tinitus
DESCRIPTION
tinnitusTRANSCRIPT
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Tinitus adalah suatu gangguan pendengaran dengan keluhan perasaan
mendengar bunyi tanpa ada rangsang bunyi dari luar. Keluhan ini dapat berupa bunyi
mendenging, menderu, mendesis atau berbagai macam bunyi lain.
2.2. Pembagian Tinitus
Tinitus dapat dibagi atas tinitus objektif, bila suara tersebut dapat didengar
juga oleh pemeriksa atau dengan auskultasi disekitar telinga. Tinitus objektif bersifat
vibratorik, berasal dari transmisi vibrasi sistem muskuler atau kardiovaskuler di
sekitar telinga. Tinitus subjektif bersifat nonfibratorik, disebabkan oleh proses iritatif
atau perubahan degeneratif traktus auditorius mulai dari sel-sel rambut getar koklea
sampai pusat saraf pendengar.
Pada tinitus terjadi aktifitas elektrik pada area auditorius yang menimbulkan
perasan adanya bunyi, namun impuls yang ada bukan berasal dari bunyi eksternal
yang ditransformasikan, melainkan berasal dari sumber impuls abnormal di dalam
tubuh pasien itu sendiri. Tinitus dapat terjadi dalam berbagai intensitas. Tinitus
dengan nada rendah, seperti bergemuruh atau nada tinggi, seperti berdengung. Tinitus
dapat terus menerus atau hilang timbul terdengar. Tinitus biasanya dihubungkan
dengan tuli sensorineural dan dapat juga terjadi pada tuli konduktif.
Tinitus yang disebabkan oleh gangguan konduksi biasanya berupa bunyi
dengan nada rendah. Jika disertai dengan inflamasi, bunyi denging ini terasa
berdenyut (tinitus pulsasi). Tinitus dengan nada rendah dan gangguan konduksi,
biasanya terjadi pada sumbatan pada liang telinga karena serumen atau tumor, tuba
katar, otitis media, otosklerosis dan lain-lain.
1
Tinitus objektif sering ditimbulkan oleh gangguan vaskuler. Bunyinya
seirama dengan denyut nadi, misalnya pada aneurisma dan aterosklerosis. Gangguan
mekanis dapat juga mengakibatkan tinitus objektif, seperti tuba eustachius terbuka,
sehingga ketika bernapas membran timfani bergerak dan terjadi tinitus.
Pada tuli sensorinerural biasanya timbul tinitus sebjektif nada tinggi
(4000Hz). Pada intoksikasi obat seperti salisilat, kina, streptomisin, garamisin,
digitalis, kanamisin dapat terjadi tinitus nada tinggi, terus menerus atau hilang timbul.
2.3. Diagnosa
Pemeriksaan fisik THT dan otoskopi harus secara rutin dilakukan,
pemeriksaan garputala, audiometri nada murni, bila perlu pemeriksaan BERA dan
atau ENG serta pemeriksaan laboratorium. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam anamnesis adalah : lama serangan tinitus, bila berlangsung dalam waktu 1
menit biasanya akan hilang sendiri, hal ini bukan keadaan patologik. Bila
berlangsung dalam 5 menit merupakan keadaan patologik. Tinitus subjektif unilateral
disertai gangguan pendengaran perlu dicurigai kemungkinan tumor neuroma akustik
atau trauma kepala. Bila tinitus bilateral kemungkinan terjadi pada intoksikasi obat,
presbiskusis, trauma bising dan penyakit sistem lain. Apabila pasien sulit
mengidentifikasi kanan atau kiri kemungkinan di saraf pusat. Kualitas tinitus, bila
tinitus bernada tinggi biasanya kelainannya pada daerah basal koklea, saraf
pendengara perifer dan sentral. Tinitus bernada rendah seperti gemuruh ombak khas
untuk kelainan koklea seperti hidrops endolimfa.
Pada umumya pengobatan gejala tinitus dibagi menjadi 4 cara :
1. Elektrofisiologik yaitu memberi stimulus elektro akustik dengan intensitas
suara yang lebih keras dari tinitusnya, dapat dengan alat bantu dengar atau
tinitus masker.
2. Psikologik, dengan memberikan konsultasi psikologis bahwa tinitus tidak
membahayakan dan mengajarkan relaksasi setiap hari.
2
3. Terapi medika mentosa sampai saat ini belum ada kesepakatan yang jelas
diantaranya untuk meningkatkan aliran darah koklea, tranquilizer, anti
depresan, sedatif, neurotonik, vitamin dan mineral.
4. Tindakan bedah dilakukan pada trauma akustik neuroma
Sedangkan menurut penelitian yang diambil dari NEJM (New England
Journal Medicine), Tinnitus merupakan suatu gangguan yang masih belum
dimengerti. Berdasarkan data statistic dari pusat Nasional menunjukan bahwa
tinnitus biasanya paling sering pada laki-laki daripada pada perempuan dan
prevalensinya meningkat dengan bertambahnya usia. (gambar 1).
3
Frekuensi yang berhubungan dengan gangguan pendengaran hampir 12%
cenderung pada laki-laki umur 65 tahun sampai 74 tahun. Frekuensi pada orang kulit
putih cenderung lebih banyak daripada orang kulit hitam, dan prevalensi di Selatan
hampir dua kali lebih besar
Tinnitus dapat terjadi pada anak-anak, walaupun gejala ini jarang diketahui.
Pasien-pasien dengan tinnitus percaya bahwa mereka mempunyai masalah kesehatan
yang serius. Kasus ini merupakan kasus yang jarang. Kebanyakan pengobatan pada
kasus ini tidak berhasil, dan berusaha untuk mengembangkan terapi eviden-based
telah terhalangi oleh pemahaman patofisiologi tinnitus yang masih kurang
dimengerti. Walaupun masih terbatas dalam beberapa kasus, namun tinnitus masih
dapat ditangani dengan memuaskan. Pendekatan pada pasien-pasien dengan tinnitus
akan berhasil, apabila dapat membedakan antara tinnitus objektif dan subjektif. Gagal
dalam membuat ketentuan mungkin disebabkan oleh diagnostic dan menegemen
yang salah. Pasien dengan tinnitus objektif akan mendengar suara yang nyata. Suara
pulsasi telah dilaporkan 4% dari pasien tinnitus yang tidak terpilih dan biasanya
disebabkan oleh getaran dari turbulensi aliran darah yang mencapai ke koklea.
Seorang ahli pengamat akan menghubungkan irama pulsasi yang mungkin terdengar
4
pada aucultasi, peredaran darah jantung. Beberapa penyebab dari tinnitus telah
terdaftar pada table 1.
Table 1. Penyebab Tinnitus Subjektif dan Objektif
Tipe Penyebab
Subjektif Tinnitus
Otology
Neurology
Infeksi
Pengaruh obat
Lain-lain
Tinnitus objektif
Pulsasi
Otot dan anatomi
Spontan
Gangguan pendengaran karena paparan suara yang keras,
presbikus, otosklerosis, otitis, serumen, tuli mendadak,
Meniere’s disease, dan penyebab lain penurunan
pendengaran.
Trauma kepala, sclerosis multiple, neuroma acoustic
Otitis media dan skuele, meningitis, sifilis, dan lain-lain.
Salisilat, anti inflamasi nonsteroid, antibiotic
aminoglikosida, diuretic.
Disfungsi sendi temporomandibular dan kelainan pada
gigi.
Stenosis karotis, malformasi arteriovenous, anomaly
vascular, tumor vascular.
Myoklonus palatal, spasme stapedius atau otot tensor
tympani, patulous tuba eustachius.
Emisi otoacoustic spontan
Anamnesa dan pemeriksaan fisik dan diikuti oleh gambaran neuroradiologi
mungkin mengidentifikasi pengobatan berdasarkan penyebab. Ketukan atau derajat
dengung yang rendah merupakan indikasi myoklonus palatal atau kontraksi dari
tensor tympani atau otot stapedius. Kadang-kadang, getaran spontan dari sel-sel silia
5
pada bagian terluar koklea yang mungkin menghasilkan suara yang dapat terdengar
yang dikenal sebagai emisi otoacoustik spontan. Misalnya suara-suara umumnya,
tetapi jarang didengar. Untuk mendeteksi emisi otoacoustik spontan diperlukan
pemeriksaan khusus dan tidak termasuk dalam suatu pemeriksaan audiologi yang
rutin.
Tinnitus subjektif, yang kita tunjukan sebagai tinnitus, yaitu suatu persepsi
suara palsu yang tidak distimulasi oleh acoustic. Penyebab umumnya terdaftar dalam
table 1. banyak orang yang mengalami episode tinnitus dalam 2 menit atau beberapa
menit atau lewat dan dihubungkan dengan paparan suara-suara yang keras/nyaring
atau obat-obatan misalnya aspirin. Orang jarang memeriksakan/ memperhatikan
kesehatan. Dalam sebuah rangkaian lebih dari 500 pasien, dengan nilai rata-rata
(standar deviasi) dalam waktu antara 5,4 + 8,6 tahun berdasarkan onset dan gejala,
serta permintaan pemeriksaan kesehatan. Dalam beberapa waktu 60% mempunyai
masalah yang serius dan 55% yang mungkin menjadi tuli.
Pada kelompok yang sama, 22% dilaporkan bahwa suara-suara mengenai
kedua telinga. 34% dilaporkan hanya mengenai unilateral, dan dilaporkan bahwa
yang lainnya paling banyak dan dominant yang lateral. Tinnitus lateralisasi umumnya
jarang dan merupakan tanda adanya tumor. Pada umumnya suara yang paling banyak
dideskripsikan sebagai lonceng (37,5% pada pasien), berdengung 11,2% pasien,
seperti jangkrik 8,5% pasien, hissing (menyiut) 7,8% pasien, ssst 6,6% pasien,
humming 5,3% pasien. Dilaporkan bahwa paling banyak pada pasien-pasien ini
adalah suara tinggi. Dan 345 menyatakan bahwa tinnitusnya rata-rata skala
kekerasanya yaitu 8 – 10 point, pada skala 10 sangat keras.
Dapat dipercaya, mengukur secara objektif dari kekerasan/kenyaringan dan
suara dari tinnitus yaitu sulit dicapai. Walaupun persepsi pasien-pasien bahwa suara-
suara itu keras/nyaring, test pendengaran menunjukan bahwa suara-suara terjadi pada
intensitas lebih besar dari pada suara yang lebih lembut dapat terdengar pada
frekuensi itu. Pada penelitian pitch-macthing yang lazim menunjukan bahwa suara
6
tinnitus bersesuaian pada frekuensi kehilangan pendengaran menjadi tanda klinis
yang bermakna (cirinya lebih dari 3000 Hz).
Pendekatan Klinik
Dengan menggunakan pendekatan kepada pasien secara sistematik, terdaftar
pada gambar 2, akan membantu dokter dalam menghindari hasil yang salah dalam
membedakan antara tinnitus subjektif dan objektif, identifikasi gangguan-gangguan
yang terdaftar dalam table 1, melindungi pendengaran, dan penjamu yang
berhubungan dengan masalah-masalah misalnya depresi, gelisah, dan gangguan tidur.
Manajemen dan suatu tingkat yang tinggi merupakan kepuasan sebagian pasien,
misalnya dalam mengevaluasi dengan seksama dalam waktu yang cukup untuk
mengembangkan hubungan terapeutik yang kuat.
Peristiwa tinnitus biasanya subjektif, riwayat pasien dan pemeriksaan fisik
ditemukan ciri khas merupakan hal yang penting untuk membedakan antara tinnitus
subjektif dan objektif. Deskripsikan suara yang pasien dengar dengan kritis dan dapat
dijawab pasien berdasarkan pertanyaan-pertanyaan :
- apakah suaranya tetap atau kadang-kadang ?
- apakah pada kedua telinga atau salah satu telinga ?
- apakah kejadiannya tiba-tiba ?
- berapa lama suara itu ada ?
- apakah suaranya tinggi atau sangat nyaring ?
- apakah ada gejala kehilangan pendengaran, pusing, dan sakit ?
- apakah ada gejala lain yang menyertai tinnitus ?
- apakah ada riwayat paparan suara keras, infeksi telinga, trauma kepala, dan
penggunaan obat-obat ototoxic ?
pada pemeriksaan fisik harus focus pada pemeriksaan kepala dan leher dan termasuk
inspeksi secara hati-hati pada rongga mulut, telinga luar, membrane tympani, nervus
cranial dan sendi temporomandibular dan auskultasi jantung, arteri karotis, region
7
periaural. Seorang dokter harus berusaha untuk menghubungkan suara-suara berulang
dengan pulsasi pasien atau gerakan-gerakan palatal. Setelah memberikan pertanyaan-
pertanyaan yang spesifik dan memanipulasi, sehingga mendekati 75% dari pasien-
pasien dengan indikasi tinnitus dengan gerakan –gerakan yang bervariasi seperti
mengkatupkan rahang, tekanan pada kepala, dan gerakan-gerakan mata yang
mempengaruhi kerasnya tinnitus.
Telah ditunjukan pada table 1. frekuensi tinnitus dihubungkan dengan proses
penyakit. Akan tetapi pengobatan pada penyakit ini tidak akan membantu tinnitus,
diagnosa dan pengobatan yang akurat adalah penting untuk mencegah bertambahnya
gangguan/kelainan.
Pada umumnya kondisi ini dihubungkan dengan tinnitus subjektif hal itu
menghendaki pengobatan termasuk sumbatan serumen, otitis media dan penyakit-
penyakit lainnya atau inflamasi, keadaan itu mempengaruhi pendengaran, Meniere’s
disease (disertai tinnitus dengan suara yang lemah), dan otosklerosis. Tinnitus yang
didorong oleh obat dapat menghilang setelah obat-obat yang bertentangan dihentikan.
Keadaan kesehatan lainnya, pemeriksaan laboratorium tergantung pada jenis
hasil analisa berdasarkan anamnesa dan penemuan pada pemeriksaan fisik. Pasien
dengan tinnitus pulsasi harus dievaluasi karena dapat memnyebabkan gangguan
cardiac out-put yang besar (misalnya anemia dan hipertiroid), penyakit katup jantung
dan oklusi cerebrovaskuler. Terutama diantara pasien-pasien dengan factor-faktor
resiko untuk atherosclerosis. Evaluasi pendengaran yang komprehensiv adalah
esensial. Untuk mengetahui jumlah kehilangan pendengaran dan mengenal setiap
komponen yang dapat digunakan untuk pengobatan dari hilangnya pendengaran, tests
Battery hendaknya meliputi ambang suara yang murni ( aliran udara atau tulang),
ukuran-ukuran akustik impedans (tympanometri, ambang reflek suara), audiometric
bicara dan test untuk kemampuan mendengar dengan cara masking.
8
Gambar 2. Alogaritma untuk mengevaluasi pasien-pasien dengan tinnitus
9
Jika effeknya kecilBerikan edukasi Dan menenangkan
Evaluasi pasien dengan tinnitus
Lakukan test Pendengaran Untuk penurunan Pendengaran dan Identifikasi
Evaluasi effek tinnitus Pada kualitas hidup
Mencegah penurunan Pendengaran dari Paparan suara keras Obat.
Differensial Diagnosa
Karakteristik suara dan kualitas hidup pasien. Riwayat penurunan pendengaran dan paparan suara yang keras dan obat-obat ototoksik.
Tinnitus objektif
Tinnitus subjektif
Jika effeknya besarBerikan edukasi Pada pasien
Jika ada lesiPada denyut jantungDan retrokoklear, Lakukan radiologi
Patofisiologi
Kejadian paling banyak yaitu pada kerusakan koklear menimbulkan pada
banyak orang untuk mengusulkan bahwa tinnitus timbul dalam organ. Akan tetapi,
suatu sumber system susunan syaraf pusat yang diimplikasi dengan pengamatan
tinnitus pada pasien-pasien dengan tindakan transeksi secara lengkap dari syaraf
pendengaran. Penelitian gambaran fungsional dari tiga kelompok pasien yang
terpisah mendukung hipotesis yang berasal dari susunan syaraf pusat, diilustrasikan
pada gambar 3.
10
Terapi Jika lesinya pada Koklea, maka diidentifikasi,Test radiology tidak diperlukanAlat Bantu dengar dan rehabilitasi
Kehilangan pendengaran membimbing ke arah reorganisasi dari jalan dalam
system pusat pendengaran. Perubahan ini dapat terjadi cepat dan membimbing ke
arah interaksi abnormal antara jalur pendengaran dan jalur pusat yang lain.
Perubahan-perubahan yang analog didalam sistim somatosensori menghubungkan
rasa nyeri, membawa kita untuk mendorong bahwa ada persamaan antara sakit
neuropathi dan tinnitus. Pada pasien dengan “gaze-evoked tinnitus” gerakan mata ke
lateral gagal untuk memproduksi penangkalan dari korteks pendengaran yang terlihat
11
pada control. Phenomena ketidakadaan ini disebut cross modal inhibition, dapat
menyumbang kepada persepsi yang salah dari bunyi.
Levine berhipotesa bahwa penurunan dalam pemasukan syaraf pendengaran
menuju ke arah penghilangan penangkalan dari nucleus koklear dorsal dan
peningkatan dalam aktifitas spontas dalam system pusat pendengaran, yang dialami
sebagai tinnitus. Mekanisme ini dapat menerangkan sensasi ringing yang sementara.
Yang dapat berakibat pada gangguan suara, effek dari beberapa obat, misalnya
furosemid dan tinnitus spontan pada orang-orang dengan pendengaran normal yang
ditempatkan dalam kesunyian total. Obat-obat lain seperti aspirin meningkatkan
firing rate spontan dari syaraf pendengaran. Kekomplekan dari perubahan dari system
syaraf berkaitan dengan tinnitus dapat menerangkan mengapa hal ini sangat resisten
terhadap pengobatan.
Terapi
Banyak obat-obatan yang menyebabkan tinnitus, tetapi walaupun telah
dilakukan beberapa percobaan, tidak ada obat-obatan yang telah diakui oleh
administrasi pangan dan obat-obatan untuk pengobatan tinnitus. Banyak percobaan
yang dikritik karena kekurangan-kekurangan dalam disain termasuk kekurangan
control yang layak. Prosedur-prosedur randomisasi yang tidak layak, dan miskin
pilihan-pilihan dari titik-titik akhir. Dalam penelitian 69 secara random, Debic
menyimpulkan bahwa tidak ada pengobatan yang dapat dianggap pasti, dalam arti
kata memperoleh penurunan dampak tinnitus dalam jangka panjang dan dapat
diulang.
Laporan bahwa lidocain menghapuskan tinnitus membangkitkan harapan
bahwa obat-obat antiaritmia yang lain akan efektiv. Lidocain harus diberikan secara
intravena dalam dosis besar, memiliki durasi kerja yang pendek, dalam batas-batas
tertentu mengeksaserbasi tinnitus dan berhubungan dengan efek-efek samping yang
jelas dalam analisa pada 7 percobaan-percobaan klinik secara random dari tocainide,
12
ini melibatkan kurang dari 1200 mg/hari menunjukan bahwa tidak ada hasilnya,
sedangkan percobaan-percobaan dengan menggunakan dosis yang lebih tinggi
hasilnya tidak bermanfaat. Percobaan klinik secara random dari flecainide dan
mexiletine ditandai dengan efek-efek obat yang meningkat mencapai 70% dari
peserta atau kira-kira 50% pada pasien drop out.
Benzodiazepine belum efektif dalam mengendalikan tinnitus atau telah
digunakan dalam percobaan-percobaan yang hasilnya tidak dapat diinterpretasi,
dalam suatu percobaan klinis secara random dari 40 subjek, tinnitus bertambah baik
dalam 76 % dari mereka yang menerima alprazolam, dibandingkan dengan 5% dari
mereka yang menggunakan placebo, akan tetapi penelitian ini telah dikritik karena
tidak adanya cross over design dan kemungkinan unblidinding akibat sedasi.
Penggunaan diazepine hendaknya ditekan dengan laporan bahwa tinnitus dapat
timbul lagi setelah pengobatan selesai dan menyebabkan depresi berat. Empat
percobaan klinik secara random dari carbamazepine dan percobaan dari
antikonvulsan-antikonvulsan lain gagal untuk menunjukan manfaatnya.
Ada banyak alasan untuk menguji antidepresan, terutama tricyclic sebagai
pengobatan terhadap tinnitus. Depresi umumnya terjadi pada pasien-pasien tinnitus,
dan tinnitus mungkin seperti sindrom sakit yang sering berhasil diobati dengan
antidepresan tricyclic. ……., sepanjang pengobatan 43% mengatakan beratnya
tinnitus mereka menurun dibandingkan dengan 30% mereka yang menggunakan
placebo (P tidak bermakna). Akan tetapi 67% pasien-pasien dalam kelompok yang
diberikan nortriptyline (dosis 50 sampai 150 mg/hari) menunjukan bahwa obat itu
menolong mereka dalam suatu jalur, jika dibandingkan dengan 40% dari mereka yang
ditentukan secara random yang mendapat placebo (P = 0,008). Factor-faktor yang
menyokong perbaikan termasuk adanya depresi, insomnia, perempuan dan tidak
adannya gejala musculoskeletal.
Banyak pasien mencoba pengobatan-pengobatan tambahan atau alternative :
ekstrak ginkgo biloba dan akupuntur termasuk terapi yang paling popular. Penelitian
13
yang mutakir melaporkan, tidak bermanfaat pada 500 pasangan subjek yang
ditentukan secara random untuk menerima ginkgo biloba atau placebo. Analisa yang
lebih dini dari satu tidak dipublikasikan dan empat dipublikasikan pada percobaan
klinik secara random dari ginkgo biloba, menyimpulkan bahwa hasil percobaan
adalah baik, tapi kesimpulan yang kuat tentang kemujaraban dan efisiensi adalah
tidak mungkin. Perbedaan-perbedaan dalam hasil dan titik akhir, mungkin
menerangkan tentang hasil-hasil yang bervariasi suatu analisa tentang 6 percobaan
klinik secara random dari akufuntur untuk tinnitus, gagal untuk menunjukan suatu
kemujarabannya.
Pengobatan retraining terhadap tinnitus memperoleh popularitas yang meningkat
dengan laporan perbaikan dalam 75% dari pasien-pasiennya.
Rasionalnya untuk pengobatan retraining terhadap tinnitus, berdasarkan atas model
phisiologi yang berhubungan dengan emosi negative dengan aktivitas syaraf yang
berhubungan dengan tinnitus. Pusat-pusat pengobatan retraining tinnitus
menggunakan suatu TIM dari dokter-dokter ahli pendengaran dan dokter ahli dalam
suatu program yang menggabungkan pemeriksaan-pemeriksaan dengan konseling.
Terapi ini biasanya membutuhkan waktu 1,5 tahun untuk pengobatan yang sempurna.
Tujuannya ialah supaya pasien-pasien terbiasa terhadap suara dari tinnitus agar lebih
baik. Kritik-kritik dalam pengobatan retraining terhadap tinnitus menyebutkan
kekurangan-kekurangan yang berhubungan dengan pemilihan dari kelompok control,
ukuran terhadap hasil yang berorientasi pada psikologi, dengan proses secara
menseleksi subjek dan ketidakmampuan untuk memisahkan efek bising generator
dari komponen-komponen lain dari pengobatan. Bentuk lain dari pengobatan
berdasarkan psikologi termasuk hipnotik, terapi relaksasi, dan biofeedback, telah
dihasilkan suatu hasil gabungan bahwa pada umumnya untuk membantu
penggunaannya.
Alat-alat penutup yang digunakan untuk menutupi suara-suara yang tidak
dikehendaki dan mendapat keringanan untuk beberapa pasien yang dapat merespon
14
terhadap alat penutup tersebut selama pemeriksaan audiologi. Berbagai variasi dalam
karakteristik dari tinnitus tidak menunjukan indicator yang dapat dipercaya dari
kemungkinan dan keberhasilan suatu alat penutup. Alat Bantu dengar dan alat-alat
yang ditanamkan pada koklear dapat juga memberikan keringanan, tetapi alat tersebut
biasanya digunakan dalam pengobatan pada pasien-pasien yang kehilangan
pendengaran dan tidak digunakan pada tinnitus.
Walaupun ada beberapa laporan yang menyatakan perbaikan post tinnitus
setelah dekompresi microvaskuler dari syaraf pendengaran, pengobatan yang
digunakan secara bedah, yaitu secara transeksi syaraf, masih controversial.
Ada beribu-ribu web.site dengan informasi tentang tinnitus dan banyak pasien
datang ke kantor-kantor untuk mencari pengobatan yang spesifik. Tekanan untuk
melakukan sesuatu agaknya sangat kuat. Para klinisi harus peduli pada harapan-
harapan ini tanpa menggunakan resep/obat penenang, karena tidak ada pengobatan
yang efektif secara seragam, maka hubungan yang erat antara dokter dengan pasien
adalah penting. Pendidikan dan penjaminan adalah alat-alat yang sangat berkekuatan.
Oleh karena publikasi berhubungan dengan kualitas hidup mungkin secara terpusat
masih sulit untuk ditetapkan atau diukur secara tepat. Maka percobaan-percobaan
secara empiris dari obat-obat anti depresi, penghilang ketakutan, atau terapi medis
secara komplementer atau terapi medis alternative mungkin dapat dilakukan setelah
didiskusikan tentang resiko dan manfaat dan identifikasi dari hal-hal sebelum
ditetapkan. Banyak pasien-pasien yang dapat diobati secara puas dengan
menggunakan cara pendekatan ini.
15
DAFTAR PUSTAKA
Adams, L George, dkk.1997. Buku Ajar Penyakit THT BOIES edisi 6. Jakatra:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Bahan Kuliah Spesial Sense. Tahun 2005-2007.
Madjid, Baedah, dkk (Ed). 2007. Buku Manual CSL Sistem Indra Khusus. Jakarta :
Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Rukmini sri, Herawati sri. 2000. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan
Tenggorok. Jakarta : EGC.
Soepardi, Efiaty Arsyad, dkk.2001. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT edisi 5. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
Soepardi, Efiaty Arsad, dkk (Ed.). 2003. Penatalaksanaan Penyakit dan Kelainan
Telinga Hidung Tenggorok Edisi ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Downloaded from www.nejm.org on May 20, 2007 .
16
17