thalassemia β end

17
TUGAS BIOMOL METODE PENDETEKSIAN ASAM INTI PADA PENDERITA β THALASSEMIA OLEH: I Wayan Merdiyana Eka Putra 09700182 FAKULTAS KEDOKTERAN

Upload: wayan-merdiyana

Post on 11-Dec-2015

224 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

-

TRANSCRIPT

Page 1: Thalassemia β End

TUGAS BIOMOL

METODE PENDETEKSIAN ASAM INTI PADA

PENDERITA β THALASSEMIA

OLEH:

I Wayan Merdiyana Eka Putra

09700182

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

TAHUN AKADEMIK 2011/2012

Page 2: Thalassemia β End

THALASSEMIA β

Thalassemia β

Thalassemia β adalah hasil lebih dari 150 mutasi dari rantai globin β, baik berupa hilangnya

rantai β (thalassemia β0) atau berkurangnya rantai β (thalassemia β+). Keadaan ini menyebabkan

ketidakseimbangan sintesis rantai globin yang mengakibatkan berlebihnya rantai α sehingga

terjadi presipitasi prekursor eritrosit, yang pada gilirannya menyebabkan kerusakan sel darah

merah di sumsum tulang dan perifer. Keseluruhan proses tersebut mengakibatkan terjadinya

anemia yang parah, yang selanjutnya akan menyebabkan peningkatan produksi eritropoetin dan

ekspansi sumsum tulang yang tidak efektif, deformitas tulang, pembesaran limpa dan hati, serta

hambatan pertumbuhan.12 Perjalanan penyakit selanjutnya tergantung apakah pasien mendapat

transfusi yang memadai atau tidak. Bila diberikan transfusi yang adekuat, pasien dapat tumbuh

dan kembang dengan normal tanpa kelainan klinis. Komplikasi dapat muncul pada akhir dekade

pertama sebagai akibat dari penumpukan zat besi akibat transfusi berulang. Penumpukan zat besi

ini dapat diatasi dengan pemberian kelasi besi.1 Di akhir dekade ke-2 kehidupan, komplikasi

pada jantung mulai muncul dan kematian dapat terjadi akibat timbunan zat besi pada jantung

(cardiac siderosis). Selain itu pasien juga rawan terkena infeksi yang ditularkan melalui darah

yang ditransfusi seperti infeksi hepatitis dan HIV.

Thalassemia β mayor adalah thalassemia dengan gejala klinis yang paling berat. Bentuk yang

lebih ringan, dimana gejala klinis baru muncul pada usia yang lebih tua dan pasien tidak

memerlukan transfusi atau jarang memerlukan transfusi disebut thalassemia intermedia.

Sementara individu yang merupakan karier disebut thalassemia minor, dimana pasien tidak

menunjukkan gejala klinis dan kelainan baru diketahui melalui pemeriksaan hematologi berupa

anemia hipokrom mikrositer dan peningkatan kadar Hb A2.

Page 3: Thalassemia β End

Diagnosis

Diagnosis thalassemia ditegakkan dengan berdasarkan kriteria anamnesis, pemeriksaan fisis, dan

laboratorium.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis thalassemia meliputi pemeriksaan darah

tepi lengkap (complete blood count/CBC), khususnya nilai eritrosit rerata seperti MCV (mean

corpuscular volume), MCH (mean corpuscular haemoglobin), MCHC (mean corpuscular

haemoglobin concentration) dan RDW (red blood cell distribution width). Selain itu perlu

dievaluasi sediaan apus darah tepi, badan inklusi HbH dan analisis hemoglobin yang meliputi

pemeriksaan elektroforesis Hb, kadar HbA2, HbF. Selain itu diperlukan pemeriksaan cadangan

besi tubuh berupa pemeriksaan feritin atau serum iron (SI) / total iron binding capacity (TIBC).

Komite International untuk Standardisasi Panel Ahli Thalassemia dan abnormal Hemoglobin

pada tahun 1975 merekomendasikan uji preliminari meliputi pemeriksaan darah lengkap yang

diikuti dengan elektroforesis pada pH 9.2, uji solubilitas dan sikling serta uji kuantitatif HbA2

dan HbF. Bila ditemukan hemoglobin yang abnormal, uji lanjutan untuk menentukan Hb varian

dengan elektroforesis pada pH 6,0-6,2; pemisahan rantai globin dan isoelectric focusing (IEF).

Pencegahan Thalassemia

Pencegahan thalassemia terutama ditujukan untuk menurunkan jumlah bayi lahir dengan

thalassemia mayor. Ada 2 pendekatan target dalam pencegahan thalassemia yaitu secara

retrospektif dan prospektif.1,7 Pendekatan retrospektif dilakukan dengan cara melakukan

penelusuran terhadap anggota keluarga dengan riwayat keluarga menderita thalassemia mayor.

Sementara pendekatan prospektif dilakukan dengan melakukan skrining untuk mengidentifikasi

karier thalassemia pada populasi tertentu. Secara garis besar bentuk pencegahan thalassemia

dapat berupa edukasi tentang penyakit thalassemia pada masyarakat, skrining (carrier testing),

konseling genetika pranikah, dan diagnosis pranatal.

a. Edukasi

Edukasi masyarakat tentang penyakit thalassemia memegang peranan yang sangat penting dalam

program pencegahan. Masyarakat harus diberi pengetahuan tentang penyakit yang bersifat

Page 4: Thalassemia β End

genetik dan diturunkan, terutama tentang thalassemia dengan frekuensi kariernya yang cukup

tinggi di masyarakat. Pendidikan genetika harus diajarkan di sekolah, demikian pula

pengetahuan tentang gejala awal thalassemia. Media massa harus dapat berperan lebih aktif

dalam menyebarluaskan informasi tentang thalassemia, meliputi gejala awal, cara penyakit

diturunkan dan cara pencegahannya.

Program pencegahan thalassemia harus melibatkan banyak pihak terkait. Sekitar 10% dari total

anggaran program harus dialokasikan untuk penyediaan materi edukasi dan pelatihan tenaga

kesehatan.

b. Skrining Karier

Skrining massal dan konseling genetika telah berhasil di Italia, Yunani dan tempat yang memiliki

fekuensi gen thalassemia tinggi. Skrining pada populasi (skrining prospektif) dikombinasikan

dengan diagnostik pranatal telah menurunkan insidens thalassemia secara dramatis.3

Skrining thalassemia ditujukan untuk menjaring individu karier thalassemia pada suatu populasi,

idealnya dilakukan sebelum memiliki anak. Skrining ini bertujuan untuk mengidentifikasi

individu dan pasangan karier, dan menginformasikan kemungkinan mendapat anak dengan

thalassemia dan pilihan yang dapat dilakukan untuk menghindarinya. Target utama skrining

adalah penemuan β- dan αo thalassemia, serta Hb S, C, D, E.15 Skrining dapat dilakukan di

sekolah, klinik dokter keluarga, klinik keluarga berencana, klinik antenatal, saat pranikah, atau

pada saat bayi baru lahir. Pada daerah dengan risiko tinggi dapat dilakukan program skrining

khusus pranikah atau sebelum memiliki anak.

Pendekatan genetik klasik dalam mendeteksi karier berdasarkan penelusuran silsilah

keluarga dianggap kurang efektif dibanding dengan skrining populasi. Bila ada individu yang

teridentifikasi sebagai karier, maka skrining pada anggota keluarga yang lain dapat dilakukan.

Skrining silsilah genetik khususnya efektif pada daerah yang sering terjadi perkawinan antar

kerabat dekat.15 Algoritma skrining identifikasi karier rekomendasi the Thalassemia

International Federation (2003) mengikuti alur pada gambar 1 sebagai berikut :

Page 5: Thalassemia β End

Gambar 1. Algoritma skrining thalassemia

Metode pemeriksaan thalassemia yang definitif dan akurat meliputi pemeriksaan kualitatif

HbA2, HbF, rasio sintesis rantai globin dan analisis DNA untuk mengetahui mutasi spesifik.

Namun, semua pemeriksaan ini mahal. Pasien thalassemia selalu mengalami anemia hipokrom

(MCH < 26 pg) dan mikrositik (MCV < 75 fl), karenanya kedua kelainan ini tepat digunakan

untuk pemeriksaan awal karier thalassemia. Kemungkinan anemia mikrositik akibat defisiensi

besi harus disingkirkan melalui pemeriksaan porfirin bebas eritrosit, feritin serum atau kadar besi

serum, dengan total iron-binding capacity

Page 6: Thalassemia β End

c. Konseling genetika

Informasi dan konseling genetika harus tersedia ditempat skrining karier dilakukan. Tenaga

kesehatan tidak boleh memaksa orang untuk menjalani skrining dan harus mampu

menginformasikan pada peserta skirining bila mereka teridentifikasi karier dan implikasinya.

Prinsip dasar dalam konseling adalah bahwa masing-masing individu atau pasangan memiliki

hak otonomi untuk menentukan pilihan, hak untuk mendapat informasi akurat secara utuh, dan

kerahasiaan mereka terjamin penuh. Hal yang harus diinformasikan berhubungan dengan

kelainan genetik secara detil, prosedur obstetri yang mungkin dijalani dan kemungkinan

kesalahan diagnosis pranatal. Informasi tertulis harus tersedia, dan catatan medis untuk pilihan

konseling harus tersimpan. Pemberian informasi pada pasangan ini sangat penting karena

memiliki implikasi moral dan psikologi ketika pasangan karier dihadapkan pada pilihan setelah

dilakukan diagnosis pranatal. Pilihan yang tersedia tidak mudah, dan mungkin tiap pasangan

memiliki pilihan yang berbeda-beda. Tanggung jawab utama seorang konselor adalah

memberikan informasi yang akurat dan komprehensif yang memungkinkan pasangan karier

menentukan pilihan yang paling mungkin mereka jalani sesuai kondisi masing-masing.

d. Diagnosis Pranatal

Diagnosis pranatal meliputi skrining karier thalassemia saat kunjungan pranatal pada wanita

hamil, yang dilanjutkan dengan skrining karier pada suaminya bila wanita hamil tersebut

teridentifikasi karier. Bila keduanya adalah karier, maka ditawarkan diagnosis pranatal pada

janin serta pengakhiran kehamilan bila ada risiko gen thalassemia homozigot. Saat ini, program

ini hanya ditujukan pada thalassemia β+ dan βO yang tergantung transfusi dan sindroma Hb

Bart’s hydrops.

Diagnosis pranatal dapat dilakukan antara usia 8-18 minggu kehamilan.1,3 Metode yang

digunakan adalah identifkasi gen abnormal pada analisis DNA janin. Pengambilan sampel janin

dilakukan melalui amniosentesis atau biopsi vili korialis (VCS/ villi chorealis sampling). Biopsi

vili korialis lebih disukai, karena bila dilakukan oleh tenaga ahli, pengambilan sampel dapat

dilakukan pada usia kehamilan yang lebih dini,3 yaitu pada usia gestasi 9 minggu.1 Namun

WHO menganjurkan biopsi vili korialis pada usia gestasi 10- 12 minggu, karena pada usia

kurang dari 10 minggu ditemukan risiko malformasi janin. Seluruh prosedur pengambilan

sampel janin harus dilakukan oleh ahli fetomaternal dengan panduan USG kualitas tinggi. Risiko

Page 7: Thalassemia β End

terjadinya abortus pada biopsi villi korialis sekitar 1-2% bila dilakukan oleh tenaga ahli.15

Sedangkan tindakan amniosentesis, yaitu mengambil cairan amnion, umumnya efektif dilakukan

pada usia kehamilan > 14 minggu. Hal ini dikarenakan untuk menjaring sel-sel janin yang baru

lepas dalam jumlah cukup ke dalam cairan amnion. Teknik ini relatif lebih mudah, namun

mempunyai kelemahan pada usia kehamilan yang lebih besar.

Teknik lain yang juga sudah dikembangkan adalah isolasi darah janin (fetal nucleated red blood

cell) sebagai sumber DNA janin dari darah perifer ibu.3 DNA janin dianalisis dengan metode

polymerase chain reaction (PCR). Untuk mutasi thalassemia, analisis dilakukan dengan Southern

blot analysis, pemetaan gen (gene mapping), dan restriction fragmen length polymorphism

(RFLP) analysis. Seiring dengan munculnya trauma akibat terminasi kehamilan pada ibu hamil

dengan janin yang dicurigai mengidap thalassemia mayor, saat ini sedang dikembangkan

diagnosis pranatal untuk thalassemia β sebelum terjadinya implantasi janin dengan polar body

analysis.

Metode pengakhiran kehamilan yang digunakan tergantung dari usia gestasi. Pada umumnya

dibedakan menjadi 2 metode: operatif dan medisinalis. Dengan standar prosedur yang sesuai,

kedua metode ini, baik operatif maupun medisinalis, mempunyai efektivitas yang baik dalam

pengakhiran kehamilan. Namun demikian beberapa praktisi kebidanan seringkali mendasarkan

pilihan metode pada usia kehamilan. Pada usia gestasi kurang dari 13 minggu, metode standar

pengakhiran kehamilan adalah ―suction method ―. Setelah 14 minggu, aborsi dilakukan

dengan induksi prostaglandin.15 Metode aborsi lainnya yang bisa dilakukan adalah kombinasi

antara medisinalis dan cara operatif.

Page 8: Thalassemia β End

Teknik dan Metode Skrining

a. Skrining Karier

1) Pemeriksaan nilai eritrosit rerata (NER)

Hasil skrining terhadap 795 orang menunjukkan bahwa pengidap thalassemia α, thalassemia β

dan Hb lepore semuanya menunjukkan nilai MCV < 76 fL, dan MCH < 25 pg, yang

mengindikasikan bahwa kedua nilai tersebut dapat digunakan untuk uji saring awal thalassemia.

Pada skrining massal terhadap 289.763 pelajar yang dilakukan Silvestroni dan Bianco (1983)

menunjukkan bahwa uji saring 2 tahap dengan melihat morfologi darah tepi dan uji fragilitas

osmotik sel darah merah 1 tabung yang diikuti dengan pemeriksaan indeks eritrosit dan analisis

hemoglobin dapat mendeteksi thalassemia non-α sampai 99,65%.

Penelitian Maheswari (1999) terhadap 1.286 wanita yang melakukan pemeriksaan antenatal

menyatakan bahwa angka sensitivitas dan spesivisitas dari nilai MCV dan MCH dalam

identifikasi karier thalassemia berturut-turut adalah 98 % dan 92%. MCV dan MCH harus

dipakai bersamaan karena bila hanya salah satu yang digunakan hasil sensitivitas dan

spesifisitasnya rendah.20 Demikian juga penelitian Rathod dkk (2007) menunjukkan penggunaan

MCV dan MCH dengan cell counter dapat digunakan dalam deteksi karier β thalassemia.21

Galanello dkk (1979) menganjurkan nilai MCV < 79 fL dan MCH < 27 pg sebagai nilai ambang

(cut-off) untuk uji saring awal thalassemia β

Tabel 1. Nilai MCV dan MCH pada uji saring awal thalassemia β

Sementara penelitian Rogers dkk (1995) menyebutkan nilai cut off untuk skrining antenatal

thalassemia β pada wanita hamil adalah MCH < 27 pg dan MCV < 85 fl, dimana nilai MCH

lebih superior daripada MCV.23

2) Elektroforesis Hemoglobin

Page 9: Thalassemia β End

Peningkatan kadar HbA2 merupakan baku emas dalam menegakkan diagnosis karier

thalassemia.20 Subyek skrining yang positif dalam skrining awal dengan nilai eritrosit rerata

dikonfirmasi dengan penilaian kadar HbA2. Beberapa metode dapat digunakan, seperti

kromatografi mikrokolum (microcolum chromatography), High-Performance Liquid

Chromatography (HPLC) dan capillary iso-electrofocusing.20,24,25 Diagnosis ditegakkan bila

kadar HbA2 > 3,5%

3) Analisis DNA

Saxena dkk (1998) melaporkan hasil analisis mutasi DNA dengan menggunakan metode

Amplification Refractory Mutation System (ARMS) pada diagnosis pranatal terhadap 415

kehamilan. Hasilnya menunjukkan bahwa ARMS dapat mengkonfirmasi diagnosis pada 98,3%

kasus. Pemeriksaan ini relatif murah dan dapat digunakan untuk diagnosis pranatal.

Page 10: Thalassemia β End

LAMPIRAN JURNAL

1. Analisis Setiap Mutasi Titik Dalam DNA. Mutasi Refraktori Sistem Amplifikasi

(ARMS).

Newton CR , Graham A , Heptinstall LE , Powell SJ , Summers C , N Kalsheker , Smith

JC , Markham AF .

ICI Diagnostics, Northwich, Cheshire, Inggris.

Abstrak

Kami telah meningkatkan "polymerase chain reaction (PCR) untuk mengizinkan analisis

cepat dari setiap mutasi dikenal dalam DNA genom. Kami menunjukkan sebuah sistem, ARMS

(Amplifikasi Refractory Mutasi System), yang memungkinkan genotyping hanya dengan

pemeriksaan campuran reaksi setelah elektroforesis gel agarosa.Sistem ini sederhana, handal dan

non-isotopik. Ini jelas akan membedakan heterozigot pada lokus dari homozigot untuk alel

baik. Sistem ini tidak memerlukan restriksi enzim pencernaan, oligonukleotida alel-spesifik

sebagai konvensional diterapkan, maupun analisis urutan produk PCR. Dasar dari penemuan ini

yang tak terduga, oligonukleotida dengan residu 3'cocok-tidak akan berfungsi sebagai primer

dalam PCR di bawah kondisi yang sesuai. Kami telah menganalisis DNA dari pasien dengan

antitrypsin alpha 1-(AAT) kekurangan, dari pembawa penyakit dan dari orang normal. Temuan

kami dalam perjanjian lengkap dengan tugas alel yang diperoleh sequencing langsung produk

PCR.

Page 11: Thalassemia β End

2. Analysis of any point mutation in DNA. The amplification refractory mutation system

(ARMS).

Newton CR, Graham A, Heptinstall LE, Powell SJ, Summers C, Kalsheker N, Smith

JC, Markham AF.

ICI Diagnostics, Northwich, Cheshire, UK.

Abstract

We have improved the "polymerase chain reaction" (PCR) to permit rapid analysis of any known

mutation in genomic DNA. We demonstrate a system, ARMS (Amplification Refractory

Mutation System), that allows genotyping solely by inspection of reaction mixtures after agarose

gel electrophoresis. The system is simple, reliable and non-isotopic. It will clearly distinguish

heterozygotes at a locus from homozygotes for either allele. The system requires neither

restriction enzyme digestion, allele-specific oligonucleotides as conventionally applied, nor the

sequence analysis of PCR products. The basis of the invention is that unexpectedly,

oligonucleotides with a mismatched 3'-residue will not function as primers in the PCR under

appropriate conditions. We have analysed DNA from patients with alpha 1-antitrypsin (AAT)

deficiency, from carriers of the disease and from normal individuals. Our findings are in

complete agreement with allele assignments derived by direct sequencing of PCR products.

Page 12: Thalassemia β End