testimoni

250
1 TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Upload: suluh-mhsa

Post on 30-Mar-2016

352 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

Mereke Bicara Tentang Said Abdullah

TRANSCRIPT

1TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

2 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

3TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

BAGIAN SATU

AGAMA

4 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

5TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Di kampung saya, Desa Biyan, Kapedi, Kecamatan Bluto, Sumenep, nama MH. Said Abdullah sangatlah populer.

Sebagian besar dari penghuni kampung men-genalinya dengan sangat baik. Padahal, se-tahu saya, orang-orang di kampung halaman saya tidak terlalu peduli dengan dunia politik. Mereka terlalu sibuk menjalankan kegiatan un-tuk mencari nafkah, sehingga cenderung apatis dalam memandang politik.

Namun, harus diakui, kehadiran MH. Said Abdullah dalam panggung politik di Dae-rah Pemilihan Madura, memberikan warna tersendiri. Yaitu, politik yang “hadir”, sehingga menggairahkan kesadaran politis masyarakat kalangan arus bawah. Secara pelan-pelan, apa-tisme terhadap politik mengalami reduksi, ka-rena kehadiran sosok MH. Said Abdullah.

Dalam teori demokrasi, politik menis-cayakan partisipasi masyarakat. Dari sekadar

Oleh: Zuhairi MisrawiPemerhati Sosial Keagamaan di Madura

Membumikan “Sunnah Politik”Bung Karno

6 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

demokrasi yang bersifat prosedural, yang biasanya dimak-nai sebagai proses pemilihan rakyat terhadap wakil mereka, demokrasi juga mengandaikan partisipasi masyarakat, baik dalam lahirnya kebijakan publik maupun pengawasan terha-dap kebijakan. Jurgen Habermas, filsuf Jerman, menegaskan pentingnya demokrasi deliberatif, yang meniscayakan tum-buhnya komunikasi rasional di antara elite dan rakyat yang diwakilinya.

Terus-terang saja, sebelum kehadiran sosok MH. Said Abdullah dalam dunia politik praktis, yang mewalikili Dae-rah Pemilihan Madura, publik di kampung saya tidak pernah tahu dengan wakil-wakil mereka di parlemen. Pada masa Orde Baru, mereka dipaksa memilih Golkar atau PPP, ka-rena alasan-alasan yang sudah bisa dimaklumi sebelumnya. Fakta tersebut telah melahirkan ketidakpedulian terhadap politik, karena rakyat tidak pernah merasakan dampak dan manfaat dari politik. Pada pemilu pasca reformasi, 1998 dan 2004, mereka mengalihkan pilihan pada Partai Kebangkitan Bangsa, karena umumnya warga kampung saya adalah warga NU yang fanatik. Hanya sebagian kecil para borjuis kampung menjatuhkan pilihan kepada PAN.

Namun, seiring dengan perjalanan waktu, politik benar-benar hadir di kampung halaman saya. Bahkan, pada pemilu 2009, yang kebetulan saya juga menjadi salah satu Caleg dari PDI Perjuangan, sudah diwanti-wanti dari awal oleh saudara dan teman-teman di kampung halaman saya, bahwa jika mel-awan MH. Said Abdullah, saya bisa dipastikan kalah. Dengan cepat saya merespons mereka, “Saya bukan lawan dari MH. Said Abdullah, melainkan kader beliau. Saya berani maju dari Daerah Pemilihan Madura, karena semata-mata ingin bersa-ma-sama memajukan Madura, tanah kelahiran yang paling saya cintai”.

Membumikan “Sunnah Politik” Bung Karno

Membumikan “Sunnah Politik” Bung Karno

7TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Yang menakjubkan saya, MH. Said Abdullah adalah politisi yang dibesarkan dalam rumah besar kaum nasionalis. Secara ideologis, realitas politik di Madura yang umumnya adalah kalangan santri lebih condong kepada PPP pada masa Orde Baru atau PKB pada Orde Reformasi. Tetapi, MH. Said Abdullah mampu memecahkan polarisasi ideologis tersebut dengan memastikan, bahwa kalangan nasionalis bukanlah musuh bagi kalangan santri. Kalangan nasionalis hakikatnya adalah mitra sejati kalangan santri. Kenapa demikian?

Islam dan Nasionalisme

Historisitas polarisasi kalangan santri dan kalangan nasionalis dimulai dari tesis Cliford Geertz dalam Religion of Java, yang secara tajam mempertentangkan antara kalan-gan santri dengan kalangan abangan. Menurut Geertz, kedua kelompok ini mempunyai pandangan keagamaan yang berbe-da, yang menyebabkan cara pandang mereka terhadap politik juga mengalami polarisasi yang relatif tajam.

Dalam kurun waktu yang panjang, terutama pada masa Orde Baru, tesis Geertz menjadi mainstream yang menjadikan relasi antara kalangan nasionalis dan kalangan santri berada dalam oposisi binner. Ibarat air dan minyak, keduanya seolah tidak bisa dipersatukan. Bahkan, rezim Orde Baru mengang-gap kalangan santri sebagai hambatan dalam pembangunan, sembari menjadikan Pancasila sebagai ideologi tertutup. Aki-batnya, kalangan santri mempunyai pandangan yang bersifat parsial, bahkan negatif terhadap kalangan abangan, termasuk kalangan nasionalis. Selama ini, kalangan abangan kerapkali dikonotasikan sebagai kalanganan nasionalis.

MH. Said Abdullah merupakan salah satu politisi yang berhasil memecahkan ketegangan tersebut. Tampil sebagai

Membumikan “Sunnah Politik” Bung Karno

8 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

politisi dari PDI Perjuangan yang mempunyai ideologi na-sionalis, yang biasanya melekat bagi kalangan abangan, MH. Said Abdullah menegaskan perannya di tengah kalangan santri. Sebagai politisi yang tumbuh di dalam lingkungan santri, tentu bukan hal yang sulit baginya untuk membangun jembatan komunikasi dengan kalangan pesantren.

Menurut penulis, salah satu keberhasilan yang dicapai MH. Said Abdullah di Madura, yaitu memastikan bahwa Is-lam dan nasionalisme bukanlah dua entitas yang bertentan-gan. Islam dan nasionalisme merupakan fakta historis dan fakta sosial yang tidak bisa diabaikan. Bahkan, kemerdekaan RI tidak lain karena peran kaum muslim yang begitu besar dalam membangun solidaritas kebangsaan.

Di lingkungan pesantren dikenal sebuah kaidah, hubb al-wathan min al-iman. Yaitu, mencintai Tanar Air adalah salah satu ekspresi iman. Kaidah ini membuktikan, betapa kalan-gan muslim mempunyai peran yang besar dalam memban-gun kesadaran kebangsaan. Bahkan, keberhasilan demokrasi di negeri ini tidak bisa dipisahkan dari partisipasi kalangan muslim. Maka dari itu, MH. Said Abdullah telah memberikan warna penting dalam pentas politik di Madura, karena mam-pu membangun hubungan harmoni antara kalangan santri dan kalangan nasionalis.

Hal tersebut sejalan dengan misi besar PDI Perjuangan, yang sejak tahun 2006 mendirikan Baitul Muslimin Indonesia. Sayap ormas ini bertujuan untuk memperkokoh wawasan ke-bangsaan di kalangan muslim. Selama ini, NU dan Muham-madiyah telah memainkan peran yang penting dalam mem-perkukuh 4 pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Kehadiran Baitul Muslimin Indonesia sebagai sayap partai semakin meneguhkan komit-men kalangan nasionalis untuk menghilangkan pagar ide-

Membumikan “Sunnah Politik” Bung Karno

9TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

ologis yang kerapkali mempertentangkan antara Islam dan nasionalisme. Pada puncaknya, sikap tersebut memberikan sumbangsih yang sangat besar dalam rangka membangun kultur demokrasi. Yaitu, kultur yang mendorong tumbuhnya kesadaran politik yang melibatkan peran masyarakat.

Dalam hal berdemokrasi, sejak pemilu 1955 hingga pemilu 2009 yang paling mutakhir, rakyat Indonesia telah membuktikan jati-dirinya sebagai bangsa yang mempunyai kemauan dan kemampuan berdemokrasi dengan fantastik. Jika negara-negara lainnya masih mempertentangkan Islam dan demokrasi, tetapi rakyat Indonesia yang secara mayori-tas religius dapat menerima, memahami, bahkan mengimple-mentasikan demokrasi dengan baik.

Warga Madura, harus diakui, telah memainkan peran yang penting di dalam bangunan demokrasi. Sebagai basis kalangan santri, warga Madura mempunyai komitmen yang kuat terhadap demokrasi. Mereka tidak pernah absen dalam partisipasi demokrasi. Sebab itu, kehadiran MH. Said Abdul-lah yang membawa nuansa baru dalam demokrasi, dengan paradigma kebangsaan sebagai basis ideologinya telah mem-perkuat bangunan filosofis demokrasi.

Harus diakui, bahwa demokrasi telah menjadikan per-bedaan dan kemajemukan agama, suku, dan ras sebagai energi positif dalam dalam ruang publik, terutama dalam rangka mewujudkan kesejahteraan, kesetaraan, keadilan, dan kedamaian. Kemajemukan adalah rahmat Tuhan yang sangat besar dalam rangka mewujudkan persatuan dan kebersamaan dalam rumah besar Indonesia. Maka dari itu, keberhasilan demokrasi merupakan implementasi dari falsafah yang men-gakar kuat dalam sanubari bangsa Indonesia, Bhinneka Tung-gal Ika, berbeda-beda tapi bersatu dalam rumah kebangsaan Indonesia.

Membumikan “Sunnah Politik” Bung Karno

10 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

Muhammad Hatta, salah seorang proklamator ke-merdekaan Republik Indonesia dalam bukunya Demokrasi Kita, menegaskan bahwa cita-cita demokrasi dalam kalbu bangsa Indonesia bersumber dari tiga hal. Pertama, tradisi kolektivisme dari permusyawaratan desa. Kedua, ajaran Is-lam yang menuntut kebenaran dan keadilan Ilahi dalam masyarakat serta persaudaraan antarmanusia sebagai makhluk Tuhan. Ketiga, paham sosialis Barat, yang menarik perhatian para pemimpin pergerakan kebangsaan karena dasar-dasar perikemanusiaan yang dibelanya dan menjadi tujuan.

Secara khusus Muhammad Hatta menyatakan, Negara itu haruslah berbentuk Republik berdasarkan kedaulatan Rakyat. Tetapi kedaulatan Rakyat yang dipahamkan dan dipropagan-dakan dalam kalangan pergerakan nasional berlainan dengan konsepsi Rousseau yang bersifat individualisme. Kedaulatan Rakyat ciptaan Indonesia harus berakar kuat dalam pergaulan hidup sendiri yang bercorak kolektivisme. Demokrasi Indonesia harus pula berkembang daripada demokrasi Indonesia yang asli. Semangat kebangsaan tumbuh sebagai reaksi terhadap impreal-isme dan kapitalisme Barat, memperkuat pula keinginan untuk mencari sendi-sendi bagi negara nasional yang akan dibangun ke dalam masyarakat sendiri.

Pernyataan tersebut menunjukkan, bahwa pemahaman para pendiri bangsa terhadap demokrasi merupakan proses penggalian kreatif dari nilai-nilai yang mengakar kuat di dalam tradisi dan kearifan lokal. Jauh sebelum proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945, rakyat In-donesia sudah mempunyai kebudayaan yang dapat menjadi pilar demokrasi, yaitu antara lain: rapat, mufakat, gotong-royong, hak mengadakan protes bersama dan hak menyingkir dari daerah kekuasaan raja.

Membumikan “Sunnah Politik” Bung Karno

11TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Maka dari itu, peran-peran kultural dan politik yang dilakukan MH. Said Abdullah dapat dipahami sebagai ruh memperkaya kearifan lokal (local wisdom) dalam rangka memperkuat demokrasi dengan basis ideologi kebangsaan yang kuat. Hal tersebut mutlak dilakukan dalam konteks kein-donesiaan, khususnya Madura, sebagai realitas sosio-kultural yang hidup dan tumbuh subur di tengah-tengah masyarakat.

Belajar dari Bung Karno

Dalam lanskap pemikiran yang lebih luas, apa yang diperankan oleh MH. Said Abdullah tidak bisa dipisahkan dari pemikiran besar Bung Karno. Sebagai kader PDI Perjuan-gan dengan basis konstituen kalangan santri, untuk melaku-kan penetrasi kultural sebenarnya bukanlah hal yang sulit. Karena Bung Karno telah memberikan pelajaran yang berhar-ga di masa lalu.

Salah satu pemikiran Bung Karno yang menghujam kuat di sanubari para kadernya, yaitu pentingnya “api Islam”, bu-kan “abu Islam”. Api Islam mengacu pada nilai-nilai yang in-heren dalam Islam untuk memperkuat bangunan kebangsaan. Bahkan, jika ditelusuri secara saksama, Pancasila merupakan manifestasi dari Api Islam, karena setiap sila yang terkand-ung di dalamnya pada hakikatnya merupakan saripati dari ajaran Islam. Nurcholish Madjid memandang, tidak ada satu sila pun di dalam Pancasila yang bertentangan dengan prin-sip-prinsip dasar (al-maqashid al-‘ammah) ajaran Islam.

Dalam konteks yang lebih subtile, MH. Said Abdullah memberikan warna baru dalam demokrasi. Yaitu, demokrasi yang membebaskan, yang menjadikan keadilan sosial sebagai paradigma utamanya. Di sini, harus diakui, ia sedang melak-sanakan “sunnah politik” sebagaimana dirintis Bung Karno.

Membumikan “Sunnah Politik” Bung Karno

12 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

Bung Karno dalam pidato-pidatonya menggarisbawi pentingnya mendesain demokrasi dalam bentuk “sosio-demokrasi”. Yaitu demokrasi yang bertujuan mewujudkan keadilan sosial. Demokrasi yang dibayangkan oleh Bung Kar-no bukanlah demokrasi politik belaka, tetapi lebih dari itu, yaitu demokrasi ekonomi yang menginspirasi jalan menuju kesejahteraan dan keadilan sosial.

Bung Karno menyatakan, Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golon-gan, walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan negara “semua buat semua, satu buat semua, semua buat satu”. Saya yakin, bahwa syarat mutlak untuk kuatnya Negara Indone-sia ialah permusyawaratan, perwakilan. Kalau kita mencari demokrasi, hendaknya bukan demkorasi Barta, tetapi per-musyawaratan yang memberi hidup.

Demokrasi sebagaimana dipahami oleh Bung Karno tersebut membuktikan betapa kokohnya visi demokrasi yang identik dengan spirit pembebasan. Bung Karno memak-nai demokrasi sebagai prasyarat mutlak yang merawat dan mengembangkan keindonesiaan agar sesuai dengan cita-cita kerakyatan. Di sini, jika kita pahami peran-peran kultural dan politik MH. Said Abdullah, sebenarnya berada dalam bingkai filosofi dan paradigma demokrasi tersebut.

Dalam hal ini, demokrasi di mata MH. Said Abdullah bukan hanya angka-angka statistik. Demokrasi bukan be-rarti kemenangan sebuah kelompok, lalu memangsa kelom-pok lain (homo homini lupus). Tapi jauh dari itu, demokrasi pada hakikatnya adalah sistem yang bertujuan mewujudkan kedaulatan dan kesejahteraan bersama. Demokrasi tidak bisa dipisahkan dari tujuan mewujudkan keadilan sosial. Maka dari itu, kita mempunyai tanggungjawab untuk meningkat kualitas demokrasi, yaitu dari demokrasi prosedural menu-

Membumikan “Sunnah Politik” Bung Karno

13TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

ju demokrasi substansial, dari demokrasi kuantitatif menuju demokrasi kualitatif. Intinya, mewujudkan demokrasi sub-tansial menjadi sebuah keharusan yang mesti diperjuangkan secara terus-menerus, dari masa ke masa.

Dalam konteks itulah, MH. Said Abdulalh mempunyai kesadaran penuh, bahwa demokrasi konstitusional merupa-kan sebuah keniscayaan. Konstitusi merupakan sebuah pi-jakan dan konsensus bersama yang dapat dijadikan sebagai jembatan emas untuk mewujudkan sosio-demokrasi atau demokrasi yang membangun keadilan sosial. Di dalam pem-bukaan UUD 1945 dinyatakan tujuan kita berdemokrasi, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ke-tertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Dalam hal ini, demokrasi yang kita lakukan harus mengacu pada nomokrasi, dan karenanya demokrasi dan nomokrasi merupakan dua mata uang logam yang tidak dipisahkan. Memisahkan demokrasi dengan nomokrasi da-pat mencederai tujuan dari demokrasi itu sendiri. Bahkan, demokrasi bisa terjerumus pada kegagalan jika mengabaikan nomokrasi. Menurut Alexis de Tocqueville dalam Democra-cy, Revolution, and Society, bahwa akar-akar sosial lahirnya demokrasi bertujuan untuk menegakkan hukum.

Dalam demokrasi, kedaulatan rakyat merupakan nilai tertinggi. Sementara dalam nomokrasi, kedaulatan hukum merupakan nilai yang tertinggi. Kedua hal ini sejatinya dapat dipersandingkan, bukan dipertentangkan. Demokrasi harus diperkuat dengan nomokrasi, sehingga demokrasi tidak men-jadi mobokrasi atau anarki.

Membumikan “Sunnah Politik” Bung Karno

14 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

Akhirnya, sebagai kader PDI Perjuangan, saya bangga mempunyai senior dan patron politik MH. Said Abdullah, karena telah mengajarkan sesuatu yang sangat berharga di dalam panggung politik, yaitu membangun jembatan antara kalangan santri dengan kalangan nasionalis, serta mendorong tumbuhnya demokrasi yang mampu mewujudkan keadilan sesuai. Semua itu hanya bisa dilakukan, jika hati nurani dan komitmen kebangsaan menjadi panglimanya.

***

15TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Saya memang tidak kenal secara pribadi dengan MH Said Abdullah (MHSA). Tapi saya tahu dari sepak terjangnya melalui

media massa dan perbincangan tidak formal dengan orang-orang yang kenal langsung. Kondisi ini membuat saya tidak bisa berbicara detail tentang hal-hal yang tak terpublikasi dan tidak diketahui orang. Di sisi lain, dengan tidak kenal secara pribadi, saya bisa berbicara ten-tang MHSA secara berjarak dan tanpa beban psikologis akibat keakraban dengannya. Pema-haman atas kondisi saya menjadi penting agar jelas bahwa apa yang akan saya katakan dalam tulisan ini dilihat dengan bingkai yang jelas batas-batasnya. Dari dari posisi seperti ini pula kebanyakan orang akan menilai MHSA, kare-na kebanyakan hanya tahu MHSA dari sumber yang sama dengan saya. Dengan ini pula, kita tahu gambaran apa yang ditangkap orang ten-tang MHSA yang dapat disebut sebagai hasil dari komunikasinya dengan masyarakat.

Oleh: Maimun SyamsudinDosen INSTIK Annuqayah Sumenep

Mendayung Diantara Sumbangan dan Tantangan

Mendayung Diantara Sumbangan dan Tantangan

16 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

MHSA adalah figur populer di Madura, atau Sumenep khususnya. Dengan ini, ia telah memiliki salah satu syarat sebagai politisi. Itu disebabkan oleh cara berkomunikasinya dengan rakyat, bukan sekedar apa yang diperbuatnya. Karena seorang figur yang telah berbuat banyak tidak selalu populer, dan sebaliknya, seorang yang tidak berbuat banyak tidak sela-lu tidak populer. Karena informasi sebagai materi komunikasi tidak identik dengan fakta, tapi sudah merupakan konstruksi psiko-intelektual penyampai informasi tentang suatu fakta. Dengan demikian, informasi adalah fakta yang sudah dikon-struksi oleh penyampainya. Lebih jelasnya, informasi bukan fakta, dan fakta bukan informasi. Keduanya adalah sesuatu yang berbeda.

Apa yang diperbuat oleh MHSA rupanya dapat diko-munikasikan dengan cukup efektif sehingga ia pupuler. Ia telah berbuat banyak dan mengkomunikasikannya dengan efektif. Karena itu pula, ia dapat memobilisasi massa dan mendulang suara untuk duduk di Senayan. Efektivitas komu-nikasi itu tampak semakin jelas karena ia berlatar partai poli-tik yang tidak populer dan tanpa massa fanatik di Madura, PDI-P. Bisa jadi, faktor komunikasi politik yang membuat fa-natisme kepartaian mencair dan dapat mengalir ke mana saja. MHSA berkomunisasi dengan segenap lapisan masyarakat, termasuk memasuki ranah keagamaan dan pesantren. Dan yang saya tulis adalah deskripsi yang tertangkap oleh anggota masyarakat, dengan keterbatasan yang dimiliki dan tanpa ke-nal secara pribadi.

Kontribusi Fisik dan Simbolik

MHSA telah memberikan banyak kontribusi bagi pen-ingkatan kehidupan, termasuk dalam aspek kehidupan

Mendayung Diantara Sumbangan dan Tantangan

17TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

keagamaan. Aspek ini dapat dibagi menurut sasaran dan bentuknya. Jika melihat pada sasaran, MHSA telah banyak memberikan kontribusi kepada: (1) madrasah, (2) pesantren, (3) masjid, (4), mushalla, (5) organisasi keagamaan. Kelima sasaran ini adalah bagian dari unsur penting keagamaan yang memiliki fungsi: pusat pelaksanaan, pelestarian, pengemban-gan dan simbol keagamaan. Dilihat dari fungsinya, kelima un-sur yang menjadi sasaran kontribusi MHSA adalah “mesin” keagamaan yang akan terus bergerak jika energi yang diper-lukan terus tersedia.

MHSA umumnya memberikan kontribusi yang bersifat fisik material. Ini menjadi penting, karena keagamaan adalah doktrin yang bersifat abstrak, nilai-nilai yang tertulis di lem-baran kitab. Untuk mewujudkan menjadi sesuatu yang kong-krit dalam kehidupan memerlukan budaya berupa institusi. Masjid, pesantren, madrasah, mushalla dan organisasi keaga-maan adalah institusi yang diperlukan untuk mewujudkan agama dalam bentuk pelaksanaan, pelestarian, pengemban-gan dan simbol sebagai identitas diri.

Dalam konteks ini, kontribusi dalam bentuk material bermakna penyediaan, pemeliharaan dan pengembangan institusi yang akan membuat agama dapat mewujud lebih maksimal dalam kehidupan sehari-hari. Ini artinya, yang di-lakukan MHSA adalah manjadikan agama yang abstrak ter-wujud dalam kehidupan melalui penyediaan, pemeliharaan dan pengembangan institusi yang diperlukan untuk mewu-judkan agama dan memaksimalkannya. Dengan kontribus-inya selama ini, rupanya MHSA tidak saja menyediakan “mesin” agama, tapi juga menyumbangkan energi agar mesin itu bergerak. Untuk kepentingan ini, memang telah banyak yang diberikan oleh MHSA, walaupun belum bisa dikatakan cukup. Selain itu, peran MHSA juga tampak dalam bentuk

Mendayung Diantara Sumbangan dan Tantangan

18 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

lobi-lobi ke pemegang kebijakan hingga tingkat pusat untuk kepentingan berbagai institusi Islam. Maka berbagai kontri-busi tersebut hakikatnya adalah kontribusi kepada agama yang berarti kontribusi keagamaan.

Di sisi lain, kontribusi MHSA dalam dilihat dari aspek bentuknya, yaitu: (1) fisik material, dan (2) simbolik. Kontri-busi dalam bentuk fisik material adalah kontribusi yang di-berikan kepada institusi keagamaan seperti tersebut di atas. Inilah yang umumnya dipandang penting dari berbagai kon-tribusi yang diberikan MHSA. Ini pula yang menjadikannya populer dan secara politis dapat menjadi jaring suara yang cukup efektif. Yang sering luput dari perhatian adalah kon-tribusi simbolik yang memiliki peran tak kalah penting dari kontribusi fisik-material dalam kehidupan keagamaan. Han-ya saja ia sering tidak dinilai sebagai kontribusi karena bersi-fat tidak langsung. Karena itu pula, kontribusi ini tidak bisa diandalkan untuk kepentingan politik praktis.

Kontribusi simbolik MHSA adalah pribadinya seba-gai politisi yang memiliki citra baik di kalangan masyarakat bawah. Sebagai figur politisi bercitra baik, MHSA memberikan persepsi kepada masyarakat Madura yang mayoritas Islam bahwa masih ada politisi baik. Kontribusi ini penting karena masyarakat terancam persepsi negatif bahwa semua politisi jelek, karena itu pesimisme atas politik demokratis mewabah dan mengancam kehidupan tidak hanya kehidupan kenega-raan, tapi juga keagamaan. Dengan citra baiknya, MHSA telah memberikan kontribusi bahwa Islam sesuai dengan demokra-si sebagai sistem kehidupan bernegara yang sampai saat ini dinilai paling cocok untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Dengan citra baiknya, ia membuat umat Islam Ma-dura percaya kepadanya dan berarti juga percaya pada sis-tem demokratis berupa pemilihan umum, perwakilan, dan

Mendayung Diantara Sumbangan dan Tantangan

19TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

penyampaian aspirasi rakyat. Kalaupun bukan dia sendiri yang bercitra baik, tapi kehadirannya setidaknya menguatkan kepercayaan masyarakat Islam atas sistem demokrasi. Dalam konteks lebih luas, kehadirannya membuat para analis Barat (Lewis, Gellner, Kedourie atau Huntington) yang menyatakan bahwa Islam tidak cocok dengan demokrasi harus meralat te-orinya. Citra baiknya membuat banyak orang memilih dan be-rarti percaya kepada figur sekaligus sistemnya sebagai salah satu indikator kehidupan demokratis. Kepercayaan tesebut begitu penting, karena dengannya umat Islam memiliki me-miliki harapan menuju tatanan hidup yang lebih baik. Dengan kepercayaan itu pula, rakyat muslim Madra ikut terlibat dan ambil bagian dalam proses politik melalui pemilihan umum dengan memberikan suaranya.

Bebarapa Kekhawatiran

Telah banyak yang diberikan MHSA bagi keagamaan di Madura. Itu pasti. Terlepas dari apapun kepentingannya, MHSA kenyataannya memang memberikan kontribusi nyata. Tapi apapun kontribusinya, segala yang diberikan tetap me-miliki sisi lain sebagaimana semua tindakan manusia yang setidaknya selalu memiliki sisi positif dan negatif karena ia adalah realitas kompleks. Demikian juga yang dilakukan MHSA. Sebagai politisi, orang akan “selalu” membacanya dalam bingkai politik, apalagi bingkai itu memang sengaja dipasang oleh pelakunya dalam bentuk baliho, simbol, paka-ian, bendera dan lain sebagainya. Persoalannya adalah ketika ia masuk ke wilayah agama, seperti kegiatan atau institusi keagamaan. Dengan identitas politik yang kental maka sega-la tindakannya adalah tindakan politik praktis. Dan ketika masuk ke wilayah keagamaan, yang terjadi adalah politisasi agama.

Mendayung Diantara Sumbangan dan Tantangan

20 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

Politisasi agama menjadi persoalan, karena agama ber-posisi sebagai instrumen, alat dan objek eksploitasi politik, bukan nilai yang dipedomani atau orientasi akhir. Sesuai den-gan watak dasarnya, politik bertujuan menggapai kekuasaan. Untuk tujuan itu, politik tidak saja menggunakan segala cara yang halal, tapi juga menghalalkan segala cara. Dalam kon-teks ini agama dapat saja menjadi alat, instrumen atau objek yang hanya memiliki nilai fungsional sesuai tujuan, akan di-pakai selama mengantar kepada tujuan dan akan direkayasa agar bisa digunakan untuk mencapai tujuan.

Jika agama adalah instrumen dan objek ekploitasi poli-tik, agama dapat saja digunakan secara salah atau dibelokkan ke arah yang salah agar bisa digunakan. Banyak doktrin dan nilai agama yang mungkin digunakan secara salah atau diin-terpretasi ke arah yang salah untuk mencapai tujuan politik tersebut. Demikian halnya masyarakat Madura yang kebanya-kan fanatik pada agama tapi tidak memiliki kesadaran politik memadai. Mereka adalah lahan subur mobilisasi massa untuk kepentingan politik praktis, dengan memanfaatkan institusi dan simbol-simbol agama. Jika sudah menyentuh institusi dan menggunakan simbol keagamaan, kebanyakan orang akan cenderung menganggapnya sebagai tindakan keagamaan dan dengan begitu akan menjadi luhur serta diperjuangkan mati-matian.

Politisasi agama betul-betul mengkhawatirkan orang-orang yang memiliki pengetahuan agama memadai sekali-gus memiliki kesadaran politik cukup. Karena tidak jarang tindakan politik yang salah akan memanfaatkan agama un-tuk melegitimasinya. Ketika tindakan politik yang salah itu memberikan dampak negatif, berarti agama dan tokoh agama yang terlibat atau melegitimasinya harus bertanggung jawab. Kekhawatiran itu menguat ketika demokratisasi di Indonesia

Mendayung Diantara Sumbangan dan Tantangan

21TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

hanya berjalan dalam ranah formal dan simbolik, belum me-masuki esensinya. Sementara formalitas demokrasi sejatinya dimanfaatkan untuk kepentingan koruptif agar tampak legal-konstitusional. Karena ternyata kecenderunan yang tampak dari demokratisasi di Indonesia adalah perebutan kekuasaan agar bisa mengalisasi tindakan koruptif. Tidak berlebihan jika adagium power tends to corrupt (kekuasaan cenderung me-nyimpang) memiliki bukti empiriknya di Indonesia. Apalagi ketika rakyat tidak cukup mampu mengawal kekuasaan ka-rena kekuatannya dibonsai, maka kekuasaan akan menjadi absolut yang dibungkus dengan sistem demokrasi formal dan konstitusional. Di sini pula kita dapat melihat bukti em-pirik adagium yang lain: absolute power corrupts absolutely (kekuasaan mutlak pasti menyimpang).

Persoalan berikutnya yang terkait dengan politisasi aga-ma adalah sekularisasi agama. Jika agama menjadi instrumen politik, tokoh agama menjadi “tunggangan” politisi dan in-stutusi keagaman sekadar tangga menuju kekuasaan, inilah sebenarnya sekularisasi paling nyata dalam kehidupan agama di Indonesia. Agama, dengan demikian, dilepaskan dari tu-juan sakral dan ukhrawinya yaitu penghambaan kepada Al-lah, dan menggantinya dengan tujuan profan-duniawi, yakni pengabdian kepada kekuasaan. Karena sekularisasi bukan sekedar pemisahan duniawi dan ukhrawi (Attas dan Nasr), tapi juga pembelokan orientasi, dari Tuhan ke kekuasaan, dari ukhrawi ke duniawi, dari sakral ke profan. Karena dengan itu, agama tercerabut dari akar primordialnya yang dalam dan hanya terjebak dalam formalitas dan rutinitas yang dangkal, hanya berujung pada uang, jabatan, fasilitas dan unsur mate-rial lainnya.

Sekularisasi yang masuk melalui politisasi agama akan membuat agama menjadi dangkal karena hanya merupakan

Mendayung Diantara Sumbangan dan Tantangan

22 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

formalitas, rutinitas bahkan komoditas. Ia tidak lagi mengand-ung spiritualitas. Karena itu ia tidak memberikan kedalaman makna dan penghayatan hidup sejati, hanya memberikan ke-senangan, bukan kebahagiaan. Agama yang demikian hanya tinggal menunggu waktu untuk ditinggalkan pemeluknya atau hanya dianut secara munafik dan sekedarnya saja. Gen-carnya serangan mesin politik di tengah kebanyakan rakyat yang nyaris putus asa karena kesulitan ekonomi akan dengan mudah membuat rakyat tidak sempat berpikir dalam untuk menggadaikan agamanya pada politik. Mengetahui peluang itu, para politisi juga sering tidak mau berpikir ruwet untuk mengeksploitasinya demi kekuasaan. Semua hanya akan berpikir “pokoknya” dan “yang penting”: pokoknya dapat dukungan, pokoknya jadi, yang penting cair, yang penting dapat dana, yang penting dapat jatah, dan seterusnya.

Dalam situasi begini, yang mungkin tersisa dari agama yang sekuler adalah ritual-personal, karena ritual komunal seperti istighatsah dan peringatan hari-hari besar agama su-dah tidak jarang menjadi instrumen politik. Jika hanya ritu-al-personal yang tersisa, apakah agama memang hanya itu? Inilah salah satu bentuk nyata sekularisasi diam-diam seba-gai turunan dari politisasi agama. Agama, dengan demikian, menjadi begitu kecil, sempit dan mandul di hadapan kehidu-pan sosial. Sementara kehidupan sosial telah dikendalikan oleh kepentingan politik-duniawi yang steril dari spiritualitas dan etika tindakan, hanya dipandu oleh permainan pasal-pasal dan trik-trik yang penuh kemunafikan.

Semua ini tidak terjadi begitu saja. Semua itu ada pelaku-nya. Jika harus menunjuk, politisi yang melakukan politisasi agama pelakunya. Ini merupakan kekhawatiran saya prib-adi, tapi rupanya banyak juga yang memiliki kekhawatiran serupa setelah saya diskusikan dengan beberapa tokoh aga-

Mendayung Diantara Sumbangan dan Tantangan

23TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

madi Sumenep. Saya kira, ini tantangan yang tak ringan bagi MHSA untuk tidak terjebak dalam kubangan persoalan ini. Jika sementara orang yakin bahwa segala yang dilakukan MHSA adalah politisasi agama yang memberikan efek seku-larisasi agama, saya hanya khawatir, dan berharap MHSA dapat membuktikan bahwa segala kontribusinya adalah ba-gian dari perjuangan untuk agama, bukan politisasi agama untuk kuasa. Pembuktian ini tentu tidak cukup hanya dengan retorika, tapi juga tindakan nyata, bukan dengan pencitraan, tapi juga dengan ketulusan. Kita masih yakin, tindakan yang didasarkan ketulusan akan tertanam dalam hati masyarakat sehingga mereka mengenangnya dan menjadikannya sum-ber inspirasi. Tapi jika hanya didasarkan pada kepura-puraan dan pencitraan pasti akan segera berlalu dan masyarakatnya hanya akan mencatatnya sebagai bagian dari sejarah kelam kehidupan.

Lebih lanjut, jika kita memang mencintai MHSA, kita harus mengawalnya agar tidak menyimpang dan terjebak dalam politisasi agama dan sekularisasi agama. Karena saya kira, agama yang demikian (politis dan sekular) adalah aga-ma yang tak layak diperjuangkan dan politik yang demikian (politik korup dan menjadikan agama sebagai instrumen) adalah politik yang harus dilawan.

24 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

25TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Sekedar Antaran

Sepengetahuan saya, banyak sebutan ke-pada sosok MH. Said Abdullah (MHSA). Dikalangan politisi di Senayan dan te-

man mitra kerjanya dilingkungan Kementrian Agama menyebut Habib Said, mungkin karena wajahnya terpancar keturunan Arab. Adapula yang memanggil Abuya sebagai simbol orang yang dituakan (baca; bapak) karena karakter MHSA yang selalu ngopeni orang yang mem-butuhkan bantuan sosial baik diminta ataupun tidak, sebagian orang dekatnya cukup menye-but MH dan owner, namun publik banyak yang memanggil Pak Said. Alhasil , sampai saat sekarang saya belum mendengar yang me-nyebut Gus Said.

Saya mengenal MHSA kira-kira tahun 2008 saat ada acara dialog oleh temu Alumni PMII di Kantor Cabang NU Sumenep yang kebetulan saya sebagai moderator, sedangkan

Oleh: M. Ali Al HumaidyDosen STAIN Pamekasan Madura

Heroisme di Lintas Batas

26 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

pembicara yang hadir KH. Busyro Karim dan MHSA. Sejak itulah dialog kritis sering terjadi khususnya seputar tema (kri-tik) fungsionalisme agama dalam menciptakan masyarakat Madura sejahtera, peningkatan pendidikan/SDM dan terse-dianya lapangan kerja serta diskusi terkait dengan demokrasi dan strategi good governance di Madura.

Secara prinsip ada kesamaan pandangan saya dengan MHSA bahwa sekarang ini telah terjadi disfungsi agama seperti kemiskinan, kebodohan, kekerasan pada anak dan fenomena sosial lainnya, sangat urgent dicari terobosan cepat dan cerdas untuk meminimalisir potret buram tersebut yang dirasakan masyarakat Madura. Meskipun disfungsi agama bukan sebagai satu-satunya penyebab buramnya masa depan masyarakat Madura namun terdapat juga ‘dosa’ negara atas policy yang tidak populis.

Secara spesifik pula, ‘korban’ fenomena diatas warga Nahdlatul Ulama (nahdliyyin) yang melekat dengan stigma terbelakang, kelompok tradisionalis, berat berkompetisi dan pandangan minor lainnya. Oleh sebab itu, kondisi ini yang menjadi semangat sosok MHSA untuk melakukan action dengan melakukan aksi sosial dengan memberikan bantuan sosial tanpa melihat perbedaan politik, seperti sumbangan kepada musholla, madrasah, pondok pesantren, organisasi sosial, organisasi profesi, abang becak, pengobatan gratis dan beragam bentuk kebaikan sosial lainnya yang mengarah pada pengembangan dunia ilmiah semisal forum Kongres Kebu-dayaan Madura sebagai wujud kongkrit ikhtiar memperta-hankan budaya Madura.

Tentu masyarakat akan bertanya, ada misi apa MHSA begitu getol dengan kegiatan sosial. Bila persepsi masyarakat ada ‘kecurigaan’ politik sah-sah saja karena MHSA berlatar belakang politik, yang dalam kamus politik tidak ada kegia-

Heroisme di Lintas Batas

27TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

tan tanpa motivasi; kekuasaan—politik. Namun dari sisi mar-keting politik MHSA tampil dengan nilai kemanusiaan yang tinggi.

Disadari begitu banyak gagasan besar MHSA untuk memajukan Madura dan sebagai upaya untuk merealisasi-kannya dibentuklah lembaga SAI (Said Abdullah Institute) merupakan think thank yang sampai saat ini masih eksis mengawal MHSA, TV Madura Channel sebagai media infor-masi dan komunikasi pertama di Madura, serta radio Machan FM. Ini semua dalam rangka membumikan gagasan/ide yang muncul serta sebagai pilihan mempopulerkan diri MHSA.

Gus Dur-isme?

Saya ingat betul pada acara Pra Kongres Kebudayaan Madura di salah satu hotel di Sumenep, saat MHSA didaul-at memimpin mengheningkan cipta dengan nada yang jelas mengatakan “khusushan ilarruhi Gus Dur, Alfaaatehah”. Bagi saya yang sedang duduk bersama kawan-kawan wartawan kaget dan hampir tidak percaya dengan apa yang diucapkan MHSA karena orang Madura yang terkenal sebagai jama’ah Nahdlatul Ulama’ mungkin ada yang belum pernah/sempat secara khusus kirim surat Al-Fatehah kepada Gus Dur apalagi diucapkan didepan publik.

Pertanyaan sederhana, apakah MHSA pengikut Gus Dur. Untuk menjawab pertanyaan ini tentu tidak mudah ka-rena harus melakukan insensitas dialog-dialog kritis sebagai media ‘uji’ visi misi MHSA. Tapi setidaknya di beberapa fo-rum formal maupun informal, saya menangkap ada gagasan besar Gus Dur dan Soekarno yang menjadi landasan funda-mental MHSA dalam berfikir dan bertindak yaitu memanusia-kan manusia dengan mengusung perdamaian, anti kekerasan

Heroisme di Lintas Batas

28 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

dan semangat pluralisme. Gus Dur salah satu tokoh bangsa yang berjuang paling depan melawan radikalisme agama dan kekerasan dengan mengatas namakan agama.

Perspektif MHSA ini setidaknya dapat dibuktikan saat hadir sebagai pemateri dengan tema “Kekerasan Sosial Atas Nama Agama, Persepektif Nilai-nilai ke Indonesiaan dan Ke- Madura-an” di STAIN Pamekasan pada tanggal 1 Maret 2011. Tema ini diangkat terkait munculnya fenomena kekerasan atas kasus Ahmadiyah. Secara tegas MHSA mengatakan bahwa agama manapun tidak pernah mentolerir adanya kekerasan dengan dalih apapun sedangkan negara tidak boleh masuk dalam keyakinan orang-orang yang ada dalam negara itu.

Dalam kontek ini, MHSA tidak bermaksud membela keyakinan Ahmadiyah namun praktek kekerasan apapun bentuknya secara prinsip bertentangan dengan HAM dan negara tidak boleh diam untuk mencegah dan mencari solusi secara holistik.

Agama (Islam) mengandung makna universal yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan untuk memban-gun masyarakat yang beradab (civil society). Oleh sebab itu, butuh kearifan berfikir dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai universalisme agama.

Islam Indonesia saat ini sedang menghadapi dinamika sosial terkait dengan munculnya kelompok-kelompok umat Islam yang melakukan distorsi dalam memahami ajaran aga-ma. Apakah distorsi tersebut murni karena pemahaman aga-ma yang belum tuntas atau karena faktor lain seperti kemiski-nan yang melanda masyarakat Indonesia. Bila alasan ini benar, hipotesa yang muncul bahwa terjadinya aksi kekerasan dan terorisme sebagai bentuk perlawanan terhadap kegaga-lan negara dalam upaya mensejahterakan rakyat, apalagi bila

Heroisme di Lintas Batas

29TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

meraka meyakini bahwa kemiskinan ini akibat dari praktek kapitalisme dan imprealisme negara barat.

Kita semua mempunyai kewajiban moral untuk mem-berikan pemahaman Islam yang lebih komprehensif (baca; kaffah) karena bila pemahaman eksklusif yang disertai ger-akan radikal dibiarkan tentu akan berdampak buruk bagi umat Islam dan secara konseptual akan muncul stigma Islam agama yang menghalalkan kekerasan dan praktek terorisme. Bukankah Islam hadir dan berkembang di bumi nusantara se-cara damai dan melalui pendekatan budaya lokal. Oleh sebab itu, kearifan lokal (local wisdom) dapat dijadikan hidup spirit hidup berbangsa dan bermasyarakat.

Membangun Civil Society melalui Pesantren

Tulisan ini saya tidak akan memperdebatkan tentang perbedaan term antara civil society, masyarakat madani, masyarakar beradab, masyarakat warga, masyarakat sipil, dan idiom-idiom lainnya yang tentu mempunyai latar bela-kang pemikiran, sejarah dan ideologi yang berbeda. Semisal kelompok “Islam liberal” dengan konsep civil society (Gus Dur, Hikam, Ulil Abshar, Baso dan kelompok pemikir “tradi-sionalis” lainnya; NU, PMII). Ada juga kelompok “Islam kanan” dengan konsep masyarakat madani-- yang diwakili oleh Nurcholis Majid, Dawam Rahardjo, Azyumardi Azra dan didukung oleh kelompok yang menyebut dirinya “mod-ernis” seperti Muhammadiyah, HMI). Ada juga yang menye-but masyarakat warga oleh Frank Magis-Suseno, masyarakat sipil yang diwakili oleh Mansour Fakih, masyarakat beradab oleh Paulus Wirutomo dan sebagainya.

MHSA secara geneologis adalah sosok santri yang per-nah mondok di salah satu pesantren di Kota Sumenep. Tentu

Heroisme di Lintas Batas

30 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

tidak heran bila dalam kehidupan sosialnya mencurahkan ga-gasan dan sumbangan materi kepada pesantren (madrasah), selain dirinya sebagai anggota DPR RI komisi VIII yang mem-bidangi keagamaan dilingkungan Kementrian Agama.

Apa relevansi gerakan civil society dan pesantren. Dalam pandangan saya, MHSA menyadari eksistensi pesant-ren sebagai institusi strategis dalam proses pengembangan (baca: penguatan) masyarakat atau community development di tengah “keraguan” publik terhdap peran pesantren meng-hadapi era global.

Soebardi dalam tulisannya The Place of Islam berpen-dapat bahwa pesantren merupakan bagian terpenting dalam mengembangkan masyarakat; kontek keilmuan, sejarah ke-merdekaan bangsa bahkan mempunyai andil besar dalam penyebaran Islam. Demikian juga KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menyebut pesantren sebagai subkultur karena ke-beradaan pesantren tumbuh dan berkembang dengan tradisi yang unik seperti cara hidup yang dianut, pandangan hidup dan tata nilai yang diikuti, serta hirarki kekuasan intern tersendiri yang ditaati sepenuhnya oleh kalangan pesantren.

Meski demikian, ada pula pandangan yang me-mandang sebelah mata terhadap pesantren. Asumsi yang kuat bahwa pesantren representasi dari pendidikan kalan-gan bawah-tradisional, kumuh, lembaga pendidikan klasik dan eksklusif yang berarti pondok pesantren hanya dimi-liki oleh pribadi atau sekelompok kyai-ulama’ “keluarga-nepotis”. Dari asumsi diatas, muncul pertanyaan, apakah dengan “stigma” tersebut perjalanan pesantren dalam mengembangkan masyarakat ke arah yang lebih maju men-jadi terhambat atau lebih ekstrim lagi, apakah keberadaan pesantren justru menghambat kerarah community develop-ment.

Heroisme di Lintas Batas

31TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Untuk menjawab pernyataan diatas, jelas membutuhkan pemikiran yang dalam dan objektif. Secara sosiologis, jawa-ban sederhana penulis ada dua hal, pertama bahwa pesantren yang didalamnya terdapat beberapa elemen-elemen khas sep-erti pondok, masjid, pengajaran kitab-kitab klasik, santri dan kyai merupakan bagian hubungan yang sinergis-strategis. Sinergitas kelima elemen diatas adalah bagian penting dalam membangun masyarakat beradab, pluralis dan independen, setidaknya bagi santri yang bermukim di pesantren tersebut.

Indikator sinergitas elemen pesantren adalah bertahann-ya (sustainable) pesantren dalam mengembangkan keilmuan para santri melalui lembaga pendidikan yang membutuhkan biaya besar. Modal utama pesantren yang harus dipertahan-kan adalah trust (kepercayaan) dari masyarakat maupun lem-baga di luar pesantren, sehingga muncul kesadaran bahwa pesantren bagian yang melekat dari masyarakat (embedded-ness), sehingga apapun yang terjadi dalam pesantren (dalam batas tertentu) masyarakat akan ikut andil membangun pesantren yang lebih maju.

Jaringan (network) juga mempunyai nilai strategis dalam mengembangkan pesantren. Tidak heran bila banyak pesantren yang memiliki jaringan kuat dengan LSM/NGO, pemerintah daerah dan pusat bahkan luar negeri. Realitas ini menunjukkan kemampuan dan kemandirian pesantren dalam mengembangkan potensi diri.

Realitas ini bagian dari mentahnya asumsi orang bahwa pesantren yang dipimpin seorang kyai-ulama yang miskin jaringan, kolot bahkan cenderung absolut. Absolutisme kyai-ulama’ memang harus ada sebagimana hak-hak absolut yang dimiliki seorang raja bahkan presiden. Namun konsep absolut disini penulis mengarti-kan kewenangan keputusan terakhir yang dilakukan oleh kyai/raja presiden, setelah melalui pertimbangan dari banyak kalangan.

Heroisme di Lintas Batas

32 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

Kedua, keterlibatan masyarakat dalam proses berdirin-ya pesantren sehingga masyarakat ikut terlibat dan mempu-nyai rasa memiliki yang tinggi terhadap pesantren itu. Justru kondisi inilah yang menjadi modal besar hubungan sinergitas antara pesantren dengan masyarakat, dus program pengem-bangan masyarakat semakin mantap.

Tidak sedikit orang yang berasumsi bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan klasik dan mungkin paling tradisional di Indonesia, namun justru dengan kebanggaan tradisionalitasnya, tidak bisa dipungkiri, pesantren justru se-makin survive - bahkan dianggap sebagai lembaga pendidi-kan alternatif, ditengah glamouritas dan hegemoni modern-isme yang didalam waktu bersamaan mengagendakan tradisi (budaya pesantren) sebagai masalah.

Kemudian dari sisi kepemimpinan pesantren, yang juga bercorak tradisionalis, yang dalam banyak hal kerap meng-gunakan keunggulan kharisma kyai – ulama’ sehingga orang sering menyebut feodalistik. Namun melalui basis pengua-saan kitab klasik (baca: kitab kuning), sejarah telah mencatat dan menyaksikan betapa tinggi tingkat kemandirian pesant-ren dalam relasi sosial yang lebih luas diluar dirinya, melebihi lembaga yang menyebut dirinya independen sekalipun. Dus, etos kerja populisme dan kedekatannya dengan masyarakat bawah (grassroot society), yang menurut penulis belum da-pat diungguli oleh lembaga yang berlabelkan ‘rakyat’ atau ‘masyarakat’ sekalipun.

Membaca kemandirian pesantren sebagaimana diatas dan didukung basis massa yang kuat, diyakini bahwa dalam tubuh pesantren terkandung potensi terwujudnya masyarakat sipil (corpus civil society) sebagai pilar demokrarisasi. Contoh tradisi keilmuan di pesantren, perbedaan pendapat (ikhtilaf al-fuqaha) sudah menjadi lebih dari sekedar tradisi. Tentang

Heroisme di Lintas Batas

33TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

perbedaan pendapat dikalangan pesantren tampaknya sangat toleran (tawasuth, tawazun, ta’adul). Bahkan ajaran/modal ajaran tawasuth, tawazun, ta’adul merupakan modal besar dalam proses demokratisasi.

Beberapa contoh keterlibatan pesantren dalam commu-nity development. Pertama, melihat peran kyai sebagai pimpi-nan pesantren yang selalu memberikan wejangan, penyadaran dan advokasi kepada kalangan bawah (grassroot), wali santri dan kelompok lain. Kyai pondok tidak segan-segan memban-tu masyarakat yang menjadi korban mengadvokasi hingga ke pengadilan/pihak berwajib. Kondisi ini menunjukkan bah-wa kyai tidak hanya duduk mengajar santri tapi jauh lebih itu telah berkiprah langsung dengan kebutuhan masyarakat. Alhasil, peran kyai diatas telah mementahkan stigma bahwa kyai itu feodalistik absolut dan elitis.

Ketiga, berdirinya lembaga-lembaga otonom pesant-ren yang eksistensinya sama dengan lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang sosial, seperti membantu proses pengembangan pendidikan di desa-desa pedalaman, pengembangan ekonomi kerakyatan (dengan sistem bagi has-il) serta upaya lain yang menjadi kebutuhan riil masyarakat.

Ketiga, lembaga pendidikan mulai dari Raudlatul Ath-fal hingga jenjang Perguruan Tinggi. Jelas lembaga ini bagian yang penting dalam pengembangan community develop-ment atau civil society, sebab dengan inilah para santri/siswa secara formal dapat meningkatkan taraf keilmuan meraka. Ditambah dengan keberadaan perpustakaan ditingkat pesant-ren dan masing-masing sekolah. Keempat, menjamurnya or-ganisasi baik yang bersifat kedaerahan dan organisasi alumni.

Secara simplikatif dapat disimpulkan bahwa pesantren sebagai lembaga sosial yang sangat strategis untuk membu-mikan nilai-nilai agama, pendidikan demokrasi termasuk

Heroisme di Lintas Batas

34 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

pemberdayaan ekonomi masyarakat. Sungguh indah hidup ini jika para kiyai, ustadz, santri dan masyarakat mampu membumikan nilai universal tersebut karena secara otomatis akan tercipta masyarakat berbasis civil society.

Gagasan utama tulisan ini pesantren sebagai pilihan strategi upaya membumikan nilai-nilai civil society seperti pluralisme, demokrasi dan hak asasi manusia yang menurut pandangan saya masih perlu pengawalan agar teraplikasi se-cara baik dan konsisten. Gerakan civil society membutuhkan landasan teologi (nilai-nilai) yang mendukung gagasan nilai universalisme agama dan demokrasi.

Agama Benteng Budaya Madura

MHSA bukan budayawan dan sastrawan, namun meski demikian MHSA jauh melangkah dengan mengapresiasi seni dan budaya Madura seperti kerapan sapi, sape sono’, saronen dan budaya lain. Justru yang lebih fenomenal dengan men-sponsori Kongres Kebudayaan Madura I (2007) dan II (2012) sebagai ikhtiar untuk melestarikan seni dan budaya Madura.

Bagaimana kondisi seni dan budaya Madura saat ini?. Pertanyaan sederhana ini sering muncul dibenak para pelaku, pemerhati dan masyarakat Madura meski belum mampu dijawab secara serius. Namun dalam pandangan saya dan masyarakat muncul suatu kesadaran bahwa saat ini terjadi degradasi/kemerosotan secara kuantitas dan kualitas seni bu-daya Madura.

Banyak perspektif untuk menjawab faktor-faktor ter-jadinya degradasi tersebut; pertama, minimnya pengenalan nilai-nilai ke-Madura-an dilingkungan keluarga. Fakta berbi-cara bahwa dilingkungan keluarga nyaris asing untuk meng-

Heroisme di Lintas Batas

35TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

gunakan bahasa Madura apalagi memperkenalkan dan mem-praktekkan seni budaya Madura. Ada fenomena gengsi untuk membumikan nilai-nilai seni budayaMadura sehingga lambat laun akan punah.

Kedua, good will pemerintah dalam mengapresiasi kurang maksimal. Sejauh ini perhatian termasuk pengangga-ran kegiatan yang berbasis seni budaya Madura dirasa kurang, kalau toh ada kegiatan hanya bersifat seremonial belaka tanpa action plan yang jelas. Saya memandang pemerintah daerah dan stakeholders terkait belum terjadi singkronisasi visi plus program yang jelas, seperti Dinas Pariwisata dan Kebudayaan bekerja sama dengan Dinas Pendidikan yang bisa membuat policy kurikulum berbasis seni budaya Madura.

Dalam obrolan singkat saya dengan MHSA bahwa salah satu target Kongres Kebudayaan Madura II adalah rekomen-dasi kongkrit keterlibatan pemerintah daerah di Madura dalam melestarikan seni budaya Madura melalui kurikulum sekolah atau jika pendekatan kurikulum sudah ada mungkin perlu penambahan jam belajar dan metode pembelajarannya yang perlu ditingkatkan melalui praktek.

Refleksi dan cita-cita diatas bagi saya masih dalam ta-taran normatif/formal, namun yang lebih penting lagi peng-galian makna (meaning) dari masing-masing seni budaya Madura tersebut. Tidak sedikit orang Madura termasuk para pelaku yang belum memahami hakikat (ontologi) seni budaya sehingga yang terjadi mereka hanya melakukan (ritual) seni budaya tersebut tanpa memahami maknanya.

Dalam hal ini saya mau mengatakan bahwa salah satu strategi untuk menguatkan seni budaya Madura melalui pen-dekatan agama, dengan kata lain seni budaya dilihat dalam perspektif agama. Mengapa demikian, karena mengacu pen-

Heroisme di Lintas Batas

36 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

dapat Geertz yang mendefinisikan agama sebagai sistem ke-budayaan. Sementara kebudayaan, dalam pandangan Geertz didefinisikan sebagai pola bagi kelakuan yang terdiri dari serangkaian aturan-aturan, resep-resep, rencana-rencana, petunjuk-petunjuk, yang digunakan manusia untuk menga-tur tingkah lakunya. Kebudayaan dengan demikian juga dili-hat pengorganisasian pengertian-pengertian yang tersimpul dalam simbol-simbol yang berkaitan dengan ekspresi manu-sia.

Pernyataan diatas diperkuat oleh Joachim Wach Sociol-ogy of Religion, berpendapat bahwa membicarakan agama yang perlu diperhatikan khusus ialah; pertama unsur teor-itisnya, bahwa agama adalah suatu sistem kepercayaan, ked-ua unsur praktisnya; ialah yang berupa sistem kaidah yang mengikat penganutnya. Ketiga, aspek sosisologisnya; bahwa agama mempunyai sistem perhubungan dan interaksi sosial. Pada hematnya jika salah satu unsur tidak terdapat maka orang tidak dapat berbicara tentang agama, tetapi itu hanya kecenderungan religius.

Maka sebagai wujud dari pemaknaan simbol agama adalah munculnya ekspresi keagamaan yang beragam pula. Ekspresi ini bisa terlihat dari pemikiran, ritual, dan perseku-tuan. Orang-orang yang mempunyai pemikiran keagamaan yang sama akan melakukan ritual keagamaan yang sama dan akan berkumpul dalam kelompok yang sama. Ekspresi terse-but akan terhubung sekali dengan tradisi dan kebiasaan yang sudah berlangsung sebelumnya. Masyarakat yang memiliki tradisi beragam biasanya juga memiliki pemaknaan simbol lebih bervariasi.

Dialektika ini memberikan corak pemahaman dan ek-spresi prilaku budaya yang berbeda pula, namun dalam tu-lisan ini terfokus hasil ‘pekawinan’ antara nilai-nilai agama

Heroisme di Lintas Batas

37TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

dengan tradisi lokal Madura yang dikenal dengan akulturasi dan asimilasi antara budaya lokal masyarakat Madura den-gan ajaran Islam telah membentuk warna dan ciri khas pada keberagamaan masyarakat Madura yang dikenal semangat keagamaannya tinggi, maka masyarakat Madura senantiasa menempatkan nilai-nilai agama (Islam) pada posisi yang san-gat sentral dalam hampir seluruh aspek kehidupannya.

Sebagaimana diatas bahwa agama tidak akan lepas dari persoalan ke-Tuhanan, maka tradisi lokal yang dilakukan masyarakat Madura juga tidak lepas dari dimensi spiritual/doa sebagai media berkomunikasi dengan yang ilahi. Dalam doa-doa tersebut ada sikap dasar, yaitu suatu penyerahan ke-pada dan kepercayaan dalam bimbingan roh yang mencipta-kan dan mengatur manusia dan alam sehingga untuk menda-patkan keselamatan dari tuhan.

Menelaah realitas budaya di Madura, pada dasarnya tidak ditemukan ritual yang ‘radikal’ pertentangannya den-gan Islam, seperti samman, rokat tase’, saronen, pelet kand-ung dan ritual lainnya yang sampai sekarang masih menjadi tradisi mereka. Semua budaya tersebut sebagai ikhtiar un-tuk mendapatkan keselamatan dan keberkahan hidup, yang mana kegiatan doa keselamatan dan kehidupan yang lebih baik ini tidak hanya untuk masa kini, kini mupun di masa mendatang, tetapi lebih ditujukan untuk memelihara tatanan dan mencegah datangnya bala. Hal ini juga memperlihatkan bahwa manusia memegang peran aktif dalam memelihara ta-tanan ini, karena hubungan tatanan sosial yang tertata baik menjadi sebuah sarana menuju keadaan yang lebih baik.

Selain berfungsi alat komunikasi dengan tuhan, ritual diatas juga berfungsi memupuk kerukunan, keakraban dan kebersamaan. Oleh karena itu, pelaksanaan ritual sebagai kekuatan tradisi lokal menunjukkan adanya komunitas har-

Heroisme di Lintas Batas

38 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

monis yang menjadi prasyarat efektif untuk mendatangkan berkah tuhan. Hal ini jelas tidak bertentangan dengan dasar kehidupan masyarakat Madura yang mengutamakan nilai-nilai keshalehan sosial.

Semoga dengan pendekatan ini, akan muncul rasa me-miliki terhadap seni budaya Madura, sehingga ke depan mampu mewarnai budaya global yang semakin dinamis. Wal-lahu a’lam ([email protected])

***

Heroisme di Lintas Batas

39TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Secara pribadi, saya tidak saling mengenal dengan MH Said Abdullah. Tetapi selaku warga Madura, saya tahu ia anggota DPR

RI di komisi VIII yang antara lain membidani keagamaan. Popularitas Said dari pandangan subyektif saya, dibanding anggota DPR RI lainnya dari Madura, ia paling populer. Teta-pi harus digarisbawahi, populer belum tentu disukai, apalagi dipilih, bila pada akhirnya kembali mencalonkan sebagai anggota DPR RI. Saya kira, Said lebih tahu rukun iman politik yang dimulai dari survey politik menyangkut popularitas, elektabilitas, resistensi, sampai pada pungutan suara. Bahkan meraih suara terbesar pun dalam politik, belum tentu dime-nangkan karena adanya oknum yang melaku-kan “korupsi politik”.

Dari perspektif agama, saya tertarik mengenai konsep keberagamaan Said yang mengedepankan sisi kemanusaiaan tanpa

Oleh: KH Anwari KholilPemerhati Sosial Keagamaan di Pamekasan

Testimoni dan Agama Kemanusiaan

40 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

kekerasan. Kasus Ahmadiyah Jawa Barat beberapa waktu lalu membuat Said meradang di sejumlah media. Ia memb-ela Ahmadiyah bukan karena dogmatisme di aliran itu yang berbeda dengan kaum sunni dan lainnya. Tetapi saya bisa me-mahami, Said membela Ahmadiyah karena (jamaahnya) seba-gai warga bagian dari bangsa yang dalam konteks itu, jamaah Ahmadiyah dianiaya. Saya mengarifi, hal-hal itulah yang ia bela, setidaknya dalam pemahaman saya.

Saya juga memahami Said sebagai “santri” yang per-nah belajar di LIPIA (Lembaga Pengetahuan Islam dan Arab) Jakarta. Karena itu, secara keagamaan (Islam) ia tidak awam termasuk memahami kitab berbahasa Arab. Hanya karena be-lantara politik, ia memilih nasionalis. Sebab, sebagai politisi, Said akan tersisih bila memilih jalur keagamaan karena bukan dari “trah” kiai-ulama yang sejauh ini mengembangbiakkan agama dengan baik. Karenanya, ia memilih PDI Perjuangan sebagai pilihan politiknya. Sungguh pun begitu, khazanah keislamannya yang pernah ditimba di tanah kelahirannya (Sumenep) dan LIPIA (Jakarta) ia tetrapkan di Baitul Mus-limin.

Kiranya, tidak heran, bila koleganya di PDI Perjuangan lebih akrab menyapa Said dengan Habib meski mungkin Said tidak sepenuhnya keturunan Arab. Terlepas dari apakah Said keturunan Arab atau bukan, pemaknaan Said atas agama saya duga substantif dan pluralis. Dari perspektif kemanusiaan, se-mua agama bagi Said sama kedudukannya di depan bangsa. Lalu tidak adanya penghormatan terhadap agama dan peme-luknya yang berbeda-beda itu pastilah di mata Said layak disebut fasis. Sebagai penganut “agama kemanusiaan” tolok ukur Said berpijak pada bangsa yang bersumber dari empat pilar kebangsaan (Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika).

41TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Mengapa Said mengibarkan agama kemanusiaan, ini yang perlu dikaji secara mendalam. Saya menduga, pertama karena Said menganggap sebagian besar masyarakat beraga-ma dalam era kontemporer ini telah berbasis simbolik. Sub-stansi agama yang anti kekerasan termasuk molimo (maling, madat, madon, main, dan minum) dalam bahasa Jawa justru terabaikan. Kedua, saya kira Said mengajak pemeluk aga-ma bersikap dewasa dalam memaknai dan memahami per-bedaan. Perbedaan dalam dogmatisme (Islam) sebagai rahma-tan lil alamin dan bukan sebagai pertentangan.

Setiap aliran dalam islam (firqah) memang berbeda, termasuk Islam dengan agama lain memang berbeda, tetapi dalam bingkai kemanusiaan, ketidaksamaan itu bukan un-tuk dibeda-bedakan dalam kosmologi kebangsaan. Saya me-nangkap pengibaran bendera keagamaan yang digagas Said berada di ruang wilayah itu. Terus terang ini menarik agar perbedaan itu menjadi sebentuk persatuan antar-manusia, apapun agama dan sukunya.

Dalam pandangan Said, agama seberapa besar per-bedaan internal dan eksternalnya, bukan bertujuan untuk menakut-nakuti seperti kekerasan yang terjadi atas nama agama. Itu sebabnya, penunggang agama dalam kekerasan dapat dianggap tidak berhasil dalam menggembalakan aga-ma. Sebab, inti dari ajaran agama adalah keselamatan dan ke-damaian bagi pemeluknya., Itu sebabnya pengaku beragama tetapi tidak mendamaikan, secara tidak langsung dalam pers-pektif Said pemeluk agama tersebut sedang melawan dirinya sendiri.

Seseorang yang merasa berkuasa atas nama agama atau apapun, akan terlihat damai jika religiusitas hari-harinya se-buah janji yang teraplikasi dengan baik. Sehingga kekuasaan bisa membuat manusia jadi “mulia” Gandhi dan kekuasaan

42 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

juga dapat menyebabkan manusia jadi “gila” seperti Hitler. Jika seseorang tidak dapat menciptakan dirinya sebagai yang mulia, setidak-tidaknya ia tidak gila. Inilah yang saya tangkap dari Said dimana segala pemaknaan atas agama harus dimak-nai secara sederhana dimana setiap umat dituntut tahu diri, orang lain, dan lingkungan sosialnya.

Sebenarnya, bicara tentang agama dan manusia ini meru-pakan barang lama meski dikusikan hari ini tidak basi. Discus ini akan menjadikan seseorang dewasa dalam mengartikan agama yang dianutnya. Saya haqqul yakin Said tidak sekuler yang menempatkan agama sebagai anasir keterpaksaan in-dividu terhadap kebutuhan yang sementara. Agama dalam pandangan Said sama seperti kaum sunni memebri arti atas agama yang bertalian dengan garis vertikal, horisontal dan natural. Agama dianggap sebagai suatu fenomena sosial den-gan melihat kelembagaan suatu agama dan perilaku para pemeluk agama. Ini juga yang dipahami Durkheim, bahwa agama sebentuk kesatuan dan sistem kepercayaan serta pen-galaman terhadap sesuatu yang sakral, kepercayaan dan pen-galaman yang menyatu dalam suatu komunitas moral.

Unsur moralitas manusia ini sering saya amati menjadi perjuangan Said dalam beragama dan khususnya berbangsa. Sebagai nasionalis, Said pasri memiliki kepentingan untuk mempersatukan nusantara meski Said bukan Gadjah Mada. Sebagai alumni LIPIA pasti Said paham qaidah arabiah ten-tang manusia yang pada mulanya masih berupa potensi (bil-quwwah) yang perlu difaktualkan (bil-fi’li) dan ditampakkan.

Logikanya, jika sebagian manusia lebih utama dari yang lain, maka manusia bisa memiliki potensi yang baik untuk direalisasikan kepada hal-hal yang baik pula. Begitu pula, manusia akan menempatkan agama sebagai bagian dari fit-rah manusia. Ini juga yang dilakukan Muthahhari, seorang

43TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

pemikir Iran, yang menyebut lima fitrah (kecenderungan) dalam diri manusia. Yakni, mencari kebenaran (haqiqat), con-dong kepada kebaikan, condong kepada keindahan, berkarya (kreasi) dan cinta (‘isyq) atau menyembah (beragama).

Walau kecenderungan beragama adalah suatu yang fitri, namun untuk menentukan siapa atau apa yang pantas dicin-tai dan disembah bukan merupakan bagian dari fitrah, mel-ainkan tugas akal yang dapat menentukannya. Dari perspek-tif Islam, kebutuhan manusia terhadap sistem kepercayaan itu merupakan salah satu naluri kemanusiaan yang paling mendasar. Karenanya, kelangsungan hidup manusia tergan-tung kepada “perjanjian primordial” (primordial covenant, perjanjian sebelum lahir) antara manusia dan Tuhan. Karena adanya perjanjian itu, setiap orang lahir dengan kemanusiaan primordial (fithrah) yang suci dan cenderung kepada kebai-kan (hanîf).

Dalam konteks al quran, konsep manusia diwakili ka-takata nafs, basyar, ins, insân, unâs, mar’ dan nâs. Kata-kata yang paling sering digunakan al quran ketika membicara-kan manusia adalah kata basyar, insân dan nâs. Kata basyar lebih dikaitkan dengan manusia dalam kapasitasnya sebagai makhluk biologis. Semua kata basyar dalam al quran menun-jukkan gejala umum yang nampak pada fisik manusia.

Dengan begitu, basyar lebih menunjuk pada aktivitas lahir manusia yang dipengaruhi dorongan kodrat alamiahn-ya. Sedangkan kata insân -sebagai kata yang paling banyak digunakan alquran tentang manusia- menerangkan manu-sia dalam berbagai konteks, antara lain: (1) manusia sebagai makhluk yang dianugerahi pengetahuan (ilmu) (96:1-4), (2) manusia memiliki musuh yang nyata yaitu syetan (12: , (3) manusia sebagai pemikul amanat (33:72), (4) manusia dituntut mengoptimalkan waktu sebaik-baiknya agar tidak tergolong

44 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

orang yang merugi (103:1-3), (5) manusia dituntut pertang-gungjawabannya atas peran dan usahanya di dunia (53:34). Konsep basyar dan insan ini merupakan konsep Islam tentang manusia sebagai individu.

Di kalangan PDI Perjuangan, kehadiran Said ini sebagai Gus Dur dalam memahami pluralisme. Dulu, ketika Gus Dur masih hidup seringkali mengkritisi kelompok tertentu yang mengaku dari kelompok paling Islam yang seolah-olah sah melakukan apa saja terutama dalam melakukan kekerasan pada warung (yang diduga remang-remang). Gus Dur juga tidak henti-hentinya membela Konghucu sampai akhirnya Konghucu menjadi salah satu agama yang sah di republik ini.

Sedangkan Said, ia (terkesan) membela kelompok Ah-madiyah. Tetapi sesungguhnya yang dibela pada konteks substantif di mana tidak pernah ada kekerasan atas nama agama. Itulah sebabnya, kekerasan terhadap Ahmadiyah da-pat dianggap sebagai bentuk pengingkaran terhadap keber-agamaan itu sendiri : apapun agamanya. Sebab, agama tidak pernah mengajarkan kekerasan. Siapa saja yang bertindak kekerasan sama halnya dengan melanggar sebagian ajaran agama.

Cerita tentang kekerasan atas nama anak bangsa ini mirip ketika dulu saya menjadi aktivis dan sesekali berunjuk rasa. Seorang korlap (koordinator lapangan) berteriak bahwa Kapolri anti kekerasan. Bila ada oknum polisi yang anarkis dalam mengamankankan unjuk rasa, maka oknum polisi tersebut menentang Kapolri. Situasi inilah yang terjadi pada sebagian umat beragama saat ini. Satu pihak mengklaim se-bagai yang paling benar dan pihak lainnya dianggap “sesat”. Satu sisi, prilaku atasnama agama ini hanya simbolik karena agama tidak mengajarkan kekerasan. Karenanya, orang yang bertindak anarkis sama halnya melanggar agama.

45TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Sebagai catatan akhir, Said memiliki dua model dalam beragama. Pertama, sebagai pemeluk Islam Said pasti melak-sanakan ibadah sesuai keyakinannya, muslim. Kedua, seba-gai penduduk negara bangsa, Said mengajarkan kebangsaan dan partainya (PDI Perjuangan) sangat mendukung kebang-saan di bawah panji-panji Bung Karno. Selain itu, sejauh ini ia mengibarkan empat pilar kebangsaan, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI 9yang menjadi harga mati). Ketiga, sebagai politisi ia pasti punya kepentingan untuk tidak menyakiti hati masyarakat baik secara psikis maupun fisik.

***

46 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

47TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Pendahuluan

Kebhinnekaan dan pluralitas merupakan dua hal yang secara substansi memiliki makna sama, searti dengan keragaman,

kemajemukan yang merupakan bagian dari sunnatullah bahwa perbedaan itu adalah rah-mat. Tetapi implemetasi pemahaman ini akan jauh dari arti hakikat apabila dalam prakteknya semangat dari arti sebenarnya dicederai oleh individu-individu bangsa ini dengan beberapa fenomena-fenomena yang ada di masyarakat-berupa konflik horizontal berbau SARA dan lainnya yang pada akhirnya merusak tatanan peradaban sejarah yang telah digagas oleh para pendiri bangsa ini.

Penguatan pemahaman terhadap pemak-naan dua istilah tersebut perlu dikaji dari berbagai perspektif, termasuk dalam pers-pektif agama, yang kadangkala dari pema-haman yang “salah” memahami makna dari

Oleh: Miftahur RozaqPemerhati Pendidikan di Sampang

“Menggugat” Kebhinnekaan dan Pluralitas;Kajian Perspektif Teologi Agama Dan Persaudaraan

48 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

agama menjadi “sumber dasar/asal usul” untuk melegiti-masi “kekerasaan dan penindasan” terhadap hak-hak dasar manusia. Padahal, kalau dikaji secara mendalam, tidak ada nilai-nilai agama apapun yang memberikan legitimasi untuk “menghancurkan” dan mengadakan penindasan terhadap orang lain yang beda agama atau aliran kepercayaan. Semua agama mengajarkan tentang nilai-nilai universal berupa kasih sayang, cinta damai, humanisme, toleransi dan saling meng-hargai perbedaan antara yang satu dengan lainnya. Disinilah letak kajian perspektif agama dimunculkan demi “mengkom-promikan” nilai-nilai yang ada di dalamnya memahami keb-hinekaan dan pluralitas dalam konteks negara Indonesia.

Penguatan nilai-nilai terhadap kedua istilah tersebut dalam bingkai kesadaran individu-individu, baik sebagai manusia itu sendiri (makhluk Tuhan), dan sebagai penganut suatu agama/aliran kepercayaan ataupun manusia sebagai bangsa di tengah kemajemukan dalam suatu Negara harus tetap tertanamkan dengan benar dan tepat. Banyak cara yang secara teknis dilakukan untuk penguatan tersebut, baik beru-pa seminar, workshop ataupun diskusi-diskusi kebangsaan-keagamaan.

Dalam konteks memahami perbedaan -kebhinnekaan & pluralisme- ada dua hal yang perlu di pahami terhadap istilah-istilah berikut. Pertama, perbedaan yang bermacam-macam (ta`addud tanawwuk), artinya menempatkan per-bedaan itu sebagai perbedaan yang bermacam-macam yang bersifat natural/alami (keniscayaan alami) yang harus dijun-jung tinggi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dan bukan pada istilah yang Kedua, yaituper-bedaan yang saling bertentangan (ta`addud ta`arud), artinya memahami perbedaan yang ada sebagai perwujudan yang harus ditentang dan dilawan secara anarkisme dan kadang menghiraukan nilai-nilai universal dan penegakan hukum

49TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

dalam kehidupan bermasyarakat yang bertentangan dengan hak asasi manusia.

Kebhinnekaan merupakan nilai integral yang tertuang dalam dasar negara dan merupakan salah satu empat pilar Negara dan bangsa indonesia selain dari Pancasila, UUD 1945 dan NKRI yang wajib dipelihara oleh setiap insan yang berna-ma warga negara. Kebhinekaan merupakan potensi kekuatan bangsa dan alat pembentukan karakter bagi anak/penerus bangsa dalam melanjutkan perjuangannilai-nilai Nasional-isme.

Dengan demikian, kajian ini menjadi penting dan urgen dalam rangka mewujudkan pembangunan kesadaran dan mendewasakan bangsa Indonesia ditengah-tengah tantangan dan peluang terhadap keragaman dan kemajemukan yang cukup potensial untuk di manfaatkan memecah belah perada-ban bangsa.

Kajian Makna “Teologi” Bhinneka Tunggal Ika

Berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sejak 17 Agustus 1945 bukanlah suatu “bangunan bangsa Baru”, yang terpisah dari sejarah. Jauh sebelumnya, sejak ke-hadiran Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, kemudian diterus-kan kerajaan-kerajaan Islam sekitar abad ke13-16 M, sejarah bangsa dan negara kita sudah terukir selama berabad-abad. Lahirnya Pancasila sebagai dasar negara, sebagaimana diakui sendiri oleh Soekarno, meruapakan kristalisasi nilai-nilai yang digali dari pengalaman sejarah tersebut. Demikian pula sem-boyan yang dicengkram oleh lambang negara Burung Garuda, “Bhinneka Tunggal Ika”.

Pancasila dan bhinneka Tunggal Ika secara lughawi berasal dari bahasa Sanskerta. Pancasila berarti lima prinsip

50 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

(dasar); Bhinneka Tunggal Ika berarti berbeda-beda, tetapi tetap satu. Lebih dari itu, penggunaaan kedua istilah ini bu-kanlah ciptaan Soekarno dan Purbacaraka. Jauh sebelumnya, dalam sejumlah naskah kitab pujangga dan empu serta insk-ripsi sejumlah prasasti semasa keemasan kerajaan Nusantara Sriwijaya ataupun Majapahit, semboyan tersebut sudah mun-cul.

Dalam Bab kajian ini, mencoba menggagas semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara lebih luas, tentu dengan pers-pektif agama (Islam), terutama dari sisi maknawi dan ap-likasinya (hambatan, tantangan dan harapan)bagi perjalanan bangsa dan negara Indonesia tercinta.

Meski berasal dari bahasa sansekerta, yang dikatakan identik dengan ajaran Hindu / Budha, sebetulnya Bhinneka Tunggal Ika sangat relevan pula dengan ajaran-ajaran agama besar sesudahnya. Dalam agama Islam misalnya, secara tegas Allah berfirman,;

Hai Manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadi-kan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di Sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (Al hujarat; 13).

Esensi Firman Allah tersebut berlaku bagi semua agama di duna, terutama agama monoteis (Yahudi, kristen dan Is-lam). Kristen Protestan, Katolik, Islam, Hindu, Budha, Kon-ghuchu, ataupun agama lain, hakikatnya sama, yakni men-gakui adanya Dzat yang menciptakan dunia dan seisinya. Dzat inilah yang wajib disembah dan ditaati oleh semua orang tanpa pandang bulu sehinga kualitas ketaatan seorang manu-

51TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

sia berada di atas ras, golongan, status sosial, warna kulit serta perbedaan-perbedaan lahiriah lainnya.

Kini, kembali ke bhinneka Tunggal Ika. Implimentasi dan aplikasi semboyan tersebut tidak semudah teorinya. Se-jarah mencatat, tidak jarang di antara upaya-upaya pembu-mian semboyan itu kandas dan terganjal di tengah jalan.Hal ini tidak hanya terjadi di kalangan bangsa Indonesia pada masa lalu, tetapi juga dialami oleh bangsa atau agama laindi belahan dunia lainnya. Fokusnya adalah kasus-kasus yang dialami bangsa Indonesia, seperti kasus-kasus yang muncul belakangan ini yang kita saksikan sendiri—dari kerusuhan di sejumlah daerah, konflik antar penganut agama dan etnis hingga kerusuhan berdarah mei 1998, serta beberapa kasus yang masih hangat seperti aliran Ahmadiyah dan Syiah di Pasuruan dan di Kabupaten Sampang Madura yang menjadi masalah Nasional. Itu semua merupakan ujian bagi kelang-sungan Bhinneka Tunggal Ika di Nusantara. Semua mengarah pada upaya untuk merobek-robek semboyan Bhinneka Tung-gal Ika.

Akhirnya, sudah merupakan sunnatullah bahwa manu-sia serta seluruh alam semesta ini ber-Bhinneka Tunggal Ika. Mereka tidak hanya satu dalam agama, tetapi juga dalam be-raham ras, bahasa, bangsa, tetapi semua satu dalam asal ke-jadian, Yakni dari Tuhan Pencipta Alam semesta. Inilah esensi agama yang tulus, hakikat kehidupan sejati dan juga makna sebenarnya dari perjalanan suatu kehidupan, yakni bahwa kita semua milikNya, terus nantinya bakal kembali pula ke hadiratNya.

Upaya menggoyang niliai luhur Bhinneka Tunggal ika, tidak lepas dari pemahaman yang belum tuntas akan makna “hidup” dan kehidupan. Pemahaman nilai-nilai eksoteris dan ajaran formal agama yang hanya mengutamakan simbol-sim-

52 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

bol ketimbang esensinya merupakan salah satu kendala bagi implementasi semboyan tersebut. Begitu pula munculnya politik “kotor” yang sarat kepentingan pribadi dan golon-gan sebagai sarana hawa nafsu belaka. Sejarah mencatat, in-trik-intrik tersebut, cepat atau lambat akan menceburkan ke dalam kehidupan yang serba tidak menentu. Oleh karena itu, adalah suatu keharusan untuk mengimplementasikan secara kongkret Bhinneka Tunggal Ika bagi Kontiuitas dan kejayaan Bangsa Indonesia.

Dalam konteks sebagai seorang muslim, kaum muslimin di indonesia adalah mayoritas, tentunya harus memberikan ketauladanan dalam mewujudkan persatuan, kesatuan dan kedamaian ditengah-tengah pluralitas dan kemajemukan bangsa. Rujuakan asasi yang harus dipegangi adalah ketaul-adanan Rasulullah saw., sepanjang hayatnya. Pengalaman nabi menujukkn bahwa kesadaran pluralitas manusia meru-pakan sikap komitmen umat beragama dalam upaya meng-hindari pencanpuradukan antara kepentingan politik dan isu-isu agama. Agama memang bukan faktor pemicu berbagai perselisihan antar umat beragama. Akan tetapi, isu-isu agama sangat sensitif dan mudah disulut. Oleh karena itu figur ke-tauladanan Nabi menjadi konsep dasar yang harus di tan-amkan dan dilaksanakan yakni berupa perlakuan yang baik, saling menghargai dan saling menghormati terhadap penga-nut agama, ras dan aliran kepercayaan yang berbeda dengan kita.

Kajian Makna Hakikat Persaudaraan

Berbicara tentang Bhinneka Tunggal Ika dan menga-malkannya tidak terlepas dari pemaknaan dan pemahaman terhadap nilai persaudaraan atau solidaritas sosial. Kita men-

53TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

yaksikan banyaknya bencana yang menimpa bangsa kita. Mu-lai dari Banjir, tanah longsor, kebakaran, hingga yang paling tragis adalah bencana Alam berupa gempa dan Tsunami di Aceh dan Nias, gempa Padang sumatera barat dan Tasikma-laya di Jawa Barat, Gempa dan meletusnya gunung Merapi di Yogyakarta dan Jawa Tengah dan lainnya yang menimpa sau-dara-saudara kita sebangsa. Namun bencana-bencana ini se-makin mengukuhkan semangat persaudaraan dan solidaritas bangsa yang telah dibina lebih selama 66 tahun sejak bangsa ini Merdeka.

Jargon-jargon persatuan Indonesia, saling mencintai sesama manusia, mengembangkan sikap tenggang rasa, tidak sewenang-wenang terhadap orang lain, serta menjunjung tinggi nilai kemanusiaan—yang tertuang dalam butir-butir Pancasila—yang sering didengung-dengungkan pada semua lapisan itu ternyata hanyalah sebuah formalitas dan isapan jempol. Nilai-nilai luhur Pancasila hanya dihafalkan dan di-tatarkan tetapi tidak diamalkan. Kesetiakawanan sosial dise-rukan dan digembar-gemborkan, tetapi kesenjangan dan per-pecahan semakin subur. Fenomena ini sekaligus memperkuat asumsi akan rapuh dan keroposnya pemahaman arti persau-daraan.

Lahirnya persaudaraan atau ukhuwah di ilhami oleh Eksistensi manusia sebagai makhluk sosial. Ia lahir dari lem-baga institusi manusia sebagai makhluk sosial yang dinama-kan keluarga. Beberapa keluarga kemudian membentuk RT, RW, desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/Kota,Provinsi hingga terwujud sebuah bangunan Negara. Semakin mel-ebar dan membesarnya institusi di atas keluarga, tentu tidak dimaksudkan untuk memudarkan nilai-nilai persaudaraan tetapi justru harus semakin merekatkan suatu bangunan ke-luarga besar. Segenap individu yang berada dalam suatu wa-

54 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

dah negara, mutlak memerlukan adanya rasa saling memiliki, mencintai, serta menyanyangi antar satu dan lainnya sebagai manifestasi “satu keluarga besar atau satu negara.”

Ada sejumlah istilah tentang rasa persaudaraan ini, sep-erti ukhuwah islamiyah (pesaudaraan umat islam), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan kebangsaan), dan ukhuwah basyariyah (persaudaraan kemanusiaan). Biasanya, ukhuwah islamiyah yang paling diutamakan, seperti yang kita pahami dalam ceramah para muballigh dan khutbah-khutbah yang telah disampaikan oleh para da`i-da`i. Namun hal tersebut perlu pengkajian ulang karena bagaimana mungkin bisa bertemu persaudaraan kebangsaan, persaudaraan umat ma-nusia yang bersifat universal, dan persaudaraan lintas etnis serta agama atau kepercayaan dalam satu wadah yang ber-nama ukhwah Islamiyah? Padahal sejarah membuktikan, tak satupun umat islam terutama pada masa nabi yang mengerek bendera sektarian “Islam”, hal tersebut dapat dikaji dalam konsep dasar Piagam madinah yang lebih mengedepankan konsep civil society (masyarakat madani) di tengah-tengah kehidupan universal. Oleh karena itu, pemahaman tentang ukhuwah Islamiyah yang eksklusif haruslah diluruskan.

Dalam konteks persaudaraan, tidak ada keraguan lagi bahwa tanggungjawab umat manusia di Dunia secara umum,-khususnya dalam konteks Indonesia- adalah mem-perjuangkan nilai-nilai humanisme dan hidup penuh harmoni di tengah keragaman agama-agama di dunia. Menumbuhkan perasaan damai dan kasih sayang antar umat umat beragama dan aliran kepercayaan itu dapat diupayakan dengan mem-perkuat pemahaman nilai-nilai universal agama dan aliran kepercayaan. Berikut hal-hal yang harus dialakukan bersa-ma-sama, antara lain; Pertama, Semangat Relegiositas, yaitu dalam beragama, kita semua perlu memahami agama secara

55TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

benar dan komrehensif. Memupuk semanagat relegisitas ada-lah mengembalikan umat manusia kepada substansi ajaran agama dan aliran kepercayaan. Kedua, semangat nasionali-tas, yaitu Allah menciptakan manusia di muka bumi meru-pakan wujud kepercayaan Allah atas peran manusia untuk mengelola alam sekitarnya. Artinya manusia wajib mencintai tanah tempat berpijak. Kecintaan terhadap negeri dan tanah airnya tentu harus didasari oleh rasa tanggungjawab atas per-annya dengan mengesampingkan segala perbedaan dan ker-agaman. Menghianati negerinya sendiri berarti menghianati kepercayaan Tuhan sebagai Sang Khaliq. Semangat Nasion-alisme mampu mengarahkan kondisi keragaman agama dan aliran kepercayaan kepada satu titik persamaan persepsi atas kedamaian dan keselamatan sebuah bangsa dan negara secara keseluruhan.

Ketiga, semangat pluralitas;yakni menerima keragaman harus dilandasi oleh kesadaran manusia akan kebenaran nilai universal agama-agama. Manusia pun dapat hidup berdamp-ingan di tengah keberagaman bangsa. Nilai pluralitas akan mengantarkan umat beragama kepada pemahaman bahwa setiap agama dan aliran kepercayaan memiliki kesamaan dengan agama dan aliran kepercayaan lainnya. Puncaknya bahwa semua agama adan aliran kepercayaan mempunyai kesamaan esensial. Semanat pluralitas perlu diusung, mengi-nat kebenaran itu sering tampil dalam wujudnya yang plural, meskipun kebenaran sejati itu hanya satu, bersumber dari dan bermuara kepada Yang Maha benar. Meskipun demikian, se-managt pluralitas dan aliran kepercayaan harus tetap berada pada koridor yang benar.

Keempat, semanagt humanitas. Misi dakwah Rasulullah yang sukses melewati periode Madinah meruapak potret ny-ata pentingnya nilai-nilai humanis. Dialog antar umat beraga-

56 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

ma dan aliarn kepercayaan bukan untuk menciptakan satu konsep baru yang dapat membingungkan umat, melainkan untuk menuju pada satu kesamaan pemahaman tentang sub-stansi agama dan aliran kepercayaan. Dengan demikian, pada akhirnya akan tercipta suatu kesadaran untuk hidup damai berdampingan dalam suatu keragaman.

Semangat relegiositas, nasionalisme, pluralitas serta humanitas adalah suatu keniscayaan bagi sebuah komunitas yang memiliki keragaman agama dan aliran kepercayaan, sebagai upaya menumbuhkan kerukunan kehidupan anatar umat. Dalam konteks Indonesia, hal ini dirumuskan dalam se-buah kesepakatan bahwa negara ini dibangun di atas seman-agt kebangsaan. Kita harus mengingat terhadap komitmen kelembagaan yang telah dilakukan oleh para pendiri bangsa yang telah membangun kehidupan beragama dan aliran ke-percayaan dalam konteks berbangsa dan bernegara dengan menitik beratkan pada nilai-nilai dasar negara yang bersifat universal berupa, Ketuhanan, Kemanusiaan yang adil dan be-radab, persatuan, permusyawaran dan keadilan sosial.

***

57TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Negara Indonesia yang berdasar atas “ Ketuhanan Yang Maha Esa” [Pasal 29 ayat (1) UUD 1945] serta penempatan

“Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai sila per-tama dalam Pancasila mempunyai beberapa makna, yaitu:

Pertama, Pancasila lahir dalam suasana kebatinan untuk melawan kolonialisme dan imperialisme, sehingga diperlukan persatuan dan persaudaraan di antara komponen bang-sa. Sila pertama dalam Pancasila ”Ketuhanan Yang Maha Esa” menjadi faktor penting untuk mempererat persatuan dan persaudaraan, ka-rena sejarah bangsa Indonesia penuh dengan penghormatan terhadap nilai-nilai ”Ketu-hanan Yang Maha Esa.”

Kerelaan tokoh-tokoh Islam untuk meng-hapus kalimat “dengan kewajiban menjalan-kan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” setelah “Ketuhanan Yang Maha Esa” pada saat

Oleh: Moh. Subhan, MAPemerhati Pendidikan di Sampang

Realisasi Agama dan NegaraDalam Konteks Negara Pancasila

58 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

pengesahan UUD, 18 Agustus 1945, tidak lepas dari cita-cita bahwa Pancasila harus mampu menjaga dan memelihara per-satuan dan persaudaraan antarsemua komponen bangsa. Ini berarti, tokoh-tokoh Islam yang menjadi founding fathers bangsa Indonesia telah menjadikan persatuan dan persau-daraan di antara komponen bangsa sebagai tujuan utama yang harus berada di atas kepentingan primordial lainnya.

Kedua, Seminar Pancasila ke-1 Tahun 1959 di Yogya-karta berkesimpulan bahwa sila ”Ketuhanan Yang Maha Esa” adalah sebab yang pertama atau causa prima dan sila ”Ker-akyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan” adalah kekuasaan rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk melaksana-kan amanat negara dari rakyat, negara bagi rakyat, dan ne-gara oleh rakyat.[13] Ini berarti, ”Ketuhanan Yang Maha Esa” harus menjadi landasan dalam melaksanakan pengelolaan ne-gara dari rakyat, negara bagi rakyat, dan negara oleh rakyat.

Ketiga, Seminar Pancasila ke-1 Tahun 1959 di Yogya-karta juga berkesimpulan bahwa sila ”Ketuhanan Yang Maha Esa” harus dibaca sebagai satu kesatuan dengan sila-sila lain dalam Pancasila secara utuh. Hal ini dipertegas dalam kesim-pulan nomor 8 dari seminar tadi bahwa: Pancasila adalah (1) Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia (berkebangsaan) yang berkerakyatan dan yang berkeadilan sosial; (2) Kemanu-siaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berpersatuan Indonesia (berkebangsaan), yang berkerakyatan dan yang berkeadilan sosial; (3) Persatuan In-donesia (kebangsaan) yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, berkerakyatan dan berkeadilan sosial; (4) Kerakyatan, yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab,

59TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

yang berpersatuan Indonesia (berkebangsaan) dan berkeadi-lan sosial; (5) Keadilan sosial, yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang be-persatuan Indonesia (berkebangsaan) dan berkerakyatan. Ini berarti bahwa sila-sila lain dalam Pancasila harus bermuatan Ketuhanan Yang Maha Esa dan sebaliknya Ketuhanan Yang Maha Esa harus mampu mengejewantah dalam soal kebang-saan (persatuan), keadilan, kemanusiaan, dan kerakyatan.

Keempat, “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa” juga harus dimaknai bahwa negara melarang ajaran atau paham yang secara terang-terangan menolak Ketuhanan Yang Maha Esa, seperti komunisme dan atheisme.Karena itu, Ke-tetapan MPRS No.XXV Tahun 1966 tentang Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunis/Marxisme Leninisme masih tetap rel-evan dan kontekstual. Pasal 29 ayat 2 UUD bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing …” bermakna bahwa negara hanya menjamin kemerdekaan untuk beragama. Sebaliknya, negara tidak menjamin kebebasan untuk tidak beragama (atheis). Kata “tidak menjamin” ini sudah sangat dekat dengan penger-tian “tidak membolehkan”, terutama jika atheisme itu hanya tidak dianut secara personal, melainkan juga didakwahkan kepada orang lain.

Prinsip Ketuhanan Dalam Kehidupan Bernegara

Prinsip Ketuhanan berangkat dari keyakinan bahwa tin-dakan setiap manusia, termasuk dalam mengelola bangsa dan negara akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Ini berarti setiap tindakan manusia, baik yang bersifat person-al maupun bersifat kenegaraan, berdimensi ke-Tuhan-an atau

60 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

berdimensi ibadah.

Prinsip Ketuhanan juga berarti bahwa manusia merupa-kan ciptaan Tuhan yang dilahirkan untuk mengemban tugas sebagai khalifah (wakil Tuhan, pengelola alam semesta) di bumi dengan tugas utama mengelola alam sedemikian rupa untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemaslahatan bersama seluruh umat manusia dan segenap mahluk hidup, serta un-tuk menjaga kesinambungan alam itu sendiri. Jika konsekuen dengan “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa” maka sudah barang tentu negara tidak akan memberikan tol-eransi dan kesempatan kepada setiap aparatusnya (pejabat negara, pegawai negri sipil, pegawai BUMN/BUMD, anggota TNI, anggota Polri, dan lainnya) melakukan penyalahgunaan kekuasaan, seperti: pelanggaran hak asasi manusia, tindak pi-dana korupsi, kerusakan lingkungan, konflik horizontal, dan hal-hal destruktif lainnya yang menimbulkan ketidakadilan dan kerusakan, yang justru bertentangan dengan hakekat aja-ran agama dan tujuan negara didirikan.

Dan kalau kita cermati lagi dalam perspektif yang ber-beda bahwa sejarah masa lampau dinamika hubungan agama dan negara telah menjadi faktor kunci dalam sejarahperada-ban/kebiadaban umat manusia.Hubungan antara keduanya telah melahirkan kemajuan besar dan menimbulkan malape-taka besar.Tidak ada bedanya, baik ketika negara bertahta di atas agama (pra abad pertengahan), ketika negara di bawah agama (di abad pertengahan) atau ketika negara terpisah dari agama (pasca abad pertengahan, atau di abad modern seka-rang ini).Dalam pola hubungan ketika negara diatas agama (pra abad pertengahan) dan ketika negara di dibawah agama sudah lewat. Bahwa masih ada sisa sisa masa lalu, dalam uru-san apa pun termasuk hubungan negara agama, bisa terjadi. Akan tetapi, sekurang kurangnya secara teori, kini kita telah

61TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

merasa cocok ketika negara terpisah dari agama (pasca abad pertengahan, atau di abad modern sekarang ini).Dalam ronde ini bisebut dengan ronde sekular, di mana agama dan negara harus terpisah, dengan wilayah jurisdiksinya masing masing.Agama untuk urusan pribadi, negara untuk urusan publik.

Sejauh ini kita beranggapan hubungan sekularistik un-tuk agama negara merupakan opsi yang terbaik. Dalam pola hubungan ini, agama tidak lagi bisa memperalat negara un-tuk melakukan kedzaliman atas nama Tuhan; demikian pula negara tidak lagi bisa memperalat agama untuk kepentingan penguasa.Akan tetapi persoalan hubungan agama-negara se-sederhana itu? Bahwa pola hubungan sekularistik pada mu-lanya merupakan “wisdom” yang didapat oleh masyarakat Barat dari sejarah panjang hubungan raja dan gereja, kiranya jelas.Bagi umat Islam sendiri, Barat atau Timur sesungguhnya bukan merupakan kategori benar salah atau baik buruk.Barat bisa benar, Timur bisa salah; tapi juga bisa sebaliknya.

Oleh karena itu penulis sebelum membahas secara kes-eluruhan tentang hubungan Negara dan Agama, akan dipa-parkan dulu beberapa difinisi penting sebagai berikut :

Pengertian Negara

Secara literal, istilah Negara merupakan terjemahan dari kata asing, yakni state(bahasa Inggris), staat (bahasa Belanda dan Jerman), dan etat (bahasa Prancis). Kata state,staat, etat diambil dari kata bahasa latin status atau statum, yang berarti keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap.

Secara terminology, Negara adalah organisasi tertinggi diantara satu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-

62 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

cita untuk bersatu, hidup dalam daerah tertentu dan mem-punyai pemerintah yang berdaulat. Dengan demikian unsur dalam sebuah Negara terdiri dari masyarakat(rakyat), adanya wilayah(daerah), dan adanya pemerintah yang berdaulat.

Menurut Roger H. Soltao, Negara adalah alat (agency) atau wewenang yang mengatur persoalan bersama atas nama masyarakat. Sedangkan menurut islam, dalam Al-Qur’an dan Al- Sunnah pengertian Negara tidak dijelaskan secara eksp-linsit, hanya trdapat prinsip-prinsp dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan mengembangkan paradig-ma tentang teori khifalah dan imamah.Tujuan Negara ada bermacam-macam diantaranyalah adalah: (a) Memperluas kekuasaan.(b) Menyelenggarakan ketertiban hukum.dan (c) Mencapai kesejahteraan hukum.sementara unsur-unsur ne-gara Terdiri dari : rakyat, wilayah dan pemerintah.

Teori Tentang Terbentuknya Negara

a) Teori Kontrak Sosial(Social Contract), dibentuk berdasar-kan perjanjian – perjanjian masyarakat.

b) Teori Ketuhanan, dibentuk oleh Tuhan dan pemimpin-pemimpin negara ditunjuk oleh Tuhan

c) Teori Kekuatan. dibentuk dengan penaklukan dan pen-dudukan.

d) Teori OrganisNegara disamakan dengan makhluk hidup, manusia atau binatang individu yang merupakan kom-ponen-komponen negara dianggap sebagai sel-sel dari makhluk hidup itu.

e) Teori HistorisLembaga-lembaga social tidak dibuat, tetapi tumbuh secara revolusioner sesuai dengan kebutuhan-ke-butuhan manusia.

63TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Bentuk-Bentuk Negara

Pertama, Negara Kesatuan. Negara kesatuan merupa-kan bentuk suatu Negara yang merdeka dan berdaulat. Den-gan satu pemerintah yang mengatur seluruh daerah.

Kedua, Negara serikat. Kekuasaan asli dalam negara federasi merupakan tugas Negara bagian, karena ia ber-hubungan dengan rakyatntya, sementara Negara federasi ber-tugas untuk menjalankan hubungan luar Negeri. Pertahanan Negara. Keuangan dan urusan pos. selain kedua bentuk Ne-gara tersebut. Bentuk Negara kedalam tiga kelompok yaitu: monarki, olgarki, dan demokrasi.

Negara dan Agama

Negara dan agama merupakan persoalan yang banyak menimbulkanperdebatan (discoverese) yang terus berkelanju-tan di kalangan para ahli.seperti : Pertama, hubungan agama dan Negara menurut paham teokrasi. Negara menyatu den-gan agama.Karena pemerintahan menurut paham ini di jalan-kan berdasarkan firman-firman tuhan segala kata kehidupan dalam masyarakat bangsa, Negara di lakukan atas titah Tu-han. Kedua, hubungan Agama dan Negara menurut paham sukuler. Norma hukum ditentukan atas kesepakatan manu-sia dan tidak berdasarkan agama atau firman-firman Tuhan.Meskipun mungkin norma-norma tersebut bertentangan den-gan norma-norma agama. Ketiga, hubungan Agama dengan Kehidupan Manusia. Kehidupan manusia adalah dunia ma-nusia itu sendiri yang kemudian menghasilkan masyarakat Negara.Sedangkan Agama dipandang sebagai realisasi fan-tastis makhluk manusia, agama merupakan keluhan makhluk tertindas.

64 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

Konsep Relasi Negara dan Agama

Ketegangan perdebatan tentang hubungan agama dan Negara ini di ilhami olehhubungan yang agak canggung antara islam. Sebagai agama(din) dan Negara (dawlah), aga-ma dan Negara merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan dua lembaga politik dan sekaligus lembaga agama.

Pertama, Paradigma integralistik. Agama dan Negara merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.Ked-uanya merupakan dua lembaga yang menyatu dan dinyata-kan bahwa negara merupakan suatu lembaga.

Kedua, Paradigma Simbiotik. Antara agama dan Negara merupakan dua identitas yang berbeda. Tetapi saling membu-tuhkan oleh karenanya, konstitusi yang berlaku dalam para-digma ini tidak saja berasal dari adanya social contract, tetapi bisa saja diwarnai oleh hukum agama (syari’at)

Ketiga, Paradigma Sekularistik. Agama dan Negara merupakan dua bentuk yang berbeda dan satu sama lain me-miliki dan satu sama lain memiliki garapannya bidangnya masing-masing. Sehingga keberadaannya harus di pisahkan dan tidak boleh satu sama lain melakukan intervensi berdasar pada pemahaman yang dikotomis ini. Maka hokum positif yang berlaku adalah hokum yang betul-betul berasal dari kes-epakatan manusia.

Berbicara mengenai hubngan agama dan negara di In-donesia merupakan persoalan yang menarik untuk dibahas, penyebabnya bukan karena penduduk Indonesia mayoritas islam tetapi karena persoalan yang muncul sehingga menjadi perdebatan di kalangan beberapa ahli. Untuk mengkaji lebih dalam mengenai hal tersebut maka hubungan agam dan ne-gara dapat digolongkan menjadi 2 :

65TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Hubungan Agama dan Negara yang Bersifat Antagonistik.

Maksud hubungan antagonistic adalah sifat hubungan yang mencirikan adanya ketegangan antar negara dengan islam sebagai sebuah agama. Sebagai contohnya adalahPada masa kemedekaan dan sampai pada masa revolusi politik is-lam pernah dianggap sebagai pesaing kekuasaan yang dapat mengusik basis kebangsaan negara. Sehingga pesepsi terse-but membawa implikasi keinginan negara untuk berusaha menghalangi dan melakukan domestika terhadap idiologi politik islam. Hail itu disebabkan pada tahun 1945 dan dekade 1950-an ada 2 kubu ideologi yang memperebutka Negara In-donesia, yaitu gerakan islam dan nasionalis.

Gerakan nasionalis dimulai dengan pembentukan sejum-lah kelompok belajar yang bersekolah di Belanda.Mahasiswa hasil didikan belanda ini sangat berbakat dan merasa terkesan dengan kemajuan teknis di Barat.Pada waktu itu pengetahuan agama sangat dangkal sehingga mahasiswa cenderung men-ganggap bahwa agama tidak mampu menyelesaikan berbagai persoalan.Sehingga untuk menuju kemerdekaan, nasionalis mengambil jalan tengah dengan mengikuti tren sekuler barat dan membatasi peran agama dalam wilayah kepercayaan dan agama individu.Akibatnya, aktivispolitik Islam gagal untuk menjadikan Islam sebagai ideologi atau agama negara pada 1945 serta pada dekade 1950-an, mereka juga sering disebut sebagai kelompok yang secara politik “minoritas” atau “out-sider.”

Di Indonesia, akar antagonisme hubungan politik anta-ra Islam dan negara tak dapat dilepaskan dari konteks ke-cenderungan pemahaman keagamaan yang berbeda. Awal hubungan yang antagonistik ini dapat ditelusuri dari masa pergerakan kebangsaan ketika elit politik nasional terlibat dalam perdebatan tentang kedudukan Islam di alam Indone-

66 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

sia merdeka.Upaya untuk menciptakan sebuah sintesis yang-memungkinkan antara Islam dan negara terus bergulir hingga periode kemerdekaan dan pasca-revolusi. Kendatipun ada upaya-upaya untuk mencarikan jalan keluar dari ketegangan ini pada awal tahun 1970-an, kecenderungan legalistik, for-malistik dan simbolistik itu masih berkembang pada sebagi-an aktivis Islam pada dua dasawarsa pertama pemerintahan Orde Baru ( kurang lebih pada 1967-1987). Hubungan agama dan negara pada masa ini dikenal dengan antagonistik, di mana negara betul-betul mencurigai Islam sebagai kekuatan potensial dalam menandingi eksistensi negara. Di sisi lain, umat Islam sendiri pada masa itu memiliki ghirah atau se-mangat yang tinggi untuk mewujudkan Islam sebagai sumber ideologi dalam menjalankan pemerintahan

Hubungan Agama dan Negara yang bersifat Akomodatif

Maksud hubungan akomodatif adalah sifat hubungan dimana negara dan agama satu sama lain saling mengisi bahkan ada kecenderungan memiliki kesamaan untuk men-gurangi konflik( M. imam Aziz et.al.,1993: 105). Pemerintah menyadari bahwa umat islam merupakan kekuatan politik yang potensial, sehingga Negara mengakomodasi islam. Jika islam ditempatkan sebagai out-side Negara maka konflik akan sulit dihindari yang akhirnya akan mempengaruhi NKRI.

Sejak pertengahan tahun 1980-an, ada indikasi bahwa hubungan antara Islam dan negara mulai mencair, menjadi lebih akomodatif dan integratif.Hal ini ditandai dengan se-makin dilonggarkannya wacana politik Islam serta diru-muskannya sejumlah kebijakan yang dianggap positif oleh sebagian (besar) masyarakat Islam.Kebijakan-kebijakan itu berspektrum luas, ada yang bersifat 1.Struktura, yaitu dengan

67TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

semakin terbukanya kesempatan bagi para aktivis Islam un-tuk terintegrasikan ke dalam Negara.

Pertama, Legislatif , misalnya disahkannya sejumlah undang-undang yang dinilai akomodatif terhadap kepentin-gan Islam. Kedua, Infrastructural, yaitu dengan semakin ter-sedianya infrastruktur-infrastruktur yang diperlukan umat Islam dalam menjalankan “tugas-tugas” keagamaan. Ketiga, Kultural, misalnya menyangkut akomodasi Negara terhadap islam yaitu menggunakan idiom-idiom perbendaharaan ba-hasa pranata ideologis maupun politik negara.

Melihat sejarah di masa orde baru, hubungan Soeharto dengan Islam politik mengalami dinamika dan pasang surut dari waktu ke waktu.Namun, harus diakui Pak Harto dan kebijakannya sangat berpengaruh dalam menentukan corak hubungan negara dan Islam politik di Indonesia.

Alasan Negara berakomodasi dengan islam pertama, ka-rena Islam merupakan kekuatan yang tidak dapat diabaikan jikaa hal ini dilakukan akan menumbulkan masalah politik yang cukup rumit. Kedua, di kalangan pemerintahan sendiri terdapat sejumlah figur yang tidak terlalu fobia terhadap Is-lam, bahkan mempunyai dasar keislaman yang sangat kuat sebagai akibat dari latar belakangnya.Ketiga, adanya peruba-han persepsi, sikap, dan orientasi politik di kalangan Islam itu sendiri.Sedangkan alas an yang dikemukakan menurut Bach-tiar, adalah selama dua puluh lima tahun terakhir, umat Islam mengalami proses mobilisasi-sosial-ekonomi-politik yang be-rarti dan ditambah adanya transformasi pemikiran dan ting-kah politik generasi baru Islam.

Hubungan islam dan negara berawal dari hubungan antagonistik yang lambat laun menjadi akomodatif. Adanya sikap akomodatif ini muncul ketika umat Islam Indonesia

68 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

ketika itu dinilai telah semakin memahami kebijakan negara, terutama dalam masalah ideologi Pancasila.

Sesungguhnya sintesa yang memungkinkan antara Is-lam dan negara dapat diciptakan.Artikulasi pemikiran dan praktik politik Islam yang legalistik dan formalistik telah me-nyebabkan ketegangan antara Islam dan negara.Sementara itu, wacana intelektualisme dan aktivisme politik Islam yang substansialistik, sebagaimana dikembangkan oleh generasi baru Islam, merupakan modal dasar untuk membangun se-buah sintesa antara Islam dan negara. Oleh karena itu hubun-gan islam dan negara berawal dari hubungan antagonistik yang lambat laun menjadi akomodatif dan sikap akomodatif muncul ketika umat Islam Indonesia dinilai telah semakin me-mahami kebijakan negara, terutama dalam masalah ideologi pancasila. Oleh karena itu sintesa dimungkinkan dapat ter-jadi.Artikulasi pemikiran dan praktik politik Islam yang le-galistik dan formalistik sebagai penyebab ketegangan antara Islam dan negara.Sedangkan wacana intelektualisme dan ak-tivisme politik Islam yang substansialistik merupakan modal dasar. Kendati perlu ditegaskan bahwa Apabila dikaji dari perspektif keyakinan dan kepercayaan masyarakat,keyakinan akan melahirkan perilaku nasionalisme yang kuat, sedangkan kepercayaanakan membentuk perilaku masyarakat yang aga-mis. Keyakinan nasionalismekebangsaan akan lahir dari pe-mikiran rasional dan emosi kerakyatan secara empiris

baik lokal, regional, dan nasional terhadap perkemban-gan pembangunankesejahteraan berkeadilan secara berkelan-jutan. Di sisi lain, kepercayaan akan lahir diluar pemikiran rasional dan emosi kerakyatan. Baru kemudian keduanya berinteraksi dalam diri setiap warganegara yang bobotnya ditentukan oleh seberapa besar keyakinan dan kepercayaan yang mewarnainya. Secara historis, budaya nusantara yang

69TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

tumbuh kuat di dalam jiwa masyarakat Indonesia berpen-garuh terhadap tatacara pelaksanaan ritual suatu keagamaan, seperti yang terlihat pada perkembangan budaya agama Hin-du Kaharingan, Hindu Bali, Budha, dan Islam yang ada saat ini. Meskipun struktur keagamaan tersebut tidak berubah, akan tetapi terjadi perubahan dalam mengekspresikan keper-cayaan terhadap agamanya sesuai dengan budaya yang ada. Perubahan tersebut tidak terlepas dari peranan raja-raja yang ada di nusantara.Tingginya keyakinan rakyat terhadap raja sebagai utusan tuhan, menjadikan agamaraja sebagai agama negara. Hal ini terlihat jelas dari cerita Sabdo Palon yang me-nolak perubahan agama yang dianut raja Brawijaya sebagai agama negara, yang dikenal melalui sumpahnya bahwa 500 tahun kemudian agama raja bukan lagi sebagai agama ne-gara. Sehingga pada saat dikumandangkannya kemerdekaan Indonesia, banyak para ahli ilmu kait-mengkait menyimpul-kan karena adanya sumpah tersebut mengakibatkan Negara Indonesia yang presidennya beragama Islam tidak menjadi-kan agama Islam sebagai agama negara. Menurut hemat saya, pada saat proklamasi kemerdekaan terjadi interaksi yangkuat antara budaya nusantara yang mengakui eksistensi tuhan dari setiap agama dantingginya rasa saling hormat menghormati diantara masing-masing agama sehinggamemilih bentuk ne-gara yang berkeagamaan dan bukan negara yang didasarkan padaagama tertentu. Artinya, kearifan budaya bangsa mele-takkan, merekatkan, danmembungkus nasionalisme dengan keagamaan yang ada di bumi nusantara dalamsatu flatform yang sama, yaitu nasionalisme bangsa yang berkeagamaan.Tidak terbayangkan oleh Sabdo Palon dan wali-wali di ja-mannya, bahwakepercayaan terhadap agama yang dipeluk oleh seorang warga negara akanmenjadikan dirinya sebagai raja dan sekaligus rakyat yang memeluk suatu agama.Halini sesuai dengan perubahan bentuk negara yang semula ber-

70 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

bentuk kerajaan menjadirepublik, dimana kedaulatan sepe-nuhnya di tangan rakyat. Meskipun demikian,tidaklah terjadi kekakuan budaya dalam mengadopsi perubahan tersebut. Pe-rubahan bentuk negara yang berarti berubahnya hukum nega-ra hanya menetapkan kepercayaan agama sepenuhnya milik setiap individu, sedangkan budaya berfungsi menjembatani hubungan dan interaksi di dalam masyarakat dengan segala keterbatasan dan keragamannya. Beranjak dari pemikiran tersebut, nasionalisme maupun agama masih sepenuhnya milik dan masalah rakyat dan bangsa.Sampai saat ini masih sedikit sekali campur tangan pemerintah untuk memfasilitasi dalam menumbuh-kembangkan nasionalisme bangsa yang berkeagamaan. Dalam hal ini perlu diingat bahwa nasional-isme manusia Indonesia tumbuh dari pribadi-pribadi patuh dan taat terhadap agama, serta memiliki sikap budaya yang menjunjung nilai-nilai luhur bangsa dalam perikehidupan berbangsa dan bernegara sebagai bangsa yang bermartabat bersama- sama bangsa lainnya di dunia.

***

71TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

BAGIAN DUA

PENDIDIKAN

72 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

73TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Judul di atas seolah mewakili pikiran saya yang gamang ketika kali pertama meng-etahui (baca: belum mengenal) M.H. Said

Abdulllah. Foto dan namanya sangat dominan menghiasi setiap sudut acara Kongres Nasion-al Bahasa Madura tahun 2006. Pikiran saya langsung tergerak: Siapakah Anda?

Tidak sulit menemukan jawabannya ka-rena nama itu bagi para peserta sudah fami-lier. Buya Said Abdullah (begitu mereka me-nyebut): Putra Sumenep Madura, anggota DPR RI. Hati dan pikiran ini sempat kecut. Ternyata M.H. Said Abdullah adalah seorang politikus. Menurut saya wajar karena dunia yang saya akrabi agak jauh dari ranah politik. Saya seorang guru, pendidikan adalah dunia saya. Saya memilih menafikan sosok Said Ab-dullah. Seandainya Said Abdullah itu bukan seandainya..

Oleh: Moh. Saiful, S.Pd.Guru SMA Negeri 1 Sampang

Mengawal Pendidikan Multikulturalisme

*) Silakan Mengisi Titi-Titik yang Dikosongkan

74 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

Tahun 2008, saya kembali “terusik”. Gambar dan nama Said Abdullah kembali muncul dalam sepucuk surat: Permo-honan menjadi juri menulis artikel tingkat SMP/ SMA. Po-tensi Budaya dan Wisata Pulau Madura adalah tema dalam lomba itu. Bagi saya itu sangat aneh, lebih tepatnya sangat langka. Seorang politikus nasional masih menyemempatkan berpikir mengadakan lomba menulis artikel untuk anak se-kolah. Mengajak, mengajari, dan mendidik anak berpikir kri-tis. Membangun sejak dini kesadaran anak akan potensi dae-rah. Saya tersentuh karena pendidikan, dunia saya, ternyata juga mendapat perhatiannya. Saya mulai mengembarakan diri akan geliat Said Abdullah.

Geliat Said Abdullah dalam Pendidikan di Madura

Kini, paradigma pembangunan yang dominan telah mu-lai bergeser ke paradigma desentralistik. Sejak diundangkan UU No.22/1999 tentang Pemerintah Daerah maka menandai perlunya desentralisasi dalam banyak urusan yang semula dikelola secara sentralistik. Menurut Tjokroamidjoyo (dalam Jalal dan Supriyadi, 2001), bahwa salah satu tujuan dari desen-tralisasi adalah untuk meningkatkan pengertian rakyat serta dukungan mereka dalam kegiatan pembangunan dan melatih rakyat untuk dapat mengatur urusannya sendiri. Ini artinya, bahwa kemauan berpartisipasi masyarakat dalam pembangu-nan (termasuk dalam pengembangan pendidikan) harus ditu-mbuhkan dan ruang partisipasi perlu dibuka selebar-lebarn-ya. Kemampuan berpartisipasi terkait dengan kepemilikan sumber daya yang diperlukan untuk dipartisipasikan, baik menyangkut kualitas sumber daya manusia maupun sumber daya lainnya seperti dana, tenaga, dan lain-lain.

Partisipasi adalah proses aktif dan inisiatif yang muncul dari masyarakat serta akan terwujud sebagai suatu kegiatan

75TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

nyata apabila terpenuhi oleh tiga faktor pendukungnya yaitu: (1) adanya kemauan, (2) adanya kemampuan, dan (3) adanya kesempatan untuk berpartisipasi (Slamet, 1992).

Kemauan dan kemampuan berpartisipasi berasal dari yang bersangkutan (warga atau kelompok masyarakat), se-dangkan kesempatan berpartisipasi datang dari pihak luar yang memberi kesempatan. Apabila ada kemauan tapi tidak ada kemampuan dari warga atau kelompok dalam suatu masyarakat, sungguhpun telah diberi kesempatan oleh nega-ra atau penyelenggara pemerintahan, maka partisipasi tidak akan terjadi. Demikian juga, jika ada kemauan dan kemam-puan tetapi tidak ada ruang atau kesempatan yang diberikan oleh negara atau penyelenggara pemerintahan untuk warga atau kelompok dari suatu masyarakat, tidak mungkin juga partisipasi masyarakat itu terjadi.

Kehadiran dan peran serta masyarakat akan dapat me-nutupi lubang-lubang yang belum terjamah oleh pemerintah. Dalam Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pasal 9, diamanatkan bahwa “Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”. Artinya, sekarang ini peran serta masyarakat dalam pendidi-kan bukan hanya ‘sekadar’, tapi sudah masuk kategori wajib. Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran ser-ta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pen-gusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelengga-raan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. Dalam hal ini, masyarakat dapat berpartisipasi sebagai (1) sumber, (2) pelaksana, dan (3) pengguna hasil pendidikan.

Sedangkan Resbin L. Sihite (2007:15) mengemukakan tu-juh peran serta masyarakat dalam pendidikan yaitu: Sebagai sumber, pelaku, pelaksana, pengguna hasil, perencana, pen-gawas dan evaluator program pendidikan.

76 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

Dua pendapat tadi menggambarkan, lingkup peran serta masyarakat secara menyeluruh mulai dari perencanaan sampai evaluasi. Tampak bahwa masyarakat dan pendidikan saling berkaitan dan saling topang. Sehingga keberhasilan pendidikan bukan saja menjadi tanggung jawab penyelengga-ra pendidikan saja. Hal itu juga merupakan tanggung jawab masyarakat dan pemerintah. Masyarakat dan pemerintah ter-jun langsung ke tengah-tengah dunia pendidikan atau dapat dikatakan masyarakat turut berpartisipasi dalam pendidikan dan pemerintah memberikan dorongan berupa peraturan atau perundang-undangan.

Secara lebih rinci, partisipasi dalam pembangunan be-rarti mengambil bagian atau peran dalam pembangunan, baik dalam bentuk pernyataan mengikuti kegiatan, memberi masukan berupa pemikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal, dana atau materi, serta ikut memanfaatkan dan menikmati hasil-hasilnya (Sahidu, 1998). Dalam implementasi partisipasi masyarakat, seharusnya anggota masyarakat merasa bahwa tidak hanya menjadi objek dari kebijakan pemerintah, tetapi harus dapat mewakili masyarakat itu sendiri sesuai dengan kepentingan mereka. Perwujudan partisipasi masyarakat da-pat dilakukan, baik secara individu atau kelompok, bersifat spontan atau terorganisasi, secara berkelanjutan atau sesaat, serta dengan cara-cara tertentu yang dapat dilakukan.

Pertanyaannya, sejauh mana peran serta Said Abdullah selama ini dalam membangun pendidikan di Madura? Untuk menjawab permasalahan di atas ada 2 hal penting yang harus ada dalam diri Said Abdullah, yaitu syarat/pendukung dan perannya sebagai bagian masyarakat yang peduli pada pen-didikan

Seperti yang telah disampaikan sebelumnya partisipasi adalah proses aktif dan inisiatif dari masyarakat serta akan

77TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

terwujud apabila terpenuhi oleh tiga faktor pendukung, yaitu (1) adanya kemauan, (2) adanya kemampuan, dan (3) adanya kesempatan untuk berpartisipasi (Slamet, 1992). Hampir se-mua faktor pendukung tersebut sudah terpenuhi. Faktor ke-mauan, sangat tidak diragukan bahwa Said Abdullah mem-punyai kemauan yang kuat dan besar untuk memperhatikan pembangunan (pendidikan) di Madura. “Pemuda atau pelajar adalah modal sangat bernilai untuk keberlangsungan pem-bangunan Indonesia ke depan. Dengan lomba menulis artikel diharapkan munculnya pelajar yang cerdas, tanggap pada lingkungan, dan peduli nilai-nilai luhur budaya daerah.” Kali-mat tersebut disampaikan saat sambutan malam penghargaan pemenang lomba menulis artikel 2008. Lebih lanjut, Said Ab-dullah mengajak semua elemen masyarakat untuk bersama-sama mensukseskan pendidikan dengan cara sesuai kondisi yang dimiliki. Hal senada juga di sampaikan Said Abdullah saat peletakan batu pertama gedung ormawa STKIP Sumenep (KabarMadura.Com , 28 Juli 2011).

Faktor Kemampuan, penulis berpendapat secara bebas dan sederhana bahwa indikator kemampuan seseorang itu meliputi: (a) edukatif, (b) Finansial, (c) sosial, dan (d) komunikasi.

Sekarang ini siapa yang tidak mengenal Said Abdullah? Dari sisi pendidikan barangkali sudah tidak seharusnya di-tanyakan lagi. Dengan jabatannya sebagai anggota DPR RI, jelas dia mempunyai standar dan kualifikasi pendidikan yang memadai. Dari sisi finansial, Said Abdullah memang belum termasuk konglomerat, tapi sudah bisa berbagi dengan yang lain. Berapa banyak dan sering Siad Abdullah memberikan bantuan dana untuk anak-anak sekolah termasuk juga pon-dok pesantren. Singkatnya sudah lebih dari cukup.

Kemampuan sosial. Politikus kelahiran 22 Oktober 1962 merupakan sosok lintas batas. Mampu bergaul dengan semua

78 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

lapisan dan golongan masyarakat. Politikus, ulama, petani, pedagang, guru, pelajar, anak muda, atau orang tua sudah di-jelajahi. Pada bulan Desember 2009 sebanyak 70 siswa pelajar Madrasah Diniyah Desa Batuan Sumenep, mendapatkan ban-tuan SPP gratis selama satu tahun. Untuk masyarakat Desa Batuan Kecamatan Batuan, Sumenep mendapatkan bantuan dana operasional kas desa. Said Abdullah juga memberikan bantuan dana renovasi bebrapa masjid di kecamatan Omben dan Jrengik Sampang, tahun 2008. Pemberian penghargaan atas keberhasilan Anas Maulidi Utama siswa SMPN I Sume-nep menjuarai Olimpiade Astronomi tingkat nasional dan me-wakili Indonesai pada tingkat international di Ukraina. Said Abdullah bersama anggota DPR RI Komisi XI Siap Jadi Calon-ya Masyarakat Madura. Hal tersebut disampaikan pada saat dengar pendapat dengan jajaran Muspida Sumenep, Desem-ber 2009. Ia dapat dengan cepat beradaptasi dengan lingkun-gan yang dihadapi. Berbagai jabatan oraganisasi sosial pernah di sandangnya. Seingat penulis, jabatan sosial yang terakhir ia jabat ialah Ketua PP Baitul Muslimin Indonesia (2001 – 2012).

Kemampuan komunikasi. Inilah sebenarnya kemam-puan dan kekuatan Said Abdullah yang terbesar. Kemam-puan berkomunikasi yang jarang dimiliki poltikus Madura lainnya. Kemampuan berkomunikasi yang baik akan mem-bentuk karakter pribadi seseorang. Said Abdullah tidak han-ya mampu berkomunikasi verbal, tetapi juga nonverbal. Ia mampu berkomunikasi dengan masyarakat walaupun jarak berjauhan dan waktu yang terbatas, meskipun tidak harus langsung berhadapan. Said Abdullah mempunyai media ele-lktronik Machan (Madura Chanel), Majalah Suluh). Ia juga mampu mengungkapkan isi hati dan pikirannya melalui buku dan artikel di beberapa media cetak nasional. Sampai sekarang sudah hampir 4 buku sudah ia terbitkan, yaitu Sosok Lintas Batas, Membangun Masyarakat Multikultural, dan ta-

79TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

hun 2007 meluncurkan buku Pesantren, Jati Diri dan Pencera-han Masyarakat (2007), Menuju Manusia Moderen Tanpa Ke-hilangan Identitas (2011). Kekuatan yang luar biasa bukan?

Faktor Kesempatan Berpartisipasi. Pemerintah den-gan UU No.22/1999 sudah memberikan ruang gerak kepada masyarakat untuk berperan aktif inisiatif membangun dan mensukseskan pendidikan nasional, terutama di daerahnya masing-masing. Jadi kesempatan bertisipasi sudah tidak ada kendala, justru sangat dibuka dan diharapkan untuk menutu-pi celah serta lubang-lubang yang diderita dunia pendidikan Indonesia.

Dengan demikian, syarat/pendukung yang dimilki Said Abdullah sangatlah cukup. Jika saja ketersyaratan yang dimiliki itu dapat dikelolah secara harmoni, hasilnya akan lebih luar biasa. Tidak hanya untuk Sumenep, mungkin juga untuk Pamekasan, Sampang, dan Bangkalan.

Seandainya (ada 4, 8 atau bahkan 12) Said Abdullah, pendidikan di Madura bukan seandainya lagi.

Lalu, sampai di mana peranan Said Abdullah selama ini? Kembali menengok UU Sisdiknas No.22/ 1999 telah meng-isyaratkan bahwa masyarakat dapat berpartisipasi aktif dan inisiatif dalam pendidkan sebagai (1) sumber, (2) pelaksana, dan (3) pengguna hasil pendidikan.

Masyarakat sebagai sumber belajar (learning resources), artinya banyak hal yang dapat diambil dari masyarakat untuk kepentingan pendidikan. Walaupun suatu masyarakat pu-nah, eninggalan-peninggalan dari mereka masih dapat diam-bil, baik ilmu, kebudayaan, dan sebagainya. Peninggalan-pen-inggalan tersebut tentu berguna bagi seorang sejarawan atau arkeolog. Masyarakat dari berbagai tingkat maupun golongan dengan berbagai profesi dan keahlian, dengan berbagai suku,

80 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

bangsa, adat istiadat dan agama, keberadaan dan aktivitas kehidupannya merupakan fenomena yang unik, kompleks penuh dengan persoalan menarik yang menjadi sumber atau objek pembelajaran bagi siapa saja yang mau mempelajarinya (ResbinL.Sihite, 2007:17).

Namun, dalam memilih sumber belajar harus memper-hatikan kriteria sebagai berikut (1) ekonomis: tidak harus ter-patok pada harga yang mahal; (2) praktis: tidak memerlukan pengelolaan yang rumit, sulit dan langka; (3) mudah: dekat dan tersedia di sekitar lingkungan kita; (4) fleksibel: dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan instruksional dan; (5) sesuai dengan tujuan: mendukung proses dan pencapaian tu-juan belajar, dapat membangkitkan motivasi dan minat bela-jar siswa (Depdiknas, 2004).

Sebagai tokoh masyarakat sekaligus pejabat negara Said Abdullah pasti mempunyai ilmu, keistimewaan dan pengala-man yang bisa digali para siswa. Paling tidak keberadaan dan kehadirannya di lingkunagn sekolah mereka akan mampu meningkatkan motivasi siswa untuk mejadi yang lebih baik di masa yang akan datang. Melihat penjelasan di atas, Said Abdullah memang bisa dan layak dijadikan sumber belajar, bukan masalah! (bukan berarti tidak ada masalah). Mengacu pada salah satu kriteria sumber belajar poin (2) praktis dan (3) mudah/dekat yang dicertuskan Depdiknas, tampaknya sulit diwujudkan. Kesibukan sebagai anggota DPR RI dan tempat tinggalnya di Jakarta, membuat para siswa akan mengaha-dapi kendala. Said Abdullah tidak bisa dimanfaatkan setiap saat sesuai dengan pencapaian tujuan belajar yang harapkan. Jadi, kita tidak bisa berandai-andai bahwa Said Abdullah da-pat menjadi sumber belajar yang mudah dan praktis.

Sebagai pelaksana pendidikan, masyarakat sebagai pe-nyelenggara dan pembina pendidikan serta sebagai pelaksana

81TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

pendidikan. Penyelenggara dan pembina pendidikan bertu-gas membuat peraturan perundang-undangan, merumuskan, menetapkan dan melaksanakan kebijakan pembinaan di bi-dang pendidikan. Tugas ini tentunya diemban oleh Departe-men Pendidikan Nasional (Depdiknas). Apa yang diatur oleh Depdiknas menjadi acuan bagi penyelenggaraan pendidikan di propinsi dan kabupaten/kota di Indonesia, walaupun ada peraturan ataupun kebijakan yang memang dilakukan oleh pihak propinsi atau kabupaten/ kota secara sendiri-sendiri sesuai dengan kewenangannya. Hal ini mengingat pember-lakukan otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan. Se-dangkan pelaksana pendidikan melakukan tugas penyeleng-garaan kegiatan proses belajar baik pada lembaga formal atau nonformal.

Dalam dua lembaga inilah baik penyelenggara maupun pelaksana pendidikan, masyarakat dapat terjun atau berpar-tisipasi mendarmabaktikan dirinya dalam dunia pendidikan.

Tentunya peranan Said Abdullah kian jauh untuk men-jadi pelaksana, penyelenggara atau bahkan pembina pendidi-kan. Mengingat banyaknya kendala seperti yang diuraikan di atas. Apalagi saat ini Said Abdullah di DPR RI berada di Komisi VIII yang mengurusi masalah agama, haji, sosial, bu-kan Komisi IV atau Komisi X yang menangani masalah ke-bijakan pendidikan di Indonesia. Paling tidak, sangat sulit untuk menciptakan kebijakan yang dapat mengangkat dunia pendidikan di Madura (bukan berarti tidak bisa). Sekali lagi, kita belum bisa terlalu berandai-andai.

Masyarakat sebagai pengguna hasil pendidikan. Lulu-san pendidikan tentu akhirnya akan terjun ke masyarakat, dan masyarakatlah yang menjadi pengguna hasil pendidikan. Mereka akan menerapkan ilmu yang telah mereka peroleh di lembaga pendidikan itu di masyarakat. Mereka akan me-

82 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

masuki dunia kerja, dan yang menjadi pengguna tenaga kerja atau lulusan itu adalah masyarakat, baik pemerintah, pasar (in-dustri) ataupun masyarakat lainnya. Di pemerintahan, mereka akan memasuki bidang pekerjaan eksekutif (menjalankan roda pemerintahan) atau legislatif (yang mengawasi pemerintah).

Di dalam perusahaan, mereka secara garis besar akan memasuki bidang pekerjaan formal dan informal. Sedangkan di dalam dunia industri, mereka akan terjun baik industri ba-rang ataupun jasa.

Dari uraian di atas tampak bahwa masyarakat, baik pemerintah, industri, perusahaan dan sebagainya merupa-kan pengguna hasil pendidikan. Untuk itu perlu kiranya ada kesesuaian antara program layanan pendidikan dengan kebutuhan masyarakat. Untuk mendapatkan kesesuaian itu maka perlu pula kerja sama antara lembaga pendidikan dan masyarakat.

Said Abdullah adalah seorang pejabat tinggi negara, pengusaha bidang jasa (media elektronik dan cetak). Sejak awal ia termasuk orang yang mempunyai kekuatan ekonomi/ finansial yang besar. Sebagai anggota DPR RI, Said Abdul-lah pasti mempunyai organisasi atau lembaga binaan baik di pusat atau daerah: semacam LSM yang diharapkan mampu menerjemahkan dan menjalankan idenya. Menyerap dan me-nyediakan informasi sekaligus melakukan komunikasi yang berasal dan dengan dari masyarakat bawah. Organisasi bi-naan Said Abdullah yang sudah lama muncul anatara yaitu Said Abdullah Institut (SAI). Tentunya pekerjaan itu mem-butuhkan tidak sedikit tenaga andal, lintas suku, agama, ras bahkan lintas partai. Pastinya tenaga-tenaga itu adalah hasil pendidikan.

Begitu pula dengan industri jasa Madura Chanel

83TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

(Machan) dan majalah Suluh. Khusus bidang ini, sangat membutuhkan tenaga-tenaga yang profesional di bidangnya, enerjik dan siap kerja setiap saat diperlukan. Karena berloka-si di wilayah Sumenep, tentunya tenaga kerja yang direkrut adalah hasil pendidikan yang ada di Madura. Pemanfaatan hasil pendidikan dan penciptaan lapangan kerja ini merupa-kan peranan Said Abdullah di dunia pendidikan khususnya Madura, patut mendapatkan apresiasi luar biasa.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa peranan Said Abdullah di dunia pendidikan Madura masih sebatas pengguna hasil pendidikan. Sungguh sangat disayangkan. Sekali lagi; sendainya, Said Abdullah .... bukan seandainya.

Seandainya, Said Abdullah mencipta penendang Salto?

Sebelum mengakhiri kembara, andai saya boleh men-ganalogikan, dunia Said Abdullah sekarang ini seperti klub sepak bola. Said Abdullah sama dengan Mancester United (MU), klub kaya raya dan superior dari negara Inggris. MU mempunyai pemain-pemain muda yang hebat-multitalenta dengan gaji yang super menggiurkan. MU mempunyai jar-ingan komunikasi penggemar yang luas. MU termasuk klub sepak bola terkaya di dunia, MU sering muncul sebagai “dewa penyelamat” klub-klub gurem yang sedang mengala-mi keterpurukan dana, dengan membeli pemain bertalenta hebat seperti Wayne Rooney dari klub Everton dan dijadikan penandang salto. Yang disayangkan, pemain-pemain MU yang hebat itu bukanlah hasil didikan klubnya sendiri, 75% pemainya diimpor dari luar negeri.

Memang MU bukan Barcelona (Barca) saat ini. Barca, klub sepak bola terkuat di dunia asal Spanyol. Klub super kaya yang penuh dengan pemain-pemain bertalenta hebat.

84 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

Yang membedakan antara MU dengan Barca adalah 75 % pe-main Barcelona adalah hasil didikan pusat pelatihan pemain junior yang dimilikinya.

Apa hubungan MU, Barca dan peranan Said Abdullah dalam dunia pendidikan? Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, dari beberapa peranan masyarakat, Said Abdullah hanya masih menonjol sebagai pengguna hasil pendidikan. Kalau melihat kemampuan finansial, kemauan, kekuatan jar-ingan, efektivitas komunikasi yang dimiliki, mestinya sudah layak Said Abdullah mempunyai industri pendidikan yang mampu memproduksi sendiri pemain-pemain pendidikan yang hebat, bisa melakukan tendangan salto (berprestasi) yang mampu mengangkat Madura. Tidak sekadar bantuan dan rangsangan yang bersifat hanya geliat.

Di bidang sains, pada lima tahun terakhir, Madura mempunyai siswa-siswa berbakat dan mempunyai prestasi nasional bahkan dunia. Tentu kita masih ingat nama Andi Ar-ief (SMAN 1 Pamekasan/ 2006) yang mampu meraih medali emas olimpiade fisika di Singapura, Anas Maulidi (SMPN 1 Sumenep/2009), peraih medali emas Olimpiade Astronomi, Hammas Hamzah Kuddah (SMAN 3 Pamekasan) dan Siti Fatima SMAN 1 Sampang/ 2011), peraih medali emas Olim-piade Astronomi, dan masih banyak peraih medali tiap tahun. Seandainya ada lembaga khusus yang mewadahi siswa-siswa calon penendang salto itu, tentunya bibit-bibit lain akan siap dimunculkan pada masa-masa berikutnya. Said Abdullah mungkin bisa berkaca pada Yohanes Surya dengan Surya Institut-nya. Dengan lembaga itu, Surya mampu mencetak penendang-penendang salto dari seantero nisantara, termas-uk dari Madura seperti Andi, Fatimah dan lain-lain. Ini mo-mentum dan ladang yang mungkin bisa digarap oleh Said Ab-dullah dengan Said Abdullah Institut (SAI)-nya.

85TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Saya sangat berharap dan yakin, dengan segala kekua-tan yang dimiliki, Said Abdullah mampu mendirikan lembaga pendidikan formal/ nonformal yang besar, diisi siswa-siswa terpilih, diasuh oleh guru-guru yang hebat, sistem manajemen yang profesional akan mampu membangun (pendidikan) Ma-dura bukan sekadar membangun (pendidikan) di Madura.

Seandainya, Said Abdullah ... Bukan seandainya.

Salam.

86 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

87TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Said Abdullah merupakan salah satu to-koh bangsa asal Madura yang memiliki pribadi berkarakter Indonesia. Ia seorang

politisi yang memang sejak awal menfokuskan dirinya pada bidang politik sehingga mengan-tarkannya duduk di kursi DPR RI. Gerakan politiknya begitu mengesankan, sebab ia tidak “pandang bulu” dalam membangun bangsa. Perbedaan yang ada di tengah bangsa dipan-dangnya suatu rahmat yang mesti dijaga hak dan kewajibannya berlandaskan pada “Bhin-neka Tunggal Ika” sebagai filosofi bangsa In-donesia. Semangat dan kegigihannya dalam memperjuangkan kepentingan atas nama se-luruh rakyat Indonesia telah membuktikan bahwa dirinya bersungguh-sungguh dalam berjuang untuk kepentingan masyarakat dan negara.

Bagi Said Abdullah, Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara sudah final, dan

Oleh: MusaheriKetua STKIP PGRI Sumenep

Membangun Pendidikan Berbasis Nilai

88 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

merupakan jiwa bangsa Indonesia serta milik seluruh bangsa. Sebagaimana ungkapannya dalam seminar kebangsaan yang diselenggarakan STKIP PGRI Sumenep, “sadarilah bahwa kita adalah bangsa Indonesia. Dimanapun sebuah bangsa, jan-gan pernah membangun istana di atas pasir, sebuah bangsa pasti punya fondasi. Dan fondasi kita adalah Pancasila 1 Juli 1945 yang sudah final sampai akhir zaman” (MH Said Abdul-lah, Seminar Kebangsaan, 27 September 2011, hlm: 7). Dengan hal ini, nasionalisme akan benar-benar terbangun dan meng-hindarkan konflik-konflik atas dasar perbedaan budaya, adat istiadat, agama, suku, ras bangsa, bahasa, dan aliran politik, yang sudah semestinya bukan suatu masalah. Sebab, setiap perbedaan yang ada di tengah bangsa telah dilindungi oleh dasar negara yang menjadi jiwa bangsa Indonesia. Pribadi berjiwa besar seperti Said Abdullah inilah yang sungguh diperlukan untuk menjaga keutuhan dan jati diri bangsa In-donesia yang sebenarnya.

Beragamnya perbedaan yang ada menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang sosio-kulturalnya ber-sifat bhinneka. Nilai dari kebhinnekaan bangsa Indonesia tel-ah diakui secara konstitusional, yaitu terbangunnya prinsip atau filosofi bangsa “bhinneka tunggal ika”. Abdurrahman Wahid (Gus Dur, bapak demokrasi) berkata; “makin berbe-da kita, makin jelas dimana titik-titik persatuan kita”. Akan tetapi, pada masa dulu, khususnya masa Orde Baru, falsafah itu hanya menjadi pajangan negara yang tidak berimplikasi secara optimal pada diri bangsa. Konflik antaretnis dan bu-daya seringkali terjadi, dan perbedaan lainnya juga seringkali terdengar mengerikan dan saling tikam. Karenanya, diperlu-kan bangsa yang berjiwa besar untuk senantiasa menjaga dan membangun nilai-nilai kesadaran kesatuan dan persatuan sebagai nilai nasionalisme yang seharusnya tertanam pada setiap suku bangsa. Atas dasar keprihatian inilah Said Abdul-

89TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

lah mencoba memulai mengembalikan nilai luhur bangsa den-gan pandangan-pandangan multikulturalisme, sebagaimana founding fathers membangun negara ini dengan berbasis plu-ralisme etnisitas.

Kesadaran multikultural sebenarnya sudah muncul se-jak Negara Republik Indonesia terbentuk. Pada masa Orde Baru, kesadaran tersebut dipendam atas nama kesatuan dan persatuan. Paham monokulturalisme kemudian ditekankan, sehingga di tengah masyarakat wawasan multikulturalisme bangsa Indonesia masih sangat rendah. Bangunan Indonesia Baru dari hasil reformasi atau perombakan tatanan kehidu-pan Orde Baru adalah sebuah “masyarakat multikultural Indonesia” dari puing-puing tatanan kehidupan Orde Baru yang bercorak “masyarakat majemuk” (plural society). Den-gan demikian, corak masyarakat Indonesia yang bhinneka tunggal ika bukan lagi keanekaragaman suku bangsa dan kebudayaannya yang saling menimbulkan kecemburuan so-sial, melainkan keanekaragaman kebudayaan yang ada dalam masyarakat Indonesia (Azyumardi Azra, dalam Republika, 2003).

Said Abdullah (2006: 117) memandang multikultural-isme adalah suatu kesadaran, semangat dan sikap hidup di tengah realitas pluralisme masyarakat. Keterbukaan hati dan pikiran untuk menyapa dan menerima orang lain apa adanya tanpa memandang apapun latarbelakang sosio-kulturanya. Sikap multikultural merupakan suatu mentalitas yang ber-proses. Diri kita tidak begitu saja dapat menerima perbedaan-perbedaan yang ada, tetapi diperlukan proses penanaman kesadaran. Tanpa kesadaran tentu mustahil ada keterbukaan hati dan pikiran untuk bisa menerima suatu perbedaan, yang ada akan menimbulkan kecurigaan-kecurigaan dan tak jarang melahirkan suatu konflik.

90 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

Teori sosial yang dikenal dengan “multikulturalisme” ini dilatarbelakangi antara lain oleh adanya tiga teori sosial yang menjelaskan hubungan antar individu dalam masyarakat dengan beragam latar belakang etnik, agama, bahasa, dan budaya. Ricardo L. Garcia (1982: 37-43) menjelaskan, teori sosial tersebut adalah: (1) Melting Pot I: Anglo Conformity (individu-individu yang beragam latar belakang seperti etnik, agama, bahasa, dan budaya, disatukan ke dalam satu wadah yang dominan); (2) Melting Pot II: Ethnic Synthesis (indi-vidu-individu yang beragam latar belakangnya disatukan ke dalam satu wadah baru, identitas etnik, agama, bahasa, dan budaya asli para anggotanya melebur menjadi identitas yang baru; dan (3) Cultural Pluralism: Mosaic Analogy (individu-individu yang beragam latar belakang etnik, agama, bahasa, dan budaya, memiliki hak untuk mengekspresikan identitas budayanya secara demokratis dengan tidak meminggirkan budaya kelompok minoritas).

Keragaman, kebhinnekaan, dan multikulturalisme mer-upakan salah satu realitas utama yang ada di masyarakat pada kebudayaan di masa silam, kini, dan di waktu-waktu men-datang. Multikulturalisme secara sederhana dapat dipahami sebagai pengakuan bahwa sebuah negara atau masyarakat adalah beragam dan majemuk.

Kepedulian dan kesadaran terhadap sikap multikultural telah terlihat pada diri Said Abdullah sebagai figur bangsa. Ia telah menanamkan nilai kebangsaan dan membangun ke-tauladanan bukan hanya pada dirinya, tapi juga bagi bangsa Indonesia dengan memperlihatkan sikap-sikap kebangsaan-nya. Pembelaannya terhadap Ahmadiyah yang seringkali diperlakukan dengan tindakan-tindakan anarkis dan tidak dilandaskan pada landasan negara, bukan karena ia sepaham dalam keagamaannya, melainkan karena di mata Pancasila

91TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

dan UUD 1945 semua bangsa sama dalam hak dan kewajiban-nya.

Pandangan dunia “multikultural” secara substantif se-benarnya tidaklah terlalu baru di Indonesia. Prinsip Indone-sia sebagai negara “Bhinneka Tunggal Ika”, mencerminkan bahwa meskipun Indonesia adalah multikultural, tetap ter-integrasi dalam keikaan, kesatuan. Pembentukan masyarakat multi-kultural Indonesia tidak bisa secara taken for granted atau trial and error. Sebaliknya, harus diupayakan secara sistematis, programatis, integrated, dan berkesinambungan. Langkah yang paling strategis dalam hal ini adalah melalui pendidikan multikultural yang diselenggarakan melalui lem-baga pendidikan, baik formal maupun non formal, dan bah-kan informal dalam masyarakat luas.

Selanjutnya, Said Abdullah selain peduli akan sikap multikultural juga merupakan tokoh bangsa yang tidak ber-sikap seperti “Malin Kundang”. Ia senantiasa tampil sebagai orang yang peduli pada tradisi dan budaya Madura, tem-pat kelahirannya. Banyak karya-karyanya membicarakan masyarakat Madura, jati diri dan nilai-nilai kearifan budaya Madura, dengan tanpa menghilangkan nilai kebangsaannya. Ia juga peduli terhadap dunia pendidikan dengan melakukan upaya pengembangan baik terlibat dengan memberikan ban-tuan materiil maupun spirit bagi lembaga-lembaga pendidi-kan formal maupun non-formal. Said Abdullah juga tanggap dan menempatkan pengembangkan sumber daya manusia (SDM), membangun kekeluargaan, persahabatan dan persau-daraan di tengah masyarakat dijadikan skala prioritas sebagai kepeduliannya terhadap bangsa.

Said Abdullah juga sangat menghargai hasil karya karsa bangsa, atau sangat peduli terhadap suatu prestasi. Ia tidak ragu-ragu untuk memberikan penghargaan bagi orang yang

92 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

berprestasi. Loyalitas kebangsaan dan kedisiplinan telah ter-uji dan menjadi bagian dari jiwa kepribadiannya yang patut menjadi tauladan bangsa. Disinilah sebenarnya intisari dunia pendidikan terletak sebagai pijakan membangun pendidikan yang membumi dengan berpijak pada nilai kebangsaan.

Pendidikan dan Nilai Kebangsaan

Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan ke-budayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Perubahan atau perkembangan pendidikan merupakan hal yang memang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan bangsa. Perbaikan pendidikan pada se-mua tingkat perlu terus dilakukan sebagai antisipasi kepent-ingan masa depan. Pemikiran ini mengandung konsekuensi bahwa penyempurnaan atau perbaikan dalam dunia pendidi-kan adalah untuk mengantisipasi kebutuhan dan tantangan masa depan dengan diselaraskan terhadap perkembangan ke-butuhan umat manusia.

Pada akhir-akhir ini beragam fenomena dan rasa kekha-watiran terhadap dunia pendidikan mulai bermunculan, sebab hasil pendidikan dirasa masih sebatas aspek intelektu-alitas dan pengetahuan (knowledge), dianggap belum mam-pu mewujudkan perubahan dan terbentuknya sikap yang diamanatkan dalam tujuan pendidikan nasional, di antara-nya sikap kebangsaan (nasionalisme). Pendidikan diharap-kan mampu menghapus fenomena-fenomena seperti sikap primordialisme kesukuan, kedaerahan, munculnya konflik antaragama merupakan sederetan peristiwa yang sulit terban-tahkan bahwa dunia pendidikan untuk menumbuhkan sikap (aspek afektif) nasionalisme masih memerlukan proses yang cukup panjang.

93TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Kemajemukan yang dimiliki bangsa Indonesia sebagai kondisi obyektif, terutama berkaitan dengan masalah etnis, agama, budaya, dan bahasa tampaknya memang sangat rentan dan potensial akan menjadi penyebab terjadinya disintegrasi bangsa. Mencermati berbagai fenomena dan kondisi obyektif bangsa yang serba majemuk, memang sangat penting untuk dipertanyakan kembali tentang bagaimana ikatan kesatuan dan semangat kebangsaan yang selama ini telah dibangun. Hal ini merupakan pertanyaan interpretatif terhadap mun-culnya berbagai ancaman disintegrasi bangsa yang sangat di-mungkinkan disebabkan oleh ikatan persatuan dan kesatuan kebangsaan Indonesia sesungguhnya memang masih lemah.

Berbagai usaha telah dilakukan untuk menanamkan nilai kebangsaan, para tokoh bangsa selalu tetap melakukan pembangunan kesadaran kebangsaan yang dilandaskan pada filosofi bangsa, yaitu bhinneka tunggal ika. Seluruh suku bangsa harus menyadari akan kesamaannya di mata konsti-tusi. Dengan begitu, kesadaran akan kebangsaan (nilai na-sionalisme) akan tumbuh untuk bersama-sama membangun bangsa Indonesia. Hal itulah yang dilakukan oleh Said Ab-dullan sebagai tokoh bangsa. Dalam seminar kebangsaan Ia berkata, “memang, kita tidak mungkin bekerjasama dalam masalah keyakinan dengan penganut keyakinan yang lain, tetapi kerjasama dalam membangun bangsa ini tetap dibenar-kan karena kita sebagai bangsa yang sederajat dan sama di mata konstitusi” (MH Said Abdullah, 27 September 2011).

Djoko Suryo (2002) dalam seminar perubahan kuriku-lum sejarah menjelaskan bahwa, persoalan pembangunan menanamkan nilai kebangsaan (rebuilding the nation) ada-lah problem rebuilding the humanities, society, and culture. Dengan demikian ikatan nasionalisme tidak dapat dipisahkan dari ikatan negara, kemasyarakatan, dan kebudayaannya,

94 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

sebab kebangsaan hakekatnya merupakan hasil proses pem-budayaan dan pembelajaran (learning process) yang diupaya-kan oleh masyarakat, bangsa, dan negara melalui sarana pen-didikan yang dimilikinya.

Said Abdullah (2006) dalam karyanya membangun masyarakat multikultural menawarkan pendidikan multikul-turalisme sebagai wahana pencapaian cita-cita bangsa, yaitu persatuan dan kesatuan yang dilandasi dengan kesadaran saling menghargai, menghormati, dan sikap kebangsaan (na-sionalisme) yang tinggi. Hal ini yang menjadi mimpi Said Abdullah dalam membangun bangsa ber-kepribadian (memi-liki jati diri) sebagai bangsa yang hidup di tengah keberaga-man sosio-kultural. Sikap cinta kasih terhadap tanah air akan menumbuhkan jiwa demokratis, persaudaraan yang kuat dan beridentitas sebagai pilar yang harus terbangun melalui pros-es pendidikan.

Pembangunan pendidikan berbasis nilai kebangsaan akan menyingkap dunia pendidikan yang berorientasi pada realitas persoalan yang sedang dihadapi bangsa Indonesia dan umat manusia secara keseluruhan. Pendidikan berbasis nilai digagas dengan semangat besar “untuk melahirkan prib-adi-pribadi berkarakter dan berjati diri yang mampu men-jawab tantangan kebangsaan dan kemanusiaan.

Salah satu contoh sikap ke-Indonesiaan yang diperli-hatkan oleh Said Abdullah, sikap kepeduliannya terhadap kearifan budaya lokal. Ia setia menyingkap nilai-nilai budaya Madura yang memiliki implikasi positif terhadap kebangsaan yang begitu beragam budaya di Indonesia. Kesemua budaya yang ada memiliki nilai kearifannya yang kemudian terhim-pun pada satu filosofi bersama, yaitu “bhinneka tunggal ika”. Dengan landasan filosofi ini keragaman bangsa akan menjadi satu hubungan yang harmonis untuk bersama-sama menjaga

95TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

keutuhan bangsa Indonesia yang tidak perlu diseragamkan pada satu nilai budaya saja. Cukup dengan saling menyadari, memiliki kesadaran akan beragamnya sosio-kultural, akan menumbuhkan jiwa (pribadi) yang terbuka, saling mengerti, saling menghormati dan menghargai antar satu dan lainnya. Dan salah satu tugas sebagai tokoh bangsa, seperti Said Ab-dullah, harus berupaya tetap melestarikan nilai-nilai kearifan dari masing-masing budaya sebagai jati diri suku bangsa.

Dengan alasan tersebut, disinilah letak pentingnya menggagas dunia pendidikan berbasis nilai kebangsaan. Setiap pribadi (diri) diharapkan mampu menerima per-bedaan-perbedaan sebagai rahmat, bukan sebagai sumber konflik yang melahirkan perpecahan bangsa. Dunia pendidi-kan, baik pendidikan formal/informal maupun non formal, harus terus mengembangkan dan menanamkan kesadaran pada setiap peserta didik pada nilai-nilai kebangsaan.

Pendidikan juga bertanggung jawab terhadap pem-bangunan citra kemanusiaan. Selama ini, pendidikan hanya terfokus pada pengembangan keilmuan dengan mencetak orang-orang pintar, namun tidak mempunyai integritas keil-muan. Hal ini yang kemudian melahirkan “orang-orang pin-tar tapi sakit”, sikap ekstrim (kekerasan) terhadap orang lain yang berbeda dan lainnya, yang menjadi penyakit bangsa. Seakan kepintaran menjadi sumber konflik atau alat untuk mengelabuhi lainnya. Padahal, pendidikan diharapkan mam-pu melahirkan orang-orang yang terintegritas tinggi, yang tidak hanya pintar tapi juga berjiwa kemanusiaan tinggi.

Dunia pendidikan didasarkan pada pemikiran dan si-kap kebangsaan yang oleh Said Abdullah dinyatakan bahwa langkah-langkah pendidikan untuk mengembangkan pribadi unggul; pertama, harus berfilosofi yang lebih menekankan pendidikan sebagai upaya mengembangkan kemampuan ke-

96 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

manusiaan peserta didik baik sebagai individu maupun seba-gai anggota masyarakat bangsa dan dunia. Kedua, teori yang mengartikan konten sebagai aspek substantif yang berisi fak-ta, teori, generalisasi harus dirubah kepada pengertian yang juga mencakup nilai, moral, prosedur, dan keterampilan yang harus dimiliki generasi muda. Ketiga, teori belajar harus men-empatkan peserta didik sebagai makhluk sosial, budaya, poli-tik, dan hidup sebagai anggota aktif masyarakat, bangsa, dan dunia. Keempat, proses belajar yang dikembangkan untuk peserta didik haruslah berdasarkan pada proses yang memi-liki tingkat isomorphism yang tinggi dengan kenyataan sosial. Kelima, evaluasi yang digunakan haruslah meliputi keseluru-han aspek kemampuan dan kepribadian peserta didik, sesuai dengan tujuan dan visi pendidikan yang dikembangkan.

Langkah-langkah pendidikan seperti tersebut meru-pakan usaha menumbuhkan jiwa diri yang memiliki loyali-tas tinggi dan berintegritas dalam kehidupan keberagaman sosio-kultural bangsa Indonesia. Hal itu sudah terlihat pada kepribadian Said Abdullah sebagai tokoh bangsa. Ia memiliki mimpi (visi), disiplin yang tinggi, gairah membangun bangsa, dan hati (nurani) kemanusia yang tinggi, sehingga dapat di-katakan bahwa Said Abdullah adalah pribadi yang berkarak-ter kuat positif.

Pendidikan Dan Nilai Kearifan Lokal

Pendidikan jika dilihat dari aspek fungsinya merupa-kan sebagai proses transformasi nilai, budaya, pembentukan pribadi, penyiapan warga negara, dan penyiapan tenaga kerja (Umar Tirtarahardja & La Sula, 2000: 33-35). Pendidikan da-pat dikatakan sebagai pewarisan nilai dari satu generasi ke generasi yang lain. Nilai-nilai itu tentunya yang mengand-

97TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

ung kearifan, misal, kejujuran dan rasa tanggung jawab. Nilai dalam pendidikan tergantung tempat proses pendidikan itu berlangsung, karena tempat berpijak suatu nilai pendidikan akan menentukan jati diri yang sebenarnya. Hal ini diperkuat oleh pendapat Maria Montessori (1972: 55) yang mengatakan;

“Alam membekali anak dengan kepekaan pada ketera-turan. Kepekaan yang berasal dari dalam diri ini bukan ke-mampuan membedakan objek, melainkan lebih pada kemam-puan membedakan hubungan antarobjek itu sendiri. Dengan demikian, kemampuan ini membentuk keseluruhan lingkun-gan yang terdiri dari lingkungan ini, dia akan dapat menga-rahkan kegiatannya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Lingkungan semacam ini adalah dasar bagi kehidupan yang terintegrasi”.

Pada saat ini, pendidikan tidak lagi menekankan nilai sentralitas dalam transformasinya. Akan tetapi, telah dilaku-kan desentralisasi untuk meningkatkan kesadaran demokratis dan keberagaman suku bangsa. Pendidikan juga diharapkan mampu mengangkat potensi-potensi daerah sebagai suatu nilai kearifan dari refleksi cintah tanah air. Said Abdullah (2011: 33) menegaskan bahwa, secara politis tujuan desentral-isasi adalah untuk meningkatkan keterampilan, dan kemam-puan untuk mempertahankan integrasi nasional. Asumsinya adalah pemerintahan daerah yang tepat bagi terwujudnya demokratisasi di tingkat nasional.

Setiap suku bangsa diharapkan tetap mempertahan-kan kearifan lokal sebagai wujud bangsa yang memiliki jati diri. Pendidikan multikulturalisme yang diajukan oleh Said Abdullah dapat dijadikan dasar akan kebermaknaan per-bedaan secara unik pada tiap orang, suku bangsa, dan lapisan masyarakat Indonesia. Dengan itu, setiap suku bangsa, bu-daya dan nilai kearifan lokal lainnya tidak akan kehilangan

98 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

identitasnya, dan bahkan bisa menumbuhkan kesadaran ber-bangsa (bernegara) melampaui teritori teologi keagamaan dari tiap agama yang ada. Gagasan itu didasari asumsi, tiap manu-sia memiliki identitas, sejarah, lingkungan, dan pengalaman hidup unik dan berbeda-beda. Perbedaan adalah identitas ter-penting dan paling otentik tiap manusia daripada kesamaan-nya. Kegiatan pendidikan bukan ditujukan agar peserta didik menguasai sebanyak mungkin materi ilmu atau nilai, melain-kan bagaimana tiap peserta didik mengalami sendiri proses berilmu dan hidup di lingkungan keberagaman nilai kearifan lokal dengan tanpa saling mendeskriminasikan nilai yang ber-beda dari tubuh kearifan masing-masing jati diri bangsa.

Kearifan lokal (local wisdom) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, pe-nuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Meskipun kearifan lokal terlihat bernilai lokal, nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal.

Sartini (2006) menjelaskan bahwa fungsi kearifan lokal dapat disebutkan berikut; Pertama, untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam. Kedua, untuk pengemban-gan sumber daya manusia. Ketiga, untuk pengembangan ke-budayaan dan ilmu pengetahuan. Keempat, sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan. Kelima, bermakna sosial, misalnya upacara integrasi komunal/kerabat dan upacara daur pertanian. Keenam, bermakna politik, misalnya upacara ngangkuk merana dan kekuasaan patron client.

Pendidikan dalam hal ini tentu berperan untuk pena-naman nilai-nilai kearifan lokal, seperti nilai budaya di seki-tar sekolah atau nilai budaya tempat proses pendidikan itu

99TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

berlangsung. Sehingga pendidikan berperan menimbulkan kecintaan peserta didik terhadap budayanya sendiri. Mela-lui integrasi nilai-nilai kearifan lokal ini diharapkan nilai na-sionalisme (jiwa kebangsaan) peserta didik terhadap budaya lokalnya akan dapat ditumbuhkan, bahkan ditingkatkan. Said Abdullah mengatakan dalam tulisannya kebudayaan Madu-ra dan Globalisasi, “kegelisahaan utama berbagai kelompok masyarakat di belahan dunia mana pun adalah bagaimana mempertahankan identitas jati dirinya. Bagaimana suatu suku bangsa memelihara dan menjaga kelestarian nilai-nilai adiluhung yang diwariskan sehingga identitas tetap eksis di antara suku bangsa lain”.

Said Abdullah sebagai tokoh bangsa telah banyak mel-akukan pembangunan dunia pendidikan berbasis nilai, baik yang sifatnya kearifan lokal maupun pembangunan diri seba-gai warga negara. Ia banyak menuangkan pemikirannya ten-tang kearifan lokal, perannya akan budaya lokal begitu besar, seperti menerbitkan buku ”menuju Madura modern tanpa ke-hilangan identitas” dan “membangun masyarakat multikul-tural” dan karya-karya lainnya yang banyak berbicara tentang budaya dan nilai-nilai kearifan di Madura. Mendirikan media televisi lokal dan satu-satunya televisi lokal di Madura, selain sebagai media transformasi nilai yang sifatnya nasional, juga sarat dengan pengangkatan nilai-nilai kearifan budaya Ma-dura.

Sosok Said Abdullah telah membangun dunia pendidi-kan berbasis nilai di tengah masyarat (bangsa). Dapat dikata-kan, ia adalah “guru” dan tauladan bagi generasi selanjutnya untuk terus mencintai kearifan dan berjiwa kemanusian yang tinggi. Tidak hanya itu, ia juga senantiasa terlibat dalam pengem-bangan sumber daya manusia melalui berbagai organisasi sosial dan beberapa lembaga-lembaga formal di Madura.

100 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

Pendidikan tidak mesti didapat dari sebuah instansi (lembaga), tapi juga bisa diperoleh dari siapapun. Said Abdul-lah, dengan melihat gerakan kebangsaan dan sosialnya, kira-nya pantas dijadikan guru bagi generasi selanjutnya. Ki Hajar Dewantoro berkata: “setiap orang adalah guru, setiap tempat adalah sekolah”. Dengan pernyataan itu, peran Said Abdullah dalam membangun bangsa merupakan pribadi seorang guru, guru bangsa, yang benar-benar berkarakter positif tinggi.

Said Abdullah dapat dikatakan juga sebagai “darah Ma-dura”, sebagaimana bait puisi D Zawawi Imron “Madura, Akulah Darahmu”. Said Abdullah sering berkata, “aku bang-ga menjadi orang Madura”. Pernyataan itu seakan, mengutip pujian Sirmadji kepada ketokohan Said Abdullah, menggu-ratkan nasionalisme ber-Madura yang juga nasionalisme ber-Indonesia karena Madura adalah Indonesia juga. Dengan de-mikian, kecintaan Said Abdullah terhadap kearifan lokal tetap berada dalam payung kebangsaannya sebagai bangsa Indone-sia yang berlandaskan pada Pancasila.

***

101TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Menengok persoalan pendidikan di negeri ini menatap wajah perkem-bangan peradaban yang terus

bergerak menemukan eksistensinya di tengah kecamuk kepentingan yang mengitarinya. Persoalan bukan hanya menyangkut pada persoalan identitas, tetapi kepada proses dan produktivitasnya. Betapa “mengagumkan” ketika seorang Wali Kota membeli mobil hasil rakitan anak-anak SMK dengan sebuah beng-kel mobil milik Pak Sukiyat yang diberi Kiat Esemka . Mobil yang kemudian melahirkan perdebatan dan komentar. Sebagian lagi men-cibir, menganggap mobil tersebut tidak layak karena belum dilakukan uji kelayakan. Meski demikian semua media cetak berlomba meng-informasikan dan menayangkan keberhasilan siswa SMK (Sekolah Menengah Kejuruan).

Berbicara pendidikan SMK sebagai Se-kolah Menengah Kejuruan sudah sepantasnya

Oleh: Hidayat RaharjaBudayawan, Guru SMAN 1 Sumenep

Politisi di Tepian Pendidikan dan Kebudayaan Madura

102 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

kalau lembaga tersebut mampu mencetak lulusan yang man-diri dan produktif. Sebab, sejak jaman STM (Sekolah Teknolo-gi Menengah) dibuka, para siwa STM jurusan Mesin, dapat di-pastikan bisa mengotak-atik mesin kendaran bermotor. Mesin yang mati, ditelusuri penyebab kerusakannya dan diperbaiki sehingga bisa dihidupkan kembali. Lebih sulit daripada sek-edar merakit, karena kalau merakit sekadar merangkai spare part yang ada menjadi satu kesatuan sistem. Siswa akan lebih sulit untuk mencari sumber kerusakan pada mesin dan mem-perbaikinya.

Pujian terhadap keberhasilan merakit mobil Kiat Es-emka datang dari seorang Wali Kota Surakarta, Wakil Pres-iden RI, dan beberapa politisi memamerkan kebanggaaanya di layar televisi, dan halaman depan media cetak terkemuka. Tetapi yang berani membeli dan mempergunakannya seba-gai Mobil Dinas hanya Wali Kota Surakarta – Joko Widodo. Semangat swadeshi sebagaimana dilakukan oleh Mahatma Gand, menjadi cikal bakal kecintaan orang India terhadap produknya sendiri. Apresiasi yang kemudian diikuti oleh ber-bagai pejabat dan politisi melakukan kunjungan dan dukun-gan terhadap lembaga pendidikan Sekolah Menengah Kejuru-an. Patut dibanggakan karena seharusnya demikian apresiasi dilakukan oleh para pejabat negara atau pun oleh politisi.

Sekolah Menengah Kejuruan diproyeksikan menghasil-kan lulusan yang mandiri dan mampu menciptakan lapangan kerja baru, merupakan harapan pencerahan sekaligus meng-getirkan. Pencerahan karena para lulusan mampu menjadi enterpreneur yang mampu memanage dirinya sendiri untuk mencapai kesuksesan hidup. Mereka tidak mencari lapangan kerja tetapi menciptakan lapangan kerja. Namun kegetiran juga mulai mengambang, sebab tidak sedikit dari lulusan SMK( Sekolah Menengah Kejuruan) yang terjun ke lapangan

103TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

kerja karena tak mampu menciptakan lapangan kerja baru, justru menjadi objek para pemilik modal . Mereka hanya men-jadi pekerja yang tak mampu menentukan sendiri nasibnya. Sepanjang hidup mereka hanya mampu mengabdikan diri pada pekerjaan yang sama tanpa pernah ada perubahan na-sib. Perubahan nasib tidak akan terjadi tanpa ada campur tangan pemerintah dan aparaturnya dalam memfasilitasi dan melindungi mereka dari para penguasa yang menjadikannyaa sebagai objek untuk mendapatkan keuntungan semata.

Jika yang diinginkan adalah kemandirian dengan ke-mampuan enterpreneur yang dimilikinya, maka sudah seharusnya pemerintah dan aparatnya melindungi, dan memfasilitasi mereka sehingga mampu berkembang dan meningkatkan kesejahteraanya. Kebijakan untuk mempergu-nakan mobil dalam negeri, adalah kepastian yang akan mem-perpanjang usaha mereka. Meski hal ini bukan hal mudah, ketika para pejabat dan politisi pamer mobil mewah sebagai “penanda” kesuksesan mereka..

Jalan panjang dan berliku membentang di hadapan du-nia pendidikan bukan hanya di jalur pendidikan kejuruan, tetapi juga di jalur pendidikan umum merentang benang kusut dengan persoalan yang tak pernah tuntas. Upaya un-tuk memenuhi tuntutan kebutuhan Undang-Undang dalam rangka terwujudnya manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, ber-ilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Harapan mulia, yang memnusiakan manusia.

Ketika dunia pendidikan terkooptasi pada kepentin-gan sesaat dengan melupakan proses untuk belajar hidup, di-kalahkan oleh ambisi untuk mencapai keberhasilan semu mel-alui program instan, adalah sebuah cerminan masih banyak

104 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

kepentingan yang bermain di dalam dunia pendidikan kita.

Ujian Nasional yang semula diproyeksikan untuk mem-etakan kualitas sekolah, juga menjadi bagian penentu dalam kelulusan siswa. Ketentuan yang kemudian memicu tindakan curang dalam pelaksanaan Ujian Nasional (UN). Tidak kalah serunya setiap akan dilaksanakan UN, selalu bergentayan-gan para penjual bocoran soal atau kunci jawaban. Benar atau tidak, kejadian ini berlangsung setiap tahun saat penyeleng-garaan Ujian Nasional.

Betapa berarti nilai atau angka-angka bagi anak-anak bahkan orangtua, sehingga berbagai upaya dilakukan supaya dapat lulus ujian. Nilai yang dijadikan penentu kelulusan, ternyata menjadi tidak realistis. Apa yang diperoleh siswa bukan kemampuan yang dimiliki, sebab di antara mereka mengerjakan dengan cara tidak jujur atau curang.

Aku teringat Bahrudin di lereng gunung Merapi mem-buka sekolah terbuka untuk anak-anak petani yang tidak mampu, dengan biaya murah . Mereka memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar. Mereka berproses dalam be-lajar, mencari informasi dengan didampingi guru sebagai te-man belajar mereka. Sekolah itu memberikan kebebasan bagi peserta didiknya untuk ikut atau tidak ikut serta ujian nasion-al. Sebuah pilihan yang membebaskan bagi anak untuk me-nentukan dirinya sendiri. Namun sekolah juga memberikan tanggungjawab bagi para siswanya. Mereka yang tidak ikut ujian wajib melakukan penelitian sebagai bentuk penerapan kelimuan yang telah mereka peroleh.

Sekolah sebagai cerminan masyarakat, dituntut untuk memberikan kesempatan bagi para peserta didik dan segenap komponen di dalamnya berinteraksi dan bersosialisasi se-hingga memperoleh pengalaman belajar hidup. Bekal yang

105TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

nantinya kan dibawa ke tengah masyarakat yang sesung-guhnya. Disinilah peran para pemangku kepentingan untuk membuka ruang interaksi dan sosialisasi sehingga memberi-kan kenyamanan dan ketenteraman bagi segenap penghuni di lingkungan internal dan eksternal.

Peran masyarakat dalam arti yang luas menuntut pen-gelola sekolah untuk membangun jaringan dengan lembaga di luar sekolah sehingga melibatkan peranserta masyarakat untuk turut terlibat dan bertanggungjawab dalam memaju-kan pendidikan. Peluang seperti ini tak banyak dilakukan oleh pengelola sekolah dan tak banyak dari lembaga atau para pengusaha, politisi dan tokoh masyarakat yang meny-ambut kesempatan tersebut untuk terlibat di dalamnya. Dari yang sedikit tersebut adalah orang-orang pilihan yang punya kepedulian terhadap kemajuan pendidikan di tanah air.

Dalam konteks pendidikan lokal, Lembaga Pendidikan Pesantren tidak dapat diabaikan sebagai salah satu lembaga yang memiliki peran besar dalam mencerdaskan masyarakat dan bangsa ini. Disiplin, kemandirian, kepemimpian, dan keilmuan menjadi dasar tempaan kepada para santri yang ada di dalam pondok pesantren. Tempaan pendidikan yang tidak dapat diingkari telah banyak mencetak para pemimpin baik di tingkat lokal mau pun nasional, memberikan kontribusi be-sar terhadap kemajuan bangsa.

Kemajuan dunia pendidikan pesantren, semakin terbuka dan mengembangkan diri mengadopsi pengetahuan umum, sains dan teknologi menjadi bagian dari kurikulum pesantren. Bahkan tidak sedikit dari para pengasuh lembaga pendidikan pesantren yang menempuh pendidikan umum pada jenjang pendidikan tinggi strata 3, bahkan beberapa di antara mereka menempuh pendidikan ke negara-negara liberal tanpa meng-hilangkan identitas kesantrian.

106 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

Realitas dari perkembangan dunia pendidikan pesant-ren di Madura khususnya dengan keberhasilan santri dari beberapa pesantren di Pamekasan dan siswa dari SMA Neg-eri 1 Sumenep memenangkan kompetisi Matematika- Morld Mathemathic Team Competition (WTMC) di Beijing di tahun 2011. Fakta yang membuktikan bahwa kemampuan Matema-tika, Santri dari sekolah keagamaan sama dengan siswa yang ada di SMP / SMA. Suatu keberhasilan yang tak bisa dilepas-kan dari peran Generasi Cerdas Nusantara (GCN) yang dimo-tori Erik dan kawan-kawan untuk mengangkat derajat pen-didikan di tanah Madura ke dunia internasional .

***

Tidak dapat diingkari bahwa masyarakat dan negara-bangsa Indonesia terdiri dari berbagai keragaman yaitu se-jumlah besar kelompok etnis, budaya, agama, aspirasi politik dan lain-lain, sehingga masyarakat dan negara-bangsa In-donesia secara sederhana dapat disebut sebagai masyarakat “multikultural”. Kondisi yang membuat kita berbeda dengan bangsa-bangsa lain, karena kita dibangun oleh pelbagai suku dengan pelbagai persoalan yang belum tuntas diselesaikan dalam perjalanan kebangsaan ini.

Kehidupan yang tumbuh dalam sukubangsa, merupa-kan peradaban yang khas dan endemik di lingkup geografis dan ekologis setempat. Namun tidak harus dimaknakan se-bagai pertentangan dengan sukubangsa yang lain. Sejarah kehidupan mereka telah membuktikan mengenai kearifan-kerarifan yang muncul dengan keterbatasan sebagai perkem-bangan dinamika kebudayaan setempat yang membangun kultur kebangsaan. Betapa arif, dan teduhnya saat budaya lokal bersilang dengan kebudayaan baru tanpa harus menim-bulkan konflik. Persilangan yang kemudian menemukan vari-annya dalam sistem masyarakatnya.

107TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Bentangan laut yang luas mengepung kepulauan Nu-santara, telah melahirkan budaya teknologi perkapalan yang diakui oleh masyarakat dunia. Perahu Bugis, Kapal Pinishi, dan beberapa perahu tradisional yang dibuat oleh berbagai sukubangsa ini, telah membuktikan bahwa mereka adalah bangsa besar yang menguasai teknologi kelautan.

Fakta historis di berbagai situs dan refrensi menun-jukkan bahwa sukubangsa ini pada abad ke VII pernah menyeberangi lautan hindia menuju Ghana mengangkut rempah dan kayu manis. Kedikdayaan dunia bahari diakui oleh bangsa Eropa, bahwa mereka adalah pelaut-pelaut yang berani. Kapal-kapal yang mereka kemudikan bukan hanya digerakkan angin, tetapi digerakkan oleh keberanian sehingga mampu mengatasi tantangan alam yang sangat berat.

Budaya arsitektur, merupakan produk budaya yang sangat memperhatikan pada aspek sosial dan ekologis, se-hingga bangunan yang mereka huni menyatu dengan ling-kungannya. Ketangguhan arsitektur tradisional yang terbukti dan teruji di beberapa daerah mampu bertahan dari amukan gempa, mengalahkan bangunan-bangunan yang mengadopsi arsitektur eropa yang tak ramah terhadap lingkungan.Di be-berapa situs sejarah,kuat menandaskan munculnya paduan arsitektur yang memadukan gaya artitektur dari berbagai bangsa tanpa harus menghilangkan identitas lokal.

Budaya pengetahuan dalam bidang kedokteran (pen-gobatan herbal), bahari, pertanian, sosial, dan semaca-mnya adalah bagian perkembangan peradaban negeri ini. Masyarakat yang seringkali dicap “tertinggal” memiliki kearifan yang membuat hidup lebih tenteram, saling keter-gantungan, senasib sepenanggungan, membuat hidup jadi tangguh.

108 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

Peninggalan karya seni dan teknologi, semakin menguat-kan tingginya peradaban bangsa ini di masa lalu. Peradaban yang terus bergerak dan berinteraksi mencari varian-varian baru ditengah perkembangan sains dan teknologi yang de-mikian cepat tak terbendung. Memberikan persoalan-perso-alan baru yang menarik, meminta perhatian para penentu ke-bijakan untuk memberikan ruang gerak bagi masyarakatnya sehingga mereka bisa menentukan eksistensi di tengah keca-muk pelbagai kepentingan pribadi dan golongan.

Kebudayaan sebagai dinamika perkembangan kehidu-pan manusia dengan pelbagai anasir yang melekat memiliki peran yang tak kalah pentingnya dibandingkan dengan dunia pendidikan. Keduanya bisa saling bersinergis untuk mem-bangun kehidupan menjadi lebih nyaman, tenteram, demok-ratis dan dinamis. Dalam lingkup ekologis, perkembangan kebudayaan setiap lokal adalah khas dan unik. Kekhususan dan keunikan yang membawa implikasi dalam kearifan lokal yang tumbuh dan berkembang di dalamnya.

Para pendiri bangsa sebagai tokoh politik, juga intelek-tual yang mampu mengayomi dan berperan dalam pengem-bangan kebudayaan, memiliki peran besar dalam memban-gun kebudayaan Indonesia yang beragam. Dapat dipahami bersama di saat Soekarno – Presiden pertama Republik Indo-nesia memutus hubungan dengan dunia barat, dan mengang-gap setiap yang dari barat adalah ancaman. Sehingga musik rock dilarang masuk ke Indonesia dan diolok sebagai musik ngakngikngok. Kasus kecil yang membuat sebagian orang merasa terbelenggu kebebasannya, namun di sisi lain mem-berikan peluang besar bagi bangsa yang tengah membangun identitas dan jatidiri. Soekarno, sebagai pemimpin negara, politikus, dan intelektual, punya peran besar dalam mengem-bangkan kebudayaan bangsa Indonesia.

109TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Potret yang sepenuhnya takkan terganti oleh para Pem-impin dan Politisis negeri ini. Berapa banyak dari para politisi negeri ini yang peduli dengan kebudayaan bangsanya? Kebu-dayaan Indonesia, sebagai produk pengetahuan, pemikiran, namun laku kehidupan para politisi dan pemimpin semakin jauh dari kehidupan masyarakatnya.

Dalam skala mikro kebudayaan Madura sebagai ba-gian dari sekian ratus budaya yang berkembang di tanah air merupakan kebudayaan yang dinamis, terbuka dan toleran. Kenyataan yang kadang dikalahkan dan disalahartikan oleh persoalan-persoapan kasuistik dalam tindak kekerasan. Fakta historis menunjukkan bahwa hampir di setiap daerah dite-mukan bukti-bukti situs dan bangunan menunjukkan silang-budaya antar bangsa; bangunan rumah, tempat peribadatan, dan ritual keagamaan.

Kemelut budaya lokal muncul saat perkembangan teknologi dan informasi dalam arus budaya globalisasi mere-tas sekat-sekat kehidupan bersama. Dalam laporan UNDP “Human Development Report 1999” (1999) disebutkan secara jelas ciri-ciri globalisasi sbb: (1) Ethic, adapun maksudnya ialah tuntutan untuk mengakhiri kekerasan dan pelanggaran HAM; (2) Inclusion, maksudnya ialah adanya tuntutan un-tuk memperkecil perbedaan-perbedaan antarbangsa; (3) Hu-man Security, yaitu adanya tuntutan sanggup mengeliminasi instabilitas sosial; (4) Sustainability, yaitu adanya tuntutan untuk meminimalisasi perusakan lingkungan; serta (5) De-velopment, adanya kesanggupan untuk berusaha mengakhiri kemiskinan dan deprivasi .

Pergolakan arus global yang berinti kepada merebaknya arus informasi dan teknologi, membawa implikasi terhadap perubahan-perubahan secara frontal dan membuat hubun-gan bersama menjadi renggang atau mencari bentuk keseim-

110 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

bangan yang baru.

Seni budaya masyarakat setempat berkembang pada sebuah pusaran yang selalu disinggungkan pada persoaan-persoalan ekonomi dan politik. Kegiatan berkesenian hadir dalam bentuk kepentingan dalam rangka, dan kegiatan-keg-iatan ritual keagamaan bermetamorfosisi menjadi ritual yang kehilangan esensinya. Tidak sedikitkemudian menjadi pen-anda identitas an status sosial yang tengah mereka duduki.

Ruang komunikasi menjadi sesak, dan jarak komunikasi makin singkat dan ringkas, sehingga bahasa komunikasi mu-lai melepaskan tatanan formal yang semula diagungkan oleh para orangtua. Perkembangan yang selanjutnya memuncul-kan persoalan pada eksistensi seni budaya tradisi yang di-anggap lamban dan tertinggal. Persoalan bahasa dan sastra lokal – Madura, merupakan kondisi yang kian kritis ditengah dominansi bahasa asing dan bahasa Indonesia yang memas-uki ruang keluarga. Sastra Madura hanya menjadi kenangan lama, dan belum menemukan otentisitasnya dalam perkem-bangan kekinian.

Upaya untuk menjadikan bahasa Madura sebagai baha-sa ibu bagai generasi kini, adalah impian dan tantangan yang sangat menarik.Tantangan yang muncul akibat benturan Ke-budayaan Madura dan Globalisasi. Kongres Kebudayaan Madura I yang difasilitasi oleh Said Abdullah Institut (SAI) belum memberikan makna nyata dalam kehidupan. Tidak ada kebijakan-kebijakan publik yang muncul sebagai reko-mendasi hasil Kongres kebudayaan Madura I. Respon dari Kongres Kebudayaan Madura I, hanyalah kelanjutan kongres yang dilakukan di Pamekasan Oktober 2008 yang melahirkan Peraturan Bupati bagi lembaga pendidikan di Pemekasan un-tuk menjadikan bahasa Madura sebagai mata pelajaran mua-tan lokal dari jenjang pendidian SD sampai dengan SMA.

111TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Pembelajaran Bahasa dan Sastra Madura, sebuah upaya dan niat mulia. Namun perlu dipahami kebutuhan sarana dan prasarana untuk melakukannya harus memadai. Saat SMA 1 Sumenep membuka mata pelajaran muatan lokal Budaya Ma-dura (2007), termasuk di dalamnya pembelajaran bahasa Ma-dura. Pengelola sekolah kesulitan mencari tenaga pengajar, guru pengajar kesulitan menemukan buku sumber sebagai bahan ajar dan media pembelajarannya, karena memang buku bahasa dan sastra Madura sangat terbatas keberadaanya.

Pergelaran seni tradisi Madura hanya sebatas kepentin-gan seremoni untuk kepentingan tertentu. Usai acara pelaku kesenian kembali pada persoalan kesehariannya memenuhi kebutuhan hidup dan nasib kesenian yang tak mungkin lagi dijadikan sumber mata pencahariannya.

***

Gerakan yang dilakukan oleh Mh Said Abdullah dalam pusaran pendidikan dan Kebudayaan di Madura khususnya, sangat menarik untuk diapresiasi. Said Abdullah Institut (SAI) sebagai institusi mengejawantahkan ide dan pemikiran dalam dunia praksis pada berbagai sektor kehidupan masyarakat Madura. Dalamperjalanannya terbukti banyak terlibat dalam berbagai ivent pendidikan dan kebudayaan yang dilakukan oleh lembaga Pendidikan Menengah dan lembaga Pendidikan Tinggi, mau pun Lembaga Sosial Kemasyarakatan. Sebuah fakta yang menunjukkan kepedulian terhadap perkembangan pendidikan dan kebudayaan termasuk didalamnya merang-kul gerak dinamika budaya kaum muda.

SAI sebagai lokomotif Mh. Said Abdullah kerapkali memberikan bantuan dana pendidikan bagi warga kurang mampu, penghargaan bagi pendidik berprestasi, para pen-gusaha kecil yang minimmodal, bahkan memberikan bantuan

112 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

modal kepada usaha tambal ban yang ada di desa-desa yang luput dari perhatian bersama.

Lokomosi yang memberikan ruang gerak bagi se-genap potensi kaum muda untuk dapat diakomodir, ada-lah sebuah gerakan yang tak banyak dilakukan oleh para politisi di daerah Madura. Gerakan Lokomotif ini amat strategis, ditopang oleh media informasi Radio dan televisi lokal (Madura Channel) bersama para tenaga operasional pilihan melengkapi gerak Mh Said Abdullah bersama SAI untuk menguatkan hasrat mencapai “cikta-cita” dan “Ide-alisme” nya. Jelajah yang menelusuri lorong kecil dunia penmdidikan di Sekolah Dasar atau Madrasah yang tak tersentuh uluran tangan para penentu kebijakan. Tapakan yang mengusung budaya tradisi sebagai bagian identitas kebangsaan dalam segenap perjuangannya.

Lomba menulis esai tentang Madura yang khusus bagi siswa SMP dan SMA, pelbagai seminar dan kongres kebu-dayaan yang diselenggarakan adalah pilihan cerdas untuk menguatkan posisi SAI dengan Mh Said Abdullah sebagai lembaga yang elegan merangkuldinamika pemikiran kaum muda, sekaligus inklusif karena juga berdekat-dekat dengan kaum miskin di pinggiran sana.

Aku rasa tak ada politisi yang memiliki kepedulian seperti Mh Said Abdullah untuk bersusah payah meny-empatkan diri menengok dan menggerakkan dinamika pendidikan dan budaya lokal. Memberikan bantuan pen-didikan dan mensupport pertunjukan seni tradisional, mendanai berbagai kegiatan yang berhubungan dengan persoalan-persoalan pendidikan dan kebudayaan. Dapat dipastikan setiap lembaga yang datang kepadanya menge-luhkan persoalannya pasti akan dibantu untuk menemu-kan jalan keluar.

113TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Namun disayangkan gerakan-gerakan kultural danedu-katif yang dilakukan bagaikan patahan-patahan batuan yang tak berkesinambungan, sepotong, lepas dan kemudian lenyap. Mun-cul kembali dalam gerakan yang lain lagi, dan bahkan beberapa gerakan terkesan “dalam rangka” untuk kepentingan tertentu. Sehingga upaya-upaya untuk mengakomodir dinamika budaya kaum muda, dan budaya lokal berpusar di ambang permukaan. Apakah ini disebabkan karena kepentingan operator yang meng-gerakkan lokomotif SAI atau memang kehendak sang empunya lokomotif untuk kepentingan politisnya? Tak Jelas!

Melestarikan seni tradisional Madura tidak cukup han-ya dengan memanggungkan, dibayar dan setelah itu usai, dan menunggu pentas berikutnya. Lokomotif SAI dengan gerbong-gerbongnya dituntut untuk tidak hanya mendanai pemanggungan seni tradisi, tetapi juga mampu menghidup-kannya, mendokumentasikan, mengembangkan, dan mere-generasikannya dalam perkembangan peradaban global, se-hingga bisa menjadi identitas ke-Madura-an.

Tidak cukup hanya memberi bantuan dana pendidi-kan sesaat, tetapi juga perlu memikirkan memberikan ban-tuan beasiswa secara periodik bagi anak-anak cerdas keluarga ekonomi lemah. Memberikan pendampingan pendidikan bagi lembaga pendidikan yang lemaha secara finansial dan mane-jemen.Membuka pendidikan alternatif – entrepreneurship un-tuk memberdayakan lulusan pendidikan sekolah menengah yang ingin memasuki lapangan kerja.

Hasrat mencapai cita-cita mulia untuk menjadikan Bu-daya Madura sebagai identitas dalam percaturan budaya global membutuhkan ketulusan, lepas dari segala kepentin-gan kecuali hanya untuk pengabdian semata. Pendidikan dan kebudayaan bersangkutpaut dengan akal dan budi, bertalian dengan rasa.

114 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

Jika memang untuk kepentingan pengabdian semata, Aku percaya kelak di kemudian hari, SAI dan Mh Said Ab-dullah dapat menjadi lokomotif yang menggerakkan dina-mika pendidikan dan kebudayaan lokal di tanah Madura ke ranah yang lebih luas di dunia Internasional. Memberdaya-kan masyarakat Madura menjadilebih bermartabat.Semoga,

***

115TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Pengantar

Dalam website pribadinya atau www.saidabdullah.info, MH Said Abdul-lah mengutip pernyataan bung karno

“berikanlah aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikanlah aku 1 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.” Secara semiologis, pesan yang ingin disampai-kannya adalah melakukan sebuah perubahan besar bagi sebuah kehidupan dalam satu ko-munitas atau lingkungan tertentu tidak mesti harus dilakukan oleh banyak orang, namun bisa dari sedikit orang. Terlepas dari hal terse-but, perubahan itu muncul karena adanya se-buah semangat, keinginan, motivasi diri dan kehendak sangat kuat untuk berubah. Tak ada perubahan bila tak ada keinginan untuk berubah. Tak akan pernah ada transformasi diri menuju kehidupan yang lebih baik bila tak ada perencanaan yang matang. Tak akan ada

Oleh: Moh. YaminDosen FKIP Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin.

Menggagas Pendidikan Berlatar Kebangsaan

116 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

cita-cita yang bisa dicapai dengan sedemikian berhasil apabila dalam jiwa tak ada api membara yang bisa membakar kekua-tan serta keberanian diri dalam mengambil sebuah pilihan hidup. Menjatuhkan sebuah pilihan hidup demi masa depan yang lebih baik walaupun itu penuh resiko kemudian harus tetap dijalani apabila menghendaki adanya sebuah transisi dari dunia statis menuju dinamis, dari destruktif menuju kon-struktif dan dari keterbelakangan menuju kemajuan di segala dimensi. Hidup adalah sebuah perjuangan sehingga apa pun harus dilalui. Mengalami masa-masa susah dan penuh der-ita adalah sebuah hal wajar dalam memulai kehidupan. Tak ada keberhasilan tanpa ada masa sulit dan kegagalan. Masa sulit dalam menuju keberhasilan sesungguhnya menjadi me-dia dalam menciptakan masa depan yang lebih bermakna ke depannya. Melukis sejarah masa depan harus dimulai dari lukisan masa kini dan masa lalu. Sejarah masa depan lahir ka-rena sejarah masa kini dan masa silam.

Pembahasan

Membicarakan seorang Said Abdullah tentu membahas peran serta kontribusinya dalam pelbagai sektor terkait den-gan pembangunan kehidupan berbangsa dan bernegara. Said Abdullah adalah seorang wakil rakyat yang tentu mengemban amanat serta tanggung jawab dalam menjalankan kepentin-gan dan kebutuhan rakyat dari Sabang sampai Merauke. Na-mun terlepas dari hal tersebut, menjadi sebuah keharusan bila pembahasan tentang Said Abdullah selanjutnya dikerucut-kan kepada kiprahnya sebagai wakil rakyat yang berasal dari Madura Jawa Timur dan apa saja yang sudah dilakukannya untuk kepentingan warga Madura dalam rangka memenuhi hajat hidup orang banyak. Menurut pemaparan seorang te-man, Said Abdullah pernah memberikan bantuan dana pen-

117TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

didikan kepada beberapa sekolah di Sumenep. Bahkan di beberapa tempat di kota dan kabupaten se-Madura, Said Ab-dullah juga memberikan bantuan pendidikan baik dalam ben-tuk dana maupun barang yang kemudian diarahkan untuk pembangunan pendidikan.

Yang menarik untuk dibahas selanjutnya adalah terny-ata apa yang dikehendaki dalam pemikiran dan pandangan seorang Said Abdullah adalah bahwa pendidikan merupakan sebuah hal niscaya untuk digelar dengan sedemikian konkret dan praksis. Berbicara pendidikan kemudian diarahkan pada bagaimana mengentas kemiskinan pendidikan, bagaimana memberikan pencerahan kepada masyarakat, dan bagaimana membangun sebuah landasan berpikir yang terbuka dalam mengikuti perkembangan kehidupan di pelbagai sektor. Men-gutip pendapat Drikayara, pendidikan memiliki tujuan guna memanusiakan manusia muda, yang disebut homonisasi dan humanisasi. Lebih tepatnya, manusia dipimpin dengan cara sedemikian rupa supaya ia bisa berdiri, bergerak, bersikap dan bertindak sebagai manusia. Sehingga ia kemudian me-miliki kebudayaan yang tinggi. Bila hal tersebut dikontek-stualisasikan dengan kiprah Said Abdullah dalam dunia pen-didikan, maka sesungguhnya mimpi Said adalah bagaimana setiap anak negeri di Madura memiliki cara berpikir yang ter-buka sekaligus konstruktif.

Setiap kehidupan harus dipandang secara penuh den-gan pertimbangan dan kebijaksanaan. Apa yang menjadi keharusan untuk dilakukan dalam rangka memberikan pen-didikan yang terbaik untuk anak-anak di Madura kemudian bisa dipraksiskan dengan sedemikian rupa. Said sesungguhn-ya mencoba melakukan tawaran-tawaran gagasan konkret dalam sebuah proses berpendidikan yang berkemanusiaan. Dia menghadirkan dirinya sebagai sosok yang berusaha

118 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

sekuat mungkin mengarahkan setiap anak-anak negeri di Ma-dura untuk bisa menjadi dirinya yang berdaulat.

Mochtar Buchori seorang pengamat pendidikan men-gatakan bahwa pendidikan adalah sebuah aset dan modal di masa depan. Pendidikan adalah sebuah investasi jangka pan-dang untuk memberikan sebuah pelayanan pencerahan sebab dengan pendidikan yang didapat, setiap anak negeri kemu-dian bisa merancang dan memprogram apa yang seharusnya dikerjakan di masa depan. Pendidikan sebenarnya berjalinke-lindan dengan semangat universal untuk menumbuhkan dan membangun kesadaran diri untuk bisa bertahan hidup seka-ligus selanjutnya melangsungkan sebuah kehidupan yang lebih baik ke depannya. Pendidikan, menurut Paulo Freire tokoh pendidikan asal Saulo Paulo Brazil, merupakan sebuah alat membangun kesadaran kritis yang awalnya berupa kesa-daran magis dan naïf. Kesadaran magis adalah sebuah ben-tuk kesadaran yang menafikan kehidupan sekitar, menerima sesuatu yang sudah given dan kemudian tidak memiliki ke-inginan sama sekali untuk mau berubahnya.

Kesadaran magis merupakan bentuk ketidakbisaan un-tuk keluar dari sesuatu yang sudah mapan karena ketidak-mampuan orang bersangkutan dalam berbuat sesuatu. Kesa-daran magis adalah sebuah kesadaran yang tak berkekuatan sebab tak ada yang bisa menggerakkan dirinya untuk berger-ak. Sementara kesadaran naïf adalah sebuah kesadaran yang sudah mengerti bahwa dirinya berada dalam lingkungan yang tidak sehat, akan tetapi orang bersangkutan tidak me-miliki inisiatif sama sekali untuk melakukan satu perbuatan untuk merubah keadaan. Dia sadar atas satu keadaan yang keliru dan salah, akan tetapi belum bisa melakukan sesuatu yang bermakna untuk dirinya. Dia sadar bahwa kehidupan yang melingkupinya adalah sebuah keadaan yang tidak men-

119TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

dukung pembangunan kehidupan yang lebih baik, akan tetapi dirinya tak mampu bersikap peduli kepada lingkungannya.

Sedangkan kesadaran kritis adalah sebuah keadaan kesadaran yang sudah membuka dirinya untuk melakukan lompatan-lompatan gagasan serta perbuatan yang kemudian dapat diarahkan untuk memperbaiki kehidupan. Kesadaran kritis ditempatkan dalam satu kedudukan untuk membuka ruang komitmen dan kehendak dalam melakukan kerja-kerja yang membumi, merubah keadaan stagnan menuju kontsruk-tif dan lain seterusnya. Kesadaran kritis adalah langkah diri yang berlandaskan kepada satu keinginan besar untuk berbuat yang terbaik bagi kepentingan bersama di atas segala-galanya. Kesadaran kritis ibarat pijaran api yang membara dan siap mem-bakar setiap keinginan seseorang dalam melakukan sesuatu. Dengan kesadaran kritis itulah, setiap manusia mampu bekerja atas nama kemanusiaan dan pembangunan kemanusiaan.

Said Abdullah dalam konteks pendidikan Madura ten-tunya berkeinginan kuat agar bantuan pendidikan dalam segala bentuk itu bisa dimanfaatkan sebesar-besar kemakmu-ran warga Madura. Peningkatan mutu kehidupan warga Ma-dura harus dimulai dari peningkatan dan perbaikan kualitas pendidikan warga Madura. Pasalnya, di sinilah sebuah ger-bang utama dalam memperjuangkan nasib kehidupan warga Madura. Kaisar Meiji di Jepang pernah mengatakan ketika Nagasaki dan Hiroshima dibom-atom oleh Negara Sekutu, maka yang ditanyakan pertama kali adalah berapa jumlah guru yang tersisa. Poin mendasar yang kemudian bisa ditarik benang merah adalah pendidikan sebagai alat merubah mind-set masyarakat adalah sebuah keniscayaan. Merubah bangsa tentu harus dilakukan melalui pendidikan sebab dengan pen-didikanlah, nasib sebuah bangsa akan mengalami perubahan yang lebih bermakna.

120 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

Perubahan bangsa adalah gerakan menuju sebuah pem-baharuan dan pembaruan. Perubahan bangsa kemudian ber-bicara tentang bagaimana tatanan kehidupan dalam sebuah lokasi tertentu dikemas dengan sedemikian rupa sesuai den-gan cita-cita yang diharap-diimpikannya. Perubahan bangsa tentu lebih dekat kepada bagaimana keadaan bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan kepentingan yang dapat mendukung kehidupan warga setempat untuk berkembang, maju, ber-daulat dan bermartabat. Perubahan bangsa adalah masa dan alam baru yang dapat membuka harapan mulia dan agung dalam mencapai cita-cita ideal. Perubahan bangsa menuju satu babak baru yang baik dan kondusif dibangun atas dasar praktik keberkehidupan yang penuh dengan api pembangunan.

Madura Kaya Potensi

Pulau Madura sesungguhnya menjadi bagian tak ter-pisahkan dari Jawa Timur secara yuridis formal, namun masih ada sebuah pandangan umum di tengah publik bahwa Madura tetaplah Madura dan Jawa Timur tetaplah Jawa Timur. Dalam sebuah penjabaran yang lebih luas dan mendalam, masyarakat umum memandang bahwa Madura disebut bumi yang gersang dan tandus dengan cuaca yang cukup panas. Tanahnya tidak produktif. Terlepas dari hal tersebut, ada nilai universal yang dapat diperbincangkan lebih tajam bahwa warga Madura memiliki semangat hidup yang tinggi dalam menjalani kehidupan. Di balik kegersan-gan dan ketandusan serta cuaca yang menyengat, warga Madura pantang menyerah dalam menjalani kehidupan dan hidupnya. Mereka selalu kaya akan inovasi dan krea-tivitas diri tentang bagaimana harus menapaki kehidupan yang lebih baik ke depannya.

121TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Mereka mempunyai semangat juang yang tinggi dalam meningkatkan kualitas hidupnya. Oleh sebab itu, nilai terse-but tentu sangat mendukung warga Madura dalam melaku-kan aktivitas pendidikannya dalam rangka aktualisasi dan pengembangan diri. Model pendidikan yang kemudian da-pat dikembangkan dalam memberdayakan warga Madura adalah bagaimana setiap potensi di masyarakat setempat dapat dikembangkan dengan sedemikian rupa. Pendidikan kemudian menggerakkan setiap perubahan cara berpikir dan bergerak. Pendidikan menjadi sebuah landasan hidup bagi warga Madura dalam rangka memberikan kontribusi baru dan brilian. Pendidikan selanjutnya ditempatkan dalam kon-teks memanusiakan warga Madura agar berbudaya.

Pendidikan menjadi sebuah alat membangun jati diri agar warga Madura kemudian bisa beradab dan berkemanusiaan sekaligus memiliki keberdaulatan di depan yang lain dan sesa-ma. Oleh karenanya, pendidikan menjamin setiap hak warga Madura dalam berproses menuju satu bentuk kehidupan yang lebih baik dan bernilai. Pendidikan mengejewantahkan seman-gat dan nilai reformatif dalam membangun satu konteks pem-bangunan kemanusiaan. Dalam pendidikan yang dianyam dan dilaksanakan oleh setiap warga Madura, maka mereka kemu-dian bisa melakukan pelbagai aktivitas yang menguntungkan diri dan lingkungannya. Sebagai manusia yang lahir dan dibe-sarkan di Madura, tentu manusia Madura bisa menjadikan daer-ahnya sebagai lingkungan yang bersahabat dan penuh dengan kebaikan. Madura sebagai tempat bagi manusia Madura dalam berproses selanjutnya melahirkan gagasan dan pemikiran besar yang dapat membesarkan daerah bersama dirinya di hari esok. Madura sebagai sebuah ruang dalam berhabitus, mengutip pen-dapat Pierre Bourdieu, tentu mendapatkan sebuah pengalaman baru yang bernilai kebaikan dan kemanfaatan yang bisa meng-hidupkan Madura dan sekitarnya.

122 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

Dalam konteks seperti inilah, seorang Said Abdullah bermimpi besar agar Madura menjadi sebuah daerah yang besar dengan pembangunan sumber daya alam yang dimi-likinya. Keterbatasan sumber daya alam walaupun tidak se-produktif di tanah Jawa tetap mampu menghidupkan warga Madura di masa depan. Madura menjadi sebuah daerah yang sangat luar biasa kaya akan potensi lokal untuk selanjutnya dikembangkan dengan sedemikian rupa. Berbicara tentang potensi Madura kemudian mengilustrasikan sebuah penjela-san terang benderang bahwa Madura sesungguhnya meny-impan banyak emas tak terlihat. Emas tak terlihat tersebut adalah tentang kekuatan sangat luar biasa manusia Madura dalam melakukan eksplorasi diri demi pengembangan diri.

Manusia Madura adalah manusia tangguh yang tak pernah berhenti berjuang, melangkah dan bergerak. Manusia Madura adalah manusia yang dibekali dengan keinginan diri untuk selalu melakukan proses diri agar menjadi lebih baik. Manusia Madura adalah manusia yang mempunyai karakter diri yang kuat dan kokoh. Oleh sebab itu, ketika manusia Ma-dura belajar, mereka tentu memiliki keinginan sangat tinggi untuk berjuang keras demi perubahan hidup yang lebih baik. Pendidikan menurut warga Madura ibarat obor yang akan menyinari perjalanan hidupnya di masa depan. Mereka ber-pandangan bahwa pendidikanlah yang dapat mewujudkan setiap harapannya di hari esok. Pendidikan dipandang seba-gai pisau analisis yang dapat mempertajam harapan-harapan menjadi visi yang visioner dan realistis kelak. Pendidikan ditempatkan sebagai jalan guna memperlancar perjalanan warga Madura.

Dengan pendidikan yang didapatkannya, warga Ma-dura akan menjadi manusia yang berdaulat di kampung hala-mannya sendiri. Mereka menjadi manusia merdeka dengan

123TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

segala bentuk kemerdekaan yang dimilikinya. Sebagai warga yang memiliki cinta kasih terhadap daerahnya, warga Madura kemudian akan bisa memberikan sumbangsih terbaiknya bagi perjalanan Madura di masa depan. Memeroleh pendidikan bagi warga Madura, terutama bagi generasi mendatang mer-upakan sebuah hal niscaya sebab di pundak generasi muda, Madura akan dikelola dengan sedemikian rupa. Madura men-jadi sebuah kawasan khusus yang memberikan angin segar kemajuan bagi kepentingan warga Madura itu sendiri di atas segala-galanya. Madura akan menjadi sebuah tempat yang penuh dengan kemenangan dan kenikmatan hidup tersendiri bagi masyarakat setempat.

Said Abdullah dalam konteks ini ternyata sudah men-coba memprogram sesuatu yang terbaik bagi masa depan Ma-dura ke depan. Program yang dicanangkannya adalah men-jadikan pendidikan sebagai leading sector dalam pembangun peradaban Madura. Peradaban tersebut berkait langsung dengan kualitas hidup manusia. Sesuatu yang bisa disebut berkualitas adalah ketika warganya sudah mampu memilah dan memilih terkait sesuatu yang dijadikan pedoman hidup untuk menaiki kehidupan yang lebih baik. Tentu, dengan pendidikanlah, warga Madura akan mampu menjalani ke-hidupannya dengan penuh kebaikan dan kemanfaatan.

Madura Era Baru

Pasca berdirinya Jembatan Suramadu, Madura kemu-dian dihadapkan kepada satu tantangan baru, yakni siap me-nerima pelbagai budaya dan nilai apa pun yang berasal dari luar. Barangkali publik yang mengenal baik Madura akan memandang pulau Madura sebagai daerah yang sangat aga-mis, memiliki kekentalan agama yang sangat kuat dan sangat

124 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

resisten terhadap budaya-budaya yang dianggap bertentan-gan budaya lokal Madura. Karena dinilai akan merusak ke-budayaan dan kearifan lokal di Madura, menolak kehadiran budaya-budaya yang berasal dari luar Madura kemudian di-lakukan dengan sedemikian rupa. Wajah penolakannya ke-mudian bisa berupa menolak pendirian night club, diskotek dan lain sejenisnya. Persoalannya adalah seringkali yang di-lakukan tersebut terkadang tidak efektif sebab justru semakin menambah persoalan baru. Menarik apa yang disampaikan Jakob Utama, seorang tokoh budayawan, adanya budaya baru yang masuk ke suatu daerah tertentu tidak bisa ditolak keberadaannya.

Semakin ditolak, justru akan semakin kuat untuk memak-sakan diri untuk masuk dan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan warga setempat. Oleh karenanya, kehadiran budaya baru terhadap sebuah daerah dengan kebudayaannya akan tetap saling kawin mengawin sehingga di sinilah yang kemudian disebut transformasi budaya. Sebab utama terjadin-ya transformasi budaya adalah jika berbagai sektor kehidu-pan berada dalam reintegrasi baru, misalnya saja nilai-nilai yang mengalami proses disintegrasi sebagai akibat adanya benturan dengan nilai-nilai baru yang datang dari luar. Ben-turan dengan nilai-nilai baru itu menyebabkan terjadinya ke-budayaan yang kehilangan tautan dengan berbagai sektor ke-hidupan manusia. Di samping disintegrasi, penyebab utama lain transformasi adalah adanya proses pengideologian yang merubah mental kebudayaan lama menjadi kebudayaan baru, di samping terjadinya perubahan dalam sistem pelapisan so-sial, kebudayaan, kekuasaan, pranata nilai, organisasi hingga pertumbuhan ekonomi. Sebab lain dari transformasi budaya adalah hancurnya tata nilai di dalam masyarakat, terjadinya kontradiksi kultural, ‘inkoherensi’ dan ‘inkonsistensi’ dalam berbagai macam perangkat kebudayaan. Sementara Alvin

125TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Toffler membagi tahap transformasi umat manusia menjadi tiga gelombang, yakni (1) revolusi pertanian, (2) revolusi in-dustri dan (3) revolusi informasi.

Apabila dikaitkan dengan masa depan Madura pasca jembatan suramadu, maka penguatan dan pemertahanan nilai-nilai budaya lokal dalam kehidupan warga Madura merupakan sebuah hal niscaya. Pendidikan dalam konteks ini memberikan fondasi sangat kuat dalam mempertahankan nilai-nilai budaya lokal. Seorang MH Said Abdullah berke-hendak tinggi agar pendidikan menjadi piranti lunak dalam membebaskan warganya dari belenggu kepentingan sekto-ral yang kemudian dapat menjerumuskan rakyatnya ke ja-lan yang tidak benar. Sah-sah saja warga Madura kemudian hidup dalam satu dunia yang mengglobal, namun memer-hatikan dan memertahankan budaya lokal sebagai aset pent-ing dalam menjalani kehidupan yang lebih baik ke depannya merupakan sebuah hal maha utama untuk dipraksiskan den-gan sedemikian rupa.

Isjoni mengatakan bahwa pendidikan merupakan inv-estasi masa depan sehingga menjadikan pendidikan sebagai mesin utama dalam membangun bangsa merupakan sebuah hal niscaya. Tentu dalam hubungannya dengan Madura, maka menjadikan pendidikan sebagai investasi jangka pan-jang bagi masa depan Madura merupakan sebuah hal niscaya. Sebab dengan pendidikanlah, kemajuan Madura akan bisa ter-bukti. Dengan kiprah MH Said Abdullah sebagai wakil rakyat di DPR RI asal Madura, maka dia akan membuktikan dirinya sebagai seseorang yang akan bekerja dengan sepenuh hati dan jiwa bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak di Madura.

Hati dan jiwanya adalah Madura sehingga apa pun akan dilakukannya untuk masa depan Madura. MH Said Abdul-lah lahir dan besar di Madura sehingga dia akan memberikan

126 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

yang terbaik untuk Madura. Sebagai putra daerah, dia akan menyerahkan jiwa dan raganya untuk Madura. Setiap detak jantung dan denyut nadi warga Madura, MH Said Abdullah benar-benar sudah mampu mendengar keluh kesah yang di-alami rakyatnya. Setiap hembusan angin yang dihembuskan warga Madura sudah menjadi bagian dari kehidupan MH Said Abdullah sehingga dia tak akan pernah menafikannya sama sekali untuk kepentingan bersama di atas segala-galanya.

Dalam TOR (term of reference) yang ditulis Tim Penyu-sunan Buku Bunga Rampai “Mereka Bicara tentang MH. Said Abdullah” dan kemudian dikirimkan ke saya melalu email, tertulis di halaman pertama dengan mengutip pernyataan Puan Maharani “Beruntung Madura memiliki putra dae-rah seperti Said Abdullah yang bisa menawarkan cara untuk membangun Madura yang modern tanpa harus kehilangan identitas. Sepak terjang beliau di dunia politik daerah mau-pun nasional sudah penuh dengan warna ideologi yang ken-tal”. Sesuatu yang bisa dijabarkan lebih konkret adalah bahwa semangat kerakyatan dengan pola perjuangan untuk rakyat yang dilakukan seorang MH Said Abdullah benar-benar mencerminkan seorang wakil rakyat yang peduli terhadap kepentingan warganya.

Penutup

Membangun pulau Madura dengan pendidikan merupa-kan harga mati. Menempatkan pendidikan sebagai pelindung bagi kehidupan dan keberlangsungan hidup Madura di masa kini serta masa depan merupakan sebuah keharusan. Meran-cang roda kehidupan Madura yang berbasiskan pendidikan penuh keadaban dan peradaban menjadi urgensi yang harus dikerjakan bersama. Kemajuan sebuah bangsa bukanlah di-

127TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

ukur seberapa besar sumber daya alam yang dimiliki dan se-berapa banyak jumlah penduduknya, akan tetapi bagaimana masyarakatnya mampu hidup dengan kualitas yang baik dan mapan. Kualitas hidup tentunya dapat dicapai dengan se-demikian rupa ketika masyarakatnya sudah berpendidikan. Pendidikan kemudian tidak sebatas diukur dalam kacamata formalitas, namun bagaimana cara berpikir, cara bersikap, cara bertindak dan cara membaca setiap fenomena kehidu-pan di sekitarnya kemudian bisa diamati secara kritis serta transformatif. Pendidikan bukan semata berdekatan dengan angka-angka di atas kertas ketika mengukur sebuah kemam-puan atau kapasitas tertentu. Pendidikan berjalin kelindan erat dengan bagaimana masyarakat bisa menjadi tercerahkan dan selanjutnya memberdayakan setiap potensinya agar bisa memberikan kemanfaatan bagi diri dan sekitar.

Sebuah ukuran kemanfaatan adalah tidak menguntung-kan secara sepihak, namun semua pihak. Terlebih lagi, menja-ga budaya setempat agar tidak tergerus dan kemudian digeser oleh budaya-budaya baru yang menghilangkan budaya se-tempat kemudian merupakan sebuah hal niscaya. Masyarakat Madura tentunya harus tetap hidup dalam budayanya sendiri kendatipun sudah melebur dengan dunua global. Warga Madura perlu berada dalam bingkai kebudayaan dan tradisi yang sudah sekian lama terpelihara dan terawat dengan baik di lokalitasnya. Seorang MH Said Abdullah kemudian me-nawarkan sebuah perspektif pendidikan yang mencerahkan warga Madura agar bisa menjadi warga yang maju dalam kehidupan global, namun tetap berakar kuat dalam budaya serta tradisi yang sudah ada dari nenek moyangnya.

***

128 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

129TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

BAGIAN TIGA

BUDAYA

130 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

131TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Terasa agak sedikit beku dan kaku je-mari saya ketika harus menulis tentang sosok serta sepak terjang seorang politisi

(baca: MH, Said Abdullah) apabila harus me-natapnya lewat cermin kebudayaan, sebab terasa terngiang dalam pikiran ini ucapan salah seorang teman yang entah mengutip dari mana “Allahumma min sasa yaasusu siasa-tan…” tapi tak apalah, sebagai sebuah bentuk silaturrahim kebudayaan paling tidak biar ter-jadi persentuhan “ruh” dengan sosok seorang MH. Said Abdullah yang saya kenal walaupun tidak seakrab yang disangka banyak orang.

Meski tidak sama persis dengan adagium soal pembicaraan yang tak berkesudahan, teta-pi sangat mirip dan nyaris tak beda saat berbi-cara tentang kebudayaan Madura. Meski Ma-dura secara geografis tidak begitu luas, namun kebudayaan yang dimilikinya sangat banyak.

Oleh: Ibnu HajarBudayawan dan Penyair Madura

Aku Lirik Dalam Prosa MH. SAID ABDULLAH

. .……….mari kita berduga

bahwa getar semesta mengalir dalam darahnamun tangis itupun tak habis juga dari keheningan

cinta….

132 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

Melukis langit biru pada malam hari dengan jutaan bin-tang, kadang kegelisahan pun teranyam bersama jeritan yang memanggil-manggil kegaibannya sediri. Dan, Said Abdullah tak berani saya sebut seekor Rajawali yang mencoba mem-bawa lengkingan malam,

Berbarengan dengan kayanya kebudayaan yang di-miliki madura, dalam fenomena yang berkembang Madura juga tidak lepas dari stereotype yang dilekatkan. Misalnya dikesankan sebagai orang yang egois, ingin menang sendiri, bahkan disimplifikasi sebagai tukang carok yang selalu me-nyebarkan kekerasan. Tapi, mungkinkan langit bisa terlukis dari segenggam harap yang hanya lewat ukiran di atas air. Meski stereotype yang seringkali mereka gunakan, tidak se-muanya benar. Atau inikah ruang indah itu yang selama ini lekat dalam asa kita…?

Hal ini tentu perlu dibincang secara kritis dan arif agar kehadiran modernitas dengan sains dan teknologinya, lebih-lebih kepentingan politik, “misalnya ?” bisa berdampak positif bagi atmosfir kebudayaan madura, yang dapat men-gantarkan menuju kehidupan lebih bermakna bagi Madura sendiri, bangsa dan umat manusia secara keseluruhan.

Kehadiran seorang MH. Said Abdullah dengan mimpi indahnya tentang Madura terasa begitu urgen atau (mung-kin) sama sekali tidaklah begitu penting, karena modernisasi yang saat ini menampakkan diri melalui globalisasi dengan segala dampak yang dibawanya tidak selalu berwajah ramah dan bermanfaat positif bagi manusia dan kehidupan. Sebab manusia yang ada dibelakang modernitas memiliki peran sig-nifikan untuk menentukan wajah dan dampak modernisasi. Oleh karena itu, upaya penyikapan dan pemahaman dalam modernitas dan globalisasi dengan segala proyek dan kegia-tan yang mengekornya, selalu membingkai upaya pencarian

133TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

kebijakan yang tepat untuk menjadikan orang Madura seba-gai salah satu subyek dapat tergambar dengan jelas.

Karena itu persoalannya bukan lagi apakah moderni-tas akan ditolak atau deterima, tetapi bagaimana modernitas disikapi, dimaknai, dan dikembangkan dalam kehidupan. Se-hingga, apa yang telah menjadi identitas awal orang Madura, tidak tercerabut dan terwarnai dengan warna identitas kebu-dayaan lain. Di sinilah kehadiran seorang MH. Said Abdullah yang saya kenal meski tidak begitu akrab, tidak bermain-main dengan sumur kebudayaan Madura yang telah membesar-kanya secara fisik walaupun tidak seutuhnya secara ideologis, walaupun dalam hal ini saya masih mengingat ucapan Fou-cold …”kebenaran tidak terletak di awal atau di akhir tetapi pada keseluruhan”.

Upaya penyikapan tersebut sangat mendesak, karena modernitas dengan aktor-aktornya, dasar utamanya rasion-alisasi politis menampakkan diri dalam dua aspek yang ber-seberangan; di depan berwajah malaikat penolong, tapi di bagian belakang menjadi setan yang mengerikan. Memodifi-kasi ungkapan Armstrong (2000:366), budaya modernitas je-las telah memberdayakan manusia, membukakan dunia baru, memperluas horizon manusia, dan memberikan kemampuan kepada sebagian mereka untuk hidup lebih berbahagia dan lebih sehat. Namun pada saat yang sama, budaya modern dengan selaksa ideologi politisnya juga memaksakan tuntu-tan yang serba sulit kepada manusia.

Bayang-bayang impian yang terbangun ini bisa jadi akan hadir memperteguh proyek “politik budaya atau budaya poli-tik” dengan dampaknya yang bersifat ganda pula. Sebagai manusia biasa, selain telah memberikan banyak sumbangan positif bagi kehidupan dan kebudayaan, dalam banyak hal ia mengalami amnesia sehingga membawa dampak negatif atau

134 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

sebaliknya semoga saja positif. Amin…

Tiba-tiba pikiran naif saya muncul saat menulis tulisan ini, dan teringat tulisan Jap Fu Lan (2003:33) dalam praktikn-ya, ia justru mengabaikan realitas partikularitas dan memak-sakan homogenitas budaya. Dengan demikian, identitas bu-daya, etnis, dan sebagainya terancam oleh bentuk imperialism budaya dari kelompok yang menguasai dan mengendalikan modernitas dan globalisasi. Orang dan kelompok yang perta-ma kali menjadi korban adalah mereka yang tidak akrab dan tidak menguasai ikon-ikon modernitas tersebut.

Sangat berlebihan mungkin kalau dalam tulisan ini ke-hadiran dan jeritan MH. Said Abdullah tentang kebudayaan madura, saya coba kawinkan dengan teriakan Al-Jabiri (1997:141) globalisasi (politis) bisa menjadi proyek penye-barluasan kemiskinan karena paradigma yang dianut ada-lah menghasilkan sebanyak mungkin produk, tapi dengan sesedikit mungkin pekerjaan. Wah… bisa jadi kawin paksa namanya…

Platfom kebudayaan dalam bingkai politik lebih-lebih di tangan politisi dari saat ke saat mereduksi kekuatan politik ne-gara, apalagi yang bersifat lokal dan sejenisnya. Tanpa respon yang tepat, dampak negatif globalisasi akan terus menggurita tanpa dapat dihentikan lagi oleh siapapun juga, termasuk ne-gara. Dalam konteks ini, setiap kebudayaan yang ada, selalu dibayang-bayangi ancamannya.

Ancaman tersebut tentu bukan bersifat harga mati. Se-mua itu sangat tergantung kepada manusia yang ada dan terlibat di belakangnya. Modernitas dan globalisasi akan bermetamorfosis menjadi peluang untuk pengembangan kesejahteraan kehidupan manakala orang, komunitas, dan masyarakat memiliki visi dan komitmen kuat dalam pengem-

135TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

bangan nilai-nilai luhur agama, kemanusiaan universal, bu-daya dan tradisi luhur. Seperti yang coba dilakukan MH. Said Abdullah, salah seorang warga Madura yang mencoba peduli terhadap kebudayaan tanah kelahiranya. Pada saat yang sama dia juga memiliki akses yang luas untuk masuk ke pusaran globalisasi dan modernitas dan mampu menguasainya.

Konkretnya, pencapaian ini mengandaikan adanya ma-nusia yang memiliki moral yang tinggi dan sekaligus kemam-puan pengetahuan dan penguasaan ketrampilan memadai, serta wawasan yang luas. Dalam konteks itu, kita perlu meli-hat kesiapan-tidaknya masyarakat Madura termasuk saya dan MH. Said Abdullah untuk menjadi manusia-manusia semacam itu yang mampu menjadikan globalisasi dan moder-nitas sebagai peluang sebesar-besarnya bagi pemberdayaan dan kemajuan kebudayaan Madura dalam berbagai aspeknya.

Terlepas dari stereotyping yang sering bahkan selalu “memojokkan” orang Madura (saya kok jadi egois….), pada satu sisi, mereka sebenarnya memiliki tradisi dan budaya luhur yang secara substantif kompatibel dengan kehidupan kontemporer. Namun pada sisi yang lain, realitas menunjuk-kan, mereka juga terbebani dengan sejumlah sikap dan per-ilaku yang asimetris bukan hanya dengan modernitas, tapi juga dengan substansi kehidupan itu sendiri dan nilai-nilai agama yang mereka anut.

Meminjam hasil penelitian Rifai (2007:201) menyebut-kan, orang Madura memiliki beberapa pembawaan yang sejatinya berpijak pada nilai-nilai adiluhung. Di antaranya adalah tanggap, ulet, berkewirausahaan, ketualangan, serta hemat dan cermat. Seiring itu, mereka juga tulus setia dan me-miliki keterkaitan “kuat” dengan agama. Namun di samping itu orang Madura juga memiliki kecenderungan atau pem-bawaan yang bisa berdampak pada sikap dan perilaku yang

136 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

bisa menyisakan persoalan bagi mereka sendiri atau orang dan kelompok lain. Misalnya mereka memiliki kecenderun-gan kepada individualisme, keras kepala, dan pemberani.

Terlepas dari itu semua, selama ini kehadiran MH. Said Abdullah bagi Madura, tidak hanya mengusung kepentingan politiknya (maaf Bang Said..) tetapi juga bisa merangsang kepedulian semua pihak menyatakan “bersalah” dengan tel-ah menghianati kebudayaan Madura, bukan saja sebagai aset, tapi juga sebagai falsafah pegangan hidup orang Madura. Dalam kondisi seperti ini, masyarakat perlu diingatkan kem-bali bahwa kebudayaan Madura merupakan manifestasi dari gelora kehidupan masyarakat yang cerdas dan dinamis. Dan nilai-nilai kearifan lokal, menjadi wilayah yang perlu menda-pat perhatian serius dan perlu direvitalisasi sesuai dengan ke-butuhan perkembangan.

Bang Said. ia selalu gelisah merevitalisasi budaya lokal dengan segala kegiatan masyarakat yang memungkinkan mampu menjawab tantangan zaman, tantangan hidup hari ini dengan menjadikannya sebagai indikator penakar untuk me-manusiakan manusia Madura.

Dalam transformasi budaya global yang kemudian mulai bersentuhan dalam tatanan kehidupan masyarakat Madura; infrastruktur budaya yang bergerak melalui berbagai aktifitas masyarakat telah menjadi wilayah yang kurang menguntung-kan bagi kepentingan fenomena budaya Madura. Hal ini lan-taran sendi-sendi budaya yang telah menjadi bagian penting tersebut, telah mengubah image masyarakat Madura sampai pada wilayah struktur sosial dan pola hubungan sosial.

Struktur sosial yang dibentuk oleh berbagai status in-dividu di dalam hierarki prestise dalam suatu masyarakat, tampaknya sangat kuat pengaruhnya terhadap fenomena bu-

137TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

daya Madura sendiri. Karena status individu tidak terlepas dari peran dan fungsinya bagi masyarakat Madura, dan pada gilirannya, keterikatan peran sebagai pola kebutuhan-kebutu-han, tujuan-tujuan, keyakinan, kepercayaan, sikap, perasaan, nilai, tingkah laku yang oleh anggota masyarakat tampaknya telah menjadi ciri dan sifat individu yang menduduki posisi tertentu. Karena status dan peran ternyata saling mempen-garuhi.

Saya menangkap mungkin muncul sebentuk kegeli-sahan imaji ketika seorang MH. Said Abdullah berada pada sebuah ruang politis (barangkali) terpanggil untuk merevital-isasi budaya menjadi lebih penting dalam mengembangkan strategi perkembangan, sehingga nantinya diharapkan pen-empatan posisi budaya Madura bukan sekedar menjadi wa-cana dalam perbincangan sesaat, tapi bagaimana menguatkan apresiasi terhadap pemaknaan budaya menjadi “roh” keseja-rahan perkembangan masyarakat.

Akankah lanskap madura melintasi derap waktu di antara terpaan ombak dan angin dari perjalanan mimpi ten-tang bukit-bukit kapur atau hanya seutas warna yang mung-kin saja tidak berarti apa-apa ? inilah yang sering terlihat dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat Madura, baik yang bermukim di Pulau Madura, maupun yang berte-baran sekitar pesisir Pulau Jawa. Sebab saat memaknai kebu-dayaan masih dipahami sepotong-sepotong, sehingga kerap menafikan arti perkembangan. Dalam kondisi semacam ini, perlu dilakukan pemberdayaan agar pesan-pesan yang in-gin disampaikan supaya cepat ditangkap, gampang dicerna, mengingat penafsiran budaya daerah sangat diperlukan.

Mungkin bagi MH. Said Abdullah dan semua orang termasuk saya, telah merasakan, bahwa masuknya bentuk-bentuk budaya baru beserta nilai-nilai baru yang ditawarkan

138 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

atmosfir politik, baik yang masuk lewat keterbukaan dan si-kap akomodatif masyarakat sendiri, maupun yang “membon-ceng” praktek-praktek distorsi budaya, atau telah menimbul-kan berbagai perubahan dan pergeseran nilai di masyarakat Madura. Skularisme, materialisme, snobbisme, hedonisme, dan permisifisme tumbuh dimana-mana menjadi berhala-berhala baru yang hidup dalam diri “manusia-manusia ma-dura”. Bahkan semangatnya merambah ke wilayah struktur masyarakat sampai pada titik yang memperihatinkan.

Dalam keadaan demikian, diantara kekhawatiran, kece-masan dan pesimisme semacam ini, muncul gagasan dari kalangan yang menyebut dirinya “kawula muda” untuk mengaktualkan posisi kebudayaan Madura dalam porsi se-benarnya, melalui bahasa Kongres Kebudayaan Madura yang digagas MH. Said Abdullah (9-11 Maret 2007). Bang Said….apakah Kongres Kebudayaan akan melahirkan instrumen untuk membangkitkan semangat berbudaya bagi masyarakat Madura?. Atau sekedar meramaikan suasana untuk menda-patkan applause wilayah kepentingan? Atau bisa jadi seba-gaimana banyak dihawatirkan tak lebih dari basa-basi dalam konsumsi ceremonial atau politis…?

Lepas dari konteks persoalan-persoalan yang terjadi saya merasa sedikit bisa bernafas lega saat ada geliat membin-cang tentang persoalan kebudayaan Madura, sebab, persoalan kebudayaan Madura, adalah persoalan masyarakat Madura. Entah sejak kapan persoalan-persoalan ini dimulai. Yang je-las, tanda-tanda ini terjadi ketika pola pikir masyarakat mu-lai menemukan “bentuk baru” dalam memaknai kebudayan modern. Pikiran-pikiran modern yang demikian gencarnya menyusup dalam pemaknaan budaya, yang pada gilirannya mereka mampu menciptakan dunia baru yaitu “budaya baru” dengan pengertian sempit.

139TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Ironisnya, kecenderungan ini cukup meluas dihampir seluruh segmen masyarakat, baik di wilayah perkotaan mau-pun pedesaan. Akibatnya pemaknaan kebudayaan (budaya) dipandang sebagai kata benda; secara fisik. Misalnya, ketika membicarakan budaya daerah, – seni tradisional misalnya -, yang ada dan berkembang di masyarakat Madura, perhatian-nya lebih tertuju pada bentuk-bentuk pertunjukan kesenian atau bentuk aktifitas masyarakat dalam sebuah prosesi per-gelaran seni budaya. Perhatian ini tampaknya memang tidak salah, tetapi tidak lengkap tanpa dipahami substansi dari ak-tifitas tersebut. Substansi dari sebuah gerakan kesenian, mis-alnya, keinginan untuk mendapatkan “sesuatu” dari sebuah pertanyaan dan pernyataan diri tentang hakikat manusia hubungannya dengan manusia, hubungannya dengan alam dan hubungannya dengan Sang Pencipta, (walaupun juga tidak bisa dipungkiri ada keuntungan “politis”…..).

Sandaran warga komunitas, terutama lapisan bawah dan paling bawah merupakan yang merupakan mayoritas masyarakat, merupakan dasar piramida tatanan masyarakat. Namun usaha memberdayakan lapisan dasar piramida masyarakat, rasanya akan mengalami persoalan bila meng-abaikan unsur-unsur kebudayaan yang sangat beragam. Karena pada kebudayaan lokal terdapat unsur komunikasi, mobilisasi, partisipasi dan kontrol, budaya lokal juga ber-hubungan langsung dengan kemungkinan-kemungkinan un-tuk merebut kembali hak tuan atas nasib sendiri dan daerah sebagai suatu ruang lingkup kehidupan bersama.

Yang dipertanyakan sekarang, seberapa jauh apresiasi masyarakat sebagai pendukung kebudayaan lokal?. Kenyat-aan yang tidak dapat dipungkiri, dalam memahami dan men-gapresiasi kebudayaan lokal dari generasi pendahulu masih mengimpikan masa keemasan masa lalu. Sementara generasi

140 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

80-an sampai sekarang, mulai berkurang dan bahkan nyaris tidak mempunyai kegandrungan terhadap kebudayaan lokal. Mereka kurang tertarik dan enggan mengapresiasinya, ka-rena apa yang dilihat diasumsikan sebagai aktifitas keterb-elakangan, kolot dan barangkali tidak memihak pada suatu kepentingan dalam kancah pergaulan. Sedikit sekali yang mau memahami dan mengapresiasinya. Inilah yang barang-kali terlipat di antara tikar pandang yang selama ini Said any-am dalam gelegar semesta.

Banyak hal yang menjadi penyebab melemahnya pema-haman dan apresiasi masyarakat terhadap budaya lokal (dae-rah), antara lain, yang utama sistem pendidikan nasional tidak memberi peluang cukup pada anak didik untuk men-gapresiasi dan mengembangkan budaya sendiri. Kemudian lembaga-lembaga masyarakat tradisional perannya tidak lagi berfungsi, dan sudah diambil alih oleh pemerintah, melalui konsep barunya, yaitu sekedar untuk merealisasikan anggaran-anggaran sesuai dengan tupoksi (atau apapun namanya) yang penampakannya cenderung memihak pada kepentingan sesaat.

Demikian pula tampaknya para seniman dan budayawan Madura, peran dan fungsinya tidak lagi efektif, mereka lebih sibuk membangun fasilitas diri dari pada fasilitas sosial dan moral. Pembabtisan diri title “budayawan” (palat “merah” atau “kuning”) tanpa diimbangi dengan realitas yang kemu-dian dengan berhadap ditokohkan sebagai orang pertama di masyarakat cenderung menjadi kebanggaan diri dalam design seremonial. Akibatnya peluang dalam membangun kekuatan budaya lokal telah terjadi tarik ulur; siapa yang dikuasi dan siapa yang menguasai.

Dari persoalan tersebut, akibatnya yang terangkat ke permukaan justru cenderung pada budaya material, semen-tara yang moral dan spiritual yang menjadi substansi dari

141TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

sebuah kebudayaan kurang dan hampir tidak mendapat per-hatian. Anehnya, arus bawah yang menjadi kekuatan sentral menerima begitu saja tanpa prasangka, apalagi ditambah bu-daya import yang demikian gencar dari proses globalisiasi. Segala model “yang baru” semakin menjadi idola, sedang “yang lama” diberangus begitu saja.

Sebagai kata, atau bahkan bisa disebut sebagai sebuah konsep, “pelestarian” menjadi pernyataan klasik. Namun sebagai sebuah konsekuensi, selanjutnya “mengapa” bisa menuntun menjadi pertanyaan baru: “bagaimana keadaan (budaya) kita sekarang?”. Jadi, letak pentingnya pelestarian budaya antara lain, justru terdapat pada fungsi memulih-kan kembali ingatan kolektif, agar dapat mengisi kekosongan yang ditimbulkan oleh lupa. Melalui kegiatan pelestarian ini, yaitu melalui pendaftaran kembali “peritiwa-peristiwa masa lampau” yang dimiliki oleh masyarakat, dapat dibaca ke-mungkinan-kemungkinan untuk dijadikan acuan dan dihara-pkan menjadi representasi peristiwa budaya. Pelestarian akan menjadi penting, ketika “sesuatu yang hilang dan terlupakan” sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat selanjutnya.

Keragaman inilah yang menyebabkan terjadinya dialog budaya serrta sebagai “bekal” dan bekerja bagi budaya dunia. Karena keragaman merupakan sebuah keberuntungan dan keindahan. Dunia yang menyusut menjadi “sebuah desa ke-cil” ini juga menuntut agar tidak berhenti dan memang tidak bisa berhenti pada usaha-usaha pelestarian semata. Pelestar-ian hanya sebuah langkah awal untuk memulihkan ingatan dan ayunan langkah pertama guna melahirkan “budaya baru” kekinian yang tanggap zaman. Jika berhenti (dihenti-kan) hanya pada usaha pelestarian sama halnya dengan me-muja masa lalu dan tidak menutup kemungkinan akan diting-galkan oleh waktu.

142 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

Perjamuan senja kadang melahirkan harapan dari had-irnya warna baru dari sapaan matahari, Said yang saya lihat dalam hal ini mencoba menunggang sapi karapan dengan teriakan demi teriakan namun mungkin saja atau semoga saja tidak terlalu bersyahwat untuk mengendalikan laju sapi kara-pan yang berlari kencang.

Dengan demikian angkatan hari ini tidak menjadi ang-katan lepas akar atau angkatan kosong. Jika terhenti hanya sebatas pelestarian dan menganggap seni tradisi sebagai buah karya angkatan-angkatan sebelumnya, maka dihawatirkan komunitas masyarakat akan hidup menyeret diri mundur ke masa silam sehingga kian tergenang di lumpur keterpuru-kan total. Dengan menganggap budaya silam itu yang paling sempurna dan berlaku di segala jaman. Dari sinilah mimpi tentang masa lalu tetap terlukis tapi tidak untuk masa depan.

“Al-muhafadhatu ‘ala qadimis shalieh, wa al-akhdzu bi al-Jadidil ashlah” (atau dalam bahasa saya : menggenggam kenyataan dari bias mutiara purba namun makin gelisah men-dulang gemerlap intan di setiap detak waktu) Kenyataannya, karya-karya budaya masa silam tidak semuanya tanggap za-man dalam artian mempunyai daya guna untuk memecahkan masalah-masalah kekinian. Karena itu ia patut ditepis mana yang tanggap dan mana yang sudah kedaluarsa. Yang keda-luarsa cukup catat saja menjadi sejarah, simpan di museum sebagai perbandingan dan pelajaran, sebagai bagian dari seja-rah dari mana kelak bisa melihat perkembangan diri sebagai suatu komunitas. Untuk menilai kedaluarsa tidaknya suatu hasil budaya, tentu yang jadi ukurannya adalah kemampuan nilainya menjawab tantangan hari ini.

Suatu penampilan bentuk sampai hakikat sehingga bisa menyebutnya tanggap atau tidak, tentu perlu perangkat yang seimbang, perlu analisis dan kajian tingkat relevansinya, se-

143TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

hingga nantinya dalam menentukan sikap budaya, tidak terperangkap sikap apriori. Contoh misal; falsafah (budaya): bapa’ babu’ guru rato dapat dipahami sebagai wilayah yang disakralkan, karena didalamnya banyak mengajarkan nilai etika dan estetika dalam perilaku kehidupan di masyarakat. Namun dalam sisi yang lain, ada pihak menyebutnya sebagai bentuk pengebirian, karena akan membatasi keleluasaan mel-akukan tindakan dalam sebuah sistem di masyarakat. Inikah barangkali yang menjadi pekerjaan rumah bagi Said, dan kita semua….?

Demikian pula dengan falsafah abantal omba’, asapo’ angen; lebih bagus pote tolang, etembang pote mata, dan se-terusnya, semua mempunyai nilai dan makna, namun tidak semua pula dapat diterapkan dalam kondisi masyarakat seka-rang ini. Lalu apa gerangan yang terjadi dari fenomena terse-but? Persoalannya sekarang, bagaimana dalam memilah sisi mana yang tanggap jaman, dan sisi mana pula sudah tidak patut lagi dikembangkan oleh masyarakat etnik Madura.

Nilai-nilai lokal tersebut dicari relevansinya dan dit-erapkan pada sarana baru kekinian. Perihal sarana inipun kiranya patut memperhatikan sarana yang sejak lama ada di dalam masyarakat, yaitu institusi masyarakat sebagai kekua-tan masyarakat yang nantinya menjadi intrumen penggerak melalui kekuatan dasar piramida masyarakat. Dengan meng-gunakan (memanfaatkan) seni tradisional untuk menjawab tantangan kekinian dan keterpurukan, ini juga merupakan ujud kongkrit dari revitalisasi seni tradisional.

Saya tidak tahu pasti dalam perjalanannya Seorang MH. Said Abdullah sangat suka atau boleh dibilang jarang meng-gunakan istilah “pemberdayaan” mungkin saja mengesankan bahwa komunitas Madura sekarang dalam keadaan tidak berdaya atau terpuruk. Istilah ini melukiskan keadaan yang

144 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

negatif dan ada yang ingin diubah. Untuk mengubahnya, pertama dan terpenting adalah komunitas itu sendiri seba-gai faktor intern pemberdayaan. Partai Politik, Pemerintah, LSM baik di dalam maupun dari luar atau siapapun tidak bisa menggantikan peranan komunitas itu sebagai aktor pem-berdayaan. Karena pemberdayaan dan kemudian pemban-gunan yang bergulir bukanlah buah derma (hadiah), jauh sebelumnya, kebiasaan masyarakat yang kemudian menjadi tradisi, semangat mandiri, berprakarsa, dan semangat gotong royong (song-osong lombung) ini sangat kuat di kalangan masyarakat Madura.

Menghidupkan kembali ingatan kolektif terhadap hal tersebut salah satu metode melalui pendekatan budaya adalah untuk pemberdayaan manusia seutuhnya. Melalui dialog bu-daya dalam usaha pemberdayaan, yaitu bagaimana mengem-balikan suku, etnik dan masyarakat Madura, kembali menjadi komunitas-komunitas lokal, menjadi diri sendiri dengan nilai-nilai yang luhur. Untuk itu, pendidikan pembebasan melalui proses penyadaran akan menjadi kunci dan bisa dilakukan melalui pemaduan usaha-usaha produktif guna menjawab persoalan hari-hari yang kongkrit, dengan tanpa melupakan, bahwa usaha produktif ini merupakan bagian integral dari proses penyadaran dan pembebasan diri komunitas dari jeba-kan-jebakan globalisasi budaya.

Penyadaran diri tidak cukup hanya dengan memper-soalkan dan memperbincangkan semata, tapi bagaimana membangun jati diri masyarakat dan mengaktulisasikan dalam realitas kehidupan nyata. Sebab kenyataan yang ter-jadi, fungsi dan peran masyarakat dalam artian membentuk kekuatan budaya telah dieksploitasi oleh kecenderungan yang bersifat material, sementara budaya (daerah, lokal dan tradisional) yang lebih mengacu pada konsep kehidupan ber-

145TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

sama, tenggang rasa dan gotong royong itu, hampir kehilan-gan maknanya. Bila fungsi tersebut lumpuh, apa yang dihara-pkan dari gerakan kekuatan budaya Madura sendiri?, kecuali secara lambat laun masyarakat Madura akan kehilangan bu-daya Maduranya. Atau dengan kata lain tentu tak seorangpun mau menyatakan diri sebagai Malin Kundang.

kumasuki rumahmu yang teduh dalam hempasan angin senja, aku ingin sekali menyanyikan kidung-kidung cinta.

Saat bumi tempat kita berpijak telah mengajarkan betapa berartinya kejujuran dari perjalanan, daun-daun luruh dalam sujud angin. Begitu sempurnanya nilai kesetiaan yang kita alirkan pada setiap

detik di antara roda waktu.

Saat kebisuan kita menjelma tangis tanpa isak, aku masih belum rampung mengukir sejarah cinta yang pernah kuteriakkan lewat batu-batu, busa-busa alkohol dan hangat anggur yang begitu de-

rasnya mengalir di antara kerongkongan dinginku.

Saat pesanmu kuterima dengan hati bergetar, semesta diam dalam sajak-sajak sunyiku tapi tak pernah kupahami imaji yang tercecer

di setiap nafas malam.

***

146 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

147TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Masyarakat Madura sudah tersetig-ma cukup lama sebagai kelompok masyarakat tertutup, keterbelakan-

gan budaya dan suka konflik. Respon mereka terhadap hal-hal baru, penuh tanya dan kon-servatif, selalu melihat dengan kacamata pan-dang sendiri. Dinamika sosialnya menjadi in-volved (ruwet) dan seringkali mengedepankan vested conflict (konflik kepentingan) dalam berbagai ranah hidupnya. Orientasi hidup mereka sebatas penerapan dan pemeliharaan nilai-nilai agama dan tradisi yang teguh diya-kini sebagai satu-satunya kebenaran.

Pandangan ini adalah review Madura 40-60 tahun lalu sebagai hasil kajian para pe-neliti Madura. Di seberang pandangan ini, kini muncul tokoh-tokoh Madura di pentas nasional, seperti Mahfud MD, Said Abdullah, D.Zawawi Imron, Mien A Rifai, Abd. Hadi WR, Edy Setiawan, Achsanul Qosasi, tanpa

Oleh: Hambali RasidiMahasiswa S2 Filsafat Islam IAIN Sunan Ampel, Surabaya

Nasionalis dan Konjungtur Pencerahan Madura

148 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

menyebut tokoh-tokoh muda Madura lain, bersama-sama dengan “kaum tua” menjadi motor perubahan masyarakat di Madura, sekaligus hendak menjawab streotipe negatif.

Masyarakat Madura melalui putra-putranya di daerah rantau dan daerah asal menunjukkan pandangan kosmopoli-tanisme di masing-masing wilayah geraknya, dengan menge-mas lewat kosakata dan aksi nyata dalam kerangka peruba-han yang tercerahkan. Tanpa disadari, pemikiran-pemikiran progresif mereka sedikit menular kepada sejumlah kalangan terpelajar di tanah Madura.

Loncatan aksi melalui pemberdayaan yang paling mencolok dan terasa di pulau Madura ditunjukkan oleh Said Abdullah. Keakraban Said bukan sebatas sebagai sosok politisi-pejabat negara (anggota DPR RI) yang berulangkali membagi-bagi banyak bantuan kepada konstituennya, lebih dari itu, Said getol membangun budaya aufklarung (pencera-han) di tanah Madura. Lewat gerakan-gerakan pemberdayaan, pelan tapi pasti, geliat masyarakat Madura mulai sedikit mun-cul benih-benih berpikir kosmopolit dan universal daripada terlibat vested conflict (konflik kepentingan) berkelanjutan.

Definisi pencerahan memang mengandung interpreta-bel. Tapi, penulis menyederhanakan pencerahan sebagai ben-tuk kebangkitan diri dari keterpurukan berkepanjangan akibat tirai hegemoni berlebihan menuju kemandirian. Pencerahan di pulau Madura berharap masyarakatnya banyak berpikir dan beraksi nyata daripada diam melihat tanpa kemajuan. Mereka diharap menemukan suasana hati yang tenang tanpa belenggu kepentingan semu dan tidak jelas kemana harus melangkah. Kesyahduan dalam jiwanya akan terasa setelah banyak berpikir kritis dari realitas yang jemu, demi perbaikan harkat martabat sebagai manusia ideal dalam prespektif uni-versal.

149TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Simbol masyarakat tercerahkan hanyalah sebuah istilah yang ditelurkan bangsa Eropa pada abad ke 17-18 Masehi, untuk keluar dari tirani monopoli Gereja dalam kebenaran. Masyarakat Eropa cukup lama memendam kreasi ilmu pengetahuan, tapi terhalang tirai tradisi dan dogma. Melalui revolusi kebudayaan, terjadilah ledakan dinamika intelektual yang menghasilkan pe-mikiran-pemikiran baru, seperti August Comte di Prancis, pen-cipta ilmu sosiologi untuk menjawab persoalan masyarakat yang lebih fokus. Di Ingris, terjadi revolusi industri dengan ditemu-kannya mesin uap oleh James Watt.

Jauh sebelum Eropa bangkit, jazirah Arab lahir sebuah masyarakat yang tercerahkan melalui dakwah Nabi Mu-hammad Saw, untuk membebaskan manusia dari belenggu penindasan dan ketidakadilan menuju kemerdekaan manu-sia secara universal. Masyarakat Arab yang dikenal jahili-yah menjadi beradab (tercerahkan) lewat ajaran agama yang menghormati nilai-nilai kemanusiaan. Seperti, berpikir man-diri, bersikap toleran dan peduli terhadap lingkungan dan penderitaan orang lain.

Kebangkitan Islam, sewafat Nabi Saw, melalui para khalifah, di zaman Abbasiyah mensponsori para intelektual muslim untuk menerjemahkan buku-buku Filsafat Yunani ke bahasa Arab, sehingga terjadi ledakan intelektual, setelah ada transformasi pemikiran Yunani. Islam sebagai ajaran dogma dibedah lewat pisau analisa filsafat untuk membentuk pola pikir masyarakat, bagaimana merumuskan ilmu pengeta-huan. Kemudian muncul Al-Kindi, filsuf Islam pertama yang mengkaji hubungan manusia, alam dan manusia, yang dike-nal Filsuf Metafisika, Ibnu Rushd sebagai ahli ilmu fisika dan kimia, Ibnu Batuta, ahli matematika serta Ibnu Sina, ilmu ke-dokteran, serta intelektual muslim lainnya. Tokoh pembaharu Islam, di abad 19 Masehi, seperti Jamaluddin al-Afghani dan

150 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

Mohammad `Abduh, tidak jarang menjadikan Eropa sebagai sumber inspirasi pemikirannya.

Pemihakan Said terhadap masa depan masyarakat Madu-ra bukan hanya berteriak-teriak di pengeras suara di atas menara gading, melainkan ia turut terlibat aktif dalam proses renesaince di Madura. Dia mendirikan SAI (semacam lembaga donor), Madura Channel (televisi lokal), terakhir menerbitkan Majalah SULUH, Berita dan Kebudayaan Madura. Ketiga lembaga itu, menjadi pendobrak kebuntuan sikap primordial dan feodalisme yang masih kental di sebagian elit masyarakat Madura.

Sikap Said itu kadangkala dituding sebagai bagian agenda politik pribadi dan partainya. Tudingan itu dianggap wajar karena background Said adalah politisi aktif, tetapi ia tetap concern dalam berbagai kegiatan seperti mensponsori Kongres Kebudayaan Madura, penerbitan buku, memberi alat-alat pertanian, nelayan dan ikut membangun sejumlah pondok pesantren, sebagai basis aktivitas keagamaan. Konon, Madura Channel selalu disubsidi tiap bulan Rp 40 juta agar tetap eksis sebagai icon televisi Madura.

Bentuk-bentuk pemberdayaan Said dalam keperdulian terhadap masyarakat Madura menjadi salah satu bukti nyata, bahwa ia telah memulai atau sudah menabur benih pencera-han, bagaimana masyarakat banyak berpikir demi kemajuan budaya yang masih dicap jauh ketinggalan. Domino gerak itu memang belum ada hasil tampak, setidaknya itu menjadi se-buah gesekan awal yang menularkan budaya berpikir kritis, kata Hegel[1] perlunya budaya dialektika menuju masyarakat yang tercerahkan.

Said tentu sadar Pulau Madura bukanlah daratan Eropa bukan pula jazirah Arab, yang dalam sejarah kehidupan ma-nusia pernah menjadi icon peradaban dunia, dan mulai bang-

151TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

kit dari masa kegelapan menuju masa pencerahan. Kebang-kitan masyarakat Arab tentu dominasi sosok Rasulullah Saw sebagai figur tauladan pencerah yang diikuti oleh umatnya yang juga menjadi tauladan dalam melanjutkan penyebaran misi Islam.

Sosok tauladan di Madura sekaliber Syechona Kholil serta kharisma Arya Wiraraja, Joko Tole, Sultan Abdurrah-man dan tokoh-tokoh Madura masa lalu belum terlihat di per-mukaan sebagai pencerah di tengah oase masyarakat Madura. Setidaknya Said sudah mewujudkan vision transmission ke-pada masyarakat Madura.

Memberdayakan masyarakat Madura yang sudah ter-cipta pola pikir “membebek” selama ratusan tahun dan tak berdaya karena kondisi alam yang tandus, bukan pekerjaan sederhana seperti membangun banyak mall, meningkatkan infrastruktur dan memberikan banyak bantuan, lewat ku-curan APBN.

Minimal Said berbuat semasih ada kesempatan berbakti pada tanah kelahirannya. Pencerahan di Madura, setidaknya meniru sejarah kebangkitan di Arab dan Eropa tetapi dalam formula yang khas dan kekinian serta memiliki karakter tersendiri. Seperti memberi ruang pola pikir masyarakat yang semula tertutup menjadi terbuka dengan adanya dialektika intelektual di antara sarjana dan cendikiawan serta para elit agama dan kaum terpelajar masyarakat. Terpenting perlunya memotivasi dan memfasilitasi mahasiswa Madura untuk me-raih doktor di dalam negeri atau luar negeri sebagaimana ga-gasan Ketua PBNU, KH Said Aqil Siraj yang memprogramkan 1000 doktor dalam jangka waktu 5 tahun.

Bertaburan sarjana di Madura serta menjamurnya per-guruan-perguruan tinggi di Madura bukanlah menjadi indi-

152 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

kator kebangkitan pencerahan masyarakatnya. Sebagaiman kita maklumi bersama, seakan menjadi kesepakatan mayori-tas mahasiswa di Indonesia, terutama di Madura, orientasi mahasiswa kuliah bukan mencari ilmu, melainkan mencari nilai dan segera dapat gelar sarjana serta ijazah agar dapat bekerja atau cepat naik pangkat bila ia sudah meniti karir. Ori-entasi itu sudah melenceng dari tridarma perguruan tinggi, yang menitikberatkan dunia keilmuan dan pemberdayaan masyarakat, yang tentu dibarengi dengan suasana kampus dan tenaga pengajar yang berpikir orginil demi mencetak mahasiswa sebagai agen perubahan dan pusat keunggulan di tengah-tengah masyarakatnya.

Pekerjaan kita adalah membangun budaya kesadaran akan perlunya masyarakat Madura yang mandiri, cerdas dan kreatif. Mengkubur budaya feodal sebagai warisan kolonial, berpikir meniru, terlebih menghalalkan segala cara untuk menjadi penguasa agar selalu disembah oleh mereka yang cinta jabatan. Gemakan budaya anti hegemoni, kooptasi dan berpikir instan.

Said dan Substansi Nilia-Nilai Islam

Ketika isu perbedaan aliran agama, kepercayaan, mau-pun sara bergelinding, Said Abdullah tampil menjadi mar-tir membela hak-hak mereka agar dilindungi sebagai warga negara Republik Indonesia. Dalam mindset Said, pembelaan itu bukan karena ingin menggadaikan aqidah Islam sebagai agama yang dipeluk, lebih dari itu, perjuangannya sudah menjadi bagian integral dalam dirinya yang bertekad berjihad mengayomi dan melindungi bagi kelompok minoritas.

Sebagai warga negara yang mengedepankan nilai-nilai nasionalis dan mengaksentuasikan substansi nilai agama

153TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

sebagai aplikasi dari visi multikulturalismenya, Said sadar bahwa bangsa Indonesia terdiri dari aneka ras, suku, budaya dan agama tanpa membedakan simbolisme primordial. Ka-rena itu, dia selalu menjadi garda pembela kaum minoritas dan tertindas dalam kepentingan kehidupan berbangsa dan bernegara. Said ingin meniadakan formalisme simbolis-ek-slusif Islam dan lebih meutamakan aksi nilai substansi ajaran universal demi masyarakat Islam yang berwatak dan bersikap ramah serta akrab di tengah realitas perbedaan agama dan bu-daya di Indonesia.

Tanpa berlebihan sikap multikulturalisme Said seakan meniru jejak para penyebar Islam di tanah Jawa, yang mem-perkenalkan agama Islam tanpa label formalisme-simbol ek-sklusif Islam [Arab]. Para waliyullah waktu itu, sengaja meng-hilangkan pengenalan simbol-simbol Islam, dengan tujuan mempermudah transformasi ajaran Islam ke alam pikiran masyarakat untuk menghindari konflik dengan pemeluk aga-ma lain.

Keperdulian kepada kaum tertindas, Said juga mengiku-ti jejak pendulum demokrasi, KH Abdurrahman Wahid yang juga meniadakan formalisme simbolis-ekslusif agama, dan lebih meutamakan aksentuasi substansi nilai ajaran universal. Sehingga masyarakat Islam bersikap toleran dan egaliter. Kata Gus Dur, masyarakat muslim Indonesia memiliki ciri khas ala Indonesia, bukan mengimpor simbol eksklusif Arab.

Kegigihan pembelaan Said terhadap kelompok aliran Ahmadiyah yang menolak secara terbuka terhadap kepu-tusan SK bersama dua menteri, dia suarakan sekuat tenaga atas nama kebebasan warga negara menjalankan agama dan kepercayaan yang dianut. Selain kelompok aliran, Said juga menolak sikap sebelah mata pemerintah terhadap na-sib pesantren. Karena itu, dia berhasil mendorong peraturan

154 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

pemerintah agar madarasah diniyah salafi di pesantren men-dapat hak sama memperoleh kucuran BOS (bantuan opera-sional sekolah).

Islam dalam kacamata Said sebagai ajaran pembawa kedamaian, menjungjung tinggi hak-hak manusia dan tidak boleh dikaji secara kaku sehingga mendorong si-kap ekstrimisme beragama dan memandang sinis di luar golongannya. Lebih-lebih bersikap benci terhadap pemeluk agama non Islam. Hal ini, kata Said dapat menjadi sumber kekerasan baik antar umat muslim maupun antar umat be-ragama lainya.

Said berpandangan Islam perlu dipahamai secara filosofis. Sebab, ajaran Islam meliputi dua dimensi, dunia-akhirat. Secara realitas, manusia sebagai mahluk sosial dalam tempo terbatas hidup di alam dunia, kemudian akan hidup kekal di alam akhirat. Manusia dituntut berpikir dan mencari hakikat dirinya sebagai wakil ciptaan di bumi dengan meopti-malkan hidup dan menebar kebaikan dalam interaksi sesama manusia. Sebelum tunduk menghamba dan beribadah kepada Allah Swt (hablum min Allah), manusia diwajibkan mem-perbaiki sikap, menjalin hubungan yang baik antar mahluk ciptaan-Nya, seperti, manusia antar manusia, manusia den-gan alam, dan manusia dengan binatang-tumbuhan lainnya (hablum minan annas).

Menurut Said, aplikasi substansi nilai ajaran universal Islam bukan sebatas rangkaian ritual ibadah an sich tanpa diimbangi ibadah sosial yang diniatkan semata untuk Allah SWT. Mewujudkan aplikasi ibadah sebagai bentuk pribadi sosial akan selalu meutamakan kepekaan sosial, rendah hati, saling menghargai, bersikap toleran, serta nilai-nilai kebaikan lainya. Hal inilah sejatinya sebagai muslim memahami dan mengamalkan al-Islam. Sebab, muslim sejati adalah menye-

155TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

barkan kedamaian dan keselamatan kepada orang lain baik dalam ucapan maupun perbuatan.

Ledakan modernisme telah melahirkan godaan hidup masyarakat konsumtif, hedonis dan berpikir instan untuk memenuhi syahwatnya. Islam sebagai agama mayoritas masyarakat Madura belum menjadi bagian integral dalam kehidupan sehari-hari. Sebagian masyarakat Madura mema-hami dan memaknai Islam dari simbolisme-ekslusif, bukan membumikan substansi nilai universal Islam. Mudah dilihat dari keseharian, kehidupan yang anomali dalam beragama.

Bentuk penyadaran itu, perlu disebar dari cara ber-pikir dan mind set keyakinan dalam dirinya. Sekarang perlu ditularkan juga bahwa menjadi muslim sholeh tidak wajib mengasingkan diri (ascetisme) dari keramaian, dalam istilah Martin van Bruinessen dan Julia Day Howell, adanya Urban Sufi menandakan ghairah spiritualitas masyarakat kota akan meantarkan bentuk pencerahan dalam dirinya.

***

156 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

157TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Hasil sidang III Asosiasi Wayang ASE-AN (Association of Southeast Asian Nations) yang diadakan di Manila,

Filipina, 23-28 Februari 2010, patut mendapat-kan perhatian khalayak. Pertemuan ini men-unjukkan eksistensi seni pertunjukan wayang boneka di negara-negara ASEAN memperoleh dukungan nyata, baik dari pemerintah mau-pun lembaga regional, seperti Kerja Sama di Bidang Kebudayaan dan Informasi (COCI) ASEAN. Tentu, hal lain yang perlu disoroti adalah nota kesepahaman yang mengandung kerjasama mencegah dan menyelesaikan per-soalan “klaim” budaya di antara negara ang-gota.

Lebih jauh, kesepahaman ini didasari semangat kebersamaan ASEAN untuk saling menghargai dan melindungi kebudayaan, ter-utama wayang. Semua anggota APA (ASEAN Puppetry Association) sepakat bekerja sama

Oleh: Ahmad Sahidah, PhDDosen Filsafat dan Etika Universitas Utara Malaysia

Perawat Budaya Madura Sampai Malaya

158 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

dalam pelestarian dan pengembangan wayang sekaligus mendorong inovasi wayang. Untuk itu, sidang menyepakati pembentukan sanggar-sanggar kesenian wayang di setiap ne-gara serta tukar menukar informasi dan tenaga ahli. Dengan adanya kesepakatan seperti ini, tentu kesalahpahaman yang acapkali terjadi berkait dengan kepemilikan mutlak atas bu-daya tertentu bisa dielakkan.

Pada masa yang sama, meskipun kerjasama di atas ter-batas pada pelestarian wayang, sejatinya negara-negara ASE-AN turut bertanggungjawab untuk mengembangkan kebu-dayaan lokal yang lain. Tentu, dibandingkan dengan negara anggota yang lain, Indonesia-Malaysia acapkali terbentur den-gan konflik kepemilikan warisan mengingat praktik kesenian dan kebudayaan mereka kadang tumpang-tindih. Jika kedua negara ini berhasil mengatasi hambatan dalam menghargai warisan kebudayaan bersama, niscaya komunitas ASEAN yang lebih kokoh akan mudah diwujudkan. Bagaimanapun, kebudayaan serumpun adalah seperti pisau, yang berfungsi untuk memotong sayur dan pada waktu yang sama melukai.

Lalu, apa kaitannya dengan kebudayaan Madura? Adakah ada kaitan kebudayaan penduduk Pulau Garam berkait dengan konflik klaim kebudayaan? Lebih jauh lagi, adakah kebudayaan pulau Garam itu menemukan rentaknya di negeri seberang, Malaysia? Pertanyaan ini layak diajukan sebab begitu banyak warga dari Sumenep, Pamekasan, dan Sampang Bangkalan yang bekerja di negara bekas jajahan Ing-geris tersebut. Dengan pengertian kebudayaan yang utuh, ten-tu andaian umum bahwa orang Madura keras dan tak ramah pada orang lain perlu dirungkai agar kehadiran mereka tak membenarkan stereotipe ‘berangasan’ dan pada gilirannya antipati dari sejawatnya sesama warga Indonesia dan tentu saja orang lokal di tempat mereka bekerja. Bagaimanapun,

159TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

stereotipe terkait watak orang Madura itu sangat komples, tidak bisa diringkus dalam label-label simplistik, seperti keras kepala, terus terang dan tidak toleran.

Kotak ‘Pandora’

Biasanya dua kata di atas berkait dengan hal ihwal kebu-rukan, bencana atau mala petaka, namun saya membalikkan sebagai terbukanya informasi tentang kebenaran atau realitas. Kasus sweeping Bendera (Benteng Demokrasi Rakyat) ter-hadap warga Malaysia beberapa waktu yang lalu telah me-maksa sejumlah media cetak dan elektronik negara serumpun menyiarkan berita menghebohkan tersebut, yang serta merta membuka sebagian sejarah dan jati diri rakyatnya. Sekaligus, ia juga menyangkal pandangan beberapa sarjana di sini bah-wa Malaysia mengalami krisis identitas. Mereka justeru men-gusung jati diri yang kokoh berdasarkan etnik, yaitu Melayu, Tionghoa dan India, sehingga menabalkan diri sebagai Asia Sejati (Truly Asia).

Lebih jauh, identitas Melayu Malaysia mengandaikan pijakan yang sama dengan Indonesia, yaitu tradisi kebu-dayaan Nusantara. Tun Abdul Razak, Perdana Menteri ke-2 Malaysia, menegaskan hal ini dalam sambutan Kongres Ke-budayaan 1971 di Kuala Lumpur. Penegasan ini bukan barang aneh karena bekas orang nomor satu negeri jiran itu berasal dari keturunan Bugis. Bahkan anaknya, Najib Tun Razak, yang sekarang menduduki kursi yang sama, tidak menafikan asal muasalnya dan sempat berkelakar bahwa Indonesia tidak hanya mengekspor tenaga kerja tetapi juga perdana menteri. Apatah lagi, tonggak Melayu kontemporer dimulai oleh Kes-ultaan Melaka yang bermula dari naiknya Parameswara dari Palembang sebagai Raja di Semenanjung.

160 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

Realitas lain yang bermunculan adalah pengakuan dari banyak orang Malaysia mengenai asal usulnya. Abd Jalil Ali, pimpinan redaksi koran Sinar Harian meluahkan keheranan-nya mengapa orang Indonesia begitu mudah marah pada Ma-laysia? Padahal betapa dekatnya keluarga penulis terkenal ini dengan pembatunya yang berasal dari Indonesia. Bahkan, sak-ing dekatnya, pembantu itu dianggap seperti keluarga sendiri dengan mengasup makanan dari apa yang mereka makan. Ki-sah manis seperti ini juga dialami oleh banyak pembantu dari Indonesia. Lebih jauh dari itu, penulis buku Asam, Garam, Gula & Kopi tersebut menegaskan bahwa kakek-neneknya berasal dari Tanah Jawa. Pengakuan semacam ini acapkali dilontarkan oleh banyak warga Malaysia untuk menegaskan identitas serumpun itu bukan bualan. Mengapa mereka bisa menjalin hubungan yang begitu dekat? Lagi-lagi, faktor kebu-dayaan yang sama membuat mereka bisa mengerti satu sama lain secara emosional.

Menariknya, sepanjang konflik kebudayaan berlang-sung, orang-orang Madura yang tinggal di tanah Madura tidak tergerak untuk turut melakukan unjuk rasa menyatakan sikapnya bahwa negeri jiran itu telah merampas kebudayaan Republik. Malah, ketika situasi masih memanas di ibu kota terkait tuduhan pencurian kebudayaan, beberapa tetangga saya di Sumenep tak menghiraukan, malah mereka menan-yakan peluang pekerjaan di tempat saya bekerja agar mereka bisa melepaskan dari jeratan beban tekanan kebutuhan sehari-hari. Zainuddin, salah satu dari mereka yang pernah bekerja di Malaysia, menegaskan bahwa selama di Malaysia ia tidak menemukan kesulitan untuk menyesuaikan dengan kehidu-pan lokal. Malah, ia masih berusaha untuk kembali. Jelas, dia betah karena ia tidak merasa asing dengan lingkungan Malaysia. Lagi-lagi, kesamaan kebudayaan memungkinkan orang kita di sana tidak mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri.

161TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Menggeser Sudut Pandang

Selama ini, isu Malaysia-Indonesia hanya menampilkan sisi kejengkelan khalayak di sini, tanpa pernah mau menden-gar suara adiknya di negeri seberang. Media juga gagal me-nampilkan keseimbangan mengulas persoalan tersebut. Harus diakui, warga Melayu Malaysia mengakui Indonesia sebagai abangnya karena sejatinya tidak hanya orang keban-yakan yang mempunyai asal usul dari Indonesia, sejak per-dana menteri hingga satuan pengaman di pelbagai perkan-toran dan kondominium. Dalam satu kesempatan, seorang Satpam berdarah Aceh serta merta berbinar-binar setelah saya menyebut berasal dari Indonesia. Sebuah tanda paling jelas dari kedekatan batin.

Malah, Prof Muhammad Hj Salleh, begawan sastra Ma-laysia, menyebut personel KRU Sdn Bhd, pemicu perselisihan Tari Pendet, yang memproduksi Enigmatic Malaysia masih berdarah Bawean, Gresik, Jawa Timur (di sana lebih dikenal dengan Boyan), meski dengan nada kelakar beliau menyay-angkan keteledorannya karena mengambil budaya Bali yang memang terlalu jauh dari aroma Melayu kontemporer. Itu pun seperti diketahui bersama akibat kesalahan Discovery Channel yang berbasis di Singapura. Jadi, betapa akar kein-donesiaan itu merembesi Semenanjung Malaysia dan turut mewarnai identitas mereka. Adalah aneh jika mereka dipaksa untuk menyangkal tradisi yang menghidupi jiwa dan raganya.

Nah, di sinilah, sebenarnya orang ‘Madura’ (dalam hal ini Bawean) bisa menyesuaikan dengan kebudayaan tempat mereka merantau. Tak hanya bergerak dalam bidang kebu-dayaan ‘Melayu’, mereka pun sempat mencipatakan dan men-yanyikan lagu-lagu berbahasa Madura dalam genre pop rock. Tak hanya sekali lagu ini diputar di radio-radio Malaysia, seperti Suria FM, jelas-jelas, ini menunjukkan bahwa komu-

162 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

nitas ‘Madura di sana menikmati lagu daerah dalam konteks keserumpunan, sebagaimana lagu Minang juga mendapatkan sambutan yang hangat. Lagu yang dipopulerkan oleh Anita Sarawak berjudul Ayam Den Lapeh telah menjadi lagu keg-emaran warga Malaysia. Pendek kata, sejarah panjang dalam satu-kesatuan kebudayaan Nusantara telah membuat warga keduanya bisa menikmati buah karya satu sama lain. Akarnya sama, alam ‘Melayu’ atau yang disebut oleh Pramodya Anan-ta Toer, ‘Melayu Besar’

Demikian pula, jika selama ini Malaysia juga dianggap mencuri manuskrip yang bertebaran di Indonesia, tuduhan ini jelas tidak berdasar. Bagaimanapun, kegairahan negara te-tangga membawa atau membeli naskah kuno dari pemiliknya karena mereka sedang berusaha merekonstruksi identitas Melayu. Mereka sebenarnya tidak mengambil, tetapi just-eru turut merawat. Contoh ini mungkin menegaskan premis tersebut. Dr Oman Fathurahman, ahli filologi dari Universitas Islam Negeri Jakarta, harus terbang ke Kuala Lumpur untuk meneliti al-Fawa’id al-Bahiyah fi al-Ahadith al-Nabawiyah karangan Nuruddin al-Raniri, yang berasal dari Aceh, karena di Perpustakaan Nasional Indonesia tidak ditemukan.

Malah, dalam kesempatan lain, saya bersama rombon-gan rektorat Universitas Islam Negeri sunan Kalijaga pernah ditawarkan oleh ketua Perpustakaan Universitas Kebangsaan Malaysia untuk mengunjungi perpustaan Tun Sri Lanang jik-alau ingin meneroka hal ihwal Aceh karena sebagian naskah tentang negeri Serambi Mekkah ini di negeri asalnya mus-nah ditelan Tsunami. Dari cerita sekilas ini, alangkah elokn-ya jika siapapun sepatutnya mengakui Malaysia telah me-nyelamatkan khazanah Indonesia, demikian pula sebaliknya. Bagaimanapun, keduanya diceraikan sebagai nation-state oleh warisan kolonialisme Inggeris-Belanda. Jadi kalau kita

163TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

bertengkar hanya karena warisan Indonesia diakui oleh Ma-laysia hakikatnya kita mengekalkan mentalitas terjajah.

Tafsir Baru

Dengan demikian, sepatutnya tafsir terhadap kebu-dayaan tidak serta-merta dilihat dari sudut politik sempit, sebab kebudayaan adalah wujud dari kehendak manusia un-tuk memindahkan realitas yang rumit dan berserabut pada wadah yang bisa dicerna dan indah. Apalagi, dalam tradisi Gadamerian, bahwa pemahaman seseorang terhadap sesuatu hal yang sama, misalnya Reog, yang sempat menimbulkan pertikaian di antara negara serumpun, seharusnya dipandang dari situasi hermeneutik bersangkutan. Di tanah asalnya, Po-norogo, Reog adalah wujud dari cerita warok, sementara di Malaysia telah bertukar dengan cerita Nabi Sulaiman. Situ-asi keberagamaan Malaysia yang monolitik memungkinkan tafsir terhadap kebudayaan luar disesuaikan dengan keper-cayaan orang kebanyakan.

Sebenarnya, orang-orang Madura yang bekerja di Ma-laysia tidak menemui halangan kultural yang berarti, meng-ingat dalam banyak hal kebudayaan di antara mereka tidak jauh berbeda. Misalnya, meskipun orang-orang perantauan asal Madura dan daerah tapal batas yang berdarah Madura berada jauh dari kampung halaman, namun mereka masih melestarikan adat-istiadat khas, seperti merayakan Maulid Nabi dengan bacaan Barzanji dan diiringi dengan rebana. Di Malaysia, hal serupa juga dipraktikkan, malah secara besar-besaran. Dalam sebuah kesempatan, saya pernah menghadiri acara perayaan tersebut di salah satu rumah warga Madura asal Bondowoso di Balik Pulau, negeri bagian Pulau Pinang, di mana tak hanya cara melantunkan pujian yang masih

164 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

mengekalkan tradisi asal, malah makanan yang disajikan juga melestarikan kebiasaan di kampung, seperti berkat yang berisi ketan kuning, pisang dan buah-buahan lain sebagai oleh-oleh.

Hakikatnya, konflik kebudayaan yang mencuat itu tidak mengandaikan pandangan yang seragam di antara orang-orang yang mendiami Republik dan pada waktu yang sama juga dikongsi oleh warga serumpun. Dengan memahami ke-budayaan dalam sudut pandang lebih luas, tentu kehadiran orang Madura yang memilih menetap di Malaysia menun-jukkan bahwa kebudayaan mereka yang dibawa dari tanah asal banyak bersinggungan dengan cara orang-orang Melayu memelihara identitas dirinya, sehingga orang Madura dengan mudah menjadi bagian dari kehidupan warga Malaysia tanpa mengalami keterkejutan budaya, apalagi gegar kebudayaan.

Tentu saja, kebudayaan itu tetap terjaga apabila seluruh pihak pemegang kepentingan (stakeholder), yaitu kyai, wakil rakyat, cendekiawan, pengusaha dan pejabat bahu-membahu untuk mendorong buruh migran asal Madura untuk terus bekerja dengan baik. Pada waktu yang, mereka juga turut ser-ta dalam usaha menekan kantor pelayanan publik untuk me-mudahkan urusan terkait dengan dokumen dan pembelaan terhadap mereka yang terkena musibah di negeri tetangga. Bagaimanapun, kebudayaan itu akan terus subur apabila uru-san duniawi dan ukhrawi disangga oleh banyak orang secara bersama-sama.

Demikian pula, organisasi keagamaan, seperti Nahdlatul Ulama di seluruh Madura untuk menjalin dengan jaringan yang serupa di Malaysia untuk menyemai kegiatan-kegiatan kebudayaan lain, seperti Samman dan Hadrah, selain meny-uburkan pengajian yasinan setiap malam Jum’at sebagai keg-iatan rutin agar buruh migran itu tidak kehilangan orientasi hidup yang berakar pada tradisi. Bagaimana, amalan bacaan

165TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Yasin pada malam Jum’at tidak hanya dilakukan oleh orang-orang kebanyakan, malah Masjid Kampus Universitas Sains Malaysia menggelar acara ini setiap malam Jum’at seraya membiarkan jamaah meletakkan air dalam botol di dekat pemimpin bacaan al-Qur’an agar mereka bisa mendapatkan berkah. Tak dapat dielakkan, kebudayaan religius inilah yang akan terus menautkan hubungan spiritual perantau Madura dengan tanah leluhurnya, termasuk dengan warga Malaysia.

***

166 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

167TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Dalam khazanah sosiologi politik, si-kap dan perilaku politik seseorang merupakan cermin dari lingkungan-

nya. Karena itu, memotret perilaku politik bisa ditelaah dari latar belakang sosial yang telah membesarkannya. Di sinilah urgensi potret sosiologis dan antropologis dalam memahami sepak terjang politisi Madura.

Terdapat pandangan stereotipikal men-genai orang Madura yang keras, angkuh, egois, mudah tersinggung dan tempramental. Sikap tersebut kemudian ditautkan dengan lambang celurit sebagai senjata yang kerap digunakan ketika berkelahi (carok). Meski pandangan ini bermasalah dan banyak dikritik oleh beberapa ahli antropologi sosial, ada sisi historis yang perlu diungkap ke permukaan untuk mene-mukan makna yang hilang akibat generalisasi dan simplifikasi. Dalam setiap generalisasi cenderung menafikan bagian-bagian penting

Oleh: A. Bakir IhsanDosen Ilmu Politik UIN Jakarta

Said, Celurit, dan Garam Politik

168 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

dan unik dari fakta keseluruhan. Akibatnya kesimpulan yang diperoleh sangat simplistis bahkan diskriminatif. Hal ini seba-gaimana diakui dan ditegaskan Dr. Huub de Jonge (antroplog sosial Madura asal Belanda) bahwa stereotip negatif terhadap orang-orang Madura penuh dengan kerancuan dan menye-satkan.

Di antara sisi historis itu adalah mengenai lambang celurit. Orang Madura mulai mengenal celurit sejak zaman legenda pak Sakera, seorang mandor tebu dan pemberontak dari kalangan santri. Dia menggunakan celurit sebagai simbol perlawanan rakyat jelata terhadap pemerintah kolonial Be-landa. Setelah dia tertangkap dan dihukum gantung, segera masyarakat mulai melakukan perlawanan secara massif den-gan senjata yang sama. Namun lambat laun, penggunaan ce-lurit mulai bergeser dari simbol perlawanan terhadap penin-dasan penjajah ke simbol pertahanan diri dalam lingkup lebih luas terutama ketika harga diri dipermalukan.

Kebanyakan orang Madura akan melakukan apa saja untuk mempertahankan harga diri. Ungkapan terkenal yang sering digunakan adalah lebi bagus apote tolang etembeng apote mata (lebih baik terluka/mati daripada malu tidak da-pat mempertahankan harga diri) atau tambana todus mateh (obatnya malu adalah mati). Nilai-nilai harga diri ini kerap-kali diaktualisasikan dalam rangka membela diri atau ego, kehormatan wanita, kesucian agama, dan keutuhan tanah air.

Namun demikian, ada prinsip moral yang harus ditegakkan dalam mengaktualisasikan nilai-nilai harga diri tersebut, yakni kesopanan. Harga diri tak dapat dipertahan-kan jika sikap atau perilakunya melanggar aturan nilai atau tatakrama, tidak menghargai atau menghormati orang lain. Ungkapan paling tepat menggambarkan ini: je’ nobi’ oreng mon abe’nah etobi’ sake’ (jangan menyakiti orang lain, jika

169TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

diri sendiri merasa sakit bila disakiti). Artinya harga diri harus dipertahankan dengan cara menjungjung tinggi atu-ran nilai. Jika prinsip ini dilanggar, maka selanjutnya ber-laku hukum: perilaku baik dibalas dengan kebaikan dan kesewenang-wenangan dibalas dengan balasan yang jauh lebih menyakitkan.

Balasan atas kesewenang-wenangan jauh lebih berat bahkan hingga terjadi pertumpahan darah sekalipun. Di sini celurit tidak hanya bermakna sebagai simbol perlawanan mel-ainkan juga menunjukkan ketegasan terhadap segala bentuk ketidakadilan. Sikap tegas sangat dibutuhkan sebagai bentuk pemihakan terhadap kebenaran. Begitu pula ketegasan diper-lukan untuk menciptakan tatanan baru sesuai pandangan ide-al yang diyakini. Oleh sebab itu, sebagaimana lambang celurit yang berbentuk tanda tanya, kritisisme dalam menghadapi setiap persoalan dengan sendirinya menjadi prasyarat yang tidak dapat dielakkan. Kritisisme menjadi suatu keniscayaan untuk mendapatkan pandangan utuh tentang realitas sebagai dasar bagi tindakan.

Pengungkapan historis tersebut sangat berguna melu-ruskan stereotip yang berkembang di masyarakat. Celurit bu-kanlah lambang kekerasan dan keangkuhan. Di dalam celurit terdapat nilai-nilai moral seperti kesopanan, menghargai diri dan orang lain, ketegasan, dan sebagainya. Secara simbolik, bentuk celurit (tanda tanya) melambangkan kearifan dan ket-ajamannya menunjukkan ketegasan.

Pemaknaan ini bisa dilihat pada sosok oreng Madura, termasuk M. Said Abdullah baik sebagai politisi maupun sebagai bagian dari putra Madura. Pada titik ini, celurit bukan sekadar benda mati, tapi nilai yang memberi makna bagi setiap sosok yang dibesarkan dalam atmosfir kema-duraan.

170 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

Politisi Kritis

Layaknya celurit, sepak terjang Said Abdullah di dunia politik melahirkan catatan tersendiri. Dia dinilai sebagai sosok yang tegas serta kritis terhadap berbagai persoalan terutama yang merugikan rakyat. Banyak kasus telah disikapinya baik berkaitan dengan kebijakan-kebijakan pemerintah maupun sikap atau perilaku anggota DPR sendiri. Said merupakan salah satu sosok yang senantiasa gelisah melihat ketidakadi-lan, ketidakpastian keadaan, dan hal lain yang menjerat nasib rakyat.

Kegelisahan itu bisa dilihat dari, salah satunya, otokri-tik yang dilakukannya terhadap wakil rakyat yang dirinya hadir di dalamnya. Perilaku anggota DPR yang dinilai ban-yak kalangan tidak merepresentasikan kepentingan rakyat menyita perhatiannya untuk mengambil sikap. Berbagai ting-kah polah DPR seperti kasus suap BI sebesar 100 miliar, studi banding yang menghabiskan 100 miliar per tahun, rencana pembangunan gedung DPR yang dianggarkan 1,2 triliun, dan sebagainya membuatnya gerah dan tidak tinggal diam. Said tidak hanya mengeritik perilaku tersebut tetapi juga menegas-kan kembali bagaimana sejatinya berperilaku sebagai anggota DPR.

Dalam tulisannya “Malu menjadi Anggota DPR” di salah satu media, Said secara tegas mengangkat fenomena terse-but. Menurutnya, perilaku anggota DPR memang demikian adanya meski tentu saja tidak secara keseluruhan. Pengecual-ian perlu diberikan kepada anggota DPR yang menjalankan tanggung jawab moral dan politis kepada rakyat. Said meya-kini rakyat akan memberikan penilaian proporsional sesuai dengan perilaku masing-masing anggota DPR. Keyakinan ini sejalan dengan prinsip-prinsip moral yang dianut masyarakat Madura.

171TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Tidak berhenti di situ, Said kemudian mengemukakan bagaimana seharusnya perilaku anggota DPR. Dia merujuk pada filosofi profesi orang Madura lakona lakone kennen-ganna kennenge (kerjakan pekerjaannya, tempati tempatnya). Ungkapan ini merupakan filosofi profesi yang menuntut se-seorang bekerja secara proporsional dan profesional. Mela-lui ungkapan ini, dia ingin menegaskan bahwa anggota DPR harus bekerja berdasarkan tanggung jawab yang telah diberi-kan. Keluar dari tanggung jawab berarti mengingkari bahkan menghancurkan kondisi eksistensial manusia. Sebab, kerja merupakan manifestasi riil cara berada manusia sehingga ia dianggap ada.

Bagi Said, persepsi masyarakat tentang anggota DPR akhir-akhir ini sama halnya dengan ujian daya tahan. Men-urutnya, seseorang yang berhasil menguatkan daya tahan, menunjukkan sikap konsistensi diri di atas tangngung jawab yang diemban, maka sejarah akan berpihak kepadanya. Pan-dangan dan persepsi itu dijadikan landasan untuk memperta-hankan harga diri sebagai anggota DPR. Harga diri berkaitan erat dengan rasa malu. Karena itu, seseorang akan merasa harga dirinya dipermalukan jika tidak dapat menjalankan tanggung jawabnya.

Said mengatakan: “Sebagai penduduk negeri ini, sia-papun seharusnya merasa malu menjadi anggota DPR atau menjadi apapun di republik ini; punya harga diri tetapi tidak memberi harga pada dirinya” (Suara Pembaharuan: 16, 2011). Pernyataan ini menyiratkan makna bahwa anggota DPR harus mempertahankan kredibilitasnya. Sedangkan upaya mempertahankan kredibilitas bukan melalui politik penci-traan melainkan dengan konsistensi kerja. Pencitraan hanya berhasil memberikan kesan-kesan permukaan yang tidak ber-pengaruh terhadap otentisitas harga diri.

172 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

Harga diri sejatinya dipertahankan dari dalam diri bu-kan melalui modus pencitraan yang dibangun di atas kepura-puraan. Ini disebabkan betapa pun kuatnya keburukan di-tutupi lambat laun akan segera diketahui. Hampir tidak ada pertahanan paling kokoh kecuali menerapkan prinsip-prinsip moral di atas. Seperti celurit, sikap Said menggambarkan kritisime dan ketegasan untuk selalu mempertanyakan reali-tas guna mengambil sikap, sehingga ditemukan formula pem-bentukan realitas yang lebih baik.

Sosok Inklusif

Pun, seperti celurit yang menyimbolkan kearifan, Said tak seperti politisi yang asal beda. Walaupun partainya meny-atakan diri sebagai oposisi, tapi pada Said oposisi tak menafi-kan sinergi. Selain tegas dan kritis, Said juga dikenal sebagai sosok yang inklusif, toleran, dan pluralis, sehingga kalangan wartawan menyematnya sebagai sosok lintas batas. Ini cukup beralasan karena –selain bergaul dengan semua golongan tanpa membedakan kelas, etnis, ras, budaya dan agama— Said juga gencar mengampanyekan kesatuan dan persatuan antar sesama. Dia memiliki visi tentang Indonesia yang satu, rukun dan damai.

Sikapnya yang santun dan perhatian terhadap wong ci-lik membuatnya mudah diterima oleh masyarakat dari ber-bagai latar belakang sosial. Said mampu berdiri di tengah perbedaan tanpa sekat-sekat primordial. Keperibadiannya sebagai seorang pemimpin layak dikategorikan sebagai pem-impin bangsa ketimbang pemimpin politik. Keperibadian seperti ini sangat dibutuhkan di tengah krisis kepemimpinan yang sedang melanda bangsa ini.

Sebagaimana diketahui, politik-kebangsaan kita saat ini sedang mengalami hambatan di dua ranah sekaligus, yaitu

173TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

ranah kekuasan dan ranah kebangsaan. Di ranah kekuasaan misalnya, para elit politik “gagal” mengonsolidasikan diri menjadi kekuatan penggerak sekaligus penopang nilai-nilai berbangsa dan bernegara. Kegagalan itu bisa dilihat dari fak-sionisme yang begitu kentara antar sesama elit atau peman-gku jabatan. Sedangkan di ranah kebangsaan, gejolak komu-nalisme dan primordialisme semakin meluas di mana setiap kelompok primordial saling mengibarkan bendera untuk me-maksakan kehendak masing-masing.

Di tengah kondisi itu, kebutuhan terhadap pemimpin bangsa tidak bisa ditawar lagi. Diperlukan sosok pendobrak yang mampu menyatukan semua kelompok untuk mewujud-kan Indonesia damai dan sejahtera. Said Abdullah merupakan salah satu tokoh yang mampu menjawab kebutuhan tersebut. Perannya sebagai anggota dewan memberikan kesempatan untuk merealisasikan visi itu dengan sikap santun, kritis, dan tegas.

Said Abdullah tidak ragu mengeritisi kegagalan pemer-intah dalam mengatasi konflik yang marak terjadi belakan-gan. Misalnya kasus penyerangan terhadap jama’ah Ahmadi-yah di Cekeusik, Pandeglang. Said menilai pemerintah telah gagal menjaga kerukunan umat beragama. Pemerintah seo-lah-olah sengaja membiarkan konflik terjadi berulang-ulang tanpa tindakan tegas dari aparat hukum. Ironisnya, pemer-intah justru memberikan kewenangan pengaturan tentang jama’ah Ahmadiyah kepada kepala daerah. Sebuah sikap yang, menurut Said, menunjukkan kelemahan pemerintah sendiri.

Sikap gigih Said dalam memperjuangakan kerukunan antar sesama, salah satunya, dilandasi oleh prinsip moral Masyarakat Madura untuk berlaku sopan serta menghargai diri dan orang lain. Prinsip ini akan mengantarkan seseorang

174 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

menghormati orang lain demi menjaga harga diri. Ungkapan-ungkapan moral seperti telah disebutkan di atas menjadi prin-sip dalam berhubungan antar sesama. Dengan prinsip itu, orang lain dijadikan objek moral yang juga punya harga diri. Bila ingin dihargai dan dihormati oleh orang lain, maka orang lain juga harus diperlakukan sama. Jika tidak, maka persatuan dan kesatuan bangsa akan segera terkubur.

Prinsip penghormatan tersebut selaras dengan prinsip Islam. Menurut Said, Islam mengajarkan penghormatan ke-pada lima hal pokok: pertama, hifdzu al din (penghormatan atas kebebasan beragama), kedua, hifdzu al-mal (penghor-matan atas harta benda), ketiga, hifdzu al’aql (penghormatan atas kebebasan berpikir) dan kelima, hifdzu al nasl (keharu-san untuk menjaga keturunan). Prinsip-prinsip ini dengan sendirinya meniscyakan pluralisme.

Said merasa heran jika ada lembaga agama yang meng-haramkan pluralisme. Padahal keragaman adalah niscaya, se-mentara yang tunggal hanya Maha Pencipta. Ia mengatakan, pengharaman terhadap pluralisme bertentangan dengan Pan-casila, UUD 1945, semangat Bhineka Tunggal Ika dan konsep NKRI. Pluralisme merupakan pandangan inti dari semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Karenanya, keragaman harus dire-spons dengan arif dan bijaksana dengan tetap mengutamakan keutuhan NKRI.

Lebih jauh, Said mengatakan, salah satu ancaman se-rius keutuhan NKRI dewasa ini, selain masalah korupsi dan kemiskinan, adalah upaya pengingkaran terhadap pilar-pilar kehidupan berbangsa dan bernegara. Gejala ini perlu perha-tian lebih serius dan tegas dari aparatur negara dan seluruh elemen bangsa. Ancaman itu harus segera dieleminasi sejak dini dengan cara meneguhkan jiwa bernegara.

175TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Dalam pandangan Said, mempertahankan keutuhan NKRI sama halnya dengan mempertahankan tanah air, dan karena itu sama pula dengan menjaga dan mempertahankan harga diri. Maka diharapkan setiap warga negara merawat harga diri NKRI demi mempertahankan harga diri masing-masing. Inilah prinsip moral masyarakat Madura yang perlu dikembangkan dalam konteks kebangsaan. Dan dalam uku-ran minor, Said merupakan personifikasi dari prinsip-prinsip moral tersebut meski dengan segala kekurangan dan keter-batasannya.

Kehadiran Said dengan warna-warni sepak terjangnya bisa menjadi garam yang memberi “rasa” bagi dinamika poli-tik nasional. Namun, garam harus tersaji secara proporsional, agar sayur politik yang sedang diolah oleh bangsa Indonesia tak keasinan apalagi memuakkan. Saya berharap, Said bisa is-tikamah untuk menjadi celurit dengan sikap kritis, arif, dan tegas untuk kepentingan rakyat. Dengan demikian, Said bisa ikut menggarami dandang demokrasi agar terkonsolidasi.

***

176 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

177TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Ketika diminta untuk menulis tentang bapak MH. Said Abdullah, saya bin-gung… bukan karena saya tidak men-

genalnya namun justru saya berpikir tulisan apa yang paling pantas saya sampaikan kepa-da public mengingat kharismatik dan kepem-impinan dari beliau. Walaupun saya belum begitu akrab dengan beliau namun saya tahu bagaimana sepak terjang beliau mulai bidang pendidikan, budaya, dan politik. Saya melihat dan merasakan bagaimana komitmen dan kes-ungguhan beliau untuk membangun Madura dengan cara beliau.

Beliau bisa tampil sebagai seorang mus-lim, sebagai seorang wakil rakyat, sebagai orang Madura dan sebagai ketutrunan arab. Memang tidak mudah untuk mengaktualisasi-kan diri Sama saja ketika saya juga seorang istri, seorang anak, dan seorang perempuan Madura yang semuanya tersebut membawa

Oleh: Dinara Maya JulijantiDosen Ilmu Fakultas Ilmu Sosial Unijoyo Bangkalan

Gita Cita dan Rasa Bermadura

178 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

konsekuensi masing-masing. Semua itu bisa diaktualisasikan dengan baik yang didukung dengan kearifan diri.

MH. Said Abdullah yang dilahirkan di Sumenep Ma-dura 22 Oktober 1962 dengan latar belakang kultur budaya yang beragam karena beliau juga keturunan Arab dan hidup di lingkungan pesantren. Dengan demikian MH. Said Abdul-lah sangat kenal dengan tipikal Madura. Menurutnya dalam buku Membangun Masyarakat Multikultural, 2006. Ada 4 (empat) hal yang menjiwai nilai hidup masyarakat Madura bupa’ babu’, guru ban rato, (bapak, ibu, guru, dan ratu). Guru adalah ulama, ratu adalah pemerintahan. Bagi masyarakat Madura yang paling dihormati adalah bapak ibunya, setelah itu kyainya, dan terakhir baru pemerintah. Karena itu gejolak di Madura hampir tidak pernah ada meskipun di beberapa tempat masih ada.Sekeras-kerasnya orang Madura hal ini hanya berkaitan dengan etos kerja bukan dalam hubungan sesama. Semua orang Madura adalah pekerja keras,tidak ada istilah malas-malasan dalam tradisi orang Madura. Mungkin ini karena faktor alam dan geografis.

Selain itu menurut MH.Said Abdullah tidak ada budaya kalah dalam masyarakat Madura, contohnya pada “Karapan Sapi”. Karapan sapi pada tingkat karesidenan, enam dari Sumenep, enam Pamekasan, enam Sampang dan enam dari Bangkalan. Mereka diadu dua-dua, nantinya akan menghasil-kan 12 pasang yang menang dan 12 pasang yang kalah. Dari 12 pasang yang menang akan diadu dengan sesama pemenang dan 12 pasang yang kalah akan diadu dengan sesama yang kalah. Hasilnya ada juara satu kelompok menang dan juara satu kelompok kalah. Contoh tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Madura sangat egaliter, masyarakat Madura pada prinsipnya tidak mau membuat orang sakit hati atau melukai perasaan orang lain.

179TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Setelah membaca buku beliau tentang Membangun Masyarakat Multikultural saya sdh terkesan dengan pemikiran beliau tentang pendidikan, budaya, dan media. Bagaimana beliau mendirikan institute yang bertujuan mengembangkan pendidikan multikultural.

Tidak banyak orang Madura ketika sukses di lain daerah yang peduli dan mau mengembangkan daerahnya sendiri na-mun berbeda dengan MH. Said Abdullah, bagaimana melak-sanakan kegiatan secara rutin dan konsisten dengan pengem-bangan dan pelestarian budaya Madura. Hal ini terbukti pada tahun 2011 tahun lalu beliau mempromotori seminar kebu-dayaan Madura di 4(empat) kabupaten Madura, dan saya dipercaya menjadi salah satu pembicara seminar di Kabupat-en Sampang sekitar bulan Juni dengan tema “Mengembalikan Karakter Budaya Madura yang Hilang”.Di sini menunjukkkan bagaimana MH. Said Abdullah peduli dan memperhatikan pelestrarian budaya melalui media diskusi dengan para bu-dayawan, tokoh masyarakat, birokrat, pengajar, mahasiswa, siswa, dan LSM yang ada di Madura ataupun luar Madura.

Begitu juga dengan pemikiran pelestarian budaya Ma-dura, MH. Said Abdullah begitu peduli pada bagaimana me-lestarikan budaya Madura sehingga beliau beberapa kali terli-bat mempromotori kongres kebudayaan Madura mulai tahun 2008, 2009, 2010, 2011 dan yang akan dilangsungkan 2012 tahun ini . Hal ini membuktikan bahwa melestarikan suatu kebudayaan tidaklah mudah, perlu suatu komitmen bersama dari seluruh pihak, kita tidak ingin “Karakter Madura hilang atau terkikis” oleh pengaruh budaya luar. Salah satu wujud kepeduliann beliau dengan budaya ini adalah mendirikan se-buah stasiun televise local di Madura yang diberi nama “MA-DURA CHANNEL” yang disingkat MACHAN, yang berada diujung pulau Madura yaitu Sumenep. Salah satu bentuk

180 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

pelestarian budaya Madura dengan kembali mempopulerkan bahasa Madura dimana program acara MACHAN hampir se-muanya berbahasa Madura antara lain Caca Colo’, Pamor Ma-dura, Nyaman Onggu, Sekep, sesala etangkep, Nyare Malem, Pangesto, dll.

Madura Channel televisi disingkat MACHAN adalah tel-evisi daerah yang berakar pada budaya dan kehidupan social masyarakat Madura. MACHAN menjunjung nilai-nilai bu-daya dan kearifan local Madura. Madura Channel mendorong demokratisasi dan keterbukaan di Madura, MACHAN turut serta berpartisipasi dalam menciptakan good governance and clean governance, tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih. Di samping itu untuk mendorong pengokohan adat istiadat, budaya dan local wisdom Madura yang luhur dan bernilai tinggi.

MACHAN didirikan pada tahun 2007 oleh PT. Kaber Azeezee Mediatel di Sumenep beralamat jl.Adirasa no. 5-7 kota Sumenep dan MH. Said Abdullah sebagai pemilik seka-ligus pendirinya. Saya sebagai orang Madura merasa bangga dan salut dimana Madura sudah memilki TV local walaupun daya jangkau siarannya masih terbatas,

MACHAN sebagai media informasi juga mempunyai misi : Pertama, Mendorong kemajuan masyarakat Madura, menjadi masyarakat yang modern, berbudaya dan menjun-jung tinggi nilai-nilai agama. Kedua Menyampaikan infor-masi-informasi yang akurat seputar Madura mulai dari berita actual, tradisi, potensi ekonomi, budaya dan lain-lain. Ketiga, Menjadi media yang mencerahkan bagi warga. Keempat, Men-jadi sarana bagi warga di luar Madura untuk mengetahui Ma-dura secara benar dan bertanggung jawab.

Beberapa program MACHAN yang mengemas acara

181TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

kebudayaan Madura adalah program “Pesona Madura” dan “Seputar Madura” dimana acara ini mengusung keindahan-keindahan tempat wisata atau tempat lainnya di Madura dan mendokumentasikan atraksi wisata budaya yang ada di Ma-dura.Ada juga untuk hiburan acara “Pamor Madura” yaitu acara menjelajahi kepulauan Madura dengan menelisik ker-agaman bahasa, budaya, makanan, dan masyarakat yang ada di kepulauan Madura.

Oleh karena itu banyak program-program di MACHAN yang menggunakan istilah Madura untuk menginformassikan dan mereprentasikan tentang budaya Madura. Media massa merupakan media yang paling efektif untuk menginformasi-kan kepada khalayak karena media massa khususnya media televise mempunyai efek-efek antara lain;

Pertama, Efek Primer meliputi terpaan, perhatian dan pemahaman. Kedua, Efek sekunder meliputi perubahan pengetahuan dan sikap dan perubahan perilaku.

Berbicara kebudayaan Madura sangat beragam mulai bahasa, adat-istiadat, pakaian, bahkan makanan karena men-urut sejarah Madura dipengaruhi oleh kerajaan Madura timur Sumenep dan kerajaan Madura Barat bangkalan. Dengan be-gitu mempengaruhi dialek bahasa yang ada di Madura. Secara garis besar tingkatan bahasa di Madura ada 3 yaitu tingkatan (1).enja’iya, (2). Nggi enten, (3). Enggi bunten. Masyarakat Ma-dura tidak pernah mempermasalahkan perbedaan ini karena hal itu bergantung bagaimana kita menggunakannya dengan melihat siapa lawan bicara kita. Pada tahun 2008 Kongres Kebudayaan di Sumenep dan tahun 2010 kongres bahasa di Sampang telah mencanangkan untuk menggunakan bahasa Madura secara baik dan benar termasuk penulisannya. Dalam hal ini peran MH. Said Abdullah sangatlah nyata, beliau bek-erja sama dengan pemerintah daerah untuk mewujudkan

182 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

pelestarian penggunaan bahasa Madura pada segala elemen lapisan masyarakat.

Peran media massa khusunya media elektronik dan media cetak sangatlah penting dan berpengaruh. Mengingat efek dari terpaan komunikator yang berkelanjutan akan men-gakibatkan timbulnya perhatian dan pemahaman pelestarian budaya dan bahasa pada masyarakat Madura. Memang tidak mudah apalagi diera informasi dan globalisasi pengaruh bu-daya luar sangatlah cepat. Namun selama media elektronik dan media massa yang ada di Madura tetap eksis menyuguh-kan berita ataupun pengetahuan tentang Madura dengan me-makai bahasa Madura kekhawatiran karakter budaya akan hi-lang mungkin tidak akan terbukti. Selain MACHAN TV, ada radio Suara Madura, RKPD Sampang dan Suara Bangkalan FM yang mendukung penggunaan bahasa Madura pada be-berapa programnya.

Dalam Ilmu Komunikasi mengatakan BUDAYA ADA-LAH KOMUNIKASI KOMUNIKASI ADALAAH BUDAYA Mengapa disebut demikian dalam setiap kebudayaan itu su-dah menunjukkan makna komunikasi.

Madura memiliki keanekaragaman budaya namun dengan derasnya arus informasi dan pengaruh budaya luar menyebabkan budaya Madura mulai terkikis. Salah satu cara yang dapat memfilter pengaruh tersebut adalah peran kelu-arga dalam mengkomunikasikan terhadap anggota keluarga dan lingkungannya. Masalah yang sering terjadi pada kelu-arga adalah masalah komunikasi. Mengapa hal ini bisa ter-jadi???

Pertama, Peran orang tua sangat kurang, karena sudah tidak mengajarkan budaya-budaya local terhadap anaknya. Kedua, Pengaruh teknologi dan informasi yang menyebabkan

183TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

para generasi muda lebih memilih budaya modern diband-ingkan budaya tradisional karena mereka takut dikatakan sebagai generasi kuno atau Jadul. Dan Ketiga, lingkungan Ek-sternal keluarga dapat membawa pengaruh terhadap komu-nikasi maupaun budaya dalam keluarga itu sendiri.

Pada era modern budaya global akan datang bertubi-ber-tubi dengan melalui berbagai kegiatan dan media. Masyarakat yang tidak berdaya budi tentu tidak akan mampu melakukan dialog dan tidak mampu memfilter serbuan budaya global. Lembaga-lembaga pendidikan , instansi pemerintah, pesant-ren sampai dengan arisan silaturahmi yang ada di setiap kampong mempunyai tanggung jawab bersama dalam proses komunikasi dengan budaya baru tersebut. (diungkapkan oleh Zawawi Imron pada seminar “Budaya Madura menghadapi Globalisasi “ di kabupaten Bangkalan 2010)

Komunikasi keluarga sebagai salah satu bentuk komuni-kasi antar pribadi mempunyai efek yang paling ampuh untuk menanamkan nilai-nilai warisan tradisi budaya lokal sehingga budaya Madura tetap eksis dengan identitas kebudayaannya dalam menjawab tantangan jaman dan akan menjadi sumban-gan berharga bagi kebudayaan Indonesia. Kita tahu Madura sangat beragam bahasa, adat istiadatnya cuma sayang tidak banyak orang yang peduli untuk mendokumentasikan dan melestarikannya.

Saya sangat berharap banyak kepada MH. Said Abdullah untuk terus mewujudkan cita-cita membangun masyarakat Madura melalui pendidikan formal dan informal, mengem-bangkan keberadaan media informasi baik elektronik mau-pun media cetak untuk menguatkan dan melestarikan kebu-dayaan Madura. Serta tetap melaksanakan kegiatan regular kongres kebudayaan Madura ataupun seminar sebagai ben-tuk kepedulian sarana diskusi kebudayaan bagi semua ele-

184 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

men masyarakat Madura agar Karakter dan Identitas Madura tetap Kokoh.

***

185TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Dalam tulisan singkat ini saya ingin sekelumit meneropong sosok Said Ab-dullah sebagai seorang manusia serta

sekilas amatan gerak langkah dalam memban-gun Madura, utamanya dalam bidang kebu-dayaan. Dan tak lupa pula saya akan mem-berikan saran untuk melengkapi bekal Said Abdullah dalam membangun Madura menuju masyarakat sejahtera.

Tulisan ini saya mulai dengan perkena-lan saya dengan Said Abdullah yang berlang-sung sekitar dua puluh empat tahun yang lalu. Saya masih ingat sosok pemuda yang kadang-kadang mampir ke tempat saya (yang dikenal dengan meja bundar). Di tempat saya sejak tahun tujuh puluhan, memang tempat berkumpul rekan-rekan generasi seniman, wartawan, dan politikus.

Dimana sehari-hari kami bertukar pikiran mengenai segala hal politik sosial bu-

Oleh: Edhi SetiawanBudayawan Madura

Jalan Panjang Pejuang Kebudayaan

186 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

daya di bidang seni dan kebudayaan. Sulit bagi saya untuk melupakan Said Abdullah, karena dia meninggalkan kesan lain. Jika kebanyakan pemuda sebayanya ke tempat saya un-tuk membahas topic-topik sastra, kesenian, dan sosial, yang satu ini berkutat pada persoalan politik praktis.

Tak heran, di usia yang muda dia sudah menjadi sekjen PDI Sumenep, dan jurkam Nasional untuk pemilu Tahun 1989. Saya yang kebetulan punya hobby memotret kampanye menjelang pemilu, kagum atas keberanian serta ketegasannya melontarkan kritikan-kritikan atau sindiran pada penguasa orde baru. Saya masih ingat ia menghujat koruptor dengan sindiran-sindiran di atas mimbar kampanye. “Tidak ada ban-teng makan jembatan, tidak ada banteng minum aspal”, lain dengan saingannya yang kebetulan banyak di birokrasi terli-bat korupsi.

Akibatnya saya dengan dia banyak dicari oleh intel. Ke-beranian dan kecerdasannya dalam berdialog dan berdiskusi membuat saya sulit melupakan dia. Sikap pemberani dan te-gas, pencerminan dari salah satu prinsip Madura “ Mon Keras Paakeris ” menjadi satu sikapnya yang dipegang teguh sam-pai saat ini. Pepatah ini menyiratkan makna: Sikap tegas harus diikuti oleh tanggung jawab (pelaksanaannya). dan atau Kata-kata yang diucapkan harus sesuai dengan tindakannya, juga jangan mu-dah berjanji jika tidak mampu melaksanakannya.

Sebagai seorang nasionalis yang bercita-cita memban-gun masyarakat multi kultur. Dan menghargai pluralisme Said Abdullah:

- Berani pasang dada membela minoritas Ahmadiyah, walaupun ia menyadari tindakannya itu akan mengurangi popularitasnya di kalangan umat islam tertentu.

- Memberikan bantuan moril atau materiil pada segala pihak

187TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

yang memerlukan (tanpa dibatasi) sekat-sekat golongan atau aliran pemikiran politiknya. Dalam hal ini dia men-erobos batas-batas ideologi yang sempit.

Dalam salah satu tulisan memoarnya Said Abdullah merasa bersyukur dilahirkan di sumenep. Dimana masyarakat yang berbeda latar belakang agama, budaya serta profesi bisa hidup berdampingan secara damai.

Hampir tidak ada benturan antara kelompok-kelompok etnis dan agama. Orang Madura, Arab, dan Tionghoa saling menghargai dan mengerti satu sama lain. Sekat-sekat per-bedaan agama, kebudayaan, lebur dalam pergaulan sehari-hari. Said Abdullah bercerita pernah punya teman baik yang beragama Kristen dan orang Tionghoa.

Pengalaman masa kecil dan lingkungan mempengaruhi pola pikir tindakan serta ideologinya sehingga terbentuk menjadi manusia yang mempunyai prinsip pluralisme yang bercita-cita membangun masyarakat multi kultur.

Di kalangan DPR Said Abdullah dikenal sebagai sosok yang pandai melobi dan mampu menerobos batas ideologi ia dikenal sosok lintas batas. Prinsip ini tidak hanya diungkap-kan dalam bentuk pidato atau kampanye atau wacana.

Menurut saya dalam memberikan bantuan Said tidak terlalu memandang orang dari golongan, suku, maupun aga-ma atau ideology. Dia meyakini pluralisme adalah suatu fakta sejarah yang tidak dapat dihindari ataupun diingkari. Orang-orang tidak dapat memilih dia lahir dari suku atau agama ter-tentu.

Ketika kebudayaan hampir-hampir tidak menjadi acuan dalam strategi pembangunan, Said Abdullah berpendapat ini tidak benar.

188 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

Kebudayaan adalah cerminan tinggi rendahnya perada-ban suatu golongan atau bangsa. Dalam kebudayaan terhim-pun nilai-nilai etika atau moral luhur suatu golongan suku bangsa. Kebudayaan membentuk dan mewujudkan kepriba-dian suatu suku bangsa. Hal inilah yang pantas menjadi arah atau landasan, acuan dalam strategi pembangunan.

Said Abdullah ingat pesan Bung Karno, yakni Berdaul-at dalam bidang politik, Berdikari dalam bidang ekonomi, Berkepribadian dalam bidang kebudayaan

Menjadi suku bangsa tanpa berkepribadian jati diri seakan-akan bagai perahu yang tidak punya pelabuhan.

Tindakan-tindakan dan gerakan Said Abdullah un-tuk kemajuan Madura dilandasi kepentingan Madura masa depan, tidak untuk kepentingan politik sesaat.

Bagi Said Abdullah Madura tidak cukup dicintai, dipuji, dan dijadikannya wacana untuk sekedar pengumpulan suara dalam pileg. Madura harus didorong, diingat untuk menuju kesejahteraan.

Madura yang pada masa lalu pernah jaya masa Singasa-ri, Majapahit, Mataram melahirkan tokoh-tokoh antara lain: Wiraraja, Trunojoyo, Cakraningrat IV, Sultan Abdurrachman.Harus menunjukkan kembali kejayaannya.

Said Abdullah melihat dan prihatin kondisi kebudayaan Madura dewasa ini. Budaya Madura sedikit demi sedikit ter-gorogoti dan mulai ditinggal oleh sebagian masyarakat Ma-dura. Terutama generasi muda Maduranya. Gejala-gejala itu terlihat pada:

Pertama, melemahnya Etos Kerja (utamanya) generasi muda kota. Semangat, Abantal Ombak, Asapok Angin dan prib-ahasa Mon atane atanak mon adagang adaging, mulai luntur. Ini

189TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

bisa dilihat tidak banyak wiraswasta-wiraswasta muda yang sukses.

Kedua, solidaritas (rampak naong beringin korong), se-mangat gotong-royong, yang kuat melindungi yang lemah mengendur. Masing-masing bersifat individualistis.

Ketiga, Prinsip. “Ango’ pote tolang, etembang pote mata”. Pegangan hidup leluhur Madura yang menjunjung tinggi kehormatan dan harga diri di atas segala-galanya. Di Masa lalu orang berani hidup sederhana atau miskin dari pada tercoreng perbuatannya dengan berbuat yang melang-gar hukum atau larangan agama. Untuk kehormatan orang Madura tidak segan-segan mempertaruhkan jiwanya. De-wasa ini prinsip ini mulai ditinggalkan atau dilupakan, untuk mencapai tujuan orang kadang-kadang lupa akan harga diri atau kehormatan, salah satu penyebab maraknya korupsi.

Keempat, pemakaian bahasa Madura dalam percakapan sehari-hari mulai berkurang utamanya dalam kelas menen-gah kota.

Dan kelima, Makin susutnya pementasan kesenian tradisional.

Menyadari situasi ini Said Abdullah berfikir ini tidak bisa dibiarkan harus ada upaya penyelamatan, penyegaran serta revitalisasi budaya Madura. Untuk pelaksanaan gerakan ini Said Abdullah punya inisiatif menyelenggarakan kongres Kebudayaan Madura. Dia berharap dengan jalan ini, nilai-ni-ali Madura yang tersebar di empat kabupaten, ataupun yang hilang akan bisa di untai kembali, untuk ditelusuri, direnung-kan, dikumpulkan serta kalau perlu direvitalisasi.

Gagasan untuk kongres Kebudayaan Madura terwujud pada tahun 2007 diadakan di Sumenep dengan peserta selu-

190 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

ruh masyarakat Madura yang berdiam di empat kabupaten Madura, ataupun masyarakat Madura ditapal kuda, penda-lungan juga komunitas intelektual maduara masyarakat Ma-lang, Yogya, Surabaya, Jakarta, dll. Ahli-ahli Madura dari Belanda seperti dari Hub De Jong juga ikut mengisi materi kongres.

Dari hal ini makin tampak kesungguhan, kegigihan Said Abdullah memperjuangkan Madura. Kongres Kebudayaan I Madura menelorkan 39 rekomendasi penting (dalam badan sosial budaya, dan kesenian), antara lain:

- Pembentukan pusat informasi budaya Madura dan mem-bikin website khusus Madura

- Melakukan sosialisasi nilai-nilai sosial budaya Madura, melalui pranata sosial yang ada, yaitu lembaga penataran dan keluarga untuk membangun masyarakat harmonis, damai, dan aman.

- Bahasa Madura dimasukkan dalam ekstra kurikuler di lembaga pendidikan juga bahasa pengantar di sekolah dasar.

- Perlu ada kesamaan visi 4 kabupaten Madura dalam pem-buatan kebijakan renstra pendidikan perda pendidikan yang di dalamnya tercantum tentang aplikasi supra mau-pun infra struktur budaya serta pelestariannya.

- Inventarisasi bentuk kesenian warisan leluhur baik yang tradisional ataupun kontemporer.

- Perlu dibangun fasilitas sarana untuk pengembangan kes-enian.

- Memasukkan pendidikan kesenian Madura dalam kuriku-lum sekolah dasar sampai menengah.

191TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

- Terus menerus secara berkelanjutan menyelenggarakan parade atau lomba kesenian tradisional, ajang pemen-tasan kesenian tradisional. Dalam hal melestarikan dan mengembangkan kesenian tradisi gerakan Said Abdullah pada tahap mempertahankan yang masih ada.

Harapan saya Said Abdullah juga harus mencoba meng-gali atau dan menumbuhkan kembali yang hilang kesenian rakyat yang ada di desa-desa yang kembali sudah mulai menghilang.

Saya juga mengharapkan Said Abdullah ikut memikir-kan tradisi kebanggaan Madura yaitu “ Kerapan Sapi “ yang mulai ditinggalkan masyarakat Madura belakangan ini. Mim-pi saya mengembangkan suasana atau kerapan sapi seperti saya alami waktu kecil yang betul-betul menggambar sua-sana total pesta rakyat. Ada hiburan ludruk atau topeng, ada kontes perangkat hiasan sapi, ada arak-arakan serta tari keg-embiraan puluhan group saronen. ada pasar malam sebelum kerapan berlangsung menjual beragam makanan tradisional.

Juga langkah dan gerakan lainnya dalam menumbuh kembangkan kerajinan serta industri rakyat yang tradisional seperti menggelar produksi batik Sumenep serta memper-juangkan agar batik Sumenep menjadi salah satu seragam wajib Pemkab dan murid sekolah Sumenep.

Membangun Madura tidak hanya diserukan dalam diskusi-diskusi atau seruan. Harus ada langkah-langkah langsung yang membumi dan bermanfaat langsung bagi masyarakat.

Said Abdullah tak segan-segan memberikan penghar-gaan dan sejumlah uang kepada mereka-mereka yang banyak berjasa dalam membangun Madura seperti: Guru teladan, Pasukan kuning teladan, Takmir masjid teladan, Pesuruh se-

192 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

kolah teladan, dll.

Semuanya ini dilakukan untuk mengingatkan pada masyarakat bahwa orang-orang ini adalah insan-insan yang diam-diam tanpa pamrih uang dan politik melaksana-kan pengabdiannya demi kesejahteraan dan kepentingan masyarakat pada umumnya, juga memicu semangat pengab-dian pada kepentingan umum.

Tindakannya ini menumbuhkan kembali semangat bu-daya Madura berslogan “Rampak naong baringin Korong” artinya bahwa hidup manusia selain untuk kepentingan sendiri, harus sedia berbuat kepentingan masyarakat banyak. Masing-masing harus berpartisipasi menurut kemampuan di bidang masing-masing.

Selain itu pepatah atau paparegan ini berarti orang-orang yang diberi kekuatan atau kemampuan lebih harus selalu sedia membantu orang yang serba dalam kekurangan dan kesulitan. Ia tidak hanya menjadi pengayom keluarga, tetapi juga harus mengayomi kepentingan masyarakat pada umumnya.

Slogan atau paparegan ini diyakini dan diamalkan oleh Said Abdullah. Ia tidak segan-segan memberikan bantuan pada masyarakat yang serba kekurangan. Misalnya,memberikan bantuan sejuta bibit pohon jarak, membagikan 150 ekor kamb-ing, memberikan bantuan pada lembaga-lembaga pendidikan swasta, tanpa melihat apakah lembaga itu sealiran dengan ideology politik.

Dalam setiap kegiatan entah itu raker, penyambutan tamu ataupun kongres kebudayaan Said Abdullah tidak per-nah absen memberikan kesempatan group kesenian tradis-ional, tari, ul-daul (tongtong) sampai pada kelompok pencinta atau pelestari keris untuk tampil dipanggung maupun pen-

193TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

gadaan pameran-pameran.

Baginya untuk mempertahankan eksistensi kesenian-kesenian dan kerajinan tradisional tidak cukup hanya dengan menganjurkan atau mewacanakan dalam setiap sambutan.

Hal-hal seperti ini patut diteladani pejabat atau birokrasi agar tidak hanya cukup mewacanakan “lestarikan dan kem-bangkan kesenian tradisional”, namun itu hanya diucapkan tidak sampai pada pelaksanaan.

Kesenian tradisional akan terus hidup dan berkem-bang, jika sepenuh dia didukung, dicintai, dan dipelihara oleh masyarakat utamanya pejabat pemangku kesenian. Bagi Said Abdullah, kebudayaan dimana di dalam termasuk kesenian adalah identitas, jati diri dan merupakan kebanggaan yang harus diselamatkan dari kepunahan sampai akhir zaman. Suku atau bangsa yang tidak mempunyai jati diri atau iden-titas sejarah sendiri akan menjadi bangsa atau suku terasing. Bagi masyarakat Madura, gebrakan Said Abdullah menye-lenggarakan kongres kebudayaan Madura merupakan sebuah langkajh penyelamatan budaya Madura yang adiluhung.

Walaupun tidak lepas dari kekurangan-kekurangan yai-tu realisasi beberapa rekomendasi kongres ada yang tersendat atau tercecer tidak bisa diwujudkan.

Tentunya hal ini tidak fair kalau hanya dibebankan pada Said Abdullah atau insan-insan peserta kongres. Untuk mere-alisasikan rekomendasi-rekomendasi kongres, uluran tangan Pemkab Se-Madura serta masyarakat pada umumnya mutlak diperlukan.

Dalam suatu hari, saya sempat berbincang dengan Said Abdullah, dia menyadari segala upaya gerakan dan bantuan pada masyarakat Madura belum banyak berarti, namun dia

194 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

berjanji tidak akan pernah bosan untuk mencurahkan dana dan daya untuk Madura tercinta.

Dengan segala keterbatasannya dia pantang mundur untuk merealisasikan mimpinya “menuju Madura modern tanpa kehilangan identitas”. Membangun Madura ke depan harus bermanfaat bagi orang Madura serta tidak meninggal-kan identitas budaya Madura yang adiluhung.

Menegakkan kembali citra budaya Madura adalah per-jalanan panjang. Akhirnya sebagai penutup saya salut kepada Said Abdullah dengan segala upaya, bantuan dana dan daya kepada tanah kelahirannya yang tercinta. Said Abdullah tetap rendah hati, dia berkata:

PUTIH TULANGKUMERAH DARAHKUMAAFKAN INDONESIAKU…!!SELAMAT BERJUANG SAHABAT……!MERDEKA………….!!!

***

195TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

BAGIAN EMPAT

GENDER

196 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

197TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

PENDAHULUAN

Islam adalah agama yang memiliki nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung di dalamnya. Salah satu bentuk elaborasi dari nilai-nilai kemanusiaan itu adalah pengakuan yang tulus terhadap kesamaan dan kesatuan manusia. Salah satu tuntunan agama yang mendasar adalah keharusan menghormati sesama manusia tanpa melihat jenis kelamin, gender, ras, suku bangsa, dan bahkan agama. Karena itu, setiap agama mempunyai dua as-pek ajaran: ajaran tentang keTuhanan dan ke-manusiaan. Islam, misalnya, memiliki ajaran yang menekankan pada dua aspek sekaligus: aspek vertikal dan aspek horizontal. Yang per-tama berisi seperangkat kewajiban manusia kepada Tuhan, sementara yang terakhir berisi seperangkat tuntunan yang mengatur hubun-gan antar-sesama manusia dan hubungan ma-nusia dengan alam sekitarnya.

Oleh: Masykurotus SyarifahDosen Universitas Trunojoyo Bangkalan

Nasionalisme Diantara Genderdan Kebangsaan

198 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

Secara biologis, Allah menciptakan manusia menjadi dua jenis kelamin, yaitu laki–laki dan perempuan. Namun di sisi Allah kedudukan serta derajat keduanya sama kecuali kadar ketaqwaaannya. Landasan ini yang kemudian men-jadi saksi bahwa sesungguhnya Islam memiliki prinsip per-samaan dan keadilan. Namun isu yang berkembang, adanya pola pikir yang cenderung mendiskriditkan perempuan, yang pada gilirannya membentuk pola tingkah laku dan sikap per-empuan yang diinterpretasi sebagai kodrat perempuan.

Kodrat perempuan dijadikan alasan untuk mereduksi berbagai peran dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Bahkan kodrat perempuan sudah dianggap sebagai pemberi-an Allah. Pemahaman yang berkembang di masyarakat perlu dipertanyakan apakah itu memang sudah set up Tuhan (di-vine creation) atau hanya rekayasa masyarakat (social con-struction) atau sedang terjadi manipulasi antropologis dengan memanfaatkan kelemahan kesadaran perempuan. Karena ser-ingkali perempuan dikonotasikan pada hal – hal yang bersifat negatif, misalnya asal kejadian atau penciptaan perempuan, bahkan sampai pada akal atau kemampuan perempuan.

Hai ini muncul dan merupakan akar ketidakadilan ke-pada perempuan. Dan ironisnya seringkali dimbangi dengan legitimasi baik dari al-Qur’an, Hadis, ataupun fiqh. Banyak sekali ditemui ajaran fiqh yang mendiskriditkan kaum perem-puan dan menempatkan laki-laki pada tatanan superior yang tidak menutup kemungkinan ajaran fiqh yang bias gender tersebut dirumuskan pada suatu lingkup tertentu dan diru-muskan dalam horizon budaya yang mengehendaki demiki-an yang dikenal dengan budaya patriarkhi. Pada umumnya kaum feminis berpendapat bahwa ada dua faktor fundamen-tal yang menyebabkan terjadinya ketidak adilan terhadap perempuan, yaitu perbedaan gender dan budaya patriarkhi.

199TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Tulisan ini mencoba untuk mendiskusikan dan berusaha memikirkan kembali legitimasi yang sangatlah berimplikasi terhadap progresifitas perempuan dalam mengaktualisasikan dan merealisasikan bentuk serta wujud dari fungsi dan peran-nya sebagai manusia yang beridentifikasi perempuan.

Perempuan Dalam Perspektif Al-Qur’an

Al-Qur’an secara umum dan dalam banyak ayatnya telah membicarakan relasi gender, hubungan antara laki- laki dan perempuan, hak-hak mereka dalam konsepsi yang rapi, indah dan bersifat adil. Namun pertanyaan yang masih perlu didiskusikan adalah apakah laki-laki dan perempuan memi-liki kedudukan yang setara dalam al-Qur’an. Pertanyaan ini yang seringkali menjadi polemik antara ulama konservatif dengan kelompok feminis muslim1.

Sebelum diturunkan surat al-Nisa’ ini, telah turun dua surat yang sama-sama membicarakan perempuan, yaitu su-rat al-Mumtahanah dan surat al- Ahzab. Namun pembahasan-nya belum final, hingga diturunkan surat al-Nisa’ ini. Dalam ayat pertama surat al-Nisa’2 didapatkan, bahwa Allah telah menya-makan kedudukan laki-laki dan perempuan sebagai hamba dan makhluk Allah, yang masing- masing jika beramal

1 Secara umum kaum feminis menganggap bahwa telah terjadi kerancuan makna antara apa yang disebut dengan sex dan gender. Terjadi kesalah pahaman dalam memposisikan makna sebuah istilah. Karena pada dasarnya konstruksi social justrru duanggap sebagai kodrat yang berarti ketentuan biologis atau ketentuan Tuhan. Misalkan seperti mendidik anak, segala urusan domistik sering dianggap sebagai “kodrat perempuan”. Padahal men-didik anak dan mengurus urusan domistik juga harus dilakukan oleh seorang laki-laki. Karenajenis pekerjaan ini bisa dipertukarkan dan bersifat universal. Lihat; Mansour Fakih, Analisis Gender Dan Transformasi Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999)., 11

2 Q.S. 4: 1; “Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari nafs yang satu dan dari padanya Allah menciptakan istrinya dan dari pada ked-uanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. (al-Nisa>’ ayat 1).

200 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

sholeh, pasti akan diberi pahala sesuai dengan amalnya. Ked-ua-duanya tercipta dari jiwa yang satu (nafsun wahidah), yang mengisyaratkan bahwa tidak ada perbedaan antara keduan-ya. Semuanya di bawah pengawasan Allah serta mempunyai kewajiban untuk bertaqwa kepada-Nya (ittaqu robbakum ) .

Kesetaraan yang telah diakui oleh al-Qur’an tersebut, bukan berarti harus sama antara laki- laki dan perempuan dalam segala hal. Untuk menjaga kesimbangan alam (sunnatu tadafu’ ), harus ada sesuatu yang berbeda3, yang masing-mas-ing mempunyai fungsi dan tugas tersendiri. Tanpa itu, dunia, bahkan alam ini akan berhenti dan hancur.

Al-Qur’an telah meletakkan batas yang jelas dan tegas di dalam masalah ini, salah satunya adalah ayat-ayat yang terda-pat di dalam surat al-Nisa’. Terutama yang menyinggung kon-sep pernikahan poligami, hak waris, dan dalam menentukan tanggungjawab di dalam masyarakat dan keluarga.

Dalam pandangan masyarakat yang patriakhi 4, pandan-gan mensubordinatkan perempuan di bawah superioritas la-ki-laki dipengaruhi oleh doktrin keagamaan, tetapi kalau kita melihat doktrin Islam sendiri, ternyata ide egalitarianisme sangat dijunjung tinggi. Pada dasarnya al-Qur’an memberi-kan justifikasi yang sangat jelas tentang kesejajaran perem-puan dengan laki-laki, tetapi dalam tataran realitas ternyata

3 Sebagai hikmah dari Allah untuk menciptakan dua pasang manusia yang berbeda, bukan hanya pada bentuk dan postur tubuh serta jenis kelaminnya saja, akan tetapi juga pada emosional dan komposisi kimia dalam tubuh. Hal ini berakibat membawa efek kepada perbedaan dalam tugas ,kewajiban dan hak. Dan hal ini sangatlah wajar dan sangat logis. Ini bukan sesuatu yang didramatisir sehingga merendahkan perempuan. Tetapi merupa-kan bentuk sebuah keseimbangan hidup dan kehidupan, sebagaimana anggota tubuh ma-nusia yang berbeda-beda tapi menuju kepada persatuan dan saling melengkapi

4 Patriarkhi adalah persepsi yang menempatkan laki-laki lebih dominant (superior) dari per-empuan. Patriarkhi berasal dari bahasa Yunani “patria´ berarti bapak dan “arche” berarti aturan. Dalam istilah antropologis digunakan untu merumuskan kondisi sosiologis ang-gota laki-laki suatu masyarakat cenderung menguasai posisi kekuasaan. Lihat; Rifka An-nisa (Women’s Crisis Center, Benarkah Kita Mencintai Istri Kita)., 5-7.

201TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

ide-ide egalitarian dalam al-Qur’an sering berbenturan den-gan respon masyarakat yang cenderung bias.

Misi Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW adalah Rahmat li al-‘alamin, telah meletakkan ukuran-ukuran yang tepat bagi kehidupan kemanusiaan sepanjang waktu dan tempat, di mana kesetaraan dan keadilan menjadi tema penting dalam penempatan ukuran-ukuran tersebut. Realitas adanya perempuan dan laki-laki adalah salah satu sunnatullah . Kalau kita merujuk kepada al- Qur’an banyak ayat-ayat yang menginformasikan bahwa kedudukan antara perempuan dan laki-laki di hadapan Allah adalah setara. Ayat-ayat tersebut di antaranya:

Pertama, Perempuan dan laki-laki sama-sama sebagai hamba Allah yang diciptakan hanya untuk mengabdi kepada Allah5. Kedua, Kualitas seseorang ditentukan dari ketakwaan-nya6. Ketiga, Perempuan dan laki-laki sama sabagai khalifah fi al-ardi7. Keempat, Perempuan dan laki-laki mempunyai peran sosial politik8. 5 al- Dhariyat: 566 al-Hujura>t: 13. Dalam ayat ini al-Qur’an tidak memandang perbedaan dari segi fisik, jenis

kelamin, suku bangsa, dan warna kulit, semuanya di hadapan Allah sama yang membeda-kan hanyalah kualitas ketakwaannya. Mengomentari ayat tersebut, Muhammad Syaltut sebagaimana dikutip oleh Ahmad Rofiq mengatakan: pada prinsipnya, tabiat kemanusian antara perempuan dan laki-laki adalah hampir (dapat dikatakan sama), baik potensi mau-pun kemampuan yang cukup untuk memikul tanggung jawab, dan menjadikan perem-puan dan laki-laki dapat melaksanakan aktivitas-aktivitas yang bersifat umum maupun khusus. Lihat; Ahmad Rofiq, Fiqh Konstektual: Dari Normatif ke Pemaknaan Sosial (Yogy-akkarta: Pustaka Pelajar, 2004)., 81.

7 al-Baqarah: 30 dan al-An’am: 165), untuk memakmurkan dunia dan memfungsikan konsep rahmatan li al-‘ami>n Allah mengangkat manusia sebagai khali>fah. kata khali>fah di sini tidak merujuk kepada satu jenis kelamin tertentu (perempuan saja atau laki-laki saja) se-hingga baik perempuan maupun laki-laki mempunyai fungsi yang sama sebagai khali>fah yang akan bertanggung jawab terhadap tugas-tugas kekhali>fahannya di muka bumi. Kekhali>fahan adalah dasar penyatuan antara perempuan dan laki-laki dalam hubungan kekuasaan.

8 al-Taubah: 71. “Dan laki-laki yang beriman dan perempuan yang beriman sebagian mereka adalah auliya bagi sebagain yang lain, mereka menyuruh yang ma’ruf dan melarang yang munkar, mendirikan s}alat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi

202 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

Dengan membaca ayat-ayat tersebut kita dapat melihat dengan jelas bahwa sesungguhnya al Qur’an memperlihatkan pandangan yang egaliter dalam hubungannya dengan relasi perempuan dan laki-laki.

Akan tetapi, realitas yang terjadi tidaklah seindah cita-cita al-Qur’an, di mana posisi perempuan kerap dipandang di bawah laki-laki. Salah satunya adalah dalam memandang perempuan sebagai pemimpin. Dalam wacana pemikiran Is-lam, dalam membicarakan hak-hak politik kaum perempuan, secara garis besar terdapat dua pendapat yang berkembang. Pertama, menganggap perempuan tidak layak untuk menjadi seorang pemimpin. Kedua, pendapat yang menyatakan bah-wa sejak awal al-Qur’an telah memperkenankan perempuan berpartisipasi dalam ranah politik, pandangan teologis yang diajukan keduanya adalah sebagai berikut.

Pertama, al-Qur’an surat al-Nisa ayat 34:

”Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum per-empuan, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka, sebab itu maka perempuan yang saleh adalah perempuan yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka.”

Para ulama umumnya memahami kata Qowwam pada ayat di atas dengan pemimpin sehingga penafsiran yang mun-cul adalah bahwa laki-laki lah yang menjadi pemimpin kaum perempuan9. Sementara itu, menurut al-Thabathabai bahwa

Maha Bijaksana.” Kata auliya disini meliputi kerjasama, bantuan, dan penguasaan, de-mikian juga amar ma’ruf nahi munkar mencakup semua ranah kehidupan, termasuk juga ranah sosial politik.

9 Menurut al-Razi sebagaimana dikutip oleh Husein Muhammad bahwa kelebihan laki-laki atas perempuan meliputi keunggulan ilmu dan kekuatan fisik, akal dan pengetahuan per-empuan, menurutnya lebih rendah daripada akal dan pengetahuan laki-laki, dan untuk

203TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

keunggulan laki-laki atas perempuan adalah karena laki-laki memiliki kemampuan berfikir yang memunculkan keberani-an, kekuatan, dan kemampuan mengatasi berbagai kesulitan, sedangkan perempuan lebih sensitif dan emosional10.

Argumen lain yang dimunculkan adalah tugas seorang pemimpin demikian beratnya, sehingga perempuan tidak akan sanggup memikulnya karena keterbatasan akal/peng-etahuan dan fisiknya lemah Senada dengan pendapat di atas Musthofa al-Maraghi mengatakan di antara tugas laki-laki ialah memimpin kaum perempuan dengan melindungi dan memelihara mereka. Hal ini karena Allah melebihkan laki-laki atas perempuan dalam perkara kejadian, dan memberi mere-ka kekuatan yang tidak diberikan kepada kaum perempuan.11

Argumen lain yang dimunculkan adalah bahwa tugas seorang pemimpin itu demikian beratnya dan karena akal/pengetahuan perempuan rendah serta fisik yang lemah se-hingga dimungkinkan perempuan tidak akan mampu memi-kul tanggung jawab baik sebagai pejabat eksekutif (kepala ne-gara, khalifah), pejabat legislatif (parlemen, menteri) maupun pejabat yudikatif (hakim, qodhi dan lain-lain). Perempuan hanya dapat berperan dalam tugas-tugas domestik, sedan-gkan tugas sosial dan politik hanya merupakan bagian dari tanggung jawab kaum laki-laki.

Dalam kajian fiqih politik kontemporer pun ternyata kemampuan seorang perempuan untuk menjadi pemimpin masih diragukan. Seorang ahli fiqih kontemporer, Wahbah al-Zuhaili, sebagaimana dikutip oleh Syafiq Hasyim, menetap-kan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang men-

pekerjaan-pekerjaan keras laki-laki lebih sesuai. Lihat; Husein Muhammad, Fiqh Perem-puan: Refleksi Kyai Atas Wacana Agama dan Gender (Yogyakarta: LKIS, 2001)., 146.

10 Ibid., 14711 Ahmad Must}afa> al-Mara>ghi, Tafsir al-Mara>hgi (Beirut: Da>r al-Fikr, tt.)., 27

204 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

jadi kepala pemerintahan. Syarat-syarat itu adalah: memiliki jiwa kepemimpinan yang sempurna, Islam, dewasa, berakal, merdeka dan laki-laki12.

Dari penelusuran al-Qur’an jika Allah hendak men-gungkapkan jenis kelamin secara biologis maka dipakai kata al-untha (jamaknya al-inath) untuk menunjuk perempuan dan kata al-dhakar (jamaknya aldhukurah) untuk laki-laki, se-dang untuk jenis kelamin secara budaya maka dipakai kata al-imro’ah (jamaknya al-nisa’) untuk menunjuk perempuan dan kata al-rajul (jamaknya al-rijal) untuk laki-laki yang digu-nakan dalam al-Qur’an secara konsisten, sedangkan ayat di atas menggunakan al-nisa dan al-dzakar bukan al-inas dan al-dzukurah. Dengan demikian, ayat di atas tidak memutlakan laki-laki yang menjadi pemimpin karena yang dipakai adalah term budaya bukan term biologis13.

Pandangan yang memposisikan hanya laki-laki yang berhak menjadi pemimpin, ini sebenarnya segera terbantah-kan oleh fakta sejarah Nabi terdahulu, Allah telah menginfor-masikan ratu perempuann bernama Bilqis dari negeri Saba Yaman Selatan.

“Sesungguhnya aku (Hud hud) menemukan seorang perempuan yang memerintah mereka dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar” (Q.S. al-Naml ayat: 23).

12 Syarat laki-laki menurutnya karena beban seorang pemimpin membutuhkan kemampuan besar yang tidak dapat dilaksanakan seorang perempuan, maka dari itu kita dapat melihat bahwa fisik menjadi standar alasan ketidakmampuan perempuan menjadi kepala pemerin-tahan. Melihat beberapa pandangan tersebut, ayat yang secara eksplisit menjelaskan posisi subordinat perempuan dan kekuatan laki-laki, para ulama tafsir klasik kemudian menem-patkan ayat di atas sebagai pusat untuk menafsirkan ayat-ayat lain yang berkaitan dengan soal-soal perempuan, temasuk kepemimpinan. Lihat: Syafiq Hasyim, Hal-Hal yang Tak Terpikirkan: Isu-Isu Keperempuanan Dalam Islam (Bandung: Mizan Media Utama, 2001)., 201.

13 Nasaruddin Umar, Bias Gender dalam Penafsiran al-Qur’an (Jakarta: IAIN Syarif Hiday-atullah, 2002., 40.

205TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Kalau Islam tidak memperkenankan perempuan men-jadi pemimpin negara, mengapa Allah mengangkat kisah ratu Bilqis yang telah memimpin dengan sukses? Fakta sosial juga berbicara tentang Kholidah Ziyah dari Bangladesh, Benazir Bhutto dari Pakistan, yang telah menjawabnya dengan tinda-kan karena sekarang semakin banyak kaum perempuan yang memiliki potensi dan pengetahuan untuk menjalankan peran-peran yang selama ini dipandang dan hanya milik kaum laki-laki. Banyak perempuan diberbagai kesempatan yang mampu tampil dalam kepemimpinan domestik maupun publik, baik dalam bidang sosial, ekonomi, budaya, maupun politik. Oleh karenanya, argumen superioritas lakilaki bukanlah sesuatu yang mutlak dan berlaku sepanjang waktu. Demi kebaikan dan demokratisasi menekankan kesetaraan perempuan den-gan laki-laki, posisi perempuan yang ditempatkan sebagai ba-gian laki-laki sebenarnya muncul dalam budaya patriakhi, di mana ketergantungan perempuan pada aspek ekonomi dan keamanan pada laki-laki sangat dominan. Pada budaya sep-erti ini penempatan perempuan dalam posisi ini boleh jadi tepat sepanjang dalam kenyataannya tetap memperhatikan prinsip-prinsip kemaslahatan14.

Alasan kekuatan laki-laki dan kelemahan perempuan secara biologis, emosional, dan akal, maka hal ini tergantung pada kondisi zaman. Sekarang adalah zaman informasi dan teknologi, di mana kekuatan fisik tidak lagi mempunyai peran yang menentukan, tetapi yang lebih penting adalah kemam-puan manajerial. Dalam teori manajemen modern terdapat el-emen-elemen yang ada dalam lingkup manajemen yang meli-14 Beberapa alasan dikemukakan oleh Masdar Farid Mas’udi, menurutnya kata Qowwamun

pada ayat di atas tidak harus diartikan kaum laki-laki menjadi pemimpin kaum perem-puan, melainkan lebih berperan sebagai pendukung hak-hak dan martabat kaum perem-puan, dengan memberikan kelebihan pada laki-laki, yaitu memberikan nafkah kepada perempuan. Dalam tataran yang bersifat fundamental secara substansi, perempuan dan laki-laki tidak ada perbedaan. Perbedaan baru muncul dalam tataran aplikatif dan kontek-stual, dan hal ini lebih disebabkan oleh kondisi sosial cultural. Ibid., 84.

206 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

puti, modal, pasar, manusia, dan elemen pendukung lainnya. Pemimpin yang berhasil adalah yang dapat mengorganisasi-kan elemen-elemen tersebut secara efektif.

Dengan demikian, kegagalan maupun keberhasilan se-orang pemimpin tidak hanya ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin an sich, tetapi juga merupakan tanggung jawab kolektif dalam sistem kepemimpinan tersebut.

Al-Qur’an telah meletakkan dasar yang kuat bagi segala bidang kehidupan, dalam wacana politik, perempuan sebagai orang yang terkena beban taklif dituntut untuk peduli terha-dap masalah-masalah sosial politik yang terjadi di masyarakat. Dengan keimanan kepada Allah menjadi dasar bagi konsep maupun aplikasinya, melaksanakan tugas-tugas yang dapat diperankan antara lain;

Pertama, peran legislatif, dalam konteks hak perempuan menjadi anggota parlemen, mempunyai dua tugas pokok, yaitu pertama, membuat undang-undang yang menuntut kecerdasan ilmu dan keluasan wawasan, Islam memberikan hak yang sama bagi perempuan dan laki-laki untuk menda-patkan pengetahuan, tugas kedua mengawasi eksekutif. Tu-gas ini berkaitan dengan fungsi amar ma’ruf nahi munkar, baik perempuan maupun laki-laki berkewajiban menjalankan amar ma’ruf nahi munkar sebagaimana dilukiskan dalam al-Qur’an surat al-Taubah ayat 7115. Berpijak pada ayat tersebut, belum ada ayat yang secara eksplisit membatalkan hak kaum perem-

15 Menurut Rasyid Ridha, ayat tersebut, baik perempuan maupun laki-laki mempunyai tugas untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar baik secara lisan maupun tulisan termasuk didalamnya mengkritik penguasa.14 Hal ini dapat kita lihat dari apa yang telah dilakukan oleh Ummu Darda yang menegur Kholifah Abdu al-Malik, “Tadi malam saya mendengar tuan mengutuk pelayan tuan ketika tuan memanggilnya, saya pernah mendengar dari Abu Darda Rasulullah SAW telah bersabda: “bahwa orangorang yang suka mengutuk tidak akan mendapat syafaat dan tidak dapat menjadi saksi besok pada hari kiamat”. Lihat; Hu-sein Muhammad, Islam Agama Ramah Perempuan: Pembelaan Kyai Pesantren (Yogya-karta: LKIS, 2004)., 166.

207TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

puan mewakili rakyat dalam menyusun undang-undang dan melakukan pengawasan.

Kedua, membudayakan kesadaran berpolitik di kalan-gan perempuan, kerja politik diorientasikan pada pember-dayaan politik masyarakat, sejarah mencatat sejumlah besar perempuan pada masa Nabi seperti Aisyah, Fatimah, dan Sukainah adalah para perempuan terkemuka yang sering ter-libat dalam diskusi masalah-masalah sosial politik, bahkan mengkritik kebijakan-kebijakan domestik maupun publik yang dianggap kurang tepat16.

Konstektulisasi Fiqh Perempuan

Fiqh atau us}ul fiqh merupakan hasil pemikiran ulama fiqh yang harus ditempatkan sebagai knowledge yang terbuka terhadap perkembangan. Ia bukan doktrin atau dogma yang tertutup. Karena hasil pemikiran itu marupakan hasil ijtihaj yang tidak menutup kemungkinan dipengaruhi oleh kultur, budaya, lingkungan pada saat itu yang bisa jadi sangan ber-beda dengan kondisi saat ini17.

Isu-isu fiqh perempuan antara lain:

Pertama, Double Burden Perempuan. Peran ganda perempuan sudah menjadi rahasia umum dalam masa kekin-ian. Sering pula didengar bahwa perempuan menanggung be-16 Cahyadi Takariawan, Fiqh Politik Kaum Perempuan: Pedoman Peran Sosial Politik Musli-

mah Tinjauan Sirah Nabawiyah (Yogyakarta: Tiga Lentera Utama, 2002)., 92.17 Misalnya pendapat-pendapat imam mazhab terbuka untuk diuji secara kritis (critical

analysis), tidak saja produk ijtihadnya (qaul), melainkan juga metodenya (manhaj). Kritik tersebut meliputi background historis yang mempertanyakan mengapa iamam mazhab berpendapat demikian atau menggunakan metode tertentu. Karena tentunya hasil ijtihad tersebut disesuaikan dengan kemaslahatan pada masa itu. Dan bisa saja suatu pendapat atau manhaj yang dulu di tengah (ra>jih) sekarang berubah menjadi pinggiran (ghari>b). dan sebaliknya karena situasi dan kondisinya tidak sama. Bukan dalilnya yang berubah. Lihat; Tutik Hamidah, Fiqh Perempuan Berwawasan Keadilan Gender (Malang: UIN-MA-LIKI PRESS, 2011)., vi.

208 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

ban kerja lebih lama namun seringkali tidak dihargai. Peker-jaan rumah tangga (domestic worker) yang tidak pernah ada selesainya dianggap sebagai kewajiban istri. Ditambah lagi kondisi yang menuntut istri untuk mencari nafkah. Hal ini sudah diakui secara umum dan sudah terbentuk dalam se-buah culture hingga perempuan sendiri menganggap hal itu sebuah kebenaran. Sebaliknya suami diposisikan hanya se-bagai pemegang ranah public dan tidak pantas diposisikan dalam ranah domistik. Sehingga jika dikalkulasi maka beban istri adalah reproduksi, domistic dan juga public.

Dalam konsep fiqh semua mazhab sebenarnya sama sekali tidak memberi beban kepada istri, baik peran domis-tic, reproduksi non kodrati seperti merawat anak bahkan juga menyusi merupakan tanggung jawab suami, apalagi beban ekonomi merupakan tanggung jawab penuh suami18. Dalam realitasnya pembagian tugas domistic dan public bagi terham-batnya akses perempuan yang sebanarnya tidak ada dasar hu-kumnya19.

Dengan demikian beban kerja perempuan tidak bersum-ber dari ajaran fiqh, namu dari tatanan social dan culture yang memposisikan laki-laki sebagai kepala rumah tangga dan is-tri yang diposisikan sebagai konco wingking. Maka dari itu haruslah ada pengkajian ulang baik kepada suami atau is-tri sehingga bisa memahami ajaran Islam sepenuhnya. Factor keadilan harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan menganut asas mu’asharah bi al-ma’ruf sehingga mencapai tujuan keluarga sakinah, mawadddah wa rohmah.

Kedua, Perempuan Sebagai Imam Dalam S}alat. Imam adalah sama dengan pemimpin, dalm hal ini pemimpin sha-

18 Hamidah, Fiqh Perempuan., 141.19 Mufidah Ch, Gender di Pesantren Salaf Why Not ( Malang: UIN-MALIKI PRESS, 2010).,

167.

209TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

lat. Perempuan sebagai imam s}alat, terjadi perselisihan pen-dapat dikalangan ulama fikih. Sebahagian membolehkan perempuan menjadi imam dan sebahagian menolaknya den-gan alasan-alasan tertentu, dan sebahagian lainnya membole-hkannya dengan kehususan yang menjadi makmumnya ada-lah perempuan.

Menurut Imam syafi’i, perempuan mengimani perem-puan dibolehkan tetapi tidak boleh meng imani laki-laki. Menurut jumhur Ulama, perempuan dilarang mengimami la-ki-laki dengan alasan khawatir menjadi fitnah. Kalaulah per-empuan dapat mengimami laki-laki tentunya sejak masa nabi hal ini sudah tersebar, tetapi ternyata tidak demikian kenyat-aanya. Hal ini berdasarkan hadis Nabi yang berbunyi:

“Janganlah sekali-kali perempuan menjadi imam s}alat bagi laki-laki, orang Arab Badui bagi orang-orang Muhajir, dan orang jahat bagi orang mukmin.” (Riwayat Ibn Majah)20

Namun ada juga ulama yang membolehkan perempuan menjadi imam s}alat. Alasan-alasan yang dikemukakan oleh ulama yang membolehkan kaum perempuan menjadi imam dengan alasan persamaan derajat dalam s}alat, terlebih-lebih lagi kenyataan seperti ini sudah banyak diriwayatkan sejak permulaan Islam, mereka mengutip sebuah hadist yang diri-wayatkan oleh Abu Daud dari Ummu waraqah:

“Sesugguhnya SAW pernah menziarahinya (Ummu Waraqah) dirumahnya, dan menunjukkan seorang mu’azin yang azan untuknya dan memerintahkan Ummu Waraqah untuk menjadi Imam seisi rumahnya.”

Dengan alasan tersebut diatas maka seorang perempuan dibolehkan untuk menjadi imam bagi makmum perempuan, tetapi bagi ulama yang belum menerima persamaan derajat 20 Ibn Majah, Sunan Ibn Majah ( Beirut: Da>r al-Fikr, T.t.) Juz 1., 324.

210 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

perempuan, tetap merendahkan perempuan tidak membole-hkan perempuan menjadi Imam. Pandangan merendahkan perempuan sebenarnya adalah pengaruh dari pandang-pen-dangan yang dikemukakan oleh orang-orang sebelun kamu atau juga mungkin karena laki-laki takut disaingi oleh kaum perempuan, sehingga dengan alasan agama mereka tetap tidak menerima kesamaan derajat perempuan dengan laki-laki21.

Ketiga, Perempuan sebagai Pemimpin Organisasi atau Perusahaan Negara. Secara managerial tugas pemimpin adalah mulai dari merencanakan, mengorganisasi, meng-gerakkan, memotifasi, mengawasi dan mengevaluasi. Secara specifik berkaitan dengan pengambilan keputusan, komuni-kasi memilih dan mengembangkan. Kapasitas kepemimpinan lebih ditentukan oleh pemantapannya dalam pengambilan keputusan22.

Kalau ditinjau dari sudut pandangan Islam sebenarya tidak ada larangan tetapi fuqaha’ mengatakan lebih baik ting-gal dirumah bagi perempuan dan tidak meninggalkannya ke-cuali karena tepaksa. Islam tidak melarang perempuan untuk bekerja diluar rumah. Islam tidak menghalangi kaum perem-21 Pada sisi yang lain sesungguhnya argument yang dijadilakan alas an oleh laki-laki mem-

perlihatkan adanya bias gender. Ftnah yang berarti gangguanatau godaan seakan-akan hanya terjadi dari pihak perempuan terhadap laki-laki. Maka untuk menghindarkan laki-laki dari godaan perempuan seharusnya tidak atau bahkan dilarang melakukan aktivitas bersama-sama laki-laki, apalagi dalam persoalan s}alat. Padahal ketertarikan bisa terjadi bagi perempuan ataupun laki-laki. Lihat; Hamidah, Fiqh Perempuan., 71.

22 Alasan lain yang dikemukakan oleh para ulama mengapa perempuan tidak dibenar-kan menjadi pemimpin adalah karena lemahnya akal perempuan. Kalau kita perhatikan bagaimana kiprah perempuan pada masa sekarang ini maka pendapat mereka seperti itu harus disangkal karena kalau ditinjau dari segi kriteria seorang pemimpin seperti yang dikemukakan diatas maka perempuan juga dapat memiliki kemampuan yang tidak kalah dengan laki-laki bahkan kadang kala perempuan lebih mampu daripada laki-laki. Dalam kepemimpinan tidak harus memiliki tubuh yang kuat tetapi lebih mengutamakan wa-wasan yang luas. Dewasa ini argument kelemahan akal perempuan sudah terbantahkan dengan sendirinya melalui fakta riil. Realitas social dan sejarah modern membuktikan bahwa telah banyak perempuan yang bisa melakukan tugas-tugas yangselama ini hanya dilakukan laki-laki. Lihat; Muhammad: Fiqh Perempuan., 146.

211TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

puan untuk memasuki berbagai bidang propesi sesuai dengan keahliannya seperti menjadi guru/dosen, Dokter, Pengusaha, Mentri, Hakim dan lain-lain. Bahkan bila mampu dan sang-gup boleh menjadi perdana mentri atau kepala negara asal dalam tugasnya tetap memperhatikan hukum-hukum atau aturan yang telah ditetapkan oleh Islam.

Islam tidak pernah melarang perempuan itu menjadi pemimpin karena dalam hadis dinyatakan bahwa setiap orang itu adalah pemimpin: “Setiap kamu semua adalah pemimpin dan semua akan diminta tanggung jawab terhadap kepem-impinannya”.

Hadis ini menunjukkan bahwa setiap manusia itu ber-hak menjadi pemimpin terhadap orang yang lebih rendah daripada dirinya. Seorang yang memipin haruslah lebih baik daripada orang yang dipimpinnya.

Dengan demikian seorang perempuan dapat saja men-jadi pimpinan dalam suatu perusahaan, organisasi dan de-partemen atau yang sejenisnya yang penting dia punya ke-mampuan untuk menjadi pemimpin. Adakalanya perempuan lebih dapat memahami dan mengambil keputusan yang lebih tepat daripada laki-laki. Tidak selamanya laki-laki lebih baik dalam pengambilan keputusan. Selama masyarakatnya mem-butuhkan dan dia mampu untuk itu maka boleh saja perem-puan menjadi pemimpin.

Kondisi masyarakat sekarang ini sangat mengharapkan kehadiran perempuan di tengah masyarakat sehingga banyak organisasi perempuan dan kalau ditinjau dari segi bentuknya tidaklah layak mengangkat laki-laki menjadi pimpinan dalam organisasi yang seluruh anggatanya adalah perempuan. Dis-amping itu jika Islam tidak membolehkan, maka yang akan memegang pimpinan pada pos-pos tersebut didisi oleh mere-

212 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

ka yang non muslim yang pada akhirnya akan merugikan umat Islam itu sendiri.

Landasan kedua adalah Hadis Nabi SAW riwayat Abi Bakrah yang berbunyi:

“Tidaklah beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan (Negara) mereka kepada perempuan” (H.R. al-Bukha-ri, al-Nasai, dan al-Turmudzi, Ahmad, dari Abi Bakrah)

Asbab al-Wurud Hadis ini adalah ketika Bauran Binti Syairawaih Ibn Kisra yang diangkat menjadi pemimpin Persi. Menurut Abdul Qodir Abu Faris, Hadis ini berlaku bagi se-mua bangsa yang dipimpin perempuan bukan hanya terbatas pada bangsa Parsi sehingga yang berlaku di sini adalah bunyi Hadis yang menunjukkan arti umum, bukan pertimbangan sebab atau konteks ketika Hadis tersebut disabdakan.

Dalam memahami sebuah Hadis, setidaknya perlu dil-ihat keadaan yang sedang berkembang pada saat Hadis itu disabdakan. Sebenarnya jauh sebelum hadis itu muncul, pada awal dakwah Nabi SAW pernah mengirim surat kepada Kis-ra, tetapi oleh Kisra ajakan Nabi tersebut ditolaknya, bahkan surat dari Nabi dirobek-robek. Melihat sikap arogan Kisra tersebut, Nabi bersabda: “Siapapun yang merobek-robek su-rat saya, akan dirobek-robek diri dan kerajaan orang itu?”12 Tidak lama setelah itu, kerajaan Persia dilanda kudeta yang dilakukan oleh keluarga kerajaan, sehingga menyebabkan anak dan cucu laki-laki Kisra mati terbunuh, maka diangkat-lah keturunan perempuan Kisra yang bernama Buaran binti Syairawaih ibn Kisra menjadi penguasa Persi pada tahun 9 H.

Dari rekaman sejarah pada tahun 9 H, jabatan pemimpin pada umumnya dipegang oleh laki-laki, sedangkan yang ter-jadi saat itu menyalahi tradisi yang biasa berlaku sebab yang diangkat sebagai pengganti Kisra bukan laki-laki tetapi per-

213TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

empuan, di mana saat itu derajat kaum perempuan jauh di bawah laki-laki. Perempuan tidak dianggap cakap untuk dili-batkan pada masalah-masalah sosial kemasyarakatan apal-agi mengurus masalah kenegaraan. Kondisi demikian tidak hanya terjadi di Parsi saja, tetapi juga di seluruh jazirah Arab. Dalam kasus kerajaan Parsi dan konteks dunia Arab saat itu maka wajar kalau Nabi mengatakan bahwa bangsa yang me-nyerahkan urusan-urusan kenegaraan kepada perempuan tidak akan selamat karena bagaimana mungkin orang yang tidak dihargai oleh lingkungannya akan sukses memimpin karena salah satu faktor kesuksesan seorang pemimpin ada-lah mempunyai kewibawaan dan dihormati oleh orang yang dipimpinnya23.

Syarat kelelakian untuk menjadi kepala negara/pemer-intahan tidak diperdebatkan lagi oleh ahli fiqih terutama yang klasik. Syarat itu dipandang sebagai suatu yang jalas sehingga tidak perlu dibahas panjang lebar, bahkan ada yang melewat-kannya begitu saja.

Masalah kepemimpinan dalam negara yang dipegang oleh umat Islam sekitar tahun 1989 ketika Benazir Bhuto ter-pilih menjadi presiden Pakistan, para fuqaha’ ramai mem-bincangkannya dan mencoba menggali bagaimana menurut

23 Banyak ulama menolak kepemimpinan perempuan selain hadis di atas juga ada hadis lainnya yang menyatakan bahwa perempuan itu kurang akal dan agamanya. Kurang akal yang maksud karena kesaksian perempuan setengah dari kesaksian laki-laki sedan-gkan kurang agamanya disebut karena adanya masa-masa tertentu harus meninggalkan kewajiban shalat. Kurang akal tersebut menurut Izzat, bukan kekurangan yang bersifat alamiyah yakni karena kurang kecerdasan dengan berbagai tingkatan seperti idiot den lain-lain, kekurangan yang dimaksud dalam hadis tersebut bukanlah kekurangan fitriyah yang lazim, melainkan berupa sebahagian kewajiban yang berkaitan dengan kompetensi yang bersifat umum dan khusus. Bahkan perempuan kadangkala lebih utama dan unggul daripada laki-laki karena sesungguhnya persoalannya menyangkut kepada keahlian yang mengandung unsur-unsur capaian dan kompetensi yang bersifat khusus. Lihat; Hibbah Rauf Izzat, Wanita dan Politik Pandagan Islam, Trjmh “ Bahruddin Fannani”. (Bandung: Remaja Rodakarya,1997)., 83.

214 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

hukum Islam tentang kepemimpinan perempuan24. Imam (kepala negara/pemerintahan) itu adalah mukallaf, muslim, laki-laki, mujtahid, berani, bijaksana, cakap, sehat indrawi, adil dan dari kalangan Quraisy. Sedangkan menurut ulama Hanafiah syarat Imam adalah Muslim, laki-laki, merdeka, be-rani, dan dari kalangan Quraisy.

Kalau kita teliti dari keseluruhan uraian diatas dapat diringkaskan alasan-alasan penolakan para ulama tentang kebolehan perempuan menjadi kepala pemerintahan atau kepemimpinan secara umum adalah al-Qur’an surat An-nisa’ ayat 34, - Hadis Abu Bakrah, Menurut qodratnya perempuan itu lebih lemah dan kurang sempurna dibanding laki-laki.

Bila kita tinjau dari segi konteks ayat jelas ia berbicara tentang hubungan suami istri, bukan hubungan sosial dalam konteks yang luas misalnya tentang penguasa dan rakyatnya. Karenanya Ayat tersbut tidak dapat dikatakan nass atau pela-rangan perempuan menjadi pemimpin dalam pemerintahan. Lelaki memimpin perempuan adalah hubungan langsung le-laki dengan perempuan yang hidup dalam suatu perkawinan dan ini adalah wajar.

Dengan demikian adanya alasan tentang hadis Bakrah, jika kita tafsirkan dengan menurut konteks maka harus meli-hat sejarah. Pada zaman jahiliyah perempuan tidak beruntung, bahkan anak perempuan yang lahir dikubur hidup-hidup. Rasulullah sendiri berjuang untuk membebaskan kaum per-empuan. Walaupun beliau telah berhasil, namun struktur sosial yang sudah begitu kokoh dan melembaga tidak dapat 24 Dalam sejarah Islam, tercatat beberapa perempuan yaang sangat berjasa, Aisyah R.A den-

gan gigihnya memperjuangkan Islam, dan sangat responsif terhadap kekacauan politik pasca terbunuhnya khalifah Ustman bin Affan. Dalam sejarah nasional dan internasional, pergerakan melawan penjajah Belada, Cut Nya’dien telah berjuang tanpa pamrih. Dan dalam kancah pendidikan dan pergolakan pemikiran kita ketahui Riffah Hasan dan Fatima Marnissi sebagai tokoh feminisme. Dan di negara Indonesia ada Ra. Kartini, serta dalam kiprah politik telah dipelopori oleh Megawawati sebagai Presiden RI.

215TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

diubah total seratus persen dalam waktu yang singkat seperti lembaga perbudakan misalnya. Dalam segi pendidikan juga mereka kurang beruntung, Kaum lelaki lebih tertarik untuk mendidik budak karena harganya menjadi mahal bila ter-ampil terutama pandai tulis baca. Hanya kalangan terbatas yang mendidik perempuan. Jadi wajar kalau Rasulullah men-yatakan bahwa orang yang menyerahkan urusannya kepada orang yang tidak memahami soal-soal kemasyarakatan akan mengalami kegagalan. Akan tetapi keadaannya sekarang ini jauh berbeda. Situasi sekarang sudah jauh berubah dan per-empuan telah banyak yang terlibat secara intern dalam berb-agi lapangan kehidupan. Jadi mereka sudah memahami betul seluk beluk masalah. Menurut teori hukum Islam, hukum itu berlaku menurut ada tidaknya illatnya, maka dapatlah dikata-kan bahwa tidaklah melanggar hukum Islam bila perempuan yang karena kecakapannya menjadi kepala negara karena illat yang menyebabkan mengapa Rasulullah melarang dulu telah hilang.

Adapun alasan yang ketiga yang memandang perem-puan lebih dari laki-laki, sama artinya bahwa ada perempuan yang luar biasa, jenius, cakap, la tidak terhalang untuk menja-di pimpinan. Sedangkan alasan yang menyatakan perempuan tidak dapat tampil didepan umum jelas mewakili pandangan yang mengurung perempuan dalam tembak-tembak rumah tangga, sehingga tidak ada yang melihatnya kecuali keluar-ganya sendiri.

Keempat, Sebagai Hakim. Mengangkat perempuan menjadi hakim terjadi perselisihan pendapat di kalangan para ulama, sebahagian membolehkannya dan sebahagian melar-angnya dengan mengemukakkan alasan masing-masing.

Imam Abu Hanifah membolehkan perempuan menjadi Hakim tetapi terbatas pada urusan harta, karena menurutnya

216 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

peradilan itu sama dengan kesaksisan perempuan dalam har-ta. Sementara itu at- Thabari menyatakan bahwa perempuan itu boleh menjadi hakim dalam segala perkara, dengan alasan bahwa setiap orang dapat memberi peradilan di antara orang banyak, keculi dalam perkara yang telah takhsiskan oleh ijma’ yakni Imamah kubra tetapi jumhur ulama berpendapat bah-wa syarat menjadi hakim haruslah laki-laki sehingga menolak keputusan peradilan yang dilakukan oleh perempuan. Alasan penolakan mereka adalah menyamakan perempuan dengan hamba yakni kurangnya kehormatan mereka. Sedangkan al-Mawardi searang ahli fiqih siyasah terkemuka pada zaman-nya memnalak hakim perempuan dengan alasan perempuan tidak mempunyai kemampuan untuk memegang jabatan-jabatan.

Menurut Ibnu Rusydi penalakan para fuqaha’ atas hakim perempuan alasannya adalah analogi kepada Imamah Kubra (jabatan Kepala Negara) yang sudah disepakati oleh para ulama.

Kalau kita perhatikan alasan yang dikemukakan para ulama ada dua alasan yakni karena kurang cerdas dan kurang bijaksana dan penyamaan perempuan dengan hamba. Alasan karena perempuan kurang cukup kemampuannya rasanya tidak tepat karena untuk masa sekarang tidak lagi seperti za-man ketika Rasulullah dimana perempuan tidak mempunyai kemampuan karena rendahnya pendidikan mereka.

Bagi yang mempunyai alasan karena kurangnya kehor-matan perempuan yang dipandang sama dengan hamba ada-lah pandangan yang keliru karena Islam tidak pernah mem-bedakan derajat laki-laki dengan perempuan, tetapi keduanya setara di hadapan Allah. Dalam ajaran Islam disebutkan bah-wa Islam datang untuk mengangkat derajat kaum perempuan, tetapi mengapa mereka masih merendahkan kaum perem-

217TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

puan? Menurut analisa penulis barangkali ulama-ulama fiqih itu seluruhnya laki-laki dan kurangnya atau mungkin belum ada ahli fiqi perempuan sehingga mereka tidak mengetahui tentang kemampuan perempuan.

Syarat kelelakian untuk menjadi kepala negara/pemer-intahan tidak diperdebatkan lagi oleh ahli fiqih terutama yang klasik. Syarat itu dipandang sebagai suatu yang jalas sehingga tidak perlu dibahas panjang lebar, bahkan ada yang melewat-kannya begitu saja.

Masalah kepemimpinan dalam negara yang dipegang aleh umat Islam sekitar tahun 1989 ketika Benazir Bhuto ter-pilih menjadi presiden Pakistan, para fuqaha’ ramai membin-cangkannya dan mencoba menggali bagaimana menurut hu-kum islam tentang kepemimpinan perempuan.

Perempuan dan Keadilan Gender

Keadilan25 adalah gagasan paling sentral sekaligus tu-juan tertinggi yang diajarkan setiap agama dan kemanusiaan dalam upaya meraih cita-cita manusia dalam kehidupan bersamanya. Dalam konteks Islam, sentralitas ide keadilan dibuktikan melalui penyebutannya di dalam Al Quran lebih dari 50 kali dalam beragam bentuk. Di samping mengguna-kan kata al-Adl, kitab suci tersebut juga menggunakan kata lain yang maknanya identik dengan keadilan, seperti al-qisth, al wasath (tengah), al-mizan (seimbang), al sawa/al musawah

25 Keadilan secara umum didefinisikan sebagai “menempatkan sesuatu secara proporsion-al” dan “memberikan hak kepada pemiliknya”. Definisi ini memperlihatkan, dia selalu berkaitan dengan pemenuhan hak seseorang atas orang lain yang seharusnya dia terima tanpa diminta karena hak itu ada dan menjadi miliknya. Dalam konteks relasi jender, wu-jud pemenuhan hak atas perempuan masih merupakan problem kemanusiaan yang serius. Realitas sosial, kebudayaan, ekonomi dan politik masih menempatkan perempuan sebagai entitas yang direndahkan. Persepsi kebudayaan masih melekatkan stereotipe yang meren-dahkan, mendiskriminasi dan memarjinalkan mereka.

218 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

(sama/persamaan), dan al matsil (setara). Lebih dari itu kead-ilan menjadi nama bagi Tuhan dan tugas utama kenabian.

Teks-teks suci Islam yang di dalamnya disebut kata adil atau keadilan memperlihatkan bahwa ia merupakan gabun-gan nilai moral dan sosial yang menunjukkan kejujuran, kes-eimbangan, kesetaraan, kebajikan, dan kesederhanaan. Nilai moral ini menjadi inti visi agama yang harus direalisasikan manusia dalam kapasitasnya sebagai individu, keluarga, ang-gota komunitas, maupun penyelenggara negara. Antonim keadilan adalah kezaliman (al-zhulm), tirani (al-thugyan), dan penyimpangan (al-jawr). Hal ini menunjukkan keadilan memiliki dua sisi yang harus diperjuangkan simultan: men-ciptakan moralitas kemanusiaan yang luhur dan menghapus-kan segala bentuk penderitaan.

Satu-satunya potensi perempuan yang dipersepsi ke-budayaan adalah tubuhnya. Pandangan ini pada gilirannya mendasari perspektif kebudayaan tubuh perempuan seakan sah dieksploitasi, secara intelektual, ekonomi dan seksual, melalui beragam cara dan bentuknya di ruang privat maupun publik. Laporan Komisi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan tahun 2006 yang membukukan 22.350 kasus kekerasan terhadap kaum perempuan..

Demikianlah perempuan masih menjadi korban kebu-dayaan yang dirumuskan berdasarkan ideologi patriarkhis dan serba maskulin. Maka, keadilan bagi perempuan tampak masih sebatas sebagai retorika. Lalu ke arah mana perempuan korban ketidakadilan tersebut harus diakhiri?

Komunitas dunia sepakat, ketidakadilan harus diakhiri melalui diktum hukum, termasuk fikih. Hal yang diidealkan dari hukum adalah keputusannya memastikan tercapainya keadilan substansial. Tetapi, produk perundangan dan fikih

219TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

tidak selamanya melahirkan keadilan bagi korban (perem-puan).

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkaw-inan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), misalnya, belum mengafirmasi keadilan bagi perempuan. Dalam konteks Is-lam, menarik mengemukakan pandangan ahli hukum Islam klasik; Ibnu al Qayyim al Jauziyah26 (w. 1350 M). Dia men-gatakan, tidak masuk akal jika hukum Islam menciptakan ketidakadilan, meskipun dengan mengatasnamakan teks ketuhanan. Jika ini terjadi, pastilah pemaknaan dan rumu-san hukum positif tersebut mengandung kekeliruan. Dia juga mengatakan keadilan manusia harus diusahakan dari mana pun ia ditemukan karena ia juga adalah keadilan Tuhan yang hanya untuk tujuan itulah hukum Tuhan diturunkan. Dengan begitu, interpretasi dan pemaknaan atas teks ketuhanan yang tidak mampu menangkap esensi keadilan harus diluruskan. Pandangan ini juga bisa menjadi rujukan bagi hukum positif lain..

Kegagalan instrumen hukum memenuhi keadilan bagi perempuan lebih disebabkan masih kokohnya pengaruh persepsi dan konstruksi kebudayaan patriarkhis. Adalah ni-scaya di atas premis kebudayaan dan tradisi ini terminologi hukum dan kebijakan publik, termasuk postulat fikih, harus dibangun. Dari sinilah kita perlu membangun kembali makna keadilan berdasarkan konteks sosial baru dan dengan para-digma keadilan substantif sebagaimana sudah dikemukakan pada awal tulisan. Penyusunan makna keadilan bagi perem-puan dalam konteks ini harus didasarkan pada dan dengan mendengarkan pengalaman perempuan korban. Pemenu-

26 Ibnu Qayyim al-Jauziyah adalah seorang imam Sunni, cendekiawan, dan ahli fiqh yang hidup apada abad ke-13. Ia adalah ahli fiqh bemazhab Hambali. Di samping itu juga ia ahli tafsir, ahli hadis, ilmu kalam, penghafa al-Qur’an, ahli nahwu, ilmu ushul, sekaligus seorang mujtahid. Lihat; di catatan kaki Hmidah, Fiqh Perempuan., 15.

220 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

han keadilan bagaimanapun hanya dapat tercapai jika kebu-dayaan dan tradisi masyarakat menunjukkan pemihakannya kepada korban.

Hal lain yang lebih mendasar adalah pemaknaan keadi-lan bagi perempuan harus didasarkan pada paradigma hak asasi manusia. Bagi saya, hak asasi manusia bukan saja seja-lan melainkan menjadi tujuan keputusan Tuhan. Perempuan dalam paradigma ini memiliki seluruh potensi kemanusiaan sebagaimana yang dimiliki laki-laki. Dari sini konstruksi so-sial baru yang menjamin keadilan jender diharapkan lahir menjadi basis pendefinisian kembali pranata sosial, regulasi, kebijakan politik, dan ekonomi, tidak terkecuali fikih.

Kesimpulan

Kesimpulan uraian di atas adalah keadilan bagi perem-puan mutlak dimaknai kembali sejalan dengan prinsip kema-nusiaan, karena keadilan sendiri adalah kemanusiaan.

Gender, merupakan suatu konsepsi yang diakui sebagai penyebab ketimpangan hubungan antara laki-laki dan per-empuan, dimana perempuan berada pada status yang lebih rendah. Di Indonesia sendiri, kasus keadilan seputar keseta-raan gender masih menjadi isu yang hangat. Penyebabnya satu, Indonesia menanggapi isu ini setengah-setengah. Am-bil saja contoh para perempuan yang menuntut adanya pem-berlakuan keadilan diantara dirinya dengan lawan jenisnya, yakni kaum pria. Namun tetap saja, di dalam bus kota yang penuh sesak, sang perempuan menggerutu hebat jika tidak diberikan tempat duduk oleh lelaki yang dianggap mereka tidak pantas duduk sebelum mereka yang duduk. Disini ter-jadi ke-inkonsistenan antara bahasa lisan dengan perilaku yang tentunya menjadi cemoohan dahsyat dari pihak pria. Di

221TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Indonesia, pendekatan gender telah diambil untuk peningka-tan status perempuan melalui peningkatan peran perempuan dalam pembangunan. Peran perempuan menjadi satu topik diskusi yang sangat menarik dibahas karena selama ini peran perempuan di dalam pembangunan masih dapat dikategori-kan terbelakang.

Masyarakat Indonesia mengenal banyak kalimat sehari-hari yang menentang hukum kesetaraan gender. Tanpa kita sadari, kita mendengarnya bukan sebagai hal yang menghina pribadi sendiri, melainkan hal yang umum dan biasa diu-capkan. Kalimat-kalimat seperti: “Perempuan saja yang be-lajar memasak, toh pada akhirnya kalian nanti akan masuk dapur.” atau “Sudah jangan menangis, kamu anak lelaki dan anak lelaki tidak boleh menangis.” bukanlah hal yang asing di telinga kita. Tapi pada kenyataannya tidak ada yang ambil pusing mengenai hal tersebut. Sebaliknya justru membenar-kan dan ditularkan terus menerus dari generasi ke generasi sebagai budaya yang salah.

Pandangan masyarakat ini kemudian menjadi stigma dan norma yang berlaku secara universal di seluruh pelosok tanah air kita. Seperti yang kita ketahui bersama, membuat pergantian suatu pandangan yang berlaku di suatu negara bu-kanlah perkara yang mudah, semudah membalikkan telapak tangan. Tidak salah jika dikatakan bahwa kesetaraan gender adalah bentuk keadilan dari manusia yang menuntut haknya untuk diperlakukan sama rata. Melihat dari banyaknya per-empuan yang melewati garis ketabuan dan kemudian sukses adalah bukti konkrit.

Terdapat salah satu dasar di Negara Republik Indone-sia ini yang dapat kita jadikan sebagai acuan utama untuk menghentikan perjalanan perjuangan kesetaraan gender yang menuju ke arah yang lebih buruk, yaitu Bhineka tunggal Ika.

222 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

Dengan adanya dasar ini, perempuan lebih diakui haknya untuk memegang peranan di sektor-sektor penting sebagai atasan jika memang mereka menunjukkan kompetensi mere-ka. Namun, apalah artinya kesetaraan gender ini jika menjadi pemicu perang antar gender dan merusak persatuan yang dulu diperjuangkan oleh para pahlawan ketika mengusir pen-jajah.

Yang dibutuhkan sekarang hanya penelaahan ulang, namun memang tidak akan semudah membalikkan telapak tangan untuk meyakinkan laki-laki mengakui nilai-nilai femi-nisme yang benar dan tidak mudah juga untuk membuat per-empuan percaya adanya kebenaran dari kata-kata para kaum maskulin tersebut. Dibutuhkan suatu transformasi budaya untuk mewujudkan kesetaraan gender. Itu bukanlah hal yang kecil. Suatu budaya dinyatakan sebagai budaya ketika hal tersebut telah dilakukan selama bertahun-tahun, turun temu-run, dengan mengesampingkan benar tidaknya budaya terse-but. Untuk membuat suatu budaya baru, walaupun adanya peraturan perundangan akan mempermudah jalannya men-jadi suatu budaya, tetap saja akan membutuhkan waktu yang lama.

Penelaahan ulang seperti ini dibutuhkan untuk melihat kasus-kasus lain dari berbagai sisi, sehingga timbul rasa kead-ilan, baik di pihak pria maupun perempuan. Bangsa Indonesia tidak membutuhkan kesetaraan gender yang negatif, melain-kan kesamaan hak atas laki-laki dan perempuan, penolakan kekerasan dalam rumah tangga, penolakan sikap otoriter, juga pembuangan budaya-budaya negatif yang menghalan-gi kebebasan seseorang dalam mengeskpresikan hidupnya sendiri. Dengan demikian, tanpa diatur oleh undang-undang pun, permasalahan ini dapat diselesaikan tanpa menimbul-kan perpecahan persatuan Indonesia.

223TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Konstruksi tentang perempuan sering memunculkan dikotomi antara peran domistik dan peran publik. Anggapan yang dipakai adalah perempuan memiliki peran namun tidak produktif, dalam ukuran ekonomis (materi). Dalam anggapan inilah kemudian perempuan hanya dianggap sebagai konco wingking, karena perannnya tidak menghasilkan apa-apa dalam hal materi. Dalam demokrasi, domestik atau publik bu-kan pilihan yang harus dipilih salah satu, bisa dipilih keduan-ya. Misalnya konstruk pemikiran masyarakat ini bisa dibena-hi, bahwa keduanya mempunyai nilai yang sama. Bahwa peran domestik adalah pekerjaan yang sama nilainya dengan peran publik. Namun rewardnya bukan dalam bentuk uang tetapi adalah penghargaan. Sementara itu di era demokrasi sekarang perempuan harus dikeluarkan dari wilayah domes-tik untuk diharuskan merebut peran publik. Karenanya ked-uanya adalah pilihan.

***

224 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

225TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

BAGIAN LIMA

EKONOMI

226 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

227TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Ketika diminta menulis tentang sosok H.M. Said Abdullah, penulis mengala-mi kesulitan karena dua alasan. Per-

tama, secara pribadi penulis tidak mengenal sosok politisi Partai Demokrasi Indonesia Per-juangan (PDIP) yang sekarang menjabat Wakil Ketua Komisi VIII DPR-RI periode 2009-2014 ini, karena itu penulis tidak cukup memiliki data tentang dirinya yang bisa diolah menja-di informasi sebagai basis tulisan ini. Namun kesulitan tersebut sedikit teratasi mengingat namanya sering disebut oleh aktivis maha-siswa dan aktivis sosial Madura yang tinggal di Yogyakarta, sedikit dari anggota DPR-RI yang memiliki komitmen pengembangan pu-lau Madura. Dengan mereka penulis mendis-kusikannya. Cara lain yang penulis lakukan adalah dengan mengunjungi website prib-adinya: www.saidabdullah.info.com, walau-pun di sana hampir tidak ada informasi terkait dengan topik tulisan ini.

Oleh: Insan KamilMahasiswa S2 Jurusan Ilmu Politik UGM Yogyakarta

Koperasi ; Jalan Keluar Menuju Kesejahteraan

228 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

Kedua, topik yang diberikan kepada penulis adalah per-ihal sepak terjangnya dari sisi ekonomi lokal - sebuah topik yang bukan bidang penulis –, sesuatu yang sedang digeluti oleh Said Abdullah akhir-akhir ini. Tetapi mungkin, menurut hemat penulis, yang dimaksudkan adalah ekonomi rakyat (people’s economy). Jadi, tulisan ini tidak dimaksudkan un-tuk memberikan penilaian kritis atau pujian kepada Said Ab-dullah, akan tetapi boleh jadi tulisan ini menjadi masukan baginya sebagai Wakil Rakyat Madura dalam menggerakkan ekonomi masyarakat Madura di masa depan.

Dari sedikit informasi yang penulis peroleh menye-butkan bahwa Said Abdullah, sekarang ini, sedang bergiat mengembangkan ekonomi rakyat, dengan berbasis kepada kearifan lokal seperti pengembangan koperasi, usaha peter-nakan dan pertanian, untuk mendorong kemandirian dan kesejahteraan rakyat. Sebuah langkah tepat yang perlu men-dapat dukungan dari pemerintah daerah di Madura, pelaku usaha, masyarakat dan perbankan, mengingat potensi ketiga hal tersebut sangat baik bagi pengembangan sosial ekonomi masyarakat Madura.

Sebelum melakukan pengembangan ekonomi raky-at, ada baiknya mulai terlebih dulu dengan memahami apa itu ekonomi rakyat dan dalam konteks apa ia lahir. Istilah Ekonomi Rakyat (people’s economy) – istilah yang ditolak dan dicurigai oleh para ekonom arus utama - bukan ekonomi kerakyatan (economic democracy), digunakan dalam GBHN 1999-2004 dengan menyadari sepenuh-penuhnya adanya du-alisme dan jurang pemisah yang amat lebar antara ekonomi konglomerasi yang kapitalistik-mopolistik dengan ekonomi rakyat yang bersifat tradisional-kompetitif kekeluargaan (Mu-byarto, 2000: 298). TAP MPR No. IV/1999 menegaskan seba-gai berikut:

229TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Visi dan Misi. Pemberdayaan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi nasional terutama pengusaha kecil, me-nengah dan koperasi dengan mengembangkan sistem ekono-mi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan, berbasis pada sumber daya alam dan sumber daya manusia yang produktif, mandiri, maju, berdaya saing, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.

Ketetapan MPR tersebut bukan hanya berfungsi sebagai kritik terhadap sistem ekonomi konglomerasi biaya tinggi di masa Orde Baru, namun ia adalah cerminan kehendak politik rakyat melalui MPR untuk mengembalikan ekonomi kepada tujuan sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan se-luruh rakyat Indonesia, yang selama kurang lebih 32 tahun hanya dinikmati oleh segelintir elit konglomerat. Namun setelah 13 tahun pasca Soerhato ekonomi dan kesejahteraan rakyat tidak kunjung membaik, bahkan cenderung merosot. Sebuah ironi yang kita hadapi pasca Orde Baru menyaksikan dokumen politik seperti TAP MPR tidak mampu mengubah sistem dan orientasi ekonomi yang sudah terlanjur dikuasai oleh agen-agen neo-liberal. Belajar pada yang sudah terjadi, bangsa ini membutuhkan komitmen dan keberpihakan poli-tik para penyelenggara negara dan ekonom untuk memaju-kan ekonomi rakyat yang sesuai dengan potensi dan kearifan lokal yang selama Orde Baru disingkirkan.

Pembangunan Pertanian dan Perdesaan

Kenyataan bahwa desa telah ada sebelum kemerdekaan bangsa Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta ada-lah bukti sejarah yang tidak bisa dibantah dan diingkari oleh siapapun. Di desa, sebagian besar rakyat Indonesia tinggal dan hidup dari sektor pertanian. Namun sangat disayang-

230 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

kan selama ini desa dipandang sebelah mata dan seringkali dijadikan korban ambisi pembangunan kota. Keadaan seperti ini tidak bisa terus-menerus dilanjutkan. Kita perlu menoleh dan menginsafi jika pemerintah sungguh-sungguh memiliki komitmen politik untuk mengentaskan kemiskinan dan me-nyejahterakan rakyat maka pembangunan dan pengemban-gan perdesaan dan pertanian adalah sesuatu yang mutlak harus dilakukan.

Sejak dahulu kala sub-sistem ekonomi desa berada dalam keadaan krisis moneter berkepanjangan karena tidak pernah dianggap sebagai mitra sejajar dengan ekonomi sub-sistem kota. Inilah kelemahan strategis yang mengakibatkan ekonomi desa kehilangan arah seperti layang-layang putus talinya karena dibiarkan berada di dalam, apa yang oleh Boeke disebut, dualisme sistem ekonomi antara ekonomi kota yang bercorak mekanis kapitalis dan ekonomi desa yang ber-tipe organis tradisional. Hal ini tercermin dari tiadanya organ-isasi dan kelembagaan sistem perbankan formal yang mem-buat ekonomi desa sulit berkembang. Masalah terbesar yang dialami oleh desa adalah busung lapar moneter. Memang, sewaktu-waktu digemukkan agar enak disantap (Hidayat Nataatmadja, 2006: 70). Kedaaan seperti ini berlangsung berkepanjangan dan tidak ada yang peduli sehingga ekonomi desa lambat berputar karena ketiadaan sistem keuangan yang menopang, kalaupun ada, desa hanya menjadi tempat sing-gah sementara.

Desa membutuhkan bendungan moneter yang berfung-si menahan uang tidak lari ke kota. Bendungan yang dibu-tuhkan harus akrab dengan lingkungan petani agar mereka bisa menggunakannya untuk keperluan usaha tani. Hal ini membutuhkan komitmen dan kemauan keras semua pihak terutama pemerintah dan dunia perbankan untuk men-

231TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

dukung munculnya kelembagaan keuangan petani di tingkat desa agar uang tidak selalu terpompa ke kota. Cara yang bisa ditempuh misalnya melalui koperasi.

Memperkuat Organisasi dan Kelembagaan Ekonomi Petani

Suatu bentuk prilaku ekonomi berhubungan erat den-gan sistem kelembagaan sosial yang dianut dalam sebuah masyarakat di mana praktik ekonomi itu berlangsung. Den-nis De Tray menunjukkan bahwa budaya suatu bangsa san-gat mempengaruhi dan memberikan ciri-ciri prilaku ekonomi bangsa bersangkutan (Mubyarto, 2000: 248). Kurangnya per-hatian terhadap aspek kelembagaan membuat ekonomi terpi-sah dari aspek-aspek lain kehidupan manusia seperti moral, budaya dan politik. Dalam buku The Theory of Moral Sen-timents (1759) yang sengaja ditinggalkan oleh para ekonom neo-liberal, Adam Smith menggambarkan manusia sebagai sosok yang bermoral, suka bekerjasama dan saling bersimpati satu sama lain, bukan sosok yang egois, serakah, selfish dan tidak peduli terhadap sesama. Manusia bukan pribadi yang hanya mengejar keuntungan sebesar-besarnya untuk diri sendiri dalam kegiatan berekonomi dengan cara mengorban-kan pihak lain dan menjadikan kancah pasar bebas tanpa am-pun sebagai mekanisme satu-satunya.

Prilaku berekonomi yang bertumpu kepada pasar be-bas bersaing sempurna tidak hanya gagal mendatangkan ke-makmuran bagi seluruh rakyat Indonesia, akan tetapi tidak cocok diterapkan di Indonesia. Bung Hatta, seorang ekonom dan perumus pasal-pasal ekonomi kesejahteraan, menegas-kan bahwa sistem ekonomi yang cocok dengan Indonesia adalah koperasi yang berasaskan kekeluargaan. Koperasi adalah contoh ekonomi kelembagaan yang lebih menekankan

232 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

kemungkinan-kemungkinan tindakan bersama (collective ac-tion) dan kerjasama antarmanusia (human cooperation) un-tuk mengembangkan sosial ekonomi masyarakat (Mubyarto, 2000: 247). Dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945 disebutkan sebagai berikut:

Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah kepem-impinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemak-muran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.

Di dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945 ini terdapat prinsip substansial, yaitu berpartisipasinya semua anggota dalam kegiatan produksi, usaha-usaha yang yang dilakukan oleh koperasi, dan pembagian hasil-hasilnya di bawah kepem-impinan kolektif yang dipilih oleh anggota (Revrisond Bas-wir, 2009: 25-27). Dalam koperasi, anggota tidak boleh diper-lakukan sebagai objek belaka, melainkan sebagai subjek yang ikut bertanggungjawab terhadap maju-mundurnya koperasi. Karena anggota adalah pemilik. Sebagai subjek, setiap ang-gota turut memiliki alat-alat produksi (co-ownership), turut serta mengambil keputusan-keputusan (co-determination) dan turut serta bertanggunggugat segala akibat pelaksanaan keputusan yang diambil (co-responsibility). Konsep Tiple-Co tidak hanya menghadirkan prinsip partisipatoris melainkan juga emansipatoris (Revrisond Baswir, 2009: 29).

Partisipasi dan emansipasi bukan sesuatu yang terjadi begitu saja tanpa adanya upaya-upaya yang memadai. Par-tisipasi anggota dalam kehidupan berkoperasi dapat terjadi bila ada pendidikan bagi tiap anggota. Selain faktor yang lain, pendidikan anggota merupakan kunci keberhasilan berkope-

233TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

rasi. Anggota harus difasilitasi pelatihan tentang dasar-dasar, prinsip-prinsip dan tujuan etis serta kemampuan teknis pe-nyelenggaraan berkoperasi. Para perancang pembangunan seringkali lupa, seperti kritik Nancy Birdsall, bahwa pemban-gunan sosial, seperti pendidikan, memberikan dampak yang luar biasa terhadap pembangunan ekonomi.

Menangkap Peluang Crop-Livestock di Lahan Kering

Hidayat Nataatmadja merumuskan inovasi yang memi-liki ciri penemuan industrial – dalam arti memicu dan memacu proses industrialisasi – yang memenuhi kaidah ekonomi. Per-tama, biaya produksi per unit lebih kecil dalam skala produk-si yang lebih besar. Kedua, mengandung efek nilai tambah berupa standarisasi mutu melalui sistem pengolahan hasil yang spesifik lokasi, sesuai dengan jenis bahan baku yang ter-sedia di suatu daerah tanpa mengubah standar mutu.

Inovasi ini bermula pada penemuan seorang staf BPTP, bernama Ruly Hardianto, ketika mendampingi kelompok peternak kambing di Malang, Jawa Timur. Saat melakukan kunjungan, Ruly merasa kecewa berat karena menemukan seorang peternak binaan BPTP yang tidak mematuhi standar perlakuan proyek, yakni memberi kambing pakan hijauan. Justru sebaliknya peternak ini memberi kambingnya pakan kering yang jika dinilai dari segi gizi pasti bermutu rendah dan lebih buruk daripada pakan hijauan dan akan mengaki-batkan penambahan berat kambing akan lambat pertum-buhannya. Namun keanehan terjadi sebaliknya, ketika di-lakukan penimbangan penambahan berat, justru kambing peternak tersebut yang mengalami penambahan berat paling tinggi dan signifikan dibandingkan kambing-kambing yang diberi pakan hijauan. Pada waktu itu masih muncul keraguan

234 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

dan kecurigaan jangan-jangan peternak “nakal” ini memberi-kan pakan kering hanya pada waktu akan ditimbang saja, se-mentara pada hari-hari sebelumnya ia memberikan pakan hi-jauan. Namun setelah melalui pembuktian ternyata peternak tersebut memberi kambingnya pakan kering setiap hari.

Pengalaman ini mendorongnya untuk melakukan per-cobaan-percobaan lanjutan yang menghasilkan kesimpulan bahwa sampah kering atau pakan kering bisa lebih cepat men-ingkatkan berat badan kambing karena kadar gizi pakan ker-ing lebih tinggi dibandingkan dengan pakan hijauan dalam satuan kilogram yang sama. Berbekal hasil percobaan yang dilakukan, ia mencoba menarik perhatian pengusaha dengan pertama kali mendekati INKUD (Induk Koperasi Unit Desa) yang telah memiliki pabrik pakan ternak sapi namun ber-produksi di bawah kapasitas (idle capacity). Melalui INKUD ini ia mulai mengembangkan usaha bisnis skala kecil dan akh-irnya berhasil membangun pabrik pakan yang produksinya diserap peternak kambing dan sapi di wilayah Malang. Bah-kan, dengan bantuan Bappeda setempat, sistem pakan ternak ala Ruly, diperkenalkan di Kabupaten Trenggalek, Blitar dan Tulungagung. Tidak hanya itu, Ruly telah mampu memban-gun perusahaan pakan yang pernah membantu kasus kelapa-ran ternak sapi di Kabupaten Sumba dengan mengirim 40 ton pakan. Ia juga berbangga diri menjadi eksportir pakan ternak, khususnya ke Negeri Cina.

Di perdesaan di Madura, apa yang ditemukan oleh Ruly, bukanlah sesuatu yang baru sama sekali, karena para petani peternak sudah mempraktikkan itu sejak lama dan secara turun-temurun, apalagi pada musim kemarau, mereka pasti memberi ternak piaraan pakan kering. Memberi ternak – baik sapi maupun kambing – dengan pakan kering adalah hal bi-asa yang dapat dijumpai di berbagai perdesaan di Madura.

235TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Di musim kemarau ketika kekeringan melanda dan pakan hi-jauan habis, petani peternak Madura terbiasa memberi makan ternaknya dengan kulit jagung dan kulit singkong yang sen-gaja dikeringkan dan disimpan menghadapi musim kemarau. Suatu kearifan lokal yang belum tertangkap oleh kepekaan inteligensi sehingga tidak menjadi peluang inovasi. Kini, beberapa tahun terakhir ini, petani peternak Madura sering mengeluh karena ketersediaan pakan ternak sangat terbatas. Mereka harus membeli pakan hijauan atau pakan kering den-gan harga yang sangat mahal untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak mereka. Itu berarti biaya produksi yang harus mereka keluarkan bertambah tinggi sementara harga ternak - terutama sapi - semakin merosot tajam akibat harus bersaing dengan sapi impor. Harga jual sapi tidak sebanding dengan waktu dan biaya yang dikeluarkan.

Kebaruan inovasi yang dilakukan oleh Ruly terletak pada bahan baku berupa limbah yang disia-siakan dan diang-gap sampah tidak berguna. Bahan dasar pabrik pakan ternak yang dikembangkan oleh Ruly seluruhnya berasal dari lim-bah pertanian, seperti batang, klobot dan tongkol jagung (ko-moditi pertanian utama di Madura), limbah kacang-kacangan (termasuk kulit kacang tanah), ampas dan kulit singkong, ampas minyak kelapa, ampas minyak kacang, kulit kopi, dan pucuk serta tetes tebu. Yang menarik dari kesuksesan Ruly juga terletak pada pendekatan yang ia gunakan, yaitu pen-dekatan partisipatif, suatu pendekatan yang menempatkan petani-peternak (stakeholders dan client) sebagai subyek uta-ma dalam usaha bersama.

Mawas Diri Pemberdayaan Masyarakat

Ketidakberdayaan komunitas dan masyarakat desa bu-kanlah sesuatu yang bersifat kultural. Apalagi takdir. Diakui

236 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

atau tidak, ia merupakan hasil dari malpraktik penyeraga-man pembangunan di masa lalu yang bercirikan top down, teknokratis dan abai terhadap konteks komunitas masyarakat desa yang plural dari segi fisik-geografis, sosial, ekonomi dan budaya. Program-program teknokratis cenderung menem-patkan komunitas desa sebagai objek - layaknya benda mati - yang hanya dimobilisasi dan diharuskan mengikuti keten-tuan-ketentuan program, walaupun tidak relevan dengan po-tensi, talenta dan kebutuhan pengembagan diri mereka.

Bulan November 2011 penulis terlibat sebagai peneliti dalam program Empowering Farmer Bargaining Power to Improve Sustainable Community Livelihood di empat desa di Kabupaten Gunungkidul DI Yogyakarta. Pendekatan yang digunakan adalah Appreciative Inquiry (AI) atau disebut juga Kajian dan Pendekatan secara Apresiatif (KPA). AI adalah sebuah pendekatan yang memberikan dan mengedepankan apresiasi terhadap potensi-potensi, kekuatan-kekuatan, kreasi dan talenta yang dimiliki oleh masyarakat atau komunitas desa yang menjadi target program. Pendekatan ini menekan-kan pentingnya partisipasi masyarakat dalam setiap program pemberdayaan yang mendorong perubahan sosial dalam masyarakat. Oleh karena itu, pendekatan ini juga disebut Par-tisipasi Masyarakat secara Apresiatif (Appreciative Commu-nity Participation), yang digunakan untuk melakukan suatu perubahan dalam masyarakat dengan memanfaatkan modal atau apa yang dimiliki masyarakat. KPA merupakan proses mengkaji bersama masyarakat yang dilandasi sikap mental “berpikir positif”.

Di salah satu desa tempat penelitian, yaitu Desa Bleberan Kecamatan Playen, terdapat kelompok petani pelopor organ-ik yang dirintis dan dibentuk dari bawah oleh para pemuda desa. Terbentuk sejak tahun 2008 secara swadaya, kelompok

237TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

UBET mulai menata diri selama lebih dari tiga tahun. Selama periode itu kelompok UBET berkonsentasi menata organisasi dan kelembagaan kelompok. Kuatnya dorongan dari dalam diri setiap anggota untuk hidup mandiri menjadi faktor pe-nentu dibalik keberhasilan kelompok ini. Inisiatif dan swa-daya anggota sangat kuat terlihat, ada solidaritas, kebersa-maan dan kepercayaan antaranggota dalam mengembangkan kelompok. Setiap anggota kelompok didorong untuk berpar-tisipasi tidak hanya dalam perencanaan kegiatan, pengambi-lan keputusan, melainkan mereka terlibat juga dalam evaluasi kegiatan-kegiatan kelompok. Beberapa hal tersebut menjadi penentu keberhasilan mereka membangun dan mengem-bangkan kelompok.

Setiap upaya pemberdayaan masyarakat, termasuk pen-guatan sosial ekonomi masyarakat, perlu melakukan tiga hal. Ketiganya dapat dilakukan secara simultan atau sekuensial.

Pertama, Penyadaran dan penguatan kapasitas masyarakat. Seringkali ditemukan di perdesaan, masyarakat tidak menyadari potensi, kekuatan, peluang dan tantan-gan yang mereka hadapi. Banyak potensi diri dan lingkun-gan yang melimpah, namun kehidupan mereka mempri-hatinkan. Masyarakat desa perlu dibantu merefleksikan dan memproyeksikan potensi dirinya sehingga mereka mampu menciptakan peluang dan kekuatan mereka berelasi dengan kekuatan-kekuatan lain di luar mereka.

Kedua, Pengorganisasian masyarakat. Menginisiasi dan memperkuat organisasi dan kelembagaan masyarakat desa dan simpul petani peternak pelopor di masing-masing desa. Hal ini bisa dimulai dengan menyeleksi dan memilih orang yang akan dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan program dalam rangka kaderisasi.

238 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

Ketiga, Membangun dan menjaga network masyarakat desa. Dalam banyak kasus seringkali pemberdayaan masyarakat desa melupakan aspek pentingnya jaringan. Keterlibatan stakeholders seperti LSM, pemerintah dan sek-tor usaha berperan penting dalam upaya pengembangan masyarakat desa. Jadi, memperkuat dan memperbanyak jar-ingan merupakan pilihan strategis bagi keberlangsungan pengembangan sosial ekonomi masyarakat desa.

***

239TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

SAYA sesungguhnya tidak banyak menge-nal Said Abdullah secara personal. Sepak terjangnya juga tak terlalu banyak saya

ikuti. Tapi sebagai anak Madura saya sangat bangga pada Said Abdullah. Saya lebih suka memanggilnya Mas. Di garis ideologi marhae-nisme dia senior saya. Sudah mempraktikkan ideologi cetusan Sukarno sementara saya se-dang memelajarinya sampai sekarang.

Sekali saya pernah bertemu dengan Mas Said. Waktu itu saya masih seorang warta-wan (sekarang jurnalis karena tidak ada yang menggaji saya sebagai penulis berita). Perte-muan itu dalam rangka bagi-bagi sembako di Kecamatan Socah, Kabupaten Bangkalan. Saya tidak ingat tepatnya, tapi di tahun 2009. Saat itu saya juga tidak berdiskusi dengannya. Tapi saya berharap yang saya akan sampai-kan ini bisa menjadi bahan diskusi dengannya kelak.

Oleh: Nur Rahmad AkhirullahStaf BPWS

“Gandhi” Yes, “Sinterklas” No

240 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

Saya ingin bicara Madura dan ideology marhaenisme yang saya terus pelajari sampai sekarang. Madura hari ini masih saya lihat sebagai ruang belajar yang sangat luas. Pisau analisa marhaenisme saja pakai dalam hal memelajari Madura ini. Romantisme, dinamika dan dialektika (rodinda) Madura mengajak saya punya mimpi sederhana untuk keluarga besar saya warga Madura. Namun, bisakah mimpi sederhana itu terwujud? Saya masih mencari kawan untuk mewujudkan-nya.

Madura merupakan pulau yang sampai 18 Januari 2012 (saat tulisan ini dibuat, pen) ini belum tereksplorasi optimal. Keberadaan pemerintahan di empat kabupaten di Madura ru-panya juga tidak bisa dengan mudah mengeksplorasi potensi yang ada di Madura. Tidak hanya berkaitan dengan anggaran, tapi juga pilitical will. Yang terakhir itu yang sampai saat ini belum benar-benar positif. Perubahan atmosfir politik setiap lima tahun sekali sering menjadi penyebabnya. Kenapa? Ya, karena berubah pemimpin di daerah, maka berubah juga ke-bijakan strategis pembangunannya.

Kebijakan itu sering tidak objektif. Wilayah-wilayah yang diketahui tidak mendukung calon yang menang dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) kabupaten sering diting-galkan. Sedangkan wilayah yang total mendukung calon menang, sampai menumpuk-numpuk proyek pembagunan-nya. Padahal, calon menang semestinya tidak begitu. Dia juga harus mau jadi batur (pembantu, pen) rakyat yang tidak men-dukungnya.

Jika masalah kebijakan itu sangat bergantung pada at-mosfir politik lima tahun sekali, saya tidak yakin Madura bisa secara utuh berkembang. Kalau pun berkembang pasti akan ada yang jauh senjang. Kesenjangan itu terjadi karena perkembangan tidak berbasis lokal. Perkembangan yang

241TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

tidak berbasis lokal akan menimbulkan kebangkrutan karena membutuhkan modal yang besar. Diberi modal besar, riskan. Budaya konsumsi di Madura masih setinggi langit. Modal bi-sa-bisa habis dipakai untuk keperluan sehari-hari. Setelah itu modal lagi, miskin lagi, minta modal lagi, dimakan lagi, habis lagi, minta modal lagi dan seterusnya begitu.

Bicara Mas Said Abdullah, bicara juga tentang banyakn-ya kegiatannya. Sebagai politisi, saya masih memandang apa-pun yang dilakukan Mas Said kebanyakan untuk kepentingan politiknya. Kebanyakan berarti tidak semua. Itu berarti masih ada sebagian yang bisa dicatat sebagai pengabdian yang be-nar-benar riil. Meski begitu, kegiatan lain yang di sudut saya lebih cenderung pada kegiatan sosial (yang kurang tidak produktif), budaya dan pendidikan tetap harus diacungi jem-pol. Mengingat tidak banyak yang tetap punya kepedulian seperti Mas Said.

Namun, saya justru melihat kebiasaan Mas Said bagi-bagi sembako kurang bagus juga kalau selalu diulang-ulang. Begitu juga dengan memberikan bantuan untuk mengggelar kegiatan budaya dan kajian-kajian. Terus terang ingin saya cibir “duh kok disumbang terus, kok dibahas terus!” Sebab, mereka sesungguhnya punya sesuatu yang jika itu dieksplo-rasi dengan optimal maka hasilnya akan pasti keren. Saya sudah membuktikannya Mas. Meski di ruang lingkup yang sangat terbatas hasilnya keren. Kalau Mas tertarik silahkan buktikan juga!

Sesuatu yang saya maksud itu adalah semangat. Karena masyarakat sudah punya semangat, maka mereka perlu in-strumen. Dengan semangat yang mereka miliki, maka harus dipikirkan bagaimana memberikan jala, bukan ikannya. Den-gan begitu mereka akan mandiri.

242 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

Pemberdayaan Masyarakat

Belajar dari Dahlan Iskan (sekarang Menteri BUMN), siapa pun bisa menjadi pribadi yang out of the box atau out from the bottle. Sekarang ini, bukan hanya orang pintar dan berpendidikan tinggi yang bisa berdikari. Orang tidak lulus SD (sekolah dasar) sekali pun bisa mandiri, bahkan bisa men-ciptakan lapangan pekerjaannya sendiri. Yang penting punya semangat berubah ke arah yang lebih baik.

Kemampuan seseorang dalam bidang tertentu memang dibutuhkan. Tapi, lagi-lagi belajar dari Dahlan Iskan, terny-ata orang mau lebih dahsyat semangatnya daripada orang mampu. Saya pernah mencoba mengetahuinya langsung. Hasilnya, meski belum bisa dikatakan baik, setidaknya saya mulai yakin bahwa orang mau memang lebih sip daripada orang mampu.

Setelah saya pelajari, ternyata selama ini memang ada banyak kebuntuan di bidang pemberdayaan masyarakat. Ke-buntuan itu disebabkan karena pola pemberdayaan bersifat membuat orang bersemangat menjadi orang yang mampu. Terkadang, pola pemberdayaan justru mencari orang-orang mampu untuk menjalankan program pemberdayaan itu. Pa-dahal, tidak bisa dengan cara demikian membuat masyarakat menjadi mandiri.

Mas Said juga harus menjawab kebuntuan tersebut. In-strumen membuka tutup kotak atau botol kebuntuan itu ada-lah ilmu, alat dan pendampingan. Bukan hal baru bagi Mas Said. Tapi, saya ingin membubuinya sedikit dengan pengala-man saya melakukan pemberdayaan masyarakat di Madura, tepatnya di Bangkalan. Saya merasakan betapa selama ini banyak pola pemberdayaan masyarakat yang buntu karena faktor-faktor tertentu.

243TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Pada kenyataannya, selama ini banyak program pem-berdayaan masyarakat yang terhenti di tengah jalan dan tidak berguna. Terhenti di tengah jalan dalam arti setelah pelatihan tidak ada tindaklanjut yang jelas. Orang-orang yang terlibat dalam pemberdayaan masyarakat pun mengesankan ter-hentinya program itu sebagai hal yang biasa. Biasa karena su-dah buntu terlalu lama. Kebuntuan yang menjadi kebiasaan akut dan tidak produktif.

Orang-orang yang terlibat dalam pemberdayaan masyarakat mandeg itu berangkat dengan niat yang kurang. Biasanya, uang yang dipakai untuk program pemberdayaan masyarakat bersumber dari negara. Entah dana itu dari ka-bupaten, provinsi atau pemerintah pusat. Ada juga dana dari bantuan luar negeri dan semacamnya. Tak jarang dana pem-berdayaan masyarakat macam itu besar jumlahnya.

Jika sejak awal niat untuk pemberdayaan masyarakat sudah kurang, tentu hasilnya tidak akan maksimal. Mulai dari kurang baik. Dana yang besar sudah diperhitungkan untuk dibagi-bagi sebelum kegiatan dimulai. Akhirnya yang pent-ing bukan pemberdayaan masyarakatnya, tapi persentase pembagian jatahnya.

Karena pembagian jatah sudah menjadi yang terpenting, maka turunannya adalah laporan pelaksanaan dan keuangan. Jika hanya untuk laporan kegiatan dan keuangan, maka keg-iatan akan menjadi tidak penting juga. Esensi kegiatan menja-di berkurang (kadang tidak berisi sama sekali) karena asal jadi dan terdokumentasi sebagai bukti kegiatan sudah dilaksana-kan. Parahnya lagi, peserta biasanya asal comot. Yang penting kan ada pesertanya.

Itu dalam kondisi ekstrem, di mana pelaksana memang sejak awal hanya berorientasi pada keuntungan materi. Ada

244 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

yang tidak terlalu parah orientasi materinya. Tapi tidak ban-yak-banyak juga bedanya, hanya untuk menghabiskan angga-ran. Biasanya yang begitu lembaga pemerintahan. Permber-dayaan masyarakat yang dilaksanakan hanya untuk sekadar menghabiskan anggaran yang sudah ada. Karena sejak awal orientasinya kegiatan, maka substansinya juga kurang diper-hatikan.

Meski begitu ada juga pemberdayaan masyarakat yang sesungguhnya berniat tulus dan serius. Tapi karena saking se-riusnya, yang terjadi justru tidak tepat sasaran. Kenapa? Ka-rena masyarakat yang dilibatkan tidak memiliki basis potensi. Di mana, setelah mereka mendapatkan ilmu agar mereka bisa bangkit secara ekonomi, mereka masih kesulitan dalam mod-al. Tak jarang, masyarakat yang ada di wilayah berpotensi jus-tru sama sekali tidak dilibatkan.

Kesalahan-kesalahan sistem pemberdayaan yang de-mikian itu yang membuat kebuntuan tidak menemukan jalan keluarnya. Kebuntuan itu menyebabkan seakan-akan semua pemberdayaan masyarakat tidak menghasilkan apa-apa, muspro. Kecuali menghabiskan anggaran.

Yang kurang serius memberdayakan masyarakat punya kata kunci “asal jadi” dan “anggaran habis.” Sementara yang serius punya kata kunci “ilmu, alat dan pendampingan.”

Memberikan pengetahuan dasar merupakan lang-kah awal yang biasa dilaksanakan dalam pemberdayaan masyarakat. Biasanya, pemberdayaan masyarakat yang kurang serius hanya terhenti di sini (seperti saya sampaikan sebelumn-ya: asal ada dokumentasi kegiatan). Anak-anak sekolah dasar (SD) pun tahu, bahwa belajar komputer tak akan mahir tanpa punya komputer. Maka, hal yang selanjutnya harus dimiliki masyarakat setelah pengetahuan adalah alat.

245TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Sering ditemui, pelaksana atau inisiator pemberdayaan masyarakat tidak berani memberikan alat pada masyarakat. Alasannya ada dua. Yaitu, sulit dipertanggungjawabkan di mata anggaran keuangan (MAK) dan khawatir disalah-gunakan atau dijual oleh masyarakat penerima. Padahal, masyarakat cukup bisa dipercaya untuk berkomitmen. Na-mun, komitmen yang harus dibangun tentu dua arah. Pelak-sana dan masyarakat harus berkomitmen positif dan produk-tif. Ini yang selanjutnya disebut pendampingan.

Yang paling perlu diingat adalah jangan memberdaya-kan masyarakat yang tidak mau berubah, tidak punya potensi eksternal yang bisa digarap secara ekonomis dan tidak mau berkomitmen. Jika tiga hal itu tidak diperhatikan sejak awal, mustahil pemberdayaan masyarakat menemukan jalan kelu-arnya.

Orang Miskin Dilarang Kaya

Pernah seorang bijak melontarkan pendapat, sebaik-bai-knya yang bisa dilakukan seorang sukses pada orang miskin bukan membagi-bagikan kekayaannya. Melainkan, membuat orang lain memiliki sendiri kekayaan itu. Ada juga ungkapan yang dilontarkan oleh Sosiolog Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Bagong Suyanto. Dia mengatakan, cara menolong orang miskin adalah membuat mereka tetap miskin.

Ungkapan sosiolog itu dilontarkan pada acara Ka-jian Dampak Sosial Ekonomi Pasca-pembangunan Jembat-an Suramadu yang diadakan oleh Badan Pengembangan Wilayah Surabaya-Madura (BPWS) pertengahan 2011 lalu. Yang hadir dalam acara itu sempat kaget dengan perny-ataan tersebut. Tapi, sosiolog itu tak membiarkan audiens terlalu lama menduga-duga sendiri makna ungkapan itu.

246 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

Saya pun sempat berkesimpulan “orang miskin dilarang kaya.”

Ternyata maknanya tidak sederhana dan sempit. Yang tersirat dalam ungkapan itu adalah cara lain untuk menolong orang miskin. Yaitu, dengan memberikan mereka kehidupan yang lebih baik di lingkungannya yang miskin itu. Membuat mereka tiba-tiba kaya atau berangsur menjadi kaya akan membuat masalah sosial baru.

Saat menerima perubahan dari miskin menjadi kaya, akan ada lompatan solidaritas. Yang demikian itu bisa ber-dampak tidak baik bagi lingkungannya. Tak heran, solidaritas sesama orang miskin akhirnya harus dipertahankan.

Dalam solidaritas kemiskinan itu akan muncul kekom-pakan dan usaha bersama. Sehingga, kelak di kemudian hari “miskin” akan meningkat kualitasnya meski tidak bisa disebut “kaya.” Setidaknya, tidak kesulitan sandang-papan-pangan, jika sakit bisa membiayai pengobatan dan mampu menyekolahkan anak-anaknya.

Nah, untuk mencapai kualitas kemiskinan yang berbeda derajat dan martabat itu tidak bisa dengan cara lain. Memba-gi-bagikan kekayaan sekali lagi tidak akan mengubah kondisi secara hakiki. Mengangkat orang menjadi kaya melebihi kead-aan di lingkungannya juga akan menimbulkan masalah sosial. Maka, jalan satu-satunya adalah memberdayakan mereka se-mua.

Tentu akan membutuhkan banyak uang jika harus membagi kekayaan pada orang miskin yang sekian banyak itu agar bisa langsung kaya. Tapi, menjadi sangat murah jika pola pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan efektif dan efisien.

247TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

Manifestasi Marhaenisme

Pemberdayaan masyarakat merupakan manifestasi riil dalam konteks ideologi Marhaenisme. Saya berharap Mas Said juga memiliki pemikiran yang sama dan serius tentang ini.

Mengapa sejalan dengan Marhaenisme? Kegelisa-haan Sukarno usai bertemu dengan seorang petani bernama Marhaen di Bandung sesungguhnya bisa dijawab saat itu juga. Yaitu, dengan pemberdayaan masyarakat berbasis po-tensi lokal.

Sukarno : Hen..Marhaen, sawah ini milikmu?Marhaen : Bukan Tuan.Sukarno : Hen..Marhaen, bajak itu milikmu?Marhaen : Bukan Tuan.Sukarno : Lalu, jika panen apa hasil tanam itu menjadi

milikmu?Marhaen : Bukan Tuan.Sukarno : Lalu apa yang kamu dapat dari sawah ini?Marhaen : Upah Tuan.Sukarno : Apakah cukup untuk anak istrimu?Marhaen : Tidak Tuan.

Sebagai catatan, hingga saat ini keturunan terakhir Marhaen masih ada. Ironisnya, puluhan tahun berlalu, ketu-runan terakhir Marhaen itu masih menjadi buruh tani dengan upah yang tidak cukup juga untuk kehidupannya. Pertan-yaannya, mengapa kondisi Marhaen dengan keturunannya sama saja setelah hampir 70 tahun Indonesia merdeka?

Mungkin suatu ketika keturunan si Marhaen itu pernah didatangi dermawan untuk diberi bantuan. Namun, kenyat-aannya keturunan si Marhaen itu masih sama saja nasibnya. Bisa jadi kemiskinan baginya adalah dunia yang tidak mu-

248 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah

dah dilepaskan, tapi apa tidak bisa kualitas kemiskinan itu bermartabat dan berderajat lebih baik.

Keturunan si Marhaen adalah salah satu bukti nyata bahwa memberi “ikan” berupa bantuan konsumtif tidak akan merubah kondisi. Sebab, yang sesungguhnya dibutuh-kan adalah pengetahuan, alat untuk mengaplikasikan peng-etahuannya dan pendampingan melalui komitmen dua arah. Masyarakat miskin memang lebih suka diberi karena sudah biasa diberi. Mas Said, berilah jala jangan ikannya. (*)

***

249TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah |

250 | TESTIMONI, Mereka bicara tentang MH. Said Abdullah