi penggunaan dana.
b. Indikasi Permasalahan
Pemerintah Kabupaten Sekadau dihadapkan pada terbatasnya keuangan
akibat penerimaan PAD yang minim mengakibatkan kurangnya kedaulatan
dalam pengelolaan keuangan.
Rendahnya penerimaan PAD mengindikasikan masih lemahnya
pengelolaan keuangan daerah (oleh Dispenda Kabupaten Sekadau), hal ini
berdampak pada ketergantungan keuangan pada pemerintah pusat, hal ini bertolak
belakang dengan tujuan dan prinsip otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.
Sementara di sisi lain potensi sumberdaya alam dan potensi daerah masih
perlu diberdayakan untuk meningkatkan PAD di Kabupaten Sekadau. Kekayaan
alam dan potensi ekonomi yang dimiliki belum terinventarisasi dan
teridentifikasi dengan baik. Dalam pendataan dan pemungutan pajak dirasa
kurang optimal, masih banyak terdapat objek/wajib pajak yang belum terdata
sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang No 28 tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah.
Berdasarkan indikasi dan asumsi tersebut maka penulis tertarik untuk
melakukan sebuah penelitian ilmiah mengenai keuangan daerah dengan judul:
“ANALISIS POTENSI DAN REALISASI PENDAPATAN ASLI DAERAH
DALAM MENCAPAI KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH DI
KABUPATEN SEKADAU TAHUN 2006-2011,” yang intinya adalah suatu
10
kajian mengenai peta potensi riil dan realisasi pajak dan retribusi daerah yang
ada di Kabupaten Sekadau setelah diberlakukannya Undang-undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang pajak dan retribusi, yang efektif berlaku mulai 1 Januari
tahun 2010, dan di Kabupaten Sekadau mulai berlaku sejak 1 Januari 2011
dengan dikeluarkannya Perda Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah di
Kabupaten Sekadau.
Selain untuk tujuan akademik berupa pembuatan tesis yang penulis
lakukan, penelitian ini sangat penting dan sangat relevan dalam rangka
meningkatkan pendapatan dan kemampuan keuangan Daerah di Kabupaten
Sekadau.
c. Keaslian Penelitian
Penelitian ini merupakan karya penulis sendiri, tidak ada bagian yang
merupakan penjiplakan karya orang lain. Menurut pengetahuan penulis, penelitian
ini tidak pernah ditulis, diterbitkan atau diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun. Namun ada beberapa penelitian
terdahulu yang telah dilakukan dengan topik dan variabel yang sama, hal ini
dijadikan acuan oleh penulis dan dijadikan sebagai landasan empiris dan tinjauan
pustaka, sehingga ada beberapa persamaan dan perbedaannya dengan penelitian-
penelitian terdahulu. Persamaannya adalah sama-sama menggunakan variabel
penerimaan daerah, PAD, pajak daerah, retribusi daerah, sedangkan perbedaannya
adalah periode waktu, variabel, alat analisis, dan daerah penelitian. Adapun
penelitian-penelitian terdahulu yang menjadi acuan penulis adalah:
11
d. Penelitian Terdahulu
Adapun hasil kajian penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam
penelitian ini ditampilkan dalam tabel/matrik di bawah ini :
Nama Peneliti, Judul,
Lembaga
Uraian Singkat, Tujuan,
metode analisis
Kesimpulan/Hasil
Penelitian
Bob Mustafa dan Abdul
Halim, 2008,
“Pengukuran Kinerja
Dinas Pendapatan Daerah
Provinsi Kalimantan
Barat, Jurnal Ekonomi
Politeknik Negeri
Pontianak Fakultas
Ekonomi dan Bisnis
UGM Yogyakarta
Tujuan :
(1) Untuk mengetahui kinerja
pendapatan daerah Dispenda
Provinsi Kalimantan Barat :
Pertumbuhan pendapatan asli
daerah (PAD), Kontribusi
pajak dan retribusi daerah
terhadap PAD, Elastisitas
PAD terhadap PDRB,
Derajat desentralisasi fiskal,
dan Rasio efektivitas PAD,
Kinerja efisiensi dan
efektivitas pengelolaan
keuangan yang dilaksanakan
oleh Dispenda Provinsi
Kalimantan Barat
Selama periode penelitian,
PAD Provinsi Kalimantan
Barat mengalami
pertumbuhan rata-rata
sebesar 24,71% per tahun,
atau telah terjadi kenaikan
PAD sebesar 98,85%,
Angka Efektivitas, kontribusi
Derajat Desentralisasi Fiskal,
derejat ketergantungan
Elastisitas
Ernie A.A. Purukan,
ANALISIS POTENSI,
KEEFEKTIFAN DAN
EFISIENSI RETRIBUSI
PASAR DI KOTA
MANADO,
Tesis Program Studi
Magister Ekonomika
Pembangunan Bidang
Ilmu Sosial Program
Pascasarjana Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta
Tujuan :
Menghitung potensi
retribusi pasar, menghitung
dan menganalisis
keefektfan pengelolaan
retribusi pasar serta
menghitung dan
menganalisis efisiensi
pengelolaan retribusi pasar.
Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah
data primer dan data
sekunder.
Alat analisis yang
digunakan adalah:
Analisis potensi retribusi
pasar dengan menggunakan
perhitungan matematik
sederhana.
Analisis keefektifan
merupakan rasio antara
realisasi dengan potensi
dikali 100 persen.
Hasil analisis
potensi penerimaan
retribusi pasar tahun
2003 sebesar
Rp2996.723.700,- dan
potensi tahun 2004
diasumsikan sama dengan
tahun 2003, karena masih
menggunakan peraturan
yang sama dan tidak ada
perubahan sedikitpun.
Tingkat keefektifan
berdasarkan target selama
kurun waktu tujuh tahun
menunjukkan bahwa
pengelolaan retribusi pasar
berjalan efektif yakni rata-
rata sebesar 99,55%,
Berdasarkan potensi
tahun 2003 sebesar
89,35%. Berarti bahwa
pengelolaan cukup efektif.
Tingkat efisiensi kurun
waktu empat tahun rata-
12
Analisis efisiensi
merupakan rasio antara
biaya pemungutan dengan
realisasi penerimaan dikali
100 persen.
rata sebesar 60%. Ini dapat
dikatakan efisien, dimana
untuk merealisasikan
penerimaan sebesar
Rp.100,- dibutuhkan
biaya sebesar Rp.60,-.
Joko Dwi Maryono,
“OPTIMALISASI
POTENSI RIIL PAJAK
RESTORAN DALAM
UPAYA
PENINGKATAN
PENDAPATAN ASLI
DAERAH DI
KABUPATEN
SEKADAU,” Tesis
Program Magister Ilmu
Ekonomi Fakultas
Ekonomi Universitas
Tanjungpura Pontianak
Tujuan penelitian
Menghitung dan
mengetahui potensi Pajak
Restoran, apakah
penerimaan pajak restoran
yang dipungut oleh
Dispenda Kabupaten
Sekadau sudah efektif dan
efissien.
Metode penelitianyang
digunakan adalah „metode
Deskriptif Analisis‟ dengan
menggunakan data skunder
dan primer.
Hasil analisis
menunjukkan bahwa
penerimaan pajak restoran
di Kabupaten Sekadau
memiliki tingkat
efektivitas yang tinggi,
namun tingkat efisiensi
yang rendah.
Sudiman, 2010,
“ANALISIS REALISASI
PENDAPATAN ASLI
DAERAH DALAM
MENCAPAI
KEMANDIRIAN
OTONOMI DAERAH
KABUPATEN
LANDAK,” Tesis
Program Magister Ilmu
Ekonomi Fakultas
Ekonomi Universitas
Tanjungpura Pontianak.
Permasahan yang dikaji
dalam penelitian Sudiman
adalah :
- Bagaimana tingkat
efektivitas dan efisiensi
kinerja penerimaan
pendapatan asli daerah
Kabupaten Landak ?
- Berapa besar tingkat
kepekaan pendapatan asli
daerah (PAD) terhadap
PDRB Kabupaten
Landak.
Analisis data yang
digunakan meliputi :
Analisis kinerja, yaitu
dengan menganalisis
efektifitas dan efisiensi
penghimpunan PAD,
Analisis elastisitas, untuk
mengukur tingkat
sensitivitas penerimaan
PAD terhadapPDRB dan
terhadap pertumbuhan
penduduk.
Hasil perhitungan
disimpulkan bahwa :
a) Sistem dan prosedur
pemungutan pendapatan
asli daerah pada tahun
2007 lebih efisien dan
lebih efektif
dibandingkan dengan
tahun 2006.
b) Pendapatan asli daerah
Kabupaten Landak
memiliki tingkat
sensitivitas yang cukup
tinggi terhadap PDRB
dan terhadap jumlah
penduduk.
c) Tingkat kemandirian
dalam membiayai
kegiatan rutin dan
pelayanan publik pada
2007 lebih tinggi
dibandingkan dengan
tahun 2006, karena
kemampuan Pemerintah
Kabupaten Landak dalam
menghimpun pendapatan
asli daerah pada tahun
2007 semakin besar.
13
Mardiasmo dan Makhfatih
(2000) melakukan
PENGHITUNGAN
POTENSI PAJAK DAN
RETRIBUSI DAERAH
DI KABUPATEN
MAGELANG.
Dalam kesimpulan
Mardiasmo menyatakan
bahwa
ketergantungan
Kabupaten Magelang
cukup tinggi terhadap
sumber penerimaan dari
sumbangan dan bantuan
Pemerintah Pusat atau
Provinsi Jawa Tengah.
Untuk itu upaya
meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah
dari pajak dan retribusi
daerah sudah merupakan
keharusan;
5. Yahya M. Bana, 2001 ;
Analisis Sistem
Pengelolaan Keuangan
Daerah Kabupaten Alor
Propinsi Nusa Tenggara
Timur, Tesis, Program
Studi Magister
Ekonomika Pembangunan
Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial,
Program Pasca Sarjana
Universitas Gadjah Mada
menganalisis tingkat
efektivitas dan efisiensi
pengelolaan keuangan
daerah untuk mengetahui
keeratan hubungan realisasi
penerimaan daerah dan
realisasi pengeluaran rutin
di Kabupaten Alor Propinsi
Nusa Tenggara Timur dari
Tahun Anggaran
1994/1995 sampai dengan
1999/2000.
Data yang diamati adalah
data sekunder dalam runtut
waktu (time series) yang
diperoleh dari Bagian
Keuangan Kabupaten Alor
Hasil analisis
menunjukkan bahwa :
- Tingkat efektivitas
selama periode
pengamatan antara
87,37% s/d 99,34%,
(cukup efektif).
- Tingkat efisiensi antara
51,30% s/d 69,53%
(berarti efisien).
- Perkembangan dan
hubungan variabel yang
diamati yaitu kontribusi
Penerimaan Daerah
Sendiri (PDS) dilihat dari
target memberikan
kontribusi terhadap
APBD sebesar 16.29%
- Tingkat ketergantungan
kepada pemerintah pusat
besarnya83.71%.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan indikasi dan identifikasi masalah di atas, maka lingkup
permasalahan dirumuskan sebagai berikut :
14
1. Bagaimana kondisi keuangan daerah Kabupaten Sekadau dilihat dari
pertumbuhan dan kontribusi serta komposisi PAD?
2. Bagaimana efektifitas Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Sekadau ?
3. Bagaimana kondisi keuangan daerah dilihat dari Derajat Kemandirian Daerah
di Kabupaten Sekadau ?
4. Bagaimana kondisi keuangan daerah dilihat dari Elastisitas PDRB dan
jumlah penduduk terhadap PAD di Kabupaten Sekadau ?
5. Bagaimana dampak penerapan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi daerah terhadap realisasi Pendapatan Asli Daerah di
Kabupaten Sekadau ?
1.3. Tujuan penelitian.
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui dan menganalisa kondisi, pertumbuhan, kontribusi dan
komposisi per komponen PAD di Kabupaten Sekadau.
2. Mengetahui dan menganalisis efektifitas Pendapatan Asli Daerah di
Kabupaten Sekadau.
3. Mengetahui dan menganalisis tingkat kemandirian keuangan daerah dengan
menghitung Derajat Desentralisasi Fiskal Daerah Kabupaten Sekadau.
4. Mengetahui dan menganalisa elastisitas PDRB dan jumlah penduduk
terhadap PAD Kabupaten Sekadau.
5.Menganalisis dampak penerapan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah terhadap realisasi Pendapatan Asli Daerah di
Kabupaten Sekadau.
15
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
berbagai pihak, diantaranya :
1.4.1. Bagi Kalangan Akademis dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan
a. Memperkaya kajian-kajian empiris terdahulu, terutama berkaitan dengan upaya
peningkatan efektifitas, dan optimalisasi pengelolaan keuangan daerah.
b. Mampu melahirkan sebuah pemikiran baru berupa konsep, strategi, dan
kebijakan pengelolaan keuangan daerah dan menjadi acuan dalam penelitian
lebih lanjut khususnya di Kalimantan Barat.
c. Menjadi salah satu sumber masukan dan informasi bagi para peneliti yang
ingin mengembangkan dan melanjutkan studi lebih mendalam tentang berbagai
topik yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan sistem keuangan
daerah.
1.4.2. Bagi Pemerintah dan Pengambil Kebijakan
a. Menjadi sumber informasi alternatif dan fakta dalam membuat kebijakan
berkenaan dengan kebijakan pembangunan dan keuangan khususnya yang
berkaitan dengan prinsip akuntabilitas publik bagi masyarakat.
b. Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Daerah Kabupaten
Sekadau dalam rangka untuk lebih meningkatkan pengelolaan keuangan
daerah;
c. Dapat memberikan informasi pada masyarakat tentang keadaan pengelolaan
keuangan di Pemerintah Kabupaten Sekadau.
16
1.4.3. Bagi penulis
Penelitian ini sebagai media pembelajaran dan pemahaman lebih dalam
tentang teori dan ilmu pengetahuan yang penulis pelajari khususnya di bidang
ilmu ekonomi pembangunan dan keuangan daerah.
17
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah
Salah satu upaya pemerintah pusat dalam mengakomodasi aspirasi
masyarakat dan peningkatan kesejahteraan serta pemerataan pendapatan adalah
melalui otonomi daerah. Otonomi Daerah di Indonesia dimulai dengan
bergulirnya Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah yang masing-masing telah diperbaharui dengan UU
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah. Otonomi Daerah menurut UU ini adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Penyelenggaraan otonomi daerah dan desentralisasi kepada daerah
kabupaten/kota membawa implikasi dan konsekuensi terutama pada masalah
pembiayaan, pengelolaan, dan pengawasan keuangan daerah. Saat ini masih
banyak masyarakat yang memahami bahwa otonomi daerah berarti peningkatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD), sehingga dengan otonomi daerah dan
desentralisasi, pemerintah daerah harus membiayai pengeluaran daerahnya dengan
Pendapatan Asli Daerahnya sendiri.
18
Desentralisasi tidak hanya terkait dengan sisi model pemerintahan, namun
juga menyangkut paradigma ekonomi yang disebut desentralisasi ekonomi.
Desentralisasi ekonomi mencakup aktivitas dan tanggung jawab ekonomi yang
diimplementasikan pada level daerah.
Berkaitan dengan hal tersebut, desentralisasi fiskal menjadi komponen
utama proses desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia. Menurut Mardiasmo
(2002) dengan adanya desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia diharapkan:
(1) Dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah,
(2) Meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat, serta
(3) Membudayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk berpartispasi
dalam proses pembangunan.
Lebih jauh Mardiasmo (2002:97) mengemukakan bahwa untuk
mewujudkan itu semua diperlukan reformasi kelembagaan (institutional reform)
dan reformasi manajemen publik (public management reform) secara lebih nyata.
Reformasi kelembagaan menyangkut pembenahan seluruh alat-alat pemerintahan
di daerah, baik struktur maupun infrastrukturnya. Kunci reformasi kelembagaan
tersebut adalah pemberdayaan masing-masing element di daerah, yaitu
masyarakat umum sebagai "stakeholder", pemerintah daerah sebagai eksekutif,
dan DPRD sebagai "shareholder".
2.2. Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (pasal1) adalah hak Pemerintah
Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun
19
bersangkutan. Definisi pendapatan menurut Halim (2007;237) adalah semua
penerimaan daerah dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang
mempengaruhi kekayaan daerah.
Adapun sumber-sumber atau jenis penerimaan pemerintah daerah terdiri
atas (1) Pendapatan Asli Daerah (PAD), (2) Dana Perimbangan yang berupa Bagi
Hasil Pajak (BHP), Bagi Hasil Bukan Pajak (BHBP), Dana Alokasi Umum
(DAU), dan Dana Aiokasi Khusus DAK), Perimbangan propinsi, dan (3) Lain –
lain Pendapatan Daerah yang sah. Dari aspek penggunaan anggaran, sumber
pendapatan Pemerintah Daerah dapat dikelompokkan sebagai penerimaan umum
dan penerimaan khusus. Penerimaan umum adalah semua jenis penerimaan yang
dapat digunakan untuk segala pengeluaran daerah. Termasuk dalam penerimaan
umum adalah semua jenis penerimaan kecuali (DAK). Penerimaan khusus adalah
penerimaan yang dikaitkan dengan kegiatan pemerintah tertentu, dan DAK adalah
jenis penerimaan ini.
2.2.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Menurut Halim (2007:96) Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan
semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi daerah. Undang-
undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberikan
pengertian : “Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD sebagai
pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”
Komponen utama Pendapatan Asli Daerah terdiri atas pajak daerah dan
retribusi daerah. Jenis pajak dan retribusi yang dipungut di daerah tergantung pada
20
karakteristik daerah. Dalam hal penambahan pajak dan retribusi baru yang perlu
diperhatikan adalah apakah akan ada tambahan kemampuan kuantitas dan kualitas
pelayanan kepada masyarakat. Tanpa ini maka asas keadiian, kelayakan, dan
keselarasan pajak tidak akan tercapai.
Besar masing-masing jenis pajak dan retribusi daerah bervariasi antar
daerah tergantung karakteristik daerah. Studi menunjukkan bahwa secara umum
penerimaan PAD dipengaruhi oleh potensi sektor perdagangan, hotel dan restoran,
sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, dan sektor jasa-jasa.
Semakin besar potensi keempat sektor tersebut akan semakin besar pula potensi
penerimaan PAD. Secara spesifik penerimaan PAD tergantung pada aktivitas
keempat sektor yang ada di daerah, misalnya daerah berbasis wisata industri, dan
sebagainya.
2.2.2. Dasar Hukum Pendapatan Asli Daerah
Pada hakekatnya setiap penempatan beban kepada rakyat termasuk dalam
hal perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan, harus
ditetapkan dengan undang-undang. Hal tersebut berlaku pula dalam pemungutan
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, keduanya harus didasarkan pada aturan
hukum yang jelas.
Sebagai sebuah sistem, kebijakan perpajakan Indonesia yang pada
dasarnya merupakan beban masyarakat selalu perlu dijaga agar kebijakan tersebut
dapat memberikan beban yang adil. Sejalan dengan sistem perpajakan nasional,
pembinaan Pajak Daerah dilakukan secara terpadu dengan pajak nasional.
21
Pembinaan ini perlu dilakukan secara terus-menerus, terutama mengenai objek
dan tarif pajak, sehingga antara pajak pusat dan Pajak Daerah saling melengkapi.
2.3. Teori Pajak
Penghasilan pemerintah dalam rangka membiayai pengeluaran
pemerintahan yang utama diperoleh melalui pungutan pajak dari masyarakat dan
dari hasil kekayaan alam yang terdapat di daerah tersebut. Penerimaan dari sektor
pajak yang dikenakan kepada masyarakat akan kembali kepada masyarakat
melalui pengeluaran rutin dan kegiatan pembangunan berupa penyediaan fasilitas
publik yang secara tidak langsung akan menunjang kelancaran pembangunan
daerah.
2.3.1. Pengertian Pajak
Pajak adalah pembayaran dari warga negara kepada pemerintah untuk
keperluan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan yang pemungutannya
diatur dengan undang-undang dan dapat dipaksakan, tanpa adanya prestasi atau
balas jasa langsung dari pembayarannya itu. Malah ada kalanya kontraprestasi
yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual; maksudnya adalah untuk
membiayai pengeluaran pemerintah secara umum.
Pengertian pajak menurut beberapa ahli antara lain, menurut
Mangkoesoebroto (1997;86) :
"Pajak adalah suatu pungutan yang merupakan hak prerogative pemerintah,
pungutan tersebut didasarkan pada Undang-Undang, pemungutannya dapat
dipaksakan kepada subjek pajak untuk mana tidak ada balas jasa yang langsung
dapat ditunjukkan penggunaannya."
22
Sedangkan Rochmad Soemitro (1990;156) menyatakan sebagai berikut :
"Pajak adalah iuran kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tidak mendapat cara timbal batik (kontra prestasi), yang
langsung dapat diyujukan dan di gunakan untuk membayar pengeluaran
umum."
Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian daripada kekayaan
ke kas negara disebabkan suatu keadaan. kejadian. dan perbuatan yang
memberikan kedudukan
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pajak
adalah iuran atau pungutan yang digunakan oleh suatu badan yang bersifat umum
(negara) untuk memasukkan uang ke dalam kas negara dalam menutupi segala
pengeluaran yang telah dilakukan dimana pemungutannya dapat dipaksakan oleh
kekuatan publik, dengan pengertian :
1. Iuran masyarakat kepada negara dalam arti bahwa yang berhak melakukan
pemungutan pajak adalah negara dengan alasan apapun swasta atau partikuler
lidak boleh memungut pajak.
2. Berdasarkan Undang-Undang dalam arti bahwa walaupun negara mempunyai
hak untuk memungut pajak namun dalam pelaksanaannya harus memperoleh
persetujuan dari rakyat yaitu melalui Undang-Undang.
3. Tanpa jasa timbal balik (prestasi) dari negara yang dapat langsung ditunjuk.
dalam arti bahwa jasa timbal balik atau kontra prestasi yang diberikan oleh
negara kepada rakyatnya tidak dapat dihubungkan secara langsung dengan
besarnya pajak.
23
4. Untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang bersifat umum dalam arti
bahwa pengeluaran-pengeluaran pemerintah tersebut mempunyai manfaat bagi
masyarakat secara umum.
2.3.2. Aspek Ekonomi dari Perpajakan
Sistem pajak yang baik dipandang dari ilmu ekonomi adalah sistem
perpajakan yang memiki pengaruh yang baik (Suhendi, 2006). Konsep sistem
pajak adalah membatasi masalah keadilan sistem pajak. Ada dua prinsip keadilan
yang digunakan yaitu prinsip manfaat atau benefit principle dan prinsip
kemampuan atau ability to pay. Norma keadilan yang ada disini untuk
mengenakan pajak yang sama untuk hal-hal yang sama dan tidak sama untuk hal-
hal yang tidak sama. Suatu pajak dapat disebut progresif, proporsional atau
regresif jika membebani pendapatan orang lain lebih besar dibanding mereka yang
miskin dalam proporsi yang sama.
2.3.3. Fungsi Pajak
Peraturan pajak dibuat dengan didasarkan pada tujuan meningkatkan
kesejahteraan umum. Untuk meningkatkan kesejahteraan umum aturan pajak tidak
semata-mata dibuat untuk memasok uang sebanya-banyaknya ke dalam kas
negara, akan tetapi harus memiliki sifat yang mengatur guna meningkatkan taraf
kehidupan masyarakat.
Teori keuangan negara menjelaskan bahwa pajak timbul sebagai implikasi
dari peran pemerintah dalam perekonomian. Latar belakang perlunya campur
tangan pemerintah dalam perekonomian adalah karena adanya eksternalitas,
merupakan barang publik, ketidaksempurnaan informasi, pilihan publik, dan
24
masalah distribusi penghasilan dan kemiskinan yang tidak dapat ditangani pihak
swasta. Pemerintah daerah dalam melakukan pungutan pajak harus tetap
menempatkan sesuai dengan fungsinya. Adapun dilihat dari pemungutannya pajak
mempunyai dua fungsi (Mardiasmo 2002 ; 231) yaitu :
1) Fungsi Anggaran (Budgeter); pajak digunakan sebagai alat untuk membiayai
seluruh pengeluaran rutin dan pembangunan pemerintah pusat/daerah.
2) Fungsi Pengaturan (Regulator), pajak juga berfungsi sebagai alat kontrol atau
mengatur untuk mencapai tujuan. Misal, pajak minuman keras dimaksudkan
agar rakyat menghindari atau mengurangi konsumsi minuman keras, pajak
ekspor untuk menghindari kelangkaan di dalam negeri.
2.3.4. Asas-Asas Pemungutan Pajak
Pemungutan pajak baik dikelola oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah selalu berpedoman pada asas-asas pemungutan pajak. Ada
empat (4) prinsip dasar pengenaan pajak yang harus dipenuhi yang dikemukakan
oleh Adam Smith dalam Suparmako (1994:97-98). Empat prinsip dasar ini
pertama kali dikemukakan oleh Adam Smith, sering disebut dengan Smith's
Cannons, yakni :
1. Prinsip kesamaan; atau keadilan artinya beban pajak harus sesuai dengan
kemampuan relatif dari setiap wajib pajak.
2. Prinsip kepastian; pajak hendaknya tegas. jelas dan pasti bagi setiap wajib
pajak. sehingga mudah dimengerti oleh mereka.
3. Prinsip kecocokan; atau kelayakan. pajak jangan sampai terlalu menekan si
wajib pajak, sehingga wajib pajak akan dengan suka dan senang hati
melakukan pembayaran pajak kepada pernerintah.
25
4. Prinsip ekonomi; pajak hendaknya menimbulkan kerugian yang minimal
dalam arti jangan samapai biaya pemungutannya lebih besar dari pada jumlah
penerimaan pajaknya.
Pemilihan dasar pajak yang tepat merupakan sesuatu yang penting dan
merupakan langkah pertama dalam merancang struktur pajak yang adil. Langkah
kedua adalah menerapkan indeks tersebut, apakah berupa pendapatan, konsumsi
atau kekayaan terhadap kompleksitas badan-badan hukum dan perekonomian.
Sistem pajak yang adil tidaklah sederhana, struktur pajak yang rumit, di satu pihak
selalu mengarah pada timbulnya usaha penghindaran pajak (tax avoidance) yaitu
beberapa wajib pajak menyesuaikan aktivitas mereka untuk meminimumkan
kewajiban, disamping timbulnya penghindaran yang terang-terangan dan ilegal
(tax evasion), yang pada gilirannya akan mengurangi aspek keadilan.
Menurut Devas dkk (1989:81) dalam menilai kewajaran pajak daerah
digunakan serangkaian prinsip dan indikator sebagai berikut :
1. Hasil (yield) yaitu memadai tidaknya hasil suatu pajak dalam kaitannya dengan
berbagai layanan yang dibiayainya. Menilai perbandingan hasil pajak dengan
biaya pungut.
2. Keadilan (equity) yaitu dasar pajak dan kewajiban membayar harus jelas dan
tidak sewenang-wenang, pajak harus adil secara horisontal, artinya beban
pajak haruslah sama besar antara sebagian kelompok yang berbeda tetapi
dengan kedudukan ekonomi yang sama ; harus adil secara vertikal, artinya
kelompok yang memiliki sumber daya ekonomi yang lebih besar memberikan
26
sumbangan yang lebih besar dari pada kelompok yang tidak banyak memiliki
sumber daya ekonomi.
3. Daya guna ekonomi (economic efficiency); pajak hendaknya mendorong
penggunaan sumber daya secara berdaya guna dalam kehidupan ekonomi;
mencegah jangan sampai pilihan konsumen dan pilihan produsen menjadi salah
arah atau orang menjadi segan bekerja atau menabung.
4. Kemampuan melaksanakan (ability to implement); suatu pajak haruslah dapat
dilaksanakan dari sudut kemampuan polilik dan kemampuan tata usaha.
5. Kecocokan sebagai sumber penerimaan daerah (suitability as a local revenue
source);
Ini berarti haruslah jelas kepada daerah mana suatu pajak harus dibayarkan
dan tempat memungut pajak sedapat mungkin sama dengan tempat akhir beban
pajak ; pajak daerah hendaknya jangan mempertajam perbedaan antara daerah
dari segi potensi ekonomi masing-masing ; dan pajak hendaknya tidak
menimbulkan beban yang lebih dari kemampuan tata usaha pajak daerah.
Selanjutnya Mardiasmo (1999:22) mengemukakan agar pemungutan pajak
tidak mengalami hambatan atau perlawanan. maka pemungutan pajak harus
memenuhi syarat sebagi berikut :
1. Pemungutan pajak harus mencapai keadilan undang-undang dalam pelaksanaan
pemungulan harus adil. Adil dalam pcrundang-undangan diataranya
mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan
kemampuan masing-masing. sedangkan adil dalam pelaksanaannya yakni
27
dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan,
penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada majelis
pertimbangan pajak.
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-undang (syarat yuridis) di
Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. memberikan jaminan
hukum menyatakan keadilan baik bagi negara maupun warganya.
3. Tidak mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan.
sehingga tidak tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
4. Pemungutan pajak haras efisiensi (syarat finansial). Sesuai fungsi budgetair
biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil
pemungutan.
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana. Sistem yang sederhana akan
memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban
perpajakan. Syarat ini haru dipenuhi oleh undang-undang perpajakan.
2.4. Pajak Daerah
Pajak adalah pungutan pemerintah yang bisa mengurangi daya beli
masyarakat tanpa pemerintah harus memberikan kontraprestasi secara langsung.
Meskipun demikian untuk menjamin kelangsungan pungutan, pemerintah harus
memberikan manfaat kepada pembayar pajak dalam bentuk pembangunan.
Dengan demikian pada akhirnya masyarakat merasakan manfaat dari membayar
pajak. Pajak daerah yang baik adalah pajak yang didasarkan pada basis pajak yang
belum dipajaki oleh daerah dan atau tingkat daerah di atasnya. Jika satu basis
28
pajak dipajaki dua kali atau lebih maka akan menimbulkan ketidakadilan bagi
wajib pajak dan memberikan dampak pada wajib pajak untuk tidak membayar
pajak.
Pajak daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari hasil
pemungutan pajak daerah berdasarkan perda. Pajak Daerah adalah jenis-jenis
pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah meliputi jenis-jenis pajak yang
belum dipungut oleh pusat. Dalam undang-undang No.28 Tahun 2009 tentang
pajak daerah dan retribusi daerah, didefinisikan bahwa:
“Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang di
lakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung
yang seimbang, yang dapat di paksakan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, yang di gunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahan Daerah dan pembangunan Daerah.”Selanjutnya pajak daerah
dibedakan atas pajak daerah provinsi dan pajak daerah kabupaten/kota.Sesuai
dengan UU No.28 / 2009, jenis pajak yang dapat dipungut oleh daerah
kabupaten/kota meliputi :
1. Pajak Hotel;
2. Pajak Restoran;
3. Pajak Hiburan;
4. Pajak Reklame;
5. Pajak Penerangan Jalan;
6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
7. Pajak Parkir;
8. Pajak Air Tanah;
9. Pajak Sarang Burung Walet;
10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan
11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
2.5.Retribusi Daerah
Retribusi adalah pungutan yang diambil hanya dari masyarakat yang
menikmati layanan pemerintah secara langsung. Retribusi dimaksudkan untuk
mengganti seluruh atau sebagian biaya pengadaan layanan. Pemerintah tidak akan
mengambil laba dalam hal ini. Jika penikmat layanan pemerintah hanya
29
membayar retribusi yang mencakup hanya sebagian biaya pengadaan maka
pemerintah telah memberikan subsidi terhadap pelayanan tersebut. Dalam kasus
ini misalnya harga retribusi adalah nol atau gratis maka berarti semua biaya
pengadaan layanan ditanggung oleh pemerintah dengan dana yang bersumber dari
pajak daerah.
Retribusi dapat diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh
pemerintah daerah sebagai akibat adanya kontra prestasi yang diberikan oleh
pemerintah daerah atau pembayaran tersebut didasarkan atas prestasi atau
pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah yang langsung dinikmati secara
perorangan oleh warga masyarakat dan pelaksanaanya didasarkan atas peraturan
yang berlaku (Halim, 2004:115).
Retribusi Daerah adalah pungutan sebagai imbalan atas pemakaian fasilitas
dan jasa pemerintah atau manfaat yang diperoleh langsung oleh seseorang atau
badan jasa yang nyata dan pemerintah daerah. Objek retribusi adalah berbagai
jenis jasa tertentu yang disediakan oleh Pemerintah Daerah. Tidak semua jasa
yang diberikan oleh Pemerintah Daerah dapat dipungut retribusinya, tetapi hanya
jenis-jenis jasa tertentu yang menurut pertimbangan sosial ekonomi layak
dijadikan sebagai objek retribusi. Ketentuan mengenai retribusi daerah menurut
UU No.28 Tahun 2009 meliputi tigagolongan retribusi daerah yakni :
1. Retribusi Jasa Umum adalah:
a. Retribusi Pelayanan Kesehatan;
b. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan;
30
c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta
Catatan Sipil;
d. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat;
e. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum;
f. Retribusi Pelayanan Pasar;
g. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor;
h. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran;
i. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta;
j. Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus;
k. Retribusi Pengolahan Limbah Cair;
l. Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang;
m. Retribusi Pelayanan Pendidikan; dan
n. Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi.
2. Retribusi Jasa Usaha adalah:
a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;
b. Retribusi Pasar Gosir dan/atau Pertokoan;
c. Retribusi Tempat Pelelangan;
d. Retribusi Terminal;
e. Retribusi Tempat Khusus Parkir;
f. Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa;
g. Retribusi Rumah Potong Hewan;
h. Retribusi Pelayanan Kepelabuhan;
i. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga;
j. Retribusi Penyebrangan di Air; dan
k. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.
31
3. Retribusi Perizinan Tertentu adalah:
a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;
b. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol;
c. Retribusi Izin Gangguan;
d. Retribusi Izin Trayek; dan
e. Retribusi Izin Usaha Perikanan.
2.6. Dasar Hukum Pajak dan Retribusi Daerah
Pungutan pajak dan retribusi harus dipayungi oleh kesepakatan kolektif
berupa peraturan perundang-undangan. Sebagai bagian dari negara Indonesia
maka peraturan daerah tidak boleh bertentangan dengan peraturan di atasnya.
Oleh karena itu pengenaan jenis pajak baru harus mempedomani peraturan yang
berlaku.
Demikian pula dengan wajib pajak, wajib pajak akan memperhatikan
peraturan yang ada dan mengambil keputusan investasi pada koridor tersebut.
Penambahan jenis pungutan tertentu yang tidak pernah dirperhitungkan dalam
keputusan investasi akan berdampak negatif pada daerah dalam jangka panjang.
Hal ini disebabkan karena dalam jangka panjang investor akan memindahkan
investasinya ke daerah lain yang pungutannya tidak sebesar dari daerah semula.
2.7. Hasil Pengelolaan Kekayaan Milik Daerah yang Dipisahkan
Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan
penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang
32
dipisahkan. Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek pendapatan yang
mencakup:
1. Bagian laba atas penyertaan modal pada Perusahaan Milik Daerah/BUMD.
2. Bagian laba atas penyertaan modal pada Perusahaan Milik Negara/BUMN.
3. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau
kelompok usaha masyarakat.
2.8. Lain-lain PAD yang Sah
Penerimaan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain
milik pemda. Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut:
1. Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan.
2. Penerimaan jasa giro.
3. Pendapatan bunga.
4. Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah.
5. Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari
penjualan, pengadaan barang, dan jasa oleh daerah.
6. Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
7. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan.
8. Pendapatan denda pajak.
9. Pendapatan denda retribusi.
10. Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan.
11. Pendapatan dari pengembalian.
12. Fasilitas sosial dan umum.
13. Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan.
33
14. Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.
2.9. Dana Perimbangan/Pendapatan Transfer
Menurut Halim (2007:99), pendapatan transfer merupakan pendapatan
daerah yang diperoleh dari otoritas pemerintah di atasnya. Sebelum munculnya
Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006, kelompok
pendapatan ini terbatas hanya pada dana perimbangan. Setelah peraturan ini
muncul, terdapat transfer dana lain di luar dana perimbangan.
Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan dapat bersumber dari pusat dan
propinsi berupa :
(1) Bagi Hasil Pajak,
(2) Bagi Hasil Sumber Daya Aim,
(3) DAU, dan
(4) DAK.
(5) Lain-lain Pendapatan yang Sah yang mencakup:
1. Pendapatan hibah.
2. Pendapatan dana darurat.
3. Pendapatan lainnya.
Sebelum otonomi daerah terjadi ketimpangan vertikal yang cukup
memprihatinkan. Daerah-daerah kaya sumber daya alam dan daerah-daerah kaya
sumber daya manusia kurang menikmati sumber daya alam dan atau sumber daya
manusia yang menjadi kekayaan daerahnya. Dengan diberlakukannya Undang-
34
undang Nomor 33 Tahun 2004 dan otonomi daerah pola penerimaan daerah
berubah melalui dana perimbangan yang berupa bagi hasil sumber daya alam dan
PPH pasal 21. Pola penerimaan daerah dapat dikelompokkan menjadi tiga
kelompok yang berbeda. Pertama adalah daerah yang kaya sumber daya alam.
Daerah pada kelompok ini diuntungkan secara signifikan dengan kenaikan
penerimaan yang bersumber dari bagi hasil bukan pajak: bagi hasil sumber daya
alam. Kelompok kedua adalah kelompok daerah yang memiliki sumber daya
manusia. Daerah pada kelompok ini diuntungkan dengan tambahan penerimaan
yang bersumber dari bagi hasil pajak, bagi hasil PPH pasal 21. Kelompok ketiga
adalah kelompok tidak kaya sumber daya alam dan sumber daya manusia. Pada
kelompok ini jika DAU belum diperhitungkan, maka penerimaan daerah sebelum
dan sesudah otonomi daerah tidak berubah secara signifikan. Kondisi ini
memperbaiki kesenjangan vertikal antara pusat dan daerah.
Meskipun keseimbangan vertikal membaik melalui perimbangan yang
berupa bagi hasil sumber daya alam dan bagi hasil PPH pasal 21, dengan adanya
kelompok daerah yang diuntungkan dan tidak diuntungkan oleh bagi hasil sumber
daya alam dan bagi hasil pajak PPH pasal 21, telah menimbulkan ketimpangan
horizontal. Ketimpangan horizontal ini menjadi tugas terpenting dari DAU. DAU
diharapkan mampu menutup ketimpangan antar daerah sehingga kemampuan
semua daerah dalam memberikan pelayanan publik tidak berbeda jauh.
2.10. Total Penerimaan Daerah (TPD)
Total Penerimaan Daerah (TPD) adalah jumlah keseluruhan penerimaan
daerah yang terdiri dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu, pendapatan
35
asli daerah, pendapatan yang berasal dari Pemerintah yang lebih tinggi, pinjaman
pemerintah daerah, dan lain-lain penerimaan sah dalam rupiah.
2.11. Potensi Pendapatan Asli Daerah
Setiap daerah mempunyai potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang
berbeda-beda. Potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Simanjuntak
(dalam Halim, 2001:101) adalah kekuatan yang ada di suatu daerah untuk
menghasilkan sejumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Untuk mengetahui potensi sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD)
dibutuhkan pengetahuan tentang analisa perkembangan beberapa variabel yang
dapat dikendalikan (yaitu variabel-variabel kebijakan dan kelembagaan) dan yang
tidak dapat dikendalikan (yaitu variabel-variabel ekonomi), yang dapat
mempengaruhi kekuatan sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Beberapa variabel yang perlu dianalisa untuk mengetahui potensi sumber-
sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Simanjuntak (dalam Halim,
2001:101) adalah :
a. Kondisi awal suatu daerah ; Keadaan struktur ekonomis dan sosial suatu
daerah sangatlah menentukan besar kecilnya keinginan pemerintah daerah
untuk menetapkan pungutan serta menentukan kemampuan masyarakat untuk
membayar segala pungutan-pungutan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.
b. Peningkatan cakupan atau esktensifikasi dan intensifikasi penerimaan
Pendapatan Asli Daerah (PAD).
c. Perkembangan PDRB Per Kapita Riil ; Semakin tinggi PDRB per Kapita Riil
suatu daerah, semakin besar pula potensi sumber Pendapatan Asli Daerah
tersebut.
d. Pertumbuhan Penduduk; Besarnya pendapatan Pendapatan Asli Daerah
dipengaruhi oleh jumlah penduduk.
e. Tingkat Inflasi ; Inflasi akan meningkat penerimaan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) yang penetapannya didasarkan pada omzet penjualan, misalnya pajak
hotel, pajak restoran.
36
f. Penyesuaian tarif ; Peningkatan pendapatan Asli Daerah sangat tergantung
pada kebijakan penyesuaian tarif.
g. Pembangunan baru ; Penambahan Pendapatan Asli Daerah (PAD) juga dapat
diperoleh bila pembangunan-pembangunan baru ada, seperti terminal angkutan
kota dan luar kota.
h. Sumber Pendapatan Baru; Adanya kegiatan usaha baru dapat mengakibatkan
bertambahnya sumber-sumber pendapatan pajak dan atau retribusi yang sudah
ada.
i. Perubahan Peraturan ; Adanya peraturan-peraturan baru, khususnya yang
berhubungan dengan pajak, jelas akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD).
2.12. Efektivitas dan Efisiensi
Efektivitas adalah ukuran suatu hasil kegiatan dengan target atau rencana
yang telah ditentukan. Efektivitas PAD menyangkut semua komponen dan
administrasi penerimaan PAD seperti menentukan wajib pajak, retribusi,
menetapkan nilai kena pajak, memungut pajak dan membukukan penerimaan.
Pengertian efektivitas menurut Devas (1989;144) :
“ Efektifitas adalah hubungan antara output dan tujuan atau dapat juga
dikatakan efektifitas merupakan ukuran seberapa jauh tingkat output tertentu,
kebijakan dan prosedurdari organisasi. Efektivitas juga berhubungan dengan
derajat keberhasilan suatu operasi pada sektor publik sehingga suatu kegiatan
dikatakan efektif jika kegiatan tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap
kemampuan menyediakan pelayanan masyarakat yang merupakan sasaran
yang telah ditentukan.”
Ada beberapa faktor yang mengancam terhadap efektivitas PAD yaitu
menghindari pajak oleh wajib pajak dan kelalaian dalam penagihan oleh petugas
pajak, dalam hal ini kerjasama antara petugas pajak dan wajib pajak untuk
mengurangi jumlah pajak terhutang perlu diupayakan.
Sedangkan efisiensi kaitannya dengan biaya pemungutan, yaitu mengukur
bagian dari hasil pajak yang digunakan untuk menutup biaya memungut pajak
37
tersebut. Selain mencakup biaya langsung kantor pajak yang bersangkutan,
efisiensi juga memperhitungkan biaya tidak langsung bagi kantor pajak (waktu
yang digunakan untuk mengambil keputusan, waktu kantor-kantor departemen
dan lembaga lain yang dihabiskan untuk membantu kegiatan memungut pajak,
dan sebagainya). (Devas, 1989:146).
Efisiensi akan lebih besar bila biaya untuk menata penerimaan pajak
ditekan serendah mungkin terhadap hasil pajak tersebut. Semakin besar biaya
untuk memungut suatu pajak akan berakibat terhadap semakin kecilnya
penerimaan pajak tersebut. Sebagai contoh, biaya memungut akan besar sekali
jika pajak harus dipungut dari rumah ke rumah. Sedangkan bila wajib pajak harus
datang membayar ke kantor pajak, hal ini tiada lain adalah menggeser beban ke
pundak wajib pajak, dan mungkin hasil pajak akan kecil tetapi tenaga dan waktu
dapat dihemat.
Biaya pemungutan adalah biaya operasional Dinas Pendapatan Daerah
Kabupaten Sekadau selama satu tahun anggaran yang dipergunakan untuk
mengelola pemungutan pajak. Unsur biaya pemungutan terdiri dari insentif
pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah.
Dalam penentuan tingkat efisiensi dapat dilakukan dengan membuat
ketentuan oleh pemerintah daerah kabupaten atau provinsi. Misalnya suatu pajak
dikategorikan efisien dalam pemungutannya apabila rasio yang dicapai di bawah
100% dan semakin kecil semakin bagus (efisien).
Pada dasarnya effektivitas adalah menunjukkan keberhasilan suatu usaha
atau kegiatan dalam rangka mencapai sasaran yang ditetapkan. Effektivitas
38
pemungutan dalam penerimaan PAD merupakan gambaran dari kemampuan
organisasi pemungut (Dispenda) dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan,
yakni penerimaan PAD yang telah direncanakan.
2.13. Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF)
Untuk mengukur kinerja keuangan daerah salah satunya yaitu dengan
melihat atau mengukur DDF. Derajat desentralisasi fiskal adalah rasio antara
jumlah Pendapatan Asli Daerah dengan jumlah total Pendapatan Daerah dalam
satuan persen. Kemandirian keuangan daerah ditunjukan oleh besar kecilnya
Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF), yaitu perbandingan antara Pendapatan
Asli Daerah (PAD) dengan Total Pendapatan Daerah (TPD) yang merupakan
indikator tingkat kemandirian daerah. Kemandirian daerah, artinya
kemampuan pemerintah daerah Kabupaten/Kota dalam membiayai sendiri
kegiatan pemerintah,pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang
telah membayar pajakdan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan
daerah.Formula yang diguakan untuk menghitung derajat desentralisasi fiskal
adalah sebagai berikut (Mahmudi, 2007:128):
Keterangan:
DDF = Derajat Desentralisasi Fiskal
PAD = Realisasi Pendapatan Asli Daerah
TPD = Realisasi Total Pendapatan Daerah
PAD DDF = ––––––––– x 100 % TPD
39
Penilaian Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF) menggunakan parameter
yang digunakan dalam penelitian ini dengan kriteria Balitbang Depdagri, Fisip
UGM, 1991 dengan kreteria dari Fisipol UGM dalamTabel 2.1. berikut ini.
Tabel 2.1.
Skala Interval Derajat Desentralisasi Fiskal
No Skala PAD/TPD
1 < 10,00 Sangat kurang
2 10,01 - 20,00 Kurang
3 20,01 - 30,00 Cukup
4 30,01 - 40,00 Sedang
5 40,01 - 40,00 Baik
6 > 50,01 Sangat baik
Sumber : Balitbang Depdagri, 1991
Kemandirian keuangan suatu daerah dapat dilihat dengan membandingkan DDF
suatu daerah dari tahun ke tahun. Semakin tinggi DDF, maka semakin mandiri pula
kemampuan keuangan daerah tersebut dalam melaksanakan otonomi untuk membiayai
pembangunan di daerahnya.
2.14. Elastisitas PAD
Dalam pengertian yang umum elastisitas dapat didefinisikan bahwa
Elastisitas adalah persentase perubahan variabel dependent yang disebabkan oleh
adanya perubahan variabel independent. Soetrisno PH (1982:244-248)
menjelaskan bahwa “elastisitas adalah derajat kepekaan atau reaksi dari
suatu variabel karena adanya perubahan variabel yang lain.” Pada umumnya
yang mengalami perubahan terlebih dahulu merupakan variabel bebas sedangkan
yang bereaksi adalah merupakan variabel terikat. Konsep elastisitas dapat
diformulasikan sebagai berikut :
40
Dimana :
E = Angka atau nilai elastisitas
Y = Variabel terikat (yang diukur elastisitasnya, yakni PAD)
X = Variabel bebas (penentu nilai elastisitas, yakni PDRB dan jumlah
penduduk)
ΔY = Perubahan nilai Y
ΔX = Perubahan nilai X
Hasil perhitungan elastisitas PAD menunjukkan kemampuan untuk
menghasilkan tambahan pendapatan dari variabel yang diduga memiliki hubungan
terhadap penerimaan daerah (PAD), biasanya yang cukup berpengaruh adalah
jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi (PDRB), maka dalam penelitian ini
akan dihitung elastisitas PAD terhadap PDRB dan jumlah penduduk. Dalam
konsep elastisitas terdapat 3 kemungkinan angka elastisitas yaitu :
elastis (E > 1) Jika nilai X naik atau turun sebesar 1% maka Y naik atau
turun lebih dari 1%, (= perubahan nilai X lebih besar/lebih
cepat dari perubahan nilai Y)
inelastik (E < 1) Jika nilai X naik atau turun sebesar 1% maka nilai YD naik
atau turun kurang dari 1%, (= perubahan Nilai X lebih
kecil/lebih lambat dari perubahan nilai Y)
unitary (E = 1) Jika nilai X naik/turun sebesar 1% maka nilai Y juga naik atau
turun sebesar 1% (perubahan nilai X sama dengan perubahan
nilai Y)
Konsep elastisitas menunjukkan kepekaan variabel dependent terhadap
perubahan variabel independent. Hasil studi atas elastisitas PAD di suatu daerah
Δ Y X Elastisitas X/Y = ––––– x ––––– Y ΔX
41
terhadap variabel yang mungkin mempengaruhinya (variabel independen)
mempunyai dua manfaat, yakni menggambarkan prediksi pertumbuhan dan
kemudahan dalam mengidentifikasi atas potensi dalam rangka penetapan dan
pemungutan.
2.15. Upaya Peningkatan PAD
Pendapatan Asli Daerah merupakan cerminan kemampuan daerah dalam
mengelola sumber-sumber pendapatan di daerah. Daerah yang berkarakteristik
unggul sumber daya manusia dan tidak tergantung pada sumber daya alam
biasanya memiliki PAD yang tinggi. Upaya peningkatan PAD bukan hal yang
dapat dilakukan dalam jangka pendek. Dalam jangka pendek kita hanya mampu
meletakkan dasar-dasar yang mengarah pada PAD yang "benar" dan
mencerminkan fungsi pemerintah daerah. Peningkatan PAD yang tidak terarah
dan benar (hanya emosional dan jangka pendek) ditakutkan justru akan
menurunkan kesejahteraan masyarakat daerah.
Meskipun PAD sebagai sumber pendapatan daerah yang utama namun dari
segi jumlah hampir di setiap daerah di Indonesia jumlahnya selalu jauh lebih kecil
dari dana perimbangan. Menurut Mahl (2000,208) Pendapatan Asli Daerah belum
dapat diandalkan sebagai sumber pembiayaan daerah oleh karena :
“ Pertama, relatif rendahnya basis pajak dan retribusi daerah apalagi dengan
diterapkannya UU No. 18 tahun 1997 meskipun sudah diperbaiki dengan UU
Nomor 28 Tahun 2009, beberapa pajak atau retribusi yang ditetapkan untuk
daerah memiliki basis pungutan yang relatif kecil.
Kedua, peranannya yang tergolong kecil dalam total penerimaan daerah,
karena sebagian besar penerimaan daerah masih berasal dari pusat.
Ketiga, kemampuan administrasi pemungutan di daerah yang masih rendah,
akibatnya pungutan pajak cenderung dibebani oieh biaya pungut yang besar.
42
Keempat, kemampuan perencanaan dan pengawasan keuangan yang lemah
sehingga mengakibatkan penerimaan daerah mengalami kebocoran-kebocoran
yang sangat berarti bagi daerah (Mahl, 2000: 58-59).”
Di sisi lain, menurut Jaya (1994), masih rendahnya Pendapatan Asli
Daerah yang mengakibatkan masih besarnya tingkat ketergantungan daerah
terhadap pemerintah pusat adalah disebabkan karena kurang berperannya
perusahaan daerah sebagai sumber pendapatan daerah, tingginya derajat
sentralisasi dalam bidang perpajakan, pajak daerah kendati jumlahnya cukup
beragam namun hanya sedikit yang bisa diandalkan sebagai sumber pendapatan
(Jaya , 1994 : 5). Alasan praktis dimana ada kehawatiran bahwa apabila daerah
memiliki sumber pendapatan yang tinggi akan mendorong disintegrasi bangsa dan
yang terakhir adalah karena pola pemberian subsidi dari pemerintah pusat yang
hanya sedikit memberi kewenangan kepada daerah untuk merencanakan
pembangunan daerahnya sendiri.
Salah satu faktor terpenting dalam meningkatkan PAD adalah
(modul,2004,17) :
“ melakukan edukasi PAD yang ditekankan pada manfaat PAD dan keadilan
PAD. Pendidikan PAD yang paling mudah adalah melalui transparansi
penggunaan anggaran dan disiplin fiskal. Keadilan PAD harus menjamin
keadilan vertikal dan horizontal pembayar PAD. Tanpa kedua hal tersebut
PAD tidak akan tumbuh dengan baik. Disamping itu secara bertahap dapat
dilakukan penentuan potensi setiap jenis PAD secara benar dan penerapan
sistem yang sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat daerah setempat.”
Meningkatkan pendapatan daerah merupakan upaya yang dilakukan semua
daerah di Indonesia. Upaya ini meliputi berbagai jenis penerimaan daerah baik
yang berupa bagi hasil maupun yang berupa PAD. Berikut adalah sumber
penerimaan daerah yang dapat upayakan adalah PBB, PPH pasal 21, PKB,
43
BBNKB, PBBKB, Pajak Daerah, Reribusi Daerah. Peningkatan berbagai sumber
pendapatan tersebut di atas dapat dilakukan pada tingkatan kebijakan dan
administrasi. Untuk daerah upaya peningkatan pendapatan dengan kebijakan
hanya berlaku pada pajak dan retribusi daerah. Pada tingkatan kebijakan daerah
dapat menentukan berbagai aturan main untuk merubah tarif dan basis
penerimaan. Pada tingkat kebijakan juga dimungkinkan untuk melakukan
ekstensifikasi jenis pungutan. Pada tingkat administrasi daerah dapat berupaya
memperbaiki administrasi pajak melalui perbaikan sistem dan prosedur koleksi
melalui perbaikan basis data, penghitungan potensi penerimaan, mekanisme
penagihan, dan lain sebagainya yang ditujukan untuk intensifikasi pungutan pajak
dan retribusi.
2.16. Strategi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah
Upaya meningkatkan kemampuan penerimaan daerah, khususnya dalam
penerimaan dari pendapatan asli daerah, harus diarahkan pada usaha-usaha yang
terus-menerus dan berkelanjutan agar pendapatan asli tersebut terus meningkat,
sehingga dapat memperkecil ketergantungan pemerintah pusat. Menurut Yustika
(2008 : 63-68), dalam upaya meningkatkan pendapatan asli daerah diantaranya
dapat ditempuh melalui :
2.16.1. Intensifikasi
Adalah suatu tindakan atau usaha-usaha untuk memperbesar penerimaan
dengan cara melakukan pemungutan yang lebih giat, ketat, dan teliti. Dalam
upaya intensifikasi akan mencakup aspek kelembagaan, aspek ketatalaksanaan,
dan aspek personalianya, yang pelaksanaannya melalui kegiatan sebagai berikut :
44
1) Menyesuaikan/memperbaiki aspek kelembagaan/organisasi pengelola
pendapatan asli daerah (dinas pendapatan daerah), berikut perangkatnya sesuai
kebutuhan yang terus berkembang, yaitu dengan cara menerapkan secara
optimal sistem dan prosedur mapatda, sebagaimana diatur dengan Keputusan
Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 1990 tentang
Sistem dan Prosedur Perpajakan, Retribusi Daerah, dan Pendapatan Daerah
Lainnya serta Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan di
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II seluruh Indonesia, atau yang lebih
dikenal dengan sistem mapatda.
2) Memperbaiki/menyesuaikan aspek ketatalaksanaan, baik administrasi maupun
operasional yang meliputi penyesuaian/penyempurnaan administrasi pungutan,
penyesuaian tarif, dan penyesuaian sistem pelaksanaan pungutan.
3) Peningkatan pengawasan dan pengendalian yang meliputi pengawasan dan
pengendalian yuridis, teknis, dan penatausahaan.
4) Peningkatan sumber daya manusia pengelola PAD.
5) Meningkatkan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat untuk menumbuhkan
kesadaran masyarakat membayar pajak maupun retribusi.
2.16.2. Ekstensifikasi
Adalah usaha-usaha untuk menggali sumber-sumber pendapatan asli
daerah yang baru. Namun, dalam upaya ekstensifikasi ini, khususnya yang
bersumber dari pajak dan retribusi daerah, tidak boleh bertentangan dengan
kebijakan pokok nasional, yakni pungutan pajak dan retribusi yang dilaksanakan
tidak semata-mata untuk menggali pendapatan daerah berupa sumber penerimaan
45
yang memadai, tetapi juga untuk melaksanakan fungsi fiskal lainnya agar tidak
memberatkan masyarakat.
Upaya-upaya yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah dalam rangka
meningkatkan pendapatan daerah melalui optimalisasi ekstensifikasi pemungutan
pajak daerah dan retribusi daerah, antara lain dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut (Yustika, 2008 : 61) :
1) Memperluas basis penerimaan
2) Antara lain mengidentifikasi pembayar pajak baru/potensial dan jumlah
pembayar pajak, memperbaiki basis data objek, memperbaiki penilaian, dan
menghitung kapasitas penerimaan dari setiap jenis pungutan.
3) Memperkuat proses pemungutan
4) Yaitu antara lain mempercepat penyusunan peraturan daerah, mengubah
tarif, khususnya tarif retribusi dan peningkatan SDM.
5) Meningkatkan pengawasan
6) Yaitu dengan melakukan pemeriksaan secara dadakan dan berkala,
memperbaiki proses pengawasan, menerapkan sanksi terhadap penunggak
pajak, dan sanksi terhadap pihak fiskus, serta meningkatkan pembayaran
pajak dan pelayanan yang diberikan oleh daerah.
7) Meningkatkan efisiensi administrasi dan menekan biaya pemungutan
8) Antara lain memperbaiki prosedur administrasi pajak melalui
penyederhanaan adminsitrasi pajak, dan meningkatkan efisiensi pemungutan
dari setiap jenis pemungutan.
9) Meningkatkan kapasitas penerimaan melalui perencanaan yang lebih baik,
yaktu dengan meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di daerah.
Faktor-faktor yang dapat digunakan untuk melihat potensi sumber
penerimaan daerah, terdiri dari faktor yang dapat dikendalikan (yaitu faktor-faktor
kebijakan dan kelembagaan) dan yang tidak dapat dikendalikan (yaitu variabel
ekonomi) yang mempunyai kekuatan sumber-sumber penerimaan daerah.
Beberapa faktor yang tidak bisa dikendalikan tersebut menurut Wahyudin (2002 :
38), yaitu :
a) Kondisi sosial ekonomi daerah dan struktur ekonomi.
b) Peningkatan cakupan atau ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan.
c) Perkembangan PDRB per kapita riil.
46
d) Pertumbuhan penduduk.
e) Tingkat inflasi.
f) Penyesuaian tarif.
g) Pembangunan prasarana baru.
h) Sumber pendapatan baru, dan
i) Perubahan peraturan.
Secara eksplisit usaha ekstensifikasi telah diatur dalam UU No. 18 Tahun
1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, yang telah diubah dengan Undang-
Undang No 34 Tahun 2000, dan terakhir diubah lagi menjadi Undang-Undang No
28 Tahun 2009.
Mengidentifikasi apa yang menjadi kelemahan, kekuatan, peluang, dan
tantangan dalam sistem dan prosedur penerimaan pendapatan daerah sangat
penting sebagai basis dalam membuat perencanaan program peningkatan
Pendapatan Daerah. Beberapa faktor yang dapat menjadi penghambat dalam
manajemen pajak dan retribusi daerah antara lain (dikutif dari Modul Pelatihan
Strategi Peningkatan PAD, 2004, hal 16) sebagai berikut :
1. Kesadaran masyarakat untuk membayar pajak/retribusi rendah
2. Pengetahuan masyarakat tentang pajak/retribusi rendah
3. Penghindaran pajak/retribusi (taxavoidance) tinggi
4. Penggelapan pajak/retribusi (tax evasion) tinggi
5. Masalah kelembagaan
6. Peraturan hukum (perda) yang kurang tegas
7. Sosialisasi pajak dan retribusi daerah kurang
8. Sanksi pajak yang kurang tegas
9. Sistem reward yang kurang memotivasi
10. Kendala administrasi
11. Tidak adanya insentif pajak/retribusi kepada investor (misalnya dalam
bentuk local tax holiday)
12. Masalah perilaku petugas pemungut pajak di lapangan
13. Kurangnya jumlah personel petugas pemungut
14. Biaya pemungutan pajak/retribusi yang tinggi
47
Selanjutnya pemerintah daerah perlu mengidentifikasi permasalahan dan
kendala yang terkait dengan upaya intensifikasi pajak dan retribusi daerah.Apabila
sudah teridentifikasi berbagai masalah dan kendalanya (seperti disebutkan di
atas), maka langkah selanjutnya adalah menghilangkan penyebab
masalah.Langkah-langkah yang bisa dilakukan pemerintah daerah untuk
mengatasi permasalahan rendahnya pajak dan retribusi daerah antara lain :
• Sosialisasi pajak dan retribusi daerah. Program sosialisasi pajak dan retribusi
daerah penting dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang
pajak dan retribusi daerah serta meningkatkan. kesadaran masyarakat untuk
membayar pajak dan retribusi.
• Penegakan hukum (law enforcement) dalam sistem perpajakan dan retribusi
daerah. Penegakan hukum terkait dengan perlunya kepastian hukum dan sanksi
hukum yang tegas baik bagi masyarakat yang tidak membayar pajak (tax
evation) maupun bagi aparat pajak.
• Pemberian insentif pajak untuk menarik investor, misainya dengan memberi
kan local tax holiday.
• Penyederhanaan sistem administrasi pajak dan retribusi daerah, langkah ini
perlu dilakukan agar masyarakat tidak merasa dipersulit dalam membayar
pajak dan retribusi daerah. Masyarakat yang sudah sadar untuk membayar
pajak dan retribusi seringkali menjadi enggan untuk membayai pajak karena
sistem administrasi yang berbelit-belit dan menyulitkan. Oleh karena itu,
pemerintah daerah perlu mengusahakan kemudahan bagi masvarakat untuk
membayar pajak dan retribusi daerah.
48
• Penambahan personel (aparat) pemungut pajak di lapangan. Selain secara
kuantitatif ditambah jumlahnya, kualitas aparat pemungut pajak juga harus
ditingkatkan, baik profesionalisme maupun kualitas moralnya.
2.17. Kajian Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian sebelumnya yang menjadi bahan acuan dan landasan
berfikir empiris dalam penelitian ini diantaranya adalah hasil penelitian Bob
Mustafa dan Abdul Halim, 2008, yang berjudul “Pengukuran Kinerja Dinas
Pendapatan Daerah Provinsi Kalimantan Barat, Jurnal Ekonomi Politeknik Negeri
Pontianak Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM Yogyakarta. Dari hasil
penelitiannya diketahui bahwa Dispenda Pro-vinsi Kalimantan Barat telah
menghasilkan kinerja yang baik dalam mengelola sumber-sumber PAD. Hal ini
ditandai dengan beberapa hasil analisis rasio keuangan diantaranya :
a) Pertumbuhan PAD selama periode tahun 2003-2007, baik secara total maupun
per komponen mengalami pertumbuhan yang positif, kecuali komponen PAD
dari Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah dan Lain-Lain PAD yang Sah.
b) Selama periode penelitian, PAD Provinsi Kalimantan Barat mengalami
pertumbuhan rata-rata sebesar 24,71% per taliun, atau telah terjadi kenaikan
PAD sebesar 98,85%, yaitu dari Rpl 98.180.901.653,04 di tahun 2003
meningkatmenjadi Rp 474.322.732.532,00 di tahun 2007. Tahun 2004 adalah
periode yang memiliki pertumbuhan PAD tertinggi (33,55%), sementara tahun
2005 merupakan periode pertumbuhan PAD terendah (11,60%) dalam periode
penelitian. Walaupun pertumbuhan per komponen PAD cenderung tidak stabil,
49
namun pertumbuhan PAD Provinsi Kalimantan Barat selama periode penelitian
mengalami pertumbuhan yang positif dan relatif stabil.
c) Secara rata-rata, kontribusi pajak daerah terhadap PAD adalah sebesar 83,69%
per tahun, sedang-kan kontribusi retribusi daerah terhadap PAD hanya 6,49%.
Hal ini menunjukkan bahwa pajak daerah memiliki peran besar dan selalu
menjadi primadona dalam penerimaan PAD setiap tahunnya dibandingkan
dengan sumber PAD lainnya. Pajak daerah yang memiliki kontribusi besar
dalam pembentukan pajak daerah adalah dari Pajak Kendaraan Bermotor
(33,97%), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (43,27%), dan Pajak Bahan
Bakar Kendaraan Bermotor (23,28%). Sementara itu, kontribusi tiga jenis
pajak daerah lainnya (Pajak Kendaraan di Atas Air, Bea Balik Nama
Kendaraan di Atas Air, dan Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air
Permukaan) masih sangat kecil dalam pembentukan pajak daerah, yaitu hanya
berkisar antara 0,004% - 0,161%.
d) Berbeda dengan pajak daerah, kontribusi retribusi daerah terhadap PAD selama
lima tahun masih sangat kecil. Total penerimaan retribusi daerah selama
periode penelitian berjumlah Rp l09.206.558.465,00 atau Rp21.841.311.693,00
per tahun. Secara rata-rata, kontribusi retribusi daerah terhadap PAD sebesar
6,49% per tahun. Angka ini menunjukkan masih kecilnya peran retribusi
daerah dalam pembentukan PAD di Kalimantan Barat. Kendala dalam
pengelolaan retribusi daerah berkaitan dengan aspek data potensi riil retribusi
daerah yang kurang andal dan inefisiensi dalam pembahasan raperda retribusi
daerah.
50
e) Elastisitas PAD terhadap PDRB di Kalimantan Barat
Nilai elastisitas PAD provinsi Kalimantan Barat dari periode 2003 sampai
dengan 2007 menunjukkan bahwa rata-rata adalah sebesar 4,80 atau E>1. Ini
berarti bahwa setiap terjadi kenaikan PDRB sebesar 1% akan mengakibatkan
kenaikan penerimaan PAD sebesar 4,80% (elastis).
f) Derajat Desentralisasi Fiskal
Derajat desentralisasi fiskal Provinsi Kalimantan Barat selama periode
penelitian diketahui perkembangan Derajat Desentralisasi Fiskal dalam kurun
waktu lima tahun (2003-2007) berfluktuasi, namun relatif stabil. Secara rata-
rata, derajat desentralisasi fiskal Provinsi Kalimantan Barat selama periode
penelitian adalah sebesar 40,10% per tahun atau masuk dalam kategori "Baik".
Artinya, PAD memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan daerah,
sehingga meningkatkan kemampuan keuangan daerah Provinsi Kalimantan
Barat dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di
daerah serta mengindikasikan tingkat ketergantungan yang rendah pada
transfer pemerintah pusat.
g) Efektivitas PAD
Hasil perhitungan rasio efektivitas PAD Provinsi Kalimantan Barat selama
periode penelitian (2003-2007) diketahui selama lima tahun selalu di atas
100%. Secara rata-rata rasio efektivitas PAD adalah 106,75% per tahun.
Pemerintah Daerah Kalimantan Barat telah mampu merealisasi PAD dari yang
51
telah ditetapkan sebelumnya dalam APBD, bahkan melampauinya. Dapat pula
dikatakan bahwa pengelolaan PAD pada setiap tahunnya telah efektif.
Penelitian lainnya mengenai PAD di Kabupaten Sekadau telah
dilaksakanan yakni oleh Joko Dwi Maryono yang berjudu“Optimalisasi Potensi
Riil Pajak Restoran dalam Upaya Peningkatan Pendapatan Asli Daerah di
Kabupaten Sekadau,” Tesis Program Magister Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi
Universitas Tanjungpura Pontianak. Hasil analisis menunjukkan bahwa
penerimaan pajak restoran di Kabupaten Sekadau memiliki tingkat efektivitas
yang tinggi, namun tingkat efisiensi yang rendah.
2.18. Kerangka Berpikir
Penjelasan diagram: Pada dasarnya penelitian ini adalah bagaimana proses
dan upaya pemungutan PAD dengan segala potensi dan perangkat yang ada di
Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian
KEBUTUHAN
PEMBIAYAAN
PEMERINTAHAN DAN
PEMBANGUNAN
Potensi PAD Kabupaten Sekadau
Sumber daya Alam, Penduduk, Struktur
Ekonomi, PDRB, dsb.
Kebijakan Pemungutan PAD
- Kebijakan pusat / UU 28/2009
- Perda Pemungutan
- Penatalaksanaan, Sistem, dan dan
SDM pelaksana
- pengawasan dan Evaluasi
Indikator Kinerja Keuangan Daerah
(PAD) :
• Efektivitas, Efisiensi, Elastisitas
• Kapasitas Fiskal Daerah
UMPAN BALIK/
KONSEKWENSI
REALISASI PENERIMAAN PAD
52
daerah. Pada siklus di atas, dengan indikator kinerja keuangan yang ditunjukkan
oleh efektivitas, efisiensi, elastisitas dan kapasitas fiskal daerah memberikan
konsekwensi pada kebutuhan keuangan daerah, sehingga dengan pertimbangan
potensi daerah dilakukan regulasi pemungutan dan penata laksanaan serta SDM
yang berkualitas kembali akan memberikan hasil kinerja keuangan yang baik.
53
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian ini adalah deskriptif analisis, yakni menggambarkan
suatu kondisi/keadaan di suatu tempat yakni keadaan di Kabupaten Sekadau
provinsi Kalimantan Barat. Menurut (Nawawi 1998:63)
“…metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur penelitian (pemecahan
masalah) yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subyek/
obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat
sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya yang
diikuti dengan suatu penjelasan argumentative yang memuat proses penalaran dan
penafsiran logis.”
3.2. Prosedur Penelitian
Sesuai tujuan, variabel serta objeknya, maka penelitian ini dilakukan
terhadap literatur, data empiris, dokumen-dokumen, data statistik, dengan
prosedur sebagai berikut :
1) Mengamati dan menelaah landasan teoritis dan landasan empiris (penelitian
terdahulu) yang berhubungan tema penelitian, untuk dirumuskan
permasalahan.
2) Melakukan identifikasi, pengamatan dan pengumpulan data tentang
perkembangan PAD di Kabupaten Sekadau dalam periode tahun 2006-2011.
3) Menyusun data-data tersebut di atas dalam bentuk datatime series,
selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan alat analisis penelitian
yaitu analisis efektivitas, elastisitas, dan kemandirian keuangan daerah
4) Terakhir adalah membuat kesimpulan dan memberikan saran.
Adapun prosedur penelitian ini dapat digambarkan dalam diagram berikut:
54
Landasan Teoritis :
- UU Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan
Daerah, dan No. 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah, UU
No 28 tahun 2009 tentang
pajak dan Retribusi Daerah
- Konsep Desentralisasi dan
Otonomi Daerah
- Konsep Kebijakan Fiskal
daerah
- Teori Pajak
- Teori keuangan daerah
Landasan Empiris : 1. Mardiasmo dan Makhfatih (2000)
melakukan penghitungan Potensi Pajak dan Retribusi Daerah di Kabupaten Magelang.
2. Ernie A.A. Purukan, Analisis Potensi, Keefektifan dan Efisiensi Retribusi Pasar di Kota Manado
3. Wahyudin (2002) efisiensi pajak hotel dan restoran di Kota Yogyakarta
4. Sudiman, 2010, Analisis Realisasi Pendapatan Asli Daerah dalam Mencapai Kemandirian Otonomi Daerah Kabupaten Landak
PENGUMPULAN DATA SKUNDER
DAN DATA PRIMER
Rumusan Masalah :
1. Bagaimana Potensi riil Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Sekadau
2. Bagaimana kondisi keuangan daerah Kabupaten Sekadau dilihat dari pertumbuhan dan kontribusi PAD.
3. Bagaimana kondisi keuangan daerah dilihat dari derajat kemandirian daerah dan kapasitas fiskal daerah.
4. Bagaimana kondisi keuangan daerah Kabupaten Sekadau dilihat dari Elastisitas terhadap PDRB.
5. Bagaimana dampak penerapan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi daerah terhadap realisasi Penerimaan Asli Daerah di Kabupaten Sekadau.
PENGOLAHAN DAN
ANALISIS DATA
KESIMPULAN HASIL
PENELITIAN
Analisis Potensi dan Realisasi
Pendapatan Asli Daerah Dalam
Mencapai Kemandirian
Keuangan Daerah di Kabupaten
Sekadau Tahun 2006-2010
Gambar 3.1. Prosedur Penelitian
55
3.3. Data, Sumber Data, dan Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data primer dan
data skunder. Data primer diambil dari responden pada bagian Dinas Pendapatan
Daerah Kabupaten Sekadau, sedangkan data sekunder dari laporan keuangan
berupa Realisasi penerimaan Daerah pada APBD. Selain itu data pendukung
lainnya seperti deskripsi wilayah diambil dari data Kabupaten Sekadau dalam
Angka dan Kalbar dalam Angka 2011.
3.4. Analisis Data
Analisis akan dilakukan terhadap potensi, realisasi, kontribusi per
sektor, pertumbuhan, efektifitas, efisiensi, elastisitas terhadap PDRB,
elastisitas terhadap jumlah penduduk, tingkat kemandirian keuangan daerah,
dan tingkat ketergantungan keuangan daerah terhadap pusat.
3.4.1.Analisis Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah
Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah dihitung dengan formula
berikut(Mahmudi, 2007:123):
Keterangan:
PPADt = Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah tahun berjalan.
PAD Th t = Realisasi Pendapatan Asli Daerah tahun berjalan.
PAD Th t-1 = Realisasi Pendapatan Asli Daerah tahun sebelumnya.
PAD Th t – Realisasi PAD Th t-1 PPAD t = –––––––––––––––––––––––––––– x 100 %
PAD Th t-1
56
3.4.2. Analisis Kontribusi PAD(KPAD)
Dalam analisis Kontribusi, dihitung komposisi per komponen PAD
yang dihitung dengan formula sebagai berikut (Halim, 2004:163):
Keterangan :
K = Kontribusi
X = Realisasi komponen
Y = Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
3.4.3. Efektifitas dan Efisiensi PAD
Efektifitas adalah tingkat atau derajat keberhasilan (output) suatu program
dibandingkan dengan rencananya, sedangkan effisiensi adalah tingkat
keberhasilan yang dicapai dibandingkan dengan input yang yaang terjadi akibat
rencana tersebut. Dalam hal efektifitas PAD adalah seberapa besar realisasi yang
dicapai dibandingkan rencana atau target yang telah ditentukan, dan efisiensi PAD
adalah sebesapa besar output yang dihasilkan dibandingkan dengan biaya
pemungutan PAD yang telah terjadi.
Efektifitas secara operasional dihitung dengan menggunakan rumus :
Atas dasar formula di atas, tingkat efektivitas penerimaan PAD di
Kabupaten Sekadau dihitung dengan membandingkan antara realisasi penerimaan
komponen PAD dengan target yang ditetapkan. Apabila hasil perhitungan
Realisasi Penerimaan Komponen PAD Efektifitas = ─────────────────────────X 100% Target Penerimaan Komponen PAD
X K = –––– x 100 % Y
57
menghasilkan angka atau persentase mendekati atau melebihi 100 persen, maka
penerimaan PAD semakin efektif atau dengan kata lain kinerja pemungutan PAD
di Kabupaten Sekadau semakin baik.
Dalam perhitungan efektivitas, kriteria menurut Abdul Halim (1994:43)
adalah apabila yang dicapai minimal satu atau 100% maka rasio efektivitas
semakin baik, artinya semakin efektif. Demikian pula sebaliknya, semakin kecil
persentase efektivitasnya menunjukkan pemungutan PAD semakin tidak efektif.
Sedangkan kriteria efektivitas lebih detil berdasarkan Keputusan Menteri Dalam
Negeri Nomor 690900327 Tahun 1996 Tentang Pedoman Penilaian dan Kinerja
Keuangan sebagai berikut :
Tabel 3.1
Skala Efektifitas dalam Pengukuran Kinerja Penerimaan Pajak
No. Skala (Persen) Kriteria
1. 0 - < 40 Sangat tidak Efektivitas
2. 40 - < 60 Tidak efektif
3. 60 - < 80 Cukup efektif
4. 80 - < 100 Efektif
5. > 100 Sangat efektif
Sumber : Badan Litbang Depdagri (1991)
3.4.4. Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF)
Formula yang diguakan untuk menghitung derajat desentralisasi fiskal
adalah sebagai berikut (Mahmudi, 2007:128):
PAD
DDF = ––––––––– x 100 %
TPD
58
Dimana :
DDF = Derajat Desentralisasi Fiskal
PAD = Realisasi Pendapatan Asli Daerah
TPD = Realisasi Total Pendapatan Daerah
Penilaian Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF) menggunakan parameter
yang digunakan dalam penelitian ini dengan kriteria Balitbang Depdagri, Fisip
UGM, 1991 dengan kreteria dari Fisipol U GM dalamTabel berikut ini
Tabel 3.2
Skala Interval Derajat Desentralisasi Fiskal
No Skala PAD/TPD
1 < 10,00 Sangat kurang
2 10,01 - 20,00 Kurang
3 20,01 - 30,00 Cukup
4 30,01 - 40,00 Sedang
5 40,01 - 40,00 Baik
6 > 50,01 Sangat baik
Sumber : Balitbang Depdagri, 1991
3.4.5. Elstisitas PAD (Tax Ratio)
Dalam kebanyakan teori dikatakan bahwa yang berpengaruh secara nyata
terhadap perubahan PAD adalah perubahan jumlah penduduk dan pertumbuhan
ekonomi (PDRB). Maka dalam penelitian ini akan dihitung elastisitas PAD
terhadap PDRB dan jumlah penduduk terhadap PAD di Kabupaten sekadau.
Dalam perhitungan elastisitas PAD terhadap PDRB terlebih dahulu
diketahui tingkat pertumbuhan PDRB dan pertumbuhan jumlah penduduk,
59
kemudian diketahui perubahan realisasi PAD) dalam periode 2006-2011. Akan
dihitung perubahan per komponen PAD dengan rumus elastisitas sebagai berikut :
a. Elastisitas terhadap PDRB :
b. Elastisitas terhadap jumlah penduduk :
ΔPENDUDUK PAD
Elastisitas PNDDK/PAD = ––––––––––––––– x –––––––
PENDUDUK ΔPAD
ΔPDRB PAD
Elastisitas PDRB/PAD = ––––––– x –––––––
PDRB ΔPAD
60
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1.Pertumbuhan PAD Kabupaten Sekadau
Berdasarkan data yang diperoleh penulis,pertumbuhan PAD Kabupaten
Sekadau selama periode tahun 2006-2011 mengalami pertumbuhan yang
berfluktuasi dan menunjukkan tren yang positif yakni selalu mengalami
peningkatan setiap tahunnya, seperti ditunjukkan pada gambar di bawah ini :
Gambar 4.1 Pertumbuhan PAD Kabupaten Sekadau, Tahun 2007-
2011
Selama periode tahun 2006 hingga tahun 2011 pertumbuhan Pendapatan
Asli Daerah Kabupaten Sekadau mengalami peningkatan yang berfluktuasi,
dimana peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2007 yakni dari Rp 3.144,69
menjadi Rp 5.177,30 Milyar atau peningkatan sebesar 64,64 %. Tertinggi kedua
pada tahun 2009 dimana terjadi peningkatan dari Rp 7.647,62 Milyar pada 2008
menjadi Rp 11.428.99 Milyar pada 2009, atau dengan prosentase sebesar
2006 2007 2008 2009 2010 2011
Nilai PAD (Milyar) 3,144.69 5,177.30 7,647.62 11,428.9 11,997.1 19,545.3
Pertumbuhan (%) 64.64 47.71 49.45 4.97 62.92
3,144.69
5,177.30
7,647.62
11,428.99 11,997.16
19,545.35
64.64 47.71 49.45 4.97 62.92
-
5,000.00
10,000.00
15,000.00
20,000.00
25,000.00
61
49,45%. Sedangkan peningkatan terendah terjadi pada tahun 2010 yakni hanya
terjadi peningkatan sebesar 4,97 %. Secara rata-rata pertumbuhan PAD Kabupaten
Sekadau dari tahun 2006 hingga 2011 sebesar Rp 9,823.52 Milyar atau 45.94%.
4.2. Komposisi PAD Kabupaten Sekadau (KPAD)
Sebagaimana diketahui bahwa PAD terdiri beberapa komponen
penyumbang yakni Pajak Daerah, Retribusi Daerah,Hasil Pengolaan Kekayaan
Daerah yang Dipisahkan,dan Lain-lain PAD yang sah. Dilihat dari masing-
masing komposisi atau kontribusi penyumbang PAD Kabupaten Sekadau
selama periode tahun 2006-2011 komposisinya sebagai berikut :
Tabel 4.1.
Kontribusi Masing-masing Komponen PAD Kabupaten Sekadau
Tahun 2006-2011 (dalam persen)
Komponen PAD Tahun
2006
(%)
2007
(%)
2008
(%)
2009
(%)
2010
(%)
2011
(%)
Pajak Daerah 13.68 9.13 18.28 15.44 17.79 48.50
Retribusi Daerah 12.14 12.02 18.59 14.76 24.82 18.05
Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan
- - 3.49 4.92 9.46 10.76
Lain-lain Pendapatan
Asli Daerah yang Sah 74.18 78.85 59.64 64.88 47.93 22.69
Sumber : Dispenda Kabupaten Sekadau, diolah
Jika dilihat secara kumulatif dari tahun 2006 hingga 2011 komposisi
per komponen PAD dapat digambarkan sebagai berikut :
62
Gambar 4.2
Kontribusi Masing-masing Komponen PAD Kabupaten Sekadau
Tahun 2006-2011
Dilihat dari data di atas terlihat bahwa komponen lain-lain pendapatan
daerah memegang peranan paling dominan di Kabupaten Sekadau yakni
sebesar sebesar 48%, kedua pajak daerah sebesar 27%, dan urutan ketiga
Retribusi daerah sebesar 18%, sementara hasil dari pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan nilainya hanya sebesar 7%.
Lain-lain pendapatan yang sah di Kabupaten Sekadau mendominasi
karena terdiri dari banyak komponen yakni : Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah yang Dipisahkan, Pelepasan Hak Atas Tanah, Jasa Giro, Jasa Giro Kas
Daerah, Jasa Giro Pemegang Kas, Tuntutan Ganti Rugi (TGR) Daerah,
Kerugian Uang Daerah, Pendapatan Denda Atas Keterlambatan
Pelaksanaan Pekerjaan, Bidang Kesehatan, Bidang Pekerjaan Umum, Bidang
Perencanaan Pembangunan.
Selain itu ditambah lagi pendapatan dari Pengembalian Pajak
Pajak Daerah 27%
Retribusi Daerah
18%
Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
7%
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah
yang Sah 48%
63
Penghasilan Pasal 21, Pendapatan dari Pengembalian Kelebihan Pembayaran
Gaji & Tunjangan, Pendapatan dari Pengembalian Kelebihan Pembayaran
Perjalanan Dinas, Pendapatan dari Kelebihan Pembayaran Pelaksana
Pekerjaan, Pendapatan dari Pengembalian Kelebihan Pemotongan Pajak
Konstruksi, Pendapatan dari Pengembalian Kelebihan Pembayaran Belanja
Bantuan, Pendapatan dari Pengembalian Penutupan Rekening.
4.3. Efektifitas PAD
Dalam penelitian ini yang dipertimbangkan dalam menentukan efektifitas
hanya pencapaian target. Sedangkan untuk tujuan yang lain, seperti keadilan,
ketepatan waktu pembayaran, dan kepastian hukum diabaikan. Di bawah ini tabel
hasil perhitungan efektifitas PAD di Kabupaten Sekadau 2006 – 2011.
Tabel 4.2.
Efektifitas Penerimaan PAD di Kabupaten Sekadau Tahun 2006-
2011
Tahun TARGET REALISASI EFEKTI
FITAS (%)
2006 1,622,569,500.00 3,144,686,774.57 193.81
2007 3,899,946,000.00 5,177,298,450.17 132.75
2008 9,767,434,973.20 7,647,623,854.79 78.30
2009 18,141,293,438.00 11,428,988,622.24 62.99
2010 23,403,762,864.00 11,997,160,342.53 51.26
2011 26,954,138,719.54 19,545,346,931.02 72.51
Rata-rata 98.61
Sumber : Data Dispenda diolah
Dari tabel di atas terlihat bahwa tingkat capaian realisasi penerimaan PAD
pada 2006 hingga 2011 masing-masing sebesar 193,81%, 132,75%, 78,30%, 62,
99%, 51,26%, dan 72.51 dengan rata-rata sebesar 98,61%.
Angka capaian atau efektifitas capaian ini menunjukkan kemampuan
Pemerintah Daerah Kabupaten Sekadau dalam merealisasikan penerimaan PAD.
64
Semakin besar tingkat capaian atau nilai rasio yang diperoleh maka menunjukkan
semakin efektif pemerintah daerah dalam hal ini Dispenda Kabupaten Sekadau
dalam menghimpun PAD.Berdasarkan tabel di atas, efektifitas PAD di Kabupaten
sekadau pada tahun 2006 sampai dengan 2011 menurut kriteria Depdagri
tergolong efektif.
Jika dilihat dilihat tren nya ternyata relisasi penerimaan PAD di Kabupaten
Sekadau mengalami penurunan setiap tahunnya, seperti terlihat pada gambar
berikut ini.
Gambar 4.3
Perkembangan Efektifitas Penerimaan PAD di Kabupaten Sekadau
Dari gambar terlihat bahwa efektifitas terjadi penurunan dari 2006 hingga
2010, dan baru meningkat kembali mulai tahun 2011, sedangkan angka rata-rata
nilai efektifitas dari 2006-2011 sebesar 98,61%, masih lebih efektif jika
dibandingkan dengan hasil penelitian Yahya M. Bana, 2001 yang berjudul
Analisis Sistem Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Alor Propinsi Nusa
2006 2007 2008 2009 2010 2011
EFEKTIVITASPENERIMAAN PAD
193.81 132.75 78.30 63.00 51.26 72.51
0.00
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
Skal
a
EFEKTIVITAS PENERIMAAN PAD
65
Tenggara Timur, dimana rata rata tingkat efektivitas penerimaannya selama
periode 1995-2000 sebesar 93.36%.
4.4. Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF)
Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF) adalah suatu indikator kemampuan
keuangan suatu pemerintah daerah. Untuk Kabupaten Sekadau nilai Derajat
Deentralisasi Fiskal (DDF) adalah :
Tabel 4.3.
Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF) di Kabupaten Sekadau, Tahun
2006-2011
Tahun PAD
(Milyar Rp)
Total Penerimaan
Daerah
(Milyar Rp)
Nilai DDF
( % ) KRITERIA
2006 3,144.69 262,777.07 1.20 Sangat Kurang
2007 5,177.30 301,234.98 1.72 Sangat Kurang
2008 7,647.62 340,085.69 2.25 Sangat Kurang
2009 11,428.99 354,029.67 3.23 Sangat Kurang
2010 11,997.16 434,814.98 2.76 Sangat Kurang
2011 19,545.35 468,064.41 4.18 Sangat Kurang
Rata-Rata 2.73 Sangat Kurang
Sumber : Data hasil olahan
Berdasarkan hasil perhitungan yang tertera pada tabel di atas terlihat
bahwa nilai Derajat Desentralisasi Fiskal Kabupaten Sekadau sangatlah kurang
setiap tahun di bawah 10 %.
Tingkat kemampuan keuangan sendiri yang diukur dari angka DDF
Kabupaten Sekadau sangat rendah, yakni sebesar 2,73% yang berarti tingkat
ketergantungan terhadap pemerintah pusat sebesar 97,37%. Jika dibandingkan
dengan hasil penelitian terdahulu Yahya M. Bana, 2001, yang berjudul Analisis
Sistem Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Alor Propinsi Nusa Tenggara
Timur,menunjukkan perberbedaan yang cukup jauh dimana nilai Penerimaan
66
Daerah Sendiri (PDS) di Kabupaten Alor Provinsi Nusa Tenggara Barat
memberikan kontribusi sebesar 16.29% terhadap APBD nya, yang berarti tingkat
ketergantungan kepada pemerintah pusat besarnya 83.71%.
4.4. Elastisitas PAD (Tax Ratio)
4.4.1. Elastisitas PDRB terhadap PAD
Untuk menghitung elastisitas PDRB terhadap PAD terlebih dahulu
dilakukan penghitungan terhadap perubahan atau penambahan masing-masing
PDRB dan PAD. Berdasarkan data realisasi PAD dan PDRB Kabupaten Sekadau
selama 2006-2011, maka perubahan/penambahan jumlah masing-masing PAD
dan PDRB di Kabupaten Sekadau hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.4.
PAD dan PDRB Kabupaten Sekadau Atas Dasar Harga Konstan
2000, Tahun 2006-2011
Tahun PAD PDRB Penambahan
(Δ) PDRB
Penambahan (Δ)
PAD
2006 3,144,686,774.57 528,404.97
2007 5,177,298,450.17 568,179.33 39,774.35 2,032,611,675.60
2008 7,647,623,854.79 600,922.63 32,743.30 2,470,325,404.62
2009 11,428,988,622.24 633,063.94 32,141.31 3,781,364,767.45
2010 11,997,160,342.53 668,124.84 35,060.90 568,171,720.29
2011 19,545,346,931.02 708,527.60 40,402.76 7,548,186,588.49
Sumber : Bappeda, Dispenda, Kabupaten Sekadau, 2012
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dihitung elastisitas PDRB terhadap
PAD di Kabupaten Sekadau dengan rumus :
ΔPDRB PAD Elastisitas PDRB/PAD = ––––––– x ––––––– PDRB ΔPAD
67
Adapun hasil perhitungan elastisitas setiap tahunnya dapat dilihat pada
Tabel 4.5 berikut ini :
Tabel 4.5.
Elastisitas PAD Terhadap PDRB di Kabupaten Sekadau
Tahun 2006 - 2011
Tahun (Δ)PDRB (Δ)PAD ΔPDRB
PDRB
PAD
ΔPAD ELAS
TISITAS
1 3 2 4 5 6=4x5
2006
2007 39,774.35 2,032,611,675.60 0.07 2.55 0.18
2008 32,743.30 2,470,325,404.62 0.05 3.10 0.17
2009 32,141.31 3,781,364,767.45 0.05 3.02 0.15
2010 35,060.90 568,171,720.29 0.05 21.12 1.11
2011 35,060.90 568,171,720.29 0.05 2.59 0.15
Rata-rata 0,35
Sumber : Data hasil penelitian, diolah
Dilihat dari angka elastisitas pada tabel di atas menunjukkan angka yang
bervariasi. Nilai Elastisitas PAD Terhadap PDRB Kabupaten Sekadau periode
tahun 2006-2011 adalah dengan masing-masing 0.18, 0.17, 0.15, 1.11, dan 0,15,
dengan rata-rata sebesar 0.35. Dalam konsep elastisitas nilai kurang dari satu
berarti in-elastis yang artinya setiap perubahan atau penambahan satu persen
PDRB pengaruhnya terhadap penambahan PAD sebesar angka tersebut (0,35%).
Jika dibandingkan dengan elastisitas di Kalimantan Barat, berdasarkan
hasil penelitian terdahulu (Mustafa dan Abdul Halim, 2008 ; 797), nenunjukkan
hasil nilai elastisitas PAD Provinsi Kalimantan Barat pada periode 2003-2007
rata-rata sebesar 4,80 (E>1 = elastis), yang berarti bahwa setiap kenaikan PDRB
1% akan mengakibatkan kenaikan PAD sebesar 4,80%.
68
4.4.2. Elastisitas Jumlah Penduduk Terhadap PAD
Terkait dengan tingkat elastisitas jumlah penduduk terhadap PAD, secara
rasional perubahan jumlah penduduk akan mempengaruhi perubahan jumlah
penerimaan pajak, retribusi dan komponan PAD lainnya. Dengan bertambahnya
penduduk maka semakin bertambah juga kapasitas dari komponen PAD.
Berdasarkan data yang tersedia di BPS jumlah penduduk Kabupaten
Sekadau tahun 2006-2011 adalah.
Tabel 4.6.
Jumlah Penduduk Kabupaten Sekadau Berdasarkan Jenis
KelaminTahun 2006-2011.
TAHUN LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH
2006 - - 176,526
2007 89.675 85.854 177,840
2008 91.233 86.896 179,148
2009 92.513 88.136 180,448
2010 93.899 87.735 181,634
2011 - - 184,411
Sumber : Kabupaten Sekadau Dalam Angka 2012
Sementara perbandingan jumlah penduduk hasil sensus penduduk tahun
1990, 2000 dan 2011 di Kabupaten Sekadau menunjukkan pertumbuhan
penduduk Kabupaten Sekadau dalam rentang waktu 1990-2000 adalah sebesar
1,99 % dan 2006-2011 sebesar 1,21 %. Sedangkan kepadatan penduduk pada
2010 sebesar 33 jiwa per km2.
Berdasarkan jumlah penduduk tahun 2006-2010 di atas, maka
penghitungan elastisitas dilakukan terhadap jumlah penduduk tahun 2006-2011
dengan hasilnya sebagai berikut.
69
Tabel 4.7.
Elastisitas PAD Terhadaap Penduduk Kabupaten Sekadau,
Tahun 2007-2011
THN (Δ)PEN-
DUDUK (Δ)PAD
ΔPENDUDUK
PENDUDUK
PAD
ΔPAD
ELASTI
SITAS
2006
2007 1,314.00 2,032,611,675.60 0.0074 2.5471 0.02
2008 1,308.00 2,470,325,404.62 0.0073 3.0958 0.02
2009 1,300.00 3,781,364,767.45 0.0072 3.0225 0.02
2010 1,186.00 568,171,720.29 0.0065 21.1154 0.14
2011 2,777.00 7,548,186,588.49 0.0151 2.5894 0.04
Rata-rata 0,05
Sumber : Data hasil olahan
Hasil perhitungan elastisitas penduduk terhadap PAD di Kabupaten
Sekadau tahun 2007-2011, masing-masing sebesar 0.02, 0.02, 0.02, 0.14, dan
0.04, dengan rata-rata sebesar 0,05 (=in-elastik). Artinya rata-rata perubahan atau
penambahan penduduk sebesar 1 % membuat perubahan atau penambahan jumlah
penerimaan PAD sebesar 0,05%.
4.5. Dampak Penerapan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan
Retribusi daerah terhadap realisasi Penerimaan Asli Daerah di
Kabupaten Sekadau
Dalam menganalisa dampak penerapan UU Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak dan Retribusi daerah terhadap realisasi Penerimaan Asli Daerah di
Kabupaten Sekadau adalah melihat bagaimana pengaruhnya terhadap
penerimaan PAD setelah adanya perda yang dilandasi Undang-undang tersebut.
Dampak utama setelah adanya UU No 28 tahun 2009 yaitu dengan
adanya penambahan beberapa komponen pajak dan retribusi serta perluasan
cakupan pemungutannya seperti dapat dilihat pada matrik di bawah ini.
70
Tabel 4.8.
Perbandingan Objek dan Jenis Pungutan Pajak dan Retribusi
Daerah Sebelum dan Sesudah Undang-Undang no 28 tahun 2009
Komponen Sebelum UU No 28 tahun 2009 Sesudah UU No 28 tahun
2009 (Berlaku 2010)
1. Pajak daerah
7 jenis, yakni :
1) Pajak Hotel; 2) Pajak Restoran; 3) Pajak Hiburan; 4) Pajak Reklame; 5) Pajak Penerangan Jalan; 6) Pajak Mineral Bukan Logam dan
Batuan; 7) Pajak Parkir;
Penambahan 4 jenis objek pajak untuk daerah kabupaten/kota, yakni:
8) Pajak sarang burung walet
9) Pajak air tanah 10) Pajak BPHTB 11) PBB II (PBB sektor
pedesaan/perkotaan)
2. Retribusi
A. Retribusi Jasa Umum, terdiri dari :
1) Retribusi Pelayanan Kesehatan; 2) Retribusi Pelayanan
Persampahan/Kebersihan; 3) Retribusi Penggantian Biaya Cetak
Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil;
4) Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat;
5) Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum;
6) Retribusi Pelayanan Pasar; 7) Retribusi Pengujian Kendaraan
Bermotor; 8) Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam
Kebakaran; 9) Retribusi Penggantian Biaya Cetak
Peta; 10) Retribusi Penyediaan dan/atau
Penyedotan Kakus; 11) Retribusi Pengolahan Limbah Cair 12) Retribusi Pelayanan Pendidikan;
B. Jenis Retribusi Jasa Usaha, terdiri dari :
a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;
b. Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan;
c. Retribusi Tempat Pelelangan; d. Retribusi Terminal; e. Retribusi Temp. Khusus Parkir; f. Retr. Temp
Penginapan/Pesanggrahan/Villa; g. Retribusi Rumah Potong Hewan; h. Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan; i. Retribusi Tempat Rekreasi dan
Olahraga; j. Retribusi P‟brangan di Air k. Retribusi Penjualan Produksi Usaha
Daerah.
Terjadi penambahan sebanyak 3 jenis objek retribusi untuk daerah kabupaten/kota, yakni : 1) Retribusi
pengendalian menara telekomunikasi
2) Retribusi Tera ulang 3) Retribusi tempat
penjualan minuman beralkohol.
71
C. Jenis Retribusi Perizinan Tertentu terdiri atas :
a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan; b. Retribusi Izin Gangguan; d. Retribusi Izin Trayek; dan e. Retribusi Izin Usaha Perikanan.
3. Peruluasan objek pajak
- Pajak hotel
Hanya sewa kamar
semua pelayan hotel dipungut pajak termasuk rumah kos di atas 10 kamar
- Restoran Makan di tempat semua pelayanan restoran termasuk katering
Sumber : Undang-undang No. 28 Tahun 2009
Dengan adanya jenis dan cakupan penambahan atas objek pajak daerah
kabupaten/kota. maka pemerintah Kabupaten Sekadau merespon dengan
mengeluarkan Perda Nomor 1 tahun 2011 tentang Pajak dan Retribusi Daerah,
yang berlakunya mulai tahun 2011, sehingga penerimaan PAD setelah
pemberlakuan Perda tersebut mengalami peningkatan yang cukup nyata seperti
terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.9
Perbandingan Penerimaan PAD Kabupaten Sekadau Tahun 2010
dan 2011
KOMPONEN PAD 2010 2011
Pajak Daerah 2,134,703,841.17 9,479,835,470.39
Retribusi Daerah 2,977,241,398.00 3,528,743,413.93
Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah yang Dipisahkan
1,134,785,309.00 2,102,568,662.54
Lain-lain Pendapatan Asli
Daerah yang Sah
5,750,429,794.36 4,434,199,384.16
Total PAD 11,997,160,342.53 19,545,346,931.02
Sumber : Dispenda Kabupaten Sekadau
Jika dilihat perbandingan antara penerimaan tahun 2010 dengan 2011
dapat dilihat pada gambar berikut.
72
Gambar 4.4
Perbandingan Penerimaan PAD Kabupaten Sekadau Tahun 2010
dan 2011
Dari gambar di atas nampak peningkatan penerimaan jumlah total PAD
maupun per komponen yang produktif (yakni yang bersumber dari pajak daerah,
retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan). Hal ini
adalah sebagai dampak nyata dari pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28
tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang melandasi Perda
Kabupaten Sekadau Nomor 1 tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Menurut
pengamatan penulis bahwa pengalihan pengelolaan BPHTB menjadi komponen
pajak daerah telah memberikan kontribusi yang besar terhadap peningkatan PAD
Kabupaten Sekadau, sehingga terdapat penerimaan pajak daerah dari BPHTB
sebesar Rp6.277.618.950,00.Selain itu menurut analisa dan pengamatan penulis
peningkatan penerimaan PAD Kabupaten Sekadau pada 2011 disebabkan oleh :
1. Terjadi perluasan objek pajak hotel, sehingga telah meningkatkan penerimaan
pajak hotel dari tahun 2010 sebesar Rp 75.389.730,00 menjadi
Rp181.249.764,00 pada 2011.
0.00
5,000,000,000.00
10,000,000,000.00
15,000,000,000.00
20,000,000,000.00
25,000,000,000.00
PAD PajakDaerah
RetribusiDaerah
HasilPengelolaan
KekayaanDaerah yangDipisahkan
Lain-lainPendapatanAsli Daerah
yang Sah2010 2011
73
2. Terjadinya peningkatan pajak penerangan jalan yang cukup tinggi dari 2010
Rp640.912.240,00 menjadi Rp1.354.320.868,00. Hal ini disebabkan karena
telah terjadi peningkatan sektor usaha di Kabupaten Sekadau.
Sementara dari sektor retribusi daerah berdasarkan UU 28 belum
memberikan kontribusi pada tahun 2011 karena perda yang mengatur retribusi
yang mengacu pada uu 28 belum disahkan, sehingga pemungutan masih
menggunakan perda yang lama.
74
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari uraian bab 1, bab 2 dan pembahasan dalam bab IV dapat diambil
beberapa poin kesimpulan sebagai berikut :
1. Selama periode 2006-2011, pertumbuhan PAD tertinggi terjadi pada tahun
2007 yakni sebesar 64,64 %. Tertinggi kedua adalah pada tahun 2009 yakni
sebesar 49,45%. Sedangkan peningkatan terendah terjadi pada tahun 2010 yang
hanya terjadi peningkatan sebesar 4,97%, dengan rata-ratasebesar 45.94%.
2. Sedangkan Komposisi per komponen PAD, Lain-lain pendapatan daerah
memegang peranan paling dominan yakni sebesar sebesar 48%, kedua pajak
daerah 27%, dan ketiga Retribusi daerah 18%, sementara hasil dari pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan nilainya hanya sebesar7%.
3. Dilihat dari Efektivitas penerimaan PAD di Kabupaten Sekadau menunjukkan
bahwa tingkat capaian realisasi penerimaan PAD pada 2006 hingga 2011
masing-masing sebesar 193,81%, 132,75%, 78,30%, 62, 99%, 51,26%, dan
72.51 dengan rata-rata sebesar 98,61%. Berdasarkna kriteria Depdagri angka
ini cukup efektif.
4. Dari hasil perhitungan Derajat Desentralisasi Fiskal di Kabupaten Sekadau
yang sangat rendah, selama periode tahun 2006-2011 rata-rata sebesar 2,73 %
dari total penerimaan daerah. Angka ini sangat rendah sehingga ketergantungan
pada pemerintah pusat sangat tinggi (92,37%). Berdasarkan kriteria Depdagri
DDF di bawah 10% termasuk katagori sangat kurang.
75
5. Elastisitas PDRB terhadap PAD Kabupaten Sekadau periode tahun 2006-2011
masing-masing 0.18, 0.17, 0.15, 1.11, dan 0.15. dengan rata-rata0,35
(inelastis). Artinya setiap perubahan atau penambahan satu persen PDRB
terjadi penambahan PAD hanya sebesar0.35%. Sedangkan elastisitas terhadap
jumlah penduduk masing-masing sebesar 0.02, 0.02, 0.02, 0.14, dan 0.04,
dengan rata-rata sebesar 0,05 (inelastis). Artinya perubahan atau penambahan
penduduk sebesar 1% membuat perubahan/penambahan penerimaan hanya
sebesar 0,05%.
6. Pemberlakuan UU 28 tahun 2009 telah memberikan dampak yang cukup besar
terhadap peningkatan penerimaan PAD Kabupaten Sekadau, terutama dengan
masuknya BPHTB sebagai komponen pajak daerah, dimana dari realisasi
pajak daerah pada tahun 2011 sebesar Rp9.479.835.470,39 disumbang dari
BPHTB sebesar RpRp6.277.618.950,00. atau 66,22%
5.2. Saran
1. Kemampuan Pemerintah Daerah Kabupaten Sekadau masih rendah untuk
membiayai kebutuhannya keuangannya sendiri, (terlihat dari rasio DDF yang
sangat rendah) sehingga dibutuhkan kebijakan untuk mengoptimalkan
kemampuan fiskal daerah.
2. Mengidentifikasi apa yang menjadi kelemahan, kekuatan, peluang, dan
tantangan dalam sistem dan prosedur penerimaan PAD sangat penting sebagai
basis dalam membuat perencanaan program peningkatan Pendapatan Daerah.
3. Pemerintah daerah perlu mengidentifikasi permasalahan dan kendala yang
terkait dengan upaya intensifikasi pajak dan retribusi daerah. Beberapa faktor
yang dapat menjadi penghambat dalam manajemen pajak dan retribusi daerah
antara lainkesadaran masyarakat untuk membayar pajak/retribusi rendah.
76
4. Langkah-langkah yang bisa dilakukan pemerintah daerah untuk mengatasi
permasalahan rendahnya pajak dan retribusi daerah antara lain :
a. Sosialisasi pajak dan retribusi daerah. Program sosialisasi pajak dan
retribusi daerah penting dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan
masyarakat tentang pajak dan retribusi daerah serta meningkatkan.
kesadaran masyarakat untuk membayar pajak dan retribusi.
b. Penegakan hukum (law enforcement) dalam sistem perpajakan dan
retribusi daerah. Penegakan hukum terkait dengan perlunya kepastian
hukum dan sanksi hukum yang tegas baik bagi masyarakat yang tidak
membayar pajak (tax evation) maupun bagi aparat pajak.
c. Pemberian insentif pajak untuk menarik investor, misainya dengan
memberi kan local tax holiday.
d. Penyederhanaan sistem administrasi pajak dan retribusi daerah, langkah ini
perlu dilakukan agar masyarakat tidak merasa dipersulit dalam membayar
pajak dan retribusi daerah. Masyarakat yang sudah sadar untuk membayar
pajak dan retribusi seringkali menjadi enggan untuk membayai pajak
karena sistem administrasi yang berbelit-belit dan menyulitkan. Oleh
karena itu, pemerintah daerah perlu mengusahakan kemudahan bagi
masvarakat untuk membayar pajak dan retribusi daerah.
e. Penambahan personel (aparat) pemungut pajak di lapangan. Selain secara
kuantitatif ditambah jumlahnya, kualitas aparat pemungut pajak juga
harus ditingkatkan, baik profesionalisme maupun kualitas moralnya.
77
DAFTAR PUSTAKA
Darumurti, KD dan Umbu Rauta, 2000, Otonomi Daerah, Kemarin, Hari Ini dan
Esok, Kritis, vol 12, No. 3.
Devas, Nick., Anne Both., Bryan Binder., Kenneth Davey., Roy Kelly. 1989.
Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia, Jakarta: UI Press.
Fisipol UGM dan Litbang Depdagri, 1991, "Pengukuran Kemampuan Keuangan
Daerah Tingkat II Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah yang
Nyata dan Bertanggung Jawab", Laporan Penelitian, Kerjasama Fisipol
UGM dan Litbang Depdagri.
Hirawan, Susiati B, 1987. Analisis tentang Keuangan Daerah di Indonesia, EKI,
Vol. XXXIV No. 1.
Halim, Abdul. 2002. Akuntansi Keuangan Daerah. Cetakan Pertama, Penerbit
Salemba Empat, Jakarta
Halim, Abdul. 2004. Bunga RampaiManajemen Keuangan Daerah. Edisi Revisi.
Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Halim, Abdul. 2007. Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah.
Edisi Ketiga.Jakarta: Salemba Empat.
Halim, Abdul. 2001. Analisis Diskripsi Pengaruh Fiskal Stress pada APBD
Pemerintah Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah. Kompak. STIE
Yogyakarta.
Jaya, Wihana Kirana, 1996, "Analisis Keuangan Daerah : Pendekatan Makro"
Model Program PMSES, Laporan Penelitian, Kerja Sama Ditjen PUOD
Depdagri dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Ekonomi dan
Bisnis UGM, Yogyakarta.
Jaya , Wihana Kirana,Insukindro, Mardiasmo, Widayat, Purwanto, B.M., Halim,
A., Suprihanto,J., Purnomo, A. Budi, 1994, “Peranan dan Pengelolaan
Keuangan daerah dalam Usaha Peningkatan Pendapatan Asli Daerah”,
Laporan Penelitian,KKD, FE-UGM. Yogyakarta.
Kaho, Joseph Riwu,1997. “Prospek Otonomi Daerah di Negara Kesatuan
Republik Indonesia”, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
78
MangkoesoebrotoGuritno, 1997, Ekonomi Publik, BPFE, Yogyakarta
Mahmudi. 2007. Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Yogyakarta:
UPP STIM YKPN.
Mahl, R, 2000, "Prospek Desentralisasi di Indonesia Ditinjau Dari Segi
Pemerataan Antar Daerah dan Peningkatan Efisiensi", Analisis CSIS, No.
I, Tahun XXIX.
Mardiasmo, 2002 , Elaborasi Sistem Akuntansi Keuangan Sektor Publik: Telaah
Kritis terhadap Kebutuhan SAKD pada Pemerintah Daerah, Makalah
pada Seminar Nasional Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal,
Yogyakarta (tidak dipublikasikan).
Mardiasmo, (1999), Perpajakan, Edisi Ketiga, Andi Offset, Yogyakarta.
Modul Pelatihan Strategi Peningkatan PAD Berdasarkan Undang-Undang Nomor
34 Tahun 2000. Magister Ekonomika Pembangunan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Gajah Mada,
Mustafa, Bobdan Abdul Halim, 2008, “Pengukuran Kinerja Dinas Pendapatan
Daerah Provinsi Kalimantan Barat, Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM
Yogyakarta, Jurnal Ekonomi Politeknik Negeri Pontianak
Nawawi H.Hadari. 1998. Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta, Gadjah
Mada University Press.
Pamudji, S. 1982. Pembinaan Perkotaan di Indonesia, Tinjauan dari Aspek
Pemerintahan. Ihctiar Baru, Jakarta.
Republik Indonesia, 2004, Undang-Undang No. 33 tentang Perimbangan
Keuangai Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
--------------------------, 2005, Peraturan Pemerintah No. 58 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah.
--------------------------, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
--------------------------,Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
79
Suparmoko, 1994, Keuangan Negara dalam Teori dan Praktek, Edisi keempat
BPFE, Yogyakarta.
Syaukani, HR., Affan Gaffar dan Ryaas Rasyid, 2002, “Otonomi Daerah dalam
Negara Kesatuan”, Kerjasama PUSKAP dan Pustaka Pelajar (Anggota
IKAPI), Jakarta.
Soemitro, Rochmat, Azas dan Dasar Perpajakan, PT Erasco, Bandung, 1990.
Sutrisno, P.H, 1982. Dasar-Dasar Keuangan Negara, Cetakan Kedua, BPFE,
Yogyakarta.
Wahyudin, Noor, (2002), Meningkatkan Efisiensi dan Efektivitas Pajak Hotel
dan Restoran, Studi Kasus Manajemen Keuangan pada Pemerintah Kota
Yogyakarta tahun 2002, jurnal Akuntansi dan Keuangan Sektor Publik
Vol 4, No. 02, Agustus 2003.
Wahyudi, S.A., (1996), Manajemen Strategik ; Pengantar Proses Berpikir
Strategik, Binarupa Aksara, Jakarta.
Yustika, A. Erani and Jati Andrianto. 2008. Pembangunan Ekonomi, Kebijakan
Fiskal, dan Upaya Peningkatan Pajak. Seminar Paper. Jember.
80
LAMPIRAN 1.
DAFTAR TARGET DAN REALISASI PENERIMAAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU TAHUN ANGGARAN
2006
Uraian
Target (Rp) Realisasi
Sebelum
Perubahan Setelah Perubahan (Rp) %
PENDAPATAN DAERAH 248.188.232.746,00 253.797.659.118,00 262.777.069.892,85 103.54 Pendapatan Asli Daerah 1.622.569.500,00 1.622.569.500,00 3.144.686.774,57 193.81 - Hasil Pajak Daerah 757.432.215,00 757.432.215,00 430.240.963,50 56.80 - Retribusi Daerah 536.776.000,00 536.776.000,00 381.798.859,00 71.13 - Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan
- Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 328.361.285,00 328.361.285,00 2.332.646.952,07 710.39 Dana Perimbangan 246.565.663.246,00 252.175.089.618,00 259.197.044.583,28 102.78 - Dana Bagi Hasil Pajak/ Bagi Hasil Bukan
Pajak
15.327.186.046,00 15.702.854.998,00 20.237.916.691,00 128.88
- Dana Alokasi Umum 202.150.000.000,00 202.150.000.000,00 202.150.000.000,00 100.00 - Dana Alokasi Khusus 26.130.000.000,00 27.848.091.000,00 29.598.092.171,00 106.28 Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 2.958.477.200,00 6.474.143.620,00 7.211.035.721,28 111.38 - Pendapatan Hibah - - 435.338.535,00 - Pendapatan Darurat - - 435.338.535,00 - Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan
Pemerintah Daerah Lain
248.188.232.746,00 253.797.659.118,00 262.777.069.892,85 103.54
81
LAMPIRAN 2.
DAFTAR TARGET DAN REALISASI PENERIMAAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU TAHUN ANGGARAN
2007
Uraian Target(Rp) Realisasi
SebelumPerubahan SetelahPerubahan (Rp) %
PENDAPATAN DAERAH 279.555.944.618,00 291.407.946.710,60 301.234.981.032,51 103.37
Pendapatan Asli Daerah 3.899.946.000,00 3.899.946.000,00 5.177.298.450,17 132.75 Hasil Pajak Daerah 1.910.361.350,00 1.910.361.350,00 472.754.315,00 24.75 Retribusi Daerah 1.023.957.650,00 1.023.957.650,00 622.064.450,00 60.75 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan
- - -
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 965.627.000,00 965.627.000,00 4.082.479.685,17 422.78 Dana Perimbangan 272.681.854.998,00 280.233.863.327,88 282.585.992.067,00 100.84 Dana Bagi Hasil Pajak/ Bagi Hasil Bukan Pajak 15.702.854.998,00 20.898.881.866,00 25.642.887.433,00 122.70 Dana Alokasi Umum 216.970.000.000,00 216.970.000.000,00 216.970.000.000,00 100.00 Dana Alokasi Khusus 40.009.000.000,00 42.364.981.461,88 39.973.104.634,00 94.35
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 2.974.143.620,00 7.274.137.382,72 13.471.690.515,34 185.20 Pendapatan Hibah - - - Pendapatan Darurat - - 4.000.000.000,00 Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan
Pemerintah Daerah Lain
2.974.143.620,00 5.901.137.382,72 7.731.807.915,34 131.02
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus - - 386.882.600,00 Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah
Daerah Lainnya
- 1.373.000.000,00 1.353.000.000,00 98.54
JUMLAH PENDAPATAN 279.555.944.618,00 291.407.946.710,60 301.234.981.032,51 103.37
82
LAMPIRAN 3.
DAFTAR TARGET DAN REALISASI PENERIMAAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU TAHUN ANGGARAN
2008
Uraian Target(Rp) Realisasi
SebelumPerubahan SetelahPerubahan (Rp) %
PENDAPATAN DAERAH 326.681.481.015,20 337.993.351.854,20 340.085.690.938,79 100.62
Pendapatan Asli Daerah 6.480.963.015,20 9.767.434.973,20 7.647.623.854,79 78.30 Hasil Pajak Daerah 2.950.962.740,20 2.950.962.740,20 1.397.880.409,00 47.37 Retribusi Daerah 1.387.837.275,00 2.018.047.275,00 1.421.799.704,00 70.45 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan
- 267.500.000,00 267.209.842,10 99.89
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 2.142.163.000,00 4.530.924.958,00 4.560.733.899,69 100.66 Dana Perimbangan 312.926.768.000,00 317.774.658.347,00 320.081.401.647,00 100.73 Dana Bagi Hasil Pajak/ Bagi Hasil Bukan Pajak 23.220.288.000,00 25.712.196.887,00 28.018.941.187,00 108.97 Dana Alokasi Umum 245.122.480.000,00 245.122.480.000,00 245.122.479.000,00 100.00 Dana Alokasi Khusus 44.584.000.000,00 46.939.981.460,00 46.939.981.460,00 100.00
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 7.273.750.000,00 10.451.258.534,00 12.356.665.437,00 118.23 Pendapatan Hibah - - - Pendapatan Darurat - 3.500.000.000,00 3.500.000.000,00 100.00 Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan
Pemerintah Daerah Lain
5.900.750.000,00 5.225.262.534,00 7.130.669.437,00 136.47
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus - 437.996.000,00 437.996.000,00 100.00 Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah
Daerah Lainnya
1.373.000.000,00 1.288.000.000,00 1.288.000.000,00 100.00
JUMLAH PENDAPATAN 326.681.481.015,20 337.993.351.854,20 340.085.690.938,79 100.62
83
LAMPIRAN 4. DAFTAR
TARGET DAN REALISASI PENERIMAAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU TAHUN ANGGARAN 2009
Uraian Target(Rp) Realisasi
SebelumPerubahan SetelahPerubahan (Rp) %
PENDAPATAN DAERAH 349.481.441.851,00 356.464.665.917,41 354.029.667.521,68 99.32
Pendapatan Asli Daerah 12.393.360.150,00 18.141.293.438,00 11.428.988.622,24 63.00
Hasil Pajak Daerah 4.119.938.000,00 4.399.251.935,00 1.764.391.108,03 40.11
Retribusi Daerah 2.150.185.150,00 2.605.126.102,00 1.686.995.436,00 64.76
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan
- 562.371.381,00 562.371.381,00 100.00
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 6.123.237.000,00 10.574.544.020,00 7.415.230.697,21 70.12
Dana Perimbangan 323.413.451.100,00 319.838.520.150,80 319.287.261.962,00 99.83
Dana Bagi Hasil Pajak/ Bagi Hasil Bukan Pajak 31.812.001.100,00 28.237.070.150,80 27.692.339.962,00 98.07
Dana Alokasi Umum 248.981.450.000,00 248.981.450.000,00 248.974.922.000,00 100.00
Dana Alokasi Khusus 42.620.000.000,00 42.620.000.000,00 42.620.000.000,00 100.00
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 13.674.630.601,00 18.484.852.328,61 23.313.416.937,44 126.12
Pendapatan Hibah - - -
Pendapatan Darurat - - -
Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan
Pemerintah Daerah Lain
5.993.544.601,00 9.803.766.328,61 9.802.841.937,44 99.99
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 437.986.000,00 437.986.000,00 5.267.475.000,00 1,202.66
Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah
Daerah Lainnya
7.243.100.000,00 8.243.100.000,00 8.243.100.000,00 100.00
JUMLAH PENDAPATAN 349.481.441.851,00 356.464.665.917,41 354.029.667.521,68 99.32
84
LAMPIRAN 5.
DAFTAR TARGET DAN REALISASI PENERIMAAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU TAHUN ANGGARAN
2010
Uraian Target(Rp) Realisasi
SebelumPerubahan SetelahPerubahan (Rp) %
PENDAPATAN DAERAH 368.718.590.863,00 453.576.913.945,03 434.814.982.639,64 95.86
Pendapatan Asli Daerah 20.296.245.141,00 23.403.762.864,00 11.997.160.342,53 51.26 Hasil Pajak Daerah 5.572.920.195,00 6.297.596.265,00 2.134.703.841,17 33.90 Retribusi Daerah 2.839.707.202,00 4.175.915.243,00 2.977.241.398,00 71.30 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan
751.785.000,00 1.135.030.300,00 1.134.785.309,00 99.98
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 11.131.832.744,00 11.795.221.056,00 5.750.429.794,36 48.75 Dana Perimbangan 333.622.499.365,00 341.467.294.307,00 334.306.503.158,00 97.90 Dana Bagi Hasil Pajak/ Bagi Hasil Bukan Pajak 42.006.998.365,00 49.851.793.307,00 42.691.002.158,00 85.64 Dana Alokasi Umum 253.937.101.000,00 253.937.101.000,00 253.937.101.000,00 100.00 Dana Alokasi Khusus 37.678.400.000,00 37.678.400.000,00 37.678.400.000,00 100.00
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 14.799.846.357,00 88.705.856.774,03 88.511.319.139,11 99.78 Pendapatan Hibah - - - Pendapatan Darurat - - - Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan
Pemerintah Daerah Lain
13.299.846.357,00 11.591.014.850,03 11.589.827.215,11 99.99
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus - 71.051.841.924,00 70.858.491.924,00 99.73 Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah
Daerah Lainnya
1.500.000.000,00 6.063.000.000,00 6.063.000.000,00 100.00
JUMLAH PENDAPATAN 368.718.590.863,00 453.576.913.945,03 434.814.982.639,64 95.86
85
LAMPIRAN 6.
DAFTAR TARGET DAN REALISASI PENERIMAAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU TAHUN ANGGARAN
2011
Uraian Target(Rp) Realisasi
SebelumPerubahan SetelahPerubahan (Rp) %
PENDAPATAN DAERAH 453,147,014,427.39 468,064,406,204.91 103.29
Pendapatan Asli Daerah 26,954,138,719.54 19,545,346,931.02 72.51
Hasil Pajak Daerah 10,216,365,739.00 9,479,835,470.39 92.79
Retribusi Daerah 4,873,335,400.00 3,528,743,413.93 72.41 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan
2,102,568,662.54 2,102,568,662.54 100
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 9,761,868,918.00 4,434,199,384.16 45.42
Dana Perimbangan 363,408,637,559.00 366,815,563,352.00 100.94
Dana Bagi Hasil Pajak/ Bagi Hasil Bukan Pajak 30,484,557,559.00 34,157,782,352.00 112.05
Dana Alokasi Umum 288,662,780,000.00 288,419,981,000.00 99.92
Dana Alokasi Khusus 44,261,300,000.00 44,237,800,000.00 99.95
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 62,784,238,148.85 81,703,495,921.89 130.13 Pendapatan Hibah Pendapatan Darurat Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan
Pemerintah Daerah Lain
11,927,786,748.85 43,472,509,793.14 364.46
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 44,216,451,400.00 29,050,347,246.00 65.7 Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah
Daerah Lainnya
6,640,000,000.00 9,180,638,882.75 138.26
JUMLAH PENDAPATAN 453,147,014,427.39 468,064,406,204.91 103.29
86
LAMPIRAN 7.
PDRB KABUPATEN SEKADAU ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000 TAHUN 2006-2010 DALAM JUTAAN
RUPIAH
LAPANGAN USAHA 2006 2007 2008 2009* 2010** (1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. PERTANIAN 255,649.94 280,695.87 296,568.95 315,467.22 330,344.66 a. Tanaman Bahan Makanan 43,389.39 45,466.74 47,663.28 50,137.14 52,119.65 b. Tanaman Perkebunan 175,726.14 195,956.96 208,561.89 223,763.54 234,665.18 c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 16,861.68 22,279.69 24,428.76 26,196.81 28,012.22 d. Kehutanan 12,883.91 11,345.37 10,523.55 9,917.19 9,979.41 e. Perikanan 6,788.82 5,647.11 5,391.47 5,452.55 5,568.21 2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 13,001.75 12,575.64 12,599.93 12,896.62 13,770.41 a. Minyak dan Gas Bumi 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 b. Pertambangan tanpa Migas 9,819.97 9,546.45 9,506.40 9,707.90 10,280.64 c. Penggalian 3,181.78 3,029.19 3,093.53 3,188.72 3,489.76 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 71,289.90 72,177.21 73,470.53 74,524.68 76,694.08 a. Industri Migas 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1. Pengilangan Minyak Bumi 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2. Gas Alam Cair 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 b. Industri Tanpa Migas 71,289.90 72,177.21 73,470.53 74,524.68 76,694.08 1. Makanan, Minuman dan Tembakau 17,167.00 17,386.68 17,609.18 17,940.11 19,933.46 2. Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki 982.54 970.13 960.77 1,039.67 1,006.13 3. Brg. Kayu & Hasil Hutan lainnya 12,824.84 12,988.96 13,143.18 13,318.95 13,741.77 4. Kertas dan Barang Cetakan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 5. Pupuk, Kimia & Brg. dari Karet 14,365.87 14,549.70 14,735.90 14,931.05 14,449.40 6. Semen & Brg. Galian bukan logam 13,168.89 13,337.41 13,637.09 13,788.66 14,616.06 7. Logam Dasar Besi & Baja 6,747.66 6,834.01 6,951.04 7,039.19 6,877.31 8. Alat Angk., Mesin & Peralatannya 2,635.07 2,668.80 2,764.47 2,787.16 2,583.72
87
9. Barang lainnya 3,398.03 3,441.51 3,668.90 3,679.89 3,486.21 4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 916.68 1,123.39 1,183.52 1,286.78 1,480.58 a. Listrik 755.08 957.57 1,014.37 1106.9513 1,293.22 b. Gas 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 c. Air Bersih 161.61 165.83 169.15 179.83 187.36 5. BANGUNAN 37,640.39 40,636.35 43,970.76 47,518.26 51,008.19 6. PERDAG., HOTEL & RESTORAN 97,323.36 104,884.49 112,939.18 117,652.20 127,276.74 a. Perdagangan Besar & Eceran 94,535.29 101,931.01 109,805.32 114,256.48 123,524.77 b. Hotel 1,929.88 2,041.48 2,154.69 2,359.67 2,693.76 c. Restoran 858.19 911.99 979.17 1,036.05 1,058.21 7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 12,109.14 12,475.27 13,034.02 13,643.48 14,808.35 a. Pengangkutan 10,527.05 10,858.67 11,205.98 11,727.04 12,709.68 1. Angkutan Rel 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2. Angkutan Jalan Raya 4,539.03 4,802.45 5,095.02 5,296.41 5,726.54 3. Angkutan Laut 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 4. Angk. Sungai, Danau & Penyebr. 5,449.67 5,503.41 5,543.31 5,852.68 6,385.87 5. Angkutan Udara 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 6. Jasa Penunjang Angkutan 538.35 552.82 567.65 577.95 597.27 b. Komunikasi 1,582.08 1,616.59 1,828.04 1,916.44 2,098.67 1. Pos dan Telekomunikasi 1,512.47 1,543.85 1,751.87 1,841.10 1,990.14 2. Jasa Penunjang Komunikasi 69.61 72.75 76.17 75.34 108.53 8. KEU. PERSEWAAN, & JASA
PERUSAHAAN 24,242.73 26,162.65 28,456.72 30,060.69 32,005.11 a. Bank 2,433.69 2,553.83 2,789.90 3,028.52 3,583.94 b. Lembaga Keuangan tanpa Bank 1,051.93 1,141.31 1,227.96 1,354.86 1,547.31 c. Jasa Penunjang Keuangan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 d. Sewa Bangunan 20,757.11 22,467.51 24,438.86 25,677.31 26,873.86 e. Jasa Perusahaan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 9. JASA-JASA 16,231.08 17,448.47 18,699.02 20,014.00 20,736.72
88
a. Pemerintahan Umum 15,305.49 16,483.24 17,680.07 18,947.63 19,608.00 1. Adm. Pemerintah & Pertahanan 10,713.84 11,703.10 12,783.70 13,714.60 14,057.52 2. Jasa Pemerintah lainnya 4,591.65 4,780.14 4,896.37 5,233.03 5,550.48 b. Swasta 925.59 965.23 1,018.95 1,066.37 1,128.72 1. Sosial Kemasyarakatan 502.34 528.05 563.27 586.01 625.67 2. Hiburan & Rekreasi 60.10 61.20 62.98 64.66 69.90 3. Perorangan & Rumahtangga 363.14 375.98 392.70 415.70 433.15
PDRB DENGAN/TANPA MIGAS 528,404.97 568,179.33 600,922.63 633,063.94 668,124.84