tindak pidana pajak
TRANSCRIPT
TINDAK PIDANA PAJAKClick to edit Master subtitle style
5/14/12
PENGERTIAN
5/14/12
Sering kali disebut dengan istilah delik Kata delik berasal dari bahasa Latin yaitu
delictum dan dalam bahasa Belanda disebut delict sebagai perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap UU
Dalam bahasa Indonesia, delik diartikan
5/14/12
Menurut beberapa pakar hukum, delik
diartikan dalam beberapa pengertian, yaitu perbuatan pidana (Prof. Mulyatno), pelanggaran pidana (Mr. M.H. Tirtaamidjaja), peristiwa pidana (E. Utrecht) diartikan sebagai suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja atau pun tidak sengaja oleh seseorang yang tindakannya tersebut dapat dipertanggungjawabkan oleh UU dan telah dinyatakan sebagai suatu perbuatan yang dapat dihukum
Menurut pakar hukum Prof. Simon, delik
5/14/12
Dalam konteks hukum pajak, penegrtian
tindak pidana mempunyai arti suatu peristiwa atau tindakan melanggar hukum atau UU pajak yang dilakukan oleh seseorang yang tindakannya tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan oleh UU Pajak telah dinyatakan sebagai suatu perbuatan pidana yang dapat dihukum
Dalam kepustakaan hukum disebutkan bahwa
yang dimaksud dengan tindak pidana (delict) adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana. Apabila ketentuan yang dilanggar berkaitan dengan UU Perpajakan, disebut dengan tindak pidana pajak dan pelakunya dapat dikenakan hukum pidana. 5/14/12
Dalam UU Perpajakan diatur adanya dua
macam sanksi yang dapat diterapkan kepada WP apabila WP melanggar UU Pajak, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. pidana adalah: UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
Beberapa UU yang mencantumkan sanksi
dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana diubah dengan UU No. 16 Tahun 2000 (selanjutnay disebut UU KUP diatur dalam Pasal 38 sampai dengan Pasal 43)
5/14/12
UU No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan sebagaimana diubah dengan UU No. 12 Tahun 1994 (diatur dalam Pasal 24 dan Pasal 25) (diatur dalam Pasal 13 dan Pasal 14)
UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (diatur dalam Pasal 37 sampai dengan Pasal 40)
Selain UU tersebut, sumber hukum lain yang digunakan sebagai acuan adalah Kitab UU Hukum Pidana (KUHP)
5/14/12
Dari semua pasal tindak pidana tersebut,
pada prinsipnya dapat dikualifikasikan dalam dua jenis tindak pidana, yaitu:Tindak pidana pelanggaran Tindak pidana kejahatan
5/14/12
TINDAK PIDANA PELANGGARAN
Dalam ajaran hukum pidana, pelanggaran
sering disebut sebagai kejahatan yang ringan. dengan tindak pidana kejahatan
Ancaman pidana lebih ringan dibandingkan Dalam Pasal 38 UU KUP, hukuman untuk
tindak pidana pelanggaran perpajakan adalah pidana kurungan paling lama 1 tahun dan/atau denda paling tinggi 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar
5/14/12
WP dianggap melakukan tindak pidana
pelanggaran apabila perbuatannya dilakukan bukan dengan sengaja atau terjadi karena kelalaian, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan kewajibannya sehingga perbuatan tersebut menimbulkan kerugian pada pendapatan negara
5/14/12
TINDAK PIDANA KEJAHATAN
Ancaman pidananya lebih berat dari tindak
pidana pelanggaran, yaitu pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar
Bahkan, apabila seseorang melakukan lagi
tindak pidana perpajakan sebelum lewat satu tahun sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan, 5/14/12 ancaman pidananya ditambahkan 1 kali
KELOMPOK TINDAK PIDANA PERPAJAKAN
Dalam ketentuan Pasal 38, 39, dan 39A terdapat 6 kelompok tindak pidana perpajakan, yaitu:Tindak pidana berkaitan dengan pendaftaran
diri untuk memperoleh NPWP dan pengukuhan sebagai PKP dan penyampaian SPT pemeriksaan
Tindakan pidana berkaitan dengan pengisian Tindak pidana berkaitan dengan penolakan5/14/12
Tindak pidana berkaitan dengan kewajiban
penyelenggaraan pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain yang palsu atau dipalsukan pajak yang telah dipotong atau dipungut
Tindak pidana berkaitan dengan penyetoran Tindak pidana berkaitan dengan penerbitan
dan penggunaan faktur pajak, bukti pemungutan pajak dan bukti setoran pajak yang tidak sesuai dengan transaksi yang sebenarnya
NB : Pasal-pasal tersebut lebih ditunjukkan kepada WP
5/14/12
Sedangkan untuk pejabat pajak dikenakan
Pasal 36A dan Pasal 41 UU KUP No. 28 tahun 2007. bahwa pegawai pajak yang karena kelalaian atau dengan sengaja menghitung atau menetapkan pajak tidak sesuai dengan ketentuan UU Perpajakan sehingga mengakibatkan kerugian pada pendapatan negara, dikenakan sanksi sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Dalam Pasal 36A ayat (1) UU KUP ditegaskan
5/14/12
Pasal 36A ayat (3) menegaskan apabila
pegawai pajak dalam melakukan tugasnya terbukti melakukan pemerasan dan pengancaman kepada WP untuk menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 368 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 9 tahun.
5/14/12
Dalam Pasal 41 UU KUP menegaskan bahwa
bagi pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahum dan denda paling banyak Rp 25.000.000,00. sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 50.000.000,00
Sementara itu, bagi pejabat yang dengan
5/14/12
Selain ditujukan kepada WP dan pejabat
pajak, UU juga menegaskan adanya tindak pidana perpajakan yang dilakukan oleh pihak ketiga seperti akuntan publik, notaris, konsultan pajak, dll. menegaskan dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 25.000.000,00
Pada Pasal 41A UU No. 28 Tahun 2007
5/14/12
Tindak pidana perpajakan selain bisa
dilakukan oleh pelakunya langsung, juga bisa dilakukan oleh pihak lain yang tidak secara langsung melakukan tindak pidana. Sehingga dapat digolongkan dalam 4 golongan, yaitu:Mereka yang menyuruh melakukan (doenpleger) Yang turut serta melakukan (mededader) Mereka yang menganjurkan (uitlokker) Mereka yang membantu melakukan
(medeplichtiheid) NB: ditegaskan dalam Pasal 43 UU KUP bisa
dikenakan sanksi pidana sesuai Pasal 39, dan Pasal 39A UU KUP5/14/12
PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN
5/14/12
PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN
5/14/12
Pemeriksaan untuk bukti permulaan tindak
pidana perpajakan diatur dalam Pasal 43A UU KUP yang dilakukan berdasarkan adanya informasi, data, laporan, dan pengaduan. diterima Dirjen Pajak akan dikembangkan dan dianalisis melalui kegiatan intelejen atau pengamatan yang hasilnya dapat ditindaklanjuti dengan pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan atau ditindaklanjuti.
Informasi, data, laporan dan pengaduan yang
5/14/12
Informasi adalah keterangan baik yang
disampaikan secara lisan maupun tertulis yang dapat dikembangkan dan dianalisis untuk mengetahui ada tidaknya bukti permulaan tindak pidana dibidang perpajakan. atau citra yang bentuknya dapat berupa surat, dokumen, buku, atau catatan, baik dalam bentuk elektronik maupun bukan elektronik, yang dapat dikembangkan dan dianalisis untuk mengetahui ada tidaknya bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan, yang menjadi dasar pelaporan yang belum dianalisis
Data adalah kumpulan angka, huruf, kata,
5/14/12
Laporan adalah pemberutahuan yang
disampaikan oleh seseorang atau institusi karena hak atau kewajiban berdasarkan UU kepada pejabat yang berwewenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya tindak pidana di bidang perpajakan. permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwewenang untuk menindak menurut hukum, seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan di bidang perpajakan.
Pengaduan adalah pemberitahuan disertai
5/14/12
Bukti permulaan adalah keadaan, perbuatan,
dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
5/14/12
Dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan bukti
permulaan adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
5/14/12
Pemeriksaan bukti permulaan dilakukan sesuai standar pemeriksaan bukti permulaan, yaitu:Pelaksanaannya harus didahului dengan
persiapan yang baik sesuai dengan tujuan pemeriksaan bukti permulaan dengan mendapat pengawasan yang saksamaLuas pemeriksaannya ditentukan berdasarkan
petunjuk yang diperoleh yang harus dikembangkan melalui pencocokan data, pengamatan, permintaan keterangan, konfirmasi, dan pengujian lainnya berkenaan dengan pemeriksaan bukti permulaan
5/14/12
Temuan pemeriksaan harus didasarkan pada
bukti yang sah dan cukup dan sesuai dengan ketentuan UU Perpajakan yang salah satunya penyidik, kecuali dalam hal di suatu Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak tidak ada penyidik tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas WP, tempat tinggal WP, atau tempat laing yang dianggap perlu oleh pemeriksa
Tim pemeriksa terdiri dari beberapa orang
Pemeriksaan dapat dilakukan di kantor pajak,
5/14/12
Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan
dapat dilanjutkan di luar jam kerja dalam kertas kerja pemeriksaan
Pelaksanaan pemeriksaan didokumentasikan Pemeriksaan harus diberitahukan kepada WP WP diberi hak untuk hadir dalam Pembahasan
Akhir Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan dalam hal hasil pemeriksaan ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Ketetapan Pajak
5/14/12
Dalam melaksanakan pemeriksaan bukti permulaan, pemeriksa mempunyai kewajiban, yaitu:Menyampaikan pemberitahuan tertulis
kepada WP tentang akan dilakukan pemeriksaan bukti permulaan
Memperlihatkan tanda pengenal pemeriksa
pajak dan surat perintah pemeriksaan bukti permulaan kepada WP
Menjelaskan alasan dan tujuan pemeriksaan
5/14/12
Memperlihatkan surat tugas kepada WP
apabila ada perubahan susunan tim pemeriksa bukti permulaan
Melakukan pembinaa kepada WP dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajaka terhadap WP Badan dan ditindak lanjuti dengan penerbitan SKP
Memberitahukan temuan pemeriksaan
5/14/12
Melakukan pembahasan akhir dengan WP
Badan dan ditindaklanjuti dengan penerbitan SKP yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lainnya yang dipinjam dari WP paling lama 7 hari sejak tanggal Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan dalam hal pemeriksaan tidak ditindaklanjuti penyelidikan
Mengembalikan buku atau catatan, dokumen
5/14/12
Merahasiakan kepada pihak lain yang tidak
berhak segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan oleh WP
Mengamankan bahan bukti yang ditemukan
apabila pemeriksaan ditindaklanjuti dengan penyidikan para calon tersangka, calon saksi, dan/atau pihak-pihak lain yang berkaitan pemeriksaan ditindaklanjuti dengan penyidikan
Membuat berita acara permintaan keterangan
Membuat laporan kejadian, dalam hal
5/14/12
Kewenangan pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan bukti permulaan, yaitu:Meminjam dan memeriksa buku catatan,
dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek yang terutang pajakMengakses dan/atau mengunduh data yang
dikelola secar elektronik
5/14/12
Memasuki dan memeriksa tempat atau ruang,
barang bergerak, dan/atau tidak bererak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang, dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh, kegiata usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek yang terutang pajak guna kelancaran pemeriksaan bukti permulaan
Meminta kepada WP untuk memberi bantuan
5/14/12
Melakukan penyegelan tempat atau ruang
tertentu serta barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak dari WP
Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis Meminta keterangan dan/atau bukti yang
diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan WP keterangan kepada para calon tersangka, calon saksi, dan/atau pihak-pihak yang berkaitan yang dituangkan dalam berita acara permintaan keterangan
Melakukan pemanggilan dan meinta
5/14/12
Penindaklanjutan 3 Kemungkinan proses pemeriksaan bukti permulaan, yaitu:Dilanjutkan dengan tindakan penyidikan
apabila ditemukan bukti permulaan yang mengandung adanya unsur tindak pidana perpajakanDilakukan tindakan lain berupa penerbitan
SKP yang akan dilakukan apabila WP melanggar pasa 13A UU KUP dan WP badan yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 29 ayat (3) dan ayat (3a) UU KUP
5/14/12
Pembuatan laporan sumir karena WP tidak
ditemukan (dengan catatan apabila di kemudian hari WP ditemukan, pemeriksaan bukti permulaan akan dibuka kembali) atau WP meninggal dunia. Selain itu laporan sumir dapat dilakukan apabila WP menggunakan Pasal 8 ayat (3) UU KUP
5/14/12
Penghentian penyidikan
5/14/12
Dalam Pasal 44 UU KUP ditegaskan bahwa
penyidikan terhadap WP dapat dihentikan dengan 4 alasan, yaitu:Tidak terdapat cukup bukti
Peristiwanya bukan merupakan tindak pidana di
bidang perpajakan
Peristiwanya telah kedaluwarsa Tersangka meninggal dunia
5/14/12
Namun, dengan adanya Pasal 44B UU KUP,
penyidikan bisa dihentikan dengan pertimbangan untuk kepentingan penerimaan negara yang dilakukan oleh Jaksa Agung dengan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan (SKPP). melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang seharusnya tidak dikembalikan dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang seharusnya tidak dikembalikan.
Penghentian ini dilakukan setelah WP
5/14/12
Untuk memperoleh penghentian
penyelidikan, khususnya untuk kepentingan penerimaan negara, WP harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri Keuangan dengan tembusan kepada Dirjen Pajak pernyataan yang berisi pengakuan bersalah dan kesanggupan melunasi pajak yang belum dibayar
Surat permohonan dilampiri dengan
Menteri Keuangan meminta Dirjen Pajak
melakukan penelitian dan memberikan pendapat sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan
5/14/12
Dengan memperhatikan hasil penelitian,
Menteri Keuangan berdasarkan pertimbangannya dapat menyetujui atau menolak permohonan WP mengajukan surat permintaan kepada Jaksa Agung untuk menghentikan penyidikan disertai alasan untuk menghentikan penyidikan
Apabila disetujui, Menteri Keuangan
Apabila ditolak, Menteri Keuangan akan
menyampaikan Surat Pemberitahuan kepada WP bahwa permohonan ditolak
5/14/12
Setelah selesai administrasi proses pelunasan
pembayaran pajak, Jaksa Agung menerbitkan SKPP paling lama dalam jangka waktu 6 bulan sejak tanggal surat permintaan Menteri Keuangan dan SKPP disampaikan kepada penyidik melalui Menteri Keuangan penyidikan dan memberitahukan kepada tersangka atau keluarganya, dan kepada Penuntut Umum melalui Kepolisian selaku Koordinator Pengawas Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Selanjutnya, penyidik menghentikan kegiatan
5/14/12
Penghentian penyidikan tindak pidana pajak
5/14/12
Pengertian penyidikan
5/14/12
Pasal 1 butir 2 KUHAP menyatakan bahwa
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Dalam Pasal 1 ayat (28) UU Perpajakan
menyatakan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya. 5/14/12
Dari pengertian tersebut, penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan merupakan serangkaian tindakan penyidik pajak untuk mencari dan mengumpulkan bukti dengan tujuan: Agar permasalahan tindak pidana di bidang
perpajakan menjadi terang atau jelas
Dapat menemukan tersangkanya Dapat mengetahui besarnya jumlah pajak yang
tidak dilaporkan (digelapkan)
5/14/12
Wewenang penyidik pajak
5/14/12
Menerima, mencari, mengmpulkan, dan
meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan
Meneliti, mencari, dan mengumpulkan
Meminta keterangan dan bahan bukti dari
5/14/12
Memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan
dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan
Melakukan penggeledahan untuk
mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka
5/14/12
Menyuruh berhenti dan/atau melarang
seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e tindak pidana di bidang perpajakan
Memotret seseorang yang berkaitan dengan Memanggil orang untuk didengar
keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi
5/14/12
Menghentikan penyidikan Melakukan tindakan lain yang perlu demi
kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan menurut hukum yang bertanggung jawab
5/14/12
Dalam melaksanakan penyidikan, penyidik pajak dapat menghentikan penyidikan apabila: Tidak terdapat cukup bukti Peristiwanya bukan merupakan tindak pidana
di bidang perpajakan
Peristiwanya telah kedaluwarsa Tersangka meninggal dunia
5/14/12
Keterangan : Dalammpenyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan dihentikan karena peristiwanya kedaluwarsa, maka SKP tetap dapat diterbitkan
Tindak pidana kedaluwarsa setelah lampau
waktu 10 tahun sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak, berakhirnya bagian tahun pajak, atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan
5/14/12
Selain penyidik pajak, Menteri Keuangan dan
Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan atas dasar untuk kepentingan penerimaan negara
5/14/12
Penuntutan tindak pidana pajak
5/14/12
Merupakan rangkaian hukum setelah proses
hukum penyidikan berjalan tuntas yang setelah proses penyidikan selesai dilakukan maka maka penyidik pajak akan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum
Pasal 1 butir 6 KUHAP, penuntut umum
merupakan jaksa yang diberi wewenang oleh UU untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim
5/14/12
Pembuktian perpajakan
5/14/12
Memiliki tujuan untuk menemukan adanya
kebenaran material atau kebenaran yang sesungguhnya yang dalam proses persidangan di muka hakim, pembuktian adalah cara untuk meyakinkan hakim tentang kebenaran bukti-bukti yang dikemukakan oleh masing-masing pihak yang bersengketa.
5/14/12
Alat-alat bukti dalam Pasal 1866 KUHPerdata,
yaitu:
Bukti tulisan Saksi-saksi Persangkaan-persangkaan Pengakuan Sumpah
Dari alat bukti tersebut, bukti tulisan
merupakan alat bukti utama karena dalam lalu lintas keperdataan seseorang sengaja membuat bukti tertulis sebagai bukti dikemudian 5/14/12 guna menghindari kemungkinan hari
Alat bukti menurut hukum pidana pada
ketentuan Pasal 184 KUHAP, yaitu: Keterangan saksi Keterangan ahli Surat Petunjuk Keterangan terdakwa
5/14/12
Sistem pembuktian
5/14/12
Dalam literatur hukum pidana , ada 3 sistem
pembuktian:
Sistem pembuktian dengan sistem bebas Sistem pembuktian dengan sistem positief-
wettelijk Sistem pembuktian dengan sistem negatief-
wettelijk
5/14/12
PEMBUKTIAN DENGAN SISTEM BEBAS
Menyatakan bahwa hakim tidak terikat pada
alat-alat bukti yang sah, asal saja ada keyakinan pada hakim, maka hakim dapat menjalankan dan menghukum seorang terdakwa atas kesalahannya yang didasarkan pada alasan yang dapat di mengerti dan yang dapat dibenarkan oleh pengalaman sekalipun tidak ada cukup bukti
5/14/12
PEMBUKTIAN DENGAN SISTEM POSITIEFWETTELIJK menyatakan bahwa hakim hanya bolehApabila hakim melihat ada bukti yang
menentukan kesalahan tersangka apabila ada bukti minimum yang di perlukan oleh UU dinyatakan oleh UU, dengan tidak menghiraukan adanya keyakinan hakim, maka hakim wajib menyatakan tersangka bersalah dan harus dihukum
5/14/12
PEMBUKTIAN SISTEM NEGATIEF-WETTELIJK
Menyatakan bahwa seseorang akan dihukum
bila ada keyakinan pada diri hakim itu sendiri yang di dasarkan pada alat-alat bukti yang sah. adanya keyakinan hakim bahwa memang seseorang yang dihukum terbukti bersalah
Sistem ini menekankan pada hal tentang
5/14/12
Beban pembuktian
5/14/12
Dalam konteks pidana umum bebean
pembuktian adalah pada jaksa selaku penuntut umum, lalu bagaimana halnya dengan tindak pidana pajak, apakah bebean pembuktiannya itu bisa dibalik menjadi sistem pembuktian terbalik di mana Wp sendiri yang harus membuktikan bahwa WP bersalah. dalam Pasal 32 ayat (1) dan (2) dan Pasal 26 ayat (4) UU KUP
Ketentuan sistem pembuktian terbalik diatur
5/14/12
Putusan pengadilan dan upaya hukumnya
5/14/12
5/14/12