tinjauan hukum islam terhadap …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/875/1/fitrotut...1 tinjauan...
TRANSCRIPT
1
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP
PELAKSANAAN AKAD MURABAHAH PADA PRODUK
PEMBIAYAAN MULTIBARANG
(Studi Kasus di BMT Anda Salatiga)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh
Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy)
Oleh:
FITROTUT DAIYAH
NIM 21411037
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2015
2
3
4
5
Moto Penulis
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), maka kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain.
Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap” (Qs. al-Insyirah:5-8).
--------------------o------------------
“Jangan sia-siakan waktumu dengan percuma, manfaatkanlah waktu luangmu
dengan sebaik-baiknya. Kerjakanlah apa yang harus kamu kerjakan sekarang,
janganlah kamu untuk menunda-nundanya.
Jika kamu menghadapi kesulitan, yakinlah pasti kamu temukan jalan keluarnya.
Jangan bersedih kawan, karena sesungguhnya Allah bersama kita.
Teruslah berusaha dan pasrahkanlah semuanya kepada Allah semata. Niscaya
Allah akan membukakan jalan untuk meraih kesuksesan”.
(Fitrotut Daiyah)
--------------------o------------------
Man Jada Wa Jadda
--------------------o------------------
“Tetaplah Tersenyum dalam Keadaan Apapun”
6
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan dengan cinta dan ketulusan hati karya ilmiah berupa skripsi ini
kepada :
1. Kedua Orang tuaku Bapak Kemad (Alm) dan Ibu Paesah tercinta, yang
telah mendoakan dan memberi kasih sayang serta semangat kepadaku
selama ini.
2. Kedua kakakku Masri’ah dan Zumrotus Sa’adah serta adikku Lukman
Yusuf, yang telah mendoakan agar selalu tetap semangat dalam menuntut
ilmu dan menjalani kehidupan di dunia ini.
3. Seseorang yang telah memberikan kehidupan bermakna, pencerahan dan
motivasi yang tinggi sehingga penulis selalu semangat dalam menjalani
kehidupan.
4. Keluarga Besar Yaa Bismillah IAIN Salatiga, Bidikmisi dari angkatan
2011-2015 yang selalu memberikan dorongan serta motivasi agar selalu
bersabar dalam menghadapi setiap masalah.
5. Para guru sejak Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi yang penulis
sayangi dan hormati dalam memberikan ilmu dan membimbing dengan
penuh kesabaran.
6. Almamater Tercinta Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga yang penulis
banggakan.
7
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat-Nya Penulisan Skripsi ini dapat penulis selesaikan sesuai dengan
yang diharapkan. Penulis juga bersyukur atas rizki dan kesehatan
yang telah diberikan oleh-Nya sehingga penulis dapat menyusun penulisan skripsi
ini.
Sholawat dan salam selalu penulis sanjungkan kepada Nabi, Kekasih,
Spirit Perubahan, Rasullah Muhammad SAW beserta segenap keluarga dan para
sahabat-sahabatnya, syafa’at beliau sangat penulis nantikan di hari pembalasan
nanti.
Penulisan skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu persyaratan
guna memperoleh gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy) dalam ilmu syari’ah, Fakultas
Syari’ah, Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari’ah yang berjudul: “Tinjauan
Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Akad Murabahah Pada Produk
Pembiayaan Multibarang (Studi Kasus di BMT Anda Salatiga)”. Penulis
mengakui bahwa dalam menyusun Penulisan Skripsi ini tidak dapat diselesaikan
tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Karena itulah penulis mengucapkan
penghargaan yang setinggi-tingginya, ungkapan terima kasih kadang tak bisa
mewakili kata-kata, namun perlu kiranya penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga
8
2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari’ah di IAIN
Salatiga.
3. Bapak Ilya Muhsin, S.H.i., M.Si, selaku Wakil Dekan Fakultas Syari’ah
Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama yang selalu memberikan ilmunya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar
dan baik.
4. Ibu Evi Ariyani, M.H, selaku Ketua Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari’ah
di IAIN Salatiga.
5. Bapak Nafis Irkhami, M. Ag.,.M.A selaku Dosen Pembimbing yang selalu
meberikan saran, pengarahan dan masukan berkaitan penulisan skripsi
sehingga dapat selesai dengan maksimal sesuai yang diharapkan.
6. Ibu Lutfiana Zahriani, M.H, selaku Kepala Lab. Fakultas Syari’ah IAIN
Salatiga yang memberikan pemahaman, arahan dalam penulisan skripsi
sehingga penulisan skripsi ini bisa saya selesaikan.
7. Bapak Supardi, SE. selaku pengurus BMT Anda Salatiga yang telah
berkenan memberikan izin penelitian di BMT Anda Salatiga serta
memberikan informasi berkaitan penulisan skripsi.
8. Bapak dan Ibu Dosen selaku staf pengajar dan seluruh staf adminitrasi
Fakultas Syari’ah yang tidak bisa kami sebut satu persatu yang selalu
memberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
tanpa halangan apapun.
9. Keluarga Besar Pondok Pesantren Edimancoro, terutama Romo K.H
Mahfud Ridwan Lc, yang selalu mendoakan santrinya untuk meraih
9
keberhasilan dalam menuntut ilmu, baik dalam keadaan apapun maupun
dimanapun.
10. Sahabat-sahabatku tercinta Cenul, Ririf, Fajar, Tika, Hidayah, Ratih, Ser,
Mayda, Cinta, Jamilah, Ayu, yang selalu mendukung penulis dalam
menyusun skripsi ini.
11. Teman-teman Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari’ah angkatan 2011 di
IAIN Salatiga yang telah memberikan banyak cerita selama menempuh
pendidikan di IAIN Salatiga.
Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan
balasan yang lebih dari yang mereka berikan kepada penulis, agar pula senantiasa
mendapatkan maghfiroh, dan dilingkupi rahmat dan cita-Nya. Amiin.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini masih jauh
dari sempurna, baik dari segi metodologi, penggunaan bahasa, isi, maupun
analisanya, sehingga kritik dan saran yang konstruktif, sangat penulis harapan
demi enaknya penulisan skripsi ini dibaca dan dipahami.
Akhirnya, penulis berharap semoga skrispi ini bermanfaat khususnya bagi
penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca.
Salatiga, Juni 2015
Penulis
10
ABSTRAK
Daiyah, Fitrotut. 2015. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Akad
Murabahah Pada Produk Pembiayaan Multibarang (Studi Kasus di BMT Anda
Salatiga) Skripsi. Fakultas Syari’ah. Jurusan. S1 Hukum Ekonomi Syari’ah.
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Nafis Irkhami, M.
Ag.,MA.
Kata Kunci : Hukum Islam, Akad, Murabahah, Pembiayaan, Multibarang.
BMT Anda Salatiga merupakan salah satu lembaga keuangan syari’ah non
bank yang banyak mengeluarkan produk pembiayaan. Salah satunya adalah
pembiayaan multibarang dengan menggunakan akad murabahah. Penulis dalam
hal ini mengkaji tentang tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan akad
murabahah pada produk pembiayaan multibarang di BMT Anda Salatiga.
Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1)
Bagaimanakah pelaksanaan akad murabahah pada produk pembiayaan
multibarang di BMT Anda Salatiga? (2) Bagaimanakah tinjauan hukum Islam
terhadap pelaksanaan akad murabahah pada produk pembiayaan multibarang di
BMT Anda Salatiga? Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka dilakukan
penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan hukum empiris. Sumber
data diperoleh dari data primer yaitu wawancara dengan pengurus, manager,
anggota dan dokumen yang berhubungan dengan BMT Anda Salatiga. Serta data
sekunder yaitu literatur lainnya yang relevan dengan permasalahan yang dikaji.
Temuan penelitian ini menunjukan bahwa, pertama: Pelaksanaan akad
murabahah pada produk pembiayaan multibarang di BMT Anda Salatiga
menggunakan dua mekanisme. Mekanisme yang pertama adalah pengajuan
permohonan dan negosiasi, proses pembelian barang, proses akad, proses
penyerahan barang, pembayaran angsuran. Mekanisme yang kedua pada dasarnya
sama dengan mekanisme yang pertama, yang membedakan adalah setelah proses
pengajuan permohonan dan negosiasi terdapat penambahan akad wakalah. Kedua:
pelaksanaan akad murabahah pada produk pembiayaan multibarang di BMT
Anda Salatiga belum memenuhi ketentuan syari’ah. Hal tersebut dikarenakan ada
beberapa aspek syarat rukun yang tidak sesuai dengan ketentuan syari’ah, yaitu:
(1) Objek akad pada dasarnya belum ada dan belum dimiliki oleh BMT Anda
Salatiga sebagai pihak penjual. (2) Objek akad tidak dapat diserahkan ketika akad
berlangsung. (3) Objek akad tidak diketahui secara jelas, yaitu berkaitan dengan
adanya tambahan akad wakalah. BMT mewakilkan uangnya kepada anggota
untuk membeli barang,setelah barang itu di beli anggota, BMT tidak mengecek
kembali barang itu secara fisik yang hanya diketahui hanyalah bukti surat
pembelian barang dari pihak pemasok. Sehingga dapat dipastikan barang tersebut
hanya diketahui oleh anggota saja. (4) Menentukan margin atau keuntungan yang
dipengaruhi oleh jangka waktu pembayaran angsuran. (5) Penandatanganan akad
pernah dilakukan secara bersamaan yaitu akad murabahah dan wakalah. Hal ini
dilarang karena Rasulullah SAW melarang adanya dua akad dalam satu transaksi.
11
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................
NOTA PEMBIMBING........................................................................................
i
ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN...................................... iv
HALAMAN MOTO…………………………………………………………… v
HALAMAN PERSEMBAHAN.......................................................................... vi
KATA PENGANTAR.........................................................................................
ABSTRAK...........................................................................................................
vii
x
DAFTAR ISI....................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.............................................................. 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………... 6
C. Tujuan Penelitian.........................................................................
D. Kegunaan Penelitian....................................................................
E. Penegasan Istilah.........................................................................
F. Tinjauan Pustaka.........................................................................
6
7
8
10
G. Metode Penelitian........................................................................ 14
H. Sistematika Penulisan..................................................................
21
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Akad.................................................................
1. Konsep Akad dalam Fiqh Muamalah……………………….
2. Konsep Akad dalam KHES…………………………………
B. Tinjauan Umum Jual Beli............................................................
1. Pengertian Jual Beli…………………………………………
2. Dasar Hukum Jual Beli…………………………………….
3. Rukun Jual Beli……………………………………………..
23
23
41
45
45
45
46
12
BAB III
BAB IV
4. Jual Beli Terlarang………………………………………….
C. Tinjauan Umum Murabahah.......................................................
1. Konsep Murabahah dalam Fiqh Muamalah………………..
2. Murabahah Dalam DSN MUI N0 04/DSN/-MUI/IV/2000..
3. Konsep Murabahah dalam Lembaga Keuangan Syari’ah….
D. Tinjauan Umum Pembiayaan.......................................................
1. Pengertian Pembiayaan……………………………………..
2. Unsur-Unsur Pembiayaan…………………………………..
3. Tujuan Analisis Pembiayaan………………………………..
4. Jenis-Jenis Pembiayaan……………………………………..
5. Produk Pembiayaan…………………………………………
6. Jaminan Pembiayaan………………………………………..
7. Prinsip-Prinsip Pembiayaan………………………………...
8. Teknik Penyelesaian Pembiayaan…………………………..
PELAKSANAAN AKAD MURABAHAH PADA PRODUK
PEMBIAYAAN MULTIBARANG DI BMT ANDA SALATIGA.
A. Profil BMT Anda Salatiga...........................................................
1. Sejarah Berdiri BMT Anda Salatiga………………………..
2. Visi dan Misi BMT Anda Salatiga………………………….
3. Produk-Produk BMT Anda Salatiga………………………..
4. Struktur Organisasi BMT Anda Salatiga…………………...
B. Pelaksanaan Akad Murabahah pada Produk Pembiayaan
Multibarang di BMT Anda Salatiga.............................................
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN
AKAD MURABAHAH PADA PRODUK PEMBIAYAAN
MULTIBARANG DI BMT ANDA SALATIGA
A. Analisis Rukun Akad Murabahah pada Produk Pembiayaan
Multibarang di BMT Anda Salatiga…………………………...
B. Analisis Syarat Akad Murabahah pada Produk Pembiayaan
46
48
48
54
50
57
57
58
57
59
60
64
65
66
68
68
69
70
75
77
87
13
BAB V
Multibarang di BMT Anda Salatiga...........................................
PENUTUP
89
A. Kesimpulan................................................................................. 102
B. Saran...........................................................................................
103
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..
LAMPIRAN-LAMPIRAN
105
14
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 : Skema Pembiayaan Murabahah di Lembaga Keuangan Syari’ah.
Gambar 3.1 : Struktur Organisasi BMT Anda Salatiga.
15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Baitul Mal wat- Tamwil (BMT) adalah salah satu bentuk lembaga
keuangan non bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syari’ah. Seperti
halnya bank syari’ah, sekarang ini BMT juga lagi marak-maraknya di
Indonesia yang semakin menunjukkan eksistensinya. Peran umum BMT yang
dilakukan adalah melakukan pendanaan yang berdasarkan prinsip syari’ah dan
menjauhkan masyarakat dari praktek ekonomi non syari’ah. Peran tersebut
menegaskan betapa pentingnya prinsip-prinsip syari’ah dalam kehidupan
ekonomi masyarakat, terutama di Negara yang mayoritas agamanya Islam
maka itu sangat penting untuk diterapkan.
BMT lahir di tengah-tengah kehidupan masyarakat memiliki beberapa
fungsi, salah satu fungsinya adalah melakukan penyaluran dana kepada
masyarakat, yaitu dengan cara mengeluarkan pembiayaan-pembiayaan dengan
menggunakan prinsip bagi hasil (mudharabah), kerjasama (musyarakah) dan
jual beli. Penyaluran dana dengan prinsip jual beli bisa dilakukan dengan akad
murabahah, salam, ataupun istisna. Penyaluran dana dengan prinsip jual beli
yang paling dominan adalah menggunakan akad murabahah.
Murabahah dalam istilah fiqih Islam adalah suatu bentuk jual beli
tertentu ketika penjual menyatakan biaya perolehan barang dan biaya-biaya
lain yang dikeluarkan untuk memperoleh barang tersebut dan tingkat
16
keuntungan (margin) yang diinginkan (Ascarya, 2011:81-82). Secara nasional,
lembaga keuangan syari’ah bank muapun non bank di Indonesia sekarang ini
menggunakan akad murabahah sebagai salah satu produk utama
pembiayaannya.
Menurut hemat penulis, murabahah merupakan sebuah konsep jual
beli yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan pembiayaan. Lalu
bagaimanakah murabahah bisa dijadikan sebagai bentuk pembiayaan di
lembaga keuangan syari’ah? dan bagaimanakah aplikasi serta manfaat
pembiayaan murabahah di lembaga keuangan syari’ah? Tentunya hal ini akan
menjadi permasalahan sendiri, karena produk utama dari lembaga keuangan
syari’ah bank maupun non bank adalah profit and loss sharing (PLS) atau bagi
hasil. Namun fakta yang terjadi adalah skim murabahah menjadi produk
utama pada lembaga keuangan syari’ah.
Pembiayaan murabahah memiliki karaktersistik tersendiri pertama,
akad yang digunakan dalam pembiayaan murabahah adalah akad jual beli.
Kedua, harga yang ditetapkan oleh pihak penjual (bank atau BMT) tidak
dipengaruhi oleh jangka waktu pembayaran. Ketiga, keuntungan dalam
pembiayaan murabahah berbentuk margin penjualan yang sudah termasuk
harga jual. Keempat, pembayaran harga barang dilakukan secara tidak tunai.
Kelima pembiayaan murabahah memungkinkan adanya jaminan.
Murabahah sebagai bentuk akad jual beli memiliki rukun yang sama
seperti jual beli pada umumnya, di mana rukun jual beli menurut jumhur
ulama adalah terdapat penjual, pembeli, barang yang diperdagangkan dan
17
shigat atau ijab dan qabul (Syafe’i, 2001:76). Namun apakah bank maupun
BMT yang bertindak sebagai penjual sudah memiliki stok/ persediaan barang
yang dapat langsung dibeli oleh nasabah? Karena dalam praktiknya kebanyakan
bank atau BMT tidak menyediakan barang sebelumnya, tapi menunggu
pembeli dalam hal ini adalah nasabah untuk mengajukan pembiayaan terlebih
dahulu, setelah itu pihak bank baru mencarikan barang sesuai dengan pesanan
pembeli atau nasabah.
Berdasarkan survey awal, hal ini juga terjadi pada BMT Anda Salatiga,
di mana salah satu produk pembiayaan dari BMT Anda Salatiga adalah
pembiayaan multibarang yang menggunakan akad murabahah. Banyak calon
anggota yang datang ke BMT Anda Salatiga untuk mengajukan pembiayaan
multibarang dalam rangka untuk memiliki barang atau peralatan usaha. Salah
satu alasan calon anggota mengajukan pembiayaan yaitu karena anggota
tersebut tidak memiliki dana yang cukup untuk membeli secara tunai, maka
dari itu calon anggota mengajukan pembiayaan multibarang dengan
menggunakan akad murabahah.
BMT Anda Salatiga dalam memberikan pembiayaan multibarang
kepada calon anggota harus menerapkan prinsip kehati-hatian, hal ini tentunya
untuk menghindari dari pembiayaan bermasalah atau pembiayaan macet. BMT
Anda Salatiga sebelum menyetujui permintaan calon anggota dalam
mengajukan pembiayaan, maka ada kebijakan dari BMT Anda Salatiga untuk
mensurvey dulu ke alamat rumah calon anggota, dan menanyakan beberapa
18
hal keadaan calon anggota kepada tetangganya. Hal yang seperti itu termasuk
salah satu cara dalam menerapkan prinsip kehati-hatian.
Secara singkat dijelaskan oleh Febri, salah satu pegawai BMT Anda
Salatiga setelah rumah calon anggota disurvey dan telah dipertimbangkan oleh
pihak BMT maka dari pihak BMT yang berhak memutuskan, apakah
permintaan dari anggota disetujui atau tidak. Jika disetujui maka segera
dibuatlah suatu akad atau perjanjian di mana dalam dalam akad tersebut
terdapat beberapa ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi antara kedua-
belah pihak.
BMT Anda Salatiga maupun BMT di Indonesia dalam pembuatan
akad, harus menganut asas syari’ah. Semua transaksi yang dilakukan harus
sesuai dengan prinsip syari’ah, artinya setiap transaksi dinilai sah apabila
transaksi tersebut telah terpenuhi syarat rukunnya, apabila tidak terpenuhi
maka transaksi tersebut batal. Jadi kedudukan akad sangat penting dalam
menentukan transaksi tersebut sah atau tidak sah.
Berbicara tentang akad, di BMT Anda Salatiga dalam memberikan
pembiayaan multibarang kepada anggota menurut penulis masih ada
keganjalan dalam pelaksanaan akad tersebut. BMT Anda Salatiga dalam
memberikan pembiayaan multibarang kepada calon anggota ada dua cara.
Cara yang dilakukan yaitu pertama, calon anggota mendatangi BMT Anda
Salatiga untuk mengajukan pembiayaan kemudian pihak BMT Anda Salatiga
mensetujuinya setelah melalui beberapa beberapa pertimbangan, dan pihak
BMT Anda Salatiga segera melakukan pembelian barang yang diinginkan oleh
19
anggota. Dengan demikian, kedudukan BMT Anda Salatiga bertindak sebagai
penjual dan anggota sebagai pembeli.
Cara yang kedua yaitu calon anggota mendatangi BMT Anda Salatiga
untuk mengajukan pembiayaan multibarang kemudian pihak BMT Anda
Salatiga menyetujuinya, namun dalam hal ini pihak BMT Anda Salatiga justru
mewakilkan uang untuk pembelian barang kepada anggota dengan alasan
pihak BMT sibuk dengan pekerjaan yang lain karena kurangnya pegawai
BMT Anda Salatiga atau memang atas permintaan dari anggota sendiri.
Melihat dari fenomena tersebut maka dalam akad murabahah terdapat
Penambahan akad wakalah (mewakilkan). Penulis dalam hal ini belum
mengetahui secara pasti bagaimana pelaksanaan akad wakalah atau
murabahah itu terjadi. Apakah dilakukan dalam waktu yang sama dalam
penandatanganan akad atau dalam waktu yang berbeda. Apabila
penandatanganan akad dilakukan dalam waktu yang sama, maka dapat
dikatakan bahwa adanya dua akad dalam satu transaksi, yaitu akad murabahah
dan akad wakalah yang terjadi dalam satu transaksi.
Berdasarkan ajaran hukum Islam adanya dua akad dalam satu
transaksi adalah tidak boleh. Lalu bagaimanakah hal tersebut dapat terjadi di
lembaga keuangan syariah sekarang ini? penulis juga belum mengetahui
secara pasti bagaimana pihak BMT Anda Salatiga dalam melakukan akad
murabahah apakah sudah sesuai dengan hukum Islam atau belum. Karena
masih banyak BMT di Indonesia yang kini masih beroperasi tapi tidak sesuai
dengan prinsip syari’ah. Seharusnya, pihak BMT di Indonesia dalam
20
memberikan pembiayaan kepada nasabah harus sesuai dengan prinsip-prinsip
syari’ah yaitu harus bebas dari bunga (riba), bebas dari kegiatan spekulatif
dan perjudian, bebas dari hal-hal yang tidak jelas (gharar), berprinsip keadilan
dan hanya membiayai kegiatan usaha yang halal sesuai dengan syariat Islam.
Fenomena tersebut di atas mendorong penulis untuk meneliti lebih
lanjut bagaimana pelaksanaan akad murabahah di BMT Anda Salatiga.
Sehingga penulis tertarik akan melakukan penelitian dalam sebuah skripsi
yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Akad
Murabahah pada Produk Pembiayaan Multibarang (Studi Kasus di BMT
Anda Salatiga)”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pelaksanaan akad murabahah pada produk pembiayaan
multibarang di BMT Anda Salatiga?
2. Bagaimanakah tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan akad
murabahah pada produk pembiayaan multibarang di BMT Anda Salatiga?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pelaksanaan akad murabahah pada produk pembiayaan
multibarang di BMT Anda Salatiga.
2. Untuk mengetahui tentang tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan
akad murabahah pada produk pembiayaan multibarang di BMT Anda
Salatiga apakah sudah sesuai dengan hukum Islam atau belum.
21
D. Kegunaan Penelitian
Agar tulisan ini dapat memberikan hasil yang berguna secara
keseluruhan, maka penelitian ini sekiranya dapat memberikan manfaat di
antaranya:
1. Kegunaan Teoritis
Untuk memberikan kontribusi pemikiran terhadap kemajuan
perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan bidang hukum
ekonomi syari’ah pada khususnya, yang memiliki kaitan dengan hal-hal
yang berhubungan dengan pelaksanaan akad murabahah pada produk
pembiayaan multibarang di BMT Anda Salatiga. Sehingga dapat
mengungkap permasalahan-permasalahan yang ditimbulkan dari
pelaksanaan akad murabahah pada produk tersebut.
Dalam hal ini adalah mengungkap bagaimana tinjauan hukum
Islam terhadap pelaksanaan akad murabahah pada produk pembiayaan
multibarang di BMT Anda Salatiga.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi BMT Anda Salatiga
Memberikan sumbangan pemikiran terhadap pentingnya
ketegasan hukum Islam dalam rangka menyelesaikan masalah-masalah
yang terjadi dalam pelaksanaan akad murabahah pada produk
pembiayaan multibarang di BMT Anda Salatiga.
22
b. Bagi Peneliti
Menambah ilmu pengetahuan dan pembentukan pola berfikir
dalam menganalisa bagaimana pelaksanaan akad murabahah pada
produk pembiayaan multibarang di BMT Anda Salatiga sehingga dapat
mengetahui pelaksanaan akad tersebut sudah sesuai dengan hukum
Islam atau belum.
c. Bagi Mahasiswa
Memberi wawasan dan pemahaman kepada mahasiswa sebagai
bahan informasi untuk penelitian lebih lanjut.
E. Penegasan Istilah
Agar tidak terjadi salah pengertian dalam pemahaman penelitian yang
penulis teliti ini, maka di pandang perlu untuk menjelaskan beberapa istilah
yang ada hubungannya dengan judul penelitian ini yaitu:
1. Hukum Islam
Hukum Islam yaitu rangkaian dari kata “Hukum” dan kata “Islam”
untuk mengetahui arti hukum Islam perlu diketahui lebih dahulu arti kata
hukum. Hukum yaitu seperangkat peraturan tentang tingkah laku manusia
yang diakui sekelompok masyarakat itu berlaku dan mengikat untuk
seluruh anggotanya. Hukum Islam artinya seperangkat peraturan
berdasarkan wahyu Allah dan sunah Rasul tentang tingkah laku manusia
yang diakui dan diyakini serta mengikat untuk semua yang beragama
Islam (Syarifudin, 1997:4-5).
23
Dalam pembahasan mengenai hukum Islam peneliti akan
membatasi pembahasan dalam ruang lingkup hukum perikatan Islam.
2. Akad
Akad adalah pertalian antara ijab dan qabul yang di benarkan oleh
syara’ yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya (Dewi dkk,
2006:47).
Jadi maksud akad dalam pembahasan ini adalah suatu perjanjian
antara anggota dengan BMT Anda Salatiga yang telah disepakati bersama
di mana dengan akad tersebut menimbulkan akibat hukum terhadap objek
yang diperjanjikan.
3. Murabahah
Murabahah adalah istilah dalam Fikih Islam yang berarti suatu
bentuk jual beli tertentu ketika penjual menyatakan biaya perolehan
barang, meliputi harga barang dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan untuk
memperoleh barang tersebut dan tingkat keuntungan yang diinginkan
(Ascarya, 2011:81).
Murabahah yang dimaksudkan dalam pembahasan ini adalah
suatu produk yang berupa pembiayaan multibarang di BMT Anda Salatiga
yang berbentuk jual beli ketika pihak BMT sebagai penjual barang dengan
menyatakan harga pokok barang ditambah dengan margin atau keuntungan
yang disepakati dengan pembeli dengan hal ini adalah anggota BMT Anda
Salatiga.
24
4. Pembiayaan Multibarang
Pembiayaan berarti financing atau pembelanjaan, yaitu pendanaan
yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan,
baik dilakukan sendiri maupun dijalankan oleh orang lain (Muhamad,
2002:260).
Pembiayaan yang dimaksudkan di sini adalah pendanaan yang
dilakukan oleh BMT Anda Salatiga kepada anggota yang mengajukan
pembiayaan yang di istilahkan dengan pembiayaan multibarang.
Multibarang yaitu barang-barang yang dibutuhkan oleh anggota BMT
Anda Salatiga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pada umumnya barang-barang tersebut bersifat konsumtif atau peralatan
usaha yang diperlukan oleh anggota, seperti televisi, kulkas, motor,
komputer dan lain-lain.
F. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini tidak merupakan duplikasi atau pengulangan dari
penelitian yang ada. Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan dan
perbandingan bagi penelitian ini adalah penelitian-penelitian terkait dengan
murabahah dalam ruang lingkup yang berbeda. Di antaranya adalah:
Pertama, skripsi dari Abdul Aziz Herawanto (2009) yang berjudul
“Implementasi Akad Murabahah dalam Pembiayaan Pemilikan Rumah
Bersubsidi Secara Syari‟ah di Bank Tabungan Negara Kantor Cabang
Syari‟ah Surakarta”. Skripsi tersebut meneliti tentang implementasi akad
25
murabahah dalam pembiayaan pemilikan rumah bersubsidi secara syari’ah di
bank Tabungan Negara Kantor cabang Syari’ah Surakarta. Penelitian tersebut
menggunakan metode penelitian empiris bersifat deskriptif dengan metode
kualitatif. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa proses implementasi akad
murabahah dalam pembiayaan pemilikan rumah bersubsidi secara syari’ah di
bank tabungan Negara kantor cabang syari’ah Surakarta sudah menerapkan
prinsip-prinsip syari’ah Islam. Hal tersebut pada proses pembuatan akad
antara pihak bank dengan pihak pemohon pembiayaan. Proses penyelesaian
permasalahan yang digunakan pihak bank dengan pihak pemohon bank juga
telah menggunakan prosedur hukum yang berlaku di Indonesia.
Kedua, skripsi dari Kurneawati (2011) yang berjudul “ Analisis
Perlakuan Akuntansi Piutang Murabahah pada PT. Bank BRI Syari‟ah KCI
Gubeng Surabaya”. Skripsi tersebut menjelaskan tentang analisis perlakuan
akuntansi piutang murabahah pada PT. Bank BRI Syari’ah KCI gubeng
Surabaya. Metode penelitian tersebut menggunakan pendekatan kualitatif
deskriptis. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa di dalam praktik transaksi
murabahah di BRI Syari’ah, bank tersebut mempunyai dua metode alternatif
untuk melakukan transaksi piutang, alternatif pertama yaitu pada saat
memberi kuasa ke nasabah, BRI Syari’ah memberi kuasa kepada nasabah
untuk membeli barang, maka hal ini dibukukan dalam perkiraan piutang
wakalah sebesar uang yang diserahkan kepada nasabah, sedangkan apabila
barangnya telah ada dan telah diserahkan kepada nasabah, baru dibukukan
26
dalam perkiraan piutang murabahah. Alternatif kedua yaitu bank BRI
Syari’ah membeli sendiri barang yang dipesan oleh nasabah.
Ketiga, skripsi dari Andri Susila (2002) yang berjudul “Praktik Akad
Murabahah dan Akad Ijarah di BMT Haniva Berbah dalam Perspektif Fikih
Muamalah”. Penelitian tersebut mengkaji masalah kesesuaian akad Murabahah
dan akad Ijarah yang dilakukan di BMT Haniva dalam perspektif fikih muamalat.
Penelitian tersebut merupakan field research atau penelitian lapangan yang
bersifat deskripsi-analisis yaitu menggambarkan bagaimana praktik akad
murabahah dan akad ijarah di BMT Haniva. Dan hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa praktik akad di BMT Haniva dalam perspektif fikih
muamalat bahwa akad murabahah dan akad ijarah belum sesuai dengan fikih
muamalat, karena masih mengandung unsur garar. Akad murabahah dan akad
ijarah juga menimbulkan wanprestasi, karena ada cidera janji dan dalam
pemesanan barang belum dicantumkan tentang umur dan pihak-pihaknya. Dalam
penyelesaian wanprestasi pada akad murabahah dan akad ijarah di BMT Haniva
belum mengacu pada fatwa-fatwa Dewan Syari’ah Nasional, karena masih
menggunakan pendekatan dengan cara musyawarah dan mufakat..
Keempat, skripsi dari Nur Inayah (2009) yang berjudul “Strategi
Penanganan Pembiayaan bermasalah pada pembiayaan murabahah di BMT
Bina Ihsanul Fikri Yogyakarta”. Penelitian tersebut mengkaji tentang strategi
penanganan pembiayaan bermasalah pada pembiayaan murabahah di BMT
Bina Ihsanul Fikri Yogyakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian
tersebut adalah deskriptif kualitatif yaitu menggambarkan dan menguraikan
data-data yang telah terkumpul yang diperoleh di lapangan. Hasil
27
penelitiannya menunjukkan bahwa dalam penanganan terhadap nasabah yang
pembiayaannya bermasalah pihak BMT menggunakan cara-cara yang lebih
bersifat kekeluargaan seperti melakukan silaturahim, pembinaan rescheduling,
memberi peringatan kemudian sita jaminan.
Kelima, skripsi dari Andi Ridwansyah Bahar Putra (2013) yang
berjudul “Transaksi Jual Beli Kendaraan Melalui Bank Syariah Dengan
Menggunakan Akad Murabahah”. Skripsi tersebut menjelaskan tentang
transaksi jual beli kendaraan melalui bank syari’ah dengan menggunakan akad
Murabahah. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif yang bersifat
deskriptis. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dalam transaksi jual beli
kendaraan melalui bank syariah di PT bank syari’ah Mandiri cabang Makasar
dengan menggunakan akad murabahah masih terjadi permasalahan yang
timbul antara bank dan nasabah. Dalam menyelesaikan permasalahan tersebut
maka pihak bank syariah akan memilih cara musyawarah terlebih dahulu.
Untuk mengatasi permasalahan yang ada, pihak bank akan mencari tahu
terlebih dahulu kebenaran informasi tersebut, jika informasi tersebut betul
maka akan dilakukan restrukturisasi pembiayaan, yaitu melakukan
rescheduling, reconditioning, dan penataan kembali. Jika suatu permasalahan
pada bank syari’ah tidak dapat diselesaikan dengan musyawarah mufakat,
maka pihak bank akan melakukan jalur litigasi, yaitu membawa permasalahan
tersebut ke Pengadilan Negeri, di mana nasabah tersebut berdomisili.
Dari beberapa hasil penelitian yang ada, terlihat bahwa ada kedekatan
judul dengan judul penelitian yang penulis lakukan. Namun penelitian yang
28
penulis lakukan berbeda dengan penelitian yang sudah diteliti oleh peneliti
lainnya. Letak perbedaannya ada pada titik tekan yang penulis fokuskan.
Penulis menitikberatkan pada bagaimana pelaksanaan akad murabahah pada
produk pembiayaan multibarang di BMT Anda Salatiga apakah sudah sesuai
dengan hukum Islam atau belum.
G. Metode Penelitian
Metode dalam penelitian ini adalah sebagai berikut;
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
a. Pendekatan
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan hukum
empiris artinya dengan mendekati masalah yang diteliti dengan sifat
hukum yang nyata atau fakta sosial sesuai dengan kenyataan hidup
dalam masyarakat. Penelitian hukum yang berparadigma sebagai fakta
sosial yang mana data hukumnya dieksplorasi dari proses interaksi
hukum di masyarakat. Dengan maksud menyelidiki respon atau tingkat
kepatuhan masyarakat terhadap hukum (Utsman, 2014:2-3).
Penggunaan pendekatan ini, dimaksudkan untuk memahami
gejala hukum di BMT Anda Salatiga yang berhubungan dengan
pelaksanaan akad murabahah pada produk pembiayaan multibarang,
apakah sudah sesuai hukum Islam atau belum.
29
b. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian
yang bermaksud untuk memahami keadaan atau fenomena tentang apa
yang dialami oleh subjek penelitian dengan cara deskripsi dalam
bentuk kata-kata dan bahasa dengan memanfaatkan dengan berbagai
metode alamiah. Dalam penelitian kualitatif metode yang biasa
digunakan adalah wawancara, pengamatan dan pemanfaatan dokumen
(Moleong, 2011:6).
Penelitian ini adalah usaha untuk mengetahui atau mendalami
bagaimana Tinjauan Hukum Islam terhadap pelaksanaan akad
murabahah pada produk pembiayaan multibarang di BMT Anda
Salatiga. Penelitian kualitatif dipilih karena dipandang cocok untuk
mengekspresikan temuan kasus-kasus yang berkaitan dengan
pelaksanaan akad murabahah pada produk pembiayaan multibarang
dengan cara terjun langsung ke lapangan yaitu di BMT Anda Salatiga.
2. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini, penulis bertindak sebagai pengumpul data di
lapangan dengan menggunakan alat penelitian aktif dalam mengumpulkan
data-data di lapangan. Selain itu alat yang dijadikan untuk pengumpulan
data bisa berupa dokumen-dokumen yang menunjang keabsahan hasil
penelitian ini serta alat-alat bantu lain yang dapat mendukung
terlaksananya penelitian, seperti kamera dan alat perekam.
30
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat di mana lokasi penelitian itu akan
dilakukan. Lokasi dalam penelitian ini adalah di BMT Anda Salatiga
terletak di Jln. Merak No. 90 Cabean Kel. Mangunsari Kec. Sidomukti
kota Salatiga.
Penulis memilih lokasi ini karena ingin mengetahui bagaimana
pelaksanaan akad murabahah pada produk pembiayaan multibarang di
BMT Anda Salatiga, sehingga penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian dan mengungkap kebenaran bagaimana dalam pelaksanaan akad
tersebut apakah sudah sesuai dengan hukum Islam atau belum.
4. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini, penulis menggunakan sumber
data penelitian berupa;
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber data yang langsung
didapatkan dari lapangan atau lokasi penelitian.
1) Informan
Informan adalah orang yang dapat memberikan informasi
tentang hal-hal yang berhubungan dengan penelitian. Dalam
penelitian ini yang menjadi informan adalah manager BMT Anda
Salatiga, pengurus BMT Anda Salatiga dan anggota BMT Anda
Salatiga.
31
2) Dokumen
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data
primer, yaitu dokumen-dokumen berhubungan dengan BMT Anda
Salatiga, yang di antaranya adalah struktur organisasi di BMT
Anda Salatiga, data-data berupa jumlah anggota yang mengambil
pembiayaan multibarang di BMT Anda Salatiga dan data-data tata
cara dalam memberikan pembiayaan kepada anggota.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh dari
berbagai bacaan atau hasil penelitian sebelumnya yang bertema sama.
Jadi sumber data lain yang bisa mendukung penelitian ini adalah
dengan telaah pustaka seperti buku-buku, jurnal ataupun hasil
penelitian sebelumnya yang meneliti hal serupa.
5. Prosedur Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini menggunakan tiga metode pengumpulan data
yang digunakan dalam penyusunan laporan penelitian yaitu sebagai
berikut:
a. Observasi
Observasi adalah pengumpulan data dengan jalan pengamatan
dan pencatatan secara langsung dan sistematis terhadap fenomena yang
diselidiki (Hadi, 1994:139). Dalam observasi ini, data yang penulis
peroleh secara langsung dari BMT Anda Salatiga dengan melakukan
pengamatan secara langsung terhadap kegiatan yang terjadi pada obyek
32
penelitian seperti dengan cara mengamati keadaan sekitar BMT Anda
Salatiga, proses pelayanan pada anggota dalam memberikan pembiayaan,
serta fasilitas yang ada di BMT Anda Salatiga.
b. Interview
Interview yaitu cara memperoleh keterangan atau data dengan
cara mengajukan pertanyaan secara langsung kepada pihak BMT Anda
Salatiga dalam hal ini adalah manager BMT Anda cabang Salatiga,
pengurus BMT Anda Salatiga dan sebagian anggota BMT Anda
Salatiga yang telah mengajukan pembiayaan multibarang di BMT
Anda Salatiga.
c. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu mengumpulkan, menyusun dan mengelola
dokumen-dokumen tertulis yang terdapat di BMT Anda Salatiga dan
kegiatan yang dianggap berguna untuk dijadikan bahan keterangan
yang berhubungan dengan penelitian ini.
6. Analisis Data
Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode deskriptif
analisis. Analisis data yang digunakan adalah pendekatan kualitatif
terhadap data primer dan sekunder. Selanjutnya diuraikan dan disimpulkan
dengan memakai metode berfikir induktif yaitu yaitu pengambilan
kesimpulan dimulai dari pernyataan atau fakta-fakta khusus menuju pada
kesimpulan yang bersifat umum (Sudjana, 1988:7).
33
Kesimpulan ini ditarik dari fakta atau data khusus berdasarkan
pengamatan di lapangan untuk menilai apakah pelaksanaan akad
murabahah pada produk pembiayaan multibarang di BMT Anda Salatiga
sudah sesuai dengan hukum Islam atau belum.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam suatu penelitian, validitas data mempunyai pengaruh yang
sangat besar dalam menentukan hasil akhir suatu penelitian sehingga untuk
mendapatkan data yang valid diperlukan suatu teknik untuk memeriksa
keabsahan data.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pengecekan keabsahan
data dengan menggunakan teknik triangulasi. Menurut Sugiyono
(2010:274) triangulasi dalam pengujian kredibilitas dapat dilakukan
dengan berbagai cara yaitu sebagai berikut:
a. Triangulasi sumber yaitu untuk menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa
sumber.
b. Triangulasi teknik yaitu untuk menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik
yang berbeda.
c. Triangulasi waktu yaitu pengecekan data dengan wawancara, observasi
atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik triangulasi
sumber, yaitu dengan membandingkan data hasil pengamatan dengan data
34
hasil wawancara dan membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu
dokumen yang berkaitan.
8. Tahap-Tahap Penelitian
Tahap-tahap dalam penelitian ini adalah sebagi berikut, yaitu;
a. Tahap sebelum lapangan, yaitu hal-hal yang dilakukan sebelum
melakukan penelitian seperti penulis menentukan topik penelitian,
mencari informasi tentang pelaksanaan akad murabahah pada produk
pembiayaan multibarang di BMT Anda Salatiga, pembuatan proposal
penelitian, menetapkan fokus penelitian dan sebagainya yang harus
dipenuhi sebelum melakukan penelitian.
b. Tahap pekerjaan lapangan yaitu penulis terjun langsung ke lapangan
untuk mencari data-data yang diperlukan seperti wawancara kepada
informan, melakukan observasi dan dokumentasi.
c. Tahap analisa data, apabila semua data telah terkumpul dan dirasa
cukup maka tahap selanjutnya adalah menganalisa data-data tersebut
dan menggambarkan hasil penelitian sehingga bisa memberi arti pada
objek yang diteliti.
d. Tahap penulisan laporan yaitu apabila semua data telah terkumpul dan
dianalisis serta dikonsultasikan kepada pembimbing maka yang
dilakukan penulis selanjutnya adalah menulis hasil penelitian tersebut
sesuai dengan pedoman penulisan yang telah ditentukan.
35
H. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan hasil laporan penelitian ini adalah
sebagai berikut;
Bab I Pendahuluan, yang merupakan garis-garis besar pembahasan isi
pokok penelitian yang terdiri atas; latar belakang masalah, fokus penelitian,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodelogi penelitian,
dan sistematika penulisan penelitian.
Bab II Kajian Pustaka, meliputi tinjauan umum tentang akad di tinjau
dari fiqh muamalah dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES).
Diuraikan juga tentang tinjauan umum tentang pembiayaan, tinjauan umum
tentang jual beli, dan tinjauan umum murabahah yang meliputi murabahah
dalam fiqh muamalah, murabahah dalam DSN MUI No: 04/DSN/-
MUI/IV/2000 dan murabahah dalam lembaga keuangan syariah.
Bab III Paparan Data dan Temuan Penelitian yaitu mendiskripsikan
tentang pelaksanaan akad murabahah pada produk pembiayaan multibarang di
BMT Anda Salatiga. Pada bab ini dijelaskan sekilas tentang objek penelitian
seperti sejarah berdirinya, struktur organisasi beserta tugas-tugasnya, visi dan
misi , produk-produk yang ditawarkan BMT Anda Salatiga.
Bab IV Pembahasan yaitu membahas tentang analisis hukum Islam
terhadap pelaksanaan akad murabahah pada produk pembiayaan multi barang
di BMT Anda Salatiga. Pada bab ini menguraikan tentang jawaban terhadap
pokok permasalahan dari penelitian yaitu tentang pelaksanaan akad
36
murabahah pada produk pembiayaan multibarang di BMT Anda salatiga
apakah sudah sesuai dengan hukum Islam atau belum.
Bab V adalah penutup yang merupakan kesimpulan dan saran-saran
mengenai persoalan yang telah dijabarkan pada bab-bab sebelumnya.
Kemudian pada bagian akhir dari skripsi adalah daftar pustaka dan lampiran-
lampiran.
37
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Akad
1. Konsep Akad dalam Fiqh Muamalah
a. Pengertian Akad
Dalam al-Qur’an ada dua istilah yang berhubungan dengan
perjanjian, yaitu al-„aqdu (akad) dan al-„ahdu (janji). Pengertian akad
secara bahasa adalah ikatan, mengikat. Para ahli hukum Islam (jumhur
ulama) memberikan definisi akad sebagai “Pertalian antara ijab dan
qabul yang dibenarkan oleh syara’ yang menimbulkan akibat hukum
terhadap objeknya” (Dewi dkk, 2006:45-46).
Sedangkan menurut istilah fiqh, akad adalah sesuatu yang
menjadi tekad seseorang untuk melaksanakan, baik yang muncul dari
satu pihak maupun dua pihak. Secara khusus akad berarti keterkaitan
antara ijab (pernyataan penawaran/pemindahan kepemilikan) dan
qabul (pernyataan penerimaan kepemilikan) dalam lingkup yang
disyaratkan dan berpengaruh pada sesuatu (Ascarya, 2011:35).
b. Unsur-Unsur Akad
1) Pertalian Ijab dan Qabul
Ijab adalah pernyataan kehendak oleh satu pihak (mujib)
untuk melakukan sesuatu. Qabul adalah pernyataan menerima atau
38
menyetujui kehendak mujib tersebut oleh pihak lainnya. Ijab dan
qabul ini harus ada dalam melaksanakan suatu perikatan (Dewi
dkk, 2006:48).
2) Dibenarkan Oleh Syara’
Akad yang dilakukan tidak boleh bertentangan dengan
syariah atau hal-hal yang diatur oleh Allah SWT dalam al-Qur’an
dan Nabi Muhammad dalam hadits. Pelaksanaan akad, tujuan akad
maupun objek akad tidak boleh bertentangan dengan syari’ah, jika
bertentangan akan mengakibatkan akad itu tidak sah (Dewi dkk,
2006:48).
3) Mempunyai Akibat Hukum Terhadap Objeknya
Akad merupakan salah satu dari tindakan hukum terhadap
objek hukum yang diperjanjikan oleh para pihak dan juga memberi
konsekuensi hak dan kewajiban yang mengikat para pihak (Dewi
dkk, 2006:48).
c. Rukun dan Syarat Akad
Dalam melaksanakan suatu perikatan, terdapat rukun dan syarat
yang harus dipenuhi. Secara bahasa, rukun adalah yang harus dipenuhi
untuk sahnya suatu pekerjaan. Sedangkan syarat adalah ketentuan
(peraturan, petunjuk) yang harus diindahkan dan dilakukan (Dewi dkk,
2006:49).
39
Ulama-ulama selain Hanafiah berpendapat bahwa rukun akad
itu ada tiga yaitu orang yang melakukan akad („aqid), objek akad
(ma‟qud „alaih) dan shighat.
1) „Aqid (Orang yang Melakukan Akad)
Ijab dan qabul yang oleh Hanafiah dipandang sebagai satu-
satunya rukun akad, timbul dari orang-orang yang melakukan akad.
Dialah pelaku dari setiap transaksi. Namun, tidak setiap orang
layak untuk menyatakan suatu akad seperti anak yang dibawah
umur.
2) Ma‟qud „Alaih (Objek Akad)
Objek akad adalah segala sesuatu yang dijadikan sasaran
atau tujuan akad. Jenisnya kadang-kadang benda yang bersifat
maliyah, seperti barang dijual, digadaikan atau dihibahkan. Para
fuqaha, sebagimana dikutup oleh Wahbah Zuhaili, mengemukakan
ada empat syarat yang harus dipenuhi agar benda bisa dijadikan
objek akad:
a) Benda tersebut harus ada pada saat dilakukannnya akad.
b) Barang yang dijadikan objek akad harus sesuai dengan
ketentuan syara’.
c) Barang yang dijadikan objek akad harus bisa diserahkan pada
waktu akad.
40
d) Barang yang dijadikan objek akad harus jelas diketahui oleh
kedua belah pihak sehingga tidak menimbulkan perselisihan
antara keduanya.
e) Barang yang dijadikan objek akad harus suci, tidak najis dan
tidak mutanajis. Syarat yang kelima ini dikemukakan oleh
jumhur ulama selain Hanafiah (Muslich, 2010:129).
3) Shigat (Ijab dan Qabul)
Pengertian ijab menurut Muhammad Abu Zahra
sebagimana yang dikutip oleh Muslich (2010:130) adalah
pernyataan yang timbul pertama dari salah seorang yang
melakukan akad. Sedangkan qabul adalah pernyataan kedua yang
timbul dari pelaku akad yang kedua. Sedangkan yang dimaksud
dengan shigat akad adalah pernyataan yang timbul dari dua orang
melakukan akad yang menunjukkan kesungguhan kehendak batin
keduanya untuk mengadakan akad. Kehenndak batin tersebut
diketahui melalui lafal, ucapan, atau semacamnya, seperti
perbuatan, isyarah, atau kitabah (tulisan). Shigat akad ini dalam
istilah lain disebut ijab dan qabul (Muslich, 2010:138).
d. Syarat-Syarat Akad
1) Syarat In‟iqad
Syarat in‟iqad adalah sesuatu yang disyaratkan
terwujudnya untuk menjadikan suatu akad dalam zatnya sah
41
menurut syara’. Apabila syarat tidak terwujud maka akad menjadi
batal. Syarat ini ada dua macam yaitu:
a) Syarat umum, yaitu syarat yang harus dipenuhi dalam setiap
akad. Syarat ini meliputi syarat dalam shighat, aqid, objek
akad.
b) Syarat Khusus, yaitu yang dipenuhi dalam sebagian akad,
bukan dalam akad lainnya. Contohnya seperti syarat saksi
dalam akad nikah, syarat penyerahan barang dalam akad-akad
kebendaan (hibah, I‟arah, gadai dan lain-lain).
2) Syarat Sah
Syarat sah adalah syarat yang ditetapkan oleh syara’ untuk
timbulnya akibat-akibat hukum dari suatu akad, apabila syarat
tersebut tidak ada maka akadnya menjadi fasid. Tetapi tetap sah
dan eksis. Contohnya seperti dalam jual beli disyaratkan oleh
Hanafiah, terbebas dari salah satu „aib (cacat) yang enam, yaitu:
a) Jahalah (ketidakjelasan)
b) Ikrah (paksaan)
c) Tauqid (pembatasan waktu)
d) Gharar (tipuan/ketidakpastian)
e) Syarat yang fasid.
3) Syarat Nafadz (kelangsungan akad)
a) Adanya kepemilikan atau kekuasaan.
b) Di dalam objek akad tidak ada hak orang lain.
42
c) Syarat Luzum yaitu pada dasarnya setiap akad itu sifatnya
mengikat (Muslich, 2010:150-151).
e. Macam-Macam Akad
1. Ditinjau dari Segi Hukum dan Sifatnya
Ditinjau dari segi hukum dan sifatnya akad, menurut
jumhur ulama terbagi kepada dua bagian:
a) Akad Shahih
Akad shahih adalah suatu akad yang terpenuhi rukun
dan syaratnya. Akad shahih menurut Hanafiah dan Malikiyah
terbagi menjadi dua yaitu, akad yang nafidz dan akad yang
mauquf. Akad nafidz adalah akad yang dilakukan oleh orang
yang memiliki kecakapan dan kekuasaan. Contohnya seperti
akad yang dilakukan oleh orang yang baligh, berakal, dan
mampu mengurus hartanya sendiri, atau oleh wali dari anak
yang masih dibawah umur.
Akad nafidz ada dua yaitu akad lazim dan akad ghair
lazim. Akad lazim adalah suatu akad yang tidak bisa dibatalkan
oleh salah satu pihak tanpa persetujuan pihak lain, seperti jual
beli dan ijarah (sewa-menyewa) Sedangkan akad ghair lazim
adalah suatu akad yang bisa di-fasakh (dibatalkan)oleh salah
satu pihak tanpa memerlukan persetujuan dari pihak yang lain.
43
b) Akad Ghair Shahih
Akad ghair shahih adalah suatu akad yang salah satu
unsur pokok atau syaratnya telah rusak (tidak terpenuhi).
Misalnya seperti jual beli yang dilakukan oleh orang yang di
bawah umur. Akad ini terbagi menjadi dua yaitu akad yang
fasid dan akad batil.
Akad batil adalah suatu akad yang rusak yang sama
sekali tidak terpenuhinya rukun, objek dan syaratnya.
Hukumnya tidak sah dan tidak menimbulkan akibat hukum
sama sekali. Sedangkan akad fasid adalah suatu akad yang
rukunnya terpenuhi, pelakunya memiliki ahliyah, objeknya
dibolehkan oleh syara’, ijab dan qabul-nya terpenuhi, tetapi di
dalamnya terdapat sifat yang dilarang oleh syara’. Contohnya
seperti jual beli barang yang majhul (tidak jelas). Akad fasid
hukumnya fasakh (dibatalkan), baik oleh salah satu pihak atau
oleh hakim.(Muslich, 2010:153-158).
2. Ditinjau dari Segi atau Hubungan Antara Hukum dengan Shighat-
nya.
a) Akad yang dapat dilaksanakan (al-„Aqdu Al-Munjaz)
Akad munjaz adalah suatu akad dengan menggunakan
shigat yang tidak digantungkan dengan syarat dan tidak
disandarkan kepada masa yang akan datang.
44
b) Akad disandarkan kepada masa mendatang (al-„Aqdu al-
Mudhaf li al-Mustaqbal)
Akad yang disandarkan kepada masa mendatang adalah
suatu akad yang menggunakan shighat dengan ijab yang
disandarkan kepada masa depan, bukan masa sekarang. Hukum
akad semacam ini adalah sah untuk masa sekarang ketika akad
diucapkan, namun akibat hukumnya baru berlaku pada saat
yang disebutkan dalam akad tersebut.
c) Akad yang dikaitkan dengan syarat (al-„Aqdu al-Mua‟alaq „ala
Syarh)
Akad yang dikaitkan dengan syarat adalah suatu akad
yang digantungkan dengan sesuatu yang lain dengan
menggunakan salah satu alat syarat. Contonhya “jika engkau
pergi ke Jakarta maka engkau adalah wakil saya”.Dalam
contoh ini penunjukkan sebagai wakil dikaitkan dengan
kepergian ke Jakarta (Muslich, 2010:160-163).
3. Ditinjau dari Segi Maksud dan Tujuannya
a) Akad at-Tamlik
Akad at-Tamlik yaitu suatu akad yang dimaksudkan
untuk memiliki suatu benda, baik jenisnya maupun
manfaatnya. Apabila pemilikan tersebut dengan imbalan maka
akadnya disebut akad mu‟awadhah, seperti jual beli, ijarah,
shulh (perdamaian), istisna‟ dan lain-lainnya, yang di dalamnya
45
terdapat mu‟awadhah antara dua pihak. Apabila pemilikan
terjadi tanpa imbalan maka akadnya disebut akad tabarru‟
sepeti hibah, shadaqah, wakaf, i‟arah dan hiwalah.
b) Akad Isqathat
Akad Isqathat yaitu suatu akad yang dimaksudkan
untuk menggugurkan suatu hak, baik dengan pengganti
maupun tanpa pengganti.
c) Akad Ithlaqat
Akad Ithlaqat yaitu pelepasan oleh seseorang kepada
tangan orang lain dalam mengerjakan suatu pekerjaan.
Contohnya seperti wakalah, persetujuan kepada orang yang
mahjur „alaih untuk melakukan tasarruf dan isha‟ atau
pengangkatan sebagai pemegang wasiat.
d) At-Taqyidat
At-Taqyidat yaitu suatu akad yang membatasi atau
mencegah seseorang untuk melakukan tasarruf, seperti
pemberhentian sebagai hakim atau pejabat, pemberhentian
sebagai wakil dan pembatasan seseorang untuk melakukan
tasarruf karena gila, boros, atau karena masih dibawah umur.
e) At-Tautsiqat
At-Tautsiqat yaitu suatu akad yang dimaksudkan untuk
menanggung utang bagi pemiliknya, dan mengamankan orang
46
yang memiliki piutang atas utangnya, yaitu akad kafalah,
hiwalah dan rahn.
f) Al-Isytirak
Al-Isytirak yaitu suatu akad yang dimaksudkan untuk
bekerja sama dalam pekerjaan dan keuntungan, seperti akad
syirkah dengan berbagai jenisnya, akad mudharabah,
muzara‟ah dan musaqah.
g) Al-Hifzhu
Al-hifzhu yaitu suatu akad yang dimaksudkan untuk
menjaga dan memelihara harta bagi pemiliknya, seperti akad
wadi‟ah (Muslich, 2010:164-165).
f. Berakhirnya Akad
a) Berakhirnya akad karena fasakh (pembatalan)
1) Batal karena akadnya rusak
2) Batal karena hiyar
3) Batal karena Iqalah (persetuan kedua belah pihak)
4) Batal karena tidak bisa dilaksanaka
5) Batal karena habisnya masa yang disebutkan dalam akad atau
tujuan akad telah terwujud
b) Berakhirnya akad karena pelaku meninggal
c) Berakhirnya akad karena tidak adanya persetujuan dalam akad
yang mauquf (ditangguhkan) (Muslich, 2010:166-168).
47
g. Akad dalam Fiqih Kontemporer
Pengertian multi akad sebagaimana diartikan dalam bahasa
Indonesia adalah kesepakatan dua pihak atau lebih untuk
melaksanakan suatu produk atau transaksi yang meliputi dua akad atau
lebih. Sedangkan menurut fiqih, kata multi akad merupakan
terjemahan dari bahasa arab yaitu, al-„Uqud al-Murakkabah yang
memiliki arti akad ganda (rangkap). al-„Uqud Al-Murakkabah terdiri
dari dua kata, yakni Al-„Uqud yang merupakan bentuk jamak dari akad
dan Al-Murakkabah (Hasanudin, 2010:2).
Kata akad memiliki pengertian sebagaimana yang telah
dijelaskan sebelumnya. Sedangkan kata al-murakkabah secara
etimologi berarti al-jam‟u, yakni mengumpulkan atau menghimpun.
Kata murakkab sendiri berasal dari kata rakkaba-yurakkibu-tarkiban
yang mengandung arti meletakkan sesuatu pada sesuatu yang lain
sehingga menumpuk, ada yang di atas dan ada yang di bawah.
Sedangkan murakkab menurut pengertian para ulama fiqh adalah
sebagai berikut:
1. Himpunan beberapa hal sehingga disebut dengan satu nama.
Seseorang menjadikan beberapa hal menjadi satu hal (satu nama)
dikatakan sebagai melakukan penggabungan (tarkib).
2. Sesuatu yang dibuat dari dua atau beberapa bagian, sebagai
kebalikan dari sesuatu yang sederhana (tunggal) yang tidak
memiliki bagian-bagian.
48
3. Meletakkan sesuatu di atas sesuatu yang lain atau menggabungkan
sesuatu dengan yang lainnya (Hasanudin, 2010:2-3).
Sedangkan macam-macam multi akad yang sering di
aplikasikan secara umum oleh lembaga keuangan syari’ah menurut Al-
Imrani sebagaimana yang di kutip oleh Hasanudin (2010:7) adalah
sebagai berikut:
1. Akad Bergantung/ Akad Bersyarat (al-uqud al -mutaqabilah)
Menurut lmam Malik sebagaimana yang dikutip oleh
Hasanudin (2010:7) Taqabul menurut bahasa berarti saling
berhadapan. Sesuatu dikatakan berhadapan jika keduanya saling
menghadapkan kepada yang lain. Sedangkan maksud dari al-uqud
al-mutaqabilah adalah dalam bentuk dimana akad kedua berfungsi
untuk merespon akad pertama, dimana kesempurnaan akad
pertama bergantung pada sempurnanya akad kedua melalui proses
timbal balik.
Multi akad yang terdapat dalam lembaga keuangan syari’ah
dengan ciri akad yang satu bergantung dengan akad yang lain,
salah satu contonya adalah produk murabahah Kepada Pemesan
Pembelian (KPP) dan dana talangan haji.
2. Akad Terkumpul (al-uqud al-mujtami‟ah)
Al-uqud al-mujtami‟ah adalah multi akad yang menghimpun
dua akad atau lebih menjadi satu kesatuan akad yang tak dapat
dipisahkan. Multi akad mujtami‟ah ini dapat terjadi dengan
49
terhimpunnya dua akad yang memiliki akibat hukum berbeda di
dalam satu akad terhadap dua objek dengan satu harga, dua akad
berbeda akibat hukum satu akad terhadap dua objek dengan dua
harga, atau dua akad dalam satu akad yang berbeda hukum atas
satu objek dengan satu imbalan, baik dalam waktu yang sama atau
waktu yang berbeda.
Contoh multi akad dalam jenis akad terkumpul adalah yang
dilakukan oleh bank syariah dengan produk murabahah KPP,
dimana murabahah KPP melibatkan tiga pihak, yaitu pembeli
(nasabah), lembaga keuangan (bank syariah) dan penjual ( pemilik
barang). Dalam produk tersebut terdapat dua akad yang sebenarnya
terpisah, namun disatukan dan menjadi satu kesatuan seakan
menjadi satu akad (murabahah). Akad yang pertama adalah akad
jual beli antara Lembaga Keuangan Syariah dengan penjual
(pemilik barang) sedangkan akad yang kedua adalah akad jual beli
antara nasabah (pembeli) dengan lembaga keuangan syariah, baik
secara kontan, bertempo, ataupun angsuran. Kedua akad ini
digabungkan menjadi satu akad dalam sebuah produk multi akad
dengan sebutan murabahah KPP (Antonio, 2001:104).
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama dan ahli
ekonomi Islam mengenai kedudukan multi akad dalam hukum
Islam. Kelompok pertama adalah kelompok yang berpendapat
memperbolehkan adanya multi akad dalam sebuah produk
50
Lembaga Keuangan Syariah. Pendapat ulama yang
memperbolehkan akad ini menurut Ibnu Taimiyah sebagaimana
yang dikutip oleh Hasanudin (2010:13) bahwa hukum asal dari
segala muamalat di dunia adalah boleh kecuali yang diharamkan
oleh Allah dan Rasulnya, tiada yang haram melainkan yang telah
diharamkan oleh Allah, dan tidak ada agama melainkan yang telah
disyariatkan. Adapun kaidah fiqh yang membangun pendapat
tersebut adalah :
األصل فى المعامالت اإلباحة إال أن يدل دليل على تحزيمها
Hukum dari segala sesuatu (muamalah) adalah mubah kecuali ada
dalil yang menunjukkan keharamannyaa (Fadal, 2008:45).
Adapun dalil lain yang memperbolehkannya multi akad
adalah surat an-Nisaa’ ayat 29 yang menyatakan:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha penyayang kepadamu.
Ayat di atas mempunyai penafsiran bahwa inti dari suatu
akad (perniagaan) adalah adanya saling suka sama suka atau
sukarela dari para pihak. Ini berarti keikhlasan adalah dasar
51
kehalalan memperoleh sesuatu dalam hal muamalah. Setiap
aktivitas akad yang didasari oleh keikhlasan memjadi halal
berdasarkan petunjuk ayat tersebut selama tidak mengandung unsur
yang diharamkan. Oleh karena itu, pendapat yang pertama ini
ulama sepakat bahwa multi akad dibolehkan dalam hukum Islam
selama tidak menyalahi ketentuan stariat Islam.
Pendapat kedua adalah pendapat yang mengharamkan
dilakukannya multi akad. pendapat kedua ini mendasarkan hukum
multi akad pada dalil hadits yang dikeluarkan oleh Rasulullah di
riwayatkan oleh HR.Tirmidzi:
رسىل هللا صلى هللا عليه وسلم وهى: عه أب زيز ال
(رواه ال زميذ). بيعةة فى بيع يه عه
Hadis tersebut menjelaskan bahwa Rasulullah Saw melarang
adanya dua akad dalam satu transaksi jual beli sekaligus, ini berarti
adanya multi akad dalam akad jual beli tersebut. Sedangkan pada
dasarnya apabila akad jual beli tersebut hanya berdiri sendiri
(tunggal) maka akad tersebut halal dan diperbolehkan.
Dari dua pendapat di atas, jumhur ulama berpendapat
pendapat kedualah yang lebih kuat (rajih) kedudukannya
(Muhammad, 1992:581).
52
h. Asas-Asas Perjanjian dalam Hukum Islam
a) Asas ibahah (mabda‟ al -Ibahah)
Asas ibahah adalah asas umum hukum Islam dalam bidang
muamalat secara umum. Asas ini dirumuskan dalam adagium
“pada asasnya segala sesuatu itu boleh dilakukan sampai ada dalil
yang melarangnya”. Asas ini merupakan kebalikan dari asas yang
berlaku dalam masalah ibadah. Dalam hukum Islam, untuk
tindakan-tindakan ibadah berlaku asas bahwa bentuk-bentuk
ibadah yang sah adalah bentuk-bentuk yang disebutkan dalam
dalil-dalil syari’ah (Anwar, 2010:84-85).
b) Asas Kebebasan Berakad (Mabda‟ Hurriyyah at- Ta‟qud)
Hukum Islam mengakui kebebasan berakad, yaitu suatu
prinsip hukum yang menyatakan bahwa setiap orang dapat
membuat akad jenis apapun tanpa terikat kepada nama-nama yang
telah di tentukan dalam undang-undang syariah. Dan memasukkan
klausul apa saja ke dalam akad yang di buatnya itu sesuai dengan
kepentingannya sejauh tidak berakibat makan harta sesama dengan
jalan batil (Anwar, 2010:84-85).
Adanya asas kebebasan berakad dalam hukum Islam di
dasarkan pada firman Allah surat al-Maidah ayat 1:
53
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.
Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan
kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan
berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya
Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.
c) Asas Konsensualisme (Mabda‟ ar- Radha‟iyyah)
Asas konsensualisme menyatakan bahwa untuk terciptanya
suatu perjanjian cukup dengan tercapainya kata sepakat antara para
pihak tanpa perlu dipenuhinya formalitas-formalitas tertentu
(Anwar, 2010:87-88).
d) Asas Janji Itu Mengikat
Sesuai dengan firman Allah surat al-Israa ayat 34 yaitu:
Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan
cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan
penuhilah janji. Sesungguhnya janji itu pasti diminta
pertanggungan jawabnya.
e) Asas Keseimbangan
Asas kesimbangan dalam transaksi tercermin pada
dibatalkannya suatu akad yang mengalami ketidakseimbangan
prestasi yang mencolok. Asas keseimbangan dalam memukul
54
resiko tercermin dalam larangan transaksi riba, di mana dalam
konsep riba hanya debitur yang memikul segala resiko atas
kerugian usaha, sementara kreditur bebas sama sekali dan harus
mendapat prosentase tertentu sekalipun pada saat dananya
mengalami kembalian negatif (Anwar, 2010:90).
f) Asas Kemaslahatan
Dengan asas kemaslahatan dimaksudkan bahwa akad yang
dibuat para pihak bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi
mereka dan tidak boleh menimbulkan kerugian (mudharat) atau
keadaan memberatkan (masyaqqah) (Anwar, 2010:91).
g) Asas Amanah
Dengan asas amanah dimaksudkan bahwa masing-masing
pihak haruslah beritikad baik dalam bertransaksi dengan pihak
lainnya dan tidak dibenarkan salah satu pihak mengeksploitasi
ketidaktauan mitranya (Anwar, 2010:91).
h) Asas Keadilan
Keadilan adalah tujuan yang hendak diwujudkan oleh
semua hukum (Anwar, 2010:92). Dalam hukum Islam,
menegakkan keadilan merupakan perintah al-Qur’an yang
tercermin dalam firman Allah surat al-Maidah ayat 8 yaitu:
55
2. Konsep Akad dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah (KHES)
a. Pengertian Akad
Di Indonesia, terdapat peraturan yang mengatur hal-hal yang
berhubungan dengan akad. Salah satunya adalah Peraturan Mahkamah
Agung RI Nomor 02 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi
syari’ah (KHES). Dalam KHES definisi akad adalah kesepakatan
dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan
dan tidak melakukan perbuatan hukum tertentu (KHES bab 1
ketentuan umum akad pasal 20 ayat 1).
b. Asas Akad
Akad dilakukan berdasarkan asas yaitu sebagai berikut:
1) Ikhtiyari/sukarela; setiap akad dilakukan atas kehendak para pihak,
terhindar dari keterpaksaan karena tekanan salah satu pihak atau
pihak lain.
2) Amanah/menepati janji; setiap akad wajib dilaksanakan oleh para
pihak sesuai dengan kesepakatan yang ditetapkan oleh yang
bersangkutan dan pada saat yang sama terhindar dari cidera janji.
56
3) Ikhtiyati/kehati-hatian; setiap akad dilakukan dengan pertimbangan
yang matang dan dilaksanakan secara cepat dan cermat.
4) Luzum/tidak berubah; setiap akad dilakukan dengan tujuan yang
jelas dan perhitungan yang cermat sehingga terhindar dari praktik
spekulasi atau maisir.
5) Saling menguntungkan; setiap akad dilakukan untuk memenuhi
kepentingan para pihak sehingga tercegah dari praktik manipulasi
dan merugikan salah satu pihak.
6) Taswiyah/kesetaraan; para pihak dalam setiap akad memiliki
kedudukan yang setara, dan mempunyai hak dan kewajiban yang
seimbang.
7) Transparansi; setiap akad dilakukan dengan pertanggung jawaban
para pihak secara terbuka.
8) Kemampuan; setiap akad dilakukan sesuai dengan kemampuan
para pihak sehingga tidak menjadi beban yang berlebihan bagi
yang bersangkutan.
9) Taisir/kemudahan; setiap akad yang dilakukan dengan cara saling
memberi kemudahan kepada masing-masing pihak untuk dapat
melaksanakannya sesuai dengan kesepakatan.
10) I‟tikad baik; akad dilakukan dalam rangka menegakkan
kemaslahatan tidak mengandung unsur jebakan dan perbuatan
buruk lainnya.
57
11) Sebab yang halal; tidak bertentangan dengan hukum, tidak dilarang
oleh hukum dan tidak haram (KHES bab 11 pasal 21).
c. Rukun dan Syarat Akad
Dalam bab III pasal 22 rukun akad terdiri atas:
1) Pihak-pihak yang berakad
2) Obyek akad
3) Tujuan-pokok akad
4) Kesepakatan.
Dalam pasal 23 dijelaskan bahwa pihak-pihak yang berakad
adalah orang, persekutuan, atau badan usaha yang memiliki kecakapan
dalam melakukan perbuatan hukum. Dan pasal 24 dijelaskan bahwa
Obyek akad adalah amwal atau jasa yang dihalalkan yang dibutuhkan
oleh masing-masing pihak. Dan Pasal 25 dijelaskan bahwa akad
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan pengembangan usaha
masing-masing pihak yang mengadakan akad.
d. Kategori Hukum Akad
Akad tidak sah apabila bertentangan dengan:
1) Syari’at Islam
2) Peraturan perundang-undangan
3) Ketertiban umum;dan/atau
4) Kesusilaan (KHES bab III pasal 26)
Hukum akad terbagi kedalam tiga kategori, yaitu;
1) Akad yang sah
58
2) Akad yang fasad/ dapat dibatalkan
3) Akad yang batal/ batal demi hukum (KHES bab III pasal 27).
Dalam pasal 28 dijelaskan bahwa:
1) Akad yang sah adalah akad yang terpenuhi rukun dan syarat-
syaratnya.
2) Akad yang fasad adalah akad yang terpenuhi rukun dan syarat
syaratnya, tetapi terdapat segi atau hal lain yang merusak akad
tersebut karena pertimbangan maslahat.
3) Akad yang batal adalah akad yang kurang rukun dan atau syarat-
syaratnya.
e. Ingkar Janji dan Sanksinya
Pihak dapat dianggap melakukan ingkar janji, apabila karena
kesalahannya:
1) Tidak melakukan apa yang dijanjikan untuk melakukannya;
2) Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana
dijanjikan;
3) Melakukan apa yang dijanjikannya, tetapi terlambat; atau
4) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan
( KHES bab III pasal 37).
Dalam KHES bab III pasal 38 Pihak dalam akad yang melakukan
ingkar janji dapat dijatuhi sanksi;
1) Membayar ganti rugi.
2) Pembatalan akad.
59
3) Peralihan resiko.
4) Denda; dan/atau
5) Membayar biaya perkara.
B. Tinjauan Umum Jual Beli
1. Pengertian Jual Beli
Jual beli secara bahasa artinya memindahkan hak milik terhadap
benda dengan akad saling mengganti, dikatakan ba‟a asy-syaia jika dia
mengeluarkannya dari hak miliknya, dan ba‟ahu jika dia membelinya dan
memasukkannya kedalam hak miliknya. Jual beli secara istilah adalah
akad saling mengganti dengan harta yang berakibat kepada kepemilikan
terhadap satu benda atau manfaat untuk tempo waktu selamanya dan
bukan untuk bertaqarrub kepada Allah (Azzam, 2010:23).
2. Dasar Hukum Kebolehan Jual Beli
Firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah ayat 275:
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan
60
mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan
riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu
terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan) dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu
adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.
3. Rukun Jual Beli
Adapun rukun jual beli menurut para ulama sebagimana yang
dikutip oleh syafe’i (2010:76) ada empat yaitu:
a. Ba‟i (penjual)
b. Mustari (pembeli)
c. Shighat (ijab dan Qabul)
d. Ma‟qud alaih (benda atau barang)
4. Syarat Jual Beli
Dalam jual beli terdapat beberapa syarat, menurut madzhab Syafii
sebagaimana yang dikutip oleh Syafe’i (2010:81-83) yaitu:
a. Syarat aqid; dewasa atau sadar, tidak dipaksa atau tanpa hak, Islam,
pembeli bukan musuh.
b. Syarat shighat; berhadap-hadapan, ditujukan pada seluruh badan yang
akad, qabul diucapkan oleh orang yang dituju dalam ijab, harus
menyebutkan barang atau harga, disertai niat, pengucapan ijab qabul
harus sempurna dan tidak terpisah, tidak berubah lafaz, tidak dikaitkan
dengan sesuatu, tidak dikaitkan dengan waktu.
61
c. Syarat ma‟qud alaih; suci, bermanfaat, dapat diserahkan, barang milik
sendiri atau menjadi wakil orang lain, jelas dan diketahui oleh kedua
orang yang melakukan akad.
5. Jual Beli yang dilarang dalam Islam
Berkenaan dengan jual beli yang dilarang dalam Islam, menurut
Wahbah al-Juhaili sebagaimana yang dikutip oleh Syafe’i (2010:93-101)
adalah sebagai berikut:
a. Terlarang sebab ahliyah (ahli akad); jual beli orang gila, jual beli anak
kecil, jual beli orang buta, jual beli terpakasa, jual beli fudhul, jual beli
orang yang terhalang, jual beli malja‟.
b. Terlarang sebab shighat; jual beli mu‟athah yaitu tidak memakai ijab
dan qabul, jual beli barang yang tidak ada ditempat akad, jual beli
tidak bersesuaian dengan ijab dan qabul, jual beli munjiz yaitu yang
dikaitkan dengan waktu yang akan datang.
c. Terlarang sebab ma‟qud alaih; barang tidak ada, barang tidak dapat
diserahkan, jual beli gharar, jual beli yang tidak ada ditempat akad,
jual beli ijon.
d. Terlarang sebab syara’; jual beli riba, jual beli barang dari hasil
pencegatan barang, jual beli pada waktu adzan jum’at, jual beli anggur
untuk dijadikan khamar, jual beli induk tanpa anaknya yang masih
kecil, jual beli barang yang sudah dibeli oleh orang lain dan jual beli
memakai syarat.
62
C. Tinjauan Umum Murabahah
1. Konsep Murabahah dalam fiqh Muamalah
a. Pengertian Murabahah
Murabahah adalah jual beli barang pada harga pokok dengan
tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam jual beli Murabahah,
penjual harus memberi tahu kepada pembeli mengenai harga pokok
barang yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai
tambahannya. Misalnya pedagang eceran membeli komputer dari
grosir dengan harga Rp 10.000.000,00 kemudian ia menambahkan
keuntungan sebesar Rp 750.000.00,00 dan ia menjual kepada si
pembeli dengan harga Rp 10.750.000,00 (Antonio, 2001:101).
b. Landasan Hukum Murabahah
Murabahah merupakan suatu jenis jual beli yang dibolehkan oleh
syariat, dalil kebolehannya adalah sama dengan jual beli pada
umumnya yaitu:
1) Dalam firman Allah pada QS al-Baqarah ayat 275 yang
menjelaskan tentang jual beli hukumnya halal dan riba hukumnya
haram.
2) Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional
Dewan syari’ah nasional menetapkan aturan tentang
murabahah sebagaimana tercantum dalam fatwa DSN MUI
Nomor 04/DSN/IV/2000 tertanggal 1 April 2000.
63
c. Rukun dan Syarat Murabahah
1) Rukun murabahah
a) Para pihak (al-„aqidain)
b) Pernyataan kehendak (shigat al-„aqd)
c) Obyek akad (mahall al-„aqd)
d) Tujuan akad (maudu al-„aqd) (Mas’adi, 2012:13).
2) Syarat murabahah
a) Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah
b) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang
ditetapkan
c) Kontrak harus bebas dari riba
d) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat
atas barang sesudah pembelian
e) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian, misalnya pembelian secara hutang. Secara prinsip,
jika syarat dalam (a), (d), (e) tidak dipenuhi, pembeli memiliki
pilihan untuk melanjutkan pembelian seperti apa adanya atau
kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas
arang yang dijual, atau membatalkan kontrak (Antonio,
2001:102).
64
d. Ciri-ciri murabahah
Menurut Abdullah Saeed sebagaimana yang dikutip oleh
Antonio (2001:101), ciri-ciri dasar kontrak murabahah adalah sebagai
berikut:
1) Pembeli harus memiliki pengetahuan tentang biaya-biaya terkait
dan tentang harga asli barang, batas laba (mark-up) harus
ditetapkan dalam bentuk persentase dari total harga beserta biaya-
biayanya.
2) Apa yang dijual adalah barang atau komoditi dan dibayar dengan
uang
3) Apa yang diperjualbelikan harus ada dan dimiliki oleh penjual dan
penjual harus mampu menyerahkan barang tersebut kepada
pembeli
4) Pembayarannya ditangguhkan. Murabahah digunakan dalam setiap
pembiayaan dimana ada barang yang bisa diidentifikasi untuk
dijual.
2. Konsep Murabahah pada Lembaga Keuangan Syariah
a. Bentuk Murabahah
1) Murabahah modal kerja adalah akad jual beli antara bank selaku
penyedia barang dengan nasabah selaku pemesan untuk membeli
barang. Dari transaksi tersebut bank mendapatkan keuntungan jual
beli yang disepakati bersama. Atau menjual suatu barang dengan
65
harga asal (modal) ditambah dengan margin keuntungan yang
disepakati.
2) Murabahah investasi yaitu suatu perjanjian jual beli untuk barang
tertentu antara pemilik dan pembeli, di mana pemilik barang akan
menyerahkan barang seketika sedangkan pembayaran dilakukan
dengan cicilan dalam jangka waktu yang disepakati bersama
(Hendry,1999 :43).
b. Rukun Murabahah
1) Penjual (ba‟i) dianalogikan sebagai bank
2) Pembeli (musytari) dianalogikan sebagai nasabah
3) Barang yang diperjualbelikan (mabi‟) yaitu jenis pembiayaan
seperti pembiayaan investasi
4) Harga (tsaman) dianalogikan sebagai pricing atau plafon
pembiayaan
5) Ijab qabul dianalogokan sebagai akad atau perjanjian, yaitu
pernyataan persetujuan yang dituangkan dalam akad perjanjian
(Hendry, 1999:43).
c. Jenis Murabahah
1) Murabahah dengan pesanan dan tidak dengan pesanan
Dalam murabahah berdasarkan pesanan, bank melakukan
pembelian barang setelah ada pemesan dari nasabah dan dapat
bersifat mengikat atau tidak mengikat nasabah untuk membeli
barang yang dipesannya (bank dapat meminta uang muka
66
pembelian kepada nasabah). Sedangkan murabahah tanpa pesanan
adalah jual beli murabahah dilakukan tidak melihat ada yang pesan
atau tidak, ada yang beli atau tidak, sehingga bank syariah
menyediakan barang dagangannya sendiri. Penyediaan barang pada
murabahah ini tidak terpengaruh atau terkait langsung dengan ada
tidaknya pesanan atau pembeli (Wiroso, 2005:38).
2) Murabahah tunai atau cicilan
Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau
cicilan. Dalam murabahah juga diperkenankan adanya perbedaan
dalam harga barang untuk cara pembayaran yang berbeda.
Murabahah muajjal dicirikan dengan adanya penyerahan barang
diawal akad dan pembayarannya kemudian (setelah awal akad)
baik dalam bentuk angsuran maupun dalam bentuk lump sum
(sekaligus) (Karim, 2009:115-116).
d. Manfaat Murabahah
Sesuai dengan sifat bisnis, transaksi murabahah memiliki
beberapa manfaat, murabahah memberi banyak manfaat kepada bank
syariah. Salah satunya adalah adanya keuntungan yang muncul dari
selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah dan
sistemnya sangat sederhana (Antonio, 2001:106-107).
67
e. Resiko Murabahah
1) Default atau kelalaian; nasabah sengaja tidak membayar angsuran
2) Fluktuasi harga komparatif; Ini terjadi bila harga suatu barang di
pasar naik setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak
bisa mengubah harga jual beli tersebut.
3) Penolakan nasabah; barang yang dikirim bisa saja ditolak nasabah
karena berbagai sebab.
4) Dijual; karena murabahah bersifat jual beli dengan utang, maka
ketika kontrak ditandatangani barang itu menjadi milik nasabah.
Nasabah bebas melakukan apa pun terhadap asset miliknya
tersebut, termasuk untuk menjualnya. Jika terjadi demikian resiko
untuk default akan besar (Antonio, 2001:106-107).
f. Skema Pembiayaan Murabahah
Gambar 2.1
Skema Pembiayaan Murabahah
Sumber: (Sudarsono, 2004:41).
68
3. Murabahah dalam Fatwa DSN MUI No 04/DSN-MUI/IV/2000
Dalam fatwa dewan syariah nasional nomor 04//DSN-
MUI/IV/2000, tanggal 1 April 2000, dipaparkan tentang ketentuan umum
murabahah sebagai berikut:
a. Ketentuan Umum Murabahah
1) Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas
dari riba
2) Barang yang diperjualbelikan tidak dikharamkan oleh syari’ah
Islam
3) Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang
yang telah disepakati kualifikasinya
4) Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank
sendiri dan pembelian ini harus sah dan bebas riba
5) Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara berhutang
6) Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah
(pemesan) dengan harga jual senilai harga beli ditambah
keuntungannya. Dalam hal ini bank harus memberitahukan secara
jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang
diperlukan
7) Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad
tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan
nasabah
69
8) Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli
barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan
setelah barang secara prinsip menjadi milik bank.
b. Ketentuan Murabahah Kepada Nasabah
1) Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembeli suatu
barang atau asset kepada bank
2) Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli
terlebih dahulu asset yang dipesannya secara sah dengan pedagang
3) Bank kemudian menawarkan asset tersebutkepada nasabah dan
nasabah harus menerima atau membelinya sesuai dengan perjanjian
yang telah disepakati, karena secara perjanjian tersebut mengikat
kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli
4) Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk
membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal
pemesanan
5) Jika nasabah kemudian menolak kembali barang tersebut, biaya riil
bank harus dibayar dari uang muka tersebut
6) Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung
oleh bank, bank dapat meminta kembali saat kerugiannya kepada
nasabah
7) Jika uang muka memakai kontrak urbun sebagai alternatif dari
uang muka maka, maka:
70
(a) Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia
tinggal membayar sisa harga
(b) Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank
maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat
pembatalan tersebut dan jika uang muka tidak mencukupi,
nasabah wajib melunasi kekurangannya.
c. Jaminan dalam murabahah
1) Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan
pesanannya.
2) Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang
dapat dipegang.
d. Hutang dalam murabahah
1) Secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi
murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang
dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika
nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau
kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan hutangnya
kepada bank.
2) Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran
berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruhnya.
3) Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah
tetap harus menyelesaiakan hutangnya sesuai kesepakatan awal. Ia
71
tidak boleh memperlambat pembayaran-pembayaran angsuran atau
meminta kerugian itu diperhitungkan.
e. Penundaan pembayaran dalam murabahah
1) Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda
penyelesaian hutangnya.
2) Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau
jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui badan arbitrase syariah setelah
tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
f. Bangkrut dalam murabahah
Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan
hutangnya, bank harus menunda tagihan hutang sampai ia sanggup
kembali, atau berdasarkan kesepakatan.
D. Tinjauan Umum Pembiayaan
1. Pengertian pembiayaan
Pembiayaan adalah penyedian uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan atau bagi hasil (Kasmir, 2004:73). Pembiayaan
merupakan salah satu tugas pokok bank atau lembaga keuangan non bank
72
yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan
pihak-pihak yang merupakan defisit unit (Antonio, 2001:160).
2. Unsur-Unsur Pembiayaan
a. Kepercayaan
Kepercayaan yaitu suatu keyakinan pemberi pembiayaan (bank)
bahwa pembiayaan yang diberikan baik berupa uang, barang atau jasa
akan benar-benar diterima kembali dimasa tertentu di masa datang.
b. Kesepakatan
Kesepakatan dalam penyaluran pembiayaan dituangkan dalam
akad pembiayaan yang di tandatangani oleh kedua belah pihak yaitu
pihak bank dan nasabah.
a. Jangka waktu
Jangka waktu dalam pembiayaan mencakup masa
pengembalian pembiayaan yang telah disepakati.
b. Resiko
Faktor resiko kerugian dapat diakibatkan dua hal yaitu
resiko kerugian yang diakibatkan oleh nasabah sengaja tidak mau
membayar padahal mampu dan resiko kerugian yang diakibatkan
karena nasabah tidak sengaja yaitu akibat terjadinya musibah
seperti bencana alam.
c. Balas jasa
Akibat dari pemberian pembiayaan bank tentu
mengharapkan suatu keuntungan dalam jumlah tertentu. Wujud
73
dari balas jasa dalam pembiayaan ditentukan dengan bagi hasil
(Kasmir, 2004:75-76).
3. Tujuan Analisis Pembiayaan
a. Tujuan Umum
Pemenuhan jasa pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat
dalam rangka mendorong dan melancarkan perdagangan, produksi,
jasa-jasa bahkan konsumsi yang kesemuanya ditujukan untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat.
b. Tujuan Khusus
1) Untuk menilai kelayakan usaha calon peminjam
2) Untuk menekan resiko akibat tidak terbayarnya pembiayaan
3) Untuk menghitung kebutuhan pembiayaan yang layak (Muhamad,
2002:261).
4. Jenis-Jenis Pembiayaan
a. Pembiayaan Produktif
Pembiayaan produktif yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas yaitu, untuk
peningkatan usaha, baik usaha produksi perdagangan maupun
investasi. Menurut keperluannya pembiayaan produktif ada dua yaitu:
1) Pembiayaan modal kerja
Pembiayaan modal kerja yaitu pembiayaan untuk
memenuhi kebutuhan peningkatan produksi baik secara kuantitaif
yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif yaitu
74
peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi dan untuk keperluan
perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang.
2) Pembiayaan investasi
Pembiayaan investasi yaitu untuk memenuhi kebutuhan
barang-barang modal serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya
dengan itu.
b. Pembiayaan Konsumtif
Pembiayaan konsumtif yaitu pembiayaan yang digunakan
untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan
untuk memenuhi kebutuhan (Antonio, 2001:160).
5. Produk Pembiayaan Lembaga Keuangan Syariah
Secara umum prinsip pembiayaan yang berlaku di lembaga
keuangan syariah dibagi menjadi empat yaitu:
a. Bagi Hasil (Profit and Loss sharing)
1) Musyarakah
Musyarakah adalah akad kerja sama antara bank dengan
pihak lain dalam suatu usaha tertentu dimana masing-masing
pihak menyertakan modal atau harta dengan kesepakatan bahwa
keuntungan dan kerugian akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan keduanya. Dalam akad ini, kedua belah pihak sepakat
membagihasilkan keuntungan dan kerugian berdasarkan nisbah.
75
2) Mudharabah
Mudharabah adalah akad kerja sama usaha dimana pihak
pertama sebagai shahibul maal menyediakan seluruh modal
sedangkan pihak yang lain sebagai pengelola atau mudharib.
Keuntungan dari investasi mudharabah dibagi kesepakatan kedua
belah pihak. Sedangkan jika terjadi kerugian, maka akan
ditanggung oleh shahibul maal selama kerugian tersebut bukan
disebabkan oleh kelalaian dari pihak mudharib. Skema
mudharabah sering diterapkan dalam hal pembiayaan modal kerja
dan investasi khusus.
3) Muzara‟ah
Muzara‟ah adalah kerjasama antara pemilik lahan
pertanian dengan petani penggarap, dimana pemilik lahan
memberikan kepercayaan kepada petani untuk menggarap lahan
pertaniannya guna ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagi
hasil dari hasil panennya (Ridwan, 2007:66 -77).
b. Jual Beli (Sale and Purchase)
1) Jual beli murabahah
Jual beli murabahah adalah jual beli barang padaharga asal
ditambah dengan keuntungan yang disepakati. Dalam transaksi ini,
penjual harus memberitahukan kepada pembeli tentang harga
pokok barang yang menjadi obyek jual beli.
76
2) Jual beli salam
Jual beli salam adalah pembelian barang yang diserahkan
kemudian hari tetapi pembayarannya dilakukan di muka. Aplikasi
salam dalam lembaga keuangan syariah biasanya diterapkan dalam
bidang pertanian. Karena bank syariah tidak bermaksud mengambil
hasil panen sebagai stok barang, maka bank syariah akan menjual
kembali hasil panen tersebut kepada pihak lain.
3) Jual beli istishna
Jual beli istishna adalah kontrak penjualan antara pembeli
dengan pembuat barang. Dalam kontrak ini pembuat barang
(produsen) menerima pesanan dari pembeli, kemudian produsen
memproduksi barang melalui orang lain sesuai dengan spesifikasi
yang telah ditetapkan oleh pemesan. Setelah barang jadi, barang
dijual kepada pembeli akhir dengan harga dan cara pembayaran
yang telah disepakati (Ridwan, 2007:79-81).
c. Sewa
Sewa adalah pemindahan hak guna atas barang atau jasa
melalui pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan perpindahan
kepemilikan barangnya. Salah satu produk dari sewa adalah ijarah
muntahia bit-tamlik yang merupakan akad perpaduan antara ijarah
dengan al-bai‟ yakni akda sewa yang diakhiri dengan jual beli.Akad
yang pada awalnya sewa yang pada akhir masa angsuran menjadi jual
beli karena terjadi perpindahan kepemilikan atas barang yang
77
disewakan. Transaksi ini sering disebut dengan sewa beli (Ridwan,
2007:84).
d. Jasa
Pengembangan produk jasa layanan pada lembaga keuangan
syariah meliputi:
1) Wakalah
Wakalah adalah perjanjian antara bank syariah dengan
nasabah dimana nasabah memberikan pelimpahan kepercayaan
kepada bank untuk mewakilinya guna menyelesaikan suatu
pekerjaan tertentu.
2) Kafalah
Kafalah adalah penjaminan yang diberikan oleh seseorang
kepada orang lain dalam rangka memperkuat posisi orang yang
dijamin. Pengertian kafalah dapat berarti juga pengalihan tanggung
jawab dari satu orang kepada orang lain.
3) Hawalah
Hawalah adalah akad pengalihan hutang dari seseorang
kepada orang lain yang sanggup menanggungnya.
4) Rahn
Rahn adalah akad untuk menahan salah satu harta milik si
peminjam atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang
dijaminkan harus bernilai ekonomis sehingga, bank memiliki
kepastian pembayaran.
78
5) Qard
Qard merupakan transaksi yang bersifat tidak untuk
mencari keuntungan melainkan transaksi yang tujuannya untuk
tolong menolong (Ridwan, 2007:83-88).
6. Jaminan pembiayaan
a. Jaminan dengan barang-barang seperti:
1) Tanah
2) Bangunan
3) Kendaraan bermotor
4) Mesin-mesin/ peralatan
5) Barang dagangan
6) Tanaman/kebun/sawah
7) Dan barang-barang berharga lainnya.
b. Jaminan surat berharga seperti:
1) Sertifikat saham
2) Sertifikat obligasi
3) Sertifikat tanah
4) Sertifikat deposito
5) Promes
6) Wesel
7) Dan surat berharga lainnya
79
c. Jaminan orang atau perusahaan
Jaminan orang atau perusahaan yaitu jaminan yang diberikan
oleh seseorang atau perusahaan kepada bank terhadap fasilitas
pembiayaan yang diberikan.
d. Jaminan asuransi
Jaminan asuransi yaitu bank menjaminkan pembiayaan
tersebut kepada pihak asuransi, terutama terhadap fisik obyek kredit,
seperti kendaraan, gedung, dan lainnya. Jadi apabila terjadi
kehilangan atau kebakaran, maka pihak asuransilah yang akan
menanggungnya (Kasmir, 2004:80-81).
7. Prinsip-Prinsip Pembiayaan
Prinsip pemberian pembiayaan dapat dilakukan dengan analisis 5 C
yaitu:
1) Character
Character adalah sifat atau watak seseorang dalam hal ini calon
debitur. Tujuannya adalah untuk memberikan keyakinan kepada bank
bahwa sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan
pembiayaan benar-benar dipercaya. Keyakinan ini tercermin dari latar
belakang pekerjaan si nasabah maupun keadaan keluarganya.
2) Capacity (capabality)
Untuk melihat calon nasabah dalam membayar pembiayaan yang
dihubungkan dengan kemampuannya mengelola bisnis serta
kemampuannya mencari laba.
80
3) Capital
Capital adalah untuk mengetahui sumber-sumber pembiayaan
yang dimiliki nasabah terhadap usaha yang akan dibiayai oleh bank.
4) Collateral
Collateral merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik
yang bersifat fisik maupun bersifat non fisik.
5) Condition
Dalam menilai pembiayaan hendaknya juga dinilai kondisi
ekonomi sekarang dan untuk di masa yang akan datang sesuai sektor
masing-masing (Kasmir, 2004: 91-92).
8. Teknik Penyelesaian Pembiayaan Macet
Hampir setiap bank mengalami pembiayaan macet atau nasabah
tidak mampu lagi untuk melunasi pembiayaannya. Kamacetan suatu
fasilitas disebabkan oleh dua faktor yaitu:
a. Dari pihak bank
Dalam hal ini pihak analisis pembiayaan kurang teliti baik
dalam mengecek dokumen maupun salah dalam melakukan
perhitungan dengan rasio-rasio yang ada.
b. Dari pihak nasabah
Kemacetan pembiayaan dari nasabah diakibatkan dua hal yaitu:
1) Adanya unsur kesengajaan, artinya nasabah sengaja tidak
membayar kewajibannya kepada bank sehingga pembiayaan yang
diberikannya dengan sendiri macet.
81
2) Adanya unsur tidak sengaja, artinya nasabah memiliki kemampuan
untuk membayar akan tetapi tidak mampu dikarenakan uasaha
dibiayai terkena musibah seperti kebanjiran atau kebakaran.
Untuk mengatasi pembiayaan yang macet pihak bank perlu
melakukan penyelamatan, sehingga tidak akan menimbulkan kerugian.
Penyelamatan dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu:
a. Rescheduling yaitu dengan cara memperpanjang jangka waktu
pembiayaan dan memperpanjang jangka waktu angsuran
b. Reconditioning yaitu dengan cara mengubah berbagai persyaratan yang
ada. Seperti memperkecil margin keuntungan atau bagi hasil hasil
usaha.
c. Restructuring yaitu dengan cara menambah jumlah pembiayaan dan
menambah equity yaitu dengan menyetor uang tunai atau tambahan
dari pemilik.
d. Kombinasi yaitu dengan mengkombinasikan antara restructuring
dengan reconditioning atau rescheduling dengan restructuring.
e. Penyitaan jaminan merupakan jalan terakhir apabila nasabah sudah
benar-benar tidak punya i‟tikad yang baik atau sudah tidak mampu
membayar semua hutang-hutangnya (Kasmir, 2004:103-104).
82
BAB III
PELAKSANAAN AKAD MURABAHAH PADA PRODUK PEMBIAYAAN
MULTIBARANG DI BMT ANDA SALATIGA
A. Profil BMT Anda Salatiga
1. Sejarah berdirinya BMT Anda Salatiga
BMT Anda merupakan salah satu Jasa Keuangan Syariah dengan
Badan Hukum No. 004/KWK. 1132/X/1998. BMT ini didirikan oleh 29
orang dan 3 orang merupakan pengelola inti BMT tersebut, dengan
maksud dan tujuan yang sama yaitu membentuk suatu badan jasa
keuangan syari’ah dengan melakukan kesepakatan dan perjanjian.
BMT Anda dibentuk pada tanggal 12 Juni 1998 dan disahkan pada
tanggal 14 Oktober 1998. Sampai saat ini sudah memiliki 1 Kantor Pusat
dan 6 kantor cabang antara lain; kantor pusat Jln. Merak No. 90 Cabean
Sidomukti Salatiga dengan Bapak Budi Santoso, SE. MM sebagai ketua
pengurus, kantor cabang Jln. Raya Ampel-Salatiga km 0.5 Ampel, kantor
cabang Jln. Prawiro Digdoyo Pasar Karanggedhe, kantor cabang Jln.
Pemuda No.157-A Pojoksari Ambarawa, kantor cabang Jln. Juwangi
Godong km.1 Juwangi, kantor cabang Jln. Sunggingan-Pasar Boyolali,
kantor cabang Jln. Ngablak Magelang.
Prestasi atau penghargaan yang pernah dicapai BMT Anda tidak
sesignifikan dari lembaga keuangan syari’ah lainnya, pernah ada tawaran
83
kerjasama dari BSM Salatiga tetapi sampai saat ini tidak ada kelanjutan
apapun. Kegiatan intern BMT salah satunya adalah perlombaan antar
karyawan dengan tujuan untuk meningkatkan semangat daya kinerja
karyawan di BMT Anda.
2. Visi dan Misi BMT Anda Salatiga
a. Visi BMT Anda Salatiga
Menjadi Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang maju, profesional
dan mensejahterakan anggota.
b. Misi BMT Anda Salatiga
1) Menjalankan operasional koperasi sesuai standar koperasi yang
sehat.
2) Mewujudkan pertumbuhan dan keuntungan yang
berkesinambungan.
3) Mengusahakan pemupukan modal anggota dengan sistem syariah.
4) Memberikan pembiayaan pada anggota untuk tujuan produktif.
5) Mengusahakan program pendidikan dan pembinaan agama secara
intensif kepada anggota.
6) Meningkatkan kesejahteraan anggota dan kemajuan lingkungan
kerja.
7) Menciptakan sumber pembiayaan anggota dengan prinsip syariah.
8) Menumbuhkan usaha-usaha produktif anggota.
9) Merekrut dan mengembangkan pegawai profesional dalam
lingkungan kerja yang sehat.
84
3. Produk-Produk BMT Anda Salatiga
a. Produk Simpanan
1) SIBERKAH (Simpanan Berkala Mudharabah)
(a) Si Qurban (Simpanan Qurban)
(b) Si Munik (Simpanan Nikah)
(c) Si Wali (Simpanan Walimah)
(d) Si Pendi (Simpanan Pendidikan)
(e) Si Fitri (Simpanan Idul Fitri)
2) SI HAJI (Simpanan Haji/Umroh)
(a) Diperuntukkan bagi umat Islam yang akan menjalankan
ibadah Haji/ Umroh
(b) Setoran minimal Rp. 100.000,- setiap bulan
(c) Nisbah bagi hasil 40%
(d) Pendaftaran calon Haji dilaksanakan jika simpanan
mencukupi untuk pemesanan kursi calon Haji tahun yang
bersangkutan
(e) Kekurangan dana bisa ditalangi oleh BMT dengan cara
mengajukan permohonan terlebih dahulu
3) SISUKA (Simpanan Sukarela Berjangka)
Sangat tepat untuk merencanakan usaha dan setoran, dan
penarikan dapat langsung ke kantor atau dilayani di rumah serta di
tempat usaha. Setoran minimal Rp. 1.000.000,-.
85
Nisbah Bagi hasil; jangka 3 bulan 40%, jangka 6 bulan
42,5%, jangka 9 bulan 45%, jangka 12 bulan 50 %. Bagi hasil
diberikan setiap bulannya dan dapat diperpanjang secara otomatis.
4) SIDIBA (Simpanan Dirham Barokah)
Persyaratannya adalah Fotocopy KTP, Materai Rp.6000,-
,mengisi formulir pendaftaran, peserta dirham minimal 90 orang,
setoran Rp. 200,000,- per bulan selama 24 bulan, simpanan
hanya dapat diambil satu bulan setelah akhir periode atau setoran
terakhir, disediakan doorprize menarik untuk seluruh peserta
yang di undi setiap 8 bulan sekali, grand prize satu buah sepeda
motor diakhir periode.
5) SIPE (SIMPANAN PENSIUN)
(a) Diperuntukkan bagi perusahaan maupun perorangan
(b) Untuk mensejahterakan karyawan setelah pensiun
(c) Setoran minimal Rp. 25.000,- per bulan
(d) Pengambilan minimal 5 tahun
(e) Nisbah bagi hasil 60% diberikan setiap bulan langsung
menambah saldo
b. Produk Pembiayaan
1) Pembiayaan Mudharabah
Pembiayaan mudharabah adalah suatu perjanjian
usaha antara pemilik modal dengan pengusaha dimana pemilik
modal menyediakan seluruh dana yang diperlukan, dan pihak
86
pengusaha melakukan pengelolaan atas usaha. Hasil usaha
bersama ini dibagi sesuai dengan kesepakatan pada waktu
penandatanganan perjanjian pembiayaan yang dituangkan
dalam bentuk nisbah bagi hasil (misalnya 70:30).
Pada pembiayaan mudharabah, BMT bertindak
sebagai pihak yang menyediakan dana (shahibul maal) dan
anggota yang menerima pembiayaan bertindak sebagai
pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha.
2) Pembiayaan Murabahah
Pembiayaan dengan menggunakan sistem jual beli,
dimana BMT sebagai penjual dan anggota/masyarakat sebagai
pembeli. Pembiayaan dengan akad murabahah ini terdapat
dalam pembiayaan Mitra Usaha dan Pembiayaan Multibarang.
Syarat Umum Pembiayaan:
a) Bersedia untuk mengangsur tepat waktu
b) Pengajuan oleh anggota atau calon anggota secara
langsung atas nama sendiri
c) Melengkapi administrasi pendaftaran meliputi;
(1) Foto copy KTP suami-istri (yang sudah berkeluarga)
masing-masing dua lembar
(2) Foto copy KTP orang tua (yang belum berkeluarga)
masing-masing dua lembar
(3) Satu lembar foto copy Kartu Keluarga (KK)
87
(4) Anggota dan calon anggota yang tidak memiliki KTP
yang berlaku harus dilengkapi dengan surat keterangan
bukti diri dari pemerintahan setempat
(5) Menyerahkan foto copy jaminan (untuk BPKB
dilengkapi foto copy STNK dan gesek nomor rangka
dan nomor mesin)
(6) Untuk Surat Dasaran Pasar berlaku sampai dengan
jatuh tempo surat dasaran tesebut
(7) Jaminan bukan atas nama sendiri disertai dengan surat
kuasa bermaterai dan diketahui aparat setempat
(8) Laporan keuangan atau slip gaji
(9) Mengisi formulir pengajuan yang telah disediakan dan
melampirkan rekening listrik.
3) Pembiayaan Multi Jasa
Syarat kegunaan yaitu untuk biaya pendidikan, sewa
tempat usaha, sewa tempat tinggal dan biaya perawatan.
c. Produk Lainnya
1) PPOB (Payment Point On Line Bank)
BMT Anda Salatiga melayani pembayaran rekening
listrik dan rekening telepon, untuk wilayah Jawa Tengah &
DIY. Setiap rekening disisihkan Rp. 20,- untuk dana infaq.
88
2) Penyediaan Dana Qardh
Dana qardh adalah penyediaan dana kepada anggota
yang pemberiannya tanpa mengharapkan imbalan. Namun
tidak menutup kemungkinan adanya upaya pembayaran fee/
bagi hasil dari anggota atau pembayaran kembali pokok
tagihan, meskipun akad yang dibuat pada prinsipnya saling
membantu dan bukan transaksi komersial.
Sumber dana qardh ini dapat diambil dari modal BMT
sendiri atau dari infaq, sodaqoh atau dari sumber pendapatan/
transaksi non komersial dan hibah. Tujuannya adalah sebagai
dana untuk sumbangan apabila terjadi musibah atau
kecelakaan.
3) Program Pemberdayaan Ekonomi Dhuafa
a) Melakukan pelatihan-pelatihan kewirausahaan
b) Memberikan pengetahuan manajemen pengelolaan usaha
c) Study banding kepada para dhuafa yang sukses
d) Memberikan bantuan modal usaha
e) Pembinaan dan pendampingan usaha
89
4. Struktur Organisasi BMT Anda Salatiga
Gambar 3.1
Struktur Organisasi BMT Anda Salatiga
Keterangan:
a) Rapat anggota: pemegang rapat tertinggi BMT Anda Salatiga
b) Pengurus
Ketua : Budi Santoso, SE.MM
Sekretaris : Supardi, SE.
Bendahara : M. Fatur Rahman, SE.MM
Rapat Anggota
Pengurus
Dewan Pengawas
Manajer
Manajer Akuntansi
Kepala Cabang
Salatiga
Kepala
Cabang Ampel
Kepala Cabang
Karanggede
Staf Marketing
Staf Marketing
Staf Marketing
Staf
Administrasi
.
Staf
Administrasi
Staf
Administrasi
SECURITY/OB
90
c) Dewan Pengawas
Ketua : KH. Abdul Majid, BA
Anggota : H. Ulin Nuha
d) Manajer : Widodo, A.Md
e) Manajer Akuntansi: Madiyono, A.Md
f) Kepala Cabang Salatiga: Haryanto, SE.
g) Kepala Cabang Ampel: Agung Wisara Siku
h) Kepala Cabang Karanggede: Iwan Wahyudi
i) Staf Marketing BMT Anda Salatiga: Muhamad Yazid, Arif
Hidayat, Heru Fernanto.
j) Staf Marketing BMT Anda Cabang Ampel: Rudiyanto, Thoit
Nawawi, Siti Nur Janah
k) Staf Marketing BMT Anda Cabang Karanggede: Nur Salim
l) Staf Administrasi BMT Anda Salatiga
Teller : Erni Afriyanti, A.Md
Customer Service: Maftukhatul Khanifah, A.Md
m) Staf Administrasi BMT Anda Cabang Ampel
Teller : Mutmainah, A.Md
Customer Service : Nurul Siti
n) Staf Administrasi BMT Anda Cabang Karanggede
Teller : Ika Dewi Lestari
Customer Service : Ani Nur’aini
o) Security/OB BMT Anda Salatiga: M. Yasin Sahroni
91
B. PELAKSANAAN AKAD MURABAHAH PADA PRODUK
PEMBIAYAAN MULTIBARANG
Pembiayaan multibarang di BMT Anda Salatiga adalah pembiayaan
dengan menggunakan akad murabahah di mana BMT dapat membantu
anggotanya untuk memiliki barang atau peralatan usaha. Penggunaan
pembiayaan multibarang untuk kegiatan yang bersifat konsumtif dan
produktif. Untuk kegiatan yang bersifat produktif berupa pembelian sarana
untuk peralatan kerja sedangkan untuk kegiatan yang bersifat konsumtif
berupa perlengkapan atau alat rumah tangga.
Syarat untuk mengajukan Pembiayaan multibarang adalah sebagai
berikut;
1. Anggota biasa, anggota luar biasa, maupun calon anggota yang bertempat
tinggal di wilayah lingkungan BMT dan memenuhi criteria yang
ditentukan oleh BMT
2. Mempunyai usaha/penghasilan
3. Mempunyai tabungan aktif di BMT
4. Permohonan dari anggota telah dikabulkan oleh BMT setelah melalui
survey ke alamat tinggal anggota maupun tempat usaha anggota.
5. Anggota yang masih mempunyai hutang pembiayaan tidak diperkenankan
untuk mengambil pembiayaan sebelum melunasi hutangnya atau dengan
persetujuan pengurus
6. Jaminan utama adalah barang yang dibiayai, jika dirasakan perlu BMT
dapat meminta jaminan tambahan. Jenis dan nilai jaminan ditentukan oleh
92
BMT pada saat mengajukan permohonan pembiayaan, misalnya sertifikat
tanah atau surat bukti kepemilikan kendaraan bermotor.
7. Biaya Pembiayaan, dalam murabahah ini anggota dikenakan biaya
administrasi (fee/provisi) sesuai ketentuan yang berlaku.
Mekanisme pembiayaan multibarang dengan skim murabahah di BMT Anda
Salatiga ada dua cara yaitu sebagai berikut;
a. Mekanisme yang pertama yaitu sebagai berikut;
1. Pengajuan permohonan dan negosiasi
Proses pelaksanaan akad murabahah pada produk pembiayaan
multibarang di BMT Anda Salatiga di awali dengan proses pengajuan
permohonan. Dalam proses pengajuan permohonan tersebut seorang
calon anggota harus melengkapi ketentuan-ketentuan khusus yang
telah di sediakan oleh pihak BMT. Ketentuan-ketentuan khusus itu
seperti tujuan mengajukan pembiayaan, besarnya pengajuan
pembiayaan, jenis pembiayaan, jangka waktu, jangka angsuran, data
pemohon, data pekerjaan, data usaha dan lain sebagainya (surat
permohonan terlampir).
Setelah surat permohonan diisi secara lengkap, maka langkah
selanjutnya adalah pihak BMT mensurvey dulu ke alamat tinggal calon
anggota, sekiranya untuk mengkroscek semua data yang diisi di surat
permohonan telah sesuai dengan faktanya atau tidak. Tujuan untuk
survey ini adalah untuk mengetahui bahwa permohonan calon anggota
layak dikabulkan atau tidak. Sebelum calon anggota dikatakan untuk
93
layak diterima permohonannya, melalui survey itulah BMT sekaligus
melakukan tahap analisa terlebih dahulu terkait calon anggota yang
mengajukan pembiayaan. Analisa tersebut melalui analisa karakter
yaitu seperti tanya jawab langsung dengan calon anggota, menganalisa
tempat tinggal calon anggota, analisa tempat usaha calon anggota bagi
yang mempunyai usaha. Kemudian analisa kapasitas seperti seberapa
nilai kekayaan yang dimiliki anggota dilihat dari latarbelakang
pekerjaannya, dan analisa jaminan yang akan diajukan nanti, seperti
nilai jaminan lebih besar dari besarnya pembiayaan atau tidak.
BMT Anda Salatiga tidak menghendaki adanya jaminan
kepada calon anggota yang mengajukan pembiayaan, kecuali besarnya
pembiayaan di atas dua juta rupiah, calon anggota baru diperkenankan
untuk menyerahkan jaminan. Setelah tahap menganalisa dinyatakan
selesai maka BMT memutuskan permohonan calon anggota layak
dikabulkan atau tidak. Setelah layak untuk dikabulkan maka langkah
selanjutnya adalah upaya negosiasi dari kedua belah pihak.
Negosiasi antara kedua belah pihak yaitu pihak BMT dan
calon anggota yang dilakukan biasanya calon anggota meminta BMT
untuk membelikan barang yang dibutuhkan calon anggota sesuai
dengan spesifikasinya sekaligus toko yang sudah di tunjuknya. Setelah
itu dengan beberapa pertimbangan pihak BMT mensurvey langsung ke
toko atau pihak pemasok tersebut dengan tujuan untuk mengecek
kebenaran data yang diberikan oleh calon anggota, seperti barang yang
94
dibutuhkan, harga pokoknya berapa, spesifikasi barang yang
dibutuhkan seperti apa, dan lain sebagainya. Setelah semua diverifikasi
dari pihak BMT, maka langkah selanjutnya adalah negosiasi tentang
kesepakatan menentukan harga jual kepada anggota.
Sebelum menentukan harga jual kepada anggota ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan yaitu menentukan margin atau keuntungan.
Yang menjadi dasar dalam menentukan margin atau keuntungan
adalah jangka waktu yang dikehendaki oleh anggota dalam
kesanggupan membayar, memperhatikan biaya operasional dan beban-
beban yang ditanggung BMT seperti biaya untuk menggaji pegawai
dan biaya-biaya lainnya. Setelah diketahui seberapa besarnya margin
atau keuntungan, maka harga pokok tersebut ditambahkan dengan
margin atau keuntungan yang telah diketahui untuk mengetahui harga
jualnya.
Anggota dalam hal ini, boleh menawar harga jual yang telah
ditentukan oleh BMT, seperti halnya jual beli pada umumnya. Anggota
yang pandai untuk negosiasi harga jual dari BMT maka dia akan
mendapatkan harga yang murah, begitupun sebaliknya, kalau anggota
tidak pandai negosiasi harga maka dia akan mendapatkan harga yang
cukup tinggi. Setelah terjadi kesepakatan menentukan harga jual,
langkah selanjutnya adalah menentukan di mana dan bagaimana cara
anggota dalam melakukan pembayaran angsuran. Setelah terjadi
kesepakatan, maka langkah selanjutnya adalah pembelian barang oleh
95
BMT kepada pihak ketiga atau pemasok (Wawancara dengan bapak
Supardi, SE. selaku pengurus BMT Anda Salatiga pada 8 Juni 2015
pukul 10. 10 WIB).
2. Proses Pembelian Barang
Dalam proses pembelian barang, sebagian anggota ada yang
telah menentukan di mana barang itu akan dibeli dan sebagian anggota
ada yang belum menentukan di mana barang itu akan dibeli. Anggota
yang belum menentukan di mana barang itu akan dibeli, maka menjadi
kewajiban dari pihak BMT yang menentukan di mana barang itu akan
dibeli kepada pemasok. Dalam hal ini, BMT biasanya telah
bekerjasama dengan para pemasok yang telah dianggap amanah.
Setelah itu, BMT beserta anggota membeli barang yang
dibutuhkan kepada pemasok. Setelah barang itu didapatkan maka
BMT membayar barang tersebut secara tunai kepada pemasok. Namun
terkadang anggota tidak ikut serta dalam pembelian barang, karena
anggota telah mempercayakan BMT untuk membeli barang yang
dibutuhkannya. Semua tergantung kesepakatan di awal antara BMT
dengan anggota. Setelah proses pembelian barang selesai maka tahap
selanjutnya adalah proses akad (Wawancara dengan bapak Haryanto,
SE. selaku kepala Manager BMT Anda Salatiga, pada 9 Juni 2015
pukul 10.30 WIB).
96
3. Proses Akad
Produk pembiayaan multibarang di BMT Anda Salatiga proses
akadnya menggunakan akad Murabahah. Dalam tahap ini, pihak BMT
dan anggota saling mengikatkan diri dalam suatu perjanjian yang telah
disediakan oleh pihak BMT. Dalam perjanjian tersebut berisi
kesepakatan yang telah disepakati sebelumnya, seperti berapa besar
pembiayaan yang telah diambil, jangka waktu pembayarannya
bagaimana, cara mengangsur bagaimana dan lain sebagainya.).
Setelah semua disepakati dan barang tadi telah menjadi milik
BMT secara sah, maka BMT juga berhak untuk menjualnya kepada
anggota. Setelah anggota menyetujuinya maka anggota diberikan suatu
draft yang berisi surat perjanjian melakukan akad murabahah (draft
akad murabahah terlampir). Seluruh aspek ketentuan dan legalitas
perjanjian telah diatur di dalamnya, sehingga pihak anggota hanya
cukup mengisi data yang berkaitan dengan anggota. Kemudian anggota
diperkenankan untuk membaca isi akad murabahah tersebut dengan
teliti, setelah itu BMT beserta anggota tanda tangan di atas materai.
Khusus pembiayaan yang diambil dalam jumlah yang besar di
atas 10 juta, maka adanya pengikatan notariil oleh notaris. Dalam
tahap ini anggota diperkenankan untuk membawa sekaligus
menyerahkan barang jaminan atau agunannya kepada BMT, bagi
anggota yang mengambil pembiayaan diatas dua juta rupiah.
97
(Wawancara dengan bapak Haryanto, SE. selaku kepala Manager
BMT Anda Salatiga, pada 9 Juni 2015 pukul 10.30 WIB).
4. Proses Penyerahan Barang
Dalam proses penyerahan barang, barang diserahkan kepada
anggota setelah akad yang dibuat sah secara hukum. Barang tersebut
diserahkan kepada anggota tidak bersamaan ketika akad itu
berlangsung, namun barang itu dikirim kepada anggota melalui pihak
pemasok, setelah barang itu dikirim kepada anggota, kemudian pihak
pemasok menginformasikan kepada BMT bahwa barang telah
dinyatakan dikirim.
Namun, untuk barang-barang tertentu yang perlu pengaman
khusus seperti emas, barang itu setelah dibeli dari pemasok, baru
dibawa ke BMT dan diserahkan kepada anggota ketika akad
berlangsung (Wawancara dengan bapak Haryanto, SE. selaku kepala
Manager BMT Anda Salatiga, pada 9 Juni 2015 pukul 10.30 WIB).
5. Pembayaran Angsuran
Dalam proses pembayaran angsuran, anggota mulai membayar
angsuran setelah satu bulan setelah akad ditandatangani. Setiap
pembayaran oleh anggota kepada BMT lebih dahulu digunakan untuk
melunasi biaya administrasi dan biaya lainnya berdasarkan akad yang
telah disepakati, dan sisanya baru dihitung sebagai pembayaran
angsuran atas harga jual yang telah disepakati bersama. Berkaitan
dengan cara membayar angsuran tergantung kesepakatan di awal pra
98
perjanjian. Anggota bisa memilih angsuran dengan harian, mingguan
maupun bulanan.
Anggota dalam membayar angsuran sesuai dengan jadwal
angsuran yang ditetapkan dalam surat sanggup untuk membayar dan
lunas pada saat jatuh tempo. Besarnya angsuran sesuai dengan
kesepakatan antara anggota dan BMT. Anggota yang sering lalai
dalam membayar angsuran., maka dalam draft akad murabahah
ditentukan bahwa anggota yang melakukan pembiayaan macet akan
dikenai biaya administrasi sebesar tiga ratus rupiah untuk tiap-tiap hari
keterlambatan sejak saat kewajiban pembayaran tersebut jatuh tempo
sampai dengan tanggal dilaksanakan pembayaran kembali.
Berkaitan dengan tempat pembayaran angsuran semua
tergantung kesepakatan di awal perjanjian, setiap pembayaran
angsuran oleh anggota kepada BMT bisa dilakukan di kantor BMT
atau di tempat lain yang ditunjuk BMT atau dilakukan melalui
rekening yang dibuka oleh dan atas nama anggota di kantor BMT
(Wawancara dengan bapak Haryanto, SE. selaku kepala Manager
BMT Anda Salatiga, pada 9 Juni 2015 pukul 10.30 WIB).
b. Mekanisme yang kedua adalah sebagai berikut;
Pada dasarnya mekanisme yang kedua sama yang dilakukan dalam
mekanisme yang pertama yang membedakannya adalah ditahap setelah
permohonan dan negosiasi yaitu adanya akad wakalah. Akad wakalah ini
99
adalah pelimpahan oleh pihak BMT kepada anggota untuk mewakilkan
pembelian barang yang dibutuhkan atas keinginan anggota itu sendiri.
BMT dengan melakukan beberapa pertimbangan akhirnya
menyetujui permintaan anggota. Seperti barang yang dipesan anggota
dengan spesifikasi tertentu yang tidak mungkin BMT bisa membelinya.
Karena BMT tidak memiliki keahlian khusus di bidang barang itu,
misalnya mesin percetakan untuk modal usaha atau alat elektronik lainnya
yang tempatnya bagi BMT tidak mungkin untuk menjangkaunya. Oleh
karena itu BMT menyetujui permintaan anggota untuk pengadaan barang
atau membeli barang sendiri kepada pemasok.
Anggota sebelum melakukan pembelian barang kepada pemasok,
BMT memberikan surat kuasa kepada anggota yang berisi tentang
pelimpahan wewenang kepada anggota untuk membeli barang kepada
pihak pemasok. Setelah surat kuasa diberikan kepada anggota sekaligus
dengan sejumlah uang yang dibutuhkan anggota maka langkah selanjutnya
adalah anggota datang ke pemasok untuk membeli barang yang
dibutuhkan.
Setelah anggota membeli barang, maka anggota kembali ke BMT
untuk menyerahkan kwitansi bukti pembayarannya. Sementara barang
masih di pihak pemasok. Setelah menyerahkan bukti pembayarannya maka
akad murabahah dilaksanakan. Proses akad juga sama seperti mekanisme
yang pertama, begitupun juga dengan proses penyerahan barang sekaligus
pembayaran angsurannya.
100
Namun untuk mekanisme yang seperti ini jarang dilakukan oleh
BMT, jika tidak dalam keadaan terpaksa. Tetapi, BMT juga
mempertimbangkan hal-hal yang khusus jika menemui anggota yang
seperti ini. Bahkan pernah dilakukan oleh BMT menyelesaikan akad
tersebut dalam satu pintu. Maksudnya adalah setelah surat kuasa diberikan
kepada anggota beserta uang untuk membeli barang, ketika itu juga akad
murabahah dilaksanakan, dengan alasan untuk mempercepat waktu dan
anggota memang benar-benar sudah amanah di mata BMT (Wawancara
dengan Bapak Haryanto selaku kepala manager BMT Anda Salatiga, 9
Juni 2015 pukul 10.30 WIB).
101
BAB IV
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN AKAD
MURABAHAH PADA PRODUK PEMBIAYAAN MULTIBARANG DI
BMT ANDA SALATIGA
Untuk meninjau pelaksanaan akad murabahah pada produk pembiayaan
multibarang di BMT Anda Salatiga apakah sudah sesuai dengan hukum Islam
atau belum, dapat dilihat dari analisis kesesuaian praktek yang dilakukan BMT
Anda Salatiga dengan ketentuan yang terdapat dalam hukum Islam. Ketentuan
hukum Islam tersebut terdapat dalam kajian fiqh muamalah ataupun lainnya yang
membahas tentang akad murabahah. Dalam pembahasan ini, penulis menganalisis
rukun dan syarat-syarat akad murabahah pada produk pembiayaan multibarang di
BMT Anda Salatiga.
A. Analisis Rukun Akad Murabahah Pada Produk Pembiayaan
Multibarang di BMT Anda Salatiga
Ulama-ulama selain Hanafiah berpendapat bahwa rukun akad ada
tiga yaitu orang yang melakukan akad („aqid), objek akad (ma‟qud „alaih)
dan shigat (Muslich, 2010:115). Sedangkan rukun dari murabahah dalam
konsep fiqh muamalah menurut Mas’adi (2012:13) yaitu para pihak (al-
„aqidain), pernyataan kehendak (Shigat al-„aqd), obyek akad (mahall al-
„aqd) dan tujuan akad (maudu al- „aqd). Adapun rukun murabahah dalam
102
praktek lembaga keuangan syari’ah sebagaimana yang disampaikan oleh
Hendry (1999:43) adalah sebagai berikut:
1. Adanya penjual (ba‟i)
2. Adanya pembeli (musytari)
3. Adanya objek atau barang (mabi‟) yang diperjualbelikan
4. Adanya kesepakatan harga (tsaman)
5. Adanya ijab dan qabul (shigat)
Sehingga dapat di pahami bahwa murabahah dalam praktek lembaga
keuangan syari’ah sama dengan rukun yang ditentukan dalam fiqh
muamalah. Sedangkan rukun akad murabahah dalam pelaksanaan
pembiayaan multibarang di BMT Anda Salatiga dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Para pihak (al-a‟qidain) terdiri dari penjual (ba‟i), yaitu BMT Anda
Salatiga (sebagai pihak pertama), dan pembeli (musytari) (sebagai pihak
kedua) yaitu seorang anggota yang mengajukan pembiayaan
multibarang, dan pihak ketiga yaitu pemasok yang menyediakan barang.
2. Objek atau barang yang diperjualbelikan (mahall al-„aqd) adalah
kebutuhan barang atau peralatan yang dibutuhkan anggota BMT Anda
Salatiga berupa perlengkapan atau alat-alat rumah tangga dan sarana
untuk peralatan kerja.
3. Kesepakatan harga (tsaman) berupa adanya kesepakatan harga jual dan
harga beli.
103
4. Shigat (Ijab dan qabul) ditunjukkan dengan adanya pengisian data dan
penandatanganan formulir aplikasi akad murabahah dan akad tambahan
wakalah yang berupa surat kuasa antara anggota dan pihak BMT Anda
Salatiga.
5. Tujuan Akadnya (maudu al-„aqd) untuk memiliki barang berupa
perlengkapan rumah tangga dan peralatan usaha.
Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa ketentuan rukun murabahah
dalam fiqh muamalah maupun aplikasinya dalam lembaga keuangan
syari’ah telah terpenuhi. Hal ini bisa dilihat dari pelaksanaan akad
murabahah di BMT Anda Salatiga, baik itu pihak yang berakad, objek akad,
harga, ijab qabul (shigat) dan tujuan dari akad tersebut telah ada. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa rukun akad murabahah pada pembiayaan
multibarang di BMT Anda Salatiga telah terpenuhi dan telah sesuai dengan
ketentuan syari’ah.
B. Analisis Syarat Akad Murabahah Pada Produk Pembiayaan
Multibarang di BMT Anda Salatiga
Ketentuan adanya rukun dari sebuah akad tidak terlepas oleh adanya
syarat-syarat yang harus dipenuhi agar tidak keluar dari ketentuan-ketentuan
syari’ah. Adapun analisis dari syarat rukun dari pelaksanaan akad
murabahah pada pembiayaan multibarang ini adalah sebagai berikut:
104
1. Pihak yang berakad yaitu BMT dan anggota
Dalam fiqh telah dijelaskan bahwa syarat yang harus dipenuhi
oleh orang yang berakad menurut Syafe’i (2010:81-83) yaitu penjual dan
pembeli adalah dewasa. Hal tersebut berarti anggota telah mengetahui
mana yang baik dan mana yang buruk. Serta dapat dikenai hukum dan
bukan seorang yang dibawah umur, sadar dan tidak dipaksa serta
pembeli bukan musuh.
Pembiayaan murabahah adalah pembiayaan yang menggunakan
skim jual beli, maka dalam hal ini, dapat dilihat pihak sebagai penjual
adalah BMT Anda Salatiga yang merupakan suatu lembaga keuangan
syari’ah yang berbadan hukum No. 004/KWK. 1132/X/I998 secara sah
dan memiliki kemampuan untuk melakukan transaksi. Dengan demikian
BMT Anda Salatiga sah sebagai penjual dalam transaksi murabahah
pada pembiayaan multibarang.
Sedangkan pihak pembeli yaitu anggota yang disyaratkan
sebagaimana yang disyaratkan diatas, yaitu dewasa, di mana seorang
pembeli tersebut harus bisa membedakan mana yang baik dan mana
yang buruk, dilakukan secara sadar dan tidak dalam keadaan terpaksa
serta dapat dijatuhi hukuman. Dalam hal ini anggota yang mengajukan
pembiayaan multibarang di BMT Anda Salatiga telah sesuai dengan
persyaratan tersebut yang ditandai oleh seorang anggota harus memiliki
KTP yang berarti telah berusia minimal 17 tahun atau telah menikah.
Sehingga dari persyaratan tersebut telah membuktikan bahwa anggota
105
telah memenuhi persyaratan baik secara hukum positif maupun secara
fiqh.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Suliyem, anggota
BMT Anda Salatiga pada tanggal 10 juni 2015 pukul 11.15 WIB
menyatakan bahwa, dalam mengambil pembiayaan di BMT Anda
Salatiga, anggota tersebut dalam mengambil pembiayaan tidak dalam
keadaan terpaksa dan memang untuk memenuhi kebutuhannya.
Hal ini sesuai dengan salah satu asas akad dalam Kompilasi
Hukum Ekonomi Syari’ah yaitu ikhtiyari/sukarela di mana setiap akad
dilakukan atas dasar suka sama suka atau kehendak para pihak,
terhindar dari keterpaksaan karena tekanan salah satu pihak atau pihak
lain. Sebagaimana dijelaskan dalam QS an-Nisaa’ ayat 29;
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa kedua belah
pihak yang berakad yaitu BMT Anda Salatiga dan anggota telah
memenuhi persyaratan untuk melakukan suatu akad atau perjanjian
murabahah dalam pembiayaan multibarang tersebut.
2. Objek akad atau barang yang diperjualbelikan
Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar benda bisa dijadikan
objek akad menurut Dewi dkk (2006:63) adalah benda tersebut harus
106
ada pada saat dilakukannya akad, barang yang dijadikan objek akad
harus sesuai dengan ketentuan syara’, barang yang dijadikan akad harus
halal, bermanfaat dan bukan merupakan milik orang lain, barang yang
dijadikan objek akad harus dapat bisa diserahterimakan pada waktu
akad, barang yang dijadikan objek akad harus jelas diketahui oleh
kedua belah pihak baik dari segi bentuk, fungsi dan kedudukannya.
Menurut Anwar (2010: 199) salah satu objek akad adalah objek akad
harus ada pada waktu akad ditutup sehingga tidak terjadi akad jual beli
barang yang tidak ada wujudnya.
Sedangkan dalam pelaksanaan akad murabahah pada produk
pembiayaan multibarang di BMT Anda Salatiga, kondisi barang atau
objek akad dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Barang atau objek akad pada dasarnya belum ada dan belum
dimiliki oleh BMT Anda Salatiga, hal ini dibuktikan adanya pihak
ketiga atau pemasok.
b. Barang atau objek akad tidak diserahkan kepada anggota ketika
akad berlangsung. Karena barang tersebut dikirim langsung oleh
pemasok kepada anggota. Hal ini telah tertera dalam draft perjanjian
yang telah disediakan oleh BMT.
c. Barang atau objek akad jelas diketahui oleh kedua belah pihak,
yaitu pihak BMT Anda Salatiga dan anggota yang mengajukan
pembiayaan. Namun dalam mekanisme yang kedua dalam
pelaksanaan akad murabahah, yang berkaitan dengan adanya
107
tambahan akad wakalah. Di mana BMT mewakilkan uangnya
kepada anggota untuk membeli barang. Setelah barang itu di beli
anggota, BMT tidak mengecek kembali barang itu secara fisik.
BMT hanya mengetahui bukti surat pembelian barang dari pihak
pemasok. Sehingga dapat dipastikan barang tersebut hanya
diketahui oleh anggota saja hal ini khusus untuk yang menggunakan
akad wakalah.
d. Barang atau objek akad yang diperbolehkan dalam pembiayaan
multibarang adalah barang atau objek akad yang dihalalkan
berdasarkan syari’ah baik materi maupun cara perolehannya. Di
mana pihak kedua membeli barang kepada pemasok dengan
pendanaan yang berasal dari pembiayaan yang disediakan oleh
pihak pertama. Hal ini telah diatur dalam draft akad murabahah, di
mana barang tersebut sesuai dengan syari’ah dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan anggota yang mengajukan pembiayaan.
Dari keterangan tersebut dapat diketahui bahwa menurut
penulis, objek akad tersebut tidak sesuai dengan ketentuan syari’ah.
Karena pada dasarnya objek akad harus diserahkan ketika akad itu
berlangsung serta barang atau objek akad tersebut hanya diketahui
pembeli saja. Selain itu, sebagai penjual BMT tidak menyediakan
barang terlebih dahulu. Jika ada anggota yang mengajukan
pembiayaan, BMT baru membeli kepada pihak pemasok. Padahal
108
dalam akad jual beli, penjual harus menyediakan barang yang siap
untuk diperjualbelikan.
Menurut Wiroso (2005:38) salah satu jenis murabahah
adalah murabahah dengan pesanan yaitu bank melakukan
pembelian barang setelah ada pemesan dari nasabah. Menurut
penulis hal tersebut kurang tepat untuk diterapkan dalam lembaga
keuangan syari’ah. Jika BMT memang beroperasi sesuai dengan
prinsip syari’ah, maka BMT harus menerapkan sesuai dengan
ketentuan syari’ah. Jika akad murabahah menggunakan skim jual
beli, maka akad murabahah tersebut harus sesuai dengan rukun dan
syarat jual beli dalam Islam.
3. Harga jual dan harga beli (kesepakatan harga)
Adapun syarat dari murabahah lainnya adalah berkaitan dengan
kesepakatan harga. Dalam pembiayaan murabahah disyaratkan agar
pembeli mengetahui harga pokok sekaligus mengetahui margin atau
keuntungan yang ditentukan oleh BMT. BMT dalam menentukan besar
kecilnya margin atau keuntungan salah satunya adalah melihat jangka
waktu yang dikehendaki anggota dalam kesanggupan membayar
angsuran. Bahkan, anggota yang mengajukan pembiayaan multibarang
boleh menawar harga kepada BMT untuk mendapatkan harga yang
lebih terjangkau.
Menurut penulis, BMT dalam hal kesepakatan harga memang
memberitahukan harga pokok sekaligus margin atau keuntungan yang
109
telah ditetapkan kepada anggota. Bahkan BMT memberikan kebebasan
kepada anggota untuk menawar harga jualnya. Meskipun demikian,
ada beberapa yang perlu diperhatikan mengenai margin atau
keuntungan yaitu dengan melihat jangka waktu pembayaran yang
dikehendaki anggota dalam kesanggupan membayar angsuran.
Islam tidak mengenal adanya time value of money, konsep
tersebut lebih mengarah pada penerimaan bunga yang menghalalkan
riba (Karim, 2010:87). Jadi menurut hemat penulis, nilai uang tidak
bisa dikaitkan dengan waktu sekarang mapun waktu yang akan datang.
Karena jika uang dikaitkan dengan waktu, maka hal tersebut lebih
mengarah pada penerimaan bunga yang seakan-akan menghalalkan
riba. Jadi uang hanya berlaku untuk barang-barang yang sedang
dikonsumsi saat ini dan tidak bisa dikaitkan untuk waktu yang akan
datang.
Berkaitan dengan hal tersebut BMT Anda Salatiga, sebelum
menentukan harga jual barang, BMT memperkirakan margin atau
keuntungan dengan cara melihat jangka waktu yang dikehendaki oleh
anggota dalam kesanggupan membayar. Menurut penulis, hal ini bisa
analogikan dengan time value of money. Jadi BMT melihat jangka
waktu pembayaran untuk menentukan seberapa besar nilai uang dalam
mengambil margin atau keuntungan.
Dengan demikian, BMT telah mengkaitkan besarnya harga
keuntungan dengan jangka waktu pembayaran, sebelum ditambah
110
dengan harga pokok barang. Meskipun pada akhirnya, BMT
menghendaki lamanya jangka waktu pembayaran tidak merubah harga
jual yang harus dibayar oleh anggota. Jadi kesimpulannya adalah harga
dipengaruhi jangka waktu pembayaran ketika menentukan margin atau
keuntungan.
Anggota yang mengangsur dalam waktu yang lama, maka BMT
mengambil keuntungan yang banyak, dan jika anggota menghendaki
waktu yang tidak terlalu lama, maka BMT mengambil keuntungan
sedikit. Padahal salah satu karakteristik murabahah adalah harga tidak
dipengaruhi oleh jangka waktu pembayaran, baik dalam menentukan
margin atau keuntungan atau dalam menentukan harga jualnya.
Keterangan di atas dapat diketahui bahwa BMT secara tidak
langsung mengarah pada penerimaan bunga yang menghalalkan riba.
Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah dijelaskan salah satu asas
perjanjian yaitu asas luzum. Artinya, di mana setiap akad dilakukan
dengan tujuan yang jelas dan perhitungan yang cermat sehingga
terhindar dari praktik spekulasi/maisir.
Fatwa dewan syari’ah nasional nomor 04/ DSN-MUI/IV/2000
tentang murabahah, juga menjelaskan bahwa bank dan nasabah yang
melakukan akad murabahah harus terhindar dari praktik riba. Dalam
firman Allah QS al-Baqarah ayat 275;
…
111
Ayat di atas menjelaskan tentang hukum jual beli adalah halal dan riba
hukumnya adalah haram. Meskipun BMT memperbolehkan anggota
untuk tawar menawar dalam harga jual, tapi di sisi lainnya, BMT
menerapkan prinsip time value of money yang dilarang dalam Islam.
Selanjutnya adalah pembayaran angsuran yang merupakan
kewajiban seorang anggota kepada BMT untuk memenuhi janjinya
sebagaimana yang telah disepakati sebelumnya. Meskipun demikian
dalam prakteknya seringkali anggota lalai dalam memenuhi
kewajibannya. Dalam Hukum Islam, seorang yang melaksanakan
perjanjian harus memenuhi akad-akad yang telah disepakati
sebelumnya karena pada dasarnya asas janji itu adalah mengikat. Hal
ini sesuai dalam firman Allah QS al-Maidah ayat 1;
Ayat tersebut menjelaskan bahwa seseorang yang melakukan
akad harus dipenuhi sebagaimana mestinya. Baik dalam kondisi apapun
dan di manapun. Anggota yang lalai dalam memenuhi kewajiban dalam
membayar angsuran, maka anggota tersebut harus tetap membayar
hutangnya sampai ia sanggup membayar kembali. Dalam draft akad
murabahah dijelaskan bahwa anggota yang melakukan pembiayaan
macet akan dikenai biaya administrasi sebesar tiga ratus rupiah. Untuk
tiap-tiap hari keterlambatan sejak saat kewajiban pembayaran tersebut
112
jatuh tempo sampai dengan tanggal dilaksanakannya pembayaran
kembali.
Menurut penulis hal ini diperbolehkan untuk menjadikan
anggota disiplin dalam melakukan kewajiban pembayaran. Namun, ada
aspek yang diperhatikan oleh BMT yaitu sebelum dikenai biaya
administrasi keterlambatan membayar, maka BMT memberlakukan
sistem rescheduling atau penjadwalan kembali yaitu dengan cara
memberikan kelonggaran waktu terlebih dahulu dengan cara
memperpanjang jangka waktu angsuran. Hal ini sesuai dengan firman
Allah QS al-Baqarah ayat 280;
Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah
tangguh sampai dia berkelapangan dan menyedekahkan (sebagian atau
semua utang) itu, lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
4. Penandatanganan akad murabahah (ijab dan qabul)
Sebagaimana yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, bahwa
dalam mekanisme dalam pelaksanaan akad murabahah pada produk
pembiayaan multibarang, terdapat akad kedua, yaitu akad wakalah.
Akad wakalah yang dilakukan oleh BMT kepada anggota hanya berupa
surat kuasa untuk pengadaan barang kepada pemasok. BMT dalam hal
ini tidak menyediakan draft perjanjian khusus tentang akad wakalah.
Berdasarkan ketentuan umum murabahah yang tercantum dalam
fatwa dewan syari’ah nasional nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang
113
murabahah, bahwa jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk
membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus
dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank.
Menurut penulis dalam pelaksanaan akad murabahah pada
produk pembiayaan multibarang di BMT Anda Salatiga, tidak sesuai
dengan ketentuan syari’ah, karena dalam prakteknya BMT pernah
melakukan akad wakalah dan akad murabahah dalam waktu satu pintu.
Hal tersebut berarti adanya dua akad dalam satu transaksi. Dalam hukum
Islam, dua akad dalam satu transaksi merupakan hal yang dilarang. Hal
ini didasari oleh hadist Rasulullah SAW diriwayatkan oleh HR.Tirmidzi:
عه رسىل هللا صلى هللا عليه وسلم وهى: عه أب زيز ال
(رواه ال زميذ). بيعةة فى بيع يه
Hadist tersebut menjelaskan bahwa Rasulullah SAW melarang adanya
dua akad dalam satu transaksi. Meskipun BMT jarang melakukan hal
tersebut, namun menurut penulis BMT tetap melakukan akad tersebut
tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam fiqh muamalah
maupun peraturan dari dewan syari’ah nasional.
Selanjutnya dalam proses akad berlangsung, untuk anggota yang
mengajukan plafon pembiayaan diatas dua juta rupiah, maka harus
menyertakan barang sebagai jaminannya, hal tersebut ditujukan untuk
memenuhi salah satu asas dari suatu perjanjian yaitu asas kemaslahatan
di mana akad yang dibuat para pihak bertujuan untuk mewujudkan
114
kemaslahatan bagi mereka dan tidak boleh menimbulkan kerugian atau
keadaan memberatkan.
Menurut penulis, dalam hal ini BMT tidak memberatkan
anggota yang mengajukan pembiayaan yang plafonnya rendah,
sedangkan anggota yang mengajukan pembiayaan dengan plafon yang
tinggi maka diwajibkan untuk menyerahkan jaminan.
Fatwa dewan syari’ah nasional nomor 04/DSN-MUI/IV/2000
tentang murabahah juga dijelaskan bahwa jaminan dalam murabahah
dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya. Hal ini dilakukan
BMT untuk menghindari anggota yang tidak amanah, jika anggota tidak
amanah maka jaminannya dapat disita BMT demi kemaslahatan, karena
pada dasarnya akad tidak boleh menimbulkan kerugian.
Dari analisis yang telah dilakukan penulis dapat diketahui bahwa dalam
pelaksanaan akad murabahah pada produk pembiayaan multibarang di BMT
Anda Salatiga belum memenuhi ketentuan syari’ah. Hal ini dikarenakan ada
beberapa aspek syarat rukun yang tidak sesuai dengan ketentuan syari’ah, yaitu:
1. Berkaitan dengan objek akad atau barang yang diperjualbelikan pada dasarnya
belum ada dan belum dimiliki oleh BMT Anda Salatiga, hal ini dibuktikan
adanya pihak ketiga atau pemasok. Berdasarkan rukun jual beli, penjual harus
mempunyai barang dagangan yang siap untuk diperjualbelikan, karena sistem
akad murabahah menggunakan skim jual beli, maka murabahah juga harus
dilakukan sesuai dengan ketentuan rukun dan syarat jual beli dalam Islam.
115
2. Objek akad tidak dapat diserahkan ketika akad berlangsung, padahal salah satu
syarat objek akad adalah objek akad harus diserahkan ketika akad
berlangsung.
3. Objek akad tidak diketahui secara jelas, yaitu berkaitan dengan mekanisme
yang kedua dalam pelaksanaan akad murabahah yang berkaitan dengan
adanya tambahan akad wakalah. Di mana BMT mewakilkan uangnya kepada
anggota untuk membeli barang. Setelah barang itu di beli anggota, BMT tidak
mengecek kembali barang itu secara fisik, yang diketahui hanyalah bukti surat
pembelian barang dari pihak pemasok. Sehingga dapat dipastikan barang
tersebut hanya diketahui oleh anggota saja.
4. Berkaitan dengan menentukan margin atau keuntungan yang dipengaruhi oleh
jangka waktu pembayaran angsuran. Islam melarang adanya time value of
money.
5. Berkaitan dengan penandatanganan akad yang pernah dilakukan secara
bersamaan yaitu Akad murabahah dan wakalah. Hal ini dilarang karena
Rasulullah SAW melarang adanya dua akad dalam satu transaksi.
Dari analisis di atas penulis menyimpulkan bahwa dalam pelaksanaan
akad murabahah pada produk pembiayaan multibarang di BMT Anda Salatiga
tidak sesuai dengan ketentuan syari’ah. Hal ini disebabkan karena akad tersebut
tidak sah, meskipun rukun akadnya terpenuhi, namun terdapat beberapa aspek
syarat rukunnya yang tidak terpenuhi. Oleh karena itu, akad tersebut termasuk
akad yang fasid (rusak) yang hukumnya dapat dibatalkan.
116
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati, dalam jual beli murabahah penjual harus
memberitahu harga pokok dari barang yang ia jual dan menentukan suatu
tingkat keuntungan sebagai tambahannya.
Dalam pelaksanaan akad murabahah pada produk pembiayaan
multibarang di BMT Anda Salatiga menggunakan dua mekanisme.
Mekanisme yang pertama adalah pengajuan permohonan dan negosiasi, proses
pembelian barang, proses akad, proses penyerahan barang, pembayaran
angsuran. Mekanisme yang kedua adalah pengajuan permohonan dan
negosiasi, proses akad wakalah dengan dibuktikan surat kuasa, proses
pembelian barang oleh anggota kepada pemasok, menyerahkan bukti
pembayaran oleh anggota kepada BMT, proses akad, penyerahan barang dan
pembayaran angsuran.
Dari analisis yang telah dilakukan penulis dapat disimpulkan bahwa,
ditinjau dari hukum Islam dalam pelaksanaan akad murabahah pada produk
pembiayaan multibarang di BMT Anda Salatiga belum memenuhi ketentuan
syari’ah. Hal ini dikarenakan ada beberapa aspek syarat rukun yang tidak
sesuai dengan ketentuan syari’ah, yaitu:
117
6. Berkaitan dengan objek akad atau barang yang diperjualbelikan pada
dasarnya belum ada dan belum dimiliki oleh BMT Anda Salatiga sebagai
pihak penjual. Hal ini dibuktikan adanya pihak ketiga atau pemasok.
Berdasarkan rukun jual beli, penjual harus mempunyai barang dagangan
yang siap untuk diperjualbelikan, karena sistem akad murabahah
menggunakan skim jual beli, maka hal ini juga harus diperhatikan.
7. Objek akad tidak dapat diserahkan ketika akad berlangsung.
8. Objek akad tidak diketahui secara jelas, yaitu berkaitan dengan adanya
tambahan akad wakalah, di mana BMT mewakilkan uangnya kepada
anggota untuk membeli barang. Setelah barang itu di beli anggota, BMT
tidak mengecek kembali barang itu secara fisik yang hanya diketahui
hanyalah bukti surat pembelian barang dari pihak pemasok. Sehingga
dapat dipastikan barang tersebut hanya diketahui oleh anggota saja.
9. Berkaitan dengan menentukan margin atau keuntungan yang dipengaruhi
oleh jangka waktu pembayaran angsuran. Islam melarang adanya time
value of money.
10. Berkaitan dengan penandatanganan akad yang pernah dilakukan secara
bersamaan yaitu akad murabahah dan wakalah. Hal ini dilarang karena
Rasulullah SAW melarang adanya dua akad dalam satu transaksi.
B. Saran
1. Sebaiknya BMT dalam menjalankan kegiatan usaha harus sesuai dengan
prinsip syari’ah, khusus dalam pembiayaan yang menggunakan akad
118
murabahah, maka syarat dan rukunnya harus diperhatikan sebagaimana
mestinya dalam hukum Islam, supaya pelaksanaan akadnya tetap sah dan
tidak batal.
2. Sebaiknya BMT menghindari adanya dua akad dalam satu transaksi, jika
BMT hendak mewakilkan kepada anggota untuk membeli barang kepada
pemasok, maka akad murabahah dilakukan setelah kepemilikan barang
secara prinsip dikuasai oleh BMT. Pemberian kuasa kepada anggota, harus
dilaksanakan sebelum akad murabahah terjadi, penyimpangan akad
wakalah terjadi karena akad wakalah dilaksanakan bersamaan dengan
akad murabahah.
3. Sebaiknya BMT dalam melaksanakan akad murabahah, di mana ada
penambahan akad wakalah, maka ada perjanjian khusus mengenai akad
wakalah bukan hanya surat kuasa saja agar kepastian hukum terjamin.
4. Sebaiknya BMT dalam melaksanakan akad murabahah bukan hanya
disahkan di depan notaris untuk pembiayaan yang plafonnya diatas 10 juta
saja, tapi setiap akad harus disahkan di depan notaris baik pembiayaan di
bawah 10 juta maupun diatas 10 juta, agar kepastian hukum juga terjamin.
5. Sebaiknya Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) lebih maksimal dalam
menjalankan tugasnya mengawasi lembaga keuangan syari’ah. Melakukan
pengawasan yang lebih matang terkait manajemen produk-produk yang
dikeluarkan lembaga keuangan syari’ah. Agar lembaga keuangan syari’ah
dalam menjalankan kegiatan usahanya sesuai dengan prinsip-prinsip
syari’ah.
119
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’anul Al-Karim. 2010. Mushaf Al-Azhar AlQur‟an dan Terjemah.
Bandung: Hilal.
Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syari‟ah dari Teori ke Praktek. Jakarta:
Gema Insani.
Anwar, Syamsul. 2010. Hukum Perjanjian Syari‟ah Studi Tentang Akad dalam
Fikih Muamalat. Jakarta: Rajawali Pers.
Ascarya. 2011. Akad & Produk Bank Syariah. Jakarta: Rajawali Pers.
Azzam, Abdul Aziz Muhammad. 2010. Fiqh Muamalat Sistem Transaksi dalam
Fiqh Islam. Jakarta: Amzah.
Dewi, Gemala, Widyaningsih, & Yeni Salma Barlinti. 2006. Hukum Perikatan
Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana.
Fadal, Moh Kurdi. 2008. Kaidah-Kaidah Fikih. Jakarta Barat: CV Artha Rivera.
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor 04/DSN-MUI/1V/2000 tentang
Murabahah
Hadi, Sutrisno. 1994. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi offse.
Hasanudin. 2010. Multi Akad dalam Transaksi Syari‟ah Kontemporer Pada
Lembaga Keuangan Syari‟ah di Indonesia: Konsep dan Ketentuan
(Dhawabith) dalam perspektif Fiqh. Jakarta: Makalah IAEI.
Hendry, Arison. 1999. Perbankan Syari‟ah Perspektif Praktisi. Jakarta: Muamalat
Institut.
Herawanto, Abdul Aziz. 2009. Implementasi Akad Murabahah dalam
Pembiayaan Pemilikan Rumah Bersubsidi Secara Syariah di Bank
Tabungan Negara Kantor Cabang Syariah Surakarta. Skripsi tidak
diterbitkan. Surakarta: Fakultas hukum Universitas Sebelas Maret.
Inayah, Nur. 2009. Strategi Penanganan Pembiayaan Bermasalah Pada
Pembiayaan Murabahah di BMT Bina Ihsanul Fikri Yogyakarta. Skripsi
tidak diterbitkan. Yogyakarta: Fakultas dakwah UIN Sunan Kalijaga.
120
Karim, Adiwarman. 2009. Bank Islam Analisis Islam dan Keuangan. Jakarta:
Rajawali Pers.
________________ 2010. Ekonomi Makro Islam. Jakarta: PT Raja Gravindo
Persada.
Kasmir. 2004. Manajemen Perbankan. Jakarta: PT Raja Gravindo Persada.
Anggota IKAPI. 2010. Kompilasi Hukum Ekonomi Syari‟ah. Bandung:
Fokusmedia.
Kurneawati. 2011. Analisis Perlakuan Akuntansi Piutang Murabahah pada PT.
Bank BRI Syariah KCI gubeng Surabaya. Skripsi tidak diterbitkan.
Surabaya: Jurusan Akuntansi STIE Perbanas.
Mas’adi, Hufron A. 2012. Fiqh Muamalah Konstekstual. Jakarta: PT Raja
Gravindo Persada.
Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Muhamad. 2002. Manajemen Bank Syari‟ah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Muhammad, Imam Al-Hafizh Abu Isa. Tanpa Tahun. Tarjamah Sunan at-
Tirmidzi. Terjemahan oleh Moh Zuhri. 1992. Semarang: CV Asy Syifa’.
Muslich, Ahmad Wardi. 2010. Fiqh Muamalat. Jakarta: Amzah.
Putra, Andi Ridwansyah Bahar. 2013. Transaksi Jual Beli Kendaraan Melalui
Bank Syariah Dengan Menggunakan Akad Murabahah. Skripsi tidak
diterbitkan. Makassar: Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar.
Ridwan, Muhammad. 2007. Konstruksi Bank Syari‟ah Indonesia. Yogyakarta:
Pustaka SM.
Sudarsono, Heri. 2004. Bank dan Lembaga Keuangan Syari‟ah. Yogyakarta:
EKONSIA Kampus Fakultas Ekonomi UII.
Sudjana, Nana. 1998. Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah. Bandung: Sinar Baru.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Susila, Andri .2002. Praktik Akad Murabahah dan Akad Ijarah di BMT Haniva
Berbah dalam Perspektif Fikih Muamalah. Skripsi tidak
diterbitkan.Yogyakarta: Jurusan Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Sunan Kalijaga.
121
Syafe’i, Rachmat. 2010. Fiqh Muamalah. Bandung: Pustaka Setia.
Syarifudin, Amir. 1997. Ushul Fiqih Jilid 1. Jakarta: Logos.
Utsman, Sabian. 2014. Metodologi Penelitian Hukum Progresif. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Wiroso. 2005. Jual Beli Murabahah. Yogyakarta: UII Press.
.